studi tingkat bahaya erosi pada area sabuk hijau …

93
Tugas AkhirSTUDI TINGKAT BAHAYA EROSI PADA AREA SABUK HIJAU KAYUARA BENDUNGAN BILI BILI KABUPATEN GOWA Oleh : MUH SUARPAN M A N S U R 105 81 961 09 105 81 1O71 09 JURUSAN SIPIL PENGAIRAN FAKULTAS TEKNIK UNVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 2015

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

8 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: STUDI TINGKAT BAHAYA EROSI PADA AREA SABUK HIJAU …

“Tugas Akhir”

STUDI TINGKAT BAHAYA EROSI PADA AREA SABUK

HIJAU KAYUARA BENDUNGAN BILI – BILI

KABUPATEN GOWA

Oleh :

MUH SUARPAN M A N S U R 105 81 961 09 105 81 1O71 09

JURUSAN SIPIL PENGAIRAN

FAKULTAS TEKNIK

UNVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2015

Page 2: STUDI TINGKAT BAHAYA EROSI PADA AREA SABUK HIJAU …
Page 3: STUDI TINGKAT BAHAYA EROSI PADA AREA SABUK HIJAU …
Page 4: STUDI TINGKAT BAHAYA EROSI PADA AREA SABUK HIJAU …

iii

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum, Wr. Wb

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-

Nya, sehingga sehingga penulis dapat smenyelesaikan penyusunan

Makalah Ujian Komprehensif ini dengan baik.

Tugas akhir ini disusun sebagai salah satu persyaratan yang harus

dipenuhi dalam rangka menyelesaikan Program Studi pada Jurusan Sipil

dan Perencanaan Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Makassar.

Adapun judul tugas akhir kami adalah:“ STUDI TINGKAT BAHAYA EROSI

PADA AREA SABUK HIJAU KAYUARA BENDUNGAN BILI – BILI

KABUPATEN GOWA”

Dalam penyusunan tugas akhir ini penulis mendapatkan banyak

masukan yang berguna dari berbagai pihak sehingga tugas akhir ini dapat

terselesaikan. Oleh karena itu dengan segala ketulusan serta keikhlasan

hati, kami mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya

kepada:

1. Bapak Hamzah Al Imran, S.T., M.T. sebagai Dekan Fakultas Teknik

Universitas Muhammadiyah Makassar.

2. Bapak Muh. Syafaat S. Kuba, S.T. sebagai Ketua Jurusan Sipil

Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Makassar.

3. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Lawalenna samang, M.Sc, M.eng selaku

pembimbing I dan bapak Ma’rufah, SP., MP. selaku pembimbing II,

Page 5: STUDI TINGKAT BAHAYA EROSI PADA AREA SABUK HIJAU …

iv

yang telah meluangkan banyak waktu, memberingan bimbingan dan

pengarahan sehingga terwujudnya tugas akhir ini.

4. Bapak dan Ibu dosen serta staf pegawai pada Fakultas Teknik atas

segala waktunya telah mendidik dan melayani kami selama mengikuti

proses belajar mengajar di Universitas Muhammadiyah Makassar.

5. Ayahanda dan ibunda tercinta yang senantiasa memberikan limpahan

kasih sayang, doa, serta pengorbanan kepada penulis.

6. Rekan-rekan mahasiswa Fakultas Teknik, terkhusus Saudaraku

Angkatan 2009 dengan rasa persaudaran yang tinggi banyak

membantu dan memberi dukungan dalam menyelesaikan tugas akhir

ini.

Pada akhir penulisan tugas Akhir ini, penulis menyadari bahwa

tugas akhir ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu penulis meminta saran

dan kritik sehingga laporan tugas akhir ini dapat menjadi lebih baik dan

menambah pengetahuan kami dalam menulis laporan selanjutnya.

Semoga laporan tugas akhir ini dapat berguna bagi penulis khususnya

dan untuk pembaca pada umumnya.

Wassalamu`alaikum, Wr. Wb.

Makassar, Juni 2014

Penulis

Page 6: STUDI TINGKAT BAHAYA EROSI PADA AREA SABUK HIJAU …

v

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................... i

HALAMAN PERSETUJUAN ................................................................ ii

KATA PENGANTAR ............................................................................ iii

DAFTAR ISI .......................................................................................... v

DAFTAR GAMBAR………………………………………………………... vii

DAFTAR TABEL…………………………………………………………..... viii

DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN .................................................. .. ix

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................... 1

A. Latar Belakang ........................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ..................................................................... 3

C. Batasan Masalah ....................................................................... 3

D. Tujuan Penelitian ....................................................................... 4

E. Manfaat Penelitian ..................................................................... 4

F. Sistematika Penulisan ................................................................ 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .............................................................. 6

A. Aspek Teknis Hidroklimatologi ................................................... 6

B. Peran Strategis Area Sabuk Hijau…………………………………. 12

C. Prinsip dan Mekanisme Erosi Permukaan…………………….…. 14

D. Erosivitas dan Erodibilitas vs Pengolahan Lahan ....................... 24

E. Toleransi Erosi Lahan Hijau………………………………………… 33

F. Penilaian Tingkat Bahaya Erosi ……...…………..………..……… 34

Page 7: STUDI TINGKAT BAHAYA EROSI PADA AREA SABUK HIJAU …

vi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN .................................................. 36

A. Lokasi dan Waktu Penelitian ...................................................... 36

B. Pengambilan Data dan Sampel .................................................. 37

C. Rancangan Penelitian……………………………………………… 37

D. Metode Analisa Data .................................................................. 42

E. Bagan Alur Penelitian ................................................................. 45

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................... 46

A. Kondisi Lokasi Penelitian .......................................……………… 46

B. Penilaian Erosivitas dan Erodibilitas Serta Tata Lahan ............... 48

C. Laju Erosi Potensial Zona Sabuk Hijau ....................................... 57

D. Besaran Erosi Toleransi Lahan………………….………………… 60

E. Nilai Tingkat Bahaya Erosi ……..………………………………….. 61

BAB V PENUTUP ................................................................................. 65

A. Kesimpulan…………………………………………………………..…65

B. Saran………………………………………………………………….…66

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 8: STUDI TINGKAT BAHAYA EROSI PADA AREA SABUK HIJAU …

vii

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Daur Hidrologi 9

2. erosi percik (splash erosion) 15

3. Erosi Lembar (sheet erosion) 16

4. erosi alur (rill erosion) 16

5. Erosi Parit (gully erosion) 17

6. Skema proses terjadinya Erosi Tanah 21

7. peta gambar sabuk hijau kayuara bendungan bili –bili 36

8. Flow Chart Penelitian/ Bagan Alur Penelitian 45

Page 9: STUDI TINGKAT BAHAYA EROSI PADA AREA SABUK HIJAU …

viii

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Faktor K dari Depertemen kehutanan RI 29

2. Penilaian struktur tanah 30

3. Kode permeabilitas tanah 30

4. Nilai M persentase ukuran partikel 30

5. Faktor Indeks Panjang dan Kemiringan Lereng 31

6. Nilai CP untuk berbagai faktor penggunaan lahan 32

7. Faktor kedalaman beberapa sub order tanah 33

8. nilai kedalaman efektif akar berdasarkan kelas lereng 34

9. Kriteria tingkat bahaya erosi (TBE) 35

10. Nilai erosivitas hujan pada sabuk hijau kayuara 49

11. nilai erodibilias (K) pada masing – m masing lokasi 51

12. Nilai faktor kemiringan lereng pada masing – masing lokasi 56

13. nilai tutupan lahan dan konservasi tanah 57

14. Laju erosi petensial pada Area sabuk hijau kayuara 59

15. Erosi yang dapat di toleransi (TSL) 61

16. Tingkat bahaya erosi (TBE) 63

Page 10: STUDI TINGKAT BAHAYA EROSI PADA AREA SABUK HIJAU …

ix

DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN

Notasi Defenisi dan Keterangan

A Jumlah tanah yang tererosi (ton/ha/tahun)

R Erosivitas (rain fall factor)

K Faktor erodibilitas tanah

LS Panjang dan kemiringan lereng

CP Tindakan konservasi tanah

TBE Tingkat bahaya erosi

M persentase pasir sangat halus dan debu

O persentase bahan organik

S kode struktur tanah yang dipergunakan dalam klasifikasi

P kelas permebilitas tanah

RD kedalaman perakaran efektif

S Kemiringan lereng (%)

TSL laju erosi yang masih dapat ditoleransi (mm/th)

DE kedalaman akar efektif (mm)

Fd faktor kedalaman

T umur guna sumberdaya tanah (tahun)

BD berat jenis (gr/cm2)

Page 11: STUDI TINGKAT BAHAYA EROSI PADA AREA SABUK HIJAU …

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada dasarnya Waduk atau bendungan berfungsi sebagai

penampung air dan tanah hanyut akibat erosi yang berasal dari daerah

diatasnya untuk mengamankan daerah dibawahnya dari banjir dan erosi.

Suatu waduk penampung atau waduk konservasi dapat menahan air

kelebihan pada masa-masa aliran air tinggi untuk digunakan selama

masa-masa kekeringan (Sukartaatmadja, 2004). Waduk dan bendungan

juga bermanfaat sebagai konservasi air. Namun demikian, terkait dengan

ancaman keberlanjutan fungsi waduk, sumber sedimen pada umumnya

diakibatkan oleh tingginya tingkat erosi yang terjadi di hulu. Penyebab

utama pengurangan kapasitas tampungan bendungan-bendungan di

Indonesia adalah tingginya laju sedimentasi (Azdan et all, 2008).

Menurut Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Air

(2008) disebutkan pula beberapa waduk yang mengalami tingkat

sedimentasi tinggi yaitu Sengguruh dan Karangkates di DAS Kalibrantas

Hulu, Waduk Wonogiri di DAS Bengawan Solo, Waduk Mrica di DAS

Serayu, Waduk Saguling dan Cirata di DAS Citarum Tengah, termasuk

Waduk Bili-Bili di DAS Jeneberang Kabupaten Gowa Sulawesi selatan.

1

Page 12: STUDI TINGKAT BAHAYA EROSI PADA AREA SABUK HIJAU …

2

Waduk Bili-Bili yang merupakan salah satu waduk terbesar di

Propinsi Sulawesi Selatan terletak di bagian tengah DAS Jeneberang

mulai diresmikan penggunaannya pada tahun 1999. Waduk ini merupakan

waduk serbaguna yang dibangun dengan tujuan untuk pengendalian

banjir, pemenuhan kebutuhan air irigasi, suplai air baku dan pembangkit

listrik tenaga air. Waduk serbaguna Bili-Bili yang dibangun dengan

maksud untuk pengendalian daya rusak, mengoptimalkan pengelolaan

dan pemanfaatan sumberdaya air yang ada pada bagian hulu DAS

Jeneberang. Namun, dalam perkembangan terakhir terjadi penurunan

pemanfaatan fungsi layanan waduk akibat laju erosi menuju bendungan

Bil–bili terus meningkat. Jumlah erosi yang tertampung di bendungan

setiap tahun mencapai 30 ton/ha. Sementara daya tampungnya hanya 18

ton/ha dalam setahunnya. (BPDAS Jeneberang, 2010).

Salah satu upaya pemerintah setempat dalam menekan angka laju

erosi yang menuju bendungan Bili–bili yaitu membuat sabuk hijau

(Arboretum) di sekitar bantaran bendungan Bili–bili. Dimana di dalam

sabuk hijau terdapat beberapa koleksi tanaman seperti mangga, jati, kopi,

pisang, nangka dan lain – lain.

Sebagai dasar dari penelitian ini bahwa di daerah sabuk hijau

(Arboretum) ini belum adanya nilai koefisien tingkat laju erosi yang terjadi.

Dalam hal ini nilai koefisien tingkat laju erosi dapat di gunakan sebagai

indikator yang menunjukkan bahwa sabuk sabuk hijau (Arboretum) efektif

atau tidaknya dalam menekan tingkat laju erosi yang terjadi. Sehingga

Page 13: STUDI TINGKAT BAHAYA EROSI PADA AREA SABUK HIJAU …

3

untuk mengetahui nilai koefisien tingkat laju erosi pada Area sabuk hijau

terutama pada daerah yang bervegetasi dan memiliki kemiringan lereng

yang berbeda. Maka di lakukan perhitungan laju erosi dengan

mengunakan metode gabungan antara metode pengukuran langsung di

lapangan dan pegolahan data dengan metode USLE.

Untuk itu berdasarkan uraian di atas perlu di adakan penelitian

tengtang “ Studi Tingkat Dan Bahaya Erosi Pada Area Sabuk Hijau

Kayuara Bendungan Bili – bili Kabupaten Gowa” untuk dijadikan tugas

akhir pada program studi Sipil Pengairan, Fakultas Teknik, Universitas

Muhammadiyah Makassar.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana erosivitas dan erodibilitas serta pengolahan lahan pada

Area sabuk hijau kayuara bendungan Bili – bili ?

2. Bagaimana laju erosi dan tingkat bahaya erosi (TBE) yang terjadi

pada Area sabuk hijau kayuara bendungan Bili – bili ?

C. Batasan Masalah

Penelitian ini memiliki batasan – batasan masalah sebagai berikut:

1. Hanya ingin mengetahui erosivitas dan erodibilitas serta pengolahan

lahan pada Area sabuk hijau bendungan Bili – bili.

2. Hanya menghitung laju erosi dan tingkat bahaya erosi (TBE) yang

terjadi pada sabuk hijau bendungan Bili – bili.

Page 14: STUDI TINGKAT BAHAYA EROSI PADA AREA SABUK HIJAU …

4

D. Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukan penelitian ini adalah:

1. Mengetahui erosivitas dan erodibilitas serta pengolahan lahan pada

Area sabuk hijau bendungan Bili – bili.

2. Mengetahui laju erosi dan tingkat bahaya erosi (TBE) yang terjadi

pada Area sabuk hijau bendungan Bili – bili.

E. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan bermanfaat:

1. Dapat dijadikan acuan penelitian selanjutnya dalam mengidentifikasi

tanah yang memiliki tingkat laju erosi pada sabuk hijau Kayuara

bendungan Bili – bili.

2. Dapat digunakan sebagai bahan referensi dalam konservasi tanah

pada pemanfaatan lahan tanaman yang berada dalam sabuk hijau

Kayuara bendungan Bili – bili.

F. Sistematika Penulisan

Penulisan tugas akhir ini terdiri dari lima bab, dimana masing-

masing bab membahas masalah tersendiri, selanjutnya sistematika

laporan ini sebagai berikut:

Page 15: STUDI TINGKAT BAHAYA EROSI PADA AREA SABUK HIJAU …

5

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisi latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan

penelitian, batasan masalah, manfaat penelitian dan sistematika

penulisan.

BAB II TINJUAN PUSTAKA

Menguraikan tinjauan mengenai permasalahan yang akan menjadi

bahan penelitian dalam penulisan tugas akhir pada suatu wilayah tertentu.

Dimana dalam hal ini mencakup teori-teori beserta formula yang berkaitan

langsung dengan penelitian yang akan dilakukan.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Merupakan gambaran umum mengenai lokasi penelitian, peralatan

penelitian serta metode penelitian yang akan digunakan.

BAB IV ANALISA HASIL dan PEMBAHASAN

Membahas tentang hasil dari penelitian yang telah di lakukan baik

hasil penelitian lapangan maupun uji lab dan menganalisa tingkat bahaya

erosi dan laju erosi dengan menggunakan rumus USLE dan menghitung

erosi yang dapat ditoleransi dengan menggunakan rumus empiris

BAB V PENUTUP

Bab ini berisi kesimpulan dari pembahasan bab sebelumnya dan

saran yang berhubungan dengan permasalahan ini

Page 16: STUDI TINGKAT BAHAYA EROSI PADA AREA SABUK HIJAU …

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Aspek Teknis Hidroklimatologi

a. Pengertian Hidrologi

Hidrologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang air dalam

segala bentuknya (cairan, gas, maupun padat) di dalam dan di atas

permukaan tanah. Termasuk di dalamnya adalah penyebaran, daur dan

perilakunya, sifat-sifat fisik dan kimianya, serta hubunganya dengan

unsur-unsur hidup dalam air itu sendiri. (C.Asdak, 1983). Ilmu hidrologi

dibagi menjadi dua yaitu, hidrologi pemeliharaan (menyangkut data

operasional dan peralatan teknisnya) dan hidrologi terapan (menyangkut

analisis hidrologi).

Secara umum analisis hidrologi merupakan satu bagian analisis

awal dalam perancangan bangunan-bangunan hidraulik, baik dalam

perancangan, pelaksanaan dan pengoperasiannya. Pengertian yang

terkandung di dalamnya adalah bahwa informasi dan besaran - besaran

yang terkandung dalam analisis hidrologi merupakan masukan penting

bagi analisis selanjutnya. Di dalam hidrologi, salah satu aspek analisis

yang diharapkan dihasilkan untuk menunjang perancangan bangunan-

bangunan hidraulik adalah penetapan besaran-besaran rancangan, baik

hujan, banjir maupun unsur-unsur hidrologi lainnya, oleh karena itu

6

Page 17: STUDI TINGKAT BAHAYA EROSI PADA AREA SABUK HIJAU …

7

pemahaman mengenai unsur-unsur yang terkandung dalam analisis

hidrologi harus benar-benar dipahami.

b. Siklus Hidrologi

Matahari merupakan sumber tenaga bagi alam. Dengan adanya

tenaga tersebut, maka seluruh permukaan bumi akan mengalami

penguapan, baik dari muka tanah, permukaan pepohonan (transpiration)

dan permukaan air (evaporation).

Sebagai akibat dari penguapan, maka terbentuk awan yang

apabila keadaan klimatologi memungkinkan, awan dapat terbawa ke darat

dan dapat terbentuk menjadi awan pembawa hujan (rain could). Hujan

baru akan terjadi bila berat butir-butir air hujan tersebut telah lebih besar

dari gaya tekan udara ke atas. Dalam keadaan klimatologis tertentu, maka

air hujan yang terus melayang tersebut dapat teruapkan kembali menjadi

awan. Air hujan yang sampai ke permukaan tanah disebut hujan, dan

dapat diukur. Hujan yang terjadi tersebut sebagian juga akan tertahan

oleh mahkota dan dedaunan pada pepohonan dan bangunan-bangunan

yang selanjutnya ada yang diuapkan kembali. Bagian air ini tidak dapat

diukur dan merupakan bagian air yang hilang (interception).

Air yang jatuh ke permukaan tanah terpisah menjadi dua bagian,

yaitu bagian yang mengalir di permukaan yang selanjutnya menjadi aliran

limpasan (overland flow), yang selanjutnya dapat menjadi limpasan (run-

off), yang seterusnya merupakan aliran sungai menuju ke laut. Aliran

limpasan sebelum mencapai saluran dan sungai, mengalir dan tertahan di

Page 18: STUDI TINGKAT BAHAYA EROSI PADA AREA SABUK HIJAU …

8

permukaan tanah dalam cekungan-cekungan, dan sampai jumlah tertentu

merupakan bagian air yang hilang karena proses infiltrasi, yang disebut

sebagai tampungan-cekungan (depression storage).

Bagian lainnya masuk ke dalam tanah melalui proses infiltrasi.

Tergantung dari struktur geologinya, dapat terjadi aliran mendatar yang

disebut aliran antara (interflow). Bagian air ini juga mencapai sungai dan

atau ke laut. Bagian lain dari air yang terinfiltrasi dapat diteruskan sebagai

air perkolasi yang mencapai akuifer. Air ini selanjutnya juga mengalir

sebagai aliran air tanah menuju ke sungai atau laut.

Dalam daur hidrologi, energi matahari menyebabkan terjadinya

proses evaporasi di laut atau badan-badan air lainnya. Uap air tersebut

akan terbawa oleh angin melintasin daratan yang bergunung maupun

datar. Dan apabila keadaan atmosfer memungkinkan, sebagian uap air

tersebut akan turun menjadi hujan.

Air hujan yang mencapai permukaan tanah sebagian akan masuk

ke dalam tanah (infiltration). Sedangkan air hujan yang tidak terserap ke

dalam tanah akan tertampung sementara dalam cekungan-cekungan

permukaan tanah, untuk kemudian mengalir ke permukaan yang lebih

rendah untuk selanjutnya masuk ke sungai. Air infiltrasi akan tertahan di

dalam tanah oleh gaya kapiler yang selanjutnya akan membentuk

kelembaban tanah. Apabila tingkat kelembaban air tanah telah cukup

jenuh maka air hujan yang masuk ke dalam tanah akan bergerak secara

lateral (horisontal) untuk selanjutnya pada tempat tertentu akan keluar lagi

Page 19: STUDI TINGKAT BAHAYA EROSI PADA AREA SABUK HIJAU …

9

ke permukaan tanah dan akhirnya mengalir ke sungai. Sedangkan air

hujan yang masuk ke dalam tanah akan bergerak vertikal ke tanah yang

lebih dalam menjadi bagian dari tanah (gound water). Air tanah tersebut

terutama pada musim kemarau akan mengalir pelan-pelan ke sungai,

danau atau penampungan air alamiah lainnya.

c. Siklus Air di Bumi

Air menguap ke udara dari permukaan tanah, tanaman dan laut,

berubah menjadi awan setelah mengalami beberapa proses dan

kemudian jatuh sebagai hujan / salju ke permukaan laut atau daratan,

sebelum tiba di Bumi sebagian langsung menguap ke udara dan sebagian

tiba di permukaan Bumi. Tidak semua bagian hujan yang jatuh ke bumi

mencapai permukaan tanah, sebagian akan tertahan oleh tumbuh –

tumbuhan dimana sebagian akan menguap dan sebagian lagi akan jatuh /

mengalir melalui dahan – dahan ke permukaan tanah.

Gambar 1: Daur Hidrologi Sumber: Asdak, C, 1995: 9

d. Distribusi Curah Hujan dalam Laju Erosi

Curah hujan yang diperlukan untuk perhitungan laju erosi pada

suatu Daerah adalah curah hujan rata-rata di seluruh daerah yang

Page 20: STUDI TINGKAT BAHAYA EROSI PADA AREA SABUK HIJAU …

10

bersangkutan, bukan curah hujan pada suatu titik tertentu. Curah hujan ini

disebut curah hujan wilayah/ daerah dan dinyatakan dalam mm.

(Sosrodarsono, 2003: 27)

1. Analisis curah hujan rencana

a) Metode Rata-rata Aljabar

Cara perhitungan curah hujan daerah dari pengamatan curah

hujan di beberapa titik adalah salah satu dari beberpa metode.yaitu

metode Metode Rata-rata aljabar. Menurut Joesron (1987: V-1), “Metode

Rata-rata aljabar dipakai pada daerah yang datar dan mempunyai banyak

stasiun curah hujan, dengan anggapan bahwa di daerah tersebut sifat

curah hujannya adalah uniform”. Cara perhitungan metode Rata-rata

aljabar menurut Sosrodarsono (2003: 27) sebagai berikut.

𝐑 =𝟏

𝒏(𝐑𝟏 + 𝐑𝟐+. .…+ 𝐑𝐧)………………………………..….(1)

dimana :

R = curah hujan rata-rata (mm)

n = jumlah stasiun hujan

R1,R2,.R3 =besarnya curah hujan pada masing-masing stasiun hujan (mm)

b) Metode Thiessen

Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut :

1. Tentukan stasiun penakar curah hujan yang berpengaruh pada daerah

pengaliran,

2. Tarik garis hubungan dari stasiun penakar hujan / pos hujan tersebut,

3. Tarik garis sumbunya secara tegak lurus dari tiap-tiap garis hubung

tersebut,

Page 21: STUDI TINGKAT BAHAYA EROSI PADA AREA SABUK HIJAU …

11

4. Hitung luas DAS pada wilayah yang dipengaruhi oleh stasiun penakar

curah hujan tersebut.

Cara poligon Thiessen ini dipakai apabila daerah pengaruh dan

curah hujan rata-rata tiap stasiun berbeda-beda, Dimana rumus yang

digunakan untuk menghitung curah hujannya adalah sebagai berikut :

R=𝑨𝟏𝑹𝟏+𝑨𝟐𝑹𝟐+⋯+ 𝑨𝒏𝑹𝒏

𝑨𝟏+𝑨𝟐+⋯+𝑨𝒏 …………………………………………………………..(2)

dimana :

R1,…,Rn = Curah hujan di tiap stasiun pengukuran (mm)

A1,…,An = Luas bagian daerah yang mewakili tiap stasiun

pengukuran(km2)

R = Besarnya curah hujan rata-rata Daerah Aliran Sungai (DAS)

(mm)

Setelah luas pengaruh pada tiap-tiap stasiun didapat, koefisien Thiessen

dapat dihitung :

Ci = 𝑨𝒊

𝑨 × 𝟏𝟎𝟎 % ………………………………………………………………(3)

dimana :

Ci = Koefisien Thiessen

A = Luas total Daerah Aliran Sungai (km2)

Ai = Luas bagian daerah di tiap stasiun pengamatan (km2)

Page 22: STUDI TINGKAT BAHAYA EROSI PADA AREA SABUK HIJAU …

12

B. Peran Strategis Area Sabuk Hijau

Area sabuk hijau merupakan kebun koleksi tanaman pohon atau

kayu-kayuan (biasanya tanaman hutan) yang bermanfaat bagi ilmu

pengetahuan salah satunya dalam ilmu teknik sipil. Manfaat lain yang

dapat diperoleh dari Area sabuk hijau adalah sebagai pengatur tata

air, pengendali erosi, pembentukan iklim mikro serta sebagai obyek

wisata/rekreasi alam. Istilah Area sabuk hijau sendiri pertama kali

digunakanoleh John Claudius Loudon padatahun 1833, walaupun

sebenarnya sudah ada konsepnya terlebih dahulu (Wikipedia, 2013). Area

sabuk hijau adalah semacam kebun botani yang yang ditanami berbagai

jenis tumbuhan untuk keperluan koleksi, penelitian, dan konservasi (di luar

habitat). Selain untuk penelitian, kebun botani dapat berfungsi sebagai

sarana wisata dan pendidikan bagi pengunjung (Wikipedia, 2013).

Untuk kegiatan penelitian, tumbuhan koleksi di dalam kebun botani

dipelihara dan diberi keterangan nama dan beberapa informasi lainnya

yang berguna bagi pengunjung. Dua tambahan penting bagi suatu kebun

botani adalah perpustakaan dan herbarium. Identifikasi/klasifikasi adalah

hal yang umum dilakukan di kebun botani. Kebun botani dapat pula

memiliki bangunan khusus untuk menumbuhkan koleksi yang tidak dapat

hidup pada iklim alami tempat itu atau memerlukan perawatan khusus.

Bangunan khusus ini dapat berupa rumah kaca atau klimatron dan iklim

buatan dapat dibuat di dalamnya (Wikipedia, 2013).

Page 23: STUDI TINGKAT BAHAYA EROSI PADA AREA SABUK HIJAU …

13

Untuk kegiatan konservasi, Area sabuk hijau merupakan koleksi

botani yang khusus diisi dengan jenis pepohonan, sehingga arboretum

dapat berfungsi sebagai kebun plasma nutfah pepohonan. Pada

umumnya Area sabuk hijau menampung semua jenis tanaman tahunan

(buah-buahan, industri, dan perkebunan), baik yang langka maupun yang

telah dibudidayakan. Penanaman pohon dalam kebun arboretum biasanya

disesuaikan dengan keadaan di alam, tanpa menganut system budidaya,

tanpa memperhatikan jarak tanaman atau arahnya. Namun tata letaknya

masih memperhatikan arah sinar matahari. dengan cara di atas, terkesan

arboretum tersebut sebagai hutan buatan (Komisi nasional Plasma Nutfah,

2002).

Sedangkan untuk kegiatan wisata, Area sabuk hijau merupakan

tempat wisata ilmiah yang lebih berorientasi kepada pendidikan bagi

pengunjungnya. Aspek inilah yang membedakan Area sabuk hijau dengan

obyek wisata umum lainnya. Lilis Sukartini (2012), menyatakan bahwa

konsep dasar perencanaan Area sabuk hijau dikenal sebagai upaya

meningkatkan pengetahuan masyarakat terhadap tumbuh-tumbuhan,

terutama pohon-pohonan melalui kegiatan yang bersifat kreatif.

Page 24: STUDI TINGKAT BAHAYA EROSI PADA AREA SABUK HIJAU …

14

C. Prinsip dan Mekanisme Erosi Permukaan

a. Pengertian Erosi

Erosi didefenisikan sebagai suatu peristiwa hilang atau terkikisnya

tanah atau bagian tanah yang terangkut dari suatu tempat ketempat lain,

baik disebabkan oleh pergerakan air , angin dan/atau es.

Erosi juga dapat didefenisikan sebagai peristiwa pengikisan

padatan (sedimen, tanah, batuan, dan partikel lainnya) akibat transportasi

angin, air atau es, karakteristik hujan, creep pada tanah dan material lain

di bawah pengaruh gravitasi, atau oleh makhluk hidup misal hewan yang

membuat liang, dalam hal ini disebut bio-erosi. Erosi tidak sama dengan

pelapukan akibat cuaca, yang mana merupakan proses penghancuran

mineral batuan dengan proses kimiawi maupun fisik, atau gabungan

keduanya.

Erosi sebenarnya merupakan proses alami yang mudah dikenali,

namun dikebanyakan tempat kejadian ini diperparah oleh aktivitas

manusia dalam tata guna lahan yang buruk, penggundulan hutan,

kegiatan pertambangan, perkebunan dan perladangan, kegiatan

konstruksi/pembangunan yang tidak tertata dengan baik dan

pembangunan jalan. Tanah yang digunakan untuk menghasilkan tanaman

pertanian biasanya mengalami erosi yang jauh lebih besar dari tanah

dengan vegetasi alaminya. Alih fungsi hutan menjadi ladang pertanian

meningkatkan erosi, karena struktur akar tanaman hutan yang kuat

mengikat tanah digantikan dengan struktur akar tanaman pertanian yang

Page 25: STUDI TINGKAT BAHAYA EROSI PADA AREA SABUK HIJAU …

15

lebih lemah. Bagaimanapun, praktek tata guna lahan yang maju dapat

membatasi erosi, menggunakan teknik semisal terrace-building, praktek

konservasi ladang dan penanaman pohon.

b. Jenis-Jenis Erosi

Berdasarkan tenaga pengikis, erosi dibedakan menjadi empat,

antara lain :

(1). Ablasi (Pengikisan oleh air)

Umum terjadi di wilayah iklim tropik (yang curah hujan sangat

tinggi).

Bentuk-bentuk Ablasi antara lain :

a).Erosi Percik (splash erosion)

Erosi ini berupa percikan partikel-partikel tanah halus yang

disebabkan oleh tetes hujan pada tanah dalam keadaan basah. Tanda-

tanda nyata adanya erosi percik pada musim hujan dapat dilihat pada

permukaan daun yang terdapat pada partikel tanah, adanya batuan kerikil

diatas lapisan tanah. Jadi, jenis erosi ini dapat diamati pada waktu musim

hujan.

Gamabar 1 : erosi percik (splash erosion)

Page 26: STUDI TINGKAT BAHAYA EROSI PADA AREA SABUK HIJAU …

16

b). Erosi Lembar (sheet erosion)

Erosi ini memecah partikel tanah pada lapisan tanah yang hampir

seragam, sehingga erosi ini menghasilkan kenampakan yang seragam.

Intensitas dan lamanya hujan melebihi kapasitas infiltrasi. Oleh karena itu,

laju erosi permukaan dipengaruhi oleh kecepatan dan turbulensi aliran.

Gambar 2: Erosi lembar (sheet erosion)

c). Erosi Alur (rill erosion)

Erosi ini menghasilkan alur-alur yang mempunyai kedalaman yang

kurang dari 30 cm dan lebar kurang dari 50 cm. Sering terjadi pada tanah-

tanah yang baru saja diolah.

Gambar 3: erosi alur (rill erosion)

Page 27: STUDI TINGKAT BAHAYA EROSI PADA AREA SABUK HIJAU …

17

d). Erosi Parit (gully erosion)

Erosi ini menghasilkan alur-alur yang mempunyai kedalaman lebih

dari 30 cm dan lebar lebih dari 50 cm.

Gambar 4 : Erosi Parit (ully erosion )

(2). Deflasi atau Korasi

Proses pengikisan batuan atau tanah yang dilakukan oleh angin

disebut Deflasi atau Korasi. Erosi oleh tenaga angin banyak terjadi di

daerah gurun atau kering. Bentuk-bentuk lahan yang dapat diamati akibat

erosi angin antara lain batu jamur. Contohnya adalah dapat membentuk

Mushroom Rock. Berdasarkan teori, adanya gurun pasir karena proses

pelapukan mekanis. Proses ini dimulai ketika suhu siang hari yang terik

memanasi batuan gurun sampai diatas 80 derajat celcius sehingga batuan

itu memuai. Selama beribu-ribu tahun, angin gurun mengeruk batuan yang

hancur dan mengangkut butiran- butiran pasir halus. Lama-lama pasir itu

menumpuk menjadi bukit pasir yang halus.

(3).Eksarasi (glasiasi)

Erosi oleh gletser dan sering disebut erosi glasial, yaitu erosi yang

terjadi akibat pengikisan massa es yang bergerak menuruni lereng dan

dapat terjadi di pegunungan tinggi yang tertutup salju, misalnya di

Page 28: STUDI TINGKAT BAHAYA EROSI PADA AREA SABUK HIJAU …

18

Pegunungan Alpen, Pegunungan Himalaya, dan Pegunungan Rocky. Ciri

khas bentuk lahannya adalah adanya alur-alur lembah yang arahnya

relatif sejajar. Erosi ini yang berlangsung lama dapat membuat lembah-

lembah yang dalam dengan bentuk seperti huruf U. Endapan erosi oleh

gletser disebut dengan MORAINE.

(4).Abrasi

Erosi berdampak juga pada perubahan muka Bumi. Abrasi (erosi di

pantai) yaitu erosi oleh air laut atau ombak yang dibantu dengan adanya

batu-batu kerikil dibawa pecahan ombak akan mengikis daerah sekitar

pantai dan kekuatan pengikisan sebanding dengan besarnya gelombang.

Kejadian seperti ini pernah terjadi di Jayapura, abrasi di sepanjang pantai

di Pulau Biak mencapai 75 m dari garis pantai. Sejumlah karang dan

pulau rusak bahkan tenggelam akibat pengikisan. Pulau-pulau yang

tenggelam tersebut sebelumnya merupakan objek wisata yang sangat

indah di pulau Biak. Jadi, proses abrasi dan erosi oleh tenaga gelombang

atau air laut yaitu:

a. Abrasi menghasilakan cekungan yang panjang pada garis pantai.

b. Kemudian, cekungan tererosi lebih lanjut menjadi gua.

c. Erosi lebih lanjut oleh gelombang menyebabkan runtuhnya atap gua ke

laut dan terbentuklah cliff (dinding terjal).

d. Erosi yang terus-menerus, menyebabkan cliff runtuh. Pada periode

waktu yang panjang, proses ini berlangsung terus-menerus

menyebabkan terbentuknya platform di kaki cliff.

Page 29: STUDI TINGKAT BAHAYA EROSI PADA AREA SABUK HIJAU …

19

Beberapa bentuk lahan akibat erosi oleh tenaga gelombang antara

lain, sebagai berikut :

1. Cliff, yaitu pantai yang berdinding curam sampai tegak.

2. Relung,yaitu cekungan-cekungan yang terdapat pada dinding cliff.

3. Dataran abrasi, yaitu hamparan wilayah yang datar akibat abrasi dan

dapat terlihat dengan jelas pada saat pasang surut.

(5). Erosi karena Gravitasi

Erosi karena gravitasi terjadi dalam bentuk gerakan tanah atau

tanah longsor, yaitu gerakan massa tanah dan atau batuan menuruni

lereng karena gaya gravitasi bumi. Gerakan tanah dapat terjadi dalam

bentuk, antara lain: rayapan tanah, tanah longsor, atau jatuhan.

(6). Erosi oleh Organisme

Erosi ini terjadi karena aktifitas organisme yang melakukan

pemboran, penggerusan atau penghancuran terhadap batuan. Erosi ini

disebut juga bioerosion.

Ada 2 macam erosi, yaitu:

(1). Normal/ Geological erosion, yaitu:

Erosi yang berlangsung secara alamiah, terjadi secara normal

dilapangan melalui tahap- tahap:

a) Pemecahan agregat- agregat tanah kedalam partikel- partikel tanah

yaitu butiran- butiran tanah yang kecil.

b) Pemindahan partikel- partikel tanah dengan penghanyutan ataupun

karena kekuatan angin.

Page 30: STUDI TINGKAT BAHAYA EROSI PADA AREA SABUK HIJAU …

20

c) Pengendapan partikel-partikel tanah yang terpindahkan atau terangkut

tadi ditempat-tempat yang lebih rendah atau didasar- dasar sungai.

Erosi secara alamiah dapat dikatakan tidak menimbulkan musibah

yang hebat bagi kehidupan manusia atau keseimbangan lingkungan dan

kemungkinan kerugianpun hanya kecil saja, ini dikarenakan banyaknya

partikel- partikel tanah yang dipindahkan atau terangkut seimbang dengan

banyaknya tanah yang terbentuk ditempat- tempat yang lebih rendah itu.

(2).Accelerated erosion, yaitu:

Dimana proses- proses terjadinya erosi tersebut yang dipercepat

akibat tindakan- tindakan dan atau perbuatan- perbuatan itu sendiri yang

bersifat negatif ataupun telah melakukan kesalahan dalam pengelolaan

tanah dalam pelaksanaan pertanian. Jadi dalam hal ini manusia

membantu mempercepat terjadinya erosi tersebut. Jenis erosi ini banyak

sekali menimbulkan petaka, karena memang lingkungannya telah

mengalami kerusakan- kerusakan, menimbulkan kerugian besar seperti

banjir, kekeringan ataupun turunnya produktifitas tanah.

c. Proses Terjadinya Erosi

Proses erosi terdiri atas tiga bagian yang berurutan :

1). pengelupasan (detachment),

2). pengangkutan (transportation), dan

3). pengendapan (sedimentation) ( Asdak, 2010)

Proses erosi oleh air merupakan kombinasi dua sub proses yaitu :

Page 31: STUDI TINGKAT BAHAYA EROSI PADA AREA SABUK HIJAU …

21

a). penghancuran struktur tanah menjadi butir-butir primer oleh energi

tumbuk butir-butir hujan yang menimpa tanah dan perendaman oleh

air yang tergenang, dan pemindahan (pengangkutan) butir-butir tanah

oleh percikan hujan, dan

b). penghancuran struktur tanah diikuti pengangkutan butir-butir tanah

tersebut oleh air yang mengalir dipermukaan tanah. Secara skematis

proses terjadinya erosi diperlihatkan pada gambar 1

Gambar 6: Skema proses terjadinya Erosi Tanah (Arsyad, 1989)

Air hujan yang menimpa tanah-tanah terbuka akan menyebabkan

tanah terdispersi. Sebagian dari air hujan yang jatuh tersebut akan

mengalir di atas permukaan tanah. Banyaknya air hujan yang mengalir

diatas permukaan tanah tergantung pada hubungan antara jumlah dan

intensitas hujan dengan kapasitas infiltrasi tanah dan kapasitas

penyimpanan air tanah. Kekuatan perusak air yang mengalir diatas

Page 32: STUDI TINGKAT BAHAYA EROSI PADA AREA SABUK HIJAU …

22

permukaan tanah akan semakin besar dengan semakin curam dan makin

panjang lereng permukaan tanah.

Tumbuh-tumbuhan yang hidup diatas permukaan tanah dapat

memperbaiki kemampuan tanah menyerap air dan memperkecil kekuatan

perusak butir-butir hujan yang jatuh, dan daya dispersi dan angkut aliran

air di atas permukaan tanah. Perlakuan atau tindakan-tindakan yang

diberikan manusia terhadap tanah dan tumbuh-tumbuhan di atasnya akan

menentukan apakah tanah itu akan menjadi baik dan produktif atau

menjadi rusak (Arsad, 1989).

d. Faktor-Faktor Pemicu Erosi

Banyaknya erosi tergantung berbagai faktor. Faktor Iklim, termasuk

besarnya dan intensitas hujan / presipitasi, rata-rata dan rentang suhu,

begitu pula musim, kecepatan angin, frekuensi badai. faktor geologi

termasuk tipe sedimen, tipe batuan, porositas dan permeabilitasnya,

kemiringan lahan. Faktor biologis termasuk tutupan vegetasi

lahan,makhluk yang tinggal di lahan tersebut dan tata guna lahan oleh

manusia.

Umumnya, dengan ekosistem dan vegetasi yang sama, area

dengan curah hujan tinggi, frekuensi hujan tinggi, lebih sering kena angin

atau badai tentunya lebih terkena erosi. sedimen yang tinggi kandungan

pasir atau silt, terletak pada area dengan kemiringan yang curam, lebih

mudah tererosi, begitu pula area dengan batuan lapuk atau batuan pecah.

porositas dan permeabilitas sedimen atau batuan berdampak pada

Page 33: STUDI TINGKAT BAHAYA EROSI PADA AREA SABUK HIJAU …

23

kecepatan erosi, berkaitan dengan mudah tidaknya air meresap ke dalam

tanah. Jika air bergerak di bawah tanah, limpasan permukaan yang

terbentuk lebih sedikit, sehingga mengurangi erosi permukaan. Sedimen

yang mengandung banyak lempung cenderung lebih mudah bererosi

daripada pasir atau silt. Dampak sodium dalam atmosfir terhadap

erodibilitas lempung juga sebaiknya diperhatikan

Faktor yang paling sering berubah-ubah adalah jumlah dan tipe

tutupan lahan. pada hutan yang tak terjamah, mineral tanah dilindungi

oleh lapisan humus dan lapisan organik. kedua lapisan ini melindungi

tanah dengan meredam dampak tetesan hujan. lapisan-lapisan beserta

serasah di dasar hutan bersifat porus dan mudah menyerap air hujan.

Biasanya, hanya hujan-hujan yang lebat (kadang disertai angin ribut) saja

yang akan mengakibatkan limpasan di permukaan tanah dalam hutan. bila

Pepohonan dihilangkan akibat kebakaran atau penebangan, derajat

peresapan air menjadi tinggi dan erosi menjadi rendah. kebakaran yang

parah dapat menyebabkan peningkatan erosi secara menonjol jika diikuti

dengan hujan lebat. dalam hal kegiatan konstruksi atau pembangunan

jalan, ketika lapisan sampah / humus dihilangkan atau dipadatkan, derajad

kerentanan tanah terhadap erosi meningkat tinggi.

Pada dasarnya erosi dipengaruhi oleh tiga faktor utama, ketiga

kelompok tersebut meliputi :

1. Energi : hujan, air limpasan, angin, kemiringan dan panjang lereng.

Page 34: STUDI TINGKAT BAHAYA EROSI PADA AREA SABUK HIJAU …

24

2. Ketahanan : erodibilitas tanah (ditentukan oleh sifat fisik dan kimia

tanah).

3. Proteksi : penutupan tanah baik oleh vegetasi atau lainnya serta ada

atau tidaknya tindakan konservasi.

Jalan secara khusus memungkinkan terjadinya peningkatan

derajat erosi, karena selain menghilangkan tutupan lahan, jalan dapat

secara signifikan mengubah pola drainase, apalagi jika sebuah

embankment dibuat untuk menyokong jalan. Jalan yang memiliki banyak

batuan dan hydrologically invisible ( dapat menangkap air secepat

mungkin dari jalan, dengan meniru pola drainase alami) memiliki peluang

besar untuk tidak menyebabkan pertambahan erosi.

D. Erosivitas dan Erodibilitas vs Pengolahan Lahan

Salah satu persamaan yang pertama kali dikembangkan untuk

mempelajari erosi lahan adalah yang disebut persamaan Musgrave, yang

selanjutnya berkembang terus menjadi persamaan yang disebut Universal

Soil Loss Equation (USLE). USLE memungkinkan perencana memprediksi

laju erosi rata-rata lahan tertentu pada suatu kemiringan dengan pola

hujan tertentu untuk setiap macam-macam jenis tanah dan penerapan

pengelolaan lahan (tindakan konservasi lahan). USLE dirancang untuk

memprediksi erosi jangka panjang. Persaman tersebut dapat juga

memprediksi erosi pada lahanlahan (Listriyana, 2006). Model penduga

erosi USLE (universal soil loss equation) merupakan model empiris yang

Page 35: STUDI TINGKAT BAHAYA EROSI PADA AREA SABUK HIJAU …

25

dikembangkan di Pusat Data Aliran Permukaan dan Erosi Nasional, Dinas

Penelitian Pertanian, Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA)

bekerja sama dengan Universitas Purdue pada tahun 1954 (Kurnia (1997)

cit Hidayat (2003)). Model tersebut dikembangkan berdasarkan hasil

penelitian erosi pada petak kecil (Wischmeier plot) dalam jangka panjang

yang dikumpulkan dari 49 lokasi penelitian. Berdasarkan data dan

informasi yang diperoleh dibuat model penduga erosi dengan

menggunakan data curah hujan, tanah, topografi dan pengelolaan lahan

(Hidayat, 2003).

Dalam penghitungan bahaya erosi sangat dipengaruhi oleh faktor

curah hujan, panjang lereng, kemiringan lereng, tanah, serta penutupan

lahan berikut tindakan pengelolaannya. Faktor utama penyebab erosi

yaitu curah hujan dan adanya aliran permukaan. Dengan faktor-faktor

tersebut, maka besar erosi dapat ditentukan dengan rumus Universal Soil

Loss Equation (USLE) yang dikembangkan Wischmeier dan Smith (1978),

cit. Listriyana (2006).

A = R X K X LS X CP…………….………………………………………..(4)

Dimana :

A = Erosi tanah tahunan (ton/ha)

R = Faktor Erosivitas (rain fall faktor)

K = Faktor Erodibilitas tanah

LS = Faktor panjang dan kemiringan lereng

CP = Faktor Tutupan Lahan dan Konservasi Tanah

Page 36: STUDI TINGKAT BAHAYA EROSI PADA AREA SABUK HIJAU …

26

Rumus ini diperoleh dan dikembangkan dari kenyataan bahwa

erosi adalah fungsi erosivitas dan erodibilitas. Rumus diatas dikenal

dengan Persamaan Umum Kehilangan Tanah atau dalam bahasa Inggris,

Universal Soil- Loss Equation (USLE). Dalam menggunakan rumus ini di

satu wilayah di mana curah hujan dan jenis tanahnya relatif sama

sedangkan yang beragam adalah faktor-faktor panjang lereng,

kemiringan, serta pengelolaan lahan dan tanaman (L, S, P dan C).

Sedangkan R (erosivitas hujan) dan erodibilitas (K) relatif sama.

Implikasinya adalah bahwa pengendalian erosi dapat dilakukan melalui

pengendalian faktor L, sebagian S, P dan C. pengendalian faktor faktor itu

digabungkan ke dalam dua macam pengelolaan yakni pengelolaan lahan

dan pengelolaan tanaman. Rumus USLE tidak bisa digunakan untuk

menduga erosi tanah dari suatu lembah, sebab faktor-faktor tersebut di

atas tidak cocok untuk erosi parit dan/atau erosi bantaran sungai. Rumus

ini juga tidak dapat dengan tepat menghitung erosi satu kali kejadian

(Rahim, 2000).

Model penduga erosi USLE juga telah secara luas digunakan di

Indonesia. Disamping digunakan sebagai model penduga erosi wilayah,

model tersebut juga digunakan sebagai landasan pengambilan kebijakan

pemilihan teknik konservasi tanah dan air yang akan diterapkan, walaupun

ketepatan penggunaan model tersebut dalam memprediksi erosi wilayah

masih diragukan (Kurnia (1997), cit Hidayat (2003)). Hal ini disebabkan

Page 37: STUDI TINGKAT BAHAYA EROSI PADA AREA SABUK HIJAU …

27

karena model USLE hanya dapat memprediksi rata-rata kehilangan tanah

dari erosi lembar dan erosi alur, tidak mampu memprediksi pengendapan

sedimen pada suatu landscape dan tidak menghitung hasil sedimen dari

erosi parit, tebing sungai dan dasar sungai (Wischmeier (1976), cit Hidayat

(2003)).

Berdasarkan hasil pembandingan besaran erosi hasil pengukuran

pada petak erosi standar (Wischmeier plot) dan erosi hasil pendugaan

diketahui bahwa model USLE memberikan dugaan yang lebih tinggi untuk

tanah dengan laju erosi rendah, dan erosi dugaan yang lebih rendah untuk

tanah dengan laju erosi tinggi. Dengan kata lain kekurang-akuratan hasil

pendugaan erosi pada skala plot, mencerminkan hasil dugaan model ini

pada skala wilayah akan mempunyai keakuratan yang kurang baik.

Disamping itu, model USLE tidak menggambarkan proses-proses penting

dalam proses hidrologi (Risse et al.(1993), cit Hidayat(2003)).

a. Faktor Erosivitas Hujan (R)

Faktor Erosivitas (R) hujan adalah tenaga pendorong (driving

force) yang menyebabkan terkelupas dan terangkutnya partikel-partikel

tanah ketempat yang lebih rendah. Oleh beberapa ahli dicoba untuk

memakai data hujan yang umumnya tersedia, karena untuk mendapatkan

nilai R terlebih dahulu diperlukan data curah hujan bulanan, jumlah hari

hujan, dan hujan maksimum. Perhitungan nilai erosivitas hujan dilakukan

dengan menggunakan data curah hujan 10 tahun dan data tersebut diolah

dengan menggunakan persamaan Bols (1978).

Page 38: STUDI TINGKAT BAHAYA EROSI PADA AREA SABUK HIJAU …

28

R = 6,119 x (Rain)1,21 x (Days)-0,47 x (Max p)0,53 .....................................(5)

Dimana ;

R = indeks erosivitas rata-rata bulanan

Rain = curah hujan rata-rata bulanan (cm)

Days = jumlah hari hujan rata-rata perbulan

Maxp = curah hujan maksimum selama 24 jam dalam bulan

bersangkutan (cm)

b. Erodibilitas Tanah (K)

Erodibilitas Tanah adalah tingkat kepekaan suatu jenis tanah

terhadap erosi. Kepekaan tanah terhadap erosi (erodibilitas) tanah

didefinisikan oleh Hudson (1978) sebagai mudah tidaknya suatu tanah

tererosi. Secara lebih spesifik, Young et al. dalam veiche (2002)

mendefinisikan erodibilitas tanah sebagai mudah tidaknya tanah untuk

dihancurkan oleh kekuatan jatuhnya butir-butir hujan atau oleh kekuatan

aliran permukaan. Sementara Wischmeier dan Mannering (1969)

menyatakan bahwa erodibilitas alami tanah merupakan sifat kompleks

yang tergantung pada laju infiltrasi tanah dan kapasitas tanah untuk

bertahan terhadap penghancuran agregat (detachment) serta

pengangkutan oleh hujan dan aliran permukaan.

Faktor erodibilitas tanah yang diperoleh dari hasil percobaan

sifatnya sangat spesifik lokasi. Konsekuensinya, untuk mendapatkan

faktor erodibilitas tanah, banyak sekali percobaan yang harus dilakukan,

sehingga banyak menghabiskan banyak biaya dan waktu, juga akan

Page 39: STUDI TINGKAT BAHAYA EROSI PADA AREA SABUK HIJAU …

29

diperlukan banyak sekali plot-plot percobaan. Suatu pendekatan yang

lebih sederhana dilakukan adalah dengan menggunakan model prediksi,

dengan input data dan sifat-sifat tanah yang mudah diukur, dan

mempunyai koresi kuat dengan erodibilitas tanah. Nilai K dapat dilihat dari

tabel 3 untuk beberapa jenis tanah di Indonesia yang dikeluarkan oleh

dinas RLKT, Departemen Kehutanan RI

Tabel 1 faktor K dari Depertemen Kehutanan RI

Jenis Tanah Faktor erodibilitas (K)

Lotosol coklat kemerahan dan litosol Latosol kuning kemerahan dan litosol Latosol mediteran dan litosol Latosol kuning kemerahan Granusol Aluvial Regusol

0,43 0,36 0,46 0,56 0,20 0,47 0,47

(Sumber : Hardyatmo, 2006)

Kepekaan erosi tanah ini sangat dipengaruhi oleh tekstur,

kandungan bahan organik, permeabilitas dan kemantapan struktur tanah.

Nilai erodibilitas tanah dihitung dengan menggunakan rumus Weschmeier

dan smith (1978).

K = { 2,713 x 10-4 (12 – OM) M1,14 + 3,25 (S – 2) + 2,5 – (𝐏−𝟑)

𝟏𝟎𝟎……..…..(6)

Dimana:

M = persentase pasir sangat halus dan debu (diameter 0,05 – 0.1 dan

0,02 – 0,05mm) x (100-persentase tanah liat).

O = persentase bahan organik

S = kode struktur tanah yang dipergunakan dalam klasifikasi tanah

Page 40: STUDI TINGKAT BAHAYA EROSI PADA AREA SABUK HIJAU …

30

P = klas permebilitas tanah

Tabel 2 Penilaian struktur tanah

Kelas Struktur Tanah Nilai

Granuler sangat halus < (1 mm) Granuler halus (1-2 mm) Granuler sedang - kasar (2-10 mm) Gumpal, kubus, pipih atau masif

1 2 3 4

(Sumber : Suripin,2004)

Tabel 3 Kode Permeabilitas tanah

Klas Permeabilitas Cm/jam Nilai

Sangat Lambat Lambat Sedang sampai lambat (moderate to slow) Sedang (moderat) Sedang sampai cepat (moderate to rapid) Cepat (rapid)

<0,5 0,5-2,0 2,0-6,3

6,3-12,7

12,7-25,4

>25,4

6 5 4

3 2

1

(Sumber : Suripin ,2004)

Tabel 4 Nilai M persentase ukuran partikel (% Debu + % Pasir Sangat

Halus) x (100-% Liat) Untuk beberapa kelas tekstur tanah.

Kelas Tekstur Tanah Nilai M Kelas Tekstur Tanah Nilai M

Liat berat Liat sedang Liat berpasir Liat ringan Lempung liat berpasir Liat berdebu Lempung berliat

210 750 1213 1685 2160 2830 1830

Pasir Lempung berpasir Lempung liat berdebu Pasir berlempung Lempung Lempung berdebu Debu

3035 3245 3770 4005 4390 6330 8245

(Sumber : Suripin 2004)

Page 41: STUDI TINGKAT BAHAYA EROSI PADA AREA SABUK HIJAU …

31

c. Faktor panjang dan kemiringan lereng (LS)

Nilai indeks panjang dan kemiringan lereng yang digunakan dalam

penelitian ini adalah indeks yang dikembangkan oleh Arsyad (1978).

Panjang dan kemiringan lereng mempengaruhi erosi secara fisik. Lereng

yang terjal lebih mudah memindahkan tanah dari tempat yang tinggi ke

tempat yang lebih rendah. Nilai indeks panjang dan kemiringan lereng

dapat dilihat di Tabel 5

Tabel 5 Faktor Indeks Panjang dan Kemiringan Lereng

NO Klas berdasarka

kemiringan lereng

(%)

Indeks LS

1 0 – 8 0,4

2 8-15 1,4

3 15-25 3,1

4 25-45 6,8

5 ≥45 9,5

[Sumber: Modifikasi Indeks Panjang dan Kemiringan Lereng, Arsyad (2010:440)]

d . Faktor Tutupan Lahan (C) dan Konservasi Tanah (P)

Faktor C ditunjukan sebagai angka perbandingan yang

berhubungan dengan tanah hilang tahunan pada areal yang bervegetasi

dengan areal yang sama, jika suatu areal kosong dan ditanami secara

teratur, maka niilai faktor C berkisar antara 0,001 pada hutan tak

terganggu hingga 1,0 pada tanah kosong yang tidak ditanami. penentuan

Indeks tutupan lahan ini ditentukan dari peta tutupan lahan (landcover)

Page 42: STUDI TINGKAT BAHAYA EROSI PADA AREA SABUK HIJAU …

32

dan keterangan tutupan lahan pada peta sebagai satuan lahan ataupun

data yang langsung diperoleh dari lapangan.

Faktor konservasi tanah (P) merupakan tindakan pengawetan yang

meliputi usaha-usaha untuk mengurangi erosi tanah yaitu secara mekanis

maupun biologis / vegetasi. Nilai P ditentukan berdasarkan tabel indeks

konservasi tanah yang dilakukan. Pada kondisi tidak ada usaha

pengendalian erosi, diberikan nilai P sama dengan 1 dan kurang dari 1

untuk penggunaan lahan dengan penangan secara mekanis (Segel dan

Putuhena, 2005 dalam Hasibuan. R, 2009). Indeks penutupan lahan (C)

dan Indeks pengolahan lahan atau tindakan konservasi tanah (P) dapat

digabung menjadi faktor CP. Tabel di bawah ini menunjukkan Nilai CP

untuk berbagai faktor penggunaan lahan.

Tabel 6 Nilai CP untuk berbagai faktor penggunaan lahan

No Jenis Tata

Guna Lahan

CP

1 Belukar Rawa 0.01

2 Rawa 0.01

3 Semak/Belukar 0.30

4 Pertanian Lahan Kering Campur 0.19

5 Pertanian Lahan Kering 0.28

6 Perkebunan 0,50

7 Pemukiman 0.95

8 Hutan Lahan Kering Sekunder 0,01

9 Hutan Mangrove Sekunder 0.01

10 Hutan Rawa Sekunder 0.01

11 Hutan Tanaman 0.05

12 Sawah 0,01

13 Tambak 0.001

14 Tanah Terbuka 0.95

Sumber: Asdak.C, 1995

Page 43: STUDI TINGKAT BAHAYA EROSI PADA AREA SABUK HIJAU …

33

E. Toleransi Erosi Lahan Hijau

Besarnya laju erosi yang masih dapat ditoleransi dapat

diperkirakan dengan menggunakan rumus berikut ini

TSL = 𝐃𝐄𝐱𝐟𝐝

𝐓 + BD…………………………………………….…..(7)

Dimana :

TSL = laju erosi yang masih dapat ditoleransi (mm/th)

DE = kedalaman akar efektif (mm)

Fd = faktor kedalaman

T = umur guna sumberdaya tanah (tahun)

BD = berat jenis (gr/cm2)

Tabel 7 Faktor kedalaman beberapa Sub-order tanah

NO USDA Faktor Kedalaman Tanah 1 Tropepts 0.1 2 Udolls 0.1

3 Ustolls 0.1

4 Humox 0.1

5 Arents 0.1

6 Fluvents 0.1

7 Orthents 0.1

8 Psamments 0.1

9 Andepts 0.1

10 Hummods 0.1

11 Humults 0.1

12 Uderts 0.1

13 Ustearts 0.1 14 Aqualfs 0.9 15 Udalfs 0.9

16 Ustalfs 0.9 17 Aquents 0.9

(Sumber : Hummer, 1981 dalam Irwan Sukri Banuwa 2013) lanjutan tabel 7 hal 34

Page 44: STUDI TINGKAT BAHAYA EROSI PADA AREA SABUK HIJAU …

34

Tabel 8 nilai kedalaman efektif akar berdasarkan kelas lereng

NO Pengunaan lahan Kelas Lereng (%) Kedalaman efektif akar (mm)

1

HUTAN

8 – 15

15 – 25

25 – 40

≤ 300

300 – 600

300 – 600

2

KEBUN

8 – 15

15 – 25

25 – 40

300 – 600

300 – 600

300 – 600

Sumber : skripsi ino maret jauhari,2010

F. Penilaian Tingkat bahaya erosi (TBE)

Tingkat bahaya erosi adalah perkiraan kehilangan tanah

maksimum dibandingkan dengan tebal solum tanahnya pada setiap unit

lahan bila teknik pengelolaan tanaman dan konservasi tanah tidak

mengalami perubahan. Jumlah maksimum tanah hilang ini agar

produktivitas lahan tetap lestari, pada dasarnya harus lebih kecil atau

sama dengan jumlah tanah yang terbentuk melalui proses pembentukan

tanah. Akan tetapi untuk daerah-daerah yang digunakan untuk usaha

pertanian, terutama daerah berlereng, jumlah tanah hilang selalu lebih

besar dari tanah yang terbentuk. Karena itu untuk menentukan besarnya

erosi yang diperbolehkan kemudian dikembangkan batasan-batasan

seperti jangka waktu kelestarian tanah (resource life, kedalaman minimum

tanah yang diperbolehkan, dan sebagainya (Hardjowigeno dan

Widiatmaka, 2007).

Page 45: STUDI TINGKAT BAHAYA EROSI PADA AREA SABUK HIJAU …

35

Tingkat erosi pada dasarnya dapat ditentukan dari perhitungan

nisbah antara laju erosi tanah potensial (A) dengan laju erosi yang masih

dapat ditoleransikan (TSL) atau secara persamaan matematis dapat ditulis

sebagai berikut (Hammer, 1981):

TBE = 𝐀 𝐭𝐨𝐧/𝐡𝐚/𝐭𝐚𝐡𝐮𝐧

TSL ton /ha /tahun …………..……………………………..(8)

Dimana:

A = laju erosi potensial

TSL = toleransi erosi

Prakiraan besarnya laju erosi potensial dapat dihitung dengan

menggunakan persamaan USLE, sedangkan besarnya laju erosi yang

masih dapat ditoleransi dapat diprakirakan dengan menggunakan rumus

empiris.

Untuk menentukan tingkat bahaya erosi yang terjadi di Area sabuk

hijau kayuara berdasarkan metode Tingkat Erosi Finney dan Morgan

(Finney & Morgan, 1984 dalam Prawijiwuri, 2011)

Tabel 9 Kriteria tingkat bahaya erosi (TBE)

Erosi Tanah (Ton/ha/th)

Tingkat bahaya Erosi

(TBE)

< 15

15 - 60

60 - 180

180 - 480

> 480

Sangat ringan

Ringan

Sedang

Berat

Sangat berat

(Sumber : Finney & Morgan, 1984 dalam Prawijiwuri, 2011)

Page 46: STUDI TINGKAT BAHAYA EROSI PADA AREA SABUK HIJAU …

36

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian ini rencananya di Area sabuk hijau kayuara

Bendungan Bili-Bili secara administratif berada di Kecamatan Parangloe

Kabupaten Gowa Propinsi Sulawesi Selatan. Penelitian ini akan di

laksanakan pada bulan juli 2014 sampai bulan Agustus 2014.

Gambar 6 : peta gambar Sabuk Hijau kayuara bendungan Bili – bili

36

Page 47: STUDI TINGKAT BAHAYA EROSI PADA AREA SABUK HIJAU …

37

B. Pengambilan Data dan Sampel

Data yang dikumpulkan meliputi :

1. Data Sekunder :peta topografi, peta lereng, dan peta Area sabuk

hijau

2. Data Primer :penentuan wilayah dengan mengunakan GPS,

penentuaan titik koordinat, pengambilan sampel tanah, dan data

curah hujan

C. Rancangan Penelitian

1. Peralatan Survei

Peralatan yang digunakan untuk obsservasi lapagan diantaranya:

GPS, skop, meteran, ring sampel, kantong plastik untuk sampel tanah,

camera, dan alat tulis.

2. Jenis Pengujian

Jenis pengujian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

pengujian observasi lapangan dan pengujian sampel di laboratorium.

a) Pengujian Observasi Lapangan

1. Pengambilan sampel tanah dengan mengunakan ring sampel untuk

pengujian sampel di laboratorium.

2. Pengukuran tingkat kemiringan lereng dengan mengunakan alat

clinometers. Adapun langkah – langkah dalam penentuan nilai tingkat

kemiringan lereng dengan alat clinometers:

Page 48: STUDI TINGKAT BAHAYA EROSI PADA AREA SABUK HIJAU …

38

a. Pertama – tama kami ambil posisi di bagian bawah permukaan lahan

miring yang akan diukur

b. kemudian mengarahkan klinometer ke pucuk pohon/tanaman yang

tingginya sesuai dengan tinggi badan kami yang terdapat di bagian atas

permukaan lahan yang diukur

c. Setelah itu pembacaan nilai kemiringan klinometer dalam bentuk

persen

d. kami ulangi pekerjaan ini paling sedikit dua kali untuk mendapatkan

nilai rata-ratanya

b) Pengujian Sampel Di Laboratorium

1. Permebilitas

Langkah – langkah untuk mendapatkan hasil permebilitas:

a. Persiapan bahan dan alat

b. Melapisi dinding pipa dan sekeliling lingkaran dasar pipa yang nantinya

ditempatkan specimen dengan Vaselin. Fungsi Vaselin tersebut untuk

memperkecil gesekan langsung dengan dinding pada waktu piping

terjadi.

c. Memasukkan specimen tiap lapisan di padatkan sampai mencapai

ketinggian dengan 15 cm, sesuai hasil uji test permeabilitas. Setelah itu

pada bagian paling atas specimen sekeliling lingkaran pipa dilapisi

Vaselin.

d. Mengalirkan air water supply yang sudah terisi penuh dengan debit

kecil, dengan membuka kran tanpa mengubah bukaan kran. Tandon air

Page 49: STUDI TINGKAT BAHAYA EROSI PADA AREA SABUK HIJAU …

39

berfungsi sebagai water supply, yaitu air dari tandon dihubungkan ke

alat uji permeabilitas, arah aliran air dari bawah ke atas, dalam hal ini

debit yang masuk lewat kran tidak konstan karena elevasi air pada

tandon berubah-ubah seiring dengan mengalirnya air ke alat tersebut.

e. Ketika air sudah melewati specimen pada bagian paling atas dan keluar

melewati lubang outflow, air yang keluar tersebut ditampung dengan

gelas ukur selama waktu tertentu, dalam penelitian ini waktu tertentu

tersebut selama 20 detik.

f. Apabila terjadi perubahan tinggi specimen, maka waktu pengukuran

diperpendek dan hasil bias di dapatkan.

2. C – Organik

a. Menimbang sampel tanah sebanayak 0.1 gram dan masukkan kedalam

labu erlenmayer.

b. Menambahkan 10 Ml K2Cr2O7 1 N sambil di kocok.

c. Menambahkan H2SO4 pekat 4 Ml, lalu di putar pada alas selama 1

menit dan mendiamkan 20 – 30 Menit

d. Menambahkan 40 Ml air suling dan 2 Ml H3PO4 85 % , 0.2 gram NaF,

dan 6 tetes indikator Difenilalanin.

e. Mentitrasi segera dengan 0.5 N Fe2SO4 1 N.

f. Mengulang cara kerja dari 1-5 pada waktu yang sama untuk

mendapatkan angka C - Organik

Page 50: STUDI TINGKAT BAHAYA EROSI PADA AREA SABUK HIJAU …

40

3. Berat Jenis (BD)

a. Cuci piknometer dengan air suling dan keringkan. Timbang piknometer

dan tutupnya dengan ketelitian 0,01 gram ( W1 ).

b. Masukkan benda uji kedalam piknometer dan timbang bersama

tutupnya dengan ketelitian 0,01 gram ( W2 ).

c. Tambahkan air suling sehingga piknometer terisi dua pertiga. Untuk

bahan yang mengandung lempung diamkan benda uji terendam selama

paling sedikit 24 jam.

d. Didihkan isi piknometer dengan hati – hati selama minimal 10 menit,

dan miringkan botol – botol sekali –sekali untuk mempercepat

pengeluaran udara yang tersekap.

e. saat mempergunakan pompa vacum tekanan udara didalam

piknometer atau botol ukur tidak boleh dibawah 100 mm Hg. Kemudian

isilah piknometer dengan air suling dan biarkan piknometer beserta

isinya untuk mencapai suhu konstrat didalam bejana air atau dalam

kamar. Sesudah suhu konstrat tambahkan air suling seperlunya sampai

tanda batas atau sampai jenuh.Tutuplah piknometer, keringkan bagian

luarnya dan timbang dengan ketelitian 0,01 gram ( W3 ). Ukur suhu dari

isi piknometer dengan ketelitian 1ºC.

f. Bila isi piknometer belum diketahui maka tentukan isinya sebagai

berikut. Kosongkan piknometer dan bersihkan. Isi piknometer dengan

air suling yang suhunya sama dengan suhu pada c dengan ketelitian

Page 51: STUDI TINGKAT BAHAYA EROSI PADA AREA SABUK HIJAU …

41

1ºC dan pasang tutupnya. Keringkan bagian luarnya dan timbang

dengan ketelitian 0,01 gram dan dikoreksi terhadap suhu, ( W4 ).

g. Pemeriksaan dilakukan ganda ( duplo ) dengan sampel benda uji

lain.Setelah proses tes berat jenis tanah selesai, berikutnya kita

menghitung berat jenis tanah dengan rumus sebagai berikut

Gs = ( W2 – W1 ) / ( ( w4 – w1 ) – ( W3 – W2 ) )

Gs = Berat jenis tanah

W1 = berat piknometer ( gram ).

W2 = berat piknometer dan bahan kering ( gram ).

W3 = berat piknometer, bahan dan air ( gram ).

W4 = berat piknometer dan air ( gram ).

Apabila hasil kedua pemeriksaan berbeda lebih dari 0,03

pemeriksaan harus diulang. setelah selesai melakukan percobaan yang

benar, dan mengulang – ngulang lagi ,langkah terakhir adalah

menentukan rata – rata hasil percobaan tersebut.

Dalam teknis survei pertama – tama melakukan persiapan.

Persiapan dimaksudkan untuk mengumpulkan data-data pendahuluan

seperti peta tanah, peta Area sabuk hijau dan peta topografi yang

menggambarkan kelerengan Sabuk hijau. Kemudian dipersiapkan alat-

alat yang akan dipergunakan pada pengamatan lapangan. Setelah itu

penentuan titik lokasi pengambilan sampel tanah dan pengambilan

sampel tanah dengan mengunakan ring sampel.

Page 52: STUDI TINGKAT BAHAYA EROSI PADA AREA SABUK HIJAU …

42

D. Metode Analisi Data

1. Analisis Data Curah Hujan

Data curah hujan di dapatkan kemudian di analisis dengan

metode aljabar untuk mendapatkan rata rata curah hujan rata-rata

bulanan, jumlah hari hujan rata-rata perbulan, curah hujan maksimum

selama 24 jam dalam bulan bersangkutan dari tiga stasiun curah hujan

(Stasiun Bili - bili DAM SITE, Stasiun Allukeke, Stasiun Songkolo)

untuk mendapatka nilai erosivitas. Erosivitas merupakan salah satu

faktor yang mempengaruhi laju erosi.

2. Parameter – parameter yang digunakan:

a. Erosivitas hujan (R)

b. Erodibilitas Tanah (K)

c. Panjang Lereng dan kemiringan Lereng (LS)

d. Faktor Tutupan Lahan dan Konservasi Tanah (CP)

3. Analisis Erosi

Untuk mengetahui nilai laju erosi pada Area sabuk hijau, maka

terlebih dahulu mengumpulkan data – data yang diperlukan untuk

melakukan perhitungan dalam menentukan besarnya laju erosi. Dalam

tugas akhir ini, langkah – langkah yang dikerjakan antara lain: mulai,

dengan berkonsultasi dengan dosen pembimbing mengenai materi dan

data – data yang dikumpulkan. Setelah materi ditentukan, selanjutnya

mengumpulkan data – data yang diperlukan. Data tersebut meliputi: data

Page 53: STUDI TINGKAT BAHAYA EROSI PADA AREA SABUK HIJAU …

43

hujan, jenis tanah, peta topografi dan peta tata guna lahan. Data tersebut

kemudian dimasukkan kerumus USLE.

Adapun persamaan USLE (Universal Soil Loss Equation) yang

digunakan untuk menghitung besarnya laju erosi :

A = R x K x LS x CP

Dimana :

A = Erosi tanah tahunan (ton/ha)

R = Faktor Erosivitas (rain fall factor) MJ mm ha-1 hr-1 yr-1

K = Faktor Erodibilitas tanah (ton ha hr MJ-1 mm-1 ha-1)

LS = Faktor panjang dan kemiringan lereng

CP = Faktor Tutupan Lahan dan Konservasi Tanah

4. Analisis Erosi Toleransi Lahan

Adapun persamaan yang di gunakan untuk menganalisis erosi

toleransi lahan yaitu :

TSL = 𝐃𝐄𝐱𝐟𝐝

𝐓 + BD

Dimana :

TSL = laju erosi yang masih dapat ditoleransi (mm/th)

DE = kedalaman akar efektif (mm)

Fd = faktor kedalaman

T = umur guna sumberdaya tanah (tahun)

BD = berat jenis (gr/cm2)

Page 54: STUDI TINGKAT BAHAYA EROSI PADA AREA SABUK HIJAU …

44

5. Analisis Tingkat Bahaya Erosi

Adapun persamaan yang di gunakan untuk menganalisis tingkat

bahaya erosi yaitu :

TBE = 𝐀 𝐭𝐨𝐧/𝐡𝐚/𝐭𝐚𝐡𝐮𝐧

𝐓𝐒𝐋 𝐭𝐨𝐧/𝐡𝐚/𝐭𝐚𝐡𝐮𝐧

Dimana:

A = laju erosi potensial

TSL = toleransi erosi

Page 55: STUDI TINGKAT BAHAYA EROSI PADA AREA SABUK HIJAU …

45

E. Flow Chart Penelitian/ Bagan Alur Penelitian

Penentuan Lokasi

Pengambilan Sampel

Pengumpulan Data

Selesai

Mulai

Data Sekunder :

Peta topografpi

Peta lereng

Peta area

arboretum

Peta pengunaan

lahan

data curah hujan

Data Primer :

Pengambilan sampel

tanah

penentuan wilayah

dengan mengunakan

GPS

penentuaan titik

koordinat

kemiringan lereng

Analisis Hidrologi

Perhitungan tingkat bahaya

erosi (TBE)

Perhitungan laju erosi potensial dengan

metode USLE

Uji Laboratorium

Perhitungan erosi yang dapat

di toleransi (TSL)

Page 56: STUDI TINGKAT BAHAYA EROSI PADA AREA SABUK HIJAU …

46

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Kondisi lokasi penelitian

a. Letak Administrasi dan Batas Geografis

Lokasi penelitian merupakan kawasan Sabuk hijau kayuara

salapang yang terletak di kecamatan Parangloe, kabupaten Gowa. Secara

geografis terletak pada posisi sebagai berikut: (1) Pengambilan sampel

pertama dilakukan pada penggunaan lahan mangga dan jati yang terletak

pada titik koordinat S 150 14’ 27,71” dan E 1190 36’ 07,50” dengan

ketinggian 124 m dpl. (2) Pengambilan sampel ke dua dilakukan pada

penggunaan lahan rambutan,nangka dan kopi yang terletak pada titik

koordinat S 150 14’ 27,05” dan E 1190 36’ 09,65” dengan ketinggian 122

m dpl. (3) Pengambilan sampel ke tiga dilakukan pada penggunaan lahan

jati dan akasia yang terletak pada titik koordinat S 050 14’ 09,29,36” dan E

1190 36’ 9,17” dengan ketinggian 118 m dpl.

Lokasi penelitian memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut:

a. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Belapunranga

b. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Borisallo

c. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Manuju

d. Sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Bontoparang

46

Page 57: STUDI TINGKAT BAHAYA EROSI PADA AREA SABUK HIJAU …

47

b. Vegetasi dan penggunaan lahan

Lokasi penelitian ini merupakan kawasan Arboretum kayuara

salapang yang ditanami berbagai jenis tumbuhan untuk keperluan

koleksi,penelitian, dan konservasi.

Vegatasi utama pada titik pengambilan sampel pertama seperti

mangga (Mangifera Indica) dan jati (Tectona Grandis L.F) dimana jarak

kerapatan tanaman 1 meter, vegatasi utama pada titik pengambilan

sampel kedua seperti rambutan (Niphelium lappaceum L) dan nangka ()

dimana jarak kerapatan tanaman 2,5 meter, vegatasi utama pada titik

pengambilan sampel ketiga seperti jati (Tectona Grandis L.F) dan akasia

(Acacia Mangium a.k.a) sedangkan tanaman sisipan seperti Kopi (Coffea

sp) tanaman paku seperti pakis

c. Topografi

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan di Lapangan diperoleh

bahwa lereng lokasi penelitian menghadap ke arah Selatan dengan

kondisi topografi bergelombang, serta terdapat bebatuan dengan berbagai

ukuran. Hasil pengukuran kemiringan lereng pada lahan titik 1, titik 2 dan

titik 3 menunjukkan kemiringan lereng masing-masing 24,57%, 27,33%,

dan 32,24%.

d. Curah Hujan

Wilayah Indonesia pada umumnya adalah beriklim tropis dengan

mempunyai dua musim yaitu musim penghujan dan musim kemarau.

Musim penghujan biasanya mulai pada akhir Oktober sampai dengan Juni

Page 58: STUDI TINGKAT BAHAYA EROSI PADA AREA SABUK HIJAU …

48

dan musim kemarau dimulai pada bulan Juli sampai awal Oktober. Curah

hujan yang terjadi umumnya mempunyai intensitas curah hujan tahunan

rata-rata yang cukup tinggi yaitu berkisar antara 61.17 – 444.00 mm/tahun

dengan jumlah hari hujan rata tahunan dalam satu tahun berkisar antara

6.33 – 27.17 hari/tahun.

B. Penilaian Erosivitas dan Erodibilitas Serta Tata Lahan

a). nilai faktor erosivitas (R)

Berdasarkan Faktor iklim yang paling mempengaruhi erosi adalah

hujan (Arsyad, 2010). Curah hujan merupakan faktor iklim yang sangat

berpengaruh terhadap terjadinya erosi. Arsyad (2010) juga menyatakan

bahwa besarnya curah hujan, intensitas, dan distribusi hujan menentukan

kekuatan dispersi hujan terhadap tanah, jumlah dan kekuatan aliran

permukaan serta tingkat kerusakan erosi yang terjadi.

Dalam menentukan nilai erosivitas hujan diperlukan data curah

hujan yang diperoleh dari Dinas PSDA Provinsi Sulawesi selatan selama

10 tahun terakhir (2004 -2013) pada 3 stasiun curah hujan yang berbeda

(metode aljabar) kemudian dihitung dengan menggunakan rumus Bols.

Nilai Erosivitas Hujan pada Sabuk hijau Kayuara dapat dilihat pada Tabel

10. Dari hasil perhitungan tersebut diperoleh nilai erosivitas hujan bulanan

dalam setahun, selanjutnya dijumlahkan maka didapat nilai erosivitas

hujan (R) pada Sabuk hijau kayuara yang relatif rendah yaitu sebesar

91,44.

Page 59: STUDI TINGKAT BAHAYA EROSI PADA AREA SABUK HIJAU …

49

Tabel 10 Nilai erosivitas hujan pada Sabuk hijau kayuara

Bulan Rain (cm)

Days (hari)

Max (cm)

Erosivitas Hujan Bulanan

Nilai R

1 2,87 19,3 9,72 18,19

91,44

2 2,64 15,1 7,58 16,18

3 2,21 13,3 6,48 12,74

4 1,52 11,7 4,09 6,74

5 1,60 6 3,34 8,82

6 0,83 5,4 1,84 3,05

7 0,39 2 0,79 1,25

8 0,17 1 0,27 0,36

9 0,31 1 0,61 1,16

10 0,64 4,1 1,78 2,49

11 1,36 10,1 3,79 6,07

12 2,39 18,4 9,09 14,39

Sumber ; hasil perhitungan

Nilai erosivitas hujan ini merupakan salah satu faktor penyebab

erosi karena dapat menghasilkan energi kinetik terhadap tanah yang

mampu memecah agregat dan kemudian dapat dengan mudah terjadinya

aliran permukaan dengan melakukan penggerusan pada tanah yang

dilaluinya. Tetesan air hujan tersebut mengakibatkan terhempasnya

partikel tanah ke udara yang kemudian jatuh kembali ke permukaan bumi

akibat gravitasi bumi dan sebagian partikel halus menutup pori-pori tanah

sehingga menyebabkan porositas menurun. Selain itu air hujan dapat pula

melarutkan tanah seperti halnya debu dan liat yang sebagian dapat

menghasilkan aliran permukaan dan sebagian lagi masuk ke dalam tanah

yang bisa mengakibatkan tertutupnya pori-pori tanah. Pada lahan miring

partikel-partikel tanah sebagian besar tersebar ke arah bawah searah

Page 60: STUDI TINGKAT BAHAYA EROSI PADA AREA SABUK HIJAU …

50

lereng. Daya tumbuk air hujan dalam memecah agregat sebagian besar

tergantung dari kecepatan jatuhnya air hujan, diameter hujan dan

intensitas hujan. Dalam Suripin (2002) menyatakan bahwa terlemparnya

partikel tanah sangat tergantung pada kecepatan jatuh butir air hujan dan

kondisi permukaan tanah.

Tetesan air hujan juga mampu menimbulkan pembentukan lapisan

tanah keras pada lapisan permukaan yang menyebabkan kapasitas

infiltrasi tanah menurun dan aliran permukaan semakin besar. Aliran air di

permukaan mempunyai akibat yang penting. Lebih banyak air yang

mengalir di permukaan tanah maka lebih banyak tanah yang terkikis.

Menurut Hakim (1986) bahwa curah hujan yang jatuh ke permukaan

tanah mempunyai kekuatan yang sangat besar untuk memecahkan

gumpalan-gumpalan tanah. Kekuatan menghancurkan tanah dari curah

hujan jauh lebih besar dibandingkan dengan kekuatan mengangkut dari

aliran permukaan. Erosivitas hujan yang tinggi biasanya spesifik untuk

berbagai wilayah dan hampir tidak dapat berubah. Namun, pengaruh

erosivitas yang tinggi dapat dikurangi dengan jalan melemahkan energi

kinetik butiran hujan sebelum sampai di permukaan tanah, misalnya

dengan tanah penutup lahan.

b). Faktor erodibilitas (K)

Untuk nilai erodibilitas tanah (K) di butuhkan kandungan bahan

organik dan persentase pasir, debu dan liat serta seberapa besar

kemampuan tanah dapat meloloskan air maka dilakukan pengujian lab

Page 61: STUDI TINGKAT BAHAYA EROSI PADA AREA SABUK HIJAU …

51

dari sampel tanah yang telah diambil dilapangan, untuk jenis tanah pada

lokasi 1 memiliki penggunaan lahan hutan. Diperoleh data-data sebagai

berikut :

Diketahui :

M = 74.81

O = 0.0201

S = granuler halus (1 – 2 mm) = 2 (tabel 2)

P = 1.8 (cm/jam) (Hasil analisis laboratorium)

K = { 2.713 x 10-4 (12 – OM) M1,14 + 3.25 (S – 2) + 2.5 x(P−3)

100

K = 0.000271 (12 – 0.02 x 74.81)74.811,14 + 2.5 (2 – 2) + 2,5 x (1.8 – 3)

100

K = 0,000271 x 1437.17 x 2.51

K = 0,39

Jadi nilai erodibilitas tanah (K) pada lokasi 1 untuk penggunaan lahan

hutan adalah 0.39

Table 11 nilai erodibilias (K) pada masing – masing lokasi

Lokasi Tekstur Bahan Organic

Permeabilitas (cm/jam)

K %

Pasir %

Debu % liat

Kelas tekstur

1

25

50

25

Lempung berdebu

2.01

1,8

0.39

2

30

32

38

Lempung berliat

1,68

1,6 0,33

3

31

30

39

Lempung berliat

1,69

0,8

0,32

Sumber : Analisis laboratorium

Erodibilitas tanah atau kepekaan tanah terhadap erosi (nilai K)

merupakan salah satu faktor yang menentukan besarnya erosi yang

Page 62: STUDI TINGKAT BAHAYA EROSI PADA AREA SABUK HIJAU …

52

terjadi pada suatu lahan di samping faktor-faktor lainnya. Sebagaimana

hasil analisis laboratorium yang kami dapat bahwa pada lokasi pertama

nilai erodibilitas sebesar 0,39. Sedangkan pada lokasi kedua dan ketiga

nilai erodibilitas masing – masing sebesar 0,33 dan 0,32. Nilai erodibilitas

suatu lahan dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti tekstur tanah,

bahan organik, dan permeabilitas.

i. Tekstur Tanah

Tekstur tanah merupakan perbandingan relatif dari partikel tanah,

seperti pasir, debu dan liat dalam suatu massa tanah. Tekstur tanah akan

sangat menentukan sifat-sifat tanah yang lain, seperti kecepatan infiltrasi

dan kemampuan pengikatan air oleh tanah yang dapat menentukan terjadi

tidaknya aliran permukaan. Dalam Harjadi dan Agtriariny (1997)

mengatakan bahwa tekstur berpengaruh pada erodibilitas tanah yaitu

dengan semakin kasarnya tekstur tanah, maka nilai K akan cenderung

semakin besar yang berarti bahwa semakin tinggi nilai K maka tanah

tersebut akan semakin peka atau mudah tererosi. Sebaliknya semakin

halus tekstur suatu tanah, nilai K akan semakin rendah yang berarti tanah

tersebut resisten terhadap erosi. Tanah bertekstur kasar mempunyai

kapasitas infiltrasi yang tinggi, sedangkan tanah yang bertekstur halus

mempunyai kapasitas infiltrasi kecil, sehingga dengan curah hujan yang

cukup rendah pun akan menimbulkan limpasan permukaan.

Page 63: STUDI TINGKAT BAHAYA EROSI PADA AREA SABUK HIJAU …

53

ii. Bahan Organik

Menurut Winarso (2005), bahan organik tanah didefinisikan sebagai

sisa-sisa tanaman dan hewan di dalam tanah pada berbagai pelapukan

dan terdiri dari baik masih hidup maupun mati. Banyaknya bahan organik

yang terdapat di dalam tanah akan menentukan tingkat kesuburan serta

kondisi fisik maupun kimiawi tanah.

Bahan organik tanah itu sendiri dapat mempengaruhi nilai K karena

terkait dengan fungsi bahan organik sebagai bahan perekat tanah dalam

pembentukan agregat tanah. Maka dapat di lihat dari tabel 14 di dapatkan

nilai bahan organik pada lokasi pertama sebesar 2,01, nilai bahan organik

pada lokasi kedua sebesar 1,68, nilai bahan organik pada lokasi ketiga

sebesar 1,69. Hal ini dapat disebabkan oleh adanya erosi yang

mempunyai kemampuan menggerus bahan organik yang sebagian besar

berada di tubuh tanah bagian atas. Selain itu juga ditunjukkan oleh

adanya tekstur yang cukup kasar. Menurut Purwanto et al, (2003), adanya

erosi tanah yang disebabkan oleh penggerusan tanah lapisan permukaan

memperlihatkan bahwa semakin besar erosi maka kandungan bahan

organik tanah menjadi semakin rendah. Bennet (1955) dalam Suripin

(2002) menyatakan bahwa fungsi bahan organic dalam pencegahan

terjadinya erosi antara lain dapat memperbaiki aerasi tanah dan

mempertinggi kapasitas air tanah serta memperbaiki daerah perakaran.

Sedangkan Tjwan (1968) dalam Suripin (2002) menyatakan bahwa

peranan bahan organik terhadap sifat fisik tanah adalah menaikkan

Page 64: STUDI TINGKAT BAHAYA EROSI PADA AREA SABUK HIJAU …

54

kemantapan agregat tanah, memperbaiki struktur tanah dan menaikkan

daya tahan air tanah. Selanjutnya Darmawijaya (1961) dalam Suripin

(2002) menyatakan bahwa peranan bahan organik dalam pengendalian

tata air tanah antara lain :

a. Memperbaiki peresapan air ke dalam tanah.

b. Mengurangi aliran permukaan.

c. Mengurangi perbedaan kandungan air dalam tanah dan sungai antara

musim hujan dan musim kemarau.

Menurut Subagyono et al. (2004) bahwa bahan organik di dalam

tanah berfungsi sebagai perekat (Cementing Agent) dalam pembentukan

dan pemantapan agregat tanah, sehingga agregat tanah tidak mudah

hancur karena pukulan butir air hujan. Agregat tanah yang hancur menjadi

butir tunggal dapat menyumbat pori-pori tanah, sehingga kapasitas

infiltrasi tanah menurun dan tanah peka terhadap erosi. Penyumbatan pori

tanah yang berakibat pada pengurangan total pori juga akan berdampak

pada kapasitas tanah menahan air. Bahan organic berperan sebagai

pengikat partikel atau agregat mikro dibuktikan dalam penelitian Whitbread

(1995) cit Subagyono et al. (2004) yang menunjukkan bahwa stabilitas

agregat berukuran besar (macroagregates) meningkat dengan

meningkatnya kandungan bahan organik dan hasil penelitian mengenai

pemanfaatan residu tanaman di Australia dilaporkan Felton et al. (1987) cit

Strong dan Lefroy (1995) cit Subagyono et al. (2004) bahwa dengan

mempertahankan residu tanaman di lahan mampu meningkatkan

Page 65: STUDI TINGKAT BAHAYA EROSI PADA AREA SABUK HIJAU …

55

simpanan air sebagai akibat berkurangnya aliran permukaan dan

meningkatnya laju infiltrasi.

iii. Permeabilitas

Permeabilitas merupakan kemampuan tanah untuk dilewati lengas

tanah. Pada tabel 14 di dapatkan nilai permeabilitas pada lokasi pertama

sebesar 1,8, nilai permeabilitas pada lokasi kedua sebesar 1,6, nilai

permeabilitas pada lokasi ketiga sebesar 0,8. Permeabilitas sangat

tergantung pada ukuran butir tanah (tekstur), bentuk dan diameter pori-

pori tanah, dan tebal selaput lengas. Semakin halus tekstur tanah maka

permeabilitasnya akan semakin lambat. Namun apabila semakin kasar

maka permeabilitasnya semakin cepat. Perlindungan tanah dengan

tanaman penutup tanah akan memelihara kestabilan agregat dan

porositas sehingga kapasitas infiltrasi dan juga permeabilitas akan

meningkat. Tanah yang mempunyai struktur mantap terhadap pengaruh

air, memiliki permeabilitas dan draenasi yang sempurna serta tidak mudah

didispersikan oleh air hujan. Permeabilitas tanah dapat menghilangkan

daya air untuk mengerosi permukaan tanah, sedangkan draenasi

mempengaruhi baik buruknya pertukaran udara.

c). Faktor panjang dan kemiringan lereng (LS)

Berdasarkan data yang diperoleh dari lapangan maka nilai panjang

dan kemiringan lereng (LS) sesuai dengan kemiringan lereng lokasi

pertama dengan mengunakan Clinometer yaitu 24,57 % maka dapat di

tentukan nilai LS = 3,1, pada lokasi kedua 27,33 nilai LS = 6,8 dan pada

Page 66: STUDI TINGKAT BAHAYA EROSI PADA AREA SABUK HIJAU …

56

lokasi ketiga 32,24 nilai LS = 6,8 ( penentuan nilai LS berdasarkan

kemiringan lereng pada Tabel 5)

Dari beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya

erosi,kelerengan merupakan faktor yang paling dominan dalam

mempengaruhi erosi dan walaupun faktor lainnya secara bersama-sama

mempengaruhi terjadinya erosi, namun tidak begitu kuat secara sendiri-

sendiri. Semakin miring suatu lahan maka tingkat erosi yang dihasilkan

semakin tinggi pula, dengan kata lain tanah akan mudah tererosi. Pada

lahan datar, percikan butir air hujan melemparkan partikel tanah ke udara

ke segala arah secara acak, pada lahan miring, partikel tanah lebih

banyak yang terlempar ke arah bawah daripada yang ke atas, yang

semakin besar dengan meningkatnya kemiringan lereng. Selain

memperbesar kecepatan aliran permukaan, kecuraman lereng yang

semakin besar juga mampu memperbesar energi angkut aliran permukaan

dan jumlah butir-butir tanah yang terpercik ke bagian bawah lereng oleh

tumbukan butir-butir hujan semakin banyak.

d). Faktor Tutupan Lahan dan Konservasi Tanah (CP)

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di lapangan di peroleh

nilai (CP) = 0,05 (tabel 6) yang termasuk dalam kategori hutan tanaman.

Page 67: STUDI TINGKAT BAHAYA EROSI PADA AREA SABUK HIJAU …

57

Tabel 12 Nilai Tutupan Lahan dan Konservasi Tanah (CP)

Lokasi CP

1 (Hutan produksi) 0,05

2 (Perkebunan) 0,50

3 (Hutan lindung)

0,05

Sumber : table 6 sesuai kondisi lokasi penelitian

Area sabuk hijau kayuara salapang merupakan daerah penelitian

terdiri dar 3 titik lokasi sampel penelitian yang mempunyai karakteristik

pengunaan lahan hutan dan lahan perkebunan. Pada lahan hutan jenis

tanaman berupa pohon jati, mangga, akasian dan pada lahan perkebunan

jenis tanaman berupa pohon pisang,nangka dan rambutan. Oleh karena

itu nilai penutup lahan dan nilai tindakan konservasi tanah berbeda, sesuai

dengan kondisi tanaman daerah sekitar lokasi penelitian. Semakin rapat

jarak tanam makan nilai penutup tanaman dan nilai tindakan konservasi

tanah semakin kecil, yang akan berpengaruh dengan besarnya laju erosi.

C. Laju Erosi Potensial Zona Sabuk Hijau

Perhitungan laju erosi dilakukan dengan menggunakan metode

USLE (Universal Soil Loss Equation). Yang di pengaruhi oleh beberapa

faktor yaitu erosivitas (R), nilai erodibilitas (K), nilai panjang dan

kemiringan lereng (LS) dan faktor tindakan khusus konservasi tanah (CP).

Sehingga laju Erosi (A) dengan metode USLE (Universal Soil Loss

Equation) dapat di hitung dengan mengguanakan persamaan 4 :

Page 68: STUDI TINGKAT BAHAYA EROSI PADA AREA SABUK HIJAU …

58

Untuk menghitung nilai laju erosi potensial jenis penggunaan lahan

hutan.

Pada lokasi pertama (Hutan)

R = 91,44 (hasil perhitungan persamaan 5)

K = 0,39 (hasil perhitungan persamaan 6)

LS = 3,1 (tabel 12)

CP = 0.05 (tabel 13)

A= R × K × LS × CP

A = 91,44 × 0,39 × 3,1 x 0,05

A = 5,53 ton/ha/thn

Pada lokasi kedua (kebun)

R = 91,44 (hasil perhitungan persamaan 5)

K = 0,33 (hasil perhitungan persamaan 6)

LS = 6,8 (tabel 12)

CP = 0.5 (tabel 13)

A= R × K × LS × CP

A = 91,44 × 0,33 × 6,8 x 0,5

A = 102,59 ton/ha/thn

Pada lokasi ketiga (hutan)

R = 91,44 (hasil perhitungan persamaan 5)

K = 0,33 (hasil perhitungan persamaan 6)

LS = 6,8 (tabel 12)

CP = 0.05 (tabel 13)

Page 69: STUDI TINGKAT BAHAYA EROSI PADA AREA SABUK HIJAU …

59

A= R × K × LS × CP

A = 91,44 × 0,32 × 6,8 x 0,05

A = 9,95 ton/ha/thn

Tabel 13 Laju erosi petensial pada Area sabuk hijau kayuara

Lokasi Jenis

penggunaan lahan

R *)

K **)

LS ***)

CP ****)

A (ton/ha/thn)

1 Hutan produksi 91,44 0,39 3,1 0,05 5,53

2 Perkebunan 91,44 0,33 6,8 0,50 102,59

3 Hutan lindung 91,44 0,32 6,8 0,05 9,95

Sumber : hasil perhitungan

Untuk nilai laju erosi potensial pada lokasi hutan produksi yaitu

sebesar 5,53 ton/ha/thn, pada lokasi perkebunan yaitu sebesar 102,59

ton/ha/thn dan pada lokasi hutan lindung yaitu sebesar 9,95 ton/ha/thn

Pada lokasi Perkebunan laju erosi potensialnya tinggi disebabkan pada

penggunaan lahan kebun berada pada kemiringan terjal, komposisi jenis

tanaman yang berpengaruh terhadap faktor penutup lahan dan tindakan

konservasi lahan, serta struktur tajuk dan kerapatan jarak tanam yang luas

mengakibatkan pergerakan pada area tersebut sangat potesial untuk

terjadinya erosi , Sedangkan pada lokasi hutan produksi dan lokasi hutan

lindung tingkat laju erosi potensialnya relative rendah di banding dengan

lokasi Perkebunan karena pada lokasi tersebut mempunyai komposisi

tanaman dimana faktor penutup lahan dan tindakan konservasi lahan

sangat kecil meski secara kemiringan lereng tidak jauh berbeda dengan

Ket : *) dihitung dengan persamaan 5 ***) diambil dari tabel 12 **) dihitung dengan persamaan 6 ****) diambil dari tabel 13

Page 70: STUDI TINGKAT BAHAYA EROSI PADA AREA SABUK HIJAU …

60

lokasi perkebunan) dan struktur tajuk dan kerapatan tanamnya sangat

dekat sehingga air hujan tertahan pada daun-daunnya dan tidak langsung

jatuh ke tanah hanya dalam bentuk tetesan kecil yang jatuh ke permukaan

tanah mengakibatkan laju erosi relative ringan.

D. Besaran Erosi Toleransi Lahan

Untuk mengetahui nilai erosi yang dapat ditoleransi pada daerah

Area Arboretum Kayuara Salapang dapat dihitung menggunakan

persamaan 7:

Diketahui :

DE = 600 mm (tabel 8)

Fd = 1

T = 400 thn (untuk kepentingan pelestarian)

BD = 1,36 gr/cm3 (Analisis laboratorium)

TSL = DE x fd

T x BD

= 600 x 1

400 x 1,36

= 2,04 ton/ha/thn

Untuk perhitungan erosi yang dapat ditoleransikan (TSL) pada

lokasi kedua (Perkebunan) dan pada lokasi ketiga (hutan) dapat dilihat

tabel:

Page 71: STUDI TINGKAT BAHAYA EROSI PADA AREA SABUK HIJAU …

61

Tabel 14 Erosi yang dapat di toleransi (TSL)

Lokasi Jenis

penggunaan lahan

DE (mm)

Fd T BD

(gr/cm3) TSL

(ton/ha/thn)

1 Hutan produksi 600 1 400 1,36 2,04

2 Perkebunan 600 1 400 1,15 1,73

3 Hutan lindung 600 1 400 1,34 2,01 Sumber : analisis lapangan

Nilai kedalaman efektif tanah tidak berpengaruh terhadap erosi

yang dapat di toleransi karena tingkat perlakuannya sama. Namun nilai

berat jenis mempunyai pengaruh terhadap erosi yang dapat di toleransi.

Rata – rata nilai erosi yang dapat di toleransi berkisar 2,04 ton/ha/thn

untuk jenis penggunaan lahan hutan produksi (lokasi 1). Untuk lokasi jenis

penggunaan lahan perkebunan (lokasi 2) sebesar 1,73 ton/ha/thn. Untuk

lokasi jenis penggunaan lahan hutan lindung (lokasi 3) sebesar 2,01

ton/ha/thn. Pada area penggunaan lahan Hutan mempunyai nilai erosi

yang dapat di toleransi lebih tinggi dari penggunaan lahan perkebunan

karena nilai berat jenisnya relatif kecil sehingga agak peka terhadap laju

aliran permukaan.

E. Nilai Tingkat Bahaya Erosi

Dari hasil perhitungan laju erosi potensial dan erosi yang masih

dapat di toleransi dapat di ketahui seberapa besar tingkat bahaya erosi

yang terjadi di area arboretum kayuara dengan menggunakan persamaan

8 :

Page 72: STUDI TINGKAT BAHAYA EROSI PADA AREA SABUK HIJAU …

62

Pada lokasi pertama

Diketahui:

A = 5,53 ton/ha/tahun

TSL = 2,04 ton/ha/tahun

TBE = A ton / ha /tahun

TSL ton /ha /tahun

= 5,53 ton /ha /tahun

2,04 ton /ha /tahun

= 2,71 ton/ha/th

Pada lokasi kedua

Diketahui:

A = 102,59 ton/ha/tahun

TSL = 2,04 ton/ha/tahun

TBE = A ton /ha /tahun

TSL ton /ha /tahun

= 102,59 ton /ha /tahun

1,73 ton /ha /tahun

= 59,30 ton/ha/th

Pada lokasi ketiga

Diketahui:

A = 9,25 ton/ha/tahun

TSL = 2,01 ton/ha/tahun

TBE = A ton /ha /tahun

TSL ton /ha /tahun

Page 73: STUDI TINGKAT BAHAYA EROSI PADA AREA SABUK HIJAU …

63

= 9,25 ton /ha /tahun

2,01 ton /ha /tahun

= 4,60 ton/ha/th

Tingkat bahaya erosi pada lokasi pertama, kedua, dan ketiga

masing – masing sebesar 2,71 ton/ha/th, 59,30 ton/ha/th dan 4,60

ton/ha/th dan pada loaksi pertama dan ketiga termasuk kriteria tingkat

bahaya erosi sangat ringan (< 15 ton/ha/thn) sedangkan pada lokasi

kedua termasuk kriteria bahaya erosi ringan (15 – 60 ton/ha/thn)

Table 15 Tingkat bahaya erosi (TBE)

Jenis penggunaan lahan A

(ton/ha/thn) TSL

(ton/ha/thn) TBE

(ton/ha/thn) Kriteria

Hutan produksi 5,55 2,04 2,71 Sangat ringan

Perkebunan 102,59 1,73 50,30 Sedang

Hutan lindung 9,25 2,01 4,60 Sangat ringan

Sumber : Hasil perhitungan

Berdasarkan dari hasil perhitungan pada tabel 16 dapat di ketahui

seberapa besar tingkat bahaya erosi ( TBE) yang terjadi di Area sabuk

hijau kayuara, rata-rata tingkat bahaya erosi (TBE) pada lokasi yang jenis

penggunaan lahan Hutan produksi (lokasi 1) yaitu berkisar 2,71 ton/ha/thn

dikategorikan sangat ringan ini disebabkan laju erosi potensial yang

dimiliki dengan sebesar 5,59 ton/ha/thn dengan nilai laju yang dapat

ditoleransikan 2,04 ton/ha/thn. Untuk lokasi yang jenis penggunaan lahan

Perkebunan (lokasi 2) yaitu berkisar 50,30 ton/ha/thn dikategorikan ringan

ini disebabkan laju erosi potensial yang dimiliki 102,59 ton/ha/thn dengan

nilai laju yang dapat ditoleransikan 1,73 ton/ha/thn. Dan untuk lokasi yang

jenis penggunaan lahan Hutan lindung (lokasi 3) yaitu berkisar 4,60

Page 74: STUDI TINGKAT BAHAYA EROSI PADA AREA SABUK HIJAU …

64

ton/ha/thn, dikategorikan sangat ringan ini disebabkan laju erosi potensial

yang dimiliki sebesar 9,25 ton/ha/thn dengan nilai laju yang dapat

ditoleransikan 2,01 ton/ha/thn. Tingkat bahaya erosi pada jenis

penggunaan lahan Hutan produksi (lokasi 1) dikategorikan sangat ringan

disebabkan jenis vegetasinya dan jarak tanamnya yang begitu rapat serta

faktor erodibilitasnya rendah sehingga menghambat laju aliran

permukaan, serta tingkat kelerengannya sedang. Untuk pengunaan lahan

Perkebunan (lokasi 2) dikategorikan ringan disebabkan berada pada

kemiringan lereng yang terjal dan tidak adanya tumbuhan bawah yang

dapat meredam lajunya air permukaan, faktor vegetasi dan jarak

tanamnya yang begitu renggang. Untuk penggunaan lahan Hutan lindung

(lokasi 3) dikategorikan sangat ringan disebabkan jenis vegetasinya dan

jarak tanamnya yang tak terlalu rapat serta faktor erodibilitasnya rendah

sehingga menghambat laju aliran permukaan, serta tingkat kelerengannya

curam.

Page 75: STUDI TINGKAT BAHAYA EROSI PADA AREA SABUK HIJAU …

65

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Berdasarkan hasil peninjauan bahwa faktor erosivitas yaitu sebesar

91,44 di mana setiap lokasi sama karna pada skala plot yang sama dan

faktor erodibilitas pada lokasi pertama (Hutan produksi) sebesar 0,39,

pada lokasi kedua (perkebunan) sebesar 0,33, pada lokasi ketiga

(Hutan lindung) sebesar 0,32 serta pada pengolahan lahan bisa di

dapatkan dari nilai konstanta yang sudah di tentukan berdasarkan jenis

vegetasinya dan penggunaan lahan, Laju erosi potensial untuk jenis

penggunaan lahan Hutan produksi memiliki laju erosi potensial sebesar

5,53 ton/ha/thn dan erosi yang dapat ditoleransi 2,04 ton/ha/thn, untuk

jenis penggunaan lahan Perkebunan memiliki laju erosi potensial

sebesar 102,59 ton/ha/thn dan erosi yang dapat ditoleransi 1,73

ton/ha/thn. Serta untuk jenis penggunaan lahan Hutan lindung memiliki

laju erosi potensial sebesar 9,25 ton/ha/thn dan erosi yang dapat

ditoleransi 2,01 ton/ha/thn.

2. Berdasarkan hasil perhitungan tingkat bahaya erosi (TBE) untuk jenis

penggunaan lahan Hutan produksi memiliki tingkat bahaya erosi

sebesar 2,71 ton/ha/thn termasuk sangat ringan, untuk jenis

penggunaan Perkebunan memiliki tingkat bahaya erosi sebesar 50,30

65

Page 76: STUDI TINGKAT BAHAYA EROSI PADA AREA SABUK HIJAU …

66

ton/ha/thn termasuk kriteria ringan. Dan untuk Jenis penggunaan lahan

Hutan lindung memiliki tingkat bahaya erosi sebesar 4,60 ton/ha/thn

termasuk kriteria sangat ringan.

B. Saran

Disarankan untuk penelitian lanjutan di fokuskan pada, efektivitas

konservasi teras batu pada area sabuk hijau dengan penambahan

konservasi sekat rumput.

Page 77: STUDI TINGKAT BAHAYA EROSI PADA AREA SABUK HIJAU …

DAFTAR PUSTAKA

Agus, F dan Widianto. 2004. Konservasi Tanah Pertanian Lahan Kering. WorldAgroforestry Centre ICRAF Southeast Asia. Bogor. Arsyad, S. 2010. Konservasi Tanah dan Air.Edisi Kedua

CetakanKedua.Bogor: Institut Pertanian Bogor. hal.5-6, 52-56, 107-154, 354, 366-367, dan 375.

Asdak, C. 2004. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai .

Bandung: Gadjah Mada University Press. hal: 512. Azdan DM, Candra R, dan Samekto. 2008. Kritisnya Kondisi Bendungan di

Indonesia. Di dalam Seminar Komite Nasional Indonesia untuk Bendungan Besar (KNI-BB). Surabaya. 2-3 Juli 2008.

Bols, P . L. 1978. The iso-erodent map of Java and Madura. Belgian technical

Assistance Project ATA 105, Soil Research Institute, Bogor,Indonesia, 39 pp.

Hakim, N., M. Y. Nyakpa, A. M. Lubis, S. G. Nugroho, M. A. Diha, G. B. Hong,H. A. Bailey. 1986. Dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung. Lampung

Harjadi, B. dan S. Agtriariny. 1997. Erodibilitas Lahan Dan Toleransi Erosi PadaBerbagai Variasi Tekstur Tanah. Buletin Pengelolaan DAS No. III, 2 hal 19-28. Hidayat,Y.2003.Model Penduga Erosi. Tumoutou. net/ 6_sem2_023yayat_ hidayat. htm-99k. Diambil 9 Juni 2007. Jauhari Maret,I.2010.prediksi laju erosi di SUB – SUB Das Lengkese,hulu

Das Jeneberang,UNHAS Kartasapoetra, A.G, dkk. 2005. Teknologi Konservasi Tanah dan Air. Rineka Cipta. Jakarta.

Prawijiwuri, G. 2011. Model Erosion Hazard Untuk Pengelolaan Sub Daerah Aliran Sungai (DAS) Cisokan Provinsi Jawa Barat. Tesis. Program Magister Ilmu Lingkungan Program Pasca Sarjana Universitas

Page 78: STUDI TINGKAT BAHAYA EROSI PADA AREA SABUK HIJAU …

Diponegoro. Semarang. http://eprints.undip.ac.id/31493/1/tesis.pdf. Diakses tgl 22 oktober 2014.

Rachman, A., A. Abdurachman, U. Haryati, S. Sukmana. 1990. Hasil Hijauan

Legum, Panen Tanaman Pangan dan Pembentukan Teras Dalam SistemPertanaman Lorong. Risalah Pembahasan Hasil Pertanian Lahan Kering danKonservasi Tanah, Salatiga.

Risse, L. M., Nearing, M. A., Zhang, X. C., 1995. Variability in Green-Ampt

effective hydraulicconductivity under fallow conditions. Journal of Hydrology 169, 1-24.

Sukartaatmadja S. 2004. Perencanaan dan Pelaksanaan Teknis Bangunan

Pencegah Erosi. Institut Pertanian Bogor (IPB). Bogor. Suripin, 2010, Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air, Penerbit Andi

Yogyakarta, Yogyakarta. Vadari, dkk. 2006. Model Prediksi Erosi : Prinsip, Keunggulan, dan

Keterbatasan. Bogor: Institut Pertanian Bogor Press. hal.31-65. Wischmeier, W.H., dan D.D. Smith, 1978, Predicting Rainfall Erosion

losses: a guide to conservation planning. USDA Agriculture Handbook No. 537.

Williams, M. R., Fisher, T. R., Melack, J. M., 1997. Solute dynamics in soil water andgroundwater in a central Amazon catchment undergoing deforestation. Biogeochemistry38, 303-335.

Wikipedia, (2008), “Erosi”, http://id.wikipedia.org/wiki/Erosi, diakses 10 mei

2014 jam 13.00

Page 79: STUDI TINGKAT BAHAYA EROSI PADA AREA SABUK HIJAU …
Page 80: STUDI TINGKAT BAHAYA EROSI PADA AREA SABUK HIJAU …

Lampiran 2 Dokumentasi Lapangan

Gambar 1 : Dokumentasi pengambilan sampel tanah pada lokasi pertama

Gambar 2 : Dokumentasi pengambilan sampel tanah pada lokasi ke dua

Page 81: STUDI TINGKAT BAHAYA EROSI PADA AREA SABUK HIJAU …

Gambar 3 : Dokumentasi pengambilan sampel tanah pada lokasi ke tiga

Gambar 4 : Dokumentasi pengambilan sampel tanah dengan menggunakan

ring sampel

Page 82: STUDI TINGKAT BAHAYA EROSI PADA AREA SABUK HIJAU …

Gambar 5. Clinometer (alat untuk pengukur kemiringan)

Page 83: STUDI TINGKAT BAHAYA EROSI PADA AREA SABUK HIJAU …

LAMPIRAN 1 : Data curah hujan tahun 2004 – 2013 dan analisis laboratorium

Stasiun Bili - bili DAM SITE (2004 – 2013)

TAHUN Bulan JAN

FEB

MAR

APR

MAY

JUN

JUL

AUG

SEP

OCT

NOV

DEC

2004

Jumlah hari hujan

24 20 19 15 6 3 2 0 2 8 18 25

Hujan max

83 113 44 61 22 15 2 0 5 32 40 129

Rata - rata 30 17 13 11 5 6 2 0 4 6 13 39

2005

Jumlah hari hujan

16 19 21 11 10 2 2 0 2 3 8 16

Hujan max

55 47 89 60 37 15 10 0 8 3 35 46

Rata - rata 16 21 20 15 10 10 7 0 5 2 17 13

2006

Jumlah hari hujan

15 13 15 11 6 2 3 0 0 11 15 16

Hujan max

54 39 61 26 32 15 11 0 0 41 46 77

Rata - rata 14 9 18 7 22 13 7 0 0 12 14 14

2007

Jumlah hari hujan

25 12 11 11 5 5 1 1 0 1 5 18

Hujan max

125 32 42 27 10 20 1 1 0 1 32 82

Rata - rata 21 13 16 10 5 8 1 1 0 1 11 16

2008

Jumlah hari hujan

14 17 8 14 5 10 0 2 1 8 8 28

Hujan max

25 63 86 28 23 27 0 20 4 26 43 80

Rata - rata 12 15 15 10 7 7 13 4 8 13 21

2009

Jumlah hari hujan

22 17 8 14 5 10 0 2 1 8 8 21

Hujan max

494 63 86 28 23 27 0 20 4 26 43 106

Rata - rata 37 15 15 10 7 7 0 13 4 8 13 25

2010

Jumlah hari hujan

23 13 8 15 9 1 3 0 3 2 8 25

Hujan max

101 64 32 42 32 12 40 0 8 9 41 78

Rata - rata 32 19 12 12 10 12 15 0 5 5 10 20

2011

Jumlah hari hujan

24 12 13 18 5 13 1 0 1 11 22 27

Hujan max

138 127 53 74 11 41 1 0 1 98 43 91

Rata - rata 29 62 17 13 5 9 1 0 1 16 13 31

2012

Jumlah hari hujan

14 13 16 14 5 1 1 0 1 9 13 17

Hujan max

66 48 44 34 54 2 3 0 1 15 69 287

Rata - rata 23 16 13 12 18 2 3 0 1 7 16 30

2013

Jumlah hari hujan

17 13 15 14 5 5 5 0 2 4 14 13

Hujan max

30 27 17 33 38 48 16 0 4 30 30 84

Rata - rata 11 11 5 9 17 11 4 0 4 11 14 13

Sumber : DINAS PSDA PROVINSI SULAWESI SELATAN

Page 84: STUDI TINGKAT BAHAYA EROSI PADA AREA SABUK HIJAU …

Stasiun ALLUKEKE (2004 – 2013)

TAHUN Bulan JAN

FEB

MAR

APR

MAY

JUN

JUL

AUG

SEP

OCT

NOV

DEC

2004

Jumlah hari hujan

21 15 22 10 8 2 0 0 0 0 5 19

Hujan max

90 82 93 34 34 5 0 0 0 0 6 85

Rata - rata 25 41 33 20 21 4 0 0 0 0 4 33

2005

Jumlah hari hujan

13 5 11 12 3 0 0 0 0 0 10 23

Hujan max

71 88 99 39 10 0 0 0 0 0 92 108

Rata - rata 28 33 29 19 8 0 0 0 0 0 20 23

2006

Jumlah hari hujan

17 14 10 8 3 6 0 0 0 0 2 11

Hujan max

142 68 100 75 65 75 0 0 0 0 25 125

Rata - rata 33 27 33 31 26 25 0 0 0 0 22 35

2007

Jumlah hari hujan

16 12 9 12 0 0 0 0 0 1 15 28

Hujan max

103 110 21 35 0 0 0 0 0 3 26 120

Rata - rata 31 39 13 19 0 0 0 0 0 3 10 29

2008

Jumlah hari hujan

21 27 20 10 5 7 4 0 0 5 20 17

Hujan max

74 100 73 53 34 20 4 0 0 48 113 175

Rata - rata 20 32 22 23 20 8 3 0 0 17 38 41

2009

Jumlah hari hujan

20 23 24 19 5 0 0 0 0 2 15 21

Hujan max

116 88 80 64 75 0 0 0 0 10 90 57

Rata - rata 39 24 23 29 55 0 0 0 0 8 32 25

2010

Jumlah hari hujan

27 14 12 16 16 10 9 10 5 9 22 23

Hujan max

92 97 88 35 46 35 20 20 80 56 66 80

Rata - rata 33 31 36 16 23 16 10 10 38 15 25 20

2011

Jumlah hari hujan

23 13 13 14 7 5 0 0 0 0 0 0

Hujan max

86 85 81 58 50 9 0 0 0 0 0 0

Rata - rata 30 39 27 16 15 5 0 0 0 0 0 0

2012

Jumlah hari hujan

20 19 20 15 13 6 2 0 3 2 7 17

Hujan max

9 5 17 10 5 4 3 0 3 1 5 4

Rata - rata 3 2 3 3 2 2 2 0 2 1 2 2

2013

Jumlah hari hujan

25 20 14 10 15 12 9 7 1 19 0 0

Hujan max

25 25 25 25 44 25 25 7 2 3 0 0

Rata - rata 22 18 14 16 17 16 13 3 2 2 0 0

Sumber : DINAS PSDA PROVINSI SULAWESI SELATAN

Page 85: STUDI TINGKAT BAHAYA EROSI PADA AREA SABUK HIJAU …

Stasiun SONGKOLO (2004 – 2013)

TAHUN Bulan JAN

FEB

MAR

APR

MAY

JUN

JUL

AUG

SEP

OCT

NOV

DEC

2004

Jumlah hari hujan

18 17 9 8 5 1 0 0 0 0 2 12

Hujan max

84 91 88 52 30 2 0 0 0 0 2 65

Rata - rata 37 31 38 13 19 2 0 0 0 0 2 28

2005

Jumlah hari hujan

12 6 7 11 1 3 0 0 0 0 8 18

Hujan max

68 70 63 30 8 9 0 0 0 0 56 100

Rata - rata 29 22 17 16 8 7 0 0 0 0 22 27

2006

Jumlah hari hujan

11 12 10 2 4 0 0 0 0 0 2 10

Hujan max

100 97 90 28 30 0 0 0 0 0 4 96

Rata - rata 45 37 34 16 14 0 0 0 0 0 3 24

2007

Jumlah hari hujan

15 14 8 9 0 0 0 0 0 1 13 25

Hujan max

105 100 9 21 0 0 0 0 0 2 25 108

Rata - rata 34 27 5 8 0 0 0 0 0 2 9 26

2008

Jumlah hari hujan

19 15 10 3 3 2 2 0 0 5 12 18

Hujan max

57 129 102 21 11 21 5 0 0 47 40 97

Rata - rata 18 42 40 10 6 16 4 0 0 22 17 35

2009

Jumlah hari hujan

27 19 9 5 0 0 1 0 0 0 0 20

Hujan max

88 60 27 2 0 0 30 0 0 0 0 118

Rata - rata 42 28 9 1 0 0 30 0 0 0 0 37

2010

Jumlah hari hujan

21 14 10 12 13 6 5 8 6 4 22 24

Hujan max

95 57 93 60 44 50 14 6 62 43 93 64

Rata - rata 45 17 40 29 20 27 6 4 25 18 28 17

2011

Jumlah hari hujan 12 13 19 19 3 0 0 0 0 8 18 24

Hujan max

160 92 112 50 175 0 0 0 0 33 26 85

Rata - rata 64 41 47 21 95 0 0 0 0 22 18 31

2012

Jumlah hari hujan

23 18 16 9 7 6 0 0 0 2 3 17

Hujan max

98 106 80 50 35 21 0 0 0 8 16 79

Rata - rata 31 23 28 18 13 9 0 0 0 7 11 28

2013

Jumlah hari hujan

24 15 13 9 7 15 11 1 0 0 8 20

Hujan max

83 100 50 72 23 55 52 8 0 0 30 100

Rata - rata 28 40 29 22 11 26 11 8 0 0 12 33

Sumber : DINAS PSDA PROVINSI SULAWESI SELATAN

Page 86: STUDI TINGKAT BAHAYA EROSI PADA AREA SABUK HIJAU …

Jumlah hari hujan rata-rata perbulan (DAYS)

Bulan Stasiun

jan

feb

mar

apr

may

jun

jul

aug

sep

oct

nov

dec

Bili – bili DAM SITE 19,4 14,9 13,4 13,7 6,1 5,2 1,8 0,5 1,3 6,5 11,9 20,6

ALLUKEKE 20,3 16,2 15,5 12,6 7,5 4,8 2,4 1,7 0,9 3,8 9,6 15,9

SONGKOLO 18,2 14,3 11,1 8,7 4,3 3,3 1,9 0,9 0,6 2 8,8 18,8

Rata - rata 19,3 15,1 13,3 11,7 6 5,4 2 1 1 4,1 10,1 18,4

Sumber : hasil perhitungan

curah hujan maksimum selama 24 jam dalam bulan bersangkutan (MAXP)(mm)

Bulan Stasiun

jan

feb

mar

apr

may

jun

jul

aug

sep

oct

nov

dec

Bili – bili DAM SITE 117,1 62,3 55,4 41,3 28,2 22,2 8,4 4,1 3,5 28,1 42,2 106

ALLUKEKE 80,8 74,8 67,7 42,8 36,3 17,3 5,2 2,7 8,5 12,1 42,3 75,4

SONGKOLO 93,8 90,2 71,4 38,6 35,6 15,8 10,1 1,4 6,2 13,3 29,2 91,2

Rata - rata 90,23 75,76 64,83 40,90 33,36 18,43 7,90 2,73 6,06 17,83 37,90 90,86

Sumber : hasil perhitungan

Jumlah hari hujan rata-rata perbulan (DAYS)(mm)

Bulan Stasiun

jan

feb

mar

apr

may

jun

jul

aug

sep

oct

nov

dec

Bili – bili DAM SITE 22,5 19,8 14,4 10,9 10,6 8,5 4 2,7 2,8 7,6 13,4 22,2

ALLUKEKE 26,4 28,6 23,3 19,2 18,7 7,6 2,8 1,3 4,2 4,6 15,3 20,8

SONGKOLO 37,3 30,8 28,7 15,4 18,6 8,7 5,1 1,2 2,5 7,1 12,2 28,6

Rata - rata 28,73 26,40 22,13 15,67 15,96 8,26 3,97 1,73 3,17 6,43 13,63 23,87

Sumber : hasil perhitungan

Page 87: STUDI TINGKAT BAHAYA EROSI PADA AREA SABUK HIJAU …

Lampiran 3 : Peta lokasi penelitian

Page 88: STUDI TINGKAT BAHAYA EROSI PADA AREA SABUK HIJAU …
Page 89: STUDI TINGKAT BAHAYA EROSI PADA AREA SABUK HIJAU …
Page 90: STUDI TINGKAT BAHAYA EROSI PADA AREA SABUK HIJAU …
Page 91: STUDI TINGKAT BAHAYA EROSI PADA AREA SABUK HIJAU …
Page 92: STUDI TINGKAT BAHAYA EROSI PADA AREA SABUK HIJAU …
Page 93: STUDI TINGKAT BAHAYA EROSI PADA AREA SABUK HIJAU …