kajian epistemologi matematika dan ilmu

11
7/23/2019 Kajian Epistemologi Matematika Dan Ilmu http://slidepdf.com/reader/full/kajian-epistemologi-matematika-dan-ilmu 1/11 2012 KAJIAN EPISTEMOLOGI MATEMATIKA DAN ILMU ALAM Rezky Agung Herutomo Abstrak  Pengetahuan matematika diklasifikasikan sebagai pengetahuan apriori, karena terdiri dari proposisi yang menegaskan atas dasar alasan saja. Alasan tersebut termasuk logika deduktif dan definisi yang digunakan dalam hubungannya dengan seperangkat asumsi aksioma atau postulat matematika,  sebagai dasar untuk menyimpulkan pengetahuan matematika. Setiap pernyataan adalah aksioma yang diambil dari yang sebelumnya ditetapkan oleh set aksioma, atau diturunkan oleh aturan inferensi dari satu atau lebih pernyataan terjadi  sebelumnya dalam urutan. Logika adalah masa muda matematika dan matematika adalah masa dewasa logika. Logika menjadi lebih matematis dan matematika menjadi lebih logis.  Ilmu-ilmu alam bukan hanya berupa kumpulan lukisan gejala alam. Ada  semacam keyakinan bahwa masing-masing gejala alam itu tidak berdiri sendiri, tetapi saling berkaitan dalam satu pola sebab akibat yang dapat dipahami dengan  penalaran yang seksama. Ini menjadi tugas teori dalam ilmu-ilmu alam. Jika diteliti, sekelompok gejala dapat dirangkum dalam suatu wadah yang meletakkan masing-masing gejala itu pada jalur-jalur yang berkaitan dengan hukum  penalaran yang serasi dari aturan sebab akibat yang dinamakan hukum alam.  Adakalanya gejala-gejala alam yang tersedia masih berupa bahan mentah, jauh dari siap untuk dirangkaikan dalam satu teori. Untuk itu perlu dikembangkan konsep-konsep baru sebagai penolong. Konsep-konsep tersebut meskipun sangat abstrak namun harus tetap murni, artinya ada pengamatan atau pengukuran yang  sanggup memberi informasi tentang nilai konsep tersebut. 1. Kajian Epistemologi Matematika Ilmu-ilmu pengetahuan semuanya telah menggunakan matematika, baik matematika sebagai perkembangan aljabar maupun statistik.  Philosophy modern tampaknya juga tidak tepat bila pengetahuan tentang matematika tidak mencukupinya. Banyak sekali ilmu-ilmu sosial sudah sampai mempergunakan matematika sebagai sosiometri, psychometri, economimetri, dan sebagainya. Hampir dapat dikatakan bahwa fungsi matematika hampir sama luasnya dengan fungsi bahasa (Santoso, 1976). Matematika dan logika, sejarah berbicara, banyak studi yang membedakannya. Matematika terkait dengan ilmu pengetahuan, sedangkan logika

Upload: andrew-oscar-simanjuntak

Post on 19-Feb-2018

216 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Kajian Epistemologi Matematika Dan Ilmu

7/23/2019 Kajian Epistemologi Matematika Dan Ilmu

http://slidepdf.com/reader/full/kajian-epistemologi-matematika-dan-ilmu 1/11

2012

KAJIAN EPISTEMOLOGI MATEMATIKA DAN ILMU ALAM

Rezky Agung Herutomo

Abstrak

 Pengetahuan matematika diklasifikasikan sebagai pengetahuan apriori,

karena terdiri dari proposisi yang menegaskan atas dasar alasan saja. Alasan

tersebut termasuk logika deduktif dan definisi yang digunakan dalam

hubungannya dengan seperangkat asumsi aksioma atau postulat matematika,

 sebagai dasar untuk menyimpulkan pengetahuan matematika. Setiap pernyataan

adalah aksioma yang diambil dari yang sebelumnya ditetapkan oleh set aksioma,atau diturunkan oleh aturan inferensi dari satu atau lebih pernyataan terjadi

 sebelumnya dalam urutan. Logika adalah masa muda matematika dan

matematika adalah masa dewasa logika. Logika menjadi lebih matematis dan

matematika menjadi lebih logis.

 Ilmu-ilmu alam bukan hanya berupa kumpulan lukisan gejala alam. Ada

 semacam keyakinan bahwa masing-masing gejala alam itu tidak berdiri sendiri,

tetapi saling berkaitan dalam satu pola sebab akibat yang dapat dipahami dengan

 penalaran yang seksama. Ini menjadi tugas teori dalam ilmu-ilmu alam. Jika

diteliti, sekelompok gejala dapat dirangkum dalam suatu wadah yang meletakkan

masing-masing gejala itu pada jalur-jalur yang berkaitan dengan hukum

 penalaran yang serasi dari aturan sebab akibat yang dinamakan hukum alam. Adakalanya gejala-gejala alam yang tersedia masih berupa bahan mentah, jauh

dari siap untuk dirangkaikan dalam satu teori. Untuk itu perlu dikembangkan

konsep-konsep baru sebagai penolong. Konsep-konsep tersebut meskipun sangat

abstrak namun harus tetap murni, artinya ada pengamatan atau pengukuran yang

 sanggup memberi informasi tentang nilai konsep tersebut.

1.  Kajian Epistemologi Matematika

Ilmu-ilmu pengetahuan semuanya telah menggunakan matematika, baik

matematika sebagai perkembangan aljabar maupun statistik.  Philosophy modern

tampaknya juga tidak tepat bila pengetahuan tentang matematika tidak

mencukupinya. Banyak sekali ilmu-ilmu sosial sudah sampai mempergunakan

matematika sebagai sosiometri, psychometri, economimetri, dan sebagainya.

Hampir dapat dikatakan bahwa fungsi matematika hampir sama luasnya dengan

fungsi bahasa (Santoso, 1976).

Matematika dan logika, sejarah berbicara, banyak studi yang

membedakannya. Matematika terkait dengan ilmu pengetahuan, sedangkan logika

Page 2: Kajian Epistemologi Matematika Dan Ilmu

7/23/2019 Kajian Epistemologi Matematika Dan Ilmu

http://slidepdf.com/reader/full/kajian-epistemologi-matematika-dan-ilmu 2/11

2012

terkait dengan Yunani. Tapi keduanya telah berkembang di zaman modern: logika

menjadi lebih matematis dan matematika menjadi lebih logis. Konsekuensinya

adalah bahwa kini telah menjadi sepenuhnya mustahil untuk menarik garis antara

keduanya, bahkan, keduanya adalah satu. Mereka berbeda sebagai anak dan

manusia dewasa: logika adalah masa muda matematika dan matematika adalah

masa dewasa logika (Russel, 1919). Dari konsep dasar logika nantinya

dikembangkan sejumlah konsep matematika seperti himpunan, aljabar, teori

 bilangan, fungsi, hingga limit yang melahirkan kalkulus nantinya (Bartle, 2000).

Floyd (2005) menjelaskan matematika dan logika memiliki kemampuan untuk

menggali, merumuskan, dan menilai secara kritis asumsi mengenai ekspresi ilmu

 pengetahuan, makna, dan berpikir dalam bahasa yang filosofis yang bergantung

 pada sifat matematika dan logika kebenaran.

Matematika adalah ilmu deduktif, yang dimulai dari premis tertentu, setelah

diterima melalui proses yang ketat dari deduksi di berbagai teorema yang ada.

Memang benar bahwa dalam deduksi masa lalu, matematika sering sangat kurang

tajam, namun demikian, sejauh ketegasan yang kurang dalam bukti matematis

atau bukti yang rusak, maka tidak akan ada pembelaan yang mendesak akal sehat

untuk menunjukkan hasil yang benar, karena jika kita mengandalkan itu, maka

akan lebih baik untuk membuang argumen/bukti rusak yang sama sekali tidak

digunakan, ketimbang membawa kekeliruan dalam akal sehat. Tidak ada

 bandingan untuk akal sehat, atau “intuisi”  atau apa pun kecuali logika deduktif

yang ketat, yang seharusnya diperlukan dalam matematika setelah premis

ditetapkan (Russel, 1919).

Ernest (1991) menjelaskan bahwa pendekatan epistemologi yang secara

luas diadopsi adalah dengan mengasumsikan bahwa pengetahuan dalam bidang

apapun diwakili oleh seperangkat proposisi bersama dengan prosedur untuk

memverifikasi kebenarannya. Atas dasar ini, pengetahuan matematika terdiri dari

satu set proposisi bersama dengan bukti-buktinya.

Menurut Ernest (1991) secara tradisional filsafat matematika telah melihat

tugasnya sebagai penyedia landasan suatu kepastian pengetahuan matematika.

Artinya, menyediakan sistem dimana pengetahuan matematika dapat dibangun

Page 3: Kajian Epistemologi Matematika Dan Ilmu

7/23/2019 Kajian Epistemologi Matematika Dan Ilmu

http://slidepdf.com/reader/full/kajian-epistemologi-matematika-dan-ilmu 3/11

2012

secara sistematis kebenarannya. Hal ini tergantung pada asumsi, yang diadopsi

secara luas, secara implisit jika tidak secara eksplisit. Pengetahuan apriori terdiri

dari proposisi yang menegaskan atas dasar alasan saja, tanpa jaminan untuk

dilakukan pengamatan di dunia. Alasan tersebut terdiri dari penggunaan logika

deduktif dan makna dari istilah yang dapat ditemukan dalam definisi. Sebaliknya,

 pengetahuan posteriori terdiri dari proposisi menegaskan atas dasar pengalaman,

yaitu, berdasarkan pengamatan dari dunia.

Berdasarkan pengertian pengetahuan apriori dan posteriori, maka

 pengetahuan matematika diklasifikasikan sebagai pengetahuan apriori, karena

terdiri dari proposisi yang ditegaskan atas dasar alasan saja. Alasan tersebut

meliputi logika deduktif dan definisi yang digunakan yang berkaitan dengan

seperangkat asumsi aksioma atau postulat matematika sebagai dasar untuk

menyimpulkan pengetahuan matematika (Ernest, 1991). Dengan demikian dasar

 pengetahuan matematika, yang merupakan alasan untuk menyatakan kebenaran

 proposisi matematika, terdiri dari bukti deduktif. Bukti dari proposisi matematika

adalah urutan terbatas proposisi yang memenuhi sifat-sifat tertentu. Setiap

 proposisi berdasarkan pada aksioma-aksioma yang sebelumnya telah ditetapkan,

atau proposisi dapat diturunkan oleh aturan inferensi dari satu atau lebih proposisi

yang terjadi sebelumnya dalam urutan. Seperangkat aksioma merupakan istilah

yang dipahami secara luas, yang meliputi proposisi yang diakui kebenarannya

tanpa perlu dibuktikan (Ernest, 1991).

Wittgenstein (1978) dalam Suyitno (2012) menjelaskan bahwa aksioma

diitetapkan untuk suatu tujuan tertentu tanpa melihat realisasinya, disusun bukan

untuk mengekspresikan pengalaman, tetapi untuk mengekspresikan

ketidakmungkinan membayangkan sesuatu yang berbeda. Aksioma ditetapkan

 berdasarkan kesepakatan. Aksioma dibutuhkan karena penalaran deduktif

membutuhkan premis. Premis itu harus merupakan suatu pernyataan yang bukan

merupakan hasil penalaran deduktif, maka aksioma harus benar dengan sendirinya

( self evident trust, tidak memerlukan bukti). Aksioma memuat undefined element

dan relasi diantaranya (Soehakso dalam Suyitno, 2012). Semua pernyataan

matematika harus taat terhadap aksioma. Cara memperoleh aksioma diawali

Page 4: Kajian Epistemologi Matematika Dan Ilmu

7/23/2019 Kajian Epistemologi Matematika Dan Ilmu

http://slidepdf.com/reader/full/kajian-epistemologi-matematika-dan-ilmu 4/11

2012

dengan menetapkan unsur yang tidak diketahui (undefined term), mendefinisikan

konsep, dan kemudian menetapkan suatu pernyataan dasar atau asumsi dasar yang

disebut aksioma. Konsep-konsep dan aksioma dijadikan dasar penalaran untuk

memperoleh konklusi (Suyitno, 2012).

Teorema matematika merupakan hasil penarikan kesimpulan dengan

 penalaran deduktif dari suatu himpunan aksioma (Kline, 1961). Teorema

merupakan suatu informasi matematika yang kebenarannya harus dibuktikan.

Bukti dalam matematika merupakan rangkaian argumen deduktif dan setiap

argumen deduktif premis dan konklusi. Pemahaman suatu teorema harus diiringi

dengan pemahaman terhadap buktinya (Suyitno, 2012).

Matematika itu sendiri tampaknya menjadi sebuah pertemuan aktivitas

 pengetahuan. Matematika berbicara tentang teorema yang diketahui orang yang

tahu dan yang tidak. Dengan demikian, filsafat matematika, setidaknya sebagian

 juga sama dengan cabang epistemologi lainnya. Namun, matematika secara prima

 facie berbeda dari usaha epistemik lainnya (Shapiro, 2005). Prinsip-prinsip dasar

matematika, seperti “7 + 5 = 12” atau “ bilangan prima tak terhingga banyaknya”, 

kadang-kadang diadakan sebagai paradigma yang diperlukan kebenarannya dan

 bersifat apriori, sebagai pengetahuan sempurna. Tidak perlu dipertanyakan lagi

tingkat kebenarannya, namun kepastian ini tetap harus dijelaskan. Beberapa dari

dasar prinsip-prinsip logika, atau tampaknya benar-benar diperlukan secara

keseluruhan dan apriori dalam matematika. Jika seseorang meragukan prinsip

dasar logika, kemudian, mungkin menggunakan definisi lain, maka dia tidak

 berpikir logis sama sekali. Sebab  Prima facie; untuk berpikir logis saja perlu

berpikir logis (Shapiro, 2005).

Hintikka (2000) menjelaskan bahwa filosofi matematika adalah bentuk

 paradigmatik dari apa yang dikenal sebagai pendekatan logis untuk matematika.

Tesis utamanya adalah (a) bahwa kebenaran matematika adalah suatu analisis

 priori dan (b) bahwa matematika adalah cabang logika. Tesis kedua dapat

dipandang sebagai cara untuk membantu tesis yang pertama. Dengan kata lain, (a)

 proposisi matematika tidak dapat dibantah oleh bukti empiris, tetapi juga melalui

analisis. Tesis kedua (b) mengenai status matematika sebagai cabang logika

Page 5: Kajian Epistemologi Matematika Dan Ilmu

7/23/2019 Kajian Epistemologi Matematika Dan Ilmu

http://slidepdf.com/reader/full/kajian-epistemologi-matematika-dan-ilmu 5/11

2012

 berarti bahwa (a) semua konsep matematika, yaitu, aritmatika, aljabar dan analisis

dapat didefinisikan dalam konsep logika murni, (b) semua teorema matematika

dapat dideduksi dari definisi melalui prinsip-prinsip logika.

Brown (2008) menjelaskan karakteristik matematika, diantaranya yaitu,

kepastian (certainty); misalnya teorema yang membuktikan ketakterbatasan

 bilangan prima tampaknya di luar dugaan merupakan hal yang pasti. Ilmu-ilmu

alam  tidak bisa melakukan hal seperti itu. Meskipun memiliki prestasi yang

indah, Fisika Newton  telah gagal dalam mendukung mekanika kuantum dan

relativitas, dan tidak ada manusia yang akan bertaruh terlalu berat dalam waktu

yang panjang tentang teori itu. Matematika, sebaliknya, tampaknya satu-satunya

tempat di mana kita manusia dapat benar-benar yakin kita sudah benar.

Karekateristik matematika lainnya adalah objektivitas (objectivity);

 barangsiapa pertama memikirkan teorema ini dan buktinya, ia adalah penemu

yang hebat. Ada hal-hal lain dimana kita mungkin tidak dapat menemukan,

melainkan menciptakannya. ”Raja bergerak secara diagonal”  Ini adalah aturan

catur, itu tidak ditemukan, melainkan diciptakan. Sudah pasti, namun kepastian

yang berasal dari resolusi itulah yang digunakan untuk memainkan permainan

catur itu. Cara lain untuk menggambarkan situasi ini dengan mengatakan bahwa

teorema kita adalah kebenaran obyektif yang telah dibuktikan, bukan hasil

konvensi semata-mata. Bukti adalah hal terpenting ( proof is essential ); dengan

 bukti, hasilnya pasti, tanpa itu, kepercayaan harus ditangguhkan. Itu kekuatan

matematika. Terkadang matematikawan percaya proposisi matematika meskipun

mereka tidak memiliki bukti. Mungkin kita harus mengatakan bahwa tanpa bukti,

 proposisi matematika tidak dibenarkan dan tidak boleh digunakan untuk

menurunkan proposisi matematika lainnya. Dugaan Goldbach adalah contoh. Ia

mengatakan bahwa setiap bilangan genap adalah penjumlahan dari dua bilangan

 prima, dan ada banyak contoh untuk itu, misalnya 4 = 2 + 2, 6 = 3 + 3, 8 = 3 + 5,

10 = 5 + 5, 12 = 7 + 5, dan seterusnya. Sudah diperiksa ke miliaran dan tidak ada

contoh yang kontra, tetapi hal tersebut bukanlah bukti (melainkan hanyalah

eksplorasi induktif), jika hal itu dianggap bukti, maka kita melanggar karakteristik

matematika yang bersifat abstrak dan deduktif. Tetapi bagi Ahli biologi  jangan

Page 6: Kajian Epistemologi Matematika Dan Ilmu

7/23/2019 Kajian Epistemologi Matematika Dan Ilmu

http://slidepdf.com/reader/full/kajian-epistemologi-matematika-dan-ilmu 6/11

2012

ragu untuk menyimpulkan bahwa semua gagak bewarna hitam berdasarkan cara

semacam ini, tetapi matematikawan (sementara mereka mungkin percaya bahwa

dugaan Goldbach adalah benar) tidak akan menyebutnya teorema dan tidak akan

menggunakan untuk membangun teorema lain, karena tanpa bukti (Brown, 2008).

2.  Kajian Epistemologi Ilmu Alam

Kant (1786) menjelaskan setiap ilmu alam harus mencakup prinsip-prinsip

yang rasional dan bersama dengan seluruh item pengetahuannya. Jadi doktrin

alam atau pemikiran-mungkin sebaiknya dibagi menjadi (a) doktrin sejarah alam,

yang berisi hal-hal selain fakta sistematis sekitar alam, sebagai sistem hal-hal

alami sesuai dengan kesamaan golongan dan sejarah. Alam sebagai kesatuan

sistematis hal-hal alami dalam waktu dan tempat yang berbeda, dan (b) ilmu alam.

Ilmu alam yang benar akan memperlakukan materi pengetahuan yang sesuai

dengan prinsip-prinsip apriori, sedangkan ilmu alam yang tidak benar akan

memperlakukan subjek-materinya menurut hukum pengalaman. Lebih lanjut Kant

menegaskan tidak ada yang dianggap sebagai ilmu yang tepat kecuali

apodeictically tertentu, yaitu tertentu karena benar-benar diperlukan.

Suprapto (1976) menjelaskan ilmu-ilmu alam membatasi diri dengan hanya

membahas gejala-gejala alam yang dapat diamati. Tentu saja kata pengamatan

yang dimaksud lebih luas daripada hasil interaksi langsung dengan pancaindera

kita, yang lingkup kemampuannya sangat terbatas. Banyak gejala alam yang

hanya teramati dengan pertolongan alat bantu. Tuntutan lebih lanjut bagi gejala

alam yang lazim dibahas ilmu-ilmu alam adalah bahwa pengamatan gejala itu

dapat diulangi orang lain (reproducible). Jadi suatu gejala alam baru akan

terdaftar dalam perbendaharaan ilmu-ilmu alam setelah melalui ujian berulang

kali sehingga tidak perlu diragukan lagi kebenarannya. Pembatasan yang ketat

tentang gejala-gejala alam yang lazim dibahas dalam ilmu-ilmu alam itu tentu saja

merupakan jaminan untuk membangun ilmu yang tangguh. Akan tetapi dipihak

lain hal itu berarti bahwa ilmu-ilmu alam terpaksa melepaskan diri dari masalah-

masalah yang mempunyai spektrum variabel yang amat luas, dimana karakteristik

Page 7: Kajian Epistemologi Matematika Dan Ilmu

7/23/2019 Kajian Epistemologi Matematika Dan Ilmu

http://slidepdf.com/reader/full/kajian-epistemologi-matematika-dan-ilmu 7/11

2012

hasil pengamatan sangat tidak menentu, seperti perangai manusia sebagai

individu.

Lebih lanjut menurutnya ilmu-ilmu alam bukan hanya berupa kumpulan

lukisan gejala alam. Ada semacam keyakinan bahwa masing-masing gejala alam

itu tidak berdiri sendiri, tetapi saling berkaitan dalam satu pola sebab akibat yang

dapat dipahami dengan penalaran yang seksama. Ini menjadi tugas teori dalam

ilmu-ilmu alam. Jika diteliti, sekelompok gejala dapat dirangkum dalam suatu

wadah yang meletakkan masing-masing gejala itu pada jalur-jalur yang berkaitan

dengan hukum penalaran yang serasi dari aturan sebab akibat yang dinamakan

hukum alam. Adakalanya gejala-gejala alam yang tersedia masih berupa bahan

mentah, jauh dari siap untuk dirangkaikan dalam satu teori. Untuk itu perlu

dikembangkan konsep-konsep baru sebagai penolong. Konsep-konsep tersebut

meskipun sangat abstrak namun harus tetap murni, artinya ada pengamatan atau

 pengukuran yang sanggup memberi informasi tentang nilai konsep tersebut.

Dengan perkataan lain teori yang besar dalam ilmu-ilmu alam umumnya lahir

sebagai karya bersama dari rentetan pengamatan dan teori yang saling menopang.

Suprapto (1976) menegaskan ilmu yang hanya sanggup mengumpulkan

informasi dan merangkaikannya akan berupa ilmu yang pasif. Memang, dengan

mengumpulkan gejala-gejala alam dan menyusunnya dalam pola sebab akibat

yang serasi kita sudah dapat merasa senang sebab sudah dapat memahami apa

yang terjadi di alam ini. Rupanya ilmu alam belum merasa puas dengan ilmu

semacam itu dan sudah melangkah lebih jauh lagi. Ini sudah sewajarnya sebab

gejala-gejala alam yang dikumpulkan tentunya akan selalu bertambah. Perlu

diambil teori-teori alam yang tidak hanya sanggup merangkaikan gejala-gejala

alam yang telah diketahui, tetapi juga sanggup meramalkan gejala alam lain yang

 belum dikenal, sebagai konsekuensi logis dari penalaran yang dipergunakannya.

Gejala ramalan itu harus dirumuskan dalam bentuk operasional sehingga

memungkinkan untuk diuji dengan eksperimen. Dengan tuntutan ini dapat

disaring teori yang paling meyakinkan dan sekaligus dapat dibuka cakrawala baru

 bagi usaha pengumpulan gejala-gejala alam selanjutnya.

Page 8: Kajian Epistemologi Matematika Dan Ilmu

7/23/2019 Kajian Epistemologi Matematika Dan Ilmu

http://slidepdf.com/reader/full/kajian-epistemologi-matematika-dan-ilmu 8/11

2012

Ahli ilmu alam berhubungan dengan gejala fisik yang bersifat umum.

Penelaahannya meliputi beberapa variabel dalam jumlah yang relatif kecil yang

dapat diukur secara tepat. Gejala fisik umumnya bersifat seragam dan gejala

tersebut dapat diamati sekarang. Seorang ahli kimia atau ahli fisika bisa

mengulang kejadian yang sama tiap waktu dan mengamati suatu kejadian tertentu

secara langsung.

Gejala fisik seperti unsur kimia bukanlah suatu individu melainkan barang

mati. Ahli ilmu alam tidak usah memperhitungkan tujuan atau motif dari planet.

Ahli ilmu alam menyelidiki proses alami dan menyusun hukum yang bersifat

umum mengenai proses. Ahli alam tidak bermaksud untuk mengubah alam atau

harus setuju dan tidak setuju dengan proses tersebut. Ahli ilmu alam hanya

 berharap bahwa pengetahuan mengenai gejala fisik dari alam akan memungkinkan

manusia untuk memanfaatkan proses alam. Jika seorang ahli ilmu alam menyusun

suatu hipotesa untuk menerangkan gejala fisik tertentu maka ia tahu dengan pasti

 bahwa kesimpulannya yang bersifat umum tidak akan mengubah karakteristik

yang ditelaahnya (Van Dalen, 1966). Ahli ilmu alam mempelajari fakta dan

memusatkan perhatiannya pada keadaan yang terjadi pada alam.

Kant (1786) menjelaskan ilmu alam yang asli memerlukan bagian murni

yang bisa menjadi dasar bagi kepastian apodeictic. Karena prinsip-prinsip bekerja

di bagian murni membuatnya benar-benar berbeda dari bagian yang menggunakan

 prinsip empiris, ada banyak hal yang bisa kita diperoleh dari suatu prosedur

dimana bagian empiris tidak perlu digunakan, melainkan bagian murni itu sendiri

yang menjelaskan sebagaimana yang benar-benar terjadi dari fenomena alam.

Ilmu alam yang baik dapat mengandaikan metafisika Alam, yaitu murni rasional

 pengetahuan dari konsep-konsep belaka. Kenapa? Karena ilmu dengan benar apa

yang disebut harus mencakup proposisi yang diperlukan, dan dalam ilmu ini

mereka harus diperlukan kebenaran dengan adanya hal-hal tersebut, sehingga

mereka tidak bisa didasarkan pada intuisi apriori belaka, karena tidak ada intuisi

tersebut dapat menyajikan sesuatu yang menyangkut eksistensi. Proposisi yang

terlibat dalam ilmu alam harus konsep yang berbasis ‘Metafisika Alam’. 

Page 9: Kajian Epistemologi Matematika Dan Ilmu

7/23/2019 Kajian Epistemologi Matematika Dan Ilmu

http://slidepdf.com/reader/full/kajian-epistemologi-matematika-dan-ilmu 9/11

2012

 Newton (1953) (dalam Thayer,  History Of Philosophy Of Science) sangat

tidak setuju dengan Gottfried Leibniz (1646-1716), yang berpikir bahwa hukum-

hukum alam yang kontingen namun dapat diketahui melalui pertimbangan apriori.

Hal itu terlalu empiris mengingat fenomena bahwa Newton memulai dengan

hukum-hukum (misalnya, hukum Kepler). Kemudian, dengan cara penalaran

matematika dan aksioma dasar atau hukum gerak, ia menarik kesimpulan lebih

 jauh, misalnya, bahwa hukum kuadrat terbalik dari gravitasi berlaku untuk semua

 planet. Ini semacam pengurangan dari fenomena telah digambarkan sebagai

induksi demonstratif. Pengamatan adalah induksi, karena pada akhirnya bertumpu

 pada pengalaman dan tidak bisa memberikan benar-benar suatu keyakinan ilmu

 pengetahuan. Tapi yang dilakukan Newton itu demonstratif, karena berlangsung

secara matematis ketat.

Hal menarik dari Ilmu Alam adalah Matematika merupakan elemen kunci

dalam pembangunan alami ilmu alam yang tepat, tanpa matematika tidak ada

doktrin menyangkut hal-hal alami yang dapat ditentukan. Pada dasar ini, Kant

mengemukakan bahwa kimia usianya adalah lebih dari sebuah seni daripada ilmu.

Ironinya, adalah bahwa meskipun banyak pemikir besar masa lalu (Newton

khususnya) meniadakan metafisika dan mengandalkan hanya matematika untuk

memahami alam, mereka gagal untuk melihat bahwa ketergantungan seperti pada

matematika membuat mereka tidak mampu untuk mengembangkan ilmu alam

dengan metafisika. Ternyata dalam ilmu alam pun terjadi pro dan kontra dalam

hal mencari kebenaran hukum alam.

Dua aliran rasionalisme dan empirisme rupanya juga menimbulkan

 perdebatan panjang dan berlarut di eropa. Hingga dengan munculnya Immanuel

Kant (1787) dalam bukunya Critique Pure Reason yang mendamaikan keduanya.

Ia mengatakan bahwa kebenaran itu bukan karena pendekatan sebjek sendiri atau

karena objek yang mendekati subjek, melainkan karefna subjek itu sendirilah

yang mendekati objek. Kita melihat botol, karena mata kita yang melihatnya.

Hingga dalam mencari kebenaran kita dapat melakukannya dengan

menurunkannya secara rasional ataupun dengan mengujinya secara empirik.

Adapun konsep pengetahuan yang ada di zaman modern saat ini adalah konsep

Page 10: Kajian Epistemologi Matematika Dan Ilmu

7/23/2019 Kajian Epistemologi Matematika Dan Ilmu

http://slidepdf.com/reader/full/kajian-epistemologi-matematika-dan-ilmu 10/11

2012

yang dicetuskan oleh Immanuel Kant. Science  bisa didapat secara empirik,

ataupun dengan menurunkannya secara rasional. Matematika umumnya masih

menggunakan pendekatan rasional, sedangakan fisika dan kimia secara rasional

dan empirik.

Landasan yang berbeda inilah yang membuat perbedaan mendasar antara

ilmu alam dan matematika, sebuah pernyataan di matematika akan benar cukup

dengan membuktinya secara logis sedangkan fisika dan kimia perlu dibuktikan

dulu di alam, seperti pada gambaran berikut: Secara matematika kita dapat

menyatakan dari y = a (u +v) sebagai y = au + av, sedangkan secara fisis y = a (u

+v) ada kemungkinan ia tidak sama dengan au + av hingga y = a (u +v) ≠ au +

av, misalnya karena av  atau au  itu tidak ada dialam. Konsep epistemologi baru

yang disusun oleh Kant ini memberikan suatu bangunan besar kepada kita yaitu

 science modern yang ada sekarang

Referensi:

Bartle, R. dan Sherbert. 2000.  Introduction Real Analysis Third Edition.  New

York: John Wiley & Sons.

Brown, J. 2008. Philosophy Of Mathematics A Contemporary Introduction to the

World of Proofs and Pictures Second Edition. New York: Routledge.

Floyd, J. 2005. Wittgenstein on Philosophy of Logic and Mathematics. In Stewart

Shapiro (Ed.), The Oxford Handbook of Philosophy of Mathematics and

 Logic. Oxford University Press.

Ernest, P. 1991. The Philosophy of Mathematics Education. London: Routledge

Falmer.

Hintikka, J. 2000. Hempel’s Logicist Philosophy of Mathematics: Background

and Sequel. In James Fetzer (Ed.) Science, Explanation, and Rationality

 Aspects of the Philosophy of Carl G. Hempel . Oxford University Press.

Kant, I. 1786. Metaphysische Anfangsgründe der Naturwissenschaft.

( Metaphysical Foundations of Natural Science, The English edition of

Jonathan Bennett, June 2009)

Kant, I. 1787. Critique Pure Reason. (The English edition of Meiklejohn, reprint

in 2010). Pennsylvania State University, Electronic Classics Series.

Page 11: Kajian Epistemologi Matematika Dan Ilmu

7/23/2019 Kajian Epistemologi Matematika Dan Ilmu

http://slidepdf.com/reader/full/kajian-epistemologi-matematika-dan-ilmu 11/11

2012

Kline. M. 1961. Matematika. Dalam Jujun Suriasumantri (Ed.),  Ilmu dalam

 Perspektif . Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Russel, B. 1919.  Introduction to Mathematical Philosophy (Online Edition,

February 5, 2010). London: George Allen & Unwin, Ltd.

Shapiro, S. 2005. Philosophy Of Mathematics and Its Logic: Introduction. The

Oxford Handbook of Philosophy of Mathematics and Logic (ed. Stewart

Shapiro). Oxford: Oxford University Press.

Santoso, S. I. 1976. Fungsi Bahasa, Matematika, dan Logika Untuk Ketahanan

Indonesia dalam Abad 20 Di Jalan Raya Bangsa-Bangsa. Matematika.

Dalam Jujun Suriasumantri (Ed.), Ilmu dalam Perspektif . Jakarta: Yayasan

Obor Indonesia.

Suprapto. 1976. Aturan Permainan dalam Ilmu Alam. Matematika. Dalam Jujun

Suriasumantri (Ed.),  Ilmu dalam Perspektif . Jakarta: Yayasan Obor

Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Suyitno, Hardi. 2012.  Nilai-Nilai Pendidikan Matematika bagi Pembentukan

 Karakter Bangsa. Makalah disampaikan dalam Seminar Nasional

Jurusan Matematika di Universitas Negeri Semarang pada tanggal 13

Oktober 2012.

Thayer, H. S., ed. Newton’s Philosophy of Nature: Selections from His Writings.

 History Of Philosophy Of Science. Encyclopedia Of Philosophy Vol. 7.

 New York: Hafner

van Dalen. 1966. Ilmu-Ilmu Alam dan Ilmu-Ilmu Sosial: Beberapa Perbedaan.

Matematika. Dalam Jujun Suriasumantri (Ed.),  Ilmu dalam Perspektif .

Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.