kasus pneumothorax
DESCRIPTION
modul TMKTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Pneumothorax adalah penumpukan dari udara yang bebas dalam dada diluar paru
yang menyebabkan paru untuk mengempis. Spontaneous pneumothorax, juga dirujuk
sebagai primary pneumothorax, terjadi pada ketidakhadiran dari luka trauma pada dada
atau penyakit paru yang diketahui. Secondary (juga diistilahkan yang menyulitkan)
pneumothorax terjadi sebagai akibat dari kondisi yang mendasarinya.Spontaneous
pneumothorax mempengaruhi kira-kira 9,000 orang-orang setiap tahun di Amerika yang
tidak mempunyai sejarah dari penyakit paru. Tipe dari pneumothorax ini adalah paling
umum pada pria-pria yang berumur antara 20 dan 40 tahun, terutama pada pria-pria yang
tinggi dan kurus. Merokok telah ditunjukan meningkatkan risiko untuk spontaneous
pneumothorax.Spontaneous pneumothorax akan umumnya hilang dengan sendirinya
tanpa perawatan. Secondary pneumothorax yang berhubungan dengan penyakit yang
mendasarinya, bahkan ketika kecil, adalah jauh lebih serius dan membawa angka
kematian sebesar 15%Angka kekambuhan untuk keduanya primary dan secondary
pneumothorax adalah kira-kira 40%; kebanyakan kekambuhan terjadi dalam waktu 1.5
sampai dua tahun.
Laporan Kasus
Seorang bayi usia 4 hari mengalami ikterus sejak usia 2 hari, lahir spontan
ditolong bidan, dengan berat lahir 2200gram dan tidak langsung menangis. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan berat 2100 gram, sadar, tidak panas, ikterus di wajah
sampai thoraks dan abdomen. Hasil pemeriksaan bilirubin total 16,5 mg/dl.
Identitas:
Nama : bayi X
Umur : 4 hari
Alamat : -
Identitas orang tua:
Nama Ayah : -
Alamat Ayah : -
Pekerjaan : -
Nama ibu : -
Pekerjaan ibu : -
Pekerjaan : -
Anamnesis:
Riwayat penyakit sekarang
- Ikterus sejak kapan?
- Demam?
-
Riwayat keluarga
- Riwayat DM ibu?
- Kelainan darah pada keluarga?
-
Riwayat pengobatan
- Ibu konsumsi obat selama kehamilan?
-
Riwayat penyakit ibu
Riwayat persalinan
Riwayat kelahiran
Riwayat ASI
- Kesulitan dalam pemberian asi?
- Rutin?
Pemeriksaan Fisik:
o Sesak pada saat inspirasi
o TB: 170 cm
o Tensi 150/90
o Nadi :100x/menit
o Suhu: 37,2 C
o RR: 32x/menit
o JVP: meningkat
o Trachea deviasi kekanan
Fisik Paru:
Nampak Asimetri
Kiri lebih cembung daripada yang kanan dan tertinggal saat pergerakan
nafas
Fremitus melemah
ICS melebar
Hipersonor dan suara nafas menghilang
Tidak terdengar rales atau mengi
Pemeriksaan Penunjang:
1. EKG:
QRS axis dan precordial gelombang T mirip IMA
2. Foto Thorax:
Trachea deviasi kearah kanan akibat dari desakan dari udara paru kiri
Gambaran lusen mengisi seluruh ruang paru kiri bahkan terdapat herniasi
kearah kontralateral sehingga gambaran jantung juga menghilang
Lengkungan diafragma kiri hamper menghilang dan letak rendah.
3. Pemeriksaan Penujang Tambahan:
Analisa Gas darah
CT-Scan
Endoskopi
BAB II
PEMBAHASAN
Pasien datang dengan keluhan utama sesak napas (dispnea) tiba-tiba terutama saat
tarik napas yang dirasakan makin lama makin berat, nyeri dada kiri yang seperti ditusuk,
dan rasa nyerinya tidak menjalar. Dari data ini, harus selalu diingat bahwa penanganan
yang baik selalu mempertahankan prinsip ABCDE selayaknya pada setiap kasus
kegawatdaruratan. Makah hal pertama yang dilakukan melakukan primary survey.
Primary survey secara berurutan adalah Airway, Breathing, Circulation, Pada
tahap airway diperhatikan jalan napasnya. Pada pasien ini yang mengalami sesak napas
tidak didapatkan adanya sumbatan jalan napas (airway). Ini dibuktikan dengan adanya
anamnesis dari dokter yang dapat dijawab dengan baik ditambah pasien masih sadar. Bila
mungkin tanyakan kembali pada pasien bila dia tersedak sesuatu atau tidak.
Kemudian dilakukan pemeriksaan tanda vital. Dari hasil didapat bahwa tekanan
darah dan nadi pasien tinggi. Tidak terdapat demam yang dapat menyingkirkan adanya
kemungkinan infeksi. Sedangkan dari RR yang tinggi hanya membuktikan bahwa ada
dispnea yang terjadi. Kesimpulannya pasien membutuhkan evaluasi dan penanganan
segera.
Dari anamnesis pasien mengaku sesak napas yang makin berat disertai nyeri dada
yang tajam dan tidak menjalar. Dari sini didapat kesimpulan :
1. Pasien mengalami hipoksemia berat
2. Nyeri dada yang dialami pasien bukanlah nyeri dada akibat penyakit
jantung namun kemungkinan akibat gangguan pada pleura.
Pada pasien, airwaynya aman, maka dokter harus memikirkan adanya gangguan
pada tahap breathing yakni gangguan ventilasi. Gangguan ventilasi harus dikelola dengan
benar. Namun sebelum itu keadaan fisik paru harus diperiksa. yang pertama inspeksi.
Inspeksi pada pasien ditemukan mulut pasien bernapas seperti ikan koi, artinya
pasien berusaha mengalami kesulitan pada pernapasannya dan berusaha memenuhi
kebutuhan oksigen pada tubuhnya. Yang kedua diperhatikan bahwa paru asimetri, dan
dada kiri lebih cembung dan tertinggal pada pergerakan napas. Karena tidak ada trauma,
maka kemungkinan pada pasien adalah pneumotoraks ataupun efusi pada paru kiri
dimana pergerakan napas tertinggal. Bila setiap inspirasi dada makin membesar artinya
terjadi tension peneumothorax. Perhatikan pula adanya deviasi trakea ke sisi kanan yang
menandakan adanya dorongan dari dalam rongga dada bagian kiri. Kemudian gerakan
otot-otot dada juga diperhatikan.
Pada palpasi didapat fremitus melemah dan ICS melebar. Ini menandakan bahwa
pada pasien kemungkinan pada paru parunya mengalami pengisian udara, konsolidasi
ataupun cairan pada rongga dada yang memperkuat adanya dugaan pneumotoraks
maupun efusi.
Pada auskultasi ditemukan suara napas menghilang dan hipersonor pada perkusi.
Hipersonor artinya ada penambahan udara pada rongga dada dan suara napas yang
menghilang juga sesuai pada pneumotoraks. Dari sisni disimpulkan bahwa ada udara
dengan jumlah melebihi normal yang mengisi rongga dada, dan kemungkinan rongga
dada isi cairan dapat dihindarkan. Kemudian tidak terdengar rales atau mengi. Yang
berarti ini bukan obstruksi pada jalan napas seperti pada asma. Pada tahap ini maka
primary survey sudah dilakukan tanpa adanya tahap D, E karena tidak ada masalah. Yang
mengalami masalah hanyalah A, B, dan C.
Setelah dilakukan pemeriksaan secara cepat maka selanjutnya didapat
kemungkinan terbesar bahwa pasien mengalami pneumothoraks. Untuk memperkuat
dilakukan EKG. Dari hasil EKG didapatkan QRS axis dan precordial T-wavenya berubah
mirip IMA yang khas pada pneumothoraks primer paru kiri. Satu hal yang lebih
memperkuat dugaan pneumotoraks pada paru kiri adalah pemeriksaan penunjang rontgen
thoraks AP.
Pada hasil rontgen didapatkan gambar dibawah ini :
Dari sini digambarkan bahwa ada :
Trachea deviasi kearah kanan akibat dari desakan dari udara paru kiri
Gambaran lusen mengisi seluruh ruang paru kiri bahkan terdapat herniasi
kearah kontralateral sehingga gambaran jantung juga menghilang
Lengkungan diafragma kiri hampir menghilang dan letak rendah.
Dari hasil pemeriksaan fisik, penunjang, di tambah anamnesis maka dapat
disimpulkan bahwa diagnosis pasien adalah pneumotoraks spontan primer sinistra .
Pneumothoraks pada kasus ini membutuhkan penanganan yang efisien dan segera
dengan prinsip sebagai berikut :
1. Observasi dan pemberian oksigen
2. Aspirasi sederhana dengan jarum dan pemasangan tube torakostomi (WSD)
3. Pleurodesis bila perlu
4. Torakoskopi
5. Torakotomi
Dibawah ini adalah penatalaksanaan pada pasien yang disertai dengan urutan tindakan
dan alat-alat yang diperlukan :
A.Terapi oksigen
Terapi Oksigen dilakukan bila pasien mengalami hipoksemia berat seperti pada
pasien ini. Tujuannya adalah mempertahankan saturasi oksigen pada darah pasien. Atau
mempertahankan PaO2 sebesar 0-70mmhg dengan kenaikan minimal pada PaCO2.
B. Aspirasi sederhana dengan jarum dan pemasangan tube torakostomi (termasuk
didalamnya WSD)
Tindakan ini bertujuan untuk mengeluarkan dada dari rongga pleura
(dekompresi). Dalam tokakostomi terlebih dahulu dilakukan insisi kulit pada ruang antar
iga ke 6 pada linea aksilaris media kemudian dilakukan prosedur Water Seal Drainage
( WSD) Venocath. Penjelasannya adalah sebagai berikut:
WSD dengan venocath digunakan dalam keadaan emergency pada pneumothorax
dan efusi leura massif. Bila dalam waktu 24 jam paru tidak mengembang atau venocath
terlipat maka harus diganti dengan WSD mini atau WDS besar.Adapun komplikasi WSD:
a. Perdarahan
b. Syok Neurogenik
c. Infeksi pasca tindakan bedah
d. Emfisema Subkutis
Persiapan:
1. Pasien
Penjelasan kepada pasien tentang tindakan yang akan
dilakukan(inform consent)
Foto Thorax PA/L
2. Alat
Venocath no.14 + bloodset
Cystofix atau kateter lain yang tidak mudah terlipat
Trocard + klateter sesuai ukuran trocard
Sarung tangan 1-2 buah
1. Pinset anatomis
2. Jarum jahit
3. Pisau
4. Benang
5. Klem arteri tumpul
6. Kain kasa
Semprit 5cc,1-2 buah
Injeksi Lidokain 2% untuk anastesi
Betadine dan alcohol
Plaster dan gunting
Botol WSD
Cara kerja:
1. WSD dengan venocath
a. Prosedurtindakan sama seperti dengan punksi pleura
b. Venocath dihubungkan dengan blood set lalu ujung
bloodset dimasukkan ke dalam botol WSD
c. Klem bloodset dibukia perhatikan undulasi pada
bloodset,lalu venocath difiksasi dengan kasa dan plaster.
Dari WSD ini diharapkan udara yang terdapt dirongga pleura dapat dikeluarkan dan paru
paru dapat mengembang kembali. Bila paru sudah mengembang WSD dapat
dicabut,untuk memastikannya dilakukan foto Rotgen seri selama 1-3 hari.Bila dirasa
belum cukup dapat dilakukan Pleurodosis yakni melekatkan kembali pleura sehingga
mengurangi kekambuhan dan pada Pleurodosis dapat ditambahkan derivate Tetrasiklin
untuk mengurangi kekambuhan 25% dari Pleurodosis biasa.
Prognosis
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : ad bonam
Ad vitam : ad bonam
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pneumotoraks
Pneumathoraks adalah keadaan terdapatnya udara atau gas didalam pleura
diantara lapisa pleura visceral dan parietal. Pada keadaan normal rongga antara pleura
tidak berisi udara, supaya paru-paru leluasa mengembang terhadap rongga dada.
Pneumotoraks terbagi menjadi :
A. Pneumotoraks Spontan :
Pneumotoraks spontan primer : adalah pneumotoraks yang terjadi tiba-tiba
tanpa adanya riwayat penyakit paru yang mendasari sebelumnya
Pneumotoraks spontan sekunder: pneumotoraks terjadi karena suatu
penyakit paru yang mendasarinya ( TBC,PPOK,Pneumonia)
B. Pneumotoraks Traumatik
Pneumotoraks traumatic adalah pneumotoraks yang terjadi akibat suatu
trauma, baik trauma penetrasi maupun bukan yang menyebabkan
robeknya pleura,dinding dada maupun paru.
Terbagi menjadi dua lagi yaitu Pneumotoraks traumatic bukan
iatrogenik dan Pneumotoraks traumatic iatrogenic.
Manifestasi Klinis :
Gejalanya sangat bervariasi, tergantung kepada jumlah udara yang masuk ke
dalam rongga pleura dan luasnya paru-paru yang mengalami kolaps (mengempis).
Gejalanya bisa berupa:
Nyeri dada tajam yang timbul secara tiba-tiba, dan semakin nyeri jika
penderita menarik nafas dalam atau terbatuk
Sesak nafas
Dada terasa sempit
Mudah lelah
Pasien Merasa cemas,tegang,stress (gelisah karena kurangnya oksigen
yang masuk)
Warna kulit menjadi kebiruan akibat kekurangan oksigen.
Gejala-gejala tersebut mungkin timbul pada saat istirahat atau tidur.
Pemeriksaan Fisik pada pasien :
Inspeksi: statis:Asimetris, bagian paru yang sakit tampak cembung. Dinamis :
bagian paru yang sakit tertinggal waktu inspirasi
Palpasi : sela iga melebar, femitus melemah
Perkusi : pada bagian paru yang terkena Hipersonor
Auskultasi : suara napas melemah atau kadang bisa sampai hilang
Pemeriksaan laboratorium yang biasa dilakukan pada pasien Pneumotoraks:
Foto Rontgen Thoraks PA dan lateral menunjukan gambaran :
- gambaran penguncupan paru yang halus
- bayangan radiolusen/avaskuler
- pendorongan mediastinum
- Air fluid Level
Analisis gas darah tapi jarang dilakukan
B. Tindakan Medik dan Keperawatan Pada Pneumotoraks
Pada kasus kegawatdaruratan pneumotoraks dapat dilakukan penatalaksanaan dengan
tujuan untuk live saving :
1. Mengeluarkan udara dari rongga pleura
2. Mengurangi kecendrungan untuk kambuh
Kemudian british thoracic society dan American College of Chest physicians
memberikan rekomendasi pengangan pneumotoraks :
1. Observasi dan pemberian tambahan Oksigen
2. Aspirasi sederhana dengan jarum dan pemasangan tube torakostomi dengan atau
tanpa pleurodesis
3. Torakoskopi dengan pleurodesis dan penanganan terhadap adanya bleb atau bulla
4. Torakotomi
A. Strategi Penanganan Kegawatdaruratan
Dibawah ini adalah tindakan medis yang berfokus pada pneumotoraks :
1. Lihat pasien : apa tampak distress ? Sakit ? Hampir kehilangan kesadaran?
Apakah ada dispnea ? Apakah dapat menjawab pertanyaan?
2. Observasi toraksnya : apakah ada kealainan (abrasi, luka, ekimosis, dll),
Apakah gerakan dinding dada simetris ? Apakah ada luka pada punggung?
3. Auskultasi suara napas : Dengarkan di garis midaksilaris di bawah aksila,
Apakah suara napasnya seimbang ? Apakah suara napasnya menghilang ?
Pada bagian mana?
4. Palpasi toraks pasien. Rasakan adanya abnormalitas. Bila mungk8in
perkusi dada pasien
Yang penting pada diagnosis dari pneumiotoraks adalah dengan asestment yang
baik. Jangan lupakan tanda khas pada pneumotoraks seperti adanya deviasi
trachea pada arah yang berlawanan dengan bagian paru yang terkena.
B. Pemeriksaan yang berkaitan
1. Dispnea
2. Nyeri dada
3. Luka terbuka / ekimosis / kontusio
4. Takikardia
5. Hipersonor pada bagian yang terkena
6. Suara paru yang menghilang pada bagian yang terkena
C. Bila penanganan hampir terlambat
1. Status mental terganggu
2. Hipotensi
3. Takikardia
4. Sianosis
5. Deviasi trachea kontralateral
6. Distensi vena leher
D. Diagnosis banding dengan pneumothoraks
1. Cedra paru : suara paru hilang, dispnea, dan hipoksia
2. Patah tulang rusuk multiple : Suara napas hilang, dispnea, nyeri dada
3. Pasca pneumonektomi : suara napas hilang
Penanganan Umum
Penanganan pada pasien yang datang dengan sesak napas dan suspek
pneumotoraks harus selalu dimulai dengan prinsip ABC. Mengamankan Airway,
breathing, dan circulation dari pasien adalah mutlak pada kasus kegawatdaruratan
sebelum tindakan lebih lanjut. Maka dari itu hal pertama yang kita lakukan adalah
melihat airway atau jalan napasnya, pastikan adanya obstruksi atau tidak. Bila jalan napas
baik dan suspek pneumotoraks segera lakukan pemberian Oksigen 100% dengan mask.
Namun bila dalam keadaan : GCS <8/ tidak mampu memproteksi jalan napasnya;
hipoksia, distress respirasi, dispnea, hipoventilasi; dan instabilitas multisistem; maka
dapat dipikirkan untuk dilakukan intubasi. Selama melakukan tindakan penganganan
selalu pertahankan airway dan breathing.
Penanganan Spesifik
1. Simpel pneumotoraks/ hematoraks
Penanganan berupa supportive care dimana observasi dan monitoring selalu
dilakukan secara berulang. Pantau juga oksigenasi
2. Open pneumotoraks
Penanganannya langsung dan suportif. Observasi luka secara teliti. Lihat bila ada
gelembung udara ataupun emfisema disekitar luka. Luka harus ditutup dengan sesuatu
yang padat, fleksibel dan tidak berpori. Penutup harus segiempat dan dapat dilekatkan
dengan membiarkan salalh satu sudutnya tetap terbuka. Sehingga udara dapat keluar
tanpa ada arus masuk kembali.
3. Tension Pneumotoraks
Membuat diagnosis nya lebih sulit dari penanganannya. Tujuan penangananya
harus bertujuan dan berfokus pada pengeluaran yudara yang tertimbun berlebihan pada
rongga pleura. Hal yang terbaik yang dilakukan adalah dengan torakostomi dengan
mengguanakan chest tube. Namun torakostomi dengan jarum memiliki keunggulan yakni
lebih cepat dan efisien. Ada juga cara WSD yakni dengan menggunakan prinsip tekanan
H20 dan udara dimana udara yang tertimbun secara perlahan dibuang ke dalam botol
berisi air dengan tekanan tertentu.
TORAKOSTOMI
Indikasi dari Torakostomi Jarum
Hilangnya suara napas dengan disertai :
1. Dispnea yang signifikan
2. Saturasi oksigen <90%
3. Mental status yang terganggu
4. Tanda-tanda shock
Prosedur Torakostomi Jarum
1. Lengkapi peralatan yang dibutuhkan
Angiocath ukuran 14
Jarum ukuran 2-2 ¼"
Agar procedure menjadi efektif jarum ditusukan tepat pada rongga pleura.
Kira kira ketebalan tusukan sampai 2-3 cm dari dinding dada.
Flutter valve : untuk mengeluarkan udara satu arah dan mencegah udara
kembali masuk ke rongga pleura
Chest tube
2. Identifikasi tempat torakostomi
Carilah ICS 2 pada garis midklavikula atau ICS 5-6 pada faris midaksilaris
untuk melakukan tindakan. Letak ICS 5 hampir sama dengan putting.
Kemudian bila lokasi sudah sesuai bersihkan dengan alcohol atau betadine
3. Insersi
Tusukan jarum pada bagian superior rusuk. Karena pada bagian inferior dari
tulang rusuk terdapat vena dan artery.
Bila tusukan tepat mengenai rongga pleura maka akan terdengar udara yang
keluar seperti suara sesuatu yang mengempis.
Amankan jarum pada dinding dada dan bila ada tambahkan dengan
pemasangan flutter valve.
4. Pemantauan lanjut
Lanjutkan untuk mengawasi keadaan pasien dari dispnea atau gejala
pernapasan lain yang lebih buruk
WSD
WSD dengan venocath digunakan dalam keadaan emergency pada pneumothorax
dan efusi leura massif. Bila dalam waktu 24 jam paru tidak mengembang atau venocath
terlipat maka harus diganti dengan WSD mini atau WDS besar.Adapun komplikasi WSD:
e. Perdarahan
f. Syok Neurogenik
g. Infeksi pasca tindakan bedah
h. Emfisema Subkutis
Persiapan:
3. Pasien
Penjelasan kepada pasien tentang tindakan yang akan
dilakukan(inform consent)
Foto Thorax PA/L
4. Alat
Venocath no.14 + bloodset
Cystofix atau kateter lain yang tidak mudah terlipat
Trocard + klateter sesuai ukuran trocard
Sarung tangan 1-2 buah
1. Pinset anatomis
2. Jarum jahit
3. Pisau
4. Benang
5. Klem arteri tumpul
6. Kain kasa
Semprit 5cc,1-2 buah
Injeksi Lidokain 2% untuk anastesi
Betadine dan alcohol
Plaster dan gunting
Botol WSD
Cara kerja:
2. WSD dengan venocath
a. Prosedurtindakan sama seperti dengan punksi pleura
b. Venocath dihubungkan dengan blood set lalu ujung
bloodset dimasukkan ke dalam botol WSD
c. Klem bloodset dibukia perhatikan undulasi pada
bloodset,lalu venocath difiksasi dengan kasa dan plaster.
3. WSD Mini
a. Pasien dalam posisi duduk dengan bagian yang
sakitmenghadap kearah dokter,tangan sisi paru yang sakit
diatas kepala.
b. Lakukan desinfeksi dengan betadine lalu alcohol 70%
c. Lakukan anastesi local dengan lidokain didaerah yang akan
dipasang WSD (kira kira sela iga 5-6 pada linea aksilaris
posterior) dari kutissubkutis sampai pleura parietalis.
d. Lakukan punksi percobaan dengan semprit nastesi tersebut
lalu semprit dicabut.
e. Lakukan sayatan kulit memanjang sejajar iga lalu buka
secara tumpul sampai ke pleura.
f. Masuka cystofix sampai menembus masuk ke rongga
pleura,selongsong kateter dan “mindrain” dikeluarkan
g. Hubngkan kateter dengan botol WSD
h. Fiksasi kateter dengan jahitan “tabbac sac”,lalu tutup
dengan kasa steril
i. Pasien diistirahatkan sebentar lalu dibawa ke ruang
perawatan
4. WSD Besar:
a. Pasien dalam posisi duduk dengan bagian yang
sakitmenghadap kearah dokter,tangan sisi paru yang sakit
diatas kepala.
b. Lakukan desinfeksi dengan betadine lalu alcohol 70%
c. Lakukan anastesi local dengan lidokain didaerah yang akan
dipasang WSD (kira kira sela iga 5-6 pada linea aksilaris
posterior) dari kutissubkutis sampai pleura parietalis.
d. Lakukan punksi percobaan dengan semprit nastesi tersebut
lalu semprit dicabut.
e. Lakukan sayatan kulit memanjang sejajar iga lalu buka
f. Masukan trocard menembus pleura sampai rongga pleura
g. Mindrain trocard ditarik lalu dimasukkan kateter sampai
kerongga pleura
h. Trocard ditarik hubungkan dengan botol WSD,perhatikan
undulasinya
i. Fiksasi kateter dengan jahitan tabbac sac,lalu tutup dengan
kasa steril
j. Passien diistirahatkan sebentar lalu dibawa keruang rawat.
Pleurodesis
Pleurodisis adalah memasukkan sebuah zat ke dalam rongga pleura yang akan
menyebabkan inflamasi yang bersifat aseptic sehingga terjadi perlengketan antara kedua
pleura. Pleurodesis biasanya dilakukan karena angka kekambuhan pada pneumothoraks
spontan primer tinggi sehingga dimasukkan zat yang bersifat sklerosan ke dalam rongga
pleura. Selama beberapa decade terakhir, banyak jenis sklerosan yang digunakan.
Tetrasiklin merupakan salah satu sklerosan yang di rekomendasikan pada
pneumothoraks. Akan tetapi kemudian tetrasiklin parenteral semakin sulit ditemukan oleh
karena proses produksi yang terganggu. Oleh karena itu sekarang yang lebih banyak
digunakan adalah minosiklin dan doksisiklin. Dosis anjuran tetrasiklin untuk pleurodesis
adalah 1500 mg. Walaupun efek samping nyeri lebih sering ditemukan pada dosis 1500
mg daripada dosis 500 mg. Analgetik yang adekuat perlu diberikan secara intrapleura
untuk mengurangi rasa sakit. Dosis standar 200 mg (20 ml) lignokain 1% lebih efektif
dari pada dosis yang lbeih besar (250 mg (25 ml) 1% lignokain).
BAB III
KESIMPULAN
Pada pasien dengan Pneumothorax spontan yang mengalami sesak napas
merupakan tindakan kegawatdaruratan yang memerlukan tindakan segera Dengan
Pemasangan WSD (Water shield drainage) secara cepat dan cermat sehingga udara yang
membuat paru kolaps dapat segera dikeluarkan. Setelah dilakukan tindakan WSD
diperlukan juga tindakan pleurodesis untuk menekan angka kekambuhan yang terjadi
pada pneumothoraks spontan primer.
DAFTAR PUSTAKA
1. Kasper, Braunwald, Fauci, Hauser, Longo, Jamson. Harrison’s Principle of
Internal Medicine Volume 2. United State of Americaa: McGraw-hill; 2005;
p.1565.
2. Kasper, Braunwald, Fauci, Hauser, Longo, Jamson. Harrison’s Principle of
Internal Medicine Volume 2. United State of Americaa: McGraw-hill; 2005;
p.953-965.
3. Wiradharma D. Etika Profesi Medis: Prinsip-prinsip Moral Dasar. Jakara:
Universitas Trisakti;2005; p.75-81.
4. Peraturan Perundang-undangan bidang Kedokteran: Persetujuan
Tindakan Medik. Jakarta: FKUI;1994; p.21.
5. Teknik Sirkumsisi. Available at: http://fkunissula.ac.id/index.php?
option=com_content&view=article&id=6:sunat&catid=1:latest-news
Accessed on 26th October 2009.
6. Prosedur Sirkumsisi. Available at:. http://wahanakedokteran.blogspot.com
Accessed on 26th October 2009.