jurnal psik- morbiditas neuropsikiatrik pada epilepsi fokal

20
Morbiditas Neuropsikiatrik Pada Epilepsi Fokal Latar Belakang Penelitian sebelumnya telah mengidentifikasi naiknya tingkat prevalensi gangguan psikiatrik pada orang yang mempunyai epilepsi fokal yang refrakter terhadap pengobatan, khususnya epilepsi lobus temporalis. Banyak penelitian telah dilakukan sebelum adanya VEM (video electroencephalogram monitoring) dan MRI (magnetic resonance imaging). Tujuan Untuk menyelidiki karakteristik mana pada sindrom epilepsi fokal yang berkaitan dengan adanya depressi atau psikosis. Methods 319 orang yang mempunyai epilepsi fokal yang diterima untuk VEM dipantau selama periode 11 tahun. Riwayat seumur-hidup tentang depressi dan psikosis, letak epilepsi, lateralitas dan tipe lesi ditentukan berdasar penilaian klinis, VEM dan scan MRI. Hasil Terdapat kaitan yang signifikan antara prevalensi gejala depresi dan epilepsi fokal non-lesional. Tidak ada perbedaan signifikan dalam prevalensi gangguan neuropsikiatrik antara kelompok yang mempunyai epilepsi lobus temporalis dan kelompok yang mempunyai epilepsi lobus ekstra-temporalis. 1

Upload: satya-gunawan

Post on 09-Aug-2015

89 views

Category:

Documents


11 download

TRANSCRIPT

Page 1: Jurnal PsiK- Morbiditas Neuropsikiatrik Pada Epilepsi Fokal

Morbiditas Neuropsikiatrik Pada Epilepsi Fokal

Latar Belakang

Penelitian sebelumnya telah mengidentifikasi naiknya tingkat

prevalensi gangguan psikiatrik pada orang yang mempunyai epilepsi

fokal yang refrakter terhadap pengobatan, khususnya epilepsi

lobus temporalis. Banyak penelitian telah dilakukan sebelum

adanya VEM (video electroencephalogram monitoring) dan MRI

(magnetic resonance imaging).

Tujuan

Untuk menyelidiki karakteristik mana pada sindrom epilepsi fokal

yang berkaitan dengan adanya depressi atau psikosis.

Methods

319 orang yang mempunyai epilepsi fokal yang diterima untuk VEM

dipantau selama periode 11 tahun. Riwayat seumur-hidup tentang

depressi dan psikosis, letak epilepsi, lateralitas dan tipe lesi

ditentukan berdasar penilaian klinis, VEM dan scan MRI.

Hasil

Terdapat kaitan yang signifikan antara prevalensi gejala depresi

dan epilepsi fokal non-lesional. Tidak ada perbedaan signifikan

dalam prevalensi gangguan neuropsikiatrik antara kelompok yang

mempunyai epilepsi lobus temporalis dan kelompok yang mempunyai

epilepsi lobus ekstra-temporalis.

Kesimpulan

Temuan ini sangat berbeda dengan temuan sebelumnya pada cohort

yang lebih kecil. Kaitan antara epilepsi fokal non-lesional dan

depressi mungkin disebabkan oleh effect dari lebih luasnya daerah

epileptogenik.

1

Page 2: Jurnal PsiK- Morbiditas Neuropsikiatrik Pada Epilepsi Fokal

Penelitian yang berpengaruh oleh Gibbs, Slater & Beard and

Flor-Henry tentang psikosis epilepsi yang seperti-schizofrenia

telah menjadi dasar untuk pandangan modern bahwa epilepsi lobus

temporalis dan penyakit psikiatrik adalah berkaitan erat.

Hubungan ini diselidiki terutama sebelum adanya VEM dan MRI untuk

karakterisasi fokus kejang, dan tipe kejang dan identifikasi lesi

yang mendasari. Sebagai contoh, 66% dari penelitian yang

diidentifikasi dalam lima tinjauan besar tentang psikosis

epilepsi yang seperti-schizophrenia, dipublikasikan sebelum tahun

1986.

Tidak ada konsistensi pada temuan-temuan dari penelitian-

penelitian, ini mencerminkan perbedaan metodologi dan perubahan

klasifikasi diagnosis dalam neurologi dan psikiatri. Penelitian

berbeda-beda dalam metoda yang digunakan untuk klasifikasi

penyakit dan untuk menentukan kasus. Sebagian besar penelitian

adalah cross-sectional dan retrospektif. Ukuran sampel biasanya

kurang dari 100 orang. Hanya beberapa penelitian yang mempunyai

diagnosis psikiatrik akurat yang berdasar pada wawancara pasien

yang setengah-terstruktur. Banyak yang secara umum menyebut

‘psikopatologi’ atau menggunakan skala peringkat. Heterogenitas

kategori diagnosis tersebut mempersulit pembandingan.

Pada umumnya dapat diterima bahwa orang yang mempunyai

epilepsi fokal memperlihatkan lebih tingginya tingkat psikopato-

logi dibandingkan dengan orang yang mempunyai epilepsi umum, grup

kontrol neurologis, orang yang mempunyai gangguan kronis non-

neurologis dan populasi umum. Tingkat prevalensi yang dilaporkan

untuk penyakit mental pada mereka yang mempunyai epilepsi fokal

yang refrakter pengobatan adalah 44 - 88%. Depresi dan psikosis

merupakan dua masalah yang paling banyak diselidiki dan merupakan

gangguan psikiatrik yang relevan secara klinis pada orang yang

mempunyai epilepsi fokal. Juga ada bukti yang lebih mutakhir

bahwa hubungan antara depresi, psikosis dan kejang mungkin lebih

kompleks dari pada yang dibayangkan sebelumnya. Depresi adalah

berkaitan dengan berkembangnya kejang yang terjadi lebih akhir.

2

Page 3: Jurnal PsiK- Morbiditas Neuropsikiatrik Pada Epilepsi Fokal

Adanya riwayat keluarga tentang epilepsi adalah berkaitan dengan

berkembangnya epilepsi maupun gangguan psikotik.

Disebabkan oleh kurangnya riset baru, maka pandangan kami

tentang hubungan antara psikopatologi dan epilepsi adalah

tergantung kepada literatur yang kurang dapat diperbandingkan.

Secara parsial, ini mungkin penyebab dari terus tidak adanya

konsensus tentang kaitan spesifik antara epilepsi lobus

temporalis dan gangguan psikiatrik, psikosis atau depresi. Issue

yang masih belum terpecahkan meliputi apakah orang yang mempunyai

epilepsi lobus temporalis mempunyai risiko lebih tingi untuk

mengembangkan gangguan psikiatrik dibandingkan orang yang

mempunyai epilepsi fokal bentuk lain, dan apakah lateralitas

fokal atau adanya lesi akan mempengaruhi psikopatologi. Telah

dikedepankan bahwa masalah ini tidak akan terpecahkan sampai data

dari serial besar dari orang-orang yang dikategorisasi dengan

baik dapat dikumpulkan dan diteliti. Penelitian ini berupaya

membahas kembali tentang tidak adanya kaitan historis ini dengan

cara menyelidiki suatu serial besar partisipan yang mempunyai

epilepsi fokal yang mempunyai semiologi epilepsi yang telah

didefinisikan dengan baik dengan menggunakan VEM, MRI dan

penilaian rinci terhadap riwayat psikiatrik.

METODA

Kriteria Inklusi

Grup penelitian terdiri dari semua orang yang diperiksa secara

konsekutif pada unit VEM di Rumah Sakit Melbourne antara tahun

1993 sampai 2004 yang memperoleh diagnosis epilepsi fokal dan

penilaian neuropsikiatrik klinis. Orang diterima oleh VEM

terutama disebabkan oleh kejang yang terus terjadi kendatipun

diberikan terapi obat antiepilepsi. Tujuan penerimaan oleh unit

VEM tersebut adalah untuk mendapatkan pemahaman diagnosis yag

lebih komprehensif tentang kondisi mereka, termasuk aspek

neuropsikiatrik, dan agar dapat dengan lebih baik menetapkan opsi

terapi yang sesuai yang mungkin melibatkan pertimbangan tentang

apakah intervensi bedah layak dilakukan.

3

Page 4: Jurnal PsiK- Morbiditas Neuropsikiatrik Pada Epilepsi Fokal

Semua orang (n = 482) yang diterima selama periode

penelitian dengan diagnosis epilepsi fokal pada saat pemulangan,

ditinjau-ulang dengan memeriksa catatan medis mereka, surat

pemulangan dan diskusi dengan ahli epilepsi yang merawatnya.

Persetujuan etis untuk audit retrospektif terhadap arsip pasien

ini telah diperoleh dari komite etika dan riset manusia Rumah

Sakit Melbourne. Limapuluh-empat orang dikeluarkan karena tidak

cukup bukti untuk epilepsi fokal. Dari 428 orang yang dikonfir-

masi mempunyai epilepsi fokal, 319 orang telah menjalani

penilaian neuropsikiatrik klinis pada saat penilaian epilepsi

mereka. Informasi tentang data demografik masing-masing orang,

diagnosis neuropsikiatrik, klasifikasi epilepsi, lateralitas

kejang dan hasil MRI dikumpulkan.

Penilaian neurologis dan klasifikasi tipe epilepsi fokal

Pada semua pasien rawat inap evaluasi epilepsi yang

komprehensif terdiri dari riwayat klinis lengkap, VEM kontinyu

selama 1 – 3 minggu untuk lokasi kejang dan scan otak protokol

epilepsi dengan MRI 1,5 T, yang meliputi kejang volumetric yang

diperoleh secara coronal pada seluruh otak. Apabila diindikasikan

secara klinis, maka pemeriksaan SPECT (single photon emission

computed tomography) dan FDG-PET (fluorodeoxyglucose positron

emission tomography) juga dilaksanakan untuk mengklarifikasi

fokus epilepsi. Tidak ada perubahan dalam prosedur MRI dan pada

scanner yang digunakan selama masa penelitian ini. Diagnosis

neurologis konsensus, yang diinformasikan oleh sistim klasifikasi

dari International League Against Epilepsi, ditentukan pada

pertemuan mingguan untuk tinjauan klinis epilepsi yang dihadiri

oleh tiga ahli epilepsi, ahli neuropsikiatri, ahli neuropsiko-

logi, rekan ahli epilepsi, teknisi EEG dan ahli neuroradiologi.

Epilepsi fokal dibagi menjadi epilepsi lobus temporalis dan

epilepsi lobus ekstra-temporalis. Kelompok yang mempunyai

epilepsi lobus temporalis diklasifikasikan lebih lanjut menjadi

tiga subkelompok diagnostik sebagai berikut: epilepsi lobus

temporalis mesial, yang mempunyai sclerosis temporalis mesial

4

Page 5: Jurnal PsiK- Morbiditas Neuropsikiatrik Pada Epilepsi Fokal

pada MRI dan fokus ipsilateral pada VEM; epilepsi lobus

temporalis non-lesional, yang tidak mempunyai bukti imaging

tentang patologi tetapi ada lokalisasi yang jelas pada temporal

pada VEM; dan epilepsi lobus temporalis lesional apabila terdapat

lesi epileptogenik pada lobus temporalis pada MRI (selain dari

sclerosis temporalis mesial, yaitu ‘lesi jaringan asing’) dan

adanya fokus ipsilateral pada VEM. Kelompok epilepsi lobus

ekstra-temporalis dibagi menjadi kelompok yang mempunyai dan yang

tidak mempunyai lesi epileptogenik pada MRI. Lateralitas epilepsi

ditentukan oleh kesesuaian antara hasil EEG iktal, inter-iktal

dan patologi apapun yang terlihat pada MRI dan, apabila tersedia,

PET dan/atau SPECT.

Tujuh orang yang mempunyai epilepsi lobus ekstra-temporalis

dikeluarkan karena tidak adanya data MRI. Ini menyisakan 312

partisipan dalam penelitian. Lateralitas tidak dapat dipastikan

pada delapan orang pada VEM dan oleh karena itu ini dikeluarkan

dari analisis tentang lateralitas.

Penilaian Neuropsikiatrik

Semua orang yang mempunyai epilepsi fokal yang diterima untuk VEM

secara rutin dirujuk untuk penilaian neuropsikiatri. Tetapi,

disebabkan oleh keterbatasan waktu dan tidak adanya ahli

neuropsikiatri maka tidak semuanya dinilai. Kelompok yang dinilai

lebih mungkin mempunyai epilepsi lobus temporalis (X2 = 7,7, P

<0,05) dibandingkan diagnosis lain apapaun tetapi tidak berbeda

secara signifikan dengan kelompok yang tidak dinilai dalam hal

umur, gender, lateralitas letak fokus atau apakah mereka kemudian

menjalani bedah saraf.

Tujuan penilaian adalah untuk mengidentifikasi morbiditas

psikiatrik yang relevan secara klinis yang mungkin berpengaruh

terhadap terapi atau menjadi perancu terhadap gambaran neurolo-

gik. Ini dilaksanakan pada saat penilaian neurologik oleh seorang

ahli neuropsikiatri senior yang mewawancarai partisipan dan

mencari riwayat sebagai verifikasi apabila layak. Sebagian kecil

dilakukan oleh ahli neuropsikiatri lain yang secara langsung

5

Page 6: Jurnal PsiK- Morbiditas Neuropsikiatrik Pada Epilepsi Fokal

diawasi senior, termasuk D.V. dan S.J.A. Penilaian neuropsikia-

trik, termasuk formulasi neuropsikiatrik dan diagnosis

diinformasikan berdasar kriteria diagnostik DSM-IV, ini adalah

lengkap dan didokumentasikan secara rinci pada saat penilaian.

Penilaian tersebut diselesaikan dan didokumentasikan sebelum

pertemuan untuk tinjauan klinis dimana diagnosis epilepsi

ditegakkan.

Semua penilaian neuropsikiatrik dikumpulkan setelah periode

penelitian dan ditinjau-ulang oleh ahli neuropsikiatrik kedua

dengan menggunakan suatu pro forma standard untuk mencatat

informasi. Tinjauan pada penilaian ini difokuskan pada

identifikasi riwayat masa lampau atau masa kini tentang depressi

dan riwayat masa lampau atau masa kini tentang psikosis, termasuk

psikosis post-iktal dan psikosis inter-iktal tetapi tidak

termasuk psikosis iktal yang berkaitan secara temporer dengan

terjadinya kejang. Fenomena psikiatri kecil lainnya yang terjadi

secara peri-iktal tidak diikut-sertakan.

Sebelas dari penilaian neuropsikiatrik ditinjau-ulang oleh

seorang klinikus ketiga dengan menggunakan kriteria yang sama,

dengan kesesuaian 88% dalam diagnosis ini. Sepuluh penilaian

neuropsikiatrik diperiksa-ulang pada 12 bulan setelah arsip

pertama ditinjau-ulang oleh ahli neuropsikiatrik kedua dengan

kesesuaian diagnostik 100%.

Analisis Statistik

Kami melaksanakan analisis berikut ini untuk memastikan hubungan

antara diagnosis psikiatrik dan kelompok epilepsi:

(a) prevalensi gangguan psikiatrik (depresif, gejala psikosis

dan lainnya) didalam total kelompok dan didalam sub-

kelompok epilepsi.

(b) Uji kaitan (chi-squared test) antara diagnosis psikiatrik

dan sub-kelompok epilepsi; analisis ini membandingkan

diagnosis psikiatrik untuk:

(i) epilepsi lobus temporalis lawan epilepsi lobus

ekstra temporalis.

6

Page 7: Jurnal PsiK- Morbiditas Neuropsikiatrik Pada Epilepsi Fokal

(ii) epilepsi fokal non-lesional (epilepsi lobus

temporalis dan ekstratemporalis keduanya tanpa

lesi) lawan epilepsi fokal lesional (sclerosis

temporal mesial dan epilepsi lobus temporalis

maupun ekstratemporalis lesional).

(iii) Epilepsi fokal non-lesional (epilepsi lobus

temporalis dan ekstratemporalis) lawan sclerosis

temporal mesial dan epilepsi fokal dan epilepsi

fokal lesional lainnya (baik temporalis maupun

ekstra-temporalis)

(c) analisis regresi logistic yang menggunakan sub-kelompok

epilepsi sebagai variabel independen untuk meramalkan

odds dari diagnosis dilaksanakan untuk kelompok-kelompok:

(i) diagnosis psikiatrik apapun

(ii) depressi

(iii) psikosis

HASIL

Data demografik umum dan diagnosis sindrom epilepsi

Dari 312 partisipan yang memenuhi kriteria inklusi, 121

(39%) didiagnosis mempunyai epilepsi lobus temporalis mesial; 74

(24%) mempunyai epilepsi lobus temporalis non-lesional; 58 (19%)

mempunyai epilepsi lobus temporalis lesional; 42 (13%) mempunyai

epilepsi lobus ekstratemporalis dengan lesi; dan 17 (5%)

mempunyai epilepsi lobus temporalis tanpa lesi. Lateralisasi

fokus kejang adalah sisi-kiri pada 48%, sisi-kanan pada 42% dan

bilateral tidak tergantung fokus pada 7%. Fokus kejang tidak

dapat dilateralisasi pada 8 peserta (3%). Tidak ada perbedaan

signifikan antar kelompok dalam hal umur, gender, status

perkawinan, status pekerjaan atau lateralitas fokus.

Rincian klinis dan demografik dasar untuk masing-masing

sindrom epilepsi diberikan dalam Tabel 1. Lesi sclerosis temporal

non-mesial terdeteksi pada MRI pada 100 (32,1%) peserta dimana

epilepsi lesional dapat ditentukan. Sifat lesi ini adalah tumor,

benigna, maligna dan tumor neuroepitel disembrioplastik (n = 23),

7

Page 8: Jurnal PsiK- Morbiditas Neuropsikiatrik Pada Epilepsi Fokal

ensefalomalasia (n = 26), cavernoma (n = 10), dysplasia dan

kelainan perkembangan lainnya (n = 29) dan lain-lain (n = 12)

termasuk kista dermoid dan epidermoid dan malformasi arteriovena.

Prevalensi Gangguan Psikiatrik apapun.

58% peserta didiagnosis mempunyai riwayat masa sekarang atau masa

lampau tentang gangguan psikiatrik, dan sejumlah orang memenuhi

kriteria untuk lebih dari satu gangguan. Sifat gangguan

psikiatrik tersebut adalah depresi pada 32,6%, psikosis pada 7,2%

dan gangguan psikiatrik lain pada 36,1%. Gangguan psikiatrik lain

termasuk kecemasan pada 6,9%, penyalah-gunaan obat atau

ketergantungan obat pada 3,1%, gangguan somatoform pada 4,7%,

gangguan personality pada 13,8%, lebih dari satu diagnosis

psikiatrik pada 4,7% dan gangguan lainnya pada 2,8%. Orang-orang

dalam kelompok ‘gangguan psikiatrik lain’ ini tersebar secara

merata diantara sub-sub kelompok epilepsi. Tingkat untuk depresi,

psikosis dan diagnosis psikiatrik lainnya tidak berbeda secara

signifikan antara pria dan wanita.

Tidak ada perbedaan signifikan dalam prevalensi gangguan

psikiatrik apapun antara kelompok yang mempunyai epilepsi lobus

temporalis (57%) lawan kelompok epilepsi lobus ekstratemporalis

(62,1%)(X2 = 0,58, P = 0,49). Orang yang mempunyai epilepsi non-

lesional (kelompok epilepsi lobus temporalis maupun ekstra-

temporalis) mempunyai prevalensi yang lebih tinggi secara

signifikan untuk gangguan psikiatrik (69,2%) dibandingkan orang

yang mempunyai epilepsi lesional (mesial, temporal, dan kelompok

epilepsi lobus ekstratemporalis) (52,9%) (X2 = 7,0, P = 0,008).

Apabila orang yang mempunyai lesi dibagi menjadi orang yang

mempunyai epilepsi lobus temporalis mesial (50,4%) dan lesi

sclerosis temporal non-mesial (kelompok epilepsi lobus temporalis

dan ekstratemporalis) (56%) dan kelompok-kelompok tersebut

dibandingkan secara individual dengan kelompok non-lesional,

keduanya mempunyai prevalensi lebih rendah untuk gangguan

psikiatrik dibandingkan kelompok yang mempunyai epilepsi fokal

8

Page 9: Jurnal PsiK- Morbiditas Neuropsikiatrik Pada Epilepsi Fokal

non-lesional (kelompok epilepsi lobus temporalis dan ekstra

temporalis) (69,2%) (X2 = 7,7, P = 0,021).

Tidak ada kaitan statistik antara prevalensi diagnosis

psikiatrik dengan lateralitas fokus kejang (kanan 56,3%, kiri

61%, bilateral 54,5%) (X2 = 0,8, P = 0,7). Tidak ada perbedaan

signifikan dalam prevalensi gangguan psikiatrik apapun antara

pasien yang mempunyai epilepsi lobus temporalis (57%) lawan

epilepsi lobus ekstratemporalis (62,1%) (X2 = 0,58, P = 0,49).

Orang yang mempunyai epilepsi non-lesional (baik kelompok

epilepsi lobus temporalis maupun ekstratemporalis) mempunyai

prevalensi yang lebih tinggi secara signifikan untuk gangguan

psikiatrik (69,2%) dibanding orang yang mempunyai epilepsi

lesional (epilepsi lobus sclerosis temporal mesial, epilepsi

lobus temporal lesional, dan kelompok epilepsi lobus ekstra-

temporalis lesional; 52,9%) (X2 = 7,07, P = 0,008).

Analisis regresi logistic mengidentifikasi epilepsi lesional

lawan non-lesional sebagai satu-satunya variabel independen yang

berkaitan secara statistik dengan diagnosis penyakit psikiatrik

(P = 0,006) (Tabel 2). Suatu kontras yang membandingkan epilepsi

fokal lesional dengan epilepsi fokal non-lesional adalah

signifikan (P = 0,002). Odds pada diagnosis psikiatrik apapun

untuk orang yang mempunyai epilepsi fokal non-lesional adalah 2,4

kali dari odds untuk orang yang mempunyai epilepsi fokal

lesional. Tidak ada perbedaan statistik menurut apakah lesi

adalah sclerosis temporal mesial atau lesi lain, atau menurut

lateralitas fokus kejang.

Prevalensi Gejala Depresi

Hasil-hasil untuk gejala depresi dimasa lampau atau masa

sekarang adalah sama dengan hasil untuk diagnosis psikiatrik

apapun. Tidak ada perbedaan signifikan dalam prevalensi depresi

antara orang yang mempunyai epilepsi lobus temporalis (31,2%) dan

epilepsi lobus ekstratemporalis (37,9%) (X2 = 1,06, P = 0,3),

begitu juga antara orang yang mempunyai lateralitas sisi-kanan

(32,6%), sisi-kiri (33.1%) atau bilateral (31,8%) (X2 = 0,2, P =

9

Page 10: Jurnal PsiK- Morbiditas Neuropsikiatrik Pada Epilepsi Fokal

0,99). Kelompok yang mempunyai epilepsi fokal non-lesional

memperlihatkan prevalensi yang lebih tinggi untuk depresi (41,6%)

dibandingkan kelompok yang mempunyai lesi pada MRI (kelompok

epilepsi lobus temporal mesial dan kelompok epilepsi lobus

ekstratemporalis) (28,5%) (X2 = 5,17; P = 0,03). Tidak ada

perbedaan signifikan dalam tingkat depresi antara orang yang

mempunyai sclerosis temporal mesial (26,4%) dan orang yang

mempunyai lesi fokal tipe lain di lobus temporalis (27,6%) (X2 =

0,026, P = 0,86).

Analisis regresi logistic yang mengkonfirmasi diagnosis

depresi diprediksi dengan paling baik pada epilepsi non-lesional

(P = 0,04) apabila letak awitan kejang, epilepsi lesional dan

lateralitas dimasukkan dalam model (Tabel 2). Ini dikonfirmasi

dengan memeriksa epilepsi lesional dibandingkan dengan epilepsi

non-lesional (P = 0,01). Odds diagnosis depresi untuk kelompok

yang mempunyai epilepsi fokal non-lesional adalah hampir dua kali

odds untuk kelompok yang mempunyai epilepsi fokal lesional (OR =

1,96, 95% CI 1,16 – 3,31). Diagnosis depresi tidak diramalkan

berdasarkan apakah fokusnya adalah temporalis atau ekstratempora-

lis (P = 0,5). Lebih lanjut, tidak ada perbedaan statistik antara

tingkat depresi pada kelompok yang mempunyai epilepsi lobus

temporalis mesial dibandingkan dengan lesi lainnya (P = 0,06).

Diagnosis depresi tidak diramalkan bersadar letak awitan kejang

atau lateralitas fokus.

Untuk menentukan apakah depresi adalah faktor yang paling

penting dalam kaitan antara epilepsi non-lesional dengan

‘diagnosis psikiatrik apapun’, maka analisis diulangi dengan

mengeluarkan semua orang yang mempunyai depresi. Analisis ini

tidak memperlihatkan hubungan apapun antar variabel independen

dan tidak memperlihatkan perbedaan yang signifikan untuk epilepsi

non-lesional. Ini menunjukkan bahwa kontributor utama untuk pola

yang dihasilkan oleh rangkaian analisis pertama (untuk ‘diagnosis

psikiatrik apapun’) adalah adanya riwayat gejala depresi.

Prevalensi Psikosis

10

Page 11: Jurnal PsiK- Morbiditas Neuropsikiatrik Pada Epilepsi Fokal

Tidak ada hubungan signifikan antara variabel epilepsi manapun

dan riwayat gejala psikosis masa lalu atau sekarang. Analisis

yang membandingkan epilepsi lobus temporalis dengan epilepsi

fokal non-lesional, sclerosis temporal mesial dengan lesi lainnya

dan epilepsi fokal non-lesional dan lateralitas fokus kejang

tidak mendapati kaitan pada analisis X2 univariate. Begitu juga,

regresi logistic tidak memperlihatkan kaitan yang signifikan

untuk variabel yang manapun (Tabel 3).

D I S K U S I

Kekuatan penelitian ini terletak pada kombinasi klasifikasi

sindrom epilepsi modern dan diagnosis psikiatrik yang relevan

secara klinik pada suatu cohort konsekutif besar yang terdiri

dari orang-orang yang mempunyai epilepsi fokal yang refrakter

pengobatan. Ada tiga temuan penting pada penelitian ini yang

berkaitan dengan prevalensi diagnosis psikiatrik pada berbagai

subtype epilepsi fokal, yaitu effek dari apakah itu adalah

epilepsi lesional atau non-lesional, dan effek dari apakah itu di

sisi-kanan, sisi-kiri atau bilateral.

Pertama, prevalensi gangguan psikiatrik tidak berbeda antara

orang yang mempunyai epilepsi lobus temporalis dan epilepsi lobus

ekstra-temporalis. Lebih lanjut, orang yang mempunyai epilepsi

lobus temporalis medial tidak memperlihatkan tingkat diagnosis

psikiatrik yang lebih tinggi ketika dibandingkan dengan orang

yang mempunyai epilepsi lobus temporalis lain (yaitu epilepsi

lobus temporalis non-lesional) atau epilepsi lobus ekstra-

temporalis. Temuan ini selaras dengan sejumlah penelitian selama

bertahun-tahun yang tidak berhasil mengkonfirmasi pendapat umum

bahwa ada kaitan spesifik antara epilepsi lobus temporalis dan

psikopatologi tetapi sangat berbeda dengan praktek klinik yang

telah diterima secara umum. Kedua, orang yang diidentifikasi

tidak mempunyai lesi pada MRI adalah lebih mungkin mempunyai

riwayat depresi masa sekarang atau seumur hidup. Temuan ini tidak

tergantung pada apakah fokus kejangnya temporalis atau

11

Page 12: Jurnal PsiK- Morbiditas Neuropsikiatrik Pada Epilepsi Fokal

ekstratemporalis. Ketiga, diagnosis psikiatrik adalah tidak

berkaitan dengan apakah letak fokus epilepsi di sisi-kanan, sisi-

kiri atau bilateral.

Penelitian yang telah mengidentifikasi lebih tingginya

tingkat prevalensi psikopatologi pada epilepsi lobus temporalis

biasanya tidak menggunakan MRI dan VEM untuk diagnosis epilepsi

dan mempunyai jumlah partisipan yang lebih sedikit dibandingkan

penelitian kami.

Kami tidak dapat mengkonfirmasi temuan Quiske et al yang

mendapati skor depresi yang lebih tinggi secara signifikan pada

BDI (Beck Depression Inventory) pada orang yang mempunyai sclero-

sis temporal mesial dibandingkan dengan orang yang mempunyai lesi

di regio neokortikal temporal lainnya. Artikel mereka tidak

menyertakan orang yang mempunyai epilepsi lobus ekstratemporalis

dan epilepsi fokal non-lesional, yang membandingkan orang yang

mempunyai epilepsi lobus temporalis dan sclerosis temporal mesial

dengan orang yang mempunyai epilepsi lobus temporalis dan lesi

neokortikal. Tetapi ketika kami melakukan analisis yang serupa

terhadap cohort kami, yaitu epilepsi lobus temporalis mesial

lawan epilepsi lobus temporalis lesional, kami tidak mendapati

perbedaan statistik pada tingkat gangguan psikiatrik. Ada

sejumlah perbedaan dalam penelitian itu yang mungkin menjadi

penyebab ketidak-sesuaian ini. Ukuran sampel kami lebih besar

(yaitu 179 orang, diantaranya 121 mempunyai epilepsi lobus

temporalis mesial dan 58 orang mempunyai epilepsi lobus

temporalis lesional) dibandingkan ukuran penelitian sebelumnya

(yaitu 60 orang, diantaranya 43 mempunyai sclerosis temporal

mesial dan 16 mempunyai lesi temporal neokortikal), menyebabkan

adanya kemungkinan terjadinya error tipe II. Karena data kami

dikumpulkan secara prospektif untuk tujuan klinis maka kami tidak

mempunyai skor BDI. Walaupun penilaian klinis mungkin lebih

akurat pada populasi ini dari pada suatu BDI, tetapi ini bukanlah

penilaian yang setara. Juga, disebabkan keterbatasan pada

pengumpulan data maka kami mempunyai lesi ‘jaringan asing’

neokortikal didalam kelompok epilepsi lobus temporalis lesional

12

Page 13: Jurnal PsiK- Morbiditas Neuropsikiatrik Pada Epilepsi Fokal

kami. Ini dapat mengaburkan suatu perbedaan nyata yang tergantung

pada letak didalam lobus temporalis bukannya sifat patologi.

Disamping itu, kelompok sclerosis temporal mesial dalam

penelitian Quiske mempunyai awitan kejang lebih dini dan durasi

penyakit lebih panjang dari pada kelompok lesi neokortikal

mereka. Jika sclerosis temporal mesial dan epilepsi fokal lainnya

adalah kondisi yang progresif, maka progresi psikiatrik mungkin

dapat menjelaskan meningkatnya insidensi depressi pada kelompok

sclerosis temporal mesial ini. Sayangnya kami tidak dapat menguji

kaitan tersebut pada cohort kami, disebabkan tidak tersedianya

data yang dapat diandalkan tentang awitan epilepsi.

Kaitan antara depresi dan epilepsi non-lesional, tanpa

memandang apakah seseorang mempunyai epilepsi lobus temporalis

atau ekstra-temporalis, adalah suatu temuan baru yang sebelumnya

tidak dilaporkan. Psikosis, bukan depresi, biasanya berkaitan

dengan adanya atau tidak adanya lesi. Telah diterima secara umum

berdasar penelitian neuropatologi bahwa lesi jaringan asing

mungkin mempunyai tingkat psikosis yang lebih tinggi dari pada

sclerosis temporal mesial dan bahwa lesi yang berawal pada

perinatal mungkin sangat relevan. Walaupun tidak ada penelitian

yang membahas peran epilepsi lesional lawan epilepsi non-lesional

dalam depresi, tetapi ada beberapa alasan kuat untuk melakukan-

nya. Pertama, pendekatan tersebut akan mengklasifikasi partisipan

menurut sifat patologi epileptogenik yang mendasari. Kedua,

Roberts et al tidak menyelidiki hubungan antara kelompok yang

mempunyai dan yang tidak mempunyai lesi dan depresi. Kegagalan

penelitian sebelumnya untuk menyelidiki apakah ada kaitan antara

mempunyai epilepsi lesional atau non-lesional dan psikopatologi

adalah dapat dimengerti mengingat bahwa sebagian besar penelitian

telah mencoba memahami psikopatologi dengan menyelidiki letak

fokus kejang. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sifat

kelainan patologis yang mendasari mungkin lebih penting dari pada

lokasinya. Kami tidak mendapati kaitan antara letak fokus dan

prevalensi penyakit psikiatrik.

13

Page 14: Jurnal PsiK- Morbiditas Neuropsikiatrik Pada Epilepsi Fokal

Walaupun penelitian yang sekarang ini mengidentifikasi

hubungan antara prevalensi depresi dan epilepsi fokal non-

lesional, tetapi basis neurobiologis temuan ini masih spekulatif.

Kelompok non-lesional mungkin merupakan orang yang mempunyai

perubahan ringan tetapi luas atau lesi yang tidak terdeteksi pada

MRI (yang disebabkan oleh keterbatasan resolusi). Mendukung usul

bahwa orang-orang ini mempunyai patologi yang lebih luas adalah

hipometabolisme PET yang tersebar lebih luas yang terlihat pada

orang yang mempunyai epilepsi lobus temporalis tanpa lesi MRI

dibandingkan dengan orang yang mempunyai sclerosis temporal

mesial. Lebih lanjut, literatur menunjukkan bahwa gangguan

fungsional yang lebih ekstensif adalah berkaitan dengan adanya

gangguan psikiatrik. Orang yang mempunyai epilepsi dan disertai

depresi dan psikosis, dibandingkan dengan orang yang tanpa

komorbiditas psikiatrik, mempunyai perubahan imaging fungsional

yang lebih ekstensif di regio serebral misalnya lobus frontal.

Walaupun lesi fokal mungkin mengakibatkan interupsi total

terhadap koneksi sel saraf pada tempat lesi, patologi yang luas

dapat mengakibatkan gangguan yang lebih luas pada jalur fronto-

limbik. Jika orang yang mempunyai epilepsi non-lesional mempunyai

gangguan fungsional yang lebih ekstensif dari pada orang yang

mempunyai epilepsi fokal lesional, ini mungkin menyebabkan

naiknya tingkat depresi. Jika dikonfirmasi, temuan ini akan

mempunyai implikasi yang potensial terhadap tatalaksana dan

rehabilitasi orang-orang ini.

Kami tidak mengidentifikasi kaitan apapun yang signifikan

antar sub-kelompok epilepsi dan prevalensi psikosis, kami juga

tidak mereplikasi temuan yang dilaporkan sebelumnya tentang

naiknya tingkat psikosis pada orang yang mempunyai lesi walaupun

menyelidiki kesamaan jumlah peserta. Haruslah diakui bahwa

kecilnya jumlah peserta pada semua penelitian menyebabkan

kesimpulan dalam konteks ini sulit dibuat.

Kekuatan

14

Page 15: Jurnal PsiK- Morbiditas Neuropsikiatrik Pada Epilepsi Fokal

Kekuatan penelitian ini berkaitan dengan penggunaan VEM dan MRI

untuk menentukan tipe epilepsi fokal, besarnya ukuran sampel

diseluruh sub-tipe epilepsi fokal, dan dimasukkannya orang-orang

yang mempunyai epilepsi fokal non-lesional. Penggunaan penilaian

neuropsikiatrik klinis untuk mengidentifikasi morbiditas psikia-

trik dapat dianggap sebagai keterbatasan penelitian dibandingkan

dengan penelitian yang menggunakan alat diagnosis standar.

Tetapi, penilaian neuropsikiatrik klinis dalam pelayanan kami

adalah lebih lengkap dan lebih mungkin dapat mendeteksi gejala

atipikal. Formulasi neuropsikiatrik lengkap biasanya diterima

sebagai standar emas untuk diagnosis psikiatrik. Mengingat bahwa

tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi diagnosis

psikiatrik yang relevan secara klinis dalam suatu cohort besar

yang terdiri dari rang-orang yang mempunyai epilepsi fokal, maka

tersedianya penilaian klinis oleh seorang ahli neuropsikiatri

yang berpengalaman selama periode 11 tahun adalah unik dalam

literatur, ditinjau dari jumlah orang yang dinilai, dalamnya

penilaian klinis dan kontinyuitas penilaian. Wawancara klinis

oleh klinikus yang berpengalaman mungkin merupakan alat diagnosis

yang lebih valid pada populasi ini mengingat sifat atipikal

gambaran psikiatrik dan defisiensi kriteria diagnostik DSM.

Keterbatasan

Ada beberapa keterbatasan dalam penelitian ini, yaitu

keterbatasan yang selalu melekat pada penelitian retrospektif

terhadap populasi klinik. Pertama, walaupun meneliti suatu cohort

besar, tetapi jumlah peserta pada beberapa sub-kelompok, khusus-

nya sub-kelompok psikosis, adalah relatif kecil. Keterbatasan

seperti ini tidak unik pada penelitian kami. Sebagian besar

penelitian yang menyelidiki psikosis dari epilepsi mempunyai

jumlah-jumlah yang kira-kira sama.

Kedua, disain retrospektif tidak memungkinkan penilaian

standard terhadap variabel yang sebelumnya berkaitan dengan

komorbiditas psikiatrik misalnya effek obat anti epilepsi, durasi

15

Page 16: Jurnal PsiK- Morbiditas Neuropsikiatrik Pada Epilepsi Fokal

penyakit, adanya kejang febris atau frekuensinya dan kejang

cluster.

Ketiga, ada elemen bias seleksi yang tidak dapat dihindari

dalam serial kami. Semua pasien dirujuk ke senter perawatan

tertier karena epilepsi fokal yang refrakter pengobatan dan oleh

karena itu hanya dapat dilihat sebagai mewakili mereka yang

mempunyai penyakit kronis. Disamping itu, walaupun semua pasien

yang diterima adalah rujukan, tidak semuanya diperiksa oleh ahli

neuropsikiatri. Walaupun tinjauan kami terhadap arsip medis

menunjukkan bahwa tidak adanya ahli neuropsikiatri adalah

penyebab tidak adanya penilaian, tetapi masih ada kemungkinan

bahwa pasien yang dianggap oleh perujuk sebagai mempunyai penya-

kit psikiatrik mungkin rujukannya telah diutamakan. Disamping

itu, partisipan yang diterima karena epilepsi lobus temporalis

untuk pembedahan mungkin juga telah diutamakan rujukannya. Demi

memperhatikan masalah ini maka kami melaksanakan analisis gaya

sensitif (atau bertujuan merawat) yang mencakup semua orang dalam

cohort tersebut dan mengasumsikan bahwa pasien yang tidak dipe-

riksa tidak mempunyai diagnosis psikiatrik. Pasien yang mempunyai

epilepsi lobus temporalis dan epilepsi lobus ekstratemporalis

kemudian dibandingkan lagi untuk diagnosis psikiatrik dan sekali

lagi tidak ada perbedaan signifikan yang ditemukan dalam tingkat

penyakit psikiatrik (X2 = 0,582, P = 0,446). Oleh karena itu kami

menyimpulkan bahwa sedikit ketidak-seimbangan penilaian ini tidak

menyembunyikan perbedaan nyata antar kelompok-kelompok ini dalam

tingkat penyakit psikiatrik. Yang penting, penilaian neuro-

psikiatrik dilaksanakan sebelum pertemuan tinjauan klinis

epilepsi dimana sindrom epilepsi partisipan diklasifikasikan dan

dengan demikian diformulasikan tanpa mengetahui diagnosis

epilepsi fokal formal.

Penggunaan VEM dan MRI untuk mengidentifikasi tipe epilepsi

fokal pada sejumlah besar orang telah memungkinkan kami

mengevaluasi-ulang terhadap banyak kaitan yang dilaporkan

sebelumnya antara gangguan psikiatrik dan epilepsi fokal.

Penelitian ini tidak mengkonfirmasi adnya kaitan antara depresi

16

Page 17: Jurnal PsiK- Morbiditas Neuropsikiatrik Pada Epilepsi Fokal

dan gender pria, lateralitas sisi-kiri atau sclerosis temporal

mesial. Kami tidak menemukan kaitan apapun antara prevalensi

psikosis atau gangguan personality dan subtype epilepsi fokal.

Temuan baru pada penelitian ini adalah naiknya tingkat

depresi pada epilepsi fokal non-lesional, yang tidak tergantung

kepada lobus fokus kejang. Kami mempunyai hipotesis bahwa kaitan

ini adalah berhubungan dengan adanya proses patogenik epilepto-

genik dasar yang lebih luas pada orang-orang ini. Klarifikasi

lebih jauh tentang issue ini akan mempunyai implikasi klinis yang

signifikan untuk orang yang mempunyai epilepsi fokal dan mungkin

dapat mempengaruhi pemahaman kita tentang neurobiology yang

mendasari penyakit psikiatrik penting misalnya psikosis dan

depresi.

#######

17