tugas critical appraisal jurnal.docx
DESCRIPTION
TUGAS EBMTRANSCRIPT
PENDAHULUAN
Menurut Sackett et al. (2000), Evidence Based Medicine (EBM) adalah integrasi
bukti-bukti riset terbaik dengan keterampilan klinis dan nilai-nilai pasien. Ketiga
elemen itu disebut triad EBM.
Bukti klinis terbaik yang tersedia
Keterampilan klinis Nilai-nilai dan ekspektasi
pasien
EBM bertujuan membantu klinisi memberikan pelayanan medis yang lebih baik
agar diperoleh hasil klinis (clinical outcome) yang optimal bagi pasien, dengan cara
memadukan bukti terbaik yang ada, keterampilan klinis, dan nilai-nilai pasien.
Penggunaan bukti ilmiah terbaik memungkinkan pengambilan keputusan klinis yang
lebih efektif, aman, bisa diandalkan, efisien, dan cost-effective (Sackett et al., 2000).
Menurut Murti (2011), dua strategi yang digunakan untuk merealisasi tujuan
EBM adalah :
1. EBM mengembangkan sistem pengambilan keputusan klinis berbasis bukti
terbaik, yaitu bukti dari riset yang menggunakan metodologi yang benar.
2. EBM mengembalikan fokus perhatian dokter dari pelayanan medis berorientasi
penyakit ke pelayanan medis berorientasi pasien.
Kegiatan penting yang dilakukan dalam EBM adalah telaah kritis atau critical
appraisal. Telaah kritis atau critical appraisal merupakan cara atau metode untuk
Keadaan klinis pasien yang lebih baik
mengkritisi penulisan ilmiah secara ilmiah. Telaah kritis merupakan satu tahap dalam
proses praktek klinik yang berbasis bukti, dengan melakukan penilaian obyektif
terhadap informasi ilmiah yang bermanfaat. Telaah kritis menjadi kebutuhan seorang
dokter supaya hasil dari artikel atau jurnal ilmiah tersebut dapat diterapkan dalam
praktek sehari-hari. Telaah kritis digunakan untuk menilai validitas metodologi, hasil
dan kegunaan dari suatu artikel atau jurnal ilmiah yang dipublikasikan. Dengan
demikian, telaah kritis dapat membantu menetapkan bahwa hasil suatu penelitian
cukup baik untuk digunakan dalam pengambilan keputusan (Murti, 2011).
Ada beberapa langkah yang harus dilakukan dalam kegiatan telaah kritis.
Langkah- langkah tersebut adalah :
1. Merumuskan pertanyaan klinis dengan struktur PICO.
2. Menemukan bukti hasil penelitian yang bisa menjawab pertanyaan tersebut.
3. Melakukan telaah kritis pada bukti hasil penelitian yang telah didapatkan,
untuk menilai validitasnya, kepentinganya, dan dapat diterapkan atau tidak.
1
PEMBAHASAN
A. RUMUSAN PICO
Dalam pelayanan kesehatan kepada pasien selalu timbul pertanyaan
mengenai diagnosis, kausa, prognosis, maupun terapi yang akan diberikan
kepada pasien. Sebagian dari pertanyaan itu cukup sederhana dan merupakan
pertanyaan rutin yang mudah dijawab, atau disebut dengan pertanyaan latar
belakang (background questions) (Sackett et al., 2000; Hawkins, 2005).
Pertanyaan latar belakang digunakan untuk mendapatkan pengetahuan
medis yang bersifat umum, misalnya fisiologi dan patofisiologi penyakit. Bagi
seorang dokter praktik, pertanyaan latar belakang mudah dijawab dengan
menggunakan pengetahuan yang telah diperoleh dari pendidikan dokter,
pengalaman praktik klinis, seminar, continuing medical education (CME),
ataupun kajian pustaka.
Sedangkan, pertanyaan klinis lainnya sulit dijawab dan tidak dapat
dijawab hanya berdasarkan pengalaman, membaca buku teks, atau mengikuti
seminar. Pertanyaan yang sulit dijawab disebut pertanyaan latar depan
(foreground questions) (Sackett et al., 2000; Hawkins, 2005).
Pertanyaan latar depan digunakan untuk memperoleh informasi spesifik
yang dibutuhkan dalam membuat keputusan klinis. Sehingga, perlu upaya
yang sistematis untuk menjawabnya dengan menggunakan bukti-bukti dari
sumber database hasil riset yang terpercaya kebenarannya. Jawaban yang
benar atas pertanyaan latar depan memerlukan keterampilan dokter untuk
menilai kritis kualitas bukti hasil riset (Murti, 2011).
Agar jawaban yang benar atas pertanyaan klinis latar depan bisa
diperoleh dari database, maka pertanyaan itu perlu dirumuskan dengan
spesifik, dengan struktur yang disingkat PICO (Murti, 2011) :
2
1. Patient
Karakteristik pasien perlu dideskripsikan dengan jelas agar bukti-bukti
yang dicari relevan dengan masalah pasien dan dapat diterapkan. Bukti-
bukti yang dicari adalah bukti dari penelitian yang menggunakan sampel
pasien dengan karakteristik serupa dengan pasien yang datang ke praktik
klinik.
2. Intervention
Pertanyaan klinis harus menyebutkan dengan spesifik intervensi yang
ingin diketahui manfaatnya. Intervensi diagnostik mencakup tes skrining,
tes/ alat/ prosedur diagnostik, dan biomarker. Intervensi terapetik meliputi
terapi obat, vaksin, prosedur bedah, konseling, penyuluhan kesehatan,
upaya rehabilitatif, intervensi medis dan pelayanan kesehatan lainnya.
3. Comparison
Dalam penilaian hasil riset, diperlukan adanya pembanding untuk
membantu proses penarikan kesimpulan. Misalnya untuk menarik
kesimpulan tentang efektivitas terapi, maka hasil dari pemberian terapi
perlu dibandingkan dengan hasil tanpa terapi. Jika terapi memberikan
perbaikan klinis pada pasien, tetapi pasien tanpa terapi juga menunjukkan
perbaikan klinis yang sama, suatu keadaan yang disebut efek plasebo,
maka terapi tersebut tidak efektif.
4. Outcome
Efektivitas intervensi diukur berdasarkan perubahan pada hasil klinis
(clinical outcome).
Pada telaah kritis ini, rumusan PICO yang diambil adalah:
1. Patient : Bayi berat lahir sangat rendah.
2. Intervention : Terapi insulin.
3. Comparison : Tanpa terapi insulin.
4. Outcome : Menurunkan mortalitas dan morbiditas.
3
B. ARTIKEL JURNAL
Terlampir
Judul jurnal : Early Insulin Therapy in Very-Low-Birth-Weight Infants.
Publikasi : The New England Journal of Medicine Vol. 359, No. 18,
Page 1873-1884.
C. FORM CRITICAL APPRAISAL
A. Are the results of the trial valid?
(screening question)
1. Did the trial address
a clearly focused
issue?
An issue can be
focused in term of
a. The population
studied
b. The intervention
given
c. The comparator
given
Yes ( √ ) Can’t tell ( ) No ( )
a. Pada bagian studi populasi halaman 1874, tercantum
dengan jelas mengenai populasi yang dipelajari yaitu
bayi berat lahir sangat rendah yang memenuhi
standar kriteria kelayakan yang direkrut antara tahun
2005 dan 2007 dari delapan pusat perawatan intensif
neonatal. Bayi yang usianya kurang dari 24 jam
dimasukkan jika berat lahir mereka kurang dari 1500
g, membutuhkan perawatan intensif, dan orang tua
diberikan informed consent tertulis. Kriteria
eksklusinya adalah diabetes maternal dan kelainan
kongenital mayor.
“Very-low-birth-weight infants who met predefined
eligibility criteria were recruited between 2005 and
2007 from eight neonatal intensive care centers.
These centers were located in Cambridge,
Edinburgh, Leeds, and Luton (United Kingdom);
4
Leuven and Genk (Belgium); Amsterdam; and
Barcelona. Infants younger than 24 hours of age
were included if their birth weight was less than
1500 g, they required intensive care, and their
parents provided written informed consent.
Exclusion criteria were maternal diabetes and major
fetal congenital abnormalities.”
b. Pada bagian intervensi halaman 1874, dijelaskan
bahwa manajemen kontrol glukosa di kedua studi
kelompok ditentukan dalam protokol dan
dilaksanakan melalui prosedur operasi standar.
Akses vena sentral diperlukan untuk per-protokol
infus nutrisi parenteral dan dekstrosa 20%, dengan
demikian, hanya bayi yang masih ada akses sentral
yang dipertimbangkan untuk dimasukkan dalam
penelitian.
Perlakuan pada kelompok terapi dan kelompok
control dijelaskan pada halaman 1874-1875.
Kelompok yang mendapatkan terapi insulin
menerima dosis tetap terus menerus infus insulin
(0,05 U per kilogram per jam), dengan dextrose 20%
intravena tambahan untuk mempertahankan
euglycemia (target kisaran, 4 sampai 8 mmol per liter
[72-144 mg per desiliter]) dalam 24 jam setelah lahir
sampai umur 7 hari. Insulin ASPART (Novo
Nordisk) digunakan, karena analog insulin ini
memiliki short half-life. Dextrose adalah diberikan
jika kadar glukosa darah menurun sampai kurang
5
dari 4,0 mmol per liter (72 mg per desiliter), mulai
pada 1 ml per kilogram per jam, dan insulin
dihentikan jika infus ini tidak mencegah terjadinya
hipoglikemia (<2,6 mmol per liter [47 mg per
desiliter]). Jika ada yang bertahan hiperglikemia (>
10 mmol per liter [180 mg per desiliter]), tingkat
infus glukosa dikurangi atau di infuskan insulin
tambahan. Pada kelompok kontrol, bayi menerima
perawatan standar di mana dokter bertanggung jawab
atas perawatan klinis kadar glukosa yang lebih besar
dari 10 mmol per liter (180 mg per desiliter) atau
kurang dari 2,6 mmol (47 mg per desiliter). Dokter
akan menentukan apakah laju infus dekstrosa harus
dikurangi atau ditambah atau jika terapi insulin harus
dimulai. Insulin dimulai hanya setelah dua kadar
glukosa lebih besar dari 10 mmol per liter dengan
menggunakan skala geser dan awal dosis 0,05 U per
kilogram per jam.
“Management of glucose control in both study
groups was predetermined in the protocol and
implemented through standard operating
procedures. Central venous access was required for
the per-protocol infusion of parenteral nutrition and
20% dextrose; thus, only infants with extant central
access were considered for inclusion in the study”
“Early-insulin group.
Infants who were randomly assigned to the
6
earlyinsulin group received a fixed-dose continuous
nfusion of insulin (0.05 U per kilogram per hour),
with additional intravenous 20% dextrose to
maintain euglycemia (target range, 4 to 8 mmol per
liter [72 to 144 mg per deciliter]) from within 24
hours after birth until 7 days of age. Insulin aspart
(Novo Nordisk) was used, since this insulin analogue
has a short half-life. Dextrose was infused if blood
glucose levels decreased to less than 4.0 mmol per
liter (72 mg per deciliter), starting at 1 ml per
kilogram per hour,19 and insulin was discontinued if
this infusion did not prevent a drift toward
hypoglycemia (<2.6 mmol per liter [47 mg per
deciliter]). If there was persisting hyperglycemia
(>10 mmol per liter [180 mg per deciliter]), rates of
infusion of glucose were reduced or additional
insulin was infused”
“Control Group
Infants who were randomly assigned to the control
group received standard care in which the physician
who was responsible for clinical care reviewed
glucose levels that were greater than 10 mmol per
liter (180 mg per deciliter) or less than 2.6 mmol (47
mg per deciliter). The physician would determine
whether the rate of infusion of dextrose should be
reduced or increased or if insulin therapy should be
initiated. Insulin was initiated only after two glucose
levels were greater than 10 mmol per liter with the
7
use of a sliding scale and an initial dose of 0.05 U
per kilogram per hour”
c.Pada bagian kelompok kontrol halaman 1875,
dijelaskan mengenai perlakuan yang diberikan pada
kelompok control atau kelompok pembanding.
Seperti yang telah dijelaskan pada poin b diatas,
Pada kelompok kontrol, bayi menerima perawatan
standar di mana dokter bertanggung jawab atas
perawatan klinis kadar glukosa yang lebih besar dari
10 mmol per liter (180 mg per desiliter) atau kurang
dari 2,6 mmol (47 mg per desiliter). Dokter akan
menentukan apakah laju infus dekstrosa harus
dikurangi atau ditambah atau jika terapi insulin harus
dimulai. Insulin dimulai hanya setelah dua kadar
glukosa lebih besar dari 10 mmol per liter dengan
menggunakan skala geser dan awal dosis 0,05 U per
kilogram per jam.
“Control Group
Infants who were randomly assigned to the control
group received standard care in which the physician
who was responsible for clinical care reviewed
glucose levels that were greater than 10 mmol per
liter (180 mg per deciliter) or less than 2.6 mmol (47
mg per deciliter). The physician would determine
whether the rate of infusion of dextrose should be
reduced or increased or if insulin therapy should be
initiated. Insulin was initiated only after two glucose
8
levels were greater than 10 mmol per liter with the
use of a sliding scale and an initial dose of 0.05 U
per kilogram per hour”
2. Was the assignment
of patients to
treatments
randomized?
Yes (√ ) Can’t tell ( ) No ( )
Pada bagian studi populasi halaman 1874, dijelaskan
bahwa penelitian dilakukan secara acak. Pengacakan
dicapai dengan penggunaan program berbasis
internet 24 jam (www.thesealedenvelope.com) yang
digunakan untuk mengurangi variabilitas menurut
pusat, berat badan lahir (<1000 g atau 1000 untuk
1500 g), dan usia kehamilan (<25 minggu atau ≥ 25
minggu). Bayi secara acak ditugaskan untuk studi
Kelompok sesegera mungkin selama hari pertama
hidup.
“The study was an international, open-label,
randomized, controlled trial. Randomization was
achieved with the use of a 24-hour Internet based
program (www.thesealedenvelope.com) that used
minimization to reduce variability according to
center, birth weight (<1000 g or 1000 to 1500 g),
and gestational age (<25 weeks or ≥25 weeks).
Infants were randomly assigned to a study group as
soon as possible during the first day of life.”
3. Were all of the
patients who entered
the trial properly
Yes (√) Can’t tell ( ) No ( )
Pada bagian abstrak jurnal halaman 1873, dijelaskan
bahwa semua subyek yang ikut dalam penelitian
9
accounted for at its
conclusion?
a. Was follow up
complete?
b. Were patients
analysed in the
groups to which
they were
randomised?
diperhitungkan dalam hasil dan kesimpulan.
Dibandingkan dengan bayi dalam kelompok kontrol,
bayi dalam kelompok terapi awal insulin memiliki
rata-rata yang lebih rendah (± SD) kadar glukosa (6,2
± 1,4 vs 6,7 ± 2,2 mmol per liter [112± 25 vs 121 ±
40 mg per desiliter], P = 0,007). Lebih sedikit bayi
pada kelompok terapi awal insulin yang memiliki
hiperglikemia selama lebih dari 10% dari minggu
pertama kehidupan (21% vs 33%, P = 0,008). Lebih
banyak bayi pada kelompok terapi awal insulin
mengalami episode hipoglikemia (didefinisikan
sebagai glukosa darah tingkat <2,6 mmol per liter
[47 mg per desiliter] untuk> 1 jam) (29% dalam
kelompok awal-insulin vs 17% pada kelompok
kontrol, P = 0,005), dan peningkatan hipoglikemia
signifikan pada bayi dengan berat lahir lebih dari 1
kg. Tidak ada perbedaan dalam analisis intention-to-
treat untuk hasil primer (mortalitas pada perkiraan
tanggal pengiriman) dan hasil sekunder (morbiditas).
Dalam analisis intention-to-treat, mortalitas pada 28
hari lebih tinggi pada earlyinsulin tersebut kelompok
dibandingkan dengan kelompok kontrol (P = 0,04).
” Results
As compared with infants in the control group,
infants in the early-insulin group had lower mean
(±SD) glucose levels (6.2±1.4 vs. 6.7±2.2 mmol per
liter [112±25 vs. 121±40 mg per deciliter], P =
10
0.007). Fewer infants in the early-insulin group had
hyperglycemia for more than 10% of the first week of
life (21% vs. 33%, P = 0.008). The early-insulin
group had significantly more carbohydrate infused
(51±13 vs. 43±10 kcal per kilogram per day,
P<0.001) and less weight loss in the first week
(standard-deviation score for change in weight,
−0.55±0.52 vs. −0.70±0.47; P = 0.006). More
infants in the early-insulin group had episodes of
hypoglycemia (defined as a blood glucose level of
<2.6 mmol per liter [47 mg per deciliter] for >1
hour) (29% in the early-insulin group vs. 17% in the
control group, P = 0.005), and the increase in
hypoglycemia was significant in infants with birth
weights of more than 1 kg. There were no differences
in the intention-to-treat analyses for the primary
outcome (mortality at the expected date of delivery)
and the secondary outcome (morbidity). In the
intention-to-treat analysis, mortality at 28 days was
higher in the earlyinsulin group than in the control
group (P = 0.04).”
a. Follow up dilakukan secara lengkap, dan dijelaskan
pada bagan 1 halaman 1877.
b. Subyek dianalisis sesuai dengan pengelompokan
awal yang dilakukan secara acak. Hal ini dijelaskan
pada bagian pemantauan glukosa halaman 1875.
11
Kadar glukosa pada bayi di kelompok terapi awal
insulin diperiksa per jam setelah insulin dimulai,
namun interval waktu itu meningkat menjadi setiap 6
jam sekali jika kadar glukosa telah stabil. Kadar
glukosa pada bayi di kelompok kontrol diukur
sebagai klinis yang ditunjukkan, setidaknya tiga kali
sehari (setiap 8 jam) .
“Glucose levels in infants in the early-insulin group
were checked hourly after insulin was initiated, but
the time interval was increased to every 6 hours once
glucose levels had stabilized. Glucose levels in
infants in the control group were measured as
clinically indicated, at least thrice daily (every 8
hours).”
Detailed Question
4. Were patients, health
workers and study
personel “blind” to
treatment?
c. Were the patients
d. Were the health
workers
e. Were the study
personel.
Yes ( ) Can’t tell ( ) No ( √ )
Pada penelitian ini, pengobatan tidak dilakukan
secara “blind”. Hal tersebut dijelaskan pada metode
studi populasi halaman 1874. Pengobatan yang
dilakukan secara blind tidak layak, karena tidak akan
mencapai perbedaan yang memadai dalam kontrol
glukosa antara kelompok dan mungkin mengurangi
keselamatan pasien.
“Blinding of the treatment allocation was not
feasible, since it would not achieve adequate
differences in glucose control between the groups
12
and might reduce patient safety.”
5. Were the groups
similar at the start of
the trial?
In term of other
factors that might
effect the outcome
such as age, sex,
social class.
Yes ( √) Can’t tell ( ) No ( )
Pada tabel 1 dijelaskan mengenai karakteristik klinis
dasar dari bayi dan ibu yang direkrut dalam
penelitian. Karakteristik bayi tersebut berupa usia
kehamilan ketika lahir, lingkar kepala bayi, jenis
kelamin bayi, standar deviasi skor untuk berat badan
lahir, Indeks Risiko Klinis untuk Bayi (CRIB) skor
(skor berkisar dari 0 sampai 23, dengan skor yang
lebih tinggi menunjukkan lebih parah penyakit).
Karakteristik ibunya adalah ada tidaknya
korioamnionitis, ada tidaknya prolonged rupture of
membranes (PROM), dan menerima glukokortikoid
antenatal atau tidak.
6. Aside from the
experimental
intervention, were the
groups treated
equally?
Yes (√ ) Can’t tell ( ) No ( )
Selain perlakuan yang dieksperimenkan, subyek
diperlakukan sama. Hal itu dijelaskan pada tabel 2
halaman 1880.
Kelompok kontrol dan kelompok terapi mendapatkan
beberapa perlakuan yang sama selain perlakuan
terapi insulin. Perlakuannya adalah pemberian cairan,
karbohidrat, protein, lipid, dan susu.
B. What are the results?
7. How large was the
treatment effect?
What outcomes are
measured?
Hasil perhitungan pada mortalitas, odds rationya
sebesar 0,61 dengan interval kepercayaan 95% :
0.33-1.15 dan P 0,2. Sedangkan odds ratio pada
kejadian sepsis sebesar 1.11 (0.69-1.8), necrotizing
13
enterocolitis 0.92 (0.49-1.71), retinopathy 0.88 (0.42-
1.84), penyakit intracranial 0.83 (0.53-1.28), penyakit
paru kronik 0.85(0.54-1.35).
8. How precise was the
estimate of the
treatment effect?
What are its
confidence limits?
Estimasi efek terapinya kurang tepat.
C.Will the results help locally?
9. Can the results be
applied to the local
population?
Do you think that the
patients covered by
the trial are similar
enough to your
population?
Yes ( √ ) Can’t tell ( ) No ( )
Hasil dari penelitian ini dapat diterapkan pada
populasi lokal, karena pasien lokal dapat memenuhi
kriteria pada penelitian ini, baik kriteria inklusi
maupun eksklusi.
10. Were all clinically
important outcomes
considered?
If not, does this affect
the decision?
Yes ( √ ) No ( )
Pada bagian adverse event halaman 1878, dijelaskan
bahwa semua melaporkan efek samping utama, selain
hipoglikemia, yang terkait dengan hasil primer atau
sekunder. Tidak ada yang melaporkan peristiwa
merugikan berkaitan dengan trauma, infeksi edema,
atau terkait dengan sensor pemantauan glukosa yang
diberikan berkelanjutan. Tidak ada reaksi efek
samping serius yang tidak dapat ditangani. Dokter
melaporkan episode hipoglikemia (glukosa darah
<2,6 mmol per liter untuk> 1 jam), pada 17 bayi di
14
kelompok terapi awal insulin (8,8%) (termasuk 2
yang memiliki protokol pelanggaran dan 4 yang
ditarik dari studi) dan 3 pada kelompok kontrol
(1,6%).
“All reported major adverse events, apart from
hypoglycemia, were related to the primary or
secondary outcomes. There were no reported adverse
events relating to trauma, infection, or edema
associated with the continuous glucose-monitoring
sensor. No unanticipated serious adverse reactions
were suspected. Clinicians reported episodes of
hypoglycemia (blood glucose <2.6 mmol per liter for
>1 hour), in 17 infants in the early-insulin group
(8.8%) (including 2 who had protocol violations and
4 who were withdrawn from the study) and in 3 in the
control group (1.6%).”
11. Are the benefits worth
the harms and costs?
This is unlikely to be
addressed by the trial.
But what do you
think?
Yes ( ) No ( √ )
Manfaat yang didapatkan dari penelitian ini tidak
senilai dengan biaya yang dikeluarkan. Karena hasil
yang didapatkan belum maksimal, dan ada beberapa
hal yang menunjukkan hasil yang tidak signifikan.
DAFTAR PUSTAKA
Beardsall K, Vanhaesebrouck S, Ogilvy-Stuart AL, et al., 2008. Early insulin therapy
15
in very low birth weight infants. The New England Journal of Medicine,
359 (18) : 1873-1884.
Gosall, Narinder., Gurpal., 2012, The Doctor’s Guide to Critical Appraisal, Carnegie
Book Production, Lancaster.
Hawkins, R. C., 2005. The evidence based medicine approach to diagnostic testing:
practicalities and limitations. Clin Biochem Rev, 26: 7-18.
Murti, Bhisma., 2011. Pengantar Evidence Based Medicine, Bagian Ilmu Kesehatan
Masyarakat, Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret.
Sackett DL, Straus SE, Richardson WS, Rosenberg WM, Haynes B (2000). Evidence
based medicine: how to practice and teach EBM. (2nd ed.) Toronto:
Churchill Livingstone.
16