kasus malaria portopolio 1

36
BAB I STATUS PASIEN I. Identifikasi Nama : An. Rld Umur : 6 tahun Jenis Kelamin : Laki-laki Berat Badan : 18 kg Agama : Islam Alamat : Ds. Gunung Liwat Pengandonan, OKU Kebangsaan : Indonesia Tanggal Kunjungan: 15 Februari 2012 II. Anamnesis Keluhan Utama : demam Keluhan Tambahan : mengigil Riwayat Perjalanan Penyakit 2 hari yang lalu, os mengeluh demam tinggi hilang timbul. Os juga menggigil (+), dan berkeringat. Nyeri kepala (+), Mual (-), muntah (-), mencret (-), nyeri perut (-). Nyeri otot (+) pegal-pegal (+) BAB biasa, mencret (-), BAK normal, nafsu makan os juga berkurang, ada bintik-bintik merah ditubuh disangkal, mimisan (-). Nyeri menelan (-), 1

Upload: 928cb

Post on 25-Jul-2015

424 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Kasus Malaria Portopolio 1

BAB I

STATUS PASIEN

I. Identifikasi

Nama : An. Rld

Umur : 6 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Berat Badan : 18 kg

Agama : Islam

Alamat : Ds. Gunung Liwat Pengandonan, OKU

Kebangsaan : Indonesia

Tanggal Kunjungan: 15 Februari 2012

II. Anamnesis

Keluhan Utama : demam

Keluhan Tambahan : mengigil

Riwayat Perjalanan Penyakit

2 hari yang lalu, os mengeluh demam tinggi hilang timbul. Os juga

menggigil (+), dan berkeringat. Nyeri kepala (+), Mual (-), muntah

(-), mencret (-), nyeri perut (-). Nyeri otot (+) pegal-pegal (+) BAB

biasa, mencret (-), BAK normal, nafsu makan os juga berkurang,

ada bintik-bintik merah ditubuh disangkal, mimisan (-). Nyeri

menelan (-), lidah terasa pahit disangkal. Ibu os memberi obat

demam keluhan demam os berkurang, namun beberapa jam

kemudian suhu tubuh os kembali tinggi disertai menggigil. Lalu

ibu os membawa ke puskesmas.

Riwayat Penyakit Sebelumnya

Riwayat gejala serupa sebelumnya disangkal

1

Page 2: Kasus Malaria Portopolio 1

III. Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum : tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos Mentis

Nadi : 124 x/menit

Pernapasan : 24 x/menit

Suhu : 39,1oC

Berat Badan (BB) : 18 kg

Tinggi Badan (TB) : 105 cm

BB/U = 18/20,5 = 87,80% TB/U = 106/115 = 92,17%

BB/TB = 18/17 = 105,88 %

Kesan : status pertumbuhan dan berat badan dalam batas normal.

Keadaan Spesifik

Kepala : Simetris

Bentuk : normosefali

Rambut : hitam, tidak mudah dicabut

Mata : konjungtiva palpebra anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), mata

cekung (-), pupil isokor, diameter 3 mm, refleks cahaya (+)

Hidung : NCH (-), secret (-), deviasi septum (-), mukosa edema (-),

mukosa hiperesmis (-), epistaksis (-)

Telinga : sekret (-), nyeri tekan mastoid (-), nyeri tarik daun telinga

(-)

Mulut : mukosa kering (-), bibir kering (-), rhagaden (-)

Tenggorokan : faring tenang, faring hiperemis (-), To-To

Leher : pembesaran KGB (-)

Thorax : simetris, retraksi (-)

Paru

Inspeksi : simetris, reftraksi (-)

Palpasi : stemfremitus (+) normal, kanan = kiri

Perkusi : sonor pada kedua lapang paru

2

Page 3: Kasus Malaria Portopolio 1

Auskultasi : vesikuler (+) N, ronki (-), wheezing (-)

Jantung

Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat

Palpasi : iktus kordis teraba, thrill (-)

Perkusi : batas jantung atas ICS III, batas jantung kanan linea

parasternalis sinistra, batas jantung kiri linea axilaris anterior sinistra

Auskultasi : BJ I-II (+) N, bising (-), gallop (-)

Abdomen

Inspeksi : datar

Palpasi : lemas, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba

Perkusi : timpani

Auskultasi : BU (+) N

Lipat paha dan genitalia : pembesaran KGB (-)

Ekstremitas : anemis (+),sianosis (-), edema (-) CRT<2”

Pemeriksaan Neurologis

Pemeriksaan Tungkai

kanan

Tungkai

Kiri

Lengan

kanan

Lengan kiri

Gerakan Luas Luas Luas Luas

Kekuatan +5 +5 +5 +5

Tonus Eutoni Eutoni Eutoni Eutoni

Klonus - - - -

R. Fisisologis Normal Normal Normal Normal

R. Patologis - - - -

Fungsi Sensorik : dalam batas normal

Nerve Cranialis : dalam batas normal

GRM (kaku kuduk, Burdzinsksi I-II, Kernig sign) : tidak ada kelainan

IV. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium

RDT : (+) malaria pf.

3

Page 4: Kasus Malaria Portopolio 1

V. Diagnosis Banding

Malaria, Demam Berdarah Dangue, Tersangka Demam Berdarah, Typoid.

VI. Rencana Pemeriksaan:

- DDR

- Darah rutin, Kimia darah

- Urin rutin, Widal Test

VII. Diagnosis Kerja: Malaria pf.

VIII. Penatalaksanaan

Terapi simptomatik:

- Parasetamol syrup 4 x 1 cth

- Vitamin B complex 2 x 1 tab

Terapi Etiologi:

Malaria:

Piperaquine phosphate 320mg + dihydroartemisinin 40 mg (1 tablet)Hari 1 : 1 ½ tabHari 2 : 1 ½ tabHari 3 : 1 ½ tab

Berikan diet sesuai dengan kebutuhan kalori

Usia 3-6 tahun : 90 kal/kgBB/24 jam

Kebutuhan kalori pada pasien ini:

(90 kal x 18 kg)/24 jam : 1620 kal/ 24 jam

IX. Prognosis

Qua ad vitam : dubia ad bonam

Qua ad fungtionam : dubia ad bonam

4

Page 5: Kasus Malaria Portopolio 1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Pendahuluan

Malaria sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan dengan morbiditas

dan mortalitas yang cukup tinggi. Malaria dapat ditemui hampir di seluruh dunia,

terutama pada negara-negara beriklim tropis dan subtropis. Setiap tahunnya

ditemukan 300-500 juta kasus malaria yang mengakibatkan 1,5-2,7 juta kematian

terutama di negara-negara benua Afrika.1,2,3

Di Indonesia sendiri, upaya penanggulangan malaria telah sejak lama

dilaksanakan, namun daerah endemis malaria bertambah luas, bahkan

menimbulkan kejadian luar biasa (KLB). Berdasarkan hasil Survei Kesehatan

Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001, terdapat 15 juta kasus malaria dengan 38.000

kematian setiap tahunnya. Dari 295 kabupaten/kota yang ada di Indonesia, 167

kabupaten/kota merupakan wilayah endemis malaria.3

Beberapa upaya yang dilakukan, termasuk melalui program pemberantasan

malaria yang kegiatannya antara lain meliputi diagnosis dini, pengobatan cepat

dan tepat, surveilans dan pengendalian vektor yang kesemuanya ditujukan untuk

memutuskan rantai penularan malaria.3

II.2 Definisi

Malaria merupakan suatu penyakit akut maupun kronik, yang disebabkan

oleh protozoa genus Plasmodium dengan manifestasi klinis berupa demam,

anemia dan pembesaran limpa. Menurut ahli lainnya, malaria merupakan suatu

penyakit infeksi akut maupun kronik yang disebakan oleh infeksi Plasmodium

yang menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual

dalam darah, dengan gejala demam, menggigil, anemia, dan pembesaran limpa.4

II.3 Epidemiologi

Perbedaan prevalensi menurut umur dan jenis kelamin lebih berkaitan

dengan perbedaan derajat kekebalan tubuh. Beberapa penelitian menunjukkan

5

Page 6: Kasus Malaria Portopolio 1

bahwa perempuan mempunyai respon imun yang lebih kuat dibandingkan dengan

laki-laki, namun kehamilan dapat meningkatkan risiko malaria. Beberapa faktor

yang mempengaruhi infeksi malaria adalah:5,6

1. Ras atau suku bangsa

Pada penduduk benua Afrika prevalensi Hemoglobin S (HbS) cukup tinggi

sehingga lebih tahan terhadap infeksi P. falciparum karena HbS dapat

menghambat perkembangbiakan P. falciparum.

2. Kekurangan enzim tertentu

Kekurangan terhadap enzim Glukosa 6 Phosphat Dehidrogenase (G6PD)

memberikan perlindungan terhadap infeksi P. falciparum yang berat.

Defisiensi terhadap enzim ini sendiri merupakan suatu penyakit genetik.

3. Kekebalan pada malaria terjadi apabila tubuh mampu mengancurkan

Plasmodium yang masuk atau mampu menghalangi perkembangannya.

II.4 Etiologi

Malaria disebabkan oleh protozoa darah yang termasuk ke dalam genus

Plasmodium. Plasmodium ini merupakan protozoa obligat intraseluler. Pada

manusia terdapat 4 spesies yaitu Plasmodium vivax, Plasmodium falciparum,

Plasmodium malariae, dan Plasmodium ovale. Penularan pada manusia dilakukan

oleh nyamuk betina Anopheles ataupun ditularkan langsung melalui transfusi

darah atau jarum suntik yang tercemar serta dari ibu hamil kepada janinnya.6,7

Malaria vivax disebabkan oleh P. vivax yang juga disebut juga sebagai

malaria tertiana. Plasmodium malariae merupakan penyebab malaria malariae

atau malaria kuartana. Plasmodium ovale merupakan penyebab malaria ovale,

sedangkan, Plasmodium falciparum menyebabkan malaria falsiparum atau

malaria tropika. Spesies terakhir ini paling berbahaya, karena malaria yang

ditimbulkannya dapat menjadi berat dikarenakan dalam waktu singkat dapat

menyerang eritrosit dalam jumlah besar, sehingga menimbulkan berbagai

komplikasi di dalam organ-organ tubuh.3,7

6

Page 7: Kasus Malaria Portopolio 1

II.5 Siklus Hidup Plasmodium

Parasit malaria memerlukan dua hospes untuk siklus hidupnya, yaitu

manusia dan nyamuk anopheles betina.7

II.5.1 Siklus pada Manusia

Pada waktu nyamuk anopheles infektif mengisap darah manusia, sporozoit

yang berada dalam kelenjar liur nyamuk akan masuk ke dalam peredaran darah

selama kurang lebih 30 menit. Setelah itu sporozoit akan masuk ke dalam sel hati

dan menjadi tropozoit hati. Kemudian berkembang menjadi skizon hati yang

terdiri dari 10.000 sampai 30.000 merozoit hati. Siklus ini disebut siklus

eksoeritrositer yang berlangsung selama kurang lebih 2 minggu. Pada P. vivax dan

P. ovale, sebagian tropozoit hati tidak langsung berkembang menjadi skizon,

tetapi ada yang menjadi bentuk dorman yang disebut hipnozoit. Hipnozoit

tersebut dapat tinggal di dalam sel hati selama berbulan-bulan sampai bertahun-

tahun. Pada suatu saat bila imunitas tubuh menurun, akan menjadi aktif sehingga

dapat menimbulkan relaps (kambuh).3,7

Merozoit yang berasal dari skizon hati yang pecah akan masuk ke dalam

peredaran darah dan menginfeksi sel darah merah. Di dalam sel darah merah,

parasit tersebut berkembang dari stadium tropozoit sampai skizon (8-30

merozoit). Proses perkembangan aseksual ini disebut skizogoni. Selanjutnya

eritrosit yang terinfeksi skizon pecah dan merozoit yang keluar akan menginfeksi

sel darah merah lainnya. Siklus inilah yang disebut dengan siklus eritrositer.

Setelah 2-3 siklus skizogoni darah, sebagian merozoit yang meninfeksi sel darah

merah dan membentuk stadium seksual yaitu gametosit jantan dan betina.3,7

II.5.2 Siklus pada Nyamuk Anopheles Betina

Apabila nyamuk Anopheles betina menghisap darah yang mengandung

gametosit, di dalam tubuh nyamuk, gamet jantan dan gamet betina melakukan

pembuahan menjadi zigot. Zigot ini akan berkembang menjadi ookinet kemudian

menembus dinding lambung nyamuk. Di dinding lambung nyamuk ookinet akan

menjadi ookista dan selanjutnya menjadi sporozoit yang nantinya akan bersifat

infektif dan siap ditularkan ke manusia.3,7

7

Page 8: Kasus Malaria Portopolio 1

Masa inkubasi atau rentang waktu yang diperlukan mulai dari sporozoit

masuk ke tubuh manusia sampai timbulnya gejala klinis yang ditandai dengan

demam bervariasi, tergantung dari spesies Plasmodium. Sedangkan masa prepaten

atau rentang waktu mulai dari sporozoit masuk sampai parasit dapat dideteksi

dalam darah dengan pemeriksaan mikroskopik.3,7

II.6 Patogenesis Malaria

Patogenesis malaria akibat dari interaksi kompleks antara parasit, inang

dan lingkungan. Patogenesis lebih ditekankan pada terjadinya peningkatan

permeabilitas pembuluh darah daripada koagulasi intravaskuler. Oleh karena

skizogoni menyebabkan kerusakan eritrosit maka akan terjadi anemia. Beratnya

anemi tidak sebanding dengan parasitemia menunjukkan adanya kelainan eritrosit

selain yang mengandung parasit. Hal ini diduga akibat adanya toksin malaria yang

menyebabkan gangguan fungsi eritrosit dan sebagian eritrosit pecah melalui limpa

sehingga parasit keluar. Faktor lain yang menyebabkan terjadinya anemia

mungkin karena terbentuknya antibodi terhadap eritrosit.6

Limpa mengalami pembesaran dan pembendungan serta pigmentasi

sehingga mudah pecah. Dalam limpa dijumpai banyak parasit dalam makrofag

dan sering terjadi fagositosis dari eritrosit yang terinfeksi maupun yang tidak

terinfeksi. Pada malaria kronis terjadi hiperplasia dari retikulosit disertai

peningkatan makrofag.6

Pada malaria berat mekanisme patogenesisnya berkaitan dengan invasi

merozoit ke dalam eritrosit sehingga menyebabkan eritrosit yang mengandung

parasit mengalami perubahan struktur danmbiomolekular sel untuk

mempertahankan kehidupan parasit. Perubahan tersebut meliputi mekanisme

transpor membran sel, sitoadherensi, sekuestrasi, dan resetting.8

Sitoadherensi merupakan peristiwa perlekatan eritrosit yang telah

terinfeksi P. falciparum pada reseptor di bagian endotelium venule dan kapiler.

Selain itu eritrosit juga dapat melekat pada eritrosit yang tidak terinfeksi sehingga

terbentuk roset.4

8

Page 9: Kasus Malaria Portopolio 1

Resetting adalah suatu fenomena perlekatan antara sebuah eritrosit yang

mengandung merozoit matang yang diselubungi oleh sekitar 10 atau lebih eritrosit

non parasit, sehingga berbentu seperti bunga. Salah satu faktor yang

mempengaruhi terjadinya resetting adalah golongan darah dimana terdapatnya

antigen golongan darah A dan B yang bertindak sebagai reseptor pada permukaan

eritrosit yang tidak terinfeksi.4,8

Menurut pendapat ahli lain, patogenesis malaria adalah multifaktorial dan

berhubungan dengan hal-hal sebagai berikut:

1. Penghancuran eritrosit

Fagositosis tidak hanya pada eritrosit yang mengandung parasit tetapi

juga terhadap eritrosit yang tidak mengandung parasit sehingga

menimbulkan anemia dan hipoksemia jaringan. Pada hemolisis

intravaskular yang berat dapat terjadi hemoglobinuria (black water fever)

dan dapat menyebabkan gagal ginjal.9

2. Mediator endotoksin-makrofag

Pada saat skizogoni, eritrosit yang mengandung parasit memicu

makrofag yang sensitif endotoksin untuk melepaskan berbagai mediator.

Endotoksin mungkin berasal dari saluran cerna dan parasit malaria sendiri

dapat melepaskan faktor nekrosis tumor (TNF) yang merupakan suatu

monokin, ditemukan dalam peredaran darah manusia dan hewan yang

terinfeksi parasit malaria. TNF dan sitokin dapat menimbulkan demam,

hipoglikemia, dan sindrom penyakit pernapasan pada orang dewasa.9

3. Sekuestrasi eritrosit yang terluka

Eritrosit yang terinfeksi oleh Plasmodium dapat membentuk tonjolan-

tonjolan (knobs) pada permukaannya. Tonjolan tersebut mengandung

antigen dan bereaksi dengan antibodi malaria dan berhubungan dengan

afinitas eritrosit yang mengandung parasit terhadap endothelium kapiler

alat dalam, sehingga skizogoni berlangsung di sirkulasi alat dalam.

Eritrosit yang terinfeksi menempel pada endothelium dan membentuk

gumpalan yang mengandung kapiler yang bocor dan menimbulkan anoksia

dan edema jaringan.9

9

Page 10: Kasus Malaria Portopolio 1

II.7 Patologi Malaria

Sporozoit pada fase eksoeritrosit bermultiplikasi dalam sel hepar tanpa

menyebabkan reaksi inflamasi, kemudian merozoit yang dihasilkan menginfeksi

eritrosit yang merupakan proses patologi dari penyakit malaria. Proses terjadinya

patologi malaria serebral yang merupakan salah satu dari malaria berat adalah

terjadinya perdarahan dan nekrosis di sekitar venula dan kapiler. Kapiler dipenuhi

leukosit dan monosit, sehingga terjadi sumbatan pembuluh darah oleh roset

eritrosit yang terinfeksi.4,10

II.8 Manifestasi Klinis

Malaria sebagai penyebab infeksi yang disebabkan oleh Plasmodium

mempunyai gejala utama yaitu demam. Demam yang terjadi diduga berhubungan

dengan proses skizogoni (pecahnya merozoit atau skizon), pengaruh GPI (glycosyl

phosphatidylinositol) atau terbentuknya sitokin atau toksin lainnya. Pada beberapa

penderita, demam tidak terjadi (misalnya pada daerah hiperendemik) banyak

orang dengan parasitemia tanpa gejala. Gambaran karakteristik dari malaria ialah

demam periodik, anemia, dan splenomegali.4,8,10,11

Manifestasi umum malaria adalah sebagai berikut:

1. Masa inkubasi

Masa inkubasi biasanya berlangsung 8-37 hari tergantung dari

spesies parasit (terpendek untuk P. falciparum dan terpanjanga untuk P.

malariae), beratnya infeksi dan pada pengobatan sebelumnya atau pada

derajat resistensi hospes. Selain itu juga cara infeksi yang mungkin

disebabkan gigitan nyamuk atau secara induksi (misalnya transfusi darah

yang mengandung stadium aseksual).4,12

2. Keluhan-keluhan prodromal

Keluhan-keluhan prodromal dapat terjadi sebelum terjadinya

demam, berupa: malaise, lesu, sakit kepala, sakit tulang belakang, nyeri

pada tulang dan otot, anoreksia, perut tidak enak, diare ringan dan kadang-

kadang merasa dingin di punggung. Keluhan prodromal sering terjadi pada

10

Page 11: Kasus Malaria Portopolio 1

P. vivax dan P. ovale, sedangkan P. falciparum dan P. malariae keluhan

prodromal tidak jelas.12

3. Gejala-gejala umum

Gejala-gejala klasik umum yaitu terjadinya trias malaria (malaria

proxym) secara berurutan:

– Periode dingin

Dimulai dengan menggigil, kulit dingin, dan kering, penderita

sering membungkus dirinya dengan selimut atau sarung pada saat

menggigil, sering seluruh badan gemetar, pucat sampai sianosis seperti

orang kedinginan. Periode ini berlangsung antara 15 menit sampai 1

jam diikuti dengan meningkatnya temperatur.4,11,12

– Periode panas

Wajah penderita terlihat merah, kulit panas dan kering, nadi cepat

dan panas tubuh tetap tinggi, dapat sampai 40ºC atau lebih, penderita

membuka selimutnya, respirasi meningkat, nyeri kepala, nyeri

retroorbital, muntah dan dapat terjadi syok. Periode ini berlangsung

lebih lama dari fase dingin dapat sampai 2 jam atau lebih, diikuti

dengan keadaan berkeringat.4,11,12

– Periode berkeringat

Penderita berkeringat mulai dari temporal, diikuti seluruh tubuh,

penderita merasa capek dan sering tertidur. Bila penderita bangun akan

merasa sehat dan dapat melakukan pekerjaan biasa.4,12

Infeksi P. falciparum dapat menimbulkan malaria berat dengan komplikasi

umumnya digolongkan sebagai malaria berat yang menurut WHO didefinisikan

sebagai infeksi P. falciparum stadium aseksual dengan satu atau lebih komplikasi

sebagai berikut:4,12

1. Malaria serebral, derajat kesadaran berdasarkan GCS kurang dari 11.

2. Anemia berat (Hb < 5 gr% atau hematokrit < 15%) pada keadaan hitung

parasit >10.000/μl.

3. Gagal ginjal akut

11

Page 12: Kasus Malaria Portopolio 1

4. Edema paru.

5. Hipoglikemia.

6. Syok.

7. Perdarahan spontan dari hidung, gusi, saluran cerna, dan atau disertai kelainan

laboratorik adanya gangguan koagulasi intravaskuler.

8. Kejang berulang lebih dari 2 kali/24jam setelah pendinginan pada keadaan

hipertermis.

9. Asidemia (Ph < 7,25) atau asidosis.

10. Diagnosa post-mortem dengan ditemukannya parasit yang padat pada

pembuluh kapiler jaringan otak.

II.9 Diagnosis

Diagnosis malaria ditegakkan seperti diagnosis penyakit lainnya

berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium.

Diagnosis pasti infeksi malaria ditegakkan dengan pemeriksaan sediaan darah

secara mikroskopik atau tes diagnostik cepat (Rapid Diagnostic Test / RDT).

1. Anamnesis

– Keluhan utama, yaitu demam, menggigil, berkeringat dan dapat disertai

sakit kepala, mual, muntah, diare, nyeri otot dan pegal-pegal.

– Riwayat tinggal di daerah endemik malaria.

– Riwayat berkunjung dan bermalam lebih kurang 1-4 minggu yang lalu ke

daerah endemik malaria.

– Riwayat sakit malaria.

– Riwayat minum obat malaria satu bulan terakhir.

– Riwayat mendapat transfusi darah.

Pada tersangka penderita malaria berat dapat ditemukan keadaan di bawah ini:

– Gangguan kesadaran dalam berbagai derajat.

– Keadaan umum yang lemah.

– Kejang-kejang.

– Panas sangat tinggi.

12

Page 13: Kasus Malaria Portopolio 1

– Mata dan tubuh kuning.

– Perdarahan hidung, gusi, atau saluran cerna.

– Nafas cepat (sesak napas).

– Muntah terus menerus dan tidak dapat makan minum.

– Warna air seni seperti teh pekat atau kehitaman.

– Jumlah air seni kurang bahkan sampai tidak ada.

– Telapak tangan sangat pucat.

2. Pemeriksaan Fisik

– Demam ( ≥ 37,5ºC)

– Konjungtiva atau telapak tangan pucat

– Splenomegali

– Hepatomegali

Pada penderita tersangaka malaria berat ditemukan tanda-tanda klinis sebagai

berikut:

– Temperatur rektal ≥ 40 ºC.

– Nadi cepat dan lemah.

– Tekanan darah sistolik <50 mmHg pada anak-anak.

– Napas cepat

– Penurunan kesadaran.

– Manifestasi perdarahan: ptekie, purpura, hematom.

– Tanda-tanda dehidrasi.

– Tanda-tanda anemia berat.

– Sklera mata kuning.

– Pembesaran limpa dan atau hepar.

– Gagal ginjal ditandai dengan oligouria sampai anuria.

– Gejala neurologik: kaku kuduk, refleks patologis positif.

3. Pemeriksaan Laboratorium

a. Pemeriksaan dengan mikroskopik

13

Page 14: Kasus Malaria Portopolio 1

Sebagai standar emas pemeriksaan laboratoris demam malaria pada

penderita adalah mikroskopik untuk menemukan parasit di dalam darah

tepi.13 Pemeriksaan darah tebal dan tipis untuk menentukan:

– Ada/tidaknya parasit malaria.

– Spesies dan stadium Plasmodium

– Kepadatan parasit

Semi kuantitatif:

(-) : tidak ditemukan parasit dalam 100 LPB

(+) : ditemukan 1-10 parasit dalam 100 LPB

(++) : ditemukan 11-100 parasit dalam 100 LPB

(+++) : ditemukan 1-10 parasit dalam 1 LPB

(++++): ditemukan >10 parasit dalam 1 LPB

Kuantitatif

Jumlah parasit dihitung permikroliter darah pada sediaan darah

tebal atau sediaan darah tipis.

b. Pemeriksaan dengan tes diagnostik cepat (Rapid Diagnostic Test / RDT)

Mekanisme kerja tes ini berdasarkan deteksi antigen parasit malaria,

dengan menggunakan metoda immunokromatografi dalam bentuk dipstik.

c. Tes serologi

Tes ini berguna untuk mendeteksi adanya antibodi spesifik terhadap

malaria atau pada keadaan dimana parasit sangat minimal. Tes ini kurang

bermanfaat sebagai alat diagnostic, karena antibodi baru terbentuk setelah

beberapa hari parasitemia. Titer > 1:200 dianggap sebagai infeksi baru,

dan tes > 1:20 dinyatakan positif.

II.10 Pengobatan Malaria

Obat anti malaria yang tersedia di Indonesia antara lain klorokuin,

sulfadoksin-pirimetamin, kina, primakuin, serta derivat artemisin. Klorokuin

merupakan obat antimalaria standar untuk profilaksis, pengobatan malaria klinis

14

Page 15: Kasus Malaria Portopolio 1

dan pengobatan radikal malaria tanpa komplikasi dalam program pemberantasan

malaria. Sulfadoksin-pirimetamin digunakan untuk pengobatan radikal penderita

malaria falciparum tanpa komplikasi. Kina merupakan obat anti malaria pilihan

untuk pengobatan radikal malaria falciparum tanpa komplikasi dan pengobatan

malaria berat atau malaria dengan komplikasi. Primakuin digunakan sebagai obat

antimalaria pelengkap pada malaria klinis, pengobatan radikal dan pengobatan

malaria berat. Artemisin digunakan untuk pengobatan malaria tanpa atau dengan

komplikasi yang resisten multidrugs.14

II.10.1 Pengobatan malaria falciparum

Pilihan pertama adalah Artemisin Combination Therapy (ACT) +

primakuin 0,75mg/kgbb/dosis tunggal hari pertama.

Salah satu kombinasi ACT yang tersedia adalah: artesunat (4mg/kgBB) –

amodiakuin(10mg/kgBB) oral dosis tunggal perhari selama 3 hari. Setiap kemasan

kombinasi artesunat-amodiakuin terdiri dari2 blister:

- blister artesunat : 12 tablet @ 50mg

- blister amodiakuin: 12 tablet @ 200mg ~ 153mg amodiakuin basa

Bila obat tidak tersedia, maka digunakan:

1. Klorokuin sulfat oral, 25 mg/kgBB terbagi dalam 3 hari dengan perincian

Hari I : 10 mg/kgBB peroral

Primakuin 0,75 mg/kgBB peroral

Hari II : 10 mg/kgBB peroral

Hari III : 5 mg/kgBB peroral

2. Kinin sulfat 30 mg/kgBB/hari peroral dibagi 3 dosis selama 7 hari. Dosis

untuk bayi adalah 10 mg/umur dalam bulan dibagi 3 bagian selama 7 hari.

Kemasan tablet kina yang beredar di Indonesia: 200 mg kina fosfat atau kina

sulfat. Ditambah dengan tetrasiklin oral 5 mg/kgBB/kali, 4 kali sehari selama

7 hari (maks 4x250 mg/hari).

3. Kombinasi sulfadoksin 500 mg dan pirimetamin 25 mg, dengan dosis

pirimetamin 1-1,5 mg/kgBB/hari atau sulfadoksin 20-30 mg/kgBB/hari pada

15

Page 16: Kasus Malaria Portopolio 1

anak usia > 6 bulan, diberikan peroral dosis tunggal, diberikan dua hari

berturut-turut.

Tabel .Pengobatan Lini Pertama Malaria Falciparum Menurut Kelompok

Umur.

Hari Jenis Obat Jumlah tablet perhari menurut kelompok umur0-1 bln 2-11

bln1-4 thn 5-9 thn 10-14

thn≥ 15 thn

I

II

III

Artesunat ¼ ½ 1 2 3 4Amodiakuin ¼ ½ 1 2 3 4Primakuin - - ¾ 1 ½ 2 2-3Artesunat ¼ ½ 1 2 3 4Amodiakuin ¼ ½ 1 2 3 4Artesunat ¼ ½ 1 2 3 4Amodiakuin ¼ ½ 1 2 3 4

Kombinasi ini digunakan sebagai pilihan utama untuk pengobatan

malariafalciparum. Pemakaian artesunat dan amodiakuin bertujuan untuk

membunuh parasit stadium aseksual, sedangkan primakuin bertujuan untuk

membunuh gametosit yang berada di dalam darah. Pengobatan lini kedua

malaria falciparum diberikan bila pengobatan linipertama tidak efektif.

Lini kedua: Kina+Doksisiklin/Tetrasiklin+Primakuin

Dosis kina=10 mg/kgBB/kali (3x/hari selama 7 hari), doksisiklin= 4

mg/kgBB/hr (dewasa, 2x/hr selama 7 hari), 2 mg/kgBB/hr (8-14 th, 2x/hr

selama 7 hari), tetrasiklin= 4-5 mg/kgBB/kali (4x/hr selama 7 hari).

Apabila pemberian dosis obat tidak memungkinkan berdasarkan berat badan

penderita, pemberian obat dapat diberikan berdasarkan golongan umur.

16

Page 17: Kasus Malaria Portopolio 1

Tabel. Pengobatan Lini Kedua Untuk Malaria falciparum

Hari Jenis obat Jumlah tablet perhari menurut kelompok umur0-11 bln 1-4 thn 5-9 thn 10-14 thn ≥ 15 thn

I Kina * 3 x ½ 3 x 1 3 x ½ 3 x 2-3Doksisiklin - - - 2 x 1 ** 2 x 1 ***Primakuin - ¾ 1 ½ 2 2-2

II-VII Kina * 3 x ½ 3 x 1 3 x ½ 3 x 2-3Doksisiklin - - - 2 x 1 ** 2 x 1 ***

*: dosis diberikan per kgBB** : 2 x 50 mg doksisiklin***: 2 x 100 mg doksisiklin

II.10.2 Pengobatan malaria vivax dan malaria ovale

Diberikan

– Klorokuin : 25 mg/kgBB/hari dosis tunggal selama 3 hari

– Primakuin : 0,25 mg/kgBB/hari selama 14 hari

Kombinasi ini digunakan sebagai pilihan utama untuk pengobatan malariavivax

dan ovale.Pemakaian klorokuin bertujuan membunuh parasit stadiumaseksual dan

seksual.Pemberian primakuin selain bertujuan untuk membunuhhipnozoit di sel

hati, juga dapat membunuh parasit aseksual di eritrosit.

Apabila pemberian dosis obat tidak memungkinkan berdasarkan berat

badanpenderita obat dapat diberikan berdasarkan golongan umur, sesuai dengan

tabel.

Tabel. Pengobatan Malaria vivax dan Malaria ovale

Hari Jenis Obat Jumlah tablet perhari menurut kelompok umur 0-1 bln 2-11

bln1-4 thn 5-9 thn 10-14

thn≥ 15 thn

I Klorokuin ¼ ½ 1 2 3 3-4Primakuin - - ¼ ½ ¾ 1

II Klorokuin ¼ ½ 1 2 3 3-4Primakuin - - ¼ ½ ¾ 1

III Klorokuin 1/8 ¼ ½ 1 1 ½ 2Primakuin - - ¼ ½ ¾ 1

IV-XIV

Primakuin - - ¼ ½ ¾ 1

17

Page 18: Kasus Malaria Portopolio 1

Pengobatan efektif apabila sampai dengan hari ke 28 setelah pemberianobat,

ditemukan keadaan sebagai berikut: klinis sembuh (sejak hari keempat) dantidak

ditemukan parasit stadium aseksual sejak hari ketujuh. Pengobatan tidakefektif

apabila dalam 28 hari setelah pemberian obat:

Gejala klinis memburuk dan parasit aseksual positif, atau

Gejala klinis tidak memburuk tetapi parasit aseksual tidak berkurang atau

timbul kembali setelah hari ke-14.

Gejala klinis membaik tetapi parasit aseksual timbul kembali antara

harike-15 sampai hari ke-28 (kemungkinan resisten, relaps atau infeksi

baru).

Bila resisten terhadap klorokuin:

– ACT seperti pada malaria palsifarum + primakuin: 0,25 mg/kgBB/hari (14

hari) atau

– Kina 30 mg/kgBB/hari dibagi 3 dosis selama 7 hari + primakuin 0,25

mg/kgBB/hari selama 14 hari.

Dosis obat juga dapat ditaksir dengan menggunakan tabel dosis berdasarkan

golongan umur sebagai berikut:

Tabel. Pengobatan Malaria vivax Resisten Klorokuin

Hari Jenis Obat

Jumlah tablet perhari menurut kelompok umur 0-1 bln

2-11 bln

1-4 thn 5-9 thn 10-14 thn

≥ 15 thn

1-7 Kina * * 3x ½ 3x1 3x2 3x31-14 Primakuin - - ¼ ½ ¾ 1

*: dosis diberikan per kgBB

II.10.3 Pengobatan malaria malariae

Klorokuin 1 kali perhari selama 3 hari, dengan dosis total 25 mg/kgBB.

Klorokuin dapat membunuh parasit bentuk aseksual dan seksual P. malariae.

Pengobatan dapat diberikan berdasarkan golongan umur penderita.3

18

Page 19: Kasus Malaria Portopolio 1

Tabel. Pengobatan malaria malariae

Hari Jenis obat Jumlah tablet menurut kelompok golongan umur

0-1 bln 2-11 bln 1-4 th 5-9 th 10-14 th ≥ 15 th

I Klorokuin ¼ ½ 1 2 3 3-4II Klorokuin ¼ ½ 1 2 3 3-4III Klorokuin ⅛ ¼ ½ 1 1½ 2

II.10.4 Kemoprofilaksis

Kemoprofilaksis bertujuan untuk mengurangi resiko terinfeksi malaria

sehingga bila terinfeksi maka gejala klinisnya tidak berat. Kemoprofilaksis ini

ditujukan kepada orang yang bepergian ke daerah endemis malaria dalam waktu

yang tidak terlalu lama, seperti turis, peneliti, pegawai kehutanan dan lain-lain.

Untuk kelompok atau individu yang akan bepergian atau tugas dalam jangka

waktu yang lama, sebaiknya menggunakan personal protection seperti pemakaian

kelambu, kawat kassa, dan lain-lain.3

Oleh karena P. falciparum merupakan spesies yang virulensinya cukup

tinggi, maka kemoprofilaksisnya terutama ditujukan pada infeksi spesies ini.

Sehubungan dengan laporan tingginya tingkat resistensi P. falciparum terhadap

klorokuin, maka doksisiklin menjadi pilihan. Doksisiklin diberikan setiap hari

dengan dosis 2 mg/kgBB selama tidak lebih dari 4-6 minggu. Kemoprofilaksis

untuk P. vivax dapat diberikan klorokuin dengan dosis 5 mg/kgBB setiap minggu.

Obat tersebut diminum 1 minggu sebelum masuk ke daerah endemis sampai 4

minggu setelah kembali.3

Tabel Dosis pengobatan pencegahan dengan klorokuin

Golongan umur (tahun)

Jumlah tablet klorokuin (dosis tunggal, 1x/minggu)

< 1 ¼1-4 ½5-9 1

10-14 1½>14 2

19

Page 20: Kasus Malaria Portopolio 1

II.11 Prognosis

1. Prognosis malaria berat tergantung pada kecepatan dan ketepatan

diagnosis serta pengobatan.

2. Pada malaria berat yang tidak ditanggulangi, maka mortalitas yang

dilaporkan pada anak-anak 15%, dewasa 20% dan pada

kehamilanmeningkat sampai 50%.

3. Prognosis malaria berat dengan gangguan satu fungsi organ lebih

baikdaripada gangguan 2 atau lebih fungsi organ.

Mortalitas dengan gangguan 3 fungsi organ adalah 50%.

Mortalitas dengan gangguan 4 atau lebih fungsi organ adalah 75%.

Adanya korelasi antara kepadatan parasit dengan mortalitas yaitu:

- Kepadatan parasit <100.000/μL, maka mortalitas <1%.

- Kepadatan parasit >100.000/μL, maka mortalitas >1%.

- Kepadatan parasit >500.000/μL, maka mortalitas >5%.

20

Page 21: Kasus Malaria Portopolio 1

BAB III

ANALISIS KASUS

Seorang anak laki-laki berusia 6 tahun datang dengan keluhan utama

demam serta keluhan tambahan mengigil. Dari anamnesa didapatkan lebih kurang

2 hari yang lalu, os mengeluh demam tinggi hilang timbul, Os juga menggigil (+),

dan berkeringat. Nyeri kepala (+), Mual (-), muntah (-), mencret (-), nyeri perut

(-). Nyeri otot (+) pegal-pegal (+) BAB biasa, mencret (-), BAK normal, nafsu

makan os juga berkurang, ada bintik-bintik merah ditubuh disangkal, mimisan (-).

Nyeri menelan (-), lidah terasa pahit disangkal. Ibu os memberi obat demam

keluhan demam os berkurang, namun beberapa jam kemudian suhu tubuh os

kembali tinggi disertai menggigil. Lalu ibu os membawa ke puskesmas.

Dari riwayat penyakit dahulu diketahui bahwa pasien ini baru pertama

kali mengalami penyakit seperti ini. Dari anamnesis didapatkan keluhan utama

demam < 7 hari. Maka dapat dipikirkan penyebabnya antara lain demam malaria,

demam berdarah dangue, tersangka demam berdarah dan typoid. Diagnosis

banding pertama adalah malaria karena manifestasi klinis malaria antara lain

demam tinggi selama kurang lebih 7 hari, mengigil, dan berkeringat, serta terdapat

nyeri kepala, nyeri otot, juga dapat ditemukan warna BAK seperti teh. Selain itu,

os juga tinggal di daerah OKU yang merupakan daerah resiko tinggi malaria.

Diagnosis banding kedua demam berdarah karena demam yang dialami kurang

dari 7 hari, terdapat nyeri kepala, nyeri otot, tidak terdapat tanda-tanda manifestasi

perdarahan. Selain itu, os datang pada musim penghujan yang memasuki masa

pancaroba. Namun untuk menyingkirkan diagnosis banding diatas dibutuhkan

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang di perlukan.

Pada pemeriksaan fisik umum didapatkan suhu tubuh yang meningkat

yakni 39,1 C, nadi os 124 x/menit, pernafasan 24 x/menit. Didapatkan pula

konjungtiva palpebra tidak anemis, hepar serta lien tidak teraba. Dari pemeriksaan

fisik diagnosis untuk demam berdarah tidak ditemukan manifestasi perdarahan,

21

Page 22: Kasus Malaria Portopolio 1

dan diagnosis typoid tidak ditemukan lidah kotor, nyeri perut dan demam baru 2

hharu. Dari pemeriksaan fisik tersebut bisa disingkirkan diagnosis demam

berdarah dengue, tersangka demam berdarah dan typoid.

Untuk memastikan diagnosis maka dilakukan pemeriksaan penunjang.

Pada pasien ini pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan yakni pemeriksaan

RDT. Hasil pemeriksaan hasil RDT pasien ini positif, sehingga dapat menegakkan

diagnosis malaria. Namun dibutuhkan pemeriksaan darah penunjang seperti DDR,

darah rutin, kimia darah, urin rutin, dan widal test untuk memastikan diagnostik.

Terapi pada pasien ini terapi simtomatis antara lain dengan parasetamol

sirup 4x1 cth, vitamin B complex 2 x 1 tab. Untuk terapi malaria antara lain

menggunakan terapi lini pertama malaria falsiparum Piperaquine phosphate

320mg + dihydroartemisinin 40 mg (1 tablet), hari pertama, kedua dan ketiga

masing-masing 1 ½ tablet.

Prognosis pada penderita ini adalah dubia ad bonam untuk quo ad vitam

dan quo ad functionam.

22

Page 23: Kasus Malaria Portopolio 1

DAFTAR PUSTAKA

1. Ramdja M, Mekanisme Resistensi Plasmodium Falsiparum Terhadap Klorokuin. MEDIKA. No. XI, Tahun ke XXIII. Jakarta, 1997; Hal: 873.

2. Kartono M. Nyamuk Anopheles: Vektor Penyakit Malaria. MEDIKA. No.XX, tahun XXIX. Jakarta, 2003; Hal: 615.

3. Departemen Kesehatan RI. Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria di Indonesia. Jakarta, 2006; Hal:1-12, 15-23, 67-68.

4. Harijanto PN. Malaria. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III, edisi IV. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, 2006; Hal: 1754-60.

5. Gunawan S. Epidemiologi Malaria. Dalam: Harijanto PN (editor). Malaria, Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan. Jakarta: EGC, 2000; Hal: 1-15.

6. Rampengan TH. Malaria Pada Anak. Dalam: Harijanto PN (editor). Malaria, Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan. Jakarta: EGC, 2000; Hal: 249-60.

7. Nugroho A & Tumewu WM. Siklus Hidup Plasmodium Malaria. Dalam Harijanto PN (editor). Malaria, Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan. Jakarta: EGC, 2000; Hal: 38-52.

8. Harijanto PN, Langi J, Richie TL. Patogenesis Malaria Berat. Dalam: Harijanto PN (editor). Malaria, Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan. Jakarta: EGC, 2000; Hal: 118-26.

9. Pribadi W. Parasit Malaria. Dalam: gandahusada S, Ilahude HD, Pribadi W (editor). Parasitologi Kedokteran. Edisi ke-3. Jakarta, Fakultas Kedokteran UI, 2000, Hal: 171-97.

10. Zulkarnaen I. Malaria Berat (Malaria Pernisiosa). Dalam: Noer S et al (editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi ketiga. Jakarta. Balai Penerbit FKUI, 2000;Hal:504-7.

11. Mansyor A dkk. Malaria. Dalam: kapita Selekta Kedokteran, Edisi ketiga, Jilid I, Jakarta, Fakultas Kedokteran UI, 2001, Hal: 409-16.

12. Harijanto PN. Gejala Klinik Malaria. Dalam: Harijanto PN (editor). Malaria, Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan. Jakarta: EGC, 2000; Hal: 151-55.

13. Purwaningsih S. Diagnosis Malaria. Dalam: Harijanto PN (editor). Malaria, Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan. Jakarta: EGC, 2000; Hal: 185-92.

14. Tjitra E. Obat Anti Malaria. Dalam: Harijanto PN (editor). Malaria, Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan. Jakarta: EGC, 2000; Hal: 194-204.

23