jtptunimus gdl risnamaliq 5503 3 babii

27
10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Mencuci Tangan Perilaku manusia pada hakikatnya adalah suatu aktivitas dari manusia itu sendiri. oleh sebab itu, perilaku manusia itu mempunyai bentangan yang sangat luas, mencakup berjalan, berbicara, bereaksi, berpakaian dan lain sebagainya. Bahkan kegiatan internal (internal activity) seperti berfikir, persepsi dan emosi yang merupakan perilaku manusia (Notoatmodjo, 2003) Robert Kwick (1974) menyatakan bahwa perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat diamati dan bahkan dapat dipelajari. Perilaku tidak sama dengan sikap. Sikap adalah hanya suatu kecenderungan untuk mengadakan tindakan pada suatu objek, dengan suatu cara yang menyatakan adanya suatu tanda-tanda untuk menyenangi atau tidak menyenangi objek tersebut. Sikap hanyalah sebagian dari perilaku manusia (Notoatmodjo, 2005) Perilaku mencuci tangan adalah suatu aktivitas, tindakan mencuci tangan yang di kerjakan oleh individu yang dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung. Menurut Green (1980), kesehatan seseorang dipengaruhi oleh dua faktor pokok yaitu faktor perilaku (behavior causes), dan faktor non perilaku (non behavior causes). Perilaku kesehatan itu sendiri juga dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu: 1. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factor) Yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya. a. Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar

Upload: mindy-baker

Post on 28-Nov-2015

31 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Jtptunimus Gdl Risnamaliq 5503 3 Babii

10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Perilaku Mencuci Tangan

Perilaku manusia pada hakikatnya adalah suatu aktivitas dari manusia

itu sendiri. oleh sebab itu, perilaku manusia itu mempunyai bentangan yang

sangat luas, mencakup berjalan, berbicara, bereaksi, berpakaian dan lain

sebagainya. Bahkan kegiatan internal (internal activity) seperti berfikir,

persepsi dan emosi yang merupakan perilaku manusia (Notoatmodjo, 2003)

Robert Kwick (1974) menyatakan bahwa perilaku adalah tindakan atau

perbuatan suatu organisme yang dapat diamati dan bahkan dapat dipelajari.

Perilaku tidak sama dengan sikap. Sikap adalah hanya suatu kecenderungan

untuk mengadakan tindakan pada suatu objek, dengan suatu cara yang

menyatakan adanya suatu tanda-tanda untuk menyenangi atau tidak

menyenangi objek tersebut. Sikap hanyalah sebagian dari perilaku manusia

(Notoatmodjo, 2005)

Perilaku mencuci tangan adalah suatu aktivitas, tindakan mencuci

tangan yang di kerjakan oleh individu yang dapat diamati secara langsung

maupun tidak langsung. Menurut Green (1980), kesehatan seseorang

dipengaruhi oleh dua faktor pokok yaitu faktor perilaku (behavior causes), dan

faktor non perilaku (non behavior causes). Perilaku kesehatan itu sendiri juga

dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu:

1. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factor)

Yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan,

nilai-nilai dan sebagainya.

a. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah

orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.

Penginderaan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indera

penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar

Page 2: Jtptunimus Gdl Risnamaliq 5503 3 Babii

11

manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan seseorang

dapat diperoleh melalui pendidikan, paparan media masa (akses

informasi), ekonomi (pendapatan), hubungan social (lingkungan social

budaya), pengalaman.

Sebelum anak berperilaku mencuci tangan, ia harus tahu

terlebih dahulu apa arti atau manfaat perilaku dan apa resikonya

apabila tidak mencuci tangan dengan sabun bagi dirinya atau

keluarganya. Melalui pendidikan kesehatan mencuci tangan anak

mendapatkan pengetahuan pentingnya mencuci tangan sehingga

diharapkan anak tahu, bisa menilai, bersikap yang didukung adanya

fasilitas mencuci tangan sehingga tercipta perilaku mencuci tangan.

b. Sikap

Sikap adalah penilaian (bisa berupa pendapat) seseorang

terhadap stimulus dan objek (dalam hal ini adalah masalah kesehatan,

termasuk penyakit). Setelah anak mengetahui bahaya tidak mencuci

tangan (melalui pengalaman, pengaruh orang lain, media massa,

lembaga pendidikan, emosi), proses selanjutnya akan menilai atau

bersikap terhadap kegiatan mencuci tangan tersebut.

c. Kepercayaan sering diperoleh dari guru, orang tua dan seseorang yang

dituakan. Pendidikan kesehatan bisa melalui guru atau orang tua, misal

selain mengajari cara mencuci tangan guru atau orang tua bisa

membiasakan dirinya mencuci tangan sehingga anak bisa meniru

kebiasaan yang dilakukan guru atau orang tuanya. Karena anak

menganggap benar apa yang dilakukan guru atau orang tua dan orang

yang di tuakannya.

2. Faktor-faktor pemungkin (enambling factor)

Yang terwujud dalam lingkungan fisik, ketersediaan sarana dan

prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat, misalnya: air bersih,

tepat buang sampah, tempat buang tinja, ketersediaan makanan yang

bergizi, dan sebagainya. Termasuk juga fasilitas pelayanan kesehatan

seperti puskesmas, rumah sakit, poliklinik, posyandu, polindes, pos obat

Page 3: Jtptunimus Gdl Risnamaliq 5503 3 Babii

12

desa, dokter atau bidan swasta dan sebagainya. Untuk mendukung perilaku

hidup sehat.

3. Faktor-faktor penguat (reinforcing faktor)

Yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan, atau

petugas yang lain, yang merupakan kelompok referensi dari perilaku

masyarakat. Maka promosi dan kesehatan yang paling tepat adalah bentuk

pelatihan bagi tokoh masyarakat, tokoh agama dan petugas kesehatan, agar

sikap dan perilaku petugas atau tokoh agama dan tokoh masyarakat dapat

menjadi teladan, contoh, atau acuan bagi masyarakat tentang hidup sehat

(berperilaku hidup sehat). (Notoatmodjo, 2003)

Menurut skinner (1938) seorang ahli psikologi, merumuskan bahwa

perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus

(rangsangan dari luar). Oleh karena perilaku mencuci tangan ini terjadi

melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme

tersebut merespons, maka teori Skinner ini disebut teori “S-O-R” atau

Stimulus-Organisme-Respon. Skinner membedakan adanya dua respon, yaitu:

1. Respondent respons atau reflexive

Respon yang ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan (stimulus) tertentu.

Stimulus semacam ini disebut eliciting stimulation karena menimbulkan

respon-respon yang relatif tetap.

2. Operant respon atau instrumental respons

Respon yang timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh stimulus atau

perangsang tertentu. Perangsang itu disebut reinforcing stimulation atau

reinforce, karena memperkuat respon.

Di dalam kehidupan sehari-hari, respon jenis pertama (respondent

respons atau respondent beharvior) sangat terbatas keberadaannya pada

manusia. Hal ini disebabkan karena hubungan yang pasti antara stimulus dan

respons kemungkinan untuk memodifikasinya adalah kecil. Sebaliknya

operant respons atau instrument behavior merupakan bagian terbesar dari

perilaku manusia, dan kemungkinan untuk memodifikasi sangat besar, bahkan

dapat dikatakan tidak terbatas (Notoatmodjo, 2005)

Page 4: Jtptunimus Gdl Risnamaliq 5503 3 Babii

13

Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat

dibedakan menjadi dua, yaitu :

1. Perilaku tertutup (recivert behavior)

Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau

tertutup (covert). Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas

pada perhatian, persepsi, pengetahuan/kesadaran, dan sikap yang terjadi

pada orang menerima stimulus tersebut, dan belum bisa diamati secara

jelas oleh orang lain.

2. Perilaku terbuka (overt behavior)

Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata ata

terbuka. Respon terhada stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk

tindaka atau praktek (practice), yang dengan mudah dapat diamati atau

dilihat oleh orang lain (Notoatmodjo, 2003)

Perilaku-perilaku mencuci tangan individu dapat terjadi disebabkan

oleh beberapa faktor diantaranya karena kebutuhan , dorongan motivasi, faktor

perangsang dan pengawet, dan pengaruh sikap dan kepercayaan (Kariyoso,

1994)

Terbentuknya perilaku mencuci tangan individu dapat terjadi karena

proses kematangan dan proses interaksi dengan lingkungan. Cara yang inilah

yang paling besar pengaruhnya terhadap perilaku manusia. Terbentuknya dan

perubahan perilaku karena proses interaksi antara individu dengan lingkungan

ini melalui suatu proses yakni proses belajar atau di lingkungan yang ada

diluar. Oleh sebab itu, perubahan perilaku dan proses belajar itu sangat erat

kaitannya. Perubahan perilaku adalah merupakan hasil dari proses belajar.

Berarti pendidikan kesehatan mencuci tangan disekolah merupakan salah satu

cara yang tepat untuk perubahan perilaku anak dalam proses belajar. Karena

melalui proses belajar terjadi proses kematangan dan proses interaksi dengan

lingkungan yang dapat merubah perilaku anak dalam hal mencuci tangan.

(Notoatmodjo, 2005)

Menurut WHO yang dikutip dari Notoatmodjo S, bentuk perilaku

sangat bervariasi, sesuai dengan konsep yang digunakan oleh para ahli dalam

Page 5: Jtptunimus Gdl Risnamaliq 5503 3 Babii

14

pemahamannya terhadap perilaku. Berikut bentuk-bentuk perubahan perilaku

dapat dikelompokkan menjadi 3, yakni:

1. Perubahan Alamiah (natural change). Perilaku manusia selalu berubah,

dimana sebagian perubahan itu disebabkan karena kejadian alamiah.

Apabila dalam masyarakat sekitar terjadi suatu perubahan lingkungan fisik

atau sosial budaya dan ekonomi, maka anggota-anggota masyarakat di

dalamnya juga akan mengalami perubahan.

2. Perubahan Rencana (planned change). Perubahan perilaku ini terjadi

karena memang direncanakan sendiri oleh subyek.

3. Kesediaan untuk Berubah (Readiness to Change), apabila terjadi suatu

inovasi atau program-program pembangunan didalam masyarakat. Maka

yang sering terjadi adalah sebagai orang sangat lambat untuk menerima

inovasi atau perubahan tersebut (berubah perilakunya)

Untuk melakukan perubahan perilaku diperlukan motivasi yang kuat

untuk berubah. Motivasi adalah suatu dorongan yang menggerakkan seseorang

untuk berperilaku, beraktivitas dalam penyampaian tujuan dimana kebutuhan

merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap lajunya dorongan

tersebut . Jadi perubahan perilaku mencuci tangan pada anak usia sekolah

dapat tercapai dengan memberi anak motivasi yang kuat. Sehingga timbul dari

kesadarannya sendiri, tercipta perilaku mencuci tangan pada anak tersebut.

(Widayatun, 1999)

Menurut Kurt Lewin (1970) yang dikutip dari Notoatmodjo S,

berpendapat bahwa perilaku manusia itu adalah suatu keadaan yang seimbang

antara kekuatan-kekuatan pendorong (drivering forces). Perilaku mencuci

tangan itu dapat berubah apabila terjadi ketidakseimbangan antara kedua

kekuatan tersebut di dalam diri seseorang.

B. Anak Usia Sekolah

1. Definisi Anak Usia Sekolah

Usia sekolah adalah anak pada usia 6-12 tahun, yang artinya

sekolah menjadi pengalaman inti anak. Periode ketika anak-anak dianggap

Page 6: Jtptunimus Gdl Risnamaliq 5503 3 Babii

15

mulai bertanggung jawab atas perilakunya sendiri dalam hubungan dengan

orang tua mereka, teman sebaya, dan orang lainnya. Usia sekolah

merupakan masa anak memperoleh dasar-dasar pengetahuan untuk

keberhasilan penyesuaian diri pada kehidupan dewasa dan memperoleh

keterampilan tertentu. (Nuryanti, 2008)

Menurut Sigmund Freud, anak usia 6-12 tahun sering disebut

dengan masa anak pertengahan atau laten yaitu masa tenang dan nyaman,

walau anak mengalami perkembangan pesat pada aspek motorik dan

kognitif. Anak laki-laki lebih banyak bergaul dengan teman sejenis,

demikian pula dengan anak perempuan. Oleh karena itu, fase ini disebut

juga periode homoseksual alamiah. Anak mencari figur ideal diantara

orang dewasa berjenis kelamin sama dengannya (Irwanto, 2002)

Menurut Jean Piaget yang dikutip dari Dariyo A, bahwa anak usia

sekolah dibagi menjadi 2 periode yaitu masa anak tengah (middle

Childhood) pada masa ini anak-anak kira-kira berumur 7-9 tahun, berada

pada fase perkembangan operasi komplit, untuk tugas yang rumit atau

kompleks anak akan menemui hambatan. Dan masa anak akhir (late

childhood) anak dengan usia 10-12 tahun, anak-anak terus

mengembangkan kapasitas intelektual (masa operasi konkrit) di bangku

pendidikan formal yaitu sekolah dasar.

2. Perkembangan Fisik Pada Anak Usia Sekolah

Perkembangan fisik anak usia sekolah cenderung berbeda dengan

masa sebelumnya dan sesudahnya. Pertumbuhan tangan dan kaki lebih

cepat dibanding dengan pertumbuhan togok. Pada tahun-tahun awal usia

sekolah pertumbuhan jaringan tulang lebih cepat dibandingkan dengan

pertumbuhan jaringan otot mulai lebih cepat, hal ini berpengaruh pada

peningkatan kekuatan yang menjadi lebih cepat juga (Widayatun, 1999)

Mulai umur 6 tahun ini, seorang anak pertumbuhan badannya

relative seimbang, maka anak menjadi senang bermain keseimbangan dan

penguasaan badan. Pertumbuhan fisik yang berlangsung secara baik itu

sudah barang tentu ikut berpengaruh terhadap perkembangan psikis anak.

Page 7: Jtptunimus Gdl Risnamaliq 5503 3 Babii

16

Pada masa tersebut anak sudah matang untuk masuk sekolah (Ahmadi,

2005)

Perkembangan fisik atau jasmani anak sangat berbeda satu sama

lain, sekalipun anak-anak tersebut usianya relatif sama, bahkan dalam

kondisi ekonomi yang relatif sama pula. Sedangkan pertumbuhan anak-

anak berbeda ras juga menunjukkan perbedaan yang menyolok. Hal ini

antara lain disebabkan perbedaan gizi, lingkungan, perlakuan orang tua

terhadap anak, kebiasaan hidup dan lain-lain (Sofa, 2008)

3. Ciri-ciri Anak Usia Sekolah

Orang tua, pendidik, dan ahli psikologis memberikan berbagai

label kepada periode ini dan label-label itu mencerminkan ciri-ciri penting

dari periode anak usia sekolah. Yaitu sebagai berikut:

a. Label yang digunakan oleh orang tua

1) Usia yang menyulitkan

Suatu masa dimana anak tidak mau lagi menuruti perintah dan

dimana ia lebih banyak dipengaruhi oleh teman-teman sebaya

daripada oleh orang tua dan anggota keluarga lainnya.

2) Usia tidak rapih

Suatu masa dimana anak cenderung tidak memperdulikan dan

ceroboh dalam penampilan, dan kamarnya sangat berantakan.

Sekalipun ada peraturan keluarga yang ketat mengenai kerapihan

dan perawatan barang-barangnya, hanya beberapa saja yang taat,

kecuali kalau orang tua mengharuskan melakukannya dan

mengancam dengan hukuman.

b. Label yang digunakan oleh para pendidik

1) Usia sekolah dasar

Pada usia tersebut anak diharapkan memperoleh dasar-dasar

pengetahuan yang dianggap penting untuk keberhasilan

penyesuaian diri pada kehidupan dewasa, dan mempelajari

berbagai keterampilan penting tertentu, baik keterampilan kurikuler

maupun ekstra kurikuler.

Page 8: Jtptunimus Gdl Risnamaliq 5503 3 Babii

17

2) Periode kritis

Suatu masa di mana anak membentuk kebiasaan untuk mencapai

sukses, tidak sukses, atau sangat sukses. Sekali terbentuk,

kebiasaan untuk bekerja dibawah, diatas atau sesuai dengan

kemampuan cenderung menetap sampai dewasa.telah dilaporkan

bahwa tingkat perilaku berprestasi pada masa kanak-kanak

mempunyai korelasi yang tinggi dengan perilaku berprestasi pada

masa dewasa.

c. Label yang digunakan ahli psikologi

1) Usia berkelompok

Suatu masa di mana perhatian utama anak tertuju pada keinginan

diterima oleh teman-teman sebaya sebagai angota kelompok,

terutama kelompok yang bergengsi dalam pandangan teman-

temannya. Oleh karena itu, anak ingin menyesuaikan dengan

standar yang disetujui kelompok dalam penampilan, berbicara, dan

perilaku.

2) Usia penyesuaian diri

Suatu masa dimana perhatian pokok anak adalah dukungan dari

teman-teman sebaya dan keanggotaan dalam kelompok.

3) Usia kreatif

Suatu masa dalam rentang kehidupan dimana akan ditentukan

apakah anak-anak menjadi konformis atau pencipta karya yang

baru yang orisinil. Meskipun dasar-dasar untuk ungkapan kreatif

diletakkan pada awal masa kanak-kanak, namun kemampuan untuk

menggunakan dasar-dasar ini dalam kegiatan-kegiatan orisinal

pada umumnya belum berkembang sempurna sebelum anak-anak

belum mencapai tahun-tahun akhir masa kanak-kanak.

4) Usia bermain

Bukan karena terdapat lebih banyak waktu untuk bermain daripada

dalam periode-periode lain hal mana tidak dimungkinkan lagi

apabila anak-anak sudah sekolah melainkan karena terdapat

Page 9: Jtptunimus Gdl Risnamaliq 5503 3 Babii

18

tumpang tindih antara ciri-ciri kegiatan bermain anak-anak yang

lebih muda dengan ciri-ciri bermain anak-anak remaja. Jadi alasan

periode ini disebut sebagai usia bermain adalah karena luasnya

minat dan kegiatan bermain dan bukan karena banyaknya waktu

untuk bermain. (Hurlock, 1990)

Jadi dapat disimpulkan bahwa masa ini adalah masa atau usia dini

yang paling tepat bagi anak memperoleh pendidikan kesehatan mencuci

tangan. Masa dimana anak senang mempelajari apa yang ada disekitarnya

dengan suka bermain dan berkelompok dengan teman-temannya baik

dalam keluarga, sekolah, masyarakat dan lingkungan disekitarnya. anak

akan mudah diberikan masukan mengenai pendidikan kesehatan mencuci

tangan sehingga dapat merubah perilaku yang sebelumnya tidak rajin

mencuci tangan, setelah mendapatkan pendidikan kesehatan anak menjadi

tahu pentingnya mencuci tangan dan merubah perilaku mencuci

tangannya.

4. Tugas Perkembangan Usia Sekolah

Tugas-tugas perkembangan anak usia sekolah menurut Havighurst

adalah sebagai berikut:

a. Mempelajari keterampilan fisik yang diperlukan untuk permainan-

permainan yang umum

b. Membangun sikap yang sehat mengenai diri sendiri sebagai mahluk

yang sedang tumbuh

c. Belajar menyesuaikan diri dengan teman-teman seusianya

d. Mulai mengembangkan peran social pria atau wanita yang tepat

e. Mengembangkan keterampilan-keterampilan dasar untuk membaca,

menulis dan berhitung

f. Mengembangkan pengertian-pengertian yang diperlukan untuk

kehidupan sehari-hari

g. Mengembangkan hati nurani, pengertian moral, tata dan tingkatan nilai

h. Mengembangkan sikap terhadap kelompok-kelompok social dan

lembaga-lembaga

Page 10: Jtptunimus Gdl Risnamaliq 5503 3 Babii

19

i. Mencapai kebebasan pribadi

Untuk memperoleh tempat didalam kelompok sosial, anak harus

menyelesaikan berbagai tugas perkembangan. Kegagalan dalam

pelaksanaannya akan mengakibatkan pola perilaku yang tidak matang,

sehingga sulit diterima oleh kelompok teman-temannya dan tidak mampu

menyamai teman-teman sebaya yang sudah menguasai tugas-tugas

perkembangan tersebut (Hurlock, 1990)

Tugas-tugas perkembangan yang bersumber dari kematangan fisik

diantaranya adalah belajar berjalan, belajar melempar mengangkap dan

menendang bola, belajar menerima jenis kelamin yang berbeda dengan

dirinya. Beberapa tugas perkembangan terutama bersumber dari

kebudayaan seperti belajar membaca, menulis dan berhitung, belajar

tanggung jawab sebagai warga negara. Sementara tugas-tugas

perkembangan yang bersumber dari nilai-nilai kepribadian individu

diantaranya memilih dan mempersiapkan untuk bekerja, memperoleh nilai

filsafat dalam kehidupan (Kurniawan, 2007)

C. Pendidikan Kesehatan

1. Definisi pendidikan kesehatan

Pendidikan kesehatan adalah proses membuat orang mampu

meningkatkan kontrol dan memperbaiki kesehatan individu. Kesempatan

yang direncanakan untuk individu, kelompok atau masyarakat agar belajar

tentang kesehatan dan melakukan perubahan-peubahan secara suka rela

dalam tingkah laku individu (Entjang, 1991)

Menurut Wood dikutip dari Effendi (1997), pendidikan kesehatan

merupakan sejumlah pengalaman yang pengaruh menguntungkan secara

kebiasaan, sikap dan pengetahuan yang ada hubungannya dengan

kesehatan perseorangan, mayarakat dan bangsa. Kesemuannya ini,

dipersiapkan dalam rangka mempermudah diterimannya secara suka rela

perilaku yang akan meningkatkan dan memelihara kesehatan.

Page 11: Jtptunimus Gdl Risnamaliq 5503 3 Babii

20

Menurut Steward dikutip dari Effendi (1997), unsur program

kesehatan dan kedokteran yang didalamnya terkandung rencana untk

merubah perilaku perseorangan dan masyarakat dengan tujuan untuk

membantu tercapainya program pengobatan, rehabilitasi, pencegahan

penyakit dan peningkatan kesehatan.

Menurut Ottawwa Charter (1986) yang dikutip dari Notoatmodjo

S, pendidikan kesehatan adalah proses untuk meningkatkan kemampuan

masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya. Selain itu

untuk mencapai derajat kesehatan yang sempurna, baik fisik, mental dan

social, maka masyarakat harus mampu mengenal dan mewujudkan

aspirasinya, kebutuhannya, dam mampu mengubah atau mengatasi

lingkungannya (lingkungan fisik, sosial, budaya, dan sebagainya).

Dapat dirumuskan bahwa secara konsep, pendidikan kesehatan

adalah upaya untuk mempengaruhi, dan atau mempengaruhi orang lain,

baik individu, kelompok, atau masyarakat, agar melaksanakan perilaku

hidup sehat. Sedangkan secara operasional, pendidikan kesehatan

merupakan suatu kegiatan untuk memberikan dan atau meningkatkan

pengetahuan, sikap, dan praktek masyarakat dalam memelihara dan

meningkatkan kesehatan mereka sendiri (Notoatmodjo, 2003)

2. Tujuan pendidikan kesehatan

Pendidikan kesehatan memiliki beberapa tujuan antara lain

pertama, tercapainya perubahan perilaku individu, keluarga dan

masyarakat dalam membina dan memelihara perilaku sehat dan

lingkungan sehat, serta peran aktif dalam upaya mewujudkan derajat

kesehatan yag optimal. Kedua, terbentuknya perilaku sehat pada individu,

keluarga dan masyarakat yang sesuai dengan konsep hidup sehat baik

fisik, mental dan social sehingga dapat menurunkan angka kesakitan dan

kematian. Ketiga, menurut WHO tujuan penyuluhan kesehatan adalah

untuk mengubah perilaku perseorangan dan atau masyarakat dalam bidang

kesehatan (Effendy, 1997)

Page 12: Jtptunimus Gdl Risnamaliq 5503 3 Babii

21

Tujuan utama pendidikan kesehatan adalah agar orang mampu

menerapkan masalah dan kebutuhan mereka sendiri, mampu memahami

apa yang dapat mereka lakukan terhadap masalahnya, dengan sumber daya

yang ada pada mereka ditambah dengan dukungan dari luar, dan mampu

memutuskan kegiatan yang tepat guna untuk meningkatkan taraf hidup

sehat dan kesejahteraan masyarakat (Mubarak, 2009)

Menurut Undang-undang Kesehatan No. 23 Tahun 1992 dan

WHO, tujuan pendidikan kesehatan adalah meningkatkan kemampuan

masyarakat untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan; baik

secara fisik, mental dan sosialnya, sehingga produktif secara ekonomi

maupun social, pendidikan kesehatan disemua program kesehatan; baik

pemberantasan penyakit menular, sanitasi lingkungan, gizi masyarakat,

pelayanan kesehatan, maupun program kesehatan lainnya (Mubarak, 2009)

Jadi pendidikan kesehatan mencuci tangan pada anak usia sekolah

tersebut tujuannya adalah agar anak bisa cuci tangan pakai sabun dengan

benar, memperoleh pengetahuan dan pemehaman pentingnya mencuci

tangan untuk kesehatan, tercapainya perilaku mencuci tangan sehingga

dapat meningkatkan derajat kesehatan fisik, mental dan sosialnya,

sehingga produktif secara ekonomi maupun social.

3. Metode pendidikan kesehatan

Penyampaian pendidikan kesehatan harus menggunakan cara

tertentu , materi juga harus disesuaikan dengan sasaran, demikian juga alat

bantu pendidikan disesuaikan agar dicapai suatu hasil yang optimal.

Untuk sasaran kelompok, metodenya harus berbeda dengan sasaran massa

dan sasaran individual. Untuk sasaran massa pun harus berbeda dengan

sasaran individual dan sebagainya.

a. Metode pendidikan individual

Dalam pendidikan kesehatan, metode pendidikan yang bersifat

individual ini digunakan untuk membina perilaku baru, atau seseorang

yang telah mulai tertarik kepada suatu perubahan perilaku atau inovasi.

Bentuk pendekatan antara lain:

Page 13: Jtptunimus Gdl Risnamaliq 5503 3 Babii

22

1) Bimbingan dan penyuluhan (guidance and counseling)

Dengan cara ini kontak antara klien dengan petugas lebih intensif,

setiap masalah yang dihadapi oleh klien dapat dikorek, dan dibantu

penyelesaiannya.

2) Interview (wawancara)

Wawancara antara petugas kesehatan dengan klien untuk menggali

informasi mengapa ia tidak atau belum menerima perubahan, untuk

mengetahui apakah perilaku yang sudah atau yang akan diadopsi

itu mempunyai dasar pengertian dan kesadaran yang kuat. Apabila

belum maka perlu penyuluhan yang lebih mendalam lagi.

b. Metode pendidikan kelompok

Dalam memilih pendidikan kelompok, harus mengingat

besarnya kelompok sasaran serta tingkat pendidikan formal pada

sasaran. Untuk kelompok yang besar, metodenya akan lain dengan

kelompok kecil. Efektivitas suatu metode akan tergantung pula pada

besarnya sasaran pendidikan.

1) Kelompok besar : penyuluhan lebih dari 15 orang, dengan metode

antara lain

(a) Ceramah: metode yang baik untuk sasaran yang berpendidikan

tinggi maupun rendah.

(b) Seminar : metode ini sangat cocok untuk sasaran kelompok

besar dengan pendidikan menengah keatas. Seminar adalah

suatu penyajian (presentasi) dari satu ahli dari beberapa ahli

tentang suatu topik yang dianggap penting dan biasanya

dianggap hangat dmasyarakat.

2) Kelompok kecil: apabila peserta kegiatan itu kurang dari 15 orang.

Metode-metode yang cocok yaitu diskusi kelompok, curah

pendapat (brain storming), bola salju (snow balling), kelompok

kecil-kecil (bruzz group), role play (memainkan peranan) dan

permainan simulasi (simulation game)

Page 14: Jtptunimus Gdl Risnamaliq 5503 3 Babii

23

c. Metode pendidikan massa (public)

Metode pendidikan (pendekatan) massa untuk

mengkomunikasikan pesan-pesan kesehatan yang ditujukan kepada

masyarakat yang sifatnya massa atau public, maka cara yang paling

tepat adalah pendekatan massa. Tanpa membedakan golongan umur,

jenis kelamin, pekerjaan, status social, tingkat pendidikan dan

sebagainya.

Pada umumnya bentuk pendekatan (cara) massa ini tidak

langsung. Biasanya mengguanakan atau melalui media massa.

Beberapa contoh metode antara lain ceramah umum (public spesking),

pidato-pidato diskusi tentang kesehatan melalui media elektronik baik

tv maupun radio, simulasi, tulisan-tulisan di majalah atau Koran dan

bill board yang di pasang di pnggir jalan, spanduk poster dan

sebagainya. (Notoatmodjo, 2005)

4. Alat bantu/media pendidikan kesehatan

Media pendidikan pada hakikatnya adalah alat bantu pendidikan,

alat-alat yang digunakan oleh pendidik dalm menyampaikan bahan

pendidikan/pengajaran. Disebut media pendidikan kesehatan karena alat-

alat tersebut merupakan saluran (channel) untuk menyampaikan informasi

kesehatan dan karena alat-alat tersebut digunakan untuk mempermudah

penerimaan pesan-pesan kesehatan bagi masyarakat dan klien

(Notoatmodjo, 2003)

Salah satu tujuan menggunakan alat bantu yaitu menimbulkan

minat, mencapai sasaran yang banyak, merangsang sasaran pendidikan

untuk meneruskan pesan-pesan yang diterima kepada orang lain, untuk

mempermudah penyampaian, penerimaan informasi oleh sasaran

pendidikan, mendorong keinginan orang untuk mengetahui dan

menegakkan pengertian yang diperoleh (Notoatmodjo, 2003)

Menurut para ahli, indera indra yang paling banyak menyalurkan

pengetahuan ke dalam otak adalah mata. Kurang lebih 75% sampai 87%

dari pengetahuan manusia diperoleh disalurkan melalui mata. Sedangkan

Page 15: Jtptunimus Gdl Risnamaliq 5503 3 Babii

24

13% sampai 25% lainnya tersalur melalui indera lain. Dari sini dapat

disimpulkan bahwa alat-alat visual lebih mempermudah cara penyampaian

dan penerimaan informasi atau bahan pendidikan (Notoatmodjo, 2003)

Pada garis besarnya hanya ada tiga macam alat bantu pendidikan

(alat peraga), antara lain:

a. Alat bantu melihat (visual aids) yang berguna dalam membantu

menstimulasi indera mata (penglihatan)pada waktu terjadinya

pendidikan. Alat ini ada 2 bentuk.

1) Alat yang diproyeksikan, misalnya slide, film, film strip dan

sebagainya.

2) Alat-alat yang tidak diproyeksikan:

(a) Dua dimensi, gambar peta, bagan dan sebagainya.

(b) Tiga dimensi, misalnya bola dunia, boneka dan sebagainya.

b. Alat-alat bantu dengar (audio aids), yaitu alat dapat membantu untuk

menstimulasikan indera pendengar pada waktu proses penyampaian

bahan pendidikan/pengajaran. Misalnya : piring hitam, radio, pita suara

dan sebagainya.

c. Alat bantu lihat-dengar, seperti televise dan video cassette. Alat-alat

bantu pendidikan ini lebih dikenal dengan Audio Visual Aids (AVA)

(Notoatmodjo, 2003)

5. Sasaran pendidikan kesehatan

Sasaran pendidikan kesehatan adalah individu, keluarga, kelompok

dan masyarakat yang dijadikan subyek dan obyek perubahan perilaku,

sehingga diharapkan dapat memahami, menghayati dan mengaplikasikan

cara-cara hidup sehat dalam kehidupan sehari-harinya. Banyak faktor yang

diperhatikan terhadap sasaran dalam keberhasilan pendidikan kesehatan,

antara lain tingkat pendidikan, tingkat social ekonomi, adat istiadat,

kepercayaan masyarakat dan kepercayaan waktu (Effendy, 1997)

Berdasarkan tujuan akhir visi dan misi pendidikan kesehatan yaitu

kemampuan masyarakat untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan

mereka sendiri. dari visi dan misi tersebut sudah jelas bahwa yang menjadi

Page 16: Jtptunimus Gdl Risnamaliq 5503 3 Babii

25

sasaran utama pendidikan kesehatan adalah masyarakat khususnya bagi

perilaku masyarakat. Namun demikian, karena terbatasnya sumber daya,

akan tidak efektif apabila upaya atau kegiatan pendidikan kesehatan, baik

yang diselenggarakan pemerintah maupun swasta itu,langsung di

alamatkan kepada masyarakat. Oleh sebab itu dilakukan pentahapan

sasaran pendidikan kesehatan yang terbagi menjadi 3 kelompok sasaran,

yaitu:

a. Sasaran Primer (Primary Target)

Masyarakat menjadi sasaran langsung pendidikan kesehatan

dengan strategi pemberdayaan masyarakat (impowerment). Sesuai

dengan permasalahan kesehatan, maka sasaran ini dibagi menjadi,

kepala keluarga untuk masalah kesehatan umum, ibu hamil dan

menyusui untuk masalah KIA (kesehatan ibu dan anak), anak sekolah

untuk kesehatan remaja dan sebagainya.

b. Sasaran Sekunder (Sekunder Target)

Para tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat dan

sebagainya. Disebut sasaran sekunder, Karena dengan memberikan

pendidikan kesehatan kepada kelompok ini akan memberikan

pendidikan kesehatan kepada masyarakat sekitarnya dengan

mengguankan strategi dukungan sosial (social support).

c. Sasaran Tersier (Tertiary Target)

Para pembuat keputusan atau penentu kebijakan baik di tingkat

pusat, maupun daerah adalah sasaran tersier pendidikan kesehatan.

Dengan menggunakan startegi advokasi (advocacy) (Notoatmodjo,

2003)

6. Pendidikan Kesehatan Terhadap Perilaku

Tujuan pendidikan kesehatan adalah mengubah perilaku individu,

kelompok dan masyarakat menuju hal-hal yang positif secara terencana

melalui proses belajar. Seseorang mengubah perilakunya dengan beberapa

cara salah satunya yang disebut dengan Cognitive Dissonance adalah

adanya suatu gangguan keseimbangan tentang kemantapan pengertian

Page 17: Jtptunimus Gdl Risnamaliq 5503 3 Babii

26

yang sudah dimiliki seseorang. Cognitive dissonance akan timbul pada

seseorang jika yang bersangkutan menghadapi hal-hal yang baru, di mana

individu akan mengembalikan keseimbangannya melalui suatu proses

rasionalisasi dengan mengubah pengertian atau sikapnya. Namun jika

antara pengertian dan sikap yang sudah diikuti selama ini oleh yang

bersangkutan dengan yang baru perbedaannya terlalu besar, maka cara

untuk mengembalikan keseimbangan adalah dengan menolak yang baru.

(Mubarak, 2009)

Selain kebiasaan, perilaku orang untuk mau hidup sehat ternyata

menjadi faktor penentu orang mau cuci tangan sebelum makan. Mengajak

orang untuk sadar cuci tangan pakai sabun secara benar ternyata susah-

susah gampang. Karena tidak jarang cuci tangan masih di anggap satu hal

sepele. Letakkan tangan di air, bilas, selesai. Kesadaran bahwa kesehatan

harus dimulai dan diusahakan oleh kita sendiri, harus kita sadari sejak dini.

Dan perlu ada penjelasan pentingnya mencuci tangan dengan benar untuk

menjaga dan mencegah penyakit yang berasal dari tangan kita sendiri.

Adanya pengertian baru akan menyebabkan adanya gangguan

keseimbangan pemahaman yang sudah dimiliki oleh individu, kelompok

atau masyarakat. Akan ada konflik antar pengertian dan anggapannya yang

lama dan yang baru, perbedaan inilah yang disebut cognitive dissonance.

Dengan ini berarti tujuan akhir dari pendidikan kesehatan adalah

masyarakat dapat mempraktekkan hidup sehat melalui mencuci tangan

bagi dirinya sendiri dan bagi masyarakat dapat berperilaku hidup sehat.

(Mubarak, 2009)

Pendidikan kesehatan identik dengan penyuluhan kesehatan,

karena keduanya berorientasi kepada perubahan perilaku yang diharapkan

yaitu perilaku sehat, sehingga mempunyai kemampuan mengenal masalah

kesehatan dirinya, keluarga dan kelompoknya dalam meningkatkan

kesehatan (Effendy, 1997)

Page 18: Jtptunimus Gdl Risnamaliq 5503 3 Babii

27

D. Mencuci Tangan

1. Pengertian mencuci tangan

Mencuci tangan dengan sabun adalah salah satu tindakan sanitasi

dengan membersihkan tangan dan jari jemari menggunakan air dan sabun

oleh manusia untuk menjadi bersih dan memutuskan mata rantai kuman.

Mencuci tangan dengan sabun dikenal juga sebagai salah satu upaya

pencegahan penyakit. Hal ini dilakukan karena tangan seringkali menjadi

agen yang membawa kuman dan menyebabkan patogen berpindah dari

satu orang ke orang lain, baik dengan kontak langsung ataupun kontak

tidak langsung (menggunakan permukaan-permukaan lain seperti handuk,

gelas) (Wikipedia, 2009)

Cuci tangan adalah proses membuang kotoran dan debu secara

mekanis dari kulit kedua belah tangan dengan memakai sabun dan air.

Kesehatan dan kebersihan tangan secara bermakna mengurangi jumlah

mikroorganisme penyebab penyakit pada kedua tangan dan lengan serta

meminimalisasi kontaminasi silang (Tietjen dkk, 2004)

Cuci tangan dianggap merupakan salah satu langkah yang paling

penting untuk mengurangi penularan mokroorganisme dan mencegah

infeksi selama lebih dari 150 tahun. Menurut Boyce 1999 dan Larson

1995) bahwa dapat diketahui bahwa kesehatan kebersihan tangan yang

baik dapat mencegah penularan mikroorganisme dan mengurangi

frekuensi infeksi nosokomial. (Tietjen dkk, 2004)

Menurut Public Health Education Program Manager Yayasan

Unilever Indonesia dr Leo Indarwahono, mencuci tangan menggunakan

sabun dan air mengalir dapat memutuskan mata rantai kuman yang

melekat di jari-jemari. Dengan membiasakan diri mencuci tangan

memakai sabun dan air mengalir, berarti telah melakukan salah satu upaya

pencegahan penyakit. Masyarakat termasuk anak sering mengabaikan

mencuci tangan memakai sabun dengan air mengalir karena kurangnya

pemahaman tentang kesehatan. (okezone, 2009)

Page 19: Jtptunimus Gdl Risnamaliq 5503 3 Babii

28

2. Tujuan mencuci tangan

Pariera, Lee dan Wade (1990) yang dikutip dari Tietjen,

mengungkapkan bahwa mencuci tangan dengan sabun bertujuan untuk

menghilangkan kotoran dan debu secara mekanis dari permukaan kulit dan

mengurangi jumlah mikroorganisme sementara. Cuci tangan dengan sabun

biasa dan air sama efektifnya dengan cuci tangan menggunakan sabun anti

mikrobial. Sebagai tambahan, iritasi kulit jauh lebih rendah apabila

menggunakan sabun biasa.

Penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan mencuci tangan

pakai sabun antara lain diare, infeksi saluran pernafasan dan infeksi cacing

(infeksi mata dan kulit)

Menurut Val Curtis & Sandy Cairncross dari London School of

Hygiene and Tropical Medicine, Inggris tahun 2003. Menurut peneliti

tentang kesehatan sanitary dan air ini, perilaku mencuci tangan dengan

sabun bisa mengurangi insiden diare sebanyak 42-47%. Artinya, sekitar

satu juta anak di dunia dapat diselamatkan tiap tahun dengan cuci tangan.

Hanya saja ada yang perlu diperhatikan dalam prosesnya, yaitu harus

menggunakan sabun dan membilas tangan menggunakan air mengalir.

Menurut Curtis & Cairncross, tanpa sabun, bakteri dan virus tidak akan

hilang. Air hanya sebatas menghilangkan kotoran yang tampak, tetapi tak

menghilangkan cemaran mikrobiologis yang tidak tampak. (Moernantyo,

2006).

3. Cara mencuci tangan dengan benar

Praktek CTPS yang benar hanya membutuhkan sabun dan air

mengalir. Air mengalir tidak harus dari keran, bisa juga mengalir dari

sebuah wadah berupa gayung, botol, kaleng, ember tinggi, gentong atau

jerigen. Untuk penggunaan jenis sabun dapat menggunakan semua jenis

sabun karena semua sebenarnya cukup efektif dalam membunuh kuman

penyebab penyakit. Untuk memperoleh hasil yang maksimal, maka CTPS

perlu dilakukan dengan cara yang baik dan benar, langkah-langkahnya

adalah sebagai berikut, yaitu :

Page 20: Jtptunimus Gdl Risnamaliq 5503 3 Babii

29

a. Bilas tangan dengan air bersih yang mengalir

b. Tangan yang basah disabuni, digosok-gosok bagian telapak tangan dan

punggung tangan,jari-jari, bawah kuku, minimal selama 20 detik.

c. Bilas kembali dengan air mengalir bersih sampai bersih

d. Keringkan dengan kain bersih atau kibas-kibaskan di udara (Sibuea,

2007)

Untuk mendorong cuci tangan, kita harus melakukan segala upaya

menyediakan sabun dan suplai air bersih terus menerus baik dari kran atau

ember dan lap pribadi. Langkah-langkah mencuci tangan tersebut adalah

a. Basahi kedua belah tangan

b. Gunakan sabun biasa

c. Gosok dengan seluruh bidang permukaan tanan dan jari-jari bersama

sekurang-kurangnya selama 10 hingga15 detik, dengan memperhatikan

bidang di bawah kuku tangan dan di antara jari-jari.

d. Bilas kedua tangan seluruhnya dengan air bersih

e. Keringkan kedua tangan dengan lap atau pengering dan gunakan lap

untuk mematikan kran.(Tietjen, 2004)

Karena mikroorganisme tumbuh berkembang biak di tempat basah

dan di air yang menggenang maka apabila sabun batangan digunakan,

sediakan sabun batangan yang berukuran yang kecil dalam tempat sabun

yang kering. Hindari mencuci tangan di Waskom yang berisi air walaupun

telah ditambahkan bahan antiseptic seperti detol atau savlon, karena

microorganisme dapat bertahan dan berkembang biak pada larutan ini.

Jangan menambahkan sabun cair kedalam temaptnya bila masih ada

isinya, penambahan dapat menyebabkan kontaminasi bakteri pada sabun

yang baru dimasukkan. Apabila tidak tersedia air mengalir, gunakan ember

dengan kran yang dapat dimatikan sementara menyabuni kedua tangan dan

buka kembali untuk membilas atau gunakan ember dan kendi / teko.

(Tietjen, 2004)

Page 21: Jtptunimus Gdl Risnamaliq 5503 3 Babii

30

4. Waktu Penting Cuci Tangan Pakai Sabun

Saat yang penting cuci tangan dengan sabun adalah sebelum makan

dan sesudah makan, sebelum memegang makanan, sebelum melakukan

kegiatan apapun yang memasukkan jari-jari kedalam mulut dan mata,

setelah bermain dan olah raga, setelah buang air kecil dan buang air besar,

setelah buang ingus dan setelah buang sampah, setelah menyentuh

hewan/unggas termasuk hewan peliharaan dan sebelum mengobati luka.

Penggunaan sabun pada saat mencuci tangan menjadi penting

karena sabun sangat membantu menghilangkan kuman yang tidak tampak

minyak/lemak/kotoran di permukaan kulit serta meninggalkan bau wangi.

Sehingga kit adapt memperoleh kebersihan yang terpadu dengan bau

wangi dan segar setelah mencuci tangan pakai sabun, ini tidak akan kita

dapatkan jika kita hanya menggunakan air saja. Yang tidak kalah penting

untuk diperhatikan adalah waktu-waktu kita harus melakukan perilaku

mencuci tangan, di Indonesia diperkenalkan 5 waktu penting yaitu:

a. Setelah ke jamban

b. Setelah menceboki anak

c. Sebelum makan

d. Sebelum member makan anak

e. Sebelum menyiapkan makanan (Sibuea, 2007)

E. Pendidikan Kesehatan Terhadap Peningkatan Perilaku Mencuci Tangan

Tangan merupakan pembawa utama kuman penyakit, oleh karena itu

sangat penting untuk diketahui dan diingat bahwa perilaku cuci tangan pakai

sabun merupakan perilaku sehat yang sangat efektif untuk mencegah

penyebaran berbagai penyakit menular seperti diare, ISPA dan Flu Burung.

Diare merupakan penyakit "langganan" yang banyak berjangkit pada

masyarakat terutama usia balita. Survei Kesehatan Nasional tahun 2001

menempatkan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) penyakit pada posisi

tertinggi sebagai penyakit paling berbahaya pada balita. Diare dan ISPA

dilaporkan telah membunuh 4 juta anak setiap tahun di negara-negara

Page 22: Jtptunimus Gdl Risnamaliq 5503 3 Babii

31

berkembang. Sementara Flu Burung atau yang dikenal juga H5N1 merupakan

penyakit mematikan dan telah memakan cukup banyak korban. Penyakit-

penyakit tersebut juga merupakan masalah global dan banyak berjangkit di

negara-negara berkembang, suatu wilayah yang didominasi dengan kondisi

sanitasi lingkungan yang buruk, tidak cukup pasokan air bersih, kemiskinan

dan pendidikan yang rendah tetapi rantai penularan penyakit-penyakit tersebut

di atas dapat diputus "hanya" dengan perilaku cuci tangan pakai sabun yang

merupakan perilaku yang sederhana, mudah dilakukan, tidak perlu

menggunakan banyak waktu dan banyak biaya. (Sibuea, 2007)

Cuci tangan merupakan salah satu perilaku sehat yang pasti sudah

dikenal. Perilaku ini pada umumnya sudah diperkenalkan kepada anak-anak

sejak kecil tidak hanya oleh orang tua di rumah, bahkan ini menjadi salah satu

kegiatan rutin yang diajarkan para guru di Taman Kanak-Kanak sampai

Sekolah Dasar. Tetapi kenyataannya perilaku sehat ini belum menjadi budaya

masyarakat kita dan biasanya hanya dilakukan sekedarnya, sebagai contoh

ketika kita masuk ke sebuah rumah makan Indonesia, biasanya fasilitas cuci

tangan disediakan dalam bentuk kobokan berisi air bersih dengan sepotong

kecil jeruk nipis yang maksudnya untuk menghilangkan bau amis di tangan.

Pemandangan berbeda ketika kita masuk ke restaurant fast food terkemuka

asal negara adi daya, fasilitas cuci tangan sudah sangat memenuhi syarat, yaitu

air bersih mengalir dilengkapi dengan sabun cuci tangan cair berkualitas dan

pengering tangan merk terkenal, sayangnya fasilitas itu belum digunakan

dengan baik, karena biasanya orang hanya mencuci tangan sekedar

menghilangkan bau amis bekas makanan dan lupa atau malas mencuci tangan

dulu sebelum makan.

Jika kita sedikit melirik ke masyarakat pedesaan, pada umumnya

masyarakat desa hanya menggunakan air seadanya dan belum banyak yang

menggunkan sabun untuk mencuci tangan sebelum atau sesudah dari jamban.

Beberapa hal di atas menunjukan kenyataan bahwa perilaku cuci tangan pakai

sabun sebagai salah satu upaya personal hygiene belum dipahami masyarakat

Page 23: Jtptunimus Gdl Risnamaliq 5503 3 Babii

32

secara luas dan prakteknya pun belum banyak diterapkan dalam kehidupan

sehari-hari. (Sibuea, 2007)

Banyak masyarakat yang beranggapan mencuci tangan adalah suatu

kegiatan yang sepele. Mereka mencuci tangan cukup dengan meletakkan

tangan di air, bilas, selesai. Kesadaran bahwa kesehatan harus dimulai dan

diusahakan oleh kita sendiri, harus kita sadari sejak dini. Agar anak tahu dan

mampu berperilaku mencuci tangan pakai sabun, dapat diberikan penjelasan

mengenai pentingnya mencuci tangan dengan sabun dan cara mencuci tangan

pakai sabun dengan benar melalui pendidikan kesehatan. Dengan memberikan

pendidikan kesehatan tentang mencuci tangan dengan tujuan anak

mendapatkan pengetahuan tentang pentingnya mencuci tangan pakai sabun.

sehingga setelah anak tahu, diharapkan anak timbul dalam kesadarannya

sendiri membiasakan mencuci tangannya pakai sabun.

Menurut penelitian Rogers (1974) perilaku yang didasari oleh

pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh

pengetahuan. Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku didasari

oleh pengetahuan, pemahaman, kesadaran, dan sikap positif, maka perilaku

tersebut akan bersifat lenggeng (long lasting). Sebaliknya apabila perilaku

tidak didasari oleh pengetahuan, pemahaman dan kesadaran maka tidak akan

berlangsung lama. Seperti, anak-anak di himbau untuk mencuci tangan oleh

gurunya tanpa mengetahui makna dan tujuan mencuci tangan pakai sabun,

maka sebagian besar dari anak akan lebih banyak menyepelekan kegiatan

mencuci tangan tersebut walaupun telah mendapatkan himbauan mencuci

tangan pakai sabun. (Notoatmodjo, 2003)

Pentingnya membudayakan cuci tangan memakai sabun secara baik

dan benar didukung oleh data WHO yang menunjukkan, setiap tahun rata-rata

100.000 anak di Indonesia meninggal dunia karena diare. Sementara data

Subdit Diare Depkes menunjukkan sekitar 300 orang diantara 1.000 penduduk

masih terjangkit diare sepanjang tahun. Penyakit diare menjadi penyebab

kematian nomor dua pada balita, nomor tiga pada bayi, dan nomor lima pada

semua umur. Penyebab utama diare adalah minimnya perilaku hidup bersih

Page 24: Jtptunimus Gdl Risnamaliq 5503 3 Babii

33

dan sehat di masyarakat, salah satunya kurangnya pemahaman mengenai cara

mencuci tangan dengan sabun secara baik dan benar menggunakan air bersih

mengalir. Sedangkan berdasarkan kajian WHO, cuci tangan memakai sabun

dapat mengurangi angka diare hingga 47% (lily, 2007)

Data menunjukkan lebih dari 5.000 anak balita penderita diare

meninggal setiap harinya di seluruh dunia sebagai akibat kurangnya akses

pada air bersih dan fasilitas sanitasi dan pendidikan kesehatan. Penderitaan

dan biaya-biaya yang harus ditanggung karena sakit dapat dikurangi dengan

melakukan perubahan perilaku sederhana seperti mencuci tangan dengan

sabun. (Mujiyanto, 2009)

Upaya mensosialisasikan perilaku sehat sanitasi dan mencuci tangan

dengan sabun di Nigeria dimulai oleh sebuah program yang diprakarsai oleh

UNICEF dengan menggunakan anak sekolah sebagai agen perubahan. Dalam

membentuk perilaku sanitasi mandiri dan pengetahuan akan hidup yang bersih

dan sehat anak-anak sekolah dirangsang untuk membentuk kelompok

kelompok sekolah seperti klub sehat & hak untuk anak, yang melibatkan

orang tua dan mengajak partisipasi komunitas di desa untuk ikut serta dalam

proyek-proyek sanitasi. Salah satu sekolah memprakarsai Klub Lingkungan

Sehat dimana para murid mempromosikan perilaku mencuci tangan dengan

sabun untuk komunitas dan memperkenalkan teknik-teknik untuk menjaga

kebersihan air dalam penggunaannya sehari-hari di rumah dan berusaha agar

pengetahuan untuk hidup bersih ini diterapkan dirumah. Dengan pertolongan

dari guru-guru sekitar 12 anak perempuan dan 18 anak lelaki yang mendirikan

klub lalu mengoperasikan dan merawat fasilitas klub serta mengawasi

penggunaan sumur bor. Klub tersebut membiayai aktivitasnya dengan menjual

ember plastik dan bejana tembikar yang dilengkapi dengan keran. Dua tahun

setelah intervensi ini, perilaku mencuci tangan dengan sabun meningkat

hingga 95 persen. Guru mulai melaporkan bahwa para murid datang kesekolah

dalam keadaan bersih, dan kasus cacingan serta penyakit-penyakit kulit

lainnya berkurang. Tidak hanya itu, angka kehadiran murid pun naik dengan

Page 25: Jtptunimus Gdl Risnamaliq 5503 3 Babii

34

teratur per tahunnya, dari 320 murid ketika program pertama kali

diperkenalkan, hingga 538 murid pada tahun 2001. ( Suryani, 2009)

Penelitian lain di Pakistan menemukan bahwa mencuci tangan dengan

sabun mengurangi infeksi saluran pernafasan yang berkaitan dengan pnemonia

pada anak-anak balita hingga lebih dari 50%. Mencuci tangan dengan sabun

mengurangi angka infeksi saluran pernafasan dengan dua langkah: dengan

melepaskan patogen-patogen pernafasan yang terdapat pada tangan dan

permukaan telapak tangan dan dengan menghilangkan patogen (kuman

penyakit) lainnya (terutama virus entrentic) yang menjadi penyebab tidak

hanya diare namun juga gejala penyakit pernafasan lainnya. Bukti-bukti telah

ditemukan bahwa praktek-praktek menjaga kesehatan dan kebersihan seperti –

mencuci tangan sebelum dan sesudah makan/ buang air besar/kecil – dapat

mengurangi tingkat infeksi hingga 25%. (Suryani, 2009).

Page 26: Jtptunimus Gdl Risnamaliq 5503 3 Babii

35

F. Kerangka Teori

Bagan 2.1 Kerangka Teori

Sumber : Lawrance Green (1980) dalam Notoatmodjo (2003)

Faktor Predisposisi :

1. Pengetahuan

2. Sikap

3. Kepercayaan

4. Keyakinan

5. Nilai

Faktor Pendukung:

1. Lingkungan fisik

2. Ketersediaansarana danprasaranasumber/ fasilitaskesehatan

Faktor Penguat :

1. Sikap dan

perilaku petugas

kesehatan

2. Sikap dan

perilaku tokoh

masyarakat

Perilaku Kesehatan

Page 27: Jtptunimus Gdl Risnamaliq 5503 3 Babii

36

G. Kerangka Konsep

Variabel Independent Variabel Dependent

Bagan 2.2 Kerangka Konsep

H. Variabel Penelitian

1. Variabel Independent

Variabel independent dalam penelitian ini adalah pengetahuan tentang

mencuci tangan pada anak usia sekolah.

2. Variabel Dependent

Variabel dependent dalam penelitian ini adalah perilaku mencuci tangan

pada anak usia sekolah.

I. Hipotesis Penelitian

Hipotesis yang diajukan yang diajukan pada penelitian ini adalah :

Ha : Ada pengaruh pendidikan kesehatan mencuci tangan terhadap perilaku

pada anak usia sekolah di SDN Sinoman Pati.

Pengetahuan Tentang

Mencuci Tangan Pada Anak

Usia Sekolah

Perilaku Mencuci Tangan Anak

Usia Sekolah