kasus-brpn

37
BAB I PENDAHULUAN Pneumonia adalah infeksi saluran akut bagian bawah yang mengenai parenkim paru. Menurut anatomis pneumonia pada anak dibedakan menjadi pneumonia lobaris, pneumonia interstisialis, dan bronkopneumonia. 1 Bronkopneumonia lebih sering menyerang bayi dan anak kecil. Hal ini dikarenakan respon imunitas mereka masih belum berkembang dengan baik. Tercatat bakteri sebagai penyebab tersering bronkopneumonia pada bayi dan anak adalah Streptococcus pneumoniae dan Haemophilus influenzae. 3 Penyakit ini masih merupakan masalah kesehatan yang mencolok walaupun ada berbagai kemajuan dalam bidang antibiotik. Hal di atas disebabkan oleh munculnya organisme nosokomial (didapat dari rumah sakit) yang resisten terhadap antibiotik. Adanya organisme-organisme baru dan penyakit seperti AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) yang semakin memperluas spektrum dan derajat kemungkinan terjadinya bronkopneumonia ini. Pneumonia hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan utama pada anak di Negara berkembang. Pneumonia merupakan penyebab

Upload: agri-shafrion-d

Post on 09-Sep-2015

3 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

kasus

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

Pneumonia adalah infeksi saluran akut bagian bawah yang mengenai parenkim paru. Menurut anatomis pneumonia pada anak dibedakan menjadi pneumonia lobaris, pneumonia interstisialis, dan bronkopneumonia.1Bronkopneumonia lebih sering menyerang bayi dan anak kecil. Hal ini dikarenakan respon imunitas mereka masih belum berkembang dengan baik. Tercatat bakteri sebagai penyebab tersering bronkopneumonia pada bayi dan anak adalah Streptococcus pneumoniae dan Haemophilus influenzae.3 Penyakit ini masih merupakan masalah kesehatan yang mencolok walaupun ada berbagai kemajuan dalam bidang antibiotik. Hal di atas disebabkan oleh munculnya organisme nosokomial (didapat dari rumah sakit) yang resisten terhadap antibiotik. Adanya organisme-organisme baru dan penyakit seperti AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) yang semakin memperluas spektrum dan derajat kemungkinan terjadinya bronkopneumonia ini. Pneumonia hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan utama pada anak di Negara berkembang. Pneumonia merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak berusia dibawah lima tahun (balita). Diperkirakan hampir seperlima kematian anak di seluruh dunia, lebih kurang dua juta anak balita, meninggal setiap tahun akibat pneumonia, sebagian besar terjadi di Afrika dan Asia Tenggara. Menurut survey kesehatan nasional (SKN) 2001, 27,6% angka kematian bayi dan 22,8% kematian balita di Indonesia disebabkan oleh penyakit sistem respiratori, terutama pneumonia.4-7Untuk memahami bronkopneumonia maka diperlukan pengetahuan yang cukup mengenai definisi, etiologi, klasifikasi, patogenesis, gejala klinis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, diagnosis, dan penatalaksanaan penyakit yang tepat.BAB IITINJAUAN PUSTAKA

1.DEFINISI Pneumonia adalah infeksi saluran akut bagian bawah yang mengenai parenkim paru. Menurut anatomis pneumonia pada anak dibedakan menjadi pneumonia lobaris, pneumonia interstisialis, dan bronkopneumonia. Bronkopneumonia adalah peradangan pada paru dimana proses peradangannya ini menyebar membentuk bercak-bercak infiltrat yang berlokasi di alveoli paru dan dapat pula melibatkan bronkiolus terminal.7

2.ETIOLOGIEtiologi pneumonia sulit dipastikan karena kultur sekret bronkus merupakan tindakan yang sangat invasif sehingga tidak dilakukan. Patogen penyebab pneumonia pada anak bervariasi tergantung : a. Usiab. Status imunologisc. Status lingkungand. Kondisi lingkungan (epidemiologi setempat, polusi udara)e. Status imunisasif. Faktor pejamu (penyakit penyerta, malnutrisi). 4Usia pasien merupakan peranan penting pada perbedaan dan kekhasan pneumonia anak, terutama dalam spectrum etiologi, gambaran klinis dan strategi pengobatan. Etiologi pneumonia pada neonatus dan bayi kecil meliputi Streptococcus grup B dan bakteri gram negatif seperti E.colli, pseudomonas sp, atau Klebsiella sp. Pada bayi yang lebih besar dan balita pneumoni sering disebabkan oleh Streptococcus pneumonia, H. influenzae, Stretococcus grup A, S. aureus, sedangkan pada anak yang lebih besar dan remaja, selain bakteri tersebut, sering juga ditemukan infeksi Mycoplasma pneumoniae. Daftar etiologi pneumonia pada anak sesuai dengan usia dapat dilihat di tabel 1.4Tabel 1. Etiologi PneumoniaUsiaEtiologi yang seringEtiologi yang jarang

Lahir - 20 hari BakteriBakteri

E.colliBakteri anaerob

Streptococcus grup BStreptococcus grup D

Listeria monocytogenesHaemophillus influenza

Streptococcus pneumonie

Virus

CMV

HMV

3 miggu 3 bulanBakteriBakteri

Clamydia trachomatisBordetella pertusis

Streptococcus pneumoniaHaemophillus influenza tipe B

VirusMoraxella catharalis

Adenovirus Staphylococcus aureus

Influenza Virus

Parainfluenza 1,2,3CMV

4 bulan 5 tahun

BakteriBakteri

Clamydia pneumoniaeHaemophillus influenza tipe B

Mycoplasma pneumoniaMoraxella catharalis

Streptococcus pneumoniaStaphylococcus aureus

VirusNeisseria meningitides

Adenovirus Virus

Rinovirus Varisela Zoster

Influenza

Parainfluenza

5 tahun remajaBakteriBakteri

Clamydia pneumoniaeHaemophillus influenza

Mycoplasma pneumoniaLegionella sp

Streptococcus pneumoniaStaphylococcus aureus

Virus

Adenovirus

Epstein-Barr

Rinovirus

Varisela zoster

Influenza

Parainfluenza

3.KLASIFIKASIPembagian pneumonia sendiri pada dasarnya tidak ada yang memuaskan, dan pada umumnya pembagian berdasarkan anatomi dan etiologi. Beberapa ahli telah membuktikan bahwa pembagian pneumonia berdasarkan etiologi terbukti secara klinis dan memberikan terapi yang lebih relevan. 4

a. Berdasarkan lokasi lesi di paru Pneumonia lobarisPneumonia lobularis (bronkopneumoni)Pneumonia interstitialisb. Berdasarkan asal infeksiPneumonia yang didapat dari masyarkat (community acquired pneumonia = CAP)Pneumonia yang didapat dari rumah sakit (hospital-based pneumonia) c. Berdasarkan mikroorganisme penyebab Pneumonia bakteriPneumonia virusPneumonia mikoplasmaPneumonia jamurd. Berdasarkan karakteristik penyakitPneumonia tipikalPneumonia atipikale. Berdasarkan lama penyakitPneumonia akutPneumonia persisten

Klasifikasi Pneumonia Berdasarkan Lingkungan dan PejamuTabel 2. Klasifikasi Berdasarkan Lingkungan dan PenjamuTipe KlinisEpidemiologi

Pneumonia KomunitasSporadis atau endemic; muda/orang tua

Pneumonia NosokomialDidahului perawatan di RS

Pneumonia RekurensTerdapat dasar penyakt paru kronik

Pneumonia AspirasiAlkoholik, usia tua

Pneumonia pada gangguan imunPada pasien transplantasi, onkologi, AIDS

4.PATOGENESISIstilah pneumonia mencangkup setiap keadaan radang paru dimana beberapa atau seluruh alveoli terisi dengan cairan dan sel-sel darah. Jenis pneumonia yang umum adalah pneumonia bakterialis yang paling sering disebabkan oleh pneumokokus. Penyakit ini dimulai dengan infeksi dalam alveoli, membran paru mengalami peradangan dan berlubang-lubang sehingga cairan dan bahkan sel darah merah dan sel darah putih keluar dari darah masuk kedalam alveoli. Dengan demikian, alveoli yang terinfeksi secara progresif menjadi terisi dengan cairan dan sel-sel, dan infeksi disebarkan oleh perpindahan bakteri dari alveolus ke alveolus.2Pada keadaan normal, saluran respiratorik mulai dari area sublaring sampai parenkim paru adalah steril. Saluran napas bawah ini dijaga tetap steril oleh mekanisme pertahanan bersihan mukosiliar, sekresi imunoglobulin A, dan batuk. Mekanisme pertahanan imunologik yang membatasi invasi mikroorganisme patogen adalah makrofag yang terdapat di alveolus dan bronkiolus, IgA sekretori, dan imunoglobulin lain.4Umumnya mikroorganisme penyebab terhisap ke paru bagian perifer melalui saluran respiratori. Mula-mula terjadi edema akibat reaksi jaringan yang mempermudah proliferasi dan penyebaran kuman ke jaringan sekitarnya. Bagian paru yang terkena mengalami konsolidasi, yaitu terjadi serbukan sel PMN, fibrin, eritrosit, cairan edema, dan ditemukannya kuman di alveoli. Stadium ini disebut stadium hepatisasi merah. Selanjutnya, deposisi fibrin semakin bertambah, terdapat fibrin dan leukosit PMN di alveoli dan terjadi proses fagositosis yang cepat. Stadium ini disebut stadium hepatisasi kelabu. Selanjutnya, jumlah makrofag meningkat di alveoli, sel akan mengalami degenerasi, fibrin menipis, kuman dan debris menghilang. Stadium ini disebut stadium resolusi. Sistem bronkopulmoner jaringan paru yang tidak terkena akan tetap normal.4Pneumonia viral biasanya berasal dari penyebaran infeksi di sepanjang jalan napas atas yang diikuti oleh kerusakan epitel respiratorius, menyebabkan obstruksi jalan napas akibat bengkak, sekresi abnormal, dan debris seluler. Diameter jalan napas yang kecil pada bayi menyebabkan bayi rentan terhadap infeksi berat. Atelektasis, edema interstisial, dan ventilation-perfusion mismatch menyebabkan hipoksemia yang sering disertai obstruksi jalan napas. Infeksi viral pada traktus respiratorius juga dapat meningkatkan risiko terhadap infeksi bakteri sekunder dengan mengganggu mekanisme pertahanan normal pejamu, mengubah sekresi normal, dan memodifikasi flora bakterial.4Ketika infeksi bakteri terjadi pada parenkim paru, proses patologik bervariasi tergantung organisme yang menginvasi. M. pneumoniae menempel pada epitel respiratorius, menghambat kerja silier, dan menyebabkan destruksi seluler dan memicu respons inflamasi di submukosa. Ketika infeksi berlanjut, debris seluler yang terlepas, sel-sel inflamasi, dan mukus menyebabkan obstruksi jalan napas, dengan penyebaran infeksi terjadi di sepanjang cabang-cabang bronkial, seperti pada pneumonia viral. S. pneumoniae menyebabkan edema lokal yang membantu proliferasi mikroorganisme dan penyebarannya ke bagian paru lain, biasanya menghasilkan karakteristik sebagai bercak-bercak konsolidasi merata di seluruh lapangan paru.5,6Infeksi streptokokus grup A pada saluran napas bawah menyebabkan infeksi yang lebih difus dengan pneumonia interstisial. Pneumonia lobar tidak lazim. Lesi terdiri atas nekrosis mukosa trakeobronkial dengan pembentukan ulkus yang compang-camping dan sejumlah besar eksudat, edema, dan perdarahan terlokalisasi. Proses ini dapat meluas ke sekat interalveolar dan melibatkan fasa limfatika. Pneumonia yang disebabkan S.aureus adalah berat dan infeksi dengan cepat menjelek yang disertai dengan morbiditas yang lama dan mortalitas yang tinggi, kecuali bila diobati lebih awal. Stafilokokus menyebabkan penggabungan bronkopneumoni yang sering unilateral atau lebih mencolok pada satu sisi ditandai adanya daerah nekrosis perdarahan yang luas dan kaverna tidak teratur.1

5.GEJALA KLINISRiwayat klasik dingin menggigil yang disertai dengan demam tinggi, batuk dan nyeri dada. Anak sangat gelisah, dispnea, pernapasan cepat dan dangkal disertai pernapasan cuping hidung dan sianosis sekitar hidung dan mulut. Kadang-kadang disertai muntah dan diare. Batuk biasanya tidak ditemukan pada permulaan penyakit, mungkin terdapat batuk setelah beberapa hari mula-mula kering kemudian menjadi produktif. Pada stadium permulaan sukar dibuat diagnosis dengan pemeriksaan fisik, tetapi dengan adanya nafas cepat dan dangkal, pernafasan cuping hidung dan sianosis sekitar mulut dan hidung baru dipikirkan kemungkinan pneumonia. Penyakit ini sering ditemukan bersamaan dengan konjungtivitis, otitis media, faringitis, dan laringitis. Anak besar dengan pneumonia lebih suka berbaring pada sisi yang sakit dengan lutut tertekuk dengan nyeri dada.1,3,4,8

6. PEMERIKSAAN FISIKDalam pemeriksaan fisik ditemukan hal-hal sebagai berikut : Suhu tubuh 38,5o C Pada setiap nafas terdapat retraksi otot epigastrik, interkostal, suprasternal, dan pernapasan cuping hidung. Takipneu berdasarkan WHO:Usia < 2 bulan 60 x/menitUsia 2-12 bulan 50 x/menitUsia 1-5 tahun 40 x/menitUsia 6-12 tahun 28 x/menit Pada palpasi ditemukan fremitus vokal menurun. Pada perkusi lapangan paru redup pada daerah paru yang terkena. Pada auskultasi dapat terdengar suara pernafasan menurun. Fine crackles (ronki basah halus) yang khas pada anak besar bisa tidak ditemukan pada bayi. Dan kadang terdengar juga suara bronkial.4

7.PEMERIKSAAN PENUNJANG1. Pemeriksaan laboratoriumPada pneumonia virus dan mikoplasma umumnya leukosit dalam batas normal. Pada pneumonia bakteri didapatkan leukositosis yang berkisar antara 15.000 40.000/mm3 dengan predominan PMN. Kadang-kadang terdapat anemia ringan dan laju endap darah (LED) yang meningkat. Secara umum, hasil pemeriksaan darah perifer lengkap dan LED tidak dapat membedakan antara infeksi virus dan bakteri secara pasti.1,4

2. C-Reactive Protein (CRP)Secara klinis CRP digunakan sebagai alat diagnostik untuk membedakan antara faktor infeksi dan noninfeksi, infeksi virus dan bakteri, atau infeksi bakteri superfisialis dan profunda. Kadar CRP biasanya lebih rendah pada infeksi virus dan infeksi bakteri superfisialis daripada infeksi bakteri profunda. CRP kadang digunakan untuk evaluasi respons terhadap terapi antibiotik.1,4Pemeriksaan CRP dan prokalsitonin juga dapat menunjang pemeriksaan radiologi untuk mengetahui spesifikasi pneumonia karena pneumokokus dengan nilai CRP 120 mg/l dan prokalsitonin 5 ng/ml.6

3. Pemeriksaan MikrobiologisPemeriksaan mikrobiologik untuk diagnosis pneumonia anak tidak rutin dilakukan kecuali pada pneumonia berat,dan jarang didapatkan hasil yang positif. Untuk pemeriksaan mikrobiologik, spesimen dapat berasal dari usap tenggorok, sekret nasofaring tidak memiliki nilai yang berarti. Diagnosis dikatakan definitif bila kuman ditemukan dari darah, cairan pleura, atau aspirasi paru.4

4. Pemeriksaan serologisUji serologik untuk medeteksi antigen dan antibodi pada infeksi bakteri tipik mempunyai sensitivitas dan spesifitas yang rendah. Akan tetapi, diagnosis infeksi Streptokokus grup A dapat dikonfirmasi dengan peningkatan titer antibodi seperti antistreptolisin O, streptozim, atau antiDnase B. Uji serologik IgM dan IgG antara fase akut dan konvalesen pada anak dengan infeksi pneumonia oleh Chlamydia pneumonia dan Mycoplasma pneumonia memiliki hasil yang memuaskan tetapi tidak bermakna pada keadaan pneumonia berat yang memerlukan penanganan yang cepat.4,6

5. Pemeriksaan RoentgenografiFoto rontgen toraks proyeksi posterior-anterior merupakan dasar diagnosis utama pneumonia. Tetapi tidak rutin dilakukan pada pneumonia ringan, hanya direkomendasikan pada pneumonia berat yang dirawat dan timbul gejala klinis berupa takipneu, batuk, ronki, dan peningkatan suara pernafasan. Kelainan foto rontgen toraks pada pneumonia tidak selalu berhubungan dengan gambaran klinis. Umumnya pemeriksaan yang diperlukan untuk menunjang diagnosis pneumonia hanyalah pemeriksaan posisi AP. Lynch dkk mendapatkan bahwa tambahan posisi lateral pada foto rontgen toraks tidak meningkatkan sensitivitas dan spesifisitas penegakkan diagnosis.1,4,6Secara umum gambaran foto toraks terdiri dari: Infiltrat interstisial, ditandai dengan peningkatan corakan bronkovaskular, peribronchial cuffing dan overaeriation. Bila berat terjadi pachy consolidation karena atelektasis. Infiltrat alveolar, merupakan konsolidasi paru dengan air bronchogram. Konsolidasi dapat mengenai satu lobus disebut dengan pneumonia lobaris atau terlihat sebagai lesi tunggal yang biasanya cukup besar, berbentuk sferis, berbatas yang tidak terlalu tegas dan menyerupai lesi tumor paru disebut sebagai round pneumonia Bronkopneumoni ditandai dengan gambaran difus merata pada kedua paru berupa bercak-bercak infiltrat yang dapat meluas hingga daerah perifer paru disertai dengan peningkatan corakan peribronkial.

Foto rontgen tidak dapat menentukan jenis infeksi bakteri, atipik, atau virus. Tetapi gambaran foto rontgen toraks dapat membantu mengarahkan kecenderungan etiologi. Penebalan peribronkial, infiltrat interstitial merata dan hiperinflasi cenderung terlihat pada pneumonia virus. Infiltrat alveolar berupa konsolidasi segmen atau lobar, bronkopneumoni dan air bronchogram sangat mungkin disebabkan oleh bakteri. 4

8. DIAGNOSISDiagnosis etiologik berdasarkan pemeriksaan mikrobiologis dan/atau serologis merupakan dasar terapi yang optimal. Akan tetapi, penemuan bakteri penyebab tidak selalu mudah karena memerlukan laboratorium penunjang yang memadai. Tidak ada gejala distress pernafasan, takipneu, batuk, ronki, dan peningkatan suara pernafasan dapat menyingkirkan dugaan pneumonia. Terdapatnya retraksi epigastrik, interkostal, dan suprasternal merupakan indikasi tingkat keparahan. Pada bronkopneumoni, bercak-bercak infiltrat didapati pada satu atau beberapa lobus. Foto rontgen dapat juga menunjukkan adanya komplikasi seperti pleuritis, atelektasis, abses paru, pneumotoraks atau perikarditis. Gambaran ke arah sel polimorfonuklear juga dapat dijumpai. Pada bayi-bayi kecil jumlah leukosit dapat berada dalam batas yang normal. Kadar hemoglobin biasanya normal atau sedikit menurun.4,6Tingginya angka morbiditas dan mortalitas pneumonia pada balita, upaya penanggulangannya WHO mengembangkan pedoman diagnosis dan tatalaksana yang sederhana. Tujuannya ialah menyederhanakan kriteria diagnosis berdasarkan gejala klinis yang dapat dideteksi, menetapkan klasifikasi penyakit, dan menentukan penatalaksanaan. Tanda bahaya pada anak berusia 2 bulan-5 tahun adalah tidak dapat minum, kejang, kesadaran menurun, stridor, mengi, demam, atau menggigil. 4Klasifikasi pneumonia berdasarkan pedoman tersebut.Bayi dan anak berusia 2 bulan 5 tahun : Pneumonia berat Frekuensi pernafasan pada anak umur 2-12 bulan 50 x/menit, Usia 1-5 tahun 40 x/menit Adanya retraksi Sianosis Anak tidak mau minum Tingkat kesadaran yang menurun dan merintih (pada bayi) Anak harus dirawat dan di terapi dengan antibiotik Pneumonia Frekuensi pernafasan pada anak umur 2-12 bulan 50 x/menit, Usia 1-5 tahun 40 x/menit Adanya retraksi Anak perlu di rawat dan berikan terapi antibiotik

Bayi berusia di bawah 2 bulanPada bayi berusia dibawah 2 bulan, perjalanan penyakit lebih bervariasi. Klasifikasi pneumonia pada kelompok usia ini adalah sebagai berikut : Pneumonia Bila ada nafas cepat 60 x/menit atau sesak nafas Harus dirawat dan diberikan antibiotik Bukan pneumonia Tidak ada nafas cepat atau sesak nafas Tidak perlu dirawat, cukup diberikan pengobatan simptomatikDasar diagnosis pneumonia menurut Henry Gorna dkk tahun 1993 adalah ditemukannya paling sedikit 3 dari 5 gejala berikut ini:a. Sesak nafas disertai dengan pernafasan cuping hidung dan tarikan dinding dadab. Panas badanc. Ronkhi basah sedang nyaring (crackles)d. Foto thorax menunjukkan gambaran infiltrat difuse.e. Leukositosis (pada infeksi virus tidak melebihi 20.000/mm3 dengan limfositpredominan, dan bakteri 15.000-40.000/mm3 neutrofil yangpredominan.

9. PENATALAKSANAAN1. Penatalaksanaan antibiotikaPemberian antibiotika berdasarkan derajat penyakit Pneumonia ringan Amoksisilin 25 mg/kgBB dibagi dalam 2 dosis sehari selama 3 hari. Diwilayah resistensi penisilin yang tinggi dosis dapat dinaikan sampai 80-90 mg/kgBB. Kotrimoksazol (trimetoprim 4 mg/kgBB sulfametoksazol 20 mg/kgBB) dibagi dalam 2 dosis sehari selama 5 hari Pneumonia berat Kloramfenikol 25 mg/kgBB setiap 8 jam Seftriakson 50 mg/kgBB i.v setiap 12 jam Ampisilin 50 mg/kgBB i.m sehari empat kali, dan gentamisin 7,5 mg/kgBB sehari sekali Benzilpenisilin 50.000 U/kgBB setiap 6 jam, dan gentamisin 7,5 mg/kgBB sehari sekali Pemberian antibiotik diberikan selama 10 hari pada pneumonia tanpa komplikasi, sampai saat ini tidak ada studi kontrol mengenai lama terapi antibiotik yang optimal

Pemberian antibiotik berdasarkan umur Neonatus dan bayi muda (< 2 bulan) : ampicillin + aminoglikosid amoksisillin-asam klavulanat amoksisillin + aminoglikosid sefalosporin generasi ke-3 Bayi dan anak usia pra sekolah (2 bl-5 thn) beta laktam amoksisillin amoksisillin-amoksisillin klavulanat golongan sefalosporin kotrimoksazol makrolid (eritromisin) Anak usia sekolah (> 5 thn) amoksisillin/makrolid (eritromisin, klaritromisin, azitromisin) tetrasiklin (pada anak usia > 8 tahun)

2. Penatalaksaan suportif Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit sampai sesak nafas hilang atau PaO2 pada analisis gas darah 60 torr Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit. Asidosis diatasi dengan pemberian bikarbonat intravena dengan dosis awal 0,5 x 0,3 x defisit basa x BB (kg). Selanjutnya periksa ulang analisis gas darah setiap 4-6 jam. Bila analisis gas darah tidak bisa dilakukan maka dosis awal bikarbonat 0,5 x 2-3 mEq x BB (kg). Obat penurun panas dan pereda batuk sebaiknya tidak diberikan pada 72 jam pertama karena akan mengaburkan interpretasi reaksi antibiotik awal. Obat penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu tinggi, takikardi, atau penderita kelainan jantung.

Bila penyakit bertambah berat atau tidak menunjukkan perbaikan yang nyata dalam 24-72 jam ganti dengan antibiotik lain yang lebih tepat sesuai dengan kuman penyebab yang diduga (sebelumnya perlu diyakinkan dulu ada tidaknya penyulit seperti empyema, abses paru yang menyebabkan seolah-olah antibiotik tidak efektif).53. Penatalaksanaan bedahPada umumnya tidak ada tindakan bedah kecuali bila terjadi komplikasi pneumotoraks atau pneumomediastinum.7

BAB IIILAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN1. Identitas penderita :Nama penderita: An. Aileen MaulidaAgama: Islam Jenis Kelamin: PerempuanUmur: 7 tahunNo RM: 47-15-72Tgl masuk RS: 27 Maret 20152. Identitas orang tua/wali :Ibu Nama: Ny. HandayaniUmur: 34 tahunPendidikan: SMAPekerjaan: Ibu rumah tanggaAlamat: Jl. Ngadirgo RT 3 RW 2 Mijen,SemarangAyahNama: Tn. KuswantoUmur: 39 tahunPendidikan: SMA Pekerjaan: SwastaAlamat: Jl. Ngadirgo RT 3 RW 2 Mijen,Semarang

II. ANAMNESISAnamnesis dilakukan secara alloanmnesis oleh ibu pasien tanggal 1 April 2015 jam 10.00Keluhan utama: Demam 1. Riwayat Penyakit SekarangSejak 2 hari sebelum masuk RS pasien mengeluh demam tinggi disertai batuk berdahak. Demam terjadi mendadak pada malam hari secara terus-menerus selama 7 hari. Batuk berdahak berwarna putih kekuningan serta berbusa. Pasien juga mengeluh keringat dingin, berdebar-debar dan sesak nafas. Keluhan dirasakan semakin memburuk saat aktivitas dan membaik saat istirahat. Namun, saat sakit pasien masih dapat beraktivitas seperti biasa. Tidak didapatkan mual, muntah, pilek, dan pusing. Semenjak sakit anak mengalami penurunan berat badan sebanyak 2 kg. Sebelumnya pasien sudah berobat ke puskesmas, oleh puskesmas diberikan obat paracetamol dan amoxicillin, namun tidak membaik, sehingga pasien dibawa ke IGD RSUD Tugurejo Semarang karena demam semakin meningkat dan dilakukan perawatan inap.

2. Riwayat penyakit dahulu :Pasien tidak pernah mengalami keluhan ini sebelumnya. Tidak ada riwayat asma, alergi, batuk lama dan tidak pernah di rawat inap sebelumnya. Ibu pasien mengatakan pasien sering mengalami pilek setelah minum es.3. Riwayat keluarga :Ibu pasien mengatakan keluarga tidak memiliki riwayat penyakit yang sama dengan pasien. Tidak ada riwayat batuk lama dan asma. Namun ibu memiliki riwayat alergi obat. 4. Riwayat sosial lingkungan :Anak tinggal di lingkungan rumah bersih, ada keluarga satu rumah yang merokok namun tidak kontak langsung dengan pasien. biaya pengobatan menggunakan JAMKESMAS.

DATA KHUSUS5. Riwayat kehamilan dan persalinan : Riwayat Antenatal: Selama kehamilan, ibu memeriksakan kehamilannya ke bidan tiap bulan dan tidak memiliki keluhan selama kehamilan.Riwayat Natal:Spontan/tidak spontan : SpontanPenolong : BidanRiwayat Neonatal : Berat Badan Lahir (BBL) : 3700 gramPanjang Badan Lahir (PBL) : tidak diketahuiLingkar Kepala (LK) : tidak diketahui Anak langsung menangis dengan gerakan aktif dan warna kulit seluruh badan kemerahan.

6. Riwayat perkembangan :FaktorUmurPerkembangan

Motorik KasarMotorik HalusBicaraSosial24 bulan24 bulan13 bulan12 bulanBaikBaikBaikBaik

Kesan: perkembangan normal

7. Riwayat imunisasi :Macam ImunisasiFrekuensiUmurKeterangan

Imunisasi DasarBCGDPTHepatitisPolioCampakImunisasi Ulangan1 kali3 kali3 kali4 kali1 kali-2 bulan2,4,6 bulan0,1,6 bulan0,2,4,6 bulan9 bulan-

Kesan: Imunisasi dasar lengkap

8. Makanan :UmurMakanan dan MinumanJumlah Frekuensi

0-1 bulanASI eksklusifSesuka anakSesuka anak

1-3 bulanSusu formula dan ASISesuka anakSesuka anak

3-6 bulanMakanan tambahan ASI berupa bubur SUN dan pisang3 sendok makan2 kali sehari

6-12 bulanBubur tim3 sendok makan2 kali sehari

>12 bulanMakanan keluarga 5 sendok makan3 kali sehari

Kesan gizi: ASI tidak eksklusif, kualitas dan kuantitas cukup

III. PEMERIKSAAN FISIKPemeriksaan fisik dilakukan tanggal 1 April 2015 jam 10.00 WIBKeadaan Umum : BaikKesadaran: Compos MentisVital SignNadi: 136x/menitRR: 40X/menitT: 36CBB: 18 KgTB: 111 CmStatus InternaKepala: Mesocepal, UUB sudah menutupMata: Dalam Batas NormalHidung: Dalam Batas NormalTelinga: Dalam Batas NormalMulut: Sianosis (-), Faring hiperemis, Tonsil hiperemis, Ukuran Tonsil (T3/T3), Kripte tidak melebar, Detritus (-)Leher: Dalam Batas NormalThoraxCorInspeksi: Dalam Batas NormalPalpasi: Dalam Batas NormalPerkusi: Dalam Batas NormalAuskultasi: Takikardi, reguler, suara tambahan jantung (-)Pulmo DEXTRASINISTRA

DEPAN Inspeksi PalpasiPerkusiAuskultasiDalam Batas NormalDalam Batas NormalDalam batas normalRonki basah (+)Dalam Batas NormalDalam Batas NormalDalam batas normalRonki basah (+)

BELAKANGInspeksiPalpasiPerkusiAuskultasiDalam Batas NormalDalam Batas NormalDalam Batas NormalDalam Batas NormalDalam Batas NormalDalam Batas NormalDalam Batas NormalDalam Batas Normal

Abdomen Inspeksi: Dalam Batas Normal Palpasi: Dalam Batas NormalPerkusi: Dalam Batas NormalAuskultasi : Dalam Batas Normal

ExtremitasPemeriksaanSuperiorInferior

Akral dinginOedemSianosisGerakReflek FisiologisReflek PatologisCRT---Aktif+-Kurang dari 2 detik---Aktif+-Kurang dari 2 detik

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANGPemeriksaan darah rutin tanggal 28 Maret 2015 jam 12.48 WIBLekosit: 30.000 sel/mm3Eritrosit: 4.000.000 sel/mm3Hb : 12,4gr/dlHt : 35,9%MCV: 78,9fLMCH: 27,30 pgMCHC: 34,50gr/dlTrombosit : 465.000Widal Test :S.Typhi O (-) S Typhi H ( 1/80)

V. PEMERIKSAAN ANTHOPOMETRIAnak perempuan, umur 7 tahun, berat badan 18 Kg, Tinggi badan..............Z ScoreBB/U: 81,81% (Gizi baik)TB/U: 91,73% (Gizi baik)BB/TB: 94,73% (Gizi baik)Kesan Gizi: BaikVI. RESUMESeorang anak perempun usia 7 tahun datang ke IGD RSUD Tugurejo Semarang dengan keluhan panas tinggi, hingga saat ini pasien sudah mengalami demam selama 7 hari. Demam mula-mula timbul pada malam hari secara terus-menerus dengan disertai keringat dingin, dan batuk berdahak warna putih kekuningan dan terdapat sedikit busa. Pasein tidak mengeluh mual, muntah, pilek dan pusing. Dari pemeriksaan fisik diperoleh takikardi, suhu axiller 36C, faring hiperemis, tonsil hiperemis dengan ukuran (T3/T3), pada auskultasi diperoleh Ronki basah pada paru kanan dan kiri. Kesan gizi baik meskipun selama sakit mengalami penurunan berat badan, pasien sudah melakukan imunnisasi dasar secara lengkap dan tumbuh kembang anak baik sesuai umurnya, meskipun tidak memperoleh asi secara eksklusif. Dari pemeriksaan penunjang diperoleh leukositosis.

VII. DAFTAR MASALAHMasalah AktifMasalah Pasif

1. Faring Hiperemis2. Tonsil Hiperemis dengan ukuran (T3/T3)3. Ronki basah pada paru kanan dan kiri4. Batuk berdahak warna putih kekuningan5. Sesak nafas 6. Demam 7 hari7. Keringat dingin8. Takikardi9. Takipneu

VIII. INNISIAL PLANIp Dx:Bronkopneumonia S : -O : Foto X thorax AP dan LateralIp Tx : Paracetamol tab 3 X 250 mg Infus Ringer Laktat maintenance 20 tpm Amoksisilin tab 3 X 250 mg Konsul Spesialis Anak dan Spesialis THTIp Mx : Monitoring KU dan Vital Sign Monitoring sesak dan komplikasinyaIp Ex : Jelaskan penyakit bronkopneumonia Menjelaskan pengobatan, dan komplikasi penyakit Motivasi untuk ikut memantau tanda dan gejala kegawatan pada anak. Motivasi orangtua tentang penanganan awal serta harus monitor suhu anak dengan termometer bila demam.

IX. PROGNOSISQuo ad vitam: Dubia at bonamQuo ad sanam: Dubia at bonamQuo ad fungsional : Dubia at bonam

BAB IVPEMBAHASAN

Pada laporan kasus ini seorang anak perempuan berusia 7 tahun datang ke RSUD Tugurejo dengan keluhan utama demam tinggi sejak 2 hari sebelum masuk RS pasien mengeluh demam tinggi disertai batuk berdahak. Setelah dilakukan alloanamnesis pada ibu pasien diketahui demam terjadi mendadak pada malam hari secara terus-menerus selama 7 hari. Batuk berdahak berwarna putih kekuningan serta berbusa. Pasien juga mengeluh keringat dingin dan sesak nafas. Keluhan dirasakan semakin memburuk saat aktivitas dan membaik saat istirahat. Namun, saat sakit pasien masih dapat beraktivitas seperti biasa. Tidak didapatkan mual, muntah, pilek, dan pusing. Semenjak sakit anak mengalami penurunan berat badan sebanyak 2 kg. Sebelumnya pasien sudah berobat ke puskesmas, oleh puskesmas diberikan obat paracetamol dan amoxicillin, namun tidak membaik, sehingga pasien dibawa ke IGD RSUD Tugurejo Semarang karena demam semakin meningkat dan dilakukan perawatan inap. Pasien tidak pernah mengalami keluhan ini sebelumnya. Tidak ada riwayat asma, alergi, batuk lama dan tidak pernah di rawat inap sebelumnya. Ibu pasien mengatakan pasien sering mengalami pilek setelah minum es. Ibu pasien mengatakan keluarga tidak memiliki riwayat penyakit yang sama dengan pasien. Tidak ada riwayat batuk lama dan asma. Namun ibu memiliki riwayat alergi obat. Anak tinggal di lingkungan rumah bersih, ada keluarga satu rumah yang merokok namun tidak kontak langsung dengan pasien. Demam tinggi diduga merupakan tanda infeksi. Adanya batuk dan sesak nafas merupakan simpton atau gejala klinik dari gangguan sistem pernafasan.Pada pemeriksaan fisik yang dilakukan tanggal 1 April 2015 jam 10.00 WIB Dari pemeriksaan fisik diperoleh takikardi, suhu axiller 36C, faring hiperemis, tonsil hiperemis dengan ukuran (T3/T3), pada auskultasi diperoleh Ronki basah pada paru kanan dan kiri. Kesan gizi baik meskipun selama sakit mengalami penurunan berat badan, pasien sudah melakukan imunnisasi dasar secara lengkap dan tumbuh kembang anak baik sesuai umurnya, meskipun tidak memperoleh asi secara eksklusif. Dari pemeriksaan penunjang diperoleh leukositosis. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan penunjang didapatkan 3 kriteria henry yaitu panas badan, ronkhi basah, dan leukositosis yang mengarah pada diagnosis pada bronkopnemonia.

DAFTAR PUSTAKA

1. Behrman RE, Vaughan VC. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Bagian II. Edisi 15. EGC, Jakarta: 2000. hal: 883-889

2. Guyton, Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 2. EGC, Jakarta: 2006. hal 554.

3. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Edisi 3. Media Aesculapius Fakultas Kedokteran UI, Jakarta: 2000. hal 465.

4. Pedoman Diagnosis dan Terapi Kesehatan Anak, UNPAD, Bandung: 2005.

5. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Bandung: 2005.

6. Pedoman Pelayanan Medis. Jilid 1. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta: 2010.

7. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, Edisi 6, Penerbit EGC, Jakarta: 2005, hal: 804.

8. Soeparman, Waspadji S. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Balai Penerbit FKUI. Jakarta: 1999. hal: 695-705.