kajian sstem kolektor panas mathri utk pengering (edited)

67
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Provinsi Aceh sebagai bagian wilayah Indonesia termasuk daerah yang luas lautnya, sebagian besar penduduknya bermata pencaharian nelayan. Di Propinsi Aceh, hasil tangkapan ikan sangat dipengaruhi oleh musim dan kondisi alam. Misalnya, pada musim panen raya banyak hasil perikanan tidak termanfaatkan, tetapi pada musim paceklik hasilnya sangat minim dan harganya menjadi melambung. Pada sisi lain waktu panen raya ini, sering terjadi bersamaan pada banyak daerah di Aceh, sehingga terjadilah penumpukan hasil-hasil ikan di berbagai daerah sentra pruduksi. Hal ini menyebabkan tangkapan nelayan tidak layak jual, yang akhirnya pendapatan mereka menurun. Hasil tangkapan ikan dapat bertahan lama bila dilakukan proses pengawetan. Salah satu proses pengawetan yang umum digunakan adalah proses pengawetan fisis yaitu dengan cara pengeringan [1]. Salah satu ikan kering yang sering dikonsumsi oleh masyarakat di Aceh adalah ikan teri, ikan teri merupakan ikan kering yang proses pembuatan dengan menggunakan sistem pengering tradisional yaitu dengan

Upload: aneuk1

Post on 24-Jun-2015

2.398 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Kajian sstem kolektor panas mathri utk pengering (edited)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Provinsi Aceh sebagai bagian wilayah Indonesia termasuk daerah yang luas

lautnya, sebagian besar penduduknya bermata pencaharian nelayan. Di Propinsi

Aceh, hasil tangkapan ikan sangat dipengaruhi oleh musim dan kondisi alam.

Misalnya, pada musim panen raya banyak hasil perikanan tidak termanfaatkan, tetapi

pada musim paceklik hasilnya sangat minim dan harganya menjadi melambung. Pada

sisi lain waktu panen raya ini, sering terjadi bersamaan pada banyak daerah di Aceh,

sehingga terjadilah penumpukan hasil-hasil ikan di berbagai daerah sentra pruduksi.

Hal ini menyebabkan tangkapan nelayan tidak layak jual, yang akhirnya pendapatan

mereka menurun.

Hasil tangkapan ikan dapat bertahan lama bila dilakukan proses pengawetan. Salah

satu proses pengawetan yang umum digunakan adalah proses pengawetan fisis yaitu

dengan cara pengeringan [1]. Salah satu ikan kering yang sering dikonsumsi oleh

masyarakat di Aceh adalah ikan teri, ikan teri merupakan ikan kering yang proses

pembuatan dengan menggunakan sistem pengering tradisional yaitu dengan

menjemur langsung. Proses pengeringan dengan menjemur langsung sering

terkendala karena faktor cuaca dan faktor hasil produk yang tidak higienis karena

terkontaminasi dengan udara disekitar lokasi penjemuran. Sistim pengering

mengunakan energi matahari secara tradisional dengan cara penjemuran di alam

terbuka di bawah sinar mataharidimana bahan dihamparkan di lantai semen, atau

anyaman bambu, atau tikar telah lama dipergunakan. Saat ini pengering

memanfaatkan solar dengan menggunakan kolektor terus dikembangkan.

Sistim pengeringan mengunakan energi matahari secara tradisional yaitu

dengan cara penjemuran di alam terbuka di bawah sinar matahari dimana bahan

dihamparkan di lantai semen, atau anyaman bambu, atau tikar telah lama

dipergunakan. Saat ini pengering memanfaatkan panas matahari dengan

Page 2: Kajian sstem kolektor panas mathri utk pengering (edited)

menggunakan kolektor terus dikembangkan. Kelebihan alat ini adalah bahan yang

dikeringkan ketika hujan dan malam tiba tidak perlu dipindahkan.

Selain pengeringan dengan sistem tersebut diatas, pengeringan dapat

dilakukan dengan bantuan alat pengering mekanis. Pengeringan secara mekanik

menggunakan peralatan dan sumber energi dengan bantuan energi minyak, gas atau

bahan bakar lainnya. Kelebihan alat ini diantaranya dapat dioperasikan tanpa

hambatan iklim, kualitas pengeringan dapat terkontrol, hemat tenaga kerja, dan waktu

pengeringan dapat diatur. Namun disamping kelebihan alat pengering ini juga

mempunyai kelemahan-kelemahan. Diantaranya, dengan mengunakan energi bahan

bakar diyakini objek pengeringan yang bersentuhan langsung dengan gas asap

pembakaran sering terpolusi bau gas asap, karena bahan bakar yang tidak habis

terbakar (pembakaran kurang sempurna), dengan bahan bakar juga akan mahal

kemudian energi panas pembakaran tidak efektif jika dimanfaatkan pada ruang

terbuka karena akan menyebar keluar dari daerah pemanasan yang diinginkan, dan

temperatur ruang pengering sering tidak seragam, sehingga jika ketidak seragaman

temperatur fuida pengering yang mengalir melalui ruang/lemari pengering tersebut

tidak teratasi, maka hasil pengering akan menurun kualitasnya yang diakibatkan oleh

tidak meratanya suhu pengering yang diterima setiap produk yang dikeringkan [3].

Penggunaan udara panas semangkin meningkat untuk mengeringkan produk-

produk perikanan dan juga pertanian. Banyak institusi maupun perorangan telah

melakukan studi pengeringan untuk hasil-hasil perikanan dan pertanian. Akan tetapi

kajian ini lebih memfokuskan pada bidang perikanan.

Atas dasar permasalahan tersebut di atas, diperlukan pengkajian suatu model

teknologi tepat guna yang akan digunakan setelah pasca panen perikanan. Pengkajian

lebih lanjut terhadap karakteristik distribusi temperatur dan pola aliran fluida

pengering pada peralatan pengering untuk mendapatkan sistim dan peralatan

pengering yang optimal dengan menggunakan energi bahan bakar dan temperatur

yang lebih merata di dalam tiap-tiap rak yang terdapat pada ruang pengering. Dalam

Page 3: Kajian sstem kolektor panas mathri utk pengering (edited)

artian teknologi relatif murah, mudah dibuat, mudah dioperasikan dan dapat

digunakan untuk berbagai macam bahan pengeringan.

Untuk mengatasi permasalahan di atas, dalam rangka penyelesaian studi pada

Program Studi Magister Teknik Mesin Unsyiah, maka akan dilakukan penelitian

dengan Judul : Kajian Sistem Kolektor Panas Matahari Untuk Pengering.

1.2 Perumusan Masalah

Penggunaan pengering tradisional masih terbatas dengan keadaan cuaca dan

waktu pengeringan, serta kondisi udara dilingkungan dapat membuat pengeringan

ikan. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pengeringan yaitu faktor yang

berhubungan dengan peralatan yang mengatur distribusi udara pengering, dan faktor

lain adalah yang berhubungan dengan karakteristik bahan yang dikeringkan. Faktor-

faktor yang masuk golongan pertama adalah distribusi temperatur, pola aliran, dan

kecepatan volumetrik aliran udara pengering, serta kelembaban udara yang berada

dalam ruang pengeringan. Batasan permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian

ini adalah laju aliran dengan dimensi kolektor.

Dalam menjawab permasalahan tersebut di atas, maka dibuat suatu sistem

peralatan pengering yang mampu memberikan panas yang baik bagi alat pengering

dengan mendesain kolektor penyimpan panas dengan variasi aliran panas berbeda-

beda. Pengering terdiri atas empat bagian utama yaitu ruang pembakaran, saluran

udara panas, ruang pengeringan, dan cerobong dan untuk menganalisis sistem

tersebut digunakan konsep kesetimbangan perpindahan massa dan panas (heat and

mass transfer).

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah mengetahui karakteristik perpindahan

panas dan pola aliran fluida pada Ruang Sistem Pengering hasil perikanan dengan

Page 4: Kajian sstem kolektor panas mathri utk pengering (edited)

Solar dan Bahan Bakar. Dengan diketahuinya karakteristik perpindahan panas dan

pola aliran fluida maka akan diperoleh kerja alat yang optimum.

1.3.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus penelitian ini adalah :

1. Terciptanya suatu alat pengering praktis yang efisien dan dapat digunakan untuk

mengeringkan ikan.

2. Mendapatkan desain kolektor yang baik untuk effesiensi waktu pengeringan

3. Menghasilkan produk yang dikeringkan sesuai standar pasar.

4. Memberikan kontribusi dalam pengembangan sistem teknologi pasca panen

untuk hasil perikanan, yang akhirnya mampu meningkatkan penghasilan disektor

tersebut.

1.4 Manfaat Penelitian

Dengan penelitian ini akan bertambahnya teknologi dan peralatan pengering

yang sesuai dengan potensi yang ada di Aceh dengan harapan alat pengering ini

dapat:

1. Peralatan pengering ini dapat dimanfaatkan oleh nelayan maupun pengusaha

yang bergerak dibidang hasil-hasil perikanan dalam menanggulangi permasalahan

pada pengolahan produk-produk perikanan untuk memenuhi permintaan pasar

domistik maupun komuditi eksport.

2. Mempopulerkan dan mengaplikasikan hasil penelitian (rekayasa) alat pengering

yang optimal dan efisisen.

3. Memberikan kemudahan dalam membuat peralatan pengering yang menggunakan

bahan yang ramah lingkungan serta pengering yang tidak begitu tergantung

dengan perubahan cuaca.

3. Disamping itu juga dengan sempurnanya dan efisien sistim pengering yang

dipunyai oleh para exportir Indonesia yang bergerak pada bidang hasil-hasil

Page 5: Kajian sstem kolektor panas mathri utk pengering (edited)

perikanan akan memperoleh nilai tambah dan meningkatnya kemampuan bersaing

dari produk-produk Indonesia di pasar perdagangan internasional

4. Dengan studi ini dimaksudkan, terciptanya sistim dan peralatan pengering yang

sesuai dengan keadaan daerah khususnya di Aceh, agar permasalahan

pengeringan perikanan bisa diatasi.

Page 6: Kajian sstem kolektor panas mathri utk pengering (edited)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Proses Perpindahan Panas Konveksi Alamiah dalam Peralatan Pengeringan

Prinsip dasar proses pengeringan adalah terjadinya pengurangan kadar air atau

penguapan kadar air oleh udara karena perbedaan kandungan uap air antara udara

sekeliling dan bahan yang dikeringkan. Penguapan ini terjadi dikarenakan kandungan

air di udara mempunyai kelembaman yang cukup rendah [7].

Pada saat proses pengeringan, akan berlangsung beberapa proses, yaitu:

- Proses perpindahan massa, proses perpindahan massa uap air atau pengalihan

kelembaban dari permukaan bahan ke sekeliling udara.

- Proses perpindahan panas, akibat penambahan (perpidahan) energi panas

terjadilah proses penguapan air dari dalam bahan ke permukaan bahan atau proses

perubahan fasa cair menjadi fasa uap.

Kedua proses tersebut diatas dilakukan dengan cara menurunkan kelembaban

relatif udara dengan mengalirkan udara panas disekeliling bahan sehingga tekanan

uap air bahan lebih besar dari tekanan uap air di udara sekeliling bahan yang di

keringkan. Perbedaan tekanan ini menyebabkan terjadinya aliran uap air dari bahan

ke udara luar. Untuk meningkatkan perbedaan tekanan udara antara permukaan

bahan dengan udara sekelilingnya dapat dilakukan dengan memanaskan udara yang

dihembuskan ke bahan. Makin panas udara yang dihembuskan mengeliling bahan,

maka banyak pula uap air yang dapat di ditarik oleh udara panas pengering [2].

Energi panas yang berasal dari hasil pembakaran menyebabkan naiknya

temperatur ruang pembakaran. Karena adanya perbedaan temperatur antara ruang

pembakaran dengan lemari pengering, maka terjadi perpindahan panas konveksi

Page 7: Kajian sstem kolektor panas mathri utk pengering (edited)

alamiah di dalam alat pengering. Udara panas didalam lemari pengering mempunyai

densitas yang lebih kecil dari udara panas di ruang pembakaran sehingga terjadi aliran

udara [6].

Cara perpindahan panas konveksi erat kaitannya dengan gerakan atau aliran

fluida. Salah satu segi analisa yang paling penting adalah mengetahui apakah aliran

fluida tersebut laminar atau turbulen. Dalam aliran laminar, aliran dari garis aliran

(streamline) bergerak dalam lapisan-lapisan, dengan masing-masing partikel fluida

mengikuti lintasan yang lancar serta malar (kontiniu). Partikel fluida tersebut tetap

pada urutan yang teratur tanpa saling mendahului. Sebagai kebalikan dari gerakan

laminar, gerakan partikel fluida dalam aliran turbulen berbentuk zig-zag dan tidak

teratur. Kedua jenis aliran ini memberikan pengaruh yang besar terhadap perpindahan

panas konveksi.

Bila suatu fluida mengalir secara laminar sepanjang suatu permukaan yang

mempunyai suhu berbeda dengan suhu fluida, maka perpindahan panas terjadi dengan

konduksi molekular dalam fluida maupun bidang antara (interface) fluida dan

permukaan. Sebaliknya dalam aliran turbulen, mekanisme konduksi diubah dan

dibantu oleh banyak sekali pusaran-pusaran (eddies) yang membawa gumpalan-

gumpalan fluida melintasi garis aliran. Partikel-partikel ini berperan sebagai

pembawa energi dan memindahkan energi dengan cara bercampur dengan partikel

fluida tersebut. Karena itu, kenaikan laju pencampuran (atau turbulensi) akan juga

menaikkan laju perpindahan panas dengan cara konveksi [11].

Pengaruh aliaran laminar dan turbulen telah diselidiki dalam konveksi

alamiah, aliran laminar terjadi bila (104 < Ra < 109), transisi dari aliran laminar ke

turbulen terjadi pada (Ra ~ 109) dan aliran turbulen terjadi bila (109 < Ra < 1012),

bergantung pada sistem geometrik [12] dan [13].

Karakteristik perpindahan panas alamiah dapat dinyatakan dengan

menggunakan Angka Rayleigh dan Angka Nusselt [14].

Page 8: Kajian sstem kolektor panas mathri utk pengering (edited)

Untuk menganalisa distribusi temperatur dan laju perpindahan panas pada

Peralatan pengeringan, diperlukan neraca energi disamping analisis dinamika fluida

dan analisis lapisan batas yang terjadi. Setelah kita melakukan neraca energi terhadap

sistem aliran itu, dan kita tentukan pengaruh aliran itu terhadap beda temperatur

dalam fluida maka distribusi temperatur dan laju perpindahan panas dari permukaan

yang dipanaskan ke fluida yang ada diatasnya dapat diketahui [15].

Keseimbangan energi panas dapat di lihat dari rumusan berikut :

Qudout=mud C p dT=Qin=mair Lhair (2-1)

Perpindahan panas konveksi dinyatakan dalam bentuk :

Qkonveksi = hc. A. dT (2-2)

Pada sistem konveksi bebas dikenal suatu variabel tak berdimensi baru yang

sangat penting dalam penyelesaian semua persoalan konveksi alami, yaitu angka

Grashof Gr yang peranannya sama dengan peranan angka Reynolds dalam sistem

konveksi paksa, didefenisikan sebagai perbandingan antara gaya apung dengan gaya

viskositas di dalam sistem aliran konveksi alami [15] ;

Grf =

g . β (T w+T ∞) L3

v2 (2-3)

Dimana koefisien muai volume β untuk gas ideal, β = 1/T.

Koefisien perpindahan panas konveksi bebas rata-rata untuk berbagai situasi

dapat dinyatakan dalam bentuk fungsi :

Nuf =

hc . k

L = C (Grf Prf )m (2-4)

dimana subskrip f menunjukkan bahwa semua sifat-sifat fisik harus dievaluasi pada

suhu film,

Page 9: Kajian sstem kolektor panas mathri utk pengering (edited)

T f=T∞+Tw

2 (2-5)

Produk perkalian antara angka grashof dan angka Prandtl disebut angka Rayleigh :

Ra = Gr . Pr (2-6)

2.2 Konveksi Bebas dan Aliran Fluida Pada Plat Miring

Orientasi kemiringan pelat apakah permukaannya menghadap atas atau

kebawah merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi bilangan nusselt. Untuk

membuat perbedaan ini Fuji dan Imura [15] memberikan tanda sudut θ seperti yang

ditunjukkan pada gambar 2.1 sebagai berikut :

a. Sudut θ adalah negatif jika permukaan panas menghadap keatas.

b. Sudut θ adalah positif jika permukaan panas menghadap kebawah.

Menurut Fuji dan Imura untuk plat miring dengan permukaan panas

menghadap kebawah pada jangkauan + θ < 80 oC ; 105 < Gr.Pr < 10 11 bentuk

korelasinya adalah :

Nu = 0.56 (GrL.Pr cos θ)1/4 (2-7)

Gambar 2.1 Konsep positif dan negatif pada plat miring

(Sumber : Raldi A. Kastoer)

Page 10: Kajian sstem kolektor panas mathri utk pengering (edited)

Untuk plat dengan kemiringan kecil (88 o < θ < 90 o) dan permukaan panas

menghadap ke bawah maka persamaannya :

Nu = 0,58 (GrL.Pr)1/5 (2-8)

Untuk Plat miring dengan permukaan panas menghadap keatas dalam

jangkauan GrL.Pr < 1011 ; GrL > Grc ; dan -15 o < θ < -75 o bentuk korelasinya adalah

Nu = 0.145 [(GrL.Pr)1/3 – (Grc.Pr)1/3] + 0,56 (Grc.Pr cos θ)1/4 (2-9)

Untuk plat miring, panas (atau dingin) relatif terhadap temperatur fluida, plat

sejajar dengan vektor gravitasi, dan gaya apung yang terjadi menyebabkan gerakan

fluida ke atas atau ke bawah. Bagaimanapun, jika platnya membentuk sudut terhadap

gravitasi, gaya apung mempunyai komponen normal terhadap permukaan plat.

Dengan adanya pengurangan gaya apung yang paralel terhadap plat, juga

terjadi penurunan kecepatan fluida sepanjang plat, dan bisa diperkirakan bahwa juga

terjadi penurunan pada perpindahan panas konveksi. Tetapi penurunan itu terjadi

apakah perpindahan panasnya berasal dari atas atau bawah permukaan dari plat.

2.3 Konveksi Bebas dan Aliran Fluida Pada Plat Vertikal

Ketika suatu plat rata vertikal dipanaskan maka akan terbentuklah suatu

lapisan batas konveksi bebas, Profil kecepatan pada lapisan batas ini tidak seperti

profil kecepatan pada lapisan batas konveksi paksa [15]. Pada gambar 2.3 dapat

dilihat profil kecepatan pada lapisan batas ini, dimana pada dinding, kecepatan adalah

nol, karena terdapat kondisi tanpa gelincir (no-slip); kecepatan itu bertambah terus

sampai mencapai nilai maksimum, dan kemudian menurun lagi hingga nol pada tepi

lapisan batas. Perkembangan awal lapisan batas adalah laminar, tetapi suatu jarak

tertentu dari tepi depan, bergantung pada sifat-sifat fluida dan beda suhu antara

dinding dan lingkungan, terbentuklah pusaran-pusaran ke lapisan batas turbulen pun

mulailah terjadi. Selanjutnya, pada jarak lebih jauh pada plat itu lapisan batas menjadi

turbulen sepenuhnya.

Page 11: Kajian sstem kolektor panas mathri utk pengering (edited)

Tw

T∞

v

0

x

x

g

Tw

T∞

L

x

y ue=0

T

u

Mc. Adams [16] mengkorelasikan nilai Nusselt rata-rata dengan bentuk :

Nu=h .Lk

=C (GrL . Pr )n

(2-10)

Konstanta C ditentukan pada tabel 2.1. Sifat-sifat fisik dievaluasi pada suhu

film Tf. Untuk perkalian antara bilangan Grashof dengan bilangan Prandtl disebut

dengan bilangan Rayleigh (Ra) yaitu :

RaL = GrL.Pr =

g . β (T w−T∞ )L3

v . α (2-11)

Gambar 2.3 Konveksi Alamiah pada Pelat Vertikal.

Churchill dan Chu [16] menyarankan bentuk korelasi dengan dua persamaan

untuk konveksi bebas pada plat vertikal. Untuk daerah Laminer pada jangkauan 10 -1

< RaL < 109 dan sesuai untuk semua angka Prandtl bentuknya adalah :

Nu = 0.68 +

0 ,67 RaL1/4

[1+(0 , 492 /Pr9 /16 ]4/9

(2-12)

T (Profil temperature)

u (Profil kecepatan)

Page 12: Kajian sstem kolektor panas mathri utk pengering (edited)

Tabel 2.1 Konstanta C dan n untuk persamaan 9

Geometri GrL.Pr C n

Bidang dan Silinder

Vertikal

104 - 109

109 - 1013

109 - 1013

0,59

0,021

0,10

¼2/5

1/3

(Sumber : J.P Holman)

Sedangkan untuk daerah turbulen yang berlaku pada jangkauan 10-1 < RaL <

1012 bentuknya adalah :

Nu 1/2 = 0.825 +

0 , 387 RaL1/6

[1+(0 , 492 /Pr9 /16 ]8 /27

(2-13)

Sifat-sifat fisik fluida pada kedua persamaan diatas dievaluasi pada suhu film.

2.4 Konveksi Bebas dan Aliran Fluida Pada Saluran Vertikal

Elenbaas [17], telah mempelajari secara ekstensif untuk plat-plat vertikal

simetris dan asimetris yang dipanasi dengan kondisi permukaan yang isothermal.

Untuk plat isothermal, dia mendapatkan hubungan semi empiris berikut :

Nus =

124

Ra s( SL ){1−exp[−35

Ras( S /L ) ]}3/ 4

(2-14)

dimana angka rata-rata untuk Nusselt dan Rayleigh didefenisikan :

Nus =

( q / AT s−T∞ ) S

k (2-15)

dan

Ra s =

g . β (T s−T ∞ )S3

v . α (2-16)

Page 13: Kajian sstem kolektor panas mathri utk pengering (edited)

Gambar 2.4 menunjukkan dua buah saluran yang berbeda, yaitu saluran

dengan jarak lebar dan saluran dengan jarak sempit. Plat dimodelkan isothermal (Tw)

dan T∞ sebagai diluar saluran. Plat diasumsikan lebih panas (Tw > T∞) dan fluida

bergerak naik melalui awal saluran [3].

Saluran memiliki dua skala panjang, Tinggi plat (H) dan jarak antara plat (L).

Ketika lapisan batas thermal melapisi setiap plat (δT) lebih tipis dari jarak antar plat,

laju perpindahan panas dari setiap plat ke fluida dapat dihitung dengan persamaan (2-

12 dan (2-13) diatas. Namun untuk saluran lebar yang dilambangkan dengan δT < L

ditunjukkan dengan

LH

>RaH

−1/4atau

LH

>RaL−1

(2-17)

Untuk saluran yang lebih sempit, pada gambar 2.4 menunjukkan profil

kecepatan bergabung menjadi sebuah profil yang mirip dengan Aliran

HagenPoiseuille [13]. Meskipun Temperatur fluida masuk adalah T∞, Saluran sempit

dan cukup panjang, temperatur fluida T (x,y) hampir sama temperatur plat Tw .

Keadaan ini bisa dikataan dengan :

Tw – T(x,y) < Tw - T∞ (2-18)

Dalam aliran laminar, kecepatan vertikal dan laju aliran massa adalah bebas

didalam saluran. Total laju perpindahan panas didalam saluran yang dibentuk oleh

dua dinding plat adalah :

q = m Cp (Tw - T∞) =

ρgβc p( ΔT )2 L3

12 v (2-19)

Page 14: Kajian sstem kolektor panas mathri utk pengering (edited)

Tw

H

T∞L

ProfilKecepatan V(x)

0

Tw

x

y

Gambar 2.4 Saluran Vertikal dengan plat isothermal

(Sumber : Adrian Bejan)

2.5 Kurva Proses Pengeringan/Pengasapan

Jika sejumlah bahan dikeringkan pada tingkat udara tertentu dan

kandungan air dicatat setiap selang waktu tertentu, maka akan didapat kurva seperti

diperlihatkan pada gambar 2-5.

Dari kurva pengeringan dapat dilihat bahwa selama proses pengeringan terdapat

tiga periode pengeringan yang berlainan yaitu :

- Daerah [A – B], merupakan periode laju permukaan dimana penguapan air pada

permukaan bahan masuk pada kesetimbangan termodinamik dengan udara.

- Daerah [B – C], merupakan periode laju konstan, dimana penguapan air hanya

terjadi pada permukaan bahan dan bersifat seperti pada penguapan permukaan air

bebas. Saat kejadian ini jumlah air dari bahan yang naik ke lapisan atas oleh aksi-

aksi kapiler sama banyaknya dengan air yang hilang karena penguapan pada

permukaan bahan.

T∞

Saluran Lebar Saluran Sempit

Page 15: Kajian sstem kolektor panas mathri utk pengering (edited)

- Daerah [C – E] , merupakan periode laju jatuh dimana penguapan air bahan

berbeda dengan penguapan air bebas. Daerah ini terbagi atas daerah [C – D]

dimana penguapan air terjadi pada seluruh permukaan yang merupakan periode

laju jatuh pertama dan daerah [D – E] dimana penguapan hanya terjadi pada

sebagian permukaan bahan karena laju difusi air dari dalam bahan

kepermukaannya sangat lambat. Daerah ini merupakan periode laju jatuh kedua.

Menurut Winarno [18] kandungan kadar air suatu bahan dapat ditentukan

dengan dua cara, yaitu berdasarkan bahan basah (wet basis) dan berdasarkan bahan

kering (dry basis). Kadar air kering adalah jumlah air yang diuapkan per berat bahan

setelah pengeringan/pengasapan. Jumlah air yang diuapkan adalah berat bahan

sebelum pengeringan/pengasapan dikurangi berat bahan setelah pengeringan/

pengasapan atau dapat ditulis sebagai berikut :

MCdb=a−b

bx 100

% (2-20)

Sedangkan kadar air basah (wet basis) dinyatakan sebagai jumlah air yang

diuapkan per berat bahan sebelum pengeringan/pengasapan atau,

MCwb=a−b

ax 100

% (2-21)

M %

A

B

C

D

MΘ E

0

Page 16: Kajian sstem kolektor panas mathri utk pengering (edited)

1 2

3

Hum

idity ratio

Temperature

Saturated air

Heating

Drying

Periode pengeringan, t (jam)

Gambar 2.5 Kurva Periode pengeringan.

2.6 Proses pengeringan/Pengasapan pada Diagram Psikometrik

Pada proses pengeringan/pengasapan harus diketahui sifat-sifat udara yang

diperlukan oleh proses ini agar dapat diperoleh hasil yang optimum. Proses

pengeringan pada diagram psikometrik dapat dilihat seperti dalam gambar 2.6.

Proses 1 – 2 adalah pemanasan udara secara sensibel pada tekanan uap atau

kelembaban absolut konstan dan kelembaban relatif dari udara masuk turun ketika

memasuki lapisan bahan. Sedangkan proses 2-3 adalah pengeringan bahan dimana

udara menyerap air dari bahan pada enthalpi konstan dan perbandingan

kelembabannya naik.

Dari kadar air dalam bahan mula-mula dan kadar air yang diharapkan, massa

air yang harus dikeluarkan dapat diketahui. Massa udara yang diperlukan untuk

menyerap air dalam bahan adalah massa air di bagi dengan perbandingan kelembaban

(kg udara / kg udara kering) yang dapat diperoleh dari diagram psikometrik tersebut.

Gambar 2.6 Proses pengeringan/pengasapan pada diagram psikometrik.

Page 17: Kajian sstem kolektor panas mathri utk pengering (edited)

Tidak Meratanya Temperatur pada Ruang PengeringPrototipe Peralatan PengeringDengan Energi Panas

Peralatan pendukungTermokopelTermometerAnimometerTimbangan digital

Variabel penelitian- Kolektor- Udara keluar- Udara masuk

Hasil yang diinginkankarakteristik perpindahan panasProfil temperaturePola aliranGrafik Penurunan berat bahan uji

2.7 Kerangka Konsep

Gambar 2.5 Kerangka Konsep

2.8 Kolektor

2.8.1 Pengertian Kolektor

Kolektor surya dapat didefinisikan sebagai sistem perpindahan panas yang

menghasilkan energi panas dengan memanfaatkan radiasi sinar matahari sebagai

sumber energi utama. Ketika cahaya matahari menimpa absorber pada kolektor surya,

sebagian cahaya akan dipantulkan kembali ke lingkungan, sedangkan sebagian

Page 18: Kajian sstem kolektor panas mathri utk pengering (edited)

besarnya akan diserap dan dikonversi menjadi energi panas, lalu panas tersebut

dipindahkan kepada fluida yang bersirkulasi di dalam kolektor surya untuk kemudian

dimanfaatkan guna berbagai aplikasi.

Kolektor surya yang pada umumnya memiliki komponen-komponen utama,

yaitu : [Duffie John A., dan William A. Beckman, 1991]

1. Cover, berfungsi untuk mengurangi rugi panas secara konveksi menuju

lingkungan

2. Absorber, berfungsi untuk menyerap panas dari radiasi cahaya matahari.

3. Kanal, berfungsi sebagai saluran transmisi fluida kerja

4. Isolator, berfungsi meminimalisasi kehilangan panas secara konduksi dari

absorber menuju lingkungan

5. Frame, berfungsi sebagai struktur pembentuk dan penahan beban kolektor

2.8.2 Klasifikasi Kolektor Surya

Terdapat tiga jenis kolektor surya yang diklasifikasikan ke dalam Solar

Thermal Collector System dan juga memiliki korelasi dengan pengklasifikasian

kolektor surya berdasarkan dimensi dan geometri dari receiver yang dimilikinya.

1) Flat-Plate Collectors

Kolektor surya merupakan sebuah alat yang digunakan untuk memanaskan fluida

kerja yang mengalir kedalamnya dengan mengkonversikan energy radiasi matahari

menjadi panas. Fluida yang dipanaskan berupa cairan minyak , oli, dan udara kolektor

surya plat datar mempunyai temperatur keluaran dibawah 95°C. dalam aplikasinya

kolektor plat datar digunakan untuk memanaskan udara dan air. (Goswami, 1999).

Keuntungan utama dari sebuah kolektor surya plat datar adalah bahwa memanfaatkan

kedua komponen radiasi matahari yaitu melalui sorotan langsung dan sebaran, tidak

Page 19: Kajian sstem kolektor panas mathri utk pengering (edited)

memerlukan tracking matahari dan juga karena desainnya yang sederhana, hanya

sedikit memerlukan perawatan dan biaya pembuatan yang murah. Pada umumnya

kolektor jenis ini digunakan untuk memanaskan ruangan dalam rumah,

pengkondisian udara, dan proses-proses pemanasan dalam industri. (Duffie, 1991)

Tipe ini dirancang untuk aplikasi yang membutuhkan energi panas pada temperatur di

bawah 100°C. Spesifikasi tipe ini dapat dilihat dari absorber-nya yang berupa plat

datar yang terbuat dari material dengan konduktivitas termal tinggi, dan dilapisi

dengan cat berwarna hitam. Kolektor pelat datar memanfaatkan radiasi matahari

langsung dan terpencar ( beam dan diffuse ), tidak membutuhkan pelacak matahari,

dan hanya membutuhkan sedikit perawatan. Aplikasi umum kolektor tipe ini antara

lain digunakan untuk pemanas air, pemanas gedung, pengkondisian udara, dan proses

panas industri. Komponen penunjang yang terdapat pada kolektor pelat datar antara

lain, transparent cover, absorber, insulasi, dan kerangka.

Gambar 2.6. Penampang melintang kolektor surya pelat datar sederhana

Page 20: Kajian sstem kolektor panas mathri utk pengering (edited)

2) Concentrating Collectors

Jenis ini dirancang untuk aplikasi yang membutuhkan energi panas pada temperature

antara 100° – 400°C. Kolektor surya jenis ini mampu memfokuskan energi radiasi

cahaya matahari pada suatu receiver, sehingga dapat meningkatkan kuantitas energi

panas yang diserap oleh absorber. Spesifikasi jenis ini dapat dikenali dari adanya

komponen konsentrator yang terbuat dari material dengan transmisivitas tinggi.

Berdasarkan komponen absorber-nya jenis ini dikelompokan menjadi dua jenis yaitu

Line Focus dan Point Focus.

Gambar 2 .6 Konsentrator

Agar cahaya matahari selalu dapat difokuskan terhadap tabung absorber, concentrator harus dirotasi. Pergerakan ini disebut dengan tracking. Temperatur fluida melebihi 4000C dapat dicapai pada sistem kolektor ini seperti terlihat pada gambar diatas.

3) Evacuated Tube Collectors

Jenis ini dirancang untuk menghasilkan energi panas yang lebih tinggi dibandingkan

dengan dua jenis kolektor surya sebelumnya. Keistimewaannya terletak pada efisiensi

transfer panasnya yang tinggi tetapi faktor kehilangan panasnya yang relatif rendah.

Hal ini dikarenakan fluida yang terjebak diantara absorber dan cover-nya

dikondisikan dalam keadaan vakum, sehingga mampu meminimalisasi kehilangan

Page 21: Kajian sstem kolektor panas mathri utk pengering (edited)

panas yang terjadi secara konveksi dari permukaan luar absorber menuju lingkungan.

Gambar 2.7. Evacuated Receiver

2.8 Pengeringan Ikan

Pengeringan ikan adalah pengawetan dengan cara penguapan air dari ikan,

sehingga terciptanya suasana yang tidak memungkinkan bakteri pembusuk dan jamur

untuk tumbuh serta kegiata enzymatuc (ilyas, 1973). Batas kada air ikan secar umu

diperlukan kira-kira 30 % atau setidak-tidaknya 40% supaya perkembangan jasad-

jasad bekteri pembusuk dan jamur dapat terhenti (moeljanto. 1992)

Proses pengeringan ikan teri terkadang dapat mengalami reaksi pengcloktan

non encymatis yang dapat menurunkan gizi. didalm rekasi maillard (pengcoklatan

non-enzymatis) terbentuk pigmen coklat (melanoidin) dan umumnya terjadi pada

bahan makanan yang mengalami pemanasan seperti peneringan. reaksi ini tergantung

pada air yaitu sebagai pelarut dan sebagai suatu prosuk dari reaksi (sutardi dan

tranggono, 1990)

Page 22: Kajian sstem kolektor panas mathri utk pengering (edited)

Gambar 2.6 Pengeringan ikan teri tradisional di pesisir AcehSumber : antara

2.9 Ikan Teri

Ikan teri atau ikan bilis (anchovy) adalah sekelompok ikan laut kecil, anggota

keluarga engraulidae. Nama ini mencakup berbagai ikan dengan warna tubuh perak

kehijauan atau kebiruan. Dan memiliki garis anatomi longitudinal dari dasar caudal

fin (ekor).

Gambar 2.6 Ikan teri yang ditangkap oleh nelayanSumber : google image

Page 23: Kajian sstem kolektor panas mathri utk pengering (edited)

walaupun anggota Eraulidaei ada yang memiliki panjang maksimum 23 cm,

nama ikan teri biasanya diberikan bagi ikan dengan panjang maksimum 5 cm.

Moncongnya tumpul dengan gigi yang kecil dan tajam pada kedua-dua rahangnya.

Mangsa utama ikan teri ialah plankton dan juga ikan yang baru aja menetas

mereka tersebar dan dapat ditemukan di beberapa daerah di seluruh lautan di dunia,

tetapi terkonsentrasi di perairan beriklim sedang, dan mereka jarang atau tidak ada di

air yang sangat dingin atau laut yang sangat hangat . Mereka umumnya sangat cocok

(fleksibel) terhadap beragam suhu dan salinitas. (kadar ke asinan laut). Dapat juga

ditemukan di perairan dangkal, air payau, di muara dan teluk.

Untuk ikan teri yang dikeringkan, harus sesuai dengan standar mutu yang

telah ditetapkan untuk kebutuhan pasar, standar perdagangan untuk menentukan mutu

ikan teri kering terdapat pada Tabel 2.1 sebagai berikut :

Tabel 2.1 standar mutu ikan teri

Page 24: Kajian sstem kolektor panas mathri utk pengering (edited)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu

Penelitian ini direncanakan akan dilaksanakan di Laboraterium Thermal dan

Fluida Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala, baik

perencanaan alat, pembuatan, pengambilan data maupun pengolahan data.

Sedangkan waktu penelitian ini, dimulai dari penulisan usulan thesis, seminar

usulan, pengambilan data, pengolahan data, serta sampai sidang akhir menghabiskan

waktu sekitar 9 (sembilan) bulan terhitung sejak dari persetujuan yang diberikan oleh

komisi pembimbing.

3.2 Bahan

a. Ikan Teri

Pada penelitian ini bahan yang akan dilakukan pengujian adalah ikan dengan

jenis ikan teri. Ikan teri ini banyak terdapat pada daerah pesisir Aceh.

Gambar 3.1 sampel ikan teri yang akan dikeringkan

Untuk sampel ikan teri yang akan dikeringkan adalah sebanyak 20 kilogram,

dengan panjang rata-rata 8 – 12 cm.

Page 25: Kajian sstem kolektor panas mathri utk pengering (edited)

3.3 Peralatan

Peralatan untuk pengujian diperlihatkan pada gambar 3.1. Konstruksi

Peralatan ini dibuat dengan dua material utama yaitu kayu dan besi hollow, kaca

abosorber asphalt, absorber granit, dan absorber pasir besi. Alat ini terdiri atas empat

bagian utama yaitu ruang pembakaran, kolektor, saluran udara panas, ruang

pengeringan dan cerobong.

Gambar 3.1. Skema rancangan bangunan pengering energi surya dan biomassa

Peralatan untuk pengujian diperlihatkan pada gambar 3.2. Konstruksi

Peralatan ini dibuat dengan dua material utama yaitu kayu dan kaca. Alat ini terdiri

atas empat bagian utama yaitu ruang pembakaran, kolektor, saluran udara panas,

ruang pengeringan, atap dan cerobong.

Gambar 3.4. Desain Peralatan Penegering IkanSumber : Hasil Perancangan.

Page 26: Kajian sstem kolektor panas mathri utk pengering (edited)

Seperti tampak pada gambar 3.4 peralatan pengujian terbagi dalam lima bagian utama yaitu :

1. Ruang Pembakaran

Ruangan pembakaran (dapur) seperti diperlihat pada Gambar 3.5, bagian atas

berukuran 100 x 100 cm2, bagian bawah berukuran 100 x 100 cm2 dan tinggi totalnya

20 cm. Pada bagian bawah dibuat lubang laluan udara pembakaran berukuran 100 x

100 x 10 cm3. Seluruh bagian atas ditutup dengan pelat seng 2 mm dengan tujuan

untuk mempertahankan panas didalam sekaligus menghindari terjadinya kecelakaan

seperti kebakaran. Ruang pembakaran dibuat dengan ukuran yang lebih besar dari

ruang pengasapan ini bertujuan agar proses pembakaran dapat berlangsung dalam

ruang yang cukup oksigen.

Gambar 3.5 Desain Ruang pembakaran.

Pada bagian depan, belakang, kiri dan kanan ruang pembakaran dibuat pintu

yang dapat dibuka tutup, pintu ini berfungsi untuk memasukkan bahan bakar dan

untuk mensuplai udara sebanyak-banyaknya jika sewaktu-waktu temperatur didalam

ruang pengasapan terlalu tinggi. Pada keempat sisi pintu diberi sekat karet untuk

mencegah kebocoran panas dari ruang pembakaran.

2. Pengarah awal

Pengarah awal dibuat berbentuk V dengan sudut 30o seperti diperlihat pada

Gambar 3.6, berfungsi untuk meningkatkan keseragaman distribusi panasdan

kecepatan alirannya, membuat aliran udara panas menjadi turbulen, serta

mengarahkan aliran udara panas dari ruang pembakaran sebelum masuk ke dalam

ruang pengering. Bagian ini di letakan di atas ruang pembakaran, dibuat dari pelat

Page 27: Kajian sstem kolektor panas mathri utk pengering (edited)

seng 2 mm, dan dalam dua bentuk. Bentuk pertama tanpa dilubangi dan bentuk yang

kedua dilubangi dengan diameter 2 cm dan berjarak 4 cm antara tiap lubang.

Gambar 3.6 Desain pengarah awal aliran.

3. Saluran Aliran Udara Panas dan Pengarah kecepatan

Saluran aliran udara panas ini berfungsi sebagai penyeragam temperatur yang

terdiri dari saluran udara panas dan pengarah aliran udara panas ke lemari, seperti

terlihat pada gambar 3.4. Saluran udara panas terletak pada bagian samping dan

tengah lemari. Saluran udara panas berukuran 5 x 95 x 95 cm yang berfungsi untuk

mengalirkan udara panas kedalam lemari pengeringan. Di bagian dalam dinding

saluran udara dibuat lubang berukuran 2 x 95 cm yang berfungsi sebagai lubang

pendistribusian udara panas masuk ke dalam lemari pengering. Pada bagian atas

lubang masuk udara dipasang Pengarah kecepatan berbentuk spin berukuran 5 x 95

cm yang terbuat dari pelat seng 2 mm berfungsi untuk mengarahkan dan

menyeragamkan kecepatan aliran udara panas yang masuk dari ruang pembakaran

sehingga didapat temperatur yang seragam ditiap rak. Jumlah pengarah disetiap

saluran udara pemanas adalah 8 buah yang jarak pemasangan 10 cm disepanjang

saluran.

Page 28: Kajian sstem kolektor panas mathri utk pengering (edited)

Gambar 3.7 Saluran uadara panas dan Lemari Pengasapan.

Gambar 3.8 Saluran udara panas dan Lemari Pengeringan.

4. Ruang Pengering dan Rak

Ruang Pengering seperti terlihat pada gambar 3.7 adalah tempat untuk

mengeringkan ikan, yang memiliki dimensi 100 x 100 x 100 cm dan terbuat dari pelat

2 mm. Pada sisi kanan dan kiri bagian luarnya dipasang kaca yang memiliki

Keterangan Gambar :

1. Saluran tengah2. Saluran tepi3. Pengarahawalaliran

2

1

3

Page 29: Kajian sstem kolektor panas mathri utk pengering (edited)

ketebalan 0.5 cm, yang bertujuan untuk supaya cahaya dari luar dapat masuk

sehingga proses pengeringan dapat terjadi. Sedangkan rak berfungsi untuk tempat

dudukan ikan yang akan dikeringkan, rak ini dibagi dua bagian, dimana tiap

bagiannya terdapat 7 rak yang masing-masing berukuran 92 x 40 x 3 cm dengan

jarak 10 cm tiap rak, yang terbuat dari kawat jaring.

5. Atap dan Cerobong

Pada bagian atas ruang pengering terdapat cerobong, berfungsi sebagai lubang

keluaran campuran udara panas dan uap hasil pengeringan yang memiliki dimensi

awal sama dengan dimensi ruang pengering 100 x 100 cm dan pada bagian atasnya

terdapat lubang yang diperkecil dengan ukuran 30 x 30 x 30 cm. Bila sudut cerobong

dibuat sedemikian rupa dan dimensi bagian atasnya diperkecil, maka panas didalam

lemari pengering tidak terlalu cepat keluar dan aliran udara didalam lemari dapat

mengalir dengan baik. Dalam pembuatan peralatan cerobong ini meliputi 2 bagian

yaitu: pembuatan dinding miring dari cerobong dengan variasi sudut 15o, dan

pembuatan saluran pembuangan gas panas dengan diberikan penutup sedemikian rupa

agar terhindar dari bahan yang mungkin bisa masuk kedalam ruang pengering.Untuk

lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 3.8, berikut ini.

Gambar. 3.9. Cerobong dan atap dengan sudut 15o.

Page 30: Kajian sstem kolektor panas mathri utk pengering (edited)

6. Kolektor

Kolektor surya ini terdiri dari absorber dan lapisan kaca, gambar isometri

absorber dapat dilihat pada gambar 3.10.

Gambar. 3.9. Kolektor

3.3 Metode

Sebagai langkah awal untuk pengujian ini dilakukan persiapan peralatan dan

instrumen meliputi persiapan ruang bakar dan perlengkapannya, persiapan bahan

yang akan diuji pada uji sampel, pemasangan thermocouple dan termometer,

penyediaan timbangan dan stop watch.

Pengujian di lakukan dengan tanpa bahan uji untuk masing variasi sudut

cerobong yaitu 15o.. Pengujian dengan variasi sudut tersebut dilakukan dua perlakuan

dengan menggunakan pengarah awal tanpa berlubang dan dengan menggunakan

Page 31: Kajian sstem kolektor panas mathri utk pengering (edited)

pengarah awal berlubang. Pengambilan data meliputi data distribusi temperatur dan

penurunan berat bahan uji pada pengujian sampel..

3.4 Variabel Yang Diamati

Variabel yang akan diamati adalah sebagai berikut :

1. Suhu udara masuk pada ruang bakar.

2. Suhu udara panas kolektor.

3. Suhupadapengarahkecepatan.

4. Suhu pada rak pengeringan .

5. Suhu di Absorber.

6. Berat sampel awal dan penurunan berat sampel.

3.5 Prosedur pengambilan data

Penelitian ini dilakukan dengan metode pengukuran temperatur secara

eksperimental. Titik-titik pengukuran diperlihatkan seperti pada gambar 3.9.

Pengambilan data pertama adalah data distribusi temperatur dalam lemari pengering

tanpa beban uji untuk melihat Absorber mana yang terbaik antara tiga Absorber

tersebut. Selanjutnya lemari pengering diberi beban berupa bahan uji dan dilakukan

pengambilan data distribusi temperatur dan penurunan berat bahan uji.

Prosudur pengukuran temperatur tanpa sampel uji

Prosedur pengukuran temperatur tanpa sampel uji dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Peralatan ditempatkan di tempat terbuka, agar udara lembab hasil pengasapan

akan langsung keluar ke udara bebas.

2. Pengukuran temperatur dilakukan terhadap masing-masing absorber yaitu

dengan jenis Absorber pasir besi, Absorber Granit dan Absorber aspal.

Pengujian terhadap absorber tersebut dilakukan dua kali pengulangan dengan

Page 32: Kajian sstem kolektor panas mathri utk pengering (edited)

menggunakan pengarah awal tanpa berlubang dan dengan menggunakan

pengarah awal berlubang. Setiap kali pengulangan dengan pengarah awal

tersebut, pengukuran temperatur dilakukan pada tiga temperatur referensi

yaitu pada temperatur referensi 85o C, 75o C, dan 65o C.

3. Untuk mengukur Temperatur digunakan Thermocouple Type K serta Display

Digital-Multimeter dan termometer, diletakkan pada titik-titik pengukuran.

4. Pembacaan suhu pada Thermocouple dan Thermometer dilakukan setiap 15

menit sekali.

Prosudur pengukuran dengan sampel uji

Prosedur pengukuran temperatur dengan sampel uji dapat diuraikan sebagai

berikut:

1. Peralatan pengeringan ditempatkan di tempat terbuka, agar udara lembab hasil

pengasapan akan langsung keluar ke udara bebas.

2. Pengujian dilakukan dengan melakukan pengeringan terhadap ikan bandeng

3. Ruang pengasapan diberi beban penuh sehingga bahan uji disusun memenuhi

seluruh rak.

4. Untuk mengukur suhu didalam ruang pengeringan/pengasapan, Thermocouple

Type K serta Display Digital-Multimeter dan termometer diletakkan pada

titik-titik pengukuran.

5. Bahan uji dimasukkan kedalam ruang pengasapan setelah suhu di dalam ruang

pengeringan/pengasapan benar-benar stabil, dan sebelum dimasukkan bahan

uji ditimbang terlebih dahulu Timbangan digital.

6. Pembacaan suhu pada Thermocouple dan Thermometer dilakukan setiap 30

menit sekali.

7. Pengukuran berat bahan uji juga dilakukan tiap 1 jam sekali, untuk

mengetahui punurunan kadar air dari bahan uji.

Page 33: Kajian sstem kolektor panas mathri utk pengering (edited)

Mulai Penelusuran literatur & penyusunan proposal

Selesai

Pemeriksaan ketersediaan peralatan & bahan

Pembuatan prototipe alat uji

Pengujian

Pengolahan data hasil pengujian

Hasil dan kesimpulan

3.6 Pelaksanaan Penelitian

Gambar 3.10 Diagram alir pelaksanaan penelitian

Penjelasan diagram alir :

1. Pembuatan alat, Sebagai langkah awal untuk pengujian ini dilakukan

persiapan peralatan dan instrumen meliputi persiapan ruang bakar dan

perlengkapannya, persiapan bahan yang akan diuji pada uji sampel,

pemasangan thermocouple dan termometer, penyediaan timbangan dan stop

watch.

Page 34: Kajian sstem kolektor panas mathri utk pengering (edited)

2. Pengujian di lakukan dengan tanpa bahan uji untuk masing-masing variasi,

dengan variasi aliran panas pada kolektor kolektor.

3. Pemilihan produk yang dikeringkan disesuaikan dengan kebutuhan dan

kemudahan memperoleh bahan untuk uji pengeringan.

4. Rancang bangun peralatan sehingga bisa diambil data

5. Pengambilan data meliputi data distribusi temperatur dan penurunan berat

bahan uji pada pengujian sampel.

6. Rekomendasi material asorber terbaik untuk digunakan pada kolektor surya

pengering.

3.7. Pelaksanaan Penelitian

Secara garis besar pelaksanaan penelitian ini akan dilaksanakan berurutan dan

sistematis. Pelaksanaan penelitian dimulai dari penelusuran literatur dan penyusunan

proposal penelitian, pemeriksaan ketersediaan peralatan, pembuatan prototipe alat uji,

pengujian peralatan dan dengan menggunakan sampel uji. Semua hasil pengujian

akan diolah dan didapat kesimpulan yang berupa jawaban dari tujuan penelitian.

Untuk lebih jelas dapat dilihat pada diagram alir pelaksanaan penelitian, gambar 3.8

halaman berikut ini.

Prosedur pengukuran yang dilakukan mencakup cara pengoperasian peralatan,

pengukuran temperatur dan pengukuran penurunan berat sampel uji pada pengujian

dengan sampel uji.

3.5. Teknik Pengukuran, Pengolahan dan Analisa Data

Penelitian ini dilakukan dengan metode pengukuran temperatur secara

eksperimental. Titik-titik pengukuran pada kolektor diperlihatkan seperti pada

gambar 3.9. tiap kolektor diletakan asorber berbeda, yaitu aspal, batu kali yang dicat

hitam dan pasir besi.

Page 35: Kajian sstem kolektor panas mathri utk pengering (edited)

Titik PengukuranPanas masuk Ke pengering

Gambar 3.9 titik-titik pengukuran pada kolektor

Pengambilan data pertama adalah data distribusi temperatur dalam lemari

pengering tanpa beban uji untuk melihat bagaimana sistem distribusi panas pada

ruangan pengering dan kolektor mana yang sangat baik mengantar panas ke dalam

ruang pengering setelah kolektor-kolektor tersebut diberi absorber berbeda-beda.

Selanjutnya lemari pengering diberi beban berupa bahan uji dan dilakukan

pengambilan data distribusi temperatur dan penurunan berat bahan uji.

Gambar 3.9 Titik-titik pengukuran pada ruang pengering

3.6. Prosedur pengukuran temperatur tanpa sampel uji

Prosedur pengukuran temperatur tanpa sampel uji dapat diuraikan sebagai berikut:

5. Peralatan ditempatkan di tempat terbuka, agar udara lembab hasil pengasapan

akan langsung keluar ke udara bebas.

Titik pengukuran

Kolektor

Keterangan gambar :

Titik pengukuran pada ruang pengering

Page 36: Kajian sstem kolektor panas mathri utk pengering (edited)

6. Pengukuran temperatur dilakukan terhadap masing-masing absorber yaitu

dengan jenis Absorber pasir besi, Absorber batu kali yang dicat hitam dan

Absorber aspal kemudian mengukur temperatur sepanjang kolektor untuk

mengetahui panjang kolektor yang paling baik. Pengujian terhadap

absorber/kolektor tersebut dilakukan dua kali pengulangan. Pengukuran

temperatur dilakukan pada tiga temperatur referensi yaitu pada temperatur

referensi 85o C, 75o C, dan 65o C.

7. Untuk mengukur Temperatur digunakan Thermocouple Type K serta Display

Digital-Multimeter dan termometer, diletakkan pada titik-titik pengukuran.

8. Pembacaan suhu pada Thermocouple dan Thermometer dilakukan setiap 15

menit sekali.

Page 37: Kajian sstem kolektor panas mathri utk pengering (edited)

BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Temperatur luar ruangan

Kondisi lingkungan di kawasan Darussalam setelah dilakukan pengukuran temperatur lingkungan adalah sebagai berikut :

a. Temperatur udara luar : 33 ° c ( 91,4° F)

b. Kelembaban relatif rata-rata : 75 %

c. Temperatur bola basah : 29 ° C (84.2 °F)

d. Temperatur Pengembunan : 27.6 ° C

e. Enthalpy : 94,8 KJ/kg

f. Ratio Kelembaban : 0.0240 kg/kg

4.2 Pengujian Kolektor

Pengujian unjuk kerja peralatan pengering didasarkan pada kadar air,variasi

material absorber dan efisiensi. Analisa kadar air dimaksudkan untuk menentukan

penyusutan ikan teri dan batasminimal pengeringan ikan. Selanjutnyavariasi fan

diarahkan untuk menentukan Kecepatan optimum pengeringan ikan teri. Pengeringan

teri secara mendadak akan mempengaruhi permukaan ikan teri. Dan pengujian

efisiensi difokuskan pada tingkat keekonomisan peralatan pengeringterhadap bahan

bakar dan lamanya waktu pengeringan.

4.3 Pengukuran temperature kolektor

1. Kolektor dengan penghabat zig-zag

Pengukuran temperatur pada kolektor penghambat zigzag dengan ketebalan

lapisan absorber adalah 10 cm, titik-titik pengukuran diukur dengan alat thermometer

digital, titik pengukuran dapat dilihat pada gambar 4.1 :

Page 38: Kajian sstem kolektor panas mathri utk pengering (edited)

Titik PengukuranPanas masuk Ke pengering

Gambar 4.1 titik-titik pengukuran pada kolektor

Hasil dari pengukuran temperatur untuk kolektor dengan penghambat zig-zag

terdapat pada tabel 4.1 seperti berikut ini :

Tabel 4.1. Hasil pengukuran temperatur pada kolektor penghambat zig-zag

No.

Titik pengukuranTemperatur pukul 10 .00 - 16.00 WIB (º C)

10:00 11:00 12:00 13:00 14:00 15:00 16:00

1 Titik pertama 33 33 34 34 32 33 32

2 Titik Kedua 38 40 43 44 46 48 50

3 Titik Ketiga 46 52 52 57 59 62 65

4 Titik Keempat 56 60 68 73 77.5 83 88.5

Untuk melihat kenaikan temperatur pada kolektor penghambat panas zig-zag dapat dilihat pada gambar 4.2 seperti berikut ini :

10:00 11:00 12:00 13:00 14:00 15:00 16:00Temperatur pukul 10 .00 - 16.00 WIB

0102030405060708090

100

Titik pertamaTitik KeduaTitik KetigaTitik Keempat

Gambar 4.2 hubungan kenaikan temperatur dengan waktu

Titik pengukuran

Page 39: Kajian sstem kolektor panas mathri utk pengering (edited)

2. Kolektor dengan penghabat diagonal

Untuk pengujian kolektor ke 2 digunakan penghambat diagonal untuk

mengurangi kecepatan aliran fluida, titik-titik pengukuran kolektor dengan

penghambat diagonal terdapat pada gambar 4.3 seperti berikut ini :

Gambar 4.3 titik pengukuran kolektor dengan penghambat diagonal

Hasil dari pengukuran temperatur untuk pada kolektor dengan penghambat

diagonal terdapat pada tabel 4.2 seperti berikut ini :

Tabel 4.2. Hasil pengukuran temperatur pada absorber batu kali yang dicat

No. Titik pengukuranTemperatur pukul 10 .00 - 16.00 WIB

10:00 11:00 12:00 13:00 14:00 15:00 16:00

1 Titik pertama 30 33 34 36.33 38.33 40.33 42.33

2 Titik Kedua 34 36 38 40 42 44 46

3 Titik Ketiga 40 44 47.5 51.33 55.08 58.83 62.58

4 Titik Keempat 44 43 45 45 45.5 46 46.5

Untuk melihat kenaikan temperatur pada absorber batu kali yang dicat dapat dilihat pada gambar 4.4 seperti berikut ini :

Titik pengukuran

Page 40: Kajian sstem kolektor panas mathri utk pengering (edited)

10:00 11:00 12:00 13:00 14:00 15:00 16:00Temperatur pukul 10 .00 - 16.00 WIB

0102030405060708090

100

Titik pertamaTitik KeduaTitik KetigaTitik Keempat

Gambar 4.4 hubungan kenaikan temperature dengan waktu

3. Kolektor tanpa penghambat

Untuk pengujian kolektor ke 3 tidak menggunakan penghambat untuk

mengurangi kecepatan aliran fluida, titik-titik pengukuran kolektor dengan

penghambat diagonal terdapat pada gambar 4.5 seperti berikut ini :

Gambar 4.5 titik pengukuran kolektor tanpa penghambat

Hasil dari pengukuran temperatur pada kolektor tanpa penghambat terdapat

pada tabel 4.3 seperti berikut ini :

Titik pengukuran

Page 41: Kajian sstem kolektor panas mathri utk pengering (edited)

Tabel 4.3. Hasil pengukuran temperatur pada kolektor tanpa penghambat

No. Titik pengukuranTemperatur pukul 10 .00 - 16.00 WIB

10:00 11:00 12:00 13:00 14:00 15:00 16:00

1 Titik pertama 30 33 34 36.33 38.33 40.33 42.33

2 Titik Kedua 34 36 38 40 42 44 46

3 Titik Ketiga 40 44 47.5 49 52.75 55.8 58.85

4 Titik Keempat 42 46 49 50 53.5 56.2 58.9

Untuk melihat kenaikan temperatur pada absorber pasir besi dapat dilihat pada gambar 4.4 seperti berikut ini :

10:00 11:00 12:00 13:00 14:00 15:00 16:00Temperatur pukul 10 .00 - 16.00 WIB

0

10

20

30

40

50

60

70

Titik pertamaTitik KeduaTitik KetigaTitik Keempat

Gambar 4.6 hubungan kenaikan temperatur dengan waktu

4.4 Pengukuran temperatur pada ruang pengering

Pengukuran temperatur untuk ruang pengering yaitu terdiri dari 5 rak sebelah

kanan dan 5 rak sebelah kiri, untuk rak pertama dimulai dari bagian yang paling

bawah diletakan alat pengukur termperatur yang langsung bersentuhan dengan

bagian rak, untuk mengetahui hasil pengukuran temperatur pada bagian ruang

Page 42: Kajian sstem kolektor panas mathri utk pengering (edited)

pengering dengan variasi absorber berbeda posisi alat pengukur dapat dilihat pada

gambar 4.5 seperti berikut ini :

Gambar 4.5 Titik-titik pengukuran pada ruang pengering

Hasil pengukuran temperature sesuai dengan variasi absorber seperti berikut

ini :

1. Kolektor dengan penghambat zigzag

Kolektor penghambat zigzag, temperatur yang masuk ke ruang pengering

kosong terpadat pada Tabel 4.4. seperti berikut ini :

Tabel 4.4 Hasil pengukuran temperatur pada ruang pengering

Tempat Pengeringan

Temperatur pukul 10 .00 - 16.00 WIB ( ° C)10:0

011:00 12:0

013:00 14:00 15:00 16:00

Rak pertama 47 51 54 72 77.5 83 88.5

Rak kedua 42 47 48 51.7 55 58 61Rak Ketiga 37 43 42 31 32 32 33Rak Keempat 32 39 36 40 42 44 46Rak Kelima 27 35 30 33.7 35.2 36.7 38.2

Keterangan gambar :

Titik pengukuran pada ruang pengering

Page 43: Kajian sstem kolektor panas mathri utk pengering (edited)

2. Kolektor dengan penghambat diagonal

Kolektor penghambat diagonal, temperatur yang masuk ke ruang pengering

kosong terpadat pada Tabel 4.5. seperti berikut ini :

Tabel 4.5 Hasil pengukuran temperatur pada ruang pengering

Tempat Pengeringan

Temperatur pukul 10 .00 - 16.00 WIB ( ° C)

10:00 11:00 12:00 13:00 14:00 15:00 16:00

Rak pertama 44 43 45 45 45.5 46 46.5Rak kedua 42 45 45 47 48.5 50 51.5

Rak Ketiga 36 41 43 47 50.5 54 57.5

Rak Keempat 32 39 36 40 42 44 46

Rak Kelima 24 27 30 33 36 39 42

3. Kolektor Tanpa Penghambat

Kolektor tanpa penghambat, temperatur yang masuk keruang pengering

kosong terpadat pada Tabel 4.5. seperti berikut ini :

Tabel 4.5 Hasil pengukuran temperatur pada ruang pengering

Tempat Pengeringan

Temperatur pukul 10 .00 - 16.00 WIB ( ° C)

10:00 11:00 12:00 13:00 14:00 15:00 16:00

Rak pertama 44 43 45 45 45.5 46 46.5

Rak kedua 42 45 45 47 48.5 50 51.5

Rak Ketiga 33 36 38 41 43 46 48

Rak Keempat 32 39 36 40 42 44 46

Rak Kelima 30 27 26 27 28 30 34

Page 44: Kajian sstem kolektor panas mathri utk pengering (edited)

4.5 Pengeringan Ikan

Setelah dilakukan pengukuran ruang pengering dalam keadan konsong,

selanjutnya pengukuran temperatur ruang pengering dengan menggunakan bahan uji

yaitu ikan teri dengan jumlah bahan sebanyak 20 kg.

Proses pengeringan dimana temperatur udara yang melewati kotak pemanas

merupakan udara panas dan selanjutnya masuk ke ruang pengering untuk

mengeringkan ikan pada rak ikan. Apabila temperatur ruang pengering mencapai

suhu yang ditetapkan, Proses pengeringan yang dilakukan ialah untuk mengurangi

persentase kadar air ikan teri dari 78% ikan teri basah menjadi 40% ikan teri kering.

Kapasitas percobaan yang dilakukan adalah 1 kg ikan teri basah, temperatur

pengeringan 55 °C selama 35 menit dan berat akhir setelah ditimbang dengan neraca

berat adalah 0,5 kg.

Karena digunakan 3 variasi arbsober berbeda maka jumlah waktu pengeringan

juga ikut berbeda, untuk mengetahui perbedaan waktu pengeringan dengan jumlah

kadar air yang berkurang akibat pengeringan, terdapat pada Tabel 4.6. Maka

hubungan kadar air dari ikan teri yang dikeringkan dengan waktu pengeringan dapat

dilihat pada tabel 4.6 seperti berikut ini :

Tabel 4.6 Hubungan waktu pengeringan dengan

kadar air variasi absorber

Kandungan Kadar Air Ikan Teri (%)

Aspal Batu kali yang dicat Pasir Besi

Waktu (menit)

Waktu (menit)

Waktu (menit)

0 200 350 48010 300 400 50015 400 480 55020 450 500 60025 500 577 68030 550 600 73035 600 670 80040 650 700 890

Page 45: Kajian sstem kolektor panas mathri utk pengering (edited)

45 700 790 92050 750 850 100065 800 920 101070 900 1100 120075 140080

Kurva pengeringan ikan teri dan kehilangan kadar air pada masa pengeringan

dapat dilihat pada gambar 4.6 seperti berikut ini :

0100

200300

400500

600700

800900

10001100

12001300

14000

20

40

60

80

100

120

zig-zag

Diagonal

Tanpa penghambat

Gambar 4.6 kurva pengeringan ikan teri dengan variasi kolektor

4.6 Hasil pengeringan

Proses pengeringan yang dilakukan ialah untuk mengurangi persentase kadar air

ikan teri dari 78% ikan teri basah menjadi 50% ikan teri kering. Kapasitas percobaan yang

dilakukan adalah 1 kg ikan teri basah, temperatur pengeringan 55 – 70 ° selama 45 menit

dan berat akhir setelah ditimbang dengan neraca berat adalah 0,5 kg. kemampuan

Page 46: Kajian sstem kolektor panas mathri utk pengering (edited)

pengering dengan absorber aspal yang terbaik untuk mengeringkan 20 kg ikan teri dengan

waktu 700 menit (11 jam) mencapai kadar air 40 %. Hasil ikan teri kering yang kadar airnya

mencapai 40 % terlihat pada gambar 4.7. sampel ikan teri ini telah diukuran dengan alat

pengukur kadar air digital.

Gambar 4.7 Sampel ikan teri yang sudah dikeringkan.

Gambar 4.8 Sampel ikan teri yang sudah dikeringkan.

Page 47: Kajian sstem kolektor panas mathri utk pengering (edited)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan

Dari hasil analisa dan perhitungan-perhitungan yang telah dilakukan, dapat

disimpulkan bahwa dengan kondisi parameter-parameter seperti pada rekapitulasi

diatas, Maka dapat diambil kesimpulan yaitu :

1. Penghambat pada kolektor sangat mempengaruhi semakin lambat laju aliran

panas semakin banyak panas yang terserap oleh panas dalam kolektor.

2. Kolektor yang baik untuk mengeringkan ikan adalah kolektor dengan penghambat

zig-zag.

3. Untuk mengeringkan 20 kg ikan teri dibutuhkan waktu 700 menit atau sekitar 11

jam.

4. Jika terjadi perubahan cuaca, maka pengering didesain dapat menggunakan

pemanas lain seperti kompor dan lampu.

5. Hasil yang ikan yang dikeringkan mencapai kadar 40 % dan lebih higienis karena

tidak terkena udara luar saat pengeringan.

2. Saran

Adapun saran yang disampaikan adalah sebagai berikut :

1. Aspal sebagai absorber masih dalam katagori barang mahal diharapkan

pada penelitian berikutnya mampu mencari material absorber yang murah

dan mudah ditemukan dilingkungan.

2. Penggunaan kompor minyak dapat memberikan CO2 pada ikan teri,

ditakutkan tidak baik untuk konsumsi.