jurnal mitra bahari - · pdf fileaparat dan instansi pemerintah semata ... dari 9 kecamatan...

78
Jurnal Mitra Bahari VOL. 4 No. 2, Mei 2010 Agustus 2010 1

Upload: vuongcong

Post on 03-Feb-2018

241 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Jurnal Mitra Bahari - · PDF fileaparat dan instansi pemerintah semata ... dari 9 kecamatan dengan 37 desa, ... Skala Prioritas Peningkatan Institusional Pokmaswas di Kabupaten Pangkep

Jurnal Mitra Bahari VOL. 4 No. 2, Mei 2010 – Agustus 2010

1

Page 2: Jurnal Mitra Bahari - · PDF fileaparat dan instansi pemerintah semata ... dari 9 kecamatan dengan 37 desa, ... Skala Prioritas Peningkatan Institusional Pokmaswas di Kabupaten Pangkep

Jurnal Mitra Bahari VOL. 4 No. 2, Mei 2010 – Agustus 2010

2

STUDI PENGEMBANGAN KAPASITAS

INSTITUSIONAL POKMASWAS DALAM

PENGELOLAAN SUMBERDAYA

TERUMBU KARANG

DI KAB. PANGKEP

Ratnawati1 1, Y. N. Indar 2, Budimawan 2, dan A. Faisal2

1) Mitrabahari Sulsel 2) Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan

Unhas

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Potensi pembangunan yang terdapat di

wilayah pesisir dan lautan secara garis besar

terdiri dari tiga kelompok: (1) sumberdaya

dapat pulih (reneweble resources), (2)

sumberdaya tak dapat pulih (non-renewable

resources), dan (3) jasa-jasa lingkungan

(environmental services). Namun

pengelolaannya dihadapkan pada dua

permasalahan yaitu pemanfatan yang melebihi

carring capacity dan di lokasi lain tidak

optimalnya pemanfaatan. Oleh karena itu,

salah satu kegiatan yang sangat penting dalam

menunjang pengelolaan sumberdaya kelautan

dan perikanan adalah adanya kegiatan

pengawasan terhadap pemanfaatan sumberday.

Pelaksanaan fungsi pengawasan tidaklah

mungkin hanya mengandalkan peran dari

aparat dan instansi pemerintah semata

(Diskanlut, 2004). Sehingga sangat di

perlukan pengawasan berbasis masyarakat

dengan fungsi (a) meningkatkan efesiensi

pengadaan fasilitas; (b) mengurangi beban

1 Kontak Person :

Ratnawati , SPi. M.Si Gedung PKP Lt.5 Kampus Unhas Tamalanrea Email : [email protected]

kelembagaan dan pembiayaan pemerintah;

(c) control pemerintah terhadap pengawasan

akan lebih mudah; (d) aturan lebih mudah

ditegakkan karena diambil berdasarkan

aspirasi masyarakat sehingga disesuaikan

dengan kebutuhan, prioritas, manfaat dan

kepentingan masyarakat. Sedangkan bagi

masyarakat adalah sebagai berikut: (a) dapat

melaksanakan pengawasan sesuai dengan

aspirasi dan kebutuhannya; (b) secara moral

masyarakat merasa memiliki dan merupakan

bagian dari pelaksana pembangunan yang

selanjutnya akan memelihara dengan suka

rela; (c) secara khusus pelaksana pengawasan

dapat berfungsi sebagai mediator antara

masyarakat dan pemerintah atau petugas

Salah satu model pengawasan yang ada

di masyarakat pesisir adalah Sistem

pengawasan terumbu karang berbasis

masyarakat ini disebut SISWASMAS, yang

tata cara pelaksanaannya diatur dalam Surat

Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan

Nomor KEP. 58/MEN/2001 tentang Tata Cara

Pelaksanaan Sistem Pengawasan Masyarakat

Dalam Pengelolaan dan Pemanfaatan

Sumberdaya Kelautan dan Perikanan

(Coremap, 2004). Pokmaswas diharapkan

dapat menjadi mitra pengawas perikanan dan

berperan aktif memberikan informasi serta

melaporkan pelanggaran-pelanggaran dalam

pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya

kelautan dan perikanan kepada instansi terkait

dan instansi penegak hukum (Dirjen P2SDKP,

2006). Namun, di beberapa daerah termasuk

Kabupaten Pangkep fungsi Pokmaswas belum

optimal disebabkan oleh tidak adanya prosedur

dan mekanisme pokmaswas yang jelas

Page 3: Jurnal Mitra Bahari - · PDF fileaparat dan instansi pemerintah semata ... dari 9 kecamatan dengan 37 desa, ... Skala Prioritas Peningkatan Institusional Pokmaswas di Kabupaten Pangkep

Jurnal Mitra Bahari VOL. 4 No. 2, Mei 2010 – Agustus 2010

3

sehingga peran serta masyarakat belum

didudukkan sesuai dengan tugas dan fungsinya

sebagai pemantau dan pemberi informasi

adanya pelanggaran perikanan, kurangnya

sosialisasi bimbingan teknis pembinaan

pengawasan, kurangnya sarana dan prasarana

pengawasan, serta kurangnya strategi tindak

lanjut dari komitmen penegak hukum terhadap

pelaporan pelanggaran.

Tujuan kegiatan ini adalah

pengembangan kapasitas institusional

Pokmaswas dalam pengelolaan sumberdaya

Perikanan dengan menemu kenali faktor-faktor

utama yang mempengaruhi secara signifikan

pengembangan kapasitas institusional

Pokmaswas dan memformulasi strategi

pengembangan kapasitas kelembagaan

Pokmaswas dalam pengelolaan sumberdaya

kelautan dan perikanan di Kabupaten Pangkep,

yang mengacu pada Keputusan Menteri

Kelautan dan Perikanan Nomor KEP.

58/MEN/2001 serta Bentuk partisipasi

masyarakat pulau dan pesisir Kabupaten

Pangkep dalam pengembangan kapasitas

institusional Pokmaswas.

II. METODOLOGI PENELITIAN

Lokasi penelitian ini adalah Wilayah

Coremap II Kabupaten Pangkep yang terdiri

dari 9 kecamatan dengan 37 desa, dari

sejumlah desa tersebut yang diambil 6 desa di

4 kecamatan, yaitu : Kecamatan Pangkajene,

Sigeri, Bungoro, dan Liukang Tupabbiring

dengan alasan keterwakilan lokasi pesisir dan

pulau. Waktu penelitian pada bulan Juni –

November 2008.

Tipe penelitian ini adalah bersifat

deskriptif kualitatif, yaitu suatu tipe penelitian

yang bertujuan untuk membuat atau

memberikan gambaran keadaan subyek/ obyek

penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat

dan lain-lain) pada saat sekarang berdasarkan

fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana

adanya, dengan mempergunakan data primer

dan sekunder. Prosedur sampling yang

terpenting adalah bagaimana menentukan

informan kunci (Key Informan) yang sarat

informasi sesuai dengan fokus penelitian

(Nawawi, 2001).

.

Analisis yang di lakukan dalam

penelitian yang akan mengarah pada

pengukuran sikap, terutama untuk keperluan

konfirmasi atau cross check pernyataan

informan. Analisis statistik dilakukan dengan

menggunakan skala likert dan Trade Off

Analysis untuk uji sensitivitas (Hobbs 1980,

Rowe and Pierce 1982; Lai and Hopkins 1989

dalam Pereira and Duckstein, 1993) karena

model data lapangan yang ada dalam bentuk

data in tangible (sesuatu yang tidak dapat

dihitung) dan data dalam bentuk data

rangking (prosentase) selanjutnya penentuan

perioritas dengan uji sensitivitas, ditentukan

tingkat perioritas dengan menggunakan

Metode Skala Banding Secara Berpasangan

dari Analytic Hierarchy Process. Dengan

menggunakan software expert choice asumsi-

asumsi tersebut di formulasi dan dikonversi

menjadi data numeric yang validitasnya dapat

dievaluasi dengan suatu uji konsistensi (Saaty,

1993).

Page 4: Jurnal Mitra Bahari - · PDF fileaparat dan instansi pemerintah semata ... dari 9 kecamatan dengan 37 desa, ... Skala Prioritas Peningkatan Institusional Pokmaswas di Kabupaten Pangkep

Jurnal Mitra Bahari VOL. 4 No. 2, Mei 2010 – Agustus 2010

4

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Kabupaten Pangkep terletak pada 110o

– 113o BT dan 4.40

o –8.00

o LS, di pantai Barat

Sulawesi Selatan, dengan luas wilayah

12.362,73 km2

dengan luas wilayah daratan

898,29 km2

dan luas wilayah laut 11.464,44

km2 (4 mil dari garis pantai). Kabupaten

Pangkep terdiri dari 12 kecamatan, 3

kecamatan terletak di kepulauan dan 9

kecamatan terletak di daratan (BPS Pangkep,

2005).

Wilayah kerja kegiatan COREMAP

PHASE II meliputi 6 (enam) kecamatan pesisir

yaitu Kecamatan Pangkajene, Kecamatan

Bungoro, Kecamatan Labakkang, Kecamatan

Ma‟rang, Kecamatan Segeri, Kecamatan

Mandalle, dan 3 (tiga) kecamatan kepulauan

yaitu Kecamatan Liukang Tupabbiring,

Kecamatan Liukang Tangayya, dan

Kecamatan Liukang Kalmas. Jumlah pulau

yang berada di dalam wilayah kepulauan

Kabupaten Pangkep sebanyak 112 buah. Dari

jumlah tersebut hanya 65 buah yang dihuni,

sedangkan yang tidak berpenghuni sebanyak

47 buah (Pemkab Pangkep, 2008).

Berdasarkan data statistik (2007) luas

mangrove di Kabupaten Pangkep 1.055

hektar, sedangkan luas mangrove di wilayah

pesisir lokasi Coremap II adalah 360 hektar.

Luas mangrove ini telah mengalami penurunan

sebagai akibat konversi hutan mangrove

menjadi lahan pertambakan. Potensi lainnya,

Kabupaten Pangkep memiliki luas terumbu

karang sekitar 37.000 ha, namun kondisi

terumbu karang tersebut saat ini mulai

mengalami kerusakan sebagai akibat dari

kegiatan penangkapan ikan yang tidak ramah

lingkungan, yakni dengan menggunakan bom

dan bius.

3.1. Pokwasmas dan Permasalahannya

Berdasarkan hasil penelitian ada

beberapa factor yang mempengaruhi kinerja

POKWASMAS sebagai berikut :

- Wawasan, motivasi, dan tingkat

pendidikan anggota Pokmaswas;

wawasan, motivasi, dan tingkat

pendidikan anggota Pokmaswas di

Kabupaten Pangkep tergolong kurang

baik dalam mendukung

pengembangan kapasitas instutusional

Pokmaswas sebagai organisasi

pengawasan sumberdaya perikanan

untuk memenuhi kebutuhan

masyarakat dan dan menjamin

ketersediaan sumberdaya ikan secara

lestari.

- Pengaturan dan tata laksana

institusional Pokmaswas; meliputi,

pembagian tugas Pokmaswas yang

kurang merata, tidak adanya penilaian

prestasi dan system imbalan bagi

anggota Pokmaswas sehingga

menyebabkan kurangnya motivasi

anggota untuk melakukan pengawasan

di Kabupaten Pangkep. Pokmaswas di

Kabupaten Pangkep telah memilki

aturan khusus tentang pengawasan

baik bersifat daerah maupun nasional,

namun masih membutuhkan

sosialisasi yang lebih intensif agar

dapat dijalankan oleh anggota

Page 5: Jurnal Mitra Bahari - · PDF fileaparat dan instansi pemerintah semata ... dari 9 kecamatan dengan 37 desa, ... Skala Prioritas Peningkatan Institusional Pokmaswas di Kabupaten Pangkep

Jurnal Mitra Bahari VOL. 4 No. 2, Mei 2010 – Agustus 2010

5

Pokmaswas dan dapat dimengerti

masyarakat umum.

- Pembiayaan; tidak ada pembiayaan

khusus bagi anggota Pokmaswas, serta

tidak adanya pihak swasta yang

membantu/bekerjasama dalam

melaksanakan siswasmas di

Kabupaten Pangkep.

- Sarana dan prasarana;sarana dan

prasarana anggota Pokmaswas di

Kabupaten Pangkep tergolong

lengkap, namun seharusnya

dipergunakan sebagaimana mestinya

dan ditingkatkan kapasitasnya agar

dapat menunjang kegiatan

pengawasan anggota Pokmaswas di

lapangan.

- Peranan pemerintah, peranan

pemerintah dalam mendukung

kelembagaan Pokmaswas di

Kabupaten Pangkep tergolong masih

kurang memadai, terbukti masih

adanya pelaku illegal fishing yang

dibebaskan dari jeratan hukum.

3.2. Strategi Pengembangan Kapasitas

Institusional Pokmaswas

Untuk merumuskan strategi

diperlukan identifikasi permasalahan utama

yang perlu dibenahi atau permasalahan yang

menjadi perioritas utama. Identifikasi masalah

yang dilaksanakan dengan menggunakan

Trade Off Analysis (Hobbs 1980, Rowe and

Pierce 1982; Lai and Hopkins 1989 dalam

Pereira and Duckstein, 1993). Penggunaan

metode ini sangat beralasan karena model

data lapangan yang ada dalam bentuk data in

tangible (sesuatu yang tidak dapat dihitung)

dan data dalam bentuk data rangking

(prosentase), meskipun selama ini metode

tersebut banyak di gunakan dalam arahan

sumberdaya lahan sebagai bagian dari metode

pengambilan keputusan spasial.

Pengembangan metode tersebut sangat

memerlukan identifikasi isu dari data hasil

survey dan penyusunan hirarki pengambilan

keputusan, hasil identifikasi isu utama

menjadi empat kategori, masing-masing

seperti pada Tabel 12 berikut:

Tabel 1. Identifikasi Isu Utama

Pengembangan Pokmaswas di

Kabupaten Pangkep

No

. Isu Utama Variabel

1. Sumberdaya

Manusia

1. Wawasan/Pengeta

huan

2. Motivasi

3. Pendidikan

2. Pengaturan dan

Tata Laksana

1. Pembagian Tugas

2. Penghargaan

3. Dukungan

Pemerintah

3. Pembiayaan 1. Ada

2. Tidak ada

4. Sarana dan

Prasarana

1. Ada

2. Tidak Ada

Sumber: Hasil Analisa Data Primer 2008

Tabel 2. Profil Tingkat Permasalahan

Pokmaswas di Kabupaten

Pangkep sesuai dengan skala likert

yang telah dikembangkan pada

Metode Penelitian

Page 6: Jurnal Mitra Bahari - · PDF fileaparat dan instansi pemerintah semata ... dari 9 kecamatan dengan 37 desa, ... Skala Prioritas Peningkatan Institusional Pokmaswas di Kabupaten Pangkep

Jurnal Mitra Bahari VOL. 4 No. 2, Mei 2010 – Agustus 2010

6

Kriteria

Skala Kondisi Pokmaswas

Sangat Baik Baik Kurang

Baik

Tidak

baik

Tingkat wawasan/

pengetahuan (%) 7,5 22,5 37,5 32,5

Motivasi (%) 13,33 23,33 36,67 26,67

Pendidikan (%) 0 6,67 23,33 70

Dukungan kebijakan

Pemerintah (%) 5 30 58,33 6,67

Pembagian tugas (%) 11,11 13,33 64,45 11,11

Penghargaan (%) 11,66 11,67 43,33 33,34

Pembiayaan (%) 0 0 23.33 76.67

Sarana dan Prasarana (%) 0 13.33 70 16,67

Sumber: Kompilasi Data Primer

Hasil analis dengan metode rangking

dikembangkan oleh Sugiyono (2006)

didaptkan bahwa ah dikonversi kedalaman

efektifitas kelembagaan yang telah) terlihat

bahwa, 43,9% Kurang efektif, 32,3% tidak

efektif, 16.6% dalam kondisi efektif, dan

hanya 7,2% dikategorikan sangat efektif.

Gambar 1. Hasil Analisis Senstivitas dengan Metode Trade Off

Gambar 1. menyajikan keterkaitan antara varibel dalam penentuan tingkat efektifitas, terlihat bahwa

dalam meningkatkan efektifitas Pokmaswas di Kabupaten Pangkep perlu beberapa pembenahan

antara lain : (1) pendidikan, (2) pembiayaan kelembagaan, (3) sarana dan prasarana, (4) pembagian

wewenang tugas sesuai dengan tupoksi yang ada, dan (5) dukungan pemerintah dalam hal ini

kebijakan .

Namun untuk menentukan perioritas yang lebih dahulu untuk dilaksanakan, grafik di atas

tidak dapat langsung digunakan dengan alasan bahwa grafik diatas adalah presepsi masyarakat,

Page 7: Jurnal Mitra Bahari - · PDF fileaparat dan instansi pemerintah semata ... dari 9 kecamatan dengan 37 desa, ... Skala Prioritas Peningkatan Institusional Pokmaswas di Kabupaten Pangkep

Jurnal Mitra Bahari VOL. 4 No. 2, Mei 2010 – Agustus 2010

7

sehingga ada beberapa hal berdasarkan teori perencaanaan berbasis masyarakat tidak bisa langsung

digunakan, misalnya data yang berhubungan dengan pembiayaan serta sarana dan prasarana karena

kecenderungan manusia dalam hal ini masyarakat selalu menginginkan biaya yang besar dan sarana

yang lengkap. Untuk itu, dalam menentukan skala perioritas di perlukan analisis lebih lanjut dengan

dasar knowledge dengan melihat beberapa contoh analisis hirarki proses (AHP) yang telah

dikembangkan oleh Saaty (1993). Analisis ini dengan menggunakan asumsi-asumsi untuk masing-

masing (1) Pendidikan (PD) ; (2) Pembiayaan Pokmaswas (BI); (3) Sarana dan Prasarana (SP); (4)

Pembagian Tugas (PT); (5) Kebijakan Pemerintah yang mendukung (KP), dengan skala 1-9.

Tabel 3. Kriteria Lanjut Penentuan Skala Prioritas dengan Menggunakan Nilai Skala dari Saaty

(1993)

Kriteria PD BI SP PT KP

PD

PD sedikit lebih

penting

dibandingkan

dgn BI

PD sedikit lebih

penting

dibandingkan

dgn BI

PD jelas lebih

penting

daripada PT

PD sangat

penting di

bandingkan KP

BI

Sama

pentingnya

BI sangat

penting

dibandingkan

PT

BI sedikit lebih

penting daripada

KP

SP

SP sangat

penting

dibandingkan

PT

SP sedikit lebih

penting daripada

KP

PT

KP sedikit lebih

penting

dibandingkan

dgn PT

KP

Sumber: Interview dan Diskusi Terbatas Dengan Stakeholders

Dengan menggunakan software expert choice asumsi-asumsi di atas di formulasi dan di

konversi menjadi data numeric sesuai dengan skala yang di sarankan oleh Saaty (1993) seperti pada

Gambar 13 dan tingkat perioritas dijelaskan pada Gambar 14.

Page 8: Jurnal Mitra Bahari - · PDF fileaparat dan instansi pemerintah semata ... dari 9 kecamatan dengan 37 desa, ... Skala Prioritas Peningkatan Institusional Pokmaswas di Kabupaten Pangkep

Jurnal Mitra Bahari VOL. 4 No. 2, Mei 2010 – Agustus 2010

8

Gambar 2. Skala Prioritas Peningkatan Institusional Pokmaswas di Kabupaten Pangkep

Berdasarkan Gambar 2, dengan

menggunakan metode AHP dan software

Expert Choice didapatkan bahwa perioritas

pertama yang perlu di benahi adalah

pendidikan dengan persentase (46,9%),

pembiayaan kelembagaan serta penyediaan

sarana dan prasarana masing-masing (20,1%),

dukungan kebijakan pemerintah (8,6 %), dan

pembagian tugas (4,3%)

Berdasarkan kriteria tersebut maka

dirumuskan strategi-strategi pengembangan

kapasiatas kelembagaan dengan tiga skala

perioritas yaitu : skala pendek (mendesak),

skala menengah, dan skala jangka panjang.

Dengan strategi pengembangan masing-

masing sebagai berikut :

1. Skala jangka pendek: peningkatan

kapasitas dan kemampuan anggota

Pokmaswas melalui pendidikan, dalam

hal ini pendidikan formal tidak

memungkinkan sehingga hanya

diarahkan pada pendidikan non formal

saja, misalnya pelatihan, lokakarya,

penyuluhan, studi banding ataupun

magang..

2. Skala jangka menengah: peningkatan

pembiayaan operasional kegiatan

siswasmas, dengan membebankan

anggaran pengawasan ke APBD atau

sumber lainnya. Serta peningkatan sarana

dan prasarana sesuai dengan kemampuan

pemerintah setempat sehingga dapat

menunjang efektifnya kegiatan siswasmas

di Kabupaten Pangkep.

3. Skala jangka panjang: peningkatan

dukungan pemerintah daerah terhadap

Pokwasmas melalui PERDA atau aturan

lain yang mengikat dan menjadi sumber

motivasi tambahan dari para anggota

Pokwasmas, dan rekonstruksi

institusional pokmaswas melalui

pembenahan pengaturan dan tata laksana

yang ada secara adil dan merata sesuai

dengan tupoksi anggotanya.

Page 9: Jurnal Mitra Bahari - · PDF fileaparat dan instansi pemerintah semata ... dari 9 kecamatan dengan 37 desa, ... Skala Prioritas Peningkatan Institusional Pokmaswas di Kabupaten Pangkep

Jurnal Mitra Bahari VOL. 4 No. 2, Mei 2010 – Agustus 2010

9

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa

dalam pengembangan kapasistas

POKWASMAS di Kabupaten Pangkep sangat

di pengaruhi oleh beberapa faktor antara lain :

Pendidikan dengan persentase (46,9%),

pembiayaan kelembagaan serta penyediaan

sarana dan prasarana masing-masing (20,1%),

dukungan kebijakan pemerintah (8,6 %), dan

pembagian tugas (4,3%) sehingga sangat di

perlukan berbagai strategi pengembangan

kapasitas institusional Pokmaswas Strategi

pengembangan kapasitas institusional

Pokmaswas di Kabupaten Pangkep; jangka

pendek: peningkatan kapasitas dan

kemampuan anggota Pokmaswas melalui

pendidikan, jangka menengah: peningkatan

pembiayaan operasional kegiatan siswasmas,

dan jangka panjang: peningkatan dukungan

pemerintah daerah terhadap Pokwasmas

Saran-Saran

Beberapa hal yang menjadi entry point

dalam upaya pengembangan kapasitas

kelembagaan Pokmaswas, antara lain:

1. Pemerintah perlu meningkatkan upaya

sosialisasi program dalam hal peningkatan

kapasitas Pokmaswas agar dapat

dimanfaatkan secara maksimal.

2. Peran kelembagaan Pokmaswas masih

perlu diefektifkan guna peningkatan

kinerja anggota Pokmaswas dengan cara

memperbaiki koordinasi antara pemerintah

dengan anggota Pokmaswas serta

pengembalian rasa percara masyarakat

terhadap pemerintah yang masih kurang

akibat lemahnya penegakan hukum.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. 2002. Prosedur Penelitian Suatu

Pendekatan Praktek. PT Rineka

Cipta. Jakarta.

BAPPENAS. 2001. Kerangka Nasional

Pengembangan Kapasitas Untuk

Mendukung Desentralisasi, Draft #

3, Jakarta.

Barracuda. 2006. Membangun Kelembagaan

Pengawasan Sumberdaya Kelautan

dan Perikanan. Media Informasi dan

Komunikasi Internal Ditjen

Pengawasan dan Pengendalian

Sumberdaya Kelautan dan

Perikanan. Volume III. Jakarta.

Baso, A. dan B.S. Parawansa. 2004. Faktor-

Faktor Berpengaruh Terhadap

Produksi Unit Tangkapan Jaring

Insang Hanyut di Perairan Selat

Makassar. Ponggawa Jurnal Sosial

Ekonomi Kelautan dan Perikanan

Vol.1 No.1. FIKP-Unhas. Makassar.

Coremap. 2004. Draft Pedum Siswasmas

(MCS-Terumbu Karang Berbasis

Masyarakat). DKP. Jakarta.

Coremap. 2006. Pedoman Pelaksanaan

Siswasmas (MCS-Terumbu Karang

Berbasis Masyarakat). DKP. Jakarta.

Page 10: Jurnal Mitra Bahari - · PDF fileaparat dan instansi pemerintah semata ... dari 9 kecamatan dengan 37 desa, ... Skala Prioritas Peningkatan Institusional Pokmaswas di Kabupaten Pangkep

Jurnal Mitra Bahari VOL. 4 No. 2, Mei 2010 – Agustus 2010

10

Coremap. 2008. Petunjuk Teknis Pengawasan

Perikanan Berbasis Masyarakat.

DKP. Jakarta.

Dahuri, R., Jacub R., Sapta P.G., dan M.J.

Sitepu. 2004. Pengelolaan

Sumberdaya Wilayah Pesisir dan

Lautan Secara Terpadu. PT.

Paradyna Paramitha, Jakarta.

Dirjen P2SDKP. 2006. Panduan Pembentukan

Pokmaswas Terumbu Karang

(Kelompok Masyarakat Pengawas).

Direktorat Pengawasan dan

Pengendalian Sumberdaya Kelautan.

Jakarta.

Ditjen P2SDKP. 2006. Pengawasan

Sumberdaya Kelautan dan Perikanan

Dengan Sistem MCS. Departemen

Kelautan dan Perikanan Republik

Indonesia. Jakarta.

Diskanlut Sulsel. 2004. Materi Sistem

Pengawasan Masyarakat

(Siswasmas). Proyek Pengelolaan

Sumberdaya Kelautan dan Perikanan

Sulsel. Makassar.

Grindle, M. S (Eds). 1997. Getting Good

Government : Capacity Building in

The Public Sectors of Developing

Countries, Boston, MA : Harvard

Institute for International

Development.

Hidayat, M.M. dan Surochiem As. 2002.

Pokok-Pokok Strategi

Pengembangan Masyarakat Pantai

Dalam Mendorong Kemandirian

Daerah. Maritime Article. Hang

Tuah University. Surabaya.

Imron, M.A. 2002. Peran Institusi Lokal

Dalam Pembangunan Desa (Suatu

Kajian Tentang Peran Lembaga

Tahlil Dalam Pembangunan Desa di

Desa Simorejo Kecamatan Kanor

Kabupaten Bojonegoro). Tesis

Program Pascasarjana Universitas

Brawijaya. Malang.

Indar, Y. N. 2006. Pengelolaan Terumbu

Karang Berbasis Masyarakat.

Makalah Pelatihan Staf dan

Monitoring dan Evaluasi Pengelola

Coremap II. Dinas Kelautan dan

Perikanan Provinsi Sulawesi Selatan

– Program Coremap II. Makassar

Keban, T. 2000. ”Good Governance dan

Capacity Building Sebagai Indikator

Utama dan Fokus Penilaian Kinerja

Pemerintahan”, Dalam Jurnal

Perencanaan Pembangunan, Edisi 20

Tahun 2000. BAPPENAS. Jakarta.

Kusnadi. 2003. Akar Kemiskinan Nelayan.

LKIS Yogyakarta. Yogyakarta.

LEPSI. 2006. Laporan Akhir Pelatihan

Siswasmas Program Coremap Fase

II di kabupaten Selayar. Dinas

Kelautan dan Perikanan kabupaten

Selayar. Benteng.

Lubis, H dan Martani, H. 1987. Teori

Organisasi (Suatu Pendekatan

Page 11: Jurnal Mitra Bahari - · PDF fileaparat dan instansi pemerintah semata ... dari 9 kecamatan dengan 37 desa, ... Skala Prioritas Peningkatan Institusional Pokmaswas di Kabupaten Pangkep

Jurnal Mitra Bahari VOL. 4 No. 2, Mei 2010 – Agustus 2010

11

Makro). Universitas Indonesia.

Jakarta.

Mentz. J.C. N (1997) Personal and

Institutional Factors in Capacity

Building and Instutional

Development, Working Paper No.

14, Maastrict : ECDPM

Nawawi, H. 2000. Manajemen Strategik

Organisasi Non Profit Bidang

Pemerintahan. Gama University

Press. Yogyakarta.

Nawawi, H. 2001. Metode Penelitian Bidang

Sosial. Gama University Press.

Yogyakarta.

Nazam, M. 2006. Analisis Aspek Lingkungan

Usaha Pembesaran Ikan dalam

Keramba Jaring Apung (Kasus Di

Teluk Ekas, Lombok Timur). Balai

Pengkajian Teknologi Pertanian

NTB. Mataram.

Orangbuton. 2008. Prakarsa Dan Kreatifitas

Serta Peran Masyarakat Sebagai

Stakeholder Good Governance

Dalam Mendorong Terciptanya

Clean Dan Clear Government.

http://orangbuton.wordpress.com/pe

ranan pemerintah. [diakses 7 April

2009].

Pemkab Pangkep. 2008. Profil Daerah

Kabupaten Pangkep. Site Resmi

Pemerintah Kabupaten Pangkep.

http://www.pangkep.go.id [diakses

15 April 2009].

PERFORM. 2003. Program Pengembangan

Institusional. Modul Training.

PMU Pangkep. 2007. Laporan PRA

Kabupaten Pangkep 2007. Dinas

Kelautan dan Perikanan Kabupaten

Pangkep. Makassar

Pereira, J.M.C., & Duckstein, L. 1993. A

Multiple Criteria Decision Making

Approach to GIS-Based Land and

Suitability Evaluation. International

Journal of Geographical Information

system, Vol.7 hal 407 – 424.

Pratomo, L. 2007. Budaya Lokal Indonesia

Menjaga Alam. http://Berita

Habitat.Net [diakses 24 April 2008].

Robbins, S. P. 1994. Teori Organisasi,

Struktur, Desain dan Aplikasi. Alih

bahasa: Udaya Yusuf. Edisi 3.

Arcan. Jakarta.

Rohdewhold, R. and Poppe, M. 2005.

”Guidelines on capacity building in

The Regions”, (Version 2,0), SfDM

Project Report.

Saaty, TL. 1993. Pengambilan Keputusan Bagi

Para Pemimpin. PT Pustaka

Binaman Pressindo. Jakarta.

Sallatang, A. 2007. Laporan Advisor CBM

Individual Consultant Coremap II.

Kabupaten Pangkep.

Salman, D. 2005. Peranan Masyarakat Dan

Lembaga Lokal Dalam Pengelolaan

Pembangunan. Makalah Diklat

Fungsional Penjenjangan Perencana

Page 12: Jurnal Mitra Bahari - · PDF fileaparat dan instansi pemerintah semata ... dari 9 kecamatan dengan 37 desa, ... Skala Prioritas Peningkatan Institusional Pokmaswas di Kabupaten Pangkep

Jurnal Mitra Bahari VOL. 4 No. 2, Mei 2010 – Agustus 2010

12

- Pertama (DFPP-P). Bappenas-

PSKMP Unhas. Makassar

Sedarmayanti. 2000. Restrukturisasi dan

Pemberdayaan Organisasi Untuk

Menghadapi Dinamika Perubahan

Lingkungan. CV Mandar Maju.

Bandung.

Sopiah. 2008. Perilaku Organisasional.

Penerbit ANDI Yogyakarta.

Yogyakarta.

Sugiyono. 2006. Metode Penelitian

Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D.

Alfabeta. Bandung.

Syahyuti. 2003. Bedah Konsep Kelembagaan.

Pusat Penelitian dan Pengembangan

Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor.

Tulungen, J.J., Bayer t. G., Crawford, B. R.,

Dimpudus, M., Kasmidi, M.,

Rotihsulu, C., Sukmara, A.,

Tangkilisan, N., 2003. Panduan

Pembentukan dan Pengelolaan

Daerah Perlindungan Laut Berbasis

Masyarakat. USAID-Indonesia

Coastal Resources Management

Project. Koleksi Dokumen Proyek

Pesisir 1997 – 2003. 76 hal.

UNDP. 1998. Capacity assessment and

development in a systems and

strategic Management Context

(Technical Advisory Paper No. 3,

Management Development and

Governance Division).

Wikipedia Indonesia. 2008. Panglima Laot.

http://id.wikipedia.org./wiki/panglim

a laot. [diakses 24 April 2008].

World Bank. 1994. Africa: “A Framework for

Integrated Coastal Zone

Management.” Land, Water, and

Natural Habitats Division and Africa

Environmentally Sustainable

Development Division. Washington,

D.C.

Page 13: Jurnal Mitra Bahari - · PDF fileaparat dan instansi pemerintah semata ... dari 9 kecamatan dengan 37 desa, ... Skala Prioritas Peningkatan Institusional Pokmaswas di Kabupaten Pangkep

Jurnal Mitra Bahari VOL. 4 No. 2, Mei 2010 – Agustus 2010

13

Membangkitkan Teluk Banten Yang Penuh Kontroversi untuk

kesejahteraan Oleh

Mochammad Farchan

*Dosen STP/Ketua konsorsium PMB Banten)

ABSTRACT

Banten Bay which is located at serang Regeny ant between Sunda Staits and Java sea

has some controversial phenomena. The condition has been influenced by the differces of

regional condition and social culture of three regencies and one municipality those are

Serang, Pandeglang, Lebak and Cilegon. The rapid industrial development and the diffent

interest of industry, eviroment and society consisting af fishermen, aquaculturist and fish

processors need to have much ettention to enable to produce some appropriate policies in

accommodation some diffent interest in order to the environmental conservation guarded and

Banten Bay still has role in development significantly.

KEYWORDS : Banten Bay, Conservation sea, Serang.

I. PENDAHULUAN

Teluk banten salah satu kawasan

yang terletak di kabupaten Serang,

mempunyai panjang pantai sekitar 30 km,

berbatasan dengan laur Jawa dan Selat

Sunda. Kondisi oceanografinya banyak

dipengaruh oleh ke dua perairan ini.

Jumlah sungai besar yang bermuara di

Teluk Banten mengalir dari berbagai

daerah seperti Pandeglang, Lebak adalah

lima buah. Jumlah ini belum termasuk

sungai – sungai kecil pertambakan yang

mempunyai hulu di pedesaan dan

pertambakan. Sungai ini telah melewati

berbagai aktifitas mulai rumah tangga,

pasar, rumah sakit dan industri kecil

lainnya. Pada kawasan Teluk Banten

Bagian Barat telah berdiri Pelabuhan

Internasional Bojonegara (PIB) dan tidak

kurang dari 51 industri yang

menggunakan kawasan ini. Beberapa

pelabuhan antar pulau dan perikanan juga

bermuara di Teluk banten seperti

Karangantu, Teratai, Domas, Lontar.

Di kawasan Timur juga berdiri

kawasan industri hulu seperti tekstil dan

industri lainnya yang menggunakan Teluk

Banten sebagai muara buangan limbah

industrinya. Areal laut yang berbatasan

dengan laut Jawa sebelah Timur, masuk

dalam proyek penggalian pasir oleh empat

perusahaan yang telah mendapatkan ijin

pengerukan. Sepanjang pesisir Teluk

selain dihuni oleh penduduk juga

digunakan untuk areal pertambak

Beban Teluk banten yang demikian ini,

akan membawa pengaruh yang cukup

besar terhadap daya dukung Teluk Banten.

Page 14: Jurnal Mitra Bahari - · PDF fileaparat dan instansi pemerintah semata ... dari 9 kecamatan dengan 37 desa, ... Skala Prioritas Peningkatan Institusional Pokmaswas di Kabupaten Pangkep

Jurnal Mitra Bahari VOL. 4 No. 2, Mei 2010 – Agustus 2010

14

KAM PUS PANTAI BAPPL - STP

TELUK

BANTEN

LAUT JAWA

SELAT SUNDA

PERTAMBAKAN

Gambar 1. Peta Teluk banten

II MATERI DAN METODE

Analisa kegiatan ini menggunakan

metoda survey pada perairan Teluk Banten

dan analisa data skunder hasil penelitian

yang telah dilakukan. Kondisi yang

terdapat dilapangan dihubungkan dengan

bahasan ilmiah dan harapan ke depan akan

dibuat kesimpulan.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Berbagai fenomena Teluk Banten

yang ada akan dibahas dan diharapkan

menjadi output yang dapat dijadikan

langkah dalam pengambilan kebijakan.

1. Kontroversi kepentingan

Berbagai kepentingan dalam

pemanfaatan teluk banten dan beberapa

kondisi yang ada akan dijelaskan dibawah

ini.

a.Pertambakan

Luas tambak sekitar Teluk Banten

5500 ha yang dikelola secara tradisional

sampai intensif. Tahun 1992 tidak kurang

dari 500 Ha dioperasikan untuk budidaya

udang windu (Penaeus monodon). Kalau

satu Ha dapat berproduksi 3 ton, maka

dalam satu siklus dapat berproduksi 1.500

ton. Satu tahun dapat dioperasikan 2

siklus, sehingga dalam satu tahun produksi

udang 3000 ton. Harga udang windu satu

ton sekitar 50 juta rupiah, sehingga dalam

satu tahun dapat menghasilkan devisa 150

milyard rupiah. Namun saat ini hanya

beberapa petak saja yang digunakan untuk

budiadaya udang. Di kampus BAPPL

Sekolah Tinggi Perikanan yang terletak

Karangantu sekitar 2 Ha yang digunakan

untuk budidaya udang dengan teknologi

tertutup (closed system) , dan digunakan

untuk penelitian, pendidikan dan

pengabdian masyarakat. Demikian juga

dengan tambak ikan, berbagai keluhan

dirasakan masyarakat seperti tambak ikan

bandeng yang sulit menjadi besar dan

menurun hasil panennya. Akibat samping

(multiplayer effect) yang dtimbulkan

cukup besar. Tenaga kerja pengangguran

semakin meingkat, pendukung operasional

seperti pakan, bengkel yang biasa

memperbaiki mesin pesanan (order) turun,

dan banyak dampak yang lainnya.

Kondisi ini telah dilakukan

penelitian di beberapa saluran masuk

pertambak dan setelah dilakukan uji

metoda indeks shanon, disimpulkan

bahwa tambak sudah menurun daya

dukungnya dan disebabkan oleh bahan

organik yang terlalu tinggi. Untuk dapat

memacu produksi perikananya di daerah

ini, maka riset dan pengembangan

(research and development) untuk

memacu produksi harus dilakukan. Kerja

sama antar stakeholder yang

Page 15: Jurnal Mitra Bahari - · PDF fileaparat dan instansi pemerintah semata ... dari 9 kecamatan dengan 37 desa, ... Skala Prioritas Peningkatan Institusional Pokmaswas di Kabupaten Pangkep

Jurnal Mitra Bahari VOL. 4 No. 2, Mei 2010 – Agustus 2010

15

memanfaatkan Teluk Banten harus

diselenggarakan melalui regulasi dan

pengawasan yang ketat, sehingga kondisi

pesisir dan laut terjaga. Pada teknologi

pemeliharaan udang di tambak harus

dilakukan kombinasi untuk mengantisipasi

penurunan kualitas lingkungan ini.

Beberapa riset di BAPPL Sekolah Tinggi

Perikanan seperti pemeliharaan udang

dengan system tertutup ( closed system),

penumbuhan pakan alami untuk

pemeliharaan ikan sebagai salah satu

alternatif

menaikan daya dukung perairan.

Gambar 2. Tambak dengan teknologi tertutup sebagai alternative teknik budidaya

udang di pesisir Teluk Banten.

b. Nelayan

Tahun 1993 daerah tangkapan ikan

(fishing ground) nelayan mulai jarak 100m

dari garis pantai sudah banyak bertebaran

bagan (penangkap ikan stasioner) dan

nelayan sudu secara perorangan

menangkap di pantai. Namun sekarang

sudah tidak terlihat nelayan bubu , akibat

tidak mendapat ikan hasil tangkapan.

Kondisi ini disebabkan antara lain

oleh kualitas air yang menurun akibat

buangan limbah dari segala arah, jumlah

tangkapan yang berlebih (over fishing),

kerusakan lingkungan pesisir akibat abrasi

sehingga hutan bakau semakin kritis.

Kondisi ini diperburuk oleh reklamasi atau

pengurukan pantai yang tidak mengikuti

pola arus.

Berkenaan dengan hal tersebut perlu

regulasi dan pengawasan yang intensif

serta rahabilitasi daerah yang dianggap

mempercepat proses kemunduran perairan.

Gambar 3. Bagan ikan di Teluk Banten

Page 16: Jurnal Mitra Bahari - · PDF fileaparat dan instansi pemerintah semata ... dari 9 kecamatan dengan 37 desa, ... Skala Prioritas Peningkatan Institusional Pokmaswas di Kabupaten Pangkep

Jurnal Mitra Bahari VOL. 4 No. 2, Mei 2010 – Agustus 2010

16

c. Terumbu Karang (coral reef )

Terumbu karang sangat sensitif

dengan bahan kimia, pengendapan lumpur

dan perubahan salinitas. Tahun 1992 masih

terlihat anemone dan ikan yang berwarna-

warna di Pulau Pamujan Besar, Pulau

Semut, Pulau Pamujan Kecil, Pulau Lima,

Pulau Kubur. Namun saat ini, hanya

tinggal kenangan. Penyebabnya antara lain

adalah penangkapan ikan yang tidak

ramah lingkungan dengan menggunakan

bahan kimia atau peledak, pembuangan

lumpur pengerukan alur pelabuhan,

sedimen yang dibawah oleh sungai besar

dari pegunungan dan pembuangan limbah

industri dan limbah penggalian pasir laut

Untuk membangkitkan lagi kawasan

ini adalah dengan menetapkan sebagai

kawasan konservasi dan rehabilitasi yang

dibiayai oleh pengguna Teluk Banten

sebagai tempat pembuangan limbah

industri. Jadi azas manfaat dan biaya

dihitung untuk memberikan kontribusi

masing – masing pengguna untuk

berkontribusi perbaikan lingkungan. Untuk

itu, perlu peraturan daerah yang dapat

mengakomodasinya.

Beberapa hasil penanaman

transplantasi karang oleh Taruna Sekolah

Tinggi Perikanan dalam kegiatan Praktek

keahlian di Pulau Lima dan Pisang yang

mempunyai kandungan lumpur cukup

tebal ternyata dapat ditumbuhkan karang

yang mempunyai nilai alami cukup tinggi.

Pemulihan terumbu karang, yang

dibarengi dengan perbaikan padang lamun

(sea grass), rumput laut (sea weed) akan

dapat meningkatkan populasi ikan hias dan

ikan konsumsi karena tempat ini sebagai

tempat asuhan (nursery ground),

pemijahan ( spawning ground).

Gambar 4. Transplantasi karang di Pulau Pisang oleh praktik keahlian Taruna

Sekolah Tinggi Perikanan di BAPPL-STP Serang

Selain transplantasi karang, untuk

memulihkan perairan telah dicoba

pembuatan terumbu karang yang terbuat

dari ban bekas yang disusun untuk

terumbu karang. Hasil praktek Taruna

Sekolah Tinggi Perikanan di Pulau Lima

dalam waktu satu tahun sudah banyak

dihuni oleh ikan dan diharapkan nantinya

sebagai tempat pemijahan dan perawatan

benih ikan.

Page 17: Jurnal Mitra Bahari - · PDF fileaparat dan instansi pemerintah semata ... dari 9 kecamatan dengan 37 desa, ... Skala Prioritas Peningkatan Institusional Pokmaswas di Kabupaten Pangkep

Jurnal Mitra Bahari VOL. 4 No. 2, Mei 2010 – Agustus 2010

17

Gambar 5. Terumbu karang buatan yang terbuat dari ban sebelum di pasang di pulau

Lima Teluk Banten.

d. Padang lamun

Padang lamun di wilayah Barat

Teuk Banten daerah Kecamatan

Bojonegara, dan Desa Margagiri cukup

luas dan merupakan habitat ikan duyung,

namun saat ini hanya tinggal kenangan.

Tahun 1997 luas pada lamun lebih dari

500 Ha, namun sekarang sudah banyak

yang musnah akibat pembangunan yang

tidak ramah lingkungan. Pengurukan

(reklamasi) pantai yang tidak teratur,

pembangunan dermaga kapal yang tidak

mengikuti garis pantai, pola arus

menyebabkan kerusakan tidak hanya di

pesisir ini namun juga diraskan di tempat

lain seperti Karangantu yang mempunyai

jarak lebih dari 5 Km. Reboisasi padang

lamun yang dilakukan oleh salah satu

Lembaga Swadaya (LSM) akhir – akhir ini

juga tidak dapat berjalan dengan baik,

akibat manajemen kawasan yang tidak

mendukung, sehingga tidak tumbuh

dengan baik. Jumlah insdustri di kawasan

Barat tidak kurang dari 50 buah, dengan

limbah yang bervariasi sangat memporak

porandakan padang lamun ini.

Untuk itu perlu kesadaran dan kerja

bersama – sama untuk tetap melestarikan

dan menjaga keindahan Teluk Banten ini.

Tidak berpikir sesaat untuk kepentingan

sendiri, tapi dimasa mendatang harus tetap

dijaga kelestariannya.

Gambar 6. Kawasan Teluk Banten sebelah Barat Bojonegara ( Banten research, 1999)

Page 18: Jurnal Mitra Bahari - · PDF fileaparat dan instansi pemerintah semata ... dari 9 kecamatan dengan 37 desa, ... Skala Prioritas Peningkatan Institusional Pokmaswas di Kabupaten Pangkep

Jurnal Mitra Bahari VOL. 4 No. 2, Mei 2010 – Agustus 2010

18

e. Hutan Bakau

Beberapa tempat seperti sisi Utara

Pulau Dua, Sisi Timur Pulau Panjang

masih terlihat pohon ini, tetapi beberapa

tempat seperti di Pantai Karangantu

sebelah barat sampai kearah Tonjong

sepanjang sekitar 3 km hutan bakau tidak

ditemukan lagi dan bahkan dalam kurun

waktu 10 tahun ini pengkisan sudah

mencapai 100 m. Banyak tambak yang

tertutup oleh pasir dan hutan bakau yang

berjatuhan. Pada sisi lain, sebelum tahun

1994 kawasan ini mempunyai pantai yang

menambah akibat pengendapan lumpur.

Kondisi ini disebabkan oleh pembangunan

pantai yang tidak ramah lingkungan,

sehingga terjadi perputaran arus yang

mengarah ke bibir pantai ini.

Berkenaan dengan hal terbut untuk

mencegah dampak lebih buruk lagi, maka

pencegahan abrasi dengan cara membuat

penangkap sedemen (catching area) dan

menanam dengan pohon bakau.

Gambar 7. Tahun 1993 tempat ini cukup sejuk dengan hutan bakaunya, namun saat

ini sudah dikikis sehingga terliht gersang.

Gambar 8 . Untuk mencegah abrasi lebih jauh, petakan tambak juga dikorbankan

ditanam bakau untuk mencegah abrasi lebih jauh.

Page 19: Jurnal Mitra Bahari - · PDF fileaparat dan instansi pemerintah semata ... dari 9 kecamatan dengan 37 desa, ... Skala Prioritas Peningkatan Institusional Pokmaswas di Kabupaten Pangkep

Jurnal Mitra Bahari VOL. 4 No. 2, Mei 2010 – Agustus 2010

19

f. Tata Ruang

Tata ruang pesisir di teluk Banten

belum ditetapkan dalam peraturan daerah

rencana umum tata ruang (RUTR). Garis

sepandan laut tidak dibuat sehingga

pengurukan pantai dan laut dapat dengan

mudah dilakukan oleh beberapa kalangan.

Untuk itu, penetapan tata ruang dan

pengawasan yang ketat akan dapat

menjadikan kawasan Teluk Banten yang

asri dan indah.

Gambar 9. Pulau Lima (kiri) dan Pulau Pisang (kanan) Potensi alam yang perlu di

kelola dengan baik.

2. Upaya Pengelolaan

Beberapa usaha untuk menjaga

kondisi teluk agar tetap terjaga dan dapat

digunakan untuk meningkatkan

kesejahteraan masyarakat antara lain akan

dibahas dibawah ini .

a. Membentuk Badan Pengelola Teluk

Banten

Badan pengelola Teluk Banten

(BPTB) dibentuk untuk memberikan

pertimbangan kepada kepala daerah

tentang kebijakan yang akan diambil dan

memantau secara rutin kondisi teluk.

Anggotanya terdiri dari berbagi klangan

yaitu Dinas yang ditunjuk oleh kepala

daerah, lembaga swadaya masyarakat dan

perguruan tinggi.

b. Wisata Bahari

Beraneka ragam hayati ini

menjadikan daya tarik untuk mengadakan

penelitan dan wisata bahari.

Berkembangnya wisata ini akan

mendorong perekonomian masyarakat

sekitar. Angkutan air, warung atau toko,

wisata pemancingan, penyelaman

(diving), dan sector jasa lainnya.

Gambar 10. Pulau Lima di Teluk Banten (on flight)

c. Usaha Budidaya rumput laut dan

ikan

Suatu harapan yang dapat di

wujudkan dengan keterpaduan antar

stakeholder. adalah budidaya rumput laut.

Pemasaran rumput laut yang mudah

dilakukan dan mempunyai lama

pemeliharaan hanya 45 – 60 hari dapat

memberikan kontibusi tersendiri bagi

Page 20: Jurnal Mitra Bahari - · PDF fileaparat dan instansi pemerintah semata ... dari 9 kecamatan dengan 37 desa, ... Skala Prioritas Peningkatan Institusional Pokmaswas di Kabupaten Pangkep

Jurnal Mitra Bahari VOL. 4 No. 2, Mei 2010 – Agustus 2010

20

peningkatan perekonomian. Daerah yang

dapat dikembangkan sebagai budidaya

rumput laut adalan pesisir Pulau Panjang,

dan buan tertentu pada Pulau Lima,

Pisang, kubur dan Pamajan Besar.

Pada celah pulai lima lima dna

pisang serta daerah sisi barat Pulau tarahan

merupakan tempat yang ideal digunakan

sebagai tempat budidaya ikan.

d. Kawasan konseravasi perairan

Observasi di beberapa pulau seperti

Pulau Lima, Pisang, Kubur Pulau

Pamujan dan Semut ada harapan untuk

tetap dijaga kelestariannya ini dengan

berbagai upaya.

Untuk menjaga kondisi alami ini maka

pada tahap awal harus ada kepedulian dari

Pemda melalui Bupati untuk menetapkan

kawasan konservasi laut daerah (KKLD).

Tahap berikutnya membangun

infrastruktur, biota, dan vegetasi, daratan

pendukungnya untuk berorientasi pada

alam.

Namun disisi lain apabila dikemas

secara profesional dan adanya kepedulian

yang baik dari semua stake holder ini,

dapat menjadikan kawasan ini menjadi laut

emas (golden sea) yang dapat

mensejahterakan masyarakat sekitar.

IV. KESIMPULAN

Untuk memanfaatkan Teluk Banten

dalam pembangunan yang bertanggung

jawab dan berkelanjutan dapat dilakukan

dengan memulihkan perairan Teluk

Banten melalui kegiatan anatar lain

a. Menetapkan kawasan konservasi

Laut daerah (KKLD)

b. Menetapkan beberapa Pulau yang

ada di Teluk Banten sebagai

kawasan konservasi

c. Membuat Rencana Umum tata

Ruang wilayah Teluk Banten

d. Rehabilitasi kawasan perairaan dan

pulau

e. Menjadikan sebagai kawasan

wisata bahari

f. Membentuk Badan Pengelola

g. Monotoring dan evaluasi yang

intensif.

h. Melibatkan stake holder yang

memanfaatkan Teluk Banten.

Page 21: Jurnal Mitra Bahari - · PDF fileaparat dan instansi pemerintah semata ... dari 9 kecamatan dengan 37 desa, ... Skala Prioritas Peningkatan Institusional Pokmaswas di Kabupaten Pangkep

Jurnal Mitra Bahari VOL. 4 No. 2, Mei 2010 – Agustus 2010

21

Page 22: Jurnal Mitra Bahari - · PDF fileaparat dan instansi pemerintah semata ... dari 9 kecamatan dengan 37 desa, ... Skala Prioritas Peningkatan Institusional Pokmaswas di Kabupaten Pangkep

Jurnal Mitra Bahari VOL. 4 No. 2, Mei 2010 – Agustus 2010

22

PENDAMPINGAN DAN PENGEMBANGAN GREEN BELT DENGAN MANGROVE

PADA PANTAI DESA LAWANGREJO KABUPATEN PEMALANG

Ambariyanto*

Konsorsium Mitra Bahari Jawa Tengah

ABSTRACT

Dalam kegiatan ini masyarakat sangat aktif terlibat, diawali dengan asesmen terhadap kondisi

mangrove di lokasi, pendekatan kepada masyarakat, sosialisasi, penanaman dan dilakukan

workshop pengelolaan sabuk hijau berbasis masyarakat. Hal sangat menarik yang dihasilkan

berhasil disusunnya Rencana Kerja MAsyarakat dan Kesepakatan Lokal masyarakat untuk

mengelola mangrove yang ada maupun yang baru saja ditanam. Kesepakatan ini secara adat lokal

mengikat masyarakat setempat untuk menjaga kondisi dan berusaha untuk memperbaiki kondisi

mangrove di wilayah tersebut.

PENDAHULUAN

Dalam kegiatan Pendampingan dan

Pengembangan Greenbelt dengan Mangrove

pada Pantai Desa Lawangrejo. Kabupaten

Pemalang, maka berdasarkan informasi /data

dari Pemda Kabupaten Pemalang, maka

luasan kawasan mangrove di kabupaten ini

adalah sebesar 4.427,95 ha. Dari jumlah

tersebut yang yang merupakan kawasan kritis

adalah 1.772,5 ha, yang tersebar di lahan

pertambakan 1.487 ha dan perairan pantai

305,5 ha. Selama ini pula tepatnya sejak

tahun 2001 hingga 2005 Pemerintah

Kabupaten Pemalang melalui instansi terkait

bersama masyarakat mulai telah

merehabilitasi sekitar 465 ha areal mangrove

di seluruh pantai Pemalang termasuk Desa

Lawangrejo.

Kesadaran akan perlunya dilakukan usaha

rehabilitasi hutan mangrove ini terjadi karena

adanya kesadaran mengenai pentingnya

hutan mangrove dilihat dari fungsi ekologis,

ekonomis, maupun fungsi fisik yakni sebagai

pelingdung pantai. Tentu kesadaran seperti

ini perlu dijaga dan peluru secara terus-

menerus dilakukan pembinaan dan

pendampingan dari khususnya dari Program

Mitra Bahari RC Jateng, melalui konsultan

pelaksana. Maka pada tahun 2006 yang lalu

dilakukan kegiatan Pendampingan dan

Pengembangan Green belt dengan Mangrove

pada Pantai Desa Lawangrejo untuk

menghijaukan kembali kawasan pantai di

daerah tersebut.

Tujuan

Tujuan dari kegiatan ini adalah (1)

melakukan pengembangan green belt

Page 23: Jurnal Mitra Bahari - · PDF fileaparat dan instansi pemerintah semata ... dari 9 kecamatan dengan 37 desa, ... Skala Prioritas Peningkatan Institusional Pokmaswas di Kabupaten Pangkep

Jurnal Mitra Bahari VOL. 4 No. 2, Mei 2010 – Agustus 2010

23

dengan mangrove dan membantu regenerasi

sumberdaya perikanan pantai; dan (2)

mendampingi masyarakat dalam

pengembangan green belt dengan mangrove

secara efektif.

Target

Target kegiatan ini adalah (1) pengembangan

Green belt yang melibatkan stakeholder; dan

(2) masyarakat mampu mengembangkan

Green belt dan mengelolanya secara baik

dan benar.

Sasaran

Yang menjadi sasaran dalam kegiatan ini

adalah masyarakat nelayan dan petani

tambak serta pihak-pihak terkait/stakeholder

HASIL KEGIATAN

Pengukuran vegetasi mangrove yang ada

di Desa Lawangrejo

Panjang pantai Lawangrejo adalah

1,1 Km pada koordinat 1090

21‟33,1”BT-1090 21‟36,4”BT dan

60 51‟20,2” LS - 60 52‟1” LS.

Vegetasi mangrove dipantai dengan

panjang ± 500 m dengan lebar 5 -10

m.

Gambar 1. Lokasi vegetasi mangrove di Lawangrejo

0 450

meters

900

No active Legend.

Page 24: Jurnal Mitra Bahari - · PDF fileaparat dan instansi pemerintah semata ... dari 9 kecamatan dengan 37 desa, ... Skala Prioritas Peningkatan Institusional Pokmaswas di Kabupaten Pangkep

Jurnal Mitra Bahari VOL. 4 No. 2, Mei 2010 – Agustus 2010

24

Gambar 2. Luas vegetasi mangrove di Desa Lawangrejo

Tabel 1. Komposisi Vegetasi Mangrove di Desa Lawangrejo

Famili Spesies Golongan

Avicenniaceae Avicennia marina (Am; api-api) Sejati mayor

Avicennia alba (Aa; api-api) Sejati mayor

Rhizophoraceae Rhizophora mucronata (Rm; bangka) Sejati mayor

Euphorbiaceae Excoecaria agallocha (Ea;madengan) Sejati minor

Malvaceae Hibiscus tiliaceus (Ht; waru) Asosiasi mangrove

Spesies mendominasi di Lawangrejo adalah

Rhizophora mucronata. Indeks

keanaekaragaman menurut Shannon-Wiener

(H‟)untuk kategori pohon (H‟ = 0,26),

sapling (H’ = 0.07) dan seedling (H’ = 0,21)

termasuk dalam kategori rendah

Gambar 4. Kerapatan (ind/Ha) pada tiap Jenis Mangrove

di Desa Lawangrejo

Gambar 5. Kerapatan (ind/Ha) pada tiap Jenis Sapling

Mangrove di Desa Lawangrejo

4500

560

75 216.67 112.5

0500

10001500

20002500

30003500

40004500

5000

Rm Aa Am Ea Hi

Jenis Mangrove

Kera

pata

n (

Ind/H

a)

25

645

200

0

100

200

300

400

500

600

700

Rm Am Ea

Jenis Mangrove

Kera

pata

n (

Ind/H

a)

Page 25: Jurnal Mitra Bahari - · PDF fileaparat dan instansi pemerintah semata ... dari 9 kecamatan dengan 37 desa, ... Skala Prioritas Peningkatan Institusional Pokmaswas di Kabupaten Pangkep

Jurnal Mitra Bahari VOL. 4 No. 2, Mei 2010 – Agustus 2010

25

Gambar 5. Kerapatan (ind/Ha) pada tiap Jenis Seedling

Mangrove di Desa Lawangrejo

Penanaman Mangrove

30.000 batang ditanam di hamparan

seluas 1 ha

Lokasi hamparan di sebelah kiri

muara Sungai Plawangan

20.000 batang ditanam di pematang

sungai, tambak dan untuk sulaman

Sosialisasi tiga kali di Balai Desa

Lawangrejo dengan peserta

masyarakat, tokoh masyarakat,

perangkat desa, wakil pemda

Kabupaten Pemalang

240

50 62.5

262.5

0

50

100

150

200

250

300

Rm Ht Aa Ea

Jenis Mangrove

Kera

pata

n (

Ind/H

a)

Page 26: Jurnal Mitra Bahari - · PDF fileaparat dan instansi pemerintah semata ... dari 9 kecamatan dengan 37 desa, ... Skala Prioritas Peningkatan Institusional Pokmaswas di Kabupaten Pangkep

Jurnal Mitra Bahari VOL. 4 No. 2, Mei 2010 – Agustus 2010

26

Pendampingan Masyarakat

Lokakarya internal kelompok tentang

pengembangan green belt dengan

mangrove (lokasi, bibit, waktu

tanam, pemeliharaan dll)

Melakukan identifikasi potensi dan

masalah dengan teknik PRA dan

TOP

Melaksanakan outbond bagi

pengurus dan anggota kelompok

Menyusun RKM kelompok

RKM Kelompok Rimba Bahari

No Masalah Pemecahan Waktu Biaya Sumber Biaya Penanggung

Jawab

1 Pencemaran

Kawasa Pantai

Penyuluhan dan Sosialisasi

Dampak Perusakan

Lingkungan dan Sanksi

Hukum

Berkelanjutan - Dishut & LH

Kepala Desa

dan Ketua

Kelompok

2 Erosi Sungai

Plawangan Pembuatan Senderan Tepi

Pengerukan Muara Sungai

Penanaman Bakau di Tepi

Sungai

Berkelanjutan - DKP, Dishut & LH,

Bappeda

Kepala Desa

dan Ketua

Kelompok

3 Kerusakan Bakau Harus ada Pemeliharaan

Sanksi Hukum dan

Penyadaran Terhadap

Masyarakat akan

Lingkungan

Adanya Pengawasan

Terhadap Tanaman

Bakau

Berkelanjutan - DKP, Dishut&LH

Polisi,

KODIM,

Aparat Desa

dan Kelompok

4 Hasil Tambak

Turun

Pelatihan Pembuatan Pakan

Ikan Berkelanjutan - DKP

Ketua

Kelompok

5 Pemodalan Bagi

Petani Tambak

Kurang

Pengajuan Modal ke

Dinas Perikanan

Pendekatan Ke Pihak

Perbankan

Berkelanjutan - Dinas Koperasi,

Disperindag

6 Akses Jalan Ke

Pantai Tidak Ada Pengusulan Pembuatan

Jalan Ke Lokasi Hutan

Bakau Rakyat (HBR)

September

2006 - DPU Kepala Desa

7

Tambak di

Suguwu Kurang

Air

Pembuatan Saluran Air Baru

yang menghubungkan sungai

Plawangan dan Sungai

Siguwu

September

2006 - DPU

Kepala Desa

dan Ketua

Kelompok

8

Kesadaran

Masyarakat

Kurang Dalam

Menjaga Bakau

Pengawasan Secara

Rutin Berkelanjutan - DKP

Ketua

Kelompok

9 Belum Ada

Drainase

Penyusunan Proposal Untuk

Pembuatan Drainase Oktober 2006 - DPU

Kepala Desa

dan Ketua

Kelompok

10 Abrasi Pantai

Koordinasi Dengan

Instansi Terkait untuk

Penanganan Abrasi dan

Penanaman Bakau

Penanaman Hutan Bakau

Pembuatan Tanggul

Sebagai Penahan Pasang

Surut Dan Gelombang

Oktober –

Desember

2006

- DPU, DKP

Dishut&LH

Kepala Desa

dan Ketua

Kelompok

Page 27: Jurnal Mitra Bahari - · PDF fileaparat dan instansi pemerintah semata ... dari 9 kecamatan dengan 37 desa, ... Skala Prioritas Peningkatan Institusional Pokmaswas di Kabupaten Pangkep

Jurnal Mitra Bahari VOL. 4 No. 2, Mei 2010 – Agustus 2010

27

Air Laut

Jalan Kampung

Masih Tanah Liat

Pembuatan Paving Di Jalan

Kampung

Oktober –

Desember

2006

- DPU Kepala Desa

Pengurus dan

Anggota Kurang

Aktif

Pertemuan Kelompok Tiap Bulan Ketua

Kelompok

Luas Areal

Manggrove

masih Kurang

Penanaman Mangrove

50.000 bibit

27 Juli -

selesai

Dinas / Instansi /

LSM

Ketua

Kelompok

Penanaman di kanan kiri

sungai Plawangan

Minggu Ketiga

Agustus 2006 Dinas/Instansi/LSM

Ketua

Kelompok

15

Bibit Mangrove

Banyak Yang

Mati

Pemeliharaan dan

Penyulaman Berkelanjutan

DKP, Dishut

& LH

16

Tidak Ada

Kegiatan

Kelompok

Adanya Usaha Kelompok Berkelanjutan

DKP, Dinas

Koperasi,

Disperindag

Pembinaan mengenai

peningkatan pendapatan

masyarakat sekitar hutan

bakau

Berkelanjutan

DKP, Dinas

Koperasi,

Desperindag

17

Adanya

Penyerobotan

Tanah Timbul

Pengaturan Tanah Timbul Berkelanjutan

DKP, Polisi,

KODIM,

BAPPEDA

Workshop pengelolaan kawasan sabuk

hijau berbasis masyarakat

Ruang pertemuan Bappeda Pemalang

Peserta 42 orang terdiri dari anggota

dan pengurus kelompok, Bappeda,

DKP, DKLH Kab. Pemalang serta

DKP Propinsi

Kesepakatan Masyarakat

Pengelolaan kawasan sabuk hijau

merupakan tanggung jawab bersama

masyarakat dan pemerintah, sehingga

penting untuk bekerja sama

melaksanakannya. Untuk itu perlu

tindak lanjut baik dari Pemerintah

Desa, Kecamatan maupun Kabupaten

agar kegiatan penghijauan pantai dan

pendampingan masyarakat dapat

terus dilakukan di lain kesempatan.

Prinsip bahwa alam akan lestari jika

ada kemauan dari masyarakat untuk

melindunginya harus terus

ditingkatkan. Untuk itu perlu gerakan

yang berkelanjutan agar masyarakat

mau berpartisipasi secara sadar

dalam perlindungan kawasan pantai

Sebenarnya telah ada Rencana Tata

Ruang Kabupaten Pemalang

sebagaimana diatur dalam Perda

Nomo 13 Tahun 1999 namun

implementasinya masih belum

optimal. Masih banyak kegiatan baik

yang dilakukan oleh masyarakat

maupun pemerintah yang tidak

sesuai dengan aturan tersebut.

Seperti kasus tanah timbul yang

sering terjadi di Pemalang, selama ini

belum ada ketegasan dari Pemerintah

Kabupaten dalam pelaksanaannya

meskipun hal tersebut telah diatur

dalam Perda Nomor 13 tahun 1999.

Page 28: Jurnal Mitra Bahari - · PDF fileaparat dan instansi pemerintah semata ... dari 9 kecamatan dengan 37 desa, ... Skala Prioritas Peningkatan Institusional Pokmaswas di Kabupaten Pangkep

Jurnal Mitra Bahari VOL. 4 No. 2, Mei 2010 – Agustus 2010

28

Untuk itu perlu sosialisasi dan

ketegasan dalam penegakan hukum

menyangkut pemanfaatan kawasan

pesisir sehingga dalam

pengelolaannya nanti tidak terjadi

benturan dengan masyarakat sekitar

Bappeda sebagai perencana kegiatan

pembangunan di Kabupaten

Pemalang bersedia untuk

memfasilitasi usulan-usulan dari

Dinas/Instansi terkait dengan

pengelolaan kawasan pantai.

Selain kegiatan fisik, pendampingan

masyarakat menjadi sangat penting

untuk dilakukan agar kapasitas dan

partisipasi masyarakat dalam

pengelolaan kawasan mangrove

dapat ditingkatkan. Kedepan

diharapkan kegiatan pengembangan

mangrove ini bisa dilakukan secara

swadaya dan mandiri oleh

masyarakat sekitar

Rencana Kerja Masyarakat

Lawangrejo yang telah dibuat dan

disepakati bersama dapat menjadi

triger atau contoh bagi seluruh desa

pantai yang ada di Pemalang untuk

membuatnya. Namun demikian,

RKM tersebut hendaknya harus

benar-benar ditaati dan dilaksanakan

agar tidak menjadi preseden buruk

bagi anggota, pengurus dan

pemerintah sendiri. Untuk itu RKM

tersebut harus mendapatkan

dukungan dari pemerintah, baik

dalam bidang pendanaan,

pelaksanaan maupun

pemantauannya.

Pada tahun 2007 Pemerintah

Kabupaten Pemalang akan

melakukan kegiatan normalisasi

saluran tambak yang ada di Desa

Lawangrejo dimana diharapkan hasil

kegiatan tersebut dapat membantu

masyarakat dalam peningkatan

pendapatan khususnya bagi para

petambak.

Mekanisme pengelolaan kawasan

mangrove

perawatan mangrove yang sudah ada,

perbaikan kawasan mangrove yang

rusak dan pengembangan kawasan

baru

Jika ada kerusakan baik yang

disengaja atau yang tidak disengaja,

kelompok akan melaporkannya

kepada Pemerintah Desa untuk

diteruskan kepada aparat yang lebih

atas.

mengusulkan perbaikan dan

pengembangan kawasan baru untuk

ditanami mangrove kepada

pemerintah

Page 29: Jurnal Mitra Bahari - · PDF fileaparat dan instansi pemerintah semata ... dari 9 kecamatan dengan 37 desa, ... Skala Prioritas Peningkatan Institusional Pokmaswas di Kabupaten Pangkep

Jurnal Mitra Bahari VOL. 4 No. 2, Mei 2010 – Agustus 2010

29

Analisis Prioritas Program Pembangunan Perikanan dan Kelautan Berdasarkan

Persepsi Masyarakat di Provinsi Gorontalo

Oleh:

Ade Muharam, S.Pi, M.Si

ABSTRACT

The planning of Fisheries and Marine Development of fishery represent a process strive to

control the human activity in region of marine and coastal area, so that can guarantee the maximal

advantage for society, now and in the future. Especial attention in this development will be more

concentrated to activity of human being in experienced resources exploiting. The efforts even also

often pushed from the top (supply-led) compared to pursuant to requirement (demand-driven).

Capacities development is oftentimes compared to training and generally remain to use the

approach which no longger according to and effective

One of paradigm of development approach which intensive in this time executed paradigm

compile the development program of through active participation mechanism of society, especially

society which have direct interaction with the the development management. Implementation from

this approach concept, is give the opportunity to society to express the desire, expectation and its

goals in experiencing everyday life whether/what as fisherman catch the, budidaya and or society

conducting processing of result of fishery. Others, governance in storey; village level require to be

heard by its aspiration, is relevant especially with the its region development future. Intention of

this research is to determine the alternative priority program and form the activity of development

of marine and fishery in Provinsi Gorontalo of pursuant to aspiration of coastal area society

Pursuant to research result, alternative programs are becoming priority of pursuant to

perception and society aspiration are Added Facilities Program (21.8%), Applied Technology

Program (20.6%), Human Resources Improvement (19.6%), Capital Support Program(19.4%) and

Product Market Program (18.6%).

Key Words : Priority, Fisheries and Marine Development

PENDAHULUAN

Provinsi Gorontalo terletak di

dataran yang berbentuk semenanjung dan

diapit oleh dua perairan yakni Laut Sulawesi

di sebelah Utara dan Teluk Tomini di

sebelah Selatan. Memiliki 58 pulau-pulau

kecil yang tersebar di kabupaten-kabupaten,

Provinsi Gorontalo menempati areal seluas

12.215,45 km2 atau 0,15% dari luas

Indonesia dengan jumlah penduduk Provinsi

Gorontalo pada tahun 2003 adalah 867.894

jiwa, serta memiliki garis pantai sepanjang

560 km dengan luas laut + 10.500 km2.

Bertolak dari batasan pesisir yang

ada, maka + 80% wilayah Provinsi Gorontalo

adalah kawasan pesisir. Hal ini juga

diindikasikan oleh sosio-kultural masyarakat

yang kehidupannya sangat erat dengan

sumberdaya pesisir, selain jumlah desa

pesisir yang mencapai 38% (137 desa) dari

363 desa yang masuk dalam 13 kecamatan.

Selain itu, Provinsi Gorontalo adalah salah

Page 30: Jurnal Mitra Bahari - · PDF fileaparat dan instansi pemerintah semata ... dari 9 kecamatan dengan 37 desa, ... Skala Prioritas Peningkatan Institusional Pokmaswas di Kabupaten Pangkep

Jurnal Mitra Bahari VOL. 4 No. 2, Mei 2010 – Agustus 2010

30

satu dari 33 provinsi di wilayah Indonesia

yang secara geografis diapit oleh 2 buah

Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) yakni

sebelah utara WPP Laut Sulawesi sampai

dengan Samudera Pasifik dan sebelah selatan

adalah WPP Teluk Tomini sampai dengan

Laut Seram sangat strategis bagi

pengembangan perikanan dan kelautan

nasional.

Perencanaan pembangunan

perikanan dan kelautan merupakan suatu

proses upaya untuk mengendalikan kegiatan

manusia di wilayah pesisir dan laut, sehingga

dapat menjamin keuntungan yang sebesar-

besarnya bagi masyarakat, sekarang dan di

masa mendatang. Perhatian utama dalam

pembangunan ini tidak lain akan lebih tertuju

pada kegiatan manusia di dalam pemanfaatan

sumberdaya alam. Upaya-upaya tersebut pun

sering “didorong oleh pasokan dari atas”

(“supply-led”) ketimbang “berdasarkan

kebutuhan” (“demand-driven”).

Pengembangan kapasitas seringkali

disamakan dengan “pelatihan” dan umumnya

tetap menggunakan pendekatan-pendekatan

yang tidak lagi sesuai dan efektif

Salah satu paradigma pendekatan

pembangunan yang saat ini intensif

dilaksanakan adalah paradigma menyusun

program pembangunan melalui mekanisme

partisipasi aktif masyarakat, terutama

masyarakat yang berinteraksi langsung

dengan pengelolaan pembangunan tersebut.

Implementasi dari konsep pendekatan ini,

adalah memberikan kesempatan kepada

masyarakat untuk menyatakan keinginan,

harapan dan cita-citanya dalam menjalani

kehidupan sehari-hari apakah sebagai

nelayan tangkap, budidaya ataupun

masyarakat yang melakukan pengolahan

hasil perikanan. Selain itu, pemerintahan di

tingkat desapun perlu didengar aspirasinya,

terutama yang terkait dengan masa depan

pengembangan wilayahnya

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk

menentukan prioritas alternatif program dan

bentuk kegiatan pembangunan perikanan dan

kelautan di Provinsi Gorontalo berdasarkan

aspirasi masyarakat pesisir. Sedangkan

manfaat dari penelitian ini adalah untuk

memberikan masukan kepada Pemerintah

Daerah Provinsi Gorontalo, dalam hal ini

Dinas Perikanan dan Kelautan untuk

mengakomodir berbagai kepentingan dan

keinginan serta harapan masyarakat dalam

pengembangan perikanan dan kelautan.

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian ini meliputi seluruh

pusat-pusat kegiatan dan daerah potensial

untuk kegiatan perikanan di sepanjang pesisir

Provinsi Gorontalo, dan dilaksanakan pada

bulan Agustus – Oktober 2006.

Metode Pengumpulan Data Primer

Pengumpulan Data Primer akan

dilakukan melalui metode wawancara dan

pengisian kuisioner, yaitu metode

pengumpulan data yang menggunakan

Page 31: Jurnal Mitra Bahari - · PDF fileaparat dan instansi pemerintah semata ... dari 9 kecamatan dengan 37 desa, ... Skala Prioritas Peningkatan Institusional Pokmaswas di Kabupaten Pangkep

Jurnal Mitra Bahari VOL. 4 No. 2, Mei 2010 – Agustus 2010

31

pertanyaan lisan dan tertulis yang

disampaikan oleh peneliti kepada responden.

Data yang dikumpulkan melalui metode

wawancara dan pengisian kuisioner ini

merupakan data subyek yang menyatakan

opini, sikap, pengalaman atau karakteristik

subyek penelitian secara individu atau

kelompok. Oleh karena itu, melalui metode

wawancara ini diharapkan diperoleh

informasi mengenai persepsi dan aspirasi

responden terhadap program prioritas dan

kegiatan yang diharapkan.

Metode Pengumpulan Data Sekunder

Data sekunder yang dikumpulkan

terdiri dari dokumen yang diperoleh dari

instansi yang berwenang terutama Dinas

Perikanan dan Kelautan Provinsi Gorontalo,

dan berbagai dokumen dan laporan hasil

studi dari berbagai lembaga yang relevan

dengan materi penelitian.

Analisis Data

Analisis Data dilakukan setelah

seluruh data yang diperlukan dalam

penelitian sudah selesai dikumpulkan. Untuk

memudahkan dalam melakukan analisis data

dan untuk menginterpretasi hasilnya, maka

terlebih dahulu dilakukan beberapa tahap

persiapan analisis data, yaitu Pengeditan

(Editing), dan Pemrosesan Data (Data

Processing).

Analisis data dalam penelitian ini

dilakukan dengan menggunakan AHP

(Analytic Hierarchy Process) yang

merupakan salah satu alat analisis (tools

analysis) pendukung pengambilan keputusan

dalam perencanaan pembangunan, alokasi

sumberdaya, serta penentuan bobot dan

prioritas altematif strategi atau kebijakan

(Saaty, 1988). Metode ini dapat digunakan

untuk kondisi pengambilan keputusan banyak

kriteria, ketidakpastian serta

ketidaksempurnaan data dan informasi, dan

dibutuhkan segera untuk diimplementasikan.

Analisis ini dengan menggunakan software

Program Expert Choice.

Proses analisis dengan AHP

dilakukan dengan menyusun perbandingan

berpasangan (pairwise comparisons) untuk

mendapatkan tingkat kepentingan

(importance) suatu kriteria dibandingkan

dengan kriteria lainnya. Proses perbandingan

berpasangan ini dilakukan untuk setiap

tingkatan atau hirarkis. Dalam penelitian ini

digunakan hirarkis 6 (enam) hirarkis, yaitu

Hirarkis 1 (Fokus), 2 (Aktor), 3 (Kegiatan

Ekonomi Yang Dilakukan), 4 (Tujuan), 5

(Faktor Yang Dipertimbang kan), dan 6

(Alternatif Program). Tingkatan atau hirarkis

ini disusun secara berurutan sesuai dengan

posisi pada levelnya (Tabel 1).

Page 32: Jurnal Mitra Bahari - · PDF fileaparat dan instansi pemerintah semata ... dari 9 kecamatan dengan 37 desa, ... Skala Prioritas Peningkatan Institusional Pokmaswas di Kabupaten Pangkep

Jurnal Mitra Bahari VOL. 4 No. 2, Mei 2010 – Agustus 2010

32

Tabel 1. Hirarkis Yang Digunakan dalam Penelitian

FOKUS Program Prioritas Pembangunan Perikanan Dan Kelautan Yang Berkelanjutan

AKTOR Nelayan Tangkap Pembudidaya Pengolah Perikanan Pemerintah Daerah

KEGIATAN

EKONOMI

Perikanan Tangkap Perikanan Budidaya Perikanan

Pengolahan

Jasa-Jasa

Lingkungan

TUJUAN Peningkatan

Ekonomi Masyarakat

Peningkatan Produksi Peningkatan PAD Peningkatan

Kesempatan Kerja

FAKTOR YANG PERLU DIPERTIMBANGKAN

Sumberdaya Alam

(SDA)

Sumberdaya Manusia Sarana Prasarana Teknologi Potensi Pasar

ALTERNATIF PROGRAM PEMBANGUNAN PERIKANAN DAN KELAUTAN YANG

BERKELANJUTAN

Program Penyediaan

Sarana dan Prasarana

Program Peningkatan

Penerapan Teknologi

Program Peningkatan

SDM

Program Peningkatan

Dukungan Modal

Usaha

Program

Peningkatan Akses

Pasar

HASIL DAN PEMBAHASAN

Prioritas Berdasarkan Aktor

Berdasarkan hasil pengolahan data

yang menggunakan program Expert Choice

dalam menentukan prioritas atribut pada

Program Pembangunan Perikanan dan

Kelautan menunjukan bahwa aktor yang

paling berperan dalam menyampaikan usulan

persepsi dan aspirasi Program Pembangunan

Perikanan dan Kelautan yaitu Nelayan

Tangkap dengan nilai 0.391, selanjutnya

pembudiaya dengan nilai 0.276, dan

pengolah ikan dengan nilai 0.195, serta

Pemerintah Daerah dengan nilai 0.138 (Tabel

2).

Tabel 2. Hasil Analisis Aktor Yang Berpengaruh Dalam Pengusulan Program dan Bentuk

Kegiatan Pembangunan Perikanan Provinsi Gorontalo

No Aktor Yang Berperan Nilai Prioritas

1 Nelayan Tangkap 0.391 1

2 Pembudidaya 0.276 2

3 Pengolah Ikan 0.195 3

4 Pemda 0.138 4

Kondisi ini sesuai dengan struktur

masyarakat pesisir di Provinsi Gorontalo

yang sebagian besar merupakan masyarakat

nelayan tangkap. Berdasarkan data dari

Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi

Gorontalo, jumlah nelayan tangkap pada

periode 2001 – 2005, jumlahnya mengalami

peningkatan rata-rata 0,88% per tahun, yaitu

dari 16.868 orang pada tahun 2001, menjadi

17.468 orang pada tahun 2005. Pada periode

ini jumlah nelayan perikanan laut meningkat

rata-rata 0,60 % per tahun, dan jumlah

nelayan perikanan perairan umum naik rata-

Page 33: Jurnal Mitra Bahari - · PDF fileaparat dan instansi pemerintah semata ... dari 9 kecamatan dengan 37 desa, ... Skala Prioritas Peningkatan Institusional Pokmaswas di Kabupaten Pangkep

Jurnal Mitra Bahari VOL. 4 No. 2, Mei 2010 – Agustus 2010

33

rata 3,10% per tahun (Dinas Perikanan dan

Kelautan, 2005).

Sebagian besar nelayan perikanan

laut adalah nelayan penuh yang seluruh

waktu kerjanya digunakan untuk melakukan

penangkapan ikan. Dalam empat tahun

terakhir ini, jumlahnya menurun rata-rata

1,69% per tahun. Nelayan sambilan utama

dan sambilan tambahan mengalami kenaikan

rata-rata 4,29% per tahun dan 4,84% per

tahun.

Nelayan perikanan perairan umum,

sebagian besar adalah nelayan sambilan

tambahan yang sebagian kecil waktu

kerjanya dilakukan untuk melakukan

penangkapan ikan. Dalam kurun waktu yang

sama, jumlah nelayan yang termasuk dalam

kategori ini meningkat rata-rata 13,43% per

tahun. Sementara untuk nelayan penuh dan

nelayan sambilan tambahan mengalami

kenaikan rata-rata 1,90% per tahun dan

7,63% per tahun.

Sedangkan jumlah pembudidaya ikan

pada tahun 2005 sebanyak 4.334 orang yang

meningkat sekitar 15.3% bila dibandingkan

dengan jumlah pembudidaya ikan pada tahun

2004 yakni sebesar 4.131 orang. Demikian

halnya untuk luas budidaya mengalami

kenaikan sebesar 5,7 %, dimana luas

budidaya pada tahun 2004 sebesar 2.145 Ha

menjadi 2.268 Ha di tahun 2005 (Dinas

Perikanan dan Kelautan, 2005).

.Masyarakat yang bergerak dalam

usaha perikanan olahan yang menjadi

responden selama penelitian ini memang

tidak terlalu banyak, kalaupun ada, hanya

sebatas masyarakat yang melakukan proses

pengeringan dan penggaraman ikan secara

tradisional. Oleh karena itu kontribusi yang

diberikan dalam penelitian ini tidak terlalu

besar, dan hanya menduduki prioritas ketiga.

Selanjutnya, kelompok terakhir yang

menjadi prioritas dalam memberikan usulan

berdasarkan persepsi dan aspirasinya adalah

Pemerintah Daerah (Pemda) dengan bobot

nilai 0.138. Hal ini disebabkan karena

keterwakilan Pemda dalam diskusi ini adalah

Pemda Tingkat Desa yang lebih berperan

sebagai pembina dalam implementasi

Program Pembangunan Perikanan dan

Kelautan dan karena usulan program ini

memang lebih diarahkan kepada persepsi

masyarakat, dalam hal ini masyarakat

perikanan di level pemerintahan yang paling

bawah.

Prioritas Berdasarkan Tujuan Program

Analisis prioritas berdasarkan tujuan

program Pembangunan Perikanan dan

Kelautan ini ditujukan untuk mengetahui

tujuan dari masing-masing responden dalam

menyampaikan usulan program tersebut.

Tujuan-tujuan itu adalah (1) Peningkatan

Ekonomi Masyarakat, (2) Peningkatan

Produksi, (3) Peningkatan PAD, dan (4)

Peningkatan Kesempatan Kerja.

Berdasarkan hasil analisis berdasarkan tujuan

program, diperoleh informasi bahwa baik

nelayan tangkap, maupun pembudidaya dan

pengolah ikan menetapkan peningkatan

Page 34: Jurnal Mitra Bahari - · PDF fileaparat dan instansi pemerintah semata ... dari 9 kecamatan dengan 37 desa, ... Skala Prioritas Peningkatan Institusional Pokmaswas di Kabupaten Pangkep

Jurnal Mitra Bahari VOL. 4 No. 2, Mei 2010 – Agustus 2010

34

ekonomi merupakan tujuan yang menjadi

prioritas utama, dengan nilai bobot masing-

masing 0.301 untuk nelayan tangkap, 0.395

pembudidaya, dan 0.340 untuk nilai prioritas

yang disampaikan oleh kelompok masyarakat

pengolah ikan. Hal ini menunjukan bahwa

pada tingkat masyarakat, motivasi ekonomi

masih merupakan tujuan utrama dalam

melaksanakan kegiatan perikanan.

Prioritas tujuan selanjutnya adalah yang

terkait dengan peningkatan produksi, baik

produksi hasil tangkapan ikan, budidaya dan

hasil pengolahan ikan. Terkait dengan

kondisi ekonomi dan produksi perikanan di

Provinsi Gorontalo, sejauh ini sudah

menunjukan kecenderungan yang membaik,

sesuai dengan data dari Dinas Perikanan dan

Kelautan Provinsi Gorontalo, bahwa

pendapatan nelayan tangkap pada tahun 2004

sebesar Rp. 6.327.500,- atau sebesar Rp.

527.300,-/bulan, sedangkan pada tahun 2005

pendapatan nelayan tangkap meningkat

sebesar Rp. 8.750.718,- atau sebesar Rp.

729.226,-/bulan atau secara persentase naik

sebesar 38,29%. Sedangkan untuk

pendapatan pembudidaya ikan pada tahun

2004 sebesar Rp. 12.956.369 atau

Rp.1.079.697/bulan dan pada tahun 2005

menjadi Rp. 16.454.558,-atau Rp.

1.371.213/bulan dengan demikian ada

peningkatan pendapatan sebesar 27%.

Naiknya pendapatan ini didorong

oleh kecenderungan peningkatan volume

produksi baik yang dihasilkan oleh nelayan

tangkap maupun pembudidaya. Volume

produksi nelayan tangkap pada tahun 2005

mengalami peningkatan sebesar 5,8% bila

dibandingkan dengan tahun 2004 yakni dari

35.818 ton menjadi 37.896 ton. Sedangkan

nilai produksi ikan mengalami peningkatan

sebesar 42,9% yakni dari Rp.

125.497.621.000 ditahun 2004 menjadi Rp.

179.361.475.000 ditahun 2005. Sedangkan

volume produksi pembudidaya pada tahun

2005 mengalami peningkatan sebesar 18.7%

bila dibandingkan dengan tahun 2004 yakni

dari 7.468,1 ton menjadi 8.130,1 ton.

Sedangkan nilai produksi ikan mengalami

peningkatan sebesar 33.4 % yakni dari Rp.

35.194.551.000 ditahun 2004 menjadi Rp.

37.843.503.500 ditahun 2005.

Kecenderungan peningkatan

pendapatan dan volume produksi pada dua

tahun terakhir ini menunjukan adanya

keberpihakan program Pemerintah Provinsi

Gorontalo terhadap tujuan yang diharapkan

oleh masyarakat pesisir. Selain kedua tujuan

tersebut, peningkatan kesempatan kerja dan

peningkatan PAD juga menjadi prioritas para

responden sebagai tujuan dari program

pembangunan perikanan dan kelautan di

Provinsi Gorontalo.

Kondisi yang berbeda terjadi pada

responden yang merupakan kelompok atau

bagian dari Pemerintah Daerah yang lebih

memprioritaskan Peningkatan PAD (0.338)

sebagai tujuan dari program pembangunan

perikanan dan kelautan di Provinsi

Gorontalo, selain tentunya juga untuk

Peningkatan Ekonomi Masyarakat (0.288),

Peningkatan Kesempatan Kerja (0.205) dan

Page 35: Jurnal Mitra Bahari - · PDF fileaparat dan instansi pemerintah semata ... dari 9 kecamatan dengan 37 desa, ... Skala Prioritas Peningkatan Institusional Pokmaswas di Kabupaten Pangkep

Jurnal Mitra Bahari VOL. 4 No. 2, Mei 2010 – Agustus 2010

35

Peningkatan Produksi (0.169). Hal ini

sesuai dengan salah satu tugas Pemerintah

Daerah baik itu di tingkat Desa, Kecamatan,

Kabupaten dan Provinsi untuk berupaya

mendorong terjadinya Peningkatan PAD

sebagai salah satu modal pembangunan di

daerah. Peningkatan ekonomi masyarakat

dan peningkatan kesempatan kerja juga

menjadi prioritas dalam menentukan tujuan

program pembangunan perikanan dan

kelautan di Provinsi Gorontalo, karena

semakin tinggi tingkat ekonomi masyarakat

di wilayahnya, dan semakin rendah tingkat

pengangguran, maka akan menjadi ukuran

kinerja yang lebih baik bagi pemerintah

daerah setempat.

Tabel 3. Hasil Analisis Tujuan Program Yang Diharapkan Oleh Masing-masing Berdasarkan

Aktor

Aktor Nilai Prioritas

Menurut Nelayan Tangkap

Peningkatan Ekonomi Masyarakat 0.301 1

Peningkatan Produksi 0.276 2

Peningkatan PAD 0.138 4

Peningkatan Kesempatan Kerja 0.195 3

Menurut Pembudidaya

Peningkatan Ekonomi Masyarakat 0.395 1

Peningkatan Produksi 0.278 2

Peningkatan PAD 0.163 3

Peningkatan Kesempatan Kerja 0.163 3

Menurut Pengolah Ikan

Peningkatan Ekonomi Masyarakat 0.340 1

Peningkatan Produksi 0.239 2

Peningkatan PAD 0.140 4

Peningkatan Kesempatan Kerja 0.281 3

Menurut Pemda

Peningkatan Ekonomi Masyarakat 0.288 2

Peningkatan Produksi 0.169 4

Peningkatan PAD 0.338 1

Peningkatan Kesempatan Kerja 0.205 3

Faktor Yang Perlu Dipertimbangkan

Analisis faktor yang perlu

dipertimbangkan ditujukan untuk

memperoleh informasi mengenai prioritas

yang menjadi pertimbangan masing-masing

aktor untuk mengajukan usulan program

yang diinginkannya. Pada kenyataannya

faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan ini

merupakan berbagai isu yang terkait dengan

pengelolaan sumberdaya perikanan dan

kelautan di Provinsi Gorontalo. Sesuai

dengan tingkatannya, maka faktor yang perlu

dipertimbangkan ini dipasangkan dengan

tujuan yang diharapkan dari masing-masing

aktor, yaitu (1) Terjadinya peningkatan

ekonomi masyarakat pesisir, (2) Terjadinya

peningkatan produksi, (3) Meningkatnya

Page 36: Jurnal Mitra Bahari - · PDF fileaparat dan instansi pemerintah semata ... dari 9 kecamatan dengan 37 desa, ... Skala Prioritas Peningkatan Institusional Pokmaswas di Kabupaten Pangkep

Jurnal Mitra Bahari VOL. 4 No. 2, Mei 2010 – Agustus 2010

36

PAD, dan (4) Terjadinya perluasan

kesempatan kerja bagi masyarakat.

Faktor-faktor yang perlu

dipertimbagkan dalam pengajuan usulan

program pembangunan perikanan dan

kelautan di Provinsi Gorontalo sesuai dengan

persepsi dan aspirasi masyarakat adalah (1)

Faktor Sumberdaya Alam, (2) Faktor

Sumberdaya Manusia, (3) Faktor Sarana dan

Prasarana, (4) Faktor Teknologi, (5) Faktor

Pasar. Hasil analisis faktor yang

dipertimbangkan ini disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Hasil Analisis Prioritas Faktor-faktor Yang Perlu Dipertimbangkan dalam Menyusun

Program Pembangunan Perikanan dan Kelautan di Provinsi Gorontalo.

Tujuan Program Faktor Yang Dipertimbangkan

SDA SDM Sapras Teknologi Pasar

Nelayan Tangkap

Peningkatan Ekonomi Masyarakat 0.050 0.021 0.021 0.021 0.038

Peningkatan Produksi 0.035 0.021 0.016 0.021 0.016

Peningkatan PAD 0.011 0.011 0.011 0.011 0.011

Peningkatan Kesempatan Kerja 0.015 0.015 0.015 0.015 0.015

Jumlah 0.111 0.068 0.063 0.068 0.080

Prioritas 1 3 4 3 2

Pembudidaya

Peningkatan Ekonomi Masyarakat 0.022 0.028 0.027 0.021 0.011

Peningkatan Produksi 0.015 0.015 0.015 0.015 0.015

Peningkatan PAD 0.009 0.009 0.009 0.009 0.009

Peningkatan Kesempatan Kerja 0.009 0.009 0.009 0.009 0.009

Jumlah 0.055 0.061 0.060 0.054 0.044

Prioritas 3 1 2 4 5

Pengolah Ikan

Peningkatan Ekonomi Masyarakat 0.008 0.013 0.011 0.012 0.021

Peningkatan Produksi 0.009 0.009 0.009 0.009 0.009

Peningkatan PAD 0.005 0.005 0.005 0.005 0.005

Peningkatan Kesempatan Kerja 0.011 0.011 0.011 0.011 0.011

Jumlah 0.033 0.038 0.036 0.037 0.046

Prioritas 5 2 4 3 1

Pemda

Peningkatan Ekonomi Masyarakat 0.009 0.009 0.007 0.006 0.009

Peningkatan Produksi 0.005 0.005 0.005 0.005 0.005

Peningkatan PAD 0.009 0.009 0.009 0.009 0.009

Peningkatan Kesempatan Kerja 0.006 0.006 0.006 0.006 0.006

Jumlah 0.029 0.029 0.027 0.026 0.029

Prioritas 1 1 2 3 1

Page 37: Jurnal Mitra Bahari - · PDF fileaparat dan instansi pemerintah semata ... dari 9 kecamatan dengan 37 desa, ... Skala Prioritas Peningkatan Institusional Pokmaswas di Kabupaten Pangkep

Jurnal Mitra Bahari VOL. 4 No. 2, Mei 2010 – Agustus 2010

37

Berdasarkan hasil analisis, nelayan

tangkap menganggap bahwa faktor

sumberdaya alam (0.111) merupakan faktor

yang paling prioritas yang perlu

dipertimbangkan dalam megajukan usulan

program pembangunan perikanan dan

kelautan, yang lebih prioritas dari faktor

pasar (0.080), faktor SDM dan Teknologi

(0.068), serta faktor sarana dan prasarana

yang hanya merupakan prioritas yang

keempat (0.063). Hasil analisis ini

menunjukan bahwa nelayan tangkap lebih

memperhitungkan dan mempertimbangkan

sekali kondisi sumberdaya alam, yang

didalamnya termasuk musim dan gejala alam

lainnya yang membawa implikasi terhadap

ketidakpastian jumlah dan posisi ikan yang

akan ditangkap. Kesulitan dalam mendeteksi

potensi ikan inilah yang mendorong nelayan

cenderung melakukan kegiatan eksploitasi

sumberdaya perikanan dengan cara yang

kurang ramah lingkungan, seperti

penggunaan alat tangkap yang berpotensi

merusak lingkungan perairan, dan

penggunaan bahan peledak serta bahan

kimia. Oleh karena itu, program yang

mendorong peningkatan dan perluasan

informasi serta sosialisasi mengenai data

potensi perikanan dan migrasi ikan menjadi

suatu kebutuhan yang penting untuk segera

dipenuhi.

Faktor selanjutnya yang menjadi

prioritas untuk dipertimbangkan menurut

nelayan tangkap di Gorontalo adalah faktor

pasar, dalam hal ini yang paling menjadi

pertimbangan adalah harga jual ikan hasil

tangkapan yang sangat berfluktuasi. Ikan

hasil tangkapan pada musim-musim tertentu

sangat dihargai dengan harga yang sangat

murah, belum lagi kalau sudah dikaitkan

dengan kualitas ikan hasil tangkapan yang

sering mengalami penurunan kualitas,

sehingga harganyapun cenderung turun.

Namun demikian, dalam kondisi nelayan

tangkap tidak ada pilihan lain selain menjual

ikan hasil tangkapannya dengan harga murah.

Oleh karena itu, program yang akan disusun

diharapkan dapat mempertimbangkan faktor

pasar dan harga jual dari ikan hasil tangkapan

nelayan ini.

Faktor Sumberdaya Manusia dan

Teknologi juga menjadi faktor yang perlu

dipertimbangkan, walaupun berdasarkan

persepsi dan aspirasi nelayan tangkap, faktor-

faktor tersebut menempati prioritas yang

ketiga. Relatif masih rendahnya kualitas

SDM dan muatan teknologi perikanan dan

kelautan menggambarkan bahwa dalam

strukturnya, sektor tradisional masih

mendominasi pada perikanan tangkap, yaitu

sebesar 87% (Dahuri, 2003). Struktur yang

cenderung tradisional ini yang menyebabkan

optimalisasi terhadap kinerja perikanan

belum sesuai dengan potensi yang ada. Oleh

karena itu, tanpa mengurangi terdapatnya

variabel lokal seperti traditional knowledge

dan local wisdom nelayan tangkap Gorontalo,

maka program yang mengarahkan kepada

peningkatan level kinerja perikanan dari

sektor tradisional menuju sektor post-

traditional dengan penerapan teknologi yang

tepat dan disertai dengan upaya peningkatan

Page 38: Jurnal Mitra Bahari - · PDF fileaparat dan instansi pemerintah semata ... dari 9 kecamatan dengan 37 desa, ... Skala Prioritas Peningkatan Institusional Pokmaswas di Kabupaten Pangkep

Jurnal Mitra Bahari VOL. 4 No. 2, Mei 2010 – Agustus 2010

38

kualitas SDM, masih perlu untuk

ditingkatkan.

Nelayan tangkap di Gorontalo sudah

tidak menempatkan penyediaan sarana dan

prasarana operasional perikanan menjadi

faktor yang paling prioritas untuk

dipertimbangkan. Hal ini diduga bahwa

sejak tahun 2002 – 2005, pihak pemerintah

baik pemerintah pusat maupun daerah sudah

banyak memberikan bantuan berupa berbagai

jenis alat dan armada penangkapan ikan.

Berdasarkan informasi dari Dinas Perikanan

dan Kelautan Provinsi Gorontalo, bahwa

terjadinya peningkatan produksi hasil

tangkapan nelayan tangkap di Gorontalo

adalah seiring dengan peningkatan jumlah

dan kemampuan armada penangkap ikan

yaitu meningkatnya armada Perahu Motor

Tempel (PMT) sebesar 2.5% dan armada

yang berstrata kapal motor (KM) mengalami

peningkatan sebesar 7.1 %, sedangkan

armada penangkap ikan Perahu Tanpa Motor

(PTM) cenderung mengalami penurunan

sebesar 2.1 %. Namun demikian, nelayan

tangkap hingga saat ini masih sangat

mengharapkan adanya peningkatan fungsi

dan layanan di TPI dan PPI, perbaikan sarana

transportasi darat serta perluasan jaringan

listrik terutama di pemukiman nelayan yang

terpencil.

Menurut pembudidaya ikan, prioritas

faktor yang perlu dipertimbangkan dalam

penyusunan program adalah yang pertama

faktor sumberdaya manusia (0.061), faktor

sarana dan prasarana (0.060), faktor

Sumberdaya Alam (0.055), faktor teknologi

(0.054) dan faktor pasar (0.044).

Peningkatan kualitas SDM pembudidaya

merupakan faktor yang menjadi

pertimbangan utama dalam menyusun

program pembangunan perikanan. Hal ini

sangat terkait dengan keahlian pembudidaya

dalam menjalankan usahanya. Keterbatasan

keahlian ini seringkali menjadi permasalahan

yang menyebabkan gagalnya usaha budidaya

yang dijalankan. Oleh karena itu, program

peningkatan pelatihan dan sekaligus dengan

teknologi budidaya yang lebih baik, perlu

segera diimplemntasikan, sehingga sektor

busidaya perikanan ini tidak termarjinalkan

dan senantiasa tertinggal dari perikanan

tangkap.

Selanjutnya faktor sarana dan

prasarana juga merupakan faktor yang perlu

dipertimbangkan, mengingat kegiatan

budidaya ini membutuhkan sarana

pendukung yang cukup banyak. Program

bantuan sarana budidaya seperti rumput laut

dan jaring apung masih sangat diperlukan

oleh para pembudidaya. Selain itu, perbaikan

sarana pengairan tambak pada beberapa

lokasi juga menjadi faktor yang perlu

mendapat perhatian. Walaupun tidak

menjadi prioritas, namun faktor teknologi

budidaya dan pembesaran ikan hasil

budidaya juga perlu menjadi perhatian dalam

penyusunan program pembangunan

perikanan dan kelautan Provinsi Gorontalo.

Kelompok masyarakat pesisir yang

melakukan kegiatan pengolahan ikan seperti

Page 39: Jurnal Mitra Bahari - · PDF fileaparat dan instansi pemerintah semata ... dari 9 kecamatan dengan 37 desa, ... Skala Prioritas Peningkatan Institusional Pokmaswas di Kabupaten Pangkep

Jurnal Mitra Bahari VOL. 4 No. 2, Mei 2010 – Agustus 2010

39

pengasapan, penggaraman dan pengeringan

yang dilakukan secara tradisional, umumnya

menempatkan faktor pasar menjadi prioritas

utama sebagai faktor yang perlu

dipertimbangkan dalam menyusun program,

yaitu dengan bobot 0.046. Sedangkan faktor-

faktor lain yang juga perlu dipertimbangkan

berturut-turut adalah faktor SDM (0.038),

faktor teknologi (0.037), faktor sarana dan

prasarana (0.036) dan faktor sumberdaya

alam (0.033). Hal ini menunjukan bahwa

para pengolah ikan tersebut masih sangat

membutuhkan program-program yang terkait

dengan perluasan jaringan pemasaran hasil

ikan olahan, peningkatan pelatihan

pengolahan ikan menjadi berbagai produk

yang berdaya saing, beserta dengan teknolgi

pengolahannya yang lebih efesien dan

higienis, program bantuan sarana dan

prasarana pengolahan ikanpun masih sangat

diperlukan.

Pemerintah daerah yang dalam

penelitian ini diwakili oleh aparat pemerintah

desa, cenderung menganggap faktor

sumberdaya alam, sumberdaya manusia dan

faktor pasar merupakan faktor prioritas yang

harus dipertimbangkan dalam penyusunan

program pembangunan perikanan dan

kelautan di Provinsi Gorontalo, yaitu dengan

bobot prioritas 0.029. Sedangkan faktor

sarana dan prasarana serta faktor teknologi

merupakan prioritas kedua dan ketiga,

masing-masing dengan bobot 0.027 dan

0.026. Penempatan prioritas faktor yang

perlu dipertimbangkan oleh pemerintah

daerah ini sangat sesuai dengan kondisi

umum di wilayah desa-desa pesisir, yang

ketergantungan terhadap sumberdaya alam

masih sangat besar, dan umumnya pula

didiami oleh kelompok masyarakat yang

mempunyai tingkat kualitasnya yang relatif

masih rendah. Akses terhadap pasarpun

menjadi prioritas yang perlu diperhatikan,

mengingat ikan sebagai hasil tangkapan

maupun produksi budidaya merupakan bahan

pangan yang mudah mengalami penurunan

kualitas, sehingga akan berdampak kepada

penurunan harga jual.

Alternatif Program dan Bentuk Kegiatan

Analisis alternatif program ditujukan

untuk mengetahui dan mengidentifikasi

program-program yang dapat

direkomendasikan untuk menjadi program

pembangunan perikanan dan kelautan di

Provinsi Gorontalo. Bebeberapa alternatif

program tersebut adalah (1) Penyediaan

Sarana dan Prasarana, (2) Peningkatan

Penerapan Teknologi, (3) Peningkatan SDM,

(4) Peningkatan Dukungan Modal dan (5)

Peningkatan Akses Pasar.

Berdasarkan analisis yang dilakukan

diperoleh informasi bahwa Program

Penyediaan Sarana dan Prasarana merupakan

program prioritas pertama yang diharapkan

oleh masyarakat dapat segera diterapkan,

yaitu dengan nilai 21.8%. Program-program

selanjutnya yang menjadi prioritas berturut-

turut adalah Peningkatan Penerapan

Teknologi (20.6%), Peningkatan SDM

(19.6%), Peningkatan Dukungan Modal

Page 40: Jurnal Mitra Bahari - · PDF fileaparat dan instansi pemerintah semata ... dari 9 kecamatan dengan 37 desa, ... Skala Prioritas Peningkatan Institusional Pokmaswas di Kabupaten Pangkep

Jurnal Mitra Bahari VOL. 4 No. 2, Mei 2010 – Agustus 2010

40

Usaha (19.4%) dan Peningkatan Akses Pasar (18.6%).

Tabel 4. Hasil Analisis Alternatif Program Yang Diharapkan Terakomodir Dalam

Pembangunan Perikanan dan Kelautan Berkelanjutan

Kode Alternatif Program Skor Prioritas

A Penyediaan Sarana dan Prasarana 21.8 % 1

B Peningkatan Penerapan Teknologi 20.6 % 2

C Peningkatan SDM 19.6 % 3

D Peningkatan Dukungan Modal Usaha 19.4 % 4

E Peningkatan Akses Pasar 18.6 % 5

Selanjutnya, dilakukan analisis pula terhadap

beberapa bentuk kegiatan yang dapat

dilaksanakan pada masing-masing program

pembangunan tersebut. Bentuk-bentuk

kegiatan ini diaspirasikan secara langsung

oleh masyarakat, dan kemudian ditentukan

skor dari masing-masing bentuk kegiatan

tersebut, untuk mengetahui skala prioritas.

Hasil analisis bentuk-bentuk kegiatan dari

masing-masing program tersebut disajikan

dalam Tabel 5 berikut ini.

Tabel 5. Prioritas Bentuk Kegiatan Masing-masing Program Pembangunan Perikanan dan

Kelautan Provinsi Gorontalo

Kode Bentuk Kegiatan Skor Urutan

Prioritas

A A.1. Optimalisasi TPI dan menambah jumlah sentra-sentra penampungan

ikan. 0.534 1

A.2. Pengembangan dan Penambahan Alat Tangkap 0.306 2

A.3. Perluasan Jaringan Listrik 0.109 3

A.4. Perbaikan Sarana Jalan dan Jembatan 0.052 4

B B.1 Mengembangkan sistem pengolahan perikanan yang lebih baik 0.445 1

B.2 Mengembangkan penelitian di bidang bioteknologi kelautan untuk

mendukung berdirinya industri perikanan 0.234 2

B.3 Mengembangkan teknologi untuk budidaya laut dan budidaya pantai 0.176 3

B.4 Membentuk jaringan data dan informasi dengan lembaga-lembaga

terkait dengan sumberdaya perikanan dan kelautan. 0.088 4

B.5 Pengembangan sarana balai Penelitian dan Pelatihan 0.057 5

C C.1. Meningkatkan jumlah sarana dan prasarana pendidkan dan jumlah

guru di wilayah pesisir 0.342 1

C.2. Penyuluhan tentang kesehatan 0.282 3

Page 41: Jurnal Mitra Bahari - · PDF fileaparat dan instansi pemerintah semata ... dari 9 kecamatan dengan 37 desa, ... Skala Prioritas Peningkatan Institusional Pokmaswas di Kabupaten Pangkep

Jurnal Mitra Bahari VOL. 4 No. 2, Mei 2010 – Agustus 2010

41

C.3. Mengembangkan program pelatihan keterampilan masyarakat

berdasarkan tingkat pendidikan dan kondisi sosial ekonomi mereka 0.316 2

C.4. Meningkatkan keahlian dan pemberdayaan organisasi-organisasi dan

lembaga-lembaga sosial masyarakat serta program-program

pengembangan masyarakat

0.06 4

D D.1 Pendayagunaan Koperasi dan Usaha Kecil 0.527 1

D.2 Memfasilitasi hubungan antara lembaga keuangan dengan nelayan

dan pembudidaya serta pengolah ikan dalam menyusun rencana dan

pengembangan usaha

0.291 2

D.3 Mengembangkan usaha kecil menengah yang bergerak pada bidang

usaha perikanan 0.121 3

D.4. Mengembangkan usaha produktif dan mata pencaharian alternatif

yang berwawasan lingkungan 0.061 4

E E.1 Melakukan pengontrolan terhadap harga jual ikan hasil tangkapan 0.642 1

E.2 Pengembangan pemasaran hasil 0.285 2

E.3 Membina usaha produksi perikanan berorientasi pasar 0.072 3

Bentuk kegiatan yang menjadi prioritas dari

program penyediaan sarana dan prasarana

adalah kegiatan optimalisasi TPI dan

penambahan jumlah sentra-sentra

penampungan ikan. Bentuk kegiatan yang

diharapkan ini sesuai dengan kondisi riil di

beberapa lokasi pengembangan perikanan,

bahwa produksi perikanan yang dihasilkan

baik oleh nelayan tangkap, maupun para

pembudidaya seringkali mengalami

penurunan kualitas karena kurang tersedianya

es sebagai bahan untuk menjaga kesegaran

ikan. Oleh karena itu kegiatan optimalisasi

TPI dan PPI serta penambahan sentra

penampungan ikan yang di dalamnya sudah

termasuk penyediaan sarana es, sangat

diharapkan untuk segera dilaksanakan agar

hasil produksi ikan tetap terjaga kualitasnya.

Program peningkatan penerapan

teknologi diharapkan dilaksanakan terutama

dalam bentuk kegiatan pengembangan sistem

pengolahan perikanan yang lebih baik. Hal

ini masih terkait dengan upaya untuk

memperpanjang waktu kesegaran ikan agar

harga jualnya tidak terlalu rendah. Kegiatan

ini juga diarahkan untuk menerapkan

teknologi pengolahan ikan yang dapat

dailaksanakan oleh masyarakat, seperti

teknologi pengawetan dengan kadar garam

rendah, pengasapan yang lebih higienis, dan

pengaolahan lainnya hasil budidaya seperti

teknologi pengolahan rumput dan udang serta

beberapa jenis ikan karang.

Bentuk kegiatan peningkatan sarana

pendidikan formal dan jumlah guru di

wilayah pesisir ternyata merupakan bentuk

kegiatan yang menjadi prioritas pertama yang

diharapkan diimplementasikan melalui

program peningkatan kualitas sumberdaya

manusia. Hal ini mulai dirasakan perlu oleh

masyarakat, karena perkembangan dan

dinamika di kawasan pesisir pada akhirnya

Page 42: Jurnal Mitra Bahari - · PDF fileaparat dan instansi pemerintah semata ... dari 9 kecamatan dengan 37 desa, ... Skala Prioritas Peningkatan Institusional Pokmaswas di Kabupaten Pangkep

Jurnal Mitra Bahari VOL. 4 No. 2, Mei 2010 – Agustus 2010

42

membutuhkan sumberdaya manusia yang

mampu untuk mengelola ekosistem di

wilayah ini dengan pendekatan akademik dan

ilmu pengetahuan yang memadai. Sebagian

masyarakat pesisir rupanya sudah mulai

menyadari bahwa di masa yang akan datang,

tingkat pendidikan akan merupakan suatu

kebutuhan dan ukuran yang utama status

sosial mereka.

Pendayagunaan koperasi dan usaha

kecil yang dijalankan oleh masyarakat pesisir

merupakan bentuk kegiatan yang menjadi

prioritas untuk dilaksanakan dalam program

peningkatan dukungan modal usaha. Hal ini

berarti sebagian masyarakat sudah mulai

menyadari bahwa bantuan yang mereka

butuhkan ternyata tidak selalu dalam bentuk

uang atau barang, namun mereka juga sangat

membutuhkan pembainaan manajerial

lembaga keuangan seperti koperasi. Selain

itu, pembinaan usaha juga sangat diharapkan

dapat segera dilaksanakan. Oleh karena itu

bentuk kegiatan yang cocok untuk

dikembangkan adalah sistem cooperative

management, atau sering dikenal sebagai co-

management (Nikijuluw, 2002).

Konsep Penyusunan Perencanaan

Pembangunan Perikanan

Secara lebih makro, konsep

penyusunan perencanaan pembagunan

perikanan dan kelautan yang dapat

dikembangkan di amsa yang akan datang

sesuai dengan hasil dari penelitian ini dapat

digambarkan dalam gambar skema berikut

ini:

Gambar 2. Skema Konsep Penyusunan Rencana Pembangunan Perikanan Berkelanjutan

Isu dan Permasalaha

n

Pendefinisian

Permasalahan

Aspirasi Masyarakat

Potensi Sumberdaya Perikanan

Peluang dan Kendala

Tujuan dan Sasaran

Formulasi Rencana

Pelaksanaan (Implemantasi Rencana

)

Pembangunan Perikanan dan Kelautan Yang

Berkelanjutan

Mekanisme Umpan Balik

Monitoring dan Evaluasi

Page 43: Jurnal Mitra Bahari - · PDF fileaparat dan instansi pemerintah semata ... dari 9 kecamatan dengan 37 desa, ... Skala Prioritas Peningkatan Institusional Pokmaswas di Kabupaten Pangkep

Jurnal Mitra Bahari VOL. 4 No. 2, Mei 2010 – Agustus 2010

43

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Alternatif program yang menjadi

prioritas berdasarkan persepsi dan aspirasi

masyarakat adalah Program Penyediaan

Sarana dan Prasarana (21.8%), Program

Peningkatan Penerapan Teknologi (20.6%),

Peningkatan SDM (19.6%), Peningkatan

Dukungan Modal Usaha (19.4%) dan

Peningkatan Akses Pasar (18.6%).

Pada masing-masing program

tersebut direkomendasikan berbagai bentuk

kegiatan yang menjadi prioritas pertama

diantaranya adalah kegiatan optimalisasi TPI

dan penambahan jumlah sentra-sentra

penampungan ikan, pengembangan sistem

pengolahan perikanan yang lebih baik,

peningkatan sarana pendidikan formal dan

jumlah guru di wilayah pesisir, serta

kegiatan pendayagunaan koperasi dan usaha

kecil yang dijalankan oleh masyarakat

pesisir.

Saran

Peningkatan peran serta aktif

masyarakat secara langsung perlu

ditingkatkan dalam proses penyusunan

perenacanaan program pembangunan

perikanan dan kelautan di Provinsi

Gorontalo, karena keberhasilan dan

keberlanjutan program tersebut salah

satunya ditentukan oleh dukungan dari

masyarakat. Mengidentifikasi persepsi dan

aspirasi masyarakat melalui AHP (Analytic

Hierarchy Process) ini hanya merupakan

salah satu metode saja, yang paling penting

adalah bagaimana upaya pemerintah daerah

sebagai pengambil keputusan dan kebijakan

dapat mengembangkan mekanisme

partisipasi publik yang efektif dan berhasil

guna dalam mensukseskan program

pembangunan perikanan dan kelautan di

Provinsi Gorontalo.

PUSTAKA TERPILIH

Atlas Pesisir dan Laut Provinsi Gorontalo.

2002. Data dan Informasi untuk

MCMA Provinsi Gorontalo : PT

Spektra Adhya Prasarana dengan

Bapppeda. Provinsi Gorontalo

Dahuri, R. 2004. Membangun Indonesia

Yang Maju, Makmur dan Mandiri

Melalui Pembangunan Maritim.

Makalah disampaikan pada Temu

Nasional Visi dan Misi Maritim

Indonesia dari Sudut Pandang

Politik, Jakarta, 18 Pebruari 2004.

Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi

Gorontalo. 2005. Capaian Program

Kerja Tahunan Dinas Kelautan dan

Perikanan Provinsi Gorontalo (tidak

dipublikasikan)

Nikijuluw, V. P. H. 2002. Rezim

Pengelolaan Sumberdaya Perikanan.

Pusat Pemberdayaan dan

Pembangunan Regional (P3R)

bekerjasama dengan PT. Pustaka

Cidesindo. Jakarta.

Page 44: Jurnal Mitra Bahari - · PDF fileaparat dan instansi pemerintah semata ... dari 9 kecamatan dengan 37 desa, ... Skala Prioritas Peningkatan Institusional Pokmaswas di Kabupaten Pangkep

Jurnal Mitra Bahari VOL. 4 No. 2, Mei 2010 – Agustus 2010

44

Saaty, T.L. 1993. Pengambilan Keputusan

Bagi Para Pemimpin (Proses Hirarki

Analitik untuk Pengambilan

Keputusan dalam Situasi yang

Kompleks). P.T. Pustaka Binaman

Pressindo. Jakarta (terjemahan)

Page 45: Jurnal Mitra Bahari - · PDF fileaparat dan instansi pemerintah semata ... dari 9 kecamatan dengan 37 desa, ... Skala Prioritas Peningkatan Institusional Pokmaswas di Kabupaten Pangkep

Jurnal Mitra Bahari VOL. 4 No. 2, Mei 2010 – Agustus 2010

45

INTEGRASI PERENCANAAN KONVENSIONAL

DENGAN PERENCANAAN PESISIR: BADE KAMANA ?3

Oleh:

Adjie Pamungkas ST. M.Dev.Plg4

Lahirnya UU Pengelolaan Wilayah Pesisir No.27 tahun 2007 yang baru melalui proses panjang

dan penuh pesimistis dari sebagian kelompok perencana. Sistem perencanaan yang dibangun

ternyata memiliki korelasi yang lemah dengan sistem konvensional (perencanaan ruang) baik

menurut UU no 24 tahun 1992 maupun UU no. 26 tahun 2007. Pengalaman praksis peneliti pada

perencanaan detail tata ruang pesisir prigi, Propinsi Jawa Timur menunjukkan adanya

“kebingungan” dari aparat pemerintah dalam menentukan output rencana. Kepmen PU

Kimpraswil 327 dan Kepmen DKP no 10 tahun 2002 sebagai petunjuk teknis kedua perencanaan

pun memiliki korelasi yang lemah. Kedua sistem memiliki penjenjangan rencana yang berbeda

dengan istilah yang berbeda pula. Walaupun demikian, upaya integrasi perencanaan detail tata

ruang kota untuk wilayah daratan dan rencana zonasi pada ruang laut menjadi keharusan dan

mendapat sambutan yang cukup baik dari users. Pengaturan kedua matra ruang tersebut berada

pada kajian yang terintegrasi sehingga menghasilkan strategi yang menggabungkan keduanya.

RDTRK menurut Kepmen PU dan Zoning Plan menurut Kepmen DKP dapat diintergasikan

dengan melihat proses alam yang terinterdependensi antara darat dan laut.

Kata kunci: sistem perencanaan, pesisir dan integrasi

3 Bade Kamana ? adalah frase Bahasa Sunda sedangkan Lakar Kija? adalah frase Bahasa

Bali. Keduanya berarti mau kemana ? 4 Staf pengajar Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, ITS. Ucapan terimakasih juga

atas kerjasama yang baik dari Tim Prigi ARC-07: Eko Hirmawan ST dan Akhyar Farizal ST.

Page 46: Jurnal Mitra Bahari - · PDF fileaparat dan instansi pemerintah semata ... dari 9 kecamatan dengan 37 desa, ... Skala Prioritas Peningkatan Institusional Pokmaswas di Kabupaten Pangkep

Jurnal Mitra Bahari VOL. 4 No. 2, Mei 2010 – Agustus 2010

46

PENDAHULUAN

Sistem perencanaan yang konvensional

(yang terlebih dahulu ada) adalah sistem

perencanaan spasial versi UU no 24 tahun

1992 maupun versi terbaru UU no. 26 tahun

2007[18]

. Kedua undang-undang tersebut

memiliki pengertian yang sama tentang

ruang yang tidak hanya meliputi pada ruang

darat saja akan tetapi ruang laut bahkan

ruang udara. Walaupun demikian, pada

sebagian praktek perencanaan, sistem

perencanaan ruang yang dibuat lebih

mengarah kepada rencana ruang daratan

dengan pengaturan tipologi jenis

pemanfaatan ruang sampai pada pengaturan

bangunan di daratan. Kondisi ini tentunya

sangatlah merugikan proses pembangunan

secara umum karena fokus pengembangan

akan menjadi lebih berorientasi pada

daratan.

Orientasi pembangunan di daratan ternyata

telah disadari oleh sebagian besar

stakeholders pembangunan di negara

kepulauan ini. Jargon ”nenek moyang ku

seorang pelaut”, ”negara dengan pantai

terpanjang di dunia”, ”negara bahari” dan

sebagainya telah mendorong adanya

perubahan atau diversifikasi arah

pembangunan. Kristalisasi perubahan

tersebut berada pada disyahkannya UU

Pengelolaan Wilayah Pesisir No. 27 tahun

2007[19]

. UU ini kemudian diback up

sebelumnya oleh aturan teknis yaitu:

Kepmen Kelautan dan Perikanan no. 10

tahun 2002 tentang Perencanaan pesisir dan

pulau-pulau kecil[22]

.

Kepmen DKP no 10 tahun 2002 ini

memberikan sistem perencanaan berjenjang

yaitu: strategic plan, management plan,

zoning plan dan action plan. Keempat

perencanaan tersebut memiliki pengertian

dan spesifikasi yang berbeda-beda[22]

. Dilain

pihak, Kepmen Kimpraswil 327 tahun 2002.

membagi sistem perencanaan wilayah

perkotaan pada 3 level utama yaitu: RTRW

(rencana tata ruang wilayah), RDTRK

(Rencana Detail tata ruang kota), RTRK

(rencana teknik ruang kota) dan RTBL

(Rencana tata bangunan dan lingkungan) [21]

.

Kepmen DKP memiliki titik berat dalam

pengaturan ruang laut dengan “sedikit”

membahas ruang daratan sedangkan

Kepmen Kimpraswil tidak memiliki fokus

pada pengaturan ruang laut.

Dengan dua sistem yang berbeda dan titik

berat yang berbeda mengakibatkan sistem

perencanaan kita tidak terintegrasi dengan

sempurna. Padahal, daerah pesisir adalah

daerah perpaduan antara ruang darat dan laut

yang memiliki ekosistem yang saling

mempengaruhi antara daratan dan

lautan[5][10][11]

. Integrasi adalah kemutlakan

dalam menentukan keberhasilan

perencanaan dan implementasinya. Oleh

karenanya, paper ini akan membahas secara

lengkap proses integrasi kedua sistem

perencanaan tersebut. Proses ini merupakan

refleksi dari pengalaman penyusunan

perencanaan detail tata ruang pesisir prigi di

Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur.

WILAYAH PESISIR PRIGI

Pesisir Prigi terletak di Kabupaten

Trenggalek dan merupakan bagian dari

sederetan pantai di pesisir selatan Pulau

Jawa. Pesisir prigi ini memiliki pelabuhan

perikanan (level Pelabuhan Perikanan

Nusantara/PPN) yang besar selain

Pelabuhan Muncar, Kabupaten Banyuwangi

dan Pelabuhan Sendang Biru, Kabupaten

Malang. Berdasarkan kajian keterkaitan

secara fisik, administratif, ekologi, ekonomi

dan sosial, delineasi wilayah perencanaan

dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Page 47: Jurnal Mitra Bahari - · PDF fileaparat dan instansi pemerintah semata ... dari 9 kecamatan dengan 37 desa, ... Skala Prioritas Peningkatan Institusional Pokmaswas di Kabupaten Pangkep

Jurnal Mitra Bahari VOL. 4 No. 2, Mei 2010 – Agustus 2010

47

Secara fisik wilayah ini terbatasi oleh

guna lahan hutan dan persawahan di

daerah daratan. Sedangkan batas lautan

lebih didominasi oleh batas kewenangan

kabupaten selebar 4 mil dari garis pantai.

Batas ekonomi menunjukkan daerah

pengaruh ekonomi yang lebih luas akan

tetapi jika dihubungkan dengan aspek

sosial, maka daerah sosioekonomi yang

masih bergantung pada lingkungan laut

di pantai prigi hanya pada beberapa

wilayah utama yaitu: Desa Karanggonso,

Desa Prigi dan Desa Karanggandu.

GAP PERENCANAAN

KONVENSIONAL DAN

PERENCANAAN PESISIR

Panduan pada proses perencanaan pesisir

prigi (TOR) ini salah satunya adalah

kedalaman peta yang dibuat adalah 1:5.000.

Dengan asumsi skala tersebut, pada sistem

perencanaan konvensional berarti rencana

detail tata ruang kota. Rencana detail tata

ruang kota memiliki fokus utama bukan

hanya pembagian tipe penggunaan lahan

saja akan tetapi pengaturan ketentuan

bangunan yang meliputi pada ketentuan

KDB (koefisien dasar bangunan, KLB

(koefisien lantai bangunan) dan GSB (garis

sempadan bangunan). Tipe penggunaan

ruang ini pun dirinci lebih detail

dibandingkan pada RTRW. Pada level

RDTRK, Permukiman harus dirinci

berdasarkan kepadatannya (seperti

permukiman kepadatan rendah), fasilitas

harus dirinci pada jenis fasilitasnya (seperti

mesjid, SD, SMP, dll) dan seterusnya[6][21]

.

Walaupun demikian, RDTRK tidak

memiliki fokus pada pengaturan ruang laut.

Tidak ada penjelasan mengenai zona (tipe

pemanfaatan ruang laut) apa saja yang perlu

ada di ruang laut dan sampai sedetail pada

zona tersebut harus ditetapkan. RDTRK juga

tidak membahas pengaturan bangunan yang

ada di ruang laut kecuali pada bangunan

yang ada di bibir pantai saja. Dengan kata

lain, RDTRK mengabaikan UU tata ruang

khusus pada point ruang berada pada 3

matra utama.

Dilain pihak, pada sistem perencanaan

pesisir versi Kepmen DKP no. 10 tahun

2002, level perencanaan untuk rencana

detail ini lebih berada pada jenjang zoning

plan. Hal ini dikarenakan pada level

rencana strategis, wilayah perencanaan

lebih bersifat luas (pada lingkup propinsi

atau kabupaten) dan substansi pun lebih

umum (lebih kepada penentuan strategi).

Sedangkan pada level management plan,

fokus yang lebih diperhatikan adalah

pengelolaan lingkungan pesisir pada isu-isu

tertentu sehingga waktu perencanaannya

tergantung pada ada atau tidaknya isu

tersebut. Secara umum, substansi

management plan ini kurang lebih sama

dengan zoning plan yang memiliki bagian

utama pemintakatan (zoning) dan pedoman

pengelolaan. Management plan dalam

melakukan pedoman pengelolaan memiliki

substansi yang lebih rinci dibandingkan

zoning plan karena isu yang dibahas jauh

lebih spesifik. Untuk action plan,

perencanaan dilakukan lebih mengarah

kepada tindakan apa yang perlu dilakukan

dalam kurun waktu 2-3 tahun. Dalam kata

lain, perencanaan ini lebih kepada

penyusunan program sesuai dengan hasil

perencanaan yang berada di atasnya. Oleh

karennya, Zoning plan ini lebih cocok untuk

dikawinkan dengan RDTRK mengingat

muatan spasial dan pengendalian lebih

Page 48: Jurnal Mitra Bahari - · PDF fileaparat dan instansi pemerintah semata ... dari 9 kecamatan dengan 37 desa, ... Skala Prioritas Peningkatan Institusional Pokmaswas di Kabupaten Pangkep

Jurnal Mitra Bahari VOL. 4 No. 2, Mei 2010 – Agustus 2010

48

kental dibandingkan level lainnya. 2 muatan

utama ini memiliki benang merah yang sama

dengan ideologi perencanaan konvensional.

Fokus zoning plan ini juga mengatur zona

dan aktivitas yang ada di dalam zona.

Walaupun demikian, kepmen ini tidak

mengatur tipologi zona (atau pun tipe guna

ruang – dalam bahasa sistem perencanaan

konvensional). Tidak adanya tipologi zona

tersebut menyebabkan level kedetailan

perencanaan bersifat mengambang dan

berbeda dengan yang ada di sistem

perencanaan konvensional.

FOKUS PERMASALAHAN

PERENCANAAN

Berdasarkan kajian fakta dan analisa pada

tahap kedua perencanaan, ada beberapa isu

perencanaan yang harus menjadi fokus

pengendalian di pesisir prigi. Isu yang

ditampilkan adalah hanya sebagian saja dan

paling relevan sebagai kasus pada kedua

sistem perencanaan tersebut. Isu tersebut

dikelompokkan pada domain utama dalam

kedua sistem perencanaan (tabel berikut).

Isu pada masing-masing aspek Perencanaan

Pesisir

Perencanaan

Konvensional

1. Aspek fisik dasar:

• Penataan & Reboisasi Kawasan Sempadan Sungai

• Reboisasi Kawasan Perbukitan

• Penanaman Tanaman Leguminosa Secara Strip Eroping

• Penataan Kawasan Permukiman di Sempadan Pantai

2. Aspek Oseanografi dan ekologi

Keberlanjutan upaya rehabilitasi mangrove.

Pengembangan Sistem Kelembagaan Dalam Upaya Rehabilitasi

Mangrove

Penyediaan Bibit Mangrove & Media Pengembangan Terumbu

Karang

Pembangunan Pos Pengawas Lingkungan

3. Aspek pemanfaatan ruang

Pengembangan dan Peningkatan Jaringan Jalan dan Aksesibilitas

Pengembangan Prasaraan dan Sarana Penunjang Industri

Zonasi Kawasan ruang laut

Penataan sistem permukiman pedesaan

Penguatan identitas kawasan

4. Aspek Pengembangan Sektor Perikanan

Pengembangan jenis kapal di atas 30 GT

Pengembangan alat tangkap ikan berupa pancing tonda dan

bagan

Pengembangan dermaga kapal besar di PPN Prigi

Pengembangan docking kapal

Penambahan SPBM untuk nelayan

Pengembangan industri pengolahan ikan

Pengadaan bibit ikan

Pengembangan alat budidaya perikanan laut

Pelestarian kawasan fish sanctuari

Pembinaan kelompok nelayan

Pengembangan dan peningkatan sarana transportasi

5. Aspek pengembangan wisata

• Perbaikan penataan fungsi lahan dan bangunan

• Pengembangan dan peningkatan kualitas jalan kolektor primer

yang menghubungkan ketiga lokasi wisata dengan pusat

kecamatan Watulimo

• Pengembangan moda transportasi menuju ketiga lokasi wisata

dan pembanguanan sub terminal pendukung di kawasan desa

Page 49: Jurnal Mitra Bahari - · PDF fileaparat dan instansi pemerintah semata ... dari 9 kecamatan dengan 37 desa, ... Skala Prioritas Peningkatan Institusional Pokmaswas di Kabupaten Pangkep

Jurnal Mitra Bahari VOL. 4 No. 2, Mei 2010 – Agustus 2010

49

Tasikmadu

• Pengembangan supply listrik di kawasan Pantai Damas

• Pengembangan sarana bermain anak, show room hasil produksi

pengolahan sumberdaya pesisir

• Pengembangan sarana informasi dan promosi wisata

• Pengembangan atraksi wisata

• Penetapan buffer zone antara kawasan wisata dan kawasan

perikanan

6. Aspek fasilitas pesisir

• Penambahan Fasilitas Pendidikan Berupa 3 TK dan 2 SD

• Penambahan Fasilitas Ibadah Berupa Mushola

• Penambahan Fasilitas Kesehatan Berupa Klinik

Pengobatan/Praktek Dokter

• Pengembangan Fasilitas Perdagangan

• Dermaga Pelabuhan

• TPI

• SPBM Solar

• Cold Storage

• Pabrik Tepung Ikan

• Mercusuar

• Menara Pengawas

7. Aspek Penataan Bangunan

• Regulasi teknis bangunan permukiman

• Penataan sistem permukiman

• Sosialisasi rencana pengelolaan kawasan sempadan pantai

• Penanaman tanaman bakau di pantai yang landai dan berlumpur

atau tanaman keras pada pantai yang terjal/bertebing curam

• Pemeliharaan garis pantai melalui penanaman tanaman pantai

seperti kelapa dan nipah

• Pembangunan tanggul-tanggul pantai/cerucuk pantai/pemecah

gelombang

Jumlah isu yang menjadi titik berat sistem perencanaan 30 31

Sumber: Hasil Analisa data[24][25][26][27]

, pengamatan (2007) dan wawancara (2007)

Jika melihat pada tabel di atas, isu

perencanaan di wilayah pesisir prigi

memiliki proporsi yang relatif sama untuk

kedua sistem perencanaan. Pengelolaan

pesisir dengan menggunakan salah satu

sistem perencanaan akan menimbulkan

kelemahan pada proses perencanaan

pembangunan itu sendiri. Hal menarik

lainnya adalah cakupan sistem perencanaan

pada isu-isu itu dapat dilihat sebagai berikut:

a. Sistem perencanaan pesisir lebih

mengutamakan pada wilayah ruang

laut saja. Pembahasan pada matra

darat hanya berada di wilayah bibir

pantai saja. Hal ini tidak sesuai

dengan konsep delineasi ruang

pesisir sebagai pijakan awal

perencanaan.

b. Sistem perencanaan konvensional

lebih berada pada pengaturan ruang

darat (lahan) dan membahas ruang

laut sebagai dampak saja.

Pengaturan ruang darat ini menjadi

lebih penting karena dampak dari

kegiatan ruang darat dapat

dikendalikan dan atau dipenuhi

dengan baik sehingga ruang laut

dapat dioptimalkan

pengembangannya. Hal ini

sangatlah kontradiktif dibandingkan

dengan pengertian ruang yang harus

dicakup dalam UU Penataan Ruang.

Mengacu pada kondisi isu dan kecakupan

kedua sistem perencanaan di atas, integrasi

kedua sistem tersebut menjadi sangatlah

perlu. Sistem perencanaan pesisir menjadi

penting dalam pembahasan zonasi ruang laut

dan pengembangan aktivitas pemanfaatan

ruang laut yang berlokasi di darat.

Sedangkan sistem perencanaan

konvensional berfungsi dalam pengaturan

ruang darat dalam mendukung nilai

Page 50: Jurnal Mitra Bahari - · PDF fileaparat dan instansi pemerintah semata ... dari 9 kecamatan dengan 37 desa, ... Skala Prioritas Peningkatan Institusional Pokmaswas di Kabupaten Pangkep

Jurnal Mitra Bahari VOL. 4 No. 2, Mei 2010 – Agustus 2010

50

ekonomi, sosial dan budaya pesisir secara

terintegrasi.

INTEGRASI KEDUA SISTEM

PERENCANAAN

Integrasi kedua sistem perencanaan ini dapat

diasumsikan sebagai upaya

mengkolaborasikan RDTRK dan Zoning

Plan. RDTRK relatif lebih mudah dilakukan

mengingat ketentuan dan aturan rincinya

sudah tertuang di Kepmen PU no. 327.

sedangkan zoning plan masih diperlukan

upaya mencari tipologi pemanfataan ruang

apa yang ada di ruang laut. Dengan

mengakomodasi berbagai macam best

practises[17]

dan arahan berbagai peraturan

terkait dengan aktivitas pemanfaatan ruang

laut, tipologi pemanfaatan ruang laut dibagi

dalam 7 kategori, yaitu:

1. Zona Preservasi, lebih diartikan

sebagai zona tertutup untuk umum,

tidak ada aktivitas pengambilan

sumberdaya yang diijinkan, setiap

aktivitas yang ada di zona ini harus

mendapatkan ijin.

2. Zonas Taman laut, lebih

dimaksudkan untuk zona yang

membatasi secara ketat terhadap

aktivitas pengambilan sumberdaya,

zona ini tidak tertutup tapi lebih

kepada pengaturan secara ketat dan

aktivitas yang diperbolehkan relatif

lebih kepada aktivitas pengamatan

seperti berperahu, berenang,

snorkelling dan berlayar.

3. Zona Riset ilmiah, zona yang

diperuntukkan bagi kegiatan riset

dan pengembangan suatu habitat

tertentu. Pada zona ini, kegiatan

yang tidak berhubungan dengan

riset diperlukan ijin khusus kecuali

berenang, snorkelling, dan diving

(kegiatan yang bersifat pengamatan

saja).

4. Zona Penyangga (Buffer zone),

zona yang difungsikan untuk

kegiatan perlindungan dan

konservasi pada zona di atasnya

(zona 1-3), akan tetapi masih ada

kegiatan publik yang diijinkan yaitu

kegiatan yang bersifat appresiasi

terhadap nilai yang ada di zona 1-3.

5. Zona konservasi, zona ini

melakukan perlindungan dan

konsevasi terhadap suatu

sumberdaya tertentu dan juga

mengizinkan kegiatan pengambilan

sumberdaya dengan tetap

memperhatikan keberlanjutan

(sustainability) dari sumberdaya

tersebut.

6. Zona Perlindungan habitat, zona ini

berupaya melindungi dan mengelola

sumberdaya yang sensitif dan tetap

menjamin sumberdaya tersebut

bebas dari kegiatan umum yang

berpotensi merusak.

7. Zona pemanfaatan umum, zona

yang memberikan ijin untuk semua

kegiatan.

Selain itu, karena zoning plan fokus dalam

pengaturan aktivitas, maka setelah

didefinisikan tipologi zona, kebutuhan

lainnya adalah menentukan jenis aktivitas

apa saja yang kemungkinan ada di pesisir

prigi. Filosofi ini sesuai dengan panduan

regulasi zoning di kawasan perkotaan dari

Departemen PU. Panduan tersebut adalah

mengatur aktivitas apa saja yang boleh

dalam zona berhirarki 5. Berdasarkan hasil

analisa, kegiatan yang ada di pesisir prigi

adalah:

1. Budidaya ikan laut.

2. Penangkapan ikan dengan jaring tarik.

3. Fotografi, menyelam dan berperahu.

4. Memasang Perangkap Ikan

5. Mengambil ikan hias, terumbu karang

dan cacing laut.

6. Mengambil tripang kerang dan lobster.

7. Penangkapan ikan terbatas

8. Penangkapan ikan dengan tombak

(hanya bagi penyelam)

9. Jalur penangkapan ikan.

10. Penangkapan ikan dengan jaring

11. Penelitian ekosistem laut

12. Jalur Pelayaran

13. Pariwisata

14. Pemanfaatan Sumberdaya Laut secara

tradisional

Page 51: Jurnal Mitra Bahari - · PDF fileaparat dan instansi pemerintah semata ... dari 9 kecamatan dengan 37 desa, ... Skala Prioritas Peningkatan Institusional Pokmaswas di Kabupaten Pangkep

Jurnal Mitra Bahari VOL. 4 No. 2, Mei 2010 – Agustus 2010

51

15. Penangkapan ikan dengan tonda 16. Memancing

Hasil integrasi kedua sistem ini

menghasilkan rencana utama yaitu rencana

penggunaan lahan pada daerah darat yang

dikolaborasikan dengan rencana zonasi di

ruang laut. Kolaborasi ini sangat penting

karena pada saat penentuan keduanya, sifat

interdependensi kedua ekosistem ini menjadi

penentu rencana. Hasil ini dapat dilihat pada

peta di bawah ini:

Gambar 1 Arahan pemanfaatan ruang dan Ketentuan Bangunan di UL 2 dan UL 3

Page 52: Jurnal Mitra Bahari - · PDF fileaparat dan instansi pemerintah semata ... dari 9 kecamatan dengan 37 desa, ... Skala Prioritas Peningkatan Institusional Pokmaswas di Kabupaten Pangkep

Jurnal Mitra Bahari VOL. 4 No. 2, Mei 2010 – Agustus 2010

52

Gambar 2 Arahan Zoning Plan dan Pengaturan Aktivitasnya di UL 2 dan UL 3

KESIMPULAN

Dari berbagai simulasi integrasi di atas,

indikasi keberhasilan terlihat dari kepuasan

dari pihak DKP karena adanya kesesuaian

antara harapan dan kebutuhan. Beberapa

indikator ini dapat disimpulkan menjadi

usulan point-point penting apa yang harus

ada dalam perencanaan wilayah pesisir yang

mengintegrasikan kedua sistem

perencanaan, yaitu:

1. Adanya pengaturan ruang laut yang

lebih spesifik melalui zona-zona

tertentu.

2. Adanya delineasi zona yang sesuai

dengan kondisi eksisting dan hasil

analisa. Delineasi ini dapat

berdasarkan posisi koordinat

maupun kondisi fisik pesisir (seperti

daerah tanjung atau pun pulau yang

dijadikan patokan batas tertentu)

3. Adanya pengaturan aktivitas

(diijinkan, bersyarat dan tidak

diijinkan) pada masing-masing

zona.

4. Adanya pengaturan zona (tipe

pemanfaatan ruang) yang ada di

daratan. Tipe pemanfaatan ruang ini

cocok pada level RDTRK karena

ada beberapa fasilitas pendukung

aktivitas nelayan yang harus

ditentukan lokasinya seperti: SPBM

Solar, Cold Storage, Mercusuar dan

Menara Pengawas. Kedalaman

pembahasan fasilitas pada masing-

masing jenisnya ini diakomodasi

dalam ketentuan RDTRK.

5. Adanya integrasi antara pengaturan

ruang darat dan laut dalam satu

persepsi ekosistem. Hal ini terlihat

dari adanya pengendalian

permukiman di dusun Karanggandu

sebagai upaya minimasi dampak

erosi terhadap bibir pantai.

6. Adanya upaya perbaikan sistem

pendukung untuk berbagai aktivitas

utama. Pada kasus ini, aktivitas

utama yang ingin dibangun adalah

pemanfaatan hasil laut, perkebunan

dan kegiatan wisata. Rencana ini

harus dapat menjelaskan posisi dari

masing-masing pusat terkait dengan

pengembangan aktivitas ekonomi

tersebut. Pusat-pusat ini

diklasifikasikan menjadi Pusat

Sumber Daya – Pusat Koleksi –

Pusat Produksi – Pusat Distribusi

dan Pusat Konsumsi. Fokus

program meliputi pada dua tipe

yaitu: program pengembangan

jaringan (interkoneksi) antar pusat

dan program pengembangan kinerja

di masing-masing pusat.

7. Adanya upaya membentuk karakter

kawasan sehingga image (wajah)

kawasan dapat dinikmati oleh warga

dan pengunjung. Pembentukan

karakter kawasan ini dapat

dilakukan dengan mengadopsi

konsep urban architecture seperti

landmark, pathways, nodes, urban

gates dan urban walls.

BAHAN BACAAN

[1] Bernard, E.N.; (Eds.). (1991)

Tsunami Hazard: A Practical

Guide for Tsunami Hazard

Reduction, The Netherlands,

Kluwer Academic Publisher.

[2] Bird E.C.F., and Ongkosongo

O.S.R., (1980). Environment

Changes on the Coasts of

Indonesia, The United Nations

University,

http://www.unu.edu/unupress/un

upbooks/80197e/80197E00.htm

(Accessed on March 21, 2006 )

[3] Cowell P.J., and Thom B.G.,

(1994) Morphodynamics of

Coastal Evolution. In R.W.G.

Page 53: Jurnal Mitra Bahari - · PDF fileaparat dan instansi pemerintah semata ... dari 9 kecamatan dengan 37 desa, ... Skala Prioritas Peningkatan Institusional Pokmaswas di Kabupaten Pangkep

Jurnal Mitra Bahari VOL. 4 No. 2, Mei 2010 – Agustus 2010

53

Carter and C.D. Woodroffe (eds),

Coastal Evolution, Cambridge

University Press.

[4] Etkin D., and Stefanovic I. L.,

(2005). Mitigating Natural

Disaster: The Role of Eco-Ethics,

Journal of Mitigation and

Adaptation Strategies for Global

Change, Vol 10: 467-490.

[5] Dahuri et al. (2001) Pengelolaan

Sumberdaya Wilayah Pesisir dan

Lautan Secara Terpadu. Pradnya

Paramita. Jakarta

[6] De Chiara J., and Koppelman

L.E., (1978) Site Planning

Standard, Mc Graw–Hill.

[7] Farreras S.F., and Sanchez A.J.,

(1991) The Tsunami Threat on

the Mexican West Coast: A

Historical Analysis and

Recommendation for Hazard

Mitigation, Journal of Natural

hazards, volume 4, pp. 301-316.

[8] Godschalk D., Norton R.,

Rischardson C., and Salvesen D.,

(2000) Avoiding Coastal Hazard

Areas: Best State Mitigation

Practices, Journal of

Environment Geosciences,

Volume 7, Number 1, 13-22.

[9] Guilcher A., (1988), Coral Reef

Geomorphology, John Wiley and

Sons.

[10] Kay R., and Alder J.,

(2005) Coastal Planning and

Management, Taylor and Francis.

[11] Masselink G. and Hughes

M. G., (2003) Introduction to

Coastal Processes and

Geomorphology, Oxford

University Press Inc.

[12] Pamungkas A., (2007)

Feasibility Assessment of

Coastal Disaster Mitigation

Techniques: Application in the

Indonesian Context, Minor

Thesis at University of

Queensland – Australia.

[13] Saad S., (07 September

2005) DKP Targetkan Kurangi

Penduduk Miskin Pesisir, Koran

Republika.

http://www.republika.co.id/koran

_detail.asp?id=212259&kat_id=1

22 (Accessed on March 25,

2006)

[14] Suparmoko M., (1997)

Ekonomi Sumberdaya Alam dan

Lingkungan: Suatu Pendekatan

Teoritis, BPFE-Yogyakarta.

[15] Weichselgartner J.,

(2001). Disaster Mitigation: The

Concept of Vulnerability

Revisited, Journal of Disaster

Prevention and Management,

Vol. 10, Number 2, pp. 85-94.

[16] Woodroffe C. D., (2002)

Coast: Form, Process and

Evolution, Cambridge University

Press.

[17] _________, Introductory

Guide to the Great Barrier Reef

Marine Park – Cairns/Cooktown,

Environmental Protection

Agency, Queensland Parks and

Wildlife Services, Queensland

Government – Australia.

[18] _________, Undang-

Undang No. 26 Tahun 2007

tentang Penataan Ruang.

[19] _________, Undang-

Undang No. 27 tahun 2007

tentang Pengelolaan Wilayah

Pesisir.

[20] _________, Undang-

Undang No. 23 Tahun 1997

tentang Pengelolaan Lingkungan

Hidup.

[21] _________, Keputusan

Menteri Kimpraswil no

327/KTPS/M/2002 Tentang

Page 54: Jurnal Mitra Bahari - · PDF fileaparat dan instansi pemerintah semata ... dari 9 kecamatan dengan 37 desa, ... Skala Prioritas Peningkatan Institusional Pokmaswas di Kabupaten Pangkep

Jurnal Mitra Bahari VOL. 4 No. 2, Mei 2010 – Agustus 2010

54

Pedoman penyusunan rencana di

kawasan perkotaan.

[22] _________, Keputusan

Menteri Kelautan dan Perikanan

No. 10 Tahun 2002 Tentang

Penentapan enam pedoman

bidang penataan ruang Lampiran

V.

[23] __________, Peraturan

Menteri Kelautan Dan Perikanan

No. 16 tahun 2006 Tentang

Pelabuhan Perikanan.

[24] _________, (n.d) Draft

Rencana Tata Ruang Laut

Kabupaten Trenggalek.

[25] __________, 2006.

Rencana Tata Ruang Propinsi

Jawa Timur. Buku Rencana.

Pemerintah Propinsi Jawa Timur.

[26] Berbagai produk

perencanaan detail di Kawasan

PPN Prigi, Kawasan Pantai

Bengkorok dan Kawasan Pantai

Damas.

[27] Berbagai data di Desa

Prigi dan Desa Karanggandu

seperti monografi atau pun

pencatatan publik lainnya.

Page 55: Jurnal Mitra Bahari - · PDF fileaparat dan instansi pemerintah semata ... dari 9 kecamatan dengan 37 desa, ... Skala Prioritas Peningkatan Institusional Pokmaswas di Kabupaten Pangkep

Jurnal Mitra Bahari VOL. 4 No. 2, Mei 2010 – Agustus 2010

55

Page 56: Jurnal Mitra Bahari - · PDF fileaparat dan instansi pemerintah semata ... dari 9 kecamatan dengan 37 desa, ... Skala Prioritas Peningkatan Institusional Pokmaswas di Kabupaten Pangkep

Jurnal Mitra Bahari VOL. 4 No. 2, Mei 2010 – Agustus 2010

56

KAJIAN KUALITAS AIR DAN KELIMPAHAN PLANKTON DI PERAIRAN

BOJONEGARA, TELUK BANTEN SERANG

(Study of Water quality and Plankton abundance at Bojonegara Waters, Banten Bay

Serang)

Oleh

Moch Farchan, Agung Darma Sty., , Sinung Rahardjo, Dadan Zulkifli

ABSTRACT

Industrial cesspool and domestic waste which empty to Banten Bay have great

effects of the changing of the waters environmental quality, especially closed to

banishment centers. The industry activities located at western part of Banten Bay consist

of Batu Alam Makmur Mining industry, Suralaya Electrical Steam Power, Polychem

Company producing raw material of plastic, Golden Key Group Company, Guna

Nusantara Company working on offshore drilling, Palwa Dockyard, and Bermia

Company which works for sugar refining. Plankton is a prominent food chain in a

waters ecosystem. Therefore, its existence has great influence to others organisms. The

important role of microorganism of phytoplankton is the ability to make photosynthesis

and shape an organic compound from inorganic compound. Plankton is able to live and

breed well if the condition of waters is suitable with its physiology and biology

conditions. For the reason, the changing of waters condition will affect the plankton

community structure. Then, the plankton community structure can be used as an indicator

of environmental waters quality. The result of study showed that Physical and Chemical

parameter for temperature is 29.22°C, salinity (31.31 ppt), pH (8.02), DO (6.32 mg/l),

brightness (3.92 m), current wave (6.19 cm/second). The abundance of phytoplankton is

6.967inc/l. It indicated that the fertility level of Western part of Banten bay is

high. Index value of diversity is in the range of 1.57 showing that community stability is

moderate which means the community condition being able to be changed by

environment impact is small relatively. Index value of similarity is in the range of 0.21

showing the diversity between species in a community is low, it means that the wealth of

individual possessed by each species extremely difference. Index value of dominance is

in the range of 0.26 close on 0 (zero) showing that there is not dominance of a species to

another species in a structure of community.

Key words: plankton abundance, diversity index, similarity index, dominance index

I. PENDAHULUAN

Latar Belakang

Perairan Teluk Banten Bagian

Barat tidak pernah lepas dari masalah

pencemaran. Faktor terpenting dalam

permasalahan ini adalah besarnya

populasi manusia (laju pertambahan

penduduk). Laju pertambahan penduduk

yang tinggi maka kebutuhan pangan,

bahan bakar, pemukiman dan yang lain

juga meningkat, sehingga menyebabkan

peningkatan limbah domestik maupun

limbah industri. Pada akhirnya limbah

tersebut akan bermuara ke laut sebagai

tempat pembuangan terakhir. Limbah

industri dan limbah domestik yang

bermuara ke laut mengakibatkan

terjadinya perubahan yang cukup besar

pada kualitas lingkungan perairan,

terutama yang dekat dengan sumber-

Page 57: Jurnal Mitra Bahari - · PDF fileaparat dan instansi pemerintah semata ... dari 9 kecamatan dengan 37 desa, ... Skala Prioritas Peningkatan Institusional Pokmaswas di Kabupaten Pangkep

Jurnal Mitra Bahari VOL. 4 No. 2, Mei 2010 – Agustus 2010

57

sumber pembuangan (Hosoya dan

Muchari, 1986) . Kegiatan industri yang

terdapat di sekitar perairan Bagian Barat

Teluk Banten, diantaranya yaitu

Penambangan Batu Alam Makmur

(BAM), PLTU Suralaya, PT. Polychem

yang memproduksi bahan baku plastik,

PT. Golden Key Group, PT. Guna

Nusantara yang bergerak dibidang

pengeboran lepas pantai, Galangan kapal

Palwa dan PT. Bermis yang bergerak

dibidang rafinasi gula (Mayunar et al,

1995).

Plankton merupakan mata rantai

makanan utama dalam sebuah ekosistem

perairan, sehingga keberadaannya dalam

suatu perairan sangat berpengaruh

terhadap keberadaan organisme-

organisme lainnya (Basmi, 2000). Peran

penting fitoplankton renik adalah

kemampuannya untuk melakukan

fotosintesis, yakni suatu proses yang

dapat menyadap energi surya dan

membentuk senyawa organik dari

senyawa inorganik. Senyawa organik ini

merupakan sumber energi yang

diperlukan oleh semua jasad hidup untuk

berbagai kegiatannya termasuk untuk

reproduksi (Nonjti, 2006) . Plankton

hanya dapat hidup dan berkembang biak

dengan baik pada kondisi perairan yang

cocok dengan keadaan fisiologis dan

biologisnya. Oleh sebab itu, perubahan

kondisi perairan dapat mempengaruhi

struktur komunitas plankton, dengan

demikian struktur komunitas plankton

juga dapat dipakai sebagai indikator

kualitas lingkungan suatu perairan

(Basmi, 2000). Perairan Teluk Banten

dengan skala efektifitas yang

mempengaruhinya mulai dari industri,

kegiatan domestik, pelabuhan dan lain-

lain sangat erat kaitannya mempengaruhi

kualitas perairannya.

1.2 Tujuan

Adapun tujuan yang diharapkan

dapat dicapai dalam penelitian ini

adalah :

a. Mengetahui kualitas perairan

Teluk Banten Barat

(Bojonegara), Serang

berdasarkan nilai beberapa

parameter fisika dan kimia.

b. Mengetahui distribusi dan

kelimpahan plankton di

Perairan Teluk Banten Barat

(Bojonegara), Serang.

1.3 Batasan Masalah

Pokok bahasan dibatasi mengenai

pengamatan kelimpahan fitoplankton,

termaksud di dalamnya perhitungan

indeks keragaman, keseragaman dan

dominansi jenis fitoplankton di perairan

Teluk Banten Barat (Bojonegara),

Serang serta parameter fisika dan kimia

perairan tersebut.

2. MATERI DAN METODA

2.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada

tanggal 1 Maret 2007 sampai dengan 28

Mei 2007 dengan mengambil lokasi di

perairan Teluk Banten Barat yang

merupakan wilayah Kecamatan

Bojonegara, Kabupaten Serang, Propinsi

Banten. Analisis sampel air dilakukan

secara insitu dan identifikasi plankton

dilakukan di Laboratorium biologi

BAPPL-STP, Serang

2.2 Alat dan Bahan

2.2.1Alat

Peralatan yang digunakan antara

lain seperti tabel dibawah ini

Tabel 1. Alat yang digunakan dalam

pengamatan kualitas air N

o

Alat Spesifi

kasi

Kegunaan Ju

mla

Page 58: Jurnal Mitra Bahari - · PDF fileaparat dan instansi pemerintah semata ... dari 9 kecamatan dengan 37 desa, ... Skala Prioritas Peningkatan Institusional Pokmaswas di Kabupaten Pangkep

Jurnal Mitra Bahari VOL. 4 No. 2, Mei 2010 – Agustus 2010

58

h

1 Kertas

lakmus

Lakmu

s paper

Untuk

mengukur nilai

pH

2 Secchi

disk

P. Tali

= 10 m

D = 30

cm

Untuk

mengukur

tingkat

kecerahan suatu

perairan

1

bua

h

3 Therm

ometer

Therm

ometer

Hg

Untuk

mengukur nilai

suhu dalam

suatu perairan

1

bua

h

4 GPS Garmi

n

Untuk

menentukan

posisi

1

bua

h

5 Refrakt

ometer

Atago Untuk

mengukur nilai

salinitas suatu

perairan

1

bua

h

6 Plankt

onet

Mesh

size 23

µm

Menyaring

plankton

1

bua

h

7 Mikros

kop

Pembe

saran

10 x

10

Mengamati

palnkton

1

bua

h

8 Buku

identifi

kasi

plankto

n

Davis

(1955)

G, W.

Presco

tt

(1951)

Membandingka

n/mencocokkan

plankton

2.2.2 Bahan

Bahan yang digunakan antara lain

seperti tabel dibawah ini

Tabel 2. Bahan yang digunakan dalam

pengamatan kualitas air

N

o

Bahan Spesifikas

i

Kegunaan

1 Formali

n

Kepekatan

4 %

Untuk

mengawetka

n air sampel

2 Larutan

Winkler

500 g

NaOH

35 g NaI

10 g NaN3

500 ml

Aquades

Mengikat

Oksigen

terlarut yang

terdapat

dalam botol

sampel

3 KI 5% Untuk

mengawetka

n sampel

plankton

3. METODA ANALISIS

3.1 Kelimpahan plankton

Metode menghitung

Kelimpahan plankton menggunakan

persamaan „Lackey Drop

mikrotransect Counting

3.2 Indeks keragaman penentuan untuk keragaman (H‟)

plankton dilakukan dengan

menggunakan pesamaan Shannon-

Wiever. perhitungan ini dimaksudkan

untuk mengetahui bagaimana keragaman

atau komposisi dari suatu plankton

spesies. Persamaan indeks keragaman

adalah sebagai berikut (Basmi, 1991) :

Keterangan :

H‟ : Indeks keragaman

Shannon-Wiever

Pi : ni/N

ni : Jumlah total individu

pada spesies ke i

N : Jumlah total individu

dalam komunitas

Dengan ketentuan :

H‟< 1 : berarti

komunitas dalam kondisi

tidak stabil

H‟ = 1-3 : berarti

komunitas dalam kondisi

moderat

H‟ > 3 : berarti kominitas

dalam kondisi stabil

3.3 Indeks keseragaman Indeks keseragaman spesies (E)

ditentukan untuk melihat berapa

besarnya jumlah individu/sel yamng

dimiliki oleh masing-masing spesies.

H‟ = - ∑ Pi ln Pi

Page 59: Jurnal Mitra Bahari - · PDF fileaparat dan instansi pemerintah semata ... dari 9 kecamatan dengan 37 desa, ... Skala Prioritas Peningkatan Institusional Pokmaswas di Kabupaten Pangkep

Jurnal Mitra Bahari VOL. 4 No. 2, Mei 2010 – Agustus 2010

59

Formulasi indeks keseragaman (Odum,

1971) adalah sebagai berikut :

Keterangan :

E : Indeks

keseragaman

H‟ : Indeks

keragaman Shannon-Wiever

H max : ln S

S : Jumlah spesies

Dengan ketentuan :

E – 0 : ada dominasi

spesies tertentu

E – 1 : jumlah individu

masing-masing tidak jauh

beda

3.4.4 Indeks dominasi Indeks dominasi diperoleh

dengan menggunakan formulasi

dominasi (Simpson 1945 dalam Odum

1971) sebagai berikut :

Keterangan :

C : indeks Dominasi

Pi : ni/N

ni : Jumlah individu jenis ke

i

N : Jumlah total individu

Dengan ketentuan :

C – 0 atau C < 0,5 : Tidak

ada jenis yang mendominasi

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Suhu

Nilai suhu di Perairan Bagian

Barat Teluk Banten selama penelitian

antara 28 – 29,8 0C.

Gambar 1. Grafik sebaran suhu di

stasiun A

Dari nilai suhu masing-masing

kedalaman terlihat bahwa suhu air pada

stasiun A secara keseluruhan adalah

menurun sejalan dengan tingkat

kedalaman perairan dan tidak ditemui

adanya daerah termoklin (stratifikasi)

Hal ini dikarenakan intensitas radiasi

sinar matahari yang menembus perairan

menurun sejalan dengan tingkat

kedalaman perairan. Sehingga

mengakibatkan suhu di permukaan lebih

tinggi daripada suhu pada kedalaman

tertentu.

4.2 Salinitas

Salinitas perairan di Bagian Barat

Teluk Banten selama penelitian antara

28,5 – 34 ppt. Odum (1971) dalam Dini

(2003) mengatakan bahwa perairan laut

mempunyai salinitas yang stabil dan

relatif tinggi dengan antara 34-35 ‰.

Nilai salinitas sangat dipengaruhi oleh

penguapan yang terjadi pada suatu

perairan sehingga nilai salinitas pada

waktu siang hari lebih tinggi bila

dibandingkan dengan nilai salinitas pagi

hari. Sebaran salinitas di laut

dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti

pola sirkulasi air, penguapan, curah

hujan dan aliran sungai (Nontji, 1987).

4.3 Oksigen Terlarut

Kandungan oksigen terlarut (DO)

pada perairan Bagian Barat Teluk

20

22

24

26

28

30

32

1 2 3 4 5 6

Pengamatan Ke-

Su

hu

(0C

)

Permukaan

Kedalaman 4 m

Kedalaman 8 m

H‟

E = --------------

H max

C = ∑ (Pi)2 = ∑ (ni

2/N)

Page 60: Jurnal Mitra Bahari - · PDF fileaparat dan instansi pemerintah semata ... dari 9 kecamatan dengan 37 desa, ... Skala Prioritas Peningkatan Institusional Pokmaswas di Kabupaten Pangkep

Jurnal Mitra Bahari VOL. 4 No. 2, Mei 2010 – Agustus 2010

60

Banten antara 4,2 – 8,7 mg/l.. Kisaran

nilai oksigen terlarut yang didapatkan di

perairan Teluk Banten Bagian Barat

masih dapat dikatakan baik bagi

perairan, hal ini sesuai dengan

pernyataan Hadie dan Supriatna, 2000

bahwa oksigen cukup baik bila

terkandung dalam air sebanyak 5,2-8,2

mg/lt.

4.4 Derajat Keasaman (pH)

Nilai kisaran pH yang didapat dari

perairan Bagian Barat Teluk Banten

selama penelitian antara 7,6 – 8,4. Nilai

pH dikalangan perikanan biasa

digunakan untuk gambaran tentang daya

produksi potensial air akan mineral,

yang menjadi pokok pangkal segala

macam hasil perairan (Soesono,1987)

dalam (Setiawibawa, 1992). Di

lingkungan laut pH relatif stabil dan

umumnya berada dalam kisaran 7,5 – 8,4

(Nybakken, 1988). Nilai ini sama dengan

kisaran nilai pH pada saat diadakan

pengamatan di perairan bagian barat

Teluk Banten.

Effendi (2003), berpendapat

bahwa pada nilai pH 6,0-6,5 pada suatu

perairan memiliki pengaruh umum

terhadap komunitas biologi perairan

yang berupa sedikit menurunnya

keanekaragaman plankton dan benthos,

serta kelimpahan total, biomassa dan

produktivitas tidak mengalami

perubahan. Dari pernyataan tersebut

maka dapat diketahui penyebab

keanekaragaman plankton pada di

perairan bagian barat Teluk Banten

adalah nilai pH yang mencapai 8,4.

4.5 Kecerahan

Nilai kecerahan yang diukur

dengan keping secchi di perairan Bagian

Barat Teluk Banten selama penelitian

diperoleh nilai antara 2,5 – 5 m. Berikut

di bawah ini disajikan Grafik seberan

kecerahan .

Gambar 2. Grafik sebaran Kecerahan

selama pengamatan Maret sampai Mei

2007

Nilai kecerahan yang diukur

keping secchi di stasiun A pada bulan

Maret sampai Mei 2007 dengan 6 kali

pengulangan diperoleh nilai antara 3 –

3,5 m dengan nilai rata-rata sebesar 3,08

m, stasiun B pada diperoleh nilai antara

4 – 5 m dengan nilai rata-rata sebesar 4,5

m, stasiun C diperoleh nilai antara 4 – 5

dengan rata-rata sebesar 4,92 m, stasiun

D diperoleh nilai antara 4,5 - 5 dengan

nilai rata-rata 4,75 m, stasiun E

diperoleh nilai antara 2,5 – 3,5 m dengan

nilai rata-rata sebesar 3,08 m, stasiun F

diperoleh nilai antara 3 – 3,5 m dengan

nilai rata-rata sebesar 3,17 m.

Pada gambar di atas nilai

kecerahan untuk stasiun A,E dan F

cenderung lebih kecil, hal ini

dikarenakan stasiun tersebut letaknya

dekat dengan pantai, sehingga pengaruh

dari daratan sangat besar.

Menurut Henderson (1987)

dalam Dini (2003) kecerahan keping

secchi lebih kecil dari 3m maka perairan

yang bersangkutan adalah tipe perairan

eutropik (subur), antara 3 – 6 m adalah

tipe mesotropik (kesuburan sedang) dan

lebih besar dari 6m digolongkan

kedalam perairan oligotropik (miskin).

Perairan Bagian Barat Teluk Banten

0

1

2

3

4

5

6

1 2 3 4 5 6

Pengamatan Ke-

Kecera

han

(m

)

Stasiun A

Stasiun B

Stasiun C

Stasiun D

Stasiun E

Stasiun F

Page 61: Jurnal Mitra Bahari - · PDF fileaparat dan instansi pemerintah semata ... dari 9 kecamatan dengan 37 desa, ... Skala Prioritas Peningkatan Institusional Pokmaswas di Kabupaten Pangkep

Jurnal Mitra Bahari VOL. 4 No. 2, Mei 2010 – Agustus 2010

61

merupakan perairan miskin dilihat dari

kecerahannya yang melebihi 6 m

4.6 Kecepatan Arus

Berdasarkan hasil pengukuran

kecepatan arus di perairan Bagian Barat

Teluk Banten diperoleh nilai kecepatan

arus berkisar antara 4,5 - 8 cm/dtk,

sedangkan kecepatan arus rata-rata 6,19

cm/dtk. Berikut di bawah ini disajikan

Gambar kecepatan arus perairan Bagian

Barat Teluk Banten secara keseluruhan 6

stasiun pengamatan.

Gambar 3. Grafik sebaran Kecerahan selama pengamatan Maret sampai Mei 2007

Nilai kecepatan arus yang diukur

window shade droque A diperoleh nilai

antara 5 – 7 cm/dtk dengan rata-rata

sebesar 6,17 cm/dtk, stasiun B diperoleh

nilai antara 4,5 – 6 cm/dtk dengan nilai

rata-rata sebesar 5,42 cm/dtk, stasiun C

diperoleh nilai antara 5 – 7 cm/dtk

dengan nilai rata-rata sebesar 6,08

cm/dtk, stasiun diperoleh nilai antara 6 –

8 cm/dtk dengan nilai rata-rata sebesar

6,5 cm/dtk, stasiun D diperoleh nilai

antara 6 – 8 cm/dtk dengan nilai rata-rata

sebesar 6,5 cm/dtk, stasiun E diperoleh

nilai antara 6 – 8 cm/dtk dengan nilai

rata-rata sebesar 7 cm/dtk, stasiun F

diperoleh nilai antara 5 – 7 cm/dtk

dengan nilai rata-rata sebesar 6 cm/dtk.

Berdasarkan hasil pengamatan

arah arus umumnya bergerak ke barat

laut, yaitu dari arah selatan (pesisir

Teluk Banten) menuju ke arah utara

melewati bagian selatan pulau panjang

dengan kecepatan 4,5 – 8 cm/detik

dengan rata – rata 6,19 cm/detik.

Pada saat dilakukan pengamatan

kecepatan arus relatif rendah atau lemah,

hal ini dipengaruhi oleh musim pada saat

itu yakni musim peralihan. Sesuai

dengan yang dikatakan oleh Wyrtki

(1961) dalam Dini (2003) bahwa

kecepatan arus tertinggi yang terjadi di

Teluk Banten adalah pada bulan Agustus

dan Desember. Dimana pada bulan itu

terjadi musim timur dan musim barat.

Sedangkan arus lemah dan berubah-ubah

terjadi pada saat peralihan musim yaitu

pada bulan Maret, April, Mei,

September, Oktober dan November.

4.7 FITOPLANKTON

4.7.1 Kelimpahan

Pada pengamatan I yang

dilakukan pada tanggal 21 Maret 2007

dijumpai 5 klas fitoplankton (36 jenis).

Cyanophyta (6 jenis) memiliki

kelimpahan terbesar dengan kelimpahan

berkisar antara 1500 – 5800 ind/l. Pada

klas ini Microcystis Sp kelimpahannya

berkisar antara 300 – 2100 ind/l. Untuk

lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar

4.

0

2

4

6

8

10

1 2 3 4 5 6

Pangamatan Ke-

Kecep

ata

n A

rus

(cm

/dtk

) Stasiun A

Stasiun B

Stasiun C

Satsiun D

Stasiun E

Stasiun F

Page 62: Jurnal Mitra Bahari - · PDF fileaparat dan instansi pemerintah semata ... dari 9 kecamatan dengan 37 desa, ... Skala Prioritas Peningkatan Institusional Pokmaswas di Kabupaten Pangkep

Jurnal Mitra Bahari VOL. 4 No. 2, Mei 2010 – Agustus 2010

62

Gambar 4. Kelimpahan Fitoplankton pada pengamatan I

Pada pengamatan II dijumpai 5

kelas fitoplankton (33 jenis).

Chaetoceros Sp memiliki kelimpahan

terbesar dengan nilai berkisar 300 –

3300 ind/l Klas Bacillariaceae dijumpai

pada setiap stasiun dengan kelimpahan

berkisar antara 3300 – 6000 ind/l.

Cyanophyta dengan kelimpahan berkisar

antara 300 – 2400 ind/l dijumpai pada

setiap stasiun. Untuk lebih jelasnya

dapat dilihat pada Gambar 39.

Gambar 5. Kelimpahan fitoplankton pada pengamatan II

Pada pengamatan III dijumpai 5

kelas fitoplankton (30 jenis).

Chaetoceros Sp memiliki kelimpahan

terbesar dengan nilai berkisar 300 –

3600 ind/l. Klas Bacillariaceae dijumpai

pada setiap stasiun dengan kelimpahan

berkisar antara 3600 – 7500 ind/l.

Cyanophyta dengan kelimpahan berkisar

antara 900 – 3000 ind/l dijumpai pada

setiap stasiun. Untuk lebih jelasnya

dapat dilihat pada Gambar 40.

30%

30%

13%

10%

17%

Cyanophyta

Bacillariaceae

Clorophyta

Mastigophora

Dinoflagellata

18%

43%

12%

3%

24%

Cyanophyta

Bacillariaceae

Clorophyta

Mastigophora

Dinoflagellata

Page 63: Jurnal Mitra Bahari - · PDF fileaparat dan instansi pemerintah semata ... dari 9 kecamatan dengan 37 desa, ... Skala Prioritas Peningkatan Institusional Pokmaswas di Kabupaten Pangkep

Jurnal Mitra Bahari VOL. 4 No. 2, Mei 2010 – Agustus 2010

63

Gambar 6. Kelimpahan fitoplankton pada pengamatan III

Menurut Wetzel (1975) dalam

Dini (2003) perairan dengan kelimpahan

lebih dari 4500 ind/l merupakan perairan

dengan tingkat kesuburan yang tinggi,

dari pernyataan tersebut dapat dikatakan

bahwa perairan Bagian Barat Teluk

Banten memiliki tingkat kesuburan yang

tinggi.

4.7.2 Indeks Keragaman

Nilai indeks keragaman di

stasiun A pada pengamatan I berkisar

antara 0,726 – 1,489, pada pengamatan

II berkisar antara 1,887 – 2,256, pada

pengamatan III berkisar antara 1,272 –

1,829. Nilai indeks keragaman di

stasiun B pada pengamatan

I berkisar antara 1,167 – 1,847, pada

pengamatan II berkisar antara 1,473 –

1,796, pada pengamatan III berkisar

antara 1,040 – 1,749. Nilai indeks

keragaman di stasiun C pada

pengamatan I berkisar antara 1,437 –

2,157, pada pengamatan II berkisar

antara 1,243 – 1,779, pada pengamatan

III berkisar antara 1,321 – 2,092. Nilai

indeks keragaman di stasiun D pada

pengamatan I berkisar antara 1,746 –

2,486, pada pengamatan II berkisar

antara 1,772 – 1,947, pada pengamatan

III berkisar antara 0,797 – 1,386. Nilai

indeks keragaman di stasiun E pada

pengamatan I berkisar antara 1,119 –

1,681, pada pengamatan II berkisar

antara 1,582 – 1,998 pada pengamatan

III berkisar antara 1,090 – 1,765. Nilai

indeks keragaman di stasiun F pada

pengamatan I berkisar antara 1,128 –

1,550, pada pengamatan II berkisar

antara 0,950 – 1,769, pada pengamatan

III berkisar antara 1,241 – 1,609. Untuk

lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 3. Indeks Keragaman pada pengamatan Bulan Maret sampai Mei 2007

Stasiun Pengamatan Indek Keragaman

17%

17%

19%

25%

22%

Cyanophyta

Bacillariaceae

Clorophyta

Mastigophora

Dinoflagellata

Page 64: Jurnal Mitra Bahari - · PDF fileaparat dan instansi pemerintah semata ... dari 9 kecamatan dengan 37 desa, ... Skala Prioritas Peningkatan Institusional Pokmaswas di Kabupaten Pangkep

Jurnal Mitra Bahari VOL. 4 No. 2, Mei 2010 – Agustus 2010

64

Ke- Permukaan kedalaman 3 m kedalaman 6 m

A

I 1,489 1,149 0,726

II 1,887 2,063 2,256

III 1,272 1,829 1,272

B

I 1,847 1,681 1,167

II 1,796 1,473 1,562

III 1,476 1,749 1,040

C

I 1,437 2,157 1,703

II 1,779 1,243 1,749

III 1,714 2,092 1,321

D

I 1,746 2,486 2,025

II 1,947 1,920 1,772

III 1,271 1,386 0,797

E

I 1,119 1,466 1,681

II 1,888 1,582 1,998

III 1,765 1,090 1,581

F

I 1,128 1,332 1,550

II 1,332 0,950 1,769

III 1,609 1,494 1,241

Dari Tabel di atas nilai H‟ 1 – 3

ini berarti komunitas tersebut berada

dalam kondisi moderat, hal ini

menunjukkan bahwa komunitas yang

mudah berubah hanya dengan perubahan

lingkungan yang relatif kecil.

4.7.3 Indeks Keseragaman Nilai indeks keseragaman di

stasiun A pada pengamatan I berkisar

antara 0,090 – 0,177, pada pengamatan

II berkisar antara 0,236 – 0,275, pada

pengamatan III berkisar antara 0,163 –

0,221. Nilai indeks keseragaman di

stasiun B pada pengamatan I berkisar

antara 0,136 – 0,208, pada pengamatan

II berkisar antara 0,201 –0,208, pada

pengamatan III berkisar antara 0,147 –

0,229. Nilai indeks keseragaman di

stasiun C pada pengamatan I berkisar

antara 0,174 – 0,256, pada pengamatan

II berkisar antara 0,166 – 0,229, pada

pengamatan III berkisar antara 0,170 –

0,255. Nilai indeks keseragaman di

stasiun D pada pengamatan I berkisar

antara 0,213 – 0,298, pada pengamatan

II berkisar antara 0,209 – 0,255, pada

pengamatan III berkisar antara 0,104 –

0,196. Nilai indeks keseragaman di

stasiun E pada pengamatan I berkisar

antara 0,130 – 0,174, pada pengamatan

II berkisar antara 0,193 – 0,239, pada

pengamatan III berkisar antara 0,135 –

0,235. Nilai indeks keseragaman di

stasiun F pada pengamatan I berkisar

antara 0,133 – 0,203, pada pengamatan

II berkisar antara 0,130 – 0,218, pada

Page 65: Jurnal Mitra Bahari - · PDF fileaparat dan instansi pemerintah semata ... dari 9 kecamatan dengan 37 desa, ... Skala Prioritas Peningkatan Institusional Pokmaswas di Kabupaten Pangkep

Jurnal Mitra Bahari VOL. 4 No. 2, Mei 2010 – Agustus 2010

65

pengamatan III berkisar antara 0,155 –

0,220. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat

pada Tabel 4.

Tabel 4. Indeks Keseragaman pada pengamatan Bulan Maret sampai Mei 2007

Stasiun Pengamatan

Ke-

Indek Keseragaman

permukaan kedalaman 3 m kedalaman 6 m

A

I 0,177 0,145 0,090

II 0,236 0,275 0,282

III 0,166 0,221 0,163

B

I 0,228 0,201 0,136

II 0,205 0,201 0,208

III 0,193 0,229 0,147

C

I 0,174 0,256 0,200

II 0,215 0,166 0,229

III 0,202 0,255 0,170

D

I 0,213 0,298 0,253

II 0,255 0,243 0,209

III 0146 0,196 0,104

E

I 0,130 0,134 0,174

II 0,239 0,193 0,236

III 0,235 0,135 0,201

F

I 0,133 0,182 0.203

II 0,182 0,130 0.218

III 0,220 0,192 0.155

Nilai indeks keseragaman pada

perairan Teluk Banten selama praktek

didapatkan nilai mendekati nol berarti

keseragaman antar spesies dalam

komunitas adalah rendah, yang

mencerminkan kekayaan individu yang

dimiliki masing – masing spesies sangat

jauh berbeda.

4.7.4 Indeks Dominansi Nilai indeks dominansi di stasiun

A pada pengamatan I berkisar antara

0,234 – 0,383, pada pengamatan II

berkisar antara 0,151 – 0,612, pada

pengamatan III berkisar antara 0,072 –

0,273. Nilai indeks dominansi di stasiun

B pada pengamatan I berkisar antara

0,726 – 1,489, pada pengamatan II

Page 66: Jurnal Mitra Bahari - · PDF fileaparat dan instansi pemerintah semata ... dari 9 kecamatan dengan 37 desa, ... Skala Prioritas Peningkatan Institusional Pokmaswas di Kabupaten Pangkep

Jurnal Mitra Bahari VOL. 4 No. 2, Mei 2010 – Agustus 2010

66

berkisar antara 0,091 – 0,298, pada

pengamatan III berkisar antara 0,184 –

0,375. Nilai indeks dominansi di stasiun

C pada pengamatan I berkisar antara

0,138 – 0,271, pada pengamatan II

berkisar antara 0,184 – 0,334, pada

pengamatan III berkisar antara 0,139 –

0,368. Nilai indeks dominansi di stasiun

D pada pengamatan I berkisar antara

0,117 – 0,208, pada pengamatan II

berkisar antara 0,143 – 0,222, pada

pengamatan III berkisar antara 0,251 –

0,551. Nilai indeks dominansi di stasiun

E pada pengamatan I berkisar antara

0,236 – 0,432, pada pengamatan II

berkisar antara 0,161 – 0,251, pada

pengamatan III berkisar antara 0,209 –

0,584. Nilai indeks dominansi di stasiun

F pada pengamatan I berkisar antara

0,225 – 0,493, pada pengamatan II

berkisar antara 0,207 – 0,441, pada

pengamatan III antara 0,251 – 0,211.

Tabel 5. Indeks dominansi pada pengamatan Bulan Maret sampai Mei 2007

Stasiun Pengamatan

Ke-

Indek Dominansi

permukaan kedalaman 3 m kedalaman 6 m

A

I 0,289 0,383 0,234

II 0,160 0,612 0,151

III 0,205 0,273 0,072

B

I 0,174 0,236 0,421

II 0,298 0,091 0,222

III 0,266 0,184 0,375

C

I 0,271 0,138 0,141

II 0,196 0,334 0,184

III 0,368 0,139 0,281

D

I 0,208 0,117 0,141

II 0,143 0,222 0,221

III 0,411 0,251 0,551

E

I 0,432 0.306 0,236

II 0,161 0,251 0,164

III 0,584 0,341 0,209

F

I 0,493 0,281 0,225

II 0,281 0,441 0,207

III 0,211 0,251 0,251

Dari Tabel di atas ternyata indeks

dominansi pada perairan Bagian Barat

Teluk Banten selama praktek didapatkan

nilai mendekati nol, berarti di dalam

Page 67: Jurnal Mitra Bahari - · PDF fileaparat dan instansi pemerintah semata ... dari 9 kecamatan dengan 37 desa, ... Skala Prioritas Peningkatan Institusional Pokmaswas di Kabupaten Pangkep

Jurnal Mitra Bahari VOL. 4 No. 2, Mei 2010 – Agustus 2010

67

struktur komunitas biota tidak terdapat

yang secara ekstrim mendominasi

spesies lain, hal ini menunjukkan bahwa

kondisi struktur komunitas dalam

keadaan stabil, kondisi lingkungan

cukup prima dan tidak terjadi tekanan

ekologi (stres) terhadap biota di habitat

bersangkutan.

5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Kelimpahan fitoplankton dengan

nilai rata-rata 56.967 ind/l

menunjukkan bahwa perairan

tersebut mempunyai tingkat

kesuburan yang tinggi.

2. Nilai indeks keragaman dengan

rata-rata sebesar 1,57 yang

berarti stabilitas komonitas

adalah moderat.

3. Nilai indeks keseragaman dengan

rata-rata 0,21 yang berarti

keseragaman antar spesies di

dalam suatu komunitas adalah

rendah.

4. Nilai Indeks dominasi dengan

rata-rata sebesar 0,26 atau

mendekati nol, berarti didalam

struktur komunitas tidak

dijumpai spesies yang

mendominasi spesies lain.

5.2 Saran

1. Perlu dillakukan monitoring

terhadap kualitas perairan secara

rutin yang mewakili seluruh

kondisi perairan dengan rentang

waktu pengamatan lebih lama,

dan jumlah stasiun lebih banyak,

sehingga setiap perubahan selalu

terpantau.

2. Perlu menjaga kualitas air

perairan Teluk Banten Bagian

Barat dari pencemaran baik dari

limbah industri maupun domestik

agar untuk kehidupan biota di

dalamnya. Untuk itu diperlukan

juga peran serta stakeholder yang

peduli dan memanfaatkan Teluk

Banten.

DAFTAR PUSTAKA

Badjoeri, M. 2000. Komunitas Plankton

Pada Perairan Tambak

Udang Di Wilayah

Serang, Banten.

Puslitbang Limnologi-

LIPI, Cibinong.

Basmi, 1988. Perkembangan Komunitas

Fitoplankton Sebagai

Indikasi Perubahan

Tingkat Kesuburan

Kualitas Perairan.

Tesis . Fakultas Pasca

Sarjana IPB. Bogor

______,1991. Fitoplankton Sebagai

Indikator Biologis

Lingkungan Perairan.

Fakultas Perikanan.

IPB, Bogor.

, 2000. Planktonologi,

Plankton Sebagai

Bioindikator Kualitas

Perairan. Fakultas

Perikanan dan Ilmu

Kelautan Institut

Pertanian Bogor.

Dini, M. 2003. Kualitas Perairan dan

Hubungannya dengan

Struktur Komunitas

Plankton Di Perairan

Bojonegara, Teluk

Banten. Fakultas

Perikanan dan Ilmu

Kelautan. IPB Bogor.

Page 68: Jurnal Mitra Bahari - · PDF fileaparat dan instansi pemerintah semata ... dari 9 kecamatan dengan 37 desa, ... Skala Prioritas Peningkatan Institusional Pokmaswas di Kabupaten Pangkep

Jurnal Mitra Bahari VOL. 4 No. 2, Mei 2010 – Agustus 2010

68

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air.

Institut Pertanian

Bogor, Bogor.

Mayunar, A. Ismail, dan B.E. Purwanto.

1995. Kondisi perairan

Teluk Banten ditinjau

dari beberapa

parameter fisika, kimia

serta kaitannya dengan

kegiatan budidaya .

Prosiding Seminar

Sehari hasil penelitian

Sub Balai Penelitian

Perikanan Budidaya

pantai Bojonegara,

Serang, Jawa Barat.

Nontji, A. 2006. Tiada Kehidupan di

Muka Bumi Ini Tanpa

Keberadaan Plankton.

Pusat Oceanologi. LIPI

Jakarta.

Nybakken, J.W. 1988. Biologi laut Suatu

Pendekatan Ekologis

(terjemahan H.

Muhammad eidman

dkk). PT.Gramedia.

Jakarta

Odum, E.P. 1971. Fundamental

Ecology. WB Saunders

Co. Philadelphia and

London.

Setiawibawa, A. 1993 Kualitas Air dan

Kelimpahan Plankton

di Perairan Pantai

Zona Industri Krakatau

Steel, Cilegon Jawa

Barat pada Musim

Barat. Fakultas

Perikanan dan Ilmu

Kelautan. IPB Bogor.

Page 69: Jurnal Mitra Bahari - · PDF fileaparat dan instansi pemerintah semata ... dari 9 kecamatan dengan 37 desa, ... Skala Prioritas Peningkatan Institusional Pokmaswas di Kabupaten Pangkep

Jurnal Mitra Bahari VOL. 4 No. 2, Mei 2010 – Agustus 2010

69

Sumber: Peta rupabumi digital Indonesia (BAKOSURTANAL, 1999)

No Simbol Keterangan

Letak Geografis

LS BT

1.

2.

3.

4.

5.

6.

Stasiun A

Stasiun B

Stasiun C

Stasiun D

Stasiun E

Stasiun F

05°98‟19.1

‟‟

05°98‟11.6

‟‟

05°97‟50.4

‟‟

05°95‟80.6

‟‟

05°95‟27.0

‟‟

05°95‟54.5

‟‟

106°10‟28.1

‟‟

106°13‟ 53.2

‟‟

106°13‟ 29.3

‟‟

106°13‟ 24.3

‟‟

106°11‟ 62.3

‟‟

106°10‟ 93.7

‟‟

Page 70: Jurnal Mitra Bahari - · PDF fileaparat dan instansi pemerintah semata ... dari 9 kecamatan dengan 37 desa, ... Skala Prioritas Peningkatan Institusional Pokmaswas di Kabupaten Pangkep

Jurnal Mitra Bahari VOL. 4 No. 2, Mei 2010 – Agustus 2010

70

BENCANA LAPINDO : PROGRAM PERUSAKAN LINGKUNGAN DAN

PEMISKINAN NELAYAN JAWA TIMUR

Djoko Rahardjo

Dosen Fakultas Biologi Universitas Kristen Duta Wacana dan Sekjen Konsorsium Program Mitra bahari

Regional Center Daerah Istimewa Yogyakarta

I. PENDAHULUAN

Semburan lumpur panas atau

mud volcano di Kabupaten Sidoarjo

muncul pertama kalinya pada 29 Mei

sekitar pukul 05.00 WIB. Tepatnya di

areal persawahan Desa Siring,

Kecamatan Porong. Jarak titik semburan

sekitar 150 meter arah barat daya sumur

Banjar Panji 1 milik Lapindo Brantas

Inc. Sumur Banjar Panji 1 merupakan

eksplorasi vertikal. Tak pernah

dibayangkan sebelumnya, semburan

lumpur panas yang bersuhu 60 C

menyembur tanpa pandang bulu,

menggenangi sawah, perkebunan,

tambak, permukiman, sekolah, rumah

ibadah, pabrik dan industri manufaktur

lainnya. Petani, buruh, pedagang kecil,

dan masyarakat berpenghasilan rendah,

yang tinggal dan bekerja di sekitar

wilayah tersebut, terpaksa harus

berpindah bila tidak ingin bernafas

dalam Lumpur. Berdasarkan data

pemerintah Kabupaten Sidoarjo, total

jumlah rumah yang terendam sudah 744

rumah. Saluran drainase dan jaringan air

minum yang rusak masing-masing

sekitar 4,5 kilometer dan 1,7 kilometer.

Lahan tanaman padi yang terendam

lumpur 126 hektar dan lahan tebu 17

hektar. Saluran irigasi yang rusak atau

tersedimentasi lumpur sekitar 13

kilometer (Kompas, 17 Juli 2006).

II. KARAKTERISTIK LUMPUR

DAN DAMPAK PEMBUANGAN KE

LAUT

Karakter fisik lumpur Lapindo

secara megaskopis mirip dengan

sedimen permukaan di Selat Madura

menurut klasifikasi Folk (1980)

termasuk satuan lumpur pasiran (sM)

dan lempung (C) dengan berat jenis

kering sekitar 1,3 gr/cc. Berdasarkan

pengukuran kecepatan pengendapan

(settling velocity), lumpur ini lebih cepat

mengendap pada medium air laut

dibandingkan pada medium air tawar.

Kecepatan pengendapan pada air laut

Page 71: Jurnal Mitra Bahari - · PDF fileaparat dan instansi pemerintah semata ... dari 9 kecamatan dengan 37 desa, ... Skala Prioritas Peningkatan Institusional Pokmaswas di Kabupaten Pangkep

Jurnal Mitra Bahari VOL. 4 No. 2, Mei 2010 – Agustus 2010

71

sekitar 90 cm/jam, sedangkan pada air

tawar jauh lebih lambat yaitu hanya

mencapai 20 cm/jam. Produksi lumpur

sama sekali tidak dapat diatasi, dari hari

kehari ketinggian lumpur semakin

meningkat dan bertambah luas area

pemukiman yang digenangi, untuk itu

satu-satunya solusi adalah membuang

lumpur ke laut melalui sungai Porong.

Solusi ini adalah pilihan terburuk yang

harus diambil, artinya bahwa pemerintah

semoga sadar bahwa pembuangan

lumpur ke laut akan menuai dampak

yang lebih dahsyat lagi bila seandainya

lumpur dan dampaknya dapat diisolasi di

daratan. Solusi ini juga membuktikan

bila pemerintah frustasi dan tidak

mampu menangani semburan tanpa

harus menimbulkan dampak yang lebih

besar. Kegagalan penanganan lumpur

pada tempatnya dan pembuangannya ke

sungai dan laut juga bukti bahwa

lingkungan khususnya perairan adalah

tempat pembuangan segala bentuk hal

yang tidak disukai manusia.

Aliran lumpur Lapindo ke sungai

Porong dengan segera akan

menyebabkan sedimentasi,

pendangkalan sungai, peningkatan

salinitas, meningkatnya kekeruhan

(turbidity) perairan sehingga sinar

matahari tidak dapat masuk kedalam

perairan, proses fotosintesis seketika

berhenti dan dampak ikutan adalah

kematian masal ikan dan lain-lain.

Tentu konsekuensi ini telah

diperhitungkan sebelumnya bahwa

pembuangan lumpur ke sungai Porong

memang akan membunuh semua

kehidupan yang ada disungai, termasuk

tidak dapat dimanfaatkannya aliran

sungai Porong untuk irigasi maupun

usaha perikanan. Praktis bahwa lahan

pertanian dan perikanan sengaja

dikorbankan sebagai tampungan lumpur

Lapindo. Ini baru rusak dan matinya

kehidupan di sungai Porong, mungkin

belum seberapa, aliran lumpur akan

masuk ke laut melalui Selat Madura.

Tentu dampaknya juga sudah

dipertimbangkan bahwa dampak yang

terjadi di sungai Porong akan terjadi di

perairan pantai dan laut dengan skala

dampak yang lebih luas dan tentu

kerugian yang luar besar, baik karena

kerusakan lingkungan, hilangnya potensi

jasa lingkungan, kerugian nelayan dan

masyarakat pesisir umumnya karena

gagal panen, matinya usaha, serta

berhentinya proses produksi untuk

jangka waktu yang tidak dapat

diperkirakan.

Page 72: Jurnal Mitra Bahari - · PDF fileaparat dan instansi pemerintah semata ... dari 9 kecamatan dengan 37 desa, ... Skala Prioritas Peningkatan Institusional Pokmaswas di Kabupaten Pangkep

Jurnal Mitra Bahari VOL. 4 No. 2, Mei 2010 – Agustus 2010

72

III. PARADOKS PEMBANGUNAN

Sekali lagi bahwa biarlah

lingkungan menjadi rusak, masyarakat

terusir, tidak berdaya dan menjadi lebih

miskin atas nama pembangunan dan

investasi. Penanggulangan lumpur

Lapindo dengan membuang ke laut

melalui sungai Porong merupakan

cermin dari sikap pemerintah dan

pengusaha yang hanya mencari jalan

pintas, cari enaknya sekaligus murah

meriah. Penanganan secara baik dengan

resiko minimal memang membutuhkan

waktu dan biaya yang tidak sedikit,

namun tentu hal itu bukanlah alasan

untuk tidak dijadikan alternatif bila kita

semua peduli lingkungan. Karena

pemerintah tidak peduli lingkungan

(apalagi Lapindo) maka solusi

membuang ke laut seolah alternatif yang

terbaik dan bijak, karena telah

memenuhi aspirasi masyarakat (warga

Mindi, Besuki dan Babadan), namun

bijakkah bila solusi tersebut justru

memperluas dampak kerusakan

lingkungan, kerugian dan matinya usaha

perikanan di daerah hilir?

Di Kabupaten Sidoarja minimal

ada sebanyak 3.250 petani tambak

dengan areal garapan mencapai 15.530

hektar. Rata-rata produksi udang

mencapai 21 ton per tahun. Tambak

tersebut menyebar di delapan kecamatan,

yaitu Kecamatan Waru, Sedati, Buduran,

Sidoarjo Kota, Candi, Tanggulangin dan

Jabon. Belum lagi ada sekitar 425 orang

yang mengandalkan hidupnya dengan

mencari kerang dan kupang di Kec.

Candi. Produksi kerang setahun

mencapai 9 ton, sedangkan kupang

kurang lebih 260 kilogram per tahun.

Pasti ada ribuan nelayan di Selat Madura

dan mungkin jutaan masyarakat pesisir

yang menggantungkan hidupnya pada

keutuhan, kemurahan lingkungan pesisir

tidak dapat lagi panen lemuru, tongkol

dan berbagai komoditas perikanan yang

selama ini telah menghidupinya. Bisa

dibayangkan betapa besar kerugian,

resiko mati dan berhentinya usaha

perikanan masyarakat pesisir. Inilah

paradoks pembangunan yang selalu kita

gembar-gemborkan, benarkah

pembangunan ditujukan untuk

mensejahterakan masyarakat atau malah

memiskinkan masyarakat pesisir yang

emang sudah jatuh miskin secara

struktural? Menurut Greenomics, sebuah

LSM lingkungan hidup, kerugian akibat

semburan lumpur itu diperkirakan

menembus Rp 33,27 triliun. Angka itu

Page 73: Jurnal Mitra Bahari - · PDF fileaparat dan instansi pemerintah semata ... dari 9 kecamatan dengan 37 desa, ... Skala Prioritas Peningkatan Institusional Pokmaswas di Kabupaten Pangkep

Jurnal Mitra Bahari VOL. 4 No. 2, Mei 2010 – Agustus 2010

73

mencakup kerugian yang harus

ditanggung untuk restorasi 180 hektar

lebih lahan yang tergenang lumpur,

penanganan sosial, ekologi sampai

dampak terhambatnya potensi

pertumbuhan ekonomi dan bisnis warga

dan dunia usaha yang menjadi korban

luapan lumpur panas. Perhitungan yang

dibuat Greenomics sendiri hanya

mencakup kerugian jangka pendek.

Artinya, nilai kerugian ini masih

mungkin lebih besar lagi jika terjadi

perluasan dampak turunan luapan

lumpur dalam jangka menengah dan

panjang.

IV. PENUTUP

Hanya dengan komitmen dan

kepedulian lingkungan yang tinggi,

luapan lumpur Lapindo dapat dikelola

dengan baik, tanpa itu semua maka

solusi tercepat, termudah dan

termurahlah yang dipilih. Meski solusi

tersebut justru memperluas area yang

terkena dampak, memperbesar luasan

kerusakan lingkungan (daratan, sungai,

pantai dan laut) serta menyebabkan

kerugian yang tentu amat besar bukanlah

pertimbangan untuk tidak dipilih.

Lingkungan dan masyarakat miskin

selalu menjadi korban oleh

pembangunan, kelalaian dan

ketidakmampuan pengusaha dan

pemerintah dalam mengelola

sumberdaya alam yang kita miliki

termasuk dalam mengelola kasus-kasus

”kecelakaan” dan pencemaran

lingkungan. Kasus Lapindo menjadi

potret buram kehidupan masyarakat

pesisir yang semakin terpojokkan dan

secara perlahan dan sistematis akan

menjadi lebih miskin. Tentu sebuah hal

yang ”kontraproduktif” dengan upaya

kita selama ini untuk mengangkat

kehidupan masyarakat pesisir untuk

menjadi lebih sejahtera.

Page 74: Jurnal Mitra Bahari - · PDF fileaparat dan instansi pemerintah semata ... dari 9 kecamatan dengan 37 desa, ... Skala Prioritas Peningkatan Institusional Pokmaswas di Kabupaten Pangkep

Jurnal Mitra Bahari VOL. 4 No. 2, Mei 2010 – Agustus 2010

74

Page 75: Jurnal Mitra Bahari - · PDF fileaparat dan instansi pemerintah semata ... dari 9 kecamatan dengan 37 desa, ... Skala Prioritas Peningkatan Institusional Pokmaswas di Kabupaten Pangkep

Jurnal Mitra Bahari VOL. 4 No. 2, Mei 2010 – Agustus 2010

75

Daftar Isi

Contents

Dede Hartono, Redy Badrudin dan Laili Susanti

Adaptive Research and Extention Untuk Alternatif Usaha Masyarakat Pesisir

﴾Studi Kasus Kegiatan MCRMP Propinsi Bengkulu﴿ ....................................................... 1

Tjipto Leksono, Padil dan Aman

Aplikasi Asap Cair ﴾Liquid Smoke﴿ Dari Cangkang Sawit Sebagai Pengawet Ikan

Patin ﴾Pangasius hypopthalmus﴿ ......................................................................................... 19

M. Hendri Gumay dan Yulifa Handayani

Monitoring Perubahan Luasan Pulau Ekor Tikus Kabupaten Banyuasin Sumatera

Selatan Menggunakan Penginderaan Jauh ....................................................................... 31

Indra Gumay Yudha dan Dewi Sabrina

Pengaruh Sistem Pemeliharaan Yang Berbeda Terhadap Pertumbuhan dan

Tingkat Kelangsungan Hidup Benih Kuda Laut ﴾Hippocampus kuda﴿ .......................... 47

Guntur, Hendra Nurcahyo dan Fuad

Tingkat Pertumbuhan Terumbu Karang ﴾Coral Reef﴿ PadaTerumbu Buatan

﴾Artificial Reef﴿ Dengan Pengkayaan Kandungan Ziolit Yang Potensial ..................... 54

Yulifa Handayani dan Muhammad Hendri

Using Landsat ETM 7 Satellite Image to Analysis of Land Change and Sedimentation

At Banyuasin River, Banyuasin District, South Sumatera .............................................. 66

Page 76: Jurnal Mitra Bahari - · PDF fileaparat dan instansi pemerintah semata ... dari 9 kecamatan dengan 37 desa, ... Skala Prioritas Peningkatan Institusional Pokmaswas di Kabupaten Pangkep

Jurnal Mitra Bahari VOL. 4 No. 2, Mei 2010 – Agustus 2010

76

TUJUAN

Sosialisasi dan diseminasi hasil kajian dan

kegiatan PMB

Meningkatkan kepedulian masyarakat luas

terhadap manfaat dari program Mitra Bahari

beserta implementasinya

Menumbuhkembangkan dialog diantara

praktisi dan pakar pengelolaan sumberdaya

kelautan, pesisir dan pulau-pulau kecil serta

pemangku kepentingan lainnya

Menyebarluaskan informasi, pengalaman dan

pengetahuan kepada seluruh pemerhati

masalah-masalah pengelolaan sumberdaya

kelautan, pesisir dan pulau-pulau kecil

Menggalang partisipasi setiap stakeholder

untuk mengkontribusikan potensi yang

dimilikinya.

OBJECTIVES

Socialization and dissemination result of study

and Sea Partnership Program activities

Improve the awareness of coastal communities,

such that they are more understand the benefit

and will help the implementation of the Sea

Partnership Program

Enhance the dialogue among all practitioner

and experts of coastal resourcemanagement

Sharing of knowledge and experience about

observed problem with marine and fisheries

resources management

Improve the stakeholders participation to give

potential contribution

RUANG LINGKUP

Teknis, hukum, politik, ekonomi, lingkungan,

sosial budaya dan kebijakan yang berkaitan dengan

pengelolaan kelautan, pesisir, dan pulau-pulau

kecil.

SCOPES

Technical, legal, political, social and policy that

related to the management of marine, coasts and

small islands

SASARAN PEMBACA

Pejabat pemerintah pusat dan daerah, akademisi,

peneliti dan praktisi, LSM, swasta, kelompok

masyarakat dan berbagai kalangan pemerhati

masalah-masalah kelautan, pesisir, dan pulau-pulau

kecil

TARGET AUDIENCE

Government official at all levels, academics,

researchers and practitioner, non government

organization, and the private sector involved in

discipline of marine, coasts and small islands

FORMAT

Makalah/paper penulisan dan kajian kebijakan

﴾tidak kurang dari 10 halaman dan tidak lebih

dari 15 halaman﴿

Laporan singkat ﴾menggunakan data yang lebih

terbatas dan tidak lebih dari 5 halaman﴿

Artikel kajian ﴾tidak lebih dari 20 halaman﴿

Komentar ﴾opini tentang naskah yang telah

diterbitkan dan berbagai macam isu lain yang

sesuai dengan ruang lingkup jurnal, tidak lebih

dari 3 halaman﴿

WRITING FORMAT

Research and policy papers ﴾will be no less

than 10 pages and not more than 15 pages﴿.

Short reports ﴾not more than 5 pages and will

be mostly presentation of data﴿.

Topic review articles ﴾not more than 20 pages﴿

Comments ﴾opinions relating to previously

published material and all issues relevant to

the journal's objectives, not more than 3 pages﴿

Page 77: Jurnal Mitra Bahari - · PDF fileaparat dan instansi pemerintah semata ... dari 9 kecamatan dengan 37 desa, ... Skala Prioritas Peningkatan Institusional Pokmaswas di Kabupaten Pangkep

Jurnal Mitra Bahari VOL. 4 No. 2, Mei 2010 – Agustus 2010

77

Page 78: Jurnal Mitra Bahari - · PDF fileaparat dan instansi pemerintah semata ... dari 9 kecamatan dengan 37 desa, ... Skala Prioritas Peningkatan Institusional Pokmaswas di Kabupaten Pangkep

Jurnal Mitra Bahari VOL. 4 No. 2, Mei 2010 – Agustus 2010

78

ISSN. 0216 – 4841

VOL. 4 No. 1, Jan 2010 – April 2010

DEWAN PENASEHAT

Direktur Jenderal KP3K

Sesditjen KP3K

Direktur Pesisir dan Lautan

Direktur Pemberdayaan Masyarakat Pesisir

Direktur Tata Ruang Laut, Pesisir dan Pulau-

Pulau Kecil

Direktur Pemberdayaan Pulau-Pulau Kecil

Direktur Konservasi dan Taman Nasional Laut

PEMIMPIN REDAKSI

Kepala Bagian Program

DEWAN REDAKSI

Prof. Dr. Daniel Monintja, M.Sc.

Prof. Dr. Ari Purbayanto, M.Sc.

Dr. Fedi A. Sondita, M.Sc.

Dr. Abimanyu T. Alamsyah, MS.

Moch. Nurhuda, M.Sc.

SEKRETARIAT REDAKSI

R. Tomi Supratomo, M.Si

Rini Widayanti, SP.

Bustamin

M. Danyalin

ALAMAT REDAKSI

Jl. Medan Merdeka Timur No. 16 Lantai 7

Jakarta 10110

Telp./Fax: 021-3522560

website: www.kp3k.dkp.go.id/mitrabahari