kajian pustaka, konsep, landasan teori dan model penelitian ii.pdfsangat rentan dan memungkinkan...

27
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, KERANGKA TEORI, DAN MODEL PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Penelitian Tentang Kawasan Wisata Bahari Kajian ini termotivasi dari semangat Pemerintah Daerah dan seluruh lapisan masyarakat dalam pengembangan pariwisata di Provinsi Nusa Tenggara Barat pada umumnya dan khusunya Kabupaten Sumbawa Barat. Pengoperasian bandara dan dermaga laut sebagai penunjang akses transportasi, menjadi pendorong yang memberi stimulus bagi prospek pembangunan di seluruh wilayah Nusa Tenggara Barat baik pengembangan di bidang infrastruktur maupun pengembangan di bidang ilmu pengetahuan. Penelitian-penelitian tentang kepariwisataan diharapkan dapat memberi sumbangan ilmu pengetahuan dalam mengembangkan berbagai potensi yang dimiliki oleh daerah, sehingga dapat ditawarkan dalam berbagai bentuk dan model pariwisata yang sesuai dengan potensi dan sumber daya yang dimiliki oleh daerah tersebut. Beberapa penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Sudarna (2004), Gede (2006), Sumariadi (2009), Murdana (2010) dan Betly Taghulihi (2013) merupakan penelitian-penelitian yang dapat dijadikan sebagai acuan atau referensi serta yang relevan dengan penelitian tentang Pengembangan Kawasan Ekowisata Bahari Gili Balu Kabupaten Sumbawa Barat. Beberapa penelitian yang terkait erat dengan konteks pengembangan pariwisata telah dilakukan oleh beberapa peneliti baik yang tertuang dalam jurnal, artikel, maupun tesis. Tesis Sudarna (2004), 13

Upload: trinhtuyen

Post on 11-Mar-2019

228 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Kajian Pustaka, konsep, Landasan Teori dan Model Penelitian II.pdfsangat rentan dan memungkinkan terjadinya degradasi lingkungan wilayah pantai dan laut serta lingkungan sosial masyarakatnya

  13

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, KERANGKA TEORI,

DAN MODEL PENELITIAN

2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Penelitian Tentang Kawasan Wisata Bahari

Kajian ini termotivasi dari semangat Pemerintah Daerah dan seluruh

lapisan masyarakat dalam pengembangan pariwisata di Provinsi Nusa Tenggara

Barat pada umumnya dan khusunya Kabupaten Sumbawa Barat. Pengoperasian

bandara dan dermaga laut sebagai penunjang akses transportasi, menjadi

pendorong yang memberi stimulus bagi prospek pembangunan di seluruh wilayah

Nusa Tenggara Barat baik pengembangan di bidang infrastruktur maupun

pengembangan di bidang ilmu pengetahuan. Penelitian-penelitian tentang

kepariwisataan diharapkan dapat memberi sumbangan ilmu pengetahuan dalam

mengembangkan berbagai potensi yang dimiliki oleh daerah, sehingga dapat

ditawarkan dalam berbagai bentuk dan model pariwisata yang sesuai dengan

potensi dan sumber daya yang dimiliki oleh daerah tersebut.

Beberapa penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Sudarna (2004),

Gede (2006), Sumariadi (2009), Murdana (2010) dan Betly Taghulihi (2013)

merupakan penelitian-penelitian yang dapat dijadikan sebagai acuan atau referensi

serta yang relevan dengan penelitian tentang Pengembangan Kawasan Ekowisata

Bahari Gili Balu Kabupaten Sumbawa Barat. Beberapa penelitian yang terkait erat

dengan konteks pengembangan pariwisata telah dilakukan oleh beberapa peneliti

baik yang tertuang dalam jurnal, artikel, maupun tesis. Tesis Sudarna (2004),

13

Page 2: Kajian Pustaka, konsep, Landasan Teori dan Model Penelitian II.pdfsangat rentan dan memungkinkan terjadinya degradasi lingkungan wilayah pantai dan laut serta lingkungan sosial masyarakatnya

  14

dalam tesis dengan judul “Pengembangan Pantai Tulamben Sebagai Kawasan

Wisata Alam di Kabupaten Karang Asem” menyimpulkan berdasarkan analisis

internal diketahui bahwa posisi kawasan pesisir Tulamben berada pada kategori

kuat atau berpotensi untuk dikembangkan. Berdasarkan analisis eksternal posisi

kawasan pesisir pantai Tulamben dalam kategori baik atau memiliki peluang

untuk dikembangkan. Analisis matrik internal dan eksternal (I-E) posisi kawasan

pesisir Tulamben pada kuadran V, artinya kawasan harus melakukan Hold and

Maintain Strategy yaitu penetrasi pasar dan pengembangan produk wisata.

Pengembangan pariwisata di Kawasan Tulamben mengakibatkan

perubahan lingkungan alam dan budaya masyarakat menuju adaptasi. Masyarakat

dalam mengadaptasi perubahan yang ada terjadi perlahan-lahan dan dapat

diterima oleh masyarakat yang menimbulkan dampak positif dan negatif dari sisi

ekonomi, kelestarian lingkungan dan sosial budaya. Namun, dampak positif

pariwisata lebih dirasakan masyarakat dibandingkan dengan dampak negatif.

Dalam perkembangan pariwisata di Kawasan Tulamben, pemangku kepentingan

berperan secara sinergis pada masing-masing tugas dan pungsinya. Relevansi

dengan penelitian yang dilakukan di Kawasan Gili Balu adalah penelitian yang

mengulas tentang pariwisata bahari di daerah pesisir pantai. Akan tetapi,

penelitian tersebut belum menjelaskan dan mengidentifikasi secara detail potensi-

potensi apa saja yang dapat dikembangkan menjadi daya tarik wisata di Kawasan

yang ditetapkan sebagai kawasan konservasi bahari untuk menjadi kawasan

wisata.

Page 3: Kajian Pustaka, konsep, Landasan Teori dan Model Penelitian II.pdfsangat rentan dan memungkinkan terjadinya degradasi lingkungan wilayah pantai dan laut serta lingkungan sosial masyarakatnya

  15

Penelitian yang dilakukan oleh Putu Gede (2006), dengan judul tesis

“Pengembangan Wisata Sekotong di Lombok Barat”. Kesimpulan dari penelitian

tersebut adalah pengembangan pariwisata di Kawasan Pariwisata Sekotong

mengarah pada pariwisata bahari dan alam. Sarannya yang disampaikan adalah

perlunya perhatian yang sangat serius dalam usaha pengembangan Kawasan

Wisata Sekotong dengan penekanan pada usaha promosi dalam mendatangkan

wisatawan yang berkualitas, serta pembangunan sarana dan prasarana menuju

pengembangan pariwisata yang berkelanjutan. Model pengembangan pariwisata

yang ditawarkan dalam penelitan yang dilakukan oleh Gede (2006), telah

memberi inspirasi dalam menumbuhkan semangat dalam mengeksplorasi

pengembangan pariwisata khususnya ekowisata bahari di Kabupaten Sumbawa

Barat. Relevansi dengan penelitian tersebut adalah perlunya promosi dan

keterlibatan baik masyarakat, pemerintah dan swasta dalam pengembangan suatu

kawasan wisata.

Sumariadi (2009), dalam tesis “Dampak dan Strategi Pengendalian

Pengembangan Pariwisata di Destinasi Pariwisata Lembongan” memberi

kesimpulan bahwa perkembangan pariwisata di destinasi pariwisata Nusa

Lembongan berdampak positif dan negatif terhadap lingkungan fisik, sosial

budaya dan sosial ekonomi. Strategi pengendalian dampak lingkungan fisik di

Nusa Lembongan yaitu strategi pemanfaatan energi, strategi dalam pemanfaatan

air tawar, strategi penanganan limbah padat, srtategi pengolahan limbah cair,

penyusunan rencana tata ruang, pembentukan lembaga sosial masyarakat lokal

dan studi banding ke beberapa daerah wisata lain. Strategi pengendalian dampak

Page 4: Kajian Pustaka, konsep, Landasan Teori dan Model Penelitian II.pdfsangat rentan dan memungkinkan terjadinya degradasi lingkungan wilayah pantai dan laut serta lingkungan sosial masyarakatnya

  16

pariwisata terhadap lingkungan ekonomi yaitu pendidikan dan pelatihan

kewirausahaan dan standarisasi tarif jasa helper (buruh pelabuhan). Relevansi

dengan penelitian di atas memiliki kesamaan bahwa penelitian tersebut dilakukan

di wilayah kepulauan sebagai destinasi wisata. Dampak sosial, ekonomi dan

budaya yang akan ditimbulkan menjadi perhatian dalam perencanaan kawasan

pariwisata sehingga dampak dari aktivitas pariwisata dapat diminimalisir.

Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan di kawasan Gili Balu adalah kondisi

geografis dan kondisi lingkungan serta keterlibatan masyarakat di kawasan Gili

Balu belum terorganisir seperti di Nusa Lembongan.

Murdana (2010), dalam tesis “Pengembangan Pariwisata Pulau Gili

Trawangan Berbasis Ekowosata Bahari” membahas tentang Pulau Gili Trawangan

sangat rentan dan memungkinkan terjadinya degradasi lingkungan wilayah pantai

dan laut serta lingkungan sosial masyarakatnya. Pengembangan ekowisata bahari

di Pulau Gili Trawangan dan sekitarnya bertujuan untuk menjaga kelestarian alam

dan pengembangan pariwisata yang berkelanjutan sehingga konservasi alam dapat

terjaga dan meminimalkan pengaruh negatif dari pariwisata serta masyarakat

Pulau Gili Trawangan dan sekitarnya. Strategi yang diterapkan dalam penelitian

tersebut meliputi; program strategi pengembangan produk wisata, strategi

peningkatan keamanan dan memperkuat potensi Daerah Tujuan Wisata (DTW)

yang menjadi ciri khas Pulau Gili Trawangan berbasis ekowosata Bahari, strategi

pengembangan sarana dan prasarana pariwisata, strategi pengembangan

kelembagaan dan Sumber Daya Masyarakat (SDM) pariwisata, strategi penetrasi

pasar dan promosi daya tarik wisata, strategi perencanaan dan pengembangan

Page 5: Kajian Pustaka, konsep, Landasan Teori dan Model Penelitian II.pdfsangat rentan dan memungkinkan terjadinya degradasi lingkungan wilayah pantai dan laut serta lingkungan sosial masyarakatnya

  17

pariwisata berkelanjutan. Relevansi dengan penelitian yang akan dilakukan di

kawasan Gili Balu adalah penelitian tersebut dilakukan di pulau-pulau kecil di

wilayah NTB dengan menitik beratkan pada kelestarian dan keberlangsungan

biota laut sebagai daya tarik ekowisata. Strategi pengembangan yang dilakukan

menjadi masalah penting yang harus diperhatikan dalam perencanaan suatu

kawasan wisata yang berkaitan dengan aktivitas ekowisata. Serta penetrasi pasar

yang dilakukan sehingga perencanaan yang dilakukan dapat berkelanjutan.

Perbedaanya dengan penelitian ini adalah pengembangan kawasan ekowisata yang

dengan kondisi geografis dan topografis yang berdeda yaitu penelitian pada

delapan pulau-pulau kecil dalam satu kawasan konservasi perikanan dengan

kondisi pulau tanpa penduduk yang menetap.

Betly Taghulihi (2013), dalam tesis ”Strategi Perencanaan Pariwisata

Kabupaten Kepulauan Sangihe Provinsi Sulawesi Utara”. Membahas tentang

strategi perencanaan pariwisata daerah otonom baru dengan mengidentifikasi

potensi sumber daya pariwisata, sumber daya manusia, kemampuan daerah dalam

mengelola potensi pariwisata, serta identifikasi faktor internal maupun faktor

eksternal untuk mengetahui peluang dan tantangan dalam strategi perencanaan

pariwisata. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan terdapat strategi

perencanaan dengan pendekatan pengembangan potensi sumber daya alam yang

dimiliki oleh Kabupaten Kepulauan Sangihe Propinsi Sulawesi Utara antara lain:

potensi perkebunan, potensi hutan, potensi perikanan, potensi pariwisata seperti

bahari, pantai, air terjun, teluk, gunung api, heritage dan living culture.

Page 6: Kajian Pustaka, konsep, Landasan Teori dan Model Penelitian II.pdfsangat rentan dan memungkinkan terjadinya degradasi lingkungan wilayah pantai dan laut serta lingkungan sosial masyarakatnya

  18

Dari uraian tersebut, pada dasarnya belum menelaah secara mendalam

mengapa suatu kawasan ditetapkan menjadi kawasan pariwisata, bagaimana pola

pengembangan kawasan wisata baru serta bagaimana pengaruhnya terhadap

lingkungan alam. Hal ini penting dilakukan mengingat suatu daerah mempunyai

masalah masing-masing dalam melaksanakan pembangunan kepariwisataannya.

Dalam penelitian tentang pengembangan kawasan wisata yang akan

dikembangkan lebih khusus, seperti ekowisata dan wisata alternatif lainnya perlu

dianalisis secara mendalam. Gili Balu sebagai objek dalam penelitian ini,

disebabkan karena kawasan tersebut dianggap sangat berpotensi dan perlu kajian

lebih mendalm sebagai kawasan yang ditetapkan untuk pengembangan pariwisata

berbasis ekowisata bahari (marine ecotourism) di Kabupaten Sumbawa Barat.

2.1.2 Pendekatan-pendekatan

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain; pertama,

pendekatan pariwisata berkelanjutan yaitu; pembangunan kepariwisataan harus

dapat menggunakan sumber daya yang dibutuhkan secara berlanjut, yang artinya

kegiatan-kegiatannya harus menghindari penggunaan sumber daya yang tidak

dapat diperbaharui (irreversible) secara berlebihan. Dalam pelaksanaanya,

program kegiatan pembangunan kepariwisataan harus menjamin bahwa sumber

daya alam dan buatan dapat dipelihara dan diperbaiki dengan menggunakan

kriteria-kriteria dan standar-standar internasional yang sudah baku. Kedua,

pendekatan pariwisata alternatif dengan mempertimbangkan beberapa dampak

negatif yang ditimbulkan seperti dampak sosial, budaya dan ekonomi akibat

aktivitas pariwisata telah menimbulkan keperihatinan. Oleh karena itu pihak

Page 7: Kajian Pustaka, konsep, Landasan Teori dan Model Penelitian II.pdfsangat rentan dan memungkinkan terjadinya degradasi lingkungan wilayah pantai dan laut serta lingkungan sosial masyarakatnya

  19

pemerintah memegang kendali yang sangat dominan dalam tata kelola

kepariwisataan. Peranan masyarakat relatif pasif dalam regulasi yang berkaitan

dengan pengembangan kawasan ekowisata Gili Balu. Oleh sebab itu diperlukan

pendekatan-pendekatan dalam menyusun strategi pegembangan kawasan tersebut

diantaranya;

a. Pendekatan Pariwisata Berkelanjutan

Pendekatan pariwisata berkelanjutan (sustainable) erat kaitannya dengan

keseimbangan antara proses yang terjadi di alam baik itu antara manusia, alam

sekitarnya serta berhubungan dengan kehidupan sosial, budaya dan lingkungan

yang dapat dinikmati oleh generasi mendatang.

Menurut Page (2002), pendekatan pembangunan berkelanjutan

berkepentingan atas masa depan yang panjang serta atas sumberdaya dan efek-

efek pembangunan ekonomi pada lingkungan yang mungkin menyebabkan

gangguan sosial dan budaya yang memantapkan pola-pola kehidupan dan gaya

hidup individual. Pada dasarnya pembangunan berkelanjutan memiliki tiga prinsip

antara lain; keberlanjutan ekologis (ecological sustainability) yaitu pembangunan

yang dapat memastikan adanya kesesuaian dengan upaya pemeliharaan terhadap

lingkungan, keanekaragaman hayati dan keberlanjutan ketersediaan sumberdaya

biologis, keberlanjutan sosial dan budaya (social and cultural sustainable) yaitu

pembangunan yang dapat memastikan peningkatan kendali manusia terhadap

kehidupannya, berkesesuaian dengan budaya dan nilai yang dianut oleh

masyarakat yang dipengaruhi oleh pembangunan tersebut, memelihara dan justru

dapat memperkuat identitas komunitas (masyarakat), dan keberlanjutan ekonomis

Page 8: Kajian Pustaka, konsep, Landasan Teori dan Model Penelitian II.pdfsangat rentan dan memungkinkan terjadinya degradasi lingkungan wilayah pantai dan laut serta lingkungan sosial masyarakatnya

  20

(economic sustainable) yaitu pembangunan yang dapat memastikan tercapainya

efisiensi ekonomi dan sumberdaya dikelola sedemikian rupa sehingga dapat

mendukung generasi yang akan datang.

Tourism Stream, action strategy yang diambil dari Globe ’90 conference

Vancouver, Canada J. Swarbroke (1998), menyatakan bahwa, kepariwisataan

berkelanjutan (sustainable tourism) didefinisikan sebagai bentuk dari

pengembangan ekonomi yang dirancang untuk meningkatkan kualitas hidup dari

masyarakat sekitar, memberikan image yang positif bagi wisatawan, pemeliharaan

kualitas lingkungan hidup yang tergantung dari masyarakat sekitar dan wisatawan

itu sendiri.

Dari uraian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa dalam

pengembangan potensi wisata Kawasan Gili Balu dan sekitarnya menggunakan

pendekatan pariwisata berkelanjutan diharapkan dapat memberikan pengaruh

yang lebih dominan terhadap lingkungan serta memberikan manfaat secara

ekonomi pada masyarakat lokal pada khususnya dan stakeholder pada umumnya,

melalui tidakan pro-lingkungan dan bertanggungjawab secara sosial dan sesuai

dengan budaya atau norma-norma masyarakat setempat.

b. Pendekatan Pariwisata Alternatif

Pariwisata alternatif membutuhkan keterlibatan masyarakat setempat

sebagai pemandu wisata, menyediakan homestay dan menjual kerajinan akan

membawa dampak positif terhadap pelestarian lingkungan dan budaya masyarakat

setempat yang pada akhirnya mampu menumbuhkan jati diri dan rasa bangga

antar penduduk setempat yang tumbuh akibat peningkatan kegiatan pariwisata.

Page 9: Kajian Pustaka, konsep, Landasan Teori dan Model Penelitian II.pdfsangat rentan dan memungkinkan terjadinya degradasi lingkungan wilayah pantai dan laut serta lingkungan sosial masyarakatnya

  21

Menurut Suansri (2003, dalam Bambang Sunaryo 2013), terdapat lima

dimensi utama dalam priwisata alternatif di antaranya; (1) Dimensi ekonomi

dengan indikator berupa adanya dana untuk pengembangan komunitas,

terciptanya lapangan pekerjaan di sektor pariwisata, berkembangnya pendapatan

masyarakat lokal dari sektor pariwisata. (2) Dimensi sosial dengan indikator

meningkatnya kualitas hidup, peningkatan kebanggaan komunitas, pembagian

peran gender yang adil antara laki-laki dan perempuan, generasi muda dan tua,

serta memperkuat organisasi komunitas. (3) Dimensi budaya dengan indikator

berupa mendorong masyarakat untuk menghormati nilai budaya yang berbeda,

berkembangnya nilai budaya pembangunan yang melekat erat dalam kebudayaan

setempat. (4) Dimensi lingkungan dengan indikator terjaganya daya dukung

lingkungan, adanya sistem pengelolaan sampah yang baik, meningkatnya

kepedulian perlunya konservasi dan preservasi lingkungan. (5) Dimensi politik

dengan indikator meningkatnya partisipasi dari penduduk lokal, peningkatan

kekuasaan komunitas yang lebih luas dan adanya jaminan hak-hak masyarakat

adat dalam mengelola sumber daya alam.

2.2 Konsep

Konsep merupakan alat berpikir yang sangat penting dalam

pengembangan alur penelitian ilmiah, hal ini didasari oleh format tertentu dalam

mendefinisikan suatu penelitian. Dalam suatu penelitian perlu penegasan definisi

atau batasan operasional dari setiap istilah atau konsep yang terdapat baik dalam

judul penelitian, rumusan masalah penelitian, atau dalam tujuan penelitian.

Page 10: Kajian Pustaka, konsep, Landasan Teori dan Model Penelitian II.pdfsangat rentan dan memungkinkan terjadinya degradasi lingkungan wilayah pantai dan laut serta lingkungan sosial masyarakatnya

  22

Pemberian definisi atau batasan operasional suatu istilah berguna sebagai sarana

komunikasi agar tidak terjadi salah tafsir dan juga mempermudah dalam proses

penelitian. Konsep-kosep yang digunakan dalam penelitian ini antara lain;

Pengembangan pariwisata, Potensi dan daya tarik wisata dan Wisata bahari dan

ekowisata.

2.2.1 Pembangunan Pariwisata

Era Otonomi Daerah perlu dipikirkan suatu model pembanguan yang

memiliki karakteristik dan wawasan kemasyarakatan, yang melihat pembangunan

tersebut dari dalam (inward looking). Perlu dicari alternatif-alternatif agar potensi

diri dijadikan dasar pertimbangan utama dan pertama dalam merencanakan dan

menyelenggarakan pembanguan di daerah.

Menurut Tantra (2014), dalam merencanakan dan melaksanakan

pembangunan diperlukan sebuah kerangka teoritik, yaitu sebuah paradigma

berfikir yang memperhatikan ruang (space) yang realistik. Ruang tidak berarti

semata-mata fisik, tetapi juga lingkungan sosial budaya dalam arti luas. Dengan

demikian konsep keruangan adalah sebuah analisis sistematis dalam menampilkan

unsur tempat ke dalam analisis yang ditentukan secara khusus sesuai dengan sifat

dan struktur dari wilayah tertentu.

Pola dasar pembangunan yang memperhatikan ruang nyata (fisik dan non

fisik). Ruang semestinya didefinisikan secara holistik, yaitu memperhatikan

kesatuan wilayah secara administratif, ekonomis, historis, dan empiris. Sehingga

pola dasar pembangunan dapat dipolakan secara komprehensif, dengan

Page 11: Kajian Pustaka, konsep, Landasan Teori dan Model Penelitian II.pdfsangat rentan dan memungkinkan terjadinya degradasi lingkungan wilayah pantai dan laut serta lingkungan sosial masyarakatnya

  23

memperhatikan secara sungguh-sungguh kondisi dan potensi wilayah, baik alam,

lingkungan maupun manusianya (Tantra, 2014).

Pengembangan kawasan wisata baik lokal, regional maupun nasional pada

suatau Negara erat kaitannya dengan pembangunan ekonomi daerah atau suatu

Negara, dengan kata lain pengembangan kepariwisataan pada suatu kawasan

wisata selalu akan diperhitungkan dengan keuntungan dan manfaat bagi rakyat

banyak. Pengembangan kawasan wisata dimana industri pariwisatanya akan

berkembang dengan baik serta memberi dampak positif bagi daerah itu,

menciptakan lapangan kerja, bahkan akan terjadi permintaan baru dari hasil-hasil

pertanian, kerajinan tangan dan pendidikan dalam melayani wisatawan.

Menurut Poerwadarminta (2005), pengembangan didefinisikan sebagai

suatu proses, cara, perbuatan mengembangkan sesuatu menjadi lebih baik, maju,

sempurna dan berguna. Jadi dalam hal ini pengembangan pariwisata diartikan

sebagai suatu cara untuk mengembangkan destinasi, kawasan wisata dan daya

tarik wisata menjadi lebih baik dan memberikan dampak positif bagi masyarakat,

pemerintah, industri pariwisata dan wisatawan.

Menurut Grady dalam Suwantoro (2002), kriteria pengembangan

pariwisata harus selalu melibatkan masyarakat lokal dan mampu memberikan

suatu keuntungan bagi masyarakat setempat, tidak merusak nilai-nilai sosial

budaya masyarakat, serta jumlah kunjungan ke daya tarik wisata tersebut tidak

melebihi dari kapasitas sosial agar dampak negatif yang ditimbulkan dapat

diminimalisir. Kriteria tersebut menekankan pada pengembangan pariwisata yang

berbasis masyarakat (community based tourism) dan pengembangan pariwisata

Page 12: Kajian Pustaka, konsep, Landasan Teori dan Model Penelitian II.pdfsangat rentan dan memungkinkan terjadinya degradasi lingkungan wilayah pantai dan laut serta lingkungan sosial masyarakatnya

  24

yang berkelanjutan (sustainable tourism development). Prinsip-prinsip

pegembangan pariwisata yang berkelanjutan yang diamahkan oleh Undang-

undang Nomor 10 Tahun 2009 yaitu; meningkatkan pertumbuhan ekonomi,

meningkatkan kesejahteraan rakyat, menghapus kemiskinan, mengatasi

pengangguran, melestarikan alam, lingkungan dan sumber daya, memajukan

kebudayaan, mengangkat citra bangsa, memupuk rasa cinta tanah air,

memperkukuh jati diri dan kesatuan bangsa, mempererat persahabatan antar

bangsa.

Permasalahan dan hal pokok yang diperlukan untuk pengembangan

kepariwisataan seperti yang dikemukakan (Gunawan, 2008; Budiastawa, 2009)

antara lain; Pertama, pengembangan dari sisi penawaran yaitu pengembang

destinasi di berbagai tempat tujuan wisata antara satu sama lain saling melengkapi

dan tidak bersaing secara internal. Pengembangan industri pariwisata

dimaksudkan untuk mengoptimalkan kaitan-kaitan ekonomi ke depan dan ke

belakang yang memiliki keuntungan kompetitif serta kredibilitas yang tinggi.

Kedua, pengembangan pasar yang termasuk pengembangan citra destinasi,

penetrasidan diversifikasi pasar untuk meningkatkan keterikatan pasar tradisional

menjadi wisatawan pengulang (repeater) dan memperluas jangkauan pasar dalam

bentuk segmen-segmen pasar baru. Ketiga, Pengembangan industri

kepariwisataan yang menyangkut organisasi, sumberdaya insan serta regulasi

yang menangani pengelolaan kepariwisataan tersebut.

Bedasarkan konsep yang dikemukakan di atas, maka dapat ditemukan

benang merah dalam memberikan konsep secara operasional tentang

Page 13: Kajian Pustaka, konsep, Landasan Teori dan Model Penelitian II.pdfsangat rentan dan memungkinkan terjadinya degradasi lingkungan wilayah pantai dan laut serta lingkungan sosial masyarakatnya

  25

pengembangan pariwisata. Pengembangan pariwisata yang dimaksud dalam

membangun pariwisata Kawasan Gili Balu adalah suatu proses yang rasional,

dilakukan secara sistematis dalam memprediksi masa depan dengan melakukan

pendekatan berkelanjutan, berbasis masyarakat serta tidak merusak lingkungan

dan budaya masyarakat lokal dengan tujuan yang lebih baik dan sesuai dengan

potensi di Kawasan Gili Balu dan sekitarnya.

2.2.2 Potensi dan Daya Tarik Wisata

Potensi menurut Alwi dkk. (2004), adalah kemampuan yang mempunyai

kemungkinan untuk dikembangkan: kesanggupan, kekuatan dan daya. Pendit

(1999), menerangkan bahwa potensi wisata adalah berbagai sumber daya yang

terdapat di sebuah daerah tertentu yang bisa dikembangkan menjadi atraksi

wisata. Dengan kata lain, potensi wisata adalah berbagai sumberdaya yang

dimiliki oleh suatu tempat dan dapat dikembangkan menjadi suatu atraksi wisata

(tourist attraction) yang dimanfaatkan untuk kepentingan ekonomi dan tetap

memperhatikan aspek-aspek lainnya.

Dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 2009 menegaskan bahwa

kepariwisataan adalah segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan dan

nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya dan hasil buatan

manusia yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisata. Daerah tujuana

wisata adalah kawasan geografis yang berada dalam satu atau lebih wilayah

administratif yang di dalamnya terdapat daya tarik wisata, fasilitas umum, fasilitas

pariwisata, aksesibilitas serta masyarakat yang saling terkait dan melengkapi

terwujudnya kepariwisataan.

Page 14: Kajian Pustaka, konsep, Landasan Teori dan Model Penelitian II.pdfsangat rentan dan memungkinkan terjadinya degradasi lingkungan wilayah pantai dan laut serta lingkungan sosial masyarakatnya

  26

Marioti (1985), Yoeti (1987), dalam Bambang Sunaryo (2013),

mengemukakan bahwa daya tarik dari suatu destinasi merupakan faktor yang

paling penting dalam rangka mengundang wisatawan untuk mengunjunginya.

Suatu destinasi dapat menarik wisatawan paling tidak harus memenuhi syarat

utama yaitu; destinasi tersebut harus mempunyai apa yang disebut dengan

“something to see”. Maksudnya, destinasi tersebut harus mempunyai daya tarik

khusus yang bisa dilihat oleh wisatawan, disamping itu juga harus mempunyai

atraksi wisata yang dapat dijadikan sebagai “entertaiments” bila orang datang

untuk mengunjunginya. Selanjutnya destinasi tersebut juga harus mempunyai

“something to do”. Selain banyak yang dapat dilihat dan disaksikan, harus juga

disediakan beberapa fasilitas rekreasi atau amusements dan tempat atau wahana

yang bisa digunakan oleh wisatawan untuk beraktivitas seperti olah raga, kesenian

maupun kegiatan yang lain yang dapat membuat wisatawan menjadi betah tinggal

lebih lama. Kemudian destinasi juga harus mempunyai “something to buy”.

Ditempat tersebut harus tersedia barang-barang cidera mata (souvenir) seperti

halnya kerajinan rakyat setempat yang bisa dibeli wisatawan sebagai oleh-oleh

untuk dibawa pulang ke tempat asal masing-masing.

Lebih lanjut Bambang Sunaryo (2013), menyatakan bahwa ada beberapa

komponen yang harus dimiliki oleh sebuah daya tarik wisata seperti atraksi dan

daya tarik wisata yang dapat didefinisikan berdasarkan pada jenis dan temanya

yaitu, daya tarik wisata alam, daya tarik wisata budaya dan daya tarik wisata

minat khusus. Berbagai jenis atraksi dan daya tarik wisata mempunyai kedudukan

yang sangat penting pada sisi produk wisata, terutama dalam rangka menarik

Page 15: Kajian Pustaka, konsep, Landasan Teori dan Model Penelitian II.pdfsangat rentan dan memungkinkan terjadinya degradasi lingkungan wilayah pantai dan laut serta lingkungan sosial masyarakatnya

  27

kunjungan wisatwan ke destinasi seperti alam yang menarik, kebudayaan daerah

yang menawan, dan seni-seni pertunjukan.

Transportasi dan Aksesibilitas, yaitu segenap fasilitas dan moda angkutan

yang memungkinkan dan memudahkan serta membuat nyaman wisatwan untuk

mengunjungi suatu destinasi. Amenitas atau akomodasi yang juga sangat penting

untuk diperhatikan karena berbagai jenis fasilitas dan kelengkapannya yang dapat

digunakan oleh wisatawan untuk beristirahat dan bersantai dengan nyaman serta

menginap selama melakukan kunjungan ke suatu destinasi. Infrastruktur

pendukung, yaitu keseluruhan jenis fasilitas umum yang berupa prasarana seperti

komponen pendukung perhubungan seperti pelabuhan (seaport), bandara

(airport), stasiun kereta api dan jaringan telekomunikasi serta beberapa fasilitas

fisik yang lain seperti jaringan listrik, air minum dan sebagainya. Fasilitas

pendukung wisata lainnya, yaitu berbagai jenis fasilitas pendukung

kepariwisataan yang berfungsi memberikan kemudahan dan kenyamanan bagi

wisatawan selama melakukan kunjungan di suatu destinasi seperti keamanan,

rumah makan, biro perjalanan, toko cideramata, pusat informasi wisata, rambu

wisata, fasilitas perbelanjaan, hiburan malam, fasilitas perbankan dan beberapa

skema kebijakan khusus yang diadakan untuk mendukung kenyamanan bagi

wisatawan dalam kunjungannya di destinasi wisata. Kelembagaan sumber daya

manusia pariwisata, yaitu keseluruhan unsur organisasi atau institusi pengelola

kepariwisataan dan termasuk sumber daya manusia pendukungnya, yang terkait

dengan manajemen pengelola kepariwisataan di suatu destinasi, baik dari unsur

pemerintah, maupun swasta dan masyarakat.

Page 16: Kajian Pustaka, konsep, Landasan Teori dan Model Penelitian II.pdfsangat rentan dan memungkinkan terjadinya degradasi lingkungan wilayah pantai dan laut serta lingkungan sosial masyarakatnya

  28

2.2.3 Wisata Bahari dan Ekowisata

Pengertian pariwisata bahari atau tirta seperti yang diungkapkan oleh

Pendit (2003), adalah jenis pariwisata ini dikaitkan dengan kegiatan olah raga air

lebih-lebih di danau, bengawan, pantai, teluk atau lautan lepas sepertimemancing,

berlayar, menyelam sambil melakukan pemotretan, kompetisi selancar,

mendayung dan sebagainya. Aktivitas bahari ini dapat dijumpai di daerah

Bunaken Sulawesi Utara, Wakatobi, Gili Air, Gili Meno dan Gili Trawangan

Lombok, Pulau Rajaampat di Papua serta beberapa kawasan pesisir pulau bali.

Wisata bahari menurut Ardika (2000), adalah wisata dan lingkungan yang

berdasarkan daya tarik bahari kawasan yang didominasi perairan dan kelautan,

Keraf (2000), wisata bahari adalah kegiatan untuk menikmati keindahan dan

keunikan daya tarik wisata alam di wilayah pesisir dan laut dekat pantai serta

kegiatan rekreasi lain yang menunjang, Sawono (2000), wisata bahari adalah

kegiatan wisata yang memanfaatkan potensi alam bahari sebagai daya tarik wisata

maupun wadah kegiatan wisata baik yang dilakukan di atas permukaan di wilayah

laut yang tidak dapat dipisahkan dari keberadaan ekosistemnya yang kaya akan

keanekaragaman jenis biota laut.

Dalam perkembangan industri pariwisata berbagai problem timbul, salah

satunya adalah terabaikannya lingkungan alam dan lingkungan sosial. Berangkat

dari masalah tersebut, maka lahirlah konsep ecotourism atau ekowisata atau

wisata ekologi yang menurut Lascurain dalam Pendit (1994), ecotourism adalah

kegiatan berwisata dan mengunjungi kawasan alamiah yang relatif tak terganggu

dengan niat betul-betul obyektif untuk melihat, mempelajarai, mengagumi wajah

Page 17: Kajian Pustaka, konsep, Landasan Teori dan Model Penelitian II.pdfsangat rentan dan memungkinkan terjadinya degradasi lingkungan wilayah pantai dan laut serta lingkungan sosial masyarakatnya

  29

keindahan alam, flora, fauna, temasuk asfek-asfek sosial budaya baik dimasa

lampau maupun masa sekarang yang mungkin terdapat di kawasan tersebut.

Ekowisata berarti pula melibatkan masyarakat setempat dalam proses hingga

mereka dapat memperoleh keuntungan sosioekonomi, budaya dari proses yang

dimaksud. Dalam hal ini ekowisata menciptakan dan memuaskan suatu keinginan

akan alam tentang ekspolitasi potensi wisata untuk konservasi, pembangunan dan

mencegah dampak negatifnya terhadap ekologi, kebudayaan dan keindahan. Yang

dimaksud dengan ekowisata adalah perjalanan yang bertanggung jawab kewilayah

alami yang melindungi lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan penduduk

setempat (Lindberg, 1995).

2.3 Kerangka Teori

Untuk mengkaji permasalahan yang berkaitan dengan penelitian mengenai

Strategi Pengembangan Kawasan Wisata Bahari Gili Balu Berbasis Ekowisata di

Kabupaten Sumbawa Barat maka perlu suatu landasan teori. Untuk itu maka akan

dibahas beberapa landasan teori yang relevan denga penelitian ini.

2.3.1 Teori Perancanaan

Perencanaan pariwisata merupakan suatu proses pembuatan keputusan

yang berkaitan dengan masa depan suatu daerah tujuan wisata atau atraksi wisata

yang merupakan suatu proses dinamis penentuan tujuan, yang secara sistematis

mempertimbangkan berbagai alternatif tindakan untuk mencapai tujuan,

implementasi terhadap alternatif terpilih dan evaluasi. Proses perencanaan

pariwisata dengan melihat lingkungan (fisik, ekonomi, sosial, politik) sebagai

Page 18: Kajian Pustaka, konsep, Landasan Teori dan Model Penelitian II.pdfsangat rentan dan memungkinkan terjadinya degradasi lingkungan wilayah pantai dan laut serta lingkungan sosial masyarakatnya

  30

suatu komponen yang saling terkait dan saling tergantung satu dengan lainnya

(Paturusi, 2008). Semakin meningkatnya persaingan produk dan jasa di pasar

wisata dengan derajat kualitas yang jauh lebih baik maka perencanaan menjadi

tindakan yang mutlak diperlukan. Perencanaan yang baik berarti akan

menghasilkan suatu strategi peningkatan daya saing produk dan keuntungan di

tingkat perusahaan atau pelaku pariwisata (Damanik dan Weber, 2006). Hakekat

pariwisata Indonesia bertumpuh pada keunikan, kekhasan, dan keaslian alam serta

budaya yang ada dalam suatu masyarakat daerah wilayah Indonesia. Hakekat ini

menjadi konsep dasar dalam pembangunan dan pengembangan pariwisata

Indonesia, baik tingkat nasional maupun daerah.

Perencanaan pariwisata di tingkat Kabupaten/Kota yang menurut Paturusi

(2008), difokuskan pada empat hal antara lain seperti; Kebijakan pengembangan

pariwisata Kabupaten/Kota yang disesuaikan dengan rencana Pembangunan

Jangka Menengah dan Jangka Panjang Wilayah Kabupaten/Kota, Rencana

struktur tata ruang pariwisata Kabupaten/Kota sampai ke obyek-obyek utama,

Penentuan kawasan pintu gerbang menuju obyek utama dan kebutuhan fasilitas

pendukung (jumlah, jenis dan lokasi), dan Rencana jaringan utulitas, pendukung

kawasan, dan lokasi obyek-obyek menarik lainnya.

Teori perencanaa tersebut sangat relevan dengan penelitian ini karena

berkaitan dengan perencanaan pariwisata ditingkat Kabupaten yang

mempertimbangkan kemampuan dan potensi daerah dalam perencanaan kawasan

pariwisata. Menurut Inskeep (1991), perencanaan dasar dengan menyediakan

kerangka perencanaan yang umum dan menekankan pada konsep perencanaan

Page 19: Kajian Pustaka, konsep, Landasan Teori dan Model Penelitian II.pdfsangat rentan dan memungkinkan terjadinya degradasi lingkungan wilayah pantai dan laut serta lingkungan sosial masyarakatnya

  31

menjadi berkesinambungan, berorientasi system, menyeluruh, terintegrasi, dan

ramah lingkungan serta fokus pada keberhasilan pengembangan yang dapat

mendukung keterlibatan masyarakat.

Pendekatan dalam perencanaan tersebut pertama, pendekatan

berkelanjutan dan fleksibel yang berdasarkan pada suatu kebijakan dan

perencanaan pariwisata berlanjutan yang sesuai dengan monitoring dan umpan

balik dalam melihat sasaran hasil dan kebijakan dasar pengembangan pariwisata.

Kedua, pendekatan sistem pariwisata dipandang sebagai suatu system yang saling

berhunbungan dan direncanakan sedemikian rupa dengan memanfaatkan analisa

sistem. Ketiga, pendekatan menyeluruh yaitu segala aspek pengembangan

pariwisata mencakup unsur-unsur kelembagaan dan implikasi sosial ekonomi dan

lingkungan yang dianalisa dan direncanakan dengan penuh pemahaman yang

disebut pendekatan holistik. Keempat, pendekatan yang terintegrasi yaitu suatu

pendekatan yang berhubungan dengan sistem seraca menyeluruh dan pariwisata

yang direncanakan, dikembangkan merupakan suatu sistem yang terintegrasi

dalam keseluruhan rencana dan pengembangannya. Kelima, pendekatan

pengembangan pariwisata yang berkelanjutan yaitu pariwisata direncanakan,

dikembangkan dan diatur. Sumber daya alam dan budaya tidak dihabiskan atau

diturunkan kualitasnya tetapi merawat secara permanen untuk penggunaan dimasa

mendatang. Keenam, pendekatan masyarakat yaitu keterlibatan masyarakat lokal

di dalam perencanaan dan proses pengambilan keputusan serta adanya

keikutsertaan masyarakat dalam pengembangan pariwisata dan bermanfaat secara

sosial ekonomi dan budaya. Pendekatan pelaksanaan yaitu adanya kebijakan

Page 20: Kajian Pustaka, konsep, Landasan Teori dan Model Penelitian II.pdfsangat rentan dan memungkinkan terjadinya degradasi lingkungan wilayah pantai dan laut serta lingkungan sosial masyarakatnya

  32

pengembangan pariwisata, rencana dan rekomendasi yang dirumuskan untuk

dapat dilaksanakan dengan sebaik mungkin dan terencana.

Perencanaan yang sistematis dapat diterapkan dalam perencanaan

pariwisata berdasarkan urutan yang logis. Perencanaan strategis dapat digunakan

untuk menentukan misi, visi, niali-nilai, tujuan, sasaran hasi, peran dan tanggung

jawab, batas waktu dan sebagainya. Perencanaan strategis adalah suatu alat

menejemen yang digunakan untuk membantu suatu organisasi melakukan

pekerjaan yang lebih baik dengan tujuan yang sama. Perencanaan strategis

merupakan tindakan dan keputusan pokok untuk mencapai tujuan dimasa

mendatang dalam menyiapkan destinasi pariwisata daerah.

Menurut Kusudianto (1996), destinasi pariwisata dapat digolongkan

berdasarkan ciri-ciri destinasi tersebut yaitu; destinasi sumberdaya alam (iklim,

pantai dan hutan), destinasi sumberdaya budaya (tempat bersejarah, museum,

teater dan masyarakat lokal), fasilitas rekreasi (taman hiburan), Event (pesta

kesenian Bali, Pesta Danau Toba, dan pasar malam), aktivitas spesifik (kasino di

Genting Highland Malaysia dan wisata belanja di Hong Kong), daya tarik

psikologis (petualang, perjalanan romantik, dan keterpencilan).

Perencanaan strategis adalah suatu alat menejemen yang digunakan untuk

membantu sebuah organisasi dalam melakukan suatu pekerjaan yang lebih baik

dengan memusatkan energinya untuk memastikan bahwa anggota organisasi

tersebut bekerja ke arah tujuan yang sama. Perencanaan strategis merupakan suatu

usaha untuk menghasilkan tindakan dan keputusan pokok yang menjadi model

atau acuan dalam mengerjakan sesuatu di masa depan.

Page 21: Kajian Pustaka, konsep, Landasan Teori dan Model Penelitian II.pdfsangat rentan dan memungkinkan terjadinya degradasi lingkungan wilayah pantai dan laut serta lingkungan sosial masyarakatnya

  33

2.3.2 Teori Siklus Hidup Pariwisata

Teori siklus hidup destinasi pariwisata yang dikemukakan oleh Butler

pada tahun 1980 yang dikenal dengan Tourism Area Lifecycle. Siklus hidup

pariwisata mengacun pada pendapat Butler dalam Pitana (2005), terbagi atas tujuh

fase antara lain; fase eksplorasi, fase keterlibatan, fase pembangunan, fase

konsolidasi, fase stagnasi, fase penurunan dan fase peremajaan. Dari fase-fase

tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut;

Tahap penemuan (exploration), pada tahap ini Daerah Tujuan Wisata

(DTW) ditemukan oleh sejumlah orang sebagai wilayah wisata baru. Mereka

umumnya para pengembara (travel style) pada dasrnya adalah explorasi, berburu,

santai atau sekedar menyalurkan hasrat kecintaan pada hehidupan alam. Di daerah

tujuan wisata ini para pengembara tidak memiliki pengharapan untuk

diperlakukan secara profesional.

Tahap keterlibatan (involvement), pada tahap ini inisiatif masyarakat

menyediakan fasilitas wisatawan, kemudian promosi daerah wisata mulai dengan

membantu keterlibatan pemerintah. Hasilnya terjadi peningkatan jumlah

wisatawan. Tipe wisatawan mulai berubah, fasilitas kepariwisataan mulai

bermunculan karena tipe wisatawan berbeda dan sudah menginginkan pelayanan

profesional, sementara kesadaran wisata dan gaya serta taraf hidup masyarakat

setempat mulai mengalami peningkatan dan pemerintah mulai ikut campur dalam

pembangunan sarana dan prasarana kepariwisataan. Namun dalam pengelolaan

berbagai fasilitas kepariwisataan tersebut dilakukan semata-mata sebagai

tanggapan dan inisiatif lokal yang bersifat spontan, belum terkoordinasi dan

Page 22: Kajian Pustaka, konsep, Landasan Teori dan Model Penelitian II.pdfsangat rentan dan memungkinkan terjadinya degradasi lingkungan wilayah pantai dan laut serta lingkungan sosial masyarakatnya

  34

memenuhi standar kepariwisataan.

Tahap pengembangan dan pembangunan (development), pada tahap ini

jumlah wisatawan yang datang meningkat tajam. Pada musim puncak wisatawan

dapat menyamai bahkan melebihi jumlah penduduk lokal. Investor luar

berdatangan memperbaharui fasilitas, sejalan dengan meningkatnya jumlah dan

popularitas daerah pariwisata dan masalah-masalah rusaknya fasilitas mulai

terjadi.

Tahap konsolidasi (consolidation) dan interelasi, pada tahap ini tingkat

pertumbuhan sudah mulai menurun walaupun jumlah wisatawan masih relatif

meningkat, daerah pariwisata belum berpengalaman mengatasi masalah dan

kecenderungan terjadinya monopoli sangat kuat.

Tahap kesetabilan (stagnation), pada tahap ini jumlah wisatawan yang

datang dimusim ramai tidak mampu lagi dilayani oleh daerah tujuan wisata. Hal

ini didasari bahwa kunjungan ulangan wisatawan, pemanfaatan bisnis dan

komponen-komponen lain sebagai pendukung sangat dibutuhkan untuk

mempertahankan jumlah wisatawan yang berkunjung ke daerah tujuan wisata dan

mungkin menglami masalah lingkungan, sosial dan ekonomi.

Tahap penurunan kualitas (decline), fase ini wisatawan sudah beralih ke

destinasi wisata baru atau pesaing dan yang tinggal hanya sisa-sisa wisatawan

yang ingin berakhir pekan saja. Banyak fasilitas pariwisata yang sudah beralih

fungsi untuk kegiatan non-pariwisata sehingga destinasi semakin tidak menarik.

Tahap kelahiran baru (rejuvenation), pengunjung kehilangan daerah tujuan

wisata yang diketahui semula dan telah menjadi resort baru. Kepemilikan

Page 23: Kajian Pustaka, konsep, Landasan Teori dan Model Penelitian II.pdfsangat rentan dan memungkinkan terjadinya degradasi lingkungan wilayah pantai dan laut serta lingkungan sosial masyarakatnya

  35

berpeluang untuk berubah terhadap fasilitas pariwisata seperti akomodasi akan

berubah pemanfaatannya. Akhirnya akan mengambil kebijakan baru dan

memutuskan untuk dikembangkan kembali sebagai ”kelahiran baru”. Selanjutnya

terjadi kebijakan baru dalam bergai bidang seperti pemanfaatan pemasaran,

saluran distribusi dan meninjau kembali posisi daerah tujuan wisata tersebut.

Penjelasan tambahan dalam siklus hidup destinasi sebagaimana yang

dikemukakan oleh Butler (1980), dalam siklus hidup destinasi (destination life

cycle), pada siklus ke-6 (enam) yaitu tahap yang disebut juga sebagai tahap Post-

stagnation selanjutnya dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu; tahap Decline

dan Rejuvenation (Pitana dan Diarta, 2009).

Pada tahap Decline, wisatawan tertarik dengan destinasi lain yang baru.

Fasilitas pariwisata digantikan oleh fasilitas non-pariwisata. Atraksi wisata

menjadi semakin kurang menarik dan fasilitas pariwisata menjadi kurang

bermanfaat. Keterlibatan masyarakat lokal mungkin meningkat seiring penurunan

harga fasilitas pariwisata dan penurunan pasar wisatawan. Daerah destinasi

menjadi terdegradasi kualitasnya, kumuh dan fasilitasnya tidak berfungsi

sebagaimana mestinya sebagai penunjang aktivitas pariwisata. Tahap

Rejuvenation, terjadi perubahan dramatis dalam penggunaan dan pemanfaatan

sumber daya pariwisata. Terjadi penciptaan seperangkat atraksi wisata artifisial

baru atau penggunaan sumber daya alam yang tidak tereksploitasi sebelumnya.

Page 24: Kajian Pustaka, konsep, Landasan Teori dan Model Penelitian II.pdfsangat rentan dan memungkinkan terjadinya degradasi lingkungan wilayah pantai dan laut serta lingkungan sosial masyarakatnya

  36

Gambar 2.1

A Tourism Area Cycle Of Evolution Sumber: Butler, 1980

Berdasarkan beberapa tahapan siklus hidup destinas tersebut (destination

life cycle) posisi Kawasan Gili Balu berada pada tahap eksplorasi (exploration)

artinya bahwa kepariwisataan di Kawasan Gili Balu masih pada tahap penemuan,

belum berkembang dan belum banyak masyarakat yang terlibat. Pada tahap

eksplorasi tersebut ditandai dengan adanya inisiatif pemerintah dan masyarakat

lokal untuk menyediakan fasilitas pariwisata dan adanya peningkatan jumlah

kunjungan wisatawan meskipun hal tersebut tidak signifikan.

2.3.3 Teori Adaptasi

Adaptasi merupakan suatu proses yang menghubungkan sistem budaya

dengan lingkungan (Kaplan, 2000; Saragih, 2009). Kunjungan wisatawan ke suatu

daerah tujuan wisata menyebabkan terjadinya proses adaptasi baik adaptasi

Page 25: Kajian Pustaka, konsep, Landasan Teori dan Model Penelitian II.pdfsangat rentan dan memungkinkan terjadinya degradasi lingkungan wilayah pantai dan laut serta lingkungan sosial masyarakatnya

  37

lingkungan fisik maupun budaya antara masyarakat setempat dengan wisatawan

yang berbeda latar belakang kehidupannya (Swarbrooke, 1998).

Soemarwoto (2001), berpendapat bahwa perubahan terhadap lingkungan

yang terjadi dengan cepat maupun lambat, manusia berusaha mengadaptasikan

dirinya terhadap perubahan itu sehingga menghasilkan sifat (prilaku) yang tidak

sesuai dengan lingkungannya. Menurut teori adaptasi, penelitian ini dapat

menjelaskan bahwa dengan pengembangan Kawasan Wisata Gili Balu secara

tidak langsung akan mendorong terjadinya perubahan terhadap lingkungan sosial,

budaya dan ekonomi baik itu terjadi dengan cepat maupun lambat, masyarakat

akan berusaha beradaptasi dengan perubahan tersebut. Oleh karena itu penelitian

ini dapat merumuskan strategi pengembangan dengan mempertimbangkan proses

adaptasi yang terjadi pada masyarakat yang ditimbulkan akibat dikembangkannya

Gili Balu dan sekitarnya sebagai kawasan wisata.

2.4 Model Penelitian

Untuk menjawab dan memecahkan permasalahan yang telah dirumuskan,

diperlukan kerangka konsep atau model yang merupakan abstraksi dan sintesis

dari kajian pustaka. Secara kwalitatif penelitian ini diawali dari pariwisata Nusa

Tenggara Barat serta penomena yang terjadi terhadap pemanfaatan sumberdaya

alam yang kurang optimal untuk kepentingan masyarakat lokal dan pembangunan

daerah secara umum. Dalam perkembangannya kawasan ini belum dimanfaatkan

dan tertata sehingga pembangunan terjadi secara tidak terkontrol dan terkendali

dilaksanakan secara sporadis.

Page 26: Kajian Pustaka, konsep, Landasan Teori dan Model Penelitian II.pdfsangat rentan dan memungkinkan terjadinya degradasi lingkungan wilayah pantai dan laut serta lingkungan sosial masyarakatnya

  38

Dari pemikiran tersebut, dirumuskan tiga permasalahan pertama apa yang

menjadi potensi daya tarik wisata Kawasan ekowisata bahari Gili Balu di

Kabupaten Sumbawa Barat?. Kedua, bagaimanakah kondisi lingkungan internal

dan kondisi lingkungan eksternal terhadap pengembangan ekowisata bahari di

Kawasan Gili Balu Kabupaten Sumbawa Barat?. Ketiga, bagaimana strategi dan

program pengembangan ekowisata bahari di Kawasan Gili Balu Kabupaten

Sumbawa Barat?. Berdasarkan permasalahan diatas dapat memberi adanya

harapan bahwa pengembangan kawasan perlu memperhatikan pembangunan

pariwisata berkelanjutan dan pariwisata yang berbasis kerakyatan, pariwisata

bahari merupakan konsep yang diterapkan dalam setiap pengembangan kawasan

wisata, sedangkan teori perencanaan, teori siklus hidup pariwisata serta teori

adaptasi menjadi landasan untuk membedah paermasalahan tersebut diatas.

Penelitian ini dengan mengidentifikasi faktor lingkungan internal dan

faktor lingkungan eksternal Gili Balu untuk dikembangkan sebagai kawasan

ekowisata bahari di Kabupaten Sumbawa Barat. Dari kedua faktor tersebut

kemudian data dianalisis dengan menggunakan matrik SWOT (Strengths

Weaknesses Opportunities Threats). Matrik SWOT menghasilkan beberapa

strategi dan program yang sesuai untuk pengembangan ekowisata bahari Gili Balu

dilihat dari kekuatan dan peluang dalam pengembangannya.

Page 27: Kajian Pustaka, konsep, Landasan Teori dan Model Penelitian II.pdfsangat rentan dan memungkinkan terjadinya degradasi lingkungan wilayah pantai dan laut serta lingkungan sosial masyarakatnya

  39

Gambar 2.2

Model Penelitian