jurna umkm
DESCRIPTION
Membahas ilmu makroeknomiTRANSCRIPT
Peran UMKM Dalam Rangka Peningkatan PDB Perekonomian
Indonesia
Abstrak
Perekonomian merupakan suatu sendi dalam keberlangsungan kehidupan suatu
Negara. UMKM merupakan salah satu sendi yang ikut andil dalam upaya pembangunan
Negara mulai dari penyediaan barang dan jasa untuk keperluan konsumsi sampai dengan
penyediaan lapangan pekerjaan untuk tenaga kerja. Melalui kegiatan ekspor impor melalui
perdagangan dari hasil UMKM maka secara langsung akan berpengaruh dalam PDB (Produk
Domestik Bruto) negara ini dalam bentuk investasi. Dengan melihat pentingnya UMKM dalam
perekonomian maka diperlukan analisa mengenai hal-hal apa saja yang mampu mendukung,
mengahalangi dan solusi dari permasalahan yang timbul
Keyword : UMKM, PDB, Konsumsi, Investasi, Tenaga Kerja
Salah satu sektor yang menunjang perekonomian di Indonesia berasal dari sektor
UMKM ( usaha menengah kecil dan mikro ), karena melalui sektor inilah semua aspek yang
berkaitan dengan pola kehidupan manusia bersumber, mulai dari sektor konsumsi, pangan,
dan papan, sebagai contoh dalam segi konsumsi banyak sekali usaha-usaha UMKM yang
berperan aktif, seperti usaha pengolahan hasil pertanian, gabah, produksi pangan dan sektor
lain yang mengisi aktifitas lalu lintas produksi. Pada tahun 1998 muncul kejadian yang
menggemparkan perekonomian indonesia dan beberapa negara di dunia, yang mana pada
saat itu usaha berskala besar tidak mampu bertahan mengahadapi derasnya terpaan angin
krisis moneter, pada waktu itu banyak perusahaan yang mengalami kebangkrutan atau pailit
dikarenakan tidak mampu lagi memproduksi, hal itu di sebabkan oleh meningkatnya harga
bahan baku yang impor, yang mana pada saat itu harga bahan baku impor mengalami
kenaikan yang sangat drastis dan juga kenaikan dari sisi pajak impornya, bukan karena hal itu
saja usaha berskala besar pailit, namun juga di sebabkan oleh meningkatnya biaya cicilan
utang yang di sebabkan naiknya nilai tukar rupiah terhadap dolar, selain itu sektor perbankan
yang umumnya juga mengalami keterpurukan sehingga menjadi permasalahan dalam hal
permodalan pada usaha-usaha skala besar, lain halnya dengan UMKM pada saat itu yang
cendrung bertahan, bahkan kian bertambah, hal ini di karenakan oleh Pertama, sebagian
besar UMKM memproduksi barang konsumsi dan jasa-jasa dengan elastitas permintaan
terhadap pendapatan yang rendah, maka tingkat pendapatan rata-rata masyarakat tidak
banyak berpengaruh terhadap permintaan barang yang dihasilkan. Sebaliknya kenaikan
tingkat pendapatan juga tidak berpengaruh pada permintaan. Kedua, sebagian besar UKM
tidak mendapat modal dari bank. Implikasinya keterpurukan sektor perbankan dan naiknya
1
suku bunga, tidak banyak mempengaruhi sektor ini. Berbeda dengan sektor perbankan
bermasalah, maka usaha skala besar ikut terganggu kegiatan usahanya. Sedangkan usaha
UMKM dapat bertahan. Di Indonesia, UMKM mempergunakan modal sendiri dari tabungan
dan aksesnya terhadap perbankan sangat rendah.
Model pembangunan ekonomi tidak terbatas pada kemampuan negara
mengintegrasikan dirinya dengan ekonomi globalisasi melalui perdagangan dan investasi,
kemampuan menjaga kualitas dan kapasitas keuangan pemerintah juga berperan penting
dalam menunjang perekonomian. Sekarang ini, sangat penting untuk melibatkan langsung
kemampuan Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Usaha Menengah (UMKM) dalam model
pembangunan ekonomi di negara maju maupun di negara berkembang.
Bagi Indonesia yang pembangunan ekonominya bertumpu pada kekuatan konsumsi
domestik, UMKM diyakini memiliki peran penting dan besar dalam model pembangunan
ekonomi. Alasan utamanya adalah kinerja UMKM yang terbukti dari perkembangan
berkelanjutan jumlah unit usaha UMKM, keberlanjutan kontribusi UMKM dalam
pembentukan PDB, keberlanjutan dalam menciptakan lapangan kerja serta optimisme
UMKM terhadap prospek ekonomi Indonesia.
Sejak terjadinya krisis ekonomi tahun 1998, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
(UMKM) telah menunjukkan peran yang sangat penting dalam menggerakkan ekonomi baik
dalam lingkup nasional maupun daerah. UMKM mengalami perkembangan yang terus
meningkat dan bahkan mampu menjadi penunjang pertumbuhan ekonomi nasional. Hal
tersebut ditunjukkan dengan populasi UMKM tahun 2009 lebih dari 52 juta unit atau 99,99%
dari keseluruhan pelaku bisnis di Indonesia. Perkembangan jumlah UMKM periode 2010-2011
mengalami peningkatan sebesar 2,57 persen yaitu dari 53.823.732 unit pada tahun 2010
menjadi 55.206.444 unit pada tahun 2011. UMKM merupakan pelaku usaha terbesar dengan
persentasenya sebesar 99,99 persen dari total pelaku usaha nasional pada tahun 2011. Data
ini menunjukkan bahwa atas prakarsa mandiri telah tercipta lebih dari satu juta wirausaha
baru.
Sedangkan pada tahun 2011, peran UMKM terhadap penciptaan PDB nasional
menurut harga berlaku tercatat sebesar Rp. 4.303,6 triliun atau 57,94 persen dari total PDB
nasional, mengalami perkembangan sebesar Rp. 837,2 triliun atau 24,15 persen dibanding
tahun 2010. Disisi lain, pada tahun 2010 nilai PDB nasional atas harga konstan tahun 2000
sebesar Rp. 2.217,9 triliun, peran UMKM tercatat sebesar Rp. 1.282,6 triliun atau 57,83
persen dari total PDB nasional. Pada tahun 2011, PDB nasional atas harga konstan tahun
2000 sebesar Rp. 2.377,1 triliun, kontribusi UMKM sebesar Rp. 1.369,3 triliun atau 57,60
persen. Kontribusi UMKM tersebut meningkat sebesar Rp. 86,8 triliun atau 6,76 persen
dibandingkan tahun sebelumnya.
2
Sementara itu, pada tahun 2010 peran UMKM dalam pembentukan investasi
nasional menurut harga konstan tahun 2000 tercatat sebesar Rp. 247,1 triliun atau 48,34
persen dari total investasi nasional yang sebesar Rp. 511,2 triliun. Pada tahun 2011, peran
UMKM mengalami peningkatan sebesar Rp. 13,8 triliun atau 5,58 persen menjadi Rp. 260,9
triliun atau 49,11 persen dari total investasi nasional atas harga konstan tahun 2000 yang
sebesar Rp. 531,3 triliun.
Pada tahun 2010, untuk Usaha Mikro (UMi) sektor Pertanian, Peternakan,
Perhutanan dan Perikanan tercatat memiliki peran terbesar dalam penyerapan tenaga kerja
yaitu sebanyak 42.262.866 orang atau 45,44 persen dari total tenaga kerja yang diserap.
Untuk sektor ekonomi yang memiliki penyerapan tenaga kerja terbesar pada UK adalah
sektor Industri Pengolahan yaitu sebanyak 986.166 orang atau 27,19 persen. Sedangkan
penyerapan tenaga kerja terbesar pada UM adalah sektor Industri Pengolahan yaitu
sebanyak 1.240.694 orang atau 44,96 persen. Memperhatikan kontribusi besar UMKM
dalam pembangunan ekonomi, maka perhatian kepada sektor ini dapat menjadi proksi
utama ekonomi nasional. Untuk itu, pemerintah perlu menjaga dan meningkatkan kinerja
UMKM agar ia selalu ikut serta membangun ekonomi.
UMKM memerlukan kebijakan ekonomi khusus oleh pemerintah untuk menghasilkan
portofolio pertumbuhan UMKM yang berkelanjutan. Portofolio pertumbuhan UMKM terdiri
dari: UMKM dalam tahap awal pertumbuhan, UMKM dalam tahap pertumbuhan cepat, dan
3
UMKM dalam tahap pertumbuhan lambat. Untuk kepentingan itu, perlu dirancang kebijakan
ekonomi yang dapat mendukung dan memacu masuknya pelaku baru UMKM,
meningkatkan efisiensi bisnis UMKM, meningkatkan daya tahan pelaku UMKM, dan
menumbuhkan optimisme pelaku bisnis UMKM.
Sangat diperlukan kebijakan ekonomi yang dapat memudahkan wirausaha baru
dalam memulai usaha mikro, kecil, atau menengah, dengan menggunakan modal sendiri
sebagai pendanaan awal usahanya. Wirausaha baru dalam tahap pertumbuhan ini
akan segera memberi dampak positif terhadap pembangunan ekonomi, melalui
penambahan investasi domestik, penambahan jumlah penawaran produk atau layanan ke
konsumen, dan penyerapan tenaga kerja baru.
Permasalahan
UMKM, khususnya usaha mikro dan usaha kecil, banyak yang sangat sensitif
terhadap kenaikan biaya, Mereka tidak mampu menaikkan harga jual, jika terjadi kenaikan
dalam biaya operasi bisnisnya, hingga terancam mengalami kemerosotan laba usaha.
Banyak biaya yang harus ditanggung UMKM merupakan biaya yang diatur oleh kebijakan
pemerintah, seperti biaya listrik, biaya bahan bakar minyak, biaya transportasi, dan rujukan
upah tenaga kerja. Karena itu, kebijakan ekonomi mikro diperlukan untuk meningkatkan
efisiensi operasi bisnis UMKM.
Kebijakan ekonomi juga diperlukan untuk menjaga dan meningkatkan daya tahan
UMKM, sehingga mengurangi jumlah UMKM yang gagal dan berhenti berbisnis di tahap
awal pertumbuhan. Hasil kebijakan ekonomi ini akan meningkatkan jumlah unit usaha
UMKM, dari tahap awal pertumbuhan hingga memasuki tahap pertumbuhan cepat. Jadi,
kontribusi UMKM dalam pembentukan PDB semakin besar. Kemampuan UMKM untuk
menyerap tenaga kerja juga meningkat. Optimisme pelaku UMKM harus terjaga dan
meningkat. Itu akan tecermin dalam upaya meningkatkan penjualan, laba usaha,
penyerapan tenaga kerja, penambahan investasi serta perencanaan ekspansi bisnisnya.
Memelihara optimisme memerlukan kebijakan ekonomi yang berpihak ke pengusaha
UMKM.
Belum kokohnya fundamental perekonomian Indonesia saat ini, mendorong
pemerintah untuk terus memberdayakan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Sektor
ini mampu menyerap tenaga kerja cukup besar dan memberi peluang bagi UMKM untuk
berkembang dan bersaing dengan perusahaan yang lebih cenderung menggunakan modal
besar (capital intensive). Eksistensi UMKM memang tidak dapat diragukan lagi karena terbukti
mampu bertahan dan menjadi roda penggerak ekonomi, terutama pasca krisis ekonomi. Disisi
lain, UMKM juga menghadapi banyak sekali permasalahan, yaitu terbatasnya modal kerja,
Sumber Daya Manusia yang rendah, dan minimnya penguasaan ilmu pengetahuan serta
4
teknologi (Sudaryanto dan Hanim, 2002). Kendala lain yang dihadapi UMKM adalah
keterkaitan dengan prospek usaha yang kurang jelas serta perencanaan, visi dan misi yang
belum mantap. Hal ini terjadi karena umumnya UMKM bersifat income gathering yaitu
menaikkan pendapatan, dengan ciri-ciri sebagai berikut: merupakan usaha milik keluarga,
menggunakan teknologi yang masih relatif sederhana, kurang memiliki akses permodalan
(bankable), dan tidak ada pemisahan modal usaha dengan kebutuhan pribadi.
Pemberdayaan UMKM di tengah arus globalisasi dan tingginya persaingan membuat
UMKM harus mampu mengadapai tantangan global, seperti meningkatkan inovasi produk dan
jasa, pengembangan sumber daya manusia dan teknologi, serta perluasan area pemasaran.
Hal ini perlu dilakukan untuk menambah nilai jual UMKM itu sendiri, utamanya agar dapat
bersaing dengan produk-produk asing yang kian membanjiri sentra industri dan manufaktur di
Indonesia, mengingat UMKM adalah sektor ekonomi yang mampu menyerap tenaga kerja
terbesar di Indonesia (Sudaryanto, 2011).
Pada tahun 2011 UMKM mampu berandil besar terhadap penerimaan negara dengan
menyumbang 61,9 persen pemasukan produk domestik bruto (PDB) melalui pembayaran
pajak, yang diuraikan sebagai berikut : sektor usaha mikro menyumbang 36,28 persen PDB,
sektor usaha kecil 10,9 persen, dan sektor usaha menengah 14,7 persen melalui pembayaran
pajak. Sementara itu, sektor usaha besar hanya menyumbang 38,1 persen PDB melalui
pembayaran pajak (BPS, 2011).
Sebagian besar (hampir 99 persen), UMKM di Indonesia adalah usaha mikro di sektor
informal dan pada umumnya menggunakan bahan baku lokal dengan pasar lokal. Itulah
sebabnya tidak terpengaruh secara langsung oleh krisis global. Laporan World Economic
Forum (WEF) 2010 menempatkan pasar Indonesia pada ranking ke-15. Hal ini menunjukkan
bahwa Indonesia sebagai pasar yang potensial bagi negara lain. Potensi ini yang belum
dimanfaatkan oleh UMKM secara maksimal.
Perkembangan UMKM di Indonesia masih dihadapkan pada berbagai persoalan
sehingga menyebabkan lemahnya daya saing terhadap produk impor. Persoalan utama yang
dihadapi UMKM, antara lain keterbatasan infrastruktur dan akses pemerintah terkait dengan
perizinan dan birokrasi serta tingginya tingkat pungutan. Dengan segala persoalan yang ada,
potensi UMKM yang besar itu menjadi terhambat. Meskipun UMKM dikatakan mampu
bertahan dari adanya krisis global namun pada kenyataannya permasalahan-permasalahan
yang dihadapi sangat banyak dan lebih berat. Hal itu dikarenakan selain dipengaruhi secara
tidak langsung krisis global tadi, UMKM harus pula menghadapi persoalan domestik yang
tidak kunjung terselesaikan seperti masalah upah buruh, ketenagakerjaan dan pungutan liar,
korupsi dan lain-lain.
Permasalahan lain yang dihadapi UMKM, yaitu adanya liberalisasi perdagangan,
seperti pemberlakuan ASEAN- China Free Trade Area (ACFTA) yang secara efektif telah
5
berlaku tahun 2010. Di sisi lain, Pemerintah telah menyepakati perjanjian kerja sama ACFTA
ataupun perjanjian lainnya, namun tanpa mempertimbangkan terlebih dahulu kesiapan UMKM
agar mampu bersaing. Sebagai contoh kesiapan kualitas produk, harga yang kurang
bersaing, kesiapan pasar dan kurang jelasnya peta produk impor
sehingga positioning persaingan lebih jelas. Kondisi ini akan lebih berat dihadapi UMKM
Indonesia pada saat diberlakukannya ASEAN Community yang direncanakan tahun 2015.
Apabila kondisi ini dibiarkan, UMKM yang disebut mampu bertahan hidup dan tahan banting
pada akhirnya akan bangkrut juga. Oleh karena itu, dalam upaya memperkuat UMKM sebagai
fundamental ekonomi nasional, perlu kiranya diciptakan iklim investasi domestik yang
kondusif dalam upaya penguatan pasar dalam negeri agar UMKM dapat menjadi penyangga
(buffer) perekonomian nasional.
Masalah lain yang dihadapi dan sekaligus menjadi kelemahan UMKM adalah
kurangnya akses informasi, khususnya informasi pasar. Hal tersebut menjadi kendala dalam
hal memasarkan produk-produknya, karena dengan terbatasnya akses informasi pasar yang
mengakibatkan rendahnya orientasi pasar dan lemahnya daya saing di tingkat global.
Miskinnya informasi mengenai pasar tersebut, menjadikan UMKM tidak dapat mengarahkan
pengembangan usahanya secara jelas dan fokus, sehingga perkembangannya mengalami
stagnasi.
Kemampuan UMKM dalam menghadapi terpaan arus persaingan global memang perlu
dipikirkan lebih lanjut agar tetap mampu bertahan demi kestabilan perekonomian Indonesia.
Selain itu faktor sumber daya manusia di dalamnya juga memiliki andil tersendiri. Strategi
pengembangan UMKM untuk tetap bertahan dapat dilakukan dengan peningkatan daya saing
dan pengembangan sumber daya manusianya agar memiliki nilai dan mampu bertahan
menghadapi pasar ACFTA, diantaranya melalui penyaluran perkreditan (KUR), penyediaan
akses informasi pemasaran, pelatihan lembaga keuangan mikro melalui capacity building, dan
pengembangan information technology (IT).
Demikian juga upaya-upaya lainnya dapat dilakukan melalui kampanye cinta produk
dalam negeri serta memberikan suntikan pendanaan pada lembaga keuangan mikro.
Keuangan mikro telah menjadi suatu wacana global yang diyakini oleh banyak pihak menjadi
metode untuk mengatasi kemiskinan (ref). Berbagai lembaga multilateral dan bilateral
mengembangkan keuangan mikro dalam berbagai program kerjasama. Pemerintah di
beberapa negara berkembang juga telah mencoba mengembangkan keuangan mikro pada
berbagai program pembangunan. Lembaga swadaya masyarakat juga tidak ketinggalan untuk
turut berperan dalam aplikasi keuangan mikro (Prabowo dan Wardoyo, 2003).
Keberadaan Usaha Kecil Menengah (UMKM) di Indonesia sangat strategis dalam
rangka peningkatan perekonomian. Hal ini terlihat dari jumlah tenaga kerja disektor itu.
Ketangguhan UMKM telah terbukti sebagai jaring pengaman perekonomian di saat
6
perusahaan besar banyak yang gulung tikar. Untuk itu pengembangan UMKM di Indonesia ini
perlu mendapat perhatian yang lebih serius dalam rangka peningkatan kemampuan
pengusaha untuk bersaing pada pasar regional dan internasional.
Dalam ekonomi makro salah satu yang menjadi pokok permasalahan adalah
pengangguran dan membahas tentang pendapatan nasional atau pertumbuhan ekonomi.
Dalam hal ini UMKM memainkan perannya, diantaranya dalam mengurangi pengangguran
UMKM telah berperan aktif menyerap tenaga kerja, yang secara tidak langsung mengurangi
tingkat pengangguran di indonesia. Dan juga dalam hal pendapatan nasional UMKM juga
mempunyai kontribusi diantaranya melalui pajak yang harus di keluarkan.
Tantangan yang di hadapi pengusaha UMKM dewasa ini sangatlah berat karena
persaingan semakin ketat disebabkan oleh perdagangan bebas yang telah disepakati melalui
perjanjian bilateral dan multilateral, antara negara Indonesia dengan beberapa negara lain
melalui masuknya produk-produk luar negeri khususnya Cina, Jepang, dan Korea. Situasi ini
di pengaruhi oleh tingginya minat konsumen untuk membeli produk tersebut karena mutu dan
kualitas yang lebih bagus dan harga yang lebih murah. Selain produk-produk yang baru,
barang-barang bekas yang setengah pakai masih sangat disukai oleh para konsumen di
Indonesia. Fenomena ini menjadi sangat meyakinkan kita konsumen bahwa produk dari luar
tersebut lebih baik dilihat dari kualitas, harga dan daya jangkau masyarakat. Di lain pihak
kenyataannya bahwa produk-produk yang di jual UMKM di Indonesia kurang mendapat
respon oleh masyarakat.
Kekhawatiran akan semakin beratnya tantangan yang di hadapi pengusaha UMKM
dapat dilihat dari sulitnya para UMKM memasarkan hasil produknya mereka. Kondisi ini
mengakibatkan menurunnya volume penjualan yang berdampak kepada tidak mampunya
UMKM untuk menambah tenaga kerja bahkan ada beberapa UMKM yang melepaskan tenaga
kerjanya karena mereka tidak mampu dari segi peralatan, daerah pemasaran, diversivikasi
produk, serta pemberian upah. Keadaan ini memeperjelas bahwa perlu di ketahui faktor-faktor
yang mempengaruhi perkembangan UMKM agar mampu bersaing memproduksi produk-
produk yang diminati masyarakat seperti barang-barang dari Cina, Korea dan Jepang
tersebut.
Permasalahan lainnya adalah terdapat aspek lain yang nampaknya masih kurang
menjadi perhatian dalam upaya menciptakan sektor UMKM yang kompetitif, yakni bagaimana
meningkatkan desain produk dan kemampuan pemasaran dari para pelaku UMKM agar dapat
bersaing, khususnya dalam dinamika pasar yang semakin mengglobal. Para pelaku UMKM
rata-rata cendrung kurang inovatif dengan desain produk nya masing-masing, sehingga lebih
mudah tersingkirkan pada pasar regional maupun global, selain itu kurang jelinya para pelaku
melihat dinamika pasar, artinya para pelaku UMKM tidak dapat beradaptasi dengan pasar
yang semakin dinamis dan cenderung lebih tertarik kepada hal-hal baru dan inovatif, yang
7
mana rata-rata para pelaku UMKM adalah industri rumah tangga yang memiliki jaringan pasar
yang terbatas, berbeda halnya dengan perusahaan besar yang sudah meiliki link yang luas
baik pasar lokal maupun international. Kita lihat pada contoh sederhana saja, di dalam negeri
produk mana yang tidak ada dari negara lain seperti Cina, Jepang, Thailand, yang rata-rata
mengalahkan produk dalam negeri, baik dari segi kualitas ataupun harga, seperti harga buah
impor lebih murah dari pada buah lokal, harga garam impor lebih murah dan bagus dari pada
garam lokal, padahal jika mengambil contoh produksi garam, negeri ini 1 per 3 adalah lautan
yang mana sangat potensial untuk produksi garam, jangankan untuk memenuhi konsumsi
dalam negeri, untuk ekspor pun sebenarnya kita sangat mampu, dan juga negara kita adalah
negara yang subur, apapun yang di tanam 90% dapat di pastikan akan tumbuh, tapi yang
terlihat saat ini buah-buahan lokal, produk pangan lokal selalu kalah dari produk impor, hal ini
seharusnya menjadi perhatian kita bersama, dengna menganalisa dimana letak kesalahan
dalam regulasi produksi di negeri ini sehingga kita selalu kalah dan tidak inovatif.
Pembahasan
Sesuai dengan Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil
dan Menengah (UMKM):
a. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha
perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam Undang-
Undang ini.
b. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh
orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan
cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun
tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria Usaha
Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.
c. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh
orang perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau
cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun
tidak langsung dengan Usaha Kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau
hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang- Undang ini.
d. Kriteria UMKM berdasarkan jumlah asset dan omzet
Jenis usaha Asset omzet
Usaha mikro
Usaha kecil
Usaha menengah
Max 50jt
Besar dari 50jt-500jt
Besar dari 500jt-10M
Maks 300juta
Besar dari 300juta-3M
Besar dari 2,5M-50M
8
Berdasarkan uu.no 20 tahun 2008 di atas jelas menunjukan perbedaan yang cukup
besar baik dari segi asset ataupun omzet antara usaha mikro dengan kecil dan usaha kecil
dengan menengah. Namun yang jelas secara keseluruhan UMKM berperan dalam
pembangunan perekonomian nasional, hal ini sesuai juga dengan UU No 20 Tahun 2008 Bab
II Pasal yang berbunyi :
“ usaha mikro kecil dan menengah bertujuan menumbuhkan dan mengembangkan
usahanya dalam rangka membangun perekonomian nasional berdasarkan demokrasi
ekonomi yang berkeadilan “
Selain itu dalam analisis makro ekonomi, UMKM memiliki peran strategis dalam
pendapatan nasional dan pengurangan pengangguran sesuai dengan UU No. 20 Tahun 2008
bab III pasal V yang berbunyi “meningkatkan peran Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dalam
pembangunan daerah, penciptaan lapangan kerja, pemerataan pendapatan, pertumbuhan
ekonomi, dan pengentasan rakyat dari kemiskinan”.
Eksistensi dan peran UMKM yang pada tahun 2008 mencapai 51,26 juta unit usaha,
dan merupakan 99,99 persen dari pelaku usaha nasional, dalam tata perekonomian nasional
sudah tidak diragukan lagi, dengan melihat kontribusinya dalam penyerapan tenaga kerja,
pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) Nasional, devisa nasional, dan investasi
nasional.
Menurut data biro pusat statistik tahun 2010 menyatakan bahwa UMKM dari sektor
mikro saja sudah mencapai 52 juta unit usaha atau sekitar 99% dari total UMKM, dan
menyumbang rata-rata 33,8% PDB ( product domestic bruto ) dari total keseluruhan PDB
nasional. Oleh karena itu saat ini perlu dibuat kebijakan yang tepat untuk mendukung UMKM
antara lain perijinan, teknologi, struktur, manajemen, pelatihan dan pembiayaan.
Menurut Prof. Simon Kuznets, mendefinisikan pertumbuhan ekonomi sebagai
”kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu negara untuk menyediakan semakin
banyak jenis barang-barang ekonomi kepada penduduknya. Kemampuan ini tumbuh sesuai
dengan kemajuan teknologi dan penyesuaian kelembagaan dan idiologis yang diperlukannya.
Teori pertumbuhan Solow-Swan secara garis besar mirip dengan teori Harrod-Domar,
dimana asumsi yang melandasi model ini yaitu:
1. Tenaga kerja (atau penduduk) tumbuh dengan laju tertentu, misalnya P per tahun.
2. Adanya fungsi produksi Q = f (K, L) yang berlaku bagi setiap periode yang menunjukan
jumlah maksimum sebuah barang yang dapat di produksi dengan menggunakan
kombinasi alternatif antara modal “ k “ dengan tenaga kerja “ L “
3. Adanya kecenderungan menabung (prospensity to save) oleh masyarakat yang
dinyatakan sebagai proporsi (s) tertentu dari output (Q). Tabungan masyarakat S = sQ;
bila Q naik S juga naik, dan sebaliknya.
9
4. Semua tabungan masyarakat di investasikan S = I = ΔK. (Boediono, 1992: 81-82).
Suatu peningkatan di dalam produktifitas (kenaikan effective-labor) menaikkan baik
output maupun konsumsi per tenaga kerja dengan dua cara. Pertama, secara langsung
menaikkan jumlah yang dapat dihasilkan pada setiap tingkat rasio kapital-tenaga
kerja. Kedua, dengan meningkatkan penawaran saving, maka peningkatan produktifitas juga
telah menyebabkan rasio kapital-tenaga kerja jangka panjang mengalami kenaikan. Jadi,
suatu peningkatan produktifitas melalui UMKM memiliki suatu dampak berganda yang
bermanfaat atas standar hidup. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa di dalam jangka
panjang laju peningkatan produktifitas adalah merupakan faktor dominan yang menentukan
seberapa cepat pertumbuhan ekonomi. (Nanga, 2001).
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan UMKM
Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan UMKM agar mampu berdaya saing
tinggi harus dilihat dari kondisi UMKM saat ini. Daya saing ditentukan oleh kemampuan SDM
untuk memproduksi kualitas barang, harga, desain, dan faktor lingkungan yang memberikan
faktor kondusif agar UMKM mampu bersaing secara ketat. Saingan atau kompetitor UMKM di
Indonesia menurut permasalahan di atas adalah maraknya produk-produk luar negeri, kita
dapat mengambil salah satu contoh seperti pakaian jadi baik yang baru maupun yang bekas,
yang mendapat respon meningkat dari masyarakat karena kualitas, harga terjangkau dan
desain yang disenangi. Untuk mengimbangi produk tersebut perlu ditingkatkan kemampuan
UMKM agar UMKM dapat atau mampu memproduksi bahan-bahan yang dibutuhkan. Dengan
demikian dalam hal ini faktor internal yang perlu diperhatikan adalah
1. Kemampuan diri untuk memproduksi kualitas barang,
2. Total penjualan
3. Harga,
4. Modal usaha,
5. Desain,
6. Kemampuan bersaing,
7. Kemampuan memilih jenis usaha
Sedangkan faktor eksternal yang di duga memepengaruhi adalah
1. Kran impor yang harus dibatasi,
2. Harga bahan baku,
3. Ongkos transportasi,
4. Jumlah pembeli,
5. Ongkos produksi, dan
6. Teknologi.
10
Solusi Permasalahan
Dalam mengembangkan UMKM ini juga perlu disosialisasikan pada konsumen
Indonesia agar mencintai dan bangga menggunakan produk-produk sendiri, salah satunya
dengan menyosialisasikan UMKM pada sektor Pendidikan. “Mensosialisasikan cinta produk
Indonesia melalui sektor pendidikan sebagai salah satu upaya memeberikan pencerahan
tentang arti penting penggunaan produk dalam negeri.
Kegiatan sosialisasi itu di pandang perlu agar para pelajar dan mahasiswa
memperoleh informasi tentang manfaat menggunakan produk dalam negeri secara utuh dan
untuk tidak terlena dengan produk dari luar negeri serta lebih mengutamakan penggunaan
produk lokal. Banyak negara yang baru merdeka, tetapi rakyatnya sudah mampu mengangkat
ekonomi negaranya. Itu semua karena memanfaatkan produk buatannya sendiri. Jadi peran
tenaga pendidik pun tak kalah pentingnya untuk terus memberikan pemahaman kepada para
siswa tentang pentingnya cinta produk Indonesia.
Potensi pengembangan pasar produk Indonesia ke Internasional masih terbuka lebar.
Yang dibutuhkan adalah kejelian pengusaha kita dalam mencari dan menyiasati peluang di
pasar internasional tersebut. Indonesia yang kaya bahan baku berkualitas dan sumber daya
manusia yang ahli di bidangnya, seperti membuat furniture dan handicraftnya banyak diminati.
Dalam bidang ini Indonesia sepertinya tidak pernah kehabisan ide dan inovasi. Boleh di bilang
hampir setiap daerah di Indonesia memiliki ciri khas tersendiri dalam produk furniture dan
handicraftnya sesuai budaya setempat. Keragaman pada model, bentuk dan corak inilah yang
dapat dijadikan nilai tambah dan dimanfaatkan sebagai daya tarik tersendiri.
Dengan semakin di sadarinya akan peran UMKM dan juga di iringi dengan berbagai
problem mendasar yang di hadapi dalam realita nya maka sudah saatnya di munculkan solusi
atau ide kreatif yang solutif guna mengatasi semua itu. Ada beberapa ide atau saran untuk
mengatasi permasalahan yang berimplikasi kepada perkembangan UMKM di negeri ini, kira-
kira solusi yang di munculkan seperti ini :
a. Untuk mengatasi produk dalam negeri yang rata-rata kurang bersaing, maka di harapkan
adanya campur tangan pemerintah dalam hal memberikan penyuluhan kepada masyarakat
tentang inovasi produk yang lebih baik dan membuka mata para pelaku UMKM akan
dinamika pasar yang ada, sehingga para pelaku tersebut dapat bekerja lebih keras dalam
memunculkan inovasi-inovasi terbarunya.
b. Dalam mengatasi pemahaman para pelaku UMKM dalam penetrasi pasar atau dalam hal
pemasaran maka di harapkan peran pemerintah untuk membuka pasar dalam negeri
ataupun luar negeri guna memasarkan produk dalam negeri yang sudah berinovasi tadi.
c. Dalam hal kalah bersaing dengan produk impor, menurut saya kebijakan yang harus
diambil adalah dengan menaikan pajak impor barang ke indonesia, sehingga apabila itu
11
dilakukan maka barang-barang impor yang masuk ke indonesia akan sedikit lebih mahal
dikarenakan pajak yang naik dan pada saat itulah barang dalam negeri akan sedikit bisa
bersaing dan tentunya dengan meningkatkan kualitasnya atau minimal menyamai kualitas
barang luar negeri, pada saat itulah orang-orang akan kembali menggunakan produk
dalam negeri, dan secara tidak langsung akan kembali menghidupkan sektor UMKM,
bahkan tidak tertutup kemungkinan akan bermunculan UMKM-UMKM baru di Indonesia,
yang mana implikasinya akan besar kepada PDB dan juga berefek positif kepada
pendapatan nasional.
Kesimpulan
Melihat fakta dan ilustrasi di atas mulai dari awal sampai akhir pemaparan, dapat di
ambil kesimpulan, bahwa pemerintah tidak dapat mengesampingkan pengelolaan UMKM,
karena kontribusinya sangat besar baik dari segi PDB maupun untuk pendapatan nasional.
Dan juga bagi kita sebagai masyarakat hendaknya turut berperan aktif dalam mendirikan
UMKM baru, karena disamping kontribusi untuk pribadi, masyarakat, dan negara, kita juga
secara tidak langsung berperan dalam mengurangi beban pemerintah dalam hal membayar
gaji PNS, karena secara tidak langsung dengan banyaknya wirausaha atau UMKM baru,
maka akan menghapuskan paradigma sebagian masyarakat untuk menjadi PNS dan juga
dengan kehadiran UMKM baru akan lebih banyak menyerap tenaga kerja, dan implikasinya
mengurangi pengangguran.
Daftar Pustaka
Badan Pusat Statistik dan Kementerian Negara Koperasi dan UKM. Statistik Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) Tahun 2010-2011. Jakarta, 2012.
Nanga, Muana. 2001. Makro Ekonomi Teori, Masalah, dan Kebijakan. Jakarta: Rajawali Pers.
Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM)
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5146e4b54ad6e/tantangan-umkm-dalam-menghadapi-pasar-tunggal-asean
http://kolom.kontan.co.id/news/83/UMKM-membangun-ekonomi
12