jtptunimus gdl rahmatsyah 6167 2 babii

19
7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Temper Tantrum 1. Pengertian Temper tantrum adalah suatu luapan emosi yang meledak-ledak dan tidak terkontrol. Temper tantrum seringkali muncul pada anak suai 15 bulan hingga 6 tahun (Zaviera, 2008). Umumnya anak kecil lebih emosional daripada orang dewasa karena pada usia ini anak masih relatif muda dan belum dapat mengendalikan emosinya. Pada usia 2-4 tahun, karakteristik emosi anak muncul pada ledakan marahnya atau temper tantrum (Hurlock, 2000). Sikap yang ditunjukkan untuk menampilkan rasa tidak senangnya, anak melakukan tindakan yang berlebihan, misalnya menangis, menjerit-jerit, melemparkan benda, berguling-guling, memukul ibunya atau aktivitas besar lainnya (Hurlock, 2000). Tantrum lebih mudah terjadi pada anak-anak yang dianggap sulit dengan ciri-ciri memiliki kebiasaan tidur, makan dan buang air besar yang tidak teratur, sulit menyukai situasi, makanan dan orang-orang baru, lambat beradaptasi terhadap perubahan, suasana hati lebih sering negative, mudah terprovokasi, gampang merasa marah dan sulit dialihkan perhatiannya (Zaviera, 2008). La Forge (dalam Zaviera, 2008) menilai bahwa tantrum adalah suatu perilaku yang masih tergolong normal yang merupakan bagian dari proses perkembangan, suatu periode dalam perkembangan fisik, kognitif, dan emosi. Sebagai periode dari perkembangan, tantrum pasti akan berakhir. Berdasarkan teori-teori di atas disimpulkan bahwa tempertantrum merupakan luapan emosi yang meledak-ledak akibat suasana yang tidak menyenangkan yang dirasakan oleh anak. Ledakan emosi tersebut dapat

Upload: ardila-seprima-bena

Post on 13-Dec-2015

221 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

jurnal

TRANSCRIPT

Page 1: Jtptunimus Gdl Rahmatsyah 6167 2 Babii

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Temper Tantrum

1. Pengertian

Temper tantrum adalah suatu luapan emosi yang meledak-ledak

dan tidak terkontrol. Temper tantrum seringkali muncul pada anak suai 15

bulan hingga 6 tahun (Zaviera, 2008).

Umumnya anak kecil lebih emosional daripada orang dewasa

karena pada usia ini anak masih relatif muda dan belum dapat

mengendalikan emosinya. Pada usia 2-4 tahun, karakteristik emosi anak

muncul pada ledakan marahnya atau temper tantrum (Hurlock, 2000).

Sikap yang ditunjukkan untuk menampilkan rasa tidak senangnya, anak

melakukan tindakan yang berlebihan, misalnya menangis, menjerit-jerit,

melemparkan benda, berguling-guling, memukul ibunya atau aktivitas

besar lainnya (Hurlock, 2000).

Tantrum lebih mudah terjadi pada anak-anak yang dianggap sulit

dengan ciri-ciri memiliki kebiasaan tidur, makan dan buang air besar yang

tidak teratur, sulit menyukai situasi, makanan dan orang-orang baru,

lambat beradaptasi terhadap perubahan, suasana hati lebih sering negative,

mudah terprovokasi, gampang merasa marah dan sulit dialihkan

perhatiannya (Zaviera, 2008).

La Forge (dalam Zaviera, 2008) menilai bahwa tantrum adalah

suatu perilaku yang masih tergolong normal yang merupakan bagian dari

proses perkembangan, suatu periode dalam perkembangan fisik, kognitif,

dan emosi. Sebagai periode dari perkembangan, tantrum pasti akan

berakhir.

Berdasarkan teori-teori di atas disimpulkan bahwa tempertantrum

merupakan luapan emosi yang meledak-ledak akibat suasana yang tidak

menyenangkan yang dirasakan oleh anak. Ledakan emosi tersebut dapat

Page 2: Jtptunimus Gdl Rahmatsyah 6167 2 Babii

8

berupa menangis, menjerit-jerit, melemparkan benda, berguling-guling,

memukul ibunya atau aktivitas besar lainnya

2. Manifestasi tantrum berdasarkan kelompok usia

Berdasarkan kelompok usia tantrum dibedakan menjadi (Zaviera, 2008):

a. Di bawah 3 tahun

Anak dengan usia di bawah 3 tahun ini bentuk tantrumnya adalah

menangis, menggigit, memukul, menendang, menjerit, memekik-

mekik, melengkungkan punggung, melempar badan ke lantai,

memukul-mukulkan tangan, menahan napas, membentur-benturkan

kepala dan melempar-lempar barang (Zaviera, 2008).

b. Usia 3-4 tahun

Anak dengan rentang usia antara 3 tahun sampai dengan 4 tahun

bentuk tantrumnya meliputi perilaku pada anak usia di bawah 3 tahun

ditambah dengan menghentak-hentakkan kaki, berteriak-teriak,

meninju, membanting pintu, mengkritik dan merengek (Zaviera, 2008).

c. Usia 5 tahun ke atas

Bentuk tantrum pada anak usia 5 tahun ke atas semakin meluas yang

meliputi perilaku pertama dan kedua ditambah dengan memaki,

menyumpah, memukul, mengkritik diri sendiri, memecahkan barang

dengan sengaja dan mengancam (Zaviera, 2008).

Menurut Purnamasari (2005) menyebutkan bahwa stiap anak yang

setidaknya telah berusia 18 bulan hingga tiga tahun dan bahkan lebih akan

menentang perintah dan menunjukkan individualitasnya sekali waktu. Hal

ini merupakan bagian normal balita karena mereka terus menerus

mengeksplorasi dan mempelajari batasan-batasan disekelilingnya. Anak

akan menunjukkan berbagai macam tingkah laku, seperti keras kepala dan

membangkang karena sedang mengembangkan kepribadian dan

otonominya. Tantrum juga merupakan cara normal untuk mengeluarkan

semua perasaan yang menumpuk. Seorang anak pada usia ini akan

menunjukkan beberapa atau semua tingkah laku sebagai berikut :

a. Penolakan atas kontrol dalam bentuk apapun

Page 3: Jtptunimus Gdl Rahmatsyah 6167 2 Babii

9

b. Keinginan untuk mandiri, lebih banyak menuntut dan menunjukkan

tingkah laku yang membangkang.

c. Berganti-ganti antara kemandirian dan bertingkah manja.

d. Ingin mendapatkan kendali dan ingin mengendalikan

e. Pada umumnya menunjukkan tantrum.

3. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya temper tantrum

Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya temper

tantrum, diantaranya adalah (Zaviera, 2008) :

a. Terhalangnya keinginan anak mendapatkan sesuatu

Anak jika menginginkan sesuatu harus selalu terpenuhi, apabila tidak

tidak berhasil terpenuhinya keinginan tersebut maka anak sangat

dimungkinkan untuk memakai cara tantrum guna menekan orangtua

agar mendapatkan apa yang ia inginkan (Zaviera, 2008).

b. Ketidakmampuan anak mengungkapkan diri

Anak-anak mempunyai keterbatasan bahasa, pada saatnya dirinya

ingin mengungkapkan sesuatu tapi tidak bisa, dan orangtua pun tidak

dapat memahami maka hal ini dapat memicu anak menjadi frustasi dan

terungkap dalam bentuk tantrum (Zaviera, 2008).

c. Tidak terpenuhinya kebutuhan

Anak yang aktif membutuhkan ruang dan waktu yang cukup untuk

selalu bergerak dan tidak bisa diam dalam waktu yang lama. Apabila

suatu saat anak tersebut harus menempuh perjalanan panjang dengan

mobil, maka anak tersebut akan merasa stress. Salah satu contoh

pelepasan stresnya adalah tantrum (Zaviera, 2008).

d. Pola asuh orangtua

Cara orangtua mengasuh anak juga berperan untuk menyebabkan

tantrum. Anak yang terlalu dimanjakan dan selalu mendapat apa yang

ia inginkan, bisa tantrum ketika suatu kali permintaannya ditolak.

Anak yang terlalu dimanjakan dan selalu mendapatkan apa yang

diinginkan, bisa tantrum ketika suatu kali permintaannya ditolak. Bagi

anak yang terlalu dan didominasi oleh orantuanya, sekali waktu anak

Page 4: Jtptunimus Gdl Rahmatsyah 6167 2 Babii

10

bisa jadi bereaksi menentang dominasi orangtua dengan perilaku

tantrum. Orangtua yang mengasuh anak secara tidak konsisten juga

bisa menyebabkan anak tantrum (Zaviera, 2008).

Pola asuh orangtua dalam hal ini sebenarnya lebih pada

bagaimana orangtua dapat memberikan contoh atau teladan kepada

anak dalam setiap bertingkah laku karena anak akan selalu meniru

setiap tingkah laku orangtua. Jika anak melihat orangtua meluapkan

kemarahan atau meneriakkan rasa frustasi karena hal kecil, maka anak

akan kesulitan untuk mengendalikan diri. Seorang anak perlu melihat

bahwa orang dewasa dapat mengatasi frustasi dan kekecewaan tanpa

harus lepas kendali, dengan demikian anak dapat belajar untuk

mengendalikan diri. Orangtua jangan menghadapkan anak dapat

menunjukkan sikap yang tenang jika selalu memberikan contoh yang

buruk.

e. Anak merasa lelah, lapar atau dalam keadaan sakit

Kondisi sakit, lelah serta lapar dapat menyebabkan anak menjadi

rewel. Anak yang tidak pandai mengungkapkan apa yang dirasakan

maka kecenderungan yang timbul adalah rewel, menangis serta

bertindak agresif (Zaviera, 2008).

f. Anak sedang stress dan merasa tidak aman

Anak yang merasa terancam, tidak nyaman dan stress apalagi bila tidak

dapat memecahkan permasalahannya sendiri ditambah lagi lingkungan

sekitar yang tidak mendukung menjadi pemicu anak menjadi temper

tantrum (Zaviera, 2008).

Pemicu tantrum menurut Purnamasari (2005) menyebutkan bahwa :

a. Mencari perhatian

Walaupun tantrum jarang dilakukan hanya untuk memanipulasi

orangtua, jika hasil dari tantrum adalah perhatian penuh orang dewasa,

hal ini memberi alasan untuk mulai menunjukkan tantrum.

Page 5: Jtptunimus Gdl Rahmatsyah 6167 2 Babii

11

b. Meminta sesuatu yang tidak bisa ia miliki

Anak memaksa ingin sarapan es krim atau meminta ibunya

memeluknya saat menyiapkan makanan.

c. Ingin menunjukkan kemandirian

Anak ingin mengenakan pakaian yang kurang sesuai dengan cuaca hari

itu, seperti kaus di hari-hari yang dingin, atau tidak mau makan

makanan yang sudah disiapkan.

d. Frustasi dengan kemampuan yang terbatas untuk melakukan aktivitas

yang ia coba, anak ingin menunjukkan kemampuannya melakukan

beberapa hal sendiri, seperti berpakaian, atau menemukan potongan

puzle, tetapi tidak bisa berhasil menyelesaikannya.

e. Cemburu

Biasanya ditunjukkan kepada kakak, adik atau lain. Ia menginginkan

mainan atau buku mereka.

f. Menantang otoritas

Anak tiba-tiba tidak ingin melakukan rutinitas seperti rutinitas sebelum

tidur, atau menolak berangkat ke tempat penitipan anak, walaupun ia

selalu senang di sana.

g. Semata-mata keras kepala

Seorang anak bisa saja menunjukkan tantrum apapun yang terjadi

B. Pola Asuh Orang Tua

1. Pengertian Pola AsuhPola asuh orang tua adalah pola perilaku orang tua yang

diterapkan pada anak yang bersifat relatif dan konsisten dari waktu

kewaktu. Pola perilaku ini dapat dirasakan oleh anak dari segi negative

maupun positif (Drey, 2006).

Pada dasarnya pola asuh dapat diartikan seluruh cara perlakuan

orang tua yang diterapkan pada anak. Banyak ahli mengatakan

pengasuhan anak adalah bagian penting dan mendasar, menyiapkan anak

untuk menjadi masyarakat yang baik. Terlihat bahwa pengasuhan anak

Page 6: Jtptunimus Gdl Rahmatsyah 6167 2 Babii

12

menunjuk kepada pendidikan umum yang diterapkan. Pengasuhan

terhadap anak berupa suatu proses interaksi antara orang tua dengan anak.

Interaksi tersebut mencakup perawatan seperti dari mencukupi kebutuhan

makan, mendorong keberhasilan dan melindungi, maupun mensosialisasi

yaitu mengajarkan tingkah laku umum yang diterima oleh masyarakat (Jas

& Rahmadiana, 2004).

Pendampingan orang tua diwujudkan melalui pendidikan cara–

cara orang tua dalam mendidik anaknya. Cara orang tua mendidik anaknya

disebut sebagai pola pengasuhan. Dalam interaksinya dengan orang tua

anak cenderung menggunakan cara–cara tertentu yang dianggap paling

baik bagi anak. Disinilah letaknya terjadi beberapa perbedaan dalam pola

asuh. Disuatu sisi orang tua harus bisa menentukan pola asuh apa yang

tepat dalam mempertimbangkan kebutuhan dan situasi anak, disisi lain

sebagai orang tua juga mempunyai keinginan dan harapan untuk

membentuk anak menjadi seseorang yang dicita citakan yang tentunya

lebih baik dari orang tuanya (Jas & Rahmadiana, 2004).

Setiap upaya yang dilakukan dalam mendidik anak, mutlak didahului oleh

tampilnya sikap orang tua dalam mengasuh anak meliputi :

a. Perilaku yang patut dicontoh.

Artinya setiap perilakunya tidak sekedar perilaku yang bersifat

mekanik, tetapi harus didasarkan pada kesadaran bahwa perilakunya

akan dijadikan lahan peniruan dan identifikasi bagi anak anaknya.

Orangtua yang tidak dapat bertindak konsisten antara apa yang

diucapkan dengan apa yang diperbuat dapat memberikan penilaian

yang negatif pada anak. Akhirnya anak akan protes yang salah satu

caranya adalah dengan bertindak temper tantrum.

b. Kesadaran diri.

Ini juga harus ditularkan pada anak anak dengan mendorong mereka

agar perilaku kesehariannya taat kepada nilai–nilai moral. Oleh sebab

itu orang tua senantiasa membantu mereka agar mampu melakukan

observasi diri melalui komunikasi dialogis, baik secara verbal maupun

Page 7: Jtptunimus Gdl Rahmatsyah 6167 2 Babii

13

non verbal tentang perilaku. Hal ini apabila tertanam dengan baik

dalam diri anak maka anak akan mengetahui dan memahami batasan-

batasan yang diperbolehkan sehingga dapat meminimalisir tindakan

tantrum.

c. Komunikasi

Komunikasi dialogis yang terjadi antara orang tua dan anak–anaknya,

terutama yang berhubungan dengan upaya membantu mereka untuk

memecahkan permasalahnya. Orangtua yang menerapkan pola

komunikasi yang baik dengan anak, akan membentuk hubungan yang

baik antara anak dengan orangtua. Anak yang memiliki kedekatan

emosional yang tinggi terhadap orangtua akan ada kecenderungan

untuk mengungkapkan keinginan dengan baik sehingga didapatkan

pemecahan masalah dengan baik pula. Oleh karena itu cara ini

diharapkan dapat mengurangi tindakan tantrum pada anak.

2. Bentuk Pola Asuh

Menurut Drey (2006), terdapat 4 macam pola asuh orang tua :

1. Pola asuh Otoriter

Para orang tua cenderung menetapkan standar yang mutlak

harus dituruti, biasanya bersamaan dengan ancaman–ancaman.

Misalnya kalau tidak mau makan, maka tidak akan diajak bicara.

Orang tua cenderung memaksa, memerintah, menghukum. Apabila

anak tidak mau melakukan apa yang dikatakan oleh orang tua, maka

orang tua tidak seggan menghukum anaknya. Orang tua tipe ini juga

tidak mengenal kompromi dalam komunikasi biasanya bersifat satu

arah dan orang tua tidak memerlukan umpan balik dari anaknya untuk

mengerti mengenai anaknya (Drey, 2006).

Pola asuh Otoriter akan menghasilkan karakteristik anak yang

penakut, pendiam, tertutup, tidak berinisiatif, gemar menentang, suka

melanggar norma, berkepribadian lemah dan menarik diri. Berkaitan

Page 8: Jtptunimus Gdl Rahmatsyah 6167 2 Babii

14

dengan perilaku gemar menentang, melanggar norma dan bertindak

agresif merupakan ciri dari temper tantrum (Drey, 2006).

Menurut Kartono (1992), ada beberapa pendekatan yang diikuti

orangtua dalam berhubungan dan mendidik anak-anaknya salah satu di

antaranya adalah sikap dan pendidikan otoriter. Pola asuh otoriter

ditandai dengan ciri-ciri sikap orangtua yang kaku dan keras dalam

menerapkan peraturan-peraturan maupun disiplin. Orangtua bersikap

memaksa dengan selalu menuntut kepatuhan anak, agar bertingkah

laku seperti yang dikehendaki oleh orangtuanya. Karena orangtua

tidak mempunyai pegangan mengenai cara bagaimana mereka harus

mendidik, maka timbullah berbagai sikap orang tua yang mendidik

menurut apa yang dinggap terbaik oleh mereka sendiri, diantaranya

adalah dengan hukuman dan sikap acuh tak acuh, sikap ini dapat

menimbulkan ketegangandan ketidaknyamanan, sehingga

memungkinkan kericuhan di dalam rumah.

2. Pola asuh Demokratis

Pola asuh yang mempentingkan kepentingan anak, akan tetapi

tidak ragu–ragu mengendalikan mereka. Orang tua dengan pola asuh

ini bersikap rasional, selalu mendasari tindakannya pada rasio atau

pemikiran pemikiran dan orang tua bersikap realitis terhadap

kemampuan anak, memberikan kebebasan pada anak untuk memilih

dan melakukan suatu tindakan dan pendekatannya pada anak bersifat

hangat (Drey, 2006).

Pola asuh demokratis akan menghasilkan karekteristik anak

yang mandiri, dapat mengontrol diri, mempunyai hubungan baik

dengan temannya dan mempunyai minat terhadap hal-hal baru. Pola

asuh demokratis ini membantu anak untuk untuk dapat

mengembangkan diri berdasarkan kemampuannya. Hasil dari pola

asuh ini adalah adanya kontrol diri yang bagus pada anak sehingga

dapat mengurangi temper tantrumnya.

Page 9: Jtptunimus Gdl Rahmatsyah 6167 2 Babii

15

Hurlock (2000) berpendapat bahwa pola asuh demokrasi adalah

salah satu tehnik atau cara mendidik dan membimbing anak, di

mana orangtua bersikap terbuka terhadap tuntutan dan pendapat yang

dikemukakan anak, kemudian mendiskusikan hal tersebut bersama-

sama. Pola inilebih memusatkan perhatian pada aspek pendidikan

daripada aspek hukuman,orangtua memberikan peraturan yang luas

serta memberikan penjelasan tentang sebab diberikannya hukuman

serta imbalan tersebut. Hurlock (2000) mengatakan bahwa pola asuh

demokrasi ditandai dengan sikap menerima, responsif, berorientasi

pada kebutuhan anak yang disertai dengan tuntutan, kontrol dan

pembatasan. Jadi penerapan pola asuh demokrasi dapat memberikan

keleluasaan anak untuk menyampaikan segala persoalan yang

dialaminya tanpa ada perasaan takut, keleluasaan yang diberikan

orangtua tidak bersifat mutlak akan tetapi adanya kontrol dan

pembatasan berdasarkan norma-norma yang ada.

3. Pola asuh Permisif

Orang tua memberikan pengawasan yang sangat longgar,

memberikan kesempatan pada anaknya untuk melakukan sesuatu

tanpa pengawasan yang cukup darinya. Orang tua cenderung tidak

menegur atau memperingatkan anak apabila anak sedang dalam

bahaya, dan sangat sedikit bimbingan yang diberikan oleh orang tua.

Namun orang tua tipe ini biasanya hangat sehingga sering disukai

anak.

Pola asuh Permisif akan menghasilkan karekteristik anak yang

impulsiv, agresif, tidak patuh, manja, kurang mandiri, mau menang

sendiri, kurang percaya diri, dan kurang matang secara sosial.

Kecenderungan untuk mendapatkan sesuatu menjadi suatu keharusan,

sehingga apabila tidak terpenuhi maka anak akan menunjukkan

marahnya dengan temper tantrum.

Pola asuh permisif dikatakan pola asuh tanpa disiplin sama

sekali. Orangtua enggan bersikap terbukaterhadap tuntutan dan

Page 10: Jtptunimus Gdl Rahmatsyah 6167 2 Babii

16

pendapat yang dikemukakan anak. Menurut Kartono (1992) dalam

pola asuh permisif, orangtua memberikan kebebasan sepenuhnya dan

anak diijinkan membuat keputusan sendiri tentang langkah apa yang

akan dilakukan, orangtua tidak pernah memberikan pengarahan dan

penjelasan kepada anak tentang apa yang sebaiknya dilakukan anak.

Dalam polaasuh permisif hampir tidak ada komunikasi antara anak

dengan orangtua serta tanpa ada disiplin sama sekali.

4. Pola asuh campuran

Pola asuh campuran adalah orangtua yang tidak konsisten dalam

mengasuh anak. Orangtua terombang-ambing antara tipe demokratis,

otoriter atau permisif. Orangtua mungkin menghadapi sifat anak dari

waktu-kewaktu dengan cara berbeda, contohnya orangtua bisa

memukul anaknya ketika anak menolak perintah orangtua, pada

kesempatan lain orangtua mengabaikan anak bila anak melanggar

perintah orangtua.

3. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Pola Asuh

Adapun faktor yang mempengaruhi pola asuh anak adalah :

a. Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan dan pengetahuan orang tua serta pengalaman

sangat berpengaruh dalam mengasuh anak (Anwar, 2000).

b. Lingkungan

Lingkungan banyak mempengaruhi perkembangan anak, maka tidak

mustahil jika lingkungan juga ikut serta mewarnai pola–pola

pengasuhan yang diberikan orang tua terhadap anaknya (Anwar,

2000).

c. Budaya

Sering kali orang tua mengikuti cara–cara yang dilakukan oleh

masyarakat dalam mengasuh anak, kebiasaan–kebiasaan masyarakat

disekitarnya dalam mengasuh anak. Karena pola–pola tersebut

dianggap berhasil dalam mendidik anak kearah kematangan. Orang tua

mengharapkan kelak anaknya dapat diterima dimasyarakat dengan

Page 11: Jtptunimus Gdl Rahmatsyah 6167 2 Babii

17

baik, oleh karena itu kebudayaan atau kebiasaan masyarakat dalam

mengasuh anak juga mempengaruhi setiap orang tua dalam

memberikan pola asuh terhadap anaknya (Anwar, 2000).

4. Cara mengukur pola asuh

Pola asuh yang dibedakan atas bentuk otoriter, demokratis dan

permisif maka cara pengukuran pola asuh didasarkan pada hasil kuesioner

yang berisikan tentang penerapan pola asuh orangtua.

Pengklasifikasiannya didasarkan pada kecenderungan hasil jawaban yang

mengarah pada bentuk pola asuh otoriter, demokratis atau permisif.

C. Perkembangan Anak Usia Prasekolah

1. Pengertian

Anak usia prasekolah adalah mereka yang berusia 3 – 6 tahun.

Mereka biasa mengikuti program prasekolah dan kinderganten.

Sedangkan di Indonesia pada umumnya mereka mengikuti program

tempat penitipan anak 3 – 5 tahun dan kelompok bermain atau

Play Group (usia 3 tahun), sedangkan pada anak usia 4 – 6 tahun

biasanya mereka mengikuti program taman kanak-kanak. (Biechler dan

Snowman dari Patmonodewo, 2003).

2. Tumbuh dan Kembang Anak

Anak merupakan individu yang unik, karena faktor bawaan dan

lingkungan yang berbeda, maka pertumbuhan dan pencapaian

kemampuan perkembangan juga berbeda (Soetijiningsih, 1995).

Pertumbuhan berkaitan dengan masalah perubahan dalam besar,

jumlah, ukuran atau dimensi tingkat sel, organ maupun individu, yang

bisa diukur dengan ukuran berat (gram, kilogram), ukuran panjang

(centimeter, meter), dan ukuran tulang (Soetijiningsih, 1995).

Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan (skill) dalam

struktur dan fungsi yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan

dapat diramalkan, sebagai hasil dari proses pematangan yang

Page 12: Jtptunimus Gdl Rahmatsyah 6167 2 Babii

18

menyangkut adanya proses diferensiasi dari sel-sel tubuh, jaringan

tubuh, organ-organ dan sistem organ yang berkembang sedemikian rupa,

sehingga masing-masing dapat memenuhi fungsinya. Termasuk juga

perkembangan emosi, intelektual dan tingkah laku sebagai hasil

interaksi dengan lingkungannya (Soetijiningsih, 1995).

Tumbuh kembang merupakan proses kontinyu sejak dari konsepsi

sampai maturasi atau dewasa yang dipengaruhi oleh faktor bawaan dan

lingkungan (Soetijiningsih, 1995).

Pertumbuhan adalah peningkatan jumlah dan ukuran sel pada saat

membelah diri dan mensintesis protein baru menghasilkan peningkatan

ukuran dan berat seluruh atau sebagian dari bagian sel (Wong, 2009).

Perkembangan adalah perubahan dan perluasan secara bertahap

perkembangan tahap kompleksitas dari yang lebih rendah ke yang lebih

tinggi, peningkatan dan perluasan kapasitas seseorang melalui

pertumbuhan maturasi serta pembelajaran.

Pola tumbuh kembang bersifat jelas dapat diprediksi, kontinyu,

teratur, dan progresif, pola atau kecendrungan ini juga bersifat universal

dan mendasar bagi semua individu, namun unik dalam hal cara dan

waktu pencapaiannnya.

3. Ciri-ciri Anak Prasekolah

Snowman (1993) dikutip dari Padmonodewo (2003) mengemukakan

ciri-ciri anak prasekolah meliputi aspek fisik, sosial, emosi dan kognitif

anak.

a. Ciri Fisik

Penampilan atau gerak-gerik prasekolah mudah dibedakan

dengan anak yang berada dalam tahapan sebelumnya.

1) Anak prasekolah umumnya sangat aktif. Mereka telah

memiliki penguasaan (kontrol) terhadap tubuhnya dan

sangat menyukai kegiatan-kegiatan yang dilakukan sendiri.

Berikan kesempatan kepada anak untuk lari, memanjat, dan

Page 13: Jtptunimus Gdl Rahmatsyah 6167 2 Babii

19

melompat. Usahakan kegiatan-kegiatan tersebut sebanyak

mungkin sesuai dengan kebutuhan anak dan selalu di bawah

pengawasan.

1) Walaupun anak laki-laki lebih besar, namun anak perempuan

lebih terampil dalam tugas yang bersifat praktis, khususnya

dalam tugas motorik halus, tetapi sebaiknya jangan mengkritik

anak lelaki apabila dia tidak terampil. Jauhkan dari sikap

membandingkan lelaki-perempuan, juga dalam kompetensi

ketrampilan.

b. Ciri Sosial

Anak prasekolah biasanya mudah bersosialisasi dengan orang di

sekitarnya. Umumnya anak pada tahapan ini memiliki satu atau dua

sahabat yang cepat berganti. Mereka umumnya dapat cepat

menyesuaikan diri secara sosial, mereka mau bermain dengan

teman. Sahabat yang biasa dipilih biasanya yang sama jenis

kelaminnya, tetapi kemudian berkembang menjadi sahabat yang

terdiri dari jenis kelamin yang berbeda.

c. Ciri Emosional

Anak prasekolah cenderung mengekspresikan emosinya dengan

bebas dan terbuka, sikap marah, iri hati pada anak prasekolah sering

terjadi, mereka seringkali memperebutkan perhatian guru atau orang

sekitar. Pada usia ini sudah menjadi kebiasaan anak untuk

berperilaku lebih agresif dan lemah dalam kontrol diri. Anak-anak

dengan emosional tinggi dapat menunjukkan sifatnya tersebut

dengan temper tantrum.

d. Ciri Kognitif

Anak prasekolah umumnya sudah terampil berbahasa, sebagian

besar dari mereka senang berbicara, khususnya pada kelompoknya.

Sebaliknya anak diberi kesempatan untuk menjadi pendengar yang

baik (Padmonodewo, 2003).

Page 14: Jtptunimus Gdl Rahmatsyah 6167 2 Babii

20

4. Tugas Tumbuh Kembang Anak

Soetijiningsih, 1995 mengemukakan bahwa semua tugas

perkembangan anak usia 4-6 tahun itu disusun berdasarkan urutan

perkembangan dan diatur dalam empat kelompok besar yang disebut

sektor perkembangan yang meliputi :

1. Perilaku Sosial

Aspek yang berhubungan dengan kemampuan kemandirian,

bersosialisasi dan berinteraksi dengan lingkungan misalnya,

membantu di rumah, mengambil makan, berpakaian tanpa bantuan,

menyuapi boneka, menggosok gigi tanpa bantuan, dapat makan

sendiri.

2. Gerakan Motorik Halus

Aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak untuk

mengamati sesuatu, melakukan gerakan yang melibatkan bagian

tubuh tertentu yang dilakukan otot-otot kecil, tetapi memerlukan

koordinasi yang cermat misalnya menggambar garis, lingkaran dan

menggambar manusia.

3. Bahasa

Kemampuan yang memberikan respon terhadap suara,

mengikuti perintah, misalnya bicara semua dimengerti, mengenal

dan menyebutkan warna, menggunakan kata sifat (besar-kecil).

4. Gerakan Motorik Kasar

Aspek yang berhubungan dengan pergerakan dan sikap tubuh,

misalnya berdiri dengan satu kaki, berjalan naik tangga dan

menendang bola ke depan.

5. Faktor yang mempengaruhi perkembangan

1. Keturunan

Karakteristik yang diturunkan mempunyai pengaruh besar

pada perkembangan jenis kelamin anak, yang ditentukan oleh seleksi

acak pada waktu konsepsi, mengarahkan pola pertumbuhan dan

perilaku orang lain terhadap anak. Jenis kelamin dan determinan

Page 15: Jtptunimus Gdl Rahmatsyah 6167 2 Babii

21

keturunan lain secara kuat mempengaruhi hasil akhir pertumbuhan

dan laju perkembangan untuk mendapatkan hasil akhir tersebut.

Terdapat hubungan yang besar antara orang tua dan anak dalam hal

sifat seperti tinggi badan, berat badan dan laju pertumbuhan.

Kebanyakan karakteristik fisik, termasuk pola dan bentuk gambaran,

bangun tubuh dan keganjilan fisik diturunkan dan dapat

mempengaruhi cara pertumbuhan dan integrasi anak dengan

lingkungan (Soetjiningsih, 1995).

2. Faktor Neuroendoktrin

penelitian menunjukan kemungkinan adanya pusat

pertumbuhan dalam region hipotalamik yang bertanggungjawab

untuk mempertahankan pola pertumbuhan yang ditetapkan secara

genetic. Beberapa hubungan fungsional diyakini diantara

hipotalamus dan system endokrin yang mempengaruhi pertumbuhan.

3. Nutrisi

Nutrisi mungkin merupakan satu-satunya pengaruh paling

penting pada pertumbuhan. Faktor diit mengatur pertumbuhan pada

semua tahap perkembangan dan efeknya ditunjukan pada cara yang

beragam dan rumit, selama masa bayi dan kanak-kanak. Kebutuhan

kalori relative besar dibuktikan oleh peningkatan tinggi dan berat

badan (Soetjiningsih, 1995).

4. Hubungan interpersonal

Hubungan dengan orang terdekat memainkan peran penting

dalam perkembangan terutama dalam perkembangan emosi,

intelektual dan kepribadian, terutama dalam perkembangan emosi,

intelektual dan kepribadian tidak hanya kualitas dan kuantitas kontak

dengan orang lain yang memberi pengaruh pada anak yang sedang

berkembang tetapi luasnya rentang kontak penting untuk

pembelajaran dan perkembangan kepribadian yang sehat.

Page 16: Jtptunimus Gdl Rahmatsyah 6167 2 Babii

22

5. Tingkat Sosioekonomi

Tingkat sosioekonomi keluarga mempunyai dampak

signifikan pada pertumbuhan dan perkembangan. Pada semua usia

anak dari kelas atas dan menengah mempunyai tinggi lebih dari anak

keluarga dengan strata ekonomi rendah. Keluarga dari sosioekonomi

rendah kurang memiliki pengetahuan atau sumber daya yang

diperlukan untuk memberikan lingkungan yang aman, menstimulasi

dan kaya nutrisi yang membantu perkembangan optimal anak.

6. Penyakit

Perubahan pertumbuhan dan perkembangan adalah satu

menifestasi klinis dalam sejumlah gangguan hereditas. Gangguan

pertumbuhan terutama terlihat pada gangguan skeletal, seperti

berbagai bentuk duarfisme dan sedikitnya satu anomaly kromosom

(sindrom turner) banyak gangguan metabolisme seperti riketsia

resisten-vitamin D, mukopoli sekaridosis, dan berbagai gangguan

lain, kecendrungannya adalah kearah persentil atas tinggi badan.

Gangguan apapun yang dicirikan dengan ketidakmampuan untuk

mencerna dan mengabsorsi nutrisi tubuh akan memberi efek

merugikan pada pertumbuhan dan perkembangan

7. Bahaya Lingkungan

Bahaya dilingkungan adalah sumber kekawatiran pemberi

asuhan kesehatan dan orang lain yang memperhatikan kesehatan dan

keamanan cedera fisik paling sering terjadi akibat bahaya

lingkungan, dan berkaitan dengan usia bahaya khusus dan

ketidakmampuan fisik (Soetjiningsih, 1995).

Anak beresiko tinggi mengalami cedera akibat resiko kimia

dan ini berhubungan dengan potensi kardiogenik, efek enzimatik dan

akumulasi (Baum dan Shannon, 1995). Agens berbahaya yang paling

sering dikaitkan dengan resiko kesehatan adalah bahan kimia dan

radiasi.

Page 17: Jtptunimus Gdl Rahmatsyah 6167 2 Babii

23

8. Stress pada masa kanak-kanak

Meskipun semua anak mengalami stres beberapa anak muda

tampak lebih rentan dibanding yang lain. Usia anak temperamen

situasi hidup dan status kesehatan mempengaruhi kerentanan reaksi

dan kemampuan mereka mengatasi stres. Orang tua dapat mencoba

untuk mengenali tanda stres untuk membantu anak mengahadapi

stres sebelum menjadi berat (Soetjiningsih, 1995).

9. Pengaruh media massa

Media dapat memberi pengaruh besar pada perkembangan

anak, media memberi anak suatu cara untuk memperluas

pengetahuan mereka tentang dunia tempat mereka hidup dan

berkontribusi untuk mempersempit perbedaan antar kelas. Anak

dapat mengidentifikasi secara dekat orang atau karakter yang

digambarkan dalam materi bacaan, film, video dan program televisi

serta iklan (Soetjiningsih, 1995).

Page 18: Jtptunimus Gdl Rahmatsyah 6167 2 Babii

24

D. Kerangka teori

Gambar 2.1 Kerangka Teori

Sumber : Zaviera, 2008, Drey, 2006

Pola asuh orang tua- Demokratis- Otoriter- Permisif

Temper tantrum

Terhalangkeinginan

Ketidakmampuanmengungkapkan

diri

Tidak terpenuhinyakebutuhan

Lelah, lapar dansakit

Stress dan merasatidak aman

Mencari perhatian

Ingin menunjukkankemandirian

Cemburu

Semata-mata keraskepala

Page 19: Jtptunimus Gdl Rahmatsyah 6167 2 Babii

25

E. Kerangka konsep

Gambar 2.2 Kerangka konsep

F. Variabel penelitian

1. Variabel bebas (Independen variable) dalam penelitian ini adalah pola

asuh orangtua.

2. Variabel terikat (dependen variable) dalam penelitian ini adalah temper

tantrum.

G. Hipotesis penelitian

Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada hubungan antara pola asuh

orangtua dengan temper tantrum pada anak di RA. Masysitoh Bustanul Athfal.

Pola asuh orangtua

Temper tantrum

Variabel bebas Variabel terikat