kasusku.docx

16
Erupsi Akneiformis Ratih Kusuma Dewi Stase Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FK UMS / RS PKU Muhammadiyah Surakarta PENDAHULUAN Erupsi akneiformis adalah suatu kelainan kulit yang menyerupai akne, berupa reaksi peradangan folikular dengan manifestasi klinis papulopustular. Bork pada tahun 1988 mendefinisikan erupsi akneiformis sebagai suatu reaksi inflamasi yang bermanifestasi klinis sebagai papula, pustula dan menekankan ketiadaan komedo sebagai perbedaan yang mendasar antara erupsi akneiformis dengan akne. 1,2 Etiologi penyakit ini masih belum jelas. Semula erupsi akneformis disangka sebagai salah satu jenis akne, namun kemudian diketahui bahwa etiopatogenesis dan gejalanya berbeda. Induksi obat yang diberikan secara sistemik diakui sebagai faktor penyebab yang paling utama. Ada pula yang mengganggap bahwa erupsi akneformis dapat disebabkan oleh aplikasi topikal kortikosteroid. 1,3 Gambaran klinis berupa papul yang eritematous, pustul, monomorfik atau oligomorfik, biasanya tanpa komedo, komedo dapat terjadi kemudian setelah sistem sebum ikut terganggu. Dapat disertai demam, malaise, 1

Upload: yustia-sari

Post on 14-Dec-2015

232 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: kasusku.docx

Erupsi Akneiformis

Ratih Kusuma DewiStase Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin

FK UMS / RS PKU MuhammadiyahSurakarta

PENDAHULUAN

Erupsi akneiformis adalah suatu kelainan kulit yang menyerupai akne,

berupa reaksi peradangan folikular dengan manifestasi klinis papulopustular. Bork

pada tahun 1988 mendefinisikan erupsi akneiformis sebagai suatu reaksi inflamasi

yang bermanifestasi klinis sebagai papula, pustula dan menekankan ketiadaan

komedo sebagai perbedaan yang mendasar antara erupsi akneiformis dengan

akne.1,2

Etiologi penyakit ini masih belum jelas. Semula erupsi akneformis

disangka sebagai salah satu jenis akne, namun kemudian diketahui bahwa

etiopatogenesis dan gejalanya berbeda. Induksi obat yang diberikan secara

sistemik diakui sebagai faktor penyebab yang paling utama. Ada pula yang

mengganggap bahwa erupsi akneformis dapat disebabkan oleh aplikasi topikal

kortikosteroid.1,3

Gambaran klinis berupa papul yang eritematous, pustul, monomorfik atau

oligomorfik, biasanya tanpa komedo, komedo dapat terjadi kemudian setelah

sistem sebum ikut terganggu. Dapat disertai demam, malaise, dan umumnya tidak

terasa gatal. Umur penderita bervariasi, mulai dari remaja sampai orang tua dan

pada anamnesis ditemukan adanya riwayat pemakaian obat.1,4,7

Pengobatan yang digunakan pada penderita erupsi akneiformis yang utama

adalah menghentikan penggunaan obat-obatan yang dipakai sehingga terjadinya

erupsi akneiformus. Obat topical yang digunakan pada erupsi akneiformis yaitu,

Bahan keratolitik yang dapat mengelupas kulit misalnya sulfur (4-20%), asam

retinoid (0,025-0,1%), benzoil peroksida (2,5-10%), asam azeleat (15-20%), dan

akhir-akhir ini digunakan pula asam alfa-hidroksi (AHA) seperti asam glikolat (3-

8%). Antibiotic tropical dapat mengurangi jumlah mikroba dalam folikel,

1

Page 2: kasusku.docx

misalnya, eritromisin (1%), klindamisin fosfat (1%). Pengobatan sistemik

ditujukan terutama untuk mengurangi reaksi radang disamping itu dapat juga

menekan produksi sebum, menekan aktivitas jasad renik dan mempengaruhi

keseimbangan hormonal.1,4,6

Pada makalah ini akan dilaporkan satu kasus mengenai erupsi akneiformis.

Pembahasan laporan ini lebih ditekankan pada masalah ketepatan pengobatan.

Kesalahan pengobatan pada kasus ini biasanya dikarenakan oleh ketidak tepatan

diagnosis.

2

Page 3: kasusku.docx

KASUS

Perempuan, 18 tahun, pelajar, datang ke poliklinik kulit dan kelamin RS

PKU Muhammadiyah Surakarta pada tanggal 25 Maret 2015 dengan keluhan

utama timbul jerawat pada dada sejak ±2 minggu yang lalu.

± 2 mingu sebelum periksa ke RS pasien mengaku timbul jerawat di

dada. Jerawat berupa mlentung-mlentung berwana kemerahan dan kecil. Awalnya

jerawat yang muncul hanya sekitar 3-5 saja. Untuk menghilangkan jerawatnya,

pasien membeli obat oles yang dibelikan ibunya (pasien lupa nama obatnya). Tiga

hari setelah pemakaian obat oles tersebut, jerawat pasien menjadi semakin banyak

dan gatal.

± 1 minggu SMRS, jerawat pasien semakin bertambah banyak, besar dan

berisi cairan putih. Pasien mengatakan jerawatnya terasa gatal sehingga pasien

selalu ingin menggaruk jerawatnya. Kemudian pasien berobat ke DKT. Di DKT

pasien mendapatkan obat minum dan salep (pasien lupa nama obatnya). Pasien

sudah dua kali berobat ke DKT namu tidak ada peruhan dan masih terasa gatal.

Oleh karena itu, pasien datang ke poli kulit untuk memeriksakan penyakitnya.

Pada pemeriksaan fisik, keadaan umum penderita baik, status gizi kesan

cukup, compos mentis, dan tanda vital dalam batas normal. Status dermatologis

pada regio cervikalis sampai presternalis papul eritem, pustul, batas tegas, dengan

bentuk teratur, dan beberapa tampak hiperpimentasi (Gambar 1).

3

Page 4: kasusku.docx

Status Dermatologi

Gambar 1

Tanggal 30 Maret 2015Pada saat kontrol pertama, status dermatologis pada regio cervikalis

sampai presternalis papul eritem berkurang, pustul sudah tidak ditemukan, batas

tegas, dengan bentuk teratur, dan beberapa masih tampak hiperpimentasi (Gambar

2).

Gambar 2

4

Page 5: kasusku.docx

Tanggal 6 April 2015Pada saat kontrol pertama, status dermatologis pada regio cervikalis

sampai presternalis papul eritem berkurang, pustul sudah tidak ditemukan, batas

tidak tegas, dengan bentuk tidak teratur, dan semakin banyak yang hiperpimentasi

(Gambar 3).

Gambar 3

Diagnosis banding untuk kasus ini adalah erupsi akneiformis, akne

vulgaris dan dermatitis kontak iritan. Pada kasus ini dapat diusulkan pemeriksaan

mikrobiologi dengan pewarnaan gram yang digunakan untuk membedakan antara

erupsi akneiformis dengan folikulitis dan pemeriksaan histopatologi yang

digunakan untuk membedakan erupsi akneiformis yang disebabkan oleh INH dan

kortikosteroid. Namun pemeriksaan penunjang tidak dilakukan karena

keterbatasan waktu dan masalah administrasi. Dari anamnesis dan pemeriksaan

fisik diagnosis kerja yang diajukan adalah erupsi akneiformis.

5

Page 6: kasusku.docx

PEMBAHASAN

Erupsi akneiformis adalah suatu kelainan kulit yang menyerupai akne,

berupa reaksi peradangan folikular dengan manifestasi klinis papulopustular.

Etiologi penyakit ini masih belum jelas. Semula erupsi akneformis disangka

sebagai salah satu jenis akne, namun kemudian diketahui bahwa etiopatogenesis

dan gejalanya berbeda. Induksi obat yang diberikan secara sistemik diakui sebagai

faktor penyebab yang paling utama seperti yang tercantum dalam tabel di bawah

ini.1,3

Hormon dan Steroid Antibiotik- Gonadotropin- Androgen-steroid anabolic- Steroid topical dan oral

- Tetrasiklin- Cotrimoxazole- Penisilin- Doxicyclin- Kloramfenikol- Ofloxacin

Senyawa Halogen Vitamin- Bromide- Iodide-halotan

- Riboflavin (B2)- Piridoksin (B6)- Sianokobalamin (B12)

Obat Antikonvulsi Obat lain- Fenitoin- Fenobarbital-troxidone

- Litium- Kloral hidrat-Disulfiram- Psorialen dengan ultraviolet AObat Anti Tuberkulosis

- Isoniazid (INH)- Rifampisin

Faktor-faktor yang memperbesar risiko timbulnya erupsi akneiformis

adalah:

1. Jenis Kelamin

Wanita mempunyai risiko untuk mengalami gangguan jauh lebih

tinggi jika dibandingkan dengan pria. Walaupun demikian, belum ada satupun

ahli yang mampu menjelaskan mekanisme ini.

2. Sistem Imunitas

Erupsi akneiformis lebih mudah terjadi pada seseorang yang

mengalami penuruna sistem imun. Pada penderita AIDS misalnya, penggunaan

obat sulfametoksazole justru meningkatkan risiko timbulnya erupsi

eksantematosa 10 sampai 50 kali dibandingkan dengan populasi normal.

6

Page 7: kasusku.docx

3. Usia

Alergi obat dapat terjadi pada semua golongan umur terutama pada

anak-anak dan orang dewasa. Pada anak-anak mungkin disebabkan karena

perkembangan sistim immunologi yang belum sempurna. Sebaliknya, pada

orang dewasa disebabkan karena lebih seringnya orang dewasa berkontak

dengan bahan antigenik. Umur yang lebih tua akan memperlambat munculnya

onset erupsi obat tetapi menimbulkan mortalitas yang lebih tinggi bila terkena

reaksi yang berat.

4. Dosis

Pemberian obat yang intermitten dengan dosis tinggi akan

memudahkan timbulnya sensitisasi. Tetapi jika sudah melalui fase induksi,

dosis yang sangat kecil sekalipun sudah dapat menimbulkan reaksi alergi.

Semakin sering obat digunakan, Semakin besar pula kemungkinan timbulnya

reaksi alergi pada penderita yang peka.

5. Infeksi dan keganasan

Mortalitas tinggi lainnya juga ditemukan pada penderita erupsi obat

berat yang disertai dengan keganasan. Reaktivasi dari infeksi virus laten

dengan human herpes virus (HHV)- umumnya ditemukan pada mereka yang

mengalami sindrom hipersensitifitas obat.

6. Atopik

Faktor risiko yang bersifat atopi ini masih dalam perdebatan.

Walaupun demikian, berdasarkan studi komprehensif terhadap pasien yang

dirawat di rumah sakit menunjukkan bahwa timbulnya reaksi obat ini ternyata

tidak menunjukkan angka yang signifikan bila dihubungkan dengan umur,

penyakit penyebab, atau kadar urea nitrogen dalam darah saat menyelesaikan

perawatannya.

Pada kasus ini faktor yang dapat memperbesar risiko timbulnya erupsi

akneiformis adalah jenis kelamin dan usia.

Gambaran klinis berupa papul yang eritematous, pustul, monomorfik atau

oligomorfik, biasanya tanpa komedo, komedo dapat terjadi kemudian setelah

sistem sebum ikut terganggu. Dapat disertai demam, malese, dan umumnya tidak

7

Page 8: kasusku.docx

terasa gatal. Umur penderita bervariasi, mulai dari remaja sampai orang tua dan

pada anamnesis ditemukan adanya riwayat pemakaian obat.1,4,7

Ada dua macam mekanisme yang dikenal disini. Pertama adalah mekanisme

imunologis dan kedua adalah mekanisme non imunologis. Umumnya erupsi obat

timbul karena reaksi hipersensitivitas berdasarkan mekanisme imunologis. Obat

dan metabolit obat berfungsi sebagai hapten, yang menginduksi antibodi humoral.

Reaksi ini juga dapat terjadi melalui mekanisme non imunologis yang disebabkan

karena toksisitas obat, over dosis, interaksi antar obat dan perubahan dalam

metabolisme.1

Tabel 2.1. Reaksi imunologis dan non imunologis

8

Page 9: kasusku.docx

Pada kasus ini, dapat di diagnosis sebanyak penyakit erupsi akneiformis.

Diagnosis tersebut didapatkan berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik. Pada

anamnesa didapatkan pasien mengeluh jerawat di daerah dada sejak ± 2 minggu

SMRS dan jerawat makin bertambah setelah menggunakan obat yang dibeli

sendiri. Pasien juga mengatakan sejak menggunakan obat tersebut, jerawatnya

terasa gatal dan kemerahan yang terkadang timbul cairan putih pada jerawatnya.

Keluhan ini memberi gambaran bahwasanya kemungkinan pasien mengalami

peradangan yang disebabkan oleh obat yang dia beli sendiri. Pada kasus ini,

tempat predileksi erupsi akneiformis di daerah dada meskipun erupsi akneiformis

ini bisa terjadi di tempat lain. Usia pasien ini adalah 18 tahun dimana terjadinya

9

Page 10: kasusku.docx

erupsi akneiformis ini adalah pada masa remaja sampai orang tua dimana pada

masa ini terjadi peningkatan pemakaian obat-obat tertentu.

Berdasarkan anamnesa, faktor-faktor yang mendukung timbulnya erupsi

akneiformis ini yaitu :

- Jerawat yang bertambah setelah penggunaan obat yang dibeli sendiri.

Pada pemeriksaan kulit ditemukan papul, pustule dan eritematous pada

sekitar leher yang multiple.

Adapun diagnosis banding pada kasus ini adalah sebagai berikut

1. DKI

DKI, dimana gambaran klinis dari DKI ditentukan oleh proses

terjadinya DKI tetapi secara umum reaksi iritan pada dermatitis iritan yaitu

berupa skuama, eritema, vesikel, pustule dan erosi. Umunya bisa sembuh

sendiri dan menimbulkan penebalan kulit.

2. Akne Vulgaris

Hampir sama dengan erupsi akneiformis dan yang membedakan

hanya pada proses terjadinya penyakit akne vulgaris yang tidak dipegaruhi

oleh obat-obatan tertentu.

Pada pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk membedakan

penyebab tidak ada spesifik tapi hanya digunakan untuk membedakan penyebab

dari erupsi akneiformis yaitu dengan pemeriksaan histopatologi.

Penatalaksanaan pada pasien ini yaitu bisa secara topical dan/atau secara

sistemik. Obat-obat topikal yang digunakan diantaranya mediklin (berisi sulfur)

yang berfungsi keratolitik dan memiliki daya antiseptik. Sedangkan obat sistemik

yang digunakan pada kasus ini diantaranya yaitu :

- Doksisiklin : merupakan antibiotik golongan tetrasiklin. Doksisiklin

bekerja secara bakteriostatik dengan mencegah sintesa protein

mikroorganisme. Doksisiklin mempunyai spektrum kerja yang luas

terhadap bakteri gram positif dan gram negatif.

- Cetirizine : merupakan antihistamin selektif, antagonis reseptor H1

perifer yang mempunyai efek sedatif yang rendah pada dosis aktif dan

mempunyai sifat tambahan sebagai anti alergi. Cetirizine bekerja

10

Page 11: kasusku.docx

menghambat pelepasan histamin pada fase awal dan mengurangi

migrasi sel inflamasi. Pada kasus digunakan antihistamin karena

pasien mengeluh adanya gatal yang hebat.

Prognosis pada pasien ini adalah baik asalkan pasien menghentikan

pengobatan yang membuat jerawat pasien menjadi seperti ini.

RINGKASAN

Dilaporkan sebuah kasus dengan Erupsi Akneiformis pada seorang

perempuan, 18 tahun berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan

diagnosis kerja erupsi akneiformis yang disebabkan oleh penggunaan

kortikosteroid topikal. Pada pasien ini diberikan terapi oral doksisiklin tablet

2x100mg, cetirizine 1x1 dan diberikan terapi topikal racikan acne feldin lotion

dan mediklin lotion 2 kali sehari di tempat erupsi. Setelah pengobatan tersebut

terdapat perubahan berupa eritem, papul dan gatal berkurang berkurang.

DAFTAR PUSTAKA

1. Wasitaatmadja S. Akne, Erupsi Akneiformis, Rosasea, Rinofema, dalam Adhi Djuanda, Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Edisi ke 5. Balai Pustaka Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2008.

2. Lobo A, Mathai R, Jacob M. Pathogenesis of Drug Induced Acneform Eruptions. Indian Journal Dermatology Venereol Leprol. 1992.

3. Hunter J, Savin J, Dahl M. Clinical Dermatology 3rd Edition.Blackwell Science Ltd. Oxfold 2003.

11

Page 12: kasusku.docx

4. Champion RH, Burton JL, Burns DA, Breathnach SM. Textbook of Dermatology. Volume II. 6th Edition. Blackwell Science Ltd. London. 1998.

5. Riedl MA, Casillas AM. Adverse Drug Reactions. Types and Treatment Options. In : American Family Physician. Volume 68. 2003. www.aafp.org/afp

6. Andrew J.M, Sun. Cutaneous Drugs Eruption.In : Hong Kong Practitioner. Volume xv. Cardiff. Department of Dermatology University of Wales College of Medicine, 1993. http://sunzi1.lib.hku.hk/hkjo/view/23/2301319.pdf

7. Lawrence CP, Brenner S, Ramos-e-Silva M, Parish JL. Atlas of Women's Dermatology : From Infancy to Maturity. London, Taylor & Francis, 2006.

8. James WD. Acne. The New England Journal of Medicine. 2005. www.insp.mx/biblio/alerta/al0805/24.pdf

12