karies gigi
DESCRIPTION
BUAT TINJAUAN PUSTAKATRANSCRIPT
LAPORAN TUTORIAL
Karies Gigi
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Tutorial
Blok Penyakit Dentomaksilofasial I
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Jember
Pembimbing :
drg. Dwi Merry Ch. Robin , M. Kes
Disusun oleh:
Kelompok Tutorial I
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS JEMBER
2013
DAFTAR ANGGOTA KELOMPOK
Tutor : drg. Dwi Merry Ch. Robin , M. Kes
Ketua : Trianike Nor A. (Nim:121610101002)
Scriber Meja : Yuni Aisyah P. (Nim:121610101006)
Scriber Papan : Medina Nanda U. (Nim:121610101007)
Anggota :
Inetia Fluidayanti (Nim:121610101001)
Gladiola Nadisha (Nim:121610101005)
Fikhih Kartika M. (Nim:121610101008)
Yusron Haries (Nim:121610101010)
Nazala Zetta Z. (Nim:121610101011)
Gita Putri K. (Nim:121610101013)
Hayyu Safira F. (Nim:121610101014)
Zulfa Fithri (Nim:121610101097)
Ilvana Ardi W. (Nim:121610101099)
Niken W. (Nim:121610101105)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga kami
dapat menyelesaikan tugas laporan yang berjudul ”Karies Gigi.” Laporan ini disusun untuk
memenuhi hasil diskusi tutorial kelompok I pada skenario pertama.
Penulisan makalah ini semuanya tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, oleh karena itu
penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada :
1. Drg. Dwi Merry Ch. Robin, M. Kes selaku tutor yang telah membimbing jalannya diskusi
tutorial kelompok I Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Jember dan yang telah
memberi masukan yang membantu bagi pengembangan ilmu yang telah didapatkan.
2. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan ini.
Dalam penyusunan laporan ini tidak lepas dari kekurangan dan kesalahan. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi perbaikan – perbaikan di
masa mendatang demi kesempurnaan laporan ini. Semoga laporan ini dapat berguna bagi kita
semua.
Jember, Mei 2012
Tim Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Karies gigi merupakan penyakit yang paling banyak dijumpai di rongga mulut
bersama-sama dengan penyakit periodontal, sehingga merupakan masalah utama kesehatan gigi
dan mulut. Karies gigi atau dental caries menurut Susanto (2009) adalah penyakit jaringan gigi
yang ditandai dengan kerusakan jaringan, dimulai dari permukaan gigi dan meluas kearah pulpa.
Penyakit karies gigi terjadi karena demineralisasi jaringan permukaan gigi oleh asam organis
yang berasal dari makanan yang mengandung gula. Karies gigi bersifat kronis dan dalam
perkembangannya membutuhkan waktu yang lama, sehingga sebagian besar penderita
mempunyai potensi mengalami gangguan seumur hidup. Namun demikian penyakit ini sering
tidak mendapat perhatian dari masyarakat dan perencana program kesehatan, karena jarang
membahayakan jiwa.
Karies gigi merupakan penyakit kronis nomor satu di dunia dan prevalensi penyakit
tersebut meningkat pada jaman modern. Peningkatan tersebut dihubungkan dengan perubahan
pola dan jenis makanan. Penyebaran penyakit karies dilihat sebagai fenomena gunung es.
Menurut Schuurs, karies adalah suatu proses kronis yang disebabkan oleh terganggunya
keseimbangan antara gigi dan lingkungan dalam rongga mulut.
Dalam konsep yang baru, ternyata proses terjadinya karies adalah dinamik, perubahan
pH pada pertemuan plak dan permukaan gigi selalu berubah-ubah sesuai sesuai dengan adanya
ion-ion yang menentukan keasaman pada daerah tersebut. Hal ini dimungkinkan dengan sifat
email yang berpori dan memungkinkan pertukaran ion-ion dari dan keluar email terjadi. Proses
karies juga merupakan proses yang terjadi antara penyerangan dan pertahanan, namun proses
tersebut dapat dihentikan. Selanjutnya dapat menjadi aktif kembali jika keadaan dalam plak di
sekitar gigi berubah menjadi asam dan menyebabkan kelarutan email lebih tinggi. Menurut teori
Miller, mikroorganisme Laktobasillus acidophilus dan streptococcus mutans berhubungan erat
dalam proses karies gigi. Telah dibuktikan bahwa dengan melakukan penambalan gigi yang
karies maka jumlah kuman dalam mulut berkurang.
STEP 1
1. Radiolusen difuse
2. Fistula
3. Karies profunda perforasi
STEP 2
1. Radiolusen difuse : *campuran dari radiopak dan radiolusen dengan batas yang tidak
Jelas
*gambaran yang tidak jelas berbentuk lingkaran gelap dengan
diameter 4mm
2. Fistula : *lubang abnormal diantara 2 organ berongga
*bisul atau benjolan pada gusi akibat radang dari penanahan pada
akar gigi akibat karies
*koneksi abnormal antara pembuluh darah, usus, organ dan
struktur lain yang diakibatkan karena cedera
kesimpulan : *saluran/lubang penanahan yang diakibatkan pada abses yang
disebabkan karena karies
3. Karies profunda perforasi : *karies yang sudah mengenai setengah dentin dan
membentuk karies pada setengah akar
*karies yang sudah mencapai setengah dentin dan setengah
akar dan sudah menyebar
STEP 3
1. Bagaimana etiologi dari karies?
2. Apa saja klasifikasi dari karies?
3. Bagaimana mekanisme terjadinya karies?
4. Bagaimana cara mendeteksi karies?
5. Bagaimana upaya pencegahan dari karies?
6. Bagaimana gejala klinis,
STEP 4
1. Etiologi Karies
1.1.1 Faktor utama
1.1.1.1 Faktor host atau tuan rumah
Ada beberapa faktor yang dihubungkan dengan gigi sebagai tuan rumah terhadap
karies yaitu faktor morfologi gigi (ukuran dan bentuk gigi), struktur enamel, faktor kimia dan
kristalografis. Pit dan fisur pada gigi posterior sangat rentan terhadap karies karena sisa-sisa
makanan mudah menumpuk di daerah tersebut terutama pit dan fisur yang dalam. Selain itu,
permukaan gigi yang kasar juga dapat menyebabkan plak mudah melekat dan membantu
perkembangan karies gigi. Enamel merupakan jaringan tubuh dengan susunan kimia kompleks
yang mengandung 97% mineral (kalsium, fosfat, karbonat, fluor), air 1% dan bahan organik 2%.
Bagian luar enamel mengalami mineralisasi yang lebih sempurna dan mengandung banyak fluor,
fosfat dan sedikit karbonat dan air. Kepadatan kristal enamel sangat menentukan kelarutan
enamel. Semakin banyak enamel mengandung mineral maka kristal enamel semakin padat dan
enamel akan semakin resisten. Gigi susu lebih mudah terserang karies daripada gigi tetap. Hal ini
disebabkan karena enamel gigi susu mengandung lebih banyak bahan organik dan air sedangkan
jumlah mineralnya lebih sedikit daripada gigi tetap. Selain itu, secara kristalografis kristal-kristal
gigi susu tidak sepadat gigi tetap. Mungkin alasan ini menjadi salah satu penyebab tingginya
prevalensi karies pada anak-anak.
1.1.1.2 Faktor agen atau mikroorganisme
Plak gigi memegang peranan peranan penting dalam menyebabkan terjadinya karies.
Plak adalah suatu lapisan lunak yang terdiri atas kumpulan mikroorganisme yang berkembang
biak di atas suatu matriks yang terbentuk dan melekat erat pada permukaan gigi yang tidak
dibersihkan. Hasil penelitian menunjukkan komposisi mikroorganisme dalam plak berbeda-beda.
Pada awal pembentukan plak, kokus gram positif merupakan jenis yang paling banyak dijumpai
seperti Streptokokus mutans, Streptokokus sanguis, Streptokokus mitis dan Streptokokus
salivarius serta beberapa strain lainnya. Selain itu, ada juga penelitian yang menunjukkan adanya
laktobasilus pada plak gigi. Pada penderita karies aktif, jumlah laktobasilus pada plak gigi
berkisar 104 – 105 sel/mg plak. Walaupun demikian, S. mutans yang diakui sebagai penyebab
utama karies oleh karena S. mutans mempunyai sifat asidogenik dan asidurik (resisten terhadap
asam).
1.1.1.3 Faktor substrat atau diet
Faktor substrat atau diet dapat mempengaruhi pembentukan plak karena membantu
perkembangbiakan dan kolonisasi mikroorganisme yang ada pada permukaan enamel. Selain itu,
dapat mempengaruhi metabolisme bakteri dalam plak dengan menyediakan bahan-bahan yang
diperlukan untuk memproduksi asam serta bahan lain yang aktif yang menyebabkan timbulnya
karies. Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang yang banyak mengonsumsi karbohidrat
terutama sukrosa cenderung mengalami kerusakan pada gigi, sebaliknya pada orang dengan diet
yang banyak mengandung lemak dan protein hanya sedikit atau sama sekali tidak mempunyai
karies gigi. Hal ini penting untuk menunjukkan bahwa karbohidrat memegang peranan penting
dalam terjadinya karies.
1.1.1.4 Faktor waktu
Secara umum, karies dianggap sebagai penyakit kronis pada manusia yang
berkembang dalam waktu beberapa bulan atau tahun. Lamanya waktu yang dibutuhkan karies
untuk berkembang menjadi suatu kavitas cukup bervariasi, diperkirakan 6-48 bulan.
2. Klasikasi Karies
1. Klasifikasi karies menurut sistem Black :
- Klas I : karies ini terjadi pada ceruk dan fisura dari semua gigi, meskipun lebih
ditujukan pada gigi posterior.
- Klas II : kavitas yang terrdapat pada permukaan aproksimal gigi posterior, karies Klas
II dapat mengenai permukaan mesial dan distal atau hanya salah satunya sehingga
dapat digolongkan menjadi kavitas MO (mesio-oklusal) atau MOD (mesioo-oklusal-
distal). Karena akses untuk perbaikan biasanya dibuat dari permukaan oklusal,
permukaan oklusal dan aproksimal dari gigi direstorasi sekaligus. Tetapi dilihat dari
definisinya kavitas ini adalah lesi proksimal dan tiidak selalu mencakup permukaan
oklusal.
- Klas III : lesi Klas III hanya mengenai gigi anterior. Lesi ini dapat terjadi pada
permukaan mesial atau distal dari insisivus atau kaninus, lesii ini terjadi di bawah titik
kontak dan bentuk kavitasnya bulat dan kecil.
- Klas IV : kavitas ini adalah kelanjutan dari kavitas Klas III. Lesi ini pada permukaan
proksimal gigi anterior yang telah meluas sampai ke sudut insisal. Jika karies ini luas
atau abrasi hebat dapat melemahkan sudut insisal dan menyebabkan terjadinya
fraktur.
- Klas V : kavitas gingival adalah kavitas pada permukaan yang halus. Terlepas dari
etiologinya – karies, abrasi, atau erosi – tipe lesi ini disebut juga karies Klas V.
Menurut definisi Dr.Black, karies Klas V juga dapat terjadi baik pada permukaan
facial maupun lingual, namun lesi ini lebih dominan timbul pada permukaan yang
menghadap bibir dan pipi daripada lidah. Kavitas ini bisa mengenai sementum selain
email.
- Klas VI : tipe kavitas ini terjadi pada ujung tonjol Gigi posterior dan edge insisal gigi
insisivus. Pembentukan yang tidak sempurna pada ujung tonjol atau edge insisal
seringkali membuat daerah rentan terhadap karies. Karies Klas VI sebenarnya bukan
diidentifikasi oleh Dr.Black, tetapi pada daerah geografis tertentu ditambahkan
sehingga menjadi bagian dari system klasifikasinya (Lloyd Baum dkk,1997: 49-51).
2. Berdasarkan Waktu Terjadinya :
a. Karies Primer, yaitu karies yang terjadi pada lokasi yang belum pernah terkena
riwayat karies sebelumnya.
b. Karies Sekunder, yaitu karies yang rekuren artinya karies yang timbul pada lokasi
yang telah memiliki riwayat karies sebelumnya, biasanya karies ini ditemukan pada
tepi tambalan.
3. Berdasarkan Tingkat Progresifitasnya
a. Karies Akut, yaitu karies yang berkembang dan memburuk dengan cepat. Misalnya:
rampant karies, pasien xerostomia.
b. Karies Kronis, yaitu proses karies yang berjalan dengan lambat. Karies ini
menunjukan warna kecoklatan sampai hitam.
c. Karies terhenti, yaitu karies yang lesinya tidak berkembang lagi, karies ini bisa
disebabkan oleh perubahan lingkungan.
4. Berdasarkan Tingkat Keparahannya
a. Karies Ringan, yaitu jika serangan karies hanya pada gigi yang paling rentan, seperti
pit dan fisure, sedangkan kedalamannya hanya mengenai lapisan email (iritasi pulpa).
b. Karies Sedang, yaitu jika serangan karies meliputi permukaan oklusal dan aproksimal
gigi posterior. Kedalaman karies sudah mengenai lapisan dentin (hiperemi pulpa).
c. Karies Berat/Parah, yaitu jika serangan karies juga meliputi gigi anterior yang
biasanya bebas karies. Kedalamannya sudah mengenai pulpa, baik pulpa yang
tertutup maupun pulpa yang terbuka (pulpitis dan gangren pulpa). Karies pada gigi
anterior dan posterior sudah meluas ke bagian pulpa.
5. Berdasarkan Etiologi
Berdasarkan etiologi maka ada 2 yang paling umum digunakan oleh para dokter
gigi, yaitu :
a. Karies botol bayi adalah karies yang ditemukan pada gigi susu anak kecil. Karies
botol bayi disebabkan glukosa/gula yang terdapat pada botol susu yang terus
menempel ketika bayi tertidur. Kebiasaan ini banyak dilakukan oleh orangtua karena
tidak ingin repot dengan tangisan si anak. Padahal kebiasaan ini akan mengakibatkan
gula yang terdapat dalam susu akan berinteraksi dengan cepat untuk membentuk
lubang gigi karena terpapar dalam waktu yang lama dengan mulut anak.
b. Karies rampan adalah karies yang berkembang secara drastis dan terjadi pada banyak
gigi secara cepat pada orang dewasa. Karies rampan banyak terjadi pada pasien
dengan xerostomia(air ludah kurang), kebersihan mulut yang buruk, penggunaan
methampetamin, radiasi berlebihan, dan konsumsi gula berlebihan.
6. Berdasarkan Stadium Karies (dalamnya karies)
a. Karies Superfisialis, di mana karies baru mengenai enamel saja, sedang dentin belum
terkena.
b. Karies Media, di mana karies sudah mengenai dentin, tetapi belum melebihi setengah
dentin.
c. Karies Profunda, di mana karies sudah mengenai lebih dari setengah dentin dan
kadang-kadang sudah mengenai pulpa. Terbagi :menjadi 3 stadium, yaitu :
1. Stadium I belum terjadi radang
2. Stadium II sudah ada radang
3. Stadium III sudah perforasi dan radang
K. superfisialis K. Media K. Profunda
7. Berdasarkan Keparahan atau Kecepatan Berkembangnya :
a. Karies Ringan
Kasusnya disebut ringan jika serangan karies hanya pada gigi yang paling rentan seperti
pit (depresi yang kecil, besarnya seujung jarung yang terdapat pada permukaan oklusal
dari gigi molar) dan fisure (suatu celah yang dalam dan memanjang pada permukaan
gigi) sedangkan kedalaman kariesnya hanya mengenai lapisan email (iritasi pulpa).
b. Karies Sedang
Kasusnya dikatakan sedang jika serangan karies meliputi permukaan oklusal dan
aproksimal gigi posterior. Kedalaman karies sudah mengenai lapisan dentin (hiperemi
pulpa).
c. Karies Berat/Parah
Kasusnya dikatakan berat jika serangan juga meliputi gigi anterior yang biasanya bebas
karies. Kedalaman karies sudah mengenai pulpa, baik pulpa tertutup maupun pulpa
terbuka (pulpitis dan gangren pulpa). Karies pada gigi anterior dan posterior sudah
meluas ke bagian pulpa.
8. Berdasarkan jumlah Permukaan yang
Terkena :
• Simple : 1 permukaan gigi
• Compound : 2 permukaan gigi
• Complex : > 2 permukaan gigi
3. Mekanisme Karies
1. EARLY ENAMEL LESION
Awal dari proses demineralisasi, tanda-tandanya:
• Email berwarna “Chalky White” dari warna translusennya
• Permukaan email menjadi rapuh
• Meningkatnya porositas
• Berkurangnya kepadatan email
2. The Advancing Coronal Lesion
• Permukaan email rapuh dan berlubang (kavitas)
• Proses remineralisasi semakin sulit dilakukan (penumpukan bakteri oleh plak
meningkat dan asam dari makanan)
• Adanya respon pulpa ok asam mulia masuk ke tubuli dentin
• Peningkatan mineralisasi sebagai pertahanan dari pulpa
3. The Slowly Progression Lesion
• Lesi dan kavitas semakin besar (email dan dentin semakin rapuh)
4. The Rampant Lesion
• Karies semakin luas, dasar dentin lunak
• Pulpa dalam keadaan bahaya ok proses remineralisasi dapat mengurangi
permeabilitas tubulus
REAKSI PERTAHANAN DENTIN-PULPA
a. SKLEROSIS TUBULER di dalam dentin adalah suatu proses dimana mineral
diletakkan dalam lumen tubulus dentin (sebagai eksistensi mekanisme normal dari
pembentukan DENTIN PERITUBULER)
Merupakan suatu pelindung à menurunkan permeabilitas jaringan à mencegah
penetrasi asam dan toksin bakteri
b. DENTIN REAKSIONER
Dentin reaksioner atau dentin reparatif adalah suatu lapisan dentin yang terbentuk di
antara dentin dan pulpa, sebagai reaksi terhadap rangsang yg terjadi di daerah perifer.
Penyebaran dentin reparatif terbatas di daerah di bawah rangsang. Bedakan dengan :
• Dentin primer : terbentuk selama erupsi gigi
• Dentin sekunder : terbentuk selama hidup
Dentin reaksioner tidak akan terbentuk jika suplai darah ke dalam pulpa tidak
mencukupi. Pada keadaan dentin karies dekat dengan pulpa dapat ditanggulangi
dengan peletakan bahan pelindung pulpa (bahan pelapik/sub base) yang mempunyai
pH tinggi à merangsang terbentuknya DENTIN REPARATIF
c. INFLAMASI (Peradangan pulpa)
Merupakan reaksi jaringan ikar vaskuler yg sangat penting terhadap cedera
• Rangsang ringan à inflamasi kronis
Komponen seluler tampak pada inflamasi kronis (sel-sel limfosit, sel plasma,
monosit, makrofag) mungkin terjadi peningkatan produksi kolagen à terjadinya
fibrosis. Inflamasi kronis à tidak akan membahayakan vitalitas pulpa
• Rangsang berat à inflamasi akut
Banyak terjadi perubahan vaskuler (dilatasi pembuluh darah dan eksudat). Pada
inflamasi akut dapat terjadi kematian pulpa àinflamasi ke jaringan periapikal
(periodontitis apikalis dapat akut atau kronis).
4. Deteksi Karies
Penegakan diagnosis karies secara dini sangat penting, karena karies bukan hanya suatu proses
demineralisasi saja, tapi proses desturksi & reparasi yang silih berganti. Makin awal karies dapat
didiagnosis, makin baik hasilnya karena lesi yang masih kecil akan remineralisasi dengan lebih
mudah diband dengan lesi lebih besar.
Perlu pencahayaan yang baik & gigi harus kering & bersih
Lakukan isolasi agar gigi-gigi tidak terkena saliva
Gunakan ketajaman mata untuk mencari tanda awal karies, bila perlu dibantu dengan alat
pembesar, mis: kaca mulut
Sonde tajam, utk mendeteksi karies di email,untuk merasakan kekasaran karena adanya
kavitas dini pada permukaan. halus atau dengan adanya sangkutan ujung sonde pada fisur
yang melunak .
Cara mendeteksi karies gigi dapat di lakukan dengan 2 cara yaitu :
Secar subjektif à dengan melakukan amnanesa dengan pasien tersebut
Secara objectif àvisual : - Ditandai dengan adanya bercak putih
Pada permukaan halus bisa dilihat dengan mata
Berwarna kuning atau coklat
àtransluminasi : - Terlihat sebagai bayangan hitam
àspektra : - bekerja di permukaan gigi, kalau giginya sehat warna biru
sedangkan kalau giginya ada bakteri warnanya merah.
- Tidak menginfaksi seperti sonde
àteknik radiografi : - bitewing, perapikal, panoramic
5. Pencegahan Karies
5.1 Pencegahan Primer
Hal ini ditandai dengan:
a. Upaya meningkatkan kesehatan (health promotion)
Upaya promosi kesehatan meliputi pengajaran tentang cara menyingkirkan plak yang efektif atau
cara menyikat gigi dengan pasta gigi yang mengandung fluor dan menggunakan benang gigi
(dental floss).
b. Memberikan perlindungan khusus (spesific protection)
Upaya perlindungan khusus yaitu untuk melindungi host dari serangan penyakit dengan
membangun penghalang untuk melawan mikroorganisme. Aplikasi pit dan fisur silen merupakan
upaya perlindungan khusus untuk mencegah karies.
5.2 Pencegahan Sekunder
Yaitu untuk menghambat atau mencegah penyakit agar tidak berkembang atau kambuh lagi.
Kegiatannya ditujukan pada diagnosa dini dan pengobatan yang tepat. Sebagai contoh
melakukan penambalan pada gigi dengan lesi karies yang kecil dapat mencegah kehilangan
struktur gigi yang luas.
a. Diagnosa Dini
Penegakan diagnosis lesi karies secara dini makin menjadi hal yang sangat penting sejak disadari
bahwa karies bukan hanya suatu proses demineralisasi saja melainkan proses destruksi dan
reparasi yang silih berganti. Penegakan diagnosis karies gigi memerlukan pencahayaan yang baik
dan obyek (gigi) yang kering dan bersih. Jika terdapat banyak kalkulus atau plak, maka
semuanya harus dibersihkan terlebih dahulu sebelum mencoba menegakkan diagnosis dengan
tepat. Setelah gigi sudah kering maka tiap kuadran gigi diisolasi dengan gulungan kapas agar
pembasahan oleh saliva dapat dicegah. Gigi harus betul-betul kering dan pengeringannya
biasanya dengan udara yang disemprotkan perlahan-lahan. Untuk menentukan tanda awal karies
diperlukan penglihatan tajam. Biasanya pemeriksaan tanda awal karies diperlukan sonde yang
tajam sampai terasa menyangkut. Sebaiknya hal ini jangan dilakukan pada lesi karies yang masih
baru mulai karena sonde tajam akan merusak lesi karies yang masih baru mulai dan sonde akan
membawa bakteri ke dalam karies sehingga penyebaran karies akan semakin cepat.
b. Tindakan
b.1. Penambalan
Harus diketahui bahwa gigi yang sakit atau berlubang tidak dapat disembuhkan dengan
sendirinya, dengan pemberian obat-obatan. Gigi tersebut hanya dapat diobati dan dikembalikan
ke fungsi pengunyahan semula dengan melakukan pemboran, yang pada akhirnya gigi tersebut
akan ditambal. Dalam proses penambalan, hal yang pertama sekali dilakukan adalah
pembersihan gigi yang karies yaitu dengan membuang jaringan gigi yang rusak dan jaringan gigi
yang sehat di sekelilingnya, karena biasanya bakteri-bakteri penyebab karies telah masuk ke
bagian-bagian gigi yang lebih dalam. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk meniadakan
kemungkinan terjadinya infeksi ulang. Tambalan terbuat dari berbagai bahan yang dimasukkan
ke dalam gigi atau di sekeliling gigi. Umumnya bahan-bahan tambalan yang digunakan adalah
perak amalgam, resin komposit, semen ionomer kaca, emas tuang, porselen. Perak amalgam
merupakan tambalan yang paling banyak digunakan untuk gigi belakang, karena sangat kuat dan
warnanya tidak terlihat dari luar. Perak amalgam relatif tidak mahal dan bertahan sampai 14
tahun. Tambalan emas lebih mahal tetapi lebih kuat dan bisa digunakan pada karies yang sangat
besar. Campuran damar dan porselen digunakan untuk gigi depan, karena warnanya mendekati
warna gigi, sehingga tidak terlalu tampak dari luar. Bahan ini lebih mahal dari pada perak
amalgam dan tidak tahan lama, terutama pada gigi belakang yang digunakan untuk mengunyah.
Kaca ionomer merupakan tambalan dengan warna yang sama dengan gigi. Bahan ini
diformulasikan untuk melepaskan fluor, yang memberi keuntungan lebih pada orang-orang yang
cenderung mengalami pembusukan pada garis gusi. Kaca ionomer juga digunakan untuk
menggantikan daerah yang rusak karena penggosokan gigi yang berlebihan.
b.2. Pencabutan
Keadaan gigi yang sudah sedemikian rusak sehingga untuk penambalan sudah sukar dilakukan,
maka tidak ada cara lain selain mencabut gigi yang telah rusak tersebut. Dalam proses
pencabutan maka pasien akan dibius, di mana biasanya pembiusan dilakukan lokal yaitu hanya
pada gigi yang dibius saja yang mati rasa dan pembiusan pada setengah rahang. Pembiusan ini
membuat pasien tidak merasakan sakit pada saat pencabutan dilakukan.
5.3 Pencegahan Tersier
Adalah pelayanan yang ditujukan terhadap akhir dari patogenesis penyakit yang dilakukan untuk
mencegah kehilangan fungsi, yang meliputi:
a. Pembatasan Cacat (Disability Limitation), merupakan tindakan pengobatan yang parah,
misalnya pulp capping, pengobatan urat syaraf (perawatan saluran akar), pencabutan gigi dan
sebagainya.
b. Rehabilitasi (Rehabilitation), merupakan upaya pemulihan atau pengembalian fungsi dan
bentuk sesuai dengan aslinya, misalnya pembuatan gigi tiruan (protesa).
6. Gejala Klinis, HPA, dan Radiografi Karies
HISTOPATOLOGI
Perjalanan Histopatologi Karies Email
Ada 4 fase dalam histopatologi karies email, yaitu:
1. Zona Translusen
Ciri-ciri:
Zona translusen merupakan fase awal terjadinya karies pada karies email.
Pada zona ini telah terjadi demineralisasi pada struktur email, khususnya prisma email, yang
mengakibatkan hidroksi apatit dalam prisma email mulai hilang.
Belum terdeteksi adanya karies.
Lebih porus dari email normal. Volume porus pada zona ini 1% sedangkan email normal 0,1%.
2. Zona Gelap
Ciri-ciri:
Pada zona gelap demineralisasi terus terjadi. Meskipun demikian, pada zona ini terjadi
remineralisasi untuk mengisi bagian prisma email yang sudah kehilangan kristal hidroksi
apatitnya sehingga akan mengimbangi demineralisasi yang terjadi.
Lebih porus dari zona translusen, berkisar 2-4%. Ukuran pori bervariasi, sebagai dampak
demineralisasi (pori besar) dan remineralisasi (pori kecil).
Pada pori kecil ini terperangkapnya udara, sehingga tampak lebih gelap.
3. Zona Badan Lesi
Ciri-ciri:
Zona ini terletak diatas zona gelap.
Porus yang terbentuk semakin besar, berkisar 5% di permukaan tepi dan 25% di bagian
tengah.
Demineralisasi > Remineralisasi.
Mulai ada invasi bakteri.
Garis retzius terlihat jelas.
4. Zona Permukaan
Ciri-ciri:
Terbentuknya white spot (bercak putih) pada permukaan email.
Dinding permukaan seolah utuh, padahal sebenarnya di bagian dalam sudah terbentuk
rongga kosong. Hal ini disebabkan oleh tingkat remineralisasi pada permukaannya sangat
tinggi karena terpapar langsung oleh saliva sehingga gigi tampak masih utuh.
Meskipun dinding permukaan tampak utuh, namun sebenarnya dinding ini merupakan
struktur organik dari gigi yang mengalami remineralisasi sehingga sewaktu-waktu dapat
hancur dan terbentuklah karies.
Karies Dentin
Ada 5 zona yang terbentuk selama terjadinya karies dentin, yaitu:
1. Zona Dentin Reaktif
Zona dentin reaktif mrpkn suatu zona yang tbtk diantara dentin dan pulpa, berfungsi sbg suatu
reaksi pertahanan thdp rangsangan yang terjadi di daerah perifer. Pada zona ini, sudah mulai tbtk
sistem pertahanan nonspesifik dari pulpa yang teraktivasi u/ menghambat kerusakan sehingga
tidak berlanjut ke pulpa.
2. Zona Sklerotik
Zona sklerosis merupakan suatu pelindung yang terbentuk apabila rangsangan sudah
mencapai dentin untuk melindungi pulpa. Pada zona ini terjadi suatu proses peletakan mineral ke
dalam lumen tubulus dentin dan biasa dianggap sebagai mekanisme normal dari pembentukan
dentin peritubuler. Peletakan mineral ini membuat berkurangnya daya permeabilitas jaringan,
sehingga dapat mencegah penetrasi asam dan toksin-toksin bakteri.
Zona ini disebut juga zona translusen. Namun maksud translusen disini adalah terjadinya
peningkatan kandungan mineral pada tubulus dentin, tidak sama seperti yang terjadi pada email
dimana zona translusen disebabkan oleh adanya penurunan kadar mineral dalam email.
3. Zona Demineralisasi
Sesuai dengan namanya, pada zona ini terjadi demineralisasi sehingga mineral yang ada
pada dentin semakin berkurang. Namun, pada zona ini belum dimasuki oleh bakteri.
4. Zona Invasi Bakteri
Sudah semakin banyak mineral pada dentin yang hilang, sehingga materi organiknya pun
sudah terlarut. Bakteri sudah masuk ke dalam tubuli dentin.
5. Zona Destruksi
Zona destruksi atau zona nekrosis merupakan suatu zona dimana dentin sudah
dihancurkan oleh bakteri. Materi organik sudah semakin banyak yang hilang dan mulai terlihat
adanya kavitas pada dentin.
RADIOGRAFI KARIES
a. Pemeriksaan radiografi
Pemeriksaan radiografi yang sering dilakukan adalah radiografi bitewing karena pemeriksaan ini
memperlihatkan daerah lesi karies yang cukup jelas. Pada film radiografi, lesi karies terlihat
lebih radiolusen daripada email dan dentin.
1. Karies pada pit dan fisure
Pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan bitewing. Gambaran yang dapat dilihat hanya
menunjukkan lesi pada daerah dentin, sedangkan pada email sangat halus sehingga tidak begitu
terlihat.
2. Karies pada permukaan aproksimal
Pemeriksaan juga dilakukan dengan bitewing, gambaran yang ditunjukkan berupa daerah
segitiga gelap di email. Gambaran radiografi ini juga dapat mendeteksi demineralisasi namun
tidak dapat mendiagnosa kegiatan lesi. Karies pada permukaan akar aproksimal juga terlihat
pada radiografi bitewing.
3. Karies sekunder
Radiografi bitewing sangat penting dalam mendiagnosa karies sekunder yang biasanya terjadi
pada daerah servikal di area stagnasi plak. Oleh karena itu bahan restorasi harus bersifat
radiopak.
STEP 5
MAPPING
ETIOLOGI
MEKANISME
KARIES
DETEKSI GAMBARAN RONTGEN
GAMBARAN HPA
GAMBARAN KLINIS
GEJALA KLINIS
KLASIFIKASI PENCEGAHAN
STEP 6
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Etiologi Karies
Karies merupakan suatu penyakit pada jaringan keras gigi, yaitu enamel, dentin, dan
sementum yang disebabkan aktifitas bakteri flora mulut yang ada dalam suatu karbohidrat yang
diragikan. Demineralisasi dimulai dari permukaan gigi dan akan berlanjut ke dalam lapisan gigi
serta diikuti dengan kerusakan bahan organiknya. Hal ini akan menyebabkan terjadinya invasi
bakteri dan kerusakan pada jaringan pulpa serta penyebaran infeksi ke jaringan periapikal dan
menimbulkan rasa nyeri.
Karies terjadi bukan disebabkan karena suatu kejadian saja seperti penyakit menular
lainnya tetapi disebabkan serangkaian proses yang terjadi selama beberapa kurun waktu. Pada
tahun 1960-an oleh Keyes dan Jordan menyatakan bahwa karies merupakan suatu penyakit
multifaktorial yaitu adanya beberapa faktor yang menjadi penyebab terbentuknya karies.10 Ada
tiga faktor utama yang memegang peranan yaitu faktor host atau tuan rumah, agen atau
mikroorganisme, substrat atau diet, dan ditambah faktor waktu.
2.1.1 Host
Enamel merupakan jaringan keras gigi dengan susunan kimia kompleks yang
mengandung 97% mineral (kalsium, fosfat, karbonat, fluor), air 1% dan bahan organik 2%.
Lapisan luar enamel mengalami mineralisasi yang lebih sempurna dan mengandung banyak
fluor, fosfat, dan sedikit karbonat dan air. Kepadatan kristal enamel sangat menentukan kelarutan
enamel. Semakin banyak enamel mengandung mineral maka kristal enamel padat dan enamel
akan semakin resisten. Gigi desidui lebih mudah terserang karies dibandingkan dengan gigi
permanen, karena enamel gigi desidui mengandung lebih banyak bahan organik dan air
sedangkan jumlah mineralnya lebih sedikit daripada gigi permanen.
2.1.2 Mikroorganisme
Plak memegang peranan penting dalam menyebabkan terjadinya karies. Plak merupakan
suatu lapisan lunak yang terdiri atas kumpulan mikroorganisme yang berkembang biak di atas
suatu matriks yang terbentuk dan melekat erat pada permukaan gigi yang tidak dibersihkan.
Proses terjadinya kerusakan pada jaringan keras gigi melalui suatu reaksi kimiawi oleh bakteri,
dimulai dengan proses kerusakan bagian anorganik, kemudian berlanjut pada bagian organik.
Bakteri berperan penting pada proses terjadinya karies gigi, karena tanpa adanya bakteri maka
karies gigi tidak dapat terjadi.
Terdapat berbagai spesies bakteri yang berkoloni di dalam rongga mulut untuk
menghasilkan asam sehingga terjadi proses demineralisasi pada jaringan keras gigi. Salah satu
spesies bakteri yang dominan di dalam mulut yaitu S.mutans. Telah banyak penelitian yang
membuktikan adanya korelasi positif antara jumlah bakteri S. mutans pada plak gigi dengan
prevalensi karies gigi.
2.1.3 Substrat atau Diet
Faktor substrat atau diet dapat mempengaruhi pembentukan plak karena membantu
perkembangbiakan dan kolonisasi mikroorganisme yang ada pada permukaan enamel. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa orang yang banyak mengkonsumsi karbohidrat terutama sukrosa
cenderung mengalami kerusakan pada gigi, sebaliknya pada orang dengan diet yang banyak
mengandung lemak dan protein hanya sedikit atau sama sekali tidak mempunyai karies gigi.
2.1.4 Waktu
Secara umum, karies dianggap sebagai penyakit kronis pada manusia yang berkembang
dalam waktu beberapa bulan atau tahun. Lamanya waktu yang dibutuhkan karies untuk
berkembang menjadi suatu kavitas cukup bervariasi, diperkirakan 6-48 bulan
2.2 Klasifikasi Karies
Berdasarkan Stadium Karies (dalamnya karies)21
a. Karies Superfisialis
di mana karies baru mengenai enamel saja, sedang dentin belum terkena.
b. Karies Media
di mana karies sudah mengenai dentin, tetapi belum melebihi setengah dentin.
c. Karies Profunda
di mana karies sudah mengenai lebih dari setengah dentin dan kadang-kadang sudah
mengenai pulpa.
Berdasarkan Keparahan atau Kecepatan Berkembangnya
a. Karies Ringan
Kasusnya disebut ringan jika serangan karies hanya pada gigi yang paling rentan
seperti pit (depresi yang kecil, besarnya seujung jarung yang terdapat pada permukaan
oklusal dari gigi molar) dan fisure (suatu celah yang dalam dan memanjang pada
permukaan gigi) sedangkan kedalaman kariesnya hanya mengenai lapisan email (iritasi
pulpa).
b. Karies Sedang
Kasusnya dikatakan sedang jika serangan karies meliputi permukaan oklusal dan
aproksimal gigi posterior. Kedalaman karies sudah mengenai lapisan dentin (hiperemi
pulpa).
c. Karies Berat/Parah
Kasusnya dikatakan berat jika serangan juga meliputi gigi anterior yang biasanya
bebas karies. Kedalaman karies sudah mengenai pulpa, baik pulpa tertutup maupun pulpa
terbuka (pulpitis dan gangren pulpa). Karies pada gigi anterior dan posterior sudah
meluas ke bagian pulpa.
Menurut Parkin dalam G.V. Black bahwa klasifikasi karies gigi dapat dibagi atas 5, yaitu:
a. Kelas I adalah karies yang mengenai permukaan oklusal gigi posterior.
b. Kelas II adalah karies gigi yang sudah mengenai permukaan oklusal dan bagian aproksimal
gigi posterior.
c. Kelas III adalah karies yang mengenai bagian aproksimal gigi anterior.
d. Kelas IV adalah karies yang sudah mengenai bagian aproksimal dan meluas ke bagian insisal
gigi anterior.
e. Kelas V adalah karies yang mengenai bagian servikal gigi anterior dan posterior.
2.3 Mekanisme Karies
Karies merupakan suatu penyakit pada jaringan keras gigi, yaitu enamel, dentin, dan
sementum yang disebabkan aktifitas bakteri flora mulut yang ada dalam suatu karbohidrat yang
diragikan (Mita Suci,2011). Dibutuhkan waktu minimum tertentu bagi plak dan karbohidrat yang
menempel pada gigi untuk membentuk asam dan mampu mengakibatkan demineralisasi email.
Gejala paling dini suatu karies email yang terlihat secara makroskopik adalah apa yang dikenal
sebagai suatu ‘bercak putih’ (Edwina A.M.K, 1991).
Demineralisasi dimulai pada permukaan gigi dan akan berlanjut ke dalam lapisan gigi
serta diikuti dengan kerusakan bahan organiknya (Mita Suci, 2011). Andaikata proses karies
mencapai daerah pertautan email-dentin, karies akan menyebar ke lateral sepanjang daerah
pertautan tersebut untuk akhirnya meliputi dentin dengan kawasan yang lebih luas. Hal ini akan
mengakibatkan mengaungnya email sehat, sehingga lesi akan lebih luas. Email yang mengaung
ini cenderung rapuh dan akhirnya akan fraktur karena tekanan oklusal sehingga kavitas akan
makin besar (Edwina A.M.K, 1991). Hal ini akan menyebabkan terjadinya invasi bakteri dan
kerusakan pada jaringan pulpa serta penyebaran infeksi ke jaringan periapikal dan menimbulkan
rasa nyeri (Mita Suci, 2011).
Dentin adalah suatu jaringan vital yang tubulus dentinnya berisi perpanjangan sitoplasma
odontoblas. Sel-sel odontoblas mengelilingi ruang pulpa dan kelangsungan hidupnya bergantung
kepada penyediaan darah dan drainase limfatik jaringan pulpa. Oleh karena itu dentin harus
dianggap menyatu dengan pulpa karena kedua jaringan itu terikat sangat erat satu sama lain
(kompleks dentin-pulpa) (Edwina A.M.K, 1991). Salah satu rangsang yang membangkitkan
reaksi pertahanan kompleks dentin-pulpa adalah bakteri dan toksinnya (pada karies). Reaksi
pertahanan kompleks dentin-pulpa adalah:
1. Sklerosis tubuler di dalam dentin
2. Dentin reaksioner diantara denti dan pulpa
3. Peradangan pulpa
Apabila aktivitas destruksi bakteri pada karies lebih besar daripada reaksi pertahanan, maka
toksin maupun bakteri akan mencapai pulpa dan mengakibatkan peradangan pada pulpa
(pulpitis) (Edwina A.M.K, 1991).
Peradangan pulpa disebut pulpitis, dan seperti layaknya jaringan lain bisa merupakan
peradangan yang akut atau kronik. Macam reaksi (respons) pulpa sebagian disebabkan oleh lama
dan intensitas rangsang. Pada lesi karies dentin yang berkembang lambat, stimulus yang
mencapai pulpa adalah toksin bakteri dan sengatan termis dan osmotis dari daerah sekitarnya.
Reaksi terhadap rangsang yang ringan ini akan berupa inflamasi kronis. Akan tetapi pada saat
organisme itu akhirnya mencapai sehingga pulpa berkontak dengan karies, maka besar
kemungkinan akan terjadi inflamasi akut bersam-sama dengan inflamasi kronik (Edwina A.M.K,
1991).
Komponen seluler terlihat jelas pada peradangan kronik, dengan dijumpainya sel-sel
limfosit, sel plasma, monosit, dan makrofag. Pada radang akut lebih banyak terjadi perubahan
vaskuler termasuk dilatasi pembuluh darah yang menyebabkan peningkatan aliran darah dan
eksudat. Eksudat ini kelak akan menyebabkan terlambatnya aliran darah dan akhirnya akan
berhenti. Seringkali hasil proses tersebut adalah kematian pulpa (nekrosis pulpa) karena jaringan
ikat yang peka tersebut terkurung dalam ruang berdinding keras yang menerima aliran darahnya
hanya dari pembuluh darah yang terbatas jumlahnya dan masuknya ke ruang pulpa melalui
foramen yang sempit. Diperkirakan, naiknya tekanan dalam ruang pulpa yang menyebabkan
terjepitnya vena yang berdinding tipis yang melewati foramen apeks (Edwina A.M.K, 1991).
Akibat nekrosis pulpa adalah tersebarnya peradangan ke jaringan periapikal (periodontitis
apikalis) (Edwina A.M.K, 1991).
2.4 Deteksi Karies
Penegakan diagnose karies memerlukan pencahayaan yang baik disamping gigi bersih
dan kering. Kotoran dan karang gigi yang melekat harus dibersihkan dahulu agar diagnose tepat.
Setelah itu tiap kuadran gigi harus diisolasi dengan gulungan kapas agar pembasahan oleh saliva
dapat dicegah. Gigi harus benar benar kering, dan pengeringannya biasanya menggunakan udara
yang disemprot perlahan-lahan.
Untuk menemukan tanda awal karies diperlukan penglihatan tajam. Biasanya
pemeriksaan dilakukan dengan sonde yang tajam sampai terasa menyangkut. Sebaiknya hal ini
jangan dilakukan karena sonde tajam akan merusak lesi karies yang masih baru dan akan da
abkteri yang terbawa ke dalam lesi sehingga menyebabkan karies.
Radiograf bite wing yang baik juga sangat perlu dalam menegakkan diagnosis. Pada
teknik ini sinar diarahkan tegak lurus terhadap sumbu gigi dan menyinggung titik kontak. Film
diletakkan di sebelah lingual gigi posterior. PAsien menahan posisi tersebut dengan mengigit
pegangan fimnya.
Untuk memperoleh kepastian bisa tidaknya karies didiagnosis secara dini dan jika dapat
bagaimana melakukannya tiap daerah yang mungkin diserang karies harus dinilai sendiri-sendiri.
Daerah-daerah tersebut adalah daerah permukaan halus yang bebas, daerah pit dan fisur, dan
permukaan aproksimal.
2.5 Pencegahan
Pencegahan Karies bermacam-macam, termasuk pencegahan sebelum pathogenesis atau
pencegahan primer dan pencegahan sesudah pathogenesis atau pencegahan sekunder. Selain itu
juga ada pencegahan tersier yaitu pencegahan akhir dari pathogenesis.
Pencegahan Primer meliputi :
a.Health promotion: cara menyikat gigi, pemakaian dental floss
b. Spesific protection: aplikasi fissure sealant.
Pencegahan Sekunder meliputi, diagnosa dini dan pengobatan yang tepat misal penambalan
pada lesi karies untuk mencegah hilangnya struktur gigi yang lebih luas.
Dan pencegahan Tersier meliputi, mencegah kehilangan fungsi (rehabilitasi) misal pembuatan
gigi tiruan.
Pendekatan pencegahan karies gigi melibatkan upaya untuk mengurangi beban
mikrobiologi, mengurangi ketersediaan gula halus, meningkatkan ketahanan gigi, atau beberapa
kombinasi dari pendekatan ini. Mengurangi beban mikrobiologi merupakan fokus dari intervensi
menggunakan bilasan antimikroba dan pasta gigi dan intervensi perilaku untuk meningkatkan
kebersihan mulut dan dengan demikian menghapus bakteri plak pelapisan permukaan gigi.
Intervensi perilaku juga digunakan untuk mengurangi ketersediaan fermentasi karbohidrat
melalui perubahan komposisi diet dan frekuensi konsumsi gula rafinasi. Meningkatkan
ketahanan gigi biasanya dicapai melalui penggunaan sealant dan fluorida. Sealants diterapkan
pada permukaan oklusal gigi molar dan premolar, bakteri menolak akses ke daerah ini sering
sulit bersih. Fluorida yang digunakan baik secara topikal (pasta gigi fluoride, bilasan, gel, busa,
dan pernis) dan sistemik (air fluoride, suplemen diet fluoride) untuk pencegahan dan manajemen
(yaitu, remineralisasi) dari karies gigi. Setelah pemaparan, fluoride menjadi tersedia dalam plak,
air liur, dan lapisan luar gigi, di mana ia meningkatkan resistensi terhadap disolusi asam,
berfungsi sebagai reservoir untuk remineralisasi dari lesi karies awal, atau bertindak sebagai
inhibitor bakteri ketika dirilis melalui disolusi asam. 1,2
Semakin banyak pedoman memberikan rekomendasi tentang intervensi individu,
profesional, dan masyarakat untuk mencegah dan mengendalikan karies gigi. 3,4 Baru-baru ini,
Satuan Tugas Pelayanan Masyarakat Pencegahan telah mendukung efektivitas dan keamanan
fluoridasi air masyarakat; seperti beberapa dari pedoman yang lebih baru, pernyataan ini
didasarkan pada tinjauan sistematis bukti efektivitas dan keamanan.5
Tujuan penggunaan fluor adalah untuk melindungi gigi dari karies. Fluor bekerja dengan
cara menghambat metabolisma bakteri plak yang dapat memfermentasi karbohidrat melalui
perubahan hidroksil apatit pada enamel menjadi fluor apatit. 2
Reaksi kimia: Ca10(PO4)6.(OH)2 + F –> Ca10(PO4)6. (OHF) menghasilkan enamel
yang lebih tahan terhadap asam sehingga dapat menghambat proses demineralisasi dan
meningkatkan remineralisasi yang merangsang perbaikan dan penghentian lesi karies.2
Fluor telah digunakan secara luas untuk mencegah karies. Penggunaan fluor dapat
dilakukan dengan fluoridasi air minum, pasta gigi dan obat kumur mengandung fluor, pemberian
tablet fluor, topikal varnish. 6
Fluoridasi air minum merupakan cara yang paling efektif untuk menurunkan masalah
karies pada masyarakat secara umum. Konsentrasi optimum fluorida yang dianjurkan dalam air
minum adalah 0,7–1,2 ppm.7 Menurut penelitian Murray and Rugg-gun cit. Linanof bahwa
fluoridasi air minum dapat menurunkan karies 40–50% pada gigi susu.8 Bila air minum
masyarakat tidak mengandung jumlah fluor yang optimal, maka dapat dilakukan pemberian
tablet fluor pada anak terutama yang mempunyai risiko karies tinggi.9,10
Pemberian tablet fluor disarankan pada anak yang berisiko karies tinggi dengan air
minum yang tidak mempunyai konsentrasi fluor yang optimal (2,2 mg NaF, yang akan
menghasilkan fluor sebesar 1 mg per hari).9 Jumlah fluor yang dianjurkan untuk anak di bawah
umur 6 bulan–3 tahun adalah 0,25 mg, 3–6 tahun sebanyak 0,5 mg dan untuk anak umur 6 tahun
ke atas diberikan dosis 0,5–1 mg.11
Penyikatan gigi dua kali sehari dengan menggunakan pasta gigi yang mengandung fluor
terbukti dapat menurunkan karies. Obat kumur yang mengandung fluor dapat menurunkan karies
sebanyak 20–50%. Seminggu sekali berkumur dengan 0,2% NaF dan setiap hari berkumur
dengan 0,05% NaF dipertimbangkan menjadi ukuran kesehatan masyarakat yang ideal.
Penggunaan obat kumur disarankan untuk anak yang berisiko karies tinggi atau selama terjadi
kenaikan karies. Obat kumur ini tidak disarankan untuk anak berumur di bawah 6 tahun.9
Pemberian varnis fluor dianjurkan bila penggunaan pasta gigi mengandung fluor, tablet
fluor dan obat kumur tidak cukup untuk mencegah atau menghambat perkembangan karies.
Pemberian varnis fluor diberikan setiap empat atau enam bulan sekali pada anak yang
mempunyai risiko karies tinggi. Salah satu varnis fluor adalah Duraphat (colgate oral care)
merupakan larutan alkohol varnis alami yang berisi 50 mg NaF/ml (2,5%–kira-kira 25.000 ppm
fluor). Varnis dilakukan pada anak umur 6 tahun ke atas karena anak di bawah umur 6 tahun
belum dapat meludah dengan baik sehingga dikhawatirkan varnis dapat tertelan dan dapat
menyebabkan fluorosis enamel. Sediaan fluor lainnya adalah dalam bentuk gel dan larutan
seperti larutan 2.2% NaF, SnF2 , gel APF.9
STEP 7
A. Etiologi Karies
1. Pengalaman karies
Penelitian epidemiologis telah membuktikan adanya hubungan antara pengalaman
karies dengan perkembangan karies di masa mendatang. Sensitivitas parameter ini hampir
mencapai 60%. Prevalensi karies pada gigi desidui dapat memprediksi karies pada gigi
permanennya.
2. Penggunaan fluor
Berbagai macam konsep tentang mekanisme kerja fluor yang berkaitan dengan
pengaruhnya pada gigi sebelum dan sesudah gigi erupsi. Pemberian fluor yang teratur
baik secara sistemik maupun lokal merupakan hal yang penting diperhatikan dalam
mengurangi terjadinya karies oleh karena dapat meningkatkan remineralisasi. Namun
demikian, jumlah kandungan fluor dalam air minum dan makanan harus diperhitungkan pada
waktu memperkirakan kebutuhan tambahan fluor, karena pemasukan fluor yang berlebihan
dapat menyebabkan fluorosis. Pada tahun 1938, Dr. Trendly Dean melaporkan bahwa ada
hubungan timbal balik antara konsentrasi fluor dalam air minum dengan prevalensi karies.
Penelitian epidemiologis Dean ditandai dengan perlindungan terhadap karies secara optimum
dan terjadinya mottled enamel yang minimal apabila konsentrasi fluor kurang dari 1 ppm.
3. Oral higiene
Sebagaimana diketahui bahwa salah satu komponen dalam pembentukan karies adalah
plak. Insiden karies dapat dikurangi dengan melakukan penyingkiran plak secara mekanis
dari permukaan gigi, namun banyak pasien tidak melakukannya secara efektif. Peningkatan
oral higiene dapat dilakukan dengan menggunakan alat pembersih interdental yang
dikombinasi dengan pemeriksaan gigi secara teratur. Pemeriksaan gigi rutin ini dapat
membantu mendeteksi dan memonitor masalah gigi yang berpotensi menjadi karies.
4. Jumlah bakteri
Segera setelah lahir akan terbentuk ekosistem oral yang terdiri atas berbagai jenis
bakteri. Kolonisasi bakteri di dalam mulut disebabkan transmisi antar manusia, yang paling
banyak dari ibu atau ayah. Bayi yang memiliki jumlah S. mutans yang banyak, maka usia 2-3
tahun akan mempunyai risiko karies yang lebih tinggi pada gigi susunya. Walaupun
laktobasilus bukan merupakan penyebab utama karies, tetapi bakteri ini ditemukan
meningkat pada orang yang mengonsumsi karbohidrat dalam jumlah banyak.
5. Saliva
Selain mempunyai efek bufer, saliva juga berguna untuk membersihkan sisa-sisa
makanan di dalam mulut. Aliran saliva pada anak-anak meningkat sampai anak tersebut
berusia 10 tahun, namun setelah dewasa hanya terjadi peningkatan sedikit. Tidak hanya
umur, beberapa faktor lain juga dapat menyebabkan berkurangnya aliran saliva. Pada
individu yang berkurang fungsi salivanya, maka aktivitas karies akan meningkat secara
signifikan.
6. Pola makan
Pengaruh pola makan dalam proses karies biasanya lebih bersifat lokal daripada
sistemik, terutama dalam hal frekuensi mengonsumsi makanan. Setiap kali seseorang
mengonsumsi makanan dan minuman yang mengandung karbohidrat, maka beberapa bakteri
penyebab karies di rongga mulut akan mulai memproduksi asam sehingga terjadi
demineralisasi yang berlangsung selama 20-30 menit setelah makan. Di antara periode
makan, saliva akan bekerja menetraliser asam dan membantu proses remineralisasi. Namun,
apabila makanan dan minuman berkarbonat terlalu sering dikonsumsi, maka enamel gigi
tidak akan mempunyai kesempatan untuk melakukan remineralisasi dengan sempurna
sehingga terjadi karies.
Faktor-faktor tersebut di atas akan menentukan risiko karies pada masing-masing
individu. Ada juga yang disebut faktor risiko demografi seperti umur, jenis kelamin, sosial
ekonomi dan lain-lain. Beberapa ahli menggunakan istilah factor predisposisi atau faktor
modifikasi untuk menjelaskan faktor risiko demografi.
7. Umur
Penelitian epidemiologis menunjukkan terjadi peningkatan prevalensi karies sejalan
dengan bertambahnya umur. Gigi yang paling akhir erupsi lebih rentan terhadap karies.
Kerentanan ini meningkat karena sulitnya membersihkan gigi yang sedang erupsi sampai gigi
tersebut mencapai dataran oklusal dan beroklusi dengan gigi antagonisnya. Anak-anak
mempunyai resiko karies yang paling tinggi ketika gigi mereka baru erupsi sedangkan
orangtua lebih berisiko terhadap terjadinya karies akar.
8. Jenis kelamin
Selama masa kanak-kanak dan remaja, wanita menunjukkan nilai DMF yang lebih
tinggi daripada pria. Walaupun demikian, umumnya oral higiene wanita lebih baik sehingga
komponen gigi yang hilang (M missing) yang lebih sedikit daripada pria. Sebaliknya, pria
mempunyai komponen F (filling) yang lebih banyak dalam indeks DMF.
9. Sosial ekonomi
Karies dijumpai lebih rendah pada kelompok sosial ekonomi rendah dan sebaliknya.
Hal ini dikaitkan dengan lebih besarnya minat hidup sehat pada kelompok sosial ekonomi
tinggi. Ada dua faktor sosial ekonomi yaitu pekerjaan dan pendidikan. Menurut Tirthankar
(2002), pendidikan adalah faktor kedua terbesar dari faktor social ekonomi yang
mempengaruhi status kesehatan. Seseorang yang mempunyai tingkat pendidikan tinggi akan
memiliki pengetahuan dan sikap yang baik tentang kesehatan sehingga akan mempengaruhi
perilakunya untuk hidup sehat. Dalam penelitiannya, Paulander, Axelsson dan Lindhe (2003)
melaporkan jumlah gigi yang tinggal di rongga mulut di usia 35 tahun sebesar 26.6% pada
pendidikan tinggi sedangkan pada pendidikan rendah sebesar 25.8%. Hasil penelitian
Sondang dan Tetti (2004) pada sekelompok ibu-ibu rumah tangga berusia 20-45 tahun
membuktikan bahwa kelompok pendidikan tinggi mempunyai skor DMFT lebih rendah
daripada kelompok pendidikan rendah. Selain itu, skor filling lebih banyak dijumpai pada
kelompok pendidikan tinggi sedangkan skor decayed dan missing lebih banyak pada
kelompok pendidikan rendah.
B. Klasifikasi Karies
1. Menurut G.J.Mount karies diklasifikasikan berdasarkan lesi yang terjadi pada permukaan
gigi beserta ukuran kavitasnya, yang terdiri atas 3 site yaitu:
a. Site 1 : Karies pada pit dan fisure di permukaan oklusal gigi anterior maupun
posterior
b. Site 2 : Karies pada permukaan aproksimal gigi anterior maupun posterior
c. Site 3 : Karies pada 1/3 mahkota dari akar (servikal) sejajar dengan gingiva.
2. Klasifikasi karies berdasarkan kedalamannya
menurut ICDAS, Karies terbagi atas 6:
a. D1: White spot yang terlihat pada saat gigi dikeringkan.
b. D2: White spot yang terlihat tanpa gigi dikeringkan.
c. D3: terdapat lesi minimal pada permukaan karies gigi
d. D4: Lesi email lebih dalam. Tampak bayangan gelap dentin atau lesi sudah mencapai
bagian dentino enamel junction
e. D5: Lesi telah mencapai dentin
f. D6: Lesi telah mencapai pulpa
3. Berdasarkan Lokasi :
a. Karies pada permukaan licin/rata.
Merupakan jenis karies yang terjadi pada permukaan yang licin dan paling bisa dicegah dengan
menggosok gigi, proses terjadinya paling lambat.Karies dimulai sebagai bintik putih buram
(white spot) yang terjadi karena telah terjadi pelarutan email oleh asam sebagai hasil
metabolisme bakteri.
b. Karies pada pit dan fissure.
Terbentuk pada gigi belakang, yaitu pada permukaan gigi untuk mengunyah dan pada bagian
gigi yang berhadapan dengan pipi. Daerah ini sulit dibersihkan karena lekukannya lebih sempit
dan tidak terjangkau oleh sikat gigi.
b. Karies pada akar gigi.
Berawal sebagai jaringan yang menyerupai tulang, yang membungkus permukaan akar
(sementum). Pembusukan ini sering terjadi karena penderita mengalami kesulitan dalam
membersihkan daerah akar gigi. Pembusukan akar merupakan jenis pembusukan yang paling
sulit dicegah.
Setelah menembus ke dalam lapisan kedua (dentin, lebih lunak), pembusukan akan menyebar
lebih cepat dan masuk ke dalam pulpa (lapisan gigi paling dalam yang mengandung saraf dan
pembuluh darah).
C. Deteksi Karies
Beberapa cara yang dipakai :
a. Dengan semprotan udara :
• Beberapa peneliti gigi telah memperingatkan agar tidak menggunakan karies
untuk menemukan karies
• Pada kasus dimana sebuah daerah kecil pada gigi telah mulai untuk
demineralisasi namun belum membentuk lubang, tekanan engan eksplorer
dapat merusak dan membuat lubang
• Teknik yang umum digunakan untuk mendiagnosis karies awal yang belum
berlubang adalah dengan tiupan udara
• Transluminasi serat optik direkomendasikan untuk mendiagnosa karies kecil
b. Dengan eksplorer
• Karies yang besar dapat langsung diamati
dengan mata telanjang. Karies yang tidak
ekstensif dibantu dengan menemukan daerah
lunak pada gigi dengan eksplorer.
c. Dengan rontgen foto
• Untuk membantu menegakkan diagnosa karies interproksimal yang sulit
dilihat dengan mata telanjang maupun dengan eksplorer.
d. Dengan fluorescense
• Intstrument diagnostic ini bekerja pada dasar fluorescense yang berbeda di antara substansi
gigi sehat dan sakit
• Alat ini dpaat mendeteksi bahakan lesi-lesi terkecil tanpa mengekspos radiasi terhadapa
pasien
• Tidak ada probing ata scraping, sehingga tidak merusak kesehatan substansi gigi
• Bentukan tongkat yang terdiri dari laser linght emitting diode dan probe yang dilewatkan
pada region tertentu
• Alat ini menstimulasi substansi modifikasi gigi, menyebabkan fluorescense. Secara langsung
mengeluarkan fluorescense kembali terhadap analisis fotoselm yang kemudian menunjukkan
secara visual dan memancarkan suara
e. Spectra
• Adalah instrumen yang tidak menginvasi seperti
instrumen lain yang mendeteksi secara visual seperti
sonde.
• Mengidentifikasi bakteri kariogenik dg prinsip
fluorescense, sinar biru LED energi tinggi masuk ke
dalam permukaan gigi
• Bila terdapat bakteri maka akan bersinar merah. Jika
sehat akan bersinar biru
D. Pencegahan Karies
Tahapan pencegahan penyakit :
• Periode Pre Patogenesis : pada keadaan ini perubahan patologis belum dijumpai.
• Periode Patogenesis : pada tahap ini reaksi yang menimbulkan penyakit sudah terjadi.
Upaya pencegahan dapat dibagi dalam tiga tahap :
Pertama : Pencegahan primer/utama berusaha untuk mencegah agar penyakit sama
sekali tidak terjadi dengan cara pemeliharaan oral higiene / kebersihan mulut / plak
kontrol.
Kedua : pencegahan sekunder tindakan yang dilakukan untuk mencegah melanjutnya
penyakit. Tindakan yang dilakukan adalah menegakkan diagnosa yang dini serta
melakukan perawatan yang tepat terhadap penyakit yang telah terjadi.
Misalnya : pembatasan cacat / penyakit yang terjadi dengan melakukan restorasi
pada gigi karies.
Ketiga : Pencegahan tertier tindakan yang dilakukan jika penyakit sudah berlanjut dan
sudah menimbulkan cacat.
Misalnya : pada keadaan terjadinya abses periodontal, sehingga terpaksa dilakukan
pencabutan dini pada gigi penyebab maka harus dibuatkan space maintainer untuk
mencegah terjadinya maloklusi. Contoh lainnya : pencegahan terhadap timbulnya
karies rekuren disekeliling restorasi, agar restorasi tidak cepat rusak.
1. Upaya Pencegahan Umum
1.1 Pencegahan Umum terhadap substrat
1.1.1 Nasihat diet
Bahaya konsumsi gula terutama sukrose (penelitian Vipeholm-Swedia akhir
tahun empat puluhan) jika konsumsi diantara waktu makan, frekwensi karies akan
lebih tinggi dibandingkan dengan konsumsi gula yang hanya terbatas pada
saat makan saja. Ternyata juga bahwa jenis gula yang dimakan pada waktu makan
tersebut tidak begitu membuat perbedaan dalam insidens karies.
1.1.2 Pengganti gula
Pengganti gula dan biskuit serta keripik sebagai cemilan diantara waktu
makan dengan buah-buahan segar merupakan langkah awal positif untuk
menghilangkan kebiasaan ngemil diantara waktu makan.
Minuman buah-buahan yang tidak ditambahi gula tetap mengandung gula
alamiah. Seringnya mengkonsumsi minuman buah-buahan ini dapat menyebabkan
karies, maka satu-satunya cara paling efektif untuk mencegah karies adalah
menghindari cemilan dan minuman buah-buahan diantara waktu makan.
Alternatif lain bagi pasien yang terus melanjutkan kebiasaan mengkonsumsi
makanan yang salah dan pada waktu yang salah adalah menggantikan
sukrose dengan bahan pemanis lain kurang kariogenik (tidak seenak gula).
Sakharin :
Merupakan bahan pemanis tidak kariogenik
rasanya tidak seenak gula
Pasien menggunakan bahan ini bukan untuk menghinda ri karies
melainkan menghindari kegemukan.
Ternyata sakharin tidak benar-benar bebas gula sehingga pasien yang
mempunyai kecepatan karies tinggi bukan merupakan suatu tindakan
penyelesaian / pencegahan yang tepat.
Aspartame :
suatu pemanis yang lebih baru terdapat pada minuman berkalori rendah
rasa tidak sepahit sakharin
ternyata juga tidak benar-benar bebas gula dan digunakan untuk anti
kegemukan
Xylitol :
untuk penderita DM (diteliti di Finlandia)
dapat dikunyah dan tidak kariogenik
Kendala utama harga terlalu mahal & sukar diperoleh
1.2 Pencegahan Umum Terhadap Plak.
1.2.1 Oral higiene
Kebersihan mulut yang kurang merupakan faktor resiko yang dominan
dalam menyebabkan terjadinya karies dan penyakit jaringan periodonsium.
Penghilangan plak membantu mencegah timbulnya karies dimana
kebanyakan pasien justru mengabaikannya. Plak akan mudah terlihat dengan
pewarnaan larutan penjelas (disclosing solution).
Makin luas permukaan plaknya makin besar potensi timbulnya karies dan
terjadinya gingivitis. Pemeliharaan kebersihan mulut pada anak-anak dapat
dilakukan oleh dokter gigi atau tenaga kesehatan gigi dengan melakukan oral
profilaksis di klinik dan diri sendiri yaitu melakukan penyikatan gigi di rumah,
pemakaian dental floss atau benang pembersih untuk daerah-daerah
interproksimal.
Plak : terbentuk dari bahan-bahan campuran air ludah seperti mucin,
sisa-sisa sel jaringan mulut, leukosit, limposit dengan sisa-sisa makanan
serta bakteri. Plak merupakan awal terjadinya kerusakan gigi.
Disclosing bentuk tablet dapat diperoleh ditoko-toko kimia. Pengukuran plak
indeks Vermillion & Green :
Tidak ada = 0
Plak menutupi < 1/3 permukaan gigi = 1
Plak menutupi < 2/3 permukaan gigi = 2
Plak menutupi > 2/3 permukaan gigi = 3
Makin luas permukaan plaknya, makin besar potensi timbulnya karies dan
terjadinya gingivitis.
1.2.2 Obat Kumur
Plak juga dapat dikendalikan dengan cara kimia misalnya dengan antiseptik
seperti khlorheksidin. Pada beberapa penelitian terungkap bahwa berkumur
khlorheksidin dua kali sehari sangat efektif dalam mengurangi plak gigi. Bahan
ini mempunyai aktivitas anti bakteri berspektrum luas terutama terhadap
streptococcus mutans.
Khlorheksidin berikatan dengan protein saliva sehingga sekitar 30% obat
kumur ini akan tetap terikat dalam mulut sehingga memperpanjang
keefektifannya.
Selama metode berkumur dilakukan plak akan terkendali dan jika metode
ini dihentikan maka plak akan terbentuk kembali. Penggunaan obat kumur
yang mengandung khlorheksidin sebagai cara pencegahan karies tampaknya
belum akan digunakan secara luas oleh karena obat kumur ini terasa agak
pahit.
1.2.3 Vaksinasi
Imunisasi terhadap mikroorganisme dalam pencegahan karies pernah
dilakukan pada binatang percobaan dan ada beberapa yang berhasil.
Berhubung karies gigi jarang menyebabkan suatu penyakit yang serius,
maka kemungkinan orang tua dengan alasan tersebut diatas akan menolak
walaupun terbukti bahwa vaksinasi tersebut dapat berhasil.
1.3 Pencegahan Umum Terhadap Gigi
1.3.1 Fluor sistemik : - Fluoridasi air minum
- Tablet fuor / tetes fluor
1.3.2 Fluor lokal : - Pasta gigi fluor
- Obat kumur fluor
2. Upaya Pencegahan Khusus
2.1 Pencegahan khusus terhadap substrat.
2.1.1 Konsultasi Diet
Pasien datang dimana gigi baru saja terkena karies, maka sebelum dilakukan
restorasi, selidiki lebih dahulu apakah dietnya mengandung kariogenik atau tidak.
Lakukan pencatatan pada suatu lembaran diet yang telah disediakan, lalu ditulis
segala apa yang dimakan dan apa yang diminumnya terutama yang dilakukan
diantara waktu makan selama beberapa hari.
Pada kunjungan berikutnya, lembaran diet yang telah diisi dibahas bersama pasien, lalu
pasien diberi nasihat dengan menerangkan bagaimana cara memperbaiki diet
tersebut. Lembaran diet sebaiknya dievaluasi setiap beberapa minggu untuk melihat
apakah nasihat diet yang diberikan dipatuhi. Jika belum dipatuhi berarti lingkungan
oral belum baik bagi suatu restorasi gigi. Biasanya dilaksanakan bersama–sama
dengan petunjuk pelaksanaan oral higiene.
2.2 Pencegahan khusus terhadap plak
2.2.1 Program Pengendalian Plak
Plak harus diperlihatkan pada pasien dengan menggunakan larutan penjelas dan
pasien diberi penjelasan bagaimana cara menghilangkannya yaitu dengan memakai
sikat gigi atau benang gigi / benang pembersih. Pada kunjungan berikutnya plak dinilai
lagi dan apabila masih terdapat daerah yang masih belum bersih, perlihatkan pada
pasien dan nasihat mungkin perlu harus diberikan lagi.
Catatan : Bercak putih email dipermukaan bukal & lingual dapat dikendalikan
dengan pembuangan plak secara teratur. Cara ini lebih disukai dari pada dilakukan
perawatan operatif.
2.3 Pencegahan khusus terhadap gigi
2.3.1 Aplikasi fluor (Fluor lokal)
Tindakan pengolesan langsung fluor yang pekat larutan sodium fluoride 2% pada
email. Karena flour beraksi langsung dengan enamel dan dentine, memberikan beberapa
efek :
Membentuk fluoropatite Ca10(PO4)6F2
Menghambat demineralisasi
Menyebabkan remineralisasi
Menimbulkan efek antibakteri (menghambat metabolisme bakteri
Menimbulkan efek antienzim (menghambat enzim pembentuk asam)
Menghambat penyerapan protein saliva pd permukaan email à memperlambat
pembentukan pelikel dan plak
E. Gejala Klinis, HPA, Rontgen
GEJALA KARIES
Dalam mendiagnosis tingkat patogenesis dari karies dapat dibagi menjadi 4 kategori,
yakni pulpitis reversibel, pulpitis ireversibel dan nekrosis pulpa,baik partial maupun total.
Melandasi diagnosa tersebut yang perlu dipahami adalah munculnya gejala dan tanda pada
pasien. Dengan memahami gejala serta tanda-tanda operator akan mampu menegakkan diagnosa
sementara. Pada selanjutnya pemeriksaan klinis, radiografi dan gambaran histologinya akan
menunjang dan memperkuat dalam mendiagnosa lebih lanjut. Berikut akan dijelaskan gejala
yang timbul dalam 4 kategori diagnosa :
a. Pulpitis reversibel
Dikatakan pulpitis reversibel dikarenakan pada kasus karies ini gigi mampu
mengembalikan struktur darinya seperti semula. Biasanya pada pulpitis reversibel ini
tingkat patogenesis dari karies masih mencapai email dan dentine. Biasanya gejala
yang timbul adalah ngilu terhadap rangsangan panas dan dingin dengan kata lain
positif pada test termal jika karies media. Juga bahkan tidak menimbulkan gejala bila
karies superfisial. Pada pulpitis reversibel ini ngilu yang ditimbulkan bukanlah ngilu
spotan dengan kata lain rasa ngilu yang timbul akan hilang begitu rangsang tersebut
dihilangkan dari lesi tersebut.
b. Pulpitis ireversibel
Pada pulpitis irreversibel ini struktur gigi yang terkena karies tidak lagi mampu
mengembalikan bentuk anatomi secara utuh kembali kecuali dengan melakukan
tumpatan atau restorasi pada struktur yang hilang tersebut. Pada pulpitis irreversibel
ini gejala yang timbul adalah adanya ngilu spontan bila diberikan rangsangan. Ngilu
yang dimaksud adalah adanya ngilu yang hebat dan terjadi secara tiba-tiba bahkan
menjalar sampai telinga,mata, dan kepala ketika rangsang diberikan bahkan rasa ngilu
tersebut masih tertinggal meskipun rangsang telah ditiadakan. Pada pulpitis
irreversibel rangsangan termis lebih peka terhadap suhu dingin dibanding suhu panas.
Apabila jaringan periodontal telah terkena biasanya juga diikuti respon sakit (+) pda
test perkusi.
c. Nekrosis pulpa
Nekrosis pulpa adalah kematian pulpa yang dapat diakibatkan oleh pulpitis
irreversibel yang tidak dirawat atau terjadi trauma yang dapat mengganggu suplai
darah ke pulpa. Jaringan pulpa tertutup oleh email dan dentin yang kaku sehingga
tidak memiliki sirkulasi darah kolateral. Bila terjadi peningkatan jaringan dalam
ruang pulpa menyebabkan kolapsnya pembuluh darah sehingga akhirnya terjadi
nekrosis likuifaksi. Jika eksudat yang dihasilkan selama pulpitis irreversibel
didrainase melalui kavitas karies atau daerah pulpa yang terbuka, proses nekrosis
akan tertunda dan jaringan pulpa di daerah akar tetap vital dalam jangka waktu yang
lama. Jika terjadi hal sebaliknya, mengakibatkan proses nekrosis pulpa yang cepat
dan total.Nekrosis pulpa dapat berupa nekrosis sebagian (nekrosis parsial) dan
nekrosis total. Nekrosis parsial menunjukkan gejala seperti pulpitis irreversibel
dengan nyeri spontan sedangkan nekrosis total tidak menunjukkan gejala dan tidak
ada respon terhadap tes termal dan tes listrik. Gejala umum nekrosis pulpa :
1. Simptomnya sering kali hampir sama dengan pulpitis irreversible
2. Nyeri spontan atau tidak ada keluhan nyeri tapi pernah nyeri spontan.
3. Sangat sedikit/ tidak ada perubahan radiografik
4. Mungkin memiliki perubahan-perubahan radiografik defenitif seperti pelebaran
jaringan periodontal yang sangat nyata adalah kehilangan lamina dura
5. Perubahan-perubahan radiografik mungkin jelas terlihat
6. Lesi radiolusen yang berukuran kecil hingga besar disekitar apeks dari salah satu
atau beberapa gigi, tergantung pada kelompok gigi.
HISTOLOGI PATOLOGI ANATMONI (HPA)
Jika ditinjau berdasarkan gambaran histologi dari karies atau yang kita kenal sebagai
Histologi Patologi Anatomi(HPA) karies dibagi dalam 3 regio besar: yakni lesi karies sebelum
membentuk kavitas pada enamel, lesi karies sesudah membentuk kavitas pada enamel, dan lesi
karies yang telah mengenai pulpa. Untuk penjelasan pada masing-masing subbab akan dijelaskan
selanjutnya sebagai berikut:
1. Lesi Karies sebelum Kavitas Email
Dalam perkembangan karies tahap ini. Patogenesis dari karies masih mencapai tingkat
enamel, dengan kata lain dentine belum terpapar oleh karies. Berdasarkan HPA-nya
perkembangan karies tahap ini mampu diidentifikasi dengan timbulnya zona-zona yang timbul
pada patogenesis karies di enamel, dimana zona-zona yang mampu diidentifikasi adalah sebagai
berikut:
a. Zona translusen
Penegakkan diagnosisi zona ini adalah dilihat dari adanya perbedaan/transluensi
warna daerah yang terkena karies dengan enamel normal disekitarnya. Seperti pada
kabar dibawah, zona translusen (ZT) tampak putih dan terletak dibelakang zona gelap
(DZ)yang mengelilingi bada lesi(dijelaskan selanjutnya). Perbedaan warna yang
terjadi akibat adanya porositas pada daerah ini, sehingga kepadatan yang berkurang
pada enamel yang terpapar karies akan menimbulkan warna yang berbeda pula. Pada
zona ini porositas mencapai 1%, yang mana dalam keadaan normal porositas yng
terjadi pada enamel hanya 0,1%.
b. Zona Gelap
Seperti yang telah disinggung sebelumnya, bahwa letak daripada zona gelap/dark
zone (DZ) ini adalah berada didepan dari Zona transluse yang juga mengelilingi
badan lesi. Dikatakan sebagai zona gelap, dikarenakan tampilan warna secara
mikroskopiknya tapak gelap dibanding zona yang lain. Gelap yang terjadi diakibatkan
produk gas sisa metabolisme bakteri yang ada pada zona gelap. Pada zona ini tingkat
demineralisasi oleh bakteri lebih tinggi daripada zona translusen yaitu pororsitas
mencapai 2-4%.
c. Zona Badan Lesi.
Zona ini paling mudah diidentifikasi pada gambaran histologi, dikarenakan zona ini
adalah zona terbesar dan tampak gelap. Zona ini adalah zona patogenesis karies
dalam arti pada zona ini sudah terdapat invasi bakteri karies beserta jaringan sisa
nekrotik yang dihancurkan olehnya. Secara otomatis tingkat porositas akan lebih
tinggi yaitu 5% atau bahkan telah nekrosis.
d. Zona permukaan
Zona ini terletak paling luar dari lesi karies yang mampu teridentifikasi. Zona ini
bahkan kadangkala tampak untuh dikarenakan hanya pada zona inilah daerah yang
masih terkena flow dari saliva, akibatnya tingkat remineralisasi dari zona ini sangat
tinggi, sehingga enamel tampak masih utuh meskipun tidak serigid enamel yang
sehat. Pada gambar di bawah ditunjuk dengan simbol surface zone (SZ).
2. Lesi Karies sesudah Kavitas Karies.
Pada regio ini patogenesis dari karies telah mencapai dentine. Dengan kata lain enamel telah
membetuk kavitas. Pada subbab ini juga ditemukan 5 zona dalam mengidentifikasi patogenesis
dari karies, yang akan dijelaskan sebagai berikut:
a. Zona reaksioner/reparative
Zona ini ditemukan pada daerah perbatasan dentine dan pulpa. Pembentukkan zona
ini pada dasarnya suatu respon pertahan gigi terhadap adanya karies yaitu dengan
membentuk dentine reaksioner di bawah lapisan dentine yang pada tingkat atasnya
terpapar karies. Dentine reaksioner ini dibentuk untuk mengaktivasi respon
keradangan dari pulpa dalam menghambat pertumbuhan lebih lanjut dari karies
menuju kamar pulpa. Zona ini biasanya sudah terbentuk begitu karies ini mencapai
dentino enamel junction. Bahkan kadang kala zona ini tidak mampu terbentuk
dikarenakan patogenesis dari karies dengan tingkat virulensi bakteri yang tinggi dan
bergerak cepat.
b. Zona sklerotik
Zona sklerotik ini serupa dengan zona transluensi pada dentine. Dikatakan demikan
dikarenakan zona ini ada akibat adanya penumpukan mineral pada lumen tubuli
dentine yang terkena karies. Mineral ini gunanya untuk memblok hubungan daerah
yang terkena karies diatasnya dengan daerah normal dibawahnya, termasuk produk
bakterinya berupa asam dan toksin. Zona ini juga merupakan respon pertahanan dari
gigi terhadap patogenesis karies. Akibat blokade yang dilakukan untuk mencegah
permeabilitas produk karies, odontoblas dalam tubuli ini juga akan mati, sehingga
disebut dengan dead tract . adanya produk gas, asam , dan toksin dari sisa
metabolisme bakteri yang memenuhi lumen ini menyebabkan bentukan warna hitam
secara mikroskopik. Bila dilihat secara longitudinal tampak adanya garis hitam.
Apabila penyebaran karies bergerak tegak lurus terhadap tubuli dentine akan
membentuk transversal cleft atau celah transversal.
c. Zona Demineralisasi.
Zona ini pada dasarnya masih dalam satu bagian dengan zona sklerotik tempatnya
berada pada lapisan dalam dari zona sklerotik, dan sangat tipis akibatnya sangat sulit
diidentifikasi dengan kasat mata. Pada zona ini sudah terjadi proses demineralisasi
Dead tract
Liquifaction foct
Demineralisasi zone
Dentine reaksioner
seperti namanya akibat produk asam dan toksin bakteri yang bergerak lebih dahulu
dibanding dengan bakterinya, itulah mengapa zona ini terletak lebih dalam dibanding
zona invasi bakteri. Pada zona ini yang telah larut hanya mineral dari dentine
bukanlah matriks organiknya.
d. Zona Invasi Bakteri
Zona ini berada lebih ke permukaan dibanding zona demineralisasi dan lebih dalam
dibanding zona destruktif dan merupakan zona yang telah ditemukannya bakteri
dimana matriks organik mula larut akibat aktivitas bakteri tersebut.
e. Zona Destruksi/Nekrosis
Ini merupakan zona terparah dari patogenesis karies dentine. Dikarenakan matriks
organik dari dentine telah larut sehingga menyebabkan nekrosis jaringan. Sisa-sisa
jaringan nekrosis yang bercampur dengan bakteri disebut dengan liquifaction foct.
Dimana tampak hitam dengan regio terbesar dibanding zona-zona karies dentine yang
lainnya.
Gambar 2 : Celah Transversal
Gambar 1: karies dentine
3. Karies Pulpa
Pada gambaran secara histologi dari karies yang mencapa pulpa. Ditandani dengan
banyaknya vasodilatasi dari pembuluh darah pulpa sebagai suatu bentuk respon radang adanya
produk atau bakteri itu sendiri yang mencapai kamar pulpa. Biasanya juga diikuti dengan
emigration faktor pertahanan tubuh, seperti leukosit beserta cairan pembuluh darah yang
merembes keluar berupa eksudat.
RADIOGRAFI KARIES
Radiografi berguna dalam mendeteksi karies
karena sifat dari proses penyakit.
Demineralisasi dan kerusakan struktur keras
gigi mengakibatkan hilangnya kepadatan gigi
di daerah lesi. Kepadatan menurun
memungkinkan penetrasi sinar-x di daerah
karies, dan sebagai hasilnya, lesi karies
muncul sebagai radiolusensi pada radiograf
gigi (lihat panah merah). Struktur radiolusen
memungkinkan bagian dari sinar x-ray dan
tampak gelap atau hitam pada radiograf gigi.
Gambar 3 : pulpitis ; ditunjuk adalah dilatasi pembuluh darah
Tingkat radiolusensi terlihat pada radiograf gigi ditentukan oleh luas dan keparahan dari
kehancuran dilihat sebagai hasil dari proses karies. Perubahan awal yang berhubungan dengan
demineralisasi tidak mempengaruhi kepadatan gigi, dan akibatnya, suatu peningkatan penetrasi
dari x-ray beam tidak terlihat.
Gigitan sayap (bitewing) radiograf, rontgen
yang menunjukkan mahkota dari kedua gigi
atas dan bawah pada film yang sama, adalah
radiograf pilihan untuk evaluasi karies gigi.
Sebuah radiograf periapikal memanfaatkan
teknik paralelisasi juga dapat digunakan untuk
mendeteksi karies interproksimal. Radiograf
bitewing dianggap sebagai diagnostik untuk
evaluasi karies gigi, dalam melakukan
radiograf bitewing kriteria berikut harus
dipenuhi:
Exposure dan pengolahan: Film eksposur yang tepat dan teknik pengolahan harus
digunakan.
Kontak Buka: daerah interproksimal harus menunjukkan kontak terbuka, garis
radiolusen tipis harus dilihat antara kontak gigi yang berdekatan (lihat panah merah pada
film di atas).
Bidang oklusal: Pesawat oklusal harus diposisikan horizontal sepanjang garis tengah
sumbu panjang film.
Penempatan premolar: The premolar gigitan-sayap harus menunjukkan area kontak
distal dari kedua rahang atas dan gigi taring rahang bawah.
Penempatan Molar: Gigitan sayap-molar harus berpusat atas molar kedua.
Kesalahan: Gigitan sayap harus bebas dari kesalahan teknik (misalnya, kerucut
pemotongan, film penempatan lentur dan mundur dari film).
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Kidd, Edwina A.M. Dasar-dasar Karies. Jakarta : EGC, 1991
Panjaitan, M. Etiologi Karies Gigi dan Penyakit Periodontal. Ed 1st. Medan : USU
Press, 1997
Panjaitan, M. Ilmu Pencegahan Karies Gigi. Ed 1st . Medan : USU Press, 1997
Tarigan, R. Karies Gigi. Editor : Lilian Yuwono. Jakarta : Hipokrates, 1991