kapitas
DESCRIPTION
razTRANSCRIPT
A.Pergeseran Paradigma Administrasi Negara
Denhardt dan Denhardt (2003) membagi paradigma administrasi negara tersebut atas 3
paradigma yaitu, Old Public Administration (OPA), New Public Management (NPM) dan New
Public Service (NPS). Paradigma OPA merupakan gagasan dasar dari paradigma-paradigma
klasik dalam administrasi negara yang dikemukakan oleh Henry, sedangkan gagasan mengenai
NPM digagas oleh Osborne dan Gaebler. Sebagai sebuah paradigma yang baru, NPS mencoba
menawarkan ide bahwa kepentingan publik dlandasi oleh hak azasi masyarakat, partisipasi dan
demokrasi.
Dalam NPS, pelayanan publik merupakan hasil dari perumusan nilai nilai yang berkembang di
tengah masyarakat,antara lain : keadilan, transparansi dan akuntabilitas. Ada pergeseran makna,
bahwa tanggung jawab berada di pundak warga negara (citizen’s) bukan clients, konstituen
(constituent) maupun pelanggan (customer). Bahwa warga negara bukan sekedar lagi
obyek,namun bergeser menjadi owner dari pemerintahan itu sendiri. Untuk jelasnya, dapat
dilihat dari Tabel 1. yang menggambarkan perjalanan perubahan administrasi dalam 3 tahapan.
Tabel Pergeseran Paradigma Administrasi Negara.
Aspek Old Public Administration
New Public
Management New Public Service
Dasar teoritis dan
fondasi
epistimolog Teori politik Teori ekonomi Teori demokrasi
Konsep
kepentingan
publik
Kepentingan publik
secara politis dijelaskan
dan diekspresikan dalam
aturan hukum
Kepentingan publik
mewakili agregasi
kepentingan individu
Kepentingan publik
adalah hasil dialog
berbagai nilai
Responsivitas
birokrasi publik Clients dan constituent Customer Citizen’s
Peran pemerintah Rowing Steering Serving
Akuntabilitas
Hierarki administratif
dengan jenjang yang tegas
Bekerja sesuai dengan
kehendak pasar
(keinginan pelanggan)
Multiaspek:
akuntabilitas hukum,
nilai-nilai,
komunitas, norma
politik, standar
profesional
Struktur organisasi
Birokratik yang ditandai
dengan otoritas top-down
Desentralisasi
organisasi dengan
kontrol utama berada
pada para agen
Struktur kolaboratif
dengan kepemilikan
yang berbagi secara
internal dan
eksternal
Asumsi terhadap
motivasi pegawai
dan administrator
Gaji dan keuntungan,
proteksi Semangat entrepreneur
Pelayanan publik
dengan keinginan
melayani masyarakat
Sumber: Denhardt dan Denhardt (2003: 28-29).
B.Teori Pelayanan Publik Menurut The New Public Service
Denhardt dan Denhardt menggambarkan munculnya gerakan baru dalam administrasi
publik yang dinamai New Public Service dengan karakteristik dimana pemerintahan dijalankan
tidak seperti bisnis melainkan dalam nuansa demokrasi. Karakteristik yang lain adalah adanya
penghargaan terhadap martabat manusia dalam pelayanan publik, para administrator lebih
banyak mendengarkan dari pada memberi petunjuk serta lebih banyak melayani dari pada
mengarahkan, warga negara dilibatkan bahkan didorong untuk wajib terlibat dalam proses
pemerintahan serta para warga bekerja sama untuk mendefinisikan dan mengatasi masalah
bersama dengan jalan kooperatif yang saling menguntungkan.
New Public Service menggambarkan dan mengajukan sejumlah pertanyaan normatif yang
mendasar seperti bagaimana kita bisa mendefinisikan karakter esensial dari apa yang kita
lakukan dalam pelayanan publik, kekuatan apa yang memotivasi dan mendorong tindakan kita,
apa yang memberi kita kekuatan dan kapasitas ketika tantangan dan gejolak dari pekerjaan
membawa kita kepada kelesuan, bagaimana kita bisa terus menghadapi masalah yang kompleks
dengan keterbatasan sumber daya yang ada sementara masyarakat sering marah dan mengkritik
apa yang kita lakukan?
Dalam perbandingannya dengan Old Public Administration dan New Public Manajemen, New
Public Service tidak berdiri sendiri secara eksklusif melainkan ketiganya saling menguatkan. Ide-
ide pokok yang dikemukakan paradigma ini yakni :
1. Melayani warga bukan pelanggan.
2. Mengusahakan kepentingan publik.
3. Nilai kewarganegaraan lebih dari kewirausahaan.
4. Berpikir strategis, bertindak demokratis.
5. Mengakui bahwa akuntabilitas bukanlah sederhana.
6. Melayani ketimbang mengarahkan.
7. Nilai manusia, bukan sekedar produktifitas.
Ketuju ide pokok di atas tidak akan dibahas seluruhnya di sini namun akan difokuskan pada ide
melayani warga bukan pelanggan, berpikir strategis bertindak demokratis dan nilai manusia
bukan sekedar produktifitas.
Dalam pelayanan yang diselenggarakan oleh pasar, yang pengguna jasa memiliki pilihan sumber
pelayanan, penggunaan pelayanan bisa mencerminkan kepuasan terhadap memberi layanan.
Dalam pelayanan oleh birokrasi publik, penggunaan pelayanan oleh publik sering tidak ada
hubungannya sama sekali dengan kepuasannya terhadap pelayanan. Kesulitan lain dalam menilai
kinerja birokrasi publik muncul karena tujuan dan misi birokrasi publik seringkali bukan hanya
sangat kabur, tetapi juga bersifat multidimensional.
Kenyataan bahwa birokrasi publik mernilild stakeholders yang banyak dan meinilild kepentingan
yang sering berbenturan satu dengan lainnya membuat birokrasi publik mengalaini kesulitan
untuk merumuskan inisi yang jelas. Akibatnya, ukuran kinerja organisasi publik di mata para
stakeholders juga berbedabeda. Namun, ada beberapa indikator yang biasanya digunakan untuk
mengukur kinerja birokrasi publik (Dwiyanto, 1995), yaitu sebagai berikut.
1. Produktivitas
Konsep produktivitas tidak hanya mengukur tingkat efisiensi, tetapi juga efektivitas pelayanan.
Produktivitas pada umumnya dipahaini sebagai rasio antara input dengan output. Konsep
produktivitas dirasa terlalu sempit dan kemudian General Accounting Office (GAO) mencoba
mengembangkan satu ukuran produktivitas yang lebih luas dengan memasukkan seberapa besar
pelayanan publik itu memiliki hasil yang diharapkan sebagai salah satu indikator kinerja yang
penting.
2. Kualitas Layanan
Isu mengenai kualitas layanan cenderung menjadi semakin penting dalam menjelaskan kinerja
organisasi pelayanan publik. Banyak pandangan negatif yang terbentuk mengenai organisasi
publik muncul karena ketidakpuasan masyarakat terhadap kualitas layanan yang diterima dan
organisasi publik. Dengan deinikian, kepuasaan masyarakat terh.dap Lyanan dapat dijadikan
indikator kinerja organisasi publik. Keuntungan utama menggunakan kepuasan masyarakat
sebagai indikator kinerja adalah informasi mengenai kepuasan masyarakat seringkali tersedia
secara mudah dan murah.
Informasi mengenai kepuasan terhadap kualitas pelayanan seringkali dapat diperoleh dan media
massa atau diskusi pubilk. Akibat akses terhadap informasi mengenai kepuasan masyarakat
terhadap kualitas layanan relatif sangat tinggi, maka bisa menjadi satu ukuran kinerja organisasi
publik yang mudah dan murah dipergunakan. Kepuasan masyarakat bisa menjadi parameter
untuk menilai kinerja organisasi publik.
3.Responsivitas
Responsivitas adalah kemampuan birokrasi untuk rnengenal kebutuhan masyarakat, menyusun
agenda dan prioritas pelayanan, serta mengembangkan program-progrm pelayanan sesuai dcngan
kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Secara singkat dapat dikatakan bahwa responsivitas ini
mengukur daya tanggap birokasi lerhadap harapan, keinginan dan aspirasi, serta tuntutan
pengguna jasa. Responsivitas sangat diperlukan dalam pelayanan publik karena hal tersebut
merupakan bukti kemampuan organisasi untuk mengenali kebutuhan masyarakat, menyusun
agenda dan prioritas pebyanan serta mengembangkan program-program pelayan publik sesuai
dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat (Dilulio, 1991). Organisasi yang memiliki
responsivitas rendah dengan sendirinya memiliki kinerja yang jelek juga (Osborne & Plastrik,
1997).
Dalam operasionalisasinya, responsivitas pelayanan publik dijabarkan menjadi beberapa
indikator, seperti meliputi (1) terdapat tidaknya keluhan dan pengguna jasa selama satu tahun
terakhir; (2) sikap aparat birokrasi dalam merespons keluhan dan pengguna jasa; (3) penggnaan
keluhan dan pengguna jasa sebagai referensi bagi perbaikan penyelenggaraan pelayanan pada
masa mendatang (4) berbagai tindakan aparat birokrasi untuk memberikan kepuasan pelayanan
kepada pengguna jasa; serta (5) penempatan pengguna jasa oleh aparat birokrasi dalam sistem
pelayanan yang berlaku.
Keluhan yang disampaikan oleh masyarakat pengguna jasa merupakan indikator pelayanan yang
memperlihatkan bahwa produk pelayanan yang selama ini dihasilkan oleh birokrasi belum dapat
memenuhi harapan pengguna layanan.Responsivitas birokrasi yang rendah juga banyak
disebabkan oleh belum adanya pengembangan komunikasi eksternal secara nyata oleh jajaran
birokrasi pelayanan. Indikasi nyata dari belum dikembangkannya komunikasi eksternal secara
efektif oleh birokrasi terlihat pada masih besarnya gap pelayanan yang terjadi. Gap pelayanan
yang terjadi merupakan gambaran pelayanan yang memperlihatkan hahwa belum ditemukan
kesamaan persepsi antara harapan pengguna jasa dan pemberi layanan terhadap kualitas
pelayanan yang diberikan.
Tidak adanya transparansi informasi dari birokrasi tersebut membuat banyak masyarakat
pengguna jasa mengalami frustasi. Kornunikasi yang tidak efektif yang selama ini masih
dikembangkan oleh birokrasi menunjukkan bahwa birokrasi belum mempunyai kesadaran untuk
meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat pengguna jasa.
Responsivitas pemberian pelayanan publik salah satunya diukur melalui keterbukaan informasi
dan seberapa jauh interaksi komunikasi yang terjalin antara birokrasi sebagai pemberi layanan
dengan masyarakat pengguna jasa. Kasus di atas memperlihatkan gambaran bahwa masyarakat
pengguna jasa seringkali belum mempunyai akses terhadap informasi pelayanan yang
dibutuhkan, demikian pula kecenderungan aparat birokrasi justru terkesan menyembunyikan
informasi kepada masyarakat. Dalam iklim komunikasi pelayanan yng tertutup seperti ini, sangat
sulit untuk dapat mewujudkan responsivitas aparat birokrasi dalam penyelenggaraan pelayanan
kepada publik.
C.Perkembangan Birokrasi di Indonesia
Sudah begitu banyak diskusi yang mengangkat tentang birokrasi, sudah banyak juga kritik dan
saran untuk perbaikan birokrasi. Negara bahkan memprioritaskan aspek perbaikan birokrasi
menjadi prioritas agenda nasional melalui programnya reformasi birokrasi. Hingga saat ini, hasil
yang didapat masih jauh dari harapan. Gambaran birokrasi Indonesia yang diidamkan masih sulit
ditemui.
Pada dasarnya sebagai sebuah organisasi, birokrasi memiliki ciri : bekerja atas dasar keteraturan,
keberlanjutan dan stabilitas. Hal ini memang sejalan dengan pemikiran Weber yang
mengemukakan teori organisasi type ideal dengan beberapa ciri yang melekat yaitu :
Rasionalitas, impersonal, formal, prosedural, profesional. Sang penemu gagasan sendiri sudah
menyadari betul bahwa type organisasi seperti di atas sulit diimplementasikan.
Dwiyanto (2010) menggambarkan birokrasi di Indonesia sering dicirikan oleh inefisiensi yang
tinggi, partisan, berorientasi pada kekuasaan dan pada umumnya masih menjadi sarang korupsi.
Bahwa birokrasi tidak berada dalam ruang yang vacuum. Kinerja birokrasi didapat dari resultan
berbagai variabel yang komplek baik di dalam maupun di luar birokrasi.
Di sisi lain, dalam perkembangannya birokrasi sebagai sebuah organisasi publik telah mengalami
tuntutan perubahan. Pergeseran dari paradigma administrasi publik lama yang menekankan aktor
tunggal yakni negara kemudian muncul pendekatan. baru new publik management dan new
public service. Keduanya mengedepankan outcome, inovasi dan kreativitas dalam pelayanan
public.
KASUS:
MEDAN, SUMUTPOS.CO-Dinas Perhubungan (Dishub) Medan belum juga merespon
kekecewaan Wali Kota Medan, Dzulmi Eldin tentang perubahan tarif angkutan kota (Angkot)
secara sepihak. “Belum ada perkembangan soal tarif angkot, masih pembahasan diinternal,” ujar
Kepala Bidang Lalu Lintas Darat Dishub Medan, Suriono ketika dihubungi, Senin (6/4).
Suriono mengaku pekan lalu banyak diisi hari libur, sehingga dirinya belum begitu mengikuti
perkembangan perihal pembahasan tarif angkot. Walaupun begitu, dia mengaku sudah
berkomunikasi langsung secara lisan dengan Organisasi Angkuta Darat (Organda).
“Memang belum ada pembahasan soal perubahan tarif angkot, makanya kemungkinan besar
dalam pekan ini akan ada pembahasan bersama dengan Organda untuk menetukan tarif angkot,”
jelasnya.
Anggota DPRD Medan Fraksi Golkar, Mulia Asri Rambe menilai wajar ketika Organda merubah
tarif angkot. Sebab, pemerintah pusat sudah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM).
Anehnya, pemerintah melakukan perubahan harga BBM tanpa melakukan sosialisasi kepada
masyarakat terlebih dahulu. Akibatnya, pemerintah daerah yang langsung bersentuhan dengan
masyarakat yang mengalami masalah.
Kenaikan harga BBM, menurutnya berdampak sangat besar kepada kelangsungan hidup
masyarakat, mengingat BBM merupakan komponen atau indikator utama menetukan harga
kebutuhan pokok.
“Sopir itu bagian dari masyarakat, tentu harus dipikirkan keberadaannya dan keluhannya. Yang
jelas kebijakan pemerintah pusat yang tergesa-gesa ini menimbulkan kegaduhan ditingkat
bawah,” tutur pria yang kerap disapa Bayek itu.
Bayek meminta agar Pemerintah Kota (Pemko) Medan untuk segera duduk bersama dengan
Organda untuk menetapkan tarif angkot resmi sehingga kegaduhan ini dapat segera berakhir.
“Harus disegerakan, tentu ini harus menjadi skala prioritas untuk dituntaskan,” kata Wakil Ketua
Fraksi Golkar DPRD Medan itu.
Sebelumnya, Wali Kota Medan, Dzulmi Eldin meminta kepada Organda untuk membatalkan
tarif angkot baru dan mengembalikan tarif angkot yang lama sesuai. “Belum boleh (tarif angkot
naik), sudah saya minta dibatalkan. Karena belum ada pembahasan,” ujar Eldin , Minggu (5/4).
Pria berkacamata itu mengaku sudah menginstruksikan kepada Kepala Dinas Perhubungan
Medan untuk menekan agar tarif angkot tidak naik.
Eldin pun semakin berang ketika diberitahu bahwa tarif angkot sudah menjadi Rp5.200 untuk
penumpang kategori umum dan mahasiswa serta Rp3.500 untuk penumpang kategori pelajar.
“Akan ada sanksi yang akan diberikan kepada Organda karena bertindak sesuka hati dengan
menaikkan tarif angkot secara sepihak,” katanya tanpa bersedia menyebut sanksi yang akan
diberikan kepada Organda.(dik/ila)
April 7th, 2015, 11:42 am
ANALISIS KASUS:
Responsivitas adalah kemampuan birokrasi untuk rnengenal kebutuhan masyarakat, menyusun
agenda dan prioritas pelayanan, serta mengembangkan program-progrm pelayanan sesuai dcngan
kebutuhan dan aspirasi masyarakat.Menurut Analisis Saya Kasus diatas terlihat bahwa
kurangnya responsivitas Dinas Perhubungan Medan atas Kekecewaan Walikota Medan,Bapak
Dzulmi Eldin yang menegaskan tentang masalah tarif angkutan kota (Angkot) secara
sepihak.Dampak Dari Kenaikan BBM Menyebabkan Perubahan Kenaikan tarif angkutan umum
yang dapat memberatkan warga. Wali Kota Medan, Dzulmi Eldin meminta kepada Organda
untuk membatalkan tarif angkot baru dan mengembalikan tarif angkot yang lama sesuai dan
apabila ada yang melanggar akan diberikan sanksi.Diperlukan adanya responsivitas dari Dinas
Perhubungan agar masalah tentang Kenaikan tarif secara sepihak agar tidak terulang kembali.