kabar bahari vii

40
KABAR BAHARI VII 1 Januari-Februari 20141 Kem u d i TOKOH KONSULTASI HUKUM KESEHATAN DAPUR Januari - Februari 2014 BOCORNYA SERIBU KAPAL Perubahan Iklim Siti Rofiah: Melestarikan Pangan Lokal di Pulau Lembata Menjaga Sanitasi Kampung Nelayan: Dibutuhkan Kerjasama Masyarakat dengan Pemerintah Sate Kerang Pedas Manis

Upload: kiara-indonesia

Post on 21-Jul-2016

250 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

KABAR BAHARI adalah Buletin dua bulanan terbitan Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) yang mengangkat dinamika isu kenelayanan dalam pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan.

TRANSCRIPT

Page 1: Kabar Bahari VII

KABAR BAHARI VII 1 Januari-Februari 20141

Kemud i

TOKOH

KONSULTASI HUKUM

KESEHATAN

DAPUR

Januari - Februari 2014

BOCORNYA SERIBU KAPAL

Perubahan Iklim

Siti Rofiah: Melestarikan Pangan Lokal di Pulau Lembata

Menjaga Sanitasi Kampung Nelayan: Dibutuhkan Kerjasama Masyarakat dengan Pemerintah

Sate Kerang Pedas Manis

Page 2: Kabar Bahari VII

Januari - Februari 2014

SERIBU KAPAL INKA MINA:Antara Menyejahterakan Nelayan dan Ajang Korupsi Oknum Birokrasi-Pebisnis(?)

Siti Rofiah:Melestarikan Pangan Lokal di Pulau Lembata

Sate Kerang Pedas Manis

MENJAGA SANITASI KAMPUNG NELAYAN: DIBUTUHKAN KERJASAMA MASYARAKAT DENGAN PEMERINTAH

Kelompok Perempuan Nelayan Puspita Bahari:MEMETIK BUAH KEGIGIHAN GOTONG-ROYONG

SERIKAT NELAYAN KECAMATAN BANTAN, PULAU BENGKALISMELAWAN PRAKTEK PENANGKAPAN IKAN ILEGAL DAN MERUSAK

SimponyPesisir dan Laut Milik Kita

Perubahan Iklim

4

8

16

20

26

28

32

35

36

DAF TAR ISI

Kebijakan

Kemudi

Setara

Jelajah

Nama dan Peristiwa

Konsultasi Hukum

Tokoh

Dapur

Kesehatan

BOCORNYA SERIBU KAPAL

Page 3: Kabar Bahari VII

J Bukan Nelayan Tanpa PerahuMenyebut kapal/perahu mengandaikan hadirnya nelayan. Tanpa alat produksi ini, nelayan yang notabene pahlawan protein bangsa akan mengalami kewalahan dalam menghadirkan ikan-ikan segar di meja jamuan makan bersama keluarga, sahabat, dan handai taulan.

Di Indonesia, tercatat sebanyak 2,2 juta nelayan yang bergerak di sektor perikanan tangkap atau menangkap ikan di laut. Lebih dari 95 persennya berkarakter tradisional atau skala kecil. Tidak seluruhnya memiliki kapal/perahu sebagai alat produksinya. Tak mengherankan, juga dikenal penyebutan buruh nelayan di dalam kosakata perikanan kita.

Sejak tahun 2010-2014, pengadaan kapal Inka Mina menjadi program Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dengan target 1.000 kapal, di mana harga per unit Rp 1.5 Miliar dan total nilai APBN sebesar Rp. 1,5 Triliun.

Menghubungkan fakta di kampung-kampung nelayan dengan program pemberdayaan yang didukung melalui anggaran negara sebagai solusi merupakan keharusan. Sayangnya, urusan politik jangka pendek sering kali menjadi perintang tercapainya tujuan mengangkat derajat para buruh nelayan.

Dalam berbagai kesempatan, baik langsung maupun tidak langsung, KIARA menerima pengaduan masyarakat berkenaan dengan penyimpangan pelaksanaan program 1.000 kapal. Dimulai dari rekrutmen Kelompok Usaha Bersama (KUB) hingga indikasi terjadinya penyelewengan dana pengadaan kapal. Menindaklanjuti laporan ini, KIARA sudah menyampaikannya kepada pihak-pihak terkait dengan harapan ada perbaikan signifikan. Pada tahun 2014, sebanyak 100 kapal ditargetkan terbangun. Penyimpangan-penyimpangan yang terjadi selang periode 2010-2013 bukan tidak mungkin kembali terulang. Di sinilah peran masyarakat nelayan amat sangat dibutuhkan sebagai pengawas independen.

Untuk KABAR BAHARI edisi ketujuh ini, kami mengetengahkan 1.000 Kapal Inka Mina sebagai hidangan utama. Semoga memberi manfaat.

KABAR BAHARI adalah Buletin dua bulanan terbitan Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) yang mengangkat dinamika isu kenelayanan dalam pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan.

DEWAN REDAKSI

Pemimpin Redaksi: Abdul Halim Redaktur Pelaksana: Selamet DaroyniSidang Redaksi: Susan HerawatiAhmad Marthin HadiwinataDesain Grafis:DodoFoto Sampul:Dokumentasi KIARA

Alamat Redaksi:Jl Manggis Blok B Nomor 4 Perumahan Kalibata Indah Jakarta 12750 Telp./Faks: +62 21 799 3528 Email: [email protected]

CatatanREDAKSI

Page 4: Kabar Bahari VII

Kemudi

Page 5: Kabar Bahari VII

BOCORNYA SERIBU KAPAL

Sejak tahun 2010-2014, pengadaan kapal Inka Mina menjadi program Kementerian

Kelautan dan Perikanan (KKP) dengan target 1.000 kapal, di mana harga per unit Rp 1.5 Miliar dan total nilai APBN sebesar Rp 1,5 Triliun. Pada tahun 2014, sebanyak 100 kapal ditargetkan terbangun.

Tabel 1. Realisasi Pengadaan Kapal Inka Mina

Tahun Pengadaan Target Realisasi Beroperasi

2010 56 unit 46 unit (10 tidak terbangun) 40 unit

2011 253 unit 232 unit (21 tidak terbangun) 175 unit

2012 254 unit 249 unit (5 tidak terbangun) -

2013 224 unit 208 unit (16 tidak terbangun) -

2014 100 unit -Sumber: UKP4, 2013

Page 6: Kabar Bahari VII

6KABAR BAHARI VII 1 Januari-Februari 2014

Temuan lapangan menunjukkan bahwa penyelenggaraan program Inka Mina menuai persoalan, di antaranya:

(1) Target pelaksanaan anggaran pengadaan kapal tidak tercapai (lihat Tabel 1);

(2) Spesifikasi kapal tidak sesuai dengan jumlah alokasi yang dianggarkan tiap unitnya, baik kualitas kapal, kualitas mesin, dan sarana tangkap yang disediakan;

(3) Berdasarkan perhitungan nelayan, terdapat indikasi kenakalan pemenang tender pengadaan kapal. Hal ini dilakukan dengan mengurangi spesifikasi kapal dan lambat dalam menyelesaikan target terbangunnya kapal;

(4) Terdapat beberapa kapal Inka Mina yang rusak atau tidak bisa dioperasikan, seperti Inka Mina 199 dan 198 di Kalimantan Timur.

Page 7: Kabar Bahari VII

KABAR BAHARI VII 1 Januari-Februari 20147

dan tercatat antara Dinas Provinsi/Kabupaten/Kota dan Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap KKP dengan UKP4 (Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan), misalnya data yang dimiliki oleh UKP4 sebanyak 735 kapal yang berhasil dibangun, sementara KKP mencatat 733 kapal. Selisih ini menunjukkan lemahnya mekanisme pengawasan dan pelaporan perkembangan program pengadaan 1.000 kapal ini. Jika dari sisi jumlah pengadaan saja tidak cocok, potensi kelirunya pelaporan terkait berhasil atau gagalnya kapal pasca serah-terima di pelbagai wilayah besar kemungkinan terjadi.

Oleh karena itu, KIARA meminta kepada UKP4 untuk melakukan audit keseluruhan atas program Inka Mina 2010-2013 agar nilai keberhasilan atau kegagalannya bisa diukur oleh khalayak luas, khususnya masyarakat nelayan, dan dapat dijadikan sebagai pedoman perbaikan pelaksanaan program ini di tahun 2014.

Selain itu, KIARA juga meminta kepada Menteri Kelautan dan Perikanan untuk menyiapkan database online perkembangan program, meliputi implementasi, pelaporan, pemantauan dan verifikasi lapangan, sehingga bisa diakses dengan mudah dan cepat oleh para pemangku kepentingan, termasuk aparatur hukum. Hal ini bertujuan untuk meminimalisasi terjadinya penyimpangan-penyimpangan.

Sebelumnya Inspektorat Jenderal KKP juga sudah mengeluarkan hasil audit

Akibatnya KUB nelayan memiliki beban moral tanpa ada mekanisme pengembalian kepal kepada Negara. Lebih parah lagi, Inka Mina 63 dipergunakan untuk mengangkut bawang impor dari Malaysia dan kemudian tenggelam di perairan Sialang Buah, Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara.

Hal lainnya adalah tidak sinkronnya data pengadaan kapal yang terbangun

Page 8: Kabar Bahari VII

8KABAR BAHARI VII 1 Januari-Februari 2014

internal pelaksanaan proyek itu. Dari hasil audit itu diketahui, ada beberapa masalah dalam pelaksanaan program tersebut. Pertama, tidak terpenuhinya target pembangunan kapal. Misalnya, tahun 2010, dari target pembuatan 60 unit, hanya terealisasi 46 unit. Begitu pula di tahun-tahun berikutnya.

Kedua, dari hasil audit internal KKP terhadap 106 unit kapal yang sudah diserahkan di 46 kabupaten/kota, pihak Inspektorat Jenderal KKP menemukan, dari jumlah tersebut

hanya 28 kapal atau 26,42 persen yang benar-benar operasional dan sesuai dengan tujuan pengadaan. Sementara kapal yang sudah operasional namun bermasalah mencapai 32 unit atau 30,19%.

Masalah yang dialami kapal-kapal ini beragam mulai dari belum memiliki ijin (9 kapal), menggunakan ijin daerah (4 unit), hasil tangkapan belum optimal dan masih rugi (9 kapal), belum diketahui produksinya (4 kapal), kapal terbakar dan mesin mengalami kerusakan (2 kapal), dan lain-lain. Sisanya ada kapal yang sudah diserahkan namun belum operasional sama sekali yaitu sebanyak 46 kapal (43,40%).

Dari sisi pengadaan, pihak Inspektorat menyimpulkan kapal Inka Mina belum sepenuhnya sesuai dengan tujuan pengadaannya. Hal ini dapat dilihat dengan masih rendahnya kapal Inka Mina yang telah operasional dan dapat meningkatkan produksi serta pendapatan nelayan yaitu hanya 28 unit kapal.

Selain itu dari sisi operasional pihak Inspektorat seperti disebutkan dokumen tersebut, juga ditemukan adanya pelanggaran ijin operasional. Akibat tidak optimalnya pengadaan kapal ini, di beberapa daerah potensi ikan yang ada malah banyak yang dinikmati nelayan asing dengan armada kapal yang lebih baik.

Karena itu, pihak Inspektorat menyarankan agar pihak KKP melakukan beberapa tindakan di antaranya mengidentifikasi dan

Page 9: Kabar Bahari VII

KABAR BAHARI VII 1 Januari-Februari 20149

menegur konsultan perencana, pengawas dan pelaksana pekerjaan. Selain itu pihak KKP juga diminta melakukan identifikasi nelayan secara rinci dan cermat terhadap kemampuan dan kemauan menggunakan kapal Inka Mina serta melakukan pembinaan terhadap kelompok nelayan penerima kapal.

KKP sendiri sudah mengumumkan akan melaksanakan program Inka Mina untuk pengadaan tahun 2014. Untuk tahun ini target pengadaan sebanyak 100 unit. Diakui bahwa dalam pelaksanaan program tersebut selama ini masih terdapat banyak kendala. Karena itu pihak KKP menurut Zaini sudah melakukan beberapa perbaikan diantaranya soal pedoman pelaksanaan pembangunan kapal. Untuk bahan material pembuatan kapal misalnya, jika dibuat dari kayu, ditetapkan harus menggunakan kayu kelas awet I-II dan kelas kuat I-II yang telah kering. Jika dibuat dari fibreglass harus menggunakan marine fibreglass, sesuai dengan ketentuan yang berlaku bagi pembangunan kapal dan keselamatan pelayaran.

Terkait kelompok penerima kapal, dalam hal ini Koperasi Usaha Bersama (KUB), juga diseleksi. "Penetapan KUB penerima harus mendapatkan rekomendasi dari Dinas Kabupaten/Kota," kata Direktur Kapal Perikanan dan Alat Penangkap Ikan Muhammad Zaini dalam Rapat Koordinasi Teknis Perencanaan Kapal Perikanan Tahun Anggaran 2014, di Jakarta, Rabu (29/01) kemarin.

KUB calon penerima juga harus terdaftar di Ditjen Perikanan Tangkap KKP dan memiliki kartu nelayan. KUB calon penerima juga harus berpengalaman mengoperasikan kapal beserta alat penangkapan ikannya, dan memiliki modal kerja atau bermitra dengan pengusaha yang sudah mapan.

KKP juga sudah menetapkan monitoring seperti data penerima kapal, yaitu KUB atau kelompok nelayan, data kapal Inka Mina, kelengkapan dokumen kapal, data produktivitas kapal dan pola pengelolaan mencakup permodalan dan bagi hasil.

Dalam kesempatan itu, UKP4 juga menyatakan akan membantu pengawasan program ini. UKP4 telah menyiapkan ruang online untuk laporan lapangan. UKP4 juga menyatakan komitmen untuk membantu penyelesaian pengurusan perizinan kapal di Kementerian Perhubungan.

Upaya perbaikan secara terus-menerus sejatinya tabiat manusia. Karakter mulia yang membedakannya dengan makhluk hidup lainnya. Inka Mina adalah hak nelayan. Ke depan penyimpangan yang terjadi di tahun sebelumnya harus ditiadakan. Disinilah peran (organisasi) nelayan sebagai pengawas independen di lapangan mutlak dibutuhkan.*** (pelbagai sumber)

Page 10: Kabar Bahari VII

10KABAR BAHARI VII 1 Januari-Februari 2014 Kebijakan

Page 11: Kabar Bahari VII

KABAR BAHARI VII 1 Januari-Februari 201411

Inka mina atau program 1000 kapal di atas 30 GT merupakan program bantuan pemerintah

kepada nelayan kecil dalam bentuk bantuan pemberian kapal penangkapan ikan. Menurut paparan Direktorat Kapal Perikanan dan Alat Penangkap Ikan Kementrian Kelautan Perikanan1, tujuan dari Inka Mina adalah:

SERIBU KAPAL INKA MINA:

ANTARA MENYEJAHTERAKAN NELAYAN DAN AJANG KORUPSI OKNUM BIROKRASI-PEBISNIS(?)

1 Evaluasi Perkembangan, Pembangunan dan Pengelolaan Inka Mina 2010, 2011 dan 2012.

Page 12: Kabar Bahari VII

12KABAR BAHARI VII 1 Januari-Februari 2014

• pertama, Mengurangi kepadatan operasi penangkapan ikan di daerah pantai yang didominasi armada skala kecil, untuk selanjutnya bergeser ke daerah penangkapan ikan di lepas pantai, ZEEI dan laut lepas;

• kedua, meningkatkan produksi dan produktivitas nelayan, sehingga diharapkan pada

gilirannya akan dapat menambah kontribusi bagi kesejahteraan masyarakat nelayan;

• dan ketiga, meningkatkan kemampuan bersaing dan memanfaatkan potensi Sumber Daya Ikan (SDI) yang belum optimal di daerah-daerah yang seringkali dimanfaatkan oleh armada asing.

Page 13: Kabar Bahari VII

KABAR BAHARI VII 1 Januari-Februari 201413

• Namun jika merujuk hasil dalam proses pelaksanaannya, Inka Mina lebih banyak menuai masalah dibandingkan dengan tujuan mulia yang ingin dicapai.

Program bantuan 1.000 unit kapal berbobot sama atau lebih dari 30 GT untuk nelayan menjadi program andalan Presiden SBY pada periode kepemimpinannya tahun 2009-2014. Hal ini dapat dilihat dari dasar alokasi program tersebut yang diatur dalam Instruksi Presiden No. 1 Tahun 2010 tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional Tahun 2010. Inpres tersebut menginstruksikan kepada Menteri Kelautan dan Perikanan untuk menyediakan kapal nelayan di berbagai daerah. Instruksi tersebut berada di bagian Prioritas 5 tentang Ketahanan Pangan.

Berdasarkan Inpres No. 1 Tahun 2010 tersebut terdapat instruksi yang sangat kabur dari Presiden kepada Menteri Kelautan dan Perikanan. Ketidakjelasan tersebut mengenai tindakan “menyediakan kapal nelayan di berbagai daerah” yang tidak menjelaskan lebih lanjut. Ketidakjelasan instruksi tersebut dimulai dari jenis kapal, daerah tujuan kapal dan proses mekanisme penyediaan, termasuk syarat dan kriteria kelompok/nelayan yang akan diberikan kapal. Hal ini menjadi celah terjadinya berbagai penyimpangan di kemudian hari.

Untuk program ini, pemerintah telah menyiapkan dana sebesar Rp1,5 triliun guna memberikan 1.000 kapal dan perlengkapan nelayan dari tahun 2011 sampai dengan tahun 2014. Menteri Kelautan dan Perikanan (periode tahun 2009 s.d. 2011), Fadel Muhammad menyampaikan dana penyediaan kapal dan pelengkapan nelayan tesebut jika dirinci per kapalnya mencapai sebesar Rp1,5 miliar.

Untuk penyalurannya diserahkan kepada pemerintah daerah, sedangkan pemerintah pusat hanya menyiapkan anggaran pembelian kapal tersebut. Lebih lanjut Inpres No. 15 Tahun 2011 tentang Perlindungan Nelayan menginstruksikan kepada

Page 14: Kabar Bahari VII

14KABAR BAHARI VII 1 Januari-Februari 2014

Menteri Kelautan dan Perikanan untuk menyiapkan kapal perikanan sampai dengan 60 GT dalam rangka restrukturisasi armada.

J Persoalan Inka MinaKasus program bantuan 1.000 kapal Inka Mina untuk kelompok nelayan kecil periode 2010-2014 dalam beberapa tahun terakhir juga disorot publik. Permasalahan mendasar muncul akibat salah peruntukan, spesifikasi kapal yang tidak sesuai kebutuhan nelayan, proses tender dan pengadaan kapal yang lamban, serta penyimpangan anggaran.

Di lapangan, permasalahan program revitalisasi tambak dan program kapal Inka Mina masih terus bergulir setiap tahun. Bahkan, hasil evaluasi KKP bulan Januari-Juni 2013 terhadap 106 kapal Inka Mina periode 2010-2012 di 46 kabupaten/kota, hanya 28 kapal (26,42 persen) yang bisa beroperasi layak dan 46 kapal bantuan (43,4 persen) belum bisa beroperasi karena tidak memiliki perizinan, tidak layak beroperasi, tidak memiliki modal, kapal tidak sesuai dengan tujuan pengadaan, dan keterlambatan pembangunan. Akibat program bantuan yang bermasalah tersebut, kelompok nelayan penerima bantuan kapal kehilangan potensi pendapatan Rp 7,35 miliar.

Dalam kasus Inka Mina tahun 2012 di Kalimantan Timur, ditemui fakta bahwa: (1) Proses pembuatan kapal amburadul. Dengan perkataan lain, pengerjaan kapal dilakukan secara sungguh-sungguh saat Dinas Kelautan

dan Perikanan Kabupaten Banyuwangi datang. Di luar itu, pekerja kapal terkesan main-main; (2) Sejak diterima, Kapal Inka Mina 198 (beroperasi 4 kali) dan Inka Mina 199 (hanya dipergunakan memancing) tidak pernah mendapatkan hasil apapun; (3) Mata jaring pukat terlalu kecil (hanya 1 inch). Mestinya mata jaring pukat 2-2,5 inch sehingga dapat dipakai untuk menangkap ikan besar, seperti tongkol, bukan ikan-ikan kecil; dan (4) Kedua kapal, menurut nakhoda Kapal Inka Mina 198, tidak sesuai dengan karakter nelayan yang beroperasi di perairan Kalimantan Timur bagian Utara.

Berdasarkan temuan-temuan di atas, kelompok penerima kapal mengusulkan:

(1) Kapal harus dilengkapi dengan alat pendingin;

(2) Sejak awal, nelayan harus dilibatkan dalam pengadaan kapal sehingga bisa dipergunakan sesuai tujuan program; dan

(3) Pengadaan alat tangkap harus disesuaikan dengan karakteristik wilayah tangkap. Dalam bahasa nakhoda Kapal Inka Mina 198, desain kapal harus memperhatikan arus air di Laut Sulawesi yang bertingkat mulai dari bagian permukaan, tengah, hingga dasar laut. Tanpa kesungguhan memperbaiki, program pemberian kapal Inka Mina di Provinsi Nusa Tenggara Timur di tahun 2014 hanya akan mengulangi kekeliruan yang pernah dilakukan.

Page 15: Kabar Bahari VII

KABAR BAHARI VII 1 Januari-Februari 201415

Permasalahan lain adalah data yang tidak sinkron berkenaan dengan pengadaan kapal yang terbangun dan tercatat. Tidak sinkronnya data terjadi antara Dinas Provinsi/Kabupaten/Kota dan Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap KKP dengan UKP4 (Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan), misalnya data yang dimiliki oleh UKP4 sebanyak 735 kapal yang berhasil dibangun, sementara KKP mencatat 733 kapal. Selisih ini menunjukkan lemahnya mekanisme pengawasan dan pelaporan perkembangan program pengadaan 1.000 kapal ini. Jika dari sisi jumlah pengadaan saja tidak cocok, potensi kelirunya pelaporan terkait berhasil atau gagalnya kapal pasca serah-terima di pelbagai wilayah besar kemungkinan terjadi.

J RekomendasiOleh karena itu, KIARA meminta kepada:

(1) UKP4 untuk melakukan audit keseluruhan atas program Inka Mina 2010-2013 agar nilai keberhasilan atau kegagalannya bisa diukur oleh khalayak luas, khususnya masyarakat nelayan, dan dapat dijadikan sebagai pedoman perbaikan pelaksanaan program ini di tahun 2014; dan

(2) Menteri Kelautan dan Perikanan untuk menyiapkan database online perkembangan program, meliputi implementasi, pelaporan, pemantauan dan verifikasi lapangan, sehingga bisa diakses dengan mudah dan cepat oleh para pemangku kepentingan, termasuk aparatur hukum. Hal ini bertujuan untuk meminimalisasi terjadinya penyimpangan-penyimpangan.***

Page 16: Kabar Bahari VII

Mata dunia terbuka lebar mendapati peran penting komunitas perempuan nelayan di sektor perikanan. Sedikitnya 56 juta orang

secara langsung terlibat di dalam aktivitas perikanan, di mana di dalamnya termasuk perempuan nelayan yang memainkan peranan penting dalam pengolahan dan pemasaran hasil tangkapan ikan (FAO, 2014).

KELOMPOK PEREMPUAN NELAYAN PUSPITA BAHARI

Setara

Page 17: Kabar Bahari VII

MEMETIK BUAH KEGIGIHAN GOTONG-ROYONG

J Minus pengakuanPusat Data dan Informasi KIARA menemui fakta bahwa: pertama, perempuan nelayan menghabiskan waktunya selama 17 jam per hari untuk mengurus keluarga dan membantu suami mendapatkan alternatif pendapatan keluarga; dan kedua, sebesar 48 persen pendapatan keluarga nelayan adalah kontribusi perempuan nelayan.

Bertolak dari kedua fakta di atas, tak mengherankan jika gerakan perlindungan dan pemberdayaan pelaku perikanan skala kecil hingga level internasional mendorong negara-negara di dunia untuk mendata, memenuhi dan melindungi, serta

memfasilitasi komunitas perempuan nelayan untuk memperoleh hak-hak dasarnya, baik sebagai warga negara maupun hak khususnya selaku pelaku penting di sektor perikanan. Bagaimana dengan Indonesia?

Berkaca pada Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 jo Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan, tidak ada pengakuan politik dari Negara terhadap komunitas perempuan nelayan. Absennya pengakuan di level kebijakan tak lantas membuat komunitas perempuan nelayan berdiam diri.

Pada tahun 2010, KIARA bersama dengan Jaringan Pengembangan Kawasan Pesisir (JPKP) Buton, Sulawesi

Page 18: Kabar Bahari VII

18KABAR BAHARI VII 1 Januari-Februari 2014

Tenggara, menginisiasi lahirnya Persaudaraan Perempuan Nelayan Indonesia (PPNI) yang dibidani oleh komunitas-komunitas nelayan di Indonesia, di antaranya Kelompok Perempuan Nelayan Puspita Bahari yang berasal dari Desa Morodemak, Kecamatan Bonang, Kabupaten Demak, Provinsi Jawa Tengah.

J Menyadari potensiPerkampungan nelayan di Indonesia identik dengan kondisi lingkungan yang kumuh, terbelakang dan akrab dengan kemiskinan. Situasi ini pula yang terlihat di Desa Morodemak. Nampak pemukiman padat penduduk, langganan banjir rob, akses jalan yang sempit, genangan rawa dan selokan yang penuh dengan sampah.

Diperlukan kerjasama yang baik antara masyarakat setempat dengan Pemerintah Kabupaten Demak untuk menghadirkan lingkungan hidup yang bersih dan sehat sebagaimana diamanahkan oleh Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Mendapati kondisi kampungnya, Puspita Bahari mengambil inisiatif untuk memanfaatkan sampah yang terserak menjadi produk ekonomi kreatif yang memiliki nilai jual, seperti bantal dari limbah plastik.

Terbentuk sejak 25 Desember 2005 dan memulai kegiatan koperasi beras di awal 2006, aktivitas Puspita Bahari mengalami pasang-surut. Bahkan sempat vakum di tahun 2007 oleh karena dana koperasi beras yang tidak dikembalikan. Situasi ini tidak menyurutkan niat awal pendirian Puspita Bahari yang digawangi oleh Ibu Masnuah, kerap disapa Mbak Nuk.

Pada tahun 2009, Puspita Bahari mulai bergiat dengan kegiatan pengolahan ikan belida menjadi kerupuk. Kegiatan ini difasilitasi oleh LPUBTN dan terus berkembang hingga mendapatkan dana program pemberdayaan masyarakat pesisir dari Dompet Dhuafa yang bekerjasama dengan KIARA dan Layar Nusantara/LBH Semarang, Jawa Tengah.

Saat ini Puspita Bahari juga memiliki beberapa unit usaha, antara lain pengemasan teri, produksi kerupuk ikan, dan aneka kerajinan khas pesisir lainnya.

Tak hanya itu, untuk mengantisipasi ledakan pembiayaan pengeluaran keluarga, Puspita Bahari membentuk 3 model tabungan bagi para anggotanya yang terdiri dari perempuan nelayan, baik istri nelayan maupun mereka yang belum menikah. Tiga tabungan

Page 19: Kabar Bahari VII

KABAR BAHARI VII 1 Januari-Februari 201419

itu yakni TAKO (Tabungan Sembako), TAREN (Tabungan Rendeng), dan TAHARA (Tabungan Hari Raya). Ketiga tabungan ini dikelola oleh Koperasi Puspita Bahari dengan Badan Hukum Nomor 245/BH/XIV.8/VII/2012 yang disahkan pada tanggal 19 Juli 2012.

Untuk TAKO, setiap anggota diharuskan membayar iuran sebesar Rp. 2.000 per hari. Dalam sebulan akan terkumpul Rp. 60.000 per orang. Dana yang terkumpul dari setiap anggota akan dibelikan sembilan bahan pokok (sembako) rumah tangga dan dibagikan secara merata. Sementara TAREN dimanfaatkan oleh anggota Puspita Bahari untuk menyimpan pendapatan suami pasca melaut dan dapat diambil saat cuaca ekstrem melanda. Demikian juga TAHARA yang dimanfaatkan jelang Hari Raya Idul Fitri dan atau Idul Adha.

J Menuai hasilKreativitas yang dipompa oleh semangat ingin maju bersama membuat Puspita Bahari dianugerahi penghargaan setingkat nasional Kusala Swadaya pada tahun 2011. Sejak itulah, kiprah Puspita Bahari kian terang.

Pada perkembangannya, Puspita Bahari mendapatkan kepercayaan dan kesempatan dari berbagai pihak untuk terus mengembangkan kegiatan kelompok dan berbagi inspirasi kepada kelompok perempuan nelayan lainnya di Jawa Tengah. Salah satunya dari Balitbang Provinsi Jawa Tengah yang memfasilitasi pelatihan inkubator pengembangan batik dan memperluas jaringan pemasaran.

Berbekal segudang pengalaman yang dimiliki oleh Puspita Bahari, KIARA bersama dengan PPNI wilayah Jawa Tengah dan KLOMPPALD (Kelompok Petani dan Nelayan Penjaga Abrasi Laut dan Darat) menyelenggarakan Pelatihan Pengolahan Hasil Tangkapan Ikan di Lewoleba, Pulau Lembata, Nusa Tenggara Timur, pada bulan Februari 2014. Pelatihan ini diminati oleh komunitas perempuan nelayan yang sebelumnya tidak pernah terpikir untuk memanfaatkan hasil tangkapan ikan suami menjadi produk ekonomi bernilai tinggi.

Tak sebatas urusan peningkatan pendapatan keluarga nelayan, Kelompok Perempuan Nelayan Puspita Bahari juga melihat pentingnya penyadaran mengenai hak dan kewajiban perempuan di berbagai keterlibatannya, seperti hak sebagai istri dan warga negara.

Kelompok Perempuan Nelayan Puspita Bahari terus mengepakkan sayapnya di tengah akses pasar dan modal. Kondisi ini tak membuat mereka patah arang. Kini mereka tengah membangun Sekretariat Puspita Bahari yang nantinya diperuntukkan sebagai ruang pertemuan dan rumah produksi.

”Semua usaha membutuhkan waktu. Pembinaan juga harus dimulai dengan penyadaran hak dan kewajiban perempuan. Saya yakin, perempuan nelayan suatu hari nanti bisa mandiri,” kata Masnu’ah yang dipercaya menjadi Ketua Kelompok Perempuan Nelayan Puspita Bahari dan Koordinator PPNI Jawa Tengah.***

Page 20: Kabar Bahari VII

Sejak adanya pengoperasian jaring batu, hasil tangkapan nelayan tradisional menurun drastis, bahkan kehilangan pendapatan. Ikan-ikan dasar maupun ikan permukaan

sulit ditemukan karena jaring batu telah mengambil seluruh ikan ukuran apapun. Padahal, sebelum ada jaring batu, setiap nelayan sekali melaut minimal mendapatkan 100 kilogram ikan dan 60 persennya merupakan ikan kurau yang memiliki harga paling tinggi di Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau.

SERIKAT NELAYAN KECAMATAN BANTAN, PULAU BENGKALIS

MELAWAN PRAKTEK PENANGKAPAN IKAN ILEGAL DAN MERUSAK

Jelajah

Page 21: Kabar Bahari VII

Pulau Bengkalis merupakan bagian dari kabupaten Bengkalis yang berada di sisi pesisir timur Pulau Sumatera dan memiliki luas mencapai 938,40 kilometer persegi. Dengan jumlah penduduk mencapai 129.638 jiwa, pulau ini terbagi menjadi dua kecamatan, yaitu Bengkalis yang berada di sisi selatan dan barat serta sebagian sisi timur dan Kecamatan Bantan berada di sisi timur dan di sisi utara atau berbatasan langsung dengan Selat Malaka.

Pulau ini juga berlokasi tepat di depan muara Sungai Siak sehingga banyak pihak yang berpendapat bahwa Pulau Bengkalis merupakan delta dari Sungai Siak. Perairan Bengkalis memiliki ciri khas, yaitu berwarna coklat dan jarak pandang yang sangat rendah. Muatan dari daratan Riau ke Sungai Siak telah mengkibatkan terjadinya kekeruhan di perairan sekitar Pulau Bengkalis.

Tingginya tingkat kekeruhan dan kencangnya arus air karena berada di Selat Malaka mengakibatkan terumbu karang dan padang lamun tidak dapat bertahan di kawasan ini. Mangrove menjadi satu-satunya ekosistem yang bisa menjaga daya dukung lingkungan dari ancaman abrasi maupun hilangnya sumber daya ikan.

Untuk itu, tidak heran bila warga Kepulauan Bengkalis sangat bergantung terhadap kelestarian pesisir laut. Perikanan tangkap menjadi salah satu sumber utama penghidupan mayoritas warga kepulauan Bengkalis. Para nelayan tradisional sangat menjaga kearifan local dan tidak

merusak dalam menangkap ikan sebagaimana yang telah diwariskan secara turun menurun dari nenek moyang mereka.

Untuk menangkap ikan, para nelayan tradisional ini dibekali pancing rawai, yaitu berupa seutas tali panjang yang berukuran kurang lebih 150 meter dan dibuat jarak di setiap 3 meternya dengan diberi tali pancing dan mata kail yang berukuran 6 inchi. Dengan alat ini, para nelayan hanya menangkap ikan ukuran 1 kilogram ke atas. Dari pancing ini juga para nelayan menangkap bermacam jenis ikan berukuran besar di laut dalam, antara lain ikan kurau, tenggiri, memparang, kakap merah, kakap putih dan bawal hitam.

Penghasil ikan tangkap terbesar di PBengkalis berada di Desa Pambang. Setiap hari dengan jumlah pompong nelayan yang beroperasi mencapai 250-300 unit dan para nelayan bisa menghasilkan 2-3 ton ikan. Secara keseluruhan nelayan yang mengandalkan Teluk Pambang mencapai 1.000 lebih nelayan, baik dari Desa Pambang maupun desa tetangga. Para nelayan biasanya melaut di Teluk Pambang yang merupakan bagian dari Selat Malaka dan berhadapan langsung dengan Malaysia, terutama Kota Muar dan Batu Pahat.

J Memerangi jaring batuTingginya permintaan dan nilai jual ikan kurau telah memicu terjadinya eksploitasi ikan secara berlebih. Jaring batu atau jaring dasar merupakan salah satu alat tangkap jenis jaring

Page 22: Kabar Bahari VII

22KABAR BAHARI VII 1 Januari-Februari 2014

trawl dan tidak ramah lingkungan. Alat tangkap yang diimpor dari Thailand ini menjadi jalan pintas bagi para pengusaha perikanan untuk mengeruk keuntungan besar tanpa mempertimbangkan keberlanjutan sumber daya perikanan.

Dengan ukuran jaring mencapai 2.500 meter dan tinggi 10 meter, alat tangkap ini dapat menjaring semua jenis dan ukuran ikan, baik besar maupun kecil. Lebih ironis lagi, untuk menghasilkan ikan jenis kurau para pemilik kapal jaring batu menebarkan jaring di bawah 4 mil. Padahal zona di bawah 4 mil merupakan lokasi penangkapan ikan bagi nelayan tradisional.

Dengan demikian, pengusaha ikan jaring batu lebih banyak mendapatkan hasil tangkapan ikan. Sementara nelayan tradisional yang menjaga kelestarian ikan sangat minim pendapatannya. Pada sisi yang lain, mereka juga harus berebut wilayah tangkap dengan pemilik kapal-kapal jaring batu. Pada titik tertentu tidak sedikit pertengkaran terjadi di tengah laut dan berujung terjadinya tindak kekerasan.

Puncaknya, pada tahun 2006, nelayan tradisional di Teluk Pambang tidak dapat mengendalikan kemarahan mereka yang berujung pada konflik dan kekerasan dengan pemilik dan anak buah kapal jaring batu. Sedikitnya 5 orang nelayan meninggal dunia dan puluhan warga luka-luka. Lamban dan lemahnya perhatian pemerintah dalam tata kelola dan pengawasan serta

penegakan hukum menjadi faktor utama terjadinya konflik.

Lebih dari 7 (tujuh) tahun berlalu, kapal-kapal jaring batu hingga saat ini masih terus beroperasi di perairan Bengkalis. Nelayan tradisional di 4 desa, yaitu Jangkang, Selat Baru, Bantan Air dan Pambang, terus dirugikan akibat pengoperasian Jaring batu tersebut.

Saat ini nelayan tradisional seringkali tidak mendapatkan hasil tangkapan ikan yang memadai. Bahkan mereka tidak jarang pulang dari melaut dengan tangan hampa. Akibat tidak mendapatkan penghasilan yang memadai, sebagian nelayan terbelit hutang ke tengkulak dan bahkan hingga meninggal dunia tidak mampu melunasi hutang-hutang mereka.

Anak-anak nelayan pun jadi korban, mereka putus sekolah. Kondisi ini memicu tingginya angka pengangguran dan kemiskinan. Untuk tetap bisa bertahan hidup, ada sebagian keluarga nelayan yang terpaksa beralih profesi dan menjadi tenaga kerja di luar negeri (TKI) seperti di Malaysia.

Kondisi ini mendorong nelayan tradisional terus melakukan berbagai upaya untuk menghentikan pengoperasian jaring batu. Melalui Serikat Nelayan Kecamatan Bantan (SNKB), para nelayan yang didampingi LSM, baik yang berada di Pekanbaru maupun Jakarta, aktif melakukan advokasi penolakan praktek penangkapan ikan secara ilegal dan merusak. Sayangnya, belum ada

Page 23: Kabar Bahari VII

KABAR BAHARI VII 1 Januari-Februari 201423

respons positif dari pemerintah dan aparat penegak hukum. Sebaliknya, pemerintah memfasilitasi dan memberikan permodalan bagi pengoperasian kapal-kapal jaring batu tersebut.

J Kejahatan perikananBerdasarkan Pasal 9 jo. Pasal 85 Undang-Undang No. 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, disebutkan bahwa alat tangkap trawl telah dilarang. Pasal 9 Undang-Undang Perikanan tersebut melarang setiap orang untuk memiliki, menguasai, membawa, dan/atau menggunakan alat penangkapan dan/atau alat bantu penangkapan ikan yang mengganggu dan merusak keberlanjutan sumber daya ikan di kapal penangkap ikan di wilayah pengelolaan perikanan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pengguna trawl diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp.2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah). Pelarangan penggunaan trawl di perairan Indonesia diperkuat dengan terbitnya Keputusan Presiden No. 39 Tahun 1980 tentang Penghapusan Jaring Trawl sebagai jawaban konflik berdarah alat tangkap trawl di Sumatera Utara.

Perairan Bengkalis yang termasuk ke dalam Wilayah Pengelolaan Perikanan-Republik Indonesia 571 (WPP-RI 75) ternyata tetap memperbolehkan alat tangkap trawl. Berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No.

18/PERMEN-KP/2013 Tentang Jalur dan Penempatan Alat Penangkapan Ikan dan Alat Bantu Penangkapan Ikan tetap memperbolehkan penggunaan pukat hela dasar berpalang (Beam trawls), Pukat hela dasar berpapan (Otter trawls) dan Pukat hela pertengahan Berpapan/pukat ikan (Otter trawls) di WPP 571.

Sejatinya berdasarkan tata urutan hirarki peraturan perundang-undangan di Indonesia yang diatur di dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, maka Peraturan Menteri yang tetap melegalkan trawl telah bertentangan dengan UU Perikanan dan Keputusan Presiden No. 39 Tahun 1980 tentang Penghapusan Jaring Trawl.

Saatnya pemerintah menfokuskan diri untuk menghentikan aktivitas pengoperasian jaring batu di perairan Bengkalis dengan: (1) Melakukan pengawasan terhadap praktek penangkapan ikan ilegal dan merusak; (2) Menegakkan hukum sesuai dengan Undang-Undang Perikanan dan Keppres Nomor 39 Tahun 1980 tentang Penghapusan Jaring Trawl.***(SD)

Page 24: Kabar Bahari VII

24KABAR BAHARI VII 1 Januari-Februari 2014

Page 25: Kabar Bahari VII

KABAR BAHARI VII 1 Januari-Februari 201425

Kami akan rebut kembali, Pesisir laut milik kami, Nenek moyang

orang pelaut, Semangat kami pantang surut.

Page 26: Kabar Bahari VII

26KABAR BAHARI VII 1 Januari-Februari 2014

Di dalam novel Di Tepi Kali Bekasi, Pramoedya Ananta

Toer berpesan, “Bukankah tidak ada yang lebih suci bagi seorang pemuda daripada membela kepentingan bangsanya?” Pesan ini dihikmati oleh Simponi.

Nama dan Peristiwa

Simponi merupakan singkatan dari Sindikat Musik Penghuni Bumi yang digawangi Rendy Ahmad (pemeran Arai di film Sang Pemimpi; vokal & gitar), Rama Prayudha (bass), M. Berkah Gamulya (pemateri, penulis lirik, manager). Grup musik ini beraliran pop rock yang aktif mengunjungi sekolah/kampus dan menyelenggarakan diskusi musikal mengenai isu-isu kemanusian, seperti kenelayanan dalam pengelolaan sumber daya pesisir dan laut, anti-korupsi, anti-kekerasan, lingkungan hidup, dan perlindungan anak.

Kata kerja ‘berjuang’ bukan melulu mengangkat senjata atau bambu runcing. Bukan membuat rusuh, tetapi berjuang adalah mengajak orang melakukan hal-hal baik. Maka berjuang menurut Simponi adalah mengajak orang untuk peduli dan berbuat adil terhadap lingkungan sekitar. Masyarakat seperti sering terlupa, lingkungan hidup adalah bagian integral yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia itu sendiri.

Simponi atau Sindikat Musik Penghuni Bumi berdiri atas gagasan M. Berkah Gamulya, Julianto Komeng, Anto Rusdianto, Asmarangga, Iam MDZ, Santo Klingon, band Boy Nekad, band Philo, dan band Miracle. Alasan di balik berdirinya Simponi terbilang sederhana, “Dengan carut-marutnya persoalan kemanusiaan, apalagi di wilayah pesisir dan laut, pemuda seperti kehilangan daya

PESISIR DAN

LAUT MILIK KITA

Page 27: Kabar Bahari VII

KABAR BAHARI VII 1 Januari-Februari 201427

untuk berkontribusi menyelamatkan bangsanya,” cerita Berkah Gamulya yang akrab disapa Mul.

Untuk mendukung pengelolaan dan pelestarian sumber daya pesisir dan laut yang memberikan kesejahteraan kepada nelayan dan masyarakat yang tinggal di pulau-pulau kecil, Simponi bekerjasama dengan KIARA menyiapkan lagu khusus berjudul Pesisir dan Laut Milik Kami. “Pesannya sederhana, bicara Indonesia tidak boleh bias darat, karena kita punya laut. Simponi ingin mengajak semua nelayan mengingat jati diri bangsa sebagai Negara Kelautan. Maka sepantasnya, nelayan yang berjuang di tengah pasang surutnya ombak di laut harus didukung oleh semua anak-anak bangsa untuk terus maju dan meraih kehidupan yang lebih baik,” harap Mul.

Bagi Simponi, Republik Indonesia sudah kehilangan arah karena meninggalkan jatidirinya sebagai bangsa bahari. “Perahu nelayan di wilayah pesisir terus dikebiri dan asing difasilitasi, sementara pengurugan pantai dan pembangunan jembatan beton semakin merajalela. Alhasil, nelayan dan perempuan nelayan hanya menjadi warga negara kelas dua. Nelayan dan perempuan nelayan sudah tentu bangkit dan melawan ketidakadilan, serta merebut kembali hak-hak konstitusionalnya,” tambah Mul seraya menyitir petikan lirik lagu Pesisir dan Laut Milik Kami: Kami akan rebut kembali, Pesisir laut milik kami, Nenek moyang orang pelaut, Semangat kami pantang surut.

Berangkat dari semangat memuliakan kemanusiaan itulah, Simponi menjadi juara 2 pada International Anti-Corruption Music Competition (Fair Play 2012) di Belgia/Brasil lewat lagu "Vonis/Verdict", yang diumumkan 2 September 2012, mengalahkan 75 lagu/video dari 35 negara di dunia. Video "Vonis/Verdict" disutradarai oleh Dandhy D. Laksono dari WatchdoC. Karena kemenangan ini, Simponi diundang untuk konser di Brasilia, ibukota Brasil pada 6 November 2012 dan 10 November 2012 di acara 3rd Voice Against Corruption Forum dan 15th International Anti-Corruption Conference.

Simponi dua kali mewakili Indonesia dalam Asia Pacific Environmental Youth Forum di Korea Selatan pada Agustus 2011 dan Agustus 2012.

Sebelumnya, Simponi mendapatkan Rekor MURI karena sukses menggelar Rock and Green Tour di 82 sekolah/kampus/pesantren di Jabodetabek, Bandung, dan Lampung selama 82 hari non-stop bersamaan dengan Hari Sumpah Pemuda 2010, mulai 28 Oktober 2010 sampai dengan 17 Januari 2011.

Apa yang dilakukan oleh Simponi bukan tanpa tantangan. Mereka juga dituntut untuk konsisten dengan apa yang ditularkan kepada masyarakat melalui perilaku sehari-hari. Karena dengan jalan inilah, Simponi tidak pernah lelah mengajak setiap orang untuk berbuat baik kepada sesama dan anugerah alam semesta.*** (SH)

KABAR BAHARI VII 1 Januari-Februari 201427

Page 28: Kabar Bahari VII

Redaksi KABAR BAHARI membuka forum diskusi dan tanya jawab tentang hukum kelautan dan perikanan. Pertanyaan atau topik diskusi dapat disampaikan ke alamat Redaksi KABAR BAHARI, Jl Manggis Blok B Nomor 4 Perumahan Kalibata Indah Jakarta 12750 Telp./Faks: +62 21 799 3528, atau email : [email protected]

Perubahan iklim menjadi masalah yang berkembang sangat cepat dalam beberapa kurun waktu

terakhir. Nelayan merupakan kelompok sektor pangan yang terdampak cukup signifikan dari adanya perubahan iklim. Beberapa dampak buruk tersebut berupa cuaca ekstrem yang semakin sering dan tidak dapat diprediksi, perubahan pola migrasi ikan dan daerah tangkapan. Selain itu, perubahan iklim juga mengakibatkan kenaikan suhu permukaan air laut, kenaikan paras muka air laut dan asidifikasi air laut.

Indonesia merupakan salah satu dari negara yang menerima dampak buruk anomali iklim. Pada tahun 2007, Indonesia berkomitmen menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 26% pada 2020 menurut skenario normal (upaya biasa) dan 41% pada periode yang sama dengan bantuan internasional.

J Apakah perubahan iklim itu?

Terdapat banyak pengertian perubahan iklim yang tersebar di dalam berbagai peraturan perundang-undangan, seperti Undang-Undang No. 31 Tahun 2009 tentang Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika; Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup; Perpres No. 71 Tahun 2011 tentang Penyelenggaran Inventarisasi Gas

Konsultasi Hukum

PERUBAHAN IKLIM

Konsultasi dipandu oleh: Ahmad Marthin Hadiwinata, SH

(Divisi Advokasi Hukum dan Kebijakan)

Page 29: Kabar Bahari VII

Rumah Kaca Nasional dan peraturan lain yang memberikan definisi mengenai perubahan iklim. Secara garis besar pengertian perubahan iklim meliputi:

1. berubahnya iklim

2. diakibatkan langsung atau tidak langsung oleh aktivitas manusia

3. menyebabkan perubahan komposisi atmosfir secara global

4. perubahan variabilitas iklim alamiah

5. teramati pada kurun waktu yang dapat dibandingkan

J Penyebab dan Proses Terjadinya Perubahan Iklim?

Sebagaimana yang dijelaskan dari pengertian perubahan iklim di atas, yang menjadi penyebab terjadinya perubahan iklim adalah aktivitas manusia baik secara langsung maupun tidak langsung. Proses terjadinya perubahan iklim diawali dengan terjadinya fenomena pemanasan yang disebabkan oleh meningkatnya gas karbondioksida (CO2) dan gas-gas lainnya di atmosfer. Dengan terjadinya peningkatan gas rumah kaca termasuk gas karbondioksida (CO2) dan gas-gas lainnya di atmosfer tidak diikuti dengan kemampuan lahan atau tumbuhan alam/lahan yang berpotensi untuk mengikat gas CO2 dan gas-gas lainnya penyebab pemanasan global.

Dengan terjadinya penurunan penyerapan gas CO2 di alam

oleh tumbuhan dan hutan tropis mengakibatkan terjadinya “efek rumah kaca” yang mengakibatkan panas bumi meningkat. Kenaikan konsentrasi gas CO2 dan gas-gas lainnya di atmosfer jika melampaui kemampuan penyerapan tumbuhan-tumbuhan (lahan-lahan gambut, hutan tropis dll), akan mengakibatkan terjadinya efek rumah kaca di atmosfer bumi. Beberapa penyebab terjadinya penurunan kemampuan menyerap tumbuh-tumbuhan (lahan-lahan gambut, hutan tropis dll) disebabkan oleh berbagai macam hal sebagai berikut: (a) Perubahan peruntukan ruang lahan seperti pembakaran hutan gambut (Pelanggaran RTRW daerah/nasional); (b) Penggunaan lahan yang besar untuk pertambangan batubara (pelanggaran minimal luas lahan untuk pertambangan batubara) dan kegiatan lain yang menyebabkan penurunan kemampuan menyerap tumbuh-tumbuhan. Pada akhirnya efek rumah kaca yang terjadi akan menghasilkan fenomena naiknya suhu di permukaan bumi secara global.

J Apa Dampak Perubahan Iklim?

Dampak perubahan iklim meliputi turunnya produksi pangan, terganggunya ketersediaan air, tersebarnya hama dan penyakit tanaman serta penyakit manusia, naiknya permukaan laut, tenggelamnya pulau-pulau kecil, dan punahnya keanekaragaman hayati. Beberapa dampak yang disebut tadi terdapat pada Bagian Penjelasan Romawi I

Page 30: Kabar Bahari VII

30KABAR BAHARI VII 1 Januari-Februari 2014

Umum angka 2 paragraf 2 Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Kepada Nelayan Indonesia, dampak buruk dari perubahan iklim adalah kesulitan untuk melaut karena cuaca yang tidak menentu. Selain itu, juga gelombang laut yang semakin tidak menentu dapat mengakibatkan kecelakaan di laut. Kalaupun bisa melaut, hasil tangkapannya berkurang jika dibandingkan dengan beberapa waktu sebelumnya. Akibatnya, dari keterbatasan hasil tangkapan ikan, harga ikan di pasaran mengalami kenaikan karena keterbatasan stok.

Sudah sejak tahun 2010, jumlah nelayan yang hilang dan meninggal dunia di laut akibat dampak perubahan iklim mengalami peningkatan (lihat Tabel I). Sayangnya, fakta ini tidak dianggap sebagai hal penting oleh Negara. Tak hanya itu, ancaman bencana (gempa, banjir bandang, banjir rob, gelombang tinggi, dan angin kencang) juga berakibat pada tidak bisa melautnya masyarakat nelayan tradisional. Pusat Data dan Informasi KIARA (Februari 2013) menerima laporan sedikitnya 20.726 nelayan tidak bias melaut di 10 kabupaten/kota di Indonesia tanpa perlindungan dari ancaman bencana.

J Upaya Menghadapi Perubahan Iklim?

Perubahan iklim mengacu pada perubahan apapun pada iklim dalam satu kurun waktu tertentu, baik karena

dari hasil secara alami atau sebagai hasil dari aktivitas manusia. Sejak lama iklim bumi terus berubah, namun perubahan yang terjadi sekarang jauh lebih cepat daripada sebelumnya. Untuk menghadapi perubahan iklim, terdapat dua upaya yang dapat dilakukan berupa mitigasi dan adaptasi.

Upaya mitigasi merupakan sebuah proses pengurangan emisi gas rumah kaca. Karena penyebab utama dari perubahan iklim adalah penggunaan bahan bakar fosil, seperti batubara dan minyak bumi, maka negara-negara seperti Amerika, Inggris dan Jepang, dan negara-negara industri lainnya diharuskan mengurangi 80% emisi mereka pada tahun 2050.

Upaya adaptasi perubahan iklim adalah proses penyesuaian apapun yang terjadi secara alamiah di dalam ekosistem atau dalam sistem manusia sebagai reaksi terhadap perubahan iklim, baik dengan meminimalkan tingkat perusakan maupun mengembangkan peluang-peluang yang menguntungkan sebagai reaksi terhadap iklim yang sedang berubah atau bencana yang akan terjadi dan terkait dengan perubahan-perubahan lingkungan.***

Page 31: Kabar Bahari VII

KABAR BAHARI VII 1 Januari-Februari 201431

Page 32: Kabar Bahari VII

32KABAR BAHARI VII 1 Januari-Februari 2014

Tetapi tahukah kita? Fenomena matahari terbit bukan sekadar peristiwa di mana sisi teratas matahari muncul di atas horizon timur, bagi masyarakat Lembata matahari terbit adalah pengharapan untuk hidup yang lebih baik.

Sedangkan matahari terbenam adalah waktu di mana matahari perlahan menghilang di bawah garis cakrawala bagian barat. Pertanda kita kembali kepada keluarga, membagi perjuangan dan mempersiapkan kembali usaha ketika matahari terbit esok hari.

J Perempuan dari Timur IndonesiaTubuhnya terlihat mungil, garis lelah dan usia tampak jelas di wajahnya namun semangat dalam hatinya terasa masih membara. Siti Rofiah atau biasa dipanggil Siti adalah salah satu perempuan penggerak organisasi masyarakat KLOMPPALD (Kelompok Petani dan Nelayan Penjaga Abrasi Laut dan Darat).

Siti Rofiah berasal dari Manggarai Barat dan ibu dari dua orang putra. Hadung Boleng, suami Siti Rofiah adalah pelestari mangrove di Pulau Lembata. Lewat tangannya, lahan seluas 2 hektare dengan 10.000 batang mangrove telah ditanam untuk menjaga Lembata. Selain itu,

Matahari terbit kembali, seperti hari sebelumnya. Hiruk-pikuk kegiatan pagi mengawali rumah-rumah di Lembata. Di Lembata, Nusa Tenggara Timur,

matahari terbit lebih cepat satu jam dibandingkan dengan kota-kota yang ada di wilayah barat Indonesia.

Tokoh

Siti RofiahMELESTARIKAN PANGAN

LOKAL di PULAU LEMBATA

Page 33: Kabar Bahari VII

KABAR BAHARI VII 1 Januari-Februari 201433

pasangan ini merupakan penggerak dari kelompok yang mereka bangun bersama masyarakat Lembata, yaitu KLOMPPALD.

Tercatat 1340 orang, baik petani, nelayan, peternak, dan pekebun, turut tergabung dalam kelompok KLOMPPALD. Mimpinya sederhana, ia mau masyarakat Lembata bisa memperoleh kehidupan yang baik, sejahtera dan berhenti keluar dari Lembata untuk menjadi TKI.

Kemiskinan yang terjadi di Lembata, acapkali memaksa kaum laki-laki keluar dari tanah kelahirannya untuk menjadi TKI di Malaysia. Mayoritas kaum laki-laki yang pergi menjadi TKI. Hal ini dikarenakan kaum perempuan dinilai lebih produktif dalam menjaga kebun dan mampu melakukan kerja beragam, seperti berdagang hasil laut, membuat jagung titi dan menenun.

Maraknya kaum laki-laki beradu nasib di Malaysia malah membuat angka perempuan yang menjadi janda semakin meningkat. “Dari jumlah anggota KLOMPPALD sebanyak 1340 orang, hampir 40% adalah janda. Saya sedih melihat ini, karena posisi perempuan sangat rentan,” ujar Siti Rofiah.

Namun, perjuangan Siti Rofiah dan KLOMPPALD terus melaju ke depan. Dengan informasi dari PPNI (Persaudaraan Perempuan Nelayan Indonesia) wilayah Jawa Tengah, Siti Rofiah mulai membangun komunikasi dengan lembaga perempuan yang ada di Nusa Tenggara Timur. Mimpinya sederhana, setidaknya perempuan

Lembata semakin sadar pentingnya peran mereka dan perlunya pendidikan bagi perempuan.

“Selama ini, kami tidak pernah mendapatkan pelatihan mengenai apa hak kami sebagai perempuan. Kami juga tidak pernah mendapatkan pelatihan mengolah hasil laut. Bentuk KDRT saja, banyak yang belum tahu. Kami ingin pemerintah mengetahui kondisi kami di sini, banyak janda yang memerlukan dukungan, baik dalam bentuk pemberdayaan maupun pendidikan,” tambah Siti Rofiah.

J Mengawali dari hal sederhana

Pada Januari 2014, KLOMPPALD bersama dengan KIARA mengadakan pendidikan hukum kritis dan pelatihan pengolahan ikan yang dihadiri oleh 55 orang peserta, baik perempuan nelayan maupun nelayan. Dalam kegiatan tersebut, PPNI wilayah Jawa Tengah membagi ilmunya dalam mengelola ikan yang tidak memiliki nilai menjadi panganan yang bernilai ekonomi.

“Kalau dulu itu ikan kami jual 1 rantang Rp. 15.000, kami tidak anggap itu punya manfaat tinggi. Kami jual sembarang saja, asal laku,” ujar Siti Rofiah sembari tersenyum kecil.

Namun pasca pelatihan, 4 kelompok perempuan nelayan baik dari Kedang, Illi Ape, dan Nagawutun mulai memanfaatkan ikan kecil untuk diolah menjadi kerupuk atau ikan goreng crispy. Dari 1 rantang ikan seharga Rp 15.000 kemudian ditambah

KABAR BAHARI VII 1 Januari-Februari 201433

Page 34: Kabar Bahari VII

34KABAR BAHARI VII 1 Januari-Februari 2014

tepung tapioka dan bumbu lainnya seharga Rp. 30.000, mereka dapat menghasilkan 5 bungkus ikan crispy yang bisa dijual Rp. 15.000 s.d Rp 20.000/bungkus.

Keuntungan ini menjadi pemicu Siti Rofiah untuk menggerakkan perempuan nelayan dalam mengolah hasil tangkapan ikan yang ada di sekitar wilayah tinggalnya. Siti Rofiah pun mengadakan pelatihan lanjutan dalam mengelola ikan. Selain itu, ia mulai mengajak kelompok perempuan lainnya untuk mulai lebih jeli melihat potensi dan peluang yang ada di Lembata.

J Mimpi dari TimurSiti Rofiah sebagai penggerak perempuan nelayan, nelayan, petani, peternak, dan pekebun selalu mempunyai mimpi. Lembata yang dicintainya dapat menjadi tempat yang maju, tidak perlu lagi ada orang-orang yang keluar dari Lembata dan menjadi buruh di negeri orang.

“Kita punya banyak sekali potensi, tapi kenapa kita masih seperti ini? Tanah luas, laut baik, tapi kami tidak bisa apa-

apa. Lewat lahan mangrove yang kami tanam di area seluas 2 hektar, lewat kebun yang kami tanam dengan bibit lokal, seperti sorgum, lewat ternak, lewat apa yang kami lakukan hari ini, kami menginginkan masyarakat melihat apa yang kami lakukan untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik,” kata Siti

Rofiah sembari menahan tangis.

Harapan ke depan, pemerintah tidak tutup mata atas apa yang telah dilakukan oleh kelompok-kelompok nelayan dan perempuan nelayan di Indonesia. Tepat guna, tepat sasaran dan tepat tempat adalah hal yang digarisbawahi oleh Siti Rofiah untuk pemerintah, khususnya Pemerintah Kabupaten Lembata dan Kementerian Kelautan dan Perikanan. Harapannya, program pemerintah dapat menyentuh kelompok-kelompok yang berdiri di bawah naungan KLOMPPPALD.

“Jangan mereka yang bukan nelayan diberikan alat tangkap, untuk apa? Orang gunung dikasih alat tangkap, itu kelewatan namanya,” imbuh Siti Rofiah gemas.

Dari timur, matahari selalu terbit. Seperti itulah pagi selalu datang di Lembata, membawa pengharapan yang baik untuk masyarakat di sana. Kita tahu, matahari akan selalu tetap sama, tapi kita yang harus berubah: menjadi pribadi yang bermanfaat bagi sesama. Seperti yang dilakukan Siti Rofiah ketika matahari dari timur baru saja terbit.*** (SH)

Page 35: Kabar Bahari VII

KABAR BAHARI VII 1 Januari-Februari 201435

J Cara Mengolah:1. Tumis bumbu halus, daun salam,

serai, dan daun jeruk sampai harum. Masukkan kerang dara.

Aduk rata. Tambahkan kecap manis, garam, dan gula merah.

Aduk rata.

2. Tuang air kelapa. Masak dengan api kecil sampai matang dan

meresap.

3. Tusuk kerang seperti sate dan sajikan.

Bahan-bahan di atas dapat digunakan untuk 17 buah sate kerang pedas

manis. Selamat mencoba!

Dapur

SATE KERANG

PEDAS MANIS

J Bahan-bahan/bumbu-bumbu:

• 300 gram kerang dara • 2 lembar daun salam • 2 batang serai dan ambil bagian

putihnya • 3 lembar daun jeruk dan buang

tulangnya• 1 1/2 sendok makan kecap manis • 3/4 sendok teh garam • 1/2 sendok teh gula merah • 400 ml air kelapa

tusuk sate • 2 sendok makan minyak untuk

menumis

J Bumbu Halus:• 6 butir bawang merah • 2 siung bawang putih • 5 buah cabai rawit merah • 1 buah cabai merah keriting • 1 cm jahe • 1 cm kunyit bakar

Sate selalu identik dengan ayam, kambing atau sapi. Nah, pernah terbayang mengolah sate kerang pedas manis yang

maknyus? Yuk dicoba!

Page 36: Kabar Bahari VII

36KABAR BAHARI VII 1 Januari-Februari 2014 Kesehatan

Zulfia Maharani, Kepala Sanitasi Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo mengartikan

sanitasi sebagai upaya seseorang atau masyarakat untuk menjaga faktor-faktor lingkungan agar tidak menimbulkan masalah bagi kesehatan. Menurutnya, sanitasi secara umum meliputi penyediaan air bersih, jamban keluarga dan pengelolaan sampah atau limbah yang baik.

Siapa sangka, jika sanitasi yang baik ternyata memiliki peran yang besar dalam memperkecil resiko angka kematian ibu dan bayi baru lahir. Data menyebutkan sebanyak 12 persen angka kematian ibu disebabkan oleh

penyakit infeksi. Sedangkan pada bayi, sanitasi buruk dapat menimbulkan diare. 32,8 persen kematian pada bayi yang baru lahir disebabkan oleh diare.

Sanitasi yang layak di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil masih minim mendapat perhatian pemerintah. Di Marunda Kepu, Jakarta Utara, kita bisa melihat bilik-bilik jamban dibangun seadanya. Hanya dibuat dari bambu-bambu yang diikat ijuk dan diberi penutup karung, Masyarakat di Marunda Kepu kerap kali membuang hajat di jamban yang terletak di pinggir jalan dekat dengan lokasi kapal-kapal bersandar.

MENJAGA SANITASI KAMPUNG NELAYAN: DIBUTUHKAN KERJASAMA MASYARAKAT DENGAN PEMERINTAH

Page 37: Kabar Bahari VII

KABAR BAHARI VII 1 Januari-Februari 201437

Jamban di pinggir kali menjadi ironi yang disebabkan tidak adanya sanitasi yang cukup layak di Marunda Kepu. WC umum bewarna biru pernah dibangun untuk masyarakat, namun akhirnya tidak terpakai karena tidak ada air bersih yang disediakan. Di Marunda Kepu untuk mendapatkan air bersih, warga harus mengeluarkan uang sekitar Rp. 3000 per hari.

Buruknya sanitasi bukan hanya terjadi di Marunda Kepu, namun terjadi di banyak daerah di Indonesia, terutama di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Data Badan Pusat Statistik dan Kementerian Pekerjaan Umum 2013 menyebutkan, akses sanitasi layak warga Indonesia baru mencapai 57,35 persen. Sedangkan untuk mengakses air minum di Indonesia saat ini baru melayani 58,05 persen.

Buruknya akses sanitasi telah memposisikan Indonesia terburuk kedua di dunia. Data UNICEF dan WHO (Organisasi Kesehatan Dunia) tahun 2013, menyatakan bahwa jumlah terbesar orang-orang tanpa toilet (kakus) ada di India, yaitu sekitar 626 juta. Sedangkan Indonesia mencapai 63 juta. Angka ini menunjukkan bahwa sekitar 25 persen penduduk Indonesia tidak memiliki akses pada kakus dan sanitasi yang sehat.

Buruknya sanitasi berkaitan dengan tingginya angka kematian ibu, yaitu 12 persen yang disebabkan oleh penyakit infeksi. Sanitasi yang buruk mengakibatkan diare pada anak. Angka kematian pada anak yang disebabkan oleh diare pun cukup tinggi, yaitu 32,8 persen.

J Menjaga kebersihanMasyarakat di daerah yang memilki sanitasi buruk biasanya dihantui munculnya sejumlah penyakit infeksi. Padahal, sanitasi yang baik bisa membantu memperpanjang usia hidup seseorang.

Peran pemerintah juga harus lebih serius dan maksimal dalam memberikan fasilitas terbaik warganya. Namun juga harus didukung oleh peran serta masyarakat itu sendiri. Setiap orang bisa melakukan cara sederhana dalam menjaga sanitasi di lingkungan sekitar. Mulai hari ini, mari membiasakan diri untuk mengubah perilaku dengan cara sederhana. Salah satunya dengan membuang sampah pada tempatnya.

Kita juga mesti membiasakan mencuci tangan menggunakan sabun sebelum makan. Terpenting, sesudah buang air besar wajib mencuci tangan dengan sabun. Untuk ibu yang masih punya anak balita, sebelum memberikan makanan kepada anak, penting untuk mencuci tangan terlebih dahulu dengan sabun.

Perilaku sederhana seperti mencuci tangan adalah satu bentuk nyata yang kita bisa lakukan dalam menjaga sanitasi keluarga. Di sisi lain mencuci tangan merupakan bentuk nyata dalam menurunkan resiko berkembangnya penyakit.

Mulai dari sekarang, upaya memperbaiki pesisir Indonesia harus berawal dari perilaku arif yang dilakukan nelayan Indonesia.***(SH)

Page 38: Kabar Bahari VII

38KABAR BAHARI VII 1 Januari-Februari 2014

Page 39: Kabar Bahari VII

KABAR BAHARI VII 1 Januari-Februari 201439

Page 40: Kabar Bahari VII