critical appraisal icu

35
PENGARUH PEMBERIAN OKSIGEN MASKER 8 LPM DENGAN OKSIGEN NASAL KATETER 2 LPM TERHADAP PERUBAHAN DERAJAT KESADARAN DAN KORELASI ANTARA KADAR OXYGEN DELIVERY DENGAN LENGTH OF STAY PADA PASIEN CEDERA OTAK SEDANG DI ICU CRITICAL APPRAISAL Disusun oleh : Nama Mahasiswa NIM : 123456789 LOGO Kampus

Upload: stikeskendal-commnunity

Post on 23-Oct-2015

159 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

PENGARUH PEMBERIAN OKSIGEN MASKER 8 LPM DENGAN OKSIGEN NASAL KATETER 2 LPM TERHADAP PERUBAHAN DERAJAT KESADARAN DAN KORELASI ANTARA KADAR OXYGEN DELIVERY DENGAN LENGTH OF STAY PADA PASIEN CEDERA OTAK SEDANG DI ICU

TRANSCRIPT

Page 1: Critical Appraisal ICU

PENGARUH PEMBERIAN OKSIGEN MASKER 8 LPM DENGAN OKSIGEN NASAL KATETER 2 LPM TERHADAP PERUBAHAN DERAJAT

KESADARAN DAN KORELASI ANTARA KADAR OXYGEN DELIVERY DENGAN LENGTH OF STAY PADA

PASIEN CEDERA OTAK SEDANG DI ICU

CRITICAL APPRAISAL

Disusun oleh :

Nama Mahasiswa

NIM : 123456789

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

STIKES xxxxxxxxxxxxx

TAHUN 2012/2013

LOGO

Kampus

Page 2: Critical Appraisal ICU

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kemajuan industrialisasi serta peningkatan sarana transportasi dan

mobilisasi manusia, barang dan jasa dari suatu tempat ketempat lain yang

tidak diimbangi pembangunan sarana dan prasarana transportasi yang cukup

memadai serta kepatuhan dari pengguna jalan untuk mematuhi rambu jalan

lintas berakibat terjadi peningkatan cedera kepala yang setiap tahiin

cenderung meningkat. Hal ini diperparah dengan kurangnya factor

ketrampilan dan pemahaman mengenai penanganan cedera kepala secara

cepat dan tepat dari tenaga medis/paramedik yang akan berakibat peningkatan

angka morbiditas dan mortalitas.

Cedera otak primer terjadi saat atau bersamaan dengan kejadian trauma,

sedangkan cedera sekunder merupakan hasil dari proses yang berkelanjutan

sesudah atau berkaitan dengan cedera primer. Apabila cedera sekunder tidak

diatasi atau tidak ada upaya menghentikan proses tersebut maka cedera akan

terus berkembang dan berakhir dengan kematian jaringan,yang cukup luas

(nekrosis/apoptosis). Cedera sekunder pada tingkat organ dapat berakhir

dengan kegagalan/kematian organ.

Cedera otak sekunder yaitu keadaan yang merupakan beban metabolik

tambahan pada jaringan yang sudah mengalami cedera. Beban ekstra ini

meliputi kejadian sistemik maupun intrakranial yang merupakan penyebab

dari penyampaian oksigen yang menurun ke otak yang sudah cedera antara

lain perfusi otak menurun, hipotensi, kandungan oksigen menurun oleh

karena hipoksemia dan anemia. Otak yang sudah cedera lebih rentan terhadap

hipoksia. Bila tidak ada suplai oksigen, metabolisme glukosa berhenti pada

piruvat. Piruvat yang seharusnya dioksidasi dalam siklus Krebs direduksi

menjadi laktat. Produksi laktat melewati glikolisis sitoplasmik menghasilkan

asidosis dan kerusakan sel saraf (Combs, et. all, 1990).

Page 3: Critical Appraisal ICU

Untuk mencegah terjadi cedera otak sekunder maka harus segera

dipertahankan perfusi otak, kandungan oksigen ke otak cukup dengan jalan

penanganan dan pengelolaan cedera otak dengan adekuat mulai dari Airway

(saluran nafas) bebas, Breathing (pernafasan) normal, Circulation (peredaran

darah) lancar serta jumlah oksigen cukup agar tidak terjadi hipoksia Yang

akan menimbulkan terjadinya metabolisme anaerob.

Kurangnya faktor ketrampilan dan pemahaman mengenai penanganan

cedera kepala secara cepat dan tepat dari tenaga medis/paramedik yang akan

berakibat peningkatan angka morbiditas dan mortalitas.

Pemberian oksigen masker 8 lpm pada pasien cedera otak sedang belum

dilakukan di ICU, karena tergantung tingkat GCS tiap pasien.

Berdasarkan latar belakang diatas, penulis melakukan critical appraisal

jurnal pada latar belakang jurnal tersebut.

B. Tujuan

Berdasarkan dari latar belakang diatas maka tujuan yang ingin dicapai dari

Research Based Practice yaitu sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui penyebab pemberian oksigen masker 8 lpm

2. Untuk mengetahui penyebab pemberian oksigen nasal kateter 2 lpm

3. Untuk mengetahui perubahan derajat kesadaran pada pasien cedera otak

sedang

4. Untuk mengetahui pemberian oksigen masker 8 lpm dengan oksigen nasal

kateter 2 lpm terhadap perubahan derajat kesadaran pada pasien cedera

otak sedang

5. Untuk mengetahui korelasi antara kadar oxygen delivery (DO2) dengan

length of stay (lama perawatan) pada pasien cedera kepala sedang

Page 4: Critical Appraisal ICU

C. Manfaat

Manfaat dari Research Based Practice yaitu sebagai berikut :

1. Bagi perawat

Menambah pengetahuan perawat terutama mengenai pemberian oksigen

masker 8 lpm dengan oksigen nasal kateter 2 lpm terhadap perubahan

derajat kesadaran pada pasien cedera otak sedang dan korelasi antara

kadar oxygen delivery (DO2) dengan length of stay (lama perawatan).

2. Bagi Rumah Sakit

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai

pemberian oksigen masker 8 lpm dengan oksigen nasal kateter 2 lpm

terhadap perubahan derajat kesadaran pada pasien cedera otak sedang

dan korealsi antara kadar oxygen delivery (DO2) dengan length of stay

(lama perawatan) sehingga dapat dilakukan evaluasi dalam

pelaksanaannya. Dengan demikian diharapkan dapat meningkatkan

kualitas pelayanan dan mutu kinerja di ICU Rumah Sakit.

3. Bagi Penulis

Menambah wawasan dan pengetahuan, pengalaman dan keterampilan

dalam mengaplikasikan teori dalam melakukan penelitian sederhana.

Page 5: Critical Appraisal ICU

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Oksigen

Oksigen (O2) merupakan salah satu komponen gas dan unsure vital

dalam proses metabolisme, untuk mempertahankan kelangsungan hidup

seluruh sel tubuh. Secara normal elemen ini iperoleh dengan cara menghirup

udara ruangan dalam setiap kali bernafas.

Penyampaian O2 ke jaringan tubuh ditentukan oleh interaksi system

respirasi, kardiovaskuler dan keadaan hematologis.

Adanya kekurangan O2 ditandai dengan keadaan hipoksia, yang dalam

proses lanjut dapat menyebabkan kematian jaringan bahkan dapat

mengancam kehidupan. Klien dalam situasi demikian mengharapkan

kompetensi perawat dalaam mengenal keadaan hipoksemia dengan segera

untuk mengatasi masalah.

Pemberian terapi O2 dalam asuhan keperawatan, memerlukan dasar

pengetahuan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi masuknya O2 dari

atmosfir hingga sampai ke tingkat sel melalui alveoli paru dalam proses

respirasi. Berdasarkan hal tersebut maka perawat harus memahami indikasi

pemberian O2, metode pemberian O2 dan bahaya-bahaya pemberian O2.

B. Terapi Oksigen

Terapi O2 merupakan salah satu dari terapi pernafasan dalam

mempertahankan okasigenasi jaringan yang adekuat. Secara klinis tujuan

utama pemberian O2 adalah (1) untuk mengatasi keadaan Hipoksemia sesuai

dengan hasil Analisa Gas Darah, (2) untuk menurunkan kerja nafas dan

meurunkan kerja miokard.

Page 6: Critical Appraisal ICU

Syarat-syarat pemberian O2 meliputi : (1) Konsentrasi O2 udara

inspirasi dapat terkontrol, (2) Tidak terjadi penumpukan CO2, (3) mempunyai

tahanan jalan nafas yang rendah, (4) efisien dan ekonomis, (5) nyaman untuk

pasien. Dalam pemberian terapi O2 perlu diperhatikan “Humidification”. Hal

ini penting diperhatikan oleh karena udara yang normal dihirup telah

mengalami humidfikasi sedangkan O2 yang diperoleh dari sumber O2

(Tabung) merupakan udara kering yang belum terhumidifikasi, humidifikasi

yang adekuat dapat mencegah komplikasi pada pernafasan.

C. Indikasi Pemberian O2

Berdasarkan tujuan terapi pemberian O2 yang telah disebutkan, maka

adapun indikasi utama pemberian O2 ini adalah sebagai berikut : (1) Klien

dengan kadar O2 arteri rendah dari hasil analisa gas darah, (2) Klien dengan

peningkatan kerja nafas, dimana tubuh berespon terhadap keadaan

hipoksemia melalui peningkatan laju dan dalamnya pernafasan serta adanya

kerja otot-otot tambahan pernafasan, (3) Klien dengan peningkatan kerja

miokard, dimana jantung berusaha untuk mengatasi gangguan O2 melalui

peningkatan laju pompa jantung yang adekuat.

Berdasarkan indikasi utama diatas maka terapi pemberian O2

dindikasikan kepada klien dengan gejal : (1) sianosis, (2) hipovolemi, (3)

perdarahan, (4) anemia berat, (5) keracunan CO, (6) asidosis, (7) selama dan

sesudah pembedahan, (8) klien dengan keadaan tidak sadar.

D. Metode Pemberian O2

Metode pemberian O2 dapat dibagi atas 2 tehnik, yaitu :

1. Sistem aliran rendah

Tehnik system aliran rendah diberikan untuk menambah konsentrasi udara

ruangan. Tehnik ini menghasilkan FiO2 yang bervariasi tergantung pada

Page 7: Critical Appraisal ICU

tipe pernafasan dengan patokan volume tidal pasien. Pemberian O2 sistem

aliran rendah ini ditujukan untuk klien yang memerlukan O2 tetapi masih

mampu bernafas dengan pola pernafasan normal, misalnya klien dengan

Volume Tidal 500 ml dengan kecepatan pernafasan 16 – 20 kali permenit.

Contoh system aliran rendah ini adal;ah : (1) kataeter naal, (2) kanula

nasal, (3) sungkup muka sederhana, (4) sungkup muka dengan kantong

rebreathing, (5) sungkup muka dengan kantong non rebreathing.

Keuntungan dan kerugian dari masing-masing system :

a. Kateter nasal

Merupakan suatu alat sederhana yang dapat memberikan O2 secara

kontinu dengan aliran 1 – 6 L/mnt dengan konsentrasi 24% - 44%.

- Keuntungan

Pemberian O2 stabil, klien bebas bergerak, makan dan berbicara,

murah dan nyaman serta dapat juga dipakai sebagai kateter penghisap.

- Kerugian

Tidak dapat memberikan konsentrasi O2 yang lebih dari 45%, tehnik

memasuk kateter nasal lebih sulit dari pada kanula nasal, dapat terjadi

distensi lambung, dapat terjadi iritasi selaput lendir nasofaring, aliran

dengan lebih dari 6 L/mnt dapat menyebabkan nyeri sinus dan

mengeringkan mukosa hidung, kateter mudah tersumbat.

b. Kanula nasal Merupakan suatu alat sederhana yang dapat memberikan

O2 kontinu dengan aliran 1 – 6 L/mnt dengan konsentrasi O2 sama

dengan kateter nasal.

- Keuntungan

Pemberian O2 stabil dengan volume tidal dan laju pernafasan teratur,

mudah memasukkan kanul disbanding kateter, klien bebas makan,

bergerak, berbicara, lebih mudah ditolerir klien dan nyaman.

- Kerugian

Page 8: Critical Appraisal ICU

Tidak dapat memberikan konsentrasi O2 lebih dari 44%, suplai O2

berkurang bila klien bernafas lewat mulut, mudah lepas karena

kedalam kanul hanya 1 cm, mengiritasi selaput lendir.

c. Sungkup muka sederhana

Merupakan alat pemberian O2 kontinu atau selang seling 5 – 8 L/mnt

dengan konsentrasi O2 40 – 60%.

- Keuntungan

Konsentrasi O2 yang diberikan lebih tinggi dari kateter atau kanula

nasal, system humidifikasi dapat ditingkatkan melalui pemilihan

sungkup berlobang besar, dapat digunakan dalam pemberian terapi

aerosol.

- Kerugian

Tidak dapat memberikan konsentrasi O2 kurang dari 40%, dapat

menyebabkan penumpukan CO2 jika aliran rendah.

d. Sungkup muka dengan kantong rebreathing :

Suatu tehinik pemberian O2 dengan konsentrasi tinggi yaitu 60 – 80%

dengan aliran 8 – 12 L/mnt

- Keuntungan

Konsentrasi O2 lebih tinggi dari sungkup muka sederhana, tidak

mengeringkan selaput lendir

- Kerugian

Tidak dapat memberikan O2 konsentrasi rendah, jika aliran lebih

rendah dapat menyebabkan penumpukan CO2, kantong O2 bisa

terlipat.

e. Sungkup muka dengan kantong non rebreathing

Page 9: Critical Appraisal ICU

Merupakan tehinik pemberian O2 dengan Konsentrasi O2 mencapai

99% dengan aliran 8 – 12 L/mnt dimana udara inspirasi tidak

bercampur dengan udara ekspirasi

- Keuntungan :

Konsentrasi O2 yang diperoleh dapat mencapi 100%, tidak

mengeringkan selaput lendir.

- Kerugian

Kantong O2 bisa terlipat.

2. Sistem aliran tinggi

Suatu tehnik pemberian O2 dimana FiO2 lebih stabil dan tidak dipengaruhi

oleh tipe pernafasan, sehingga dengan tehnik ini dapat menambahkan

konsentrasi O2 yang lebihtepat dan teratur.

Adapun contoh tehnik system aliran tinggi yaitu sungkup muka dengan

ventury.

Prinsip pemberian O2 dengan alat ini yaitu gas yang dialirkan dari tabung

akan menuju ke sungkup yang kemudian akan dihimpit untuk mengatur

suplai O2 sehingga tercipta tekanan negatif, akibatnya udaraluar dapat

diisap dan aliran udara yang dihasilkan lebih banyak. Aliran udara pada

alat ini sekitas 4 – 14 L/mnt dengan konsentrasi 30 – 55%.

- Keuntungan

Konsentrasi O2 yang diberikan konstan sesuai dengan petunjuk pada alat dan

tidak dipengaruhi perubahan pola nafas terhadap FiO2, suhu dan kelembaban

gas dapat dikontrl serta tidak terjadi penumpukan CO2

- Kerugian

Kerugian system ini pada umumnya hampir sama dengan sungkup muka yang

lain pada aliran rendah.

E. Bahaya-Bahaya Pemberian Oksigen

Page 10: Critical Appraisal ICU

Pemberian O2 bukan hanya memberiakan efek terapi tetapi juga dapat

menimbulkan efek merugikan, antara lain :

1. Kebakaran

O2 bukan zat pembakar tetapi O2 dapat memudahkan terjadinya kebakaran,

oleh karena itu klein dengan terapi pemberian O2 harus menghindari :

Merokok, membukan alat listrik dalam area sumber O2, menghindari

penggunaan listrik tanpa “Ground”.

2. Depresi Ventilasi

Pemberian O2 yang tidak dimonitor dengan konsentrasi dan aliran yang

tepat pada klien dengan retensi CO2 dapat menekan ventilasi

3. Keracunan O2

Dapat terjadi bila terapi O2 yang diberikan dengan konsentrasi tinggi dalam

waktu relatif lama. Keadaan ini dapat merusak struktur jaringan paru

seperti atelektasi dan kerusakan surfaktan. Akibatnya proses difusi di paru

akan terganggu

F. Oxygen delivery (DO2)

Oxygen delivery (DO2) adalah jumlah total oksigen yang dialirkan

darah ke jaringan setiap menit. Kadar oxygen delivery tergantung dari cardiac

output (CO) dan oxygen content of the arterial blood (CaO2). Komponen dari

CaO2 adalah oksigen yang berikatan dalam serum (2-3%) yang dapat

ditelusuri dengan kadar PaO2 dan oksigen yang berikatan dengan hemoglobin

(97-98%) yang dapat ditelusuri dengan SaO2 (saturasi oksigen pada

pembuluh darah arteri). Dari definisi ini dapat dijabarkan sebuah rumus :

DO2 = CO X (Hb X 1,34 X SaO2) + (PaO2 X 0,0031)

Nilai normal oxygen delivery (DO2) adalah 1000 ml O2/menit. Dari rumus

diatas dapat dilihat bahwa hemoglobin (Hb) dan saturasi oksigen (SaO2)

adalah penentu utama pada pengaliran oksigen dalam darah ke seluruh

jaringan tubuh termasuk otak.8,9,10,12

Page 11: Critical Appraisal ICU

Kadar oxygen delivery (DO2) sangat ditentukan dari fungsi jantung,

hemoglobin dan saturasi oksigen dalam pembuluh darah arteri. PaO2

berpengaruh sedikit sekali bahkan dalam beberapa literatur diabaikan. Oleh

karena itu untuk meningkatkan kadar oxygen delivery (DO2) perlu

penanganan secara optimal pada penderita cedera kepala, terutama

pengelolaan prehospital. Tujuan terpenting pengelolaan prehospital (awal

kejadian cedera, tranportasi ke RS ataupun rujukan ke pelayanan bedah saraf)

adalah mempertahan jalan nafas dan oksigenasi yang adekuat serta menjaga

tekanan darah yang dapat mempertahankan tekanan perfusi otak.12,13

G. Length of stay

Length of stay adalah lama perawatan yang diberikan kepada pasien

oleh suatu tempat pelayanan kesehatan. Lamanya perawatan tentunya

dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya adalah penanganan penderita

sejak awal secara baik dan tepat akan menentukan outcome. Penelitian

mengenai outcome dari Traumatic Coma Data Bank menunjukkan bahwa

hipoksia yang menyertai cedera kepala akan meningkatkan angka morbiditas

dan mortalitas sebanyak 33%.9,10

H. Cedera Kepala

Cedera kepala masih merupakan salah satu penyebab kecacatan dan

kematian karena trauma di negara Indonesia (Bajamal A'H, 1990). Cedera

otak primer terjadi saat atau bersamaan dengan kejadian trauma, sedangkan

cedera sekunder merupakan hasil dari proses yang berkelanjutan sesudah atau

berkaitan dengan cedera primer. Apabila cedera sekunder tidak diatasi atau

tidak ada upaya menghentikan proses tersebut maka cedera akan terus

berkembang dan berakhir dengan kematian jaringan,yang cukup luas

(nekrosis / apoptosis). Cedera sekunder pada tingkat organ dapat berakhir

dengan kegagalan/kematian organ. Cedera otak sekunder yaitu keadaan yang

merupakan beban metabolik tambahan pada jaringan yang sudah mengalami

cedera. Beban ekstra ini meliputi kejadian sistemik maupun intrakranial yang

merupakan penyebab dari penyampaian oksigen yang menurun ke otak yung

Page 12: Critical Appraisal ICU

sudah cedera antara lain perfusi otak menurun, hipotensi, kandungan oksigen

menurun oleh karena hipoksemia dan anemia. Otak yang sudah cedera lebih

rentan terhadap hipoksia. Bila tidak ada suplai oksigen metabolisme glukosa

berhenti pada piruvat. Piruvat yang sehanrsnya dioksidasi dalam siklus Krebs

direduksi menjadi laktat. Produksi laktat melewati glikolisis sitoplasmik

menghasilkan asidosis dan kerusakan sel saraf (Combs, et. all, 1990).

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Kerangka Konsep

Kerangka konsep merupakan langkah – langkah yang akan dilakukan

dalam penelitian yang ditulis dalam bentuk kerangka atau alur penelitian.

Kerangka konsep pada penelitian ini adalah seperti berikut :

B. Jenis dan desain penelitian

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah Studi komparatif dua

sampel dengan uji dua fihak. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan

"The Randomized Pretest-Postest Control Group Design” yaitu rancangan

yang menggunakan kelompok pembanding (Kontrol), dan dilakukan

observasi pertama (Pretest) yang memungkinkan peneliti dapat menguji

Oksigen Masker 8 Lpm

Oksigen nasalKaieter 2 lpm

Derajat kesadaran padaPasien cedera otak sedai\g

kadar oxygen delivery (DO2)

length of stay (lama perawatan)

Page 13: Critical Appraisal ICU

perubahan – perubahan yang terjadi setelah adanya eksperimen (program)

kemudian diobservasi lagi setelah intervensi.

Pretes Perlakuan Post Tes01 X 02

Gambar 3.2 Desain Penelitian: (Notoadmojo, 2005)

Keterangan : 01 : pengukuran sebelum dilakukan perlakuan

X : perlakuan atau intervensi

02 : pengukuran setelah dilakukan perlakuan

C. Populasi dan sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien cedera kepala yang

mendapatkan perawatan di IRD RSU Dr. Soetomo Surabaya dengan besar

sampel berdasarkan perhitungan 15 orang pasien.

D. Variabel penelitian dan definisi operasional

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1). Oxymetri,2).

Jam tangan, 3). Formulir observasi dan alat tulis, 4). Masker oksigen, 5).

Nasal kateter, 6). Oksigen. Setelah data terkumpul kemudian diskoring dan

ditabulasi sesuai dengan variabel yang diukur. Kemudian dilakukan uji

statistic menggunakan uji t-Test dengan α ≤ 0,05.

E. Analisa Data

Analisis data untuk mengetahui pemberian oksigen masker 8 lpm

dengan oksigen nasal kateter 2 lpm terhadap perubahan derajat kesadaran

pada pasien cedera otak sedang. Sebelum dilakukan uji statistik, data di uji

normalitas dengan menggunakan Shapiro Wilk karena responden < 50 orang.

Uji normalitas untuk menentukan data berdistribusi normal atau tidak normal.

Hasil uji normalitas menggunakan Shapiro Wilk didapatkan data

berdistribusi normal sehingga menggunakan uji t-Test dengan α ≤ 0,05.

F. Etika Penelitian

Page 14: Critical Appraisal ICU

Masalah etika dalam penelitian keperawatan merupakan masalah yang

sangat penting dalam penelitian mengingat penelitian keperawatan akan

berhubungan langsung dengan manusia, maka segi etika penelitian harus

diperhatikan karena manusia mempunyai hak asasi dalam kegiatan penelitian

(Alimul, 2007).

Masalah etika penelitian meliputi:

1. Informed Consent (persetujuan)

Merupakan cara persetujuan antara peneliti dengan responden

penelitian dengan memberikan lembar persetujuan (informed consent).

Informed consent diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan

memberikan lembar persetujuan untuk menjadi responden. Tujuanya

adalah agar subjek mengerti maksud dan tujuan penelitian, mengetahui

dampaknya. Jika subyek bersedia maka mereka harus menandatangani

lembar persetujuan dan jika tidak bersedia maka peneliti harus

menghormati hak pasien.

2. Anonymity (tanpa nama)

Untuk menjaga kerahasiaan peneliti tidak mencantumkan nama

responden, tetapi lembar tersebut diberikan kode, yakni dengan

mencantumkan angka sesuai dengan banyaknya responden.

3. Confidentiality (kerahasiaan)

Peneliti menjamin kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi

maupun masalah lainya. Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin

kerahasiaannya oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan

dilaporkan pada hasil riset (Alimul, 2007). Dengan cara peneliti tidak

mencantumkan informasi maupun masalah lain yang berhubungan dengan

responden kedalam laporan hasil riset.

Page 15: Critical Appraisal ICU

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

1. Perubahan saturasi antara kelompok kontrol dengan O2 nasal 2 lpm dan

kelompok perlakuan dengan O2 masker 8 lpm

Perubahan saturasi antara kelompok kontrol dengan O2 nasal 2 lpm

dan kelompok perlakuan dengan O2 masker 8 lpm.

Tabel l: Perubahan saturasi antara kelompok kontrol dengan O2 nasal 2

lpm dan kelompok perlakuan dengan O2 masker 8 lpm.

Saturasi O2 nasal 2 lpm (%)

O2 masker 8 lpm (%)

Waktu Mean MeanSpO2 95,00 96,13

10 menit 95,80 97,6720 menit 96,00 97,8730 menit 96,07 98,2040 menit 96,00 98,3350 menit 96,13 98,5360 menit 96,27 98,53

x 95,89 97,75

Page 16: Critical Appraisal ICU

Dari tabel diatas tingkat rata-rata perubahan saturasi O2 kontrol yang

diberikan O2 nasal 2 lpm sebanyak 95,89% dan diberikan O2 masker 8 lpm

sebanyak 97,75%

2. Perubahan GCS pada kelompok kontrol dengan O2 nasal 2 lpm dan

kelompok perlakuan dengan O2 masker 8 lpm

Tabel 2: Perubahan GCS setelah diberikan O2 nasal 2 lpm dan O2 masker

8 lpm antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan.

Perubahan GCS O2 nasal 2 lpm O2 masker 8 lpmMean Mean

10 menit 10 1120 menit 10 1130 menit 10 1240 menit 10 1250 menit 10 1260 menit 10 12

Dari tabel 2 dapat dilihat terjadi tingkat perubahan GCS pada pemberian

O2 masker 8 lpm

6. Hasil analisis perbedaan SpO2 pada subyek kontrol yang diberikan O2

nasal 2 lpm dan kelompook perlakuan yang diberikan O2 masker 8 lpm

Berdasarkan hasil analisis “Independent t-test terhadap SpO2 didapatkan

dari menit ke-10 sampai menit ke-60 terjadi peningkatan p value = 0,000.

Page 17: Critical Appraisal ICU

7. Hasil analisis perbedaan GCS pada subyek kontrol yang diberikan O2 nasal

2 lpm dan kelompok perlakuan yang diberikan O2 masker 8 lpm

Berdasarkan hasil uji analisis “Independent t-Test terhadap GCS

didapatkan dari menit ke-10 sampai menit ke-60 terjadi peningkatan p

value =0,000.

Pemberian O2 masker 8 lpm lebih efektif daripada pemberian O2 nasal 2

lpm, binding acceleration tercepat peningkatan saturasi O2 terjadi pada

menit ke-10 sampai menit ke-60 pemberian dan pada menit ke-60

menunjukkan tidak ada peningkatan saturasi O2. Berdasarkan hasil tersebut

pemberian O2 masker 8 lpm sangat membantu dalam upaya mempercepat

peningkatan saturasi O2 pada klien dengan cedera kepala. Peningkatan

saturasi akan meningkatkan DO2 maupun VO2 sehingga pada akhirnya

akan mampu memenuhi kebutuhan O2 pada jaringan tubuh klien

8. Analisis hubungan tingkat SpO2 dengan tingkat GCS

Tabel 3 : Perbandingan antara SpO2 dengan tingkat GCS

Waktu GCSKontrol Perlakuan

10 menit P = 0,844 P = 0,88520 menit P = 0,352 P = 0,66730 menit P = 0,662 P = 0,67340 menit P = 1,000 P = 0,50650 menit P = 0,297 P = 0,42560 menit P = 0,382 P = 0,725

Dari tabel di atas tampak ada hubungan bermakna pada kelompok kontrol

dan kelompok perlakuan pada menit ke-10 setelah pemberian. Pada

kontrol hubungan saturasi dengan GCS terlihat fluktuatif dan cenderung

tidak stabil. Pada kelompok perlakuan yang diberikan O2 masker 8 lpm

terlihat hubungan saturasi dengan GCS lebih konstan dan stabil.

9. Korelasi antara Kadar Oxygen Delivery (DO2) dengan Length of Stay

pada Pasien Cedera Kepala Sedang

Page 18: Critical Appraisal ICU

Korelasi antara kadar oxygen delivery (DO2) dengan length of stay pada

pasien cedera kepala sedang dapat dilihat dari gambar dibawah ini :

Gambar 1

Korelasi antara Kadar Oxygen Delivery (DO2) dengan Length of Stay pada

Pasien Cedera Kepala Sedang

Tabel 4Korelasi antara Kadar Oxygen Delivery (DO2) dengan Length of Stay pada

Pasien Cedera Kepala Sedang

Correlations

oxygen delivery length of stayoxygen delivery Pearson

Correlation1 -.745**

Sig. (2-tailed) .000N 38 38

length of stay Pearson Correlation

-.745** 1

Sig. (2-tailed) .000N 38 38

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Dari tabel diatas, diperoleh hasil p = 0,000 (p<0,05) yang menunjukkan

bahwa korelasi antara kadar oxygen delivery dengan length of stay pada

pasien cedera kepala sedang adalah bermakna. Nilai korelasi Pearson

sebesar -0,745 menunjukkan korelasi negative dengan kekuatan korelasi

kuat. Korelasi negative menunjukkan bahwa semakin besar kadar oxygen

delivery (DO2) maka semakin kecil length of stay pasien. Hal ini

menunjukkan bahwa apabila penderita cedera kepala sedang yang datang ke

instalasi gawat darurat bedah dengan oksigenisasi yang adekuat selama

Page 19: Critical Appraisal ICU

transportasi ke rumah sakit akan memberikan dampak yang positif bagi

pemulihan cedera kepala pasien dengan makin cepatnya perawatan di rumah

sakit.

B. Pembahasan

Dari hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa dengan pemberian O2

masker 8 lpm lebih efektif daripada pemberian O2 nasal 2 lpm, binding

acceleration tercepat peningkatan saturasi O2 terjadi pada menit ke-10 sampai

menit ke-60 pemberian dan pada menit ke-60 menunjukkan tidak ada

peningkatan saturasi O2. Berdasarkan hasil tersebut pemberian O2 masker 8

lpm sangat membantu dalam upaya mempercepat peningkatan saturasi O2

pada klien dengan cedera kepala. Peningkatan saturasi akan meningkatkan

DO2 maupun VO2 sehingga pada akhirnya akan mampu memenuhi kebutuhan

O2 pada jaringan tubuh klien.

Dari hasil penelitian juga ditemukan tingkat kecepatan pemulihan

kesadaran pada klien yang diberikan O2 nasal 2 lpm GCS : l0 dan pada klien

yang mendapatkan O2 masker 8 lpm didapatkan GCS : I l. Dari hasil analisis

statistik didapatkan adanya perbedaan yang bermakna terhadap perubahan

GCS antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan mulai dari menit ke-

10 sampai ke menit ke-60. Keadaan ini sesuai dengan algoritma dimana

peningkatan tingkat perbaikan GCS sangat dipengaruhi oleh pemenuhan O2

dalam otak. Kadar O2 dalam darah yang optimal akan memperbaiki kadar

Oxygen Delivery (D O2) maupun Oxygen Uptake (VO) bagi pemenuhan

kebutuhan jaringan otak. Nilai D O2 yang optimal akan mempertinggi

Page 20: Critical Appraisal ICU

kemampuan uptake O2, disamping itu Sp O2 yang tinggi secara langsung akan

meningkatkan oksigen uptake (V O2). Adanya peningkatan D O2 dan V O2

akan dapat memenuhi kebutuhan O2 pada jaringan otak serta mencegah

terjadinya hipoksia, dilatasi pembuluh darah otak yang memicu perubahan

metabolisme otak dan peningkatan tekanan intra kranial.

Kadar oxygen delivery (DO2) sangat ditentukan dari fungsi jantung,

hemoglobin dan saturasi oksigen dalam pembuluh darah arteri. PaO2

berpengaruh sedikit sekali bahkan dalam beberapa literatur diabaikan. Oleh

karena itu untuk meningkatkan kadar oxygen delivery (DO2) perlu

penanganan secara optimal pada penderita cedera kepala, terutama

pengelolaan prehospital. Tujuan terpenting pengelolaan prehospital (awal

kejadian cedera, tranportasi ke RS ataupun rujukan ke pelayanan bedah saraf)

adalah mempertahan jalan nafas dan oksigenasi yang adekuat serta menjaga

tekanan darah yang dapat mempertahankan tekanan perfusi otak.

Dari penelitan yang dilakukan terhadap penderita cedera kepala sedang

yang datang ke ICU yang dilakukan pemeriksaan analisa gas darah segera

setelah pasien datang menunjukkan kadar oxygen delivery (DO2) rata-rata

840,26 ml O2/menit. Angka ini dibawah angka normal yaitu 1000 ml

O2/menit.

Terdapat korelasi yang bermakna antara kadar oxygen delivery dengan

length of stay pada pasien cedera kepala sedang. Nilai korelasi Pearson

sebesar -0,745 menunjukkan korelasi negative dengan kekuatan korelasi kuat.

Korelasi negatif menunjukkan bahwa semakin besar kadar oxygen delivery

(DO2) maka semakin pendek length of stay pasien. Hal ini menunjukkan

bahwa apabila penderita cedera kepala sedang yang datang ke ICU dengan

oksigenisasi yang adekuat selama transportasi ke rumah sakit akan

memberikan dampak yang positif bagi pemulihan cedera kepala pasien

dengan makin cepatnya perawatan di rumah sakit.

Page 21: Critical Appraisal ICU

BAB V

PENUTUP

A. Simpulan

1. Pemberian O2 masker 8 lpm lebih cepat meningkatkan saturasi O2 pada

menit ke-10 sampai menit ke-60.

2. Pemberian O2 masker 8 lpm mempercepat peningkatan derajat kesadaran

pada menit ke-10 dengan GCS=11.

3. Pemberian O2 masker 8 lpm lebih efektif dibandingkan dengan pemberian

O2 nasal 2 lpm.

4. Saturasi O2 memiliki korelasi postif kuat terhadap perubahan tingkat

kesadaran (GCS).

5. Terdapat korelasi yang kuat antara kadar oxygen delivery (DO2) dengan

length of stay pada pasien cedera kepala sedang dengan hubungan semakin

besar kadar oxygen delivery (DO2) maka semakin pendek length of stay

pasien di rumah sakit

B. Saran

Page 22: Critical Appraisal ICU

1. Pemberian O2 masker 8 lpm dapat mempercepat peningkatan saturasi O2

dan GCS pada penderita cedera kepala ringan, sehingga sangat cocok

diterapkan dalam memberikan bantuan pemenuhan kebutuhan O2.

2. Pemberian O2 masker 8 lpm dapat direkomendasikan sebagai salah satu

altemative tindakan dalam upaya mencegah timbulnya kerusakan otak

yang lebih berat (peningkatan TIK).

3. Kadar oxygen delivery (DO2) terindikasi semakin besar, maka cenderung

semakin pendek length of stay pasien di rumah sakit, sehingga pihak

rumah sakit agar melakukan evaluasi length of stay pasien di rumah sakit

secara baik dan tepat

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Hafid, M.Sajid D, Umar K, (1999), Strategi Dasar Penanganan Cedera Otak, Warta IKABI Cabang Surabaya.

Alex B. Valadka, Bian T.Andrews, Neurotrauma, Thieme Medical Publisher, 2005

American College of Surgeon, (1995), Advanced of Trauma Life Support Course for Physicians, ACS Chicago.

Andrew Beaumont, Anthony Marmarou, Response of The Brain to Physical Injury, Neurosurgery The Scientific Basis of Clinical Practice Third Edition Volume 1,Blacwell Science, London 2000

B.K Siesjo, Mechanism of secondary brain injury, www.emedicine.com, downloaded May 20th, 2008

Bajamal AH, (1999), Penatalaksanaan Cedera Otak karena Trauma. Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Bedah Saraf Surabaya.

Bambang Wahyu P, (1990), Terapi Oksigen, Lab. Anestesiologi FK- Unair Surabaya.

Page 23: Critical Appraisal ICU

Becker DP & Gardner S, (1985), Intensive Management of Head Injury, In : Wilkins RH, Rengachary SS, eds. Neurosurgery New York : Mc. Grow Hill Company.

Bouma GJ, et. all, (1991), Cerebral Circulation and Metabolism After Severe Traumatic Brain Injury : The Elusive role of Ischemi, J. Neurosurgery.

Comb DJ, et. all, (1990), Reaction between plasma glucose brain lactate and intra celluler pH during cerebral ischemia in gerbils stroke.

Gennerelli TA & Menary DF, (1996), Mechanism of Primary Head Injury, Wilkins RH and Renfgachery SS (eds) Neurosurgery NewYork.

Ishige N., Pitts LH, et. all, (1987), Increased Vulnerability of the traumatized brain to early ischemia in Baethment A, go CK and Unterberg A (eds) Mechanism of secondary brain damage, PC workshop,ItalY.

Klauber MF, Marshall LF et.all, (1999), Determinants of Heart Iniury Mortality, Importance of the Row Risk Patient.

L.M. Liau, M. Bergsneider, D.P. Becker, Pathology and Pathophysiology of Head Injury, Youmans Neurological Surgery Fourth Edition Volume III, E Book’s Edition

Lynelle N.B, Mechanical Ventilation and Intensive Respiratory Care, WB Saunders Company, 1995

M. Baehr, M. Frotscher; Duus’ Topical Diagnosis in Neurology, 4th completely revised edition ; Thieme, Stuttgart – New York 2005

M.Sopiyudin Dahlan, Statistika untuk Kedokteran dan Kesehatan, PT Arkans, 2004

Mark S. Greenberg; Handbook of Neurosurgery sixth edition, Thieme Medical Publisher, New York, 2006

Narayan RK (1989), Emergency room management of the head injury patient.In: Becker DP, Guderman SK, eds Text book of head injury Philadelphia : WB Saunders.

Odorico J, Fishman SJ, (1993), Erythrccyte physiologt, ln Savage EB, Fishman SJ, Miller LD, eds. Essential of Basic science in Surgery Philadelphia : JB Lippincott.

Pittman J, Cottrell JE. Cerebral protection and Resucitation in Handbook of Neuroanesthesia, 3rd ed, Lipincott Williams and Wilkins, 1999

Page 24: Critical Appraisal ICU

R. Zander, F. MerEluff, (1990), The oxygen status of arterial blood, Saarstrabe Germany.

Raj K Narayan, Suzanne K, Closed Head Injury in Principles of Neurosurgery second edition, Elsevier Mossby, Edinburgh 2005

Rob Law, H.Bukwirwa, Physiology of Oxygen Delivery www.emedicine.com, downloaded May 20th, 2008

Schubert A. Brain protection ni Clinical Neuroanesthesia, Boston, Butterworth-Heinemann, 1997

Simon M, Andrew B, Mark CB. Intensive Care, 2nd ed, Elsevier Churchill Livingstone, 2006

Sumamo Makam et. all, (1999), Cedera Kepala, Balai Penerbit FK-UI, Jakarta.

Umar Kasan, (1998), Peran llmu Bedah Saraf Dalam Penerapan Cedera Kepala, Pidato Pengukuhan Guru Besar Airlangga Universitas Press.

Umar Kasan, (2000), Penanganan Cedera Kepala Simposium IKABI, Tretes'

Vincent J. C, (1996), Pharmacolog of Oxygen and Efect of Hypoxia, Germany.

Zainuddin M, (1988), Metodologi Penelitian. Program Pasca Sarjana Universitas Airlangga Surabaya