makalah epistemologi sains .docx

16
i EPISTEMOLOGI SAINS MAKALAH Untuk memenuhi tugas matakuliah Filsafat Ilmu yang dibimbing oleh Bapak Arif Majid, M.Pd.I Oleh: Andri Sujatmiko (20130109037) Mohammad Firman Anshori (20130109014) Nur Azizah (20130109033) Semester IV SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH IBNU SINA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM JURUSAN S1 PENDIDIKAN MARET 2015

Upload: firman-anz

Post on 23-Jul-2015

305 views

Category:

Education


17 download

TRANSCRIPT

Page 1: MAKALAH EPISTEMOLOGI SAINS .docx

i

EPISTEMOLOGI SAINS

MAKALAH

Untuk memenuhi tugas matakuliah

Filsafat Ilmu

yang dibimbing oleh Bapak Arif Majid, M.Pd.I

Oleh:

Andri Sujatmiko (20130109037)

Mohammad Firman Anshori (20130109014)

Nur Azizah (20130109033)

Semester IV

SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH IBNU SINA

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

JURUSAN S1 PENDIDIKAN

MARET 2015

Page 2: MAKALAH EPISTEMOLOGI SAINS .docx

ii

PRAKATA

Bismillahirrahmanirrahim

Dengan mengucap syukur Alhamdulillah kehadirat Allah S.W.T. atas

segala limpahan rahmat, taufiq, hidayah dan inayah-Nya, sehingga kami dapat

menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Epistemologi Sains”.

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Filsafat Ilmu yang

dibimbing oleh Bapak Arif Majid, M.Pd.I. Namun, tanpa adanya bantuan serta

motivasi dari berbagai pihak, makalah ini tidak akan bisa terselesaikan. Sehingga,

pada kesempatan ini kami selaku penyusun ingin mengucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Dr. Hj. As’adul Anam, M.Ag, selaku ketua 1 Sekolah Tinggi Ilmu

Tarbiyah IBNU SINA yang telah banyak memberikan kemudahan berupa

tersedianya sarana dan prasarana.

2. Bapak Arito Nur rohmah, M.A, selaku Ketua Program Studi Sekolah Tinggi

Ilmu Tarbiyah IBNU SINA yang telah memilihkan paket matakuliah selama

satu semester.

3. Bapak Arif Majid, M.Pd.I, selaku dosen pembimbing yang telah banyak

memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis dalam penyusunan

makalah ini.

4. Bapak dan Ibu dosen yang telah memberikan bekal ilmu yang sangat

bermanfaat kepada penulis selama ini.

5. Aziz Ma’rifatullah selaku ketua kelas semester IV Prodi PAI STIT IBNU

SINA, yang sangat membantu kami dalam kelancaran pembuatan makalah

dan selalu setia menemani kami.

6. Bapak To dan Bapak Narko yang selalu membersihkan kelas kami sebelum

kami memasuki kelas dan selalu menyediakan kopi panas ketika kami

istirahat.

7. Ibu Nur Azizah yang telah membelikan martabak gula ketika pembuatan

makalah ini.

Page 3: MAKALAH EPISTEMOLOGI SAINS .docx

iii

Penulis menyadari bahwa makalah yang tersusun ini masih banyak

terdapat kekurangan-kekurangan yang disebabkan oleh kelemahan serta

terbatasnya pengetahuan dan materi yang dimiliki penulis. Oleh karena itu, kritik

dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan.

Akhirnya, penulis berharap semoga makalah ini dapat memberikan

manfaat bagi mahasiswa khususnya dan seluruh pembaca pada umumnya, dan

semoga segala bantuan dan bimbingan yang telah diberikan mendapat Imbalan

dari Tuhan Yang Maha Esa. Amin.

Kepanjen, 29 Maret 2015

Penulis

Page 4: MAKALAH EPISTEMOLOGI SAINS .docx

iv

DAFTAR ISI

SAMPUL ........................................................................................................ i

PRAKATA ..................................................................................................... ii

DAFTAR ISI .................................................................................................. iv

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ............................................................................. 1

B. Rumusan Masalah ........................................................................ 2

C. Tujuan Penulisan .......................................................................... 2

D. Batasan Masalah ........................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian epistemologi ilmu ....................................................... 3

B. Proses dan cara mendapatkan ilmu .............................................. 4

1. Obyek pengetahuan .................................................................. 4

2. Terjadinya Pengetahuan ........................................................... 4

3. Metode ilmiah .......................................................................... 6

4. Ciri-ciri ilmu ............................................................................. 8

C. Cara mengukur kebenaran ilmu ................................................... 9

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ................................................................................... 11

B. Saran ............................................................................................. 11

DAFTAR RUJUKAN .................................................................................... 12

Page 5: MAKALAH EPISTEMOLOGI SAINS .docx

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia hidup didunia tidak hanya memerlukan kebutuhan pokok

saja. Akan tetapi manusia juga memerlukan informasi untuk mengetahui

keadaan di lingkungan sekitar mereka. Dalam upaya untuk memperoleh

informasi, manusia seringkali melakukan komunikasi ataupun cara-cara lain

yang bisa digunakan. Salah satu informasi yang didapat dari komunikasi

adalah pengetahuan. Pengetahuan sangat diperlukan bagi kehidupan manusia

karena dapat memberikan manfaat yang sangat besar bagi kehidupan.

Dalam mencari pengetahuan, tak jarang manusia harus mempelajari

Epistemologi. Epistemologi disebut juga sebagai teori pengetahuan karena

mengkaji seluruh tolok ukur ilmu-ilmu manusia, termasuk ilmu logika dan

ilmu-ilmu manusia yang bersifat gamblang, merupakan dasar dan pondasi

segala ilmu dan pengetahuan.

Sejak semula, epistemologi merupakan salah satu bagian dari filsafat

sistematik yang paling sulit. Sebab epistemologi menjangkau permasalahan-

permasalahan yang membentang luas, sehingga tidak ada sesuatu pun yang

boleh disingkirkan darinya. Selain itu pengetahuan merupakan hal yang

sangat abstrak dan jarang dijadikan permasalahan ilmiah di dalam kehidupan

sehari-hari. Pengetahuan biasanya diandaikan begitu saja. Oleh sebab itu,

perlu diketahui apa saja yang menjadi dasar-dasar pengetahuan yang dapat

digunakan manusia untuk mengembangkan diri dalam mengikuti

perkembangan informasi yang pesat.

Menurut Dwi Hamlyn yang dikutip oleh Bakhtiar Epistemologi

berasal dari bahasa yunani episteme yang berarti pengetahuan ilmu atau teori

pengetahuan. Epistemologi adalah cabang filsafat yang memberikan fokus

perhatian pada sifat dan ruang lingkup pengetahuan. Epistemologi atau teori

pengetahuan ialah cabang filsafat yang berurusan hakikat dan lingkungan

Page 6: MAKALAH EPISTEMOLOGI SAINS .docx

2

pengetahuan, pengandaian-pengandaian, dan dasar-dasarnya serta

pertanggung jawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki.1

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Pengertian Epistemologi Ilmu?

2. Bagamana Proses Cara mendapatkan Ilmu?

3. Bagaimana Cara mengukur kebenaran Ilmu?

C. Tujuan Penulisn Makalah

1. Mengetahui Pengertian Epistemologi Ilmu?

2. Mengetahui Proses dan Cara mendapatkan Ilmu?

3. Mengetahui Cara mengukur kebenaran Ilmu?

D. Batasan Masalah

Dari rumusan masalah yang terpapar di atas diperoleh gambaran

dimensi permasalahan yang begitu luas namun menyadari adanya

keterbatasan waktu dan kemampuan, maka penulis memandang perlu

member batasan masalah secara jelas dan terfokus.

Selanjutnya masalah yang menjadi pokok bahasan dibatasi hanya

pada Proses dan cara Mendapatkan Ilmu serta bagaimana cara mengukur

kebenaran Ilmu.

1 Bakhtiar Amsal . Filsafat Ilmu, (Jakarta, PT RajaGrafindo Persada, 2004), h. 148

Page 7: MAKALAH EPISTEMOLOGI SAINS .docx

3

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Epistemologi Ilmu

Sebelum kita membahas tentang pengertian dari epistemologi ilmu

maka lebih baik kita menguraikan dari pengertian epistemologi dan

pengertian ilmu secara terpisah.

Epistemologi berasal dari kata Yunani, episteme dan logos. Episteme

biasa diartikan pengetahuan atau kebenaran dan logos diartikan pikiran, kata,

atau teori. Epistemologi secara etimologi dapat diartikan teori pengetahuan

yang benar, dan lazimnya hanya disebut teori pengetahuan yang dalam bahasa

Inggrisnya menjadi “theory of knowledge”2.

Menurut Sudarsono epistemologi adalah bagian filsafat yang

membicarakan tentang terjadinya pengetahuan, sumber pengetahuan, asal

mula pengetahuan, batas-batas, sifat metode dan keahlian pengetahuan. Oleh

karena itu sistematika penulisan epistemology adalah terjadinya pengetahuan,

teori kebenaran, metode-metode ilmiah dan aliran-aliran teori pengetahuan3.

Sedangkan Pengertian Ilmu (science) dapat ditinjau dari dua segi

pertama Segi semantik yaitu: Kata ilmu berasal dari bahasa arab, a’lama yang

berarti pengetahuan. Kata ini sering disejajarkan dengan kata sciensce dalam

bahasa inggris, tetapi ia merupakan serapan dari bahasa latin, scio, scire yang

arti dasarnya pengetahuan. Ada juga yang menyebutkan bahwa scientia yang

berarti pengetahuan dan aktivitas mengetahui.4

Menurut H. Endang Saifuddin Anshari ilmu adalah usaha pemahaman

manusia yang disusun dalam satu sistem mengenai kenyataan, struktur,

pembagian, bagian-bagian dan hukum-hukum tentang hal-ikhwal yang

diselidiki (alam, manusia, dan agama) sejauh yang dapat dijangkau daya

2 Surajiyo, Ilmu filsafat Suatu Pengantar, (Jakarta, Bumi Aksara, 2009), h. 53.

3 Sudarsono, Ilmu Filsafat Suatu Pengantar, (Jakarta, Rineka Cipta, 2001), h. 137

4 Cecep Sumarna, Filsafat Ilmu dan Hakikat Menuju Nilai, (Bandung, Pustaka Bani Quraisy,

2006), h. 95

Page 8: MAKALAH EPISTEMOLOGI SAINS .docx

4

pemikiran yang dibantu penginderaan manusia itu, yang kebenarannya diuji

secara empiris, riset dan eksperimental5.

Dari beberapa definisi tentang ilmu di atas, bila ditinjau dari segi

maknanya menunjukkan sekurang-kurangnnya tiga hal, yakni aktivitas,

metode, dan pengetahuan. Tetapi, pengertian ilmu sebagai aktivitas, metode,

dan pengetahuan itu lebih mendalam sesungguhnya tidak bertentangan.

Bahkan sebaliknya, ketiga hal itu merupakan kesatuan yang logis yang mesti

ada secara berurutan. Ilmu harus diusahakan dengan aktivitas manusia,

aktivitas itu harus dilaksanakan dengan metode tertentu, dan akhirnya

aktivitas metodis itu mendatangkan pengetahuan yang sistematis. Kesatuan

dan interaksi di antara aktivitas, metode, dan pengetahuan yang boleh

dikatakan menyusun diri menjadi ilmu.6

Sesuai dengan cakupan filsafat ilmu, maka pada bagian ini kita

pahami epistemologi ilmu yakni menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan

objek ilmu, cara-cara yang ditempuh dalam memperoleh ilmu, mengukurnya

serta cara kerja metode ilmiah7.

B. Proses dan Cara mendapatkan Ilmu

1. Obyek Pengetahuan

Obyek Pengetahuan sain (Obyek yang diteliti sain) adalah semua

obyek yang empiris, Jujun menyatakan bahwa objek kajian sain hanyalah

objek yang berada dalam ruang lingkup pengalaman manusia. Yang

dimaksud pengalaman adalah pengalaman indera.8

2. Terjadinya Pengetahuan

Masalah terjadinya pengetahuan adalah masalah yang sangat urgen

untuk dibahas di dalam Epistemologi, sebab orang akan berbeda pandangan

terhadap terjadinya pengetahuan. Sebagai alat untuk mengetahui terjadinya

5 Endang Sifuddin Anshari, Ilmu Filsafat & Agma, (Surabaya, PT Bina Ilmu, 1979), h. 49

6 The Liang Gie, Pengantar Filsafat Ilmu, (Yogyakarta, Liberty Yogyakarta, 2000),h. 86-88

7 Ahmad Tafsir, Filsafat Ilmu Mengurai Ontologi, epistemologidan aksiologi pengetahuan,

(Bandung, PT Remaja Rosdakarya, 2006), h. 27

8 Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer, (Jakarta, Sinar Harapan,

1994),h. 105

Page 9: MAKALAH EPISTEMOLOGI SAINS .docx

5

pengetahuan menurut John Hospers dalam bukunya An Introduction to

Philosophical Analysis mengemukakan ada enam hal, diantaranya 9:

a. Pengalaman Indera (Sense Experience)

Orang sering merasa penginderaan merupakan alat yang paling

vital dalam memperoleh pengetahuan. Pengalaman indera merupakan

sumber pengetahuan yang berupa alat-alat untuk menangkap objek dari

luar diri manusia melalui kekuatan indera. Kesalahan akan terjadi apabila

ada ketidak normalan antara alat-alat itu. Dengan demikian bahwa indra

merupakan sumber dan alat makrifat dan pengetahuan ialah hal yang

sama sekali tidak disangsikan.

b. Nalar (Reason)

Nalar adalah salah satu corak berfikir dengan menggabungkan

dua pemikiran atau lebih dengan maksud untuk mendapatkan

pengetahuan baru.

c. Otoritas (Authority)

Otoritas adalah kekuasaan yang sah yang dimiliki oleh seseorang

dan diakui oleh kelompoknya. Otoritas menjadi salah satu sumber

pengetahuan, karena kelompoknya memiliki pengetahuan melalui

seseorang yang mempunyai kewibawaan dalam pengetahuannya.

Pengetahuan yang diperoleh dari otoritas ini biasanya tanpa diuji lagi,

karena orang yang telah menyampaikannya mempunyai kewibaan

tertentu.

d. Intuisi (Intuition)

Intuisi adalah kemampuan yang ada pada diri manusia berupa

proses kejiwaan tanpa suatu rangsangan atau stimulus mampu untuk

membuat pernyataan yang berupa pengetahuan. Pengetahuan yang

diperoleh melalui intuisi tidak dapat dibuktikan seketika atau melalui

kenyataan karena pengetahuan ini muncul tanpa adanya pengetahuan

lebih dahulu.

9 John Hoppers, An Introduction to Philosophical Analysis, (terjemahan oleh Dr. Sukirman,

M.Psi, Bandung), h. 16 (Online Http//Digilib/ITB,ID 158392, Diakses Hari Rabu Tanggal 25

Maret 2015, Pukul 10.00 WIB)

Page 10: MAKALAH EPISTEMOLOGI SAINS .docx

6

e. Wahyu (Revelation)

Sebagai manusia yang beragama pasti meyakini bahwa wahyu

merupakan sumber ilmu, Karena diyakini bahwa wahyu itu bukanlah

buatan manusia tetapi buatan Tuhan Yang Maha Esa. Wahyu adalah

berita yang disampaikan oleh Tuhan kepada nabi-Nya untuk kepentingan

ummatnya. Kita mempunyai pengetahuan melalui wahyu, karena ada

kepercayaan tentang sesuatu yang disampaikan itu. Wahyu dapat

dikatakan sebagai salah satu sumber pengetahuan, karena kita mengenal

sesuatu melalui kepercayaan kita.

f. Keyakinan (Faith)

Keyakinan adalah suatu kemampuan yang ada pada diri manusia

yang diperoleh melalui kepercayaan. Adapun keyakinan itu sangat statis,

kecuali ada bukti-bukti yang akurat dan cocok untuk kepercayaannya.10

3. Metode Ilmiah

Setelah mengalami pengalaman maka sebuah pengetahuan tidak dapat

dikategorikan ilmu sebelum melalui beberapa metode ilmiah. Secara

etimologi metode berasal dari kata Yunani methodos, sambungan kata depan

meta (menuju, melalui, mengikuti, sesudah) dan kata benda hodos (jalan,

perjalanan, cara, arah) kata methodos sendiri lalu berarti penelitian, metode

ilmiah, hipotesis ilmiah, uraian ilmiah. Metode ialah cara bertindak menurut

sistem/ aturan tertentu. Menurut Suraijo11, Metode ilmiah adalah suatu

kerangka landasan bagi terciptanya pengetahuan ilmiah. Dalam sains

dilakukan dengan menggunakan metode pengamatan, eksperimen,

generalisasi, dan verifikasi. Sedangkan dalam ilmu-ilmu sosial dan budaya,

yang terbanyak dilakukan dengan menggunakan metode wawancara dan

pengamatan. Pelaksanaan metode ilmiah ini meliputi enam tahap, yaitu:

1. Merumuskan masalah. Masalah adalah sesuatu yang harus diselesaikan.

10 Surajiyo, Ilmu filsafat Suatu Pengantar,(Jakarta : Bumi Aksara, 2009 ), h. 57.

11 Ibid. h. 35

Page 11: MAKALAH EPISTEMOLOGI SAINS .docx

7

2. Mengumpulkan keterangan, yaitu segala informasi yang mengarah dan

dekat pada pemecahan masalah. Sering disebut juga mengkaji teori atau

kajian pustaka.

3. Menyusun hipotesis. Hipotesis merupakan jawaban sementara yang

disusun berdasarkan data atau keterangan yang diperoleh selama

observasi atau telaah pustaka. Hipotesis ialah pernyataan yang sudah

benar secara logika, tetapi belum ada bukti empirisnya. Belum atau tidak

ada bukti empiris bukanlah merupakan bukti bahwa hipotesis itu salah.

Hipotesis itu benar, bila logis. Ada atau tidak ada bukti empirisnya

adalah soal lain. Kelogisan suatu hipotesis juga teori lebih penting

daripada bukti empirisnya.12

4. Menguji hipotesis dengan melakukan percobaan atau penelitian.

5. Mengolah data (hasil) percobaan dengan menggunakan metode statistik

untuk menghasilkan kesimpulan. Hasil penelitian dengan metode ini

adalah data yang objektif, tidak dipengaruhi subyektifitas ilmuwan

peneliti dan universal (dilakukan dimana saja dan oleh siapa saja akan

memberikan hasil yang sama).

6. Menguji kesimpulan. Untuk meyakinkan kebenaran hipotesis melalui

hasil percobaan perlu dilakukan uji ulang. Apabila hasil uji senantiasa

mendukung hipotesis maka hipotesis itu bisa menjadi kaidah (hukum)

dan bahkan menjadi teori.

Metode ilmiah didasari oleh sikap ilmiah. Sikap ilmiah semestinya

dimiliki oleh setiap penelitian dan ilmuwan. Menurut Jafar sikap ilmiah13

yang dimaksud adalah :

1. Rasa ingin tahu

2. Jujur (menerima kenyataan hasil penelitian dan tidak mengada-ada)

3. Objektif (sesuai fakta yang ada, dan tidak dipengaruhi oleh perasaan

pribadi)

12 Ahmad Tafsir, Filsafat Ilmu Mengurai Ontologi, epistemologidan aksiologi penegetahuan,. . .

h. 36 13 Zulkarnaen Jafar, Epistemologi Ilmu Pengetahuan, dalam

http://zulkarnaenjafar.blogspot.com/2011/10/epistemologi-ilmu-pengetahuan.html ( diakses

pada hari rabu tanggal 25 maret pukul 11.00 WIB),

Page 12: MAKALAH EPISTEMOLOGI SAINS .docx

8

4. Tekun (tidak putus asa)

5. Teliti (tidak ceroboh dan tidak melakukan kesalahan)

6. Terbuka (mau menerima pendapat yang benar dari orang lain)

4. Ciri-Ciri Ilmu

Dengan menilik persoalan keilmuan pada dasarnya masalah yang

terkandung dalam ilmu adalah selalu harus merupakan suatu problema yang

telah diketahuinya atau yang ingin diketahuinya, kemudian ada suatu

penelitian agar dapat diperoleh kejelasan tentunya dengan mempergunakan

metode yang relevan untuk mencapai kebenaran yang cocok dengan keadaan

yang sesungguhnya.

Menurut Liang Gie14 Ilmu Pengetahuan atau pengetahuan ilmiah

menurut The Liang Gie (1987) mempunyai 5 ciri pokok:

a. empiris, pengetahuan itu diperoleh berdasarkan pengamatan dan

percobaan;

b. sistematis, berbagai keterangan dan data yang tersusun sebagai kumpulan

pengetahuan itu mempunyai hubungan ketergantungan dan teratur;

c. objektif, ilmu berarti pengetahuan itu bebas dari prasangka perorangan dan

kesukaan pribadi;

d. analitis, pengetahuan ilmiah berusaha membeda-bedakan pokok soalnya

ke dalam bagian yang terperinci untuk memahami berbagai sifat,

hubungan, dan peranan dari bagian-bagian itu;

e. verifikatif, dapat diperiksa kebenarannya oleh siapa pun juga15.

Sedangkan demi objektivitas ilmu, ilmuwan harus bekerja dengan cara

ilmiah. Sifat ilmiah dalam ilmu dapat diwujudkan, apabila dipenuhi syarat-

syarat yang intinya adalah:

a. Ilmu harus mempunyai objek, ini berarti bahwa kebenaran yang hendak

diungkapkan dan dicapai adalah persesuaian antara pengetahuan dan

objeknya.

14 The Liang Gie, Pengantar Filsafat Ilmu. . .h. 86-88

15 Fuad Ihsan, Filsafat Ilmu,(Jakarta, Rineka Cipta, 2010 ), h. 113.

Page 13: MAKALAH EPISTEMOLOGI SAINS .docx

9

b. Ilmu harus mempunyai metode, ini berarti bahwa untuk mencapai

kebenaran yang objektif, ilmu tidak dapat bekerja tanpa metode yang rapi.

c. Ilmu harus sistematik, ini berarti bahwa dalam memberikan pengalaman,

objeknya dipadukan secara harmonis sebagai suatu kesatuan yang

terartur.Ilmu bersifat universal, ini berarti bahwa kebenaran yang

diungkapkan oleh ilmu tidak mengenai sesuatu yang bersifat khusus,

melainkan kebenaran itu berlaku umum.

Disamping itu yang perlu disadari, yakni ilmu bukanlah hal yang

statis, melainkan bergerak dinamis sesuai dengan pengembangan yang

diusahakan oleh manusia dalam mengungkapkan tabir alam semesta ini.

Usaha pengembangan tersebut mempunyai arti juga bahwa kebenaran yang

masih terbuka untuk diuji16.

C. Cara Mengukur Kebenaran Ilmu

Untuk dapat memperoleh pengetahuan yang benar pada dasarnya ada

dua cara yang dapat ditempuh oleh manusia yaitu dengan cara non ilmiah dan

cara ilmiah. Menurut ahli filsafat pengetahuan yang benar pada mulanya

diperoleh melalui cara nonilmiah di banding dengan cara ilmiah, hal ini

disebabkan oleh keterbatasan daya pikir manusia.

Pendekatan ilmiah menuntut dilakukan cara-cara atau langkah-

langkah tertentu dengan perurutan tertentu pula agar dapat dicapai

pengetahuan yang benar. Namun, tidak semua orang suka melewati tata tertib

pendekatan ilmiah itu untuk sampai pada pengetahuan yang benar mengenai

hal yang dipertanyakannya. Bahkan di kalangan masyarakat awam untuk

memperoleh pengetahuan yang benar lebih baik suka menggunakan

pendekatan non ilmiah.

Ada beberapa cara yang dapat dilakukan manusia untuk memperoleh

kebenaran melalui cara non ilmiah, di antaranya adalah:

a. Akal sehat;

b. Prasangka;

c. Pendekatan intuisi;

16 Fuad Ihsan . . .h. 113.

Page 14: MAKALAH EPISTEMOLOGI SAINS .docx

10

d. Penemuan kebetulan dan coba-coba;

e. Pendekatan otoritas ilmiah dan pikiran kritis.

Bila kita hendak mengukur kebenaran ilmu, pada intinya kita

mengukur kebenaran teori,karena isi dari ilmu adalah teori-teori. Pada

awalnya kita mengajukan hipotesis, selanjutnya hipotesis diuji secara logika,

contoh: “Ketika datang hari raya idul fitri, kebutuhan masyarakat Indonesia

secara umum terhadap sandang dan pangan akan meningkat”. Menurut teori

bahkan hukum ekonomi (penawaran dan permintaan), hipotesis ini lebih

cenderung benar, karena itu tentu akan ada pihak-pihak yang berkesempatan

untuk meraih keuntungan yang banyak. Secara uji logika, momentum idul

fitri akan meningkatkan harga-harga kebutuhan pokok, menjadi suatu hal

yang rasional, dan luluslah ia.

Untuk meyakinkannya maka adakan peninjauan ke pasar-pasar dan

tanyakan pada para pedagang dan pembeli tentang perkembangan harga-

harga tersebut. Bila ternyata benar, uji empiris atau pengalaman lapangan

menunjukan demikian, maka hipotesis secara logika dan empirik benar

adanya, kemudian menjadi teori. Dan jika demikian terjadi pada setiap

moment idul fitri, maka teori meningkat menjadi hukum atau aksioma.

Dengan demikian hipotesis yang kita rumuskan hendaknya telah

mengandung kebenaran secara logika, sehingga kelanjutannya tinggal

kebenaran empirisnyalah yang perlu dibuktikan.

Hipotesis ialah pernyataan yang sudah benar secara logika, tetapi

belum ada bukti empirisnya. Belum atau tidak ada bukti empiris bukanlah

merupakan bukti bahwa hipotesis itu salah. Hipotesis itu benar, bila logis.

Ada atau tidak ada bukti empirisnya adalah soal lain. Kelogisan suatu

hipotesis juga teori lebih penting daripada bukti empirisnya.17

Jika hipotesis terbukti, maka pada saatnya ia menjadi teori. Jika

sesutau teori selalu benar, yaitu jika teori itu naik tingkat keberadaannya

maka menjadi hukum atau aksioma.

17 Ahmad Tafsir, Filsafat Ilmu Mengurai Ontologi, epistemologidan aksiologi pengetahuan,. . .

h. 36

Page 15: MAKALAH EPISTEMOLOGI SAINS .docx

11

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Epistemologi ilmu adalah hal-hal yang berkaitan dengan objek ilmu,

cara-cara yang ditempuh dalam memperoleh ilmu, dan cara mengukur

kebenarannya, serta cara kerja metode ilmiah.

2. Obyek Pengetahuan sain (Obyek yang diteliti sain) adalah semua obyek

yang empiris.

3. Pengetahuan adalah semua hal yang didapat berdasarkan: Pengalaman

Indera (Sense Experience), Nalar (Reason). Otoritas (Authority), Intuisi

(Intuition), Wahyu (Revelation), Keyakinan (Faith).

4. Pengetahuan dapat dikategorikan sebagai ilmu setelah mengalami metode

ilmiah yang terdiri dari, Merumuskan masalah, Mengumpulkan

keterangan, Menyusun hipotesis, Menguji hipotesis, Mengolah data,

Menguji kesimpulan.

5. Pengetahuan dapat dikatan sebagai Ilmu apabila mempunyai karalteristik

sebagi berikut: Ilmu harus mempunyai objek, Ilmu harus mempunyai

metode, Ilmu harus sistematik.

6. Untuk menguji kebenaran maka yang harus kita lakukan adalah

pengujian hipotesis, hipotesis terbukti, maka pada saatnya ia menjadi

teori. Jika sesutau teori selalu benar, yaitu jika teori itu naik tingkat

keberadaannya maka menjadi hukum atau aksioma.

B. Saran

Hendaknya setiap mahasiswa dan praktisi pendidikan mengetaui dan

menerapkan epistemologi ilmu, agar dapat menumbuhkan sikap berpikir kritis

sesuai dengan kaidah ilmiah dan mengerti cara mendapatkan ilmu dengan

benar.

Page 16: MAKALAH EPISTEMOLOGI SAINS .docx

12

DAFTAR RUJUKAN

Ahmad Tafsir, Filsafat Ilmu Mengurai Ontologi, epistemology dan aksiologi

penegetahuan, Bandung, PT Remaja Rosdakarya, 2006.

Bakhtiar Amsal . Filsafat Ilmu, Jakarta, PT RajaGrafindo Persada, 2004.

Cecep Sumarna, Filsafat Ilmu dan Hakikat Menuju Nilai, Bandung, Pustaka Bani

Quraisy, 2006.

Endang Sifuddin Anshari, Ilmu Filsafat & Agma, Surabaya, PT Bina Ilmu, 1979.

Fuad Ihsan, Filsafat Ilmu,Jakarta, Rineka Cipta, 2010.

John Hoppers, An Introduction to Philosophical Analysis, terjemahan oleh Dr.

Sukirman, M.Psi, Bandung. (Online Http//Digilib/ITB,ID 158392, Diakses

Hari Rabu Tanggal 25 Maret 2015, Pukul 10.00 WIB)

Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer, Jakarta, Sinar

Harapan, 1994.

Sudarsono, Ilmu Filsafat Suatu Pengantar, Jakarta, Rineka Cipta, 2001.

Surajiyo, Ilmu filsafat Suatu Pengantar, Jakarta, Bumi Aksara, 2009.

The Liang Gie, Pengantar Filsafat Ilmu, Yogyakarta, Liberty Yogyakarta, 2000 .

Zulkarnaen Jafar, Epistemologi Ilmu Pengetahuan, dalam

http://zulkarnaenjafar.blogspot.com/2011/10/epistemologi-ilmu-

pengetahuan.html (diakses pada hari rabu tanggal 25 maret pukul 11.00 WIB).