juklak cbf
TRANSCRIPT
1
PETUNJUK PELAKSANAAN
PROGRAM CULTURE BASED FISHERIES (CBF)
PENGELOLAAN PERIKANAN BERBASIS BUDIDAYA
PEMERINTAH PROPINSI SULAWESI TENGAH
DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN
PALU - 2010
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas berkat
rahmat dan karunia-Nya maka penyusunan Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Perikanan Berbasis
Budidaya (Culture Based Fisheries/CBF) dapat diselesaikan.
Kegiatan perikanan berbasis budidaya merupakan salah satu kegiatan yang
memanfaatkan perairan umum sebagai tempat pelaksanaan kegiatan. Dengan luas perairan
umum yang cukup besar diharapkan kegiatan perikanan berbasis budidaya ini dapat
meningkatkan produksi perikanan perairan umum, meningkatkan pendapatan nelayan
penangkap ikan yang ada di sekitar perairan serta melestarikan keanekaragaman sumberdaya
ikan.
Program perikanan berbasis budidaya ini merupakan usaha perikanan yang
berkelanjutan karena kegiatan ini lebih banyak memanfaatkan kondisi perairan umum secara
alami, dimana ikan yang ditebar di perairan umum tersebut dapat terjaga kelestariannya dari
limbah sisa pakan ikan dan disamping itu diharapkan dari program perikanan berbasis budidaya
ini dapat menjaga kondisi lingkungan perairan umum.
Petunjuk pelaksanaan perikanan berbasis budidaya ini diharapkan dapat menjadi acuan
dalam mengelola perairan umum, meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan masyarakat
nelayan sekitar perairan umum.
Semoga petunjuk pelaksanaan perikanan berbasis budidaya ini bermanfaat bagi kita
semua, amin.
Palu, April 2010
Seksi Kesehatan Ikan dan Lingkungan
3
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
DAFTAR TABEL iii
DAFTAR LAMPIRAN iv
I. PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Pengertian 2
1.3. Maksud, Tujuan dan Sasaran 3
1.4. Lokasi dan Pengorganisasian Kegiatan 3
II. KOMPONEN PENGELOLAAN PERIKANAN BERBASIS BUDIDAYA 4
2.1. Pemberdayaan Masyarakat Lokal 4
2.2. Penebaran (Restocking) Ikan Yang Sesuai Untuk Kondisi Setempat 5
2.3. Penetapan Daerah Larangan/Pemanfaatan Terbatas (Suaka Perikanan) 7
2.4. Pembenihan Ikan Yang Sesuai Untuk Penebaran 8
2.5. Pengelolaan Lingkungan 9
2.6. Regulasi Perikanan 9
III. LANGKAH-LANGKAH PENGELOLAAN PERIKANAN BERBASIS BUDIDAYA 10
3.1. Identifikasi dan Penghitungan Daya Dukung Lingkungan Sumberdaya Perairan 10
3.2. Penebaran Ikan (Restocking) 11
3.3. Kelembagaan Kelompok untuk Meningkatkan Partisipasi Masyarakat 12
3.4. Monitoring dan Evaluasi 14
IV. PENUTUP 15
LAMPIRAN 16
4
DAFTAR TABEL
No. Judul Halaman
1. Daftar beberapa jenis ikan yang potensial ditebarkan di perairan umum 6
2. Daftar jenis ikan yang disarankan untuk tidak ditebarkan di perairan
umum di luar Pulau Jawa 7
5
DAFTAR LAMPIRAN
No. Judul Halaman
1. Daftar isian monitoring produksi danau/waduk dalam rangka CBF 16
2. Outline Pelaporan Pengelolaan Perikanan Berbasis Budidaya
(Culture Based Fisheries)
6
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Luas perairan umum di Indonesia sampai saat ini diperkiraan sekitar 54 juta ha, yang
terdiri dari perairan sungai beserta lebaknya dengan luas sekitar 12,5 juta ha; danau alami dan
buatan dengan luas sekitar 2,1 juta ha, dan perairan rawa dengan luas sekitar 39,4 juta ha. Dari
total luas perairan umum tersebut 60 % berada di pulau Kalimantan, 30 % berada di pulau
Sumatera dan sisanya ( 10 %) berada di pulau Jawa, Sulawesi , Bali, Nusa Tenggara dan Papua.
Sedangkan jenis ikan ekonomis penting baik yang telah dapat dibudidayakan maupun yang
masih dalam proses penelitian dan domestikasi.
Perairan umum mempunyai posisi yang strategis dan berfungsi multi guna, selain
dimanfaatkan sektor perikanan, juga dimanfaatkan oleh lain seperti : perindustrian, pariwisata,
perhubungan, pemukiman dan sebagainya. Perairan umum terdiri dari danau, waduk, rawa,
lebak, sungai serta genangan air lainya merupakan salah satu sumberdaya perairan yang
potensial untuk lebih dikembangkan dalam memenuhi kebutuhan protein bagi masyarakat,
seperti untuk kegiatan budidaya perikanan.
Stok ikan di perairan umum semakin mengalami tekanan yang tinggi dari berbagai
sumber diantaranya akibat : pencemaran, sedimentasi akibat penggundulan hutan, konversi
lahan pertanian menjadi pemukiman, penangkapan ikan secara berlebihan, introduksi jenis
baru yang tidak dilakukan secara bijaksana dan akibat lainnya. Berbagai bentuk tekanan
tersebut secara kumulatif akan menyebabkan berkurangnya kelimpahan stok ikan di perairan
umum dan menurunnya mutu lingkungan perairan.
Upaya penebaran ikan di perairan umum Indonesia telah banyak dilakukan terutama
sejak permulaan abad 20, dengan tujuan untuk meningkatkan produktivitas perairan tersebut.
Pengelolaan perairan umum sebagai salah satu upaya kegiatan perikanan dalam memanfaatkan
sumberdaya ikan di perairan umum secara berekelanjutan perlu dilakukan secara bijaksana.
Kegiatan pemanfaatan sumberdaya ikan di perairan umum melalui kegiatan penangkapan dan
budidaya mempunyai kecenderungan semakin tidak terkendali, dimana jumlah ikan yang
7
ditangkap tidak lagi seimbang dengan daya pulihnya. Untuk itu diperlukan pengelolaan
sumberdaya yang lebih hati-hati.
Disamping upaya menebar ikan di perairan umum, kegiatan lain yang perlu dilakukan
adalah penentuan daerah suaka perairan (reservaat) baik secara keseluruhan maupun sebagian
dari suatu perairan umum. Saat ini pembangunan suaka perikanan perairan umum sudah
dilakukan di beberapa daerah seperti di Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Sumatera
Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah.
Untuk mencapai tujuan pengelolaan sumberdaya yang lebih hati-hati, maka perlu
disusun petunjuk pelaksanaan pengelolaan sumberdaya yang lebih hati-hati yaitu dengan
menerapkan pengelolaan perikanan berbasis budidaya di perairan umum.
Dalam petunjuk pelaksanaan ini dijelaskan mengenai tata cara untuk melaksanakan dan
melaporkan program pengelolaan perikanan berbasis budidaya (Culture Based Fisheries),
sehingga dengan adanya petunjuk pelaksanaan ini diharapkan tujuan dari kegiatan pengelolaan
perikanan berbasis budidaya di perairan umum dapat dicapai, dimana kegiatan yang dilakukan
adalah penebaran ikan (restocking/stocking), pemberdayaan masyarakat setempat,
pembangunan/pemberdayaan hatchery mini/skala rumah tangga dan Unit Pembenihan Rakyat
(UPR) untuk menunjang ketersediaan benih yang digunakan untuk keperluan penebaran dalam
rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat nelayan setempat, dan melestarikan
keanekaragaman sumberdaya ikan di perairan umum.
1.2. Pengertian
Program pengelolaan perikanan berbasis budidaya (Culture Based fisheries) adalah
pengelolaan perikanan tangkap di perairan umum oleh kelompok masyarakat setempat dengan
dukungan perbenihan dari kegiatan budidaya.
Program Pengelolaan perikanan berbasis budidaya memprioritaskan pada : 1)
menambah atau mempertahankan satu atau sejumlah species organisme air; 2) memperbaiki
lingkungan perairan; dan 3) meningkatkan produksi total atau meningkatkan produksi dari
species yang diinginkan sampai pada tingkatan yang masih aman bagi keberadaan stok dengan
melalui : a) menebar benih ikan species sejenis atau baru; b) pengelolaan kawasan perairan
8
berdasarkan pengaturan ruang daerah; c) pengelolaan lingkungan dengan cara perbaikan
habitat dan modifikasi kawasan perairan; d) mengendalikan komposisi species melalui
pengurangan species yang tidak diinginkan atau menggantikan dengan species pilihan; dan e)
mengatur dan mengelola kegiatan penangkapan berdasarkan kebiasaan bertelur atau
berproduksi dari masing-masing species.
1.3. Maksud, Tujuan dan Sasaran
Maksud disusunnya petunjuk pelaksanaan pengelolaan perikanan berbasis budidaya
(culture Based Fisheries) adalah sebagai arah/acuan dalam perencanaan dan pelaksanaan
kegiatan pengelolaan di perairan umum, sehingga diharapkan dapat digunakan oleh
Pemerintah Daerah atau pengguna tata guna air setempat untuk mengelola perairan umum
secara berkelanjutan dan bertanggung jawab.
Sedangkan tujuan dari kegiatan pengelolaan perikanan berbasis budidaya adalah
a. Teridentifikasi dan terinventarisasinya potensi, tingkat pemanfaatan, dan kondisi
sumberdaya dan lingkungan serta permasalahan yang ada di suatu perairan umum.
b. Tersusunnya program pengelolaan sumberdaya dan lingkungan perairan umum, secara
terintegrasi antar pengguna perairan umum secara lestari,
c. Terbentuknya mekanisme pengelolaan sumberdaya dan lingkungan suatu perairan umum
oleh masyarakat sekitar yang mempunyai kekuatan hukum dan didukung oleh suatu
kelembagaan yang mantap,
d. Meningkatnya kesejahteraan masyarakat yang memanfaatkan perairan umum,
e. Tercapainya pemanfaatan yang optimal terhadap sumberdaya dan lingkungan perairan
umum bagi seluruh kegiatan.
Sasaran dari kegiatan pengelolaan perikanan berbasis budidaya adalah tercapainya
tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan secara optimal, serta terjaminnya kelangsungan usaha
pemanfaatan sumberdaya perikanan dengan tetap mempertahankan kelestarian sumberdaya
ikan di perairan umum.
9
1.4. Lokasi dan Pengkoordinasian Kegiatan
Lokasi kegiatan perikanan berbasis budidaya diarahkan pada perairan umum yang yang ada
di daerah Kabupaten/Kota se Sulawesi Tengah.
Melalui dana APBN dan APBD telah dialokasikan, dilaksanakan kegiatan perikanan berbasis
budidaya melalui restocking seperti :
1. Kab. Donggala
2. Kab. Parigi Moutong
3. Kab. Poso
4. Kab. Morowali
5. Kab. Tojo Una - Una
6. Kab. Sigi
Pengkoordinasian pelaksanaan di lapangan secara umum dapat dijelaskan sebagai
berikut:
- Tingkat Pusat : dikoordinasikan oleh Direktorat Kesehatan Ikan dan Lingkungan, Ditjen
Perikanan Budidaya,
- Tingkat Provinsi : dikoordinasikan oleh Seksi Kesehatan Ikan dan Lingkungan, Dinas
Kelautan dan Perikanan Propinsi Sulawesi Tengah.
- Tingkat Kabupaten/Kota : dikoordinasikan oleh Seksi Kesehatan Ikan dan Lingkungan atau
Bidang Perikanan Budidaya di Kabupaten/Kota masing – masing.
10
II. KOMPONEN PENGELOLAAN PERIKANAN BERBASIS BUDIDAYA
Agar program pengelolaan perikanan berbasis budidaya di perairan umum dapat
berhasil dengan baik, maka diperlukan petunjuk pelaksanaan pengelolaan yang jelas
tahapannya. Komponen utama pengelolaan perikanan berbasis budidaya secara umum
meliputi:
2.1. Pemberdayaan Masyarakat Lokal
Dalam Pelaksanaannya Culture Based Fisheries (CBF) merupakan kegiatan ekonomi
kerakyatan di perairan umum, sehingga pelaku kegiatan ini adalah kelompok masyarakat
setempat dalam arti masyarakat yang bertempat tinggal di sekitar perairan umum yang akan
dikembangkan sebagai area CBF, hal ini dilakukan karena perairan umum bukanlah milik
sseorang tetapi milik umum atau milik bersama. Mengingat pengelolaan CBF memerlukan
masukan unsur iptek yang cukup banyak dan adanya aspek penggunaan bersama sumberdaya
perairan yang ada, maka pengelolaan perikanan sebaiknya dilaksanakan secara bersama atau
co-manajemen dan masyarakat pengelola CBF harus bersikap terbuka terhadap masukan iptek.
2.2. Penebaran (Restocking) Ikan Yang Sesuai Untuk Kondisi Setempat
Teknik pengelolaan populasi untuk meningkatkan hasil tangkapan bisa dilakukan dengan
pengembangan peningkatan stok (stok enhancement). Salah satu kegiatannya yang sudah
sangat popular ialah penebaran ikan (restocking). Penentuan jenis ikan yang akan ditebarkan
sebaiknya memenuhi criteria :
1. Disukai masyarakat setempat dan mempunyai harga jual yang baik
2. Diprioritaskan pada jenis ikan yang populasinya mulai menurun/hampir punah, baik
disebabkan oleh factor lingkungan maupun tekanan penangkapan
3. Untuk tujuan pemberantasan gulma, dapat dilakukan misalnya penebaran grass carp untuk
mengendalikan eceng gondok dan sebagainya
4. Teknik domestikasi dan perbenihannya sudah dikuasai, sehingga kebutuhan benih siap
tebar dalam jumlah yang cukup bisa terpenuhi, baik oleh panti-panti benih milik
pemerintah maupun masyarakat
11
5. Mempertimbangkan daya dukung perairan sehingga relung (niche) ekologi yang masih ada
atau bahkan masih lowong bisa dimanfaatkan secara optimal
6. Mempertimbangkan keutuhan rantai makanan dan bersifat tidak mengancam
keanekaragaman hayati perairan yang akan ditebari. Berikut daftar beberapa jenis ikan
yang potensial ditebarkan di perairan umum dalam rangka pengembangan Culture Based
Fisheries (table 1) dan jenis ikan yang disarankan untuk sementara tidak ditebar di perairan
umum di luar Pulau Jawa (table 2).
7. Proses pelaksanaan penebaran dilakukan secara bertahap (trickling) yang bertujuan untuk
memberi kesempatan kepada ikan yang ditebar untuk berkembang dengan baik. Disamping
itu ukuran ikan yang ditebar sudah cukup besar untuk dapat mempertahankan diri dari
serangan predator. Disamping itu jumlah, waktu dan lokasi penebaran harus tercatat dalam
berita acara penebaran yang diketahui oleh masyarakat pengelola perairan umum.
Table 1. Daftar beberapa jenis ikan yang potensial ditebarkan di perairan umum
No. Nama Lokal Ikan Nama Ilmiah Kebiasaan Pakan dan Kebiasaan
Pemanfaatan Sumberdaya Ruang
1. Mas Cyprinus carpio Omnivora, ikan dasar
2. Tawes Puntius javanicus Herbivore (plankton dn tumbuhan air)
3. Nila Oreochromis niloticus Pemakan plankton, kolom permukaan
4. Mujair Oreochromis mossambicus Pemakan plankton, kolom permukaan
5. Nila Merah O. niloticus X O
mossambicus
Pemakan plankton dan tumbuhan, kolom
permukaan
6. Koan Ctenopharyngodon idella Pemakan plankton dan tumbuhan, kolom
permukaan dan tengah
7. Mola Hypopthalmichthys molitrix Pemakan plankton, kolom permukaan
8. Ringo Thinnichthys thinnoides Pemakan plankton
9. Baung Mystus nemurus Omnivora, dasar
10. Betutu Oxyeleotris marmorata Predator, kolom dasar
11. Gurami Osphronemus gouramy Herbivora, perairan tergenang
12. Tambakan Helostoma teminckii Omnivora, perairan tergenang
13. Sepat siam Trichogaster pectoralis Herbivora, perairan tergenang
12
14. Betok Anabas testudineus Omnivora, perairan tergenang
15. Gabus Channa gachua Predator, perairan tergenang
16. Nilem Osteochilus hasselti Herbivora
17. Lele Clarias batrachus Predator, dasar
18. Lele dumbo Clarias gariepinus Omnivora, dasar
19. Semah Tor douronensis Omnivora, kolom permukaan dan tengah
20. Jelawat Leptobarbus hoeveni Omnivora, kolom permukaan dan tengah
21. Belida Notopterus borneensis
Notopterus notopterus
Carnivora, kolom permukaan
22. Patin Pangasius hypophtalmus Omnivora, kolom tengah
23. Udang Galah Macrobrachium rosenbergii Omnivora, kolom dasar
Table 2. Daftar jenis ikan yang disarankan untuk sementara tidak ditebarkan di perairan umum di luar
Pulau Jawa.
No. Nama Lokal Ikan, Asal Nama Ilmiah Kebiasaan Pakan dan Kebiasaan Pemanfaatan
sumberdaya Ruang
1. Mola, Cina Hypopthalmichthys
molitrix
Pemakan plankton, kolom permukaan
2. Patin, Thailand Pangasius
hypopthalamus
Omnivore, kolom tengah
3. Lele dumbo, Afrika Clarias gariepinus
4. Sapu-sapu, Amerika Liposarcus pardalis Pemakan alga dan detritus, dasar
5. Nila, Afrika Oreochromis niloticus Pemakan plankton, kolom permukaan
6. Mujair, Afrika Oreochromis
mossambicus
Pemakan plankton, kolom permukaan
7. Nila merah, hybrid nila O. niloticus x O.
Mossambicus
Pemakan plankton dan tumbuhan, kolom
permukaan
8. Bawal air tawar,
Amerika Selatan
Serrasalmus sp, anggota
suku Serrasalmidae,
masih kerabat ikan
Herbivore yang cenderung menjadi predator
bila dipelihara bersama dengan ikan lainnya,
bila kekurangan tumbuhan cenderung menjadi
13
Piranha buas, system pergigian mirip sekali dengan
ikan Piranha
9. Koan, Cina Ctenopharyngodon
idellus
Pemakan tumbuhan, hanya boleh ditebarkan
pada keadaan yang sangat khusus untuk
menghilangkan gulma eceng gondok. Untuk itu
harus dijamin ikan tidak akan memijah secara
alamiah, sebaiknya yang ditebarkan adalah
individu triploid
Setelah dilakukan penebaran ikan (restocking), maka kewajiban dari seluruh anggota
kelompok yang ada melaksanakan monitoring hasil dari pelaksanaan penebaran ikan tersebut,
sedangkan pihak pemerintah hanya melaksanakan pengawasan dan bimbingan kepada anggota
kelompok yang mengelola perairan umum tersebut. Untuk lebih memudahkan dalam
melaksanakan monitoring hasil pelaksanaan penebaran ikan tersebut disarankan untuk
menggunakan form monitoring seperti pada lampiran 1.
2.3. Penetapan Daerah Larangan/Pemanfaatan Terbatas (Suaka Perikanan)
Menurut UU RI Nomor 9 tahun 1985, Suaka perikanan didefinisikan sebagai suatu
kawasan perairan yang mempunyai bagian tertentu yang ikannya tidak boleh ditangkap oleh
siapapun, dengan cara apapun pada waktu kapanpun, serta dikelola dengan tujuan untuk
mensejahterakan nelayan melalui peningkatan dan pelestarian produksi penangkapan ikan dari
perairan sekitarnya. Suaka perikanan (Hartoto et al, 1999) dimaksudkan untuk lebih
memperkecil porsi stok yang mengalami kematian sebagai akibat tidak langsung kegiatan
penangkapan, menjamin ketersediaan induk dan bibit ikan yang tumbuh alamiah,
mempertahankan keanekaragaman hayati sumberdaya ikan dan meningkatkan serta
melestarikan produksi.
Bagian perairan yang karena fungsinya perlu dilindungi dari kegiatan lainnya, misalnya :
Daerah yang berdasarkan data dan informasi aspek bio-ekologi merupakan habitat pemijahan
ikan, habitat pengasuh anakan ikan, dan habitat lainnya perlu ditetapkan sebagai daerah suaka
perikanan. Daerah semacam ini harus dilindungi (karena fungsinya sebagai pemasok benih ikan
14
secara alami) dan diatur dalam Perda dengan menyebutkan lokasi dan sangsi hukum terhadap
pelanggaran yang terjadi. Secara fisik di lokasi terpilih harus jelas batasnya, misalnya dengan
pemasangan rambu-rambu dan papan pemberitahuan tentang sangsi hukumnya. Adanya
perubahan lingkungan perairan sebagai akibat penurunan tinggi muka air maksimum
menyebabkan perlunya evaluasi terhadap daerah suaka perikanan yang mungkin sudah ada,
atau penentuan lokasi baru berdasarkan kriteria dan persyaratan yang benar. Kewenangan
pengelolaan dan pengawasan daerah suaka perikanan maupun daerah pemijahan tersebut
sebaiknya didelegasikan kepada masyarakat disekitarnya, bisa melalui ketua kelompok nelayan
atau pemuka masyarakat/adat setempat. Cara ini secara tidak langsung merupakan bagian
upaya pemerintah dalam menumbuhkan rasa memiliki dan peduli masyarakat terhadap
kelestarian sumberdaya ikan. Pemerintah dan stakeholders lainnya diharapkan hanya bertindak
sebagai Pembina dan evaluator.
2.4. Pembenihan Ikan Yang Sesuai Untuk Ditebar
Kegiatan CBF lain yang penting adalah penebaran ikan, hal ini tentunya perlu adanya
ketersediaan benih ikan yang akan ditebarkan. Benih ikan tersebut harus merupakan hasil
produk yang berasal dari budidaya, karena jika tidak berasal dari budidaya maka kegiatan
tersebut sulit untuk diklasifikasikan sebagai kegiatan Perikanan Budidaya. Untuk menjamin
ketersediaan benih ikan dapat memberdayakan balai benih ikan (BBI) yang sudah ada atau
dengan membangun mini hatchery baru yang pengelolaannya dilakukan oleh masyarakat
setempat atau dapat juga dengan mengembangkan unit pembenihan rakyat (UPR) yang ada di
masyarakat. Teknologi pembenihan ikan untuk penebaran dalam rangka mendukung
pelaksanaan CBF secara rinci perlu disusun lebih lanjut.
2.5. Pengelolaan Lingkungan
Dalam CBF pengelolaan lingkungan mencakup :
1. Penanaman kembali vegetasi riparian
2. Pembuatan dan perbaikan habitat pemijahan dan pengasuhan
3. Pembuatan dan perbaikan tempat berlindung
15
2.6. Regulasi Perikanan
Regulasi perikanan antara lain mencakup :
1. Pengaturan alat dan cara penangkapan ikan, misalnya penentuan ukuran mata jaring minimal
yang boleh dipakai. Dalam rangka pengngelolaan secara kemitraan antara pemerintah dan
kelompok masyarakat, sehingga cara penggaturan direncanakan secara bersama-sama.
2. Penetapan daerah dan musim larangan penangkapan ikan, yang bertujuan untuk memberi
kesempatan ikan bertumbuh dan berkembang biak. Penetapan ini secara berkala perlu
ditinjau ketepatannya sebab hal ini ada kaitan antara faktor biologi dan lingkungan perairan.
3. Larangan penggunaan alat tangkap yang bisa mengancam kelestarian sumberdaya ikan,
misalnya penggunaan racun, bahan peledak dan aliran listrik (strum) dan sebagainya. Alat
semacam ini masih sering dijumpai pada beberapa perairan umum di Indonesia. Oleh karena
itu cara penangkapan semacam ini harus diawasi secara ketat, dan bagi yang
menggunakannya harus diberi sangsi yang berat agar jera. Dalam hal ini pengawasan tadi
sebaiknya melibatkan semua pemuka adat/masyarakat setempat.
4. Pengaturan upaya penangkapan (jumlah nelayan dan unit alat tangkap). Upaya ini perlu
dilakukan secara berhati-hati sebab terkait dengan kebutuhan hidup. Apabila pemerintah
bermaksud mengendalikan upaya penangkapan maka pemerintah harus mampu
menciptakan lapangan usaha baru dan membina nelayan agar mau beralih menjadi petani
budidaya ikan menggunakan sistem budidaya ikan menggunakan sistem budidaya, misalnya
keramba jaring apung (KJA).
16
III. LANGKAH-LANGKAH PENGELOLAAN PERIKANAN BERBASIS BUDIDAYA
Agar dalam pelaksanaan pengelolaan perikanan berbasis budidaya dapat terlaksana
dengan baik, maka langkah-langkah pengelolaan adalah sebagai berikut :
3.1. Identifikasi dan Penghitungan Daya Dukung Lingkungan Sumberdaya Perairan
Identifikasi sumberdaya perairan dilakukan pada tahap awal untuk menentukan kondisi
perairan umum tersebut baik jumlah dan jenis ikan yang ada, kualitas perairan, dan
ketersediaan pakan alami apakah kondisi perairan berada di bawah tingkat produksi
optimumnya atau kuantitas stok ikan tersebut masih dapat ditingkatkan. Untuk itu perlu
pengkajian status stok ikan, penilaian kondisi perairan umum dan faktor-faktor lain yang
mungkin membatasi produksi. Salah satu ciri perairan umum seperti waduk dan danau adalah
bersifat terbuka, artinya badan air tersebut dapat dimanfaatkan oleh siapa saja sehingga
permasalahan yang timbul biasanya sangat komplek karena menyangkut kepentingan berbagai
pemanfaat perairan. Oleh karena itu pengelolaanya bersifat spesifik, tergantung dari
karakteristik dan permasalahan di badan air tersebut. Identifikasi sumberdaya perairan dapat
dilakukan oleh tim teknis yang berasal dari berbagai institusi baik dari pusat, dinas perikanan
daerah, pakar perguruan tinggi dan lain sebagainya.
Dalam melakukan identifikasi hal-hal yang harus diketahui adalah :
1. Potensi dan pemanfaatan sumberdaya perairan umum
2. Morfologi badan air dan kondisi fisik lainnya
3. Kualitas air perairan umum yang terdiri dari parameter fisika – kimiawi air yang terdiri dari :
Total –P, Total –N, khlorofil –a, DO, CO2, pH, alkalinitas total, padatan terlarut (TDS), BOD, COD,
Fe, Ca, dan Mg
4. Biologi perairan yang terdiri dari : tumbuhan air, struktur komunitas ikan, populasi ikan,
plankton, dan benthos
5. Habitat tempat ikan memijah (spawning ground), mencari makan (feeding ground), tempat
berlindung dari kondisi buruk (refuge site), maupun tempat asuh anak (nursery ground).
6. Faktor-faktor yangg menggangu terhadap sumberdaya perikanan
17
3.2. Penebaran Ikan (stocking)
Penebaran ikan dilakukan jika produksi ikan dicapai masih dibawah potensi perairannya.
Identifikasi penyebab produksi ikan yang rendah dan upaya menemukan penyebab tersebut
perlu dilakukan, sebelum penebaran ikan dilaksanakan. Penebaran ikan tidak akan berguna jika
kegiatan tersebut tidak akan memberikan dampak positif (peningkatan) terhadap hasil
tangkapan ikan dan menopang populasi ikan secara berkelanjutan. Penebaran ikan sebaiknya
dilakukan, jika telah ada perbaikan habitat ikan bersangkutan terlebih dahulu, sehingga ikan
yang ditebar dapat berkembang dengan baik untuk kemudian meningkatkan stok ikan.
Disamping penebaran dengan ikan asli (restocking), perairan umum juga perlu dilakukan
penebaran ikan baru (stocking) untuk mengisi relung yang masih kosong.
Tujuan dari kegiatan penebaran ikan adalah :
1. Meningkatkan populasi ikan dalam rangka pengelolaan sumberdaya perikanan melalui
pengendalian dan pemanfaatan, yang berpedoman pada kaidah-kaidah pelestarian
sumberdaya hayati perairan.
2. Membuat keseimbangan populasi ikan yang ditebarkan dengan jenis pemangsa atau
pengganti kelompok jenis ikan penting yang gagal berkembang.
3. Memanfaatkan relung ekologi yang tidak dimanfaatkan ikan asli dan menjaga kelestarian
sumberdaya induk ikan asli.
4. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat disekitar perairan melalui peningkatan
pendapatan dan kesempatan kerja dari sektor perikanan serta peran serta masyarakat
disekitar perairan umum dalam pengelolaan perairan.
Kegiatan penebaran ikan dapat dikelompokkan menjadi kegiatan penebaran ulang jenis
ikan, pemindahan jenis, dan introduksi jenis ikan baru.
Ditinjau dari kategori jenis ikan yang akan ditebarkan, kegiatan penebaran ikan di
perairan umum dapat dikelompokkan menjadi 4 kelompok yaitu :
1. Penebaran dengan jenis-jenis yang residen di suatu perairan.
Upaya melindungi, memelihara dan meningkatkan kualitas sumberdaya perikanan tangkap
di perairan umum melalui penambahan jumlah individu jenis-jenis ikan yang memang
sudah ada secara alamiah di perairan tersebut. Dalam keadaan ini umumnya produksi
18
perairan umum dari hasil penangkapan sangat tergantung pada sukses tidaknya usaha
penebaran ikan yang telah dilakukan.
2. Penebaran dengan jenis-jenis yang selayaknya ada di suatu perairan.
Pada keadaan tertentu suatu perairan, karena berbagai sebab tidak terdapat jenis-jenis
ikan tertentu, padahal seharusnya berdasarkan pengalaman empiris, tipe perairan yang
sama seharusnya juga terdapat jenis ikan yang sama. Oleh sebab itu, adakalanya perlu
dilakukan penebaran dengan jenis-jenis yang selayaknya ada di perairan tersebut.
3. Pemindahan jenis asli yang ada di suatu daerah aliran sungai.
Apabila produksi perikanan dari kegiatan penangkapan suatu perairan umum tidak
menunjukkan hasil yang baik, misal rendahnya biodiversitas jenis, maka dianggap perlu
untuk dilakukan penebaran jenis ikan tambahan. Bila jenis ikan yang ditebarkan terrsebut
berasal dari daerah aliran sungai yang sama peluang bahwa jenis tersebut sesuai dengan
komunitas ikan yang sudah ada akan semakin besar.
4. Penebaran dengan jenis-jenis ikan eksotik.
Yang dimaksud dengan jenis-jenis eksotik disini bukan jenis-jenis indah atau menarik tetapi
jenis-jenis yang tidak endemik asli terdapat di negara indonesia. Jenis-jenis ikan tersebut
bahkan dapat dikatakan sebagai suatu bentuk ancaman pencemaran biologis.
Suatu rencana kegiatan penebaran ikan di perairan umum harus memuat informasi-
informasi sebagai berikut :
1. Nama ilmiah dan nama lokal jenis ikan yang akan ditebarkan
2. Distribusi geografis alamiah jenis ikan yang akan ditebar
3. Distribusi geografisnya saat ini
4. Tujuan penebaran
5. Jumlah ikan yang akan ditebarkan
6. Informasi lain yang diperlukan
3.3. Kelembagaan Kelompok untuk Meningkatkan Partisipasi Masyarakat
Tujuan pemerintah melakukan pengelolaan perikanan berbasis budidaya adalah dalam
rangka peningkatan produksi tangkapan ikan agar tingkat pendapatan/kesejahteraan nelayan
19
perairan umum meningkat, meningkatkan gizi masyarakat melalui penyediaan protein hewani
dari ikan, serta menjaga kelestarian sumberdaya ikan, serta menjaga kelestarian sumberdaya
ikan alami di suatu perairan umum.
Peningkatan partisipasi masyarakat dilakukan dengan cara co-management yaitu salah
satu bentuk pengelolaan yang terbukti efektif untuk sumberdaya yang bersifat common
proverty yang pemanfaatannya open acces seperti sumberdaya ikan dan perairan umum.
Dengan co-management dimungkinkan secara adaptif untuk dapat menyeimbangkan
kepentingan masyarakat dan swasta sebagai pengguna dengan pemerintah dan lembaga
otoritas suatu perairan umum sebagai pengelola. Pengelolaan adaptif adalah suatu sistem
pengelolaan yang selalu mengalami perubahan/perbaikan dan bersifat fleksibel terhadap
perbaikan-perbaikan pengelolaan lebih lanjut berdasarkan pengalaman pengelolaan yang telah
dilakukan sebelumnya.
Pada prinsipnya co-management pengelolaan perairan umum adalah suatu sistem
pengelolaan yang dilakukan secara bersama-sama oleh segenap stekeholders (pemerintah,
pengusaha, dan masyarakat) terkait dalam pemanfaatan sumberdaya perairan umum tersebut
untuk bersama-sama mendapatkan manfaat maksimal dengan tetap melestarikan keberadaan
perairan umum.
Beberapa persyaratan yang perlu dipenuhi bagi suatu pelaksanaan pengelolaan perairan
umum dengan co-management adalah :
- Pengakuan formal olah pelaku kegiatan bahwa kegiatan pengelolaan yang dilakukan
sesuai dengan aturan formal dan kehendak para stakeholders
- Pengakuan adanya kelompok-kelompok pengguna stakeholders yang ada, sehingga
kegiatan pengelolaan perairan umum yang dilakukan mendapat dukungan dari
pemerintah, dan
- Disepakati bersama-sama oleh masyarakat pengguna perairan umum maupun kelompok
penting lainnya termasuk perencana (pemerintah)
Beberapa kunci keberhasilan sistem pengelolaan partisipatif yang bersifat adaptif (adaptif
co-management) adalah :
1. Identifikasi batasan dan keanggotaan yang jelas
20
2. Adanya aturan yang memadai untuk kondisi setempat
3. Adanya potensi untuk terjadinya modifikasi kolektif terhadap aturan yang telah ditetapkan
sebelumnya
4. Berkembangnya sistem pemantauan sendiri oleh pengguna
5. Tersedianya mekanisme penyelesaian masalah
6. Pengenalan hak-hak pengguna untuk diorganisasikan
7. Berlakunya pelaksanaan penerapan sangsi-sangsi
8. Adanya unit-unit pengelola inti
Meskipun banyak cara-cara penting dalam pengelolaan yang dapat dijalankan, tetapi
tidak ada pola pemecahan yang hanya didasarkan pada satu cara saja yang dapat menjamin
keberhasilan pengelolaan. Upaya melestarikan sumberdaya perikanan harus dapat bekerjasama
dengan masyarakat nelayan termasuk Balai Benih Ikan (BBI) dan Unit Pembenihan Rakyat (UPR)
maupun Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), sehingga terbentuk suatu kelembagaan
perikanan yang akan mengelola perikanan perairan umum secara terpadu, harmonis, dan
lestari. Dalam pembentukan kelembagaan tersebut perlu ditetapkan secara jelas peran aktif
dari masing-masing pelaku/pemanfaat (stakeholders) perikanan. Partisifasi aktif
nelayan/masyarakat perikanan perlu ditumbuh kembangkan sebagai bagian upaya mendidik
agar tumbuh kesungguhan dalam mentaati peraturan yang telah ditetapkan, mempunyai rasa
memiliki dan kesadaran mengenai pentingnya memelihara kelestarian lingkungan dan
sumberdaya perairan di wilayah sendiri.
3.4. Monitoring dan Evaluasi
Monitoring dan evaluasi merupakan kegiatan penting yang harus dilakukan setelah
penebaran dilaksanakan. Kegiatan monitoring dan evaluasi harus dapat menghasilkan data dan
informasi mengenai keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan kegiatan pengelolaan perikanan
berbasis budidaya di perairan umum. Oleh karena itu, kegiatan suaka perikanan, penebaran
ikan maupun operasional balai benih ikan seharusnya dilakukan secara terpadu dalam suatu
kawasan perairan umum dan seluruh kegiatan tersebut diatas diikuti dengan kegiatan
monitoring dan evaluasi.
21
Pelaksanaan monitoring harus melibatkan masyarakat nelayan/setempat, sehingga
mereka mengetahui secara pasti keberhasilan dari kegiatan pengelolaan perikanan berbasis
budidaya tersebut. Evaluasi harus mengkaji efisiensi dan keuntungan jangka panjang serta
mengidentifikasi faktor-faktor yang memberikan kontribusi terhadap keberhasilan dan
kegagalan kegiatan pengelolaan perikanan berbasis budidaya, dimana peningkatan hasil
tangkapan sesaat belum tentu mengindikasikan keberhasilan penebaran, hal ini tergantung dari
ikan yang ditebar. Apabila ikan yang ditebar adalah ikan asli ataupun ikan yang mudah
berkembang biak, maka jika ikan tersebut tidak dapat berkembang biak dianggap tidak berhasil
karena tidak berkelanjutan. Sehingga penebaran jenis ikan tertentu perlu memperhatikan
habitat perairan tersebut baik untuk habitat pemijahan maupun relung pakan alami.
Pengalaman selama ini menunjukkan bahwa dampak penebaran ikan terhadap perkembangan
populasi dan produksi dan produksi tangkapan paling cepat baru dapat terlihat pada 4 – 5
tahun kedepan.
Dalam melakukan monitoring dan evaluasi yang harus dilakukan adalah jenis ikan,
ukuran ikan dan berapa banyak hasil tangkapan dari suatu perairan umum yang dapat
dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar. Dalam hal ini diharapkan ikan yang ditebar dapat
diketahui pertumbuhannya dan perkembangannya. Sedangkan penebaran ikan dengan tujuan
menghilangkan gulma, maka dampak penebaran harus dapat dilihat dengan berkurangnya
gulma di perairan umum tersebut.
Untuk melaporkan hasil pelaksanaan kegiatan program perikanan berbasis budidaya
serta hasil monitoring dan evaluasi kegiatan ini, diharapkan mengikuti format sebagaimana
terdapat dalam lampiran 2.
22
IV. PENUTUP
Petunjuk pelaksanaan ini diharapkan dapat menjadi dasar pelaksanaan kegiatan
perikanan berbasis budidaya secara umum, terutama kepada daerah-daerah yang telah
menjadi sasaran program baik dalam jangka pendek ditahun berjalan, maupun jangka
menengah dan panjang. Selanjutnya untuk pedoman teknis di lapangan diharapkan dapat
diterbitkan oleh masing-masing Kabupaten/Kota yang melaksanakan program perikanan
berbasis budidaya di wilayahnya dengan mengacu kepada petunjuk pelaksanaan ini.
Pada akhir tahun anggaran seluruh daerah yang melaksanakan program perikanan
berbasis budidaya diwajibkan untuk membuat laporan pelaksanaan kegiatan dengan mengacu
kepada petunjuk pelaksanaan ini dan dikirimkan ke Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi
Sulawesi Tengah.
23
Lampiran 1.
DAFTAR ISIAN MONITORING PRODUKSI DANAU/WADUK DALAM RANGKA CBF
Nama :
Kelompok :
Bulan/Tahun :
Danau/Waduk/Desa :
Kecamatan/kabupaten :
Keterangan : Form monitoring dapat ditambah jenis ikannya sesuai dengan ikan yang berhasil
ditangkap oleh masyarakat di perairan tersebut
No Tanggal Mas Nila Udang galah Grass Crap Tawes ................
Ekor Kg Harga Ekor Kg Harga Ekor Kg Harga Ekor Kg Harga Ekor Kg Harga Ekor Kg Harga
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
24
Lampiran 2.
OUTLINE
PELAPORAN PENGELOLAAN PERIKANAN BERBASIS BUDIDAYA
(CULTURE BASED FISHERIES)
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Tujuan
1.3 Sasaran
1.4 Ruang Lingkup
II. KERAGAAN PENGELOLAAN PERAIRAN UMUM BERBASIS BUDIDAYA PERIKANAN
2.1 Kegiatan-kegiatan yang dilakukan melalui program perikanan berbasis budidaya
2.2 Hasil yang telah dicapai melalui program perikanan berbasis budidaya
2.3 Pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan
2.4 Pengelolaan dan pemanfaatan lainnya di perairan umum tersebut
2.5 Kelembagaan dan peraturan yang dibentuk/dihasilkan
2.6 Posisi ordinat perairan umum
III. HASIL MONITORING
3.1 Hasil penebaran ikan yang berhasil dipantau di Perairan Umum
3.2 Kondisi fisik, limnologis, dan ekologis Perairan Umum
3.3 Kondisi pemanfaatan sumberdaya ikan (hasil form monitoring)
3.4 Kondisi sosial-ekonomi masyarakat sekitar perairan umum
3.5 Efektivitas program dan kelembagaan pengelola, serta tingkat partisipasi masyarakat
3.6 Gambar hasil pelaksanaan program CBF
IV. PEMBAHASAN
V. REKOMENDASI