jurnal.docx

Upload: haninamauliani

Post on 11-Oct-2015

13 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Definisi BencanaMenurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Bencana dapat pula didefinisikan sebagai situasi krisis yang jauh diluar kapasitas manusia untuk menyelamatkan diri. Artinya, suatu kejadian alam ekstrim tidak akan disebut bencana apabila dampak atau kerugian yang ditimbulkannya tidak dirasakan oleh manusia.Bencana merupakan hasil interaksi dari potensi bahaya, faktor kerentanan, dan kurangnya kapasitas masyarakat dalam meminimalisir dampak negatif bencana tersebut. Untuk memahami konsep bencana dengan baik, perlu diketahui definisi dari kata-kata kunci berikut ini.Risiko BencanaRisiko bencana adalah kemungkinan terjadinya kerusakan ataupun kerugian berupa korban jiwa, cedera, hilangnya harta benda, rusaknya tempat tinggal, dan sebagainya, sebagai akibat interaksi antara bahaya dengan kondisi manusia yang rentan (UN-ISDR, 2002). Analisis risiko bencana adalah proses menentukan jenis dan tingkat risiko bencana dengan menganalisis potensi bahaya serta mengevaluasi kondisi eksisting manusia, tempat tinggal, kegiatan, dan lingkungan yang meliputi kerentanan dan kapasitas terhadap bencana.Bahaya (Hazard)Bahaya dapat mencangkup kondisi yang bersifat laten yang bisa di mewakili ancaman di masa depan. Bahaya juga bersifat dinamis dan dampaknya pun akan berbeda antara satu dengan yang lainnya. Bahaya yang disebabkan oleh alam memiliki proses yang tidak menentu, sulit untuk diprediksi dan dinamis, dapat memicu bahaya lainnya dan mengubah lingkungan. Bahaya adalah peristiwa fisik, fenomena alam, ataupun aktivitas manusia yang berpotensi mengakibatkan kematian, cedera, kerugian harta benda, gangguan sosial ekonomi, dan ataupun kerusakan lingkungan (UN-ISDR, 2002). Menurut UN-ISDR (2002), bahaya dapat diklasifikasikan berdasarkan lima aspek yaitu:1. Geological hazards, antara lain: gempa bumi, tsunami, gunung api, dan longsor. 2. Hydrometeorological hazards, antara lain banjir, kemarau, angin topan, badai salju, dan gelombang pasang. 3. Biological hazards, antara lain: wabah penyakit dan hama. 4. Technological hazards, antara lain: kegagalan infrastruktur, polusi industri, aktivitas nuklir, tanggul yang jebol, dan kecelakaan transportasi. 5. Environmental degradation, antara lain deforestasi, kebakaran hutan, polusi air dan udara, dan perubahan iklim. Kerentanan dan KapasitasKerentanan merupakan suatu kondisi dari suatu masyarakat yang mengarah atau menyebabkan ketidakmampuan dalam menghadapi bahaya. Tingkat kerentanan adalah suatu hal penting untuk diketahui sebagai salah satu faktor yang berpengaruh terhadap terhadap terjadinya bencana, karena bencana baru akan terjadi bila bahaya terjadi pada rentan(Wisner, 2004). K sebuah kondisi yang ditentukan oleh proses fisik, sosial, ekonomi dan lingkungan yang bisa meningkatkan kerawanan sebuah komunitas terhadap dampak bahaya (UNDP, 2004).Kerentanan dapat diartikan karakteristik dan situasi seseorang atau suatu kelompok meliputi faktor fisik, lingkungan, sosial, dan ekonomi yang memperbesar kemungkinan menderita dampak suatu bahaya (UN-ISDR, 2002). Kerentanan dapat pula diartikan sebagai faktor yang menentukan seberapa besar dampak yang dirasakan apabila terjadi bahaya. Sebaliknya, terdapat pula faktor kapasitas, yaitu penguasaan sumber daya, sikap, dan kemampuan yang dimiliki oleh masyarakat, yang memungkinkan mereka untuk mempertahankan dan mempersiapkan diri untuk mencegah, menanggulangi, dan memulihkan diri dari dampak bencana.Sementara kapasitas merupakan hasil dari suatu persiapan yang direncanakan sebelum bencana terjadi (Taubenbck et al., 2008). Persiapan disini adalah kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana. Kapasitas ini mencakup fisik, sosial, ekonomi, serta karakteristik keterampilan pribadi maupun karakteristik kolektif (Buckle, 2006). Kapasitas seseorang menunjukan tingkat kesiapsiagaan dari orang tersebut. Sama seperti dengan kerentanan, kapasitas juga diklasifikasikan menjadi tiga aspek sebagai berikut :1. Kapasitas fisik dan lingkungan, meliputi kapasitas manusia untuk mengurangi kecenderungannya terkena dampak bencana melalui pembangunan yang bersifat fisik pada lingkungan sekitar tempat tinggal dan berkegiatan. 2. Kapasitas sosial, meliputi sikap manusia untuk mengurangi kecenderungan menderita dampak bencana melalui pengembangan perilaku dan budaya yang positif serta pelaksanaan kegiatan yang bertujuan menambah wawasan masyarakat terkait bencana. 3. Kapasitas ekonomi, meliputi upaya manusia untuk memperkecil dampak bencana melalui pengelolaan harta benda yang baik, misalnya kepemilikan simpanan di bank. Bahaya BanjirBanjir adalah dimana suatu daerah dalam keadaan tergenang oleh air dalam jumlah yang begitu besar. Sedangkan banjir bandang adalah banjir yang datang secara tiba-tiba yang disebabkan tersumbatnya sungai maupun karena pengundulan hutan disepanjang sungai sehingga merusak rumah penduduk maupun menimbulkan korban jiwa (Price, 2008).Bencana banjir terjadi hamper disetiap musim hujan melanda Indonesia. Kejadian bencana banjir tersebut sangat dipengaruhi oleh faktor alam berupa curah hujan yang diatas normal dan adanya pasang naik air laut. Disamping itu faktor ulah manusia juga berperan penting seperti penggunaan lahan yang tidak tepat (pemukiman di daerah bantaran sungai, di daerah resapan, penggundulan hutan, dan sebagainya), pembuangan sampah ke dalam sungai, pembangunan pemukiman di daerah dataran banjir dan sebagainya (Price, 2008).Penyebab umum terjadinya banjir diakibatkan oleh faktor cuaca, yaitu curah hujan. Curah hujan dengan intensintas yang tinggi yang terjadi pada waktu yang pendek biasanya merupakan penyebab utama banjir. Limpahan air hujan tersebut tidak dapat di tampung/di serap sistem drainase yang ada baik itu yang alami seperti sungai maupun yang buatan seperti saluran air.Kedua faktor tersebut yang mengakibatkan terjadinya banjir. Kemampuan daya tampung dari sistem pengaliran air yang ada juga tidak selamanya sama, terjadi perubahan berupa sedimentasi/penyempitan terhadap sistem pengairan yang ada. Penyempitan tersebut bisa diakibatkan oleh faktor alam bisa juga diakibatkan oleh faktor ulah manusia. Ulah manusia seperti membuang sampah sembarangan ,atau pembangunan kawasan perumahan ataupun industri yang tidak melihat kaidah-kaidah lingkungan seperti pembangunan pertokohan di daerah resapan air dan pemukiman di sepanjang sempadan sungai mengakibatkan terjadinya sumbatan/ penyempitan pada sistem pengairan. Selain itu penggundulan hutan di kawasan hulu menyebabkan berkurangnya daerah tangkapan air (catchment area), akibatnya debit/pasokan air yang masuk ke dalam sistem aliran yang ada mengalami peningkatan sehingga melampaui kapasitas pengaliran dan menyebabakan banjir terjadinya bahkan juga erosi.Dampak Bencana BanjirAnalisis bahaya banjir yang telah dilakukan dapat dilanjutkan dengan melakukan analisis terhadap dampak kerugian/kerusakan yang ditimbulkan oleh bencana banjir. Dari sisi ekonomi Messner (2004) membagi kerugian/kerusakan yang ditimbulkan oleh bencana banjir menjadi dua, yang bersifat langsung (direct) yaitu yang mengalami kontak fisik langsung dengan air dan tidak langsung (indirect) yaitu yang tidak mengalami kontak fisik dengan air.Kerusakan/kerugian yang ditimbulkan oleh bencana banjir secara langsung yang bersifat nyata dan terukur (tangibel) secara ekonomi seperti, kerusakan bangunan, infrastruktur, hasil pertanian/peternakan, barang-barang kebutuhan pokok dan sebagainya. Sedangkan yang bersifat tidak terukur (intangible) berupa adanya korban luka-luka maupun korban jiwa, rusaknya kualitas lingkungan.Sedangkan dampak dari bencana banjir secara tidak langsung terhadap daerah-daerah yang tidak tergenang, secara nyata dapat terlihat pada berkurangnya produksi (dari sektor pertanian maupun perdagangan/jasa), terganggunya sistem distribusi. Selain itu, berkurangnya daya saing wilayah, migrasi sampai dengan bertambahnya kerentanan ekonomi disuatu wilayah merupakan dampak yang tidak langsung mempengaruhi perekonomian suatu wilayah yang tidak mengalami banjir secara langsung.Kesiapsiagaan Masyarakat Menghadapi BahayaKesiapsiagaan didefiniskan sebagai tindakan atau aktivitas yang dilakukan sebelum suatu bencana terjadi. Kesiapsiagaan menurut Gregg (2004) bertujuan untuk meminimalkan efek samping bahaya melalui tindakan pencegahan yang efektif, tepat waktu, memadai, efesiensi untuk tindakan tanggap darurat dan bantuan saat bencana. Tindakan kesiapsiagaan terhadap bencana banjir dapat berupa tindakan yang dilakukan untuk mengurangi dampak bencana baik dampak secara langsung maupun tidak langsung (Gissing, 2009). Upaya kesiapsiagaan juga bertujuan untuk memastikan bahwa sumber daya yang diperlukan untuk tanggap dalam peristiwa bencana dapat digunakan secara efektif pada saat bencana dan tahu bagaimana menggunakanya (Sutton dan Tierney, 2006).Kesiapsiagaan akan membuat masyarakat mempertimbangkan berbagai hal dalam melakukan segala tindakan mereka sehingga tidak berisiko terkena dampak bencana banjir (Zhai et al, 2005). Kesiapsiagaan adalah kegiatan yang sifatnya perlindungan aktif yang dilakukan pada saat bencana terjadi dan memberikan solusi jangka pendek untuk memberikan dukungan bagi pemulihan jangka panjang (Sutton dan Tierney, 2006). Kesiapsiagaan secara struktural sulit dilakukan oleh rumah tangga miskin sehingga pemerintah harus mulai mendorong kesiapsiagaan secara non-strukutral (Price, 2008). Tingkat kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bahaya banjir juga bergantung pada pengalaman dan dampak yang dirasakan oleh masyarakat (Takao, 2004). Contoh-contoh kegiatan kesiapsiagaan menghadapi bencana banjir antara lain: mempersiapkan rencana pada saat bencana terjadi, meningkatkan kemampuan menangani bahaya dengan mengikuti pelatihan, memahami rute evakuasi, pembagian kerja pada saat bahaya terjadi, dan lainnya. Kesiapsiagaan memiliki langkah-langkah yang memungkinkan unit-unit yang berbeda, dimulai dari individu, rumah tangga, organisasi, komunitas, dan masyarakat untuk merespon dan mengembalikan keadaan menjadi normal pada saat terjadi bencana (Sutton dan Tierney, 2006). Kesiapsiagaan tidak hanya melakukan berbagai tindakan-tindakan pencegahaan, melainkan juga dengan penyesuaian kondisi bangunan yang menjadi tempat tinggal (Krebich et al, 2004). Misalnya adalah dengan menaikan pondasi bangunan rumah.Sutton dan Tierney (2006) membagi beberapa indikator kesiapsiagaan antara lain adalah pengetahuan terhadap bahaya yang akan dihadapi (risiko, kerentanan, pengetahuan terhadap bencana), kebijakan dan panduan kesiapsiagaan, rencana untuk keadaan darurat, sistem peringatan bencana, dan kemampuan memobilisasi sumber daya.Penelitian mengenai kesiapsiagaan telah banyak dilakukan untuk berbagai macam jenis bencana. Penelitian yang dilakukan LIPI dan ISDR (2005) tentang kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana gempa dan tsunami di Aceh menggunakan indikator: (1) pengetahuan terhadap bencana, (2) kebijakan,(3) peraturan dan panduan dijabarkan, (4) rencana untuk keadaan darurat,(5) sistem peringatan bencana, (6) Sistem peringatan bencana, dan (7) kemampuan mobilisasi dari sumber daya yang ada. Sutton dan Tierney (2006) mengemukakan indikator kesiapsiagaan secara umum adalah kegiatan (1) manajemen perlindungan, (2) koordinasi antar lembaga pengambil keputusan, (3) sumber daya mendukung, (4) perlindungan keselamatan hidup, (5) perlindungan terhadap properti, (6) inisiatif untuk melakukan perlindungan diri sendiri.Berbagai indikator yang di kemukan oleh ISDR (2005), Sutton dan Tierney (2006), dan Perry dan Lindell (2008), ini umumnya mencakup beberapa hal yang sama yaitu :1. Pengetahuan Dan Sikap Terhadap Bencana Pengetahuan terhadap bencana merupakan alasan utama seseorang untuk melakukan kegiatan perlindungan atau upaya kesiapsiagaan yang ada (Sutton dan Tierney, 2006). Pengetahuan yang dimiliki mempengaruhi sikap dan kepedulian masyarakat untuk siap dan siaga dalam mengantisipasi bencana, terutama bagi mereka yang bertempat tinggal di daerah yang rentan terhadap bencana alam. Indikator pengetahuan dan sikap individu/rumah tangga merupakan pengetahuan dasar yang semestinya dimiliki oleh individu meliputi pengetahuan tentang bencana, penyebab dan gejala-gejala, maupun apa yang harus dilakukan bila terjadi Banjir (ISDR/UNESCO 2006). Individu atau masyarakat yang memiliki pengetahuan yang lebih baik terkait dengan bencana yang terjadi cenderung memiliki kesiapsiagaan yang lebih baik dibandingkan individu atau masyarakat yang minim memiliki pengetahuan.2. Rencana Tanggap Darurat Rencana tanggap darurat adalah suatu rencana yang dimiliki oleh individu atau masyarakat dalam menghadapi keadaan darurat di suatu wilayah akibat bencana alam (Sutton dan Tierney, 2006). Rencana tanggap darurat menjadi bagian yang penting dalam suatu proses kesiapsiagaan, terutama yang terkait dengan evakuasi, pertolongan dan penyelamatan, agar korban bencana dapat di minimalkan (ISDR/UNESCO, 2006). Rencana tanggap darurat sangat penting terutama pada hari pertama terjadi bencana atau masa dimana bantuan dari pihak luar belum datang (ISDR/UNESCO, 2006). Rencana tanggap darurat ini adalah situasi dimana masyarakat memastikan bagaimana pembagian kerja sumber daya yang ada pada saat bencana.3. Sistem Peringatan Dini Sistem peringatan meliputi tanda peringatan dan distribusi informasi jika akan terjadi bencana. Sistem peringatan dini yang baik dapat mengurangi kerusakan yang dialami oleh masyarakat (Gissing, 2009). Sistem yang baik ialah sistem dimana masyarakat juga mengerti informasi yang akan diberikan oleh tanda peringatan dini tersebut atau tahu apa yang harus dilakukan jika suatu saat tanda peringatan dini bencana berbunyi/menyala (Sutton dan Tierney, 2006). Oleh karena itu, diperlukan juga adanya latihan/simulasi untuk sistem peringatan bencana ini.4. Sumber Daya Mendukung Sumber daya yang mendukung adalah salah satu indikator kesiapsiagaan yang mempertimbangkan bagaimana berbagai sumber daya yang ada digunakan untuk mengembalikan kondisi darurat akibat bencana menjadi kondisi normal (ISDR/UNESCO, 2006). Indikator ini umumnya melihat berbagai sumber daya yang dibutuhkan individu atau masyarakat dalam upaya pemulihan atau bertahan dalam kondisi bencana atau keadaan darurat. Yang dapat berasal dari internal maupun eksternal dari wilayah yang terkena bencana. Sumber daya menurut Sutton dan Tierney dibagi menjadi 3 bagian yaitu sumber daya manusia, sumber daya pendanaan/logistik, dan sumber daya bimbingan teknis dan penyedian materi.5. Modal Sosial Modal sosial sering diartikan sebagai kemampuan individu atau kelompok untuk bekerja sama dengan individu atau kelompok lainnya. Masyarakat atau individu yang memiliki ikatan sosial yang lebih baik antara satu dengan yang lainnya akan lebih mudah dalam melakukan kesiapsiagaan yang ada. Selain itu modal sosial yang baik diantara masyarakat di wilayah yang rentan terhadap bencana akan mengurangi kerentanan itu sendiri (Martens, 2009). Modal sosial yang solid antara penduduk akan mempermudah masyarakat dalam melakukan mobilisasi pada saat evakuasi akan dilakukan. Modal sosial juga dapat menjadi pengerak indikator kesiapsiagaan yang lainnya seperti menyepakati tempat evakuasi yang sama, sepakat dalam mengikuti pelatihan, dan bersama-sama dalam melakukan tindakan kesiapsiagaan lainnya (Sutton dan Tierney 2006).