jurnal anak typoid

17
BAB I PENDAHULUAN Typhoid fever (Demam Tifoid) yang biasa juga disebut typhus atau types oleh orang awam, merupakan penyakit yang disebabkan bakteri Salmonella Enterica, khususnya turunannya yaitu Salmonella Typhi (S. Typhi) yang menyerang bagian saluran pencernaan (Anonim_a, 2009). Demam tifoid merupakan penyakit infeksi menular yang dapat terjadi pada anak maupun orang dewasa. Tetapi demam tifoid lebih sering menyerang anak. Walaupun gejala yang dialami anak lebih ringan daripada orang dewasa. Menurut Darmowandowo tahun 2009 , selama terjadi infeksi, bakteri S. typhi bermultiplikasi dalam sel fagositik mononuklear dan secara berkelanjutan dilepaskan ke aliran darah. Data World Health Organization (WHO) tahun 2003 memperkirakan terdapat sekitar 17 juta kasus demam tifoid di seluruh dunia dengan kejadian 600.000 kasus kematian tiap tahun. Angka kejadian demam tifoid diketahui lebih tinggi pada negara berkembang khususnya di daerah tropis. Sehingga 1

Upload: firman-fadly-kusuma-putra

Post on 05-Dec-2014

129 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Jurnal Anak Typoid

BAB I

PENDAHULUAN

Typhoid fever (Demam Tifoid) yang biasa juga disebut typhus atau types oleh

orang awam, merupakan penyakit yang disebabkan bakteri Salmonella Enterica, khususnya

turunannya yaitu Salmonella Typhi (S. Typhi) yang menyerang bagian saluran pencernaan

(Anonim_a, 2009). Demam tifoid merupakan penyakit infeksi menular yang dapat terjadi

pada anak maupun orang dewasa. Tetapi demam tifoid lebih sering menyerang anak.

Walaupun gejala yang dialami anak lebih ringan daripada orang dewasa. Menurut

Darmowandowo tahun 2009 , selama terjadi infeksi, bakteri S. typhi bermultiplikasi dalam

sel fagositik mononuklear dan secara berkelanjutan dilepaskan ke aliran darah.

Data World Health Organization (WHO) tahun 2003 memperkirakan terdapat

sekitar 17 juta kasus demam tifoid di seluruh dunia dengan kejadian 600.000 kasus

kematian tiap tahun. Angka kejadian demam tifoid diketahui lebih tinggi pada negara

berkembang khususnya di daerah tropis. Sehingga tak heran jika demam tifoid banyak

ditemukan di Indonesia. Di Indonesia, demam tifoid merupakan masalah kesehatan

masyarakat dengan kejadian antara 350 - 810 kasus per 100.000 penduduk setiap tahunnya.

Hasil Riset Dasar Kesehatan tahun 2007 menunjukkan bahwa persentase penduduk yang

terjangkit demam tifoid dibandingkan dengan seluruh penduduk (prevalensi) di Indonesia

sebesar 1,6% . Puslitbang Sistem dan Kebijakan Kesehatan menyatakan demam tifoid

disebabkan pencemaran air minum dan sanitasi yang buruk. Infeksi terjadi jika

mengkonsumsi makanan yang disiapkan oleh penderita demam tifoid dengan higiene

perorangan yang kurang baik (tidak mencuci tangan dengan baik setelah ke toilet).

1

Page 2: Jurnal Anak Typoid

Sejak tahun 1948 kloramfenikol merupakan obat pilihan untuk demam tifoid.

Dosis kloramfenikol pada orang dewasa 4 kali 500 mg sehari oral atau intravena selama 4

– 5 hari bebas demam dengan lama perawatan berkisar antara 17 – 23 hari. Pada lima

tahun terakhir ini, para klinisi di beberapa negara mengamati adanya kasus demam tifoid

anak yang berat bahkan fatal, yang ternyata disebabkan oleh strain Salmonella typhi yang

resisten terhadap kloramfenikol. Peneliti India ini melaporkan adanya kasus demam tifoid

yang resisten terhadap kloramfenikol pada tahun 1970, sedangkan di Mexico untuk

pertama kali dilaporkan pada tahun 1972.

Pada perkembangan resistensi Salmonella typhi selanjutnya, beberapa negara

melaporkan adanya strain multi drug resistance (MDR) Salmonella typhi yang resisten

terhadap dua atau lebih antibiotika yang lazim digunakan yaitu ampisilin, kloramfenikol

dan kotrimoksazol. Perkembangan MDR Salmonella typhi begitu cepat di beberapa negara

sehingga mengakibatkan mortalitas kasus demam tifoid pada anak meningkat, maka para

ahli mencari alternatif pengobatan lain untuk demam tifoid agar demam cepat turun, masa

perawatan pendek dan relaps berkurang. Seftriakson dianggap sebagai obat yang poten dan

efektif untuk pengobatan demam tifoid dalam jangka pendek. Sifat yang menguntungkan

dari obat ini adalah secara selektif dapat merusak struktur kuman dan tidak mengganggu

sel tubuh manusia, mempunyai spektrum luas, penetrasi jaringan cukup baik, resistensi

kuman masih terbatas.

2

Page 3: Jurnal Anak Typoid

BAB II

ISI JURNAL

2.1Abstrak

Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui khasiat kloramfenikol, yang

merupakan pengobatan klasik selama bertahun-tahun sebagai obat pilihan untuk

pengobatan demam tifoid akut di Rumah Sakit Abbassia (AFH) dan membandingkannya

dengan ceftriaxone yang menjadi lini pertama dalam pengobatan demam tifoid setelah

muncul MDR isolat Salmonella typhi (S. typhi) dalam lima belas tahun terakhir

Desain study

Studi uji coba secara acak klinis dilaksanakan pada periode antara Maret 2007 dan

Juni 2009. Lima puluh dua pasien dengan kultur darah positif untuk S. typhi dilibatkan

dalam penelitian ini. Mereka adalah 32 (62%) laki-laki dan 20 (38%) perempuan mulai

dari 3 usia-47 tahun (rata-rata ± SD: 22 ± 8.5years). Dua puluh tujuh (52%) pasien diobati

dengan kloramfenikol (50 mg / kg / hari secara oral atau intravena) diberikan 6 jam sampai

penurunan suhu badan sampai yg normal dan untuk terapi lanjut 5 hari.dan dua puluh lima

(48%) pasien diobati dengan ceftriaxone (80 mg / kg / hari untuk anak-anak dan 2 gm /

hari untuk orang dewasa) diberikan sekali sehari selama 7 hari. Hari pertama masuk rumah

sakit sebelum memulai terapi antibiotik, setiap darah pasien dikumpulkan dan

diinokulasikan ke bi-phasic botol kultur darah dan diinkubasi pada suhu 37˚C. Botol kultur

darah diperiksa setiap hari selama 1 minggu dan setiap ada perkembangan dicatat, Pasien

yang mengalami komplikasi (perdarahan gastrointestinal atau perforasi, beracun

miokarditis, hepatitis) dikeluarkan dari penelitian3

Page 4: Jurnal Anak Typoid

Hasil

Tidak ada komplikasi yang dilaporkan selama penelitian. Semua pasien sembuh.

Waktu rata-rata (rata-rata ± SD) dari penurunan suhu badan sampai yg normal untuk

ceftriaxone dan kloramfenikol adalah 3,3 ± 1,2 dan 5,8 ± 1,2 hari masing. P value = 0,0001

95% CI = 1,8-3,2. Ceftriaxone secara bermakna dikaitkan dengan singkat waktu penurunan

suhu badan sampai yg normal dibandingkan dengan kloramfenikol.

Kesimpulan

Dari hasil penelitian kloramfenikol dan ceftriaxone adalah efektif untuk pengobatan

pasien 52 kami dengan akut tifus. Ceftriaxone secara bermakna dikaitkan dengan waktu

yang lebih singkat dibandingkan dengan penurunan suhu badan sampai yg normal

kloramfenikol. Hal ini sesuai dengan penelitian lain (8,21).

Dari studi ini, kami menyimpulkan bahwa ceftriaxone dikaitkan dengan waktu

singkat penurunan suhu badan sampai suhu normal sehingga dipilih sebagai obat pilihan

untuk pengobatan demam tifoid akut. Ditandai dengan pengurangan prevalensi MDR isolat

Salmonella typhi dan ditandai peningkatan kerentanan isolat Salmonella typhi terhadap

kloramfenikol. Dilaporkan tidak ada resistensi obat untuk ceftriaxone dan ciprofloxacin

setelah bertahun-tahun digunakan dalam pengobatan demam tifoid akut. tingkat resistensi

terhadap ampisilin dan TMP- SMX, sehingga tidak boleh digunakan sebagai obat lini

pertama untuk pengobatan demam tifoid akut.

2.2 Metode penelitian

Pada penelitian ini digunakan studi klinis secara acak yang dilaksanakan pada

periode antara Maret 2007 dan Juni 2009. Setelah memiliki persetujuan untuk

berpartisipasi dalam penelitian ini, lima puluh dua pasien dengan demam tifoid akut di 4

Page 5: Jurnal Anak Typoid

rumah sakit Kairo Governorate, Mesir "dimasukkan dalam penelitian ini. Kriteria inklusi

penelitian ini adalah diagnosis demam tifoid dengan pemeriksaan darah positif untuk

Salmonella typhi dan persetujuan untuk berpartisipasi dalam penelitian ini. Kriteria

eksklusi adalah pasien dengan keadaan umum buruk, hiperpireksia (40,5˚ C atau lebih),

hipotensi, melena, perdarahan per rectum atau kesadaran terganggu.

Pada hari pertama masuk rumah sakit sebelum memulai terapi antibiotik, setiap

darah pasien dikumpulkan dan diinokulasikan ke bi-phasic botol kultur darah dan

diinkubasi pada suhu 37˚C. Botol diperiksa setiap hari selama 1 minggu,

Metode difusi disk Kirby- Bayer digunakan untuk Kerentanan Salmonella typhi

untuk ampisilin (10 ug), kloramfenikol (30 ug), TMP- SMX (25 ug), siprofloksasin (5 ug)

dan ceftriaxone (30 ug). Dua puluh tujuh (52%) pasien secara acak diobati dengan

kloramfenikol (50 mg / kg / hari secara oral atau intravena) diberikan 6 jam sampai terjadi

penurunan suhu badan hingga suhu badan normal dan untuk lanjut 5 hari (ukuran hasil

sekunder). Dua puluh lima (48%) pasien secara acak diberikan ceftriaxone parenteral (80

mg / kg / hari untuk anak-anak dan 2 gm / hari untuk orang dewasa) diberikan sekali sehari

selama 7 hari.

Pasien dikeluarkan dari penelitian bila mengalami komplikasi (perdarahan

gastrointestinal atau perforasi, beracun miokarditis, hepatitis). Pada penelitian ini pasien

dianggap sembuh jika tidak ada demam, nyeri perut, atau perut tympani pada akhir

pengobatan.

2.3 Hasil

Pada penelitian ini terdaftar lima puluh dua pasien demam tifoid akut dengan kultur

darah positif untuk Salmonella typhi. Mereka adalah 32 (62%) laki-laki dan 20 (38%)

5

Page 6: Jurnal Anak Typoid

perempuan mulai dari usia 3 sampai usia 47 tahun. Gambaran klinis pasien pada saat

masuk ditunjukkan dalam tabel (1). Profil hematologi dan Widal aglutinasi hasil tes

ditunjukkan dalam tabel (2).

Pada sebagian besar pasien terlihat gambaran hematologi yang normal. Tiga puluh delapan

(73%) dan empat puluh pasien (77%) memiliki titer antibodi anti-O dan anti-H dari> 1/160

masing-masing

6

Page 7: Jurnal Anak Typoid

Pada tes resistensi obat didapatkan 4 (8%) dari isolat resisten terhadap kloramfenikol dan

18 (35%) isolat resisten terhadap ampisilin dan 21 (40%) isolat resisten terhadap TMP-

SMX. 2 (4%) isolat MDR resisten terhadap kloramfenikol, ampisilin dan TMP-SMX. 7

(13%) isolat tidak memiliki resistensi terhadap salah satu dari lima obat diuji. Pada tes

resistensi obat pada isolat Salmonella typhiposa, tidak didapatkan isolat yang resisten

terhadap ciprofloxacin atau ceftriaxone (Tabel 3)

Selama penelitian tidak didapatkan adanya komplikasi pada pasien. Semua pasien sembuh.

Waktu rata-rata (rata-rata ± SD) penurunan suhu badan sampai suhu badan normal untuk

ceftriaxone dan kloramfenikol adalah 3,3 ± 1,2 dan 5,8 ± 1,2 hari masing. P value = 0,0001

95% CI = 1,8-3,2. Ceftriaxone secara bermakna dikaitkan dengan singkat waktu penurunan

suhu badan sampai yg normal dibandingkan dengan kloramfenikol

7

Page 8: Jurnal Anak Typoid

2.4 Diskusi

  Demam enterik masih menjadi masalah utama kesehatan, terutama di negara-

negara berkembang beriklim tropis. Dalam penelitian ini, 4%, dari strain terisolasi

Salmonella typhi yang resisten terhadap kloramfenikol, ampisilin dan TMP-SMX. Dalam

studi lain dilakukan di Rumah Sakit Abbassia, Wasfy et al. melaporkan bahwa angka

kejadian MDR Salmonella typhi meningkat dari 19% pada tahun 1987 menjadi 100% pada

tahun 1993, tetapi kemudian menurun lagi menjadi hanya 5% pada tahun 2000. Dalam

sebuah penelitian yang dilakukan oleh Mourad et al, MDR Salmonella typhi isolat.

didapatkan 15 (43%) dari 35 pasien dengan positif Salmonella typhi. Di Fayoum

Governorate salah satu provinsi di mesir ", MDR Salmonella typhi isolate ditemukan pada

26 (29%) dari 90 pasien dengan positif Salmonella typhi (13). Rumah sakit, di provinsi

Giza, Mesir El-Din dkk., melaporkan bahwa 25% dari isolat Salmonella typhi resisten

terhadap kloramfenikol.

Pada penelitian ini, 8% dari isolate Salmonella typhi tahan terhadap pemberian

kloramfenikol. Karena perkembangan MDR, terjadi penurunan penggunaan kloramfenikol

untuk pengobatan demam tifoid di Mesir, di samping penggunaan antibiotik yang lebih

efektif dapat menyebabkan penurunan prevalensi orang dengan infeksi kronis di

masyarakat. Peningkatan kerentanan Salmonella typhi terhadap kloramfenikol (meskipun

yang kinerja yang lebih rendah dibandingkan dengan ceftriaxone), masih dianggap sebagai

salah satu obat pilihan untuk pengobatan demam tifoid di Mesir. Karena Kloramfenikol

memiliki harga yang lebih murah dari pada obat tifoid yang lain.

Dalam Penelitian ini, isolate yang resisten terhadap ampisilin sebanyak 35% dan

40% resisten terhadap pemberian TMP-SMX hasil ini sesuai dengan yang dilaporkan oleh

Srikantiah et al. (13). Tingginya persentase resistensi terhadap Salmonella typhi, sehingga

8

Page 9: Jurnal Anak Typoid

ampisilin dan TMP-SMX tidak boleh digunakan sebagai lini pertama untuk pengobatan

demam tifoid. Tak satu pun isolat Salmonella typhi yang resisten terhadap pemberian

ciprofloksasin atau ceftriaxone. Berdasarkan penelitian Srikantiah et al resistensi terhadap

ciprofloxacin (3%) dan ceftriaxone (2%).

Gejala utama pada pasien 52 dengan demam tifoid akut adalah demam (100%),

sakit kepala (77%), muntah (44%) ketidaknyamanan pada perut (77%) batuk (62%) dan

epistaxsis (52%). Tanda-tanda utama adalah demam (100%), perut kembung (75%),

splenomegali (77%), dan hepatomegali (38%). Ini gejala pasien pada penelitian Abdel

Wahab et al. Mengenai gambaran darah menunjukkan anemia (rata-rata hemoglobin ± SD

11 ± 1,8 gram %), Dalam jumlah sel darah putih normal (rata-rata 5 ± 2,3) dan dalam

platelet darah normal (rata-rata 185 ± 87,4). Anemia mungkin disebabkan oleh Salmonella

endotoxaemia.

Kloramfenikol dan ceftriaxone sama-sama efektif untuk pengobatan pasien 52 kami

dengan akut tifoid, namun Ceftriaxone lebih cepat dibandingkan dengan Kloramfenikol

dalam menurunkan suhu badan sampai suhu normal. Hal ini sesuai dengan penelitian yang

lain (8,21). Dari penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa ceftriaxone dikaitkan dengan

waktu singkat dalam penurunan suhu badan sampai suhu normal sehingga dapat dijadikan

obat pilihan untuk pengobatan demam tifoid akut. Selama bertahun-tahun penggunaan

ceftriaxone dan ciprofloxacin dalam pengobatan demam tifoid akut tidak ditemukan

resistensi terhadap kedua obat tersebut. Disamping itu tingginya angka kejadian resistensi

terhadap ampisilin dan TMP- SMX, sehingga ampisilin dan TMP- SMX tidak boleh

digunakan sebagai obat lini pertama untuk pengobatan demam tifoid akut.

9

Page 10: Jurnal Anak Typoid

BAB III

KRITISI JURNAL

3.1 KOMPONEN “P”

Lima puluh dua pasien dengan kultur darah positif untuk S. typhi. Mereka adalah

32 (62%) laki-laki dan 20 (38%) perempuan. mulai dari usia 3 -47 tahun. Berasal dari

rumah sakit Governorate Kairo ,Mesir

3.2 KOMPONEN “I”

32 (62%) laki-laki dan 20 (38%) perempuan. mulai dari usia 3 -47 tahun. 27(52%)

pasien diobati dengan kloramfenikol (50 mg / kg / hari secara oral atau intravena)

diberikan 6 jam hingga terjadi penurunan suhu badan sampai suhu badan normal dan untuk

terapi lanjut 5 hari.dan 25 (48%) pasien diobati dengan ceftriaxone (80 mg / kg / hari untuk

anak-anak dan 2 gm / hari untuk orang dewasa) diberikan sekali sehari selama 7 hari

3.3 KOMPONEN “C”

Dalam jurnal ini membandingkan khasiat kloramfenikol dengan ceftriaxone dalam

pengobatan tifoid akut

3.4 KOMPONEN “O”

Pada tes resistensi obat didapatkan 4 (8%) dari isolat resisten terhadap kloramfenikol

dan 18 (35%) isolat resisten terhadap ampisilin dan 21 (40%) isolat resisten terhadap TMP-

SMX. 2 (4%) isolat MDR resisten terhadap kloramfenikol, ampisilin dan TMP-SMX. 7

(13%) isolat tidak memiliki resistensi terhadap salah satu dari lima obat diuji. Pada tes

resistensi obat pada isolat Salmonella typhiposa, tidak didapatkan isolat yang resisten

terhadap ciprofloxacin atau ceftriaxone

10

Page 11: Jurnal Anak Typoid

BAB IV

KESIMPULAN

Dari penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa Kloramfenikol dan ceftriaxone sama-

sama efektif untuk pengobatan pasien dengan tifoid akut, namun Ceftriaxone lebih cepat

kerjanya dibandingkan dengan Kloramfenikol dalam menurunkan suhu badan sampai suhu

normal, ceftriaxone dikaitkan dengan waktu singkat dalam penurunan suhu badan sampai

suhu normal sehingga dapat dijadikan obat pilihan untuk pengobatan demam tifoid akut.

Selama bertahun-tahun penggunaan ceftriaxone dan ciprofloxacin dalam pengobatan

demam tifoid akut tidak ditemukan resistensi terhadap kedua obat tersebut. Disamping itu

tingginya angka kejadian resistensi terhadap ampisilin dan TMP- SMX, sehingga ampisilin

dan TMP- SMX tidak boleh digunakan sebagai obat lini pertama untuk pengobatan demam

tifoid akut

11