journal.unair.ac.idjournal.unair.ac.id/filerpdf/meutia jurnal.docx · web viewburuknya sejarah...

40
Meutia Sabrina 071012059 Analisis Resiko Politik dalam Investasi Royal Dutch Shell di Indonesia Abstract This study contains an analysis of investment decision of multinational oil and gas company Shell which chose 2005 the as year of commencement of the massive business expansion of the Shell in Indonesia. It could be considered as a massive expansion because of since 2005 Shell has always sought to develop its business with the addition of units and negotiate with governments and other businesses to explore different business sectors. This contrasts with the Shell's business development in other Southeast Asian countries such as Thailand, Singapore and Malaysia because of Shell's entry into these countries' oil & gas industry has happened in quite a long time so it already has an established position. The author uses analysis model of foreign investment and its relation to the calculation of return of company's investment. Both relations bring up systemic and non-systemic political risks from the host country as the external factors that influence the formulation of the decision regarding Shell's investment in Indonesia. Based on the findings of the research results, it can be concluded that Shell chose 2005 as the influx of investment in Indonesia based on a change of orientation in the development of Indonesia's oil and gas industry. The reform Era gives birth to regulations and frameworks that opens opportunities for Shell's investment and liberalisation in the areas of prices and oil & gas trading. Competition among business actors can also be more competitive with the status of Pertamina which acts as a contractor, just like Shell. The stability of the Government as well as the existence of accountability also provides security for the business assets of the of multinational enterprises. Shell adapts to these dynamics through investments in downstream sector as its first step into the oil and gas industry in

Upload: others

Post on 13-Jan-2020

12 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: journal.unair.ac.idjournal.unair.ac.id/filerPDF/meutia jurnal.docx · Web viewBuruknya sejarah antara kedua negara juga memiliki dampak dalam konteks Indonesia dan Belanda sebagai

Meutia Sabrina071012059

Analisis Resiko Politik dalam Investasi Royal Dutch Shell di Indonesia

Abstract

This study contains an analysis of investment decision of multinational oil and gas company Shell which chose 2005 the as year of commencement of the massive business expansion of the Shell in Indonesia. It could be considered as a massive expansion because of since 2005 Shell has always sought to develop its business with the addition of units and negotiate with governments and other businesses to explore different business sectors. This contrasts with the Shell's business development in other Southeast Asian countries such as Thailand, Singapore and Malaysia because of Shell's entry into these countries' oil & gas industry has happened in quite a long time so it already has an established position. The author uses analysis model of foreign investment and its relation to the calculation of return of company's investment. Both relations bring up systemic and non-systemic political risks from the host country as the external factors that influence the formulation of the decision regarding Shell's investment in Indonesia. Based on the findings of the research results, it can be concluded that Shell chose 2005 as the influx of investment in Indonesia based on a change of orientation in the development of Indonesia's oil and gas industry. The reform Era gives birth to regulations and frameworks that opens opportunities for Shell's investment and liberalisation in the areas of prices and oil & gas trading. Competition among business actors can also be more competitive with the status of Pertamina which acts as a contractor, just like Shell. The stability of the Government as well as the existence of accountability also provides security for the business assets of the of multinational enterprises. Shell adapts to these dynamics through investments in downstream sector as its first step into the oil and gas industry in Indonesia. Shell also take advantage of the instruments of Netherlands' diplomacy, as the home country of the Shell, to be able to launch the development of the company's business units. This is important because if we look at the history of bilateral relationship of both business assets, Shell has always been the object of government's negative action everytime there is a conflict between the two countries. With the improved quality of relationships, Shell's uncertainty level of asset values and investment can be minimised. Keywords: Shell, political risks, liberalization, bilateral connection, home country, host country, investment

Page 2: journal.unair.ac.idjournal.unair.ac.id/filerPDF/meutia jurnal.docx · Web viewBuruknya sejarah antara kedua negara juga memiliki dampak dalam konteks Indonesia dan Belanda sebagai

Meutia Sabrina071012059

Abstrak

Penelitian ini berisi analisis keputusan investasi Shell sebagai perusahaan migas multinasional sehingga memilih tahun 2005 sebagai tahun dimulainya ekspansi bisnis dari Shell di Indonesia secara masif. Bisa dikatakan masif karena terhitung sejak tahun 2005 Shell selalu berusaha untuk mengembangkan bisnisnya dengan jalan penambahan unit maupun bernegosiasi dengan pemerintah dan badan usaha lainnya untuk merambah sektor bisnis yang berbeda. Hal ini berbeda dengan pengembangan bisnis Shell di negara Asia Tenggara lainnya seperti misalnya Thailand, Singapura dan Malaysia karena Shell sudah masuk ke industri migas dalam kurun waktu yang cukup lama sehingga sudah memiliki posisi yang mapan. Penulis menggunakan analisis model investasi asing dan kaitannya dengan perhitungan return of investment perusahaan. Relasi keduanya memunculkan resiko politik sistemik dan non-sistemik dari host country sebagai faktor eksternal yang mempengaruhi perumusan keputusan invetasi Shell di Indonesia. Berdasarkan temuan hasil penelitian diperoleh kesimpulan Shell memilih tahun 2005 sebagai pintu masuknya investasi di Indonesia didasari oleh adanya perubahan orientasi dalam pengembangan industri migas Indonesia yang lebih liberal. Era Reformasi menghasilkan regulasi dan kerangka kerja yang membuka peluang bagi investasi Shell serta liberalisasi di bidang harga dan perdagangan migas. Persaingan antar pelaku bisnis juga menjadi kompetitif dengan status Pertamina yang hanya sebagai kontraktor seperti Shell. Stabilitas pemerintahan serta adanya akuntabilitas juga memberikan jaminan keamanan bagi aset bisnis perusahaan multinasional. Shell beradaptasi dengan dinamika ini melalui investasi di sektor hilir sebagai langkah pertamanya memasuki industri migas Indonesia. Lebih lanjut Shell juga memanfaatkan instrumen diplomasi Belanda sebagai home country dari Shell untuk dapat melancarkan pengembangan unit bisnis perusahaan. Hal ini menjadi penting karena jika melihat sejarah hubungan bilateral keduanya, aset bisnis Shell selalu menjadi objek aksi negatif pemerintah setiap ada konflik antara kedua negara. Dengan peningkatan kualitas hubungan maka tingkat uncertainty nilai aset dan investasi Shell bisa diminimalisir.

Kata-kata kunci: Shell, Resiko Politik, Liberalisasi, Hubungan Bilateral, Home Country, Host Country, Investasi.

Pendahuluan

Page 3: journal.unair.ac.idjournal.unair.ac.id/filerPDF/meutia jurnal.docx · Web viewBuruknya sejarah antara kedua negara juga memiliki dampak dalam konteks Indonesia dan Belanda sebagai

Meutia Sabrina071012059

Shell sebagai perusahaan multinasional migas sebenarnya memiliki kedekatan historis terutama dengan Hindia-Belanda sebagai cikal bakal Indonesia saat awal pendiriannya. Royal Dutch Shell Petroleum Company yang dikenal saat ini merupakan hasil merger dua perusahaan yakni Royal Dutch yang bergerak di bidang eksplorasi, produksi dan pengilangan migas bersama dengan Shell Transport Trading Company yang fokus bisnisnya ada pada transportasi dan pemasaran dengan bermodalkan kepemilikan kapal tanker yang awalnya digunakan untuk menjual kerang. Royal Dutch Company atau yang dalam bahasa Belanda disebut NV Koninklijke Nederlandsche Petroleum Maatschappij ini didirikan oleh pemerintah Belanda pada tahun 1890 untuk menindaklanjuti penemuan sumber minyak di Telaga Tiga dan Telaga Said, Sumatera Utara oleh Aeilko Janszoon Zeilker di tahun 1883 (shell.co.id, 2012). Sejak bergabung dengan Shell Transport Trading Company di tahun 1907, perusahaan ini membentuk grup yang terdiri dari beberapa anak perusahaan yang memiliki konsesi eksplorasi beberapa wilayah di Hindia Belanda yakni De Bataafsche Petroleum Maatschappij (BPM), Sumatera-Palembang Petroleum Maatschappij, Dortdsche Petroleum Maatschappij serta Anglo Saxon Petroleum Company untuk bagian transportasi dan pemasaran (Syeirazi, 2009: 115).

Perang mempertahankan kemerdekaan yang berlangsung pada tahun 1945-1949 juga berdampak besar pada industri migas. Hal ini dikarenakan terdapat kebijakan nasionalisasi semua instalasi minyak milik asing oleh pemerintah Republik Indonesia. Pemerintah Indonesia pada tahun 1960 mengeluarkan UU Pertambangan yang mengatur bahwa pihak yang boleh melakukan eksplorasi minyak dan gas di wilayah Indonesia hanyalah negara (pertamina.com, 2013). Dengan

Page 4: journal.unair.ac.idjournal.unair.ac.id/filerPDF/meutia jurnal.docx · Web viewBuruknya sejarah antara kedua negara juga memiliki dampak dalam konteks Indonesia dan Belanda sebagai

Meutia Sabrina071012059

kebijakan ini perusahaan asing hanya berstatuskan sebagai kontraktor yang hasil produksi minyaknya harus dibagi ke Indonesia. Walaupun ruang geraknya terbatas, namun perusahaan migas multinasional yang juga merupakan kompetitor kuat dari Shell seperti Chevron, Total SA, BP dan ExxonMobil telah mengambil peluang untuk masuk ke industri migas di Indonesia melalui kontrak eksplorasi di sejumlah wilayah.

Masuknya perusahaan migas asing ke Indonesia sebagai kontraktor nyatanya tidak diikuti oleh Shell. Shell lebih memilih untuk mulai gencar berinvestasi sejak tahun 2005. Memang ada beberapa upaya pengembangan bisnis Shell seperti proyek pengolahan petrokimia di tahun 1989 dan pencampuran pelumas bersama Pertamina tahun 1995 namun nyatanya proyek ini tidak mampu bertahan lama (Syeirazi, 2009: 124). Terhitung sejak tahun 2005, Shell baru gencar berinvestasi di Indonesia yang diawali dengan pendirian tim khusus oleh departemen Shell Gas and Power untuk mengeksplorasi peluang yang ada di Indonesia. Tim ini juga mengkalkulasi rencana pengembangan bisnis menyusul perubahan UU Migas No 22 tahun 2001. Sebagai hasilnya pada bulan November didirikan SPBU Karawaci Tangerang yang menyediakan berbagai produk olahan minyak serta pelayanan teknis untuk sektor industri dan transportasi yang juga merupakan SPBU milik asing pertama yang beroperasi di Indonesia (bphmigas.go.id, 2012). Pada tahun yang sama Shell juga mendirikan PT Shell Solar Indonesia yang merupakan perusahaan wholly owned subsidiary di bidang pemasaran produk untuk wilayah Indonesia.

Upaya negosiasi untuk memperluas jaringannya di Indonesia juga dilakukan oleh Shell dengan mulai merambah ke sektor hulu yang diungkapkan langsung oleh PM Belanda Jan

Page 5: journal.unair.ac.idjournal.unair.ac.id/filerPDF/meutia jurnal.docx · Web viewBuruknya sejarah antara kedua negara juga memiliki dampak dalam konteks Indonesia dan Belanda sebagai

Meutia Sabrina071012059

Peter Balkenende kepada Wakil Presiden Jusuf Kalla pada tahun 2009 (Antara News, 2009). Sejak itu perusahaan ini mulai berpartisipasi dalam tender pengolahan migas di Indonesia. Shell memenangkan tender pada Juni 2012, dan mulai berinvestasi di blok Masela tepatnya di Laut Arafura Papua untuk mengeksplorasi gas alam bersama perusahaan migas asal Jepang bernama Inpex yang direncanakan pembangunannya selesai dan bisa mulai dieksplorasi pada tahun 2019 (The Jakarta Post, 2012). Bahkan langkah yang lebih jauh kembali diambil oleh Shell dengan mengajukan diri sebagai distributor BBM bersubsidi pada tahun 2012 dan ikut serta dalam tender yang diadakan oleh Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) walaupun akhirnya harus kalah oleh perusahaan lain saat proses tender (Yazid, 2012).

Investasi Shell di Indonesia pada kenyataannya lebih sedikit ketika dibandingkan negara Asia Tenggara lainnya walaupun secara geografis, kebudayaan dan sumber daya alam negara-negara ini bisa dikatakan memiliki karakter yang hampir sama. Shell cenderung menjadi pelopor masuknya perusahaan migas asing ke dalam suatu negara di negara Asia Tenggara lainnya yang awalnya dimulai dari salah satu unit bisnis saja yaitu dari sektor hulu atau hilir. Di Malaysia misalnya, Shell mulai melakukan kegiatan eksplorasi minyak di lepas pantai Semenanjung Melayu Malaysia sejak tahun 1968 (bcsmalaysia.org, 2012). Selain itu Shell juga membuka usaha patungan (joint venture) bersama Petronas sebagai mitra bisnisnya (petronas.com, 2005). Sedangkan di Brunei Darussalam, sejak tahun 1899 Shell telah mengeksplorasi minyak di daerah Bandar Seri Begawan dan kemudian membentuk usaha patungan bersama pemerintah bernama Brunei Shell Petroleum Company Sendirian Berhad untuk sektor

Page 6: journal.unair.ac.idjournal.unair.ac.id/filerPDF/meutia jurnal.docx · Web viewBuruknya sejarah antara kedua negara juga memiliki dampak dalam konteks Indonesia dan Belanda sebagai

Meutia Sabrina071012059

hulu dan Brunei Shell Marketing Company Sendirian Berhad untuk sektor hilir (bsp.com, 2012).

Kerangka Pemikiran: Resiko Politik sebagai Faktor Eksternal dalam Keputusan Investasi

Untuk menganalisis keputusan investasi Shell di Indonesia dapat dilihat dari lingkungan internal dalam organisasi Shell seperti administrasi, struktur organisasi, kualitas sumber dan konsep penerapan kebijakan yang digunakan atau bisa juga dilihat dari lingkungan eksternalnya sebagai faktor dari luar yang mempengaruhi situasi perusahaan tersebut baik dalam konteks sosial, politik, ekonomi maupun pertahanan dan keamanan. Penulis menggunakan sudut pandang yang kedua yaitu menganalisis lingkungan eksternal yang berkembang dan kemudian mempengaruhi formulasi strategi dari Shell dalam mengembangkan bisnisnya di Indonesia. Pemilihan sudut pandang lingkungan eksternal ini lebih sesuai dengan ranah keilmuan yang ditempuh oleh penulis, selain itu faktor internal juga telah dianalisis secara mendalam oleh beberapa penelitian sebelumnya.

Sebelum melihat faktor eksternal dari perusahaan, perlu diketahui terlebih dahulu model pengembangan unit bisnis yang digunakan oleh perusahaan atau bisa juga disebut dengan entry mode. Entry mode merupakan manifestasi pengaturan institusional perusahaan dalam mengelola produk, teknologi, keterampilan, sumber daya manusia dan sumber daya lainnya hingga mencapai pasar (Daniels et al, 2007). Entry mode akan dibagi menjadi 2 yaitu (i) non-equity modes yang dapat berbentuk ekspor, turn key project serta franchise dan (ii) equity modes, yang berbentuk investment entry yaitu investasi secara langsung di suatu wilayah dengan melibatkan sumber daya lokal seperti wholly owned subsidiary, usaha patungan dan

Page 7: journal.unair.ac.idjournal.unair.ac.id/filerPDF/meutia jurnal.docx · Web viewBuruknya sejarah antara kedua negara juga memiliki dampak dalam konteks Indonesia dan Belanda sebagai

Meutia Sabrina071012059

aliansi strategis (Daniels et al, 2007: 352). Perusahaan yang memiliki produktivitas yang tinggi akan memilih model investasi langsung sedangkan perusahaan dengan produktivitas rendah akan lebih memilih ekspor untuk memenuhi permintaan pasar asing. Penelitian fokus pada model wholly owned subsidiary karena ketika masuk ke suatu negara Shell selalu membuka anak perusahaan yang dimiliki sepenuhnya dan baru akan membuka usaha patungan jika unit bisnisnya sudah berkembang lebih luas lagi. Wholly owned subsidiary merupakan kontrol total terhadap produksi yang bentuknya berupa ekspansi perusahaan atau pembelian perusahaan lokal untuk melakukan produksi.

Perusahaan yang berinvestasi langsung pasti akan melakukan perhitungan terhadap return yang diharapkan dari suatu investasi yang biasa juga disebut sebagai return of investment. Joel G Siegel mendefinisikan return of investment sebagai rasio untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memperoleh penghasilan terhadap operasi bisnis serta menjadi ukuran keefektifan manajemen (dalam Fahmi, 2006: 103). Perhitungan akan return of investment selalu dikaitkan dengan tantangan yang akan dihadapi oleh tiap entry modes karena pada dasarnya setiap model memiliki tantangan yang berbeda. Tantangan yang dihadapi oleh model wholly owned subsidiary mencakup kebijakan ekonomi, politik dan penerimaan masyarakat lokal atasnya. Oleh karena itu diperlukan analisis resiko dari perusahaan multinasional yang berdomisili di home country sebelum membuat keputusan tentang penanaman investasi di negara tersebut.

Joel G Siegel dan Jae K. Shim menjelaskan pengertian dari analisis resiko sebagai proses pengukuran yang disatukan dengan keputusan keuangan dan investasi dari suatu

Page 8: journal.unair.ac.idjournal.unair.ac.id/filerPDF/meutia jurnal.docx · Web viewBuruknya sejarah antara kedua negara juga memiliki dampak dalam konteks Indonesia dan Belanda sebagai

Meutia Sabrina071012059

perusahaan (dalam Fahmi, 2006: 93). Analisis resiko ini secara keseluruhan dapat digolongkan menjadi tiga kategori yaitu resiko ekonomi, resiko politik dan resiko sistem finansial. Dalam penelitian ini, penulis fokus pada pembahasan kategori resiko politik karena pada dasarnya pengembangan bisnis Shell yang fokus pada sektor minyak dan gas bumi yang notabene berkaitan dengan isu energi utama saat ini akan banyak dipengaruhi oleh mekanisme, regulasi serta hubungan lainnya yang bersifat politik.

Resiko politik merupakan resiko yang harus dihadapi oleh perusahaan multinasional berkaitan aspek politik oleh suatu pemerintahan yang secara signifikan akan mempengaruhi investasi yang telah ditanamkan (Fahmi, 2006: 94). Kondisi politik dan regulasi yang mengakomodasi investasi akan memberikan iklim bisnis yang lebih baik sehingga menarik perusahaan asing untuk berinvestasi di negaranya. Hal ini menjadi penting karena ketika sebuah perusahaan sudah berinvestasi dalam suatu negara, maka segala perubahan yang terjadi dalam negara tersebut terutama yang berkaitan langsung dengan lingkungan bisnis akan mempengaruhi keuntungan operasi dan nilai aset yang telah ditanamkan (Petrovic, 2009: 20). Tingkat uncertainty dalam suatu negara inilah yang sebenarnya digali oleh perusahaan dalam analisis resiko politik. Semakin tinggi potensi uncertainty bagi investasi asing di suatu negara maka perhitungan return of investment juga akan menjadi sulit sehingga negara ini cenderung tidak menarik minat investor.

Secara keseluruhan resiko politik dapat dibagi menjadi 2 kategori utama (Desebordes &Vicard, 2007). Pertama adalah resiko sistemik yang berkaitan dengan kerangka institusional domestik sehingga tingkat resiko yang dihadapi oleh semua

Page 9: journal.unair.ac.idjournal.unair.ac.id/filerPDF/meutia jurnal.docx · Web viewBuruknya sejarah antara kedua negara juga memiliki dampak dalam konteks Indonesia dan Belanda sebagai

Meutia Sabrina071012059

investor bersifat setara. Kedua adalah resiko non-sistemik yang berarti hanya akan membawa dampak pada perusahaan tertentu saja. Resiko non-sistemik atau yang disebut oleh Rudolph Desbordes sebagai resiko ideosinkratrik, erat kaitannya dengan faktor hubungan politik antara home dan host country dari perusahaan multinasional (Desebordes &Vicard, 2007: 5).

Tekanan diplomatik oleh suatu negara sangat menentukan apakah suatu perusahaan multinasional dapat meraih keuntungan optimal dalam bisnisnya atau tidak. Hal ini menjadi krusial karena terdapat suatu konsekuensi pengambilalihan ketika hubungan bilateral antara host country dan home country memburuk. Perlu dipahami bahwa pengambilalihan tidak selalu berbentuk akuisisi aset melainkan seluruh aksi dari host country yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan negaranya dengan mengurangi profit perusahaan (Desebordes &Vicard, 2007: 7).

Hubungan Bilateral Indonesia-Belanda sebagai Host dan Home Country dari Shell

Hubungan bilateral merupakan keadaan yang menggambarkan hubungan timbal balik antara kedua belah pihak yang terlibat dengan negara sebagai aktor utama dalam pelaksanaannya. T May Rudy mendefinisikan hubungan bilateral sebagai bentuk kerjasama dari berbagai komitmen individu untuk mendapatkan kesejahteraan yang kolektif (Rudy, 1993: 31). Kualitas hubungan bilateral antara home country dan host country ini dapat diukur melalui tiga unsur utama dengan tingkat kemungkinan hubungan terburuk adalah tidak adanya hubungan diplomatik dari kedua negara (Li et al, 2010: 14). Unsur yang pertama adalah ikatan sejarah seperti eksistensi entitas yang diawali dari persamaan kolonialisasi oleh suatu

Page 10: journal.unair.ac.idjournal.unair.ac.id/filerPDF/meutia jurnal.docx · Web viewBuruknya sejarah antara kedua negara juga memiliki dampak dalam konteks Indonesia dan Belanda sebagai

Meutia Sabrina071012059

negara. Hal ini pengaruhnya lebih ke arah perspektif masing-masing pihak dalam memandang satu sama lain. Kedua adalah tingkat kooperasi yang berbentuk aliansi keamanan, bantuan luar negeri, kunjungan kenegaraan, permintaan maaf, dukungan, pujian serta perjanjian yang telah disepakati oleh kedua belah pihak utamanya yang berkaitan dengan motif politik seperti perjanjian ekstradisi dan motif ekonomi. Ketiga merupakan konflik yang melibatkan kedua negara. Bentuk konflik bisa melibatkan militer yakni serangan dan perang terbuka ataupun konflik non-militer seperti penolakan, dan kritik. Kombinasi antara ketiganya akan menghasilkan derajat uncertainty yang bervariasi untuk investasi yang ditanamkan oleh perusahan di suatu negara.

Page 11: journal.unair.ac.idjournal.unair.ac.id/filerPDF/meutia jurnal.docx · Web viewBuruknya sejarah antara kedua negara juga memiliki dampak dalam konteks Indonesia dan Belanda sebagai

Meutia Sabrina071012059

Tabel 1.1 Indikator Kualitas Hubungan Bilateral

(Sintesis penulis berdasarkan Li et al, 2010)

Dari segi sejarah terbentuknya kedua negara sebagai suatu entitas, hubungan dan interaksi antara Indonesia dan Belanda memang dapat ditelusuri dalam kurun waktu yang lama namun dalam konteks yang negatif. Setidaknya ada tiga poin utama yang dapat menggambarkan hubungan antara kedua negara ini. Pertama tentu saja bentuk kolonialisme yang dipraktikkan oleh Belanda dalam wilayah nusantara. Kedua adalah aksi agresi militer yang dilakukan oleh Belanda ke wilayah Indonesia sebagai upaya untuk membentuk negara

Page 12: journal.unair.ac.idjournal.unair.ac.id/filerPDF/meutia jurnal.docx · Web viewBuruknya sejarah antara kedua negara juga memiliki dampak dalam konteks Indonesia dan Belanda sebagai

Meutia Sabrina071012059

perserikatan di bawah Kerajaan Belanda. Tidak sedikit korban yang jatuh dalam peristiwa ini namun Belanda sendiri menolak untuk menyebut aksinya sebagai agresi militer melainkan hanya sebagai politionele acties yakni suatu usaha untuk menertibkan para ekstrimis yang mengganggu keamanan serta melucuti senjata milik tentara Jepang. Terakhir adalah perbedaan pengakuan kedaulatan Indonesia. Di satu sisi Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945 yang merupakan hasil dari perjuangan rakyat Indonesia, di sisi lain Belanda menganggap Indonesia baru menjadi negara yang sah setelah terjadi penyerahan kedaulatan dari Belanda pada tanggal 27 Desember 1949 sebagai hasil perundingan dari KMB di Den Haag.

Buruknya sejarah antara kedua negara juga memiliki dampak dalam konteks Indonesia dan Belanda sebagai home dan host country bagi pengembangan unit bisnis Shell di Indonesia. Hal ini dapat dilihat pada masa agresi militer Belanda yang menghasilkan reaksi negatif dari rakyat Indonesia yang melampiaskannya dengan cara menduduki semua perkebunan serta tambang minyak milik asing termasuk diantaranya adalah unit bisnis Shell, tujuannya agar pihak asing tidak bisa lagi mengambil sumber daya alam Indonesia (pertamina.com, 2013). Lebih lanjut konteks sejarah ini akan selalu mempengaruhi pengembangan unit bisnis Shell apabila tidak ada upaya dari Belanda untuk mengklarifikasi tiga poin yang telah penulis jelaskan diatas.

Selanjutnya mengenai hubungan bilateral paska proklamasi kemerdekaan Indonesia, bisa dikatakan era kepemimpinan Presiden Soekarno merupakan periode terburuk dalam kurun waktu 1960 hingga 2012 karena ketiadaaan hubungan diplomatik antara kedua negara terkait masalah

Page 13: journal.unair.ac.idjournal.unair.ac.id/filerPDF/meutia jurnal.docx · Web viewBuruknya sejarah antara kedua negara juga memiliki dampak dalam konteks Indonesia dan Belanda sebagai

Meutia Sabrina071012059

pengembalian wilayah Irian Barat. Hal ini diperburuk dengan adanya kontak militer yang memakan korban jiwa pada operasi militer Trikora tahun 1962 (Rifles, 2001: 182). Dengan posisi Belanda yang enggan untuk menyerahkan Irian Barat maka pemerintah Indonesia memang sewajarnya mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk menekan Belanda agar segera menuntaskan masalah ini. Wujud tekanan ini adalah dengan menasionalisasi sejumlah perusahaan Belanda dan mempersulit Shell untuk kembali masuk ke Indonesia. Berbeda dengan ExxonMobil dan Chevron yang bisa masuk kembali dengan menjadi kontraktor untuk PN Permina melalui kesepakatan yang tertuang dalam Tokyo Heads of Agreement tanggal 1 Juni 1963 (Syeirazi, 2009: 115).

Konflik antara kedua negara juga masih dapat ditemui pada masa kepemimpinan Soeharto. Salah satu poin penting dalam hubungan bilateral Indonesia-Belanda di masa kepemimpinan Soeharto adalah pendirian Inter Government Group on Indonesia (IGGI). Organisasi ini berperan mengkoordinir bantuan multilateral ke Indonesia namun ternyata tidak bertahan lama karena pada tahun 1992 organisasi ini dibubarkan. Pembubaran ini dipicu oleh penolakan Presiden Soeharto untuk menerima bantuan luar negeri lagi dari IGGI selama organisasi tersebut masih dipimpin oleh Belanda. Soeharto memang kecewa dengan pernyataan Menteri Kerjasama Pembangunan Belanda Jan Pronk yang mengkritik Indonesia terkait pelanggaran HAM yakni peristiwa penembakan para demonstran di kompleks pemakaman Santa Cruz di Dili pada November 1991 (Jakarta Greater, 2012). Atas desakan parlemen Belanda, IGGI memutuskan untuk menunda sejumlah bantuan ke Indonesia.

Page 14: journal.unair.ac.idjournal.unair.ac.id/filerPDF/meutia jurnal.docx · Web viewBuruknya sejarah antara kedua negara juga memiliki dampak dalam konteks Indonesia dan Belanda sebagai

Meutia Sabrina071012059

Lebih lanjut, konflik ini juga berdampak pada pengembangan unit bisnis Shell. Hal ini terlihat pada proyek pengolahan petrokimia yang telah dikembangkan sejak tahun 1989 di Cilacap namun harus dihentikan pada awal tahun 1993 (shell.co.id, 2013). Sebagai perwakilan tidak resmi dari Belanda di Indonesia penghentian proyek ini merupakan indikasi memburuknya hubungan kedua negara paska penolakan Presiden Soeharto pada IGGI yang diketuai Belanda. Di satu sisi pembatalan ini menunjukkan keseriusan sikap Soeharto akan keengganannya terhadap upaya intervensi yang dilakukan Belanda di Indonesia, di sisi lain aksi ini juga digunakan untuk mengurangi proyek yang bisa dimuati oleh kepentingan Belanda di Indonesia.

Beralih ke pembahasan dengan indikator kooperasi. Peningkatan kualitas hubungan tertinggi antara Indonesia dan Belanda dapat diidentifikasi pada kurun waktu 2005-2012. Dalam kurun waktu ini dapat ditemui sejumlah aspek kooperasi yang diawali dengan upaya Belanda untuk meminta maaf perihal sejarah kolonialisasi dan agresi militer sebagai bagian buruk dari hubungan kedua negara di masa lalu. Kehadiran Menlu Bernard Bot menjadi bentuk pengakuan Belanda bahwa tanggal kemerdekaan Indonesia adalah 17 Agustus 1945 seperti yang disampaikan dalam sambutannya di Gedung Kemenlu pada 16 Agustus 2005. Kunjungan kenegaraan juga dilakukan oleh PM Belanda periode 2002-2010 Jan Peter Balkenende pada 7 April 2006 (NY Times , 2005). Aspek kooperasi dari pemberian bantuan rutin maupun non-rutin juga dilakukan oleh Belanda misalnya melalui bantuan untuk korban tsunami berupa bantuan jembatan dengan total panjang 850 meter senilai 75 miliar rupiah serta dana rekonstruksi selama 5 tahun (pu.go.id, 2006).

Page 15: journal.unair.ac.idjournal.unair.ac.id/filerPDF/meutia jurnal.docx · Web viewBuruknya sejarah antara kedua negara juga memiliki dampak dalam konteks Indonesia dan Belanda sebagai

Meutia Sabrina071012059

Selain itu, pada saat kunjungan Menlu Belanda Maxime Jacquees Marce Verhagen ke Indonesia pada 13 Januari 2009 bersama dengan Menlu Indonesia Hassan Wirayuda menandatangani naskah kesepakatan Perjanjian Kemitraan Komprehensif (Wirajuda, 2010). Perjanjian ini merupakan landasan hukum bagi kedua negara untuk melaksanakan kerjasama bilateral utamanya yang dimaksudkan agar Belanda menjadi pintu gerbang Indonesia untuk memasuki Eropa dan sebaliknya Indonesia juga menjadi pintu gerbang bagi Belanda untuk masuk ke Asia.

Peningkatan kualitas hubungan bilateral dalam kurun waktu ini memiliki dampak pada hubungan Indonesia dan Belanda sebagai host dan home country dari Shell yang unit bisnisnya masuk kembali di industri migas Indonesia. Dengan tidak adanya beban di masa lalu serta kualitas hubungan bilateral yang lebih baik maka perspektif pemerintah Indonesia juga tidak lagi memandang negatif investasi yang masuk dari Shell.

Penanaman investasi oleh Shell di Indonesia diawali dengan membuka SPBU di Karawaci Tangerang yang merupakan SPBU milik asing pertama di Indonesia pada 1 November 2005 (indomigas.com, 2010). Di tahun yang sama Shell juga menandatangani kontrak kerjasama aviasi dengan Pertamina yang pelaksanaannya dimulai pada tahun 2007 (Industri Online, 2008). Sedangkan di sektor hilir di tahun 2012 Shell menandatangani nota kerjasama dengan Inpex Jepang untuk menjadi kontraktor bersama eksplorasi gas di blok Masela, Maluku, Laut Arafuru. Investasi wilayah yang diperkirakan mengandung gas alam cair 20 triliun kubik ini bernilai hingga 20 miliar dollar. Selain itu di tahun 2012 Shell juga mulai membangun pabrik minyak pelumas yang akan

Page 16: journal.unair.ac.idjournal.unair.ac.id/filerPDF/meutia jurnal.docx · Web viewBuruknya sejarah antara kedua negara juga memiliki dampak dalam konteks Indonesia dan Belanda sebagai

Meutia Sabrina071012059

berlokasi di Marunda Center Jakarta Utara dan dijadwalkan mulai beroperasi tahun 2014 (Antara News, 2012).

Berdasarkan data-data yang penulis temukan, ada beberapa usaha yang dilakukan Shell untuk kembali berinvestasi di Indonesia dalam jangka waktu 1960 hingga 2005 namun konflik antara kedua negara membuat ekspansi bisnis di Indonesia tidak terlalu lancar. Hal ini menunjukkan bahwa ada relasi yang kuat antara hubungan bilateral terutama dalam hal politik antara negara dengan perannya sebagai host dan home country sebuah perusahaan multinasional yang bergerak dalam wilayah kedaulatan kedua negara tersebut.

Namun yang perlu dicermati adalah investasi dari perusahaan multinasional di satu sisi dapat digunakan sebagai alat. Hal ini seperti yang terjadi pada upaya nasionalisasi dan sejumlah kebijakan pemerintah yang merugikan Shell. Upaya tersebut dilakukan untuk menunjukkan ketidaksetujuan pemerintah Indonesia terhadap aktivitas yang dilakukan oleh Belanda berkaitan dengan hubungan kedua negara. Di sisi lain investasi ini juga dapat digunakan sebagai tujuan sehingga dalam hal ini diplomasi dilakukan oleh Belanda justru dilakukan untuk memperlancar investasi Shell di Indonesia.

Kedatangan Bernard Bot pada tahun 2005 termasuk salah satu contoh diplomasi yang digunakan untuk melancarkan kepentingan bisnis Shell di Indonesia. Hal ini dikarenakan kunjungan Bernard Bot dengan pembukaan SPBU pertama Shell memiliki jarak waktu yang terlalu dekat yakni 2 bulan. Proses perencanaan dan kesepakatan investasi ini tentu sudah direncanakan sejak lama bahkan sebelum kedatangan Bernard Bot ke Indonesia karena tim eksplorasi Shell sendiri sudah melakukan kalkulasi sejak awal tahun 2005. Dalam hal ini dapat

Page 17: journal.unair.ac.idjournal.unair.ac.id/filerPDF/meutia jurnal.docx · Web viewBuruknya sejarah antara kedua negara juga memiliki dampak dalam konteks Indonesia dan Belanda sebagai

Meutia Sabrina071012059

dianalisis bahwa pembukaan SPBU oleh Shell bukan sebagai dampak langsung dari peningkatan kualitas hubungan bilateral. Diplomasi yang dilakukan oleh Belanda melalui kedatangan Bernard Bot justru digunakan sebagai alat untuk melancarkan pengembangan bisnis dan investasi yang ditanamkan oleh Shell. Peningkatan kualitas hubungan melalui permintaan maaf dan pengakuan kedaulatan ini tetap penting dilakukan meski kontrak lisensi bisnis ritel telah ditandatangani sebelumnya agar pengembangan bisnis Shell di tahun-tahun berikutnya juga menjadi lebih mudah.

Dalam kaitannya dengan investasi Shell, maka hubungan bilateral dalam kurun waktu tahun 2005-2012 juga membuat level uncertainty yang harus dihadapi Shell menjadi lebih rendah yakni ada pada level medium small uncertainty. Bandingkan dengan pada era Soekarno yang termasuk dalam great uncertainty dan pada masa kepemimpinan Soeharto yang masih dalam level medium great uncertainty. Dengan ini perhitungan return of investment perusahaan dalam operasi bisnisnya juga menjadi lebih lancar karena uncertainty yang harus dihadapi oleh perusahaan juga bisa diminimalisir. Namun pada dasarnya tidak hanya faktor hubungan bilateral saja yang mempengaruhi pengembangan bisnis Shell, resiko politik sistemik di Indonesia tentu juga berpengaruh pada investasi asing.

Pengaruh Resiko Politik di Indonesia terhadap Investasi Shell di Indonesia

Analisis resiko politik merupakan hal yang krusial bagi perusahaan multinasional karena hasilnya dapat digunakan sebagai pedoman kondisi iklim investasi dan bisnis dalam negara yang akan dituju. Robert Hisrich mendefinisikan resiko politik sebagai aktivitas pemerintahan berkaitan dengan

Page 18: journal.unair.ac.idjournal.unair.ac.id/filerPDF/meutia jurnal.docx · Web viewBuruknya sejarah antara kedua negara juga memiliki dampak dalam konteks Indonesia dan Belanda sebagai

Meutia Sabrina071012059

stabilitas politik dan regulasi dalam suatu negara yang secara signifikan berpengaruh pada iklim bisnis di negara tersebut (dalam Jarvis, 2008: 4).

Pada praktiknya analisis resiko politik ini memiliki indikator yang bervariasi tergantung dari organisasi yang melakukan, namun berdasarkan definisi Hisrich maka setidaknya ada dua unsur krusial yang membentuk resiko politik dalam negara yaitu stabilitas pemerintahan serta regulasi. Menurut Mathias Busse dan Carsten Hefeker (2005) setidaknya ada dua hal terpenting untuk dieksplorasi dalam menjelaskan stabilitas politik dalam suatu negara. Pertama, stabilitas pemerintahan yang mencerminkan kemampuan pemerintah untuk tetap berada dalam posisinya dalam jangka waktu yang ditentukan serta memberikan pengaruhnya dalam kebijakan yang dihasilkan. Stabilitas pemerintahan suatu negara bisa dilihat melalui pergantian pemimpin yang dilakukan secara rutin dalam artian tidak ada pergantian yang dilakukan sebelum masa jabatan berakhir baik karena mengundurkan diri kudeta, atau impeachment. Kedua merupakan akuntabilitas demokratis pemerintah yang secara sederhana dapat dipahami sebagai pemenuhan kebebasan sipil dan hak politik. Kedua indikator tersebut dapat dijadikan patokan stabilitas politik di Indonesia.

Sedangkan dalam hal regulasi, maka menurut Evica Petrovic (2009) resiko politik bagi investasi asing dapat dieksplorasi melalui kebijakan yang terintegrasi ke dalam sistem ekonomi pasar yang lebih lanjut dapat dijelaskan melalui tiga hal. Pertama, adanya liberalisasi baik dalam perdagangan maupun dalam penentuan harga suatu komoditas. Kedua, upaya reformasi perusahaan domestic. Terakhir adalah adanya pengembangan institusi maupun kerangka kerja legal lainnya yang dapat mendukung implementasi ekonomi pasar di negara

Page 19: journal.unair.ac.idjournal.unair.ac.id/filerPDF/meutia jurnal.docx · Web viewBuruknya sejarah antara kedua negara juga memiliki dampak dalam konteks Indonesia dan Belanda sebagai

Meutia Sabrina071012059

tersebut. Pemenuhan ketiganya mengindikasi suatu negara sudah terlibat penuh dalam ekonomi pasar yang tentu cukup mengakomodasi penanaman dan pengembangan investasi asing sehingga tingkat uncertainty juga menjadi lebih rendah. Uncertainty yang dimaksud disini adalah perubahan dalam lingkungan bisnis yang berpengaruh pada nilai investasi dari perusahaan.

Tabel 2.1 Indikator Tingkat Resiko Politik

(Sintesis penulis berdasarkan Busse & Hefeker, 2005; dan Petrovic, 2009)

Dari segi stabilitas, kondisi politik dan pemerintahan yang kurang stabil di Indonesia ada pada masa pemerintahan Soekarno yang walaupun kursi presiden tetap dipegang oleh

Page 20: journal.unair.ac.idjournal.unair.ac.id/filerPDF/meutia jurnal.docx · Web viewBuruknya sejarah antara kedua negara juga memiliki dampak dalam konteks Indonesia dan Belanda sebagai

Meutia Sabrina071012059

Soekarno namun terdapat berulang kali pergantian kabinet serta sistem pemerintahan mulai dari presidensial hingga sistem parlementer (Ricklefs, 2001). Instabilitas pemerintahan juga dapat ditemui pada tahun 1998 hingga 2003. Pergantian presiden Indonesia memang idealnya dilaksanakan setiap lima tahun namun nyatanya terjadi empat kali pergantian presiden dalam kurun waktu ini. Pemerintahan mulai stabil terhitung paska diadakannya Pemilu tahun 2004 yang dipilih langsung oleh rakyat dan pemenangnya adalah SBY yang kemudian menjabat selama dua periode setelah kembali menang pada pemilu 2009.

Kondisi politik yang tidak stabil seperti dalam kurun waktu 1998-2004 ini juga memiliki dampak terhadap iklim bisnis yang tidak kondusif karena setiap pemimpin tentu memiliki preferensi kebijakan yang berbeda. Hal ini bisa dilihat dari angka pendapatan dari sektor investasi asing yang cenderung menurun di tahun 1998 hingga tahun 2001 seperti yang terlihat pada Grafik 3.1. Nilai pemasukan dari investasi asing tercatat mulai menunjukkan peningkatan pada tahun 2004 yakni tahun yang penyelenggaraan pemilu langsung sebagai momentum mulai stabilnya pemerintahan di Indonesia. Instabilitas pada tahun 1998-2004 membuat Shell kurang tertarik untuk berinvestasi dalam kurun waktu ini bahkan di tahun 1998 Shell membatalkan proyek pengolahan pelumas bersama Pertamina sebagai strategi Shell agar tidak terkena dampak lebih jauh dari tekanan masyarakat melalui demonstrasi secara masif yang menyebabkan instabilitas pemerintahan ditandai dengan turunnya Soeharto sebagai presiden setelah 32 tahun berkuasa (shell.co.id, 2013).

Page 21: journal.unair.ac.idjournal.unair.ac.id/filerPDF/meutia jurnal.docx · Web viewBuruknya sejarah antara kedua negara juga memiliki dampak dalam konteks Indonesia dan Belanda sebagai

Meutia Sabrina071012059

Grafik 3.1 Pemasukan Indonesia dari Investasi Asing

(oecd.org, 2010)

Sejak berakhirnya era Soeharto di tahun 1998, Indonesia telah menegakkan transparansi sebagai upaya membentuk akuntabilitas demokrasi. Transparansi di tubuh pemerintahan dilakukan salah satunya melalui pendirian lembaga pengawas pelayanan publik bernama Ombudsman Republik Indonesia di tahun 2008. Lembaga ini bertujuan untuk mengawasi agar tidak terjadi penyelewangan dalam praktik pelaksanaan agensi milik negara seperti BUMN, BUMD, BHMN serta badan swasta lainnya. Mekanisme kontrol ini juga diperkuat dengan adanya Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) Tahun 2008 (oecd.org, 2010). Transparansi pemerintah juga dilakukan melalui jaminan kemerdekaan pers sebagai salah satu prinsip dalam demokrasi seperti yang diatur dalam pasal 1 UU No. 40 tahun 1999 tentang pers yang menyatakan bahwa kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara (oecd.org, 2010).

Page 22: journal.unair.ac.idjournal.unair.ac.id/filerPDF/meutia jurnal.docx · Web viewBuruknya sejarah antara kedua negara juga memiliki dampak dalam konteks Indonesia dan Belanda sebagai

Meutia Sabrina071012059

Implikasi dari UU ini adalah pers bebas mencari, memperoleh dan menyebarkan informasi serta bebas dari bredel, sensor dan larangan penyiaran. Selain itu, hak atas informasi juga diatur oleh Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik yang diratifikasi pemerintah Indonesia pada 30 September 2005 dan menjadi UU No.11 tahun 2005.

Aspek selanjutnya yang dapat digunakan untuk menakar akuntabilitas pemerintahan adalah penyelenggaran pemilu sebagai bentuk partisipasi rakyat dalam menentukan wakilnya di pemerintahan. Pada dasarnya pelaksanaan pemilu telah dilakukan sejak masa Orde Lama namun dalam implementasinya, asas langsung, umum, bebas, dan rahasia tidak dipraktikkan secara benar. Lain halnya dengan pemilu reformasi yang jauh lebih demokratis. Hal ini bisa dilihat dari dikeluarkannya UU No.2 tahun 1999 dan UU No.31 tahun 2002 yang memungkinkan partai baru untuk berdiri dan berpartispasi dalam pemilu sehingga pilihan masyarakat pun menjadi lebih banyak (Ricklefs, 2001: 511).

Dari segi regulasi dan kerangka kerja, Indonesia pada Era Reformasi dengan kepemimpinan SBY juga lebih terintegrasi dengan ekonomi pasar. Masuknya investasi Shell juga tidak bisa dilepaskan dengan adanya perubahan regulasi migas yang tertuang dalam UU Migas No 22/2001. Salah satu poin penting dalam UU ini adalah usaha untuk membatasi peran Pertamina dalam sektor hulu maupun hilir. Hal ini merupakan upaya liberalisasi sektor migas yang mengakhiri hak istimewa Pertamina sebagai pemain tunggal dalam penyediaan dan pendistribusian BBM sekaligus pengatur produksi dan eksploitasi migas di Indonesia. Sebelumnya, berdasarkan UU No. 8/1971 Pertamina sebagai perusahaan migas milik negara memiliki konsesi atas wilayah pertambangan di Indonesia

Page 23: journal.unair.ac.idjournal.unair.ac.id/filerPDF/meutia jurnal.docx · Web viewBuruknya sejarah antara kedua negara juga memiliki dampak dalam konteks Indonesia dan Belanda sebagai

Meutia Sabrina071012059

sehingga perusahaan minyak swasta yang hendak menjalankan usaha wajib untuk melakukan kerja sama dengan Pertamina (esdm.go.id, 2012). Konsekuensi dari UU migas tahun 1971 ini adalah Pertamina bertindak sebagai regulator bagi mitranya sekaligus sebagai operator karena juga melakukan eksplorasi di beberapa wilayah.

Pasal 4 dalam UU Migas No 22/2001 membahas mengenai pembentukan badan baru yang bertanggung jawab mengatur jalannya pengelolaan migas di Indonesia yakni Badan Pelaksana Migas (BP Migas) dan Badan Pengatur Hilir Migas (BPH Migas). Berdirinya kedua lembaga yang menangani industri migas yang memiliki dasar hukum yang sah ini menunjukkan upaya untuk memotong rantai monopoli migas di Indonesia. Hal ini dirasa penting untuk reformasi industri migas agar lebih efisien dan produktif sehingga hasil eksplorasi migas di wilayah pertambangan bisa meningkat dari tahun ke tahun. Perubahan regulasi ini sangat berarti untuk para investor asing seperti Shell karena dasar hukum dan institusi dalam ranah migas merupakan sektor yang berinteraksi langsung dengan investasi Shell sehingga perubahan UU ini akan berdampak signifikan pula terhadap aset bisnisnya.

Pada perkembangannya, UU ini banyak menuai kritik karena dinilai sarat kepentingan asing. Menyusul pro dan kotra yang berkembang, terhitung sejak 13 November 2012 Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan bahwa BP Migas tidak memiliki kekuatan hukum sehingga fungsi dan tugasnya dilaksanakan oleh pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (Kompas, 2012). Namun pembubaran BP Migas ini belum memiliki dampak yang berarti terhadap investasi dari Shell terutama di sektor hulu karena Perpres No. 95 tahun 2012 menyatakan bahwa kontrak dan segala bentuk

Page 24: journal.unair.ac.idjournal.unair.ac.id/filerPDF/meutia jurnal.docx · Web viewBuruknya sejarah antara kedua negara juga memiliki dampak dalam konteks Indonesia dan Belanda sebagai

Meutia Sabrina071012059

kerjasama yang telah dibuat oleh investor dengan BP Migas masih tetap sah sampai batas waktu yang tertuang dalam nota kesepakatan (sipuu.setkab.go.id, 2012).

Lebih lanjut, UU No.21/2001 tidak hanya mengatur tentang kerangka kerja institusional saja, melainkan juga mengenai reformasi perusahaan serta liberalisasi dalam harga dan penjualan migas. Kedua aspek ini juga merupakan indikator sejauh mana suatu negara mengimplementasikan nilai-nilai liberalisme dan terlibat dalam ekonomi pasar. Liberalisasi dalam perdagangan migas tentu menguntungkan bagi Shell yang notabene merupakan investor asing di Indonesia. Posisi ini diperkuat apabila ada sejumlah kebijakan pemerintah untuk mereformasi perusahaan milik negara yang kemudian menjadikan kompetisi antara pelaku pasarnya bersifat setara tanpa ada suatu hak istimewa untuk perusahaan tertentu.

Upaya pemerintah untuk meningkatkan pengelolaan perusahaan milik negara agar lebih kompetitif dan produktif sebenarnya mulai dirintis sejak era reformasi yang diatur melalui UU No.19/2003 tentang BUMN (bappenas.go.id, 2011). Terhitung sejak tahun 2005 banyak kebijakan pemerintah yang bertujuan meningkatkan pengelolaan BUMN. Setidaknya ada dua jalan yang ditempuh oleh pemerintah untuk mengatasi permasalahan BUMN ini yaitu melalui restrukturisasi dan privatisasi. Kebijakan restrukturisasi menyangkut usaha untuk memperbaiki kinerja dan nilai perusahaan melalui kalkulasi jumlah perusahaan yang tepat. Kebijakan privatisasi menyangkut perluasan kepemilikan saham BUMN oleh swasta melalui pasar modal dalam rangka penyehatan perusahaan.

Kebijakan reformasi perusahaan ini juga dipraktikan untuk industri migas yang notabene tergolong sebagai industri

Page 25: journal.unair.ac.idjournal.unair.ac.id/filerPDF/meutia jurnal.docx · Web viewBuruknya sejarah antara kedua negara juga memiliki dampak dalam konteks Indonesia dan Belanda sebagai

Meutia Sabrina071012059

strategis. Setidaknya PT. Perusahaan Gas Negara termasuk ke dalam perusahaan yang sahamnya dilepas untuk umum. Selain itu, Pertamina juga harus berubah status menjadi PT. Pertamina (pertamina-ep.com, 2005). Status sebagai badan usaha membuat PT. Pertamina memiliki status yang setara dengan operator migas yang lainnya. Berbagai perubahan dalam tubuh perusahaan pun dilakukan salah satunya melalui diversifikasi operasional perusahaan dengan pembentukan sejumlah anak perusahaan sebagai konsekuensi pemisahan usaha hulu dengan hilir. Dengan ini PT.Pertamina juga menjadi entitas bisnis murni yang tentu saja mengusahakan profit dalam setiap aktivitasnya.

Bukan hanya privatisasi saja, UU No.21/2001 juga mengatur mengenai liberalisasi harga BBM serta perdagangan di sektor hilir. Pasal 9 dalam UU ini menyatakan sektor hilir migas nasional terbuka untuk swasta sehingga perusahaan dengan ijin resmi bisa menjadi distributor produk BBM (bpkp.go.id, 2012). Kesempatan untuk mulai terbuka sejak tahun 2004 seiring dengan mulai berjalannya lembaga pengawas usaha hilir yakni BPH Migas. Bisa dikatakan ini adalah momentum yang tepat bagi perusahaan migas swasta untuk berinvestasi dalam sektor hilir dan kesempatan ini diambil oleh Shell. Setidaknya ada dua keuntungan yang bisa diperoleh oleh Shell melalui investasinya di Indonesia yang diawali dari sektor hilir. Pertama, Shell mampu menjadi market leader sektor hilir diantara perusahaan swasta lain di Indonesia dengan menjadi merek asing pertama yang beroperasi di Indonesia melalui pendirian SPBU di Tangerang sehingga masyarakat juga menjadi lebih familiar dengan merk dan produk yang ditawarkan. Keuntungan yang kedua adalah investasi di sektor hilir merupakan investasi yang tergolong lebih murah dibandingkan dengan sektor hulu namun apabila mampu

Page 26: journal.unair.ac.idjournal.unair.ac.id/filerPDF/meutia jurnal.docx · Web viewBuruknya sejarah antara kedua negara juga memiliki dampak dalam konteks Indonesia dan Belanda sebagai

Meutia Sabrina071012059

dikelola dengan baik, pemasukan yang akan diperoleh bisa bernilai tinggi. Dengan didorong strategi pemasaran yang memadai maka upaya masuk Shell ke Indonesia melalui sektor hilir tetap prospektif walaupun beresiko menghadapi dominasi Pertamina.

Tidak sampai disitu saja, sejatinya pemerintah juga sudah menyiapkan regulasi yang menarik minat investor untuk berinvestasi di sektor hilir. UU No.21/2001 pasal 28 ayat 2 menyatakan bahwa harga BBM akan dilepas sesuai dengan mekanisme pasar walaupun pada akhirnya pasal ini harus dibatalkan oleh MK setelah pengajuan judicial review pada tahun 2005. Namun pada dasarnya hal ini sudah dapat mencerminkan pergeseran komitmen pemerintah dalam melihat pengelolaan sumber daya migas di Indonesia yang mulanya state-centic menjadi lebih liberal. Faktanya pemerintah juga telah mengurangi subsidi harga BBM secara bertahap seperti yang terjadi pada tahun 2005, 2008 dan 2012. (Kompas, 2012) Liberalisasi harga BBM ini menjadi penting untuk diatur karena investor seperti Shell tentu akan berpikir ulang berinvestasi apabila produknya masih harus bersaing dengan BBM bersubsidi yang harganya tentu lebih murah. Namun jika melihat kecenderungan subsidi harga BBM yang terus dikurangi dari tahun ke tahun maka peluang Shell untuk menuai keuntungan dari sektor BBM dalam beberapa tahun ke depan amat terbuka lebar. Hal ini juga melihat fakta bahwa Shell merupakan merek asing yang memegang izin dan mendirikan SPBU terbanyak di Indonesia.

Kesimpulan

Pada dasarnya keputusan bisnis perusahaan seperti Shell akan selalu dipengaruhi oleh faktor eksternal yang dalam

Page 27: journal.unair.ac.idjournal.unair.ac.id/filerPDF/meutia jurnal.docx · Web viewBuruknya sejarah antara kedua negara juga memiliki dampak dalam konteks Indonesia dan Belanda sebagai

Meutia Sabrina071012059

penelitian ini merupakan kombinasi dari hubungan bilateral home-host country dan resiko politik sistemik yang berkembang di Indonesia. Penulis menyimpulkan bahwa keputusan Shell untuk mulai gencar berinvestasi di Indonesia sejak tahun 2005 dilandasi oleh konteks situasi politik yang berkembang. Dalam sub bab kerangka pemikiran, dijelaskan bahwa perusahaan yang menggunakan wholly owned subsidiary sebagai model masuk bisnis internasionalnya, akan lebih memilih negara dengan resiko politik yang rendah karena situasi ini menjanjikan return of investment yang lebih mudah dan lancar dari operasi bisnisnya di negara itu. Secara keseluruhan sejak tahun 2005 Indonesia merupakan negara dengan tingkat uncertainty yang rendah bagi Shell dalam pengembangan bisnisnya lebih rendah dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.

Era Reformasi terutama sejak kepemimpinan SBY secara politik cukup stabil sehingga uncertainty yang harus dihadapi oleh perusahaan juga dapat diminimalisir. Namun yang terpenting adalah di era ini terdapat perubahan orientasi pengembangan industri migas yang lebih terintegrasi dalam ekonomi pasar. Hal ini menempatkan resiko politik Indonesia bukan hanya lebih rendah tetapi juga menawarkan peluang bisnis baru bagi Shell di sektor hilir. Lebih lanjut pengembangan bisnis ini perlu diiringi dengan peningkatan kualitas hubungan bilateral sehingga Shell sebagai representasi tidak resmi dari Belanda lebih dimudahkan dalam proses negosiasi pengembangan bisnis berikutnya. Langkah ini juga dapat dianalisis sebagai bagian strategi Shell dan Belanda untuk menekan uncertainty yang dapat menurunkan nilai investasi Shell. Berkat diplomasi Belanda, Shell kini hanya berada di level medium small uncertainty.

Page 28: journal.unair.ac.idjournal.unair.ac.id/filerPDF/meutia jurnal.docx · Web viewBuruknya sejarah antara kedua negara juga memiliki dampak dalam konteks Indonesia dan Belanda sebagai

Meutia Sabrina071012059

Beberapa area penelitian lebih lanjut yang juga prospektif dan belum dibahas dalam penelitian ini adalah analisis kebijakan ekonomi yang berpengaruh terhadap rezim investasi di negara Indonesia serta penerimaan masyarakat lokal atas Shell sebagai perusahaan multinasional. Keduanya merupakan tantangan yang harus dihadapi oleh perusahaan yang menggunakan wholly owned subsidiary sebagai model masuk bisnis internasional ketika ingin menghitung return of investment, selain analisis resiko politik seperti yang telah dibahas dalam penelitian ini. Disamping itu dapat juga diteliti mengenai perkembangan investasi asing dalam sebuah negara berkembang yang sedang mengalami transisi menuju demokrasi. Dalam situasi transisi yang belum matang dapat terjadi tarik-menarik kepentingan antara pengusaha dan penguasa mengingat industri migas adalah industri padat modal yang erat kaitannya dengan kesepakatan di level nasional. Terlebih dengan adanya politik biaya tinggi yang saat ini sedang berjalan di Indonesia melalui pemilihan umum presiden maupun anggota legislatif menjadi menarik untuk dianalisis lebih dalam hubungan mutualisme antara penguasa dan pengusaha di sektor migas.

Daftar Pustaka

Buku

Daniels, John, Lee H. Radebaugh, & Daniel P. Sullivan. “Selecting and Managing Entry Mode” dalam International Business: Environment and Operations, (New Jersey: Pearson Prentice Hall, 2007)

Fahmi, Irham. Analisis Investasi dalam Perspektif Ekonomi dan Politik, (Bandung: PT Refika Aditama, 2006)

Page 29: journal.unair.ac.idjournal.unair.ac.id/filerPDF/meutia jurnal.docx · Web viewBuruknya sejarah antara kedua negara juga memiliki dampak dalam konteks Indonesia dan Belanda sebagai

Meutia Sabrina071012059

Jarvis, Darryl. Conceptualizing, Analyzing and Measuring Political Risk: The Evolution of Theory and Method, (Singapore: Lee Kuan Yew School, 2008)

May Rudy, Teuku. Teori, Etika, dan Kebijakan Hubungan Internasional, (Bandung: Angkasa, 1993)

Ricklefs, M C. A History of Modern Indonesia since c.1200 3rd

edition, (New York: Palgrave Macmillan, 2001) Syeirazi, M Kholid. Di Bawah Bendera Asing: Liberalisasi

Industri Migas Indonesia, (Jakarta: Pustaka LP3ES, 2009)Jurnal & Working Paper Online

Busse, Matthias & Carsten Hefeker, “Political Risk, Intitusions and Foreign Direct Investment”, HWWA Discussion Paper 315, (2005), hal 1-28 dalam www.wiwi.uni-siegen.de/ewp/research/documents/hefeker/315.pdf (diakses tanggal 20 April 2012)

Desbordes, Rodolphe & Vincent Vicard. “Foreign Direct Investment and Bilateral Investment Treaties, an International Political Perspective”, Journal of Comparative Economics Elsevier vol 37, (2007), hal 1-23 dalam http://halshs.archives-ouvertes.fr/docs/00/17/60/51/PDF/Bla07045.pdf (diakses tanggal 16 November 2012)

Li, Quan, Aleksandr Vashcilko, & Tatiana Vaschilko. Interstate Political Relations and Bilateral FDI Flow. (Cambridge: Harvard University, 2010), hal 1-27 dalam https://ncgg.princeton.edu/IPES/2010/papers/S1015_paper2.pdf (diakses tanggal 16 November 2012)

OECD, OECD Investment Policy Review Indonesia: Overview of Progress and Policy Challenges, (2010) dalam http://www.oecd.org/daf/inv/investmentfordevelopment/46314256.pdf hal 23-28 (diakses tanggal 29 Maret 2013)

Page 30: journal.unair.ac.idjournal.unair.ac.id/filerPDF/meutia jurnal.docx · Web viewBuruknya sejarah antara kedua negara juga memiliki dampak dalam konteks Indonesia dan Belanda sebagai

Meutia Sabrina071012059

Petrovic, Evica. “Country Risk and Effects of Foreign Direct Investment”, Journal of Facta Universitais series Economics and Organization Vol 6 no 1, (2009), hal 9-22 dalam http://facta.junis.ni.ac.rs/eao/eao200901/eao200901-02.pdf (diakses tanggal 20 April 2012)

Artikel Berita Online

Anonim. “Soekarno hingga Tank Leopard Belanda”, Jakarta Greater, 3 Juli 2012, dalam http://jakartagreater.com/2012/07/leopardw/ (diakses tanggal 26 Februari 2013)

Burhani, Ruslan. “Shell Siap Masuk Pengolahan Minyak di Indonesia”, Antara News, 8 Februari 2009, dalam http://www.antaranews.com/view/?i=1234101837&c=EKB&s= (diakses tanggal 11 Maret 2013)

Fadillah, Rangga. “Shell Inpex to Invest US$20b in Gas-Rich Masela Block”, The Jakarta Post, 8 Juni 2012, dalam http://www.thejakartapost.com/news/2012/06/08/shell-inpex-invest-us20b-gas-rich-masela-block.html (diakses tanggal 4 April 2012)

Syafputri, Ella. “Shell Bangun Pabrik Pelumas di Indonesia”, Antara News, 14 November 2012 dalam http://otomotif.antaranews.com/berita/343494/shell-bangun-pabrik-pelumas-di-indonesia (diakses tanggal 11 Maret 2013)

Tamam, Badrut. “Tawaran Kerjasama Avtur untuk Pertamina”. Industri Online, 19 Agustus 2008, dalam http://industri.kontan.co.id/news/tawaran-kerjasama-avtur-untuk-pertamina (diakses tanggal 11 Maret 2013)

Page 31: journal.unair.ac.idjournal.unair.ac.id/filerPDF/meutia jurnal.docx · Web viewBuruknya sejarah antara kedua negara juga memiliki dampak dalam konteks Indonesia dan Belanda sebagai

Meutia Sabrina071012059

Yazid, Muhammad “Shell Tidak Lolos sebagai Distributor BBM Subsidi”, Kontan Online, 10 November 2012, dalam http://industri.kontan.co.id/news/shell-tidak-lolos-sebagai-distributor-bbm-subsidi (diakses 22 April 2013)

Sumber Internet Lainnya

Bappenas, Pendanaan Luar Negeri. Belanda Beri Bantuan Pemilu USD 2 Juta, 2009, dalam http://pendanaan.bappenas.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=3:belanda-beri-bantuan-pemilu-usd2-juta&catid=1:pendanaan-luar-negeri&Itemid=21 (diakses tanggal 13 Februari 2013)

BPH Migas, Regulasi, t.t, dalam http://www.bphmigas.go.id/index.php?option=com_content&view=category&layout=blog&id=70&Itemid=71 (diakses tanggal 4 April 2012)

BPKP, UU Republik Indonesia No. 22 tahun 2001, t.t, dalam www.bpkp.go.id/ uu /filedownload/2/42/339.bpkp (diakses tanggal 30 Maret 2013)

Brunei Shell Petroleum Company, History of Oil and Gas, t.t, dalam https://www.bsp.com.bn/main/aboutbsp/about_oil_gas.asp (diakses tanggal 4 Oktober 2012)

Business Council for Sustainability & Responsibility Malaysia, Shell Malaysia: Company Quick Facts, t.t, dalam http://www.bcsrmalaysia.org/members/Shell.pdf (diakses tanggal 4 Oktober 2012)

IndoMigas, SPBU Shell, 5 Januari 2010 dalam http://www.indomigas.com/spbu-shell/ (diakses tanggal 11 Maret 2013)

Page 32: journal.unair.ac.idjournal.unair.ac.id/filerPDF/meutia jurnal.docx · Web viewBuruknya sejarah antara kedua negara juga memiliki dampak dalam konteks Indonesia dan Belanda sebagai

Meutia Sabrina071012059

Pertamina, Tonggak Sejarah Berdirinya PT Pertamina, t.t, dalam http://www.pertamina.com/CompanyHistory.aspx (diakses tanggal 19 Februari 2013)

Pusdatin, Pemerintah Belanda Serahkan Bantuan Jembatan untuk Aceh, t.t, dalam http://www1.pu.go.id/uploads/berita/ppw1904051m.htm (diakses tanggal 14 Februari 2013)

Shell, Kilas Balik Shell Indonesia, t.t, dalam http://www.shell.co.id/id/aboutshell/who-we-are/history/country/flashback.html (diakses tanggal 11 Maret 2013)

Wirajuda, Hassan. The Netherlands and Indonesia: A Shared History and a Future Partnership, 2010 dalam http://www.indischherinneringscentrum.nl/sites/indischherinneringscentrum.nl/files/images/Lecture_of_Mr__Hassan_Wirajuda-Den_Haag.pdf (diakses tanggal 14 Februari 2013)