pneumothorax & hematothorax

22
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem pernapasan adalah salah satu sistem penting dalam tubuh manusia karena saat bernapas tubuh manusia menghirup oksigen yang sangat berfungsi sebagai gas kehidupan pada sel dan membuang karbondioksida yang merupakan zat sisa metabolisme. Oleh karena itu, gangguan apapun yang terjadi pada sistem ini akan berpengaruh secara sistemik pada sistem-sistem tubuh lainnya. Terdapat banyak gangguan yang berkemungkinan terjadi pada system pernapasan, diantaranya yaitu Pneumotoraks dan Hemotoraks. Pneumotoraks adalah keadaan terdapatnya udara atau gas dalam rongga pleura. Sedangkan Hemotoraks adalah terdapatnya darah dalam rongga pleura. (Price & Wilson, 1995). Pada keadaan normal rongga pleura tidak berisi udara, gas, cairan ataupun darah, karena paru-paru membutuhkan pleura agar dapat leluasa mengembang terhadap rongga dada. Sehingga jika terdapat benda asing pada pleura ini akan mengakibatkan paru-paru akan sulit berelaksasi dirongga dada dan mengalami kesulitan untuk mendapatkan asupan oksigen yang cukup bagi tubuh. Insiden pneumotoraks sulit diketahui karena episodenya yang acak penyebabnya. Namun diketahui berdasarkan penelitian Seaton dkk. Menyebutkan bahwa pria lebih banyak mengidap pneumotoraks daripada wanita dengan perbandingan 5:1 dan sekitar 81% kasus pneumotoraks berada pada rentang umur dibawah 45 tahun. Di Olmested Country, Minessota, Amerika, Melton et al melakukan penelitian selama 25 tahun (tahun 1950-1974) pada pasien yang terdiagnosa pneumotoraks , didapatkan 75 pasien karena trauma, 102 pasien karena iatrogenic dan sisanya 141 pasien karena pneumotoraks spontan (terjadi tiba-tiba tanpa ada penyebab). Pada kasus pneumotoraks spontan didapatkan angka insidensi yaitu 7,4-8,6/100.000 pertahun untuk pria dan 1,2/100.000 pertahun untuk wanita. (loddenkemper, 2003) Sedangkan untuk Hemotoraks sangat jarang terjadi untuk etiologi spontan karena kebanyakan kasus terdapatnya darah pada rongga pleura diakibatkan oleh cedera atau trauma pada dada kecuali ada komplikasi 1

Upload: irmayanti-toalib

Post on 09-Dec-2015

76 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

kkk

TRANSCRIPT

Page 1: Pneumothorax & Hematothorax

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sistem pernapasan adalah salah satu sistem penting dalam tubuh manusia karena saat

bernapas tubuh manusia menghirup oksigen yang sangat berfungsi sebagai gas kehidupan

pada sel dan membuang karbondioksida yang merupakan zat sisa metabolisme. Oleh karena

itu, gangguan apapun yang terjadi pada sistem ini akan berpengaruh secara sistemik pada

sistem-sistem tubuh lainnya. Terdapat banyak gangguan yang berkemungkinan terjadi pada

system pernapasan, diantaranya yaitu Pneumotoraks dan Hemotoraks.

Pneumotoraks adalah keadaan terdapatnya udara atau gas dalam rongga pleura.

Sedangkan Hemotoraks adalah terdapatnya darah dalam rongga pleura. (Price & Wilson,

1995). Pada keadaan normal rongga pleura tidak berisi udara, gas, cairan ataupun darah,

karena paru-paru membutuhkan pleura agar dapat leluasa mengembang terhadap rongga dada.

Sehingga jika terdapat benda asing pada pleura ini akan mengakibatkan paru-paru akan sulit

berelaksasi dirongga dada dan mengalami kesulitan untuk mendapatkan asupan oksigen yang

cukup bagi tubuh.

Insiden pneumotoraks sulit diketahui karena episodenya yang acak penyebabnya.

Namun diketahui berdasarkan penelitian Seaton dkk. Menyebutkan bahwa pria lebih banyak

mengidap pneumotoraks daripada wanita dengan perbandingan 5:1 dan sekitar 81% kasus

pneumotoraks berada pada rentang umur dibawah 45 tahun. Di Olmested Country, Minessota,

Amerika, Melton et al melakukan penelitian selama 25 tahun (tahun 1950-1974) pada pasien

yang terdiagnosa pneumotoraks , didapatkan 75 pasien karena trauma, 102 pasien karena

iatrogenic dan sisanya 141 pasien karena pneumotoraks spontan (terjadi tiba-tiba tanpa ada

penyebab). Pada kasus pneumotoraks spontan didapatkan angka insidensi yaitu 7,4-

8,6/100.000 pertahun untuk pria dan 1,2/100.000 pertahun untuk wanita. (loddenkemper,

2003)

Sedangkan untuk Hemotoraks sangat jarang terjadi untuk etiologi spontan karena

kebanyakan kasus terdapatnya darah pada rongga pleura diakibatkan oleh cedera atau trauma

pada dada kecuali ada komplikasi lainnya. Menurut epidemiologinya, angka kejadian

hemotoraks terkait trauma atau cedera di Amerika Serikat adalah sebanyak 300.000 kasus

pertahun.

1

Page 2: Pneumothorax & Hematothorax

Berdasarkan prevalensi dan angka kejadian yang cukup tinggi untuk pneumotoraks dan

hemotoraks inilah yang menyebabkan penulis tertarik untuk mengangkatnya menjadi suatu

makalah, sehingga akan ditemui konsep mendalam dan asuhan keperawatan mengenai

gangguan system pernapasan ini.

2

Page 3: Pneumothorax & Hematothorax

BAB II

KONSEP MEDIS

A. DEFINISI

            Trauma thorax adalah luka atau cedera yang mengenai rongga thorax yang dapat

menyebabkan kerusakan pada dinding thorax ataupun isi dari cavum thorax yang disebabkan

oleh benda tajam atau bennda tumpul dan dapat menyebabkan keadaan gawat thorax akut.

B. ETIOLOGI

1. Trauma thorax kebanyakan disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas yang  umumnya berupa

trauma tumpul dinding thorax.

2. Dapat juga disebabkan oleh karena trauma tajam melalui dinding thorax.

C. ANATOMI

Kerangka rongga thorax, meruncing pada bagian atas dan berbentuk kerucut terdiri

dari sternum, 12 vertebra thoracalis, 10 pasang iga yang berakhir di anterior dalam segmen

tulang rawan dan 2 pasang yang melayang. Kartilago dari 6 iga memisahkan articulasio dari

sternum, kartilago ketujuh sampai sepuluh berfungsi membentuk tepi kostal sebelum

menyambung pada tepi bawah sternu. Perluasan rongga pleura di atas klavicula dan di atas

organ dalam abdomen penting untuk dievaluasi pada luka tusuk. Musculus pectoralis mayor

dan minor merupakan muskulus utama dinding anterior thorax. Muskulus latisimus dorsi,

trapezius, rhomboideus, dan muskulus gelang bahu lainnya membentuk lapisan muskulus

posterior dinding posterior thorax. Tepi bawah muskulus pectoralis mayor membentuk

lipatan/plika aksilaris posterior.

Dada berisi organ vital paru dan jantung, pernafasan berlangsung dengan bantuan

gerak dinding dada. Inspirasi terjadi karena kontraksi otot pernafasan yaitu muskulus

interkostalis dan diafragma, yang menyebabkan rongga dada membesar sehingga udara akan

terhisap melalui trakea danbronkus.

Pleura adalah membran aktif yang disertai dengan pembuluh darah dan limfatik.

Disana terdapat pergerakan cairan, fagositosis debris, menambal kebocoran udara dan kapiler.

Pleura visceralis menutupi paru dan sifatnya sensitif, pleura ini berlanjut sampai ke hilus dan

mediastinum bersama – sama dengan pleura parietalis, yang melapisi dinding dalam thorax

dan diafragma. Pleura sedikit melebihi tepi paru pada setiap arah dan sepenuhnya terisi

dengan ekspansi paru – paru normal,  

Diafragma bagian muskular perifer berasal dari bagian bawah iga keenam kartilago

kosta, dari vertebra lumbalis, dan dari lengkung lumbokostal, bagian muskuler melengkung

3

Page 4: Pneumothorax & Hematothorax

membentuk tendo sentral. Nervus frenikus mempersarafi motorik dari interkostal bawah

mempersarafi sensorik. Diafragma yang naik setinggi putting susu, turut berperan dalam

ventilasi paru – paru selama respirasi biasa / tenang sekitar 75%.

D. PATOFISIOLOGI

         Hipoksia, hiperkarbia, dan asidosis sering disebabkan oleh trauma thorax. Hipokasia

jaringan merupakan akibat dari tidak adekuatnya pengangkutan oksigen ke jaringan oleh

karena hipivolemia ( kehilangan darah ), pulmonary ventilation/perfusion mismatch ( contoh

kontusio, hematoma, kolaps alveolus )dan perubahan dalam tekanan intratthorax ( contoh :

tension pneumothorax, pneumothorax terbuka ). Hiperkarbia lebih sering disebabkan oleh

tidak adekuatnya ventilasi akibat perubahan tekanan intrathorax atau penurunan tingkat

kesadaran. Asidosis metabolik disebabkan oleh hipoperfusi dari jaringan ( syok ).

E. INITIAL ASSESSMENT DAN PENGELOLAAN

1. Pengelolaan penderita terdiri dari :

a. Primary survey. Yaitu dilakukan pada trauma yang mengancam jiwa, pertolongan ini

dimulai dengan airway, breathing, dan circulation.

b. Resusitasi fungsi vital.

c. Secondary survey yang terinci.

d. Perawatan definitif.

2. Karena hipoksia adalah masalah yang sangat serius pada Trauma thorax,   intervensi dini

perlu dilakukan untuk pencegahan dan mengoreksinya.

3. Trauma yang bersifat mengancam nyawa secara langsung dilakukan terapi   secepat dan

sesederhana mungkin.

4. Kebanyakan kasus Trauma thorax yang mengancam nyawa diterapi dengan mengontrol

airway atau melakukan pemasangan selang thorax atau dekompresi thorax dengan jarum.

5. Secondary survey membutuhkan riwayat trauma dan kewaspadaan yang tinggi   terhadap

adanya trauma – trauma yang bersifat khusus.

F. KELAINAN AKIBAT TRAUMA THORAX

Trauma dinding thorax dan paru.

1) Fraktur iga

Merupakan komponen dari dinding thorax yang paling sering mngalami trauma,

perlukaan pada iga sering bermakna, Nyeri pada pergerakan akibat terbidainya iga terhadap

dinding thorax secara keseluruhan menyebabkan gangguan ventilasi. Batuk yang tidak efektif

intuk mengeluarkan sekret dapat mengakibatkan insiden atelaktasis dan pneumonia meningkat

secara bermakna dan disertai timbulnya penyakit paru – paru. Fraktur sternum dan skapula

4

Page 5: Pneumothorax & Hematothorax

secara umum disebabkan oleh benturan langsung, trauma tumpul jantung harus selalu

dipertimbangkan bila ada asa fraktur sternum. Yang paling sering mengalami trauma adalah

iga begian tengah ( iga ke – 4 sampai ke – 9 )

2) Flail Chest

Terjadi ketika segmen dinding dada tidak lagi mempunyai kontinuitas dengan

keseluruhan dinding dada. Keadaan tersebut terjadi karena fraktur iga multipel pada dua atau

lebih tulang iga dengan dua atau lebih garis fraktur. Adanya semen flail chest (segmen

mengambang) menyebabkan gangguan pada pergerakan dinding dada. Jika kerusakan

parenkim paru di bawahnya terjadi sesuai dengan kerusakan pada tulang maka akan

menyebabkan hipoksia yang serius. Kesulitan utama pada kelainan Flail Chest yaitu trauma

pada parenkim paru yang mungkin terjadi (kontusio paru). Walaupun ketidak-stabilan dinding

dada menimbulkan gerakan paradoksal dari dinding dada pada inspirasi dan ekspirasi, defek

ini sendiri saja tidak akan menyebabkan hipoksia. Penyebab timbulnya hipoksia pada

penderita ini terutama disebabkan nyeri yang mengakibatkan gerakan dinding dada yang

tertahan dan trauma jaringan parunya. Flail Chest mungkin tidak terlihat pada awalnya,

karena splinting (terbelat) dengan dinding dada. Gerakan pernafasan menjadi buruk dan

toraks bergerak secara asimetris dan tidak terkoordinasi. Palpasi gerakan pernafasan yang

abnormal dan krepitasi iga atau fraktur tulang rawan membantu diagnosisi. Dengan foto

toraks akan lebih jelas karena akan terlihat fraktur iga yang multipel, akan tetapi terpisahnya

sendi costochondral tidak akan terlihat. Pemeriksaan analisis gas darah yaitu adanya hipoksia

akibat kegagalan pernafasan, juga membantu dalam diagnosis Flail Chest. Terapi awal yang

diberikan termasuk pemberian ventilasi adekuat, oksigen yang dilembabkan dan resusitasi

cairan. Bila tidak ditemukan syok maka pemberian cairan kristoloid intravena harus lebih

berhati-hati untuk mencegah kelebihan pemberian cairan. Bila ada kerusakan parenkim paru

pada Flail Chest, maka akan sangat sensitif terhadap kekurangan ataupun kelebihan resusitasi

cairan. Pengukuran yang lebih spesifik harus dilakukan agar pemberian cairan benar-benar

optimal. Terapi definitif ditujukan untuk mengembangkan paru-paru dan berupa oksigenasi

yang cukup serta pemberian cairan dan analgesia untuk memperbaiki ventilasi. Tidak semua

penderita membutuhkan penggunaan ventilator. Pencegahan hipoksia merupakan hal penting

pada penderita trauma, dan intubasi serta ventilasi perlu diberikan untuk waktu singkat sampai

diagnosis dan pola trauma yang terjadi pada penderita tersebut ditemukan secara

lengkap. Penilaian hati-hati dari frekuensi pernafasan, tekanan oksigen arterial dan penilaian

kinerja pernafasan akan memberikan suatu indikasi timing / waktu untuk melakukan intubasi

dan ventilasi.

5

Page 6: Pneumothorax & Hematothorax

3) Kontusio Paru

Adalah kelainan yang paling sering ditemukan pada golongan potentially lethal chest

injury. Kegagalan bernafas dapat timbul perlahan dan berkembang sesuai waktu, tidak

langsung terjadi setelah kejadian, sehingga rencana penanganan definitif dapat berubah

berdasarkan perubahan waktu. Monitoring harus ketat dan berhati-hati, juga diperlukan

evaluasi penderita yang berulang-ulang. Penderita dengan hipoksia bermakna (PaO2 < 65

mmHg atau 8,6 kPa dalam udara ruangan, SaO2 < 90 %) harus dilakukan intubasi dan

diberikan bantuan ventilasi pada jam-jam pertama setelah trauma. Kondisi medik yang

berhubungan dengan kontusio paru seperti penyakit paru kronis dan gagal ginjal menambah

indikasi untuk melakukan intubasi lebih awal dan ventilasi mekanik. Beberapa penderita

dengan kondisi stabil dapat ditangani secara selektif tanpa intubasi endotrakeal atau ventilasi

mekanik. Monitoring dengan pulse oximeter, pemeriksaan analisis gas darah, monitoring

EKG dan perlengkapan alat bantu pernafasan diperlukan untuk penanganan yang

optimal. Jika kondisi penderita memburuk dan perlu ditransfer maka harus dilakukan intubasi

dan ventilasi terlebih dahulu.

4) Pneumotoraks

Dikibatkan masuknya udara pada ruang potensial antara pleura viseral dan parietal.

Dislokasi fraktur vertebra torakal juga dapat ditemukan bersama dengan pneumotoraks.

Laserasi paru merupakan penyebab tersering dari pnerumotoraks akibat trauma tumpul.Dalam

keadaan normal rongga toraks dipenuhi oleh paru-paru yang pengembangannya sampai

dinding dada oleh karena adanya tegangan permukaan antara kedua permukaan pleura.

Adanya udara di dalam rongga pleura akan menyebabkan kolapsnya jaringan paru. Gangguan

ventilasi-perfusi terjadi karena darah menuju paru yang kolaps tidak mengalami ventilasi

sehingga tidak ada oksigenasi. Ketika pneumotoraks terjadi, suara nafas menurun pada sisi

yang terkena dan pada perkusi hipesonor. Foto toraks pada saat ekspirasi membantu

menegakkan diagnosis. Terapi terbaik pada pneumotoraks adalah dengan pemasangan chest

tube lpada sela iga ke 4 atau ke 5, anterior dari garis mid-aksilaris. Bila pneumotoraks hanya

dilakukan observasi atau aspirasi saja, maka akan mengandung resiko. Sebuah selang dada

dipasang dan dihubungkan dengan WSD dengan atau tanpa penghisap, dan foto toraks

dilakukan untuk mengkonfirmasi pengembangan kembali paru-paru. Anestesi umum atau

ventilasi dengan tekanan positif tidak boleh diberikan pada penderita dengan pneumotoraks

traumatik atau pada penderita yang mempunyai resiko terjadinya pneumotoraks intraoperatif

yang tidak terduga sebelumnya, sampai dipasang chest tube. Pneumotoraks sederhana dapat

menjadi life thereatening tension pneumothorax, terutama jika awalnya tidak diketahui dan

6

Page 7: Pneumothorax & Hematothorax

ventilasi dengan tekanan posiif diberikan. Toraks penderita harus dikompresi sebelum

penderita ditransportasi/rujuk.

5) Pneumothorax terbuka ( Sucking chest wound )

Defek atau luka yang besar plada dinding dada yang terbuka menyebabkan pneumotoraks

terbuka. Tekanan di dalam rongga pleura akan segera menjadi sama dengan tekanan atmosfir.

Jika defek pada dinding dada mendekati 2/3 dari diameter trakea maka udara akan cenderung

mengalir melalui defek karena mempunyai tahanan yang kurang atau lebih kecil dibandingkan

dengan trakea. Akibatnya ventilasi terganggu sehingga menyebabkan hipoksia dan

hiperkapnia. Langkah awal adalah menutup luka dengan kasa stril yang diplester hanya pada

3 sisinya saja. Dengan penutupan seperti ini diharapkan akan terjadi efek flutter Type Valve

dimana saat inspirasi kasa pnutup akan menutup luka, mencegah kebocoran udara dari dalam.

Saat ekspirasi kasa penutup terbuka untuk menyingkirkan udara keluar. Setelah itu maka

sesegera mungkin dipasang selang dada yang harus berjauhan dari luka primer. Menutup

seluruh sisi luka akan menyebabkan terkumpulnya udara di dalam rongga pleura yang akan

menyebabkan tension pneumothorax kecuali jika selang dada sudah terpasang. Kasa penutup

sementara yang dapat dipergunakan adalah Plastic Wrap atau Petrolotum Gauze, sehingga

penderita dapat dilakukan evaluasi dengan cepat dan dilanjutkan dengan penjahitan luka.

6) Tension pneumorothorax

Berkembang ketika terjadi one-way-valve (fenomena ventil), kebocoran udara yang

berasal dari paru-paru atau melalui dinding dada masuk ke dalam rongga pleura dan tidak

dapat keluar lagi (one-way-valve). Akibat udara yang masuk ke dalam rongga pleura yang

tidak dapat keluar lagi, maka tekanan di intrapleural akan meninggi, paru-paru menjadi

kolaps, mediastinum terdorong ke sisi berlawanan dan menghambat pengembalian darah vena

ke jantung (venous return), serta akan menekan paru kontralateral. Penyebab tersering dari

tension pneumothorax adalah komplikasi penggunaan ventilasi mekanik (ventilator) dengan

ventilasi tekanan positif pada penderita dengan kerusakan pada pleura viseral. Tension

pneumothorax dapat timbul sebagai komplikasi dari penumotoraks sederhana akibat trauma

toraks tembus atau tajam dengan perlukaan parenkim paru tanpa robekan atau setelah salah

arah pada pemasangan kateter subklavia atau vnea jugularis interna. Kadangkala defek atau

perlukaan pada dinding dada juga dapat menyebabkan tension pneumothorax, jika salah cara

menutup defek atau luka tersebut dengan pembalut (occhusive dressings) yang kemudian akan

menimbulkan mekanisme flap-valve. Tension pneumothorax jug adapat terjadi pada fraktur

tulang belakang toraks yang mengalami pergeseran (displaced thoracic spine fractures).

Diagnosis tension pneumotorax ditegakkan berdasarkan gejala klinis, dan tetapi tidak boleh

7

Page 8: Pneumothorax & Hematothorax

terlambat oleh karena menunggu konfirmasi radkologi. Tension pneumothorax ditandai

dengan gejala nyeri dada, sesak, distres pernafasan, takikardi, hipotensi, deviasi trakes,

hilangnya suara nafas pada satu sisi dan distensi vena leher. Sianosisi merupakan manifestasi

lanjut. Karena ada kesamaan gejala antara tension pneumothorax dan tamponade jantung

maka sering membingungkan pada awalnya tetapi perkusi yang hipersonor dan hilangnya

suara nafas pada hemitoraks yang terkena pada tension pneumothorax dapat membedakan

keduanya. Tension pneumothorax membutuhkan dekompresi segera dan penanggulangan

awal dengan cepat berupa insersi jarum yang berukuran besar pada sela iga dua garis

midclavicular pada hemitoraks yang mengalami kelainan. Tindakan ini akan mengubah

tension pneumothorax menjadi plneumothoraks sederhana (catatan : kemungkinan terjadi

pneumotoraks yang bertambah akibat tertusuk jarum). Evaluasi ulang selalu diperlukan.

Tetapi definitif selalu dibutuhkan dengan pemsangan selang dada (chest tube) pada sela iga ke

5 (garis putting susu) diantara garis anterior dan midaxilaris.

7) Hemothorax

Penyebab utama dari hemotoraks adalah laserasi paru atau laserasi dari pembuluh darah

interkostal atau arteri mamaria internal yang disebabkan oleh trauma tajam atau trauma

tumpul. Dislokasi fraktur dari vertebra torakal juga dapat menyebabkan terjadinya

hemotoraks. Biasanya perdarahan berhenti spontan dan tidak memerlukan intervensi operasi.

Hemotoraks akut yang cukup banyak sehingga terlihat pada foto toraks, sebaiknya diterapi

dengan selang dada kaliber besar. Selang dada tersebut akan mengeluarkan darah dari rongga

pleura, mengurangi resiko terbentuknya bekuan darah di dalam rongga pleura, dan dapat

dipakai dalam memonitor kehilangan darah selanjutnya. Evakuasi darah atau cairan juga

memungkinkan dilakukannya penilaian terhadap kemungkinan terjadinya ruptur diafragma

traumatik. Walaupun banyak faktor yang berperan dalam memutuskan perlunya indikasi

operasi pada penderita hemotoraks, status fisiologi dan volume darah yang kelura dari selang

dada merupakan faktor utama. Sebagai patokan bila darah yang dikeluarkan secara cepat dari

selang dada sebanyak 1.500 ml, atau bila darah yang keluar lebih dari 200 ml tiap jamuntuk 2

sampai 4 jam, atau jika membutuhkan transfusi darah terus menerus, eksplorasi bedah herus

dipertimbangkan.

8) Hemotoraks masif

Yaitu terkumpulnya darah dengan cepat lebih dari 1.500 cc di dalam rongga pleura. Hal

ini sering disebabkan oleh luka tembus yang merusak pembuluh darah sistemik atau

pembuluh darah pada hilus paru. Hal ini juga dapat disebabkan trauma tumpul. Kehilangan

darah menyebabkan hipoksia. Vena leher dapat kolaps (flat) akibat adanya hipovolemia berat,

8

Page 9: Pneumothorax & Hematothorax

tetapi kadang dapat ditemukan distensi vena leher, jika disertai tension pneumothorax. Jarang

terjadi efek mekanik dari adarah yang terkumpul di intratoraks lalu mendorong mesdiastinum

sehingga menyebabkan distensi dari pembuluh vena leher. Diagnosis hemotoraks ditegakkan

dengan adanya syok yang disertai suara nafas menghilang dan perkusi pekak pada sisi dada

yang mengalami trauma. Terapi awal hemotoraks masif adalah dengan penggantian volume

darah yang dilakukan bersamaan dengan dekompresi rongga pleura. Dimulai dengan infus

cairan kristaloid secara cepat dengan jarum besar dan kemudian pmeberian darah dengan

golongan spesifik secepatnya. Darah dari rongga pleura dapat dikumpulkan dalam

penampungan yang cocok untuk autotransfusi. Bersamaan dengan pemberian infus, sebuah

selang dada (chest tube) no. 38 French dipasang setinggi puting susu, anteriordari garis

midaksilaris lalu dekompresi rongga pleura selengkapnya. Ketika kita mencurigai hemotoraks

masif pertimbangkan untuk melakukan autotransfusi. Jika pada awalnya sudah keluar 1.500

ml, kemungkinan besar penderita tersebut membutuhkan torakotomi segera. Beberapa

penderita yang pada awalnya darah yang keluar kurang dari 1.500 ml, tetapi pendarahan tetap

berlangsung. Ini juga mamebutuhkan torakotomi. Keputusan torakotomi diambil bila

didapatkan kehilangan darah terus menerus sebanyak 200 cc/jam dalam waktu 2 sampai 4

jam, tetapi status fisiologi penderita tetap lebih diutamakan. Transfusi darah diperlukan

selama ada indikasi untuk toraktomi. Selama penderita dilakukan resusitasi, volume darah

awal yang dikeluarkan dengan selang dada (chest tube) dan kehilangan darah selanjutnya

harus ditambahkan ke dalam cairan pengganti yang akan diberikan. Warna darah (arteri atau

vena) bukan merupakan indikator yang baik untuk dipakai sebagai dasar dilakukannya

torakotomi. Luka tembus toraks di daerah anterior medial dari garis puting susu dan luka di

daerah posterior, medial dari skapula harus disadari oleh dokter bahwa kemungkinan

dibutuhkan torakotomi, oleh karena kemungkinan melukai pembuluh darah besar, struktur

hilus dan jantung yang potensial menjadi tamponade jantung. Torakotomi harus dilakukan

oleh ahli bedah, atau dokter yang sudah berpengalaman dan sudah mendapat latihan.

9) Cedera trakea dan Bronkus

Cedera ini jarang tetapi mungkin disebabkan oleh trauma tumpul atau trauma tembus,

manifestasi klinisnya yaitu yang biasanya timbul dramatis, dengan hemoptisis bermakna,

hemopneumothorax, krepitasi subkutan dan gawat nafas. Empisema mediastinal dan servical

dalam atau pneumothorax dengan kebocoran udara masif. Penatalaksanaan yaitu dengan

pemasangan pipa endotrakea ( melalui kontrol endoskop ) di luar cedera untuk kemungkinan

ventilasi dan mencegah aspirasi darah, pada torakostomi diperlukan untuk hemothorax atau

pneumothorax.

9

Page 10: Pneumothorax & Hematothorax

G. TRAUMA JANTUNG DAN AORTA

1. Tamponade jantung sering disebabkan oleh luka tembus.

Walaupun demikian, trauma tumpul juga dapat menyebabkan perikardium terisi darah

baik dari jantung, pembuluh darah besar maupun dari pembuluh darah perikard. Perikard

manusia terdiri dari struktur jaringan ikat yang kaku dan walaupun relatif sedikit darah yang

terkumpul, namun sudah dapat menghambat aktivitas jantung dan mengganggu pengisian

jantung. Mengeluarkan darah atau cairan perikard, sering hanya 15 ml sampai 20 ml, melalui

perikardiosintesis akan segera memperbaiki hemodinamik. Diagnosis tamponade jantung

tidak mudah. Diagnosistik klasik adalah adanya Trias Beck yang terdiri dari peningkatan

tekanan vena, penurunan tekanan arteri dan suara jantung menjauh. Penilaian suara jantung

menjauh sulit didapatkan bila ruang gawat darurat dalam keadaan berisi, distensi vena leher

tidak ditemukan bila keadaan penderita hipovlemia dan hipotensi sering disebabkan oleh

hipovolemia. Pulsus paradoxus adalah keadaan fisiologis dimana terjadi penurunan dari

tekanan darah sistolik selama inspirasi spontan. Bila penurunan tersebut lebih dari 10 mmHg,

maka ini merupakan tanda lain terjadinya tamponade jantung. Tetapi tanda pulsus paradoxus

tidak selalu ditemukan, lagi pula sulit mendeteksinya dalam ruang gawat darurat. Tambahan

lagi, jika terdapat tension pneumothorax, terutama sisi kiri, maka akan sangat mirip dengan

tamponade jantung. Tanda Kussmaul (peningkatan tekanan vena pada saat inspirasi biasa)

adalah kelainan paradoksal tekanan vena yang sesungguhnya dan menunjukkan adanya

temponade jantung. PEA pada keadaan tidak ada hipovolemia dan tension pneumothorax

harus dicurigai adanya temponade jantung. Pemasangan CVP dapat membantu diagnosis,

tetapi tekanan yang tinggi dapat ditemukan pda berbagai keadaan lain. Pemerikksaan USG

(Echocardiografi) merupakan metode non invasif yang dapat membantu penilaian

perikardium, tetapi banyak penelitian yang melaporkan angka negatif yang lebih tinggi yaitu

sekitar 50 %. Pada penderita trauma tumpul dengan hemodinamik abnormal boleh dilakukan

pemeriksaan USG abdomen, yang sekaligus dapat mendeteksi cairan di kantung perikard,

dengan syarat tidak menghambat resusitasi (lihat Bab 5, Trauma abdomen, V.F, Studi

diagnostik spesifik pada trauma tumpul). Evakuasi cepat darah dari perikard merupakan

indikasi bila penderita dengan syok hemoragik tidak memberikan respon pada resusitasi

cairan dan mungkin ada tamponade jantung. Tindakan ini menyelamatkan nyawa dan tidak

boleh diperlambat untuk mengadakan pemeriksaan diagnostik tambahan. Metode sederhana

untuk mengeluarkan cairan dari perikard adaah dengan perikardiosintesis. Kecurigaan yang

tinggi adanya tamponade jantung pada penderita yang tidak memberikan respon terhadap

usaha rsusitasi, merupakan indiksi untuk melakukan tindakan perikardiosintesis melalui

10

Page 11: Pneumothorax & Hematothorax

metode subksifoid. Tindakan alternatif lain, adalah melakukan operasi jendela perikad atau

torakotomi dengan perikardiotomi oleh seorang ahli bedah. Prosedur ini akan lebih baik

dilakukan di ruang operasi jika kondisi penderita memungkinkan. Walaupun kecurigaan besar

besar akan adanya tamponade jantung, pemberian cairan infus awal masih dapat

meningkatkan tekanan vena dan meningkatkan cardiac output untuk sementara, sambil

melakukan persiapan untuk tindakan perikardiosintesis melalui subksifoid. Pada tindakan ini

menggunakan plastic-sheated needle atau insersi dengan teknik Seldinger merupakan cara

paling baik, tetapi dalam keadaan yang lebih gawat, prioritas adalah aspirasi darah dari

kantung perikard. Monitoring Elektrokardiografi dapat menunjukkan tertusuknya miokard

(peningkatan voltase dari gelombang T, ketika jarum perikardiosintesis menyentuh

epikardium) atau terjadinya disritmia.

2. Kontusio Miocard

Terjadi karena ada pukulan langsung pada sternum dengan diikuti memar jantung dikenal

sebagai kontusio miocard. Manifestasi klinis cedera jantung mungkin bervariasi dari ptekie

epikardial superfisialis sampai kerusakan transmural. Disritmia merupakan temuan yang

sering timbul. Pemeriksaan Jantung yaitu dengan Isoenzim CPK merupakan uji diagnosa yang

spesifik, EKG mungkin memperlihatkan perubahan gelombang T – ST yang non spesifik atau

disritmia. Adapun penatalaksanaan berupa suportif

3. Trauma tumpul jantung dapat menyebabkan kontusio otot jantung, ruptur atrium atau

ventrikel, ataupun kebocoran katup. 

Ruptur ruang jantung ditandai dengan tamponade jantung yang harus diwaspadai saat

primary survey. Kadang tanda dan gejala dari tamponade lambat terjadi bila yang ruptur

adalah atrium. Penderita dengan kontusio miokard akan mengeluh rasa tidak nyaman pada

dada tetapi keluhan tersebut juga bisa disebabkan kontusio dinding dada atau fraktur sternum

dan/atau fraktur iga. Diagnosis pasti hanya dapat ditegakkan dengan inspeksi dari miokard

yang mengalami trauma. Gejala klinis yang penting pada miokard adalah hipotensi, gangguan

hantaran yang jelas ada EKG atau gerakan dinding jantung yang tidak normal pada

pemeriksaan ekokardiografi dua dimensi. Perubahan EKG dapat bervariasi dan kadang

menunjukkan suatu infark miokard yang jelas. Kontraksi ventrikel perematur yang multipel,

sinus takikardi yang tak bisa diterangkan, fibrilasi atrium, bundle branch block (biasanya

kanan) dan yang paling sering adalah perubahan segmen ST yang ditemukan pada gambaran

EKG. Elevasi dari tekanan vena sentral yang tidak ada penyebab lain merupakan petunjuk

dari disfungsi ventrikel kanan sekunder akibat kontusio jantung. Juga penting untuk diingat

bahwa kecelakaannya sendiri mungkin dpat disebabkan adanya serangan infak miokard akut.

11

Page 12: Pneumothorax & Hematothorax

Penderita kontusio miokard yang terdiagnosis karena adanya kondusksi yang abnormal

mempunyai resiko terjadinya disrtimia akut, dan harus dimonitor 24 jam pertama, karena

setelah interval tersebut resiko disritmia kaan menurun secara bermakna.

12

Page 13: Pneumothorax & Hematothorax

ASKEP KLIEN DENGAN TRAUMA DADA

(PNEUMOTHORAX, HEMATOTHORAX)

A. PENGKAJIAN

Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan secara menyeluruh

(Boedihartono, 1994 : 10).Pengkajian pasien dengan trauma thoraks

(. Doenges, 1999) meliputi :

1. Aktivitas / istirahat

Gejala : dipnea dengan aktivitas ataupun istirahat

2. Sirkulasi

Tanda : Takikardia ; disritmia ; irama jantunng gallops, nadi apical berpindah,tanda

Homman ; TD : hipotensi/hipertensi ; DVJ

3. Integritas ego

Tanda : ketakutan atau gelisah

4. Makanan dan cairan

Tanda : adanya pemasangan IV vena sentral/infuse tekanan.

5. Nyeri/ketidaknyamanan

Gejala : nyeri uni laterl, timbul tiba-tiba selama batuk atau regangan, tajamdan nyeri,

menusuk-nusuk yang diperberat oleh napas dalam, kemungkinanmenyebar ke

leher, bahu dan abdomen.

Tanda : berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi, mengkerutkanwajah

6. Pernapasan

Gejala : kesulitan bernapas ; batuk ; riwayat bedah dada/trauma, penyakit parukronis,

inflamasi,/infeksi paaru, penyakit interstitial menyebar, keganasan ;pneumothoraks

spontan sebelumnya, PPOM.Tanda : Takipnea  peningkatan kerja napas ; bunyi napas

turun atau tak ada ;fremitus menurun ; perkusi dada hipersonan ; gerakkkan dada tidak

sama ;kulit  pucat,  sian osis,  berkeringat,  krepitasi  subkutan  ;  mental

ansietas,bingung, gelisah, pingsan ; penggunaan ventilasi mekanik tekanan positif

7. Keamanan

Geajala : adanya trauma dada ; radiasi/kemoterapi untuk kkeganasan

8. Penyuluhan / Pembelajaran

Gejala  :  riwayat  factor  risiko  keluarga,  TBC,  kanker  ;  adanya

bedahintratorakal/biopsy paru

13

Page 14: Pneumothorax & Hematothorax

B. ANALISA DATA

NO TGL / JAM DATA PROBLEM ETIOLOGI

1 Diisi pada saat

tanggal

pengkajian

Berisi data subjektif

dan data objektif yang

didapat dari

pengkajian

keperawatan

masalah yang sedang dialami

pasien seperti gangguan pola

nafas, gangguan keseimbangan

suhu tubuh, gangguan pola

aktiviatas,dll

Etiologi berisi

tentang penyakit

yang diderita

pasien

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Ketidakefektifan pola pernapasan b/d ekpansi paru yang tidak maksimal karena akumulasi

udara/cairan.

Inefektif bersihan jalan napas b/d peningkatan sekresi sekret dan penurunan batuk

sekunder akibat nyeri dan keletihan.

Perubahan kenyamanan : Nyeri akut b/d trauma jaringan dan reflek spasme otot sekunder.

Gangguan mobilitas fisik b/d ketidakcukupan kekuatan dan ketahanan untuk ambulasi

dengan alat eksternal.

Potensial Kolaboratif : Akteletasis dan Pergeseran Mediatinum.

Kerusakan integritas kulit b/d trauma mekanik terpasang bullow drainage

Resiko terhadap infeksi b/d tempat masuknya organisme sekunder terhadap trauma.

D. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

14

Page 15: Pneumothorax & Hematothorax

NODIAGNOSA

KEPERAWATANTUJUAN PERENCANAAN

1) Ketidakefektifan

pola pernapasan

b/d ekspansi paru

yang tidak

maksimal karena

trauma

Pola pernapasan efektive

Dengan Kriteria Hasil :

1) Memperlihatkan

frekuensi pernapasan

yang efektive.

2) Mengalami perbaikan

pertukaran gas-gas pada

paru.

3) Adaptive mengatasi

faktor-faktor penyebab.

1. Berikan posisi yang nyaman,

biasanya dnegan peninggian kepala

tempat tidur. Balik ke sisi yang

sakit. Dorong klien untuk duduk

sebanyak mungkin.

2. Obsservasi fungsi pernapasan, catat

frekuensi pernapasan, dispnea atau

perubahan tanda-tanda vital.

3. Jelaskan pada klien bahwa tindakan

tersebut dilakukan untuk menjamin

keamanan.

4. Jelaskan pada klien tentang

etiologi/faktor pencetus adanya

sesak atau kolaps paru-paru.

5. Pertahankan perilaku tenang, bantu

pasien untuk kontrol diri dnegan

menggunakan pernapasan lebih

lambat dan dalam.

6. Perhatikan alat bullow drainase

berfungsi baik, cek setiap 1 - 2 jam

2 Inefektif bersihan

jalan napas b/d

peningkatan sekresi

sekret dan penurunan

batuk sekunder akibat

nyeri dan keletihan

Jalan napas lancar/normal

Kriteria Hasil :

1) Menunjukkan batuk

yang efektif.

2) Tidak ada lagi

penumpukan sekret di

sal. pernapasan.

3) Klien nyaman.

1. Jelaskan klien tentang kegunaan

batuk yang efektif dan mengapa

terdapat penumpukan sekret di sal.

pernapasan.

2. Ajarkan klien tentang metode yang

tepat pengontrolan batuk.

3. Auskultasi paru sebelum dan

sesudah klien batuk.

4. Ajarkan klien tindakan untuk

menurunkan viskositas sekresi :

mempertahankan hidrasi yang

15

Page 16: Pneumothorax & Hematothorax

adekuat; meningkatkan masukan

cairan 1000 sampai 1500 cc/hari

bila tidak kontraindikasi.

5. Dorong atau berikan perawatan

mulut yang baik setelah batuk.

3 Perubahan

kenyamanan : Nyeri

akut b/d trauma

jaringan dan reflek

spasme otot

sekunder.

Nyeri berkurang/hilang.

Kriteria Hasil :

1) Nyeri berkurang/ dapat

diadaptasi.

2) Dapat

mengindentifikasi

aktivitas yang

meningkatkan/menurun

kan nyeri.

3) Pasien tidak gelisah.

1) Jelaskan dan bantu klien dnegan

tindakan pereda nyeri

nonfarmakologi dan non invasif.

2) Berikan kesempatan waktu istirahat

bila terasa nyeri dan berikan posisi

yang nyaman ; misal waktu tidur,

belakangnya dipasang bantal kecil.

3) Tingkatkan pengetahuan tentang :

sebab-sebab nyeri, dan

menghubungkan berapa lama nyeri

akan berlangsung.

4) Kolaborasi denmgan dokter,

pemberian analgetik.

5) Observasi tingkat nyeri, dan respon

motorik klien, 30 menit setelah

pemberian obat analgetik untuk

mengkaji efektivitasnya. Serta

setiap 1 - 2 jam setelah tindakan

perawatan selama 1 - 2 hari.

16

Page 17: Pneumothorax & Hematothorax

DAFTAR PUSTAKA

Boedihartono, 1994,Proses Keperawatan di Rumah Sakit.EGC : Jakarta

Brooker, Christine. 2001.Kamus Saku Keperawatan.EGC : Jakarta

Doenges, Marilyn E. 1999.Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. EGC : Jakarta.

Dorland, W. A. Newman. 2002.Kamus Kedokteran.EGC : Jakarta.

FKUI. 1995.Kumpulan Kuliah Ilmu bedah.Binarupa Aksara : Jakarta

Hudak, C.M. 1999.Keperawatan Kritis.Jakarta : EGC.

Mowschenson, Peter M. 1990.Segi Praktis Ilmu Bedah Untuk pemula. Edisi 2.

Binarupa Aksara : Jakarta

17