kajian teoretis dan hipotesis tindakaneprints.ung.ac.id/1520/3/2012-2-86206-151411385-bab2... ·...

30
BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Pengertian Membaca Syafi’ie (1999:6–7) menyebutkan hakikat membaca sebagai berikut. (1) Membaca pada hakikatnya adalah pengembangan keterampilan, mulai dari keterampilan memahami kata-kata, kalimat-kalimat, paragraf-paragraf dalam bacaan sampai dengan memahami secara kritis dan evaluatif keseluruhan isi bacaan. (2) Membaca pada hakikatnya adalah kegiatan visual, berupa serangkaian gerakan mata dalam mengikuti baris-baris tulisan, pemusatan penglihatan pada kata dan kelompok kata, melihat ulang kata dan kelompok kata untuk memperoleh pemahaman terhadap bacaan. (3) Membaca pada hakikatnya adalah kegiatan mengamati dan memahami kata-kata yang tertulis dan memberikan makna terhadap kata-kata tersebut berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang telah dipunyai. (4) Membaca adalah suatu proses berpikir yang terjadi melalui proses mempersepsi dan memahami informasi serta memberikan makna terhadap bacaan. (5) Membaca pada hakikatnya adalah proses mengolah informasi oleh pembaca dengan menggunakan informasi dalam bacaan dan pengetahuan serta pengalaman yang telah dipunyai sebelumnya yang relevan dengan informasi tersebut. (6) Membaca pada hakikatnya dalah proses menghubungkan tulisan dengan bunyinyasesuai dengan sistem tulisan yang digunakan. (7) Membaca pada hakikatnya adalah kemampuan mengantisipasi makna terhadap baris-baris dalam tulisan. Kegatan membaca bukan hanya kegiatan mekanis saja, melainkan

Upload: trinhhanh

Post on 07-Mar-2019

218 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB II

KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN

2.1 Kajian Teoritis

2.1.1 Pengertian Membaca

Syafi’ie (1999:6–7) menyebutkan hakikat membaca sebagai berikut. (1)

Membaca pada hakikatnya adalah pengembangan keterampilan, mulai dari

keterampilan memahami kata-kata, kalimat-kalimat, paragraf-paragraf dalam

bacaan sampai dengan memahami secara kritis dan evaluatif keseluruhan isi

bacaan. (2) Membaca pada hakikatnya adalah kegiatan visual, berupa serangkaian

gerakan mata dalam mengikuti baris-baris tulisan, pemusatan penglihatan pada

kata dan kelompok kata, melihat ulang kata dan kelompok kata untuk memperoleh

pemahaman terhadap bacaan. (3) Membaca pada hakikatnya adalah kegiatan

mengamati dan memahami kata-kata yang tertulis dan memberikan makna

terhadap kata-kata tersebut berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang telah

dipunyai. (4) Membaca adalah suatu proses berpikir yang terjadi melalui proses

mempersepsi dan memahami informasi serta memberikan makna terhadap bacaan.

(5) Membaca pada hakikatnya adalah proses mengolah informasi oleh pembaca

dengan menggunakan informasi dalam bacaan dan pengetahuan serta pengalaman

yang telah dipunyai sebelumnya yang relevan dengan informasi tersebut. (6)

Membaca pada hakikatnya dalah proses menghubungkan tulisan dengan

bunyinyasesuai dengan sistem tulisan yang digunakan. (7) Membaca pada

hakikatnya adalah kemampuan mengantisipasi makna terhadap baris-baris dalam

tulisan. Kegatan membaca bukan hanya kegiatan mekanis saja, melainkan

merupakan kegiatan menangkap maksud dari kelompok-kelompok kata yang

membawa makna.

Dari beberapa butir hakikat membaca tersebut, dapat dikemukakan bahwa

membaca pada hakikatnya adalah suatu proses yang bersifat fisik dan psikologis.

Proses yang berupa fisik berupa kegiatan mengamati tulisan secara visual dan

merupakan proses mekanis dalam membaca. Proses mekanis tersebut berlanjut

dengan proses psikologis yang berupa kegiatan berpikir dalam mengolah

informasi. Proses pskologis itu dimulai ketika indera visual mengirimkan hasil

pengamatan terhadap tulisan ke pusat kesadaran melalui sistem syaraf. Melalui

proses decoding gambar-gambar bunyi dan kombinasinya itu kemudian

diidentifikasi, diuraikan, dan diberi makna. Proses decoding berlangsung dengan

melibatkan knowledge of the world dalam skemata yang berupa kategorisasi

sejumlah pengetahuan dan pengalaman yang tersimpan dalam gudang ingatan.

Syafi’ie (1999:6–7)

Secara umum membaca dapat disimpulkan sebagai kunci ke gudang ilmu.

Ilmu yang tersimpan dalam buku harus digali dan dicari melalui kegiatan

membaca.

Membaca merupakan keterampilan berbahasa yang berhubungan dengan

keterampilan berbahasa yang lain. Membaca merupakan suatu proses aktif yang

bertujuan dan memerlukan strategi. Hal ini didukung oleh beberapa definisi

berikut ini. Hodgson (dalam Tarigan, 1985:7) mengemukakan bahwa membaca

ialah suatu proses yang dilakukan serta digunakan oleh pembaca untuk

memperoleh pesan yang disampaikan penulis melalui media bahasa tulis. Dalam

hal ini, membaca selain sebagai suatu proses, juga bertujuan menangkap bahasa

yang tertulis dengan tepat dan benar.

Depdikbud (1985:11) menuliskan bahwa membaca ialah proses

pengolahan bacaan secara kritis, kreatif yang dilakukan dengan tujuan

memperoleh pemahaman yang bersifat menyeluruh tentang bacaan itu, dan

penilaian terhadap keadaan, nilai, fungsi, dan dampak bacaan itu. Definisi ini

sesuai dengan membaca pada tingkat lanjut, yakni membaca kritis dan membaca

kreatif.

Selanjutnya, Anderson dalam Tarigan (1985:7) berpendapat bahwa

membaca adalah suatu proses kegiatan mencocokkan huruf atau melafalkan

lambang-lambang bahasa tulis. Hal ini sesuai dengan membaca pada level rendah.

Finochiaro dan Bonono (1973:119) menyatakan bahwa membaca adalah proses

memetik serta memahami arti/makna yang terkandung dalam bahasa tulis.

Batasan ini tepat dikenakan pada membaca literal. Di pihak lain, Thorndike

(1967:127) berpendapat bahwa membaca merupakan proses berpikir atau

bernalar.

Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa membaca

adalah proses pengucapan tulisan untuk mendapatkan isinya. Pengucapan tidak

selalu dapat didengar, misalnya membaca dalam hati. Selanjutnya, membaca

merupakan aktivitas yang tidak bisa dilepaskan dari menyimak, berbicara, dan

menulis. Sewaktu membaca, pembaca yang baik akan menyimak bahan yang

dibacanya. Selain itu, dia bisa mengkomunikasikan hasil membacanya secara lisan

atau tertulis. Dengan demikian, membaca merupakan keterampilan berbahasa

yang berkaitan dengan keterampilan berbahasa lainnya. Jadi, membaca

merupakan salah satu keterampilan berbahasa, merupakan proses aktif, bertujuan,

serta memerlukan strategi tertentu sesuai dengan tujuan dan jenis membaca.

2.1.2 Tujuan Membaca

Rivers dan Temperly (1978:5) mengajukan tujuh tujuan utama dalam

membaca.

1). Untuk memperoleh informasi untuk suatu tujuan atau merasa penasaran

tentang suatu topik.

2). Untuk memperoleh berbagai petunjuk tentang cara melakukan suatu tugas bagi

pekerjaan atau kehidupan sehari-hari (misalnya, mengetahui cara kerja alat-

alat rumah tangga).

3). Untuk berakting dalam sebuah drama, bermain game, menyelesaikan teka-teki.

4). Untuk berhubungan dengan teman-teman dengan surat-menyurat atau untuk

memahami surat-surat bisnis.

5). Untuk mengetahui kapan dan di mana sesuatu akan terjadi atau apa yang

tersedia.

6). Untuk mengetahui apa yang sedang terjadi atau telah terjadi

(sebagaimana dilaporkan dalam koran, majalah, laporan).

7). Untuk memperoleh kesenangan atau hiburan.

Ada beberapa tujuan membaca menurut Anderson (dalam Tarigan,

1985:9–10). Tujuan membaca itu adalah: “(1) menemukan detail atau fakta, (2)

menemukan gagasan utama, (3) menemukan urutan atau organisasi bacaan, (4)

menyimpulkan, (5) mengklasifikasikan, (6) menilai, dan (7) membandingkan atau

mempertentangkan”.

Selanjutnya, Nurhadi (1989:11) menyebutkaan bahwa tujuan membaca

secara khusus adalah: (1) mendapatkan informasi faktual, (2) memperoleh

keterangan tentang sesuatu yang khusus dan problematis, (3) memberi penilaian

terhadap karya tulis seseorang, (4) memperoleh kenikmatan emosi, dan (5)

mengisi waktu luang. Sebaliknya, secara umum, tujuan membaca adalah: (1)

mendapatkan informasi, (2) memperoleh pemahaman, dan (3) memperoleh

kesenangan.

Hubungan antara tujuan membaca dengan kemampuan membaca sangat

signifikan. Pembaca yang mempunyai tujuan yang sama, dapat mencapai tujuan

dengan cara pencapaian berbeda-beda. Tujuan membaca mempunyai kedudukan

yang sangat penting dalam membaca karena akan berpengaruh pada proses

membaca dan pemahaman membaca.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tujuan membaca adalah

menangkap pikiran dan perasaan orang lain dengan perantaraan tulisan (gambar

dari bahasa yang dilisankan) dengan tepat dan teratur.

2.1.3 Manfaat Membaca

Membaca selain bermanfaat bagi anak juga menjadi kebutuhan orang

dewasa supaya lebih bertahan lama dalam kehidupan dunia global yang semakin

canggih sekarang ini, sebab persaingan dunia yang semakin ketat sehingga

membutuhkan berbagai informasi. Dan informasi itu hanya dapat diperoleh

dengan membaca. Dan membaca bagi orang dewasa adalah merupakan suatu

kebutuhan untuk mengejar ketinggalan dalam dunia yang semakin pesat. Di

samping itu membaca untuk orang dewasa menurut Yulia (2005 : 6) dapat

menghindari atau mencegah kepikunan. Oleh karena itu membaca tetap dilakukan

terus. Dan bagi siswa membaca berguna untuk melatih organ-organ syaraf agar

tetap bergerak dan terlatih sehinggatidak mengalami hambatan. Melalui membaca

orang bisa menjelajahi batas-batas ruang dan waktu. Peristiwa-peristiwa yang

terjadinya di masa lampau bisa diketahui melalui membaca. Demikian pula

peristiwa yang terjadi di berbagai tempat di dunia bisa diketahui melalui membaca

dengan demikian membaca mempunyai manfaat yang sangat penting dalam

kehidupan manusia.

2.1.4 Jenis-jenis Membaca

Membaca ada bermacam-macam. Tarigan (1985:11–13) menyebutkan

jenis-jenis membaca menjadi dua macam, yaitu: 1) membaca nyaring, dan 2)

membaca dalam hati. Membaca dalam hati terdiri atas: (a) membaca ekstensif,

yang dibagi lagi menjadi: membaca survey, membaca sekilas, dan membaca

dangkal, dan (b) membaca intensif, yang terdiri dari: membaca telaah isi dan

membaca telah bahasa. Membaca telaah isi terdiri dari: membaca teliti,

pemahaman, kritis, dan membaca ide-ide. Membaca telaah bahasa terdiri dari:

membaca bahasa dan membaca sastra. Bila dibagankan, jenis-jenis membaca

tersebut adalah sebagai berikut.

Jenis membaca menurut Nurhadi (1987:143) ada tiga macam, yakni

membaca literal, membaca kritis, dan membaca kreatif. Pada materi ini jenis

membaca yang akan dibahas adalah membaca nyaring, membaca ekstensif, dan

membaca intensif. Berikut ini satu persatu akan dibahas jenis-jenis membaca

tersebut.

a. Membaca Nyaring

Membaca nyaring (membaca bersuara) adalah suatu kegiatan membaca

yang merupakan alat bagi pembaca bersama orang lain untuk menangkap isi yang

MEMBACA

Membaca

Nyaring

Membaca

dalam Hati

Membaca

Ekstensif

Membaca

Intensif

• Membaca

Survei

• Membaca

Sekilas

• Membaca

Dangkal

Membaca

Telaah Isi

Membaca

Telaah Bahasa

• Membaca

Teliti

• Membaca

Pemahaman

• Membaca

Kritis

• Membaca Ide-

ide

• Membaca

Bahasa

• Membaca

Sastra

berupa informasi bagi pengarang (Kamidjan, 1969:9). Tarigan (1985:22)

berpendapat bahwa membaca nyaring adalah suatu kegiatan yang merupakan alat

bagi guru, murid, ataupun pembaca bersama-sama dengan orang lain atau

pendengar untuk menangkap serta memahami informasi, pikiran, dan perasaan

seseorang pengarang. Jadi, membaca nyaring pada hakikatnya adalah proses

melisankan sebuah tulisan dengan memperhatikan suara, intonasi, dan tekanan

secara tepat, yang diikuti oleh pemahaman makna bacaan oleh pembaca.

Ada beberapa aspek dalam membaca nyaring. Kamidjan (1969:9-10)

menyebutkan bahwa dalam membaca nyaring ada lima aspek, yaitu: (1) membaca

dengan pikiran dan perasaan pengarang; (2) memerlukan keterampilan

menafsirkan lambang-lambang grafis; (3) memerlukan kecepatan pandangan

mata; (4) memerlukan keterampilan membaca, terutama mengelompokkan kata

secara tepat; dan (5) memerlukan pemahaman makna secara tepat.

Dalam membaca nyaring, pembaca memerlukan beberapa keterampilan.

Beberapa keterampilan yang diperlukan dalam membaca nyaring antara lain: (1)

penggunaan ucapan yang tepat; (2) pemenggalan frasa yang tepat; (3) penggunaan

intonasi, nada, dan tekanan yang tepat; (4) penguasaan tanda bacaa dengan baik;

(5) penggunaan suara yang jelas; (6) penggunaan ekspresi yang tepat; (7)

pengaturan kecepatan membaca; (8) pengaturan ketepatan pernafasan; (9)

pemahaman bacaan; dan (10) pemilikan rasa percaya diri. Kamidjan (1969:10)

b. Membaca Ekstensif

Membaca ekstensif merupakan proses membaca yang dilakukan secara

luas, dalam arti bahan bacaan beraneka dan waktu yang digunakan cepat dan

singkat. Tujuan membaca ekstensif adalah sekadar memahami isi yang penting

dari bahan bacaan dengan waktu yang singkat dan cepat. Nurhadi (1987:143)

Broughton (dalam Tarigan, 1985:31) menyebutkan bahwa yang termasuk

membaca ekstensif adalah membaca survey, membaca sekilas, dan membaca

dangkal. Berikut ini yang termasuk membaca ekstensif akan diuraikan satu

persatu. Membaca survey merupakan kegiatan membaca yang bertujuan untuk

mengetahui gambaran umum isi dan ruang lingkup bahan bacaan. Kegiatan

membaca survey ini misalnya melihat judul, pengarang, daftar isi, dan lain-lain.

Membaca sekilas atau skimming adalah membaca dengan cepat untuk mencari

dan mendapatkan informasi secara cepat. Dalam hal ini pembaca melakukan

kegiatan membaca secara cepat untuk mengetahui isi umum suatu bacaan atau

bagian-bagiannya. Membaca sekilas merupakan salah satu teknik dalam membaca

cepat.

Soedarso (2001:88-89) menyatakan bahwa skimming adalah suatu

keterampilan membaca yang diatur secara sistematis untuk mendapatkan hasil

yang efisien dengan tujuan untuk mengetahui: (1) topik bacaan, (2) pendapat

orang, (3) bagian penting tanpa membca seluruhnya, (4) organisasi tulisan, dan (5)

menyegarkan apa yang pernah dibaca.

Selanjutnya, membaca dangkal merupakan kegiatan membaca untuk

memperoleh pemahaman yang dangkal dari bahan bacaan ringan yang kita baca.

Tujuan membaca dangkal adalah untuk mencari kesenangan.

c. Membaca Intensif

Membaca intensif merupakan kegiatan membaca bacaan secara teliti dan

seksama dengan tujuan memahaminya secara rinci. Membaca intensif merupakan

salah satu upaya untuk menumbuhkan dan mengasah kemampuan membaca

secara kritis. Tarigan (1990:35) mengutip pendapat Brook menyatakan bahwa

membaca intensif merupakan studi seksama, telaah teliti, serta pemahaman terinci

terhadap suatu bacaan.

Yang termasuk membaca intensif ini adalah membaca pemahaman.

Berikut ini akan diuraikan tentang membaca pemahaman.

Membaca Pemahaman

Dilihat dari kemampuan membacanya, ada tiga jenis keterampilan

membaca pemahaman, yaitu: membaca literal, membaca kritis, dan membaca

kreatif. Masing-masing jenis keterampilan membaca tersebut mempunyai ciri-ciri

tersendiri. Oleh karena itu, dalam hubungannya dengan pengajaran membaca, tiga

keterampilan membaca pemahaman ini perlu diajarkan secara terus-menerus.

Setiap pertanyaan bacaan dalam buku teks harus selalu mencerminkan

keterampilan membaca tersebut. Tarigan (1990:35)

Kemampuan membaca literal adalah kemampuan pembaca untuk

mengenal dan menangkap isi bacaan yang tertera secara tersurat (eksplisit).

Artinya, pembaca hanya menangkap informasi yang tercetak secara literal

(tampak jelas) dalam bacaan. Informasi tersebut ada dalam baris-baris bacaan

(Reading The Lines). Pembaca tidak menangkap makna yang lebih dalam lagi,

yaitu makna di balik baris-baris. Yang termasuk dalam keterampilan membaca

literal antara lain keterampilan: 1) mengenal kata, kalimat, dan paragraf; 2)

mengenal unsur detail, unsur perbandingan, dan unsur utama; 3) mengenal unsur

hubungan sebab akibat; 4) menjawab pertanyaan (apa, siapa, kapan, dan di mana);

dan 5) menyatakan kembali unsur perbandingan, unsur urutan, dan unsur sebab

akibat.

Kemampuan membaca kritis merupakan kemampuan pembaca untuk

mengolah bahan bacaan secara kritis dan menemukan keseluruhan makna bahan

bacaan, baik makna tersurat, maupun makna tersirat. Mengolah bahan bacaan

secara kritis artinya, dalam proses membaca seorang pembaca tidak hanya

menangkap makna yang tersurat (makna baris-baris bacaan, atau istilahnya

Reading The Lines), tetapi juga menemukan makna antarbaris (Reading Between

The Lines), dan makna di balik baris (Reading Beyond The Lines). Yang perlu

diajarkan dalam membaca kritis antara lain keterampilan: 1) menemukan

informasi faktual (detail bacaan); 2) menemukan ide pokok yang tersirat; 3)

menemukan unsur urutan, perbandingan, sebab akibat yang tersirat; 4)

menemukan suasana (mood); 5) membuat kesimpulan; 6) menemukan tujuan

pengarang; 7) memprediksi (menduga) dampak; 8) membedakan opini dan fakta;

9) membedakan realitas dan fantasi; 10) mengikuti petunjuk; 11) menemukan

unsur propaganda; 12) menilai keutuhan dan keruntutan gagasan; 13) menilai

kelengkapan dan kesesuaian antargagasan; 14) menilai kesesuaian antara judul

dan isi bacaan; 15) membuat kerangka bahan bacaan; dan 16) menemukan tema

karya sastra. Tarigan (1990:36)

Kemampuan membaca kreatif merupakan tingkatan tertinggi dari

kemampuan membaca seseorang. Artinya, pembaca tidak hanya menangkap

makna tersurat (Reading The Lines), makna antarbaris (Reading Between The

Lines), dan makna di balik baris (Reading Beyond The Lines), tetapi juga mampu

secara kreatif menerapkan hasil membacanya untuk kepentingan sehari-hari.

Beberapa keterampilan membaca kreatif yang perlu dilatihkan antara lain

keterampilan: 1) mengikuti petunjuk dalam bacaan kemudian menerapkannya; 2)

membuat resensi buku; 3) memecahkan masalah sehari-hari melalui teori yang

disajikan dalam buku; 4) mengubah buku cerita (cerpen atau novel) menjadi

bentuk naskah drama dan sandiwara radio; 5) mengubah puisi menjadi prosa; 6)

mementaskan naskah drama yang telah dibaca; dan 7) membuat kritik balikan

dalam bentuk esai atau artikel populer. Tarigan (1990:36)

Selain ketiga kemampuan membaca pemahaman tersebut di atas, yang

termasuk membaca pemahaman antara lain juga membaca cepat. Jenis membaca

ini bertujuan agar pembaca dalam waktu yang singkat dapat memahami isi bacaan

secara tepat dan cermat. Jenis membaca ini dilaksanakan tanpa suara (membaca

dalam hati).

Bahan bacaan yang diberikan untuk kegiatan ini harus baru (belum pernah

diberikan kepada siswa) dan tidak boleh terdapat banyak kata-kata sukar,

ungkapan-ungkapan yang baru, atau kalimat yang kompleks. Kalau ternyata ada,

guru harus memberikan penjelasan terlebih dahulu, agar siswa terbebas dari

kesulitan memahami isi bacaan karena terganggu oleh masalah kebahasaan.

2.1.5 Pengertian Membaca Permulaan

Membaca permulaan merupakan tahapan proses belajar membaca bagi

siswa sekolah dasar kelas awal. Siswa belajar untuk memperoleh kemampuan dan

menguasai teknik-teknik membaca dan menangkap isi bacaan dengan baik. Oleh

karena itu guru perlu merancang pembelajaran membaca dengan baik sehingga

mampu menumbuhkan kebiasan membaca sebagai suatu yang menyenangkan.

Empat aspek keterampilan berbahasa dalam dua kelompok kemampuan

(Muchlisoh,1992: 119) yaitu :1). Keterampilan yang bersifat menerima (reseptif)

yang meliputi ketrampilan membaca dan menyimak. 2). Keterampilan yang

bersifat mengungkap (produktif) yang meliputi keterampilan menulis dan

berbicara.

Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar (SD) bertujuan

meningkatkan kemampuan siswa berkomunikasi secara efektif, baik lisan maupun

tertulis, baik dalam situasi resmi non resmi, kepada siapa, kapan, dimana, untuk

tujuan apa. bertumpu pada kemampuan dasar membaca dan menulis juga perlu

diarahkan pada tercapainya kemahir wacanaan. Pada tingkatan membaca

permulaan, pembaca belum memiliki keterampilan kemampuan membaca yang

sesungguhnya, tetapi masih dalam tahap belajar untuk memperoleh keterampilan

atau kemampuan membaca. Membaca pada tingkatan ini merupakan kegiatan

belajar mengenal bahasa tulis. Melalui tulisan itulah siswa dituntut dapat

menyuarakan lambang-lambang bunyi bahasa tersebut, untuk memperoleh

kemampuan membaca diperlukan tiga syarat, yaitu kemampuan membunyikan (a)

lambang-lambang tulis, (b) penguasaan kosakata untuk memberi arti, dan (c)

memasukkan makna dalam kemahiran bahasa. Membaca permulaan merupakan

suatu proses keterampilan dan kognitif. Proses keterampilan menunjuk pada

pengenalan dan penguasaan lambang-lambang fonem, sedangkan proses kognitif

menunjuk pada penggunaan lambang-lambang fonem yang sudah dikenal untuk

memahami makna suatu kata atau kalimat (Nurhayati,2007)

Kemampuan membaca merupakan keterampilan berbahasa yang

berhubungan denga keterampilan berbahasa yang lain. Kemampuan membaca

merupakan satu proses aktif yang bertujuandan memerlukan strategi. Hal ini

didukung oleh beberapa definisi berikut ini. Hodgson (dalam Tarigan, 1985:7)

mengemukakan bahwa kemampuan membaca ialah suatu proses yang dilakukan

serta digunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan yang disampaikan penulis

melalui media bahasa tulis.

Selanjutnya, Anderson (dalam Tarigan, 1985:7) berpendapat bahwa

kemmpuan membaca adalah proses kegiatan mencocokkan huruf atau melafalkan

lambang-lambang bahasa tulis. Hal ini sesuai dengan membaca pada level rendah.

Finochiaro dan Bonono (1973:119) menyatakan bahwa kemapuan membaca

adalah proses memetik serta memahami arti/makna yang terkandung dalam

bahasa tulis. Batasan ini tepat dikenakan pada membaca literal. Di pihak lain,

Thorndiko (1967:127) berpendapat bahwa kemampuan membaca merupakan

proses berpikir atau bernalar.

Soedarso (dalam Yussuf Efendi,1991: diakses 16 Maret 2008)

menjelaskan bahwa kemampuan membaca yang baik merupakan hal yang sangat

penting dalam suatu bacaan. Dalam halini guru mempunyai perasaan yang sangat

besar untuk mengembangkan serta meningkatkan kemampuan yang dibutuhkan

dalam membaca. Usaha yang dilakukan guru diantaranya dapat menolong pra

siswa untuk memperkaya kosakata mereka dengan jalan memperkenalkan sinonim

kata-ata, antonim, imbuhan, dan menjelasakan arti suatu kata abstrak dengan

mempergunakan bahasa daerah atau bahasa ibu mereka.

Dalam membaca diperlukan potensi yang berupa kemampuan intelektual

yang tinggi. Aspek inelektual lannya adalah minat.beberapa penelitian tentang

minat membaca yang telah dilakukan menunjukkan aanya korelasi yang tinggi

antara minat terhadap bacaan dan kemampuan mambacanya. Seseorang yang

mempunyai minat dan perhatian terhadap bacaan tertentu dapat dipastikan akan

memperoleh pemahaman ynag lebih baik terhadap topik terssebut dibandingkan

dengan orang yang kurang berminat terhadap topik.

Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa

kemampuan membaca adalah proses pengucapan tulisan untuk mendapatkan

isinya. Pengucapan tidak selalu dapat didengar, misalnya membaca dalam hati.

Kemampuan membaca merupakan aktivitas yang tidak bisa dilepaskan dari

menyimak, berbicara, dan menulis. Sewaktu membaca, pembaca yang baik akan

menyimak bahan yang dibacanya. Selain itu, dia bisa berkomunikasikan hasil

membaca secara lisan dan tulisan. Dengan demikian kemampuan membaca

merupakan keterampiban berbahasa yang berkaitan dengan keterampilan

berbahasa lainya. Jadi, kemampuan membaca meerupakan salah satu keterampilan

berbahasa, merupakan proses aktif, bertujan serta memerlukan strategi tertentu

sesuai dengan tujuan dan jenis membaca.

2.1.6 Tujuan Membaca Permulaan

Pembelajaran membaca permulaan diberikan di kelas I dan II.

Tujuannya adalah agar siswa memiliki kemampuan memahami dan menyuarakan

tulisan dengan intonasi yang wajar, sebagai dasar untuk dapat membaca lanjut.

Tujuan membaca permulaan juga dijelaskan dalam (Depdikbud, 1994:4) yaitu

agar “Siswa dapat membaca kata-kata dan kalimat sederhana dengan lancar dan

tepat”. Pelaksanaan membaca permulaan di kelas I Sekolah Dasar dilakukan

dalam dua tahap, yaitu membaca periode tanpa buku dan membaca dengan

menggunakan buku. Pembelajaran membaca tanpa buku dilakukan dengan cara

mengajar dengan menggunakan media atau alat peraga selain buku misalnya kartu

gambar, kartu huruf, kartu kata dan kartu kalimat. Pembelajaran membaca dengan

buku merupakan kegiatan membaca dengan menggunakan buku sebagai bahan

pelajaran.

Kegiatan membaca bersama antara anak dan orang tua berpengaruh

terhadap sikap dan minat membaca anak. Melalui program membaca bersama

antara orang tua dan anak, anak-anak jadi suka mengisi waktu luangnya dengan

aktivitas membaca, mereka suka membaca bersama orang dewasa yang lain, suka

membaca majalah dan buku-buku yang ada di rumah dan di perpustakaan sekolah.

Buku-buku dan perlengkapan membaca merupakan dukungan instrumental untuk

mendidik anak, program pelatihan untuk orang tua agar terlibat secara efektif

dalam program membaca keluarga merupakan dukungan informatif yang sangat

berguna bagi orang tua untuk memberikan dukungan penghargaan dan emosi

kepada anak saat mereka membaca bersama. Banyak cara yang ditempuh agar

seseorang memperoleh pengetahuan. Salah satunya yang paling sering dilakukan

adalah melalui membaca. Ini tampaknya lebih menekankan pengertian membaca

sebagai kegiatan seseorang untuk memperoleh pengetahuan melalui sumber-

sumber tekstual, seperti buku, artikel, koran dan sebagainya, dengan

menggunakan mata atau pandangan sebagai alat utamanya. Jika diperluas lagi,

pengertian membaca di sini sebenarnya tidak hanya persepsi visual terhadap

bentuk rangkaian kata-kata (verbal) tetapi juga dapat berbentuk simbol-simbol

lainnya, seperti angka, gambar, diagram, tabel yang di dalamnya memiliki arti dan

maksud tertentu.

Yang dimaksud membaca ialah menangkap pikiran dan perasaan orang

lain dengan perantaraan tulisan (gambar dari bahasa yang dilisankan). Tujuannya

ialah menangkap bahasa yang tertulis dengan tepat dan teratur. Melalui aktivitas

membaca, seseorang dapat mengenal suatu objek, ide prosedur konsep, definisi,

nama, peristiwa, rumus, teori, atau kesimpulan. Bahkan lebih dari itu, melalui

aktivitas membaca seseorang dapat mencapai kemampuan kognitif yang lebih

tinggi, seperti menjelaskan, menganalisis, hingga mengevaluasi suatu objek atau

kejadian tertentu. Iyandri T.Wahyono (diakses, 06 Oktober 2012).

2.1.7 Model Pembelajaran Round Table

Cukup banyak memang jenis pendekatan / motode / model pembelajaran

dengan berbagai kelebihan dan kelemahannya, hanya saja yang penting

diperhatikan dalam pengguanaannya adalah kesesuaiannya. Tidak semua metode

pembelajaran akan cocok dengan jenis materi pelajaran yang disajikan didepan

siswa. Oleh karena itu setiap guru hendaknya pintar-pintar memilih metode atau

model pembelajaran yang sesuai dengan mata pelajarannya atau materi pelajaran

yang akan diajarkan.

Penggunaan pembelajaran round table dalam upaya meningkatkan hasil

belajar bahasa Indonesia. Pembelajran round table meerupakan salah satu

pembelajran koopeeratif yang bisa digunakan untuk memajukan pembentukan

kelompok, mendengarkan aktif, berpikir dan berpartisipasi. Siswa bergantian

dalam berkontribusi dalam kelompoknya masing-masing, pembelajaran ini juga

meerupakan pembelajran yang menyenangkan dan menarik dengan lebih

mementingkan proses untuk mendapatkan hasil belajar bahasa Indonesia yang

lebih baik. Round table diyakini dapat membangkitkan motivasi belajar siswa,

dapat membuat siswa lebih aktif, lebih berani mengungkapkan pendapat karena

belajar dengan kelompok. Berdasarkan uraian di atas dapat diasumsikan bahwa

pembelajaran bahasa Indonesia dengan menggunakan pembelajaran round taable

akan dapat meningkatkan hasil belajar bahasa Indonesia.Ibrahim, (2000:2)

Model pembelajaran Round Table merupakan pendekatan yang

menekankan pada aktivitas dan interaksi diantara siswa untuk saling memotivasi

dan saling membantu dalam menguasai materi pembelajaran guna mencapai

prestasi yang maksimal.

Model pembelajaran Round Table adalah salah satu metode belajar

koopeeratif yang paling sederhana. Sehingga model belajar tesebut dapat

digunakan guru-guru yang baru mulai menggunakan metode belajar kooperatif.

Round Table merupakan salah satu tipe model pembelajaran kooperatif yang

menempatkan siswa dalam tim yang beranggotakan 4 atau 5 orang yang

merupakan campuran menurut tingkaat prestasi, jenis kelamn dan suku. Guru

menyajikan pelajaran, kemudian siswa bekerja didalam tim untuk memastikan

bahwa semua anggota tim telah menguasai pelajaran tersebut. Selanjutnya semua

siswa mengerjakan kuis mengenai materi secara sendiri-sendiri, dimana saat itu

mereka tidak diperbolehkan untuk saling bantu.

Skor kuis para siswa dibandingkan dengan rata-rata pencapaian mereka

sebelumnya, dan kepada masing-masing tim akan diberikan poin berdasarkan

tingkat kemajuan yang diraih siswa dibandingkan hasil yang meereka capai

sebelumnya. Poin ini kemudian dijumlahkan untuk memperoleh skor tim, dan tim

yang berhasil memenuhi kriteria tertentu akan mendapat sertifikasi atau

penghargaan lainnya.Kidam, Dina (2012:25-26)

2.1.8 Komponen-Komponen Model Pembelajaran Round Table

Komponen Round Table adalah sebagai berikut:

a. Presentasi kelas

Presentasi kelas dalam round table berbeda dari cara pengajaran yang

biasa, keompok mempresentasikan hasil tulisan yang telah mereka buat.

Siswa harus betul-betul memperhatikan prsentasi terdapatmateri yang

dapat membantu untuk mengerjakan kuis yang diadakan ssetelah

pembelajaran.

b. Belajar dalam tim

Siswa dibagi mejadi beberapa kelompok, tiap kelompok terdiri dari 4-5

orang dimana mereka mengerjakan tugas yang diberikan. www.PTK

blongspirit.com.4Februari2012

2.1.9 Langkah-Langkah Model Pembelajaran Round Table

Berikut ini langkah-langkah model round table. (Diakses 20 Mei 2008

yaitu :

a). Guru menyampaikan tujuan pembelajaran.

b). Menjelaskan tugas yang akan diberikan.

c). Guru membagikan kertas kerja.

d). Siswa mengerjakan tugas dengan menuangkan idenya di atas kertas

kerja secara bergilir searah jarum jam. Giliran dibatasi oleh waktu.

e). Kesimpulan.

f). Penyajian hasil.

g). Feedback oleh guru.

h). Evaluasi.

Langkah-langkah penerapan pembelajaran Round Table www.PTK

blongspirit.com.4Februari2012 adalah sebagai berikut :

a. Guru menyampaikan materi pembelajaran kepada siswa sesuai

kompetensi dasar yang akan dicapai. Guru dapat menggunakan

berbagai pilihan dalam menyampaikan materi pembelajaran ini kepada

siswa. Misalnya, antara lain dengan metode penemuan terbimbing atau

metode ceramah. Langkah ini tidak harus dilakukan dalam satu kali

pertemuan, tetapi dapat lebih dari satu.

b. Guru memperlihatkan beberapa topik yang akan dipilih oleh masing-

masing anggota kelompok.

c. Guru membentuk beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 4-5

anggota, dimana anggota kelompok mempunyai kemampuan akademik

yang berbeda-beda.

d. Setiap anggota kelompok memilih sebuah topik yang menarik untuk

membuat percakapan secara berkelompok misalnya gempa bumi aatau

banjir di suatu daerah, bermain di sungai, pengalaman pertama

berkemah dan lain-lain.

e. Guru memberikan tugas kepada kelompok berkaitan dengan materi

yang telah diberikan. Tujuan utamanya adalah memastikan bahwa

setiap kelompok dapat menguasai konsep dan materi. Topik bahasan

untuk kelompok dipersiapkan oleh guru agar kompetensi dasar yang

diharapkan dapat dicapai.

f. Setiap anggota kelompok dibagikan pias-pias huruf.

g. Kelompok berbagi pias-pias huruf dan menyusun huruf-huruf tersebut

menjadi kata yang bermakna.

h. Guru memfasilitasi siswa dalam membuat anggota-anggota kelompok

memperbaiki salah satu topik membaca permulaan tersebut untuk

meningkatkan kualitas tulisan.

i. Guru memberi penghargaan kepada kelompok yang dapat menyusun

huruf-huruf menjadi kata yang bermakna dengan tepat.

2.1.10 Tahap-Tahap Pelaksanan Model Pembelajaran Round Table

a. Persiapan materi dan penerapan ssiswa dalam kelompok, sebelum

menyajikan guru harus mempersiapkan lembar kegiatan dan topik yang

akan dipelajari siswa dalam kelompok-kelompok kooperatif. Kemudian

menetapkan siswa dalam kelompok heterogen dengan jumlah maksimal 4-5

orang.

b. Penyajian materi pelajaran ditekankan padahal-hal berikut :

1). Pendahuluan. Disini perlu ditentukan apa yang akan dipelajari siswa

dalam kelompok dan menginformasikan hal yang penting untuk

memotivasi rasa ingin tahu siswa tentang konssep-konssep yang akan

mereka pelajari.

2). Pengembangan. Dilakukan pengembangan materi yang sesuai yang akan

dipelajari siswa dalam kelompok. Disini siswa belajar untuk memahami

makna.

3). Praktek terkendali dilakukan dalam menyajikan materi.

c. Kegiatan Kelompok

Guru membagikan LKS kepada setiap kelompok sebagai bahan yang

akan dipelajari siswa. Isi dari LKS selain materi pelajaran juga digunakan

untuk melatih kooperatif. Guru memberi bantuan dengan memperjelas perin

tah, dan mengulang konsep.

d. Evaluasi

Dilakukan selama 45-60 menit secara mandiri untuk menunjukkan

apa yang telah siswa pelajari selama bekerja dalam kelompok. Hasil evaluasi

digunakan sebagai nilai perkembangan individu dan disumbangkan sebagai

nilai perkembangan kelompok.

e. Penghargaan Kelompok.

Dari hasil nilai perkembangan, maka penghargaan pada prestasi

kelompok diberikan dalam tingkatan penghargaan seperti kelompok baik, hebat

dan super. www.PTK blongspirit.com.4Februari2012

2.1.11 Karakteristik Model Pembelajaran Round Table

Karakteristik model pembelajaran Round Table (Diakses 20 Mei 2008)

antara lain sebagai berikut :

1) Menyampaikan materi pelajaran.

2) Membagi siswa dalam kelompok kooperatif yang beranggotakan 4-5 orang.

3) Menjelaskan langkah-langkah kerja kelompok.

4) Membimbing siswa dalam kerja kelompok.

5) Menugasi siswa melaporkan hasil kerja kelompok.

6) Membimbing siswa menyimpulkan pembelajaran.

2.1.12 Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Round Table

1. Kelebihan dalam penggunaan model pembelajaran Round Table adalah sebagai

berikut :

a. Mengembangkan serta menggunakan keterampilan berpikir kritis dan

kerjasama kelompok.

b. Menyuburkan hubungan antar pribadi yang positif diantara siswa.

c. Menciptakan lingkungan yang menghargai nilai-nilai ilmiah.

2. Kelemahan dalam penggunaan model pembelajaran Round Table adalah

sebagai berikut :

a. Sejumlah siswa mungkin bingung karena belum terbiasa dengan perlakuan

seperti ini.

b.Guru pada permulaan akan membuat kesalahan-kesalahan dalam pengelolaan

kelas. Akan tetapi usaha sungguh-sungguh yang terus menerus akan dapat

terampil menerapkan model ini. Kidam, Dina (2012:17)

2.1.13 Penerapan Model Round Table Pada Pembelajaran Membaca

Permulaan Dengan Menyusun Huruf-Huruf Menjadi Kata Yang

bermakna

Siswa dikelompokkan dalam kelompok belajar yang beranggotakan

empat atau lima orang siswa yang merupakan campuran dari kemampuan

akademik yang berbeda. Pada model Round Table siswa dikelompokkan secara

heterogen, kemudian siswa yang pandai menjelaskan kepada anggota yang lain

sampai mengerti.

Model Round Table adalah salah satu model pembelajaran kooperatif

yang paling sederhana, sehingga model ini banyak digunakan oleh guru-guru yag

baru memulai menggunakan metode belajar kooperatif. Model Round Table

menurut Asma (2006:51) siswa ditempatkan dalam kelompok belajar

beranggotakan empat sampai lima orang yang merupakan campuran menurut

tingkat kinerja dan jenis kelamin.

Pembelajaran diawali dengan penyajian materi oleh guru yang

kemudian dilanjutkan dengan setiap anggota kelompok secara kooperatif memilih

huruf-huruf untuk disusun menjadi satu kata yang bermakna. Anggota kelompok

memutar kertas mereka ke arah kiri mereka. Setiap anggota memiliki waktu dua

menit untuk membaca dan menulis. Kertas diputar hingga beberapa kali putaran

dan pada akhirnya setiap anggota mendapatkan kembali kertasnya. Jika sudah

selesai, anggota-anggota kelompok memperbaiki kata-kata tersebut untuk

meningkatkan kualitas membaca dengan menyusun huruf-huruf menjadi kata

yang bermakna.

Round Table merupakan pendekatan kooperatif yang paling sederhana.

Guru yang menggunakan Round Table, juga mengacu kepada belajar kelompok

siswa dimana setiap minggu guru menggunakan persentasi verbal atau teks. Siswa

dalam suatu kelas tertentu dipecah menjadi kelompok dengan anggota 4-5 orang,

setiap kelompok haruslah heterogen tediri dari laki-laki dan perempuan.(Internet)

Anggota tim menggunakan lembar kegiatan atau perangkat

pembelajaran yang lain untuk menuntaskan materi pelajarannya dan kemudian

saling membantu kemudian satu sama lain untuk memahami bahan pelajaran kuis.

Secara individual setiap minggu atau setiap dua minggu siswa diberi kuis. Kuis itu

diskor dan tiap siswa diberi skor perkembangan.

Pengetesan pembelajaran kooperatif model Round Table, guru meminta

siswa menjawab kuis tentang bahan pelajaran. Butir-butir tes pada kuis ini harus

merupakan suatu jenis tes objektif tertulis (paper and pencil), sehingga butir-butir

tes itu dapat diskor di kelas atau segera setelah tes itu diberikan. Laporan atau

presentasi itu kelompok dapat digunakan sebagai salah satu dasar evaluasi dan

siswa hendaknya diberi penghargaan perannya secara individual dan hasil

kolektif.

2.2 Kajian Penelitian yang Relevan

Untuk mendukung penelitian ini, berikut dikemukakan hasil penelitian

terdahulu yang berhubungan dengan penelitian ini:

1. Herlina A.Pateda (2011) dalam penelitiannya yang berjudul “Meningkatkan

Kemampuan Membaca Permulaan Melalui Metode Kupas Rangkai Suku

Kata Pada Siswa Kelas II SDN 37 Kota Selatan kota Gorontalo”. Hasil

penelitian dengan kesimpulan: Metode Kupas Rangkai Suku Kata terbukti

efektif dalam meningkatkan kemampuan membaca siswa. Hal ini dapat

dilihat dari hasil perolehan data pada siklus I tentang kemampuan membaca

siswa dalam pembelajaran bahasa Indonesia hanya mencapai 68.57% atau 24

orang dari jumlah siswa sebanyak 35 orang yang memperoleh nilai

ketuntasan (70 ke atas) dan 11 orang atau 31.43% yang memperoleh nilai 69

ke bawah. Sementara pada siklus II mencapai 88.57% atau 31 orang yang

memperoleh nilai ketuntasan 70 ke atas dan 4 orang atau 11.43% yang

memperoleh nilai 69 ke bawah. Berdaasarkan hasil capaian tersebut

kemampuan membaa siswa dalam pembelajaran bahasa Indonesia melalui

metode kupas rangkai suku kata meningkat sebesar 21%. Persamaan

penelitian ini dengan penelitian penulis terletak pada masalah yang dihadapi.

Model yang digunakan sama-sama menerapkan adanya interaksi kelompok

didalam kegiatan pembelajaran. Sedangkan perbedaan penelitian ini dengan

penelitian Herlina A.Pateda terletak pada jenis model yang digunakan.

Herlina menggunakan metode metode kupas rangkai suku kata dalam

pembelajarannya, sedangkan peneliti dalam meningkatkan kemampuan

siswa membaca permulaan menggunakan model round table.

Hasil refleksi maupun saran-saran dari penelitian-penelitian terdahulu dapat

dijadikan sebagai dasar dalam melakukan tindakan kelas, sedangkan hal-hal

yang menyebabkan penelitian terdahulu kurang berhasil dapat dijadikan

pengetahuan agar tidak diulangi lagi dalam penelitian ini. Hal-hal yang

menyebabkan penelitian terdahulu tersebut berhasil akan dijadikan sebagai

pedoman agar penelitian yang dilakukan dapat meningkatkan kemampuan

membaca siswa permulaan di kelas II.

2. Zakiah (2010), dengan judul penelitiannya “Peningkatan kemampuan

Membaca permulaan dengan Metode SAS pada Siswa Kelas I MI Hidayatun

Nasyi’in Kecamatan Pasrepan Kabupaten Pasuruan. Skripsi, Jurusan KSDP,

FIP Universitas Negeri Malang, Pembimbing: (1) Dra. Purwendarti, M.Pd,

(II) Drs. A. Badawi, M.Pd. Kemampuan membaca permulaan siswa kelas I

MI. Hidayatun Nasyi’in Kecamatan Pasrepan Kabupaten Pasuruan belum

optimal. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya adalah

konsep pembelajaran yang kurang menarik karena guru kurang tepat dalam

memilih dan menerapkan metode mengeja dan kartu huruf sebagai media

pembelajaran.

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: (1) Mendeskripsikan

pelaksanaan pembelajaran membaca permulaan dengan metode SAS di kelas

I MI.Hidayatun Nasyi’in Kecamatan Pasrepan Kabupaten Pasuruan. (2)

Mendeskripsikan peningkatan kemampuan membaca permulaan pada siswa

kelas I MI. Hidayatun Nasyi’in Kecamatan Pasrepan Kabupaten Pasuruan.

Penelitian ini menggunakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Siklus

tindakan pembelajran dihentikan jika telah mencapai kriteria ketuntasan

belajar kelas yaitu 80% dari jumlah subyek penelitian dengan rata-rata

ketuntasan belajar individu minimal 75. Subyek penelitian ini adalah seorang

guru dan 25 siswa kelas I MI. Hidayatun Nasyi’in Kecamatan Pasrepan

Kabupaten Pasuruan.

Penelitian ini terdiri dari dua siklus, yaitu (1) Siklus I Tema Kegemaran,

pembelajaran membaca menggunakan metode SAS didukung media

pembelajaran berupa gambar, kartu huruf, kartu suku kata, kartu kata, dan

kartu kalimat. Pembelajaran dilaksanakan secara individu, kelompok, dan

klasikal. (2) Siklus II Tema Kegiatan, pembelajaran membaca menggunakan

metode dengan media gambar, kartu huruf, kartu suku kata, kartu kata, dan

kartu kalimat. Pembelajaran dilaksanakan dengan pengorganisasian siswa

dalam kelompok, individu dan klasikal.

Tehnik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah wawancara, observasi,

dan tes.

Dari hasil analisis data penelitian menunjukkan bahwa: (1) pada siklus I

dalam pembelajaran membaca permulaan dengan metode SAS. Kemampuan

guru dalam pelaksanaan pembelajaran membaca permulaan dengan metode

SAS memiliki kategori baik (80) dan mengalami peningkatan pada siklus II

dengan kategori sangat baik (95), (2) untuk menilai kemampuan siswa dalam

prose pembelajaran dengan metode SAS pada siklus I memiliki nilai rata-

rata kelas (79,6) dan meningkat pada siklus II yaitu (90.8) dari 25 siswa

(100%) sudah mencapai kriteria yang diharapkan yaitu aktif dan kreatif, (3)

penggunaan metode SAS terbukti dapat meningkatkan kemampuan membaca

permulaan siswa kelas I MI. Hidayatun Nasyi’in Kecamatan Pasrepan

Kabupaten Pasuruan, yaitu nilai siswa pada siklus I meningkat dari nilai rata-

rata 78.04 menjadi 85.68 pada Siklus II yakni meningkat 14.07%. Sesuai

dengan kriteria yang ditentukan maka peningkatan ini tergolong baik.

Dalam penelitian ini sama-sama mengkaji tentang kemampuan siswa

membaca permulaan dalam pembelajaran bahasa Indonesia. Sedangkan

perbedaan penelitian ini dengan penelitian Zakiah terletak pada jenis model

yang digunakan. Zakiah menggunakan metode SAS dalam pembelajarannya,

sedangkan peneliti menggunakan model Round Table dalam meningkatkan

kemampuan siswa membaca permulaan.

2.3 Hipotesis Tindakan

Berdasarkan yang telah dikemukakan ,maka penuls meumuskan hipotesis

tindakan sebagai berikut: “Jika guru menggunakan model pembelajaran round

table maka kemampuan siswa membaca permulaan kelas II SDN I Hulawa

Kecamatan Telaga Kabupaten Gorontalo akan meningkat”.

2.4 Indikator Kinerja

Indikator kinerja dalam pelaksanaan penelitian ini adalah untuk hasil

kemampuan siswa membaca permulaan pada siswa kelas II SDN I Hulawa

Kecamatan Telaga Kabupaten Gorontalo, minimal 75 % dari seluruh siswa yang

dikenai tindakan secara individu memperoleh nilai 65 ke atas.