kajian tingkat bahaya erosi dan arahan konservasi pada

12
39 Kajian Tingkat Bahaya Erosi dan Arahan Konservasi pada Penggunaan Lahan Pertanian di Daerah Tangkapan Air Rawa Pening (Studi Kasus di DAS Galeh) Analysis of Erosion Hazard Level and Conservation Direction Use of Agricultural Land Use in the Catchment Area of Rawa Pening (Case Study in Galeh Watershed) FORITA D. ARIANTI 1 , SURATMAN 2 , EDHY MARTONO 3 , DAN SLAMET SUPRAYOGI 2 ABSTRAK Manusia sebagai komponen aktif dan pengelola lingkungan akan menentukan pola dan corak penggunaan lahan pada suatu wilayah Daerah Aliran Sungai (DAS). DAS dalam arti masih mantap atau terdegradasi dapat dilihat dari fluktuasi aliran permukaan (run-off), besarnya erosi dan tingkat produktivitas lahan. Penggunaan lahan di daerah tangkapan air (DTA) Rawa Pening belum sepenuhnya memperhatikan teknologi konservasi sehingga perlu diteliti dampaknya. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari-Agustus 2010, bertujuan untuk mengidentifikasi dan menentukan satuan-satuanlahan (land unit) pertanian berdasarkan tingkat bahaya erosi pada DAS Galeh yang merupakan salah satu DTA Rawa Pening di Kabupaten Semarang. Analisis tingkatan bahaya erosi dilakukan berdasarkan parameterparameter: satuan-satuan lahan (land units), prediksi laju erosi tanah dengan metode Universal Soil Loss Equation (USLE) dan indeks bahaya erosi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan lahan pertanian berpengaruh terhadap besaran erosi yang terjadi dengan nilai rata-rata erosi pada penggunaan lahan tegalan sebesar 993,84 t ha -1 tahun -1 ; kebun sebesar 159,31 t ha -1 tahun -1 , sawah sebesar 11,06 t ha -1 tahun -1 . Berdasarkan kategori tingkat bahaya erosinya, lahan pertanian DAS Galeh telah mengalami erosi dengan kategori sedang hingga sangat berat. Untuk itu dinamika model pengelolaan lahan dengan penerapan teknologi konservasi dapat mengurangi tingkat bahaya erosi. Sebagai arahan konservasinya pada pengelolaan lahan kebun dilakukan pembuatan teras; pada pengelolaaan lahan tegalan dengan menambahkan mulsa limbah jerami 6 t ha -1 tahun -1 ; pembuatan teras dan tanaman dalam jalur, pada pengelolaan lahan sawah arahan konservasinya adalah pembuatan teras bangku dengan tanaman jagung, ubi kayu atau kedelai. Kata kunci : Erosi, Konservasi, Penggunaan lahan, DAS, USLE ABSTRACT Human as the active component and the environment organizer will determine the pattern and the type of a land usage in a watershed. Watershed, by means of staying steady or being degraded, can be seen from the runoff fluctuation, the erosion rate, and the land productivity level. The land use in the Catchment Area of Rawa Pening did not too paid attention to conservation technology. Therefore, the impact needs to be studied. The research was conducted in January-August 2010 in Galeh Watershed, which is one of the catchment areas Rawa Pening in Semarang district. This research aims to investigate the influence of agriculture land use toward erosion and determine agriculture land units based on the erosion level in Galeh watershed. The analysis of erosion hazard level was done based on some parameters: land units, soil erosion rate prediction using Universal Soil Loss Equation (USLE) method, and erosion hazard indices. The research result shows that the farming land use gives influence on the occurring erosion level with the average erosion value in the dry land use is 993.84 t ha -1 year -1 ; garden is 159.31 t ha -1 year -1 ; paddy field is 11.06 t ha -1 year -1 . Based on the erosion level categories, the agriculture land in Galeh watershed has undergone erosion in moderate up to serious level. Therefore, agriculture land model dynamics was done by applying conservation technology which can decrease the erosion hazard level. As the conservation direction, on the plantations land terraces construction; on the dry-land cultivation, 6 t ha -1 year -1 hays were added, terraces construction was done, and planting in lines was also conducted; the conservation direction on the paddy field cultivation, such as: bench terraces construction which are planted with corn, cassava, or soybean. Keywords : Erosion, Conservation, Land Use, Watershed, USLE PENDAHULUAN Perubahan penggunaan lahan merupakan proses dinamis sesuai dengan perubahan jumlah dan kebutuhan masyarakat. Saat ini perubahan penggunaan lahan umumnya terjadi sebagai akibat dari kebutuhan yang mendesak, seperti kebutuhan pangan, sehingga terjadi juga peningkatan yang tajam dalam persaingan pemanfaatan sumber daya lahan. Pemanfaatan dan penggunaan lahan untuk budidaya pertanian berpotensi menimbulkan dampak negatif pada sumber daya lahan. Pada dasarnya penggunaan lahan berkaitan dengan kegiatan manusia terhadap lahan yang bersifat dinamis 1. Peneliti Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah. 2 Pengajar pada Fakultas Geografi, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. 3. Pengajar pada Fakultas Pertanian, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. ISSN 1410 7244

Upload: others

Post on 19-Oct-2021

10 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Kajian Tingkat Bahaya Erosi dan Arahan Konservasi pada

39

Kajian Tingkat Bahaya Erosi dan Arahan Konservasi

pada Penggunaan Lahan Pertanian di Daerah Tangkapan Air Rawa Pening

(Studi Kasus di DAS Galeh)

Analysis of Erosion Hazard Level and Conservation Direction Use of Agricultural Land Use in the Catchment

Area of Rawa Pening (Case Study in Galeh Watershed)

FORITA D. ARIANTI1, SURATMAN2, EDHY MARTONO3, DAN SLAMET SUPRAYOGI2

ABSTRAK

Manusia sebagai komponen aktif dan pengelola lingkungan

akan menentukan pola dan corak penggunaan lahan pada suatu

wilayah Daerah Aliran Sungai (DAS). DAS dalam arti masih

mantap atau terdegradasi dapat dilihat dari fluktuasi aliran

permukaan (run-off), besarnya erosi dan tingkat produktivitas

lahan. Penggunaan lahan di daerah tangkapan air (DTA) Rawa

Pening belum sepenuhnya memperhatikan teknologi konservasi

sehingga perlu diteliti dampaknya. Penelitian ini dilaksanakan

pada bulan Januari-Agustus 2010, bertujuan untuk

mengidentifikasi dan menentukan satuan-satuanlahan (land unit)

pertanian berdasarkan tingkat bahaya erosi pada DAS Galeh yang

merupakan salah satu DTA Rawa Pening di Kabupaten Semarang.

Analisis tingkatan bahaya erosi dilakukan berdasarkan parameter–

parameter: satuan-satuan lahan (land units), prediksi laju erosi

tanah dengan metode Universal Soil Loss Equation (USLE) dan

indeks bahaya erosi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

penggunaan lahan pertanian berpengaruh terhadap besaran erosi

yang terjadi dengan nilai rata-rata erosi pada penggunaan lahan

tegalan sebesar 993,84 t ha-1 tahun-1; kebun sebesar 159,31 t

ha-1 tahun-1, sawah sebesar 11,06 t ha-1 tahun-1. Berdasarkan

kategori tingkat bahaya erosinya, lahan pertanian DAS Galeh

telah mengalami erosi dengan kategori sedang hingga sangat

berat. Untuk itu dinamika model pengelolaan lahan dengan

penerapan teknologi konservasi dapat mengurangi tingkat bahaya

erosi. Sebagai arahan konservasinya pada pengelolaan lahan

kebun dilakukan pembuatan teras; pada pengelolaaan lahan

tegalan dengan menambahkan mulsa limbah jerami 6 t ha-1 tahun-1;

pembuatan teras dan tanaman dalam jalur, pada pengelolaan

lahan sawah arahan konservasinya adalah pembuatan teras

bangku dengan tanaman jagung, ubi kayu atau kedelai.

Kata kunci : Erosi, Konservasi, Penggunaan lahan, DAS, USLE

ABSTRACT

Human as the active component and the environment

organizer will determine the pattern and the type of a land usage

in a watershed. Watershed, by means of staying steady or being

degraded, can be seen from the runoff fluctuation, the erosion

rate, and the land productivity level. The land use in the

Catchment Area of Rawa Pening did not too paid attention to

conservation technology. Therefore, the impact needs to be

studied. The research was conducted in January-August 2010 in

Galeh Watershed, which is one of the catchment areas Rawa

Pening in Semarang district. This research aims to investigate the

influence of agriculture land use toward erosion and determine

agriculture land units based on the erosion level in Galeh

watershed. The analysis of erosion hazard level was done based

on some parameters: land units, soil erosion rate prediction using

Universal Soil Loss Equation (USLE) method, and erosion hazard

indices. The research result shows that the farming land use

gives influence on the occurring erosion level with the average

erosion value in the dry land use is 993.84 t ha-1 year-1; garden is

159.31 t ha-1 year-1; paddy field is 11.06 t ha-1 year-1. Based on

the erosion level categories, the agriculture land in Galeh

watershed has undergone erosion in moderate up to serious level.

Therefore, agriculture land model dynamics was done by applying

conservation technology which can decrease the erosion hazard

level. As the conservation direction, on the plantations land

terraces construction; on the dry-land cultivation, 6 t ha-1 year-1

hays were added, terraces construction was done, and planting

in lines was also conducted; the conservation direction on the

paddy field cultivation, such as: bench terraces construction

which are planted with corn, cassava, or soybean.

Keywords : Erosion, Conservation, Land Use, Watershed, USLE

PENDAHULUAN

Perubahan penggunaan lahan merupakan

proses dinamis sesuai dengan perubahan jumlah dan

kebutuhan masyarakat. Saat ini perubahan

penggunaan lahan umumnya terjadi sebagai akibat

dari kebutuhan yang mendesak, seperti kebutuhan

pangan, sehingga terjadi juga peningkatan yang

tajam dalam persaingan pemanfaatan sumber daya

lahan. Pemanfaatan dan penggunaan lahan untuk

budidaya pertanian berpotensi menimbulkan dampak

negatif pada sumber daya lahan. Pada dasarnya

penggunaan lahan berkaitan dengan kegiatan

manusia terhadap lahan yang bersifat dinamis

1. Peneliti Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah.

2 Pengajar pada Fakultas Geografi, Universitas Gajah Mada,

Yogyakarta.

3. Pengajar pada Fakultas Pertanian, Universitas Gajah Mada,

Yogyakarta.

ISSN 1410 – 7244

Page 2: Kajian Tingkat Bahaya Erosi dan Arahan Konservasi pada

JURNAL TANAH DAN IKLIM NO. 35/2012

40

sehingga terjadi perubahan penggunaan lahan secara

kuantitatif maupun kualitatif. Kegiatan pertanian

yang menimbulkan dampak antara lain berupa

kegiatan pengolahan tanah, penggunaan sarana

produksi serta sistem budidaya termasuk pola tanam

dan jenis tanaman yang diusahakan.

Daerah tangkapan air Rawa Pening terdiri atas

9 DAS yaitu DAS Legi, Parat, Galeh, Torong,

Panjang, Ringis, Sraten, Rengas, dan Kedungringin.

DAS Galeh merupakan DAS terluas (25,70%) dari

luasan area DTA Rawa Pening yang memberikan

sumbangan air ke Rawa Pening terbesar

dibandingkan dengan DAS lainnya dengan debit air

rata-rata 2,734 m3 dt-1. Namun demikian, kondisinya

telah mengalami tingkat erosi berat dengan laju erosi

303,75 t ha-1 tahun-1 (Dinas PSDA, 2004 dan

Balitbangda Provinsi Jawa Tengah, 2008).

Permasalahan yang terjadi pada DAS Galeh

saat ini antara lain :1) adanya penambangan batuan

dan penambangan mineral bukan logam, (2) pola

usahatani yang kurang mengikuti kaidah konservasi

di bagian hulu dan 3) pada bagian hilir terjadinya

penyempitan dan pendangkalan sungai Galeh.

Kegiatan penduduk di suatu DAS secara langsung

maupun tidak langsung dapat mempengaruhi

ekosistem wilayahnya dan juga perairannya, karena

perubahan penggunaan lahan di DAS berpengaruh

terhadap limpasan permukaan (overland flow) dan

aliran sungai. Selainitu, apabila dalam praktek

pengelolaan DAS dan penerapan tataguna lahan

tidak dilakukan secara terpadu dan tidak terencana

dengan baik, maka dapat mempengaruhi proses

degradasi tanah. Degradasi tanah banyak terjadi di

daerah pegunungan atau daerah yang berbukit-bukit,

pada umumnya berupa erosi permukaan (surficial

erosion) dan gerakan massa (mass movement).

Gravitasi merupakan gaya penggerak utama gerakan

massa tanah, sedangkan angin dan aliran air

merupakan sumber terjadinya erosi.

Erosi merupakan proses pengikisan tanah atau

penghayutan tanah oleh desakan-desakan atau

kekuatan air dan angin, baik yang berlangsung

secara alamiah maupun sebagai akibat tindakan

manusia (Poerbandono, 2006 dan Asdak, 2007).

Erosi dapat mempengaruhi produktivitas lahan yang

biasanya mendominasi DAS bagian hulu dan dapat

memberikan dampak negative pada DAS bagian hilir

(sekitar muara sungai) yang berupa hasil sedimen.

Tingkat erosi tanah ditentukan oleh beberapa faktor

yaitu: iklim (intensitas hujan), topografi, sifat tanah

(erodibilitas tanah), vegetasi dan tata guna lahan

oleh aktivitas manusia (Wischmeier and Smith,

1978; Hardiyatmo, 2006; dan Asdak, 2007).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

pengaruh penggunaan lahan pertanian terhadap erosi

dan menentukan satuan-satuan lahan (land unit)

pertanian berdasarkan tingkat bahaya erosi pada

DAS Galeh.

BAHAN DAN METODE

Penelitian dilaksanakan di DAS Galeh

Kabupaten Semarang pada bulan Januari-Agustus

2010. Analisis tingkatan bahaya erosi dilakukan

berdasarkan parameter –parameter satuan lahan

(land units), prediksi laju erosi tanah dengan

persamaan Universal Soil Loss Equation (USLE) dan

indeks bahaya erosi. Pengukuran erosi dilakukan

dengan pendekatan unit lahan yang didasarkan pada

peta lereng, peta tanah dan peta penggunaan lahan.

Berdasarkan peta unit lahan ini ditetapkan lokasi

sampel erosi dengan metode area purposive

sampling pada setiap satuan pengelolaan lahan

pertanian (Gambar 1).

Dalam penelitian ini juga dilaksanakan

wawancara dengan menngunakan qusioner

terstruktur terhadap petani, tokoh masyarakat dan

petugas lapang. Hal ini dimaksudkan untuk

memperoleh data tentang teknik-teknik konservasi

yang dapat dilaksanakan oleh petani sebagai arahan

konservasi dalam dinamika model pengelolaan lahan

pertaniannya sehingga dapat mengurangi laju erosi

dan tingkat bahaya erosi.

Prediksi laju erosi menggunakan rumus USLE

(Wischmeir and Smith,1978) dengan persamaan:

A = R x K x LS x C x P

Page 3: Kajian Tingkat Bahaya Erosi dan Arahan Konservasi pada

FORITA D. ARIANTI ET AL. : KAJIAN TINGKAT BAHAYA EROSI DAN ARAHAN KONSERVASI

41

dimana :

A = Jumlah kehilangan tanah akibat erosi (t ha-1 tahun-

1)

R = Indeks erosivitas hujan

K = Faktor erodibilitas tanah

LS = Faktor panjang dan kemiringan lahan

C = Faktor penutupan vegetasi dan pengelolaan

tanaman

P = Faktor pengelolaan lahan/tindakan konservasi

tanah.

Tingkat bahaya erosi (TBE) dihitung dengan

kombinasi besar erosi dan kedalaman efektif solum

tanah seperti disajikan pada Tabel 1. Indeks bahaya

erosi (IBE) ditentukan berdasarkan rumus menurut

Hammer (1981), sebagai berikut:

Laju erosi tanah

potensial (t ha-1 tahun-1) Indeks bahaya erosi = _______________________

TSL (ton t ha-1 tahun-1)

TSL = tolerable soil loss (laju erosi yang masih dapat

ditoleransi)

Nilai TSL pada masing-masing satuan lahan

ditentukan dengan cara merujuk pedoman penetap-

an nilai TSL untuk tanah-tanah di Indonesia menurut

Arsyad (2006), seperti disajikan pada Tabel 2.

Kategori (harkat) hasil perhitungan indeks

bahaya erosi (IBE) dapat ditentukan berdasarkan

pada klasifikasi yang disajikan pada Tabel 3.

HASIL DAN PE MBAHASAN

Laju erosi

Perhitungan erosi tanah permukaan dilakukan

pada setiap satuan lahan pertanian. Hasil prediksi

laju erosi yang terjadi pada satuan lahan pertanian di

DAS Galeh untuk pengelolaan lahan tegalan rata-

rata 993,84 t ha-1 tahun-; pengelolaan lahan kebun

rata-rata 159,31 t ha-1 tahun-n dan pengelolaan

lahan sawah rata-rata 11,06 t ha-1 tahun-1 dan TBE

nya dalam kategori sedang hingga sangat berat

(Tabel 4).

Nilai laju erosi satuan unit lahan di DAS Galeh

menunjukkan bahwa semakin tinggi kemiringan

lahan maka semakin besar erosinya. Kemiringan

Gambar 1. Peta lokasi survei lahan pada tiap unit lahan DAS Galeh

Figure 1. Map of land survey location on every land unit Watershed

Galeh

Page 4: Kajian Tingkat Bahaya Erosi dan Arahan Konservasi pada

JURNAL TANAH DAN IKLIM NO. 35/2012

42

lereng sangat berpengaruh terhadap aliran permuka-

an, dimana makin curam lerengnya, makin besar

jumlah serta kecepatan aliran permukaan yang

terjadi. Selain itu, dengan makin curam lereng, maka

butir-butir tanah yang terpercik ke atas oleh pukulan

butir-butir hujan semakin banyak, sehingga dengan

semakin curam lerengnya, kemungkinan erosi tanah

yang terjadi semakin besar (Hanafiah, 2005;

Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007).

Selain tingkat lereng, penggunaan lahan juga

berpengaruh terhadap besaran erosiyang terjadi

dalam suatu DAS. Hal ini terlihat pada satuan lahan

tegalan yang nilai erosinya lebih tinggi dibandingkan

dengan kebun dan sawah. Bentuk penggunaan lahan

Tabel 1. Klasifikasi tingkat bahaya erosi

Table 1. Classification of erosion hazard level

Erosi

Solum

tanah (cm)

Kelas erosi

I II III IV V

Erosi

< 15 15-60 60-180 180-480 > 480

……………………… t ha-1 tahun-1 ………………………

Dalam(> 90) SR R S B SB

Sedang (60-90) R S B SB SB

Dangkal (30-60) S B SB SB SB

Sangat dangkal (< 30) B SB SB SB SB

Tabel 2. Pedoman penetapan nilai TSL untuk tanah-tanah di Indonesia

Table 2. Orientation of tolerable soil loss (TSL) score determination for soil in Indonesia

No. Sifat tanah dan substratum Nilai TSL

t ha-1 tahun-1

1. Tanah sangat dangkal (< 25 cm) di atas batuan 0

2. Tanah sangat dangkal (< 25 cm) di atas bahan telah melapuk (tidak terkonsolidasi). 4,8

3. Tanah dangkal (25-50 cm) di atas bahan telah melapuk. 9,6

4. Tanah dengan kedalaman sedang (50 – 90 cm) di atas bahan telah melapuk. 14,4. 14,4

5. Tanah yang dalam (> 90 cm) dengan lapisan bawah yang kedap air di atas substrata yang telah

melapuk. 16,8.

16,8

6. Tanah yang dalam (> 90 cm) dengan lapisan bawah berpermeabilitas lambat, di atas substrata

telah melapuk.

19,2

7. Tanah yang dalam (> 90 cm) dengan lapisan bawah berpermeabilitas sedang, di atas substrata

telah melapuk.

24,0

8. Tanah yang dalam (> 90 cm) dengan lapisan bawah yang permeabel, di atas substrata telah

melapuk.

30,0

Tabel 3. Klasifikasi indeks bahaya erosi (Hammer, 1981)

Table 3. Classification of erosion hazard index (Hammer, 1981)

No. Indeks bahaya erosi Kategori

1. < 1,00 Rendah

2. 1,01 – 4,00 Sedang

3. 4,01 – 10,00 Tinggi

4. >10,00 Sangat tinggi

Page 5: Kajian Tingkat Bahaya Erosi dan Arahan Konservasi pada

FORITA D. ARIANTI ET AL. : KAJIAN TINGKAT BAHAYA EROSI DAN ARAHAN KONSERVASI

43

dapat mengurangi atau meningkatkan pengaruh

hujan yang terjadi. Sesuai dengan pendapat Suharta

dan Prasetyo (2008), dalam keadaan terbuka dan

berlereng, kehilangan tanah melalui proses erosi juga

akan meningkat karena didukung oleh curah hujan

yang tinggi disertai dengan sifat fisik tanah yang

tidak stabil.

Sutono et al. (2001), berpendapat lahan

tegalan mempunyai tingkat erosi yang lebih tinggi

dari lahan sawah, karena tegalan selain mempunyai

kepekaan tanah yang tinggi, besarnya erosi juga

disebabkan oleh pola tanam yang tidak menguntung-

kan dalam pengendalian erosi. Pengelolaan lahan

tegalan yang selalu digunakan untuk tanaman

semusim menjadi penyebab tingginya erosi.

Penutupan lahan mempunyai peran yang penting

dalam mengendalikan erosi (Asdak, 2007), sehingga

pemilihan jenis tanaman yang dikembangkan perlu

disesuaikan dengan sifat fisik dan kimia tanah serta

kondisi reliefnya (Suharta, 2010). Wilayah dengan

relief datar hingga berombak sesuai untuk

pengembangan tanaman pangan lahan kering

semusim, sedangkan wilayah berbukit dapat

dimanfaatkan untuk tanaman tahunan atau

perkebunan. Hal tersebut didasarkan pada keadaan

bahwa tanah tegalan atau lahan kering tergolong

peka erosi. Oleh karena itu, pengembangan tanaman

pangan semusim yang memerlukan pengelolaan

lahan secara intensif sebaiknya diarahkan pada

wilayah dengan lereng tidak lebih dari 8%, dengan

tetap mempertahankan pengelolaan lahan konservasi.

Wilayah bergelombang dengan lereng lebih dari 8%

dapat dimanfaatkan untuk tanaman tahunan yang

tidak memerlukan pengelolaan lahan secara intensif

sehingga dapat menekan bahaya erosi. Guimaraes et

al. (2008), menambahkan bahwa penerapan pola

Tabel 4. Hasil prediksi laju erosi tanah, klasifikasi TBE, TSL, IBE, dan kategori IBE pada satuan lahan di DAS

Galeh

Table 4. Prediction result of land erosion rate, TBE, TSL, IBE classification, and IBE category on every land

unit in Watershed Galeh

Satuan unit lahan R K LS C P A TBE TSL IBE Ketegori IBE

t ha-1 tahun-1

IAdLtKbn 1.560 1,04 0,4 0,1 0,5 32,54 B 9,6 3,39 S

IIAdLtKbn 1.721 0,77 1,4 0,1 0,5 92,69 SB 9,6 9,66 T

II LtMKbn 1.860 0,53 3,1 0,1 0,5 151,75 S 19,2 7,90 T

IIIAdLtKbn 1.622 0,66 3,1 0,1 0,5 166,88 SB 9,6 17,38 ST

IVAdLtKbn 1.547 0,67 6,8 0,1 0,5 352,66 SB 14,4 24,49 ST

Rata-Rata 1.662 0,73 2,96 0,10 0,50 159,31 10,56 13,77

IAdLtSwhIr 1.560 0,88 0,4 0,01 0,2 1,10 S 9,6 0,11 R

IIAdLtSwhIr 1.721 0,78 1,4 0,01 0,2 3,76 S 9,6 0,39 R

IAdLtSwhTH 1.560 0,61 0,4 0,01 0,2 0,76 S 9,6 0,08 R

IIAdLtSwhTH 1.721 1,15 1,4 0,01 0,2 5,53 S 9,6 0,58 R

IIIAdLtSwhTH 1.622 0,68 3,1 0,01 0,2 6,80 S 9,6 0,71 R

IVAdLtSwhTH 1.547 0,64 6,8 0,01 0,2 13,49 S 9,6 1,41 S

II LtMSwhTH 1.860 0,94 6,8 0,01 0,2 23,88 S 14,4 1,66 S

Rata-Rata 2.318.2 1,14 4,06 0,01 0,28 11,06 11,52 1,19

IAdLtTgl 1.560 0,83 0,4 0,7 0,35 127,29 SB 4,8 26,52 ST

IIAdLtTgl 1.721 0,62 1,4 0,7 0,4 415,38 SB 9,6 43,27 ST

IIIAdLtTgl 1.622 0,60 3,1 0,7 0,4 838,62 SB 9,6 87,36 ST

IVAdLtTgl 1.547 0,94 6,8 0,7 0,35 2.413,11 SB 9,6 251,37 ST

IILtMTgl 1.860 0,83 3,1 0,7 0,35 1.174,78 SB 19,2 61,19 ST

Rata-Rata 1.662 0,76 2,96 0,70 0,37 993,84 10,56 93,94

Page 6: Kajian Tingkat Bahaya Erosi dan Arahan Konservasi pada

JURNAL TANAH DAN IKLIM NO. 35/2012

44

pergiliran tanaman, penambahan kapur dan

pemupukan dalam jumlah cukup juga dapat

digunakan sebagai pengendali erosi.

Selain faktor iklim, vegetasi dan penggunaan

lahan, unsur dari morfometri DAS juga

mempengaruhi proses erosi. Reddy et al. (2004),

menyatakan bahwa pengaruh morfometri lebih

terkait dengan proses-proses yang terjadi di

permukaan lahan seperti proses-proses bentuk

lahan, sifat fisik tanah dan karakteristik erosi yang

terjadi. Selanjutnya dikemukaan oleh Reddy et al.

(2004) bahwa kemiringan lereng suatu DAS (mean

slope of watershed) merupakan faktor utama yang

mempengaruhi kondisi erosi.

Kemiringan rata-rata DAS Galeh sebesar

2,5%. Kemiringan rata-rata DAS menggambarkan

tingkat kemiringan lereng rerata dalam DAS.

Semakin tinggi tingkat kemiringan lereng suatu DAS,

semakin kecil kemungkinan air hujan yang meresap

dalam DAS (semakin besar jumlah air yang keluar

sebagai limpasan), sehingga semakin kecil potensi

Available Water Holding Capacity (AWC) DAS

tersebut akan semakin kecil pula tampungan air

tanah (sebagai sumber utama aliran dasar).

Demikian juga, Seyhan (1977) menyatakan bahwa

kemiringan rerata suatu DAS merupakan salah satu

faktor yang mempengaruhi besarnya aliran di suatu

DAS. Semakin landai suatu DAS, tingkat

penggenangan yang terjadi di DAS tersebut semakin

besar.

Tingkat bahaya erosi (TBE)

Tingkat bahaya erosi adalah perkiraan

kehilangan tanah maksimum dibandingkan dengan

faktor tebal solum tanahnya pada setiap unit lahan

apabila teknik pengelolaan tanaman dan konservasi

tanah tersebut tidak mengalami perubahan

(Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007). Berdasarkan

hasil penelitian, luas lahan DAS galeh yang telah

mengalami erosi dengan kategori TBE tergolong

sedang 305,45 ha; TBE tergolong berat seluas

394,43 ha dan lahan dengan TBE tergolong sangat

berat luasnya mencapai 4.542, 25 ha (Gambar 2).

Kondisi lahan tersebut menunjukkan bahwa lahan

DAS Galeh telah mengalami degradasi.

Proses degradasi tanah, terutama yang banyak

terjadi di daerah pegunungan atau daerah yang

berbukit-bukit, dimana pada lokasi-lokasi ini

degradasi permukaan tanah umumnya berupa erosi

permukaan (surficial erosion) dan gerakan massa

(mass movement). Hal ini sesuai dengan hasil

perhitungan erosi aktual yang telah melebihi erosi

yang diperbolehkan meskipun pada lahan sawah

masih didapatkan beberapa satuan unit lahan (SUL)

yang nilai erosi aktualnya lebih kecil dari nilai erosi

yang diperbolehkan. Tarigan (2008) dan Hutabarat

(2008) menyebutkan faktor penyebab terjadinya

degradasi lahan adalah: 1) penggunaan lahan yang

tidak sesuai dengan kemampuan lahan, 2) aktivitas

manusia dalam pemanfaatan lahan tidak memenuhi

syarat-syarat yang diperlukan oleh lahan atau tidak

memenuhi kaidah-kaidah konservasi tanah dan air,

serta 3) iklim, terutama curah hujan yang tinggi dan

potensial dapat menimbulkan daya rusak terhadap

hamparan lahan/tanah, yang menyebabkan erosivitas

yang tinggi.

Berdasarkan Tabel 4, satuan unit lahan berupa

sawah irigasi dan sawah tadah hujan kelas TBE nya

tergolong sedang, karena pada pengelolaan lahan

sawah umumnya masyarakat telah menerapkan

teknik konservasi berupa teras yang dapat

mengurangi laju erosi. Menurut Nishio (1999),

kondisi lahan sawah dengan sistem teras dapat

berfungsi sebagai pengendali erosi dan longsor serta

dapat memelihara sumber daya air tanah. Laju erosi

di lahan sawah dapat terjadi kapan saja, hal ini

karena berhubungan dengan aktivitas di sawah

sehingga menyebabkan terbongkarnya lumpur

menjadi koloid yang mudah terbawa oleh aliran air

irigasi.

Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan

lahan kebun banyak dijumpai pada wilayah dengan

topografi landai hingga curam. Dalam mengelola

lahan kebunnya, selain untuk tanaman tahunan,

petani juga memanfaatkan lahannya untuk menanam

Page 7: Kajian Tingkat Bahaya Erosi dan Arahan Konservasi pada

FORITA D. ARIANTI ET AL. : KAJIAN TINGKAT BAHAYA EROSI DAN ARAHAN KONSERVASI

45

tanaman semusim dibawah tegakan tanaman

tahunan. Hal ini dilakukan karena hasil tanaman

semusim dapat digunakan untuk memenuhi

kebutuhan sehari-hari, sementara hasil tanaman

tahunan dimanfaatkan apabila ada kebutuhan dalam

jumlah besar dan jangka panjang seperti biaya

sekolah dan biaya hajatan. Masyarakat dalam

mengusahakan tanaman semusim, pengolahan

tanahnya seringkali dilakukan secara terus menerus

dan tidak serempak dalam satu hamparan, akibatnya

tanah cepat terdegradasi. Hal demikian

menyebabkan pada lahan kebun mengalami TBE

berat hingga sangat berat. Faktor kelerengan lahan

yang bergelombang pada satuan lahan kebun juga

memberikan pengaruh yang besar terhadap kenaikan

laju erosi, karena daya hancur air hujan terhadap

partikel tanah dan distribusinya semakin besar jika

dibandingkan dengan lereng yang datar.

Pada lahan tegalan banyak dijumpai lahan

dengan TBE berat dan sangat berat. Kondisi lahan

tegalan yang terbuka menyebabkan air hujan yang

jatuh ke tanah langsung menghancurkan agregat-

agreat tanah kemudian terangkut oleh aliran

permukaan sebagai erosi. Menurut Bruijnzeel (2009),

vegetasi mempunyai peranan yang besar dalam

mempengaruhi pergerakan air melalui proses

limpasan permukaan, sub surface flow, infiltrasi,

dan perkolasi. Penutupan vegetasi di daerah-daerah

dengan kemiringan lereng yang besar mempunyai

pengaruh hidrologis yang signifikan dibandingkan

dengan penutupan vegetasi di daerah dengan

kemiringan lereng yang datar atau landai. Potensi

limpasan permukaan di daerah dengan kemiringan

lereng yang besar, lebih tinggi daripada dataran.

Erosi merupakan salah satu penyebab utama

turunnya produktivitas lahan. Dalam proses erosi

partikel-partikel tanah dan bahan organik tanah, baik

yang terkandung di dalam tanah maupun yang

berasal dari input pertanian, terbawa oleh air

sehingga menurunkan kualitas tanah. Bahan organik

Gambar 2. Peta tingkat bahaya erosi pada DAS Galeh

Figure 2. Map of erosion hazard level on Watershed Galeh

Page 8: Kajian Tingkat Bahaya Erosi dan Arahan Konservasi pada

JURNAL TANAH DAN IKLIM NO. 35/2012

46

memiliki fungsi penting dalam budidaya pertanian,

karena merupakan bagian dari ekosistem yang

berhubungan erat dengan sifat kimia, fisika, dan

proses biologi tanah (Mathers et al., 2000; Chen et

al., 2004). Huang dan Zhang (2004, dalam Dou et

al., 2008) menyatakan bahwa perlakuan konservasi

tanah menyebabkan penurunan limpasan sebesar

1,30 mm tahun-1 dan penurunan aliran dasar sebesar

0,48 mm tahun-1, dan pada saat yang sama, rasio

aliran dasar tahunan terhadap total limpasan

mengalami kenaikan dari 0,53 menjadi 0,61. Oleh

karena itu, penerapan teknik konservasi merupakan

upaya yang perlu dilakukan dalam pengelolaan lahan

pertanian.

Indeks bahaya erosi

Untuk mengetahui perlu atau tidaknya

dilakukan tindakan konservasi tanah, maka dihitung

Indeks bahaya erosi (IBE). IBE adalah suatu indeks

yang merupakan perbandingan antara erosi aktual

(A) dengan erosi yang diperbolehkan (T). Indeks ini

digunakan untuk menilai apakah suatu pengelolaan

lahan perlu diberi tindakan konservasi tanah atau

tidak. Apabila nilai IBE kurang dari atau sama

dengan satu (1) maka tidak perlu dilakukan tindakan

konservasi tanah. Sebaliknya, apabila nilai IBE lebih

dari satu maka perlu dilakukan tindak konservasi.

IBE DAS Galeh pada penggunaan lahan sawah

sebesar 0,39-2,49 tergolong kategori ringan hingga

sedang, penggunaan kebun 6,78-24,49 tergolong

kategori tinggi hingga sangat tinggi, sedangkan pada

tegalan IBE nya 26,52-251,71 tergolong kategori

sangat tinggi (Tabel.4 terdahulu).

Artelnatif penggunaan lahan

Berdasarkan nilai IBE, dan hasil wawancara

dengan petani, tokoh masyarakat dan penyuluh

pertanian lapangan (PPL) maka dalam pengelolaan

lahan pertanian di DAS Galeh perlu dilakukan

dinamika atau alternatif perubahan penggunaan

lahan pertanian dengan simulasi penerapan teknik

konservasi lahan secara mekanis maupun vegetatif

yang dapat mengurangi laju erosi sehingga dapat

mengurangi luasan lahan berdasarkan tingkat

bahaya erosi. Dalam prakteknya, pengendalian erosi

cara vegetatif, sekali gus juga berfungsi sebagai

teknik penambahan bahan organik. Adapun teknik

konservasi lahan yang dimungkinkan dapat

diaplikasikan di tingkat petani adalah (1) pada lahan

kebun dilakukan pembuatan teras secara tradisional

dan teras bangku kondisi buruk; (2) pada

penggunaan lahan tegalan dengan menambahkan

mulsa limbah jerami 6 t ha-1 tahun-1; tanaman dalam

jalur, teras bangku kondisi baik dan teras gulud

dengan tanaman jagung, kacang dan mulsa sisa

tanaman serta mulsa jerami 6 t ha-1 tahun-1; (3) pada

lahan sawah dengan pembuatan teras gulud dan

ditanami kacang kedelai, teras bangku dengan

tanaman jagung, ubi kayu atau kedelai.

Suatu bentuk penggunaan lahan akan

mempunyai nilai erosivitas hujan dan limpasan

tertentu, sehingga simulasi bentuk pengelolaan

lahan pertanian yang dibuat diharapkan dapat

menghasilan erosivitas hujan dan limpasan yang

sesuai dengan kaidah konservasi lahan. Adapun

simulasi dari perlakuan teknik konservasi beserta

peta arahannya terdapat pada Gambar 3 sampai

dengan Gambar 6.

Berdasarkan pada Gambar 3 dan 4 dapat

dikemukakan bahwa untuk melakukan pengurangan

kategori TBE 15% dilakukan penerapan teknik

konservasi pada lahan kebun dengan pembuatan

teras tradisional, pada lahan tegalan dilakukan teknik

konservasi berupa teras bangku, tanaman dalam

jalur dengan jagung, kacang tanah dan mulsa, teras

gulud dengan tanaman kacang kedelai dan

menambahkan mulsa limbah jerami 6 t ha-1 tahun-1.

Adapun pada penggunaan lahan sawah dilakukan

teknik konservasi berupa teras gulud dengan

tanaman kacang kedelai. Dengan penerapan

konservasi seperti tersebut di atas diharapkan dapat

mengurangi erosi 15% dan terjadi perubahan luas

lahan berdasarkan TBE nya menjadi lahan dengan

TBE sedang 305,45 ha; TBE berat seluas 2.086, 23

ha dan lahan dengan TBE sangat berat luasnya

mencapai 2.850,46 ha.

Page 9: Kajian Tingkat Bahaya Erosi dan Arahan Konservasi pada

FORITA D. ARIANTI ET AL. : KAJIAN TINGKAT BAHAYA EROSI DAN ARAHAN KONSERVASI

47

Gambar 3. Peta tingkat bahaya erosi jika berkurang 15%

Figure 3. Map of erosion hazard level if decrease 15%

Gambar 4. Peta arahan konservasi DAS Galeh untuk pengurangan TBE 15%

Figure 4. Map of conservation direction Watershed Galeh for the TBE

decrease 15%

Page 10: Kajian Tingkat Bahaya Erosi dan Arahan Konservasi pada

JURNAL TANAH DAN IKLIM NO. 35/2012

48

Gambar 5. Peta tingkat bahaya erosi jika berkurang 30%

Figure 5. Map of erosion hazard level if decrease 30%

Gambar 6. Peta arahan konservasi DAS untuk pengurangan TBE 30%

Figure 6. Map of conservation direction Watershed Galeh for the TBE decrease

30%

Page 11: Kajian Tingkat Bahaya Erosi dan Arahan Konservasi pada

FORITA D. ARIANTI ET AL. : KAJIAN TINGKAT BAHAYA EROSI DAN ARAHAN KONSERVASI

49

Untuk melakukan pengurangan kategori TBE

30%, dilakukan penerapan konservasi pada

penggunaan lahan kebun berupa teras bangku

dengan kondisi buruk, pada penggunaan lahan

tegalan teknik konservasinya penambahan mulsa

limbah jerami 6 t ha-1 tahun-1, teras gulud: tanaman

jagung, kacang dan mulsa sisa tanaman, teras

bangku, atau teras bangku dengan tanaman jagung,

ubi kayu dan kedelai; lahan sawah teknik konservasi

yang diterapkan adalah teras bangku dengan

tanaman jagung, ubi kayu dan kedelai. Luasan lahan

berdasarkan pengurangan TBE 30% adalah lahan

dengan TBE sedang 531,18 ha, lahan dengan TBE

berat seluas 1.981,32 dan lahan dengan TBE sangat

berat seluas 2.729,63 ha (Gambar5-6).

KESIMPULAN

1. Nilai laju erosi pada satuan atau unit lahan di

DAS Galeh menunjukkan bahwa semakin tinggi

kemiringan lahan maka semakin besar erosinya.

Kemiringan lereng sangat berpengaruh terhadap

aliran permukaan, dimana makin curam

lerengnya, makin besar jumlah serta kecepatan

aliran permukaan yang terjadi.

2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

penggunaan lahan pertanian berpengaruh

terhadap besaran erosi yang terjadi dengan nilai

rata-rata erosi pada penggunaan lahan tegalan

sebesar 999,83 t ha-1 tahun-1; kebun sebesar

159,31 t ha-1 tahun-1, sawah sebesar 11,06 t

ha-1 tahun-1. Berdasarkan kategori tingkat bahaya

erosinya, lahan pertanian DAS Galeh telah

mengalami erosi dengan kategori sedang hingga

sangat berat.

3. Sebagai arahan konservasinya pada pengelolaan

lahan kebun dilakukan pembuatan teras secara

tradisional dan teras bangku; pengelolaaan lahan

tegalan dengan menambahkan mulsa limbah

jerami 6 t ha-1 tahun-1, teras bangku dan teras

gulud dengan tanaman jagung, kacang dan

mulsa sisa tanaman, tanaman dalam jalur; pada

pengelolaan lahan sawah dengan pembuatan

teras gulud dan ditanami kacang kedelai, teras

bangku dengan tanaman jagung, ubi kayu atau

kedelai.

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, S. 2006. Konservasi Tanah dan Air. IPB

Press. Bogor

Asdak, C. 2007. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah

Aliran Sungai. UGM, Gadjah Mada University

Press. Yogyakarta.

Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi

Jawa Tengah. 2008. Studi Penelitian

Karaktersitik Rowo Pening. Laporan Hasil

Penelitian Kerjasama dengan Fakultas Teknik

Universitas Diponegoro. Semarang.

Bruijnzeel, L.A. 2009. Tropical Reforestation and

Streamflow: The Need for a Balanced

Account. Vrije Universiteit. Amsterdam.

Chen, C.R., Z.H. Xu, and N.J. Mathers. 2004. Soil

carbon pools in adjacent natural and

plantation forests of Subtropical Australia.

Soil Sci. Soc. Am. J. 68:282-

Departemen Kehutanan, Ditjen RRL. 1986. Petunjuk

Pelaksanaan Penyusunan Rencana Teknik

Lapangan Rehabilatasi Lahan dan Konservasi

Tanah. Departemen Kehutanan, Jakarta.

Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air Provinsi Jawa

Tengah. 2004. Laporan Akhir Rencana

Pengembangan Sumber Data Air Sub DAS

Rawa Pening. Semarang.

Dou, L., M. Huang, and Y. Hong. 2008. Statistical

Assessment of the Impact of Conservation

Measures on Streamflow Responses in a

Watershed of the Loess Plateau, China.

Water Resour Manage DOI

10.1007/s11269-008-9361-6. © Springer

Science + Business Media B.V. 2008.

Guimaraes, F.M., I.C.B. Fonseca, M. Brossard,

C.M.R. Portella, Osmar, R. Brito, and J.C.

Ritchie. 2008. Monitoring changes in the

chemical properties of an Oxisol under

longterm no-tillage management in

Subtropical Brazil. Soil Sci. 173(6):408-416.

Hammer, W.I. 1981. Second Soil Conservation

Consultant Report.AGOF/INS/78/006. Tech.

Note No. 10. Centre for Soil Research,

Bogor, Indonesia.

Page 12: Kajian Tingkat Bahaya Erosi dan Arahan Konservasi pada

JURNAL TANAH DAN IKLIM NO. 35/2012

50

Hanafiah, K.A. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Tanah.

Rajagrafindo Persada, Jakarta.

Hardiyatmo, H.C. 2006. Penanganan Tanah Longsor

dan Erosi. Gadjah Mada University Press,

Yogyakarta.

Hardjowigeno, S. dan Widiatmaka. 2007. Evaluasi

Kesesuaian Lahan dan Perencanaan

Tataguna Lahan. Gadjah Mada University

Press, Yogyakarta.

Mathers, N.J., X.A. Mao, Z.H. Xu, P.G. Saffigna,

S.J. Berners-Price, and M.C.S. Perera. 2000.

Recent advances in the application of C-13

and N-15 NMR spectroscopy to soil organic

matter studies. Aust. J. Soil Res. 38:769-

787.

Nishio, M. 1999. Multifunctional character of paddy

farming. Annex 7 in Proceedings The

Second Group Meeting on Inter Change of

Agricultural Technology Information

between Asean Member Countries and

Japan. Jakarta 16-17 February, 1999.

ASEAN Secretariat-Jakarta.

Poerbandono, A. Basyar, A.B. Harto, dan P.

Rallyanti. 2006. Evaluasi perubahan perilaku

erosi Daerah Aliran Sungai Citarum Hulu

dengan pemodelan spasial. Fakultas Teknik

Sipil dan Lingkungan, ITB. Jurnal

Infrastruktur dan Lingkungan 2(2):21-28.

Reddy, G.P.O., A.K. Maji, and K.S. Gajbhiye. 2004.

Drainage morphometry and its influence on

landform characteristics in a basaltic terrain,

Central India-a remote sensing and GIS

approach. International Journal of Applied

Earth Observation and Geoinformation 6:1-

16.

Seyhan, E. 1977. Mathematical Simulation of

Watreshed Hydrologic Processes.

Geografisch Institute der Rijk Universiteit.

Utrecht.

Suharta, N. 2010. Karakteristik dan permasalahan

tanah marginal dari batuan sedimen masam

di Kalimantan. Jurnal Litbang Pertanian

29(4):49-54.

Suharta, N. dan B.H. Prasetyo. 2008. Susunan

mineral dan sifat fisiko-kimia tanah

bervegetasi hutan dari batuan sedimen

masam di Provinsi Riau. Jurnal Tanah dan

Iklim 28:1-14.

Sutono, S., H. Kusnadi, dan M.S. Djunaedi. 2001.

Pendugaan erosi pada lahan sawah dan

lahan kering sub DAS Citarik dan DAS

Kaligarang. Hlm. 79-92. Dalam Prosiding

Seminar Nasional Multifungsi Lahan Sawah.

Bogor, 1 Mei 2001. ASEAN Sekretariat-

MAFF Japan-Puslittanak.

Tarigan, S.D., N. Sinukaban, dan K. Murtilaksono.

2008. Analisis dan Strategi Penanganan

Bahan Terdegradasi dalam Mendukung

Penyediaan Lahan Pangan dan Ketersediaan

Air. Hlm 75-80. Dalam Prosiding. Strategi

Penanganan Sumberdaya Lahan untuk

Mendukung Kedaulatan Pangan dan Energi,

22-23 Desember 2008, IPB. Bogor.

Wischmeier, W.H. and D.D. Smith. 1978. Predicting

Rainfal Erosion Losses, A Guide to

Conservation Planning. USDA. Agric.

Handbook 537. Washington DC.