jenis skizofrenia.doc

21
Jenis Skizofrenia 1. Skizofrenia paranoid • Ciri-ciri utamanya adalah wahamyang sistematis atau halusinasi pendengaran. • Individu ini dapat penuh curiga, argumentatif, kasar, dan agresif. • Perilaku kurang regresif, kerusakan social lebih sedikit, dan prognosisnya lebih baik dibanding jenis-jenis lain 2. Skizofrenia hebefrenik • Ciri-ciri utamanya adalah percakapan dan perilaku yang kacau, serta afek yang datar atau tidak tepat, gangguan asosiasi juga banyak terjadi. • Individu tersebut juga mempunyai sikap yang aneh, menunjukkan perilaku menaik dirisecara social yang ekstrim, mengabaikan hygiene dan penampilan diri. • Awitan biasanya terjadi sebelum 25 tahun dan dapat bersifat kronis. • Perilaku regresif, dengan interaksi social dan kontak dengan realitas yang buruk 3. Skizofrenia katatonik • Ciri-ciri utamanya adalah ditandai dengan gangguan psikomotor, yang melibatkan imobilitas atau justru aktivitas yang berlebihan. • Stupor katatonik. Individu dapat menunjukan ketidakaktifan, negativisme, dan kelenturan tubuh yang berlebihan (postur abnormal). • Catatonic excitement melibatkan agitasi yang ekstrim dan dapat disertai dengan ekolalia dan ekopraksia 4. Skizofrenia yang tidak digolongkan • Ciri-ciri utamanya adalah waham, halusinasi, percakapan yang tidak koheren dan perilaku yang kacau. • Klasifikasi ini digunakan bila kriteria untuk jenis lain tidak terpenuhi 5. Skizofrenia residu • Ciri-ciri utamanya adalah tidak adanya gejala-gejala akut saat ini, melainkan terjadi di masa lalu. • Dapat terjadi gejala-gejala negative, seperti isolai social yang nyata, menarik diri dan gangguan fungsi peran Skizofrenia Simpleks Skizofrenia simpleks, sering timbul pertama kali pada masa pubertas. Gejala utama ialah kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan. Gangguan proses berfikir biasanya sukar ditemukan. Waham dan halusinasi jarang sekali terjadi. Jenis ini timbul secara perlahan. Pada permulaan mungkin penderita kurang memperhatikan keluarganya atau menarik diri dari pergaulan. Makin lama ia semakin mundur dalam kerjaan atau pelajaran dan pada akhirnya menjadi pengangguran, dan bila tidak ada orang yang menolongnya ia akan mungkin akan menjadi “pengemis”, “pelacur” atau “penjahat” (Maramis, 2004). Skizofrenia Hebefrenik Skizofrenia hebefrenik atau disebut juga hebefrenia, menurut Maramis (2004) permulaannya perlahan-lahan dan sering timbul pada masa remaja atau antara 15–25 tahun. Gejala yang menyolok adalah gangguan proses berfikir, gangguan kemauan dan adanya depersonalisasi. Gangguan psikomotor seperti perilaku kekanak-kanakan sering terdapat pada jenis ini. Waham dan halusinasi banyak sekali. Skizofrenia Katatonik Menurut Maramis (2004), skizofrenia katatonik atau disebut juga katatonia, timbulnya pertama kali antara umur 15-30 tahun dan biasanya akut serta sering didahului oleh stres emosional. Mungkin terjadi gaduh gelisah katatonik atau stupor katatonik. Stupor Katatonik Pada stupor katatonik, penderita tidak menunjukan perhatian sama sekali terhadap lingkungannya dan emosinya sangat dangkal. Secara tiba-tiba atau perlahan- lahan penderita keluar dari keadaan stupor ini dan mulai berbicara dan bergerak. Gaduh Gelisah Katatonik Pada gaduh gelisah katatonik, terdapat hiperaktivitas motorik, tapi tidak disertai dengan emosi yang semestinya dan tidak dipengaruhi oleh rangsangan dari luar. Skizofrenia Paranoid Jenis ini berbeda dari jenis-jenis lainnya dalam perjalanan penyakit. Hebefrenia dan katatonia sering lama- kelamaan menunjukkan gejala-gejala skizofrenia simplek atau gejala campuran hebefrenia dan katatonia. Tidak demikian

Upload: dhita-budi-wibowo

Post on 26-Oct-2015

77 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Jenis Skizofrenia.doc

Jenis Skizofrenia

1. Skizofrenia paranoid • Ciri-ciri utamanya adalah wahamyang sistematis atau halusinasi pendengaran.• Individu ini dapat penuh curiga, argumentatif, kasar, dan agresif. • Perilaku kurang regresif, kerusakan social lebih sedikit, dan prognosisnya lebih baik dibanding jenis-jenis lain2. Skizofrenia hebefrenik• Ciri-ciri utamanya adalah percakapan dan perilaku yang kacau, serta afek yang datar atau tidak tepat, gangguan asosiasi juga banyak terjadi.• Individu tersebut juga mempunyai sikap yang aneh, menunjukkan perilaku menaik dirisecara social yang ekstrim, mengabaikan hygiene dan penampilan diri.• Awitan biasanya terjadi sebelum 25 tahun dan dapat bersifat kronis.• Perilaku regresif, dengan interaksi social dan kontak dengan realitas yang buruk3. Skizofrenia katatonik• Ciri-ciri utamanya adalah ditandai dengan gangguan psikomotor, yang melibatkan imobilitas atau justru aktivitas yang berlebihan.• Stupor katatonik. Individu dapat menunjukan ketidakaktifan, negativisme, dan kelenturan tubuh yang berlebihan (postur abnormal).• Catatonic excitement melibatkan agitasi yang ekstrim dan dapat disertai dengan ekolalia dan ekopraksia 4. Skizofrenia yang tidak digolongkan• Ciri-ciri utamanya adalah waham, halusinasi, percakapan yang tidak koheren dan perilaku yang kacau.• Klasifikasi ini digunakan bila kriteria untuk jenis lain tidak terpenuhi5. Skizofrenia residu• Ciri-ciri utamanya adalah tidak adanya gejala-gejala akut saat ini, melainkan terjadi di masa lalu.• Dapat terjadi gejala-gejala negative, seperti isolai social yang nyata, menarik diri dan gangguan fungsi peran

Skizofrenia SimpleksSkizofrenia simpleks, sering timbul pertama kali pada masa pubertas. Gejala utama ialah kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan. Gangguan proses berfikir biasanya sukar ditemukan. Waham dan halusinasi jarang sekali terjadi. Jenis ini timbul secara perlahan. Pada permulaan mungkin penderita kurang memperhatikan keluarganya atau menarik diri dari pergaulan. Makin lama ia semakin mundur dalam kerjaan atau pelajaran dan pada akhirnya menjadi pengangguran, dan bila tidak ada orang yang menolongnya ia akan mungkin akan menjadi “pengemis”, “pelacur” atau “penjahat” (Maramis, 2004).

Skizofrenia HebefrenikSkizofrenia hebefrenik atau disebut juga hebefrenia, menurut Maramis (2004) permulaannya perlahan-lahan dan sering timbul pada masa remaja atau antara 15–25 tahun. Gejala yang menyolok adalah gangguan proses berfikir, gangguan kemauan dan adanya depersonalisasi. Gangguan psikomotor seperti perilaku kekanak-kanakan sering terdapat pada jenis ini. Waham dan halusinasi banyak sekali.

Skizofrenia KatatonikMenurut Maramis (2004), skizofrenia katatonik atau disebut juga katatonia, timbulnya pertama kali antara umur 15-30 tahun dan biasanya akut serta sering didahului oleh stres

emosional. Mungkin terjadi gaduh gelisah katatonik atau stupor katatonik.

Stupor KatatonikPada stupor katatonik, penderita tidak menunjukan perhatian sama sekali terhadap lingkungannya dan emosinya sangat dangkal. Secara tiba-tiba atau perlahan-lahan penderita keluar dari keadaan stupor ini dan mulai berbicara dan bergerak.

Gaduh Gelisah KatatonikPada gaduh gelisah katatonik, terdapat hiperaktivitas motorik, tapi tidak disertai dengan emosi yang semestinya dan tidak dipengaruhi oleh rangsangan dari luar.

Skizofrenia ParanoidJenis ini berbeda dari jenis-jenis lainnya dalam perjalanan penyakit. Hebefrenia dan katatonia sering lama-kelamaan menunjukkan gejala-gejala skizofrenia simplek atau gejala campuran hebefrenia dan katatonia. Tidak demikian halnya dengan skizofrenia paranoid yang jalannya agak konstan, (Maramis, 2004).

Episode Skizofrenia Akut Gejala skizofrenia ini timbul mendadak sekali dan pasien seperti keadaan mimpi. Kesadarannya mungkin berkabut. Dalam keadaan ini timbul perasaan seakan-akan dunia luar dan dirinya sendiri berubah. Semuanya seakan-akan mempunyai arti yang khusus baginya.Prognosisnya baik dalam waktu beberapa minggu atau biasanya kurang dari enam bulan penderita sudah baik. Kadang-kadang bila kesadaran yang berkabut tadi hilang, maka timbul gejala-gejala salah satu jenis skizofrenia yang lainnya, (Maramis, 2004).

Skizofrenia Residual Skizofrenia residual, merupakan keadaan skizofrenia dengan gejala-gejala primernya Bleuler, tetapi tidak jelas adanya gejala-gejala sekunder. Keadaan ini timbul sesudah beberapa kali serangan skizofrenia, (Maramis, 2004).

Skizofrenia Skizoafektif Pada skizofrenia skizoafektif, di samping gejala-gejala skizofrenia terdapat menonjol secara bersamaan, juga gejala-gejala depresi atau gejala-gejala mania. Jenis ini cenderung untuk menjadi sembuh tanpa efek, tetapi mungkin juga timbul lagi serangan (Maramis, 2004).

Psikofarmaka Pada dasarnya semua obat anti psikosis mempunyai efek primer (efek klinis) yang sama pada dosis ekuivalen, perbedaan utama pada efek sekunder (efek samping: sedasi, otonomik, ekstrapiramidal). Pemilihan jenis anti psikosis mempertimbangkan gejala psikosis yang dominan dan efek samping obat. Pergantian disesuaikan dengan dosis ekuivalen. Apabila obat antipsikosis tertentu tidak memberikan respons klinis dalam dosis yang sudah optimal setelah jangka waktu yang tepat, dapat diganti dengan obat anti psikosis lain (sebaiknya dan golongan yang tidak sama) dengan dosis ekuivalennya. Apabila dalam riwayat penggunaan obat anti psikosis sebelumnya sudah terbukti efektif dan efek sampingnya ditolerir baik, maka dapat dipilih kembali untuk pemakaian sekarang. Bila gejala negatif lebih menonjol dari gejala positif pilihannya adalah obat anti psikosis atipikal. Sebaliknya bila gejala positif lebih menonjol dibandingkan gejala negatif pilihannya adalah tipikal. Begitu juga pasien-

Page 2: Jenis Skizofrenia.doc

pasien dengan efek samping ekstrapiramidal pilihan kita adalah jenis atipikal.

Obat antipsikotik yang beredar di pasaran dapat di kelompokkan menjadi dua bagian yaitu anti psikotik generasi pertama (APG I) dan anti psikotik generasi ke dua (APG ll). APG I bekerja dengan memblok reseptor D2 di mesolimbik, mesokortikal, nigostriatal dan tuberoin fundibular sehingga dengan cepat menurunkan gejala positif tetapi pemakaian lama dapat memberikan efek samping berupa: gangguan ekstrapiramidal, tardive dyskinesia, peningkatan kadar prolaktin yang akan menyebabkan disfungsi seksual/peningkatan berat badan dan memperberat gejala negatif maupun kognitif. Selain itu APG I menimbulkan efek samping anti kolinergik seperti mulut kering pandangan kabur gangguan miksi, defekasi dan hipotensi. APG I dapat dibagi lagi menjadi potensi tinggi bila dosis yang digunakan kurang atau sama dengan 10 mg di antaranya adalah trifluoperazine, fluphenazine, haloperidol dan pimozide.

Obat-obat ini digunakan untuk mengatasi sindrom psikosis dengan gejala dominan apatis, menarik diri, hipoaktif, waham dan halusinasi. Potensi rendah bila dosisnya lebih dan 50 mg di antaranya adalah chlorpromazine dan thiondazine digunakan pada penderita dengan gejala dominan gaduh gelisah, hiperaktif dan sulit tidur. APG II sering disebut sebagai serotonin dopamin antagonis (SDA) atau anti psikotik atipikal. Bekerja melalui interaksi serotonin dan dopamin pada ke empat jalur dopamin di otak yang menyebabkan rendahnya efek samping extrapiramidal dan sangat efektif mengatasi gejala negatif. Obat yang tersedia untuk golongan ini adalah clozapine, olanzapine, quetiapine dan rispendon. (Luana, 2007).

Dalam pengaturan dosis perlu mempertimbangkan:

1. Onset efek primer (efek klinis): 2-4 minggu. Onset efek sekunder (efek samping): 2-6 jam.

2. Waktu paruh: 12-24 jam (pemberian 1-2x per hari).

3. Dosis pagi dan malam dapat berbeda (pagi kecil, malam besar) sehingga tidak mengganggu kualitas hidup penderita.

4. Obat anti psikosis long acting: fluphenazine decanoate 25 mg/cc atau haloperidol decanoas 50 mg/cc, IM untuk 2 – 4 minggu. Berguna untuk pasien yang tidak/sulit minum obat, dan untuk terapi pemeliharaan.

Cara atau Lama Pemberian ObatMulai dengan dosis awal sesuai dengan dosis anjuran dinaikkan setiap 2-3 hari sampai mencapai dosis efektif (sindrom psikosis reda), dievaluasi setiap 2 minggu bila pertu dinaikkan sampai dosis optimal kemudian dipertahankan 8-12 minggu (stabilisasi).

Diturunkan setiap 2 minggu (dosis maintenance) lalu dipertahankan 6 bulan sampai 2 tahun, diselingi drug holidaytapering off (dosis diturunkan 2-4 minggu) lalu dihentikan.Untuk pasien dengan serangan sindrom psikosis multi episode, terapi pemeliharaan paling sedikit 5 tahun (ini dapat menurunkan derajat kekambuhan 2,5 sampai 5 kali).

Pada umumnya pemberian obat anti psikosis sebaiknya dipertahankan selama 3 bulan sampai 1 tahun setelah semua gejala psikosis reda sama sekali. Pada penghentian mendadak dapat timbul gejala cholinergic rebound gangguan lambung, mual, muntah, diare, pusing dan gemetar. Keadaan ini dapat diatasi dengan pemberian antikolinergikt seperti injeksi sulfas atropin 0,25 mg (secara intra muskular), tablet trihexyphenidyl 3x2 mg/hari, 1-2/hari/minggu) setelah itu.(Luana, 2007).

Obat NeuroleptikaObat neuroleptika selalu diberikan, kecuali obat-obat ini terkontraindikasi, karena 75% penderita skizofrenia memperoleh perbaikan dengan obat-obat neuroleptika. Kontraindikasi meliputi:

Neuroleptika yang sangat antikolinergik seperti klorpromazin, molindone, dan thioridazine pada penderita dengan hipertrofi prostate atau glaucoma sudut tertutup.

Antara sepertiga hingga separuh penderita skizofrenia dapat membaik dengan lithium. Namun, karena lithium belum terbukti lebih baik dari neuroleptika, penggunaannya disarankan sebatas obat penopang.

Meskipun terapi elektrokonvulsif (ECT) lebih rendah dibanding dengan neuroleptika bila dipakai sendirian, penambahan terapi ini pada regimen neuroleptika menguntungkan beberapa penderita skizofrenia.

Pedoman Diagnostik PPDGJ III• Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua gejala atau lebih bila gejala gejala itu kurang tajam atau kurang jelas):

1. - “thought echo” = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama, namun kualitasnya berbeda ; atau- “thought insertion or withdrawal” = isi yang asing dan luar masuk ke dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar dirinya (withdrawal); dan- “thought broadcasting”= isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain atau umum mengetahuinya;

2. - “delusion of control” = waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu kekuatan tertentu dari luar; atau- “delusion of passivitiy” = waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar; (tentang ”dirinya” = secara jelas merujuk kepergerakan tubuh / anggota gerak atau ke pikiran, tindakan, atau penginderaan khusus);- “delusional perception” = pengalaman indrawi yang tidak wajar, yang bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau mukjizat;

3. Halusinasi Auditorik: * Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap perilaku pasien, atau * Mendiskusikan perihal pasien pasein di antara

Page 3: Jenis Skizofrenia.doc

mereka sendiri (diantara berbagai suara yang berbicara), atau * Jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh.

4. Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan agama atau politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan di atas manusia biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan mahluk asing dan dunia lain)

• Atau paling sedikit dua gejala di bawah ini yang harus selalu ada secara jelas:

1. Halusinasi yang menetap dan panca-indera apa saja, apabila disertai baik oleh waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan (over-valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu minggu atau berbulan-bulan terus menerus;

2. Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan (interpolation), yang berkibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan, atau neologisme;

3. Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), posisi tubuh tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor;

4. Gejala-gejala negatif, seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan respons emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja sosial; tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika;

• Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik (prodromal) Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan (overall quality) dan beberapa aspek perilaku pribadi (personal behavior), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu sikap larut dalam diri sendiri (self-absorbed attitude) dan penarikan diri secara sosial.

Menurut Bleuler, diagnosa skizofrenia sudah boleh dibuat bila terdapat ganguan-gangguan primer dan disharmoni pada unsur-unsur kepribadian serta diperkuat dengan adanya gejala-gejala sekunder.

Sedangkan Schneider berpendapat bahwa diagnosa sudah boleh dibuat bila terdapat satu dari gejala-gejala halusinasi pendengaran dan satu gejala gangguan batas ego dengan syarat bahwa kesadaran penderita tidak menurun (PPDGJ III).

Setionegoro (Maramis, 2004) membuat diagnosa skizofrenia dengan memperhatikan gejala-gejala pada tiga buah koordinat. Koordinat pertama (organobiologik) yaitu, autisme, gangguan afek dan emosi, gangguan asosiasi (proses berfikir), ambivalensi (gangguan kemauan) serta gangguan aktifitas

maupun gangguan konsentrasi. Koordinat kedua (psikologik) yaitu, gangguan pada cara berfikir yang tidak sesuai lagi dengan perkembangan keperibadian, dengan memperhatikan perkembangan ego, sistematik motivasi dan psikodinamika dalam interaksi dengan lingkungan. Koordinat ketiga (sosial) yaitu, gangguan pada kehidupan sosial penderita yang diperhatikan secara fenomenologik.

Schneider (Kaplan dan Sadock, 2003) memberikan kriteria diagnosa berdasarkan urutan gejala sebagai berikut:Gejala urutan pertama:1. Pikiran yang dapat digeser2. Suara-suara yang berdebat atau berdiskusi atau keduanya3. Suara-suara yang mengkomentari4. Pengalaman pasivitas somatik5. Penarikan pikiran dan pengalaman pikiran yang dipengaruhi lainnya6. Siar pikiran7. Persepsi bersifat waham8. Semua pengalaman lain yang melibatkan kemauan, membuat afek dan membuat impuls.

Gejala urutan kedua:1. Gangguan persepsi lain2. Gagasan bersifat waham yang tiba-tiba3. Kebingungan4. Perubahan mood disforik dan euforik5. Perasaan kemiskinan emosional6. “…dan beberapa lainya juga”

Langfeldt (Kaplan dan Sadock, 2003) memberikan kriteria diagnosis sebagai berikut:Kriteria GejalaPetunjuk penting ke arah diagnosis skizofrenia adalah (jika tidak ada tanda gangguan kongnitif, infeksi, atau intoksikasi yang dapat ditunjukkan).

1. Perubahan keperibadian yang bermanifestasi sebagai penumpulan emosional dengan jenis khusus diikuti oleh hilangnya inisiatif dan perilaku yang berubah dan seringkali aneh (khususnya pada hebefrenik, perubahan adalah karakteristik dan petunjuk utama ke arah diagnosis).

2. Pada tipe katatonik, riwayat penyakit dan tanda tipikal dalam periode kegelisahan dan stupor (dengan negativisme, wajah berminyak, katalepsi, gejala vegetatif, dll).

3. Pada psikosis paranoid, gejala penting pembelahan keperibadian (atau gejala depersonalisasi) dan hilangnya perasaan realitas (gejala derealisasi) atau waham primer.Kriteria Perjalanan PenyakitKeputusan akhir tentang diagnosis tidak dapat dibuat sebelum periode follow-up selama sekurangnya lima tahun telah menunjukkan perjalanan penyakit yang jangka panjang.

Prognosis SkizofreniaWalaupun remisi penuh atau sembuh pada skizofrenia itu ada, kebanyakan orang mempunyai gejala sisa dengan keparahan yang bervariasi. Secara umum 25% individu sembuh sempurna, 40% mengalami kekambuhan dan 35% mengalami perburukan. Sampai saat ini belum ada metode yang dapat memprediksi siapa yang akan menjadi sembuh siapa yang tidak, tetapi ada beberapa faktor yang dapat memberikan prognosis yang baik dan mempengaruhinya seperti: 

Page 4: Jenis Skizofrenia.doc

 * Usia tua * Faktor pencetus jelas * Onset akut * Riwayat sosial/pekerjaan pramorbid baik * Gejala depresi * Menikah * Riwayat keluarga * Gangguan mood * Sistem pendukung baik * Gejala positif 

Sebaliknya, hal-hal berikut ini akan memberikan prognosis yang buruk * Onset muda * Tidak ada faktor pencetus * Onset tidak jelas * Riwayat sosial buruk * Autistik * Tidak menikah/janda/duda * Riwayat keluarga skizofrenia * Sistem pendukung buruk * Gejala negatif * Riwayat trauma prenatal * Tidak remisi dalam 3 (tiga) tahun * Sering relaps * Riwayat agresif  (Luana, 2007).

(Berdasarkan sumber lain)Fase residual sering mengikuti remisi gejala psikotik yang tampil penuh, terutama selama tahun-tahun awal gangguan ini. Gejala dan tanda selama fase ini mirip dengan gejala dan tanda pada fase prodromal; gejala-gejala psikotik ringan menetap pada sekitar separuh penderita.

Penyembuhan total yang berlangsung sekurang-kurangnya tiga tahun terjadi pada 10% pasien, sedangkan perbaikan yang bermakna terjadi pada sekitar dua per tiga kasus. Banyak penderita skizofrenia mengalami eksaserbasi intermitten, terutama sebagai respon terhadap situasi lingkungan yang penuh stress. Pria biasanya mengalami perjalanan gangguan yang lebih berat dibanding wanita. Sepuluh persen penderita skizofrenia meninggal karena bunuh diri.

Prognosis baik berhubungan dengan tidak adanya gangguan perilaku prodromal, pencetus lingkungan yang jelas, awitan mendadak, awitan pada usia pertengahan, adanya konfusi, riwayat untuk gangguan afek, dan sistem dukungan yang tidak kritis dan tidak terlalu intrusive. Skizofrenia Tipe I tidak selalu mempunyai prognosis yang lebih baik dibandingkan Skizofrenia Tipe II. Sekitar 70% penderita skizofrenia yang berada dalam remisi mengalami relaps dalam satu tahun. Untuk itu, terapi selamanya diwajibkan pada kebanyakan kasus.

FAKTOR KEKAMBUHAN

Menurut Sullinger, 1988 ada 4 (empat) faktor penyebab penderita kambuh dan perlu dirawat di rumah sakit, diantaranya adalah sebagai berikut:

PenderitaSudah umum diketahui bahwa penderita yang gagal memakan obat secara teratur mempunyai kecenderungan untuk kambuh. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan 25% sampai 50% klien yang pulang dari rumah sakit tidak memakan obat secara teratur (Appleton, 1982, dikutip oleh Sullinger, 1988).

DokterMakan obat yang teratur dapat mengurangi kekambuhan, namun pemakaian obat neuroleptic yang lama dapat menimbulkan efek samping Tardive Diskinesia yang dapat mengganggu hubungan sosial seperti gerakan yang tidak terkontrol.

Penanggung jawab penderitaSetelah penderita pulang ke rumah maka pihak rumah sakit tetap bertanggung jawab atas program adaptasi penderita di rumah.

KeluargaBerdasarkan penelitian di Inggris dan Amerika keluarga dengan ekspresi emosi yang tinggi (bermusuhan, mengkritik, tidak ramah, banyak menekan dan menyalahkan), hasilnya 57% kembali dirawat dari keluarga dengan ekspresi emosi yang tinggi dan 17% kembali dirawat dari keluarga dengan ekspresi emosi keluarga yang rendah. Selain itu penderita juga mudah dipengaruhi oleh stres yang menyenangkan (naik pangkat, menikah) maupun yang menyedihkan (kematian/kecelakaan). Dengan terapi keluarga penderita dan keluarga dapat mengatasi dan mengurangi stres. Cara terapi bisanya: mengumpulkan semua anggota keluarga dan memberi kesempatan menyampaikan perasaan-perasaannya. Memberi kesempatan untuk menambah ilmu dan wawasan baru kepada penderita ganguan jiwa, memfasilitasi untuk menemukan situasi dan pengalaman baru bagi penderita.

Beberapa gejala kambuh yang perlu diidentifikasi oleh klien dan keluarganya adalah menjadi ragu-ragu dan serba takut, tidak nafsu makan, sukar konsentrasi, sulit tidur, depresi, tidak ada minat serta menarik diri, (Iyus, 2007).

Untuk dapat hidup dalam masyarakat, maka penderita skizofrenia perlu mempelajari kembali keterampilan sosial. Penderita-penderita yang baru keluar dari RS memerlukan pelayanan dari masyarakat agar mereka dapat menyesuaikan diri dan menyatu dalam masyarakat. Tingginya angka rehospitalisasi merupakan tanda kegagalan dalam sistem masyarakat. Penderita kronis di dalam masyarakat membutuhkan dukungan hidup yang dapat dipertahankan untuk waktu yang lama. Beberapa penderita tetap dapat mengalami kekambuhan meskipun mereka mendapatkan pelayanan pasca rawat (after care services) pada instansi-instansi. Lin, dkk (1982) melaporkan bahwa 36% dari penderita skizofrenia yang tinggal di panti setelah perawatan di RS tetap mengalami kekambuhan, (Porkony dkk, 1993).

Hubungan antara Dukungan Sosial Keluarga dengan Kekambuhan Skizofrenia

Sullivan mengemukakan teori psikodinamika skizofrenia berdasarkan perjalanan-perjalanan klinik, di mana pusat dari psikopatologinya adalah gangguan kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain. Lingkungan, terutama keluarga memegang peran penting dalam proses terjadinya skizofrenia. Pernyataan ini juga berlaku sebaliknya,

Page 5: Jenis Skizofrenia.doc

lingkungan, terutama keluarga memegang peran penting dalam proses penyembuhan skizofrenia. Sebab, dikatakan oleh Sullivan bahwa skizofrenia merupakan hasil dari kumpulan pengalaman-pengalaman traumatis dalam hubungannya dengan lingkungan selama masa perkembangan individu (Kaplan dan Sadock, 2003).

Titik berat penelitian-penelitian tentang dukungan sosial keluarga dan gangguan psikotik terutama skizofrenia adalah pada efek yang menghapuskan hubungan traumatik sendiri seperti pernyataan emosi, rasa kebersamaan yang semu, mencari kambing hitam dan keterikatan ganda. Aspek-aspek dukungan sosial keluarga terdiri dari empat aspek yaitu aspek informatif, aspek emosional dan aspek penilaian atau penghargaan serta aspek instrumental, sebagaimana yang dikatakan oleh House dan Kahn (1995) tersebut di atas di titik beratkan pada besar dan padatnya jaringan kerja sosial, misalnya hubungan dengan keluarga dan sifat-sifat hubungan sebelumnya, (Breier & Strauss, 1994).

Hal ini menunjukkan bahwa kuat lemahnya dukungan sosial keluarga terhadap penderita berpengaruh terhadap tingkat kesembuhan skizofrenia. Semakin kuat dukungan sosial keluarga terhadap penderita memungkinkan semakin cepat tingkat kesembuhan skizofrenia. Sebaliknya semakin lemah dukungan sosial keluarga terhadap penderita memungkinkan semakin lama tingkat kesembuhan skizofrenia. Demikian juga halnya dengan kekambuhan skizofrenia, terkait dengan kuat lemahnya dukungan sosial keluarga.Didapatkan 12 fungsi hubungan sosial dan 2 fase kebutuhan sosial yang penting selama periode penyembuhan (Breier & Strauss, 1994). Fungsi-fungsi yang menolong dalam hubungan sosial tersebut adalah:

1. Ventilasi 2. Tes realita, untuk menilai kemampuan penderita di

dalam membedakan realita

3. Berbagai dukungan sosial, terutama dari keluarga

4. Persetujuan dan perpaduan sosial terutama keluarga dan lingkungan dekatnya, di mana penderita ingin diterima kembali dalam lingkungan sosialnya dan mengharapkan hubungan dengan orang-orang yang dikenalnya sebelum ia masuk RS.

5. Motivasi

6. Pembentukan, di mana penderita mencontoh tingkah laku orang lain untuk meningkatkan fungsi sosialnya.

7. Pengawasan gejala

8. Pemecahan masalah

9. Pengertian yang empatik

10. Saling memberi dan menerima

11. Insight.

Fase kebutuhan sosial adalah:

1. Fase penyembuhan, penderita sangat membutuhkan perhatian dari keluarganya karena tidak dapat mandiri, fungsi hubungan sosial yang digunakan di sini adalah macam dukungan dan ventilasi.

2. Fase pembentukan kembali Fungsi hubungan sosial yang digunakan adalah motivasi, saling memberi dan menerima, pengawasan gejala. 12 fungsi hubungan sosial dan 2 fase kebutuhan sosial yang penting selama periode penyembuhan (Breier dan Strauss, 1994) tersebut sangat erat kaitannya dengan dukungan sosial keluarga.

Pemberian obat antipsikotik dapat mengurangi resiko kekambuhan, tetapi obat-obatan tersebut tidak dapat mengajarkan tentang kehidupan dan keterampilan meskipun dapat memperbaiki kualitas hidup penderita melalui penekanan gejala-gejala. Pengajaran kehidupan dan keterampilan sosial hanya mungkin didapat penderita melalui dukungan sosial keluarga. Dari penelitian didapat bahwa 45% penderita skizofrenia yang mendapat pengobatan antipsikotik akan mengalami kekambuhan dalam waktu 1 tahun pasca rawat, sedangkan penderita yang diberi plasebo 70% kambuh, (Kaplan dan Sadock , 2003).

Hal ini berarti pengobatan skizofrenia harus dilakukan dengan cara interaksi multidimensional. Gejala-gejala dan ketidakmampuan sosial serta ketidakmampuan individual yang di tunjukkan merupakan hasil dari benturan-benturan yang dialami dalam kehidupan. Angka kekambuhan dalam waktu 1 tahun pasca rawat pada penderita skizofrenia yang mendapat latihan keterampilan sosial adalah 20%, penderita yang mendapat pengobatan antipsikotik 41% dan 19% penderita yang pada keluarga diberikan psikoedukasi.

Penderita yang mendapat latihan keterampilan sosial, obat antipsikotik dan psikoedukasi keluarga dilaporkan tidak ada yang kambuh, (Kaplan dan Sadock, 2003).

.2 EPIDEMIOLOGI

Sekitar satu persen penduduk dunia akan mengidap skizofrenia pada suatu waktu dalam hidupnya. Di Indonesia diperkirakan satu sampai dua persen penduduk atau sekitar dua sampai empat juta jiwa akan terkena penyakit ini. Bahkan sekitar sepertiga dari sekitar satu sampai dua juta yang terjangkit penyakit skizofrenia ini atau sekitar 700 ribu hingga 1,4 juta jiwa kini sedang mengidap skizofrenia. Tiga per empat dari jumlah pasien skizofrenia umumnya dimulai pada usia 16 sampai 25 tahun pada laki-laki. Pada kaum perempuan, skizofrenia biasanya mulai diidap pada usia 25 hingga 30 tahun. Penyakit yang satu ini cenderung menyebar di antara anggota keluarga sedarah.

ETIOLOGI

1. Model Diatesis-stres

Merupakan integrasi faktor biologis, faktor psikososial, faktor lingkungan. Model ini mendalilkan bahwa seseorang mungkin memiliki suatu kerentanan spesifik (diatessis) yang jika dikenai oleh suatu pengaruh lingkungan yang menimbulkan stress, memungkinkan perkembangan skizofrenia.

Komponen lingkungan mungkin biologikal (seperti infeksi) atau psikologis (missal kematian orang terdekat). Sedangkan dasar biologikal dari diatesis selanjutnya dapat terbentuk oleh pengaruh epigenetik seperti penyalahgunaan obat, stress psikososial , dan trauma.

Page 6: Jenis Skizofrenia.doc

Kerentanan yang dimaksud disini haruslah jelas, sehingga dapat menerangkan mengapa orang tersebut dapat menjadi skizofren. Semakin besar kerentanan seseorang maka stressor kecilpun dapat menyebabkan menjadi skizofren. Semakin kecil kerentanan maka butuh stressor yang besar untuk membuatnya menjadi penderita skizofren. Sehingga secara teoritis seseorang tanpa diathese tidak akan berkembang menjadi skizofren, walau sebesar apapun stressornya.

2. Faktor Neurobiologi

Penelitian menunjukkan bahwa pada pasien skizofrenia ditemukan adanya kerusakan pada bagian otak tertentu. Namun sampai kini belum diketahui bagaimana hubungan antara kerusakan pada bagian otak tertentu ddengan munculnya simptom skizofrenia.

Terdapat beberapa area tertentu dalam otak yang berperan dalam membuat seseorang menjadi patologis, yaitu sitem limbik, korteks frontal, cerebellum dan ganglia basalis. Keempat area tersebut saling berhubungan, sehingga disfungsi pada satu area mungkin melibatkan proses patologis primer pada area yang lain. Dua hal yang menjadi sasaran penelitian adalah waktu dimana kerusakan neuropatologis muncul pada otak, dan interaksi antara kerusakan tersebut dengan stressor lingkungan dan sosial.

Hipotesa Dopamin

Menurut hipotesa ini, skizofrenia terjadi akibat dari peningkatan aktivitas neurotransmitter dopaminergik. Peningkatan ini mungkin merupakan akibat dari meningkatnya pelepasan dopamine, terlalu banyaknya reseptor dopamine, turunnya nilai ambang, atau hipersentivitas reseptor dopamine, atau kombinasi dari faktor-faktor tersebut. Munculnya hipotesa ini berdasarkan observasi bahwa :

a. Ada korelasi antara efektivitas dan potensi suatu obat antipsikotik dengan kemampuannya bertindak sebagai antagonis reseptor dopamine D2.

b. Obat yang meningkatkan aktivitas dopaminergik- seperti amphetamine-dapat menimbulkan gejala psikotik pada siapapun.

3. Faktor Genetika

Penelitian tentang genetik telah membuktikan faktor genetik/keturunan merupakan salah satu penyumbang bagi jatuhnya seseorang menjadi skizofren. Resiko seseorang menderita skizofren akan menjadi lebih tinggi jika terdapat anggota keluarga lainnya yang juga menderita skizofren, apalagi jika hubungan keluarga dekat. Penelitian terhadap anak kembar menunjukkan keberadaan pengaruh genetik melebihi pengaruh lingkungan pada munculnya skizofrenia, dan kembar satu telur memiliki kemungkinan lebih besar untuk mengalami skizofrenia.

Populasi Prevalensi

Populasi umum 1%, Saudara kandung pasien skizofren 8%, Anak dengan salah satu orangtua skizofren 12%, Kembar dua telur dari pasien skizofren 12%, Anak dengan kedua orangtua skizofren 40%, Kembar satu telur dari pasien skizofren 47 %

4. Faktor Psikososial

4.1 Teori Tentang Individu Pasien

a. Teori Psikoanalitik

Freud beranggapan bahwa skizofrenia adalah hasil dari fiksasi perkembangan, yang muncul lebih awal daripada gangguan neurosis. Jika neurosis merupakan konflik antara id dan ego, maka psikosis merupakan konflik antara ego dan dunia luar. Menurut Freud, kerusakan ego (ego defect) memberikan kontribusi terhadap munculnya simptom skizofrenia. Disintegrasi ego yang terjadi pada pasien skizofrenia merepresentasikan waktu dimana ego belum atau masih baru terbentuk.

Konflik intrapsikis yang berasal dari fiksasi pada masa awal serta kerusakan ego-yang mungkin merupakan hasil dari relasi obyek yang buruk-turut memperparah symptom skizofrenia. Hal utama dari teori Freud tentang skizofrenia adalah dekateksis obyek dan regresi sebagai respon terhadap frustasi dan konflik dengan orang lain.

Harry Stack Sullivan mengatakan bahwa gangguan skizofrenia disebabkan oleh kesulitan interpersonal yangyang etrjadi sebelumnya, terutama yang berhubungan dengan apa yang disebutnya pengasuhan ibu yang salah, yaitu cemas berlebihan.

Secara umum, dalam pandangan psikoanalitik tentang skizofrenia, kerusakan ego mempengaruhi interprestasi terhadap realitas dan kontrol terhadap dorongan dari dalam, seperti seks dan agresi. Gangguan tersebut terjadi akibat distorsi dalam hubungan timbal balik ibu dan anak.

Berbagai simptom dalam skizofrenia memiliki makna simbolis bagi masing-masing pasien. Misalnya fantasi tentang hari kiamat mungkin mengindikasikan persepsi individu bahwa dunia dalamnya telah hancur. Halusinasi mungkin merupakan substitusi dari ketidakmampuan pasien untuk menghadapi realitas yang obyektif dan mungkin juga merepresentasikan ketakutan atau harapan terdalam yang dimilikinya.

b. Teori Psikodinamik

Berbeda dengan model yang kompleks dari Freud, pandangan psikodinamik setelahnya lebih mementingkan hipersensitivitas terhadap berbagai stimulus. Hambatan dalam membatasi stimulus menyebabkan kesulitan dalam setiap fase perkembangan selama masa kanak-kanak dan mengakibatkan stress dalam hubungan interpersonal.

Menurut pendekatan psikodinamik, simptom positif diasosiasikan dengan onset akut sebagai respon terhadap faktor pemicu/pencetus, dan erat kaitannya dengan adanya konflik. Simptom negatif berkaitan erat dengan faktor biologis, dan karakteristiknya adalah absennya perilaku/fungsi tertentu. Sedangkan gangguan dalam hubungan interpersonal mungkin timbul akibat konflik intrapsikis, namun mungkin juga berhubungan dengan kerusakan ego yang mendasar.

Tanpa memandang model teoritisnya, semua pendekatan psikodinamik dibangun berdasarkan pemikiran bahwa

Page 7: Jenis Skizofrenia.doc

symptom-simptom psikotik memiliki makna dalam skizofrenia. Misalnya waham kebesaran pada pasien mungkin timbul setelah harga dirinya terluka. Selain itu, menurut pendekatan ini, hubungan dengan manusia dianggap merupakan hal yang menakutkan bagi pengidap skizofrenia.

c. Teori Belajar

Menurut teori ini, orang menjadi skizofrenia karena pada masa kanak-kanak ia belajar pada model yang buruk. Ia mempelajari reaksi dan cara pikir yang tidak rasional dengan meniru dari orangtuanya, yang sebenarnya juga memiliki masalah emosional.

4.2 Teori Tentang Keluarga

Beberapa pasien skizofrenia-sebagaimana orang yang mengalami nonpsikiatrik-berasal dari keluarga dengan disfungsi, yaitu perilaku keluarga yang patologis, yang secara signifikan meningkatkan stress emosional yang harus dihadapi oleh pasien skizofrenia. Antara lain:

Double Bind

Konsep yang dikembangkan oleh Gregory Bateson untuk menjelaskan keadaan keluarga dimana anak menerima pesan yang bertolak belakang dari orangtua berkaitn dengan perilaku, sikap maupun perasaannya. Akibatnya anak menjadi bingung menentukan mana pesan yang benar, sehingga kemudian ia menarik diri kedalam keadaan psikotik untuk melarikan diri dari rasa konfliknya itu.

Schims and Skewed Families

Menurut Theodore Lidz, pada pola pertama, dimana terdapat perpecahan yang jelas antara orangtua, salah satu orang tua akan menjadi sangat dekat dengan anak yang berbeda jenis kelaminnya. Sedangkan pada pola keluarga skewed, terjadi hubungan yang tidak seimbang antara anak dengan salah satu orangtua yang melibatkan perebutan kekuasaan antara kedua orangtua, dan menghasilkan dominasi dari salah satu orang tua.

Pseudomutual and Pseudohostile Families

Dijelaskan oleh Lyman Wynne, beberapa keluarga men-suppress ekspresi emosi dengan menggunakan komunikasi verbal yang pseudomutual atau pseudohostile secara konsisten. Pada keluarga tersebut terdapat pola komunikasi yang unik, yang mungkin tidak sesuai dan menimbulkan masalah jika anak berhubungan dengan orang lain di luar rumah.

Ekspresi Emosi

Orang tua atau pengasuh mungkin memperlihatkan sikap kritis, kejam dan sangat ingin ikut campur urusan pasien skizofrenia. Banyak penelitian menunjukkan keluarga dengan ekspresi emosi yang tinggi (dalam hal apa yang dikatakan maupun maksud perkataan) meningkatkan tingkat relapse pada pasien skizofrenia.

4.3 Teori Sosial

Beberapa teori menyebutkan bahwa industrialisasi dan urbanisasi banyak berpengaruh dalam menyebabkan skizofrenia. Meskipun ada data pendukung, namun penekanan saat ini adalah dalam mengetahui pengaruhnya terhadap waktu timbulnya onset dan keparahan penyakit.

GEJALA KLINIS

Gejala-gejala skizofrenia dapat dibagi menjadi dua kelompok menurut Bleuler, yaitu primer dan sekunder.

Gejala-gejala primer :

1. Gangguan proses pikiran (bentuk, langkah, isi pikiran).

Pada skizofrenia inti gangguan memang terdapat pada proses pikiran. Yang terganggu terutama ialah asosiasi. Kadang-kadang satu ide belum selesai diutarakan, sudah timbul ide lain. Atau terdapat pemindahan maksud, umpamanya maksudnya “tani” tetapi dikatakan “sawah”.

Tidak jarang juga digunakan arti simbolik, seperti dikatakan “merah” bila dimaksudkan “berani”. Atau terdapat “clang association” oleh karena pikiran sering tidak mempunyai tujuan tertentu, umpamanya piring-miring, atau “…dulu waktu hari, jah memang matahari, lalu saya lari…”. Semua ini menyebabkan jalan pikiran pada skizofrenia sukar atau tidak dapat diikuti dan dimengerti. Hal ini dinamakan inkoherensi. Jalan pikiran mudah dibelokkan dan hal ini menambah inkoherensinya.

Seorang dengan skizofrenia juga kecenderungan untuk menyamakan hal-hal, umpamanya seorang perawat dimarahi dan dipukuli, kemudian seorang lain yang ada disampingnya juga dimarahi dan dipukuli.

Kadang-kadang pikiran seakan berhenti, tidak timbul ide lagi. Keadaan ini dinamakan “blocking”, biasanya berlangsung beberapa detik saja, tetapi kadang-kadang sampai beberapa hari.

Ada penderita yang mengatakan bahwa seperti ada sesuatu yang lain didalamnya yang berpikir, timbul ide-ide yang tidak dikehendaki: tekanan pikiran atau “pressure of thoughts”. Bila suatu ide berulang-ulang timbul dan diutarakan olehnya dinamakan preseverasi atau stereotipi pikiran.

Pikiran melayang (flight of ideas) lebih sering inkoherensi. Pada inkoherensi sering tidak ada hubungan antara emosi dan pikiran, pada pikiran melayang selalu ada efori. Pada inkoherensi biasanya jalan pikiran tidak dapat diikuti sama sekali, pada pikiran melayang ide timbul sangat cepat, tetapi masih dapat diikuti, masih bertujuan.

2. Gangguan afek dan emosi

Gangguan ini pada skizofrenia mungkin berupa :

· Kedangkalan afek dan emosi (“emotional blunting”), misalnya penderita menjadi acuh tak acuh terhadap hal-hal penting untuk dirinya sendiri seperti keadaan keluarganya dan masa depannya. Perasaan halus sudah hilang.

Page 8: Jenis Skizofrenia.doc

· Parathimi : apa yang seharusnya menimbulkan rasa senang dan gembira, pada penderita timbul rasa sedih atau marah.

· Paramimi : penderita merasa senang dan gembira, akan tetapi ia menangis. Parathimi dan paramimi bersama-sama dalam bahasa Inggris dinamakan “incongruity of affect” dalam bahasa Belanda hal ini dinamakan “inadequat”.

· Kadang-kadang emosi dan afek serta ekspresinya tidak mempunyai kesatuan, umpamanya sesudah membunuh anaknya penderita menangis berhari-hari, tetapi mulutnya tertawa. Semua ini merupakan gangguan afek dan emosi yang khas untuk skizofrenia. Gangguan afek dan emosi lain adalah :

§ Emosi yang berlebihan, sehingga kelihatan seperti dibuat-buat, seperti penderita yang sedang bermain sandiwara.

§ Yang penting juga pada skizofrenia adalah hilangnya kemampuan untuk melakukan hubungan emosi yang baik (“emotional rapport”). Karena itu sering kita tidak dapat merasakan perasaan penderita.

§ Karena terpecah belahnya kepribadian, maka dua hal yang berlawanan mungkin terdapat bersama-sama, umpamanya mencintai dan membenci satu orang yang sama ; atau menangis dan tertawa tentang satu hal yang sama. Ini dinamakan ambivalensi pada afek.

3. Gangguan kemauan

Banyak penderita dengan skizofrenia mempunyai kelemahan kemauan. Mereka tidak dapat mengambil keputusan., tidak dapat bertindak dalam suatu keadaan. Mereka selalu memberikan alasan, meskipun alasan itu tidak jelas atau tepat, umpamanya bila ditanyai mengapa tidak maju dengan pekerjaan atau mengapa tiduran terus. Atau mereka menganggap hal itu biasa saja dan tidak perlu diterangkan.

Kadang-kadang penderita melamun berhari-hari lamanya bahkan berbulan-bulan. Perilaku demikian erat hubungannya dengan otisme dan stupor katatonik.

Negativisme : sikap atau perbuatan yang negative atau berlawanan terhadap suatu permintaan.

Ambivalensi kemauan : menghendaki dua hal yang berlawanan pada waktu yang sama, umpamanya mau makan dan tidak mau makan; atau tangan diulurkan untuk berjabat tangan, tetapi belum sampai tangannya sudah ditarik kembali; hendak masuk kedalam ruangan, tetapi sewaktu melewati pintu ia mundur, maju mundur. Jadi sebelum suatu perbuatan selesai sudah timbul dorongan yang berlawanan.

Otomatisme : penderita merasa kemauannya dipengaruhi oleh orang lain atau tenaga dari luar, sehingga ia melakukan sesuatu secara otomatis.

4. Gejala psikomotor

Juga dinamakan gejala-gejala katatonik atau gangguan perbuatan. Kelompok gejala ini oleh Bleuler dimasukkan dalam kelompok gejala skizofrenia yang sekunder sebab didapati juga pada penyakit lain.

Sebetulnya gejala katatonik sering mencerminkan gangguan kemauan. Bila gangguan hanya ringan saja, maka dapat dilihat gerakan-gerakan yang kurang luwes atau yang agak kaku. Penderita dalma keadaan stupor tidak menunjukkan pergerakan sama sekali. Stupor ini dapat berlangsung berhari-hari, berbulan-bulan dan kadang-kadang bertahun-tahun lamanya pada skizofrenia yang menahun. Mungkin penderita mutistik. Mutisme dapat disebabkan oleh waham, ada sesuatu yang melarang ia bicara. Mungkin juga oleh karena sikapnya yang negativistik atau karena hubungan penderita dengan dunia luar sudah hilang sama sekali hingga ia tidak ingin mengatakan apa-apa lagi.

Sebaliknya tidak jarang penderita dalam keadaan katatonik menunjukkan hiperkinesa, ia terus bergerak saja, maka keadaan ini dinamakan logorea. Kadang-kadang penderita menggunakan atau membuat kata-kata yang baru: neologisme.

Berulang-ulang melakukan suatu gerakan atau sikap disebut stereotipi; umpamanya menarik-narik rambutnya, atau tiap kali mau menyuap nasi mengetok piring dulu beberapa kali. Keadaan ini dapat berlangsung beberapa hari sampai beberapa tahun. Stereotipi pembicaraan dinamakan verbigerasi, kata atau kalimat diulang-ulangi. Mannerisme adalah stereotipi yang tertentu pada skizofrenia, yang dapat dilihat dalam bentuk grimas pada mukanya atau keanehan berjalan dan gaya.

Gejala katalepsi ialah bila suatu posisi badan dipertahankan untuk waktu yang lama. Fleksibilitas cerea: bila anggota badan dibengkokkan terasa suatu tahanan seperti pada lilin.

Negativisme : menentang atau justru melakukan yang berlawanan dengan apa yang disuruh. Otomatisme komando (“command automatism”) sebetulnya merupakan lawan dari negativisme : semua perintah dituruti secara otomatis, bagaimana ganjilpun.Termasuk dalam gangguan ini adalah echolalia (penderita meniru kata-kata yang diucapkan orang lain) dan ekophraksia (penderita meniru perbuatan atau pergerakan orang lain).

Gejala-gejala sekunder :

1. Waham

Pada skizofrenia, waham sering tidak logis sama sekali dan sangat bizarre. Tetapi penderita tidak menginsafi hal ini dan untuk dia wahamnya adalah fakta dan tidak dapat diubah oleh siapapun. Sebaliknya ia tidak mengubah sikapnya yang bertentangan, umpamanya penderita berwaham bahwa ia raja, tetapi ia bermain-main dengan air ludahnya dan mau disuruh melakukan pekerjaan kasar. Mayer gross membagi waham dalam dua kelompok yaitu waham primer dan waham sekunder, waham sistematis atau tafsiran yang bersifat waham (delutional interpretations).

Waham primer timbul secara tidak logis sama sekali, tanpa penyebab apa-apa dari luar. Menurur Mayer-Gross hal ini hampir patognomonis buat skizofrenia. Umpamanya istrinya sedang berbuat serong sebab ia melihat seekor cicak berjalan dan berhenti dua kali, atau seorang penderita berkata “dunia akan kiamat sebab ia melihgat seekor anjing mengangkat kaki terhadap sebatang pohin untuk kencing.

Page 9: Jenis Skizofrenia.doc

Waham sekunder biasanya logis kedengarannya dapat diikuti dan merupakan cara bagi penderita untuk menerangkan gejala-gejala skizofrenia lain. Waham dinamakan menurut isinya :waham kebesaran atau ekspansif, waham nihilistik, waham kejaran, waham sindiran, waham dosa, dan sebagainya.

2. Halusinasi

Pada skizofrenia, halusinasi timbul tanpa penurunan kesadaran dan hal ini merupakan gejala yang hampir tidak dijumpai dalam keadaan lain. Paling sering pada keadaan sskizofrenia ialah halusinasi (oditif atau akustik) dalam bentuk suara manusia, bunyi barang-barang atau siulan. Kadang-kadang terdapat halusinasi penciuman (olfaktorik), halusinasi citrarasa (gustatorik) atau halusinasi singgungan (taktil). Umpamanya penderita mencium kembang kemanapun ia pergi, atau ada orang yang menyinarinya dengan alat rahasia atau ia merqasa ada racun dalammakanannya Halusinasi penglihatan agak jarang pada skizofrenia lebih sering pada psikosa akut yang berhubungan dengan sindroma otak organik bila terdapat maka biasanya pada stadium permulaan misalnya penderita melihat cahaya yang berwarna atau muka orang yang menakutkan.

Diatas telah dibicarakan gejala-gejala. Sekali lagi, kesadaran dan intelegensi tidak menurun pada skizofrenia. Penderita sering dapat menceritakan dengan jelas pengalamannya dan perasaannya. Kadang-kadang didapati depersonalisasi atau “double personality”, misalnya penderita mengidentifikasikan dirinya dengan sebuah meja dan menganggap dirinya sudah tidak adalagi. Atau pada double personality seakan-akan terdapat kekuatan lain yang bertindak sendiri didalamnya atau yang menguasai dan menyuruh penderita melakukan sesuatu.

Pada skizofrenia sering dilihat otisme : penderita kehilangan hubungan dengan dunia luar ia seakan-akan hidup dengan dunianya sendiri tidak menghiraukan apa yang terjadi di sekitarnya.

Oleh Bleuler depersonalisasi, double personality dan otisme digolongkan sebagai gejala primer. Tetapi ada yang mengatakan bahwa otisme terjadi karena sangat terganggunya afek dan kemauan.

Tiga hal yang perlu diperhatikan dalam menilai simptom dan gejala klinis skizofrenia adalah:

(1). Tidak ada symptom atau gejala klinis yang patognomonik untu skizofrenia. Artinya tidak ada simptom yang khas atau hanya terdapat pada skizofrenia. Tiap simptom skizofrenia mungkin ditemukan pada gangguan psikiatrik atau gangguan syaraf lainnya. Karena itu diagnosis skizofrenia tidak dapat ditegakkan dari pemeriksaan status mental saat ini. Riwayat penyakit pasien merupakan hal yang esensial untuk menegakkan diagnosis skizofrenia.

(2). Simptom dan gejala klinis pasien skizofrenia dapat berubah dari waktu ke waktu. Oleh karena itu pasien skizofrenia dapat berubah diagnosis subtipenya dari perawatan sebelumnya (yang lalu). Bahkan dalam satu kali perawatanpun diagnosis subtipe mungkin berubah.

(3). Harus diperhatikan taraf pendidikan, kemampuan intelektual dan latar belakang sosial budaya pasien. Sebab

perilaku atau pola pikir masyarakat dari sosial budaya tertentu mungkin dipandang sebagai suatu hal yang aneh bagi budaya lain. Contohnya memakai koteka di Papua merupakan hal yang biasa namun akan dipandang aneh jika dilakukan di Jakarta. Selain itu hal yang tampaknya merupakan gangguan realitas mungkin akibat keterbatasan intelektual dan pendidikan pasien.

KLASIFIKASI

Gejala klinis skizofrenia secara umum dan menyeluruh telah diuraikan di muka, dalam PPDGJ III skizofrenia dibagi lagi dalam 9 tipe atau kelompok yang mempunyai spesifikasi masing-masing, yang kriterianya di dominasi dengan hal-hal sebagai berikut :

1. Skizofrenia Paranoid

· Memenuhi kriteria diagnostik skizofrenia

· Sebagai tambahan :

Halusinasi dan atau waham harus menonjol :

(a) Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi perintah, atau halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi pluit, mendengung, atau bunyi tawa.

(b) Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual, atau lain-lain perasaan tubuh halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang menonjol.

(c) Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan (delusion of control), dipengaruhi (delusion of influence), atau “Passivity” (delusion of passivity), dan keyakinan dikejar-kejar yang beraneka ragam, adalah yang paling khas.

· Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala katatonik secara relatif tidak nyata / menonjol.

Pasien skizofrenik paranoid biasanya berumur lebih tua daripada pasien skizofrenik terdisorganisasi atau katatonik jika mereka mengalami episode pertama penyakitnya. Pasien yang sehat sampai akhir usia 20 atau 30 tahunan biasanya mencapai kehidupan social yang dapat membantu mereka melewati penyakitnya. Juga, kekuatan ego paranoid cenderung lebih besar dari pasien katatonik dan terdisorganisasi. Pasien skizofrenik paranoid menunjukkan regresi yang lambat dari kemampuanmentalnya, respon emosional, dan perilakunya dibandingkan tipe lain pasien skizofrenik.

Pasien skizofrenik paranoid tipikal adalah tegang, pencuriga, berhati-hati, dan tak ramah. Mereka juga dapat bersifat bermusuhan atau agresif. Pasien skizofrenik paranoid kadang-kadang dapat menempatkan diri mereka secara adekuat didalam situasi social. Kecerdasan mereka tidak terpengaruhi oleh kecenderungan psikosis mereka dan tetap intak.

2. Skizofrenia Hebefrenik

· Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia

Page 10: Jenis Skizofrenia.doc

· Diagnosis hebefrenia untuk pertama kali hanya ditegakkan pada usia remaja atau dewasa muda (onset biasanya mulai 15-25 tahun).

· Kepribadian premorbid menunjukkan ciri khas : pemalu dan senang menyendiri (solitary), namun tidak harus demikian untuk menentukan diagnosis.

· Untuk diagnosis hebefrenia yang menyakinkan umumnya diperlukan pengamatan kontinu selama 2 atau 3 bulan lamanya, untuk memastikan bahwa gambaran yang khas berikut ini memang benar bertahan :

- Perilaku yang tidak bertanggung jawab dan tak dapat diramalkan, serta mannerisme; ada kecenderungan untuk selalu menyendiri (solitary), dan perilaku menunjukkan hampa tujuan dan hampa perasaan;

- Afek pasien dangkal (shallow) dan tidak wajar (inappropriate), sering disertai oleh cekikikan (giggling) atau perasaan puas diri (self-satisfied), senyum sendirir (self-absorbed smiling), atau oleh sikap, tinggi hati (lofty manner), tertawa menyeringai (grimaces), mannerisme, mengibuli secara bersenda gurau (pranks), keluhan hipokondrial, dan ungkapan kata yang diulang-ulang (reiterated phrases);

- Proses pikir mengalami disorganisasi dan pembicaraan tak menentu (rambling) serta inkoheren.

· Gangguan afektif dan dorongan kehendak, serta gangguan proses pikir umumnya menonjol. Halusinasi dan waham mungkin ada tetapi biasanya tidak menonjol (fleeting and fragmentary delusions and hallucinations). Dorongan kehendak (drive) dan yang bertujuan (determination) hilang serta sasaran ditinggalkan, sehingga perilaku penderita memperlihatkan ciri khas, yaitu perilaku tanpa tujuan (aimless) dan tanpa maksud (empty of purpose). Adanya suatu preokupasi yang dangkal dan bersifat dibuat-buat terhadap agama, filsafat dan tema abstrak lainnya, makin mempersukar orang memahami jalan pikiran pasien.

Menurut DSM-IV skizofrenia disebut sebagai skizofrenia tipe terdisorganisasi.

3. Skizofrenia Katatonik

· Memenuhi kriteria umum untuk diagnosis skizofrenia.

· Satu atau lebih dari perilaku berikut ini harus mendominasi gambaran klinisnya :

(a) stupor (amat berkurangnya dalam reaktivitas terhadap lingkungan dan dalam gerakan serta aktivitas spontan) atau mutisme (tidak berbicara):

(b) Gaduh gelisah (tampak jelas aktivitas motorik yang tak bertujuan, yang tidak dipengaruhi oleh stimuli eksternal)

(c) Menampilkan posisi tubuh tertentu (secara sukarela mengambil dan mempertahankan posisi tubuh tertentu yang tidak wajar atau aneh);

(d) Negativisme (tampak jelas perlawanan yang tidak bermotif terhadap semua perintah atau upaya untuk menggerakkan, atau pergerakkan kearah yang berlawanan);

(e) Rigiditas (mempertahankan posisi tubuh yang kaku untuk melawan upaya menggerakkan dirinya);

(f) Fleksibilitas cerea / ”waxy flexibility” (mempertahankan anggota gerak dan tubuh dalam posisi yang dapat dibentuk dari luar); dan

(g) Gejala-gejala lain seperti “command automatism” (kepatuhan secara otomatis terhadap perintah), dan pengulangan kata-kata serta kalimat-kalimat.

· Pada pasien yang tidak komunikatif dengan manifestasi perilaku dari gangguan katatonik, diagnosis skizofrenia mungkin harus ditunda sampai diperoleh bukti yang memadai tentang adanya gejala-gejala lain.

· Penting untuk diperhatikan bahwa gejala-gejala katatonik bukan petunjuk diagnostik untuk skizofrenia. Gejala katatonik dapat dicetuskan oleh penyakit otak, gangguan metabolik, atau alkohol dan obat-obatan, serta dapat juga terjadi pada gangguan afektif.

Selama stupor atau kegembiraan katatonik, pasien skizofrenik memerlukan pengawasan yang ketat untuk menghindari pasien melukai dirinya sendiri atau orang lain. Perawatan medis mungkin ddiperlukan karena adanya malnutrisi, kelelahan, hiperpireksia, atau cedera yang disebabkan oleh dirinya sendiri.

4. Skizofrenia tak terinci (Undifferentiated).

Seringkali. Pasien yang jelas skizofrenik tidak dapat dengan mudah dimasukkan kedalam salah satu tipe. PPDGJ mengklasifikasikan pasien tersebut sebagai tipe tidak terinci. Kriteria diagnostic menurut PPDGJ III yaitu:

· Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia

· Tidak memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia paranoid, hebefrenik, atau katatonik.

· Tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia residual atau depresi pasca skizofrenia.

5. Depresi Pasca-Skizofrenia

· Diagnosis harus ditegakkan hanya kalau :

(a) Pasien telah menderita skizofrenia (yang memenuhi kriteria diagnosis umum skizzofrenia) selama 12 bulan terakhir ini;

(b) Beberapa gejala skizofrenia masih tetap ada (tetapi tidak lagi mendominasi gambaran klinisnya); dan

(c) Gejala-gejala depresif menonjol dan menganggu, memenuhi paling sedikit kriteria untuk episode depresif, dan telah ada dalam kurun waktu paling sedikit 2 minggu.

Page 11: Jenis Skizofrenia.doc

· Apabila pasien tidak lagi menunjukkan gejala skizofrenia diagnosis menjadi episode depresif. Bila gejala skizofrenia diagnosis masih jelas dan menonjol, diagnosis harus tetap salah satu dari subtipe skizofrenia yang sesuai.

6. Skizofrenia Residual

· Untuk suatu diagnosis yang meyakinkan, persyaratan berikut ini harus dipenuhi semua :

(a) Gejala “negative” dari skizofrenia yang menonjol misalnya perlambatan psikomotorik, aktivitas menurun, afek yang menumpul, sikap pasif dan ketiadaan inisiatif, kemiskinan dalam kuantitas atau isi pembicaraan, komunikasi non-verbal yang buruk seperti dalam ekspresi muka, kontak mata, modulasi suara, dan posisi tubuh, perawatan diri dan kinerja sosial yang buruk;

(b) Sedikitnya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas di masa lampau yang memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofenia;

(c) Sedikitnya sudah melampaui kurun waktu satu tahun dimana intensitas dan frekuensi gejala yang nyata seperti waham dan halusinasi telah sangat berkurang (minimal) dan telah timbul sindrom “negative” dari skizofrenia;

(d) Tidak terdapat dementia atau penyakit / gangguan otak organik lain, depresi kronis atau institusionalisasi yang dapat menjelaskan disabilitas negative tersebut.

Menurut DSM IV, tipe residual ditandai oleh bukti-bukti yang terus menerus adanya gangguan skizofrenik, tanpa adanya kumpulan lengkap gejala aktif atau gejala yang cukup untuk memenuhi tipe lain skizofrenia. Penumpulan emosional, penarikan social, perilaku eksentrik, pikiran yang tidak logis, dan pengenduran asosiasi ringan adalah sering ditemukan pada tipe residual. Jika waham atau halusinasi ditemukan maka hal tersebut tidak menonjol dan tidak disertai afek yang kuat.

7. Skizofrenia Simpleks

· Diagnosis skizofrenia simpleks sulit dibuat secara meyakinkan karena tergantung pada pemantapan perkembangan yang berjalan perlahan dan progresif dari :

- gejala “negative” yang khas dari skizofrenia residual tanpa didahului riwayat halusinasi, waham, atau manifestasi lain dari episode psikotik, dan

- disertai dengan perubahan-perubahan perilaku pribadi yang bermakna, bermanifestasi sebagai kehilangan minat yang mencolok, tidak berbuat sesuatu, tanpa tujuan hidup, dan penarikan diri secara sosial.

· Gangguan ini kurang jelas gejala psikotiknya dibandingkan subtipe skizofrenia lainnya.

Skizofrenia simpleks sering timbul pertama kali pada masa pubertas. Gejala utama pada jenis simpleks adalah kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan. Gangguan proses berpikir biasanya sukar ditemukan. Waham dan halusinasi jarang sekali terdapat. Jenis ini timbulnya perlahan-lahan sekali. Pada permulaan mungkin penderita

mulai kurang memperhatikan keluarganya atau mulai menarik diri dari pergaulan. Makin lama ia makin mundur dalam pekerjaan atau pelajaran dan akhirnya menjadi pengangguran, dan bila tidak ada orang yang menolongnya ia mungkin akan menjadi pengemis, pelacur, atau penjahat.

8. Skizofrenia lainnya

9. Skizofrenia YTT

Selain beberapa subtipe di atas, terdapat penggolongan skizofrenia lainnya (yang tidak berdasarkan DSM IV TR), antara lain :

· Bouffe delirante (psikosis delusional akut).

Konsep diagnostik Perancis dibedakan dari skizofrenia terutama atas dasar lama gejala yang kurang dari tiga bulan. Diagnosis adalah mirip dengan diagnosis gangguan skizofreniform didalam DSM-IV. Klinisi Perancis melaporkan bahwa kira-kira empat puluh persen diagnosis delirante berkembang dalam penyakitnya dan akhirnya diklasifikasikan sebagai media skizofrenia.

· Skizofrenia laten.

Konsep skizofrenia laten dikembangkan selama suatu waktu saat terdapat konseptualisasi diagnostic skizofrenia yang luas. Sekarang, pasien harus sangat sakit mental untuk mendapatkan diagnosis skizofrenia; tetapi pada konseptualisasi diagnostik skizofrenia yang luas, pasien yang sekarang ini tidak terlihat sakit berat dapat mendapatkan diagnosis skizofrenia. Sebagai contohnya, skizofrenia laten sering merupakan diagnosis yang digunakan gangguan kepribadian schizoid dan skizotipal. Pasien tersebut mungkin kadang-kadang menunjukkan perilaku aneh atau gangguan pikiran tetapi tidak terus menerus memanifestasikan gejala psikotik. Sindroma juga dinamakan skizofrenia ambang (borderline schizophrenia) di masa lalu.

· Oneiroid.

Keadaan oneiroid adalah suatu keadaan mirip mimpi dimana pasien mungkin pasien sangat kebingungan dan tidak sepenuhnya terorientasi terhadap waktu dan tempat. Istilah “skizofrenik oneiroid” telah digunakan bagipasien skizofrenik yang khususnya terlibat didalam pengalaman halusinasinya untuk mengeluarkan keterlibatan didalam dunia nyata. Jika terdapat keadaan oneiroid, klinisi harus berhati-hati dalam memeriksa pasien untuk adanya suatu penyebab medis atau neurologist dari gejala tersebut.

· Parafrenia.

Istilah ini seringkali digunakan sebagai sinonim untuk “skizofrenia paranoid”. Dalam pemakaian lain istilah digunakan untuk perjalanan penyakit yang memburuk secara progresif atau adanya system waham yang tersusun baik. Arti ganda dari istilah ini menyebabkannya tidak sangat berguna dalam mengkomunikasikan informasi.

· Pseudoneurotik.

Page 12: Jenis Skizofrenia.doc

Kadang-kadang, pasien yang awalnya menunjukkan gejala tertentu seperti kecemasan, fobia, obsesi, dan kompulsi selanjutnya menunjukkan gejala gangguan pikiran dan psikosis. Pasien tersebut ditandai oleh gejala panansietas, panfobia, panambivalensi dan kadang-kadang seksualitas yang kacau. Tidak seperti pasien yang menderita gangguan kecemasan, mereka mengalami kecemasan yang mengalir bebas (free-floating) dan yang sering sulit menghilang. Didalam penjelasan klinis pasien, mereka jarang menjadi psikotik secara jelas dan parah.

· Skizofrenia Tipe I.

Skizofrenia dengan sebagian besar simptom yang muncul adalah simptom positif yaitu asosiasi longgar, halusinasi, perilaku aneh, dan bertambah banyaknya pembicaraan. Disertai dengan struktur otak yang normal pada CT dan respon yang relatif baik terhadap pengobatan.

· Skizofrenia tipe II.

Skizofrenia dengan sebagian besar simptom yang muncul adalah simptom negative yaitu pendataran atau penumpulan afek, kemiskinan pembicaraan atau isi pembicaraan, penghambatan (blocking), dandanan yang buruk, tidak adanya motivasi, anhedonia, penarikan sosial, defek kognitif, dan defisit perhatian. Disertai dengan kelainan otak struktural pada pemeriksaan CT dan respon buruk terhadap pengobatan.

PENATALAKSANAAN

Tiga pengamatan dasar tentang skizofrenia yang memerlukan perhatian saat mempertimbangkan pengobatan gangguan, yaitu :

1. Terlepas dari penyebabnya, skizofrenia terjadi pada seseorang yang mempunyai sifat individual, keluarga, dan sosial psikologis yang unik.

2. Kenyataan bahwa angka kesesuaian untuk skizofrenia pada kembar monozigotik adalah 50 persen telah diperhitungkan oleh banyak peneliti untuk menyarankan bahwa factor lingkungan dan psikologis yang tidak diketahui tetapi kemungkinan spesifik telah berperan dalam perkembangan gangguan.

3. Skizofrenia adalah suatu gangguan yang kompleks, dan tiap pendekatan terapetik tunggal jarang mencukupi untuk menjawab secara memuaskan gangguan yang memiliki berbagai segi.

Walaupun medikasi antipsikotik adalah inti dari pengobatan skizofrenia, penelitian telah menemukan bahwa intervensi psikososial dapat memperkuat perbaikkan klinis.

Perawatan di Rumah Sakit

Indikasi utama perawatan di rumah sakit adalah :

1. Untuk tujuan diagnostik.

2. Menstabilkan medikasi.

3. Keamanan pasien karena gagasan bunuh diri atau membunuh.

4. Perilaku yang sangat kacau atau tidak sesuai.

5. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar.

Tujuan utama perawatan di rumah sakit adalah ikatan efektif antara pasien dan system pendukung masyarakat.

Sejak diperkenalkan diawal tahun 1950-an medikasi antipsikotik telah menyebabkan revolusi dalam pengobatan skizofrenia. Tetapi, antipsikotik mengobati gejala gangguan dan bukan suatu penyembuhan skizofrenia.

Perawatan di rumah sakit menurunkan stres pada pasien dan membantu mereka menyusun aktivitas harian mereka. Lamanya perawatan di rumah sakit tergantung pada keparahan penyakit pasien dan tersedianya fasilitas pengobatan rawat jalan.

Rencana pengobatan di rumah sakit harus memiliki orientasi praktis ke arah masalah kehidupan, perawatan diri sendiri, kualitas hidup, pekerjaan dan hubungan sosial. Perawatan di rumah sakit harus di arahkan untukk mengikat pasien dengan fasilitas pasca rawat termasuk keluarganya, keluarga angkat, board and care homes, dan half way house. Pusat perawatan di siang hari ( day care center ) dan kunjungan rumah kadang-kadang dapat membantu pasien tetap di luar rumah sakit untuk periode waktu yang lama dan dapat memperbaiki kualitas kahidupan sehari-hari pasien.

Terapi Somatik

Antipsikotik

Antipsikotik termasuk tiga kelas obat yang utama, yaitu:

1. Antagonis reseptor dopamine

2. Risperidone ( ris perdal )

3. Clozapine ( clozaril )

Pemilihan Obat

1. Antagonis Reseptor Dopamin

Adalah obat antipsikotik yang klasik dan efektif dalam pengobatan skizofrenia. Obat ini memiliki dua kekurangan utama, yaitu:

1.a. Hanya sejumlah kecil pasien, cukup

tertolong untuk mendapatkan kembali jumlah fungsi mental yang cukup normal.

b. Disertai dengan efek merugikan yang mengganggu dan serius. Efek mengganggu yang paling utama adalah akatisia dan gejala mirip parkinsonisme berupa rigiditas dan tremor. Efek serius yang potensial adalah tardive dyskinesia dan sindroma neuroleptik malignan.

Page 13: Jenis Skizofrenia.doc

“ Remoxipride “ adalah antagonis reseptor dopamin dari kelas yang berbeda dari pada antagonis reseptor dopamin yang sekarang ini tersedia. Awalnya obat ini disertai efek samping neurologist yang bermakna, tetapi akhirnya remoxipride disertai dengan anemia aplastik, jadi membatasi nilai klinisnya.

2. Risperidone

Adalah suatu obat antispikotik dengan aktivitas antagonis yang bermakna pada reseptor serotonin tipe 2 ( 5-HT2 ) dan pada reseptor dopamine tipe 2 ( d2 ). Risperidone menjadi obat lini pertama dalam pengobatan skizofrenia karena kemungkinan obat ini adalah lebih efektif dan lebih aman daripada antagonis reseptor dopaminergik yang tipikal.

3. Clozapine

Adalah suatu obat antipsikotik yang efektif. Mekanisme kerjanya belum diketahui secara pasti. Clozapine adalah suatu antagonis lemah terhadap reseptor D2 tetapi merupakan antagonis yang kuat terhadap reseptor D4 dan mempunyai aktivitas antagonistic pada reseptor serotogenik. Agranulositosis merupakan suatu efek samping yang mengharuskan monitoring setiap minggu pada indeks-indeks darah. Obat ini merupakan lini kedua, diindikasikan pada pasien dengan tardive dyskinesia karena data yang tersedia menyatakan bahwa clozapine tidak disertai dengan perkembangan atau eksaserbasi gangguan tersebut.

Prinsip-Prinsip Terapetik

1. Klinis harus secara cermat menentukan gejala sasaran yang akan diobati

2. Suatu antipsikotik yang telah bekerja dengan baik di masa lalu pada pasien harus digunakan lagi.

3. Lama minimal percobaan antipsikotik adalah empat sampai enam minggu pada dosis yang adekuat.

4. Penggunaan pada lebih dari satu medikasi antipsikotik pada satu waktu adalah jarang diindikasikan.

5. Pasien harus dipertahankan pada dosis efektif yang serendah mungkin yang diperlukan untuk mencapai pengendalian gejala selama periode psikotik.

Pemeriksaan Awal

Obat antipsikotik cukup aman jika diberikan selama periode waktu yang cukup singkat. Dalam situasi gawat, obat ini dapat diberikan kecuali clozapine, tanpa melakukan pemeriksaan fisik atau laboratorium pada diri pasien. Pada pemeriksaan biasa harus didapatkan hitung darah lengkap dengan indekss sel darah putih, tes fungsi hati dan ECG khususnya pada wanita yang berusia lebih dari 40 tahun dan laki-laki yang berusia lebih dari 30 tahun.

Kontraindikasi Utama Antipsikotik:

1. Riwayat respon alergi yang serius

2. Kemungkinan bahwa pasien telah mengingesti zat yang akan berinteraksi dengan antipsikotik sehingga menyebabkan depresi sistem saraf pusat.

3. Resiko tinggi untuk kejang dari penyebab organic atau audiopatik.

4. Adanya glukoma sudut sempit jika digunakan suatu antupsikotik dengan aktivitas antikolinergik yang bermakna.

Kegagalan Pengobatan

1. Ketidakpatuhan dengan antipsikotik merupakan alas an utama untuk terjadinya relaps dan kegagalan percobaan obat.

2. Waktu percobaan yang tidak mencukupi.

Setelah menghilangkan alasan lain yang mungkin bagi kagagalan terapi antipsikotik, dapat dicoba antipsikotik kedua dengan struktur kimiawi yang berbeda dari obat yang pertama. Strategi tambahan adalah suplementasi antipsikotik dengan lithium (eskalith), suatu antikonvulsan seperti carbamazepine atau valproate (depakene), atau suatu benzodiazepine. Pemakaian terapi antipsikotik dosis-mega jarang diindikasikan, karena hamper tidak ada data yang mendukung praktek tersebut.

Obat Lain

Lithium

Efektif dalam menurunkan gejala psikotik lebih lanjut pada sampai 50 persen pasien dengan skizofrenia dan merupakan obat yang beralasan untuk dicoba pada pasien yang tidak mampu menggunakan medikasi antipsikotik.

Antikonvulsan

Carbamazepine dan valproat dapat digunakan sendiri-sendiri atau dalam kombinasi dengan lithium atau suatu antipsikotik. Walaupun tidak terbukti efektif dalam menurunkan gejala psikotik pada skizofrenia, namun jika digunakan sendiri-sendiri mungkin efektif dalam menurunkan episode kekerasan pada beberapa pasien skizofrenia.

Benzodiazepin

Pemakaian bersama-sama alprazolam ( xanax ) dan antipsikotik bagi pasien yang tidak berespo terhadap pemberian antipsikotik saja, dan pasien skizofrenia yang berespon terhadap dosis tinggi diazepam ( valium ) saja. Tetapi keparahan psikosis dapat di eksaserbasi seteloah putus dari benzodiazepine.

Terapi Somatik Lainnya

Elektrokonvulsif ( ECT ) dapat diindikasikan pada pasien katatonik dan bagi pasien yang karena suatu alasan tidak dapat menggunakan antipsikotik ( kurang efektif ). Pasien yang telah sakit selama kurang dari satu tahun adalah yang paling mungkin berespon.

Page 14: Jenis Skizofrenia.doc

Dimasa lalu skizofrenia diobati dengan koma yang di timbulkan insulin (insulin-induced coma) dan koma yang ditimbulkan barbiturat (barbiturate-induced coma).

Terapi Psikososial

Terapi Perilaku

Tehnik perilaku menggunakan hadiah ekonomi dan latihan keterampilan social untuk meningkatkan kemampuan social, kemampuan memenuhi diri sendiri, latihan praktis, dan komunikasi interpersonal.

Perilaku adaptif adalah didorong dengan pujian atau hadiah yang dapat ditebus untuk hal-hal yang diharapkan. Dengan demikian frekuensi perilaku mal adaptif atau menyimpang dapat diturunkan.

Latihan Keterampilan Perilaku ( Behavioral Skills Trainning )

Sering dinamakan terapi keterampilan sosial ( social skills therapy ). Terapi ini dapat secara langsung membantu dan berguna bagi pasien dan merupakan tambahan alami bagi terapi farmakologis. Latihan keterampilan ini melibatkan penggunaan kaset videon orang lain dan pasien permainan simulasi ( role playing ) dalam terapi, dan pekerjaan rumah tentang keterampilan yang telah dilakukan.

Terapi Berorientasi Keluarga

Pusat dari terapi harus pada situasi segera dan harus termasuk mengidentifikasik dan menghindari situasi yang kemungkinan menimbulkan kesulitan. Jika masalah memang timbul pada pasien di dalam keluarga, pusat terapi harus pada pemecahan masalah secara cepat.

Setelah periode pemulangan segera, topik penting yang dibahas dalam terapi keluarga adalah proses pemulihan khususnya lama dan kecepatannya.

Di dalam session keluarga dengan pasien skizofrenia, ahli terapi harus mengendalikan intensitas emosional dari session.

PROGNOSIS

Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa lebih dari periode 5 sampai 10 tahun setelah perawatan psikiatrik pertama kali di rumah sakit karena skiofrenia, hanya kira-kira 10-20 % pasien dapat digambarkan memliki hasil yang baik.Lebih dari 50% pasien dapat digambarkan memiliki hasil yang buruk, dengan perawatan di rumah sakit yang berulang, eksaserbasi gejala, episode gangguan mood berat, dan usaha bunuh diri. Walaupun angka-angka yang kurang bagus tersebut, skizofrenia memang tidak selalu memiliki perjalanan penyakit yang buruk, dan sejumlah faktor telah dihubungkan dengan prognosis yang baik.

Rentang angka pemulihan yang dilaporkan didialam literatur adalah dari 10-60% dan perkiraan yang beralasan adalah bahwa 20-30% dari semua pasien skizofrenia mampu untuk menjalani kehidupan yang agak normal. Kira-kira 20-30% dari pasien terus mengalami gejala yang sedang,dan 40-

60% dari pasien terus terganggu scara bermakna oleh gangguannya selama seluruh hidupnya.

Secara umum prognosis skizofrenia tergantung pada:

1. Usia pertama kali timbul ( onset): makin muda makin buruk.

2. Mula timbulnya akut atau kronik: bila akut lebih baik.

3. Tipe skizofrenia: episode skizofrenia akut dan katatonik lebih baik.

4. Cepat, tepat serta teraturnya pengobatan yang didapat.

5. Ada atau tidaknya faktor pencetusnya: jika ada lebih baik.

6. Ada atau tidaknya faktor keturunan: jika ada lebih jelek.

7. Kepribadian prepsikotik: jika skizoid, skizotim atau introvred lebih jelek.

8. Keadaan sosial ekonomi: bila rendah lebih jelek.

Prognosis Baik Prognosis Buruk

Onset lambat

Faktor pencetus yang jelas

Onset akut

Riwayat sosial, seksual dan pekerjaan premorbid yang baik

Gejala gangguan mood (terutama gangguan depresif)

Menikah

Riwayat keluarga gangguan mood

Sistem pendukung yang baik

Gejala positif

Onset muda

Tidak ada factor pencetus

Onset tidak jelas

Riwayat social dan pekerjaan premorbid yang buruk

Prilaku menarik diri atau autistic

Tidak menikah, bercerai atau janda/ duda

Sistem pendukung yang buruk

Gejala negatif

Tanda dan gejala neurologist

Riwayat trauma perinatal

Tidak ada remisi dalam 3 tahun

Banyak relaps

Riwayat penyerangan