journal anestesi

Upload: ratnadewisetiawan

Post on 12-Oct-2015

48 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Journal

Current Management of Anaphylaxis

Oleh :Made Ratna Dewi SetiawanG99122073

Penguji : dr. MH Sudjito, SpAn. KNA

BAGIAN ANESTESIOLOGI DAN TERAPI CAIRANFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA2014

Manajemen Anafilaksis TerkiniAnthony FT Brown

Kata anafilaksis digunakan untuk mendeskripsikan baik IgE, reaksi termediasi imun dan non alergi, kejadian yang dipicu non-imunologis. Ko-morbiditas seperti asma atau infeksi, olahraga, alcohol atau stress dan pengobatan tertentu seperti beta bloker, inhibitor enzim pengubah angiotensin (ACEI) dan aspirin meningkatkan resiko terjadinya anafilaksis. Patofisiologinya melibatkan sel mast yang teraktivasi dan pengeluaran basofil, mediator granul, dan mediator pembentuk lipid dan juga meningkatkan sitokin dan kemokin. Hal ini menyebabkan vasodilatasi, meningkatakn permeabilitas kapiler dan kontraksi otot polos, dan menarik sel baru ke area tersebut. Mekanisme umpan balik akan memperkuat reaksi tersebut, walaupun reaksi kebalikannya dapat sembuh sendiri. Penisilin parenteral, sengatan hymenopteran dan makanan merupakan penyebab paling utama fatalitas karena IgE, mediator imun, dengan media radio-kontras, aspirin dan obat anti inflamasi non-steroid merupakan hal yang paling sering menjadi penyebab kefatalan non-alergik. Kematian jarang, tetapi biasanya terjadi hipoksia dari asfiksia jalan nafas atas atau bronkospasme berat, atau karena adanya syok dari vasodilatasi dan perpindahan cairan ekstravaskuler. Oksigen, adrenaline (epinefrin) dan cairan merupakan terapi lini pertama. Adrenalin (epinefrin) 0,02 mg/kg hingga maksimum 0,5 mg (0,5 mL adrenalin 1:1000) i.m. di lengan atas lateral dapat memulihkan reaksi anafilaksis, dan juga menginhibisi pengeluaran mediator lebih lanjut.. Kristaloid seperti salin normal atau solusio Hartmanns 10-20 mL/kg diperlukaan saat syok. Jalur antihistamin H1 dan H2, sterioid dan glukoagon masih belum jelas. Hal tesebut dapat dipertimbangkan bila kondisi jantung telah stabil dengan agen lini pertama. Discharge dapat diobservasi mulai dari empat hingga enam jam setelah pemulihan total. Dibutuhkan rencana untuk pemebersihan discharge, merujuk ke ahli alergi untuk dapat mengenali allergen tertentu, terkini atau reaksi stimulus yang tidak dapat dihindari. Edukasi pasien penting dilakukan untuk kesuksesan perawatan jangka panjang. [Emergencias 2009; 21:213-223]Kata kunci : Anafilaksis. Syok. Antihistamin

PendahuluanKata anfilaksis sebenarnya memiliki arti melawan perlindungan pertama kali diperkenalkan oleh Richet dan Potrier di tahun 19021. Kata ini menunjukan sebagian besar katastrofik reaksi hipersensitifitas generalisata tipe cepat. Anafilaksis mengikuti paparan pemicu yang terus menerus dari ringan ke berat, onset fulminant bertahap, dan dapat melibatkan system organ multiple atau menyebabkan syok atau mengi. Ini dapat terjadi tanpa terdeteksi pada orang yang sehat, sehingga perlu dialakuakn diagnosis klinis berdasarkan pola probabilitas dan pengenalan, tanpa adanya uji tambahan untuk mengenalinya. Hal ini tetap menjadi suatu kondisi emergensi yang klasik, dimana klinisi dan tenaga kesehatan lainnya baik pre dan di- rumah sakit harus dapat terbiasa dengan hal ini, karena terapi segera dapat menghindarkan kematian karena hipoksia atu hipotensi.MetodePencarian MedlineTM dan EmbaseTM dilakukan, dengan data mulai dari tahun 1966-Juni 2008 menggunakan kata kunci anafilaksis, syok anafilaksis, reaksi anafilaksis, reaksi alergi keseluruhan, angioedema, serta variasi dari kata-kata tersebut. Hanya jurnal berbahasa Inggris yang diikut sertakan pada penelitian ini. Tingkat tertinggi ialah data penelitian, yang bila ada, digunakan. Buku dan bab buku dipilih dari buku teks pengobatan kegawatdaruratan dari Amerika, Australasia dan Inggris.

Tabel 1. Definisi anafilaksis. Kriteria klinis untuk diagnosisAnafilaksis ialah ketika salah satu dari ketiga kriteria ini dipenuhi:

1. Onsetnya akut (menit hingga beberapa jam) dengan adanya keterlibatan kulit, jaringan mucosal atau keduanya (contoh gatal seluruh badan, puriritus atau flushing, dan bengkak di uvula-lidah-bibir)DAN SETIDAKNYA SALAH SATU DARI HAL DI BAWAH INI:a. Gangguan respirasi (contohnya dispneu, mengi bronkospasme, mengorok, penurunan PEF, hipoksemia)b. Penurunan BP dan gejala yang menunjukan disfungsi organ (seperti hipotonia [kolaps], sinkop, inkontinensia)

2. Dua atau lebih hal berikut ini yang muncul cepat setelah paparan seperti allergen untuk pasien tersebut (menit hingga beberapa jam):a. Keterlibatan jaringan mukosa kulit (seperti gatal seluruh badan, gatal kemerahan, bengkaknya lidah-bibir-uvula).b. Gangguan respirasi (seperti dispneu, bronkospasme-mengi, stridor, penurunan PEF, hipoksemia).c. Penurunan BP atau gejala yagn berkaitan (seperti hipotonia [kolaps], sinkop, inkontinensia)d. Gejala gastrointestinal persisten (seperti nyeri abdominal, muntah)

3. Penurunan BP setelah paparan allergen yang diketahui pasien tersebut (menit hingga beberapa jam):a. Anak dan bayi : BP sistolik rendah (tergantung usia) atau lebih tinggi dari 30% penurunan di BP sistolik*b. Dewasa : BP sistolik kurang dari 90 mmHg atau lebih dari 30% penurunan dari rata-rata tekanan darah orang tersebut

PEF, arus puncak respirasi; BP, tekanan darah *Tekanan darah sistolik rendah untuk anak didefinisikan sebagai kurang dari 70 mmHg untuk anak 1 bulan hingga 1 tahun; kurang dari (70 mmHg + (2 x umur]) untuk anak 1 hingga 10 tahun; dan kurang dari 90 mmHg untuk anak 11-17 tahun. Dicetak ulang dengan ijin dari Journal of Allergy and Clinical Immunology5.

DefinisiYang menarik adalah ternyata tidak ada kesepakatan internasional untuk klasifikasi, diagnosis atau tingkat keparahan anafilaksis.2 Protap terkirini dari Kelompok Pekerja Konsili Resusitasi (Inggris) menggunakan definisi dari Komite Nomenklatus Akademi Alergologi dan Imunologi Klinis Eropa yang mengatakan bahwa Anafilaksis ialah keadaan yang berat, mengancam jiwa, reaksi hipersensitifitas generalisata atau sistemik, ditandai dengan gangguan jalan nafas yang mengancam jiwa secara cepat dan, atau pernapasan dan, atau masalah sirkulasi yang biasanya berhubungan dengan perubahan kulit dan mukosa3.Institus nasional Alergi dan Penyakit Infeksi (NIAID) dan Jaringan Alergi Makananan dan Anafilaksis (FAAN) di USA, setelah melakukan pertemuan internasional di tahun 2004 dan 2005, merekomendasikan sebuah definisi yang kuat dan jelas, yaitu Anafilaksis ialah reaksi alergi serius yang onsetnya cepat dan dapat menyebabkan kematian4,5. Definisi penuh ini dinilai dapat mencakup 95% kasus klinis dengan tiga kriteria diagnosis klinis yang lebih kompleks (lihat Tabel 1). Kreteria 1 untuk mengidentifikasi setidaknya 80% kasus anafilaksis, meskipun status alergi pasien dan potensi penyebab reaksi masih belum diketahui, karena mayoritas reaksi anafilaksis melibatkan gejala kulit. Kriteria 2 ialah anafilaksis tanpa adanya gambaran kutan seperti pada anak dengan alergi makanan, atau alergi gigitan serangga, tetapi membutuhkan riwayat alergi yang diketahui serta paparan yang memungkinkan. Gejala gastrointestinal termasuk di dalamnya. Kriteria 3 diajukan untuk melingkupi kasus pasien yang jarang, dengan episode hipotensif akut setelah paparaan allergen yang diketahui4,5. Definisi inklusif untuk anafilaksis ini dapat digunakan peneliti hingga didefinisikan ulang dengan data prospektif di masa depan.

Derajat keparahanTidak hanya tidak adanya kesepakatan internasional akan definisi yang tepat untuk anafilaksis, namun juga ternyata tidak ada system derajat keparahan yang tervalidasi yang menghubungan gejala klinisi anafilaksis dengan keparahan, urgensi, penanganan, maupun hasil akhir. Ada salah satu system berdasarkan analisis multivariat retropektif terhadap lebih 1000 reaksi hipersensitivitas generalisata yang didiagnosis secara klinis kemudian dibagi menjadi tiga tingkatan (lihat Tabel 2)6. Kasus ringan merupakan reaksi alergi genereal yang melibatkan jaringan subkutan dan kulit, sedangkan derajat sedang dan berat berkitan dengan muliti system dan membutuhkan adrenalin serta menunjukan anafilaksis sebenarnya berdasarkan kriteria NIAID/FAAN7. Sehingga, lagi, system derajat ini harus digunakan sebagai titik awal bagi peneliti untuk tujuan deskriptif, hingga data prospektif lebih lanjut mendefinisikan ulang kriteria ini.

Aetiologi dan epidemiologiAktivasi sel mast dan basofil karena IgE merupakan pemicu utama untuk mayoritas kasus terinduksi antigen, anafilaksis alergi termediasi imunitas. Sindroma klinis yang serupa yang dikenal sebagai anafilaksis non-alergik terjadi karena mekanisme non-imunologik, dengan pelepasan mediator inflamasi yang identik. Kata anafilaksis non-alergik lebih dipilih dibandingkan kata-kata sebelumnya reaksi anafilaktoid8. Jelas bahwa anafilaksis non-alergik dapat muncul pada paparan pertama terhadap suatu agen dan tidak membutuhkan periode sensitisasi.Kategori umum yang penting dalam anafilaksis, termasuk diantaranya anafilaksis karena obat, biologis termasuk vaksin, sama serperti gigitan serangga, makanan, peri-anestesi, paparan lateks, latihan fisik dan anafilaksis idiopatik (lihat Tabel 3)9.

Tabel 2. Sistem tingkatan keparahan reaksi hipersensitivitas generalisataTingkatDidefinisikan sebagai

1. Ringan* (hanya jaringan subkutan dan kulit)Eritem luas, urtikasia, oedem periorbital atau angioedema

2. Sedang (gambarannya melibatkan respirasi, kardiovaskuler, atau gastrointestinal)Dispneu, stridor, mengi, mual muntah, pusing (presinkop) diaphoresis, kaku dada atau kerongkongan, atau nyeri perut

3. berat (hipoksia, hipotensi atau gangguan neurologis)Sianosis atau SaO2 92% di setiap tingkat, hipotensi (SBP < 90 mmHg pada dewasa). bingung, kolaps, LOC atau inkontinensia

SBP, tekanan darah sistolik; LOC, hilang kesadaran. *= reaksi ringan dapat lebih lanjut disubklasifikasi menjadi dengan atau tanpa angioedema. = derajad 2 dan 3 mnggambarkan anafilaksis yang sebenernya. Dituliskan ulang dengan ijin dari Journal of Allergy and Clinical Immunology6.

Anafilaksis terinduksi obatPenisilin merupakan penyebab tersering anafilaksis terinduksi obat. Sekitar 1:500 pasien mengalami reaksi alergi yang muncul, biasanya hanya urtikaria saja10. Reaksi silang alergi terhadap cephalosporin muncul hanya di bawah 4%, dan sering pada cephalosporin generasi pertama. Aspirin dan obat anti inflamasi non-steroid (NSAID) merupakan penyebab tersering berikutnya terjadinya anafilaksis teirnduksi obat. Reaksi muncul karena obat walaupun tidak ada reaksi silang klinis secara structural yang tidak terkait dengan NSAID. Uji yang valid untuk reaksi termediasi IgE masih belum ada untuk sebagian besar obat atau biologis, kecuali penilisin.

Anafilaksis karena gigitan serangga (hymenoptera)Reaksi karena sengatan lebah, tawon, dan semut yang merupakan kelompok Hymenoptera menempati tempat kedua setelah anafilaksis karena obat dan muncul hingga 3% dari populasi. Reaksi biasanya cepat dan dapat fatal dalam waktu 30 menit sehingga membutuhkan penanganan dengan adrenalin, termasuk di dalamnya penggunaan personal. Toksik non-anafilaksis, reaksi local yang berat juga dapat muncul setelah sengatan serangga tersebut.

Anafilaksis karena makananPrevalensi kejadian alergi makanan (yang dilaporkan sendiri ke rumah sakit) bervariasi luas mulai dari 1,2-17% untuk susu, 0,2-7% untuk telur, 0-2,0% untuk kacang dan ikan, hingga 3-35% untuk makanan lainnya. Anafilaksis makanan sering terjadi pada orang muda, terutama setelah makan kacang, kacang pohon seperti walnut dan pecan, kerang, ikan, susu dan telur. Reaksi silang dengan makanan lainnya masih belum dapat diprediksi, atau reaksi dapat muncul terhadap perisa tambahan seperti karmin, metabisulfit dan tartrazine. Tidak adanya pelabelan serta kontaminasi selama pembuatan makanan di rumah menjadi penyebab paparan ini tidak tidak sengaja masuk dan faktor lain yang berkitan ialah melakuakan aktifitas fisik (olahraga) setelah makan, haruslah dikenali. Meskipun kejadian fatal jarang terjadi dan biasanya berkaitan dengan asma yang memang sudah ada sebelumnya, reaksi bifasik terlihat sebagai gejala tambahan beberapa jam kemudian. Edukasi pasien dan yang merawat pasien ialah yang terpenting, dapat juga ditambahkan di sekolahnya disiapkan adrenalin untuk kondisi kegawatdaruratan.

Tabel 3. Penyebab anafilaksis1. Mekanisme terkait IgE:Agen biologis, kimia, obat :Penisilin, sefalosporin, sulfonamide, pelemas otot, vaksin, insulin, tiamin, protamine, gamma globulin, antivenom, formaldehida, etilen oksida, klorheksidin, semen sperma.Makanan :Kacang, pohon kacang, kerang, ikan, susu, telur, buah-buahan, sayuran, tepungGigitan bisa hymenopteran, saliva sernagga, racun lainnya :Lebah, tawon, semut, kumbang, ular, kalejengking, ubur-uburLateksLingkungan :Seri bunga, bulu kuda, pecahnya kista hidatid

2. Mekanisme tidak terkait IgE:Faktor fisik :Latihan badan, dingin, panasAgen biologis dan obat :Opiat, aspirin dan NSAID, ACEI, vankomisin, media radiokontras, N-Asetilsistein, fluoresceinTambahan makanan :Metabisulfit, tartrazin

3. Idiopatik

NSAID : obat anti inflamasi non-steroid. ACEI : inhibitor enzim pengubah angiotensinCatatan : - bila reaksi silang muncul, dan baik reaksi terkait Ig-E dan tidak terkait IgE dapat terjadi bersamaan beberapa mekanisme dapat sudah ada seperti terkait latihan fisik dan juga makanan mekanisme tidak terkait IgE termasuk aktivasi komplemen, produksi atau potensiasi kinin, serta pelepasan mediator secara langsung

Anafilaksis karena anestesiObat pemblokade neuromuskuler (pelemas otot), lateks, atibiotik serta agen induksi merupakan penyebab terbanyak kasus anafilaksis. Namun opioid, koloid, produk darah, pewarna radiokontras, isosulfan atau metilen biru, metilmetakrylat, klorheksidin dan protamine juga mungkin. Insidensinya bervariasi dari 1:3.500 hingga 1: 20.000 kasus, hingga 4% kasus yang fatal13. Pelemas otot (muscle relaxant) memimpn hingga 60% reaksi anestesi umum, dengan suksametonium merupakan kelompok berisiko tertinggi. Reaksi terhadap suksamethonium dan relaksan lainnya muncul karena tidak adanya pengecekan reaksi silang sebelumnya, sehingga dibutuhkan uji preoperative yang lebih besar.

Anafilaksis terinduksi latexKelompok risiko tertinggi untuk alergi lateks termasuk pekerja kesehatan, anak-anak dengan spina bifida, dan kelainan genitalurinary, dan paparan kerja. Reaksi mengikuti kontak langsung, kontaminasi parenteral atau transmisi aerosol. Penderita pada risiko yang diketahui harus diperlakukan dalam lingkungan bebas lateks dengan jarum suntik kaca dan sarung tangan yang mengandung non lateks, stetoskop, sistem pernapasan, BP manset, tubung intravena dan port administrasi

Anafilaksis terinduksi latihanAnafilaksis muncul setelah berbagai variasi aktivitas fisik. Lebih dari 50% kasus berkaitan dengan terhirupnya makanan, penggunaan aspirin atau NSAID. Pengobatan profilaksis tidak dapat digunakan, kecuali untuk mencegah asma karena olahraga9.

Aafilakssi idiopatikHal ini didefinisikan sebagai respon anafilaksis karena prednisone tanpa adanya allergen penyebab (yang diketahui atau kelihatan) atau faktor fisik lainnya yang dapat dikenali. Mayoritas kasus terjadi pada dewasa, tetapi dapat juga terjadi pada anak-anak. Diagnosis ini ditegakan hanya untuk pengecualian saja, tetapi dapat terjadi juga bersamaan dengan makanan, obat atau anafilaksis karena olahraga14.

Anafilaksis terakhir (summation anaphylaxis)Summaton Anaphylaxis ialah istilah yang diberikan untuk berbagai ko-morbiditas dan pengobatan sebelumya yang meningkatkan risiko anafilaksis25. Hal ini termasuk asma, infeksi interkuren, stress fisiologis, latihan, alcohol, dan obat-obatan seperti penghambat -adrenergik, inhibitor pengubah enzim angiotensin (ACEI), NSAID, hingga penghambat angiotensin II tertentu dan penghambat -adrenergik. Anafilaksis terakhir ini juga dapat menjelaskan respon yang tiba-tiba pada individiu yang terpapar antigen berulang.

Insidensi anafilaksisInsidensi anafilaksis yang sesungguhnya masih belum diketahui. Data masih belum sepenuhnya terkumpul karena tidak adanya definisi standar, dan hanya ada sedikit kumpulan kasus retrospektif dari departemen kegawatdaruratan, perioperative atau dari alergis-imunologis. Kejadian yang tidak terlaporkan sering terjadi sehingga sering terjadi kesalahan diagnosis, atau sudah ada penyembuhan spontan, terapi pre-rumah sakit atau fatalitas. Bagaimanapun, semua data anafilaksis dari negara Barat menunjukan bahwa insidensinya meningkat16.

Anafilaksis di Departemen KegawatdaruratanAnafilaksis di departemen kegawatdaruratan (ED) pada dewasa insidensi pertahunnya dari 1:439 hingga 1:1.100. Hal ini menunjukan sekitar 1 orang dewasa per 3.400 populasi per tahun 17. Insidensi tahunan anafilaksis pediatric sekitar 1:1000, meskipun reaksi alergi generalisata pada anak-anak (tanpa keterlibatan multisystem) hampir 10 kali lebih sering dari pada ini18Agen kausatif, dikenali dengan adanya reaksi sebelumnya atau adanya hubungan antara paparan dengan onset gejala ditemukan pada 75% kasus anafilaksis di ruang kegawatdaruratan. Paling sering terjadi pada anak-anak ialah karena makanan atau obat, sedangkan pada dewasa lebih sering terjadi karena obat dan sengatan humenopterasi. Gejala respirasi lebih sering terjadi pada anafilaksis pediatric, sedangkan pada dewasa lebih sering gejala kardiovaskuler

Anafilaksis yang fatalKematian anafiklaksis karena hipoksia akibat pembengkakan jalan nafas atas dengan asfiksia, atau karena bronkospasme dan sumbatan mucus; dan atau adanya syok karena vasodilatasi, pergeseran cairan ekstravaskuler serta depresi miokardial langsung. Takikardia juga sering terjadi saat syok, tetapi bradikardi juga dapat terjadi berkaitan dengan naurokardiogenik, mekanisme terkait reflek vagal (reflek Bezold-Jarisch) seringkali ditemukan. Hal ini dapat merespon terhadap atropine 0,6 mg intravena hingga 0,01 mg/kg bila adrenalin gagal19.Fatalitas jarang terjadi hanya kurang dari 1 per seribu populasi per thuan, tetapi bila hal ini terjadi, reaksi fatal sangat cepat terjadi, dengan median waktunya hingga gagal kardiorespirasi hanya 5 menit bila iatrogenic, 15 menit untuk bisa, dan 30 menit untuk makanan. Adrenalin diberikan hanya 14% kasus karena gagal nafas, dan tidak semua pada 38% fatalitas20. Penelitian terkini untuk anafilaksis terkait makanan di Inggris raya menunjukan bahwa 43 dari 48 kasus berkaitan dengan asma biasanya dengan pengguanan steroid inhalasi harian yang kurang optimal, dan lebih dari setengahnya pernah mengalami reaksi alergi makanan ringan, sehingga diperkirakan bahwa tingkat keparahan reaksi saat ini tidak dapat diprediksi dari riwayat reaksi seelumnya21.

PatofisiologiPlepasan mediator inflamasi sel mast dan basofil setelah ikatan multivalent alregen dengan permukaan cross-link, reseptof Fc IgE berafinitas tinggi (FcERI), atau dari perturbasi membrane sel. Pasangan ini dengan adanya mobilisasi Ca++ di reticulum endoplasma menyebabkan pelepasan granul karena mediator oleh eksositosis, atau dengan adanya sintesis de novo mediator lipid melalui metabolisem asam arakidonat, dan aktivasi gen berbagai sitokin dan kemokin22.

Mediator inflamasi basofil dan sel mastMediator yang telah ada seperti histamine, protease contohnya yaitu triptase, kimase dan karboksipeptidase A serta proteoglikan seperti heparin dan kondroitin sulfat E. Pembentukan mediator lipid yang baru termasuk di dalamnya prostaglandin D2 dan tromboksan A2 melalui jalur siklo-oksigenase dan leukotriene LTC4, LTD4 dan LTE4 melalui jalur lipooksigenase. Pelepasan sitokin termasuk didalamnya TNF-, berbagai interleukin seperti IL-3, IL-4, IL-5, IL-6, IL-8, IL-13, dan IL-16 serta gM-CSF. Dan yang terakhir, kemokin yang penting termasuk faktor aktivasi platelet (PAF), faktor kemotaksis neutrophil serta faktor kemotaksis eosinophil, dan makrofag inflamasi protein l23. PAF biasanya memiliki gambaran pro-inflamasi yang banyak sehingga dapat menyebabkan bornkokonstriksi, permeabilitas vaskuler serta hipotensi, dan konsentrasinya berhubungan dengan keparahan beberapa reaksi anafilaksis24.

Aksi MediasiMediator di atas akan menginduksi vasodilatasi, meningkatkan permeabilitas kapiler dan sekresi glandular, menyebabkan spasme otot polos terutama bronkokonstriksi dan menarik sel baru ke area seperti eosinophil, leukosit dan platelet. Mekanisme umpan balik positif akan meningkatkan reaksi penarikan sel efektor lebih jauh untuk melepaskan sejumlah mediator lainnya dengan efek kaskade sel mast-sitokin leukosit25. Sebaliknya, reaksi anafilaksis lainnya dapat sembuh dengan sendirinya, dengan perbaikan spontan berhubungan dengan mekanisme kompnesasi endogenus termasuk peningkatan adrenalin, angiotensin II dan sekresi asetilhidrolase PAF24,26.

Gambaran klinisAnafilaksis ditandai dengan adanya gangguan pada pasien sehat. Kecepatan onset berkaitan dengan mekanisme paparan, serta keparahan reaksi. Paparan antigen parenteral dapat menyebabkan anafilaksis mengancam jiwa hanya dalam hitungan menit, dimana gejalanya dapat terlambat hingga beberapa jam setelah paparan oral atau topical.

Reaksi alergi generalisata dan kutanAura premonitory, sensai hangat atau kesemutan, ansietas dan rasa eritem generalitasa, urtikaria dengan pruritus, serta angioedema di lehar, wajah, bibir dan lidah. Rhinorrhoea, injeksi konjungitval dan terus-menerus meneteskan air mata juga sering terlihat.Delapan puluh hingga Sembilan puluh lima persen pasien dengan anafilaksis memiliki gejala kutan yang dapat membantu kita untuk mendiagnosis lebih awal17,18. Namun, gambaran kutan juga dapat tidak ada karena telah diterapi sebelum masuk rumah sakit atau sembuh sendiri secara spontan, sehingga dapat terlewatkan , atau onset komplikasi sistemik mengancam jiwa lainnya seperti oedem laryng atau syok dapat terjadi setelahnya17.

Reaksi SistemikAnafilaksis ialah disfungsi multisystem dengan keterlibatan system respirasi, kardiovaskuler, gastrointestinal dan atau neurologis (liihat Tabel 4)

Manifestasi respirasiKekakuan kerongkongan dan batuk dapat mendauhulu distress pernafasan ringan hingga kritis karena adanya oedem laryng atau orofaring dengan dispneu, mengorok, stridor bahkan afonia; atau berkiatan dengan bronkospasme dengan takipneu dan mengi. Hipoksia dengan saturasi oksigen kurang dari 92% ada pulsasi oksimetri serta sianosis sentral mengindikasikan anafilaksis berat dan membutuhkan penanganan segera (lihat derajat keparahan Table 2).

Manifestasi neurologis dan kardiovaskulerRasa ringan di kepala, berkeringat, inkontinensia, sinkop atau koma dapat mendahului atau menyertai kolaps kardiovaskuler dengan takikardia, hipotensi serta kardio aritmia sehingga semakin memperparah anafilaksis. Aritmia ini dapat muncul sebagai ritme supraventrikuler benigna, terutama pada anak-anak, tetapi dapat semakin parah menjadi pulsasi tidak teraba sehingga membutuhkan pijat jantung eksternal (lihat Tabel 2)

Manifestasi GastrointestinalKesulitan atau rasa nyeri saat menelan, mual, muntah atau diare serta nyeri abdominal dapat berkaitan dengan reaksi berat, meskipun seringkali tertutupi oleh gejala mengancam jiwa lainnya.

Diagnosis BandingRespiratori dan neurologisManifestasi protean anafilaksis memiliki diferensial diagnosis yang luas, meskipun cepatnya onset, bersamaan dengan gambaran kutaneus dan hubungannya dengan pemicu potensial sudah mengindikasikan diagnosis yang tepat di sebagian besar kasus. Diagnosis banding harus dipertimbangkan pada pasien dengan mengi atau nafas pendek yaitu asma bronkial, oedem pulmonary kardiogenik, inhalasi benda asing, paparan bahan kimia iritan serta tension pneumothorax, yang dapat dibedakan dengan riwayatnya, ko-morbiditas serta gambaran gejala yang berhubungan. Pada pasien dengan rasa ringan di kepala serta sinkop, pertimbangan adanya reaksi ansietas atau vasovagal dari riwayat adanya rasa takut yang berlebihan atau reaksi yang sedang berjalan; atau lihat akan adanya prosedur menakutkan seperti injeksi atau infiltrasi local anestesi dengan kolaps. bradikardia, berkeringat dan pucat tanpa urtikaria, eritem atau gatal, berkaitan dengan merespon jika diposisikan telentang, lebih diindikasikan sebagai reaksi vagal daripada syok anafilaktik.

Tabel 4. Gambaran klinis anafilaksisKutan Rasa geli atau hangat, eritem (flushing), urtikaria, pruritus (gatal), angioedema Rinorea, injeksi konjungtiva, lakrimasi

Respirasi Kekakuan tenggorokan, batuk, dispneu, mengorok, stridor, aphonia Takipneu, mengi, SaO2 92%*, sianosis*.

Kardiovaskuler dan neurologis Takiakrdia (jarang bradikardia), hipotensi*, aritmia, gagal jantung* Rasa melayang, berkeringat, inkontinensia*, sinkop*, kebingungan*, koma*

Gastrointestinal Odinofagi (nyeri atau sulit menelan), nyeri abdominal, mual, muntah, diare

Non-spesifik Aura premonitory, ansietas Nyeri pelvic

SaO2 = saturasi oksigen pada oksimetri pulsasi. * = mengindikasikan reaksi berat (lihat Tabel 2)Syok dan atau bersemu kemerahan (flushing)Tipe lain syok distributive seperti septicemia, denervasi spinal, blokadi epidural atau spinal, syok hipovolemik dari hemoragik ataupun kehilangan cairan, syok kardiogenik dari disfungsi miokardial primer serta syok obstruktif dari tamponade kordis atau tension pneumothorax harus jelas dari riwayatnya serta pemeriksaan. Gejala kutan dan respirasi selain takipneu tidak ditemukan sebagi penyebab syok non-anafilaksis. Pada pasien dengan kulit yang bersemu merah menandakan keracunan tipe scombroid setelah terkena ikan, sindrom karsinaoid, alcohol serta mastositosis sistemik yang membutuhkan pengamatan riwayat dan investigasi untuk membedakannya.

Oedem mukaInfeksi bakteri maupun virus biasanya ditandai dengan rasa nyeri dan atau demam, sedangkan perdarahan traumatic atau karena antikoagulan dapat dikenali dengan adanya perdarahan yang dapat dikenali. Angioedema tanpa adanya urtikaria dapat disebabkan karena adanya defisiensi inhibitor C1 esterasi actual ataupun fungsional hal ini dapat herediter autosom dominan, dengan riwayat keluarga positif, tidak ada pruritus, gejala abdominal yang menetap serta gejala berulang dipicu stress minor27. Lainnya, defisiensi inhibitor C1 esterase dibutuhkan untuk limfoproliferatif dan beberapa gangguan jaringan konektif. Uji skrining cepat untuk serum C4 harus dilakuakan, dan, bila hasilnya rendah, dapat diikuti dengan lebih banyak assay inhibitor C1 esterase spesifik untuk mengkonfirmasi diagnosis. Penanganan dapat dilakukan dengan mengkonsentrasikan inhibitor C1 esterasi pada kondisi berat atau dengan diberikan plasma segar beku (fresh frozen plasma).

Pengamatan LaboratoriumDiagnosis Anafilaksis ialah secarah klinis, dan tidak dibutuhkan laboratorium segera atau uji radiologis untuk mengkonfirmasi, atau yang harus dilakuakan untuk memperlambat gejala. Ketika gangguan ini sedang berlangsung, dapat dimonitoring dengan oksimeter pulsasi, saturasi oksigen dan tekanan darah, analisis gas darah juga dapat membantu melihat asidosis metabolic atau respiratori. Pengukuran kadar haematokrit dapat menunjukan peningkatan ekstravasasi cairan, dan elektrolit serta fungsi ginjal, kadar glukosa darah, ronsen dada serta EKG diperlukan bila repsonnya lambat terhadap terapi, atau ketika diagnosisnya masih ragu.

Triptase sel mast, dan histamineTriptase sel mast di darah diambil mulai dari 1-6 jam setelah perkiraan episode, meskipun tidak dapat menjadi dasar diagnosis anafilakais karena tidak selalu meningkat, khususnya pada alergi makanan. Kebalikannya, triptase dapat meningkat pada kematian non-anafilaksis post mortem, sehingga bukan alat diagnosis untuk menunjukan anafilaksis sebagai penyebabnya. Namun, mengukur kadar seral, atau subtype alel spesifik seperti triptasi -matang dapat meningkatkan nilai uji tersebut9,28. Idealnya, ambil tiga sampel, salah stunya segera setelah resusitasi, berikutnya 1-2 jam setelah onset gejala, dan terakhir 24 jam berikutnya atau saat masa penyembuhan, sebagai kadar triptase dasar pasien tersebut3.Kadar histamine tidak praktis untuk pengukuran karena tidak stabil dan hanya berlangsung meningkat hingga 30-60 menit maksimum. Panel assay biomarker termasuk histamine, triptase, kimase, PAF dan karboksipeptidase A3 sel mast mungkin dapat berguna di masa depan24.Uji IgE kulit, uji in-vitro dan uji percobaanUji darah atau kulit untuk melihat antobodi IgE spesifik bukanlah uji yang dilakukan di ruang gawat darurat, dan harus dilakaukan oleh tenaga terlatih utnuk melakukan dan menginterpretasikannya. Uji prick kulit lebih sensitive dan bila memungkinkan, ekstrak terstandardisasi harus dilakuakn dengan teknik yang tepat. Sebagai tambahan, dokter yang berpengalaman harus mensupervisi karena reaksi berat terkadang dapat muncul16. Uji in-vitro untuk IgE spesifik alergin kurang sensitive, dan tergantung pada hubungan klinis serta ada atau tidaknya assay tertentu, dimana ada lebih dari 500 alergen berbeda yang dapat diuji dengan system ImmunoCAPTM (Phadia AB, Uppsala, Swedia), atau klinisi dapat menggunakan teknik radio-allergosobent (RAST).

Tabel 5. Terapi awal anafilaksis Hentikan agen kausatif yang dicurigai

Panggil bantuan

Berikan adrenalin 0,01 mg/kg i.m di paha lateral, hingga maksimum 0,5 mg (0,5 mL 1:1000 adrenalin)

Dapat diulangi setiap 5-15 menit

Atau gunakan EpiPenTM milik pasien bila sudah ada dapat diberikan melewati baju

Baringkan dalam posisi supinasi (atau kaki terangkat) bila syok

Berikan oksigen arus tinggi

Masukan kanul iv berjarum besar (14-g atau 16-g) dan berikan bolus cairan kristaloid 10-20 mL/kg

Sehingga, tantangan dalam menguji ini dapat membantu mendiagnosis anafilaksis non-alergi. Positif palsu serta negative paslu dapat terjadi pada uji prick kulit atau uji in-vitro, sehingga supervise klinisi berpengalaman dibutuhkan26.

PenatalaksanaanPasien dengan anafilaksis dapat mengalami reaksi di rumah sakit saat dibangsal, di ruang operasi, di ruang radiologi, bahkan ketika di ruang rawat jalan. Lebih seringnya, pasien datang diantar oleh keluarganya ke ruang gawat darurat. Pasitkan bahwa ambulans siap dengan reaksi anafilaksis di luar rumah sakit.Hentikan secepatnya agen kaustatif potensial seperti obat intravena atu infus dan tangani pasien di area resusitasi termonitor di ruang gawat darurat, atau bawa peralatan setidaknya oksimeter pulsasi, pengukur tekanan darah non-invasif, dan monitor EKG. Gali riwayat paparan allergen dan lakukan peneialaian cepat untuk beratnya reaksi termauk tanda vital, serta perhatikan ada tidaknya pembengkakan jalan nafas atas, bronkospasme atau syok sirkulasi.Berikan oksigen, adrenalin, dan cairan dengan posisikan pasien dengan posisi supinasi untuk menstabilakan status kardio respirasi. Antihistamin dan steroid belum dapat berpengaruh, meskipun hal ini masih diperdebatkan (lihat Tabel 5)5,9.

Patensi Jalan Nafas dan OksigenBerikan oksigen melalui masker muka kepada pasien hingga saturasi oksigen di atas 92%. Tempatkan pasien dalam posisi supinasi, dapat juga kaki dinaikan untuk mengoptimalisasi aliran balik vena saat syok. Tinggikan kepala dan badan bila distress respirasi menetap atau memburuk. Telepon atau panggil anetesiologi berpengalaman untuk membantu, bila ada gejala obstruksi jalan nafas yang lebih besar seperti ngorok yang memberat, atau gagal respirasi progresif dengan takipneu dan mengi.Sianosis dan kelelahan menunjukan adanya gagal respirasi iminen, tetapi terapi pelemas otot atau sedative tidak boleh diberikan keculai dokternya terlatih dalam memanajemen jalan nafas yang sulit. Intubasi endotrakeal dan ventilasi mekanis sangat sulit. Lakukan operasi jalan nafas lewat membrane krikotiroid sebagai pilihan terakhir, sebelum terjadi gagal jantung hipoksia. (lihat Tabel 6).Tabel 6. Kegagalan respon atau penurunan kondisi dengan cepat Mulai infus adrenalin 1 mL (1 mg) 1: 1000 adrenalin dalam 100 mL salin normal pada 30-100 mL/jam (5-15 g/menit) dititrasi hingga merespon

harus ada monitoring EKG

Berikan secepatnya terutama pada kondisi gagal jantung paru

Perimbangakan ventilasi bantuan serta intubasi endotrakeal oleh dokter yang berpengalaman, karena akan sangan sulit

Bila pasien tidak dapat dilakaukan intubasi endotrakeal, lakukan operasi jalan nafas melalui krikotiroidektomi.

Dosis dan Jalur AdrenalinAdrenalin ialah obat pilihan untuk anafilaksis akut, baik untuk termediasi IgE alergi ataupun non-alergi. Berikan alergi mulai dari kasus yang remeh, hingga ada gangguan jalan nafas menetap, brokospasme atau hipotensi. Efek adrenerfik -, 1- dan 2- adrenergic yang dapat melawan vasodilatasi berat, oedem mukosa dan bronkospasme3. Jalur penting adrenalin lainnya ialah melalui reseptor 2 adrenergic yang akan meningkatkan AMP siklik interseluler yang akan menghambat pelepasan lebih lanjut sel mast dan mediator basofil sehingga mengurangi keparahan reaksi bila diberikan awal.

Adrenalin intramuskulerAdrenalin intramuskuler direkomendasikan ketika anafilaksis diterapi awal, progresnya lambat, dan bila akses vena sulit atau terhambat pada pasien yang belum dimonitoring29,30. Dosis adrenalin ialah 0,1 mg/kgBB hingga maksimum 0,5 mg intramuskuler, diulang setiap 5 hingga 15 menit bila dibutuhkan. Berikan 0,01 mL/kG 1:1000 aqueous adrenalin hingga maksimum 0,5 mL di alat gerak atas (lihat Tabel 5). Adrenalin dapat diinjeksikan melewati baju pada kondisi emergensi, termasuk bila diberikan sendiri sebelum ke rumah sakit. Adrenalin intramuskuler lebih baik diberikan subkutan, dan harus diberikan di muskulus vastus lateralis di paha dirapada di otot deltoid31.Dosis adrenalin intramuskuler yang aman untuk anak-anak ialah 0,3 mg (0,3 mL 1:1000 adrenalin aqueous) untuk anak berusia 6-12 tahun, 0,15 mg (0,15 mL 1:100 aqueous adrenalin) utnuk anak usia 6 bulan hingga 6 tahun, dan 0,1 mg (0,1 mL 1: 1000 aqueous adrenalin) untuk anak berusia kurang dari 6 bulan3.

Adrenalin intravenaAdrenalin intravena diberikan hanya bila progres kolaps vaskuler cepat dengan syok, obstruksi jalan nafas berat atau bronkospasme berat, dan harus diberikan oleh klinisi yang berpengalaman. Pemberian adrenalin intravena perlahan dengan pasien yang telah dipasang monitor EKG dengan perawatan ketat, didilusi dan dititrasi untuk mencegah komplikasi berat seperti aritmia kordis, iskemik miokardial dan kejadian serebrovaskuler19,20,32.Dosis awal adrenalin intravena ialah hanya 0,75-1,5 g/kg (yaitu 50-100 g) hingga lebih dari 5 menit tergantung beratnya dan cepatnya penurunan pasien. Dosis ini dapat diulang tergantung respon pasien (lihat Tabel 6). Adrenalin intravena paling baik melalui infus adrenalin 1 mg dalam 100 mL salin normal (10 g/mL) dimulai 30-100 mL/hari, yaitu 5-15 g/menit dititrasi untuk menanganinya. Lanjutkan infus hingga 60 menit setelah perbaikan semua gejala dan tanda anafilaksis, kemudian dihentikan bertahap hingga 30 menit berikutnya baru kemudian dihentikan. Perhatian baik-baik akan adanya rekurensi25.Meskipun 1:10.000 adrenalin mengandung 100 g/mL sudah tersedia sebagai bentuk pre-dilusi Min-I-JetTM, namun sulit diberikan secara lambat pada 10 g/menit, dalam jumlah yang sedikit sekitar 0,75-1,5 g/kg atau sekitar 50-100 g (0,5-1,0 mL). Gunakan 1:10.000 adrenalin Min-I-JetTM untuk pasien dengan gagal jantung. Hal lini juga dapat diberikan pada pasien dengan oedem jalan nafas atas dan bronkospasme, diberikan nebulisasi adrenalin 5 mg, atau 5 Ml tidak didilusi 1: 1000 adrenalin, ketika adrenalin parenteral sedang dipersiapkan.

Pergantian cairanMasukan kanul intravenous lubang besar secepatnya bila pasien menunjukan tanda-tanda syok. Berikan bolus cairan awal 10-20 mL/kg salin normal, hingga 50 mL/kg total untuk mengembalikan pergantian cairan intravaskuler massif dan vasodilatasi perifer yang muncul dalam hitungan menit pada syok anafilaksis. Tidak ada data yang menganjurkan penggunaan koloid dibandingkan kristaloid3,25,32.

Agen lini keduaSetelah oksigen, adrenalin dan cairan diberikan untuk mengoptimalisasi status kardio respirasi serta oksigenasi jaringan, obat lini kedua lainnya dapat diberikan untuk memperbaiki kondisi.

VasopressorVasopresor seperti noradrenalin; metaraminol, fenilefrin dan vasopressin dapat diberikan untuk menerapi hipotensi yang tidak mampu diterapi dengan adrenalin intravena, hanya diberikan sebagai alternative dengan klinisi yang berpengalaman.

Antihistamin H1 dan Antihistamin H2Antihistamin ialah agen lini kedua dengan hanya bukti lemah yang mendukung pengguanannya. Antihistamin diberikan bila gejala kulit jelas seperti urtikaria, angioedema ringan dan pruiritus. Antihistamin tidak bisa menjadi dasar utama untuk menangani anafilaksis, dan efek sampingnya seperti sedasi, kebingungan serta vasodilatasi dapat menjadi masalah baru, terutama bila diberikansecara parenteral34. Protap Konsili Resusitasi UK terbaru merekomendasikan klorpneamin 10-20 mg intramuskuler atau intravena lambat setelah resusitasi awal untuk melawan vasodilatasi termediasi histamine dan bronkokonstriksi3.Kombinasi antihistamin H2 dengan antihistamin H1 lebih baik dalam menangani menifestasi kutaneus reaksi alergi generalisata dibadingkan hanya diberikan antagonis H1 saja9,35. Namun, tidak ada data untuk anafilaksis berat dan kombinasinya sehingga masih kontroversial. Sebagai tambahan antihistamin H1 non sedative dapat dipilih terutama saat memulangkan pasien, sehingga pasien dapat melanjutkan bekerja, ataupun menyetir mobil (lihat Pengobatan Oral untuk Dibawa Pulang).

KortikosteroidSelain antihitamin, banyak teori keuntungan dalam responnya menghambat mediator inflamasi, tidak ada uji kontrol-plasebo untuk mengkonfirmasi efektivitas steroid dalam anafilakis. Sebagian besar klinisi tetap memberikan prednisone 1 mg/kg hingga 50 mg per oral atau hidrokortison 1,5-3 mg/kg IV teurtama pada pasien dengan gangguan jalan nafas dan bronkospasme, berdasarkan data empiris akan pentingnya obat ini dalam menangani asma3.Namun masih belum jelas apakah steroid akan mencegah reaksi bifasik dengan perkembangan baru gejala setelah perbaikan36. Steroid penting digunakan untuk menerapi anafilaksis idiopatik berulang14,15.

GlukagonPasien yang meminum -bloker akan mengalami anafilaksis yang lebih berat, dan glucagon telah dilaporkan berhasil saat terapi lainnya gagal37. Glukagon meningkatkan AMP siklik melalui mekanisme non-adrenergik, diberikan 1-5 mg intravena, diikuti dengna infus 5-15 g/menit dititrasi hingga merespon. Penting untuk diperhatikan bahwa akan dapat menyebabkan mual dan muntah.

KecenderunganSebagian besar pasien dipulangkan dengan observasi, dipertimbangkan perlunya diberikan pengobatan untuk dibawa pulang, adrenalin yang dapat diinjeksikan sendiri, serta rujukan ke alergis-imunologis.

ObservasiPasien dengna reaksi anafilaksis sistemik, termasuk semua yang menerima adrenalin, harus tetap berada di bawah pengamatan. Namun, masih belum diketahui seberapa lama pasien harus diobservasi setelah sembuh dari episode anafilaksis, tidak ada bukti atau consensus untuk faktor yang dapat memprediksi rekurensi fase laten, atau anafilaksis bifasi (lihat di bawah)38. Opini ahli bervariasi setidaknya 4 hingga 6 jam setelah pemulihan total, lebih dari 10 jam atau lebih 5, 30,38. Jauhkan pasien dari penyakit jalan nafas reaktif agak lama, karena sebagian besar kematian karena anafilaksis terjadi pada kelompok ini4. Pengamatan akan dengan aman dilakukan di Departemen Kegawat daruratan bila tidak ada tempat yang lebih baik dan tidak ada monitor ECG17,18.

Anafilaksis BifasikSebagian besar reaksi anafilaksis ialah unifasik dan akan merespon cepat dan sepenuhnya terhadap terapi. Beberapa pasien mengalami reaksi sebagai respon tidak komplit terhadap adernalin, atau karena adrenalin melemah. Tetap posisikan pasien pada tanda vital yang tidak stabil termonitor dan masukan ke area perawatan intensif.Pasien lainnya dapat relaps setelah penyembuhan toal dari gejala dan tanda awal, dikenal sebagai anafilaksis bifasik, yang dilaporkan terjadi pada 1-5% kasus. Tidak diketahui apakah gejala yang lebih berat, dosis ineadekuat atau terlambatnya adrenalin, atau predisposisi tidak digunakan steroid yang dapat memprediksi respon bifasik36,38.

Pengobatan oral untuk dibawa pulangTidak ada data yang mendukung resep yang biasanya diberikan selama 2 hingga 3 hari kepulangan untuk mengkombinasikan antihistamin H1- dan H2- ditambah steroid oral untuk mencegah kekambuhan awal. Namun, pertimbangkan antihistamin H1 tanpa ngantuk cetirizine 10 mg sekali sehari atau loratadin 10 mg sekali sehari, ditambah antihistamin H2- ranitidine 150 mg per 12 jam dengan prednisolone 50 mg sekali sehari pada dewasi dengan gambaran gejala kulit yang jelas diikuti reaksi alergi generalisata atau dengan bronkospasme29.

Adrenalin yang dapat diinjeksi sendiri (epinefrin)Kebiasaan klinisi di ruang kegawat daruratan berbeda-beda apakah akan memberikan adrenalin diinjeksikan sendiri (epinefrin) seperti EpiPenTM, atau menunggu spesialis alergi-imunologi dengan peresepean saat itu Rencana Aksi Anafilaksis Individual. Kebingungan siapa yang harus diresepi adrenalin diinjeksi sendiri (epinefrin) kepada dan bagaimana dijelaskan secara lengkap di Rencana Aksi Anafilaksis39. Sebagai protap tatalaksana, pertimbangkan adrenalin yang dapat diinjeksikan sendiri (epinefrim) untuk pasien dengan anafilaksis setelah paparan gigitan ular, pasien dengan alergi makanan terutama kacang-kacangan, dan yang dengan reaksi parah tanpa ada kausa yang jelas3.Jelas penting sekali untuk menjelaskan dan mencontohkan bagiamana menunjukan adrenalin yang harus diinjeksikan sendiri seperti EpiPenTM dengan 0,3 mg (300 g) adrenalin (epinefrin) atau EpiPen JrTM yang berisi 0,15 mg (150 g) adrenalin, dan edukasi baik pasiennya dan perawatnya, terutama untuk anak-anak bila diperlukan langsung bawa ke ruang gawat darurat. Ajarkan pasien dan perawatnya untuk mengenali gejala dan tanda anafilaksis, dan beranikan penggunaan injeksi yang sebenarnya bila jaraknya jauh dari fasilitas kesehatan. Katakan kepada pengguna adrenalin yang diinjeksikan sendiri memiliki tanggal kadaluarsa sebentar, hanya sekitar 1 tahum, sehingga perlu diperhatikan40.

Alergen dan obat yang perlu dihindariPasein dengan hipertensi agau gangguan jantung iskemik berisiko menglami anafilaksis berulang sehingga idealnya tidak boleh diberikan -bloker, dan tidak mengganti inhibitor ACE. Diskusikan dengan spesialis lain untuk memastikan reisko dan keuntungan perubahan obat30.Sarankan pasien untuk mengurangi paparan allergen dengan menjauhkan makanan alergenik di rumah, ditambah gunakan kelambu untuk mencegah gigitan serangga. Jangan lupa untuk selalu mengecek label pembuatan makanan.

Rujukan ke alergi atau imunologiSayangnya hanya sedikit pasien yang mengalami anafilaksis dirujuk oleh bagian kegawatdaruratan ke spesialis alergi-imunologi untuk penanganan lebih lanjut17,18. Rujuk dengan diresepkan adrenalin injeksi sendiri (epinefrin), pasien diberitahu melakukan imunoterapi untuk sengatan lebah, anafilaksis terkait latihan fisik ataupun obat dan makanan tertentu, serta pasien dengan reaksi berat tanpa paparan yang jelas41.Ingatlah untuk memeberikan pasien nota jalan pulang untuk dibawa pulang kerumah berisikan keadaan reaksi anafilaksis, terapi yang diberikan serta agen yang dicurigai sebagai penyebab. Mintalah kepada pasien juga untuk menuliksan jurnal kejadian enam hingga dua belas jam ketika mengalami reaksi tersebut, terutama bila penyebabnya masih belum diketahui. Hal ini termasuk makanan yang dimakan, obat yang dibawa atau diminum, kosmetik yang digunakan serta aktivitas luar yang dilakukan, begitu juga aktivitas dalam ruangan.3 Sehingga ketika nanti pasien bertemu dengan ahli alergis-imunologis, dia akan dapat menceritakannya. Uji darah atau kulit untuk antibody spesifik IgE, uji prick kulit atau uji tantangan dapat dilakukan dengan riwayat paparan yang dicurigai tersebut16,26.

KesimpulanAnafilaksis ialah tantangan yang sering ditemukan oleh dokter kegawat daruratan, membutuhkan pengenalan klinis yang tepat serta terapi dengan oksigen, adrenalin (epinefrin) serta cairan untuk mengembalikan stabilitas kardio respirasi. Hati-hati bila hendak memulangkan pasien tersebut, termasuk rujukan ke alregi bila dibutuhkan, pencegahan berulang, serta serangan anafilaksis selanjutnya.Progresifitas penelitian anafilaksis masih tersendat lantaran tidak adanya definisi yang diakui secara universal, atau adanya system tingkat keparahan yang disetujui secara luas. Pengumpulan data prospektif lebih dipilih dari beberapa daerah untuk penilaian validasi, terapi serta protocol tindak lanjut, sementara perawatan anafilaksis berbasis bukti masih dievaluasi secara sistemik dan dipublikasi melalui jurnal Kolaborasi Cochrane

22