jam vol 21 no 3 desember 2010.pdf

192

Upload: buidiep

Post on 13-Jan-2017

239 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf
Page 2: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

Vol. 21, No. 3, Desember 2010

JURNAL AKUNTANSI & MANAJEMEN (JAM)TERAKREDITASI

SK. Nomor: 64a/DIKTI/Kep/2010

EDITOR IN CHIEFDjoko Susanto

STIE YKPN Yogyakarta

EDITORIAL BOARD MEMBERS

Baldric Siregar HarsonoSTIE YKPN Yogyakarta Universitas Gadjah Mada

Dody Hapsoro SoeratnoSTIE YKPN Yogyakarta Universitas Gadjah Mada

Eko Widodo Lo Wisnu PrajogoSTIE YKPN Yogyakarta STIE YKPN Yogyakarta

MANAGING EDITORSSinta Sudarini dan Enny Pudjiastuti

STIE YKPN Yogyakarta

EDITORIAL SECRETARYRudy Badrudin

STIE YKPN Yogyakarta

PUBLISHERPusat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat STIE YKPN Yogyakarta

Jalan Seturan Yogyakarta 55281Telpon (0274) 486160, 486321 ext. 1406 Fax. (0274) 486155

EDITORIAL ADDRESSPusat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat STIE YKPN Yogyakarta

Jalan Seturan Yogyakarta 55281Telpon (0274) 486160, 486321 ext. 1332 Fax. (0274) 486155

http://www.stieykpn.ac.id e-mail: [email protected] Mandiri atas nama STIE YKPN Yogyakarta No. Rekening 137 – 0095042814

Jurnal Akuntansi & Manajemen (JAM) terbit sejak tahun 1990. JAM merupakan jurnal ilmiah yang diterbitkan oleh PusatPenelitian dan Pengabdian Masyarakat Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Yayasan Keluarga Pahlawan Negara (STIE YKPN) Yogyakarta.Penerbitan JAM dimaksudkan sebagai media penuangan karya ilmiah baik berupa kajian ilmiah maupun hasil penelitian di bidangakuntansi dan manajemen. Setiap naskah yang dikirimkan ke JAM akan ditelaah oleh MITRA BESTARI yang bidangnya sesuai.Daftar nama MITRA BESTARI akan dicantumkan pada nomor paling akhir dari setiap volume. Penulis akan menerima limaeksemplar cetak lepas (off print) setelah terbit.JAM diterbitkan setahun tiga kali, yaitu pada bulan April, Agustus, dan Desember. Harga langganan JAM Rp7.500,- ditambahbiaya kirim Rp12.500,- per eksemplar. Berlangganan minimal 1 tahun (volume) atau untuk 3 kali terbitan. Kami memberikankemudahan bagi para pembaca dalam mengarsip karya ilmiah dalam bentuk electronic file artikel-artikel yang dimuat pada JAMdengan cara mengakses artikel-artikel tersebut di website STIE YKPN Yogyakarta (http://www.stieykpn.ac.id).

Tahun 1990

ISSN: 0853-1259

J U R N A LAKUNTANSI & MANAJEMEN

Page 3: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

Vol. 21, No. 3, Desember 2010

DAFTAR ISI

PEMILIHAN MODEL ASSET PRICINGRowland Bismark Fernando Pasaribu

217-230

PENGARUH LINGKUNGAN BISNIS, ALIANSI STRATEJIK, DAN STRATEGI INOVASI TERHADAPKINERJA PERUSAHAAN

Fahmy Radhi231-242

RASIO KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN/KOTADI PROVINSI DIY PASCA OTONOMI DAERAH

Rudy Badrudin243-263

PENGARUH KINERJA KEUANGAN PERUSAHAAN TERHADAP RETURN SAHAMDENGAN PERILAKU HERDING SEBAGAI VARIABEL MEDIASI

Muflikhun Annas265-284

UTANG DAN DIVERGENSI HAK KONTROL DARI HAK ALIRAN KASBaldric Siregar

285-295

PENGARUH UKURAN PERUSAHAAN, UKURAN DEWAN KOMISARIS, KEPEMILIKAN INSTITUSIONAL,KEPEMILIKAN ASING, DAN UMUR PERUSAHAAN TERHADAP CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY

DISCLOSURE PADA PERUSAHAAN PROPERTY DAN REAL ESTATE YANG TERDAFTARDI BURSA EFEK INDONESIA

Indah Dewi UtamiRahmawati

297-306

Tahun 1990

ISSN: 0853-1259

J U R N A LAKUNTANSI & MANAJEMEN

Page 4: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

MITRA BESTARIJURNAL AKUNTANSI & MANAJEMEN (JAM)

Editorial JAM menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada MITRA BESTARI yang telah menelaahnaskah sesuai dengan bidangnya. Berikut ini adalah nama dan asal institusi MITRA BESTARI yang telah melakukantelaah terhadap naskah yang masuk ke editorial JAM untuk Vol. 21, No. 1, April 2010; Vol. 21, No. 2, Agustus 2010;dan Vol. 21, No. 3, Desember 2010.

Vol. 21, No. 3, Desember 2010

Ade Fatma LubisUniversitas Sumatra Utara

Abdul Hamid HabbeUniversitas Hasanuddin

Agus SumanUniversitas Brawijaya

Basu Swastha DharmmestaUniversitas Gadjah Mada

Bambang SutopoUniversitas Sebelas Maret

Edy Suandi HamidUniversitas Islam Indonesia

SugiyantoUniversitas Diponegoro

Gagaring PagalungUniversitas Hasanuddin

WahyuddinUniversitas Muhammadiyah Surakarta

HartonoUniversitas Sebelas Maret

Indra Wijaya KusumaUniversitas Gadjah Mada

J. Sukmawati SukamuljaUniversitas Atma Jaya Yogyakarta

Jogiyanto H.M.Universitas Gadjah Mada

MardiasmoUniversitas Gadjah Mada

Niki LukviarmanUniversitas Andalas

Ritha Fatimah DalimuntheUniversitas Sumatra Utara

Tandelilin EduardusUniversitas Gadjah Mada

Zaki BaridwanUniversitas Gadjah Mada

Tahun 1990

ISSN: 0853-1259

J U R N A LAKUNTANSI & MANAJEMEN

Page 5: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

217

PEMILIHAN MODEL ASSET PRICING......................................................(Rowland Bismark)Vol. 21, No. 3, Desember2010Hal. 217-230

ABSTRACT

The Capital Asset Pricing Model (CAPM) has domi-nated finance theory for over thirty years; it suggeststhat the market beta alone is sufficient to explain stockreturns. However evidence shows that the cross-sec-tion of stock returns cannot be described solely by theone-factor CAPM. Therefore, the idea is to add otherfactors in order to complete the beta in explaining theprice movements in the stock exchange. The ArbitragePricing Theory (APT) has been proposed as the firstmultifactor successor to the CAPM without being areal success. Later, researchers support that averagestock returns are related to some fundamental factorssuch as size, book-to-market equity and momentum.Alternative studies come as a response to the poorperformance of the standard CAPM. They argue thatinvestors choose their portfolio by using not only thefirst two moments but also the skewness and kurtosis.The main contribution of this paper is comparison be-tween the CAPM, the Fama and French asset pricingmodel (TPFM) and the Four Factor Pricing Model(FFPM) adding the third and fourth moments to calcu-late expected return of non-financial Indonesian listedfirms. The selection of the best model is based on thehighest coefficient of determination. The kurtosis-FFPM turned out to be the best model.

Keywords: stock expected return, CAPM, TFPM,FFPM, skewness, kurtosis

PEMILIHAN MODEL ASSET PRICING

Rowland Bismark Fernando PasaribuMoores Rowland Indonesia

Jalan Komando III/2, Nomor 37 Karet Belakang, Setiabudi, Jakarta Selatan, 12920E-mail: [email protected]

Tahun 1990

ISSN: 0853-1259

J U R N A LAKUNTANSI & MANAJEMEN

PENDAHULUAN

Estimasi tingkat pengembalian saham yang diharapkandigunakan sebagai dasar dalam pengambilankeputusan keuangan seperti prediksi biaya ekuitaskeputusan investasi, manajemen portofolio,penganggaran modal, dan evaluasi kinerja. Model yangsering digunakan untuk mengestimasi biaya modal rata-rata tertimbang adalah versi klasik CAPM-nya Sharpe(1964), Lintner (1965), dan Mossin (1966) sepertidilaporkan oleh Graham dan Harvey (2001).

CAPM menunjukkan variasi lintas sektor dalamtingkat pengembalian yang diharapkan yang dapatdijelaskan hanya dengan beta pasar. Sementara telahbanyak bukti penelitian sebelumnya yang menunjukkan(Fama dan French, 1992; Strong dan Xu, 1997);Jagannathan dan Wang, 1996; dan Lettau danLudvigson, 2001) bahwa tingkat pengembalian sahamlintas sektor tidak dapat secara penuh diuraikan olehfaktor tunggal beta. Penelitian sebelumnya menyatakanbahwa, di samping beta pasar, tingkat pengembalianrata-rata saham berhubungan dengan ukuranperusahaan (Banz, 1981), rasio earning/price (Basu,1983), rasio book-to-market equity (Rosenberg et al.,1985), dan pertumbuhan penjualan masa lalu(Lakonishok et al., 1994). Tingkat pengembalian sahamjuga memperlihatkan karakter pembalikan jangkapanjang (Debondt dan Thaler, 1985) dan momentumjangka pendek (Jegadeesh dan Titman, 1993).

Terhadap anomali tersebut, para akademisi telahmenguji kinerja model alternatif yang dapat menjelaskan

Page 6: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

218

JAM, Vol. 21, No. 3, Desember 2010: 217-230

lebih baik mengenai tingkat pengembalian saham. Dalamliteratur asset pricing, model ini mengambil tiga arahyang terpisah, yaitu 1) Model multifaktor yangmenambahkan beberapa faktor kepada tingkatpengembalian pasar seperti CAPM antarmassa-nyaMerton (1973), Model Fama-French; 2) Teori HargaArbitrage-nya Ross (1977); dan 3) Model non-para-metric yang mengkritik linearitas CAPM seperti yangdisampaikan Bansal dan Viswanathan (1993) danmengikutsertakan moment tambahan seperti yangdigambarkan Harvey dan Siddique ( 2000) serta Dittmar(2002).

Fama dan French (1992) menyatakan bahwa duavariabel, yaitu ukuran perusahaan dan rasio book-to-market memberikan penjelasan yang lebih baikmenyangkut nilai rata-rata tingkat pengembalian sahamlintas sektor dibanding CAPM. Sebagai konsekuensi,Fama dan French (1993) memperluas model faktortunggal menjadi model tiga faktor denganmenambahkan rata-rata sensititivitas tingkatpengembalian saham ke dalam ukuran perusahaan danrasio book-to-market. Hal ini menunjukkan bahwamodel penetapan harga tiga faktor (TFPM) dapatmenangkap anomali pasar lebih besar kecuali anomalimoment (Fama dan French, 1996 dan Asness,1997).

Selanjutnya, Jegadeesh dan Titman (1993, 2001)berpendapat bahwa terdapat bukti-bukti substansialyang menunjukkan bahwa kinerja saham yang baik atauburuk selama satu hingga tiga tahun cenderung tidakmengalami perubahan yang signifikan (tetap baik atauburuk) untuk periode berikutnya. Strategi trading mo-ment yang mengeksploitasi fenomena ini secarakonsisten telah memberikan keuntungan di pasarAmerika Serikat dan di pasar yang sedang berkembang.Menyikapi kondisi demikian, Carhart (1997)mengusulkan model penetapan harga empat faktor(FFPM) dengan menambahkan moment pada modelFama dan French untuk menjelaskan tingkatpengembalian saham rata-rata.

Penelitian alternatifpun bermunculan dengangaris merah pada latar belakang datang untuk memberipenjelasan tambahan atau bahkan modifikasi ulang ataskurang memadainya kinerja CAPM. Penelitian-penelitian tersebut mengembangkan CAPM tigaMomen, dimana para investor mempertimbangkan skew-ness dalam pilihan portofolionya, sebagai dua momentambahan pada CAPM klasik. Dittmar (2002)

memperluas CAPM tiga momen menjadi CAPM empatmomen dengan menambahkan kurtosis bagi preferensiinvestor. Penelitian yang mencermati penggunaanfaktor moment sebagai varian model asset pricing masihbelum banyak dilakukan di Indonesia. Oleh karena itu,berdasarkan uraian tersebut penelitian ini bermaksuduntuk mengeksplorasi faktor momentum pada beberapamodel asset pricing.

Tujuan utama penelitian ini adalah untukmemilih model asset pricing yang terbaik dalam halkemampuan proksi premi risiko menjelaskan estimasitingkat pengembalian saham yang diharapkan padaemiten non-keuangan di Bursa Efek Indonesia periode2003-2006. Hasil studi ini diharapkan dapat memberikankontribusi terhadap literatur manajemen keuangandalam hal komparasi model asset pricing untukmengestimasi tingkat pengembalian saham yangdiharapkan, khususnya yang mempertimbangkanmodel pricing tiga momen dan empat momen yangdiperluas dengan faktor skewness dan kurtosis .

MATERI DAN METODE PENELITIAN

Karena ketidakpuasan terhadap model asset pricingfaktor tunggal dalam menjelaskan ekspektasi tingkatpengembalian saham, penelitian sebelumnyamenyatakan bahwa penyimpangan resiko trade-off dantingkat pengembalian CAPM memiliki hubungan diantara variabel-variabel lainnya, yaitu ukuranperusahaan (Banz, 1981), earning yield (Basu, 1977dan 1983), leverage (Bhandari, 1988), dan rasio nilaibuku perusahaan terhadap nilai pasarnya (Stattman,1980; Rosenberg et al., 1985; Chan, Hamao danLakonishok, 1991). Secara khusus, Basu (1977, 1983),Banz (1981), Reinganum (1981), Lakonishok dan Shapiro(1986), Kato dan Shallheim (1985), dan Ritter (2003)melakukan studi empiris mengenai pengaruh earningyield dan ukuran perusahaan terhadap tingkatpengembalian saham. Kraus dan Lintzenberg (1976)mengusulkan moment-skewness berikutnya sebagaifaktor tambahan, sementara Harvey dan Siddique (2000)menjelaskan bahwa investor itu menyukai portofolioyang memiliki skewness ke kanan dibanding portofolioyang arah skewness-nya ke kiri sehingga asset dengantingkat pengembalian memiliki skewness ke arah kirilebih diinginkan dan menghasilkan tingkatpengembalian yang diharapkan yang tinggi, demikian

Page 7: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

219

PEMILIHAN MODEL ASSET PRICING......................................................(Rowland Bismark)

sebaliknya. Hal ini memberikan pertimbangan bagimodel CAPM 3 Moment (SCAPM). Dittmar (2002)memperluas preferensi investor ini dengan menambahpertimbangan skewness dan kurtosis. Moment keempat,kurtosis ditambahkan untuk menjelaskan probabilitashasil yang esktrim yaitu hasil yang sangat menyimpangdari rata-rata.

Fama dan French (1993, 1996) mengusulkanmodel tiga faktor dimana ekspektasi tingkatpengembalian suatu asset tergantung pada sensitivitastingkat pengembaliannya terhadap tingkatpengembalian pasar dan tingkat pengembalian padadua portofolio yang diproksikan sebagai tambahanfaktor risiko mengacu pada ukuran perusahaan danrasio book-to-market atau BE/ME. Penggunaan ke duaproksi ini didukung oleh Huberman dan Kandel (1987)serta Chan et al. (1985). Mengenai proksi premi resikoyang berasosiasi dengan portofolio ukuran perusahaanatau Small Minus Big (SMB), Huberman dan Kandel(1987) menyatakan bahwa terdapat korelasi antarapengembalian dan saham kecil tidak terdeteksi olehpengembalian pasar. Sementara perihal perbedaanantara rata-rata tingkat pengembalian portofolio sahamdengan rasio BE/ME yang tinggi (Small/High dan Big/High) dan rata-rata tingkat pengembalian portofoliosaham dengan rasio BE/ME yang rendah (Small/Lowdan Big/Low) atau High Minus Low (HML), Chan etal. (1985) menyatakan bahwa korelasi antara tingkatpengembalian dan level distress relatif perusahaanyang diukur dengan rasio BE/ME tidak terdeteksiporotfolio pasar.

Penggunaan proksi portofolio saham winneratau Winner Minus Looser (WML) untuk menjelaskantingkat pengembalian saham telah dilakukan olehJegadeesh dan Titman (1993) yang menunjukkan bahwaterdapat asosiasi antara tingkat pengembalian dankinerja saham periode sebelumnya yang tidak terdeteksioleh portofolio pasar, ukuran perusahaan, dan faktordistress-relative. Lebih lanjut, Carhart (1997)menyatakan bahwa kelebihan tingkat pengembalian darisuatu saham dapat dijelaskan oleh portofolio pasar danmodel tiga faktor yang dirancang untuk meniru variabelresiko ukuran yang dihubungkan dengan ukuranperusahaan, rasio book-to-market (BE/ME), dan mo-ment. Bennaceur dan Chaibi (2007), memodifikasipenelitian Fama dan French (1996), Carhart (1997), sertaDittmar (2002) untuk prediksi tingkat pengembalian

saham yang diharapkan dalam mengestimasi biayaekuitas emiten di Tunisia. Hasil penelitian menyatakanbahwa model asset pricing-nya Carhart (1997) supe-rior dibanding model asset pricing lainnya.

Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesispenelitian ini adalah penambahan proksi skewness dankurtosis pada model asset pricing empat faktor memilikikemampuan yang lebih besar dibanding model assetpricing lainnya dalam menjelaskan variasi tingkatpengembalian saham yang diharapkan pada emitennon-keuangan di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode2003-2006.

Untuk melakukan penelitian ini penelitimembutuhkan data keuangan setiap emiten non-keuangan yang berupa harga saham, market value,dan book value periode bulanan, Indeks Harga SahamGabungan (IHSG), dan Sertifikat Bank Indonesia (SBI)1 bulan selama periode 2003-2006, sehingga data yangdiperlukan dalam penelitian ini merupakan datasekunder. Adapun kriteria pemilihan emiten untukdipilih sebagai sampel adalah 1) Emiten non-finansial;2) Telah menerbitkan laporan keuangan tahunan mini-mal sejak tahun 2003; dan 3) Tidak memiliki book valuenegatif selama periode penelitian. Berdasarkan kriteriatersebut dipilih sejumlah 171 emiten sebagai sampelpenelitian. Selanjutnya, akan dihitung tingkatpengembalian saham periode bulanan dari 4 faktordasar, yaitu Rm-Rf, SMB, HML, dan WML. Datakeuangan setiap emiten dan IHSG selama periode tahun2003-2006 diperoleh dengan cara men-downloadmelalui website BEI yaitu http://www.jsx.co.id.. Studipustaka atau literatur dilakukan untuk mendukungpemahaman konsep-konsep yang berkaitan langsungdengan penelitian. Studi pustaka yang dilakukanmeliputi hasil-hasil penelitian sebelumnya, buku-bukuliteratur, jurnal, dan sebagainya.

Penelitian ini menggunakan prosedur Fama danFrench (1993) dalam menyusun enam portofolio ukuranperusahaan rasio BE/ME. Saham diperingkatkan dariyang terkecil sampai yang terbesar berdasarkankapitalisasi pasar. Nilai median digunakan untukmemisahkan sampel ke dalam dua kelompok, kecil danbesar. Sampel kemudian diperingkatkan lagi setiaptahun berdasarkan rasio book-to-market dan kriterialow, medium, dan high. Penentuan kriteria rasio BE/ME adalah 30% terbawah adalah low, 40% adalah me-dium, dan 30% teratas adalah high. Nilai buku adalah

Page 8: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

220

JAM, Vol. 21, No. 3, Desember 2010: 217-230

nilai buku ekuitas dikalikan harga penutupan per bulan.Perusahaan dengan nilai rasio BE/ME negatif tidakdiikutsertakan sebagai sampel. Berdasarkan interseksipada dua ukuran kapitalisasi pasar dan tiga kelompokrasio BE/ME, terbentuk 6 portofolio size-BE/ME, yaituSmall/Low, Small/Medium, Small/High, Big/Low, Big/Medium, dan Big/High.

Sama dengan proses pengelompokkanberdasarkan rasio B/M, faktor moment dihitungmengikuti prosedur L’Her et al. (2004), dimana peringkatsaham berdasarkan nilai rasio BE/ME 30% di atas nilaimedian dianggap sebagai saham winner, sebaliknyaperingkat saham 30% di bawah nilai median dianggapsaham looser. Range antara saham winner dan sahamlooser (40%) dianggap sebagai saham netral, sehinggaberdasarkan kriteria tersebut dipadu dengan faktorukuran perusahaan akan terbentuk enam portfolio, yaituSmall/Looser, Small/Neutral, Small/Winner, Big/Looser, Big/Neutral, dan Big/Winner. Pemeringkatandilakukan per tahun untuk 12 portofolio yang terbentuk.Selanjutnya menghitung premi risiko yang berasosiasidengan portofolio ukuran perusahaan (SMB), highbook-to-market equity (HML), dan portofolio sahamwinner (WML).

Fama dan French (2004) menyimpulkan bahwakelemahan pendekatan CAPM adalah model tersebutinvalid. Berdasarkan teori CAPM, investor memilikipilihan terhadap tingkat pengembalian portofolio yangdi atas nilai rata-rata dan varians-nya. Bagaimanapun,terdapat banyak bukti yang menunjukkan bahwadistribusi tingkat pengembalian tidak cukupditerangkan oleh nilai rata-rata dan varian itu sendiri.Kraus dan Lintzenberg (1976) mengusulkan moment-skewness berikutnya sebagai faktor tambahan. Harveydan Siddique (2000) menjelaskan bahwa investor itumenyukai portofolio yang memiliki skewness ke kanandibanding portofolio yang arah skewness-nya ke kirisehingga asset dengan tingkat pengembalian memilikiskewness ke arah kiri lebih diinginkan dan menghasilkantingkat pengembalian yang diharapkan yang tinggi,demikian sebaliknya. Hal ini memberikan pertimbanganbagi model CAPM 3 moment (SCAPM) mengikutiprosedur, dimana tingkat pengembalian yangdiharapkan dari saham i dijelaskan dengan persamaanberikut:

(1) E(Ri) - Rf = b1 [E(Rm) - Rf ] + bi E(Rm) - Rf ]2

Keterangan:b1 dan b2 adalah slope dari persamaan regresi berikut:

(2) Ri t - Rf = α + b1 [Rm t - Rf t] + b2 [Rm t - Rf t]2

i = 1,....,n; t = 1,....,T

Dittmar (2002) memperluas preferensi investordengan menambah pertimbangan skewness dan kur-tosis. Moment ke-4, kurtosis ditambahkan untukmenjelaskan probabilitas hasil yang ekstrim yaitu hasilyang sangat menyimpang dari rata-rata. Darlington(1970) menjelaskan kurtosis sebagai tingkat derajatuntuk dimana pada varian tertentu suatu distribusidihargai ke arah ekor-nya. Dengan pertimbangantersebut, berdasarkan CAPM empat moment(KCAPM), tingkat pengembalian saham i yangdiharapkan dijelaskan oleh persamaan berikut:

(3) E(Ri) - Rf = b1 [E(Rm) - Rf] + b2 [E(Rm) - Rf]2 +

b3 [E(Rm) - Rf]3

Keterangan:b1, b2, dan b3 adalah slope dari persamaan regresiberikut:

(4) Ri t - Rf = α + b1 [Rm t - Rf t] + b2 [Rm t - Rf t]2 +

b3 [Rm t - Rf t]3 i = 1,....,n; t = 1,....,T

Fama dan French (1993, 1996) mengusulkansuatu model 3 faktor dimana tingkat pengembalian yangdiharapkan dari suatu asset tergantung padasensitivitas tingkat pengembaliannya terhadap tingkatpengembalian pasar dan tingkat pengembalian pada 2portofolio yang dimaksud untuk meniru tambahan faktorresiko sehubungan dengan ukuran perusahaan dan BE/ME equity. Persamaan tingkat pengembalian yangdiharapkan pada model 3 faktor untuk saham i, i= 1 …,n adalah sebagai berikut:

(5) E(Ri) - Rf = b1 [E(Rm) - Rf ] + si E(SMB) +

hi E(HML)

Keterangan:bi, si, dan hi adalah slope dari persamaan regresi berikut:

Page 9: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

221

PEMILIHAN MODEL ASSET PRICING......................................................(Rowland Bismark)

(6) Rit - Rf = α + bi [E(Rm - Rf ] + si Eb(SMB) +hi (HML) i = 1,....,n; t = 1,....,T

Penggunaan SMB dalam menjelaskan tingkatpengembalian adalah sejalan dengan penelitianHuberman dan Kandel (1987) yang menyatakan bahwaterdapat korelasi antara pengembalian dan saham kecilyang tidak terdeteksi oleh pengembalian pasar.Selanjutnya pertimbangan mengenai HML terhadaptingkat pengembalian yang diharapkan sependapatdengan penelitian Chan et al. (1985) yang menyatakanbahwa korelasi antara tingkat pengembalian dan leveldistress relatif perusahaan yang diukur dengan rasioBE/ME tidak terdeteksi portfolio pasar.

Factor Four Price Model (FFPM) Carhart (1997)menyatakan bahwa kelebihan tingkat pengembalian darisuatu saham dapat dijelaskan oleh portofolio pasar danmodel 3 faktor yang dirancang sebagai replikasi variabelrisiko ukuran yang dihubungkan dengan ukuranperusahaan, rasio book-to-market (B/M), dan moment.Menurut FFPM, tingkat pengembalian yang diharapkansaham i adalah sebagai berikut:

(7) E(Ri) - Rf = bi [E(Rm) - Rf ] + si E(SMB) +hi E(HML) + wi (WML)

Keterangan:bi, si, dan hi, dan wi adalah slope dari persamaan regresiberikut:

(8) Rit - Rf = α + bi [E(Rm - Rf ] + si Eb(SMB) +hi (HML) + wi (WML) i = 1,....,n; t = 1,....,T

Penggunaan proksi WML untuk menjelaskantingkat pengembalian sejalan dengan penelitianJegadeesh dan Titman (1993) yang menunjukkan bahwaterdapat asosiasi antara tingkat pengembalian dankinerja saham periode sebelumnya yang tidak terdeteksioleh portfolio pasar, ukuran perusahaan, dan faktordistress-relative. Salah satu kontribusi penelitian iniadalah memperluas model CAPM, model Fama-French(TFPM), dan model Carhart (FFPM) terhadappenggunaan proksi skewness dan kurtosis. Oleh karenaitu, diperoleh SCAPM, KCAPM, STFPM, KTFPM,SFFPM, dan KFFPM.

Persamaan tingkat pengembalian yangdiharapkan saham i pada TFPM 3 Moment (STFPM)adalah sebagai berikut:

(9) E(Ri) - Rf = bi [E(Rm) - Rf ] + bi E(Rm) - Rf ]2

+ si E(SMB) + hi E(HML)

Keterangan:b1i, b2i, si, dan hi adalah slope dari persamaan regresiberikut:

(10) Rit - Rf = α + bi [E(Rm - Rf ] + b2i [E(Rm - Rf ]2 +

si E(SMB) + hi (HML)i = 1,....,n; t = 1,....,T

Perluasan TFPM 3 moment kepada TFPM 4 moment(KFTPM) dengan mengikutsertakan faktor kurtosis.Pada model ini, tingkat pengembalian saham yangdiharapkan equal dengan:

(11) E(Ri) - Rf = b1i [E(Rm) - Rf ] + b2i [E(Rm - Rf ]2 +

b3i [E(Rm - Rf ]3 + si E(SMB) + hi (HML)

Keterangan:b1i, b2i, b3i, si, dan hi adalah slope dari persamaan regresiberikut:

(12) Rit - Rf = α + bi [E(Rmt - Rft ] + b2i [E(Rm - Rf ]2 +

b3i [E(Rmt - Rft ]3 + si E(SMB) + hi (HML)

i = 1,....,n; t = 1,....,T

Pada model selanjutnya faktor skewness ditambahkanke FFPM dan persamaan tingkat pengembalian sahamyang diharapkan pada FFPM 4 moment (SFFPM) padasaham i sama dengan:

(13) E(Ri) - Rf = b1i [E(Rm) - Rf ] + b2i [E(Rm - Rf ]2 +

si E(SMB) + hi (HML) + wi E(WML)i = 1,....,n; t = 1,....,T

Keterangan: b1i, b2i, si, hi, dan wi adalah slope dari persamaan regresiberikut:

Page 10: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

222

JAM, Vol. 21, No. 3, Desember 2010: 217-230

(14) Rit - Rf = α + b1i [E(Rmt - Rft ] + b2i [E(Rm - Rf ]2 +

si E(SMB) + hi (HML) + wi (WML)i = 1,....,n; t = 1,....,T

Perluasan FFPM 3 moment kepada FFPM 4 moment(KFFPM) juga dilakukan dengan penambahan faktorkurtosis dan persamaan tingkat pengembalian sahamyang diharapkan pada saham i sama dengan:

(15) E(Ri) - Rf = b1i [E(Rm) - Rf ] + b2i [E(Rm - Rf ]2 +

+ b3i [E(Rm - Rf ]3 + si E(SMB) + hi E(HML) +

wi E(WML)

Keterangan: b1i, b2i, b3i, si, dan hi adalah slope dari persamaan regresiberikut:

(16) Rit - Rf = α + b1i [E(Rmt - Rft ] + b3i [E(Rmt - Rft ]3 +

si E(SMB) + hi (HML) + wi E(WML)i = 1,....,n; t = 1,....,T

Dalam rangka memilih model terbaik di antarasembilan model tersebut, penelitian ini menggunakandua kriteria, yaitu Akaike’s Information Criterion (AIC)dan Schwarz Criterion (SC). Kriteria spesifikasi formalini didesain untuk membantu dalam pemilihan modelterbaik. Penelitian ini menghitung AIC dan SC untuksetiap model dan nilai terendah mengindikasikan kinerjamodel terbaik. Selain itu, penetapan kinerja model terbaikjuga dilakukan dengan mengacu pada koefisiendeterminasi mengikuti kriteria pada penelitiansebelumnya (Bryant dan Eleswarapu, 1997; Bartholdydan Peare, 2003, 2005; Drew dan Veeraraghavan, 2003).Model estimasi terbaik berdasarkan kriteria ini adalahyang memiliki koefisien tertinggi, sedangkan ujihipotesis dilakukan dengan pendekatan signifikansisimultan dan parsial.

HASIL PENELITIAN

Pada bagian ini akan dibahas mengenai statistikdeskriptif tingkat pengembalian pasar, tingkatpengembalian portofolio saham berdasarkan kriteria

kapitalisasi pasar, rasio BE/ME, dan momentum saham.Tabel 1 menunjukkan statistik deskriptif mengenaitingkat pengembalian saham rata-rata untuk masing-masing kategori portofolio. Nilai rata-rata minimaltingkat pengembalian untuk seluruh portofolio adalahnegatif dimana yang terkecil terdapat pada portofoliosaham dengan kapitalisasi kecil dan netral (S/N). Nilainegatif terbesar justru untuk portofolio saham yangkapitalisasi pasarnya besar dan rasio BE/ME tinggi (B/H). Portofolio yang memberikan nilai rata-rata returntertinggi selama periode 2003-2004 adalah saham-sahamwinner yang kapitalisasi pasarnya besar (B/W) yaitu92,7%. Nilai maksimal rata-rata return pasar selama 2003-2006 adalah sebesar 4%.

Tabel 1Statistik Deskriptif

Variabel N Min MaksBig/High 48 -0.404 0.643Big/Medium 48 -0.280 0.139Big/Low 48 -0.218 0.270Small/High 48 -0.193 0.099Small/Medium 48 -0.183 0.102Small/Low 48 -0.198 0.520Big/Winner 48 -0.301 0.927Big/Neutral 48 -0.282 0.075Big/Looser 48 -0.189 0.390Small/Winner 48 -0.209 0.180Small/Neutral 48 -0.180 0.040Small/Looser 48 -0.191 0.716Mkt 48 -0.208 0.040

Sumber: Hasil olah data sekunder.

Berdasarkan Tabel 2 Panel A.1 diperolehinformasi, bahwa secara parsial proksi pasar hanyaberpengaruh signifikan terhadap enam portfolio, yaituBig/Low, Small/High, Small/Low, Big/Looser, Small/Winner, Small/Looser. Model CAPM rata-rata hanyamampu menjelaskan variasi tingkat pengembalian yangdiharapkan sebesar 7,4% pada dua belas portofolioyang terbentuk. Nilai koefisien determinasi tertinggidihasilkan oleh portofolio dengan rasio B/M yangrendah. Untuk model SCAPM (Tabel 2 Panel A.2),penambahan faktor skewness secara keseluruhan

Page 11: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

223

PEMILIHAN MODEL ASSET PRICING......................................................(Rowland Bismark)

meningkatkan kemampuan model dalam mengestimasitingkat pengembalian yang diharapkan, nilai rata-ratakoefisien determinasi untuk keseluruhan portofolioadalah sebesar 14,3%. Penambahan faktor ini terutamameningkatkan koefisien secara signifikan padakoefisien determinasi 4 portofolio (Big/Low, Small/Low, Big/Looser, dan Small/Looser).

Untuk model KCAPM (Tabel 2 Panel A.3),penambahan faktor kurtosis secara keseluruhanmeningkatkan kemampuan model dalam mengestimasitingkat pengembalian yang diharapkan, nilai rata-ratakoefisien determinasi untuk keseluruhan portofolioadalah sebesar 17,9%. Penambahan faktor kurtosisterutama meningkatkan koefisien determinasi secarasignifikan pada 4 portofolio (Big/Low, Small/Low, Big/Looser, dan Small/Looser). Secara parsial, faktor kur-tosis hanya berpengaruh signifikan pada portofolio(Small/Low dan Small/Looser).

Model 3 faktor (Panel B.1) memiliki nilai rata-rata agregate yang lebih baik dibanding model 1 faktordalam mengestimasi tingkat pengembalian saham yangdiharapkan, yakni 28,9%. Secara khusus peningkatanini terjadi pada portofolio berkapitalisasi besar yangmemiliki rasio B/M tinggi dan kategori winner. Secaraparsial, kedua proksi berpengaruh signifikan terhadap7 portofolio (Big/High, Big/Low, Small/Low, Big/Win-ner, Big/Neutral, Big/Looser, dan Small/Looser).Penambahan skewness pada model 3 faktor, secara rata-rata agregate meningkatkan kemampuan model untukmengestimasi tingkat pengembalian yang diharapkanpada saham sebesar 34,7%.

Proksi skewness (Panel B.2) berpengaruhsignifikan pada 7 portofolio saham (Big/High, Big/Low,Small/High, Small/Low, Big/Looser, Small/Winner, danSmall/Looser). Secara khusus, peningkatan koefisiendeterminasi terjadi pada portofolio saham berkapitalisasibesar (Big/High dan Big/Winner). Untuk penambahanproksi kurtosis (Panel B.3), kemampuan model untukmengestimasi tingkat pengembalian saham yangdiharapkan secara rata-rata agregate meningkat menjadi38,1%, dimana peningkatan ini paling besar terjadi padajuga pada saham berkapitalisasi besar (Big/High danBig/Winner). Proksi kurtosis secara parsial signifikanpada 4 portofolio saham yaitu, Big/High, Small/Low,Big/Winner, dan Small/Looser.

Pada model 4 faktor (Panel C.1), secara parsialke-4 faktor berpengaruh signifikan terhadap sembilan

portofolio (Big/High, Big/Low, Small/High, Small/Low,Big/Winner, Big/Looser, Big/Neutral, Small/Winner,dan Small/Looser). Proksi moment (WML) secaraparsial berpengaruh signifikan terhadap sahamberkapitalisasi besar (Big/Winner dan Big/Looser). Nilairata-rata agregate koefisien determinasi adalah 31,3%.Peningkatan ini paling besar terjadi pada portofoliosaham berkapitalisasi besar (Big/High dan Big/Win-ner).

Penambahan proksi skewness pada model 4faktor (Panel C.2) meningkatkan nilai rata-rata agregatekoefisien determinasi menjadi 37,1%, dimanapeningkatan terbesar terjadi pada portofolio sahamberkapitalisasi besar; yaitu Big/High (73,14%) dan Big/Winner (76,53%). Secara parsial, proksi skewnessberpengaruh signifikan terhadap tujuh portofolio (Big/Low, Small/High, Small/Low, Big/Winner, Big/Looser,Small/Winner, dan Small/Looser).

Penambahan proksi kurtosis pada model 4 faktor(Panel C.3) meningkatkan nilai rata-rata agregatekoefisien determinasi menjadi 40,9%, dimanapeningkatan terbesar terjadi pada portofolio sahamberkapitalisasi besar, yaitu Big/High (79,89%) dan Big/Winner (84,18%). Secara parsial, proksi skewnessberpengaruh signifikan terhadap 4 portofolio (Big/high,Small/Low, Big/Winner, dan Small/Looser).

PEMBAHASAN

Tabel 3 Panel A adalah hasil rekapitulasi agregat daridua ukuran kinerja model (AIC dan SC) yangmenunjukkan bahwa model KCAPM mengarah padakinerja model pricing yang terbaik. Denganmenggunakan IHSG sebagai acuan tingkatpengembalian pasar meningkatkan bentuk modelKCAPM dari -0,526 (CAPM Klasik) menjadi -0.472 untukCAPM empat moment (KCAPM). Hal sebaliknya justruterjadi pada model Fama dan French (3 faktor) danModel Carhart (4 faktor). Untuk model Fama dan French(TFPM) dan model empat faktor (FFPM), memasukkanmoment terhadap nilai mean dan varian justru semakinmenghasilkan kinerja yang buruk dalam kontekskekuatan menjelaskan tingkat pengembalian saham.Dengan kata lain, para investor yang menggunakanmodel multifaktor pada BEI agar tidakmempertimbangkan faktor lainnya terhadap nilai meandan varian tingkat pengembalian portofolio untuk

Page 12: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

224

JAM, Vol. 21, No. 3, Desember 2010: 217-230

pilihan investasinya. Secara agregat, dari ketiga modelasset pricing yang memiliki kinerja model terbaikmenurut kriteria AIC dan SC adalah model CAPM empatmoment (KCAPM).

Untuk kriteria koefisien determinasi (Tabel 3Panel B), secara umum dapat dikatakan bahwapenggunaan model asset pricing 4 faktor memang lebihsuperior dibanding dua model lainnya (3 faktor dan 1faktor) apabila dilihat dari rata-rata koefisien determinasiagregate ataupun per portofolio. Hal ini membuktikanbahwa tidak cukup hanya faktor pasar dalammengestimasi proksi risiko tetapi juga faktor ukuranperusahaan, rasio BE/ME, moment, skewness, dan kur-tosis.

Dalam hal penambahan proksi skewness kedalam model CAPM, hasil penelitian ini secara umumkurang sependapat dengan Harvey dan Siddique (2000),karena berdasarkan hasil uji parsial, ternyata proksiskewness hanya berpengaruh signifikan terhadapportofolio saham yang rendah rasio BE/ME-nya dansaham looser, sedang untuk saham-saham winnerkurang begitu memperhatikan proksi skewness ini.

Untuk model 3 faktor, secara umum penelitianini mendukung penelitian Fama dan French, bahwamodel 3 faktor memiliki kemampuan yang lebih memadaidibanding model CAPM-nya Sharpe dan kawan-kawandalam menjelaskan faktor lain selain risiko pasar yangmenjelaskan tingkat pengembalian saham yangdiharapkan. Secara khusus, hasil penelitian sependapatdengan Huberman dan Kandel (1987), bahwa proksiSMB tidak berpengaruh signifikan terhadap portofoliosaham berkapitalisasi kecil, sedang untuk proksi HMLpenelitian ini tidak sependapat dengan Chan et al.(1985), karena berdasarkan hasil uji parsial, proksi HMLberpengaruh signifikan terhadap 6 portofolio (Big/High, Big/Low, Small/Low, Big/Winner, Big/Looser,dan Small/Looser). Di samping itu, proksi HML secaraparsial tidak berpengaruh signifikan terhadapportofolio kategori medium dan netral. Untuk modelFFPM, penelitian ini sependapat dengan Carhart (1997)dan Jegadeesh and Titman (1993), bahwa penambahanfaktor WML dapat meningkatkan kemampuan modeldalam menjelaskan tingkat pengembalian saham yangdiharapkan. Bahkan hal ini semakin dipertegas setelahmenambahkan faktor skewness dan kurtosis ke dalammodel.

SIMPULAN, KETERBATASAN PENELITIAN, DANSARAN

Simpulan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui model assetpricing yang terbaik dari sembilan model yang adaberdasarkan indikator koefisien determinasi gunamengestimasi tingkat pengembalian saham yangdiharapkan pada emiten saham non-keuangan di BEIperiode 2003-2006. Dalam hal menetapkan kinerja modelyang terbaik untuk mengestimasi biaya ekuitas,penelitian ini menggunakan dua pendekatan (kriteriainformasi dan kemampuan menjelaskan variasi)memberikan hasil hasil yang bertolak belakang satusama lain perihal penambahan moment ke dalampembentukan model asset pricing dengan pendekatankriteria informasi model terbaik adalah model CAPMempat moment (SCAPM). Berdasarkan kriteria koefisiendeterminasi dapat disimpulkan bahwa secara umumpenggunaan model asset pricing 4 faktor memang lebihsuperior dibanding dua model lainnya (3 faktor dan 1faktor) dilihat dari rata-rata koefisien determinasiagregate ataupun setiap portofolio yang terbentuk.Bahkan semakin dipertegas setelah menambahkanfaktor skewness dan kurtosis ke dalam model.

Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini juga memiliki beberapa keterbatasan, yaitu1) Sampel penelitian yang digunakan hanya emitenyang tergabung dalam industri non-keuangan dan 2)Periode penelitian yang pendek (2003-2006). Olehkarena itu, diharapkan pada penelitian selanjutnya akanlebih memadai apabila sampel yang bergerak di industrikeuangan juga diikutsertakan. Adapun perihal formatanalisisnya dapat secara pooling data atau parsialberdasarkan industri. Perpanjangan periode penelitiandimaksudkan agar diperoleh hasil yang lebihkomprehensif.

Saran

Model penelitian dapat ditambahkan denganpenggunaan pendekatan model asset pricing yang lain,misalnya model GARCH (rasio kovarian terhadapvarian), model faktor linier dinamik (membuat asumsi

Page 13: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

225

PEMILIHAN MODEL ASSET PRICING......................................................(Rowland Bismark)

perihal bagaimana risiko sistematik berubah), dan modelyang dibentuk untuk pasar sedang berkembang(Godfrey dan Espinosa, 1996; Erb et. al., 1996;Damodaran, 1998 serta; Estrada, 2000). Sebagaimanaliberalisasi pasar modal yang terjadi, akan lebih menarikuntuk dilakukan komparasi model antara indeks globaldan indeks pasar internasional lainnya karena semakinterintegrasinya BEI dengan bursa saham negara-negaralainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Asness, C.S. 1997. The Interaction of Value and Mo-mentum Strategies. Financial Analysts Jour-nal, March/April: 29-35.

Bansal, R. dan Viswanathan, S. 1993. No Arbitrage andArbitrage Pricing. Journal of Finance 48: 1231-1262.

Banz, R.W. 1981. The Relationship Between Return andMarket Value of Common Stocks. Jounal of Fi-nancial Economics, 9: 3-18.

Barnes, M.L. dan Lopez, J.A. 2006. Alternative Mea-sures of The Federal Reserve Banks Cost ofEquity Capital. Journal of Banking and Fi-nance, 30: 1687-1711.

Banz, Rolf W. 1981. The Relationship Between Returnand Market Value of Common Stock. Journal ofFinancial Economics. Vol. 9: 3-18.

Basu, S. 1977. Investment Performance of CommonStocks in Relation to Their Price-Earning Ra-tios: A Test of the Efficient Market Hypothesis.Journal of Finance, 12: 129-156.

Basu, S. 1983. The Relationship Between Earnings Yield,Market Value, and Return for NYSE CommonStocks: Further Evidence. Journal of FinancialEconomics, 12: 129-156.

Bartholy, J. dan Peare, P. 2003. Unbiased Estimation ofExpected Return Using CAPM. International

Review of Financial Analysis 12: 69-81.

Bartholy, J. dan Peare, P. 2005. Estimation of ExpectedReturn: CAPM vs Fama and French. Interna-tional Review of Financial Analysis, 14: 407-427.

Bennaceur, Samy dan Hasna Chaibi. 2007. The BestAsset Pricing Model for Estimating Cost ofEquity: Evidence from the Stock Exchange ofTunisia. SSRN Papers.

Berkovitz, M.K. dan Qiu, J. 2001. Common Risk Factorsin Explaining Canadian Equity Returns. Work-ing Paper. University of Toronto.

Bhandari, L. 1988. Debt/Equity Ratio and ExpectedCommon Stock Returns: Empirical Evidence.Journal of Finance, 43: 507-528.

Black, Fisher. 1972. Capital Market Equilibrium withRestricted Borrowing. Journal of Business 45:444-455.

Bruner, R.F., Eades, K.M., Harris, R.S., dan Higgins,R.C. 1998. Best Practices in Estimating the Costof Capital: Survey and Syntheses. Journal ofFinancial Practices and Education 27: 13-28.

Bryant, P.S. dan Eleswarapu, V.R. 1997. Cross-SectionalDeterminants of New Zealand Share MarketReturns. Accounting and Finance 37: 181-205.

Carhart, M.M. 1997. On Persistence on Mutual FundPerformance. Journal of Finance 52: 57-82.

Chan, K. C., Chen, N., dan Hsieh, D. 1985. An Explor-atory Investigation of the Firm Size. Journal OfFinancial Economics, Vol.14: 451-571.

Chan L., Hamao Y., dan Lakonishok J. 1991. Fundamen-tals And Stock Returns In Japan. Journal OfFinance, Vol. XLVI, No 5.

Darlington, R.B. 1970. Is Kurtosis Really “Peaked-ness”? The American Statistician 24: 19-22.

Page 14: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

226

JAM, Vol. 21, No. 3, Desember 2010: 217-230

Debondt, W.F.M. dan Thaler, R.H. 1985. Does the StockMarket Overreact. Journal Of Finance 40: 793-805.

Dittmar, R. 2002. Non-Linear Pricing Kernels, KurtosisPreference and Cross-Section of Equity Returns.Journal Of Finance 57: 369-403.

Drew, M.E. dan Veeraraghvan, M. 2003. Beta, Firm Size,Book-To-Market Equity And Stock Returns:Further Evidence From Emerging Markets. Jour-nal Of The Asia Pacific Economy 8: 354-379.

Fama, E.F. dan French, R.F. 1992. The Cross-Section ofExpected Stock Returns. Journal Of Finance47: 427-465.

Fama, E.F. dan French, R.F. 1993. Common Risk Factorsin the Returns on Stocks and Bonds. JournalOf Financial Economics 33: 3-56.

Fama, E.F. dan French, R.F. 1996. The CAPM is Wanted,Dead or Alive. Journal Of Finance 51: 1947-1958.

Fama, E.F. dan French, R.F. 2004. The Capital AssetPricing Model: Theory and Evidence. WorkingPaper. University Of Chicago.

Fletcher, J. dan Kihanda, J. 2005. An Examination ofAlternative CAPM-Based Models in UK StockReturns. Journal Of Banking And Finance 29:2995-3014.

Graham, J.R dan Harvey, C.R. 2001. The Theory andPractice of Corporate Finance: Evidence fromthe Field. Journal Of Financial Economic 60:187-24.

Harvey, C.R. dan Siddique, A. 2000. Conditional Skew-ness in Asset Pricing Tests. Journal Of Finance,55: 1263-1295.

Hansen, L.P dan Jagannathan, R. 1997. AssessingSpecification Errors in Stochastic Discount Fac-tor Models. Journal Of Finance, 52: 591-607.

Huberman, G. dan Shmuel Kandel. 1987. Mean-VarianceSpanning. Journal Of Finance, Vol. 42, Issue 4.

Jagannathan, R. dan Wang, Z. 1996. The ConditionalCAPM and the Cross-Section of Expected Re-turns. Journal Of Finance 51: 3-53.

Jegadeesh, N. dan Titman, S. 1993. Returns To BuyingWinners and Selling Losers: Implications forStock Market Efficiency. Journal Of Finance,48: 65-91.

Kato, K., dan J. Shallheim. 1985. Seasonal And SizeAnomalies In The Japanese Stock Market. Jour-nal Of Financial And Quantitative Analysis20: 243-260.

Knez, P. dan M. Ready. 1997. On The Robustness ofSize and Book-To-Market in Cross-Sectional Re-gressions. Journal Of Finance, Vol. LII, No. 4.

Kothari S. P., Shanken J., dan Sloan G. 1995. AnotherLook at the Cross-Section of Expected StockReturns. Journal Of Finance, Vol. L, No. 1.

Kraus, A. dan Litzenberg, R. 1976. Skewness Prefer-ence and the Valuation of Risk Assets. JournalOf Finance, 31: 1085-1100.

Lakonishok, Josef dan Alan C. Shapiro. 1986. System-atic Risk, Total Risk, and Size as DeterminantsOf Stock Market Returns. Journal Of BankingAnd Finance. Vol. 10, No. 1: 115-132.

Lakonishok, J., Shleifer, A. dan Vishny, R. 1994.Contrarian Investment, Extrapolation and Risk.The Journal Of Finance, 49: 1541-1578.

Lettau, M. dan Ludvigson, S. 2001. Resurrecting The C(CAPM): A Cross-Sectionnal Test When RiskPremia Are Time-Varying. Journal Of PoliticalEconomy, 109: 1238-87.

L’Her, J.F., Masmoudi, T. dan Suret, J.M. 2004. EvidenceTo Support The Four-Factor Pricing Model FromThe Canadian Stock Market. Journal Of Inter-national Financial Markets, Institutions And

Page 15: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

227

PEMILIHAN MODEL ASSET PRICING......................................................(Rowland Bismark)

Money 14: 313-328.

Liew, J. dan Vassalou, M. 2000. Can Book-To-MarketSize and Momentum Be Risk Factors That Pre-dict Economic Growth? Journal Of FinancialEconomics, 57: 221-245.

Lintner, J. 1965. The Valuation of Risk Assets and theSelection of Risky Investments in Stock Portfo-lios and Capital Budgets. Revue Of EconomicsAnd Statistics, 47: 13-37.

Merton, Robert C. 1973. An Intertemporal Capital As-set Pricing Model. Econometrica, Vol 41, No. 5:867-887.

Mossin, J. 1966. Equilibrium in A Capital Asset Market.Econometrica, 37: 768-783.

Reinganum, Marc R. 1981. A New Empirical Perspec-tive on The CAPM. Journal Of Financial AndQuantitative Analysis. Vol 16, No. 4: 439-462.

Ritter, Jay R. 2003. Investment Banking and SecuritiesIssuance: Handbook of the Economics of Fi-nance, Elsevier Science B.V.

Rogers, Pablo dan José Roberto Securato. 2007. Com-parative Study of CAPM, Fama and French AndReward Beta Approach in The Brazilian Mar-ket. SSRN Papers.

Rosenberg, B., Reid, K., dan Lanstein, R. 1985. Persua-sive Evidence Of Market Inefficiency. JournalOf Portfolio Management, 11: 9-17.

Ross, S. 1977. Risk, Return And Arbitrage’, Risk AndReturn In Finance I, Friend, I. And Bicksler, J.(Eds.), Ballinger, Cambridge.

Sharpe, W.F. 1964. Capital Asset Prices: A Theory ofMarket Equilibrium Under Conditions Of Risk.Journal Of Finance, 19: 425-442.

Stattman, Dennis. 1980. Book Values And Stock Re-turns. The Chicago MBA: A Journal of Se-lected Papers 4: 25-45.

Strong, N. dan Xu, X.G. 1997. Explaining the Cross-Section of UK Expected Stock Returns. BritishAccounting Review. 29: 1-24.

Page 16: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

228

JAM, Vol. 21, No. 3, Desember 2010: 217-230

B/H-Rf B/M-Rf B/L-Rf S/H-Rf S/M-Rf S/L-Rf B/W-Rf B/N-Rf B/L-Rf S/W-Rf S/N-Rf S/L-Rf A.1 CAPM Sig.t & F 0.645 0.816 0.004 0.019 0.539 0.005 0.893 0.307 0.007 0.040 0.078 0.018 A2. SCAPM Sig.Rm-Rf 0.654 0.223 0.000 0.006 0.317 0.001 0.869 0.095 0.000 0.010 0.099 0.000 Sig.Skew 0.792 0.209 0.004 0.061 0.418 0.015 0.908 0.176 0.002 0.064 0.349 0.003 Sig.F 0.869 0.439 0.000 0.011 0.596 0.001 0.984 0.236 0.000 0.022 0.138 0.001 A3. KCAPM Sig.Rm-Rf 0.197 0.251 0.000 0.132 0.137 0.000 0.391 0.127 0.000 0.149 0.077 0.000 Sig.Skew 0.141 0.506 0.044 0.643 0.195 0.008 0.265 0.456 0.022 0.715 0.305 0.001 Sig.Kurt 0.146 0.720 0.191 0.328 0.259 0.034 0.262 0.677 0.125 0.384 0.413 0.008 Sig.F 0.486 0.623 0.000 0.020 0.507 0.000 0.725 0.387 0.000 0.039 0.203 0.000

Tabel 2Uji Hipotesis Simultan dan Parsial

Panel A. Model CAPM dan derivasinya

Panel B. Model Tiga Faktor dan Derivasinya B/H-Rf B/M-Rf B/L-Rf S/H-Rf S/M-Rf S/L-Rf B/W-Rf B/N-Rf B/L-Rf S/W-Rf S/N-Rf S/L-Rf

B.1 Model TFPM Sig.Rm-Rf 0.012 0.681 0.005 0.012 0.459 0.015 0.061 0.207 0.010 0.029 0.064 0.056 Sig.SMB 0.000 0.052 0.001 0.366 0.253 0.691 0.000 0.017 0.003 0.329 0.255 0.693 Sig.HML 0.000 0.946 0.001 0.147 0.252 0.013 0.000 0.908 0.002 0.201 0.263 0.009 Sig.F 0.000 0.216 0.000 0.053 0.516 0.001 0.000 0.054 0.000 0.108 0.179 0.002 B.2 Model STFPM Sig.Rm-Rf 0.004 0.188 0.001 0.001 0.162 0.004 0.020 0.072 0.001 0.002 0.045 0.002 Sig.Skew 0.044 0.204 0.018 0.015 0.232 0.048 0.092 0.165 0.010 0.019 0.187 0.012 Sig.SMB 0.000 0.076 0.001 0.201 0.195 0.498 0.000 0.026 0.005 0.182 0.189 0.446 Sig.HML 0.000 0.772 0.005 0.033 0.152 0.051 0.000 0.782 0.010 0.053 0.149 0.044 Sig.F 0.000 0.194 0.000 0.008 0.443 0.001 0.000 0.049 0.000 0.020 0.155 0.000 B.3 Model KTFPM Sig.Rm-Rf 0.000 0.289 0.006 0.029 0.031 0.001 0.001 0.158 0.002 0.039 0.018 0.000 Sig.Skew 0.000 0.643 0.306 0.842 0.055 0.013 0.004 0.627 0.161 0.792 0.102 0.002 Sig.Kurt 0.001 0.880 0.660 0.662 0.093 0.040 0.011 0.885 0.439 0.729 0.177 0.008 Sig.SMB 0.000 0.094 0.003 0.257 0.096 0.245 0.000 0.034 0.009 0.227 0.111 0.156 Sig.HML 0.000 0.753 0.008 0.051 0.069 0.141 0.000 0.764 0.021 0.075 0.083 0.145 Sig.F 0.000 0.304 0.000 0.018 0.248 0.000 0.000 0.092 0.000 0.039 0.131 0.000

Page 17: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

229

PEMILIHAN MODEL ASSET PRICING......................................................(Rowland Bismark)

Panel C. Model Empat Faktor dan Derivasinya B/H-Rf B/M-Rf B/L-Rf S/H-Rf S/M-Rf S/L-Rf B/W-Rf B/N-Rf B/L-Rf S/W-Rf S/N-Rf S/L-Rf C.1 Model FFPM Sig.Rm-Rf 0.014 0.710 0.006 0.014 0.538 0.013 0.023 0.242 0.012 0.029 0.081 0.053 Sig.SMB 0.000 0.053 0.001 0.381 0.278 0.656 0.000 0.015 0.001 0.327 0.279 0.677 Sig.HML 0.006 0.745 0.596 0.345 0.066 0.055 0.769 0.376 0.359 0.823 0.048 0.118 Sig.WML 0.550 0.701 0.319 0.691 0.130 0.315 0.004 0.309 0.014 0.752 0.093 0.586 Sig.F 0.000 0.336 0.000 0.102 0.328 0.002 0.000 0.071 0.000 0.191 0.100 0.005 C2. Model SFFPM Sig.Rm-Rf 0.005 0.213 0.002 0.001 0.262 0.002 0.001 0.108 0.002 0.002 0.087 0.001 Sig.Skew 0.056 0.227 0.028 0.018 0.343 0.027 0.013 0.223 0.023 0.015 0.293 0.008 Sig.SMB 0.000 0.078 0.001 0.207 0.227 0.429 0.000 0.024 0.002 0.167 0.222 0.401 Sig.HML 0.006 0.792 0.502 0.384 0.074 0.035 0.656 0.408 0.400 0.915 0.054 0.071 Sig.WML 0.802 0.875 0.537 0.974 0.187 0.150 0.001 0.433 0.031 0.432 0.141 0.284 Sig.F 0.000 0.303 0.000 0.019 0.356 0.001 0.000 0.073 0.000 0.032 0.115 0.001 C3. Model KFFPM Sig.Rm-Rf 0.000 0.331 0.012 0.039 0.070 0.000 0.000 0.253 0.011 0.031 0.048 0.000 Sig.Skew 0.000 0.678 0.388 0.858 0.101 0.004 0.000 0.771 0.346 0.671 0.188 0.001 Sig.Kurt 0.001 0.904 0.747 0.665 0.146 0.015 0.000 0.993 0.701 0.845 0.273 0.003 Sig.SMB 0.000 0.097 0.003 0.268 0.124 0.154 0.000 0.030 0.004 0.202 0.147 0.100 Sig.HML 0.004 0.802 0.493 0.373 0.089 0.016 0.396 0.415 0.422 0.905 0.064 0.029 Sig.WML 0.667 0.897 0.592 0.957 0.303 0.049 0.000 0.446 0.043 0.469 0.216 0.081 Sig.F 0.000 0.426 0.000 0.035 0.262 0.000 0.000 0.126 0.000 0.060 0.124 0.000

Tabel 3Kinerja Model Asset Pricing

Panel A. Pendekatan Kriteria Informasi

Model Asset Pricing AIC SC CAPM -0.526 -0.448 SCAPM -0.485 -0.368 KCAPM -0.472 -0.316 TFPM -1.390 -1.234 STFPM -1.496 -1.301 KTFPM -1.623 -1.389 FFPM -1.356 -1.161 SFFPM -1.482 -1.249 KFFPM -1.656 -1.384

Page 18: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

230

JAM, Vol. 21, No. 3, Desember 2010: 217-230Po

rtfol

ioDW

-Hit

Colli

near

ity S

tatist

icsPo

rtfol

ioDW

-Hit

Colli

near

ity S

tatist

icsBi

g/Hi

gh1.

897

Toler

ance

VIF

Big/

High

1.98

7To

leran

ceVI

FBi

g/M

ediu

m1.

753

Mkt

0.22

4.51

Big/

Med

ium

1.82

7M

kt0.

137.

75Bi

g/Lo

w1.

856

Skew

0.22

4.51

Big/

Low

1.92

6Sk

ew0.

0169

.32

Small

/Hig

h2.

322

Small

/Hig

h2.

228

Kurt

0.02

43.4

7Sm

all/M

ediu

m2.

104

Small

/Med

ium

2.25

0Sm

all/L

ow2.

305

Small

/Low

2.35

0Bi

g/W

inne

r1.

976

Big/

Win

ner

2.00

7Bi

g/Ne

utra

l1.

983

Big/

Neut

ral

2.06

6Bi

g/Lo

oser

1.78

6Bi

g/Lo

oser

1.86

2Sm

all/W

inne

r2.

250

Small

/Win

ner

2.17

4Sm

all/N

eutra

l1.

933

Small

/Neu

tral

2.03

6Sm

all/L

oose

r2.

355

Small

/Loo

ser

2.41

5

Portf

olio

DW-H

itCo

lline

arity

Stat

istics

Portf

olio

DW-H

itCo

lline

arity

Stat

istics

Portf

olio

DW-H

itCo

lline

arity

Stat

istics

Big/

High

2.07

5To

leran

ceVI

FBi

g/Hi

gh2.

147

Toler

ance

VIF

Big/

High

2.35

8To

leran

ceVI

FBi

g/M

ediu

m1.

732

Mkt

0.96

1.04

Big/

Med

ium

1.62

3M

kt0.

205.

05Bi

g/M

ediu

m1.

661

Mkt

0.11

9.34

Big/

Low

2.14

2SM

B0.

841.

19Bi

g/Lo

w2.

115

Skew

0.20

4.89

Big/

Low

2.13

5Sk

ew0.

0178

.78

Small

/Hig

h2.

167

HML

0.81

1.23

Small

/Hig

h2.

173

SMB

0.83

1.21

Small

/Hig

h2.

143

Kurt

0.02

47.6

2Sm

all/M

ediu

m1.

911

Small

/Med

ium

1.77

8HM

L0.

751.

33Sm

all/M

ediu

m1.

898

SMB

0.78

1.29

Small

/Low

2.21

7Sm

all/L

ow2.

301

Small

/Low

2.49

7HM

L0.

701.

42Bi

g/W

inne

r2.

296

Big/

Win

ner

2.28

9Bi

g/W

inne

r2.

188

Big/

Neut

ral

1.89

9Bi

g/Ne

utra

l1.

797

Big/

Neut

ral

1.83

5Bi

g/Lo

oser

2.04

8Bi

g/Lo

oser

2.07

4Bi

g/Lo

oser

2.10

3Sm

all/W

inne

r2.

191

Small

/Win

ner

2.16

3Sm

all/W

inne

r2.

144

Small

/Neu

tral

1.79

8Sm

all/N

eutra

l1.

680

Small

/Neu

tral

1.79

7Sm

all/L

oose

r2.

247

Small

/Loo

ser

2.33

7Sm

all/L

oose

r2.

557

Portf

olio

DW-H

itCo

lline

arity

Stat

istics

Portf

olio

DW-H

itCo

lline

arity

Stat

istics

Portf

olio

DW-H

itCo

lline

arity

Stat

istics

Big/

High

2.13

5To

leran

ceVI

FBi

g/Hi

gh2.

168

Toler

ance

VIF

Big/

High

2.34

1To

leran

ceVI

FBi

g/M

ediu

m1.

742

Mkt

0.95

1.05

Big/

Med

ium

1.62

8M

kt0.

195.

25Bi

g/M

ediu

m1.

662

Mkt

0.10

10.0

6Bi

g/Lo

w2.

207

SMB

0.84

1.19

Big/

Low

2.14

7Sk

ew0.

205.

05Bi

g/Lo

w2.

158

Skew

0.01

82.8

7Sm

all/H

igh

2.18

5HM

L0.

137.

60Sm

all/H

igh

2.17

2SM

B0.

821.

22Sm

all/H

igh

2.14

3Ku

rt0.

0249

.30

Small

/Med

ium

2.00

7W

ML

0.13

7.58

Small

/Med

ium

1.87

5HM

L0.

137.

62Sm

all/M

ediu

m1.

951

SMB

0.77

1.31

Small

/Low

2.14

2Sm

all/L

ow2.

229

WM

L0.

137.

83Sm

all/L

ow2.

504

HML

0.13

7.64

Big/

Win

ner

2.16

4Bi

g/W

inne

r2.

193

Big/

Win

ner

2.17

4W

ML

0.12

8.11

Big/

Neut

ral

1.93

2Bi

g/Ne

utra

l1.

824

Big/

Neut

ral

1.84

1Bi

g/Lo

oser

2.23

3Bi

g/Lo

oser

2.20

2Bi

g/Lo

oser

2.20

6Sm

all/W

inne

r2.

174

Small

/Win

ner

2.13

3Sm

all/W

inne

r2.

125

Small

/Neu

tral

1.86

8Sm

all/N

eutra

l1.

748

Small

/Neu

tral

1.82

5Sm

all/L

oose

r2.

202

Small

/Loo

ser

2.27

5Sm

all/L

oose

r2.

551

FFPM

KCAPM STFPM SFFPM

Prok

siPr

oksi

Prok

siPr

oksi

KTFPM KFFPM

Prok

si

Prok

si

SCAPM

Prok

si

Prok

si

TFM

Has

il U

ji K

lasik

Mod

el A

sset

Pric

ing

Page 19: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

231

PENGARUH LINGKUNGAN BISNIS, ALIANSI STRATEJIK,...................... (Fahmy Radhi)Vol. 21, No. 3, Desember 2010Hal. 231-242

ABSTRACT

Objective of study is to analyze how do the dimen-sions of business environment, strategic alliance andinnovation strategy influence on corporate perfor-mance. A number of 197 medium and large manufactur-ing companies in Indonesia was selected purposivelyas the sample. Questionnaires were distributed throughmail survey, while data were analyzed with structuredequation modeling. The study found that threre wasonly partial causal relationship between four dimen-sions of business environment, i.e. investment policy,copyright, market size, competition intensity, on inno-vation strategy. Similar findings were occurred to eq-uity alliances which employ two dimensions, i.e. eq-uity alliance and non equity alliance. From twodimesions, only equity alliances influenced the inno-vation strategy, while non equity did not influence.Consistent with previous studies, the result indicatedthat both product innovation and process innovationcontributed significantly to corporate performancewhich was measured by profitability, market share, pro-ductivity and R&D intensity.

Keywords: product and process innovation, alliancestrategy, business environment, corporate performance

PENDAHULUAN

Strategi inovasi merupakan salah satu strategi bagiperusahaan dalam menciptakan keunggulan bersaing

PENGARUH LINGKUNGAN BISNIS, ALIANSI STRATEJIK,DAN STRATEGI INOVASI TERHADAP KINERJA PERUSAHAAN

Fahmy RadhiFakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada

Jalan Humaniora Nomor 1, Bulaksumur, Yogyakarta 55281Telepon +62 274 548510 – 548515, Fax. +62 274 563212

E-mail: [email protected]

Tahun 1990

ISSN: 0853-1259

J U R N A LAKUNTANSI & MANAJEMEN

sehingga dapat bertahan dalam lingkungan bisnis yangkompetitif (Cottam, 2001). Penelitian empiris yangmenguji hubungan antara strategi inovasi dan kinerjaperusahaan mendapatkan perhatian cukup besar daripara peneliti di bidang manajemen stratejik, manajemenoperasi, dan manajemen teknologi. Namun, hasilpenelitian yang menguji hubungan antara strategiinovasi dengan kinerja perusahaan masih memunculkankontroversi. Beberapa penelitian membuktikan bahwastrategi inovasi yang diterapkan oleh perusahaanmanufaktur berpengaruh secara langsung terhadapkinerja perusahaan (Capon et al., 1992; Zahra dan Das1993; Deshpando et al., 1993) Capon et al. (1992) dalamstudinya yang menggunakan analisis regresi dankorelasi menyimpulkan bahwa terdapat pengaruhpositif antara penerapan strategi inovasi dengan kinerjaperusahaan. Zahra dan Das (1993) juga menyimpulkanbahwa strategi inovasi merupakan variabel yangberpengaruh secara langsung terhadap kinerjaperusahaan manufaktur.

Di sisi lain, beberapa peneliti memberikansimpulan berlawanan dengan penelitian sebelumnya.Penelitian Chandler dan Hanks (1994) menyimpulkanbahwa tidak ada hubungan signifikan antara strategiinovasi dengan kinerja perusahaan. Kim danManborgue (1999) dalam penelitiannya menyimpulkanbahwa strategi inovasi berpengaruh terhadap kinerjaperusahaan, tetapi pengaruhnya tidak secara langsung.Lebih lanjut, kedua peneliti tersebut mengemukakanbahwa strategi inovasi hanya akan berpengaruhterhadap kinerja perusahaan, apabila penerapanstrategi inovasi mampu menciptakan value innovation,

Page 20: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

232

JAM, Vol. 21, No. 3, Desember 2010: 231-242

sedangkan Powel (2000) mengemukakan bahwa strategiinovasi berpengaruh terhadap kinerja perusahaan, jikaperusahaan mampu menciptakan dimensi position ad-vantages.

Selain adanya kontroversi tersebut, beberapahasil penelitian juga memunculkan pertanyaan yangberkaitan dengan dimensi apa yang dominan dalampenerapan strategi inovasi yang berpengaruh secarasignifikan terhadap kinerja perusahaan. Makadok (1998)menekankan pada dimensi inovasi produk sebagaivariabel utama yang mendorong perusahaan mencapaikinerja yang tinggi, sementara Femandez (2001)menyimpulkan dimensi inovasi proses sebagai varibeldominan yang berpengaruh terhadap kinerjaperusahaan. Peneliti lainnya berpendapat bahwaintegrasi antara inovasi proses dan inovasi produksecara bersama-sama merupakan dimensi yangberpengaruh secara signifikan terhadap kinerjaperusahaan (Zahra dan Das 1993; Desphande et al.,1993).

Hasil beberapa studi empiris yang menelititentang pengaruh aliansi stratejik terhadapkeberhasilan penerapan inovasi dan kinerja perusahaanjuga memberikan hasil yang bervariasi (Kogut 1988;Grant dan Fuller 1995; Johansson 1995). Di sampingitu, keberhasilan penerapan strategi inovasi perusahaanjuga ditentukan oleh beberapa faktor di antaranyalingkungan bisnis dan ketidak pastian lingkungan(Swamidass dan Newell 1987; Ward et al., 1995; Badriet al., 2000). Kinerja perusahaan cenderung menurun

seiring dengan peningkatan peningkatanketidakpastian lingkungan (Swamidass dan Newell1987). Tetapi temuan lain justru kinerja cenderung naiksejalan meningkatnya ketidakpastian lingkungan.Perusahaan yang mampu berinovasi denganberadaptasi dengan lingkungan mampu menciptakanpeluang dalam kondisi yang tidak dapat diprediksi(Ward et al., 1995). Berdasarkan hasil-hasil penelitiansebelumnya, permasalahan dalam penelitian ini adalahapakah faktor lingkungan yang meliputi kebijakaninvestasi, kebijakan perlindungan hak cipta, ukuranpasar, dan intensitas persaingan berpengaruh terhadappenerapan strategi inovasi; apakah penerapan aliansistratejik yang meliputi aliansi ekuitas dan aliansi nonekuitas berpengaruh terhadap penerapan strategiinovasi; dan apakah penerapan strategi inovasi yangmeliputi dimensi inovasi proses dan inovasi produkberpengaruh terhadap kinerja perusahaan.

MATERI DAN METODE PENELITIAN

Model penelitian ini dikembangkan secara simultanberdasarkan model penelitian yang digunakan olehZahra dan Das (1993) dan Badri et al. (2000). Instrumenyang digunakan dalam penelitian ini juga dikembangkandari kedua penelitian tersebut dan seluruh variabel yangdigunakan diukur dengan menggunakan skala Likert 5point. Kombinasi model penelitian Badri et al. (2000),Zahra dan Daz (1993) disajikan dalam Gambar 1.

Gambar 1Model Penelitian

Kebijakan InvestasiKebijakan Hak CiptaUkuran PasarIntensitas Persaingan

Sumber: dimodifikasi dari Badri et al. (2000) dan Zahra dan Das (1993).

Aliansi Ekuitas

Aliansi Non Ekuitas

Lingkungan Bisnis

Aliansi Stratejik

KinerjaPerusahaan

Inovasi Proses

Inovasi Produk

ProfitabilityPangsa PasarProduktivitasIntensitas R&D

Strategi Inovasi

Page 21: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

233

PENGARUH LINGKUNGAN BISNIS, ALIANSI STRATEJIK,...................... (Fahmy Radhi)

Pemerintah dapat mendukung inovasi denganberbagai kebijakan, di antaranya kebijakan subsidi,pajak, penyebaran informasi, kebijakan investasi, dankebijakan perlindungan hak cipta. Untuk melakukaninovasi lanjutan dibutuhkan adanya sejumlahinvestasi, sedangkan keputusan untuk melakukaninvestasi salah satunya ditentukan oleh kebijakaninvestasi yang kondusif (Smolny, 2003). Kebijakanyang kondusif dapat menurunkan berbagai biaya sepertibiaya-biaya sosial yang tidak terkait langsung dengankegiatan inovasi (Atun et al., 2007). Menurunnya biayaini menyebabkan investor dapat mengalokasikan danalebih banyak ke dalam kegiatan-kegiatan yang berkaitanlangsung dengan inovasi seperti misalnya kegiatanR&D. Dimensi investasi menurut Zahra dan Das (1993)tidak hanya mencakup investasi finansial, tetapi jugainvestasi dalam teknologi dan keahlian sumber dayamanusia. Dengan adanya teknologi, perusahaanmemiliki lebih banyak pilihan untuk melakukan produksisehingga kemungkinan untuk menghasilkan inovasibaru lebih besar. Keahlian dan pengetahuan sumberdaya manusia yang lebih baik juga mengakibatkanperusahaan untuk menciptakan inovasi dengan lebihmudah. Berdasarkan penjelasan tersebut disusunhipotesis penelitian:H1a: Variabel kebijakan investasi berpengaruh

terhadap penerapan strategi inovasiPerlindungan terhadap hak cipta mempengaruhi

strategi inovasi dari sisi penawaran dan permintaan.Berdasarkan sisi penawaran, perlindungan terhadaphak cipta bermanfaat bagi perkembangan inovasi itusendiri (Steven and John, 2002). Tidak adanyaperlindungan terhadap hak cipta menyebabkaninovator tidak mendapatkan keuntungan yang memadaikarena inovasinya tersebut berakibat inovator hanyamenghabiskan dana tetapi tidak memperolehkeuntungan dari inovasinya. Oleh karena itu, inovatortidak memiliki sumber daya yang cukup untukmelakukan inovasi lanjutan terhadap inovasi yangdilakukannya sehingga proses inovasi tidak berjalansecara berkelanjutan.

Berdasarkan sisi permintaan, adanyaperlindungan terhadap hak cipta mampu meningkatkankesejahteraan masyarakat karena penemu inovasimemperoleh insentif atas temuannya (Atun et al., 2007).Inovasi merupakan temuan yang memberikan nilaitambah. Dengan demikian, nilai tambah akan turut

memberikan kontribusi terhadap kesejahteraanmasyarakat. Efek multiplier dari peningkatankesejahteraan ini adalah peningkatan daya beli terhadapproduk-produk hasil inovasi. Keuntungan darimeningkatnya jumlah permintaan ini sebagian akandialokasikan untuk mendanai R&D dan inovasilanjutan. Berdasarkan penjelasan tersebut disusunhipotesis penelitian:H1b: Variabel kebijakan perlindungan hak cipta

berpengaruh terhadap penerapan strategi inovasiMenurut Smolny (2003). ukuran pasar

merupakan variabel yang menjadi pertimbangan bagiperusahaan untuk melakukan inovasi, karena berkaitandengan skala ekonomis pengembangan produk sebagaihasil inovasi. Meskipun perusahaan dapat melakukaninovasi, tetapi jika tidak mencapai skala ekonomisinovasi tidak akan dikembangkan lebih lanjut karenatidak akan memberikan aliran kas masuk secara cukup.Dengan ukuran pasar yang semakin besar, perusahaanlebih mudah untuk mendapatkan insentif terhadapinovasi yang dilakukannya. Semakin besar ukuranpasar, yang direpresentasikan oleh peningkatanpermintaan, semakin besar pula peluang perusahaanuntuk melakukan inovasi. Inovasi juga mempermudahperusahaan untuk menjadi yang pertama di pasarsehingga mempermudah untuk menguasai pangsapasar (Zahra and Das, 1993). Berdasarkan penjelasantersebut disusun hipotesis penelitian:H1c: Variabel ukuran pasar berpengaruh terhadap

penerapan strategi inovasiSong dan Parry (1997) mengemukakan bahwa

lingkungan bisnis yang kompetitif ditentukan olehintensitas persaingan di pasar. Semakin kompetitifnyalingkungan bisnis dan perkembangan teknologi yangpesat mengakibatkan siklus hidup produk makinpendek, sehingga mendorong perusahaan-perusahaanyang bersaing untuk berlomba untuk menawarkansesuatu yang baru dan bernilai bagi konsumennyamelalui proses inovasi (Kim dan Manborgue 1999).Variabel lingkungan juga dapat mendorong kegiataninovasi dan sinergi antarperusahaan untukmenciptakan keunggulan bersaing dalam kondisilingkungan bisnis yang penuh ketidakpastian. Denganmenggunakan metode simulasi, Swamidass dan Newell(1987) menemukan rata-rata waktu yang diperlukanuntuk melakukan inovasi dengan inovasi lanjutansemakin berkurang sejalan dengan meningkatnya

Page 22: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

234

JAM, Vol. 21, No. 3, Desember 2010: 231-242

intensitas kompetisi. Kondisi seperti ini jugamemperpendek siklus hidup produk. Berdasarkanpenjelasan tersebut disusun hipotesis penelitian:H1d: Variabel intensitas persaingan berpengaruh

terhadap penerapan strategi inovasiAliansi stratejik merupakan hubungan

kerjasama jangka panjang dengan ketentuan pihak-pihak yang terlibat dalam kerjasama tersebut bersepakatuntuk melakukan modifikasi praktik bisnis secarasinergis untuk mencapai kinerja perusahaan secarabersama-sama (Johansson, 1995). Dengan adanyaaliansi, membantu perusahaan untuk melakukanefisiensi dengan menghindari adanya duplikasi fungsi-fungsi dalam perusahaan. Aliansi memungkinkanperusahaan suatu fasilitas dimanfaatkan secarabersama-sama sehingga lebih efisien. Di samping itu,penggunaan fasilitas secara kolektif ini juga lebihmudah untuk mencapai skala ekonomis. Manfaat lainaliansi adalah adanya distribusi risiko jika terjadikegagalan inovasi sehingga risiko yang ditanggungmasing-masing perusahaan menjadi lebih kecildibandingkan jika perusahaan berdiri sendiri. Aliansistrategis berpotensi untuk saling memberikankontribusi di antara pihak-pihak yang terlibat dalamaliansi dengan berbagai kapabilitas dan kompetensisumberdaya manusia, pengembangan portofoliosumber daya, dan pengembangan inovasi (Barney,2001). Secara singkat, dapat dinyatakan dengan adanyaaliansi kemampuan perusahan untuk melakukan inovasisemakin besar dengan adanya aliasi. Berdasarkanpenjelasan tersebut disusun hipotesis penelitian:H2: Aliansi stratejik berpengaruh terhadap

keberhasilan penerapan strategi inovasiPenelitian yang dilakukan oleh Rothaermel et

al. (2004) terhadap 889 aliansi strategis pada industrifarmasi menyimpulkan bahwa pelaksanaan aliansistrategis mempengaruhi secara positif terhadappengembangan produk melalui akumulasi kompetensidalam proses inovasi. Johansson (1995) menunjukkanbahwa aliansi ekuitas dilakukan dengan alasan utamauntuk mengatasi permsalahan sumber daya keuanganyang terbatas. Keterbatasan sumber daya keuanganini seringkali dihadapi pada tahap awal proses inovasiatau tahap awal proses produksi. Akibatnya, beberapaarea yang sering menjadi fokus aliansi ekuitas adalaharea yang memerlukan set up cost besar, sepertimisalnya eksplorasi, pengembangan material baru, dan

R&D. Dalam kondisi ekstrim, aliansi ekuitas ini jugadapat dilakukan dengan pesaing untuk standar industri.Dengan adanya standar industri, meskipun aliasidilakukan dengan pesaing akan menciptakan hambatanmasuk bagi calon pesaing baru. Manfaat lain yangdijelaskan oleh Johansson (1995) adalah aliansi dalamsaluran distribusi dapat bermanfaat untukmeningkatkan kapasitas produksi di satu pihak danmeningkatkan akses pasar bagi pihak lain. Berdasarkanpenjelasan tersebut disusun hipotesis penelitian:H2a: Aliansi ekuitas berpengaruh terhadap

keberhasilan penerapan strategi inovasiSalah satu tujuan dalam aliansi non-ekuitas

adalah mendorong proses pembelajaran danpeningkatan kemampuan teknologi yang dibutuhkandalam pengembangan produk baru (Hamel et al., 1989).Di samping itu, aliansi juga dapat bertujuan untukmengakuisisi dan penciptaan sumber daya dan keahlian(Lambe et al., 2002). Namun demikian, tidak semuaaliansi ini didasarkan pada pertimbangan ekonomisyang rasional di antaranya karena trend setting ataubandwagon behavior. Alasan lain aliansi adalah untukmemfasilitasi transfer pengetahuan (Simonin, 1999).Dengan adanya transfer teknologi seperti ini, makaperusahaan mitra aliansi tidak perlu memulai prosesinovasi dari awal. Mitra aliansi hanya tinggalmengadopsi inovasi yang sudah ada menskipun harusdisertai dengan persyaratan. Dalam proses adopsi ini,risiko kegagalan yang dihadapi lebih kecil karenaperusahaan dapat memilih inovasi-inovasi yang telahmatang dan layak secara ekonomis. Aliansi semacamini dikenal dengan istilah lisensi.

Steven and John (2002) menjelaskan bentuk laindalam aliansi non-ekuitas yaitu sub-contractingsebagai kerja sama dalam melakukan proses produksikomponen yang dibutuhkan. Perusahaan kecil yangmenerima sub kontrak secara tidak langsung akanmenerima transfer inovasi dari perusahaan yangmengkontrakkan sebagian pekerjaannya. Secara tidaklangsung, peusahaan kecil tersebut akan menguasaiinovasi yang disubkontrakkan perusahaan besarkepadanya. Dalam metode seperti ini, kemungkinankeberhasilan strategi inovasi menjadi besar karenaperusahaan yang mengkontrakkan pekerjaannya harusmenjamin bahwa inovasi yang dilakukan oleh subkontraktornya berjalan dengan baik. Berdasarkanpenjelasan tersebut disusun hipotesis penelitian:

Page 23: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

235

PENGARUH LINGKUNGAN BISNIS, ALIANSI STRATEJIK,...................... (Fahmy Radhi)

H2b: Aliansi non ekuitas berpengaruh terhadapkeberhasilan penerapan strategi inovasi

Penelitian terdahulu membuktikan strategiinovasi yang diterapkan oleh perusahaan manufakturberpengaruh secara langsung terhadap kinerjaperusahaan (Capon et al., 1992); (Zahra dan Das, 1993);(Deshpando et al., 1993); (Li et al., 2001); dan (Caponet al., 1992). Hal ini nampak dalam studinya yangmenyimpulkan bahwa terdapat pengaruh positif antarastrategi inovasi yang dilakukan dengan kinerjaperusahaan. Makadok (1998) menekankan pada dimensiinovasi produk sebagai variabel utama yang mendorongperusahaan mencapai kinerja yang tinggi. Inovasimembantu perusahaan untuk memposisikan dirinyaagar berbeda dengan pesaingnya. Inovasimemungkinkan perusahaan perusahaan untuk menjadimarket leader dan menguasai pangsa pasar (Zahra danDas 1993). Tid et al. (2005) memperkuat pendapat Zahradan Das (1993) yang menyatakan bahwa peningkatankinerja disebabkan peningkatan pangsa pasar yangdisebabkan oleh peningkatan produktifitas danreliabilitas operasional.

Inovasi produk dan inovasi proses memilikiperan yang setara untuk memberikan kontribusiterhadap kinerja. Femandez (2001) menyimpulkan bahwadimensi inovasi proses sebagai varibel dominan yangberpengaruh terhadap kinerja perusahaan (Desphandeet al., 1993). Oleh karena itu, Zahra dan Das (1993)menyarankan integrasi antara inovasi proses daninovasi produk untuk diimplementasikan agar

memberikan pengaruh optimal terhadap kinerja.Berdasarkan penjelasan tersebut disusun hipotesispenelitian:H3a: Inovasi proses berpengaruh terhadap kinerja

perusahaanH3b: Inovasi produk berpengaruh terhadap kinerja

perusahaanPopulasi penelitian ini meliputi seluruh

perusahaan manufaktur yang beroperasi di Indonesia,yang terdaftar dalam Direktori Perusahaan Manufakturyang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS).Sampel ditentukan dengan menggunakan teknik pur-posive sampling dengan unit analisis perusahaan-perusahaan manufaktur, dan sebagai responden adalahmanajer puncak, manajer produksi, dan manajer R&D.Kriteria yang digunakan dalam purposive sampling iniadalah perusahaan menengah dan besar yang memilikiskala besar dan memiliki kerja sama dengan perusahaanlain, baik perusahaan asing maupun perusahaandomestik, dalam bentuk aliansi ekuitas dan atau aliansinon-ekuitas. Data dikumpulkan dengan mail surveymelalui pos dengan fasilitas bebas perangko balasandan melalui kuesioner yang dikirim melalui e-mailperusahaan yang menjadi responden.

HASIL PENELITIAN

Berdasarkan 500 kuesioner yang dikirimkan, terdapat204 yang kembali dengan rincian 7 kuesioner tidakterisi lengkap dan 197 yang dapat dianalisis lebih lanjut.

Tabel 1 Ukuran Fit Sebuah Model Berdasarkan SEM

No. Kriteria Nilai yang direkomendasikan

Output Model Evaluasi

1. Chi-square (X2) Diharapkan kecil 136,923 Baik 2. X2 –significance probability > 0,05 - Baik 3. Relative X2 (CMIN/DF) < 2,00 1,424 Baik 4. Goodness-of-fit-index (GFI) > 0,90 0,977 Baik 5. Adjusted goodness-of-fit-index (AGFI) > 0,80 0,960 Baik 6. Tucker-Lewis index (TLI) > 0,90 0,907 Baik 7. Normed fit index (NFI) > 0,90 0,932 Baik 8. Comparative fit index (CFI) > 0,90 0,961 Baik 9. Root mean square of error

approximation (RMSEA) > 0,08 0,132 Baik

Sumber: Data primer. Diolah.

Page 24: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

236

JAM, Vol. 21, No. 3, Desember 2010: 231-242

Sampel sejumlah ini meliputi 22 jenis industri dari 23jenis industri yang terdapat dalam direktori BPS edisitahun 2006. Sampel ini dapat dikategorikan lebih baikdibandingkan penelitian-penelitian sebelumnya yangdilakukan oleh Ciptono (2006), Zahra dan Daz (1993),serta Badri et al. (2000) yang hanya menggunakansampel pada industi perminyakan.

Dalam analisis Structural Equation Model(SEM), terdapat berbagai kriteria untuk menentukanapakah sebuah model yang diujikan dapat diterima (Hairet al., 1998). Hasil evaluasi Goodness of Fit model yangtelah dimodifikasi menunjukkan bahwa semua kriteriaterpenuhi dengan baik sehingga dapat digunakanuntuk analisis selanjutnya.

PEMBAHASAN

Penelitian ini menggunakan dua parameter untukmengukur lingkungan bisnis, yaitu kebijakan investasidan kebijakan perlindungan hak cipta serta ukuranpasar dan intensitas persaingan. Berikut disajikan Tabel2 tentang hasil uji pengaruh lingkungan bisnis terhadapstrategi inovasi:

Berdasarkan Tabel 2 terlihat bahwa untukhipotesis 1a tidak didukung sepenuhnya oleh buktiempiris. Pengujian pengaruh kebijakan investasi (KI)terhadap inovasi proses (IPS) menghasilkan nilai CR2,242. Nilai CR ini lebih besar dari pada 2,00 sehinggahipotesis tersebut signifikan pada p<0,01. Sebaliknyauntuk pengujian kebijakan investasi terhadap inovasiproduk (IPR) menghasilkan CR -0,223 atau lebih kecildari 2,00. Berdasarkan hasil ini dapat dinyatakan bahwa

hipotesis 1a hanya didukung secara parsial. Salah satupenjelasan mengenai tidak didukungnya pengaruhkebijakan investasi terhadap strategi inovasi karenakebijakan investasi yang ditetapkan oleh pemerintahhanya mendukung kebijakan inovasi proses. Salah satupenjelasan mengenai hal ini adalah pemerintahmempermudah adopsi teknologi dan alat-alat produksiyang digunakan untuk menciptakan inovasi-inovasitetapi pemerintah kurang memperhatikan perlindunganterhadap hasil inovasi yang dihasilkan.

Hipotesis 1b menguji pengaruh perlindunganhak cipta (KHC) terhadap inovasi produk dan inovasiproses. Berdasarkan hasil pengujian empiris diperolehhasil bahwa pengaruh kebijakan hak cipta terhadapinovasi proses menghasilkan CR 0,46 sedangkanpengaruh kebijakan hak cipta terhadap inovasi produkmenghasilkan CR 0,581. Berdasarkan nilai CR yangdihasilkan ini, kebijakan hak cipta tidak memberikandampak terhadap inovasi proses maupun inovasiproduk. Kondisi ini tentu saja melemahkan upaya-upayayang akan dilakukan perusahaan untuk melalukaninovasi. Lemahnya perlindungan terhadap hak ciptaini mendorong perusahaan enggan untuk melakukaninovasi. Perusahaan tidak mendapatkan jaminan akanmendapatkan insentif karena tidak adanyaperlindungan terhadap inovasi yang dilakukannya.

Hipotesis 1c menguji pengaruh ukuran pasar(UP) terhadap inovasi produk dan inovasi proses.Pengujian empiris menghasilkan nilai CR untuk inovasiproduk dan inovasi proses masing-masing sebesar5,063 dan 2,091. Dengan nilai CR yang di atas 2,00 ini,maka dapat dinyatakan bahwa ukuran pasar

Tabel 2 Hasil Uji Pengaruh Lingkungan Bisnis terhadap Strategi Inovasi

Variabel Hipotesis Estimasi SE CR Evaluasi

KI IPS H1a 0,18 0,081 2,242 Signifikan KI IPR H1a -0,022 0,1 -0,223 Tidak signifikan KHC IPS H1b 0,041 0,089 0,46 Tidak signifikan KHC IPR H1b 0,041 0,071 0,581 Tidak signifikan UP IPS H1c 0,363 0,072 5,063 Signifikan UP IPR H1c 0,185 0,088 2,091 Signifikan IP IPS H1d -0,018 0,067 -0,263 Tidak signifikan IP IPR H1d 0,144 0,084 1,712 Tidak signifikan

Sumber: Data primer. Diolah.

Page 25: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

237

PENGARUH LINGKUNGAN BISNIS, ALIANSI STRATEJIK,...................... (Fahmy Radhi)

berpengaruh terhadap inovasi proses maupun inovasiproduk. Ukuran pasar dipandang perlu bagi perusahaanuntuk mencapai skala ekonomis agar inovasi yangditerapkan layak untuk diterapkan, Apabila pasar tidakmencapai jumlah tertentu, maka perusahaan tidak akandapat menerapkan inovasi produk maupun inovasiproses.

Hipotesis 1d yang menguji pengaruh intensitaspersaingan (IP) terhadap inovasi produk dan inovasiproses menghasilkan nilai CR -0,263 dan 1,712.Berdasarkan nilai ini maka dapat dinyatakan bahwaintensitas persaingan tidak berpengaruh terhadapinovasi produk maupun inovasi proses karena nilai CRberada di bawah 2,00. Persaingan bukan merupakanfaktor pendorong bagi perusahaan untuk menerapkaninovasi. Dengan demikian, strategi inovasi yangditerapkan oleh perusahaan tidak mendorongperusahaan lain untuk melakukan inovasi serupa.

Hasil uji model penelitian yang diajukan dalampenelitian ini memberikan hasil yang bervariasi. Untukpengujian hipotesis 1a, yang menguji hubungankebijakan investasi terhadap inovasi proses daninovasi produk, memberikan hasil yang bervariasi. Halini mengindikasikan bahwa lingkungan bisnis belummemberikan kepastian dalam menunjang terciptanyainovasi bagi perusahaan-perusahaan di Indonesia.Misalnya lingkungan bisnis yang terkait dengankebijakan investasi tidak secara konsisten memberikandampak positif terhadap inovasi proses tetapi tidakmemberikan dampak positif terhadap inovasi produk.Kondisi ini menunjukkan bahwa investasi dalaminovasi proses dinilai lebih menguntungkandibandingkan dengan investasi dalam inovasi produk.Salah satu penjelasan mengenai hal ini adalah inovasiproses lebih terjaga hak ciptanya dibandingkan denganinovasi produk. Sejak produk diluncurkan di pasar, maka

perusahaan lain akan dapat mengenali inovasi yangdilakukan perusahaan dan kemudian dapat melakukanimitasi, sedangkan inovasi proses tidak dapat diketahuioleh pesaing apabila pesaing tersebut tidak secaralangsung masuk ke dalam perusahaan yangbersangkutan. Perlindungan terhadap hak cipta inibermanfaat bagi perkembangan inovasi itu sendiridengan memberikan kesempatan bagi pelaku inovasiuntuk mendapatkan insentif dari inovasi yangdilakukannya (Steven and John, 2002). Dalam kondisilingkungan bisnis yang tidak menjamin adanyakepastian seperti ini, kinerja perusahaan cenderungmenurun sejalan dengan meningkatnya ketidakpastianlingkungan bisnis (Swamidass dan Newell, 1987).Perusahaan menghadapi risiko kegagalan dalammenerapkan inovasi dalam situasi yang penuh denganketidakpastian. Akibatnya, perusahaan enggan untukmelakukan inovasi (Ward et al., 1995).

Hipotesis 2a yang menganalisis aliansi ekuitas(EA) terhadap inovasi produk dan proses menghasilkanCR masing-masing sebesar 4,644 dan 3,162, Nilai CRyang dihasilkan ini di atas 2,00 sehingga dapatdinyatakan aliansi ekuitas berpengaruh terhadapinovasi produk dan inovasi proses. Perusahaan-perusahaan manufaktur di Indonesia memerlukan aliansiekuitas dengan perusahaan lain untuk melakukaninovasi. Berdasarkan hasil ini dapat dikatakan bahwasecara sumber daya perusahaan manufaktur di Indo-nesia mengalami kendala sumber daya untuk melakukaninovasi.

Sebaliknya, hipotesis 2b yang menganalisisaliansi non-ekuitas terhadap inovasi produk dan prosestidak ditemukan adanya pengaruh yang signifikanaliansi ini terhadap inovasi produk dan proses.Berdasarkan bukti ini dapat dikatakan bahwaperusahaan-perusahaan manufaktur di Indonesia

Sumber: Data primer. Diolah.

Tabel 3 Hasil Uji Pengaruh Aliansi Strategik terhadap Penerapan Strategi Inovasi

Variabel Hipotesis Estimasi SE CR Evaluasi

EA IPS H2a 0,378 0,081 4,644 Signifikan EA IPR H2a 0,28 0,089 3,162 Signifikan NEA IPS H2b -0,021 0,071 -0,294 Tidak signifikan NEA IPR H2b -0,067 0,1 -0,672 Tidak signifikan

Page 26: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

238

JAM, Vol. 21, No. 3, Desember 2010: 231-242

menjalin aliansi dengan perusahaan lain dalam bukandalam upaya untuk memperoleh keterampilan,pengetahuan, dan keterampilan yang terkait denganinovasi. Kondisi ini bertentangan dengan temuanAlvarez dan Barney (2001) yang menyatakan bahwaaliansi strategik ditujukan untuk memperolehpembelajaran organisasi dan memperoleh aksesterhadap teknologi. Pembelajaran organisasi dan aksesterhadap teknologi ini akan memberikan kesempatankepada perusahaan utnuk melakukan inovasi sehinggameningkatkan kinerja perusahaan.

Perusahaan manufaktur yang menjadi sampelstudi ini melakukan aliansi guna mengatasiketerbatasan jumlah modal yang dimilikinya dalamupaya untuk melakukan inovasi. Secara implisit, hasilini juga menunjukkan bahwa salah satu kendalaperusahan manufaktur di Indonesia untuk melakukaninovasi adalah minimnya dana yang tersedia untukmelakukan inovasi. Namun demikian, terdapatkemungkinan lain yang memotivasi perusahaan untukmelakukan aliansi. Perusahaan tersebut memiliki modalyang cukup akan tetapi enggan untuk menyediakandana yang besar untuk kepentingan inovasi karenadinilai berisiko. Risiko penerapan inovasi ini semakintinggi pada produk-produk yang memiliki kandunganteknologi yang tinggi dan daur hidup produk yangpendek. Produk-produk yang memiliki daur hidup relatifpendek memiliki frekuensi inovasi lebih tinggidibandingkan produk dengan daur hidup yang lebihpanjang. Sebagian besar perusahaan yang melakukanaliansi ekuitas ditujukan untuk mengatasi kekuranganmodal dan penggunaan dana aliansi tersebutdigunakan untuk R&D, lisensi internasional, distribusibersama, dan aliansi stategis internasional (Johansson,1995).

Aliansi ekuitas yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan manufaktur ini lebih terkait dengan hardskill, karena hard skill memiliki keterkaitan yang lebihkuat dengan modal dibandingkan dengan soft skill(Agarwal, 1995). Hard skill sebagian besar berwujudfisik yang dapat diakuisisi secara mudah selamaterdapat ketersediaan modal. Dengan demikian,mayoritas konstrain strategi inovasi yang akanditerapkan oleh perusahaan adalah ketersediaan hardskill. Namun demikian, perlu dicermati bahwa karenahard skill ini dapat dengan mudah diakuisisi selamamodal tersedia, keunggulan kompetitif inovasi yang

diciptakan berdasarkan hard skill ini juga akan dapatdengan mudah untuk ditiru.

Berdasarkan hasil pengujian statistik, aliansinon-ekuitas tidak berpengaruh terhadap inovasi produkdan inovasi proses. Menurut Hamel et al. (1989), salahsatu tujuan dalam aliansi non-ekuitas adalah mendorongproses pembelajaran dan peningkatan kemampuanteknologi yang dibutuhkan dalam pengembanganproduk baru. Berdasarkan pengujian ini terbukti bahwaaliansi non-ekuitas bukan merupakan saranapembelajaran bagi organisasi untuk memperolehpengetahuan baru. Di samping itu, aliansi ini juga dapatbertujuan untuk mengakuisisi dan penciptaan sumberdaya dan keahlian (Lambe et al., 2002). Menurut Lambeet al. (2002), dapat dikemukakan bahwa aliansi non-ekuitas ini bukan merupakan sarana yang baik untukmelakukan transfer teknologi dan transfer soft skill.Perusahaan-perusahaan manufaktur yang berupayauntuk menerapkan inovasi tidak mengalami kendalayang besar dalam masalah soft skill.

Hipotesis 3a dan 3b masing-masing mengujipengaruh inovasi proses dan inovasi produk terhadapkinerja perusahaan. Kinerja perusahaan diukur denganmenggunakan empat parameter yaitu profitabilitas (P),pangsa pasar (PP), produktifitas (PR) dan intensitasR&D (IRD). Analisis pengaruh IPR terhadap P, PP, PR,dan intensitas IRD menghasilkan CR masing-masingsebesar 8,863, 8,532, 4,686, dan 7,254. Kasus yang samajuga terjadi pada hipotesis 3b yang menguji pengaruhinovasi produk terhadap kinerja perusahaanmenghasilkan CR masing-masing sebesar 2,841, 2,989,3,882, dan 2,377. Seluruh nilai CR tersebut berada diatas nilai 2,000 sehingga dinyatakan bahwa inovasiproses dan inovasi produk berpengaruh positifterhadap kinerja perusahaan yang diukur denganmenggunakan empat parameter tersebut.

Temuan ini bertentangan dengan temuan empirissebelumnya yang menunjukkan adanya korelasi negatifantara strategi inovasi dengan kinerja (Powel, 2000).Apabila dianalisis dengan melihat nilai critical ratiodari hasil uji diperoleh bahwa nilai critical ratio inovasiproses secara konsisten lebih besar dibandingkandengan inovasi produk. Temuan ini mengindikasikanbahwa inovasi proses memiliki pengaruh lebih besarterhadap peningkatan kinerja perusahaan dan sekaligusbertentangan dengan temuan Makadok (1988) danmendukung temuan Fermandez (2001). Inovasi produk

Page 27: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

239

PENGARUH LINGKUNGAN BISNIS, ALIANSI STRATEJIK,...................... (Fahmy Radhi)

dan inovasi proses tidak terjadi trade-off bahkan salingmelengkapi karena keduanya dapat diimplementasikansecara simultan untuk meningkatkan kinerja. Bukti inijuga mengkonfirmasi temuan Zahra dan Das (1993) yangmenemukan kedua jenis inovasi ini berpengaruh secarasignifikan terhadap kinerja.

Inovasi proses mendorong perusahaan untukmenemukan cara, teknik, dan metode baru untukberproduksi secara lebih efisien dengan caramenggunakan input yang setara untuk menghasilkanoutput lebih besar. Akibatnya, produktifitas sistemproduksi akan meningkat (Ellitan et al., 2003).Sebaliknya, dengan adanya inovasi produk, dapatdilakukan value engineering yaitu penyederhanaandesain produk untuk menghasilkan produk denganfungsi akhir yang sama. Komponen-komponen yangsebelumnya terpisah, dapat digabung menjadi satusehingga desain menjadi lebih sederhana. Denganmetode ini, produktifitas juga menjadi meningkat karenadesain menjadi lebih sederhana (Heizer dan Render,2004). Pada saat yang bersamaan, proses produksi jugabekerja secara lebih efisien karena adanyapenggabungan beberapa komponen yang sebelumnyaterpisah kemudian menjadi satu (Chase and Aquilano,1998). Dengan kata lain, value engineering jugamemberikan kontribusi terhadap inovasi proses dalammeningkatkan produktifitas.

Perusahaan yang menerapkan inovasi produkdan memasuki pasar lebih awal lebih mudah untukmenjadi pemimpin pasar. Pelanggan lebih mudahmengidentifikasi dan mengenali perusahaan yangpertama kali melakukan inovasi produk dibandingkanperusahaan yang melakukan inovasi pada waktu yang

lebih akhir (Zahra dan Das, 1993). Akibatnya, pelakuinovasi yang masuk ke pasar paling awal berpotensimemiliki pangsa pasar terbesar dibandingkanperusahaan-perusahaan lain. Pada industri jenisinovasi, proses juga berperan terhadap peningkatanpangsa pasar perusahaan terutama apabila perusahaanbersaing dengan menggunakan keunggulan kompetitifbiaya rendah (Porter, 1985). Dengan adanya inovasiproses, dapat dicapai efisiensi produksi sehingga biayaproduksi dapat ditekan menjadi lebih rendah. Inovasiproduk dan inovasi proses memerlukan biaya dalamproses penciptaannya. Salah satu prasyarat agarinovasi ini dapat terus berkembang adalah pelakuinovasi tersebut memperoleh insentif sebagaikompensasi agar dapat melakukan inovasi lanjutan(Atun et al., 2007). Berdasarkan hasil analisis empirisdiperoleh bukti bahwa inovasi produk dan inovasiproses berpengaruh positif terhadap kinerja yangdiukur dengan parameter intensitas R&D. Salah satupenjelasan mengenai hal ini adalah bahwa perusahaanmemperoleh insentif dari inovasi yang dilakukannya.Bukti ini merupakan temuan menarik sebab di Indone-sia belum terdapat mekanisme perlindungan hak ciptayang memadai. Secara teori, belum adanya perlindunganhak cipta yang memadai ini mendorong pelaku inovasiuntuk melakukan inovasi lanjutan karena tidak adanyainsentif dari inovasi yang dilakukannya. Salah satupenjelasan dari hal ini adalah inovasi yang dilakukanoleh perusahaan tersebut hanyalah inovasi sekunder.Inovasi ini hanya bertujuan untuk memperbaiki temuanyang sudah atau memberikan sedikit variasi dari inovasiyang orisinal. Inovasi seperti ini hanya dapatdikategorikan sebagai inovasi sekunder. Strategi ini

Sumber: Data primer. Diolah.

Tabel 4 Hasil Uji Pengaruh Strategi Inovasi terhadap Kinerja Perusahaan

Variabel Hipotesis Estimasi SE CR Evaluasi

IPS P H3a 0,707 0,08 8,863 Signifikan IPS PP H3a 0,683 0,08 8,532 Signifikan IPS PR H3a 0,404 0,086 4,686 Signifikan IPS IRD H3a 0,608 0,084 7,254 Signifikan IPR P H3b 0,18 0,063 2,841 Signifikan IPR PP H3b 0,19 0,064 2,989 Signifikan IPR PR H3b 0,274 0,071 3,882 Signifikan IPR IRD H3b 0,16 0,067 2,377 Signifikan

Page 28: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

240

JAM, Vol. 21, No. 3, Desember 2010: 231-242

dilakukan hanya dengan tujuan agar perusahaanterhindar dari tuntutan penciplakan.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan analisis hasil statistik dapat disimpulkanbahwa lingkungan bisnis belum sepenuhnyamendukung aktifitas inovasi yang dilakukan olehperusahaan. Di samping itu, juga terdapat perbedaanpengaruh kebijakan investasi terhadap kategori inovasiyang dilakukan. Variabel lingkungan bisnis yangberpengaruh terhadap inovasi proses belum tentuberpengaruh terhadap inovasi produk, begitu pulasebaliknya. Berdasarkan empat parameter yangdigunakan untuk mengukur lingkungan bisnis, dua diantaranya kebijakan hak cipta dan intensitaspersaingan secara konsisten ditemukan tidak terdapatpengaruh yang signifikan terhadap inovasi produk daninovasi proses, sedangkan parameter yang secarakonsisten memberikan pengaruh secara signifikanadalah ukuran pasar. Salah satu penjelasan mengenaihal ini adalah perusahaan sangat memerlukan ukuranpasar bagi produk-produk inovatif untuk menekan biayaproduksi terutama biaya tetap. Satu parameter lain yaitukebijakan investasi memberikan hasil yang tidakkonsisten. Parameter lingkungan bisnis ini hanyaberpengaruh terhadap inovasi proses tetapi tidakdemikian halnya terhadap inovasi produk.

Saran

Perusahaan-perusahaan manufaktur secara konsistenmemerlukan aliansi ekuitas untuk melakukan inovasiproses dan inovasi produk. Berdasarkan bukti empirisini tampak sangat jelas bahwa kendala terbesar bagiperusahaan manufaktur dalam melakukan inovasi adalahkekurangan modal. Inovasi bagi perusahaan-perusahaan manufaktur memerlukan permodalan yangbesar atau kemungkinan lain strategi inovasi masihbelum dipandang penting sehingga untuk melakukaninovasi perusahaan perlu menjalin kerja sama denganpihak lain untuk meringankan beban ekuitas.Sebaliknya, aliansi non-ekuitas tidak menunjukkansignifikansi terhadap strategi inovasi produk maupuninovasi proses.

DAFTAR PUSTAKA

Aggarwal, S. 1995. Emerging Hard and Soft Technol-ogy: Current Status, Issues and Implementa-tion Problem. International Journal of Man-agement Science, 23, 3: 323-339.

Alvarez, S.A. dan J.B. Barney. 2001. How entrepreneurialfirms can benefit from alliances with large part-ners. The Academy of Management Execu-tive, 15, 1: 139-148.

Atun, RA., Havey, I., dan Wild, Joff. 2007. Innovation,Patents, and Economic Growth. InternationalJournal of Innovation Management, 11, 2: 279-297.

Badri, M.A., Davis, D. & Davis, D. 2000. OperationStrategy, Environment Uncertainty, and Perfor-mance: a Path Analytic Model of Industries inDeveloping Country. International Journal ofManagement Science, 28: 155-173.

Barney, J.B. 2001 Is Resource-Based View a Useful Per-spective of Strategic Research? Yes. Academyof Management Review, 26: 41-56.

Badan Pusat Statistik. 2003. Statistik IndustriPerusahaan Manufaktur Skala Menengah danBesar. Jakarta, Indonesia.

Capon, N., J.U. Farley, D.R. Lehmann, J.M. Hulbert.1992. Profiles of Product Innovators AmongLarge U.S. Manufacturers. Management Sci-ence. 38, 2: 157-162.

Chandler, G.N, Hanks, S.H. 1994. Market Attractiveness,Resource-based Capabilities, Venture Strate-gies, and Venture Performance. Journal of Busi-ness Venturing, 9, 4: 331-350.

Chase, B.R. Aquilano, J.N., & Jacobs, R.F. 1998. Op-eration Management for Competitive Advan-tage. New York: Mc. Graw Hill, Ninth Edition.

Ciptono, W.S. 2006. A Sequential Model of InnovationStrategy-Company Non-Financial Performance

Page 29: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

241

PENGARUH LINGKUNGAN BISNIS, ALIANSI STRATEJIK,...................... (Fahmy Radhi)

Links, Gadjah Mada International Journal ofBusiness, May-August, 8, 2: 137-178.

Cottam, A.J. Ensor, and C. Band. 2001. A BenchmarkStudy of Strategic Commitment to Innovation,European Journal of Innovation Management,4, 2: 88-94.

Desphande, R, Farley, U.J., & Webster, E.F. 1993. Cor-porate Culture, Customer Orientation, &Innovativenness in Japaness Firm, A QuadraticAnalysis. Journal of Marketing, 57, January:23-37.

Ellitan, L., Jantan, M., Dahlan, N., 2003. The IntegrativeEffect of Hard and Soft Technology on Firm’sPerformance: an Empirical Study from Indone-sia. 5th Asian Academy of Management Con-ference, September 10th -13th, 2003: 255-264.

Femandez, M.A. 2001. Innovation Process in An Acci-dent and Emergency Departement. EuropeanJournal of Innovation Management, 4, 4: 664-687.

Grant, M dan Fuller, C., 1995, “Knowledge Based ViewTheory of The Inter Firm Collaboration”, Re-search Paper:17-21.

Hair, J.R, R.E. Anderson, R. L. Tatham, & W.C. Black.1998. Multivariate Data Analysis. 5th Edition.Upper Saddle River, NJ: Prentise-Hall, Inc.

Heizer, J & Render, B. 2004. Operation ManagementSeventh Edition. Pearson Education Interna-tional.

Johansson, J.K. 1995. International Alliances: WhyNow?. Journal of the Academy of MarketingScience, 23, 4: 301-304.

Kim, C.W, & Manborgue, R. 1999. Strategy, Value In-novation, & Knowledge Economy. Sloan Man-agement Review, Spring Edition.

Kogut, B., 1988, “A Study of Live Cycle of Joint Ven-ture”, Management International Review: 39-50.

Lambe, CC., Spekman, RE., dan Hunt, SD. 2002. Alli-ance Competence, Resources, and Alliance Suc-cess: Conceptualization, Measurement, and Ini-tial Test, Journal of the Academy of MarketingScience, 20, 2: 141-158.

Makadok, R. 1998. Can first-mover and early-moveradvantages be sustained in an industry withlow barriers to entry? Strategic ManagementJournal, 19, 7: 683-696.

Porter, M.E. 1985. Competitive Advantage-Creatingand Sustaining Superior Performance, TheFree Press: 145-156.

Powel, C.T. 2000. Competitive Advantage: Logical &Philosophical Considerations. Strategy Man-agement Journal, 22: 875-888.

Rothaermel, F.T., Hagedoorn, J., Roijakkers, N., 2004.Technological Core Transformation throughCollaboration: the Role of Exploration and Ex-ploitation Alliances. Working Paper, College ofManagement, Georgia Institute of Technology.

Simonim, BL. 1999. Ambiguity and the Process ofKnowledge Transfer in Strategic Alliances, Stra-tegic Management Journal, 20, 1: 595-623.

Smolny,W. 2003. Determinants of Innovation Behaviourand Investment Estimates for West-GermanManufacturing Firms. Economics of Innovationand New Technology. 12, 5,:449-463.

Song, M., Parry, M. 1997. A Cross-National Compara-tive Study of New Product Development Pro-cesses: Japan and the USA”, Journal of Mar-keting: 612-618.

Steven J. Skiner and John M. Ivancevich, 2002, “Busi-ness for the 21st Century”, Sixth Edition, Irwin,Homewood.

Swamidass, P.M., Newell, W.T., 1987. ManufacturingStrategy, Environmental Uncertainty and Per-formance: a Path Analytic Model. ManagementScience, 33 4: 509-524.

Page 30: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

242

JAM, Vol. 21, No. 3, Desember 2010: 231-242

Tidd, J., J. Bessant, and K. Pavitt. 2005. Managing In-novation: Integrating Technological, Marketand Organizational Change 3rd Edition. TheAtrium, Southern Gate, Chichester, England:John Wiley and Sons.

Ward, P.T., Bickford, D.J., Leong, G.K., 1995. Businessenvironment, operation strategy, and perfor-mance: an empirical study of Singapore manu-facturers, Journal of Operation Management13, 2: 99-155.

Ward, T.P., Duray, R., Leong, K.G., and Sum, C.C. 1995.Business Environment, Operation Strategy andPerformabce: an empirical Study of SingaporeManufacturers. Journal of Operation Manage-ment, 3: 99-115.

Zahra, S. A. and Das, S. R. 1993. Innovation Strategyand inancial Performance in ManufacturingCompanies: An Empirical Study, Production andOperation Management, 2, 1: 15-37.

Page 31: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

243

RASIO KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN/KOTA DI............... (Rudy Badrudin)Vol. 21, No. 3, Desember 2010Hal. 243-263

ABSTRACT

The research of local regency/city’s financial capabil-ity in DIY Province post local autonomy is conductedin order to analyze how the regencies government ofBantul, Gunung Kidul, Kulon Progo, Sleman, andYogyakarta city optimizing various development pro-gram in accordance with the development goals eachregency/city. The analytical result of each AnggaranPendapatan dan Belanja Daerah (APBD’s regencies/city) of Bantul, Gunung Kidul, Kulon Progo, Sleman,and Yogyakarta (RKKD) will be useful for each regen-cies/city’s government and for the stakeholders of eachregencies/city in order to evaluate various develop-ment program engaged. The analysis that can be usedto determine wether regencies/city has a PAD excel-lence between other regencies/city is IKK Method (Fi-nancial Capability Indeks) as an average calculationfrom Growth Index, Elasticity Index, and Share Index.To analyze, the Chi Square and Anova Test with alpha5% were used.

Keywords: finance ability index, growth index, elastic-ity index, share index

PENDAHULUAN

Pemberlakuan dua undang-undang tentang OtonomiDa-erah per 1 Januari 2001, yaitu Undang-UndangNomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah

RASIO KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAHKABUPATEN/KOTA DI PROVINSI DIY

PASCA OTONOMI DAERAH

Rudy BadrudinSekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN Yogyakarta

Jalan Seturan Yogyakarta 55281Telepon +62 274 486160, 486321, Fax. +62 274 486155

E-mail: [email protected]

Tahun 1990

ISSN: 0853-1259

J U R N A LAKUNTANSI & MANAJEMEN

yang telah diganti menjadi Undang-Undang Nomor 32tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 tahun 1999 tentang PerimbanganKeu-angan antara Pemerintah Pusat dan PemerintahanDaerah yang telah diganti menjadi Undang-UndangNomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuanganantara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah telahmemberikan peran yang lebih besar kepada pemerintah,instansi, dan para pelaku ekonomi daerah untukmenangani pembangunan di daerah. Kedua undang-undang tentang otonomi daerah tersebut munculkarena proses pembangunan di Indonesia selama OrdeLama dan Orde Baru telah mengakibatkan terjadinyakesenjangan pembangunan antarwilayah IndonesiaBarat dan Indonesia Timur. Kesenjangan tersebutterjadi karena adanya ketidakmerataan dalam alokasiinvestasi antarwilayah yang ternyata sangatberpengaruh dalam memicu dan memacu pertumbuhanregional. Oleh karena itu, tepatlah waktunya untukmem-beri peran yang lebih besar kepada pemerintah,instansi, dan para pelaku ekonomi daerah untukmenangani pembangunan di daerah.

Pemerataan pembangunan wilayah denganpemerataan alokasi investasi antarwilayah perlumemperhatikan masalah dan potensi yang ada diwi-layah sehingga diharapkan akan terjadi spesialisasidalam proses pembangunan dengan keunggulankomparatif yang dimiliki masing-masing wilayah.Demikian pula dengan pengembangan wilayah melaluipembangunan di daerah antara pusat pemerintahandaerah provinsi dengan kota/kabupaten dan antaradaerah kota/kabupaten dengan kecamatan, dan

Page 32: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

244

JAM, Vol. 21, No. 3, Desember 2010: 243-263

seterusnya harus pula memperhatikan masalah danpotensi yang ada. Otonomi daerah yang dilaksanakanper 1 Januari 2001 telah memberikan peran yang lebihbesar kepada pemerintah dan para pelaku ekonomidaerah untuk menangani pembangunan di daerah.Tuntutan otonomi daerah muncul untuk meresponkesen-jangan pembangunan antarwilayah –Jawa danluar Jawa serta Indonesia Barat dan Indonesia Timuryang diakibatkan ketidakmerataan dalam alokasiinvestasi antarwilayah yang berpengaruh dalampertumbuhan antarwilayah (Badrudin, 2000). Olehkarena itu, pelaksanaan otonomi daerah merupakanmoment yang tepat untuk mem-beri peran yang lebihbesar kepada pemerintah dan para pelaku ekonomidaerah untuk menangani pembangunan di daerah.

Hakekat pembangunan ekonomi daerah adalahproses yang ditunjukkan dengan tindakan pemerintahdan masyarakat dalam mengelola sumberdayasumberdaya yang ada dan membentuk suatu polakemitraan antara pemerintah daerah dengan masyarakatuntuk menciptakan suatu lapangan kerja baru danmerangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalamwilayah tersebut. Masalah pokok dalam pembangunanekonomi daerah adalah terletak pada penekananterhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yangdidasarkan pada kekhasan daerah yang bersangkutan(endogenous development) dengan menggunakanpotensi sumberdaya manusia, kelembagaan, dansumberdaya fisik secara lokal. Orientasi inimengarahkan pada inisiatif yang muncul dari daerahtersebut dalam proses pembangunan untukmenciptakan kesempatan kerja baru dan merangsang

peningkatan kegiatan ekonomi.Setiap usaha pembangunan ekonomi daerah

mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan jumlahdan jenis peluang kerja untuk masyarakat daerah.Dalam usaha untuk mencapai tujuan tersebut,pemerintah daerah beserta masyarakatnya harus secarabersama-sama mengambil inisiatif pembangunandaerah. Oleh karena itu, pemerintah daerah besertamasyarakatnya dan dengan menggunakan sumberdayasumberdaya yang ada di daerah tersebut harus mampumenaksir potensi sumberdaya sumberdaya yangdiperlukan untuk merancang dan membangunperekonomian daerah.

Pendekatan alternatif terhadap teoripembangunan daerah telah dirumuskan untukkepentingan perencanaan pembangunan ekonomidaerah. Pendekatan ini merupakan sistesis danperumusan kembali konsep-konsep yang telah ada.Pendekatan ini memberikan dasar bagi kerangka pikirdan rencana tindakan yang akan diambil dalam kontekspembangunan ekonomi daerah. Paradigma baruditunjukkan pada Tabel 1 berikut ini:

Pemerataan pembangunan wilayah denganpemerataan alokasi investasi antarwilayah perlumemperhatikan masalah dan potensi yang ada diwilayah sehingga diharapkan akan terjadi spesialisasidalam proses pembangunan dengan keunggulankomparatif yang dimiliki masing-masing wilayah.Demikian pula dengan pengembangan wilayah melaluipembangunan di daerah antara pusat pemerintahandaerah provinsi dengan kota/kabupaten dan antaradaerah kota/kabupaten dengan kecamatan, dan

Tabel 1Paradigma Baru Teori Pembangunan Ekonomi Daerah

Komponen Konsep Lama Konsep Baru Kesempatan Kerja

Semakin banyak perusahaan = samakin banyak peluang kerja

Perusahaan harus mengembangkan pekerjaan yang sesuai dengan kondisi penduduk daerah

Basis Pembangunan

Pengembangan sektor ekonomi

Pengembangan lembaga-lembaga ekonomi baru

Aset-Aset Lokasi Keunggulan komparatif didasarkan pada aset fisik

Keunggulan kompetitif didasarkan pada kualitas lingkungan

Sumberdaya Pengetahuan

Ketersediaan angkatan kerja Pengetahuan sebagai pembangkit ekonomi

Sumber: Arsyad (2004).

Page 33: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

245

RASIO KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN/KOTA DI............... (Rudy Badrudin)

seterusnya harus pula memperhatikan masalah danpotensi yang ada.

Pemerintah daerah dan pelaku ekonomi di daerahsebagai komponen sumberdaya manusia dalampelaksanaan otonomi daerah dapat dijelaskan denganmenggunakan circular flow diagram seperti yangnampak pada Gambar 1. Diagram tersebut menjelaskanbagaimana pemerintah daerah dan pelaku ekonomi didaerah saling berinterakasi, dengan asumsi ada limapelaku yaitu masyarakat, perusahaan, lembagakeuangan bank dan bukan bank, pemerintah daerah,dan dewan perwakilan rakyat daerah.

Masyarakat diasumsikan sebagai pelakuekonomi yang memiliki faktor produksi dan kemudiandijual kepada perusahaan yang oleh karena itumasya-rakat akan memperoleh pendapatan. Di sampingitu, masyarakat merupakan pelaku ekonomi yang akanmengkomsumsi barang dan jasa pengeluaran konsumsimasyarakat yang dihasilkan perusahaan. Perusahaandiasumsikan sebagai pelaku ekonomi yang melakukankegiatan produksi, yaitu menghasilkan barang dan jasayang dijual kepada masyarakat. Perusahaan dapatmenghasilkan barang dan jasa karena perusahaan

membeli atau menyewa faktor produksi yangditawarkan masyarakat.

Lembaga keuangan bank dan bukan bankmerupakan lembaga yang mempunyai peran sebagailembaga perantara (intermediation role) dan lembagapelancar jalannya interakasi ekonomi (transmissionrole). Sebagai lembaga perantara, lembaga keuanganberperan sebagai penghubung antara pelaku ekonomiyang memiliki kelebihan dana (masyarakat) yangditabung di lembaga keuangan dengan pelaku ekonomiyang membutuhan dana (perusahaan) yang digunakanuntuk investasi. Sebagai lembaga pelancar jalannyainterakasi ekonomi, lembaga keuangan bank berperansebagai lembaga pencetak uang kartal dan uang giralyang digunakan sebagai medium of exchange, unit ofaccount, store of value, standard deferred of payment,dan medium of commodity. Pemerintah daerah besertaDewan Perwakilan Rakyat Daerah mempunyaikekuasaan dalam membuat kebijakan-kebijakan untukmelancarkan interakasi ekonomi antarpelaku ekonomidaerah.

Undang-Undang otonomi daerah sebenarnyasudah ada sejak tahun 1945. Namun dalam

Gambar 1Circular Flow Diagram

CIRCULAR FLOW DIAGRAMCIRCULAR FLOW DIAGRAM

ProdusenKonsumen

Balas Jasa Faktor Produksi (Y)

Nilai Pembelian

Faktor Produksi/Input/FP

Produk Barang & Jasa/Output (Y)

Lembaga Keuangan Bank dan Bukan Bank

TABUNGAN

INVESTASI

Pemerintah Daerah dan DPRD BelanjaPajak

Subsidi

Sumber: Musgrave and Musgrave (1989). Diolah kembali.

Page 34: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

246

JAM, Vol. 21, No. 3, Desember 2010: 243-263

pelaksanaannya mengalami fluktuasi operasionalsejalan dengan kondisi politik yang ada. Berikut inidiuraikan peraturan perundangan tentang otonomidaerah yang pernah dan sedang berlaku di Indonesiasejak tahun 1945 sampai dengan 2004, yaitu 1) Undang-Undang Nomor 1 tahun 1945, dimana kebijakanpemerintah tentang otonomi daerah lebihmenitikberatkan pada dekonsentrasi; 2) Undang-Undang Nomor 22 tahun 1948, dimana kebijakanpemerintah tentang otonomi daerah lebihmenitikberatkan pada desentralisasi; 3) Undang-Undang Nomor 1 tahun 1957, kebijakan otonomi bersifatdualisme dimana kepala daerah bertanggungjawabkepada DPRD; 4) Ketetapan Presiden Nomor 6 tahun1959, Pemerintah lebih menekankan padadekonsentrasi; 5) Undang-Undang Nomor 18 tahun1965, dimana kebijakan pemeritah menitikberatkan padadesentralisasi dengan memberikan otonomi yangseluas-luasnya pada daerah sedangkan dekonsentrasihanya sebagai pelengkap; 6) Undang-Undang Nomor5 tahun 1974, yaitu dengan desentralisasi,dekonsentrasi, dan tugas pembantuan, selanjutnyadengan kebijakan pemerintahan pada masa Orde Baru,pembangunan ekonomi menjadi isu sentraldibandingkan politik yang pada penerapannya seolah-olah terjadi proses politisasi peran pemerintahan daerahdan menggantikannya dengan peran pembangunanyang menjadi isu nasional; 7) Undang-Undang Nomor22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah danUndang-Undang Nomor 25 tahun 1999 tentangPerimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat danPemerintahan Daerah, pada masa itu terjadi lagiperubahan yang menjadikan pemerintahan daerahsebagai titik sentral dalam penyelenggaraanpemerintahan dan pembangunan denganmengedepankan otonomi yang luas, nyata, danbertanggungjawab; dan 8) Undang-Undang Nomor 32tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang PerimbanganKeuangan antara Pemerintah Pusat dan PemerintahanDaerah, pada masa itu terjadi lagi perubahan yangmenjadikan pemerintahan daerah sebagai titik sentraldalam penyelenggaraan pemerintahan danpembangunan dengan mengedepankan otonomi yangluas, nyata, dan bertanggungjawab tidak hanya dalambidang ekonomi tetapi juga politik. Hal ini nampakdengan mulai diberlakukannya Pemilihan Kepala

Daerah Langsung (Pilkadal) mulai bulan Mei 2005.Menurut UU Nomor 32 tahun 2004, Republik

Indonesia menganut asas desentralisasi, asasdekonsentrasi, dan tugas pembantuan dalampenyelenggaraan pemerintahan dengan memberikesempatan dan keleluasaan kepada daerah untukmenyelenggarakan otonomi daerah. Hal itu jugadisebutkan dalam penjelasan Pasal 18 UUD 1945 yangmenyatakan bahwa Pasal 18 UUD 1945 menjadilandasan yang kuat bagi TAP MPR Republik Indone-sia Nomor XV/MPR/1998 tentang PenyelenggaraanOtonomi Daerah; Pengaturan, Pembagian danPemanfataan Sumber Daya Nasional yang Berkeadilan;serta Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah DalamKerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagailandasan yang kuat untuk menyelenggarakan otonomidaerah.

Otonomi daerah dilaksanakan denganmemberikan kewenangan yang luas, nyata, danbertanggungjawab kepada daerah secara proporsionalyang diwujudkan dengan pengaturan, pembagian, danpemanfaatan sumberdaya nasional yang berkeadilanserta perimbangan keuangan pusat dan daerah. Disamping itu, penyelenggaraan otonomi daerah jugadilaksanakan dengan prinsip-prinsip demokrasi,partisipasi masyarakat, pemerataan, dan keadilan, sertamemperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah.Provinsi merupakan daerah otonom dan sekaliguswilayah administrasi sebagai pelaksana kewenanganpemerintah pusat yang didelegasikan kepada gubernur.Provinsi bukan merupakan pemerintah atasan daridaerah kabupaten atau daerah kota.

Kewenangan otonomi luas adalah keleluasaandaerah untuk menyelenggarakan pemerintahan yangmencakup kewenangan semua bidang pemerintahanperencanaan, pengawasan, pengendalian, dan evaluasikecuali di bidang luar negeri, pertahanan keamanan,peradilan, moneter dan fiskal, agama, serta kewenanganlainnya yang ditetapkan dengan Peraturan Peme-rintah.Kewenangan otonomi nyata adalah keleluasaan daerahuntuk menyelenggarakan kewenangan daerah dalambidang tertentu yang secara nyata ada dan diperlukanserta tumbuh, hidup, dan berkembang di daerah.Kewenangan otonomi yang bertanggungjawab adalahperwujudan pertanggung-jawaban sebagaikonsekuensi pemberian hak dan kewajiban kepadadaerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi.

Page 35: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

247

RASIO KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN/KOTA DI............... (Rudy Badrudin)

Untuk menyelenggarakan otonomi daerah tersebutmaka daerah diberi kewenangan untuk menggali sumberkeuangan daerah sendiri yang didukung olehperimbangan keuangan antara pemerintah pusat dandaerah serta antara provinsi dan kabupaten/kotasebagai prasyarat dalam sistem Pemerintahan Daerah.

Menurut UU Nomor 33 tahun 2004 tentangPerimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat danPemerintahan Daerah, dalam penyelenggaraan otonomidaerah diperlukan pengaturan, pembagian, danpemanfaatan sumberdaya nasional yang berkeadilanserta perimbangan keuangan pemerintah pusat dandaerah. Sumber pembiayaan pelaksanan desentralisasiterdiri dari pendapatan asli daerah, dana perimbangan,dan lain lain penerimaan yang sah. Pendapatan AsliDaerah (PAD) merupakan sumber keuangan daerahyang digali dari dalam daerah yang bersangkutan yangterdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, hasilpengelolaan kekayaan daerah lainnya yang dipisahkan,dan lain-lain PAD yang sah. Dana perimbanganmerupakan sumber pembiayaan yang berasal daribagian daerah dari pajak bumi dan bangunan (PBB),bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB),penerimaan dari sumberdaya alam, dana alokasi umum,dan alokasi khusus.

Dalam era otonomi daerah, persainganantardaerah kabupaten/kota dalam menggali dana dariluar sangat ketat. Kabupaten Bantul, Gunung Kidul,Kulon Progo, Sleman, dan Kota Yogyakarta yangterletak di Provinsi DIY perlu mengembangkan lebih

lanjut sumber dana mandiri yang berasal dari PAD, yangmeliputi pajak daerah, retribusi daerah, hasilpengelolaan kekayaan daerah lainnya yang dipisahkan,dan lain-lain PAD yang sah. Pengembangan PADKabupaten Bantul, Gunung Kidul, Kulon Progo, Sleman,dan Kota Yogyakarta sangat dibutuhkan bagiKabupaten Bantul, Gunung Kidul, Kulon Progo, Sleman,dan Kota Yogyakarta itu sendiri dalam rangkamembiayai pembangunan di Kabupaten KabupatenBantul, Gunung Kidul, Kulon Progo, Sleman, dan KotaYogyakarta secara mandiri. Pembiayaan secara mandiritersebut diperlukan karena sangat berisiko sekali bagiKabupaten Kabupaten Bantul, Gunung Kidul, KulonProgo, Sleman, dan Kota Yogyakarta apabilamengharapkan sumber pembiayaan yang bukanbersumber pada PAD karena dana perimbangan tidakdapat diperoleh daerah secara maksimal karena adasebagian yang menjadi haknya pemerintah pusat.Pinjaman daerah pun belum dapat diharapkan menjadisalah satu sumber pembiayaan daerah karenapelaksanaan pinjaman daerah harus berkoordinasidengan pemerintah pusat. Oleh karena itu, tepatlahkalau pemerintah daerah harus inovatif dalam menggalisumber dana yang berasal dari daerah itu sendiri.

Berdasarkan data APBD dan PAD seluruhKabupaten/Kota di Provinsi DIY pasca Otonomi Daerah1 Januari 2001 diperoleh hasil seperti yang nampak padaTabel.2 dan Tabel 3 berikut ini:

Data pada Tabel 2 dan Tabel 3 memberikaninformasi yang mencakup (1) Karakteristik dan

Kabupaten/Kota 2001 2002 2003 2004 2005

Kabupaten Bantul 267,332.28 336,570.26 389,393.97 398,879.89 442,291.64

Kabupaten Gunung Kidul 206,666.63 251,665.06 342,277.68 340,447.50 351,298.03

Kabupaten Kulon Progo 221,037.33 251,631.71 294,377.19 296,569.12 307,791.01

Kabupaten Sleman 308,531.58 327,995.65 452,884.66 481,181.46 520,548.87

Kota Yogyakarta 227,009.17 303,020.07 338,630.76 369,649.88 391,886.90 Sumber: http://www.depkeu.go.id. Data diolah.

Tabel 2Nilai Total Pendapatan pada APBD Kabupaten/Kota se Provinsi DIY

Pasca Otonomi Daerah (Tahun 2001-2005) (juta Rupiah)

Page 36: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

248

JAM, Vol. 21, No. 3, Desember 2010: 243-263

dinamika Kabupaten Bantul, Gunung Kidul, KulonProgo, Sleman, dan Kota Yogyakarta pasca OtonomiDaerah 1 Januari 2001 khususnya data perekonomian,infra-struktur, karakteristik sosial, sumberdaya daninstitusi, dan sebagainya; dan (2) Hubungan antaraKabupaten Bantul, Gunung Kidul, Kulon Progo, Sleman,dan Kota Yogyakarta pasca Otonomi Daerah 1 Januari2001 dengan pemerintah pusat, Provinsi DIY, dankabupaten yang lain.

Berdasarkan data pada Tabel 2 dan Tabel 3dapat dihitung nilai kontribusi PAD terhadap TotalPendapatan pada APBD Kabupaten/Kota se ProvinsiDIY. Hasil perhitungan disajikan pada Tabel 4 berikutini:

Secara umum, kontribusi PAD terhadap TotalPendapatan pada APBD Kabupaten Bantul, GunungKidul, Kulon Progo, Sleman, dan Kota Yogyakartapasca Otonomi Daerah Tahun 2001-2005 cenderungmeningkat. Hal ini menunjukkan bahwa KabupatenBantul, Gunung Kidul, Kulon Progo, Sleman, dan KotaYogyakarta pasca Otonomi Daerah Tahun 2001-2005semakin mandiri dan mampu dalam membiayaipembangunan di daerahnya. Namun demikian,peningkatan kemandirian dan kemampuan KabupatenBantul, Gunung Kidul, Kulon Progo, Sleman, dan KotaYogyakarta pasca Otonomi Daerah Tahun 2001-2005dalam membiayai pembangunan tidak sama. Hal ininampak berdasarkan hasil perhitungan lajupertumbuhan PAD pada APBD Kabupaten Bantul,

Kabupaten/Kota 2001 2002 2003 2004 2005

Kabupaten Bantul 14,073.13 22,425.15 32,882.35 30,777.82 37,683.85

Kabupaten Gunung Kidul 8,852.28 13,486.85 17,481.69 19,715.64 24,187.46

Kabupaten Kulon Progo 10,132.95 16,225.51 24,039.44 19,834.96 24,332.48

Kabupaten Sleman 29,571.15 34,001.26 52,978.74 60,112.31 77,904.74

Kota Yogyakarta 40,352.59 56,377.46 68,621.56 79,911.43 89,196.41

Tabel 3Nilai PAD Kabupaten/Kota se Provinsi DIY

Pasca Otonomi Daerah (Tahun 2001-2005) (juta Rupiah)

Sumber: http://www.depkeu.go.id. Data diolah.

Tabel 4Kontribusi PAD pada APBD Kabupaten/Kota se Provinsi DIY

Pasca Otonomi Daerah (Tahun 2001-2005) (%)

Sumber: Tabel 2 dan Tabel 3. Data diolah.

Kabupaten/Kota 2001 2002 2003 2004 2005

Kabupaten Bantul 5.26 6.66 8.44 7.72 8.52

Kabupaten Gunung Kidul 4.28 5.36 5.11 5.79 6.89

Kabupaten Kulon Progo 4.58 6.45 8.17 6.69 7.91

Kabupaten Sleman 9.58 10.37 11.70 12.49 14.97

Kota Yogyakarta 17.78 18.61 20.26 21.62 22.76

Page 37: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

249

RASIO KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN/KOTA DI............... (Rudy Badrudin)

Gunung Kidul, Kulon Progo, Sleman, dan KotaYogyakarta pasca Otonomi Daerah Tahun 2001-2005seperti yang disajikan pada Tabel 5 berikut ini:

Analisis untuk mengetahui suatu Kabupaten/Kota memiliki keunggulan PAD di antara Kabupaten/Kota yang lain adalah dengan menggunakan matriksBoston-Consulting Group (BCG Matrix) atau MetodeKuadran (K., Deddy, 2002). BCG Matrix atau MetodeKuadran memiliki empat kuadran yang dipisahkan olehdua sumbu, yaitu sumbu vertikal dan sumbu horisontal.Sumbu vertikal menunjukkan laju pertumbuhan nilaiPAD suatu Kabupaten/Kota terhadap keseluruhanPAD Kabupaten//Kota di Provinsi DIY dan sumbuhorisontal menunjukkan kontribusi nilai PAD suatuKabupaten/Kota terhadap keseluruhan PADKabupaten//Kota di Provinsi DIY. Sedangkan lajupertumbuhan PAD diukur dari persentase perubahannilai PAD suatu Kabupaten/Kota dari tahun ke tahunselama tahun 2001-2005.

Lingkaran-lingkaran pada BCG Matrixmenunjukkan kontribusi dan laju pertumbuhan PAD.Masing-masing Kabupaten/Kota di Provinsi DIYdikelompokkan berdasarkan tinggi rendahnyakontribusi dan pertumbuhan masing-masing PAD.Kabupaten/Kota di Provinsi DIY yang memilikikontribusi PAD di atas rerata kontribusi seluruh PADKabupaten/Kota di Provinsi DIY dikelompokkan kedalam Kabupaten/Kota di Provinsi DIY yang memilikikontribusi PAD tinggi, dan sebaliknya. Demikian jugadengan pengelompokkan Kabupaten/Kota di ProvinsiDIY berdasarkan laju pertumbuhan PAD. Kabupaten/Kota di Provinsi DIY yang memiliki laju pertumbuhanPAD di atas rerata laju pertumbuhan seluruh PAD

Kabupaten/Kota di Provinsi DIY dikelompokkan kedalam kelompok Kabupaten/Kota di Provinsi DIY yangmemiliki laju pertumbuhan PAD tinggi, dan sebaliknya.

Laju Pertumbuhan (Growth) (%)Rendah (di bawah rerata laju pertumbuhan) Tinggi

(di atas rerata laju pertumbuhan)

Tinggi(di atas reratakontribusi) II I

Kontribusi(Share) (%)

Rendah(di bawah rerata IV IIIkontribusi)

Laju Pertumbuhan (Growth) (%)

Gambar 2BCG Matrix (Metode Kuadran) Mengukur

Kemampuan Keuangan Kabupaten/Kotadi Provinsi DIY

Penelitian ini dilakukan dalam rangka menganalisisbagaimana Pemerintah Kabupaten Bantul, GunungKidul, Kulon Progo, Sleman, dan Kota Yogyakartamengoptimalkan berbagai program pembangunan

?

Kabupaten/Kota 2001 2002 2003 2004 2005 Kabupaten Bantul 59.35 46.63 -6.40 22.44 4.37 Kabupaten Gunung Kidul 52.35 29.62 12.78 22.68 5.37 Kabupaten Kulon Progo 60.13 48.16 -17.49 22.67 18.74 Kabupaten Sleman 14.98 55.81 13.46 29.60 11.00 Kota Yogyakarta 39.71 21.72 16.45 11.62 2.72

Tabel 5Pertumbuhan PAD pada APBD Kabupaten/Kota se Provinsi DIY

Pasca Otonomi Daerah (Tahun 2001-2005) (%)

Sumber: Tabel 3. Data diolah.

Page 38: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

250

JAM, Vol. 21, No. 3, Desember 2010: 243-263

sesuai dengan tujuan pembangunan Kabupaten Bantul,Gunung Kidul, Kulon Progo, Sleman, dan KotaYogyakarta melalui APBD masing-masing kabupaten/kota. Hasil analisis angka-angka pada item pendapatanpada masing-masing APBD Kabupaten Bantul, GunungKidul, Kulon Progo, Sleman, dan Kota Yogyakarta(analisis RKKD) akan bermanfaat bagi PemerintahKabupaten Bantul, Gunung Kidul, Kulon Progo, Sleman,dan Kota Yogyakarta dan stakeholders masing-masingkabupaten/kota dalam melakukan evaluasi terhadapberbagai program pembangunan yang dijalankannya.Analisis rasio keuangan terhadap APBD KabupatenBantul, Gunung Kidul, Kulon Progo, Sleman, dan KotaYogyakarta dilakukan melalui Rasio KemandirianKeuangan Daerah (RKKD), yaitu dengan menghitungproporsi Pendapatan Asli Daerah terhadap APBDmasing-masing Kabupaten/Kota di Provinsi DIY.Penelitian ini menggunakan data APBD tahun 2001sampai dengan 2005 karena pada periode tahun tersebutadalah lima tahun awal pelaksanaan Otonomi Daerahpasca pemberlakuan UU Nomor 22 tentangPemerintahan Daerah Tahun 1999 dan UU Nomor 25tentang Perimbangan Keuangan antara PemerintahPusat dan Pemerintahan Daerah tahun 1999 yangkemudian direvisi menjadi UU Nomor 32 tentangPemerintahan Daerah Tahun 2004 dan UU Nomor 33tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah

Pusat dan Pemerintahan Daerah Tahun 2004.Selama periode 2001-2005, kinerja perekonomian

Provinsi DIY yang ditunjukkan dengan nilai ProdukDomestik Regional Bruto (PDRB) selalu meningkat daritahun ke tahun. Pada tahun 2005, nilai PDRB atas dasardasar harga berlaku mencapai Rp29,42 triliun. Secaranominal, PDRB mengalami kenaikan sebesar Rp3,99triliun dibandingkan tahun 2004 yang sebesar Rp25,43triliun. Namun demikian, kenaikan ini masihmengandung kenaikan harga barang dan jasa yangdiproduksi selama tahun 2005. Rata-rata kenaikan hargabarang dan jasa di tingkat produsen pada tahun 2005mencapai 11,57%. Kenaikan ini dipicu oleh kenaikanharga BBM pada akhir tahun 2005. Berdasarkan hargakonstan 2000, nilai PDRB juga mengalami kenaikan dariRp16,91 triliun pada tahun 2004 menjadi Rp17,54 triliundi tahun 2005. Hal ini menunjukkan, bahwaperekonomian Provinsi DIY mengalami pertumbuhanyang positif sebesar 3,69%. Kenaikan tersebut murnisebagai peningkatan produksi, karena nilai PDRB atasdasar harga konstan telah terbebas dari pengaruhinflasi.

Seiring dengan menyusutnya luas lahanpertanian, kontribusi sektor pertanian juga mengalamipenurunan. Apabila pada tahun 2001 sektor pertanianmasih mempunyai kontribusi sekitar 18,57%, pada tahun2005 menurun menjadi 15,55%. Relatif rendahnya

Tabel 6Distribusi Persentase Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi D.I. Yogyakarta

Menurut Lapangan Usaha, Atas Dasar Harga Berlaku, Tahun 2001 – 2005 (%)

Lapangan Usaha 2001 2002 2003 2004 2005 Pertanian 18,57 17,02 16,50 15,70 15,55 Penggalian 0,87 0,87 0,83 0,78 0,74 Industri Pengolahan 15,47 15,65 15,18 14,11 13,86 Listrik dan Air Bersih 1,04 1,18 1,22 1,30 1,28 Konstruksi 6,96 7,40 7,92 9,13 9,75 Perdagangan, Hotel, dan Restoran 19,13 19,21 18,90 19,14 19,03 Pengangkutan dan Komunikasi 9,63 9,71 9,72 10,18 10,37 Keuangan, Real Estate, dan Jasa Perusahaan 9,38 9,90 9,93 9,92 9,37

Jasa-jasa 18,96 19,06 19,80 19,74 20,06 Sumber: BPS Provinsi D.I.Yogyakarta.

Page 39: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

251

RASIO KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN/KOTA DI............... (Rudy Badrudin)

tingkat inflasi untuk produk pertanian dibandingdengan produk lainnya juga menjadi salah satupenyebab turunnya kontribusi sektor pertanian dalampembentukan PDRB. Hal ini tercermin dari laju indeksharga implisit beranta.. Secara nominal, sektor industrimenghasilkan nilai tambah bruto sebesar Rp4,08 triliundengan kontribusi sebesar 13,86%, lebih kecildibandingkan kontribusi tahun 2004 yang mencapai14,11%. Sejak tahun 2003, porsi sektor industripengolahan terus mengalami penurunan.

Peranan ketiga kelompok sektor terhadappembentukan PDRB Provinsi DIY selalu mengalamiperubahan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2005peranan sektor primer tercatat sebesar 16,29% ataumengalami penurunan dibandingkan dengan tahunsebelumnya yang mencapai 16,48%. Apabila pada tahun2004 kontribusi sektor sekunder mencapai 24,54%, makapada tahun 2005 naik menjadi 24,89%. Peranan sektortersier yang biasanya selalu mengalami kenaikan daritahun ke tahun, namun pada tahun 2005 sedikitmenurun. Jika pada tahun 2001 peranan sektor tersiersebesar 57,09% dan di tahun 2004 mencapai 58,99%,maka pada tahun 2005 menjadi sebesar 58,82%.Penjelasan ini mengindikasikan, bahwa strukturekonomi Provinsi DIY mengalami perubahan peran darisektor primer ke sektor tersier.

PDRB per kapita dapat digunakan sebagai salahsatu indikator tingkat kemakmuran penduduk suatudaerah/wilayah. PDRB per kapita diperoleh dari hasilbagi antara nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruhsektor ekonomi di suatu wilayah (PDRB) dengan jumlahpenduduk. Oleh karena itu, besar kecilnya jumlah

penduduk berpengaruh terhadap nilai PDRB per kapita.Sedangkan besar kecilnya nilai PDRB sangattergantung pada potensi sumber daya alam dan faktor-faktor produksi yang terdapat di daerah tersebut.Angka penduduk yang digunakan adalah jumlahpenduduk pada pertengahan tahun hasil SensusPenduduk (SP) tahun 2000 dan Survei Penduduk AntarSensus (SUPAS) tahun 2005 beserta proyeksinya.

Nilai PDRB per kapita Provinsi DIY atas dasarharga berlaku sejak tahun 2001 hingga 2005 mengalamipeningkatan secara terus menerus. Pada tahun 2001nilai PDRB per kapita tercatat sebesar Rp5,46 juta,-,dan secara nominal terus mengalami kenaikan hinggatahun 2005 mencapai Rp8,68 juta,-. Kenaikan PDRBperkapita secara riil dapat dilihat dari nilai PDRBberdasarkan harga konstan 2000. Secara riil, ternyatanilai PDRB per kapita sejak tahun 2001 terus mengalamikenaikan dari sebesar Rp4,58 juta,- menjadi Rp5,17 juta,-di tahun 2005.

Struktur ekonomi suatu daerah/wilayahmenggambarkan seberapa besar ketergantungan suatudaerah/wilayah terhadap kemampuan berproduksi darisetiap sektor ekonomi. Struktur ekonomi terbentuk darinilai tambah yang diciptakan oleh masing-masingsektor. Dengan melihat kontribusi masing-masingsektor terhadap pembentukan PDRB, maka dapatdiketahui seberapa besar peran suatu sektor dalammenunjang perekonomian daerah. Selama lima tahun(2001-2005), struktur perekonomian DIY masihdidominasi oleh 4 (empat) sektor, yaitu sektor jasa-jasa; sektor perdagangan, hotel dan restoran; sektorpertanian; serta sektor industri pengolahan. Porsi sektor

Tabel 7Perkembangan PDRB Per Kapita Provinsi D.I. Yogyakarta, Tahun 2001 – 2005

Sumber: BPS Provinsi D.I.Yogyakarta.Keterangan: Penduduk pertengahan tahun dihitung berdasarkan proyeksi SP 2000 dan SUPAS 2005.

Uraian 2001 2002 2003 2004 2005 PDRB adh. Berlaku (juta rupiah) 17,521,778 19,613,418 22,023,880 25,427,339 29,415,951

PDRB adh. konstan 2000 (juta rupiah) 14,687,284 15,360,409 16,146,424 16,910,877 17,535,354

Penduduk pertengahan tahun (orang)* 3,208,656 3,253,038 3,298,033 3,343,651 3,388,733

PDRB per kapita Adh berlaku (rupiah) 5,460,784 6,029,263 6,677,883 7,604,663 8,680,516

PDRB per kapita Adh. konstan 2000 ( rupiah) 4,577,395 4,721,866 4,895,774 5,057,608 5,174,605

Page 40: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

252

JAM, Vol. 21, No. 3, Desember 2010: 243-263

jasa-jasa bersama dengan sektor perdagangan, hoteldan restoran setiap tahun cenderung meningkat;sedangkan sektor industri pengolahan cenderungtetap atau bahkan menurun. Demikian pula kontribusisektor pertanian setiap tahun mengalami penurunan,sebagai akibat menurunnya luas lahan pertanian danadanya kenaikan harga produk pertanian yang taksecepat produk lain. Fenomena ini menunjukkan, bahwaperekonomian Provinsi DIY mengalami pergeseran dariperekonomian agraris menuju niaga jasa. Industrialisasiyang biasanya terjadi pada beberapa wilayah yangsemula berbasis pertanian tidak sepenuhnya terjadi diProvinsi DIY. Walaupun secara nominal sektor industripengolahan berkembang tetapi kontribusinyacenderung menurun, sementara kontribusi gabungansektor perdagangan dan jasa-jasa justru selalumeningkat merupakan salah satu indikator bahwaproses industrialisasi di Provinsi DIY mengalamibeberapa kendala.

Tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah 1)Untuk mengetahui perbedaan proporsi dalam rasiokeuangan RKKD Kabupaten Bantul, Gunung Kidul,Kulon Progo, Sleman, dan Kota Yogyakarta pascaOtonomi Daerah; 2) Untuk mengetahui perbedaan lajupertumbuhan dalam rasio keuangan RKKD KabupatenBantul, Gunung Kidul, Kulon Progo, Sleman, dan KotaYogyakarta pasca Otonomi Daerah; 3) Untukmengetahui perbedaan posisi pada BCG Matrix(Metode Kuadran) antara Kabupaten Bantul, GunungKidul, Kulon Progo, Sleman, dan Kota Yogyakartapasca Otonomi Daerah; dan 4) Untuk mengetahuiperbedaan Indeks Kemampuan Keuangan Daerahantara Kabupaten Bantul, Gunung Kidul, Kulon Progo,Sleman, dan Kota Yogyakarta pasca Otonomi Daerah.Manfaat penelitian ini adalah 1) Berdasarkan segi teori,sebagai sumbangan dalam pengembangan ilmupengetahuan (teori ekonomi pembangunan, teoriekonomi perencanaan pembangunan, dan teoriekonomi regional) khususnya yang berkaitan denganAnggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD); 2)Berdasarkan segi praktik, sebagai sumbangan bagipemerintah kabupaten/kota dalam mengetahuipengelolaan APBD, sebagai sumbangan bagi DPRDkabupaten/kota untuk mengetahui wewenang legislasidalam pengambilan keputusan pemerintah kabupaten/kota, dan sebagai sumbangan bagi pemerintah pusatuntuk mengetahui dampak kebijakan pemerintah pusat

terhadap efektifitas perekonomian daerah; dan 3)Sebagai sumbangan referensi bagi peneliti berikutnyasecara lebih luas dan rinci.

Batasan penelitian ini ada pada lokasi dan waktupenelitian. Lokasi penelitian adalah daerah di wilayahProvinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yangmeliputi Kabupaten Bantul, Gunung Kidul, KulonProgo, Sleman, dan Kota Yogyakarta. Waktu penelitiandilakukan pada periode tahun 2010 berdasarkan dataAPBD Kabupaten Bantul, Gunung Kidul, Kulon Progo,Sleman, dan Kota Yogyakarta.periode tahun 2001-2005.Penggunaan data APBD Kabupaten Bantul, GunungKidul, Kulon Progo, Sleman, dan KotaYogyakarta.periode tahun 2001-2005, karena periodetahun tersebut merupakan lima tahun pertama erapelaksaaan Otonomi Daerah di Indonesia yang dimulaipada tanggal 1 Januari 2001 berdasarkan Undang-Undang Otonomi Daerah (UU Nomor 22 Tahun 1999tentang Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 25 Tahun1999 tentang Perimbangan Keuangan antara PemerintahPusat dan Pemerintahan Daerah). Di samping itu,periode tahun 2001-2005 merupakan periode pertamaBupati Sleman dipilih oleh Dewan Perwakilan RakyatDaerah (DPRD) Kabupaten Sleman sebelumdilaksanakannya Sistem Pemilihan Kepala DaerahLangsung (Pilkadal) mulai bulan Mei 2005 berdasarkanUU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerahdan UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang PerimbanganKeuangan antara Pemerintah Pusat dan PemerintahanDaerah yang menggantikan UU Nomor 22 Tahun 1999tentang Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 25 Tahun1999 tentang Perimbangan Keuangan antara PemerintahPusat dan Pemerintahan Daerah.

MATERI DAN METODE PENELITIAN

Usaha-usaha pembangunan yang dilakukan berbagainegara, baik negara maju maupun negara sedangberkembang secara teoritis dapat dipelajari dengan teoripertumbuhan ekonomi. Ada dua pengelompokkan teoripertumbunan dan pembangunan ekonomi, yaitukelompok mashab historis dan mashab analitis (Arsyad,2004). Mashab historis adalah suatu pandangantentang teori pembangunan ekonomi yang melihatpembangunan ekonomi berdasarkan suatu polapendekatan yang berpangkal pada perspektif sejarah.Metode kajian mashab ini bersifat induktif empiris.

Page 41: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

253

RASIO KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN/KOTA DI............... (Rudy Badrudin)

Dalam alam pikiran mashab ini fenomena ekonomiadalah produk perkembangan menyeluruh dan dalamtahap tertentu dalam perjalanan sejarah. Beberapa teoripembangunan ekonomi historis antara lain adalah teoriyang dikemukakan oleh Friedrich List, BrunoHilderbrand, Karl Bucher, dan Walt Whitman Rostow.Mashab analitis adalah suatu pandangan tentang teoripembangunan ekonomi yang mengungkapkan prosespertumbuhan ekonomi secara logis dan konsisten,tetapi sering bersifat abstrak dan kurang menekankankepada aspek empiris. Metode kajian mashab ini bersifatdeduksi teoritis. Beberapa teori pertumbuhan ekonomianalitis antara lain adalah Adam Smith, David Ricardo,Robert Solow dan Trevor Swan (Solow Swan), Sir RoyF. Harrod dan Evsey Domar (Harrod Domar), NicholasKaldor, Arthur Lewis, dan Ranis Fei.

Salah satu teori pertumbuhan ekonomi yangberkembang sejak tahun 1950-an adalah teoripertumbuhan ekonomi Neo-Klasik yang dikemukakanoleh Solow Swan Menurut teori pertumbuhan ekonomiSolow Swan, pertumbuhan ekonomi tergantung kepadapertambahan penyediaan faktor-faktor produksi(penduduk, tenaga kerja, dan akumulasi modal) dantingkat kemajuan teknologi. Berdasarkan penelitianSolow (1957), dikemukakan bahwa peran dari kemajuanteknologi di dalam pertumbuhan ekonomi sangat tinggi.Pandangan ini didasarkan kepada anggapan yangmendasari analisis Klasik, yaitu perekonomian akantetap mengalami tingkat pengerjaan penuh dankapasitas perlatan modal akan tetap sepenuhnyadigunakan sepanjang waktu. Dengan demikian,seberapa perkembangan perekonomian akantergantung pada pertambahan penduduk, akumulasikapital, dan kemajuan teknologi. Teori pertumbuhanNeo Klasik ini didasarkan kepada fungsi produksi yangdikembangkan oleh Charles Cobb dan Paul Douglas(fungsi produksi Cobb Douglas) yang diformulasikansebagai berikut:

Q = T La Kb

Keterangan:Q = tingkat output pada tahun tertentuT = tingkat teknologi pada tahun tertentuL = jumlah tenaga kerja pada tahun tertentuK = jumlah stok barang modal pada tahun tertentua = persentase perubahan output yang diciptakan

oleh perubahan 1% tenaga kerjab = persentase perubahan output yang diciptakan

oleh perubahan 1% modalPendekatan pembangunan ekonomi menekan-

kan pada proses pembentukan modal. Modal inilahyang kemudian digunakan sebagai sumber pembiayaanpembangunan. Sumber-sumber pembiayaanpembangunan secara makro di Indonesia adalah (1)Ekspor, sebagai penganut sistem ekonomi terbuka, lalulintas perdagangan internasional sangat berperanpenting dalam perekonomian dan pembangunan di In-donesia. Seberapa besar peran tersebut dapat terlihatdari kontribusi ekspor yang sangat besar terhadapdevisa Indonesia; (2) Bantuan Luar Negeri danPenanaman Modal Asing (PMA), di masa awal ordebaru, para penentu kebijakan menghadapi kelangkaanmodal dan sumber pembiayaan pembangunan.Tabungan domestik waktu itu begitu rendah dantidak dapat diharapkan meningkat dalam waktusingkat. Jalan keluarnya adalah pembiayaanpembangunan dari sumber-sumber luar negeri, dalambentuk bantuan luar negeri dan PMA; dan (3)Tabungan Domestik yang diperoleh dari sektorpemerintah dan sektor masyarakat. Tabunganpemerintah yang dimaksud adalah tabunganpemerintah dalam APBN, sebagai selisih antarapenerimaan dalam negeri dan pengeluaran rutin.Sedangkan tabungan masarakat merupakan akumulasidari Tabungan Pembangunan Nasional (Tabanas),Taska, dan Deposito Berjangka. Secara mikro, sumber-sumber pembiayaan pembangunan daerah tidakberbeda. Hanya saja ruang lingkupnya yang lebihkecil, yaitu dalam skala daerah (wilayah regional).Adapun sumber-sumber pendanaan adalah (1)Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)yang bersumber dari Pendapatan Asli Daerah (PAD),Dana Perimbangan, dan Penerimaan Lain-Lain yang Sahdan (2) Partisipasi masyarakat daerah yang berupatabungan masyarakat daerah dan kegiatan investasiperusahaan (Kuncoro, 1997).

Acuan pengelolaan dan pertanggungjawabankeuangan daerah adalah UU Nomer 32 Tahun 2004tentang Pemerintahan Daerah dan Nomer 33 Tahun 2004tentang Perimbangan Keuangan Antara PemerintahPusat dan Pemerintahan Daerah; Pasal 4 PP Nomer 105tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggung-jawaban Keuangan Daerah; UU Nomer 17 Tahun 2003

Page 42: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

254

JAM, Vol. 21, No. 3, Desember 2010: 243-263

tentang Keuangan Negara; UU Nomer 1 Tahun 2004tentang Perbendaharaan Negara; dan UU Nomer 15Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan danTanggungjawab Keuangan Negara. Pasal 4 PP Nomer105 tahun 2000 tentang Pengelolaan danPertanggungjawaban Keuangan Daerah menegaskanbahwa pengelolaan keuangan daerah harus dilakukansecara tertib, taat pada peraturan perundangan yangberlaku, efisien, efektif, transparan, danbertanggungjawab dengan memperhatikan asaskeadilan dan kepatutan. Kemampuan pemerintah daerahdalam mengelola APBD mencerminkan kemampuanpemerintah daerah dalam membiayai pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan, pembangunan, dan layananmasyarakat.

Pemerintah kabupaten/kota sebagai pihak yangdiserahi tugas menjalankan roda pemerintahan,pembangunan, dan layanan masyarakat wajibmenyampaikan laporan pertanggungjawaban keuangandaerahnya untuk dinilai apakah pemerintah daerahberhasil menjalankan tugasnya dengan baik atau tidak.Penilaian dapat dilakukan dengan cara melakukanproses auditing untuk dinilai oleh profesi akuntansiuntuk menegaskan sejauh mana standar akuntansipemerintahan telah diaplikasikan dengan semestinyadan apakah pos-pos laporan keuangan tersebut telahmemenuhi standar kewajaran yang berlaku bagi operasisebuah pemerintahan daerah. Selain dilakukan prosesauditing terhadap laporan keuangan juga dapatdilakukan proses analisis kinerja pemerintah daerahdalam mengelola keuangan daerahnya adalah denganmelakukan analisis rasio keuangan terhadap APBDyang telah ditetapkan dan dilaksanakan.

Hasil analisis rasio keuangan APBD suatudaerah dapat digunakan sebagai tolok ukur dalam 1)Menilai kemandirian keuangan daerah dalam membiayaipenyelengaraan otonomi daerah; 2) Mengukurefektifitas dan efisiensi dalam merealisasikanpendapatan daerah; 3) Mengukur sejauh mana aktivitaspemerintah daerah dalam membelanjakan pendapatandaerah; 4) Mengukur kontribusi masing-masing sumberpendapatan dalam pembentukan pendapatan daerah;dan 5) Melihat pertumbuhan/pekembangan perolehanpendapatan dan pengeluaran yang dilakukan selamaperiode waktu tertentu.

Hasil analisis rasio keuangan APBD suatudaerah dapat disampaikan kepada 1) DPRD sebagai

wakil rakyat; 2) Eksekutif sebagai landasan dalampenyusunan APBD berikutnya; 3) Pemerintah pusat/provinsi sebagai bahan masukan dalam pembinaanpelaksanaan pengelolaan keuangan daerah; 4) Calonkreditor yang bersedia memberikan pinjaman ataupembelian obligasi yang ditawarkan pemerintahdaerah; dan 5) Calon investor yang bersedia melakukaninvestasi di daerah (Halim, 2007). Analisis terhadapAPBD menggunakan Rasio Kemandirian KeuanganDaerah (RKKD) menunjukkan 1) Kemampuanpemerintah daerah dalam membiayai sendiri kegiatanpemerintahan, pembangunan, dan layanan kepadamasyarakat yang telah membayar pajak dan retribusisebagai sumber pendapatan yang diperlukan daerah;2) Ketergantungan daerah terhadap sumberdanaekstern; 3) Tingkat partisipasi masyarakat dalampembangunan daerah; 4) Tingkat kesejahteraanmasyarakat; dan 5) Rasio antara PAD dan PendapatanDaerah.

Penelitian tentang kemampuan keuangan daerahdi Indonesia pasca Otonomi Daerah per 1 Januari 2001telah banyak dilakukan. Berikut ini disajikan berbagaipenelitian yang menjadi referensi dalam melakukanpenelitian ini. Penelitian yang dilakukan oleh K. Deddy(2002) menunjukkan bahwa 1) Berdasarkan indikatorkinerja PAD, secara umum provinsi-provinsi di KawasanBarat Indonesia (KBI) mempunyai kemampuankeuangan lebih baik jika dibanding provinsi-provinsidi Kawasan Timur Indonesia (KTI); 2) Provinsi yangmempunyai sumberdaya alam melimpah tidak sertamerta memiliki kinerja PAD yang baik; dan 3) Telahdilakukan upaya oleh pemerintah kabupaten/kota untukmeningkatkan kemampuan keuangan kabupaten/kotadan mendorong potensi ekonomi lokal, melaluipeningkatan PAD dan investasi berdasarkan potensiyang dimilikinya. Hasil penelitian K. Deddy berdasarkanklasifikasi status kemampuan keuangan daerah sepertiyang ditunjukkan pada Tabel 8 berikut ini:

Page 43: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

255

RASIO KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN/KOTA DI............... (Rudy Badrudin)

Penelitian yang dilakukan oleh Purnamawati(Purnamawati dan Rudy Badrudin, 2004: 192)menunjukkan bahwa 1) intensitas penggunaan inputdalam kegiatan ekonomi di Kabupaten Sleman lebihbanyak menggunakan input modal K daripada inputtenaga kerja L atau bersifat padat modal (capital in-tensive) dengan elastisitas input modal Ksebesar1,0427) dan 2) uji statistik H0 yang menyatakanbahwa nilai koefisien regresi variabel L adalah nolditerima sedang H0 yang menyatakan bahwa nilaikoefisien regresi variabel K adalah nol ditolak sehinggadisimpulkan bahwa nilai PDRB Kabupaten Slemantahun 2001 secara signifikan hanya dipengaruhi olehvariabel modal. Hal ini berarti faktor modal sebagaipenggerak investasi mempengaruhi nilai PDRB sebagaiproxi variabel kesejahteraan masyarakat KabupatenSleman.

Penelitian yang dilakukan oleh Khasanah (2007)menunjukkan bahwa analisis rasio keuangan padaAPBD yang telah ditetapkan dan dilaksanakan diKabupaten Sleman dan Bantul tahun 2004 dan 2005

diperoleh simpulan bahwa hipotesis penelitian yangmenyatakan bahwa ada perbedaan proporsi (rasiokeuangan RKKD) Kabupaten Sleman dan Bantul tahun2004 dan 2005 tidak terbukti. Dengan demikian, secarasignifikan tidak ada perbedaan proporsi (rasio keuanganRKKD) Kabupaten Sleman dan Bantul tahun 2004 dan2005, artinya Pemerintah Kabupaten Sleman dan Bantulsemakin mampu dalam membiayai sendiri kegiatanpemerintahan, pembangunan, dan layanan kepadamasyarakat yang telah membayar pajak dan retribusisebagai sumber pendapatan yang diperlukan daerah.Di samping itu, ketergantungan Kabupaten Sleman danBantul terhadap sumber dana ekstern semakinmenurun.

Penelitian yang dilakukan oleh Handayani(Handayani dan Rudy Badrudin, 2007) menunjukkanbahwa bahwa kontribusi terbesar penerimaan APBDKabupaten Bantul baik pada tahun 2004 maupun tahun2005 adalah dari pos dana perimbangan, sedangkankontribusi terbesar ke dua adalah PAD dan kontribusiterkecil berasal dari pos pendapatan lain-lain yang

Kuadran Kondisi

I

Kondisi paling ideal. PAD mengambil peran besar dalam APBD dan daerah mempunyai kemampuan mengembangkan potensi lokal. Kondisi ini ditunjukan dengan besarnya nilai share disertai nilai growth yang tinggi.

II

Kondisi ini belum ideal. Kontribusi PAD yang besar dalam APBD mempunyai peluang mengecil karena pertumbuhan PADnya kecil. Kontribusi PAD terhadap APBD tinggi, namun pertumbuhan PAD rendah.

III

Kondisi ini belum ideal, tapi daerah mempunyai kemampuan mengembangkan potensi lokal sehingga PAD berpeluang memiliki kontribusi besar dalam APBD. Kontribusi PAD terhadap APBD masih rendah namun pertumbuhan PAD tinggi.

IV

Kondisi ini paling buruk. PAD belum mengambil peran yang besar dalam APBD dan daerah belum mempunyai kemampuan mengembangkan potensi lokal. Kontribusi PAD terhadap APBD rendah dan pertumbuhan PAD rendah.

Tabel 8Klasifikasi Status Kemampuan Keuangan Daerah

Berdasarkan Metode Kuadran

Sumber: K., Deddy (2002).

Page 44: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

256

JAM, Vol. 21, No. 3, Desember 2010: 243-263

sah. Kontribusi penerimaan APBD terbesar diKabupaten Sleman pada tahun 2004 dan 2005 berasaldari dana perimbangan lalu disusul oleh pos PAD dankontribusi terendah berasal dari pos pendapatan lain-lain yang sah. Kontribusi penerimaan APBD tahun 2004dan 2005 Kota Yogyakarta terbesar bersumber dari danaperimbangan kemudian disusul dari pos PAD dankontribusi terkecil bersumber dari pendapatan lain-lainyang sah. Kontribusi penerimaan APBD tahun 2004dan 2005 Kabupaten Gunung Kidul terendah berasaldari pos pendapatan lain-lain yang sah, kontribusiterbesar kedua bersumber dari pos PAD, sedangkontribusi terbesar berasal dari pos dana perimbanganyang turun sebesar 0,2% dari tahun 2004. Kontribusipenerimaan APBD terbesar di Kabupaten Sleman berasaldari dana perimbangan, peringkat kedua adalah pospendapatan lain-lain yang sah. Sedangkan kontribusiterendah berasal dari pos PAD.

Berdasarkan analisis Rasio KemandirianKeuangan Daerah (RKKD) terhadap APBD Kabupaten/Kota se Provinsi DIY tahun 2004 dan 2005, disimpulkanbahwa Pemerintah Kabupaten Bantul, Gunung Kidul,Kulon Progo, dan Kota Yogyakarta semakin mampudalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan,pembangunan, dan layanan kepada masyarakat yangtelah membayar pajak dan retribusi sebagai sumberpendapatan yang diperlukan daerah. Sedangkankemampuan Kabupaten Sleman untuk membiayaisendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan, danlayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajakdan retribusi sebagai sumber pendapatan yangdiperlukan mengalami penurunan. KetergantunganKabupaten Bantul, Gunung Kidul, Kulon Progo, danKota Yogyakarta terhadap sumber dana ekstern semakinmenurun. Sedangkan Kabupaten Sleman semakintergantung pada dana ekstern. Tingkat partisipasimasyarakat Kabupaten Bantul, Gunung Kidul, KulonProgo, dan Kota Yogyakarta dalam pembangunandaerah semakin tinggi. Sedangkan tingkat partisipasimasyarakat Kabupaten Sleman dalam pembangunandaerah semakin rendah. Tingkat kesejahteraanmasyarakat Kabupaten Bantul, Gunung Kidul, KulonProgo, dan Kota Yogyakarta semakin meningkat.Sedangkan tingkat kesejahteraan masyarakatKabupaten Sleman semakin menurun.

Penelitian yang dilakukan oleh Handayani(Handayani dan Rudy Badrudin, 2007) menunjukkan

bahwa kontribusi sumber-sumber Penerimaan PAD tiapKabupaten/Kota di Provinsi DIY pada tahun 2004 dan2005 berbeda-beda. Perbedaan tersebut disebabkanadanya perbedaan kemampuan masing-masingkabupaten/kota dalam menggali sumber-sumberpenerimaan PAD. Keadaan tersebut dapat disajikansebagai berikut 1) Kota Yogyakarta, sumber utama PADKota Yogyakarta tahun 2004 dan 2005 berasal dari pospajak daerah. Sumber terbesar kedua adalah retribusidaerah dan sumber terbesar ketiga berasal dari pos lain-lain PAD yang sah, sedangkan sumber terkecil berasaldari pos hasil pengelolaan kekayaan daerah lain yangdipisahkan; 2) Kabupaten Sleman, sumber utama PADKabupaten Sleman tahun 2004 dan 2005 berasal daripos pajak daerah. Sumber terbesar kedua adalahretribusi daerah dan sumber terbesar ketiga berasal daripos hasil pengelolaan kekayaan daerah lain yangdipisahkan. Sedangkan sumber terkecil berasal dari poslain-lain PAD yang sah; 3) Kabupaten Bantul, sumberutama PAD Kabupaten Bantul tahun 2004 dan 2005berasal dari pos retribusi daerah, sumber terbesar keduaadalah pajak daerah, sumber terbesar ketiga berasaldari pos hasil pengelolaan kekayaan daerah lain yangdipisahkan, dan sumber terkecil berasal dari pos lain-lain PAD yang sah; 4) Kabupaten Kulon Progo, sumberutama PAD Kabupaten Kulon Progo tahun 2004 dan2005 berasal dari pos retribusi daerah dan sumberterbesar kedua adalah lain-lain PAD yang sah. Sumberterbesar ketiga berasal dari pos pajak daerah,sedangkan pada tahun 2005 berasal dari pos hasilpengelolaan kekayaan daerah lain yang dipisahkan.Sumber terkecil berasal dari pos hasil hasil pengelolaankekayaan daerah lain yang dipisahkan (pada tahun2004) dan dari pos pajak daerah (pada tahun 2005); dan5) Kabupaten Gunung Kidul, sumber utama PADKabupaten Gunung Kidul tahun 2004 dan 2005 berasaldari pos retribusi daerah. Sumber terbesar kedua adalahberasal dari pos lain-lain PAD yang sah dan sumberterbesar ketiga berasal dari pos pajak daerah.Sedangkan sumber terkecil berasal dari pos hasilpengelolaan kekayaan daerah lain yang dipisahkan;dan (6) Tingkat partisipasi masyarakat di Provinsi DIYdalam pembangunan daerah semakin tinggi. Hal iniditunjukkan dengan semakin besarnya persentase danaAPBD yang berasal dari PAD.

Berdasarkan penjelasan tersebut makadirumuskan hipotesis sebagai berikut:

Page 45: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

257

RASIO KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN/KOTA DI............... (Rudy Badrudin)

H1: Diduga ada perbedaan proporsi dalam rasiokeuangan RKKD Kabupaten Bantul, GunungKidul, Kulon Progo, Sleman, dan Kota Yogyakartapasca Otonomi Daerah.

H2: Diduga ada perbedaan laju pertumbuhan dalamrasio keuangan RKKD Kabupaten Bantul,Gunung Kidul, Kulon Progo, Sleman, dan KotaYogyakarta pasca Otonomi Daerah.

H3: Diduga ada perbedaan posisi pada BCG Matrix(Metode Kuadran) antara Kabupaten Bantul,Gunung Kidul, Kulon Progo, Sleman, dan KotaYogyakarta pasca Otonomi Daerah.

H4: Diduga ada perbedaan Indeks KemampuanKeuangan Daerah antara Kabupaten Bantul,Gunung Kidul, Kulon Progo, Sleman, dan KotaYogyakarta pasca Otonomi Daerah.

Sampel dalam penelitian ini adalah seluruhkabupaten/kota di Provinsi DIY Kabupaten Bantul,Gunung Kidul, Kulon Progo, Sleman, dan KotaYogyakarta sehingga disebut dengan populasi sedangpenarikan sampel penelitian merupakan bentuk sen-sus. Pengumpulan data merupakan proses pengadaandata untuk keperluan penelitian. Mengingat seluruhdata yang digunakan dalam penelitian ini adalah datasekunder, maka prosedur pengumpulan data dilakukandengan cara data dikumpulkan dari instansi terkaitantara lain Badan Pusat Statistik (BPS) dan dinaslainnya yang terkait di Provinsi DIY dan Kabupaten/Kota. Data yang digunakan dalam penelitian tersebutdiperoleh dari berbagai laporan/buku/compact diskyang dipublikasikan oleh instansi terkait. Artikelpendukung studi dikumpulkan melalui website yangberupa referensi dari terbitan berkala, buku, makalah,jurnal ilmiah, dan laporan penelitian. Data sekunderyang tersedia dikumpulkan, diteliti, didiskusikan, dandiolah dengan berbagai pihak yang berkompeten agardata tersebut valid.

Analisis untuk mengetahui suatu Kabupaten/Kota memiliki keunggulan PAD di antara Kabupaten/Kota yang lain juga dapat menggunakan metode IndeksKemampuan Keuangan (IKK) sebagai rata-rata hitungdari Indeks Laju Pertumbuhan (Growth), IndeksElastisitas, dan Indeks Share. Laju pertumbuhan(growth) merupakan angka pertumbuhan PAD tahun idari tahun i-1. Elastisitas adalah rasio BelanjaPembangunan terhadap PAD. Rasio ini untuk melihatsensitivitas atau elastisitas PAD terhadap per-

kembangan ekonomi suatu daerah. Share merupakanrasio PAD terhadap Total Pendapatan. Rasio inimengukur kemampuan daerah membiayai kegiatan ru-tin dan kegiatan pembangunan. Rasio ini dapatdigunakan untuk melihat kapasitas kemampuankeuangan daerah.

Untuk menyusun indeks dari Indeks LajuPertumbuhan (Growth), Indeks Elastisitas, dan IndeksShare, ditetapkan nilai maksimum dan minimum darimasing-masing komponen. Menyusun indeks untuksetiap komponen IKK dilakukan dengan menggunakanpersamaan umum (K., Deddy, 2002):

Nilai X hasil pengukuran – Nilai X kondisi minimumIndeks X = Nilai X kondisi maksimum – Nilai X kondisi minimum

Berdasarkan persamaan tersebut maka persamaan IKKdapat ditulis sebagai berikut:

XG + XE + XSIKK = 3

Keterangan:XG = Indeks Pertumbuhan (PAD)XE = Indeks Elastisitas (Belanja Pembangunan

terhadap PAD)XS = Indeks Share (PAD terhadap Total Pendapatan)

Nilai IKK lima Kabupaten/Kota di Provinsi DIYdiurutkan mulai dari yang terbesar. Sepertiga besarpertama dikelompokkan dan dikategorikan sebagaiKabupaten/Kota di Provinsi DIY yang mempunyaikemampuan keuangan tinggi. Sepertiga besar keduadikelompokkan dan dikatagorikan sebagai Kabupaten/Kota di Provinsi DIY yang mempunyai kemampuankeuangan sedang, dan sepertiga besar terakhirdikelompokkan dan dikatagorikan sebagai Kabupaten/Kota di Provinsi DIY yang mempunyai kemampuankeuangan rendah.

HASIL PENELITIAN

Berdasarkan data pada Tabel 4 dan Tabel 5, maka dapatdisarikan nilai kualitatif kontribusi dan pertumbuhanPAD pada APBD Kabupaten Bantul, Gunung Kidul,Kulon Progo, Sleman, dan Kota Yogyakarta pascaOtonomi Daerah Tahun 2001-2005 seperti yang nampakpada Tabel 9 berikut ini:

Page 46: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

258

JAM, Vol. 21, No. 3, Desember 2010: 243-263

Keterangan:K = kontribusiP = laju pertumbuhanKu = kuadranT = tinggiR = rendah

Berdasarkan Tabel 9, nampak di antaraKabupaten/Kota di Provinsi DIY pasca otonomi daerah(2001-2005) yang berada pada Kuadran I atau II adalahKabupaten Sleman dan Kota Yogyakarta sedang

Kabupaten Bantul, Gunung Kidul, dan Kulon Progoselalu berada pada Kuadran III atau IV. Apabiladigunakan data rata-rata selama 5 tahun (2001-2005),maka akan diperoleh informasi mengenai masing-masing Kabupaten/Kota di Provinsi DIY seperti yangdisajikan pada Tabel 10 berikut ini:

Berdasarkan Tabel 10, dapat diketahui posisiKabupaten/Kota di Provinsi DIY dengan menggunakanmatriks Boston-Consulting Group (BCG Matrix) atauMetode Kuadran seperti yang disajikan pada Gambar3 berikut ini:

Tabel 9Kontribusi dan Pertumbuhan PAD pada APBD Kabupaten Bantul, Gunung Kidul,

Kulon Progo, Sleman, dan Kota Yogyakarta pasca Otonomi DaerahPer Tahun (2001-2005)

Kabupaten/Kota 2001 2002 2003 2004 2005

K P Ku K P Ku K P Ku K P Ku K P Ku

Kabupaten Bantul R T III R T III R R IV R T III R R IV Kabupaten Gunung Kidul R T III R R IV R T III R T III R R IV

Kabupaten Kulon Progo R T III R T III R R IV R T III R T III Kabupaten Sleman T R II T T I T T I T T I T T I

Kota Yogyakarta T R II T R II T T I T R II T R II Sumber: Tabel 4 dan Tabel 5. Data diolah.

Tabel 10Kontribusi dan Pertumbuhan PAD pada APBD Kabupaten Bantul, Gunung Kidul,

Kulon Progo, Sleman, dan Kota Yogyakarta pasca Otonomi DaerahSelama Lima Tahun (2001-2005)

Kabupaten/Kota Kontribusi Pertumbuhan KuadranKabupaten Bantul R T IIIKabupaten Gunung Kidul R T IIIKabupaten Kulon Progo R T IIIKabupaten Sleman T T IKota Yogyakarta T R IISumber: Tabel 9. Data diolah.

Page 47: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

259

RASIO KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN/KOTA DI............... (Rudy Badrudin)

Laju Pertumbuhan (Growth) (%) Rendah (di bawah rerata laju pertumbuhan)

Tinggi (di atas rerata laju pertumbuhan)

Tinggi(di atas reratakontribusi) II I

Kontribusi(Share) (%)

Rendah(di bawah rerata IV IIIkontribusi)

Laju Pertumbuhan (Growth) (%)

Gambar 3BCG Matrix (Metode Kuadran) Mengukur

Kemampuan Keuangan Kabupaten/Kotadi Provinsi DIY

Hasil perhitungan elastisitas BelanjaPembangunan terhadap PAD untuk melihat sensitivitasatau elastisitas PAD terhadap perkembangan ekonomiKabupaten/Kota di Provinsi DIY pasca otonomi daerah(2001-2005) disajikan pada Tabel 11 berikut ini:

Berdasarkan Tabel 11, nampak Kabupaten KulonProgo memiliki elastisitas Belanja Pembangunanterhadap PAD yang paling besar per tahun 2001-2005,sedang Kota Yogyakarta memiliki elastisitas BelanjaPembangunan terhadap PAD yang paling kecil pertahun 2001-2005.

Perhitungan indeks laju pertumbuhan (growth),indeks elastisitas, dan indeks kontribusi (share)Kabupaten Bantul, Gunung Kidul, Kulon Progo, Sleman,dan Kota Yogyakarta pasca Otonomi Daerah Tahun2001-2005 ditunjukkan pada Tabel 12 berikut ini:

Berdasarkan data pada Tabel 12, dapat dilakukanpenghitungan Indeks Kemampuan Keuangan (IKK)sebagai rata-rata hitung dari Indeks Laju Pertumbuhan(Growth), Indeks Elastisitas, dan Indeks Share. Hasilpenghitungan IKK disajikan pada Tabel 13 berikut ini:

Tabel 11Elastisitas Belanja Pembangunan Terhadap PAD Kabupaten/Kota

di Provinsi DIY Pasca Otonomi Daerah Tahun 2001-2005

Tabel 12Indeks Laju Pertumbuhan (Growth), Indeks Elastisitas, danIndeks Kontribusi (Share) Kabupaten/Kota di Provinsi DIY

Pasca Otonomi Daerah Tahun 2001-2005

Sumber: Tabel 4, Tabel 5, dan Tabel 11. Data diolah.

?

YOGYAKARTA SLEMAN

BANTUL, GUNUNGKIDUL,KULON PROGO

Kabupaten/Kota Indeks Growth Indeks Elastisitas Indeks ShareKabupaten Bantul 0.481803013 0.562290592 0.646900691Kabupaten Kulon Progo 0.40846867 0.49347148 0.461934603Kabupaten Gunung Kidul 0.566004639 0.490394184 0.606985127Kabupaten Sleman 0.311802888 0.568625174 0.415692678Kota Yogyakarta 0.425027436 0.251024901 0.487281482

Sumber: http://www.depkeu.go.id. Data diolah.

Kabupaten/Kota 2001 2002 2003 2004 2005Kabupaten Bantul 2.229273090 2.451973342 8.679070687 9.245029375 8.265487735Kabupaten Gunung Kidul 4.611222194 3.056626269 3.854323009 5.943917452 4.941021687Kabupaten Kulon Progo 5.156953306 3.997572958 10.05558948 13.57932812 10.69260593Kabupaten Sleman 1.290809454 6.334103795 4.646594464 4.740987495 3.780272677Kota Yogyakarta 0.407737149 0.603047211 0.751123845 0.722783668 3.754116113

Page 48: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

260

JAM, Vol. 21, No. 3, Desember 2010: 243-263

Tabel 13Indeks Kemampuan Keuangan (IKK)

Kabupaten/Kota di Provinsi DIYPasca Otonomi Daerah Tahun 2001-2005

Kabupaten/Kota IKKKabupaten Bantul 0.563664765Kabupaten Gunung Kidul 0.454624918Kabupaten Kulon Progo 0.554461317Kabupaten Sleman 0.432040247Kota Yogyakarta 0.387777940

Sumber: Tabel 11. Data diolah.

Berdasarkan data pada Tabel 13, nampakkabupaten/kota yang memiliki IKK tertinggi adalahKabupaten Bantul, kemudian Kabupaten Kulon Progo,Kabupaten Gunung Kidul, Kabupaten Sleman, danKota Yogyakarta.

Hasil pengujian hipotesis untuk mengetahuisignifikan tidaknya perbedaan proporsi dalam rasiokeuangan RKKD Kabupaten Bantul, Gunung Kidul,Kulon Progo, Sleman, dan Kota Yogyakarta pascaOtonomi Daerah 1 Januari 2001; signifikan tidaknyaperbedaan laju pertumbuhan dalam rasio keuanganRKKD Kabupaten Bantul, Gunung Kidul, Kulon Progo,Sleman, dan Kota Yogyakarta pasca Otonomi Daerah 1Januari 2001; signifikan tidaknya perbedaan posisi padaBCG Matrix (Metode Kuadran) antara KabupatenBantul, Gunung Kidul, Kulon Progo, Sleman, dan KotaYogyakarta pasca Otonomi Daerah 1 Januari 2001; dansignifikan tidaknya perbedaan Indeks KemampuanKeuangan Daerah antara Kabupaten Bantul, GunungKidul, Kulon Progo, Sleman, dan Kota Yogyakartapasca Otonomi Daerah 1 Januari 2001 menggunakanchi kuadrat untuk menguji perbedaan dari dua proporsiatau lebih dan anova satu arah untuk menguji perbedaanantara k rata-rata sampel apabila subyek-subyek

penelitian ditentukan secara random pada setiap grupatau kelompok perlakuan yang ditentukan pada tingkatsignifikansi sebesar 5% disajikan sebagai berikut:

Berdasarkan Tabel 14, nampak nilai ÷2 test H1adalah 0,01 dengan nilai P value = 1,00 yang berartitidak signifikan pada a = 0,05. Hal ini berarti hipotesisyang menyatakan bahwa ada perbedaan proporsi dalamrasio keuangan RKKD Kabupaten Bantul, GunungKidul, Kulon Progo, Sleman, dan Kota Yogyakartapasca Otonomi Daerah 1 Januari 2001 ditolak. Nilai Ftest H2 adalah 9,99 dengan nilai P value = 0,000130009yang berarti signifikan pada a = 0,05. Hal ini berartihipotesis yang menyatakan bahwa ada perbedaan lajupertumbuhan dalam rasio keuangan RKKD KabupatenBantul, Gunung Kidul, Kulon Progo, Sleman, dan KotaYogyakarta pasca Otonomi Daerah 1 Januari 2001diterima.

Nilai F test H3 adalah 22,08 dengan nilai P value= 0,000000422 yang berarti signifikan pada a = 0,05. Halini berarti hipotesis yang menyatakan bahwa adaperbedaan posisi pada BCG Matrix (Metode Kuadran)antara Kabupaten Bantul, Gunung Kidul, Kulon Progo,Sleman, dan Kota Yogyakarta pasca Otonomi Daerah 1Januari 2001 diterima. Nilai F test H4 adalah 1,51 dengannilai P value = 0,238398346 yang berarti tidak signifikanpada a = 0,05. Hal ini berarti hipotesis yang menyatakanbahwa ada perbedaan Indeks Kemampuan KeuanganDaerah antara Kabupaten Bantul, Gunung Kidul, KulonProgo, Sleman, dan Kota Yogyakarta pasca OtonomiDaerah 1 Januari 2001 ditolak.

PEMBAHASAN

Berdasarkan Tabel 14, nampak nilai ÷2 test H1 adalah0,01 dengan nilai P value = 1,00 yang berarti tidaksignifikan pada a = 0,05. Hal ini berarti hipotesis yangmenyatakan bahwa ada perbedaan proporsi dalam rasio

Sumber: Tabel 4, Tabel 5, dan Tabel 11. Data diolah.

Tabel 14Hasil Pengujian Hipotesis dengan Chi-Square dan Anova

Hipotesis Nilai Kritis Nilai test P value PengujianH1 26,2962 χ2 test = 0,01 1,00 tidak signifikanH2 2,866 F test = 9,99 0,000130009 signifikanH3 2,866 F test = 22,08 0,000000422 signifikanH4 2,866 F test = 1,51 0,238398346 tidak signifikan

Page 49: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

261

RASIO KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN/KOTA DI............... (Rudy Badrudin)

keuangan RKKD Kabupaten Bantul, Gunung Kidul,Kulon Progo, Sleman, dan Kota Yogyakarta pascaOtonomi Daerah 1 Januari 2001 ditolak. Dengandemikian, selama tahun 2001-2005: 1) PemerintahKabupaten Bantul, Gunung Kidul, Kulon Progo, Sleman,dan Kota Yogyakarta memiliki komitmen yang samadalam meningkatkan kemampuan membiayai sendirikegiatan pemerintahan, pembangunan, dan layanankepada masyarakat Kabupaten Bantul, Gunung Kidul,Kulon Progo, Sleman, dan Kota Yogyakarta yang telahmembayar pajak dan retribusi sebagai sumberpendapatan yang diperlukan daerah; 2) KetergantunganKabupaten Bantul, Gunung Kidul, Kulon Progo, Sleman,dan Kota Yogyakarta terhadap sumber dana eksternsemakin menurun; 3) Tingkat partisipasi masyarakatKabupaten Bantul, Gunung Kidul, Kulon Progo,Sleman, dan Kota Yogyakarta dalam pembangunandaerah semakin tinggi; dan 4) Tingkat kesejahteraanmasyarakat Kabupaten Bantul, Gunung Kidul, KulonProgo, Sleman, dan Kota Yogyakarta semakinmeningkat.

Berdasarkan Tabel 14, nampak nilai F test H2adalah 9,99 dengan nilai P value = 0,000130009 yangberarti signifikan pada a = 0,05. Hal ini berarti hipotesisyang menyatakan bahwa ada perbedaan lajupertumbuhan dalam rasio keuangan RKKD KabupatenBantul, Gunung Kidul, Kulon Progo, Sleman, dan KotaYogyakarta pasca Otonomi Daerah 1 Januari 2001diterima. Dengan demikian, selama tahun 2001-2005: 1)PAD masing-masing Kabupaten Bantul, Gunung Kidul,Kulon Progo, Sleman, dan Kota Yogyakarta berbedayang ditunjukkan dengan besarnya laju pertumbuhanyang berbeda. Perbedaan laju pertumbuhan PAD inidisebabkan perbedaan kemampuan masing-masingKabupaten/Kota di Provinsi DIY dalam menggalisumber-sumber PAD dengan berbagai strategi; dan 2)Pemerintah Kabupaten Bantul, Gunung Kidul, KulonProgo, Sleman, dan Kota Yogyakarta memiliki komitmenyang sama dalam meningkatkan kemampuan membiayaisendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan, danlayanan kepada masyarakat Kabupaten Bantul, GunungKidul, Kulon Progo, Sleman, dan Kota Yogyakartaseperti yang ditunjukkan dengan kecenderunganpeningkatan PAD dari tahun 2001-2005.

Berdasarkan Tabel 14, nampak nilai F test H3adalah 22,08 dengan nilai P value = 0,000000422 yangberarti signifikan pada a = 0,05. Hal ini berarti hipotesis

yang menyatakan bahwa ada perbedaan posisi padaBCG Matrix (Metode Kuadran) antara KabupatenBantul, Gunung Kidul, Kulon Progo, Sleman, dan KotaYogyakarta pasca Otonomi Daerah 1 Januari 2001diterima. Perbedaan posisi antara Kabupaten Bantul,Gunung Kidul, Kulon Progo, Sleman, dan KotaYogyakarta pada BCG Matrix (Metode Kuadran)menunjukkan bahwa pemerintah antara KabupatenBantul, Gunung Kidul, Kulon Progo, Sleman, dan KotaYogyakarta memiliki strategi yang berbeda dalammenggali PAD.

Kabupaten Sleman yang terletak pada KuadranI merupakan kabupaten dengan kondisi yang palingideal karena PAD mengambil peran besar dalam APBDdan Kabupaten Sleman punya kemampuanmengembangkan potensi lokalnya. Kondisi iniditunjukan dengan besarnya nilai share dan nilaigrowth yang tinggi. Strategi pengembangan PADKabupaten Sleman yang berada pada Kuadran I adalahmemperbesar Belanja Daerah yang sesuai dengankemampuan riil daerah untuk mengembangkan potensilokal dan melayani peningkatan aktivitas pelakuekonomi yang tinggi dan berusaha mempertahankankontribusi PAD terhadap APBD yang telah dimiliki.

Kota Yogyakarta yang terletak pada Kuadran IImerupakan kota dengan kondisi yang belum ideal,tetapi Kota Yogyakarta mempunyai kemampuanmengembangkan potensi lokalnya sehingga PADberpeluang tetap memiliki kontribusi besar dalamAPBD. Kontribusi PAD terhadap APBD yang tingginamun pertumbuhan PAD rendah. Strategipengembangan PAD Kota Yogyakarta yang beradapada Kuadran II adalah memperbesar Belanja Daerahyang sesuai dengan kemampuan riil daerah untukmengembangkan potensi lokal sehingga PADberpeluang tetap memiliki kontribusi yang besar.Kabupaten Bantul, Gunung Kidul, dan Kulon Progoyang terletak pada Kuadran III merupakan kabupatendengan kondisi yang juga belum ideal. Kontribusi PADyang rendah dalam APBD mempunyai peluangmeningkat karena pertumbuhan PADnya tinggi.Strategi pengembangan PAD Kabupaten Bantul,Gunung Kidul, dan Kulon Progo adalah denganmenambah Belanja Daerah yang sesuai dengankemampuan riil daerah untuk mengembangkan potensilokal.

Berdasarkan Tabel 14, nampak nilai F test H4

Page 50: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

262

JAM, Vol. 21, No. 3, Desember 2010: 243-263

adalah 1,51 dengan nilai P value = 0,238398346 yangberarti tidak signifikan pada a = 0,05. Hal ini berartihipotesis yang menyatakan bahwa ada perbedaanIndeks Kemampuan Keuangan Daerah antaraKabupaten Bantul, Gunung Kidul, Kulon Progo, Sleman,dan Kota Yogyakarta pasca Otonomi Daerah 1 Januari2001 ditolak. Jadi sekalipun pada Tabel 13, nampak IKKKabupaten Bantul yang tertinggi dan Kota Yogyakartayang terendah, namun secara statistik perbedaan IKKtidak terbukti. Dengan demikian, selama tahun 2001-2005 kemampuan keuangan Kabupaten Bantul, GunungKidul, Kulon Progo, Sleman, dan Kota Yogyakartarelatif sama. Hal ini dapat dijelaskan karena hampirsemua Kabupaten Bantul, Gunung Kidul, Kulon Progo,Sleman, dan Kota Yogyakarta mempunyai proporsi rasiokeuangan yang sama yang ditunjukkan dengankontribusi PAD terhadap APBD yang sama dansignifikan pada alpha 5% secara statistik walaupun lajupertumbuhan PAD antar Kabupaten/Kota berbeda.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan uraian pada hasil penelitian danpembahasan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:1) Tidak ada perbedaan proporsi dalam rasio keuanganRKKD Kabupaten Bantul, Gunung Kidul, Kulon Progo,Sleman, dan Kota Yogyakarta pasca Otonomi Daerah 1Januari 2001; 2) Ada perbedaan laju pertumbuhan dalamrasio keuangan RKKD Kabupaten Bantul, GunungKidul, Kulon Progo, Sleman, dan Kota Yogyakartapasca Otonomi Daerah 1 Januari 2001; 3) Adaperbedaan posisi pada BCG Matrix (Metode Kuadran)antara Kabupaten Bantul, Gunung Kidul, Kulon Progo,Sleman, dan Kota Yogyakarta pasca Otonomi Daerah 1Januari 2001; dan 4) Tidak ada perbedaan IndeksKemampuan Keuangan Daerah antara KabupatenBantul, Gunung Kidul, Kulon Progo, Sleman, dan KotaYogyakarta pasca Otonomi Daerah 1 Januari 2001.

Saran

Dalam meningkatkan PAD, Pemerintah dan DewanPerwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kotaperlu mempertimbangkan kemungkinan terjadinya highcost economy dengan adanya berbagai pungutan pajak

dan retribusi daerah yang dapat berimplikasi padapeningkatan beban perekonomian daerah dankemunduran daya saing daerah.

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, Lincolin. 2004. Ekonomi Pembangunan. Edisi4. Bagian Penerbitan STIE YKPN. Yogyakarta.

Badrudin, Rudy. 2000. “Pengembangan WilayahProvinsi DIY (Pendekatan Teoritis)”. JurnalEkonomi Pembangunan. FE UII. Yogyakarta.

Halim, Abdul. 2007. Akuntansi Keuangan Daerah.Salemba 4. Jakarta.

Handayani, Asri Wening dan Rudy Badrudin. 2007.Analisis Deskriptif Anggaran Pendapatan danBelanja Daerah (APBD) Kabupaten/Kota diProvinsi D.I. Yogyakarta, Tahun 2004-2005.Jurnal Ekonomi & Bisnis (JEB). Vol. 1 (2), Juli2007: 91-104.

_________.2007. Analisis Deskriptif Struktur Penda-patan Asli Daerah (PAD) Kabupaten/Kota DiProvinsi D.I. Yogyakarta, Tahun 2004-2005.Jurnal Ekonomi & Bisnis (JEB). Vol. 1 (3),Nopember 2007: 161-176.

K. Deddy. 2002. Peta Kemampuan Keuangan Provinsidalam Era Otonomi Daerah: Tinjauan atasKinerja PAD dan Upaya yang DilakukanDaerah. http://www. bappenas.go. id.

Khasanah, Mufidhatul. 2007. Analisis AnggaranPendapatan dan Belanja Daerah (APBD): KasusAPBD Kabupaten Sleman dan KabupatenKulonprogo, Tahun 2004 dan 2005. JurnalAkuntansi & Manajemen (JAM). Vol 18 (1),April 2007: 43-50.

Kuncoro, Mudrajad. 1997. Ekonomi PembangunanTeori, Masalah, dan Kebijakan. BP UPP AMPYKPN. Yogyakarta.

Page 51: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

263

RASIO KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN/KOTA DI............... (Rudy Badrudin)

Purnamawati, Astuti dan Rudy Badrudin. 2004. AnalisisFungsi Produksi Cobb-Douglas TerhadapProduk Domestik Regional Bruto (PDRB)Kabupaten Sleman, Provinsi DIY, Tahun 2001,Jurnal Akuntansi & Manajemen (JAM). Vol.15 (3), Desember: 203-213.

Sekretariat Negara Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentangPemerintahan Daerah.

_________. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004tentang Perimbangan Keuangan antaraPemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

________. 2001. Undang-Undang Republik Indone-sia No-mor 34 Tahun 2000 tentang PerubahanUndang-Undang Republik Indonesia Nomor18 Tahun 1997 tentang Pajak daerah danRetribusi Daerah dan Beberapa PeraturanPemerintah Bidang Dana Perimbangan Nomor104, 105, 106, dan 107. Penerbit PT MutiaraSumber Widya. Jakarta.

Subiyakto, Haryono. 2001. Statistika Inferens. Edisi 2Bagian Penerbitan STIE YKPN Yogyakarta.

Page 52: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

265

PENGARUH KINERJA KEUANGAN PERUSAHAAN TERHADAP RETURN SAHAM............... (Muflikhun Annas)Vol. 21, No. 3, Desember 2010Hal. 265-284

ABSTRACT

The main objective of this research is to obtain empiri-cal evidence whether herding behavior exists on buyand sell decisions in Indonesia. This research also triesto give a contribution whether herding behavior couldbecome an intervening variable between corporate fi-nance performance and stock return. The populationin this research is companies that listed in Bursa EfekIndonesia (BEI). By a purposive sampling method, 20companies which publish quarterly financial reportfrom 2004-2007 period were taken as sample. The datawere analyzed by two step regression which consistsof the effect of the corporate finance performance toherding behavior and then the effect of herding be-havior to stock return. Results of this research indicatethat follower investors follow the leader investor’s stocktrading pattern. The results also show that herdingbehavior could become an intervening variable betweencorporate finance performance and stock return al-though the intervening has a weak relationship. Thisweak relationship occurs because of the corporate fi-nance performance has a direct effect to stock return.

Keyword: herding, corporate finance performance,stock return, follower investor, leader investor

PENDAHULUAN

Investor seringkali membuat keputusan berdasarkankeputusan yang dibuat oleh pihak lain. Hal ini terjadi

PENGARUH KINERJA KEUANGAN PERUSAHAAN TERHADAPRETURN SAHAM DENGAN PERILAKU HERDING SEBAGAI

VARIABEL MEDIASI

Muflikhun AnnasE-mail: [email protected]

Tahun 1990

ISSN: 0853-1259

J U R N A LAKUNTANSI & MANAJEMEN

karena investor mengalami kesulitan untuk melakukaninvestasi sendiri pada surat-surat berharga (Pratomodan Nugroho, 2002). Pembuatan keputusanberdasarkan keputusan yang dibuat oleh pihak laindapat dikategorikan sebagai perilaku herding. Akantetapi, herding juga memiliki risiko tertentu yang dapatmenyebabkan investor mengalami rugi dalaminvestasinya. Perbedaan tujuan investasi antarinvestordapat menyebabkan investor yang melakukan herd-ing mengalami kerugian. Misalnya, investor A adalahinvestor yang berpengalaman, membuat portofoliodengan memasukkan saham X, Y, dan Z dengancontrarian investment strategy, sedangkan investor Bdan investor C melakukan herding dengan berinvestasipada saham X, Y, dan Z dengan tujuan mendapatkancapital gain. Perbedaan tujuan investasi tersebutmembuat investor B dan C tidak akan mendapatkancapital gain dalam jangka pendek karena tujuan in-vestor A adalah investasi jangka panjang.

Herding didefinisi sebagai perilaku yang terjadiketika seseorang atau kelompok investor bertindakberdasarkan tindakan yang dilakukan oleh investorlainnya. Herding juga dapat didefinisi sebagaikelompok investor yang saling mengikuti satu samalain untuk masuk dan keluar dari suatu sekuritas yangsama dalam periode waktu yang sama. Dalam literaturkeuangan, herding selalu digunakan untukmenjelaskan korelasi dalam perdagangan yang berasaldari interaksi antarinvestor. Hal itu dapat dipahamisebagai cara investor untuk meminta saran dari inves-tor lain yang sukses, karena apabila investormenggunakan informasi/ pengetahuannya sendiri akanmengeluarkan biaya yang lebih tinggi. Konsekuensi

Page 53: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

266

JAM, Vol. 21, No. 3, Desember 2010: 265-284

perilaku herding ini memunculkan satu grup investoryang melakukan trading dengan arah yang sama padasatu periode waktu (Nofsinger dan Sias, 1999). Hal inisesuai dengan temuan Shleifer dan Summers (1990)yang menduga bahwa investor individual melakukanherding dengan mengikuti sinyal yang sama, sepertirekomendasi dari broker atau forecaster dan penekananyang lebih besar pada informasi terkini.

Ada empat teori yang menjelaskan mengapainvestor institusional berdagang bersama-sama.Pertama, para manajer investasi mungkin mengabaikaninformasi pribadinya dan berdagang bersama-samakarena adanya risiko dari tindakan yang berbeda darimanajer investasi lainnya (Scharfestein dan Stein, 1990).Kedua, para manajer investasi mungkin berdagangbersama-sama karena menerima informasi pribadi yangberkaitan dan berasal dari analisis indikator-indikatoryang sama (Froot et al., 1992) dan (Hirshleifer et al.,1994). Ketiga, para manajer investasi mungkinmenyimpulkan informasi pribadi dari perdagangansebelumnya yang dilakukan manajer yangberpengalaman dan berdagang dengan tujuan yangsama (Bikhchandani et al., 1992). Keempat, para inves-tor institusional mungkin memiliki keengganan yangsama terhadap saham dengan karakteristik tertentu,seperti saham yang likuiditasnya rendah atau sahamyang kurang berisiko (Flkenstein, 1996).

Investor institusional melakukan herdingkarena tertarik pada suatu sekuritas yang memilikikarakteristik tertentu. Setiap sekuritas memilikikarakteristik yang berbeda-beda. Jika investor tertarikpada suatu sekuritas maka investor tersebut akanmemiliki sekuritas tersebut dalam jumlah yang besar.Misalnya, pada suatu kuartal investor mempunyaipilihan untuk membeli sekuritas A, B, C, dan E. Inves-tor tersebut ternyata tertarik pada karakteristik sekuritasA, maka pada kuartal yang dimaksud investor akanmemiliki sekuritas A dalam jumlah yang banyak. Denganalasan ini, herding dapat dihasilkan dari hubungan time-series dan hubungan cross-sectional pada aliran danabersih yang dimiliki oleh investor.

Dalam herding ada dua kemungkinan perilakuyang dilakukan oleh investor ketika melakukaninvestasi, yaitu investor akan menginvestasikandananya ke dalam portofolionya yang sudah ada,karena mengikuti keinginannya sendiri untuk masukke dalam sekuritas yang sama selama kuartal yang

berdekatan ketika aliran dana bersih mereka pada kuartalyang berurutan bernilai positif. Sebaliknya, investorakan menginvestasikan dananya dari portofolionyayang sudah ada dan mengikuti keinginannya sendiriuntuk keluar dari sekuritas yang sama selama kuartalyang berdekatan ketika aliran dana bersihnya padakuartal yang berurutan bernilai negatif.

Herding dapat disebabkan karena motivasirasional dan irasional dari investor. Salah satu motivasirasional yang menjadi pertimbangan dalam keputusaninvestasi adalah kinerja perusahaan. Company insti-tute yang melakukan penilaian atas perilaku investordi Amerika, menyebutkan bahwa 75% investormelakukan investasi karena kinerja perusahaan(Pratomo dan Nugraha, 2001). Kinerja perusahaan dapatdiketahui melalui laporan keuangan perusahaan yangdipublikasikan karena dalam laporan keuangan terdapatinformasi tentang kondisi keuangan dan informasi-informasi yang berkaitan. Tujuan utama diterbitkannyalaporan keuangan adalah memberikan informasi yangrelevan bagi pihak-pihak di luar perusahaan, yangsangat berguna untuk pengambilan keputusan yangtepat. Agar informasi yang tersaji menjadi lebihbermanfaat dalam pengambilan keputusan, laporankeuangan harus dikonversi menjadi informasi yangberguna dalam pengambilan keputusan.

Investor mempertimbangkan berinvestasi padasaham berdasarkan pada kinerja keuangan masa laludengan melakukan analisis pada laporan keuangan.Untuk menarik investor, perusahaan harus mampumenunjukkan kinerjanya. Pengukuran kinerja dapatdilakukan menggunakan rasio keuangan. Analisis rasiokeuangan merupakan teknik analisis keuangan yangpopuler diaplikasikan dalam praktik bisnis. MenurutPaytama (2001), kinerja perusahaan sering diproksikandengan indikator yaitu perubahan harga saham yangterjadi di bursa dan rasio-rasio keuangan. Meskipunkinerja masa lalu tidak menjamin atau bahkan secaralangsung berhubungan dengan kinerja yang akandatang (Carhart, 1997), hal itu tetap digunakan inves-tor sebagai langkah awal dalam proses keputusaninvestasi.

Peran rasio keuangan dalam memprediksikondisi distress dilakukan oleh Amilia dan Kristijadi(2003). Dengan menggunakan regresi logit, hasilnyamengindikasikan bahwa rasio keuangan dapatdigunakan untuk memprediksi financial distress

Page 54: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

267

PENGARUH KINERJA KEUANGAN PERUSAHAAN TERHADAP RETURN SAHAM............... (Muflikhun Annas)

suatu perusahaan. Di Indonesia, rasio keuanganbermanfaat untuk mengevaluasi kinerja perusahaanyang diatur pemerintah. Berdasar sudut pandangeksternal, rasio keuangan digunakan untukmemutuskan apakah membeli saham perusahaan,memberikan pinjaman berupa kas, atau untukmemprediksi keuangan perusahaan di masa yang akandatang. Investor perlu memiliki sejumlah informasi yangberkaitan dengan dinamika harga saham agar dapatmengambil keputusan tentang saham perusahaan yanglayak dipilih. Cates (1998) melihat perlunya informasiyang benar tentang kinerja keuangan perusahaan,manajemen perusahaan, kondisi ekonomi makro, daninformasi relevan lainnya untuk menilai saham akurat.Penelitian Nimas (2000), meneliti pengaruh variabelprofit margin on sales, basic earning ratio, return onasset, return on equity, price earning ratio, dan mar-ket to book value terhadap harga saham padaperusahaan-perusahaan go public di Bursa EefekJakarta (sekarang BEI) selama tahun 1995 dan 1996.Hasil penelitian menunjukkan bahwa profit margin onsales, basic earning ratio, return on asset, return onequity, price earning ratio, dan market to book valueberpengaruh signifikan terhadap harga saham. Nilaisaham mencerminkan nilai perusahaan. Perusahaanyang berkembang berarti sahamnya bernilai tinggi, dansebaliknya sedangkan harga pasar saham adalah hargayang terbentuk di pasar jual beli saham. Menurut Usman(1989), ada banyak faktor yang mempengaruhi hargasaham di pasar modal, yaitu faktor psikologis daripenjual/pembelinya, kondisi perusahaan, kebijakandireksi, tingkat suku bunga, harga komoditi, investasilain, kondisi ekonomi, kebijakan pemerintah, tingkatpendapatan, laju inflasi, dan kondisi pasar. Harga sahamdapat naik dan turun tergantung perubahan salah satufaktor atau lebih dari faktor-faktor tersebut.

Dalam kaitannya dengan penelitian ini, penelitiakan menganalisis salah satu faktor yang palingberpengaruh terhadap harga saham, yaitu kondisiperusahaan. Kondisi perusahaan dalam hal ini diartikansebagai kinerja perusahaan. Ada banyak cara untukmengukur kinerja suatu perusahaan, antara lain darisegi pemasaran, operasi, sumber daya manusia. Padapenelitian ini, peneliti membatasi masalah yang akanditeliti dari sisi kinerja keuangan perusahaan. Kinerjakeuangan perusahaan yang digunakan untuk mengukurprofitabilitas adalah Return on Equity (ROE) dan Earn-

ings Per Share (EPS). Kinerja keuangan perusahaanROE menunjukkan pengembalian atas modalpemegang saham. Semakin besar ROE, menandakanperusahaan semakin baik dalam mensejahterakan parapemegang saham prioritas yang dapat dihasilkan darisetiap lembar saham. EPS menunjukkan besarnya labadari setiap lembar saham. Rasio keuangan untukmengukur nilai pasar adalah Price Earning Ratio (PER)yang menggambarkan perbandingan harga pasar sahamdengan EPS (Purnomo, 1998).

MATERI DAN METODE PENELITIAN

Kinerja keuangan perusahaan merupakan hasildari banyak keputusan individual yang dibuatsecara terus menerus oleh manajemen. Oleh karena itu,untuk menilai kinerja keuangan suatu perusahaan perludilibatkan analisis dampak keuangan kumulatif danekonomi dari keputusan dan mempertimbangkannyadengan menggunakan ukuran komparatif. Kinerjakeuangan adalah penentuan ukuran-ukuran tertentuyang dapat mengukur keberhasilan suatu perusahaandalam menghasilkan laba. Dalam mengukur kinerjakeuangan perlu dikaitkan antara organisasi perusahaandengan pusat pertanggungjawaban. Dalam melihatorganisasi perusahaan dapat diketahui besarnyatanggungjawab manajer yang diwujudkan dalam bentukprestasi kerja keuangan. Analisis rasio keuanganmerupakan instrumen analisis prestasi perusahaanyang menjelaskan berbagai hubungan dan indikatorkeuangan yang ditujukan untuk menunjukkanperubahan dalam kondisi keuangan atau prestasioperasi di masa lalu. Makna dan kegunaan rasiokeuangan dalam praktik bisnis pada kenyataannyabersifat subyektif, bergantung pada untuk apa suatuanalisis dilakukan dan dalam konteks apa analisistersebut diaplikasikan (Helfret, 1999).

Purnomo (1998), dalam penelitiannya tentangketerkaitan kinerja keuangan dengan harga saham,memberikan hasil bahwa Return on Assets (ROE),Erning per Share (EPS), Price Earning Ratio (PER),dan Dividen Earning Share (DES) mempunyaihubungan positif dengan harga saham, sedangkanDividen Earning Ratio (DER) cenderung tidak dapatdigunakan dalam menentukan proyeksi harga saham.Kusumawardani (2000), dalam penelitiannya tentanghubungan antara kinerja keuangan dengan perubahan

Page 55: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

268

JAM, Vol. 21, No. 3, Desember 2010: 265-284

harga saham sebelum dan selama krisis moneter,perubahan kinerja keuangan (ROE, EPS, PER, DER, danDPS) secara bersama-sama berpengaruh secarasignifikan terhadap perubahan harga saham. MenurutKoesno (1990), kinerja keuangan yang dimaksud dapatdiukur dengan faktor-faktor: 1) Faktor kekayaan bersihper saham atau Net Asset per Share (NAPS) atau biasadisebut book value per asset; 2) EPS atau biasa disebutearnings approach, yaitu semakin tinggi laba per sahammaka mencerminkan kinerja keuangan perusahaan yangsemakin baik; 3) Volatilitas saham, yaitu seberapafrekuensi dan volume saham yang diperdagangkan dibursa, semakin tinggi volatilitas menandakan bahwasaham tersebut semakin likuid dan mudah dijualsewaktu-waktu; 4) Faktor-faktor intern, misalnyaprofitabilitas, tingkat aktivitas dan pertumbuhan, faktorleverage, kualitas manajemen, popularitas, merk,ketergantungan pada pihak lain, risiko usaha; dan 5)Faktor-faktor ekstern, misalnya suku bunga depositosebagai faktor pembanding.

ROE merupakan kemampuan dari ekuitas (modalsendiri) untuk menghasilkan keuntungan bagipemegang saham (Bambang Riyanto, 1994). ROEmenunjukkan efisiensi suatu perusahaan yangmenitikberatkan pada pengamatan seberapa jauhorganisasi perusahaan telah menggunakan modalsendiri untuk mendapatkan keuntungan yang layak.Pengertian modal sendiri yang digunakan sebagaipengukur efisiensi adalah jumlah dana yang berasaldari pemilik perusahaan, yang digunakan dalam operasiperusahaan. Hal ini berarti, rentabilitas modal sendirimemberikan ukuran tingkat hasil pengembalian investasibagi pemegang saham (Hartanto, 1991). Hubunganantara ROE dengan kinerja keuangan perusahaan adalahsemakin besar ROE mencerminkan kemampuanperusahaan dalam menghasilkan keuntungan bagipemegang saham. Semakin tinggi kemampuanperusahaan dalam memberikan keuntungan bagipemegang saham, maka saham tersebut diinginkanuntuk dibeli. Hal ini menyebabkan permintaan akansaham tersebut meningkat. Dengan demikian, ROE yangdiharapkan akan menyebabkan kenaikan harga saham,dan sebaliknya.

EPS merupakan ukuran kemampuanperusahaan dalam menghasilkan keuntungan perlembar saham bagi pemiliknya (Tandelilin, 2001). Rasiokeuangan EPS terbagi dalam tiga kategori (Gaughan,

1999), yaitu 1) Basic EPS adalah pengurangan terhadapprimary EPS yang diakibatkan oleh anggapan bahwaconvertible securities sudah ditukarkan, atau options(hak untuk membeli saham biasa dengan harga yangsudah disetujui) dan warrant (surat berharga yangmemberi hak pada pemiliknya untuk membeli sahambiasa dengan harga tertentu sesuai dengan perjanjian)sudah digunakan atau saham-saham lain sudahdikeluarkan untuk memenuhi persyaratan tertentu; 2)Primary EPS adalah jumlah pendapatan yang diperoleholeh setiap lembar saham biasa yang beredar termasuksaham biasa ekuivalen; dan 3) Fully Dilutif EPS adalahjumlah pendapatan per lembar yang menunjukkan maxi-mum dilution yang akan terjadi dari pertukaran,penggunaan, dan pengeluaran-pengeluaran bersyaratyang secara individual akan mengurangi earning dansecara kesuluruhan mempunyai akibat dilutive.Hubungan EPS dengan kinerja keuangan perusahaanadalah EPS yang tinggi menjadi daya tarik investoruntuk memiliki saham tersebut. Hal ini disebabkankarena kinerja perusahaan baik dan tercermin pada labasetelah pajak yang tinggi, sehingga prospek emitentersebut baik dan mengakibatkan harga saham tersebutmenjadi naik, dan sebaliknya dividen yang dibayarkanakan rendah pula, sehingga investor enggan membelisaham yang dividennya rendah (Weston and Copeland,1998).

PER menggambarkan ketersediaan investasimembayar suatu jumlah tertentu untuk setiapperolehan laba perusahaan. PER dapat dihitungdengan perbandingan antara harga pasar per lembarsaham dan laba bersih per lembar saham (Rangkuti,2001). PER merupakan indikator yang digunakan untukmenentukan apakah harga saham tertentu dinilai terlalutinggi atau terlalu rendah. PER akan mempengaruhiharga saham karena apabila PER semakin tinggi, makasemakin besar kemungkinan harga saham dinilai terlalutinggi, sebaliknya apabila PER semakin rendah, makasemakin besar kemungkinan harga saham dinilai terlalurendah. Selanjutnya, cepat atau lambat harga saham dipasar modal akan terkoreksi. Bentuk penyesuaiannyaadalah apabila penilaian harga saham terlalu tinggi akanmengalami penurunan, sebaliknya apabila harga sahamterlalu rendah akan mengalami kenaikan.

Investor akan berupaya untuk memperolehreturn sebelum pasar bereaksi terhadap informasibaru.

Page 56: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

269

PENGARUH KINERJA KEUANGAN PERUSAHAAN TERHADAP RETURN SAHAM............... (Muflikhun Annas)

Penilaian harga saham pada penelitian ini jugadidasarkan pada return. Return merupakanpenghasilan (income) yang diperoleh oleh pemegangsaham sebagai hasil dari investasinya di perusahaantertentu. Return dapat berupa return realisasi yaitureturn yang telah terjadi atau return ekspektasi yaitureturn yang diharapkan akan terjadi di masa yang akandatang. Tiga alasan investor memilih untuk membelisaham tertentu, yaitu 1) Income. apabila pertimbanganinvestor dalam berinvestasi dalam saham adalahmendapatkan pendapatan yang tetap dari hasilinvestasi pertahunnya, maka investor dapat membelisaham pada perusahaan yang sudah mapan danmemberikan dividen secara regular; 2) Growth, apabilapertimbangan investor adalah untuk jangka panjangdan memberikan hasil yang besar pada masa datang,berinvestasi pada saham perusahaan yang sedangberkembang (biasanya perusahaan teknologi)memberikan keuntungan yang besar, karena kebijakandari perusahaan yang sedang berkembang biasanyakeuntungan perusahaan akan diinvestasikan kembalike perusahaan maka perusahaan tidak memberikandividen bagi investor. Keuntungan bagi investor hanyadari kenaikan harga saham apabila anda menjual sahamtersebut; dan 3) Diversification, apabila investormembeli saham untuk kepentingan portofolio investormaka investor harus hati-hati dalam melengkapinya.Investor harus memutuskan apakah memerlukan sahamuntuk pendapatan tetap atau membeli obligasi denganbunga yang diberikan sebagai pendapatan. Nasihatinvestasi “don’t put eggs in one basket” tepatdilakukan dalam proses diversifikasi.

Daya tarik investasi saham adalah duakeuntungan yang diperoleh pemodal dengan membelisaham atau memiliki saham, yaitu dividen dan capitalgain. Dividen merupakan keuntungan yang diberikanperusahaan penerbit saham atas keuntungan yangdihasilkan perusahaan yang dibagikan setelah adanyapersetujuan pemegang saham dan dilakukan setahunsekali. Capital gain merupakan selisih antara hargabeli dan harga jual yang terjadi. Capital gain terbentukdengan adanya aktivitas perdagangan di pasarsekunder. Pada umumnya investor jangka pendekmengharapkan keuntungan dari capital gain.

Rasio mempunyai hubungan yang erat denganreturn saham sehingga banyak digunakan oleh inves-tor dalam keputusan berinvestasi saham. Davis (1994)

melakukan penelitian yang menghasilkan bukti bahwabeberapa rasio keuangan sebagai variabel kinerjaperusahaan memiliki pengaruh yang signifikan terhadapreturn saham. Purnomo (1998), menyelidiki hubunganvariabel kinerja keuangan perusahaan denganmenganalisis beberapa rasio keuangan, menemukanbahwa kebanyakan rasio-rasio tersebut, terutama Earn-ings Per Share, memiliki pengaruh yang palingsignifikan. Selanjutnya penelitian Asyik (1999)menemukan 12 rasio keuangan yang berhubungansignifikan dengan return saham. Hasil dari angka rasiodari laporan keuangan adalah keputusan investor dalamberinvestasi saham.

Herding adalah perilaku individu yang terjadipada saat individu tersebut mengubah prinsip dantindakannya agar sesuai dengan prinsip dan tindakanyang dilakukan oleh pihak lain (Shlifer 1995; Trueman1994; Banerjee 1992; Scharfstein dan Stein 1990).Perilaku herding dapat terjadi pada saat seseorang ataukelompok yang harus mengambil keputusan denganberbagai jenis keterbatasan, misalnya keterbatasaninformasi, waktu, dan kemampuan. Trueman (1994)melakukan penelitian mengenai perilaku herding padaearning forecast, dan hasilnya menunjukkan bahwasetiap peramal laba cenderung melakukan herdingdalam meramalkan laba perusahaan, tetapi tingkat herd-ing setiap peramal laba bervariasi, tergantung padafaktor personal dan lingkungan.

Herding dapat didefinisi sebagai tindakan yangdilakukan sesorang dalam mengambil keputusan yangdipengaruhi oleh tindakan atau keputusan yang telahdiambil sebelumnya. Welch (2000) telah melakukanpenelitian yang berkaitan dengan hal tersebut denganobyek penelitiannya adalah para analis sekuritas.Tugas analis sekuritas adalah memberikan rekomendasikepada klien untuk membeli, menyimpan, atau menjualsekuritas yang dimilikinya. Dalam memberikanrekomendasi tersebut, para analis dipengaruhi olehpilihan kebijakan atau rekomendasi yang telahditerbitkan sebelumnya dan juga dipengaruhi olehkonsensus yang telah dicapai oleh para analissekuritas.

Herding juga dapat diartikan sebagai kelompokinvestor yang saling mengikuti satu sama lain dalammembeli atau menjual saham yang sama dalam periodewaktu yang sama. Sias (2004) melakukan penelitian lainuntuk meneliti perilaku herding yang dilakukan oleh

Page 57: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

270

JAM, Vol. 21, No. 3, Desember 2010: 265-284

investor institusional. Dalam penelitian Sias (2004)pengujian herding institusional dilakukan denganmenghitung hubungan cross-sectional antarapermintaan investor institusional pada kuartal yangsedang berjalan dengan permintaan institusional padakuartal sebelumnya. Hasilnya menunjukkan bahwapermintaan investor institusional untuk sekuritas padakuartal ini berhubungan secara positif denganpermintaan investor institusional untuk sekuritas padakuartal sebelumnya. Dalam hal ini investor institusionalsaling mengikuti satu sama lain untuk membeli ataumenjual suatu sekuritas yang sama (herding) dan in-vestor institusional mengikuti pola perdagangan merekasebelumnya.

Scharfstein dan Stein (1990) melakukanpenelitian tentang faktor yang mendorong manajeruntuk melakukan herding pada saat mengambilkeputusan investasi. Hasil penelitian tersebutmenjelaskan bahwa dalam keadaan tertentu, manajercenderung meniru keputusan investasi yang dilakukanoleh manajer lain dan mengabaikan informasi yang telahmereka miliki. Jika dipandang dari sisi sosial, perilakutersebut tidak efisien, tetapi menurut pandanganmanajer yang melakukan hal tersebut, perilaku merekadianggap rasional, karena pertimbangan reputasi.

Penelitian yang dilakukan oleh Hanafi (2003)membandingkan perilaku herding antara investorinstitusional dengan investor individual denganmenggunakan data Jepang. Penelitian ini menemukanbahwa investor institusional melakukan herding lebihbesar pada saham kecil. Hasil penelitian menunjukkanbahwa herding yang dilakukan oleh investorinstitusional nampaknya tidak mempunyai efek negatif(destabilizing) dalam jangka pendek. Dalam jangkapanjang, hasil penelitian Hanafi (2003) menunjukkanpembalikan harga (reversal) untuk saham dimana in-vestor institusional melakukan herding. Di sampingitu, saham yang dilepas investor institusionalmempunyai reaksi harga yang negatif, dan tindakanpelepasan tersebut didorong oleh motivasi yangrasional. Perdagangan oleh investor institusionalmempunyai pengaruh yang lebih besar terhadap harga,investor institusional nampaknya tidak melakukanperdagangan umpan balik positif.

Penelitian yang dilakukan oleh Choi dan Sias(2008) meneliti tentang perilaku herding di antaraindustri. Hasil penelitian menunjukkan fakta yang kuat

tentang herding institusional industri yang dilakukanoleh investor institusional. Hasil empirik menyatakanbahwa ada fakta yang kuat dari herding institusionalindustri. Dalam herding industri investor institusionalsaling mengikuti satu sama lain untuk masuk atau keluardalam industri yang sama. Hubungan cross-sectionalantara fraksi pedagang institusional yang melakukanpembelian dalam industri pada kuartal ini dan fraksipembelian pada kuartal sebelumnya rata-rata 39%. Hasilpenelitian juga menyatakan bahwa herdinginstitusional industri merupakan hasil dari keputusanmanajer (dibandingkan dengan aliran investor pokok)dan mengarahkan bahwa herding institusional industriadalah momentum trading, lebih banyak dinyatakanpada industri yang lebih kecil, dan volatile.

Wermers (1999) melakukan penelitian yangmenguji keberadaan herding pada transaksiperdagangan yang dilakukan oleh reksa dana.Penelitian ini menganalisis aktivitas perdagangan dariindustri reksa dana dari tahun 1975 sampai tahun 1994untuk menetapkan apakah reksa dana melakukan herd-ing ketika memperdagangkan saham dan untukmenginvestigasi apakah perilaku herding tersebutberpengaruh terhadap harga saham. Penelitian inimenemukan level herding yang lebih tinggi padasaham kecil dan pada perdagangan yang dilakukan olehreksa dana yang sedang berkembang yang ternyataberhubungan dengan strategi perdagangan umpanbalik positif.

Puckett dan Yan (2007) melakukan penelitiandengan menggunakan perdagangan dari 776 investorinstitusional dari tahun 1999 sampai tahun 2004.Penelitian mereka menjelaskan keberadaan herdinginstitusional jangka pendek dan pengaruh herdingtersebut tehadap harga saham. Hasil penelitian tersebutmenemukan fakta herding dalam frekuensi mingguandengan menggunakan ukuran herding yangdikembangkan oleh Lakonishok et al, (1992) dan ukuranherding yang dikembangkan oleh Sias (2004). Penelitianmenyimpulkan bahwa herding dalam jangka waktumingguan mempengaruhi efisiensi harga sekuritassecara signifikan. Penelitian ini juga menghasilkan faktayang kuat dari pembalikan return dengan adanya herd-ing jangka pendek pada aktivitas penjualan dan faktayang lemah dari return continuations dengan adanyaherding jangka pendek pada aktivitas pembelian.

Oehler dan Chao (2000) melakukan penelitian

Page 58: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

271

PENGARUH KINERJA KEUANGAN PERUSAHAAN TERHADAP RETURN SAHAM............... (Muflikhun Annas)

untuk menguji apakah investor institusional salingmengikuti satu sama lain di pasar obligasi. Penelitianini dilakukan di pasar obligasi Jerman danmenggunakan data dari 57 reksa dana Jerman yangterutama melakukan investasi pada obligasi dengansatuan Deutch Mark (DM) yang mewakili 71% totalvolume pasar. Hasil penelitian ini mengindikasikan faktaherding yang kuat, walaupun lebih lemah dari faktayang diperoleh dari pasar saham. Analisis yangmendetail menyatakan bahwa tingkat bunga merupakankarakteristik obligasi yang penting untuk reksa dana.Tipe kualitas waktu dan batas waktu pinjaman jugamemainkan peranan dalam proses pemilihan obligasi,tetapi hanya untuk ukuran yang kurang luas. Tipe is-suer terlihat lebih tidak relevan. Nominal tingkat bungakelihatan lebih penting pada proses pemilihan obligasi.Brown (2007) menguji herding pada reksa dana yangdihubungkan dengan rekomendasi analis. Penelitianini menunjukkan bahwa manager reksa dana mengikutirevisi rekomendasi analis ketika mereka memperdagang-kan saham, dan herding pada reksa dana yangdimotivasi oleh revisi rekomendasi analis tersebut akanmempengaruhi harga saham. Secara spesifik, herdingpada reksa dana untuk masuk pada saham-saham terlihatdengan meningkatnya consensus analis dan herdinguntuk keluar dari saham-saham terlihat denganmenurunnya consensus. Meningkat dan menurunnyaconsensus analis dapat mengontrol sinyal investasiyang biasa mempengaruhi revisi analis dan herdingpada reksa dana. Penelitian ini menemukan fakta bahwaherding reksa dana berdampak pada harga sahamdengan tingkat yang besar selama periode sampel(1994-2003). Penelitian juga menemukan hasil bahwabentuk herding pada reksa dana secara jelas mengikuticonsensus revisi pada rekomendasi analis. Revisipersetujuan rekomendasi positif lebih sering dihasilkandalam perilaku herding pada aktivitas pembelian saham,dan revisi negatif lebih sering dihasilkan dalam perilakuherding pada aktivitas penjualan saham.

Brown et al. (2006) melakukan penelitian yangmencoba menemukan perilaku herding pada keputusanpengungkapan sukarela perusahaan dalam konteksperamalan belanja modal perusahaan danmenginvestigasi dua alasan yang mungkin untukperilaku ini yaitu pengaruh informasi yang direfleksikanpada keputusan pengungkapan perusahaan di masalalu atau perhatian manajer pada reputasinya. Dengan

menggunakan analisis durasi untuk kejadian yangterjadi berulang-ulang, penelitian menguji waktuperamalan belanja modal untuk sampel yang luas danmenemukan perusahaan yang melakukanpengungkapan atau yang tidak melakukanpengungkapan. Penelitian ini memprediksi danmenemukan bahwa kecenderungan mengeluarkanramalan belanja modal berhubungan positif denganproposi pengungkapan perusahaan periodesebelumnya dalam industri yang sama. Dengandemikian memberikan fakta perilaku herding. Penelitianjuga menemukan bahwa hubungan positif ini berlakuuntuk perusahaan dengan konsentrasi yang tinggipada industri dan prusahaan dengan barriers to entryyang rendah. Temuan ini menyatakan bahwaperusahaan yang memandang kompetisi industri yangtinggi memiliki dorongan yang kuat untuk melakukanherding. Penelitian ini juga menemukan bahwa manajerdengan reputasi yang kurang bagus menunjukkankecenderungan untuk melakukan herding padakeputusan pengungkapannya. Penelitian jugamenyimpulkan bahwa faktor informasional dan faktorreputasional merupakan gabungan sumber yangsignifikan dari herding dalam keputusanpengungkapan sukarela.

Beberapa fakta empiris dilaporkan olehLakonishok et al. (1992) yang menguji dana pensiundan menemukan fakta lemah bahwa manajer danapensiun tertarik untuk melakukan perdagangan umpanbalik positif atau melakukan herding, dengan fakta yangagak kuat pada saham-saham kecil. Fakta lainnya jugadilaporkan oleh Grinblatt et al. (1995) dan Wermers(1997), yang melakukan pengujian pada reksa dana danmenemukan hasil bahwa mayoritas reksa danamenggunakan strategi perdagangan umpan balik positifuntuk memilih saham.

Graham (1998) menguji kecenderungan bagianalis yang mempublikasikan newsletter investasi.Analis tersebut kemungkinan besar melakukan herd-ing pada rekomendasi yang diberikan karena beberapaalasan, yaitu jika reputasinya tinggi, kemampuannyarendah, atau jika korelasi sinyalnya tinggi. Bagi analisyang menganggap reputasi adalah hal yang penting,maka selalu akan mempertimbangkan faktor reputasidalam mengeluarkan rekomendasi investasi. Jika merasareputasinya tinggi, maka analis akan memberikanrekomendasi investasi yang sesuai dengan

Page 59: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

272

JAM, Vol. 21, No. 3, Desember 2010: 265-284

rekomendasi yang telah diberikan pada periodesebelumnya, atau akan memberikan rekomendasi sesuaidengan rekomendasi yang diberikan oleh analis lainyang mempunyai reputasi yang sama. Jikakemampuannya rendah maka analis akan mengeluarkanrekomendasi investasi dengan mempertimbangkanrekomendasi dari analis lain yang menurutnyamempunyai kemampuan yang lebih baik. Pada saatmembuat rekomendasi investasi tentu saja masing-masing analis memperoleh banyak informasi tentangperusahaan yang akan dianalisis. Jika masing-masinginvestor memperoleh informasi yang sama maka dapatdikatakan bahwa korelasi sinyalnya tinggi, maka akansaling mengikuti satu sama lain dalam memberikanrekomendasi investasi kepada kliennya.

Patel et al. (1991) melakukan penelitian terhadapperilaku individu dalam mengambil keputusan untukmembeli saham di pasar modal. Hasil penelitian tersebutmenunjukkan bahwa para pelaku pasar modal bertindaksecara berkelompok atau bertindak berdasarkantindakan yang dilakukan oleh orang lain (herding).Nofsinger dan Sias (1998) membandingkan polaperdagangan investor institusional dan investor indi-vidual. Penelitian ini medokumentasi korelasi positifyang kuat antara perubahan kepemilikan institusionaldan return yang diukur pada periode waktu yang sama.Hasil penelitiannya menyatakan bahwa perdaganganumpan balik positif lebih banyak dilakukan oleh inves-tor institusional daripada investor individual, atau herd-ing yang dilakukan oleh investor institusional lebihmempengaruhi harga saham daripada herding yangdilakukan oleh investor individual.

Fakta tentang herding juga terlihat daripenelitian yang dilakukan oleh Klemkosky (1977), Krausdan Stoll (1972), dan Friend et al. (1970) yangmenganalisis saham yang memiliki ketidakseimbanganperdagangan yang terbesar di antara investasiperusahaan (terutama reksa dana) dalam setiap kuartalselama periode 1963-1972. Hasil penelitiannyamemperlihatkan bahwa beberapa reksa dana akanmengikuti reksa dana lainnya yang menjadi leaderdalam transaksi pembelian yang dilakukan. Hal tersebutditunjukkan dari ketidakseimbangan pembelian yangbesar (yaitu jumlah dolar pembelian yang melebihijumlah dolar penjualan reksa dana).

Kraus dan Stoll (1972), mempelajariperdagangan bulanan untuk 229 reksa dana atau bank

trust selama bulan Januari 1968 sampai September 1969untuk menentukan kecenderungan institusi tersebutmelakukan herding pada transaksi perdagangannya.Hasilnya diperoleh hasil bahwa ketidakseimbangandalam jumlah dolar yang sangat dramatis antarapembelian dan penjualan saham secara rata-rata, tetapiketidakseimbangan itu muncul bukan karena polaperdagangan paralel yang dilakukan dengan tidaksengaja. Friend et al. (1970) melakukan penelitian klasikdan menemukan kecenderungan yang signifikan untukkelompok-kelompok reksa dana yang mengikuti pilihaninvestasinya berdasarkan investasi dari reksa danasebelumnya yang telah berhasil (yang dikenal dengansebutan follow-the-leader behavior selama satu kuartalpada tahun 1968.

Di Indonesia, penelitian mengenai herdingdilakukan oleh Rudhiningtyas (2003) yang menelitiperilaku herding pada keputusan pendanaanperusahaan. Dengan menggunakan sampel perusahaanmanufaktur yang sudah go public, ada 93 perusahaanyang memenuhi kriteria. Perusahaan dikategorikanmenjadi dua yaitu perusahaan leader dan perusahaanfollower. Perusahaan leader adalah perusahaan yangtermasuk dalam indeks LQ45 pada periode bulanFebruari 1997 sampai Juli 2001. Data yang digunakanadalah data sekunder berupa data keuanganperusahaan dari tahun 1997 sampai tahun 2000 dandiambil dari Indonesia Capital Market Direcority(ICMD) tahun 1999-2001, khususnya data mengenaitotal utang perusahaan, total aset, saldo ekuitas, nilaipasar utang jangka panjang, dan ekuitas perusahaansebagai elemen struktur modal. Hasil pengujian dalampenelitian ini menujukkan bahwa perusahaan-perusahaan di Indonesia cenderung berperilaku herd-ing pada saat mengambil keputusan mengenai strukturmodal. Simpulannya perusahaan follower telahmelakukan tindakan yang tidak rasional dalammemutuskan struktur modalnya (Scharfestin dan Stein,1990). Perusahaan follower cenderung mengabaikanhasil analisa struktur modal tahun-tahun sebelumnyadan lebih mementingkan hasil analisa struktur modalperusahaan yang tergolong leader. Hal tersebutdiperkuat dengan hasil pengujian regresi ketiga dankeenam, yang menguji pengaruh informasi strukturmodal perusahaan follower pada tahun-tahunsebelumnya terhadap keputusan struktur modal tahun2000. Hasil pengujian menunjukkan bahwa informasi

Page 60: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

273

PENGARUH KINERJA KEUANGAN PERUSAHAAN TERHADAP RETURN SAHAM............... (Muflikhun Annas)

masa lalu tidak berpengaruh secara signifikan terhadapstruktur modal tahun 2000.

Penelitian ini dimaksudkan untuk melakukanpengujian lebih lanjut temuan-temuan empiris mengenaiperilaku herding investor dalam transaksi saham.Penelitian ini didasarkan pada penelitian Sias (2004)yang meneliti tentang perilaku herding pada institusiyang menerbitkan saham. Penelitian ini hampir samadengan penelitian Sias. Perbedaan penelitian ini denganyang dilakukan Sias (2004) adalah 1) Untuk mendeteksiadanya perilaku herding, penelitian ini tetapmenggunakan ukuran herding yang dikembangkanoleh Sias (2004); 2) Penelitian ini menggunakan datakepemilikan ekuitas saham di Indonesia; dan 3)Penggunaan variabel kinerja keuangan perusahaanuntuk menguji pengaruh kinerja keuangan terhadapreturn saham dan pengaruhnya terhadap perilaku herd-ing.

Secara umum, penelitian ini dilakukan untukmenjelaskan fenomena yang terjadi dalam bidangmanajemen keuangan, sehingga dapat memperluasdomain ilmu akuntansi keperilakuan. Sesuai denganpermasalahan yang akan diteliti, maka tujuan penelitianadalah untuk 1) Memberikan temuan empiris tentangkeberadaan perilaku herding pada transaksiperdagangan saham di Indonesial 2) Menguji apakahperilaku herding berpengaruh pada return saham; 3)Menguji apakah kinerja keuangan perusahaanberpengaruh terhadap perilaku herding; 4) Mengujiapakah kinerja keuangan berpengaruh pada returnsaham; dan 5) Mengetahui apakah perilaku herdingmemediasi pengaruh kinerja keuangan terhadap returnsaham.

Investor biasanya mempertimbangkanberinvestasi pada saham berdasarkan pada kinerjakeuangan masa lalu dengan melakukan analisis padalaporan keuangan. Pada umumnya investor akan memilihsaham perusahaan yang memiliki kinerja keuangan yangbagus dalam keputusan investasinya agar terhindardari risiko rugi (Pratomo dan Nugraha, 2001). Haltersebut didukung dengan tipe investor di Indonesiayang cenderung risk averse sehingga lebih memilihberinvestasi pada perusahaan yang tidak terlalu vola-tile. Xi Li (2002), menemukan bahwa analis (investor)yang mempunyai reputasi bagus lebih konservatifdalam memilih rekomendasi dalam portofolionyaberdasarkan kinerja dan tidak menyimpang dari

rekomendasi portofolio analis (investor) lain yangsejenis. Kinerja keuangan perusahaan yang baikmerupakan salah satu alasan yang rasional bagi inves-tor untuk melakukan herding. Investor yang rasionalakan berinvestasi lebih banyak pada saham perusahaanyang memiliki kinerja keuangan yang bagus denganmendasarkan rational decision making. Semakin baikkinerja keuangan suatu perusahaan maka semakinbanyak investor yang melakukan herding pada sahamperusahaan tersebut. Berdasar uraian tersebut, disusunhipotesis berikut:H1: Kinerja keuangan perusahaan berpengaruh pada

perilaku herding.Perilaku herding dapat terjadi karena investor

mungkin menyimpulkan informasi pribadi dariperdagangan sebelumnya yang dilakukan manajer yangberpengalaman dan berdagang dengan tujuan yangsama (Bikhchandani, Hirsleifer, dan Welch, 1992).Perilaku herding ini berdampak pada naik turunnyaharga saham. Sesuai dengan hasil penelitian Puckettdan Yan (2005), bahwa herding secara signifikanberpengaruh pada harga saham. Hasil penelitianmenunjukkan fakta bahwa herding dalam frekuensimingguan dengan menggunakan ukuran herding yangdikembangkan oleh Lakonishok et al. (1992) dan ukuranherding yang dikembangkan oleh Sias (2004). Penelitianmenyimpulkan bahwa herding dalam jangka waktumingguan mempengaruhi efisiensi harga sekuritassecara signifikan. Penelitian juga menghasilkan faktayang kuat dari pembalikan return dengan adanya herd-ing jangka pendek pada aktivitas penjualan dan faktayang lemah dari return continuations dengan adanayaherding jangka pendek pada aktivitas pembelian.Nofsinger dan Sias (1998) membandingkan polaperdagangan investor institusional dan investor indi-vidual. Penelitian mendokumentasi korelasi positif yangkuat antara perubahan kepemilikan institusional danreturn yang diukur pada periode waktu yang sama.Berdasarkan uraian tersebut, disusun hipotesis berikut:H2: Perilaku herding berpengaruh pada return saham.

Harga saham memberikan ukuran obyektiftentang nilai investasi pada perusahaan. Oleh karenaitu, harga saham memberikan indikasi perubahanharapan sebagai akibat perubahan kinerja keuanganperusahaan. Untuk mengukur kinerja keuanganperusahaan digunakan rasio EPS, ROE, dan PER karenarasio tersebut mempunyai hubungan yang erat dengan

Page 61: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

274

JAM, Vol. 21, No. 3, Desember 2010: 265-284

return saham sehingga banyak digunakan oleh inves-tor dalam keputusan berinvestasi saham. Pada akhirnyavariasi harga saham pada waktu tertentu memberikansebuah indikasi perubahan kinerja keuanganperusahaan. Purnomo (1998), dalam penelitiannyatentang keterkaitan kinerja keuangan dengan hargasaham, memberikan hasil bahwa ROE, EPS, PER, danDPS mempunyai hubungan positif dengan hargasaham, sedangkan DER cenderung tidak dapatdigunakan dalam menentukan proyeksi harga saham.Kusumawardani (2000), dalam penelitiannya tentanghubungan antara kinerja keuangan dengan perubahanharga saham sebelum dan selama krisis moneter,perubahan kinerja keuangan (DER, ROE, EPS, PER, danDPS) secara bersama-sama berpengaruh secarasignifikan terhadap perubahan harga saham. Syamsul(1996) melakukan penelitian untuk mengetahuipengaruh variabel-variabel profit margin, return onasset, return on equity, basic earning ratio, P/E ratiodan market to book ratio terhadap perubahan hargasaham perusahaan go public di BEI selama 1993 dan1994 dengan hasil hanya variabel market to book ra-tio dan return on equity saja yang berpengaruh secarasignifikan terhadap perubahan harga saham. Berdasaruraian tersebut, disusun hipotesis sebagai berikut:H3: Kinerja keuangan perusahaan berpengaruh

terhadap return saham.Perusahaan yang memiliki kinerja keuangan

bagus, umumnya akan diminati oleh banyak investor.Ketertarikan investor pada perusahaan yang memilikikinerja keuangan bagus terlihat pada keputusanmenjual dan membeli saham perusahaan tersebut. Haltersebut akan merangsang investor lain untuk membeliatau menjual saham yang sama dengan saham yangdibeli atau dijual investor sebelumnya. Keputusan jualdan beli secara bersama-sama merupakan indikasiterjadinya perilaku herding (Sias, 2004). Perilaku in-vestor dalam membeli atau menjual saham secarabersama-sama akan mempengaruhi harga sahamperusahaan sehingga return yang diterima investorjuga akan mengalami perubahan. Dengan demikian,terdapat hubungan antara secara tidak langsung antarakinerja keuangan perusahaan dengan return dengandimediasi perilaku herding. Berdasarkan uraiantersebut, disusun hipotesis sebagai berikut:H4: Kinerja keuangan perusahaan berpengaruh

terhadap return saham dengan dimediasi oleh

perilaku herding.Populasi penelitian ini adalah seluruh saham

perusahaan yang terdaftar di Badan Pengawas PasarModal Lembaga Keuangan Indonesia (BAPEPAM-LK).Sampel yang digunakan dalam penelitian dipilih denganmetode purposive sampling. Dengan metode tersebut,sampel dipilih atas dasar kesesuaian karakteristiksampel dengan kriteria pemilihan sampel yangditentukan. Sampel dipilih atas dasar kriteria sebagaiberikut: 1) Saham perusahaan terdaftar di BadanPengawas Pasar Modal Lembaga Keuangan Indone-sia (BAPEPAM-LK); 2) Perusahaan yang digunakansebagai sampel adalah perusahaan yang masih tetapberoperasi dari tahun 2004 hingga 2007; 3) Institusimenerbitkan laporan keuangan kuartalan untuk periodetahun 2004 sampai dengan 2007; dan 4) Perusahaanyang digunakan sebagai sampel memiliki data sahamperusahaan periode tahun 2004 sampai dengan 2007.Jenis data yang digunakan dalam penelitian inimerupakan data sekunder.

Data sekunder dalam penelitian berasal dari duasumber, yaitu data kepemilikan ekuitas yang berasaldari transaksi perdagangan saham yang diperoleh daripusat informasi saham Badan Pengawas Pasar ModalLembaga Keuangan Indonesia (BAPEPAM-LK), Indo-nesia Capital Market Directory (ICMD), dan datamengenai ukuran saham/perusahaan diperoleh dariJakarta Stock Exchange. Peneliti menggunakan datareturn harian dan laporan keuangan perusahaan daritahun 2004 hingga 2007, data laporan keuangan, datarasio keuangan ROE, EPS, dan PER emiten.

Untuk setiap saham dan kuartal, investordidefinisikan sebagai buyer jika kepemilikan sahamnyabertambah dan jika kepemilikan sahamnya mengalamipenurunan maka didefinisikan sebagai seller, misalnyainvestor yang semula memegang kepemilikan sahamPT A sebesar 1% berubah menjadi 2% pada kuartalberikutnya maka akan didefinisikan sebagai buyer.Dalam penelitian ini, investor yang dikategorikanmenjadi leader (perusahaan yang akan diikuti oleh in-vestor lainnya) adalah institusi yang memilikikepemilikan saham paling besar, misalnya pada kuartalpertama tahun 2004, saham Bank MEGA dimiliki olehPT Para Global Investindo sebesar 64,52%, sedangkaninvestor yang dikategorikan sebagai follower adalahinvestor publik yang terdiri dari berbagai investorindividu dan institusional.

Page 62: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

275

PENGARUH KINERJA KEUANGAN PERUSAHAAN TERHADAP RETURN SAHAM............... (Muflikhun Annas)

Prosedur pengujian pengaruh kinerja keuanganperusahaan terhadap herding dilakukan sebagaiberikut, yaitu setelah laporan keuangan perusahaanterkumpul maka dihitung kinerja keuangan perusahaandengan menggunakan rasio EPS, ROE, dan PER.Sebelum dilakukan regresi, variabel kinerja perusahaanakan dikurangi agar variabel-variabel yang berkorelasidapat diringkas menjadi komponen yang lebih sedikitdengan menggunakan analisis faktor. Dalam suatupenelitian mungkin terdapat banyak variabel yangsaling berkorelasi sehingga memungkinkanpengurangan jumlah variabel penelitian. Hubungan diantara banyak variabel yang saling berkorelasi dapatdiuji dan disajikan dalam sejumlah faktor yangmendasari korelasi tersebut. Analisis faktor merupakansuatu teknik interdependensi sehingga tidak adavariabel independen maupun variabel dependen dalamanalisis. Oleh karena itu, analisis faktor menguji semuahubungan interdependensi yang ada dalam seluruhvariabel yang diteliti. Rasio ROE, PER, dan EPS yangtelah diubah menjadi komponen faktor tersebutkemudian akan diregresikan dengan perilaku herdingdengan persamaan berikut: herding= β0 + β1 kinerjakeuangan perusahaan + ε

Apabila hasil regresi menunjukkan tingkatsignifikansi α<0,05 atau α<0,10 maka variabelindependen (X) yang terdiri atas EPS, ROE, dan PER(kinerja perusahaan) memiliki pengaruh terhadapperilaku herding.

Prosedur pengujian pengaruh perilakuherding terhadap return saham dilakukan sebagaiberikut, setelah herding dihitung pada pengujiantersebut, maka diuji apakah keputusan jual beli sahaminvestor follower yang melakukan herding terhadapkeputusan jual beli saham investor leader berpengaruhterhadap return saham. Return dihitung secara hariankemudian dirata-rata setiap tahun. Persamaan regresidisusun sebagai berikut: Return Saham= μ0 +μ1herding + ε

Apabila hasil regresi menunjukkan tingkatsignifikansi α<0,05 atau α<0,10 maka perilaku herdinginvestor follower berpengaruh terhadap return saham.Prosedur pengujian pengaruh kinerja keuanganperusahaan terhadap return saham dilakukan sebagaiberikut, kinerja perusahaan telah diubah menjadikomponen faktor. Pengaruh kinerja keuangan terhadapreturn saham disusun dalam persamaan regresi sebagai

berikut: Return Saham= μ+μ kinerja perusahaan + μApabila hasil regresi menunjukkan tingkat signifikansiá<0,05 atau á<0,10 maka kinerja perusahaanberpengaruh terhadap return saham.

Prosedur pengujian pengaruh kinerja keuanganperusahaan terhadap perilaku herding dengankepemilikan saham sebagai variabel mediasi dilakukansebagai berikut, pengaruh kinerja keuanganperusahaan terhadap return saham dengan perilakuherding sebagai variabel mediasi diuji denganpersamaan regresi sebagai berikut: Return Saham= y+ y1*kinerja keuangan +y2*perilaku herding + εApabila kinerja keuangan berpengaruh terhadapperilaku herding yang dilakukan investor dan perilakuherding yang dilakukan investor berpengaruh terhadapreturn saham, maka artinya kinerja keuanganperusahaan berpengaruh terhadap return sahamdengan perilaku herding sebagai variabel mediasi.Apabila hasil regresi menunjukkan tingkat signifikansiα<0,05 atau α<0,10 maka variabel perilaku herding dapatmenjadi mediasi hubungan antara variabel kinerjakeuangan dan return saham.

Statistik deskriptif dilakukan dengan tujuanuntuk mengenali pola sejumlah data, merangkuminformasi dalam data tersebut, dan menyajikan informasitersebut dalam bentuk yang diinginkan seperti seperti:rata-rata, standar deviasi, maksimum, dan minimum.Semakin besar standar deviasi dan varians berartimenunjukkan data semakin bervariasi. Pengujianhipotesis dalam penelitian ini menggunakan metoderegresi berganda karena dimaksudkan untuk mengujikekuatan hubungan antara variabel independen danvariabel dependennya. Variabel yang digunakan dalampenelitian ini terdiri dari tiga variabel, yaitu variabelreturn sebagai variabel dependen, variabel kinerjakeuangan perusahaan sebagai variabel independen,serta variabel herding sebagai variabel mediasi. Olehkarena dalam penelitian ini terdapat tiga variabel yangterpisah, maka dilakukan lima pengujian yang terpisah,yaitu 1) Penelitian untuk menguji keberadaan perilakuherding antara variabel independen keputusan jual belisaham investor leader terhadap variabel dependenkeputusan jual beli saham investor follower; 2)Penelitian untuk menguji kekuatan hubungan antaravariabel independen kinerja keuangan perusahaanterhadap variabel dependen return saham; 3) Penelitianuntuk menguji kekuatan hubungan antara variabel

Page 63: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

276

JAM, Vol. 21, No. 3, Desember 2010: 265-284

independen perilaku herding terhadap variabeldependen return saham; 4) Penelitian untuk mengujikekuatan hubungan antara variabel independen kinerjakeuangan perusahaan terhadap variabel dependenperilaku herding; dan 5) Penelitian untuk mengujikekuatan hubungan antara variabel independen kinerjakeuangan perusahaan dan perilaku herding terhadapreturn saham. Untuk mengetahui kelayakan data,maka sebelum digunakan dalam regresi bergandadilakukan terlebih dahulu pengujian asumsi klasik,meliputi asumsi heteroskedastisitas, autokorelasi,multikolinearitas, dan normalitas.

HASIL PENELITIAN

Penelitian ini didasarkan pada data yang tersedia diBEI periode 2004, 2005, 2006, dan 2007. Berdasarkanpemilihan sampel yang dilakukan dengan purposive

sampling, diperoleh sampel sebanyak 55 perusahaandari berbagai jenis bidang usaha yang akan dimasukkandalam analisis. Di antara 55 sampel tersebut, terdapat31 perusahaan yang tidak memenuhi kriteria. Hal inidisebabkan karena laporan keuangan kuartalan tidaklengkap, tidak terdapat data return, atau data kinerjakeuangan tidak terdapat di Indonesia Capital MarketIndex. Tiga puluh satu perusahaan ini kemudiandikeluarkan dari analisis sehingga jumlah sampel yangdianalisis menjadi 24 perusahaan. Data akhir yangdiperoleh merupakan data awal yang dikurangi dengandata yang tidak lengkap dan outliers. Setelahmengurangi data yang tidak lengkap dan outliers, makadiperoleh data akhir masing-masing sebanyak 20perusahaan untuk menguji hipotesis. Setiap perusahaanterdiri dari empat observasi, yaitu data perusahaantahun 2004-2007 sehingga sampel yang digunakanberjumlah 80 unit.

Keterangan Jumlah Perusahaan Perusahaan yang menerbitkan laporan keuangan Triwulanan di BEI 90 Perusahaan yang menerbitkan laporan keuangan triwulanan dari tahun 2004-2007 55 Perusahaan yang menerbitkan laporan keuangan dari tahun 24 2004-2007, tersedia data return perusahaan, dan data ROE, PER, dan EPS tahun 2004-2007 Sampel yang telah dikurangi outlier 20

Tabel 1Data Perolehan Sampel

Sumber: Hasil penelitian.

Tabel 2Hasil Pengujian Hipotesis Pertama

Coefficientsa

Unstandardized Standardized

Coefficients Coefficients

Model B Std. Error Beta t Sig.

1 (Constant) .055 .137 .403 .688

Kinerja .192 .108 .198

.079

1.779

a. Dependent Variable: HerdSumber: Hasil penelitian, data diolah.

Page 64: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

277

PENGARUH KINERJA KEUANGAN PERUSAHAAN TERHADAP RETURN SAHAM............... (Muflikhun Annas)

Pengujian hipotesis pertama (Tabel 2) dilakukandengan meregresikan variabel dependen, yaituherding dengan kinerja keuangan perusahaan sebagaivariabel independen. Hasil uji t hipotesis pertamamenunjukkan variabel kinerja keuangan perusahaanmempunyai nilai t-hitung yang tingkat signifikansinyakurang dari 0,10. Nilai t hitung kinerja keuanganperusahaan adalah 1,779 lebih besar dari t tabel sebesar1,69 pada alpha 10%, menunjukkan bahwa kinerjakeuangan berpengaruh positif terhadap perilaku herd-ing investor dengan tingkat signifikansi kurang dari0,10.

Pengujian hipotesis kedua (Tabel 3) dilakukandengan meregresikan variabel dependen, yaitu returnsaham dengan variabel independen perilaku herding.Variabel herding mempunyai nilai t-hitung yang tingkatsignifikansinya kurang dari 0,10. Nilai t hitung herding

adalah 1,778 lebih besar dari t tabel sebesar 1,69 padaalpha 10%, menunjukkan bahwa herding yangdilakukan investor follower berpengaruh positif padareturn saham dengan tingkat signifikansi kurang dari0,10.

Pengujian hipotesis ketiga (Tabel 4) dilakukandengan meregresikan variabel dependen, yaitu returnsaham dengan variabel independen kinerja keuanganperusahaan. Variabel kinerja keuangan perusahaanmempunyai nilai t-hitung yang tingkat signifikansinyasama dengan 0,05. Untuk nilai t hitung kinerja keuanganperusahaan adalah 1,995 lebih besar dari t tabel sebesar1,960 pada alpha 5%, menunjukkan bahwa kinerjakeuangan perusahaan berpengaruh positif pada returnsaham perusahaan tersebut.

Tabel 4Hasil Pengujian Hipotesis Ketiga

Coefficientsa

Tabel 3Hasil Pengujian Hipotesis Kedua

Unstandardized Standardized

Coefficients Coefficients

Model

t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) .002261 .000196 11.509 .000

Herd .000323 .000181 .198425 1.788 .078

a. Dependent Variable: ReturnSumber: Hasil penelitian, data diolah.

a. Dependent Variable: ReturnSumber: Hasil penelitian, data diolah.

Unstandardized Standardized

Coefficients Coefficients

Model

t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant)

.000

.0023 .000198 11.677

Kinerja .000486 .000244 .220 1.995 .050

Page 65: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

278

JAM, Vol. 21, No. 3, Desember 2010: 265-284

Uji F (Tabel 5) dilakukan untuk mengetahuiapakah variabel independen dalam modelmempengaruhi secara bersama-sama terhadap variabeldependen. Pengujian hipotesis keempat dilakukandengan meregresikan variabel dependen, yaitu returndengan kinerja keuangan perusahaan dan perilakuherding sebagai variabel independen. Variebel kinerjakeuangan perusahaan dan perilaku herding mempunyainilai F-hitung yang tingkat signifikansinya kurang dari0,05. Nilai F hitung kinerja keuangan perusahaan adalah4,671 lebih besar dari F tabel sebesar 1,96 pada alpha5%, menunjukkan bahwa kinerja keuangan dan perilakuherding berpengaruh positif terhadap perilaku returnsaham dengan tingkat signifikansi kurang dari 0,05. Hasiluji asumsi klasik secara keseluruhan ditunjukkanpada Tabel 6. Berdasarkan Tabel 6 dapat disimpulkanbahwa Uji Asumsi Multikolinearitas,Heteroskedastisitas, dan Autokorelasi dari seluruhhipotesis memenuhi persyaratan Uji Asumsi Klasik,sedangkan pada Uji Asumsi Normalitas hanya sebagiansaja yang memenuhi persyaratan Uji Asumsi Klasik.Ketidaknormalan data yang terjadi pada pengujianhipotesis empat yang mungkin disebabkan karenavariabel yang dibandingkan mempunyai ukuran yangberbeda.

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil analisis regresi (Tabel 2), diperolehpersamaan regresi untuk penelitian ini sebagai berikut:Herd = 0,055 + 0,192 Kinerja + å. Koefisien regresi kinerjamenunjukkan nilai sebesar 0.192. Tanda koefisienregresi ini adalah positif. Ini mengindikasikan bahwakinerja keuangan perusahaan yang tinggi akan diresponinvestor follower dengan melakukan herding investasisaham pada perusahaan tersebut. Pada umumnya in-vestor akan memilih saham perusahaan yang memilikikinerja keuangan yang bagus dalam keputusaninvestasinya (Pratomo dan Nugraha, 2001) agarterhindar dari risiko rugi. Hasil hipotesis ini mendukungpenelitian Xi Li (2002), yang menemukan bahwa analis(investor) yang mempunyai reputasi bagus lebihkonservatif dalam memilih rekomendasi dalamportofolionya berdasarkan kinerja dan tidakmenyimpang dari rekomendasi portofolio analis (inves-tor) lain yang sejenis. Dalam hal ini, investor akanmelakukan herding berdasarkan pertimbangan inves-tor lain yang sejenis dengan melihat aspek kinerjakeuangan perusahaan.

Berdasarkan hasil analisis regresi (Tabel 3),diperoleh persamaan regresi untuk penelitian ini

Tabel 5Hasil Pengujian Hipotesis Keempat

a. Dependent Variable: ReturnSumber: Hasil penelitian, data diolah.

Coefficientsa

Unstandardized Standardized

Coefficients Coefficients

Std.

Model B Error Beta F Sig.

1 (Constant) 0.00232 0.000195 11.89817 4.02E-19

Herd 0.00032 0.000178 0.196 1.80197 0.075463

Kinerja 0.000482 0.000241 0.218 2.005165 0.04846

Page 66: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

279

PENGARUH KINERJA KEUANGAN PERUSAHAAN TERHADAP RETURN SAHAM............... (Muflikhun Annas)

sebagai berikut: Return Saham = 0,002261 + 0,000323herding + å. Koefisien regresi herding menunjukkannilai sebesar 0,000323. Tanda koefisien regresi ini adalahpositif. Ini mengindikasikan investor follower yangmelakukan herding aksi menjual saham dapatmenyebabkan return mengalami penurunan.Sebaliknya, apabila investor follower yang melakukanherding aksi membeli saham dapat menyebabkan re-turn mengalami kenaikan. Hasil pada pengujianhipotesis 2 mendukung penelitian yang dilakukan olehNofsinger dan Sias (1998) serta Puckett dan Yan (2007).Nofsinger dan Sias (1998) membandingkan polaperdagangan investor institusional dan investor indi-vidual. Penelitian ini medokumentasi korelasi positifyang kuat antara perubahan kepemilikan institusionaldan return yang diukur pada periode waktu yang sama.Puckett dan Yan (2007) yang melakukan penelitiandengan menggunakan perdagangan dari 776 investorinstitusional dari tahun 1999 sampai tahun 2004.

Penelitiannya menjelaskan keberadaan herdinginstitusional jangka pendek dan pengaruh herdingtersebut tehadap harga saham. Hasil penelitian tersebutmenemukan fakta herding dalam frekuensi mingguandengan menggunakan ukuran herding yangdikembangkan oleh Lakonishok et al. (1992) dan ukuranherding yang dikembangkan oleh Sias (2004). Penelitianmenyimpulkan bahwa herding dalam jangka waktumingguan mempengaruhi efisiensi harga sekuritassecara signifikan. Penelitian ini juga menghasilkan faktayang kuat dari pembalikan return (return reversals)dengan adanya herding jangka pendek pada aktivitaspenjualan, dan fakta yang lemah dari return continua-tions dengan adanaya herding jangka pendek padaaktivitas pembelian.

Berdasarkan hasil analisis regresi (Tabel 4),diperoleh persamaan regresi penelitian ini sebagaiberikut: Return Saham = 0,0023 + 0,000486 kinerjaperusahaan + å. Koefisien regresi kinerja menunjukkannilai sebesar 0,000486. Tanda koefisien regresi ini adalahpositif. Ini berarti jika kinerja keuangan perusahaanmengalami peningkatan maka harga saham perusahaantersebut juga mengalami kenaikan sehingga returnyang diterima investor juga mengalami kenaikan.Sebaliknya, jika kinerja keuangan perusahaanmengalami penurunan maka harga saham perusahaanjuga akan mengalami penurunan sehingga return yangditerima investor juga mengalami penurunan. Dengandemikian, hipotesis kedua yang menguji tentangpengaruh kinerja keuangan perusahaan terhadap re-turn saham perusahaan terbukti.

Hasil pada pengujian hipotesis 3 mendukungpenelitian yang dilakukan oleh Purnomo (1998), dalampenelitiannya tentang keterkaitan kinerja keuangandengan harga saham. Hasilnya adalah ROE, EPS, PER,dan DPS mempunyai hubungan positif dengan hargasaham, sedangkan DER cenderung tidak dapatdigunakan dalam menentukan proyeksi harga saham.Kusumawardani (2000), dalam penelitiannya tentanghubungan antara kinerja keuangan dengan perubahanharga saham sebelum dan selama krisis moneter.Perubahan kinerja keuangan (ROE, EPS, PER, DER, danDPS) secara bersama-sama berpengaruh secarasignifikan terhadap perubahan harga saham. Syamsul(1996) juga melakukan penelitian untuk mengetahuipengaruh variabel-variabel profit margin, return onasset, return on equity, basic earning ratio, P/E ratiodan market to book ratio terhadap perubahan hargasaham perusahaan go public di BEI selama 1993 dan1994. Hasilnya menunjukkan bahwa hanya variabel

Tabel 6Rangkuman Uji Asumsi Klasik

Sumber: Hasil penelitian, data diolah.

Uji Asumsi Klasik Indikator RAW1 RAW2 Kinerja Return Herd Return Kinerja Herd Multikolinearitas VIF 1,000 1,000 1,000 1,000 Heteroskedastisitas White 0,873 0,143 0,295 0,66 Autokorelasi D-W 1,994 1,500 1,500 1,500 Normalitas K-S 0,13 0,10 0,215 0,000

Page 67: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

280

JAM, Vol. 21, No. 3, Desember 2010: 265-284

market to book ratio saja yang berpengaruh secarasignifikan terhadap perubahan harga saham.

Berdasarkan Tabel 5, tampak koefisien regresiherding sebesar 0,000323 dan koefisien regresi kinerjamenunjukkan nilai sebesar 0,000482. Tanda koefisienregresi ini adalah positif. Ini mengindikasikan bahwakinerja dan herding berpengaruh positif terhadap re-turn saham. Sesuai dengan hipotesis keempat, jikakinerja keuangan perusahaan baik maka investor akantertarik untuk berinvestasi pada perusahaan tersebut.Hal tersebut mendorong investor-investor lain untukberinvestasi pada saham yang sama. Perilaku investordalam membeli atau menjual saham secara bersama-

sama akan mempengaruhi harga saham perusahaansehingga harga saham mengalami kenaikan dan returnyang diterima investor juga akan mengalami perubahan.Dengan demikian, variabel herding mampu menjadivariabel mediasi hubungan antara kinerja perusahaandan return saham. Berdasarkan hasil analisis regresitersebut, maka diperoleh persamaan regresi untikpenelitian ini sebagai berikut: Return = 0,00232 +0,000482 kinerja + 0,00032 herd + å

Setelah membahas hasil pengujian hipotesis,berikut (Tabel 7) disajikan hasil regresi antarvariabelyang telah digabungkan ke dalam model penelitian.

Tabel 7Rangkuman Hasil Penelitian

Hipotesis Alat Uji Hasil Analisis Data Simpulan H1: Regresi Nilai t hitung kinerja H1 diterima. Kinerja Kinerja keuangan keuangan perusahaan Keuangan perusahaan perusahaan adalah 1,779 lebih besar berpengaruh positif berpengaruh pada dari t tabel sebesar 1,69 terhadap perilaku herding perilaku herding. pada alpha 10% dan investor.

memiliki signifikansi 0,079

H2: Regresi Nilai t hitung herding H2 diterima. Herding yang Perilaku herding adalah 1,778 lebih besar dilakukan investor follower berpengaruh pada dari t tabel sebesar 1,69 berpengaruh positif pada return saham. pada alpha 10% dan return saham.

memiliki signifikansi 0,078

H3: Regresi Nilai t hitung kinerja H3 diterima. Kinerja Kinerja keuangan keuangan perusahaan Keuangan perusahaan perusahaan adalah 1,995 lebih besar berpengaruh positif pada berpengaruh terhadap dari t tabel sebesar 1,96 return saham perusahaan return saham. pada alpha 5% dan tersebut.

Memiliki signifikansi 0,050

H4: Regresi Nilai F hitung kinerja H4 diterima. Kinerja Kinerja keuangan keuangan perusahaan Keuangan dan perilaku perusahaan adalah 4,671 dan herding berpengaruh berpengaruh terhadap signifikan pada 0,30 positif terhadap perilaku return saham dengan return saham sehingga dimediasi oleh perilaku herding dapat Perilaku herding. Dijadikan sebagai variabel

mediasi.

Page 68: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

281

PENGARUH KINERJA KEUANGAN PERUSAHAAN TERHADAP RETURN SAHAM............... (Muflikhun Annas)

SIMPULAN, IMPLIKASI, KETERBATASANPENELTIAN, DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telahdilakukan sebelumnya, maka ada beberapa simpulanyang dapat ditarik, yaitu: 1) Hasil analisis regresimenunjukkan bahwa kinerja keuangan perusahaanberpengaruh positif pada perilaku herding inves-tor. Hal tersebut ditunjukkan dengan koefisienregresi kinerja yang positif signifikan. Hasilini mengindikasikan bahwa investor cenderungmelakukan herding posisi beli pada perusahaan yangmempunyai kinerja keuangan baik. Penelitian iniberhasil membuktikan hipotesis keempat bahwa kinerjakeuangan perusahaan berpengaruh pada perilaku herd-ing investor; 2) Hasil analisis regresi yang mengujipengaruh perilaku herding terhadap return sahammenunjukkan koefisien regresi yang positifsignifikan. Hasil ini mengindikasikan semakinbanyak investor melakukan herding, maka akanmengakibatkan return saham mengalami kenaikan ataupenurunan, tergantung pada herding pada posisi beliatau posisi jual. Penelitian ini berhasil membuktikanhipotesis ketiga bahwa perilaku herding investorberpengaruh terhadap return saham; 3) Hasil analisisregresi yang menguji pengaruh kinerja keuanganperusahaan terhadap return menunjukkan koefisienregresi yang positif signifikan. Hasil inimengindikasikan semakin baik kinerja keuanganperusahaan maka return perusahaan tersebut jugamengalami kenaikan. Penelitian ini berhasilmembuktikan hipotesis kedua bahwa kinerja keuanganperusahaan berpengaruh terhadap return saham; dan4) Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa kinerjakeuangan perusahaan dan perilaku herdingberpengaruh positif terhadap return saham. Haltersebut ditunjukkan dengan koefisien regresi yangpositif signifikan. Hal ini menandakan jika kinerjakeuangan perusahaan baik maka investor akan tertarikuntuk berinvestasi pada perusahaan tersebut. Haltersebut mendorong investor-investor lain untukberinvestasi pada saham yang sama. Perilaku investordalam membeli atau menjual saham secara bersama-sama akan mempengaruhi harga saham perusahaansehingga harga saham mengalami kenaikan dan return

yang diterima investor juga akan mengalami perubahan.

Implikasi Hasil Penelitian

Implikasi hasil penelitian ini memberikan kontribusiyang penting bagi perusahaan dan investor. Adanyaperilaku herding yang dilakukan manajer-manajer diIndonesia maupun di negara lain memerlukanpertimbangan dan kecermatan investor danperusahaan. Akan tetapi dalam praktiknya, polapengambilan keputusan dipengaruhi oleh aspekpsikologi para pengambil keputusan, yang dapatmembentuk perilaku tertentu. Perilaku yang ditimbulkandapat positif dan negatif.

Perilaku positif terjadi apabila dalam mengambilkeputusan, investor benar-benar berperan sebagai in-formations filter (investor benar-benar bersikaprasional), sehingga dalam mengambil keputusan untukbersaing dengan perusahaan lain, sebaiknya tidakhanya mempertimbangkan keputusan investasi yangdilakukan oleh investor lain melainkan harus adapertimbangan rasional dalam melakukan herding.Pertimbangan rasional tersebut adalah dengan melihatkinerja keuangan perusahaan dan return perusahaantahun-tahun sebelumnya. Nilai saham mencerminkannilai perusahaan. Perusahaan yang berkembang berartisahamnya bernilai tinggi dan sebaliknya. Dua haltersebut dapat menjadi input bagi investor baikinstitusional maupun individu untuk pengambilankeputusan investasi, sedangkan perilaku negatif dapatterjadi apabila informasi yang didapat investor tersebutdiabaikan, sehingga keputusan investasi yang diambiltidak memilki dasar yang kuat dan hanya sekedar menirukeputusan investor lain. Oleh karena itu, investor perlumempertimbangkan keputusananya untuk berinvestasidalam suatu perusahaan agar mengurangi risiko danketidakpastian. Investor perlu mengetahui perilakumanajer dan kinerja perusahaan karena saat kondisiburuk manajer ingin terlihat bahwa kinerjanya bagus.

Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini masih memiliki keterbatasan yangkemungkinan dapat mempengaruhi hasil penelitian.Oleh karena itu, masih perlu dikembangkan lagi padapenelitian berikutnya. Adapun keterbatasan penelitianini adalah 1) Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui

Page 69: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

282

JAM, Vol. 21, No. 3, Desember 2010: 265-284

apakah terdapat perilaku herding pada investasi sahamdi Indonesia pada saat mengambil keputusan investasi.Perilaku tersebut ditunjukkan dengan adanya nilaiherding yang dihasilkan dari ukuran yang digunakandalam penelitian ini, yaitu ukuran herding yangdikembangkan oleh Sias (2004); 2) Pengukuran kinerjakeuangan perusahaan menggunakan tiga ukuran sajayaitu ROE, PER, dan EPS; 3) Investor institusional yangberinvestasi pada saham yang listing di BEI biasanyakurang dari lima investor institusional sehinggapengujian perilaku herding investor menjadi sangatterbatas; 4) Sampel yang digunakan sangat terbataskarena mendasarkan pada perusahaan yangmengeluarkan laporan triwulanan, sedangkanperusahaan yang mengeluarkan laporan triwulanan diBEI hanya 90 perusahaan dan hanya 20 perusahaandengan empat observasi yang memenuhi kriteriapengambilan sampel.

Saran

Terdapat beberapa saran penelitian bagi penelitianselanjutnya. Hal-hal yang dapat dikembangkan dandiperbaiki dari penelitian ini adalah 1) Penelitian herd-ing pada saham masih sangat jarang dengan sedikitnyatemuan-temuan empiris tentang perilaku herding, makareplikasi penelitian ini dengan inovasi-inovasipenelitiannya sangat penting untuk dilakukan, terutamauntuk mendapatkan kepastian tentang perilaku herd-ing berdasarkan reputasi; 2) Pengujian perilaku herd-ing dilakukan dengan menambahkan ukuran lain,misalnya ukuran herding lain seperti Lakonishok,Shleifer, dan Vishny (1992), sehingga kedua ukuranherding tersebut (LSV, 1992 dan Sias, 2004) dapatdibandingkan; 3) Penelitian selanjutnya sebaiknyamenambah jumlah sampel dengan memasukkanperusahaan lain dari berbagai jenis industri denganmenggunakan sumber lain yang lebih lengkap; 4)Variabel kinerja keuangan perusahaan yang digunakandapat ditambah dengan rasio-rasio lain (selain ROE,PER, dan EPS) sehingga dapat lebih mewakili kinerjakeuangan itu sendiri.

DAFTAR PUSTAKA

Algifari. 2007. Analisis Statistik untuk Bisnis. BPFE.Yoogyakarta.

Amilia dan Kristijadi. 2003. “Peran Rasio KeuanganDalam Memprediksi Kondisi Distress” JurnalEkonomi dan Bisnis Indonesia. Vol. 19, No.4:323-340.

Banerjee, A. 1992. “A Simple Model of Herd Behavior.”Quarterly Journal of Economics. 107: 797-817.

Blake, Christopher R; dan Morey, Matthew R 2000.“Morningstar Ratings and Mutual Fund Per-formance.” The Journal of Financial and Quan-titative Analysis, Vol. 35, No. 3.

Brown, Stephen J; dan Goetzmann, William N. 1995.“Performance Persistence.” The Journal of Fi-nance, Vol. 50, No. 2.

Brown, Nerissa C.; Kelsey D; Wei; dan Wermers, Russ.2007. “Analyst Recommendations, MutualFund Herding, and Overreaction in StockPrices.” Published working paper. Universityof Maryland.

Carhart, Mark M. 1997. “On Persistence in Mutual FundPerformance.” The Journal of Finance, Vol. 52,No. 1.

Choi, Nichole; Sias, Richard W. 2008. “InstitutionalIndustry Herding.” The Review of FinancialStudies. Vol.17: 165-206.

Daniel, Kent; Grinblatt, Mark; Titman, Sheridan; danWermers, Russ. 1997. “Measuring Mutual FundPerformance with Characteristic-based Bench-marks.” Journal of Finance. Vol. 52: 1035–1058.

Elton, Edwin J; Gruber, Martin J; Blake, Christoper.1995. “The Persistence of Risk-adjusted Mu-tual Fund Performance.” Working Paper Series.New York University.

Page 70: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

283

PENGARUH KINERJA KEUANGAN PERUSAHAAN TERHADAP RETURN SAHAM............... (Muflikhun Annas)

Graham, John R. 1999. “Herding Among InvestmentNewsletters: Theory and Evidence.” Journalof Finance. Forthcoming.

Grinblatt, Mark; dan Titman, Sheridan. 1988.“Mutual Fund Performance: An Analysis ofMonthly Returns.” Published working paper.University of California, Los Angeles.

Grinblatt, Mark; dan Titman, Sheridan. 1989. “Mu-tual Fund Performance: An Analysis of Quar-terly Portfolio Holdings.” Journal of Business.Vol. 62: 394–415.

Grinblatt, Mark; dan Titman, Sheridan. 1992. “The Per-sistence of Mutual Fund Performance.” TheJournal of Finance, Vol. 47, No. 5.

Grinblatt, Mark; Titman, Sheridan; dan Wermers, Russ.1995. “Momentum Investment Strategies, Port-folio Performance, and Herding: A Study ofMutual Fund Behavior.” American EconomicReview. Vol. 85: 1088–1105.

Hanafi, Mamduh, M. 2003. “Herding Between Institu-tional and Individual Investor: The JapaneseeCase.” Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia.Vol. 18, No.4: 323-340.

Jagric et al. 2007. “Risk Adjusted Performance ofMutual Funds: Some Test.” South-EasternEurope Journal of Economics 2: 233-244.

Klemkosky, Robert C. 1977. “ The Impact and Efficiencyof Institutional Net Trading Imbalances.” Jour-nal of Finance. Vol 32, 79–86.

Kothari, S. P; dan Warner, Jerold B. 2001. “EvaluatingMutual Fund Performance.” The Journal of Fi-nance, Vol. 56, No. 5

Kraus, Alan; dan Stoll, Hans R. 1972. “Parallel Tradingby Institutional Investors.” Journal of Finan-cial dan Quantitative Analysis. Vol. 7: 2107–2138.

Kusumawardhani, A. 2000. “Hubungan KinerjaKeuangan dengan Perubahan Harga SahamSebelum dan Selama Krisis Moneter”. JurnalEkonomi dan Bisnis.

Lakonishok, Josef; Shleifer, Andrei; Thaler, Rich-ard; dan Vishny, Robert W. 1991. “WindowDressing by Pension Fund Managers.” Ameri-can Economic Review. 81: 227–231.

Lakonishok, Josef; Shleifer, Andrei; dan Vishny, Rob-ert W. 1992. “The Impact of Institutional Trad-ing on Stock Prices.” Journal of Financial Eco-nomics. 32: 23–44.

Li, Xi. 2002. “Performance, Herding, and Career Con-cerns of Individual Financial Analysts”. Jour-nal of Financial Economics.

Machfoedz, Mas’ud. 1994. Financial Ratio Analy-sis and The Prediction of Earning Changesin Indonesia. Kelola No. 7.

Nimas et al. 1998. “Pengaruh Kinerja Perusahaanterhadap Harga Saham pada Perusahaan GoPublic di BEJ”. Jurnal Ekonomi Keuangan.

Nofsinger, John R. dan Sias Richard W. 1998. “Herd-ing and Feedback Trading by Institutional andIndividual Investors.” Published working pa-per. Washington State University.

Oehler, A., Chao dan George G.C. 2000. “Institu-tional Herding in Bond Markets.” Pub-lished working paper. www.ssrn.com

Puckett, A. dan Yan, X.S. 2007. “The Impact ofShort-term Institutional Herding.” Publishedworking paper. www.ssrn.com.

Purnomo, Y. 1998. “Keterkaitan Kinerja Keuangandengan Harga Saham (Studi Kasus 5 RasioKeuangan 30 Emiten di BEJ (1992-1996).Manajemen Usahawan Indonesia. No. 12: 33-38.

Page 71: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

284

JAM, Vol. 21, No. 3, Desember 2010: 265-284

Rudiningtyas, Dyah, A. 2003. “Perilaku HerdingPada Keputusan Struktur Modal Perusahaan.”Jurnal Ilmiah Bidang Manajemen danAkuntansi. Vol.2, No.1.

Scharfstein, David S. dan Jeremy C. Stein. 1990. “HerdBehavior and Investment.” American EconomicReview. 80: 465–479.

Sias, Richard, W. 2004. “Institutional Herding.” TheReview of Financial Studies. 17: 165-206.

Trueman, Brett. 1994.. “Analyst Forecasts and Herd-ing Behavior.” The Review of Financial Stud-ies. 7: 97–124.

Wermers, Russ. 1999. “Mutual Fund Herding andthe Impact on Stock Prices.” Journal of Fi-nance. 54: 581-622.

Page 72: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

285

UTANG DAN DIVERGENSI HAK KONTROL DARI.................... (Baldric Siregar)Vol. 21, No. 3, Desember 2010Hal. 285-295

ABSTRACT

This paper examines the leverage of firms with agencyproblems associated with the divergence in the con-trolling shareholders’ control and cash-flow rights. Pre-vious studies suggest that, when control rights sepa-rated from cash flow rights, debt can serve as a mecha-nism allowing controlling shareholders to exploit mi-nority shareholders. Based on the collected sample oflisted firms traded in the Indonesia Stock Exchanges,the paper examines the issue. In this study, be foundthat firms with higher divergence in control and cash-flow rights use significantly more debt financing. More-over, controlling shareholders who have the divergenceand participate in management as well tend to use moreleverage to expropriate other shareholders.

Keywords: expropriation, leverage, controlling share-holder, ultimate ownership, immediate ownership, cashflow rights, control rights, cash flow right leverage

PENDAHULUAN

Teori keagenan awal, misalnya yang dikembangkanoleh Berle dan Means (1932), mendasarkan pada asumsibahwa kepemilikan perusahaan publik tersebar. Padaperusahaan dengan kepemilikan tersebar, kontrolberada di tangan manajer. Pemegang saham, secara in-dividual, tidak mampu secara efektif mengendalikanmanajer. Masalah keagenan dalam kondisi kepemilikan

UTANG DAN DIVERGENSIHAK KONTROL DARI HAK ALIRAN KAS

Baldric SiregarSekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN Yogyakarta

Jalan Seturan Yogyakarta 55281Telepon +62 274 486160, 486321, Fax. +62 274 486155

E-mail: [email protected]

Tahun 1990

ISSN: 0853-1259

J U R N A LAKUNTANSI & MANAJEMEN

tersebar ini adalah konflik antara pemegang sahamdengan manajer (Jensen dan Meckling, 1976). Akantetapi, fenomena kepemilikan tersebar tidak terdapat disemua negara. Di hampir semua negara di duniaterdapat fenomena kepemilikan terkonsentrasi di tanganpemegang saham pengendali (La Porta et al., 1999;Claessens et al., 2000a; Faccio dan Lang, 2002. Lebihlanjut lagi, konsentrasi kepemilikan ini tidak dilakukanmelalui kepemilikan langsung melainkan melaluikepemilikan piramida. Kepemilikan pramida adalahkepemilikan terhadap suatu perusahaan melaluiperusahaan lain. Dalam kepemilikan piramida terdapatlapisan-lapisan kepemilikan sehingga sulitmengidentifikasi siapa sesungguhnya pemilik palingakhir sebuah perusahaan.

Pada perusahaan dengan kepemilikanterkonsentrasi, apalagi konsentrasi kepemilikan yangdilakukan secara tidak langsung, terdapat pemegangsaham besar yang mampu mengendalikan perusahaan.Pemegang saham besar ini disebut pemegang sahampengendali karena mampu mengendalikan kebijakanpokok dan aktivitas operasi perusahaan. Bahkanmanajer perusahaan merupakan bagian dari pemegangsaham pengendali itu sendiri. Pemegang sahampengendali dapat mengendalikan sumber dayaperusahaan untuk kepentingan pribadi danmengorbankan kepentingan pemegang saham non-pengendali. Oleha karena itu, konflik keagenan pokokdalam kepemilikan terkonsentrasi adalah konflik antarapemegang saham pengendali dengan pemegang sahamnon-pengendali. Konflik ini muncul karena adanyapotensi pemegang saham pengendali untuk

Page 73: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

286

JAM, Vol. 21, No. 3, Desember 2010: 285-295

mendapatkan manfaat privat melalui ekspropriasi.1

Pemegang saham pengendali yangmengendalikan perusahaan melalui kepemilikanpiramida, memiliki hak kontrol yang mungkin tidak samadengan hak aliran kas.2 Divergensi ini muncul karenapemegang saham pengendali memiliki perusahaanmelalui perusahaan lain sehingga kepemilikannyaterhadap suatu perusahaan semakin kecil denganberlapis-lapisnya kepemilikan sementarakemampuannya mengendalikan perusahaan tetap besarkarena diwakili oleh orang yang sama atau bagian darikeluarga. Hak aliran kas menggambarkan insentif bagipemegang saham pengendali untuk mengendalikanperusahaan dengan baik. Sebaliknya, hak kontrolmenggambarkan potensi bagi pemegang sahampengendali untuk melakukan ekspropriasi. Penelitianini bermaksud untuk mengkaji sejauh mana implikasidivergensi hak kontrol dari hak aliran kas terhadap utangperusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia(BEI).

MATERI DAN METODE PENELITIAN

Hak aliran kas adalah klaim keuangan pemegang sahamterhadap perusahaan (La Porta et al., 1999). Hak alirankas adalah perkalian persentase kepemilikan pemegangsaham dalam setiap jalur kepemilikan. Hak kontroladalah hak suara untuk ikut serta dalam menentukankebijakan penting perusahaan (La Porta et al., 1999).Hak kontrol adalah kepemilikan minimum pemegangsaham dalam setiap jalur kepemilikan. Dalam kepemilikanpiramida, kedua hak ini dapat berbeda dan perbedaantersebut dinamai leverage hak aliran kas. Apabilaterdapat leverage hak aliran kas, pemegang sahampengendali dapat mengendalikan sebuah perusahaanlebih besar dari kepemilikannya terhadap perusahaantersebut.

Sebagai ilustrasi, Bambang adalah pemilik PT Asebesar 50%. Selanjutnya PT A memiliki PT B sebesar40%. Kemudian PT B memiliki PT C sebanyak 30%.Hak aliran kas Bambang adalah 50% di PT A, 20% (50%

x 40%) di PT B, 6% (50% x 40% x 30%) di PT C. Hakkontrol Bambang adalah 50% di PT A, 40% (minimumantara 50% dan 40%) di PT B, 30% (minimum antara50%, 40%, dan 30%) di PT C. Kepemilikan Bambang diPT C adalah 6% (dicerminkan oleh hak aliran kas),sementara kemampuan Bambang mengendalikan PT Cadalah 30% (dicerminkan oleh hak kontrol). Divergensihak kontrol dari hak aliran kas sebesar 24% (30% - 6%)menggambarkan leverage hak aliran kas. Semakin besardivergensi ini, maka semakin besar potensi pemegangsaham pengendali melakukan ekspropriasi untukmendapatkan manfaat privat. Manfaat privat inidiperoleh oleh pemegang saham pengendalisepenuhnya sementara dampak negatif dariekspropriasi tersebut hanya ditanggung sebesarkepemilikannya.

Implikasi divergensi hak kontrol dari hak alirankas terhadap utang dilakukan oleh berbagai studi,misalnya Faccio et al. (2003), Boubaker (2003),Bunkanwanicha et al., (2003), Yeh (2003), Harvey et al.(2004), serta Du dan Dai (2005). Pada dasarnya ada duaargumen tentang implikasi konsentrasi kepemilikanterhadap utang perusahaan. Argumen pertama adalahbahwa konsentrasi kepemilikan berdampak padasemakin kecilnya utang perusahaan. Apabilakepemilikan terkonsentrasi, perusahaan semakin tidakmengandalkan utang karena takut risiko kebangkrutansehingga pendanaan melalui utang bukanlah pilihanutama. Ketakutan ini muncul karena apabila risikokebangkrutan menjadi nyata, maka pemegang sahampengendali merupakan pihak yang paling merasakandampak buruk kebangkrutan tersebut. Temuan Du danDai (2005) sejalan dengan argumen ini, yaitu pemegangsaham pengendali berusaha mengendalikanperusahaan agar utang tidak terlalu besar untukmenghindari risiko kebangkrutan. Argumen ini sejalandengan konsentrasi kepemilikan apabila konsentrasiyang ada di tangan pemegang saham pengendali adalahkonsentrasi hak aliran kas.

Argumen kedua adalah bahwa konsentrasikepemilikan berimplikasi pada utang perusahaan yang

1 Ekspropriasi (expropriation) adalah proses penggunaan kontrol untuk memaksimumkan kesejahteraan sendiri dengan distribusikekayaan dari pihak lain (Claessens et al., 2000b).

2 Hak aliran kas (cash flow right) adalah klaim keuangan pemegang saham terhadap perusahaan. Hak kontrol (control right)adalah hak suara untuk ikut serta dalam menentukan kebijakan perusahaan. Deviasi hak aliran kas dari hak kontrol dinamaicash flow right leverage (La Porta et al., 1999).

Page 74: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

287

UTANG DAN DIVERGENSI HAK KONTROL DARI.................... (Baldric Siregar)

besar. Apabila konsentrasi kepemilikan ada di tanganpemegang saham pengendali, maka pemegang sahampengendali tertarik untuk melakukan pendanaan melaluiutang untuk mempertahankan kontrolnya diperusahaan. Kontrol dapat digunakan untukmemperoleh manfaat privat melalui ekspropriasi. Karenakontrol menghasilkan manfaat privat, pemegang sahampengendali tertarik untuk mempertahankan kontrol yangdimilikinya. Dengan pendanaan melalui utang, kontrolpemegang saham pengendali tidak akan terdilusi.Pemegang saham pengendali dapat mempertahankankontrol sementara pendanaan perusahaan tetapterpenuhi. Motivasi pemegang saham pengendali untuktetap mempertahankan kontrol semakin tinggi apabilasemakin besar deviasi antara hak kontrol dari hak alirankas. Sejalan dengan pernyataan Faccio et al. (2003),argumen ini menunjukkan bahwa pemegang sahampengendali menggunakan utang sebagai mekanismeuntuk melakukan ekspropriasi. Argumenmempertahankan kontrol melalui pendanaan utang jugakonsisten dengan pernyataan Shleifer dan Vishny(1997), Harvey et al. (2004), serta Du dan Dai (2005).

Faccio et al. (2003) menguji divergensi hakkontrol dari hak aliran kas terhadap utang denganmenggunakan data kepemilikan perusahaan Eropa danAsia. Faccio et al. (2003) berargumen bahwa peranutang dalam tata kelola perusahaan tergantung padastruktur kepemilikan dan kontrol dalam perusahaan.Apabila kepemilikan perusahaan tersebar, utangmembatasi ekspropriasi. Sebaliknya, apabilakepemilikan perusahaan terkonsentrasi, utang dapatmemfasilitasi terjadinya ekspropriasi oleh pemegangsaham pengendali. Pada saat kepemilikanterkonsentrasi, pemegang saham pengendali mampusecara efektif mempengaruhi kebijakan perusahaan,salah satunya kebijakan pendanaan.

Faccio et al. (2003) mengkaji kemungkinanterjadinya ekspropriasi berdasarkan dua isu, yaituapakah utang membatasi atau memfasilitasi ekspropriasioleh pemegang saham pengendali serta apakahkeputusan utang didominasi oleh pemegang sahampengendali atau pemasok dana eksternal. Isu pertamaterkait dengan pengkajian pertama terkait dengansejauh mana implikasi divergensi hak kontrol dari hakaliran kas terhadap kebijakan utang perusahaan. Padaisu ini, pengkajian dilakukan pada kondisi apaperusahaan memiliki utang lebih besar. Isu kedua terkait

dengan efektivitas institusi pasar modal. Karakteristikpasar modal yang efektif adalah adanya transparansidan perlindungan hukum terhadap pemegang sahamdan investor. Apabila transparansi tinggi, misalnyarantai kepemilikan dan pemegang saham pengendalidapat diidentifikasi dengan baik, maka pelaku pasardapat mengantisipasi potensi risiko ekspropriasi yangterjadi. Lebih lanjut, apabila perlindungan hukum baik,pemegang saham non-pengendali dan kreditor lebihwaspada dan mampu menekan pemegang sahampengendali untuk tidak melakukan ekspropriasi.

Bukti empiris yang ditemukan oleh Faccio et al.(2003) adalah divergensi hak kontrol dari hak aliran kasmerupakan insentif bagi pemegang saham pengendaliuntuk melakukan ekspropriasi melalui utang. Afiliasiperusahaan terhadap grup bisnis berimplikasi padapendanaan utang yang besar. Selain itu, semakin tidakefektif pasar modal semakin besar kemungkinanekspropriasi. Divergensi hak kontrol dari hak aliran kasberimplikasi pada ekspropriasi. Ketidakefektifan pasarmodal juga berimplikasi pada terjadinya ekspropriasi.Faccio et al. (2003) menyimpulkan bahwa, baik di Eropamaupun di Asia, utang dapat memfasilitasi terjadinyaekspropriasi.

Pada studi Harvey et al. (2004) diformulasimasalah keagenan yang ekstrim yang ditunjukkan olehbesarnya divergensi hak kontrol dari hak aliran kas.Semakin besar divergensi hak kontrol dari hak alirankas maka semakin ekstrim masalah keagenan,sebaliknya semakin kecil divergensi hak kontrol darihak aliran kas semakin tidak ekstrim masalah keagenan.Harvey et al. (2004) mencoba mengkaji apakah utangmerupakan mekanisme tata kelola dalam perusahaanyang memiliki masalah keagenan ekstrim. Harvey et al.(2004) sengaja menggunakan sampel perusahaan dinegara berkembang karena konteks kepemilikan dinegara berkembang cocok dijadikan untuk mencarijawaban tentang kemungkinan ekspropriasi melaluiutang. Studi Harvey et al. (2004) membuktikan bahwautang dapat memitigasi penurunan nilai perusahaankarena adanya divergensi hak hak kontrol dari hak alirankas. Hal ini ditunjukkan dengan terdapatnya hubunganpositif antara utang dengan nilai perusahaan.Ekspropriasi melalui utang berdampak bagi nilaiperusahaan.

Konsentrasi kepemilikan pada perusahaan diAmerika Serikat sangat kecil. Karena konsentrasi

Page 75: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

288

JAM, Vol. 21, No. 3, Desember 2010: 285-295

kepemilikan rendah, maka penelitian tentang divergensihak hak kontrol dari hak aliran kas denganmenggunakan data Amerika Serikat tidak dapatdilakukan karena selisih antara kedua hak relatif tidakada. Fenomena konsentrasi kepemilikan di Asia menjadidaya tarik tersendiri bagi Du dan Dai (2005) untukmenguji tentang implikasi divergensi hak kontrol darihak aliran kas terhadap utang. Ketertarikan ini jugamuncul karena fenomena penyimpangan dari ungkapan“satu saham satu suara” yang terjadi karena hakkontrol melebihi hak aliran kas.

Du dan Dai (2005) menguji implikasi divergensihak kontrol dari hak aliran kas terhadap kebijakan utangperusahaan. Du dan Dai (2005) berargumen bahwaimplikasi konsentrasi kepemilikan terhadap utangtergantung pada motif pemegang saham pengendali.Apabila motif pemegang saham pengendali adalah motifnon-dilusi, kebijakan utang bertujuan untukmempertahankan hak kontrol pemegang sahampengendali dalam perusahaan. Perusahaan akanmencari dana dari utang untuk agar kontrol pemegangsaham pengendali dapat dipertahankan. Motif non-dilusi muncul pada saat konsentrasi yang terjadi adalahkonsentrasi hak kontrol dan terjadi divergensi antarahak kontrol dari hak aliran kas. Apabila motif pemegangsaham pengendali adalah motif menghindari risikokebangkrutan, maka utang bukan sumber pendanaanandalan. Dengan motif ini, pemegang saham pengendalitidak tertarik untuk membuat utang perusahaan tinggikarena hal ini berdampak pada semakin tingginya risikokebangkrutan. Motif menghindari risiko kebangkrutanini muncul ketika konsentrasi hak aliran kas. Buktiempiris yang ditemukan oleh Du dan Dai (2005) adalahutang lebih kecil apabila terjadi konsentrasi hak alirankas dan utang lebih besar apabila terdapat divergensiantara hak kontrol dari hak aliran kas.

Hak yang terkonsentrasi di tangan pemegangsaham pengendali dapat merupakan hak aliran kas.Semakin besar utang, semakin besar kemungkinanperusahaan menghadapi risiko kebangkrutan.Pemegang saham pengendali adalah pihak yang pal-ing merasakan dampak keuangan apabila risikokebangkrutan tersebut terjadi, proporsional dengan hakaliran kasnya. Oleh karena itu, semakin besar hak alirankas, semakin besar usaha pemegang saham pengendaliuntuk menghadapi kemungkinan terjadinya risikokebangkrutan karena bertambahnya utang. Akan tetapi,

hak kontrol menunjukkan besarnya insentif pemegangsaham pengendali untuk mendapatkan manfaat privat.Karena hak kontrol menghasilkan manfaat privat,pemegang saham pengendali termotivasi untukmempertahankan (non-dilusi) hak kontrolnya. Utangmerupakan sarana agar hak kontrol pemegang sahampengendali tidak terdilusi. Divergensi hak kontrol darihak aliran kas menunjukkan terjadinya mekanismepeningkatan hak kontrol melebihi hak aliran kas.Peningkatan hak kontrol melebihi hak aliran kasmenunjukkan peningkatan manfaat privat yang dapatdiperoleh oleh pemegang saham pengendali.Peningkatan utang menyebabkan hak kontrolpemegang saham pengendali tetap besar, sementarakemungkinan risiko kebangkrutan yang dihadapiproporsional dengan hak aliran kas. Berdasarkan uraiantersebut dirumuskan hipotesis alternatif sebagaiberikut:H1a: Utang lebih kecil pada perusahaan yang

dikendalikan oleh pemegang saham pengendaliyang memiliki hak aliran kas lebih besar daripadaperusahaan yang dikendalikan oleh pemegangsaham pengendali yang memiliki hak aliran kaslebih kecil.

H1b: Utang lebih kecil pada perusahaan yangdikendalikan oleh pemegang saham pengendaliyang memiliki hak kontrol lebih kecil daripadaperusahaan yang dikendalikan oleh pemegangsaham pengendali yang memiliki hak kontrol lebihbesar.

H1c: Utang lebih kecil pada perusahaan yangdikendalikan oleh pemegang saham pengendaliyang tidak memiliki leverage hak aliran kasdaripada perusahaan yang dikendalikan olehpemegang saham pengendali yang memiliki le-verage hak aliran kas.

Apabila hak kontrol sama dengan hak aliran kasmaka tidak terdapat divergensi. Namun apabila hakkontrol berbeda dari hak aliran kas maka muncul insentifuntuk melakukan ekspropriasi. Insentif untukmelakukan ekspropriasi ini semakin besar apabila hakkontrol semakin jauh dari hak aliran kas. Insentif untukmelakukan ekspropriasi juga semakin besar apabilapemegang saham pengendali juga terlibat dalammanajemen. Dengan keterlibatan dalam manajemen,pemegang saham pengendali semakin leluasa untukmelakukan ekspropriasi. Selain itu, tindakan

Page 76: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

289

UTANG DAN DIVERGENSI HAK KONTROL DARI.................... (Baldric Siregar)

ekspropriasi juga semakin tidak terbatasi apabila tidakada pemegang saham pengendali besar lainnya dalamperusahaan. Ketidakadaan pemegang saham besarkedua menyebabkan tidak ada tekanan yang memadaiterhadap pemegang saham pengendali dari pemegangsaham lainnya. Berdasarkan uraian tersebut dirumuskanhipotesis alternatif sebagai berikut:H2a: Utang lebih kecil pada perusahaan yang

dikendalikan oleh pemegang saham pengendaliyang memiliki leverage hak aliran kas lebih kecildaripada perusahaan yang dikendalikan olehpemegang saham pengendali yang memiliki le-verage hak aliran kas lebih besar.

H2b: Utang lebih kecil pada perusahaan yangdikendalikan oleh pemegang saham pengendaliyang memiliki leverage hak aliran kas dan tidakterlibat dalam manajemen daripada perusahaanyang dikendalikan oleh pemegang sahampengendali yang memiliki leverage hak aliran kastetapi terlibat dalam manajemen.

H2c: Utang lebih kecil pada perusahaan yangdikendalikan oleh pemegang saham pengendaliyang memiliki leverage hak aliran kas dan adapemegang saham pengendali kedua diperusahaan daripada perusahaan yangdikendalikan oleh pemegang saham pengendaliyang memiliki leverage hak aliran kas dan tidakada pemegang saham pengendali kedua diperusahaan.

Data yang digunakan untuk menguji hipotesisdalam penelitian ini meliputi total utang, total aset, danpersentase kepemilikan. Data tersebut diambil dariperusahaan yang terdaftar di BEI pada periode enamtahun mulai dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2005.Data utang, aset, dan kepemilikan imediat (kepemilikanlangsung) diperoleh dari laporan keuangan tahunanperusahaan, sedangkan data kepemilikan ultimat(kepemilikan tidak langsung) diperoleh dariKementerian Keuangan RI, website perusahaan, danOsiris.

Variabel utama penelitian adalah LEV (utang).Utang merupakan kewajiban perusahaan yang akandipenuhi dengan mentransfer aset atau memberikan jasakepada pihak lain di masa datang. Utang diproksisebagai rasio total utang terhadap total aktiva (totalutang/total aktiva). Pengukuran ini mengacu terhadapFaccio et al. (2003). Variabel utang diuji dengan uji beda.Uji beda dilakukan berdasarkan enam klasifikasi, yaitubesar kecilnya hak aliran kas pemegang sahampengendali, besar kecilnya hak kontrol pemegang sahampengendali, keberadaan leverage hak aliran kas, besarkecilnya leverage hak aliran kas pemegang sahampengendali, keterlibatan pemegang saham pengendalipada saat pemegang saham pengendali memiliki lever-age hak aliran kas dalam manajemen, serta keberadaanpemegang saham pengendali kedua pada saatpemegang saham pengendali memiliki leverage hakaliran kas.

Hipotesis Utang Lebih Kecil Utang Lebih Besar

H1a Hak Aliran Kas Pemegang Saham Pengendali Lebih Besar Lebih Kecil

H1b Hak Kontrol Pemegang Saham Pengendali Lebih Kecil Lebih Besar

H1c Leverage Hak Aliran Kas Pemegang Saham Pengendali Tidak Ada Ada

H2a Leverage Hak Aliran Kas Pemegang Saham Pengendali Lebih Kecil Lebih Besar

H2b Ada Leverage Hak Aliran Kas Pemegang Saham Pengendali

Pemegang Saham Pengendali tidak Terlibat dalam Manajemen

Pemegang Saham Pengendali Terlibat dalam Manajemen

H2c Ada Leverage Hak Aliran Kas Pemegang Saham Pengendali

Ada Pemegang Saham Pengendali Kedua

Tidak Ada Pemegang Saham Pengendali Kedua

Tabel 1Kaitan antara Hipotesis Penelitian dan Nilai Utang

Page 77: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

290

JAM, Vol. 21, No. 3, Desember 2010: 285-295

Hak aliran kas (CFR) merupakan klaim keuanganpemegang saham terhadap perusahaan (La Porta et al.,1999). Hak aliran kas = hak aliran kas langsung + hakaliran kas tidak langsung. Hak aliran kas langsung =persentase saham yang dimiliki oleh pemegang sahampada perusahaan publik atas nama dirinya sendiri. Hakaliran kas tidak langsung = perkalian persentasekepemilikan pemegang saham dalam setiap rantaikepemilikan. Hak kontrol (CR) merupakan hak suarauntuk ikut serta dalam menentukan kebijakan pentingperusahaan (La Porta et al., 1999). Sejalan dengan LaPorta et al. (1999), Ikatan Akuntan Indonesia (IAI)(dalam PSAK 4, PSAK 7, PSAK 22, dan PSAK 38)mendefinisikan kontrol sebagai hak suara untukmenentukan kebijakan keuangan dan operasi suatuperusahaan agar dapat menikmati manfaat dari kegiatanperusahaan tersebut. Hak kontrol = hak kontrollangsung + hak kontrol tidak langsung. Hak kontrollangsung = persentase saham yang dimiliki olehpemegang saham pengendali atas nama dirinya. Hakkontrol tidak langsung = jumlah kepemilikan minimumdalam setiap rantai kepemilikan, sedangkan leveragehak aliran kas (CFRL) merupakan deviasi hak aliran kasdari hak kontrol yang dimiliki oleh pemegang sahamdengan menggunakan berbagai mekanisme kepemilikan.Leverage hak aliran kas = hak kontrol – hak aliran kas.Pengukuran ini mengacu pada La Porta et al. (2002)dan Claessens et al. (2002).

Peneliti membagi sampel menjadi dua bagianuntuk menentukan besar kecilnya hak aliran kas, hakkontrol, dan leverage hak aliran kas. Khusus terhadapklasifikasi leverage hak aliran kas, peneliti hanyamenggunakan sampel yang pemegang sahampengendalinya memiliki leverage hak aliran kas.Sebanyak 50% dari sampel dengan hak aliran kas, hakkontrol, dan leverage hak aliran kas tertinggidikategorikan sebagai hak aliran kas, hak kontrol, danleverage hak aliran kas yang besar. Sebaliknya,sebanyak 50% dari sampel yang pemegang sahampengendalinya memiliki hak aliran kas, hak kontrol, danleverage hak aliran kas terendah dikategorikan sebagaihak aliran kas, hak kontrol, dan leverage hak aliran kasyang kecil.

Klasifikasi keberadaan leverage hak aliran kasditentukan berdasarkan perbandingan antara hakkontrol dengan hak aliran kas. Apabila hak kontrol lebihbesar dari hak aliran kas, maka dikategorikan bahwa

terdapat leverage hak aliran kas. Sebaliknya, apabilahak kontrol tidak melebihi hak aliran kas, makadikategorikan bahwa tidak terdapat leverage hak alirankas. Peneliti menentukan keterlibatan pemegang sahampengendali pada manajemen apabila pemegang sahampengendali tercatat sebagai direksi. Keberadaanpemegang saham pengendali kedua ditentukan apabilaada pemegang saham besar lainnya di perusahaan padapisah batas hak kontrol 20% yang telah ditentukan.

Peneliti menggunakan pisah batas hak kontrol20% untuk mengklasifikasi apakah kepemilikan dalamperusahaan tersebar atau terkonsentrasi. Pisah batashak kontrol 20% cukup beralasan karena beberapasebelumnya membuktikan bahwa cukup efektif dengan20% (La Porta et al., 2002; Claessens et al., 2000b).Pemegang saham pengendali dinyatakan sebagaipemegang saham pengendali apabila memiliki hakkontrol 20% atau lebih. Pemegang saham pengendalimeliputi keluarga, pemerintah, institusi keuangandengan kepemilikan luas, perusahaan dengankepemilikan luas, dan pemegang saham pengendalilainnya. Pemegang saham pengendali lain dapatmeliputi investor asing, koperasi, dan karyawan. Penelitimenggunakan kesamaan nama belakang, hubunganperkawinan, dan kesamaan alamat rumah untukmengidentifikasi satu kesatuan pemegang sahampengendali keluarga.

Hipotesis penelitian diuji dengan t-test untukmencari bukti empiris apakah terdapat perbedaan reratautang berdasarkan kategori yang ditentukan. Uji bedarerata adalah metode yang digunakan untuk mengujikesamaan rerata dari dua populasi yang bersifatindependen. Karena sampel penelitian adalah sampelyang independen, maka uji beda rerata yang digunakanadalah t-test untuk sampel independen. Formula dalamuji beda rerata t-test ditentukan sebagai berikut:

P-value digunakan sebagai dasar untuk menariksimpulan secara statistis. Rumusan hipotesis adalahH0; μ1 = μ1 dan Ha; μ1 ‘“μ1. Apabila p-value lebih besar

Page 78: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

291

UTANG DAN DIVERGENSI HAK KONTROL DARI.................... (Baldric Siregar)

dari alpha 10%, maka hipotesis nol (H0; μ1 = μ1) yangmenyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan reratadividen diterima. Sebaliknya, apabila p-value lebih kecildari alpha 10%, maka hipotesis nol yang menyatakantidak terdapat perbedaan rerata dividen ditolak.

HASIL PENELITIAN

Deskripsi variabel penelitian disajikan pada Tabel 2.Pada peraga tersebut terlihat bahwa perusahaan di In-donesia, pada periode penelitian, memiliki rerata utang65,82% dibandingkan dengan total aset perusahaan.Hal ini menunjukkan bahwa banyak perusahaan di In-donesia yang mengandalkan pendanaan melalui utang.Bahkan ada perusahaan yang memiliki utang hampirsama dengan aset perusahaan. Besarnya utang initerkait dengan dampak krisis ekonomi yangmenyebabkan utang perusahaan membengkak karenapeningkatan kurs valuta asing pada awal tahun 2000an.Selain tentang tingginya utang, besarnya leverage hakaliran kas juga merupakan indikator penting yangmenggambarkan struktur kepemilikan perusahaan diIndonesia. Leverage hak aliran kas yang memiliki nilairerata sebesar 11,29% menunjukkan bahwa umumnyapemegang saham pengendali mengendalikanperusahaan dengan hak kontrol lebih besar daripadahak aliran kas yang dimiliki pemegang sahampengendali tersebut. Angka ini mendukung fenomenayang terjadi bahwa struktur kepemilikan di Indonesiabersifat piramida. Kepemilikan piramidamenggambarkan kepemilikan tidak langsung seseorangterhadap suatu perusahaan melalui perusahaan lainnya.

Hasil pengujian hipotesis disajikan di Tabel 3.

Hipotesis 1a memprediksi bahwa utang lebih kecil padaperusahaan yang dikendalikan oleh pemegang sahampengendali yang memiliki hak aliran kas lebih besardaripada perusahaan yang dikendalikan oleh pemegangsaham pengendali yang memiliki hak aliran kas lebihkecil. Bukti empiris menunjukkan bahwa ada perbedaanrerata utang antara perusahaan dengan hak aliran kasbesar dan perusahaan dengan hak aliran kas kecil.Perbedaan utang tersebut terbukti signifikan secarastatistis. Namun temuan empiris ini terbalik dari prediksidalam hipotesis. Utang justru lebih kecil pada saatpemegang saham pengendali perusahaan memiliki hakaliran kas lebih kecil. Karena arahnya berlawanan, makadapat dikatakan bahwa hipotesis 1a tidak didukungsecara empiris.

Prediksi dalam hipotesis 1b adalah bahwa utanglebih kecil pada perusahaan yang dikendalikan olehpemegang saham pengendali yang memiliki hak kontrollebih kecil daripada perusahaan yang dikendalikan olehpemegang saham pengendali yang memiliki hak kontrollebih besar. Bukti empiris menunjukkan bahwa reratautang perusahaan yang memiliki pemegang sahampengendali dengan hak kontrol kecil memang memilikiutang lebih kecil daripada rerata utang perusahaan yangmemiliki pemegang saham pengendali dengan hakkonrol besar. Namun perbedaan rerata utang ini tidaksignifikan secara statistis. Walaupun arah matematikarerata utang sejalan dengan prediksi dalam hipotesis,namun karena perbedaan utang tidak signifikan, makahipotesis 1b tidak didukung.

Pada hipotesis 1c dinyatakan bahwa utang lebihkecil pada perusahaan yang dikendalikan olehpemegang saham pengendali yang tidak memiliki le-

Variabel LEV CFR CR CFRL MAN CS2

Rerata 65.82 49.63 60.85 11.29 0.34 0.13

Minimum 10.00 0.39 20.55 0.00 0.00 0.00

Maksimum 99.98 99.36 99.87 79.71 1.00 1.00

Standard Deviasi 24.30 22.66 19.27 15.91 0.47 0.34

N 1230 1230 1230 1230 1230 1230

Tabel 2Statistik Deskriptif

Sumber: Data penelitian. Diolah.

Page 79: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

292

JAM, Vol. 21, No. 3, Desember 2010: 285-295

verage hak aliran kas daripada perusahaan yangdikendalikan oleh pemegang saham pengendali yangmemiliki leverage hak aliran kas. Data mendukungpernyataan bahwa utang perushaaan lebih kecil apabilapemegang saham pengendali memiliki perusahaansecara langsung dibandingkan apabila pemegangsaham pengendali memiliki perusahaan secara tidaklangsung. Walaupun rerata utang berbeda secaramatematis, perbedaan rerata utang ini tidak signifikansecara statistis. Dengan demikian, dapat dinyatakanbahwa hipotesis 1c tidak didukung secara empiris.

Seperti diprediksi dalam hipotesis 2a, utang lebihkecil pada perusahaan yang dikendalikan olehpemegang saham pengendali yang memiliki leveragehak aliran kas lebih kecil daripada perusahaan yangdikendalikan oleh pemegang saham pengendali yangmemiliki leverage hak aliran kas lebih besar. Adanyaleverage hak aliran kas menunjukkan bahwa pemegangsaham pengendali mengendalikan suatu perusahaanmelalui kepemilikan tidak langsung. Semakin tinggirangkaian kepemilikan tidak langsung menyebabkansemakin besarnya leverage hak aliran kas. Bukti empirismendukung pernyataan bahwa leverage hak aliran kasyang besar menyebabkan pemegang saham pengendalisemakin mengandalkan pendanaan melalui utang.

Sama dengan hipotesis 2a, hipotesis 2b jugadidukung secara empiris. Pada hipotesis 2b dinyatakanbahwa utang lebih kecil pada perusahaan yang

dikendalikan oleh pemegang saham pengendali yangmemiliki leverage hak aliran kas dan tidak terlibat dalammanajemen daripada perusahaan yang dikendalikanoleh pemegang saham pengendali yang memiliki lever-age hak aliran kas tetapi terlibat dalam manajemen. Padasaat memiliki leverage hak aliran kas dan juga terlibatdalam manajemen, pemegang saham pengendalisemakin tidak kwatir dengan pendanaan melalui utangyang besar karena risiko kebangkrutan tidakditanggungnya proporsional dengan kepemilikannya.

Prediksi dalam hipotesis 2c tidak didukungsepenuhnya. Peneliti memprediksi bahwa utang lebihkecil pada perusahaan yang dikendalikan olehpemegang saham pengendali yang memiliki leveragehak aliran kas dan ada pemegang saham pengendalikedua di perusahaan daripada perusahaan yangdikendalikan oleh pemegang saham pengendali yangmemiliki leverage hak aliran kas dan tidak ada pemegangsaham pengendali kedua di perusahaan. Prediksi inididasarkan pada argumen bahwa pemegang sahampengendali tunggal, tanpa pengawasan dari pemegangsaham besar lainnya, semakin mampu mengeskpropriasipemegang saham non- pengendali melalui utang.Memang secara empiris terbukti bahwa ada perbedaanrerata utang antara perusahaan dengan pemegangsaham pengendali tunggal dengan utang perusahaanyang memiliki pemegang saham pengendali kedua.Namun arah perbedaan tersebut berlawanan sehingga

Tabel 3Hasil Pengujian Hipotesis

Hipotesis Rerata Utang Signifikansi Keterangan

H1a CFL – Lebih Besar 67.78%

0.006 Tidak Sesuai Prediksi CFR – Lebih Kecil 63.86%

H1b CR – Lebih Kecil 65.28%

0.320 Tidak Sesuai Prediksi CR – Lebih Besar 66.36%

H1c CFRL – Tidak Ada 63.91%

0.627 Tidak Sesuai Prediksi CFRL – Ada 67.14%

H2a CFRL – Lebih Kecil 66.57%

0.063 Sesuai Prediksi CFRL – Lebih Besar 67.70%

H2b CFRL – Non Manajemen 60.95%

0.000 Sesuai Prediksi CFRL – Manajemen 72.33%

H2c CFRL – Ada CS2 67.79%

0.096 Tidak Sesuai Prediksi CFRL – Tidak Ada CS2 64.78%

Sumber: Rangkuman hasil pengujian hipotesis.

Page 80: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

293

UTANG DAN DIVERGENSI HAK KONTROL DARI.................... (Baldric Siregar)

prediksi dalam hipotesis ini tidak terdukung.

PEMBAHASAN

Tindakan ekspropriasi pemegang saham pengendaliterhadap pemegang saham non-pengendali terjadidengan tujuan untuk memperoleh manfaat privat bagipemegang saham pengendali. Tindakan ekspropriasiini dapat dilakukan melalui kebijakan utang. Pada saatseorang pemegang saham pengendali mampumengendalikan perusahaan dengan kepemilikan yanglebih rendah dari kemampuannya mengendalikanperusahaan tersebut, ia memiliki insentif untukmelakukan tindakan ekspropriasi melalui utang. Insentifini muncul karena risiko kebangkrutan yang ditanggungoleh pemegang saham pengendali tidak sebesarkepemilikannya. Pada saat kepemilikan seorangpemegang saham pengendali lebih kecil darikemampuannya mengendalikan perusahaan, pemegangsaham pengendali tersebut terdorong untukmengandalkan pendanaan utang karena ia tidakmenanggung lebih besar dampak dari tindakannyaapabila risiko kebangkrutan benar-benar terjadi.

Indikasi tindakan ekspropriasi dikaji berdasarkananalisis terhadap hak aliran kas, hak kontrol, dan lever-age hak aliran kas pemegang saham pengendali. Indikasitindakan ekspropriasi juga dikaji berdasarkanketerlibatan pemegang saham pengendali dalammanajemen dan keberadaan pemegang sahampengendali kedua dalam perusahaan. Tindakanekspropriasi diimplikasikan terjadi apabila utang lebihbesar pada saat hak aliran kas lebih kecil, hak kontrollebih besar, ada leverage hak aliran kas, dan leveragehak aliran kas lebih besar. Tindakan ekspropriasi jugadiimplikasikan terjadi apabila utang lebih besar padasaat pemegang saham pengendali memiliki leveragehak aliran kas dan sekaligus pemegang sahampengendali terlibat dalam manajemen serta tidak adapemegang saham pengendali kedua di perusahaan.

Bukti empiris tidak mendukung dugaan bahwautang lebih besar pada saat pemegang sahampengendali memiliki hak aliran kas lebih kecil (hipotesis1a) serta pemegang saham pengendali yang memilikileverage hak aliran kas tidak diawasi oleh pemegangsaham pengendali kedua (hipotesis 2b). Analisis lebihlanjut terhadap data menunjukkan hal yang berlawanan.Berdasarkan analisis data, tren rerata utang bergerak

lebih tinggi justru pada saat pemegang sahampengendali memiliki hak aliran kas besar dan sebaliknyautang lebih kecil pada saat hak aliran kas perusahaankecil. Analisis lebih lanjut terhadap data jugamenunjukkan bahwa rerata utang lebih besar pada saatpemegang saham pengendali memiliki leverage hakaliran kas dan ada pemegang saham pengendali keduadalam perusahaan. Bukti empiris ini mengindikasikandugaan bahwa seorang pemegang besar melakukankoalisi dengan pemegang saham pengendali besarlainnya sehingga antarpemegang saham besar terjadikerja sama untuk melakukan ekspropriasi terhadappemegang saham kecil. Kajian lebih mendalam terhadapkemungkinan koalisi ini perlu dilakukan pada penelitianlebih lanjut.

Dukungan yang lemah tentang tindakanekspropriasi diperoleh melalui kajian terhadap hakkontrol dan leverage hak aliran kas. Tindakaanekspropriasi diimplikasikan terjadi apabila utang lebihbesar pada saat hak kontrol pemegang sahampengendali lebih besar (hipotesis 1b) dan ada lever-age hak aliran kas yang dimiliki oleh pemegang sahampengendali tersebut (hipotesis 1c). Data empirismenunjukkan bahwa hal prediksi ini dapat didukung.Namun dikungan tersebut lemah karena secaramatematis memang utang lebih besar pada saat hakkontrol pemegang saham pengendali lebih besar danada leverage hak aliran kas pemegang sahampengendali. Analisis lebih lanjut terhadap data memangmenunjukkan arah utang yang meningkat apabilapemegang saham pengendali memiliki hak kontrol besardan leverage hak aliran kas dibandingkan apabilapemegang saham pengendali memiliki hak kontrol kecildan tidak memiliki leverage hak aliran kas. Namunkarena perbedaan utang tersebut tidak didukung secarastatistis, maka bukti empiris lemah dalam mendukungpernyataan dalam hipotesis.

Indikasi ekspropriasi yang dilakukan pemegangsaham pengendali terhadap pemegang saham non-pengendali terlihat jelas berdasarkan kajian terhadapbesaran leverage hak aliran kas dan keterlibatanpemegang saham pengendali dalam manajemen.Keberadaan leverage memang kurang mampumembuktikan adanya ekspropriasi. Namun setelahdibandingkan leverage hak aliran kas yang besarterhadap leverage hak aliran kas yang kecil, makaterbukti bahwa tindakan ekspropriasi memang terjadi.

Page 81: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

294

JAM, Vol. 21, No. 3, Desember 2010: 285-295

Pemegang saham pengendali belum mampu melakukantindakan ekspropriasi apabila selisih antara kemampuanmengendalikan perusahaan dengan kepemilikanterhadap perusahaan tersebut kecil. Dengan kondisiseperti ini, tindakan ekspropriasi masih berdampaklangsung dan besar bagi pemegang saham pengendaliitu sendiri karena proporsi kepemilikannya yang besarrelatif terhadap kemampuan kontrolnya.

Selanjutnya, tindakan ekspropriasi juga terlihatapabila pemegang saham pengendali juga bertindaksebagai direksi perusahaan. Dengan leverage hak alirankas pemegang saham sudah mampu mengendalikanperusahaan sesuai dengan kepentingannya. Apabiladitambah dengan kondisi bahwa pemegang sahampengendali juga merupakan bagian dari direksiperusahaan, maka kemampuan pemegang sahampengendali untuk melakukan tindakan ekspropriasiuntuk kepentingannya semakin besar.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Ekspropriasi pemegang saham non-pengendali olehpemegang saham pengendali merupakan fenomenayang nyata. Simpulan ini terlihat dari dua hal yangdidukung secara empiris. Pertama, apabila pemegangsaham pengendali mengendalikan perusahaan secaratidak langsung, ditunjukkan oleh besarnya leveragehak aliran kas, perusahaan cenderung memiliki utangyang lebih besar. Hal ini merupakan bukti bahwapemegang saham pengendali tidak takut terhadap risikokebangkrutan dengan utang yang besar karenamengetahui bahwa kepemilikannya lebih kecil daripadakemampuannya mengendalikan perusahaan. Kedua,pemegang saham pengendali yang memiliki perusahaansecara tidak langsung dan juga bagian dari manajemenitu sendiri cenderung mengandalkan pendanaan utang.Kemampuan pemegang saham pengendali untukmengekspropriasi pemegang saham non-pengendalimelalui utang semakin besar karena keterlibatannyadalam manajemen.

Saran

Namun demikian, temuan empiris ini bukanlah tanpakelemahan. Kelemahan tersebut terkait dengan

keterbatasan yang ada dalam penelitian ini.Keterbatasan pertama terkait dengan identifikasipemegang saham pengendali. Mengidentifikasipemegang saham pengendali melalui nama belakang,kesamaat alamat rumah, dan hubungan perkawinan,bukanlah identifikasi yang sempurna. Apabila data-base hubungan keluarga antarpemegang saham ada,maka identifikasi pemegang saham pengendali akansemakin baik. Keterbatasan kedua terkait dengan datatentang tindakan ekspropriasi. Penelitian ini tidakmenggunakan aktivitas ekspropriasi itu sendiri karenadokumentasi tindakan ekspropriasi tidak tersedia.Pengujian dengan menggunakan implikasi teterkaitanutang dengan struktur kepemilikan untukmengidentifikasi kemungkinan adanya ekspropriasidapat menghasilkan pengujian yang kurang sempurna.Apabila tersedia, penggunaan tindakan ekspropriasiyang sesungguhnya dapat menghasilkan pengujianyang lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

Berle, Adolph dan Means, Gardiner. 1932. The ModernCorporation and Private Property. MacMillan,New York, N.Y.

Boubaker, Sabri. 2003. “On the Relationship betweenOwnership-Control Structure and Debt Financ-ing: New Evidence from France.” Working Pa-per of University Paris XII-Val-de-Marne.

Bunkanwanicha, Pramuan; Gupta, Jyoti; dan Rokhim,Rofikoh. 2003. “Debt and Entrenchment: Evi-dence from Thailand dan Indonesia.” WorkingPaper of University Paris 1-Pantheon-Sorbonne.

Claessens, Stijin; Djankov, Simeon; Fan, Joseph P.H.;dan Lang, Larry H.P. 2002. “Disentagling theIncentive and Entrenchment Effects of LargeShareholdings.” Journal of Finance. Vol. 57,No. 6: 2741-1771.

Claessens, Stijin; Djankov, Simeon; dan Lang, LarryH.P. 2000a. “The Separation of Ownership and

Page 82: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

295

UTANG DAN DIVERGENSI HAK KONTROL DARI.................... (Baldric Siregar)

Control in East Asian Corporations.” Journalof Financial Economics. Vol. 58: 81-112.

Claessens, Stijin; Djankov, Simeon; Fan, Joseph; danLang, Larry H.P. 2000b. “Expropriation of Mi-nority Shareholders: Evidence from East Asia.Policy Research Working Paper 2088, TheWorld Bank.

Du, Julan dan Dai, Yi. 2005. “Ultimate CorporateOnership Structure and Capital Structure: Evi-dence from East Asian Economies.” CorporateGovernance. Vol. 13, No. 1: 60-71.

Faccio, Mara dan Lang, Larry H.P. 2002. “The UltimateOwnership of Western European Corpora-tions.” Journal of Financial Economics. Vol.65: 365-395.

Faccio, Mara; Lang, Larry H.P.; dan Young, Leslie. 2003.“Debt and Expropriation.” Working Paper ofChinese University of Hongkong.

Harvey, Campbell; Lins, Karl V.; dan Roper, Andrew H.2004. “The Effect of Capital Structure WhenExpected Agency Costs are Extreme.” Journalof Financial Economics. Vol. 74: 3-30.

Jensen, Michael C. dan Meckling, William H. 1976.“Theory of the Firm: Managerial Behavior,Agency Costs. And Ownership Structure.”Journal of Financial Economics. Vol. 3: 305-360.

La Porta, Rafael; Lopez-de-Silanes, Florencio; Shleifer,Andrei. 1999. “Corporate Ownership Around theWorld.”Journal of Finance. Vol. 54, No. 2: 471-517.

La Porta, Rafael; Lopez-de-Silanes, Florencio; Shleifer,Andrei; dan Vishny, Robert. 2002. “Investor Pro-tection and Corporate Valuation.” Journal ofFinance. Vol. 57, No. 3: 3-27.

Myers, S. C. dan Majluf, N. S. 1984. “Coporate Financ-ing and Investment Decisions when Firms HaveInformation that Investors Do not Have.” Jour-

nal of Financial Economics. June: 187-221.

PSAK 4. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 4tentang Laporan Keuangan Konsolidasi.

PSAK 7. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 7tentang Pengungkapan Pihak-pihak yangMempunyai Hubungan Istimewa.

PSAK 22. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 22tentang Akuntansi Penggabungan Usaha.

PSAK 38. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 38tentang Akuntansi Restrukturisasi EntitasSepengendali.

Shleifer, Andrei dan Vishny, Robert W. 1997. “A Sur-vey of Corporate Governance.” Journal of Fi-nance. Vol. 52, No. 2: 737-783.

Yeh, Yin-Hua. 2003. “Corporate Ownership and Con-trol: New Evidence from Taiwan.” CorporateOwnership & Control. Vol. 1, No. 1: 87-101.

Page 83: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

297

PENGARUH UKURAN PERUSAHAAN, UKURAN DEWAN KOMISARIS, ................. (Indah Dewi Utami dan Rahmawati)Vol. 21, No. 3, Desember 2010Hal. 297-306

ABSTRACT

This research is replicated from Sembiring (2005). Theobjective of this research is to give empirical evidencewhether there is firm size, size of board of commis-sioner; institutional ownership, foreign ownership, andfirm age have effect to corporate social responsibilitydisclosure in corporate annual report. This research isdone at public property and Real Estate Company whichare listed in Indonesia Stock Exchange from 2005 until2007. This research uses purposive sampling. Thesample of this research is 121 companies from 126 prop-erty and real estate companies that listed in the Indo-nesia Stock Exchange from 2005 until 2007. Researcheruses multiple regression analysis as analysis method.Result of regression analysis shows that firm size andsize of board of commissioner have significant effecttoward degree of corporate social responsibility dis-closure. Institutional ownership, foreign ownership,and firm age do not significant effect toward degree ofcorporate social responsibility disclosure. Result of theresearch shows that index corporate social responsi-bility disclosure is 18.12%. It means degree of corpo-rate social responsibility disclosure in mining companyis still relative low.

PENGARUH UKURAN PERUSAHAAN, UKURAN DEWANKOMISARIS, KEPEMILIKAN INSTITUSIONAL, KEPEMILIKANASING, DAN UMUR PERUSAHAAN TERHADAP CORPORATESOCIAL RESPONSIBILITY DISCLOSURE PADA PERUSAHAAN

PROPERTY DAN REAL ESTATE YANG TERDAFTARDI BURSA EFEK INDONESIA

Indah Dewi UtamiRahmawati

Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret SurakartaJalan Ir. Sutami Nomor 36A, Kentingan, Surakarta

Telepon/Fax.: +62 271 669090E-mail: [email protected]

Tahun 1990

ISSN: 0853-1259

J U R N A LAKUNTANSI & MANAJEMEN

Keywords: corporate social responsibility, firm size, sizeof board of commissioner, institutional ownership, for-eign ownership, firm age

PENDAHULUAN

BAPEPAM belum mewajibkan perusahaan untukmengungkapkan informasi sosial tertutama informasimengenai tanggungjawab sosial perusahaan terhadaplingkungan (corporate social responbility atau CSR),akibatnya yang terjadi di dalam praktik perusahaanhanya dengan sukarela mengungkapkannya. CSRsangat tergantung dari komitmen dan norma etikaperusahaan untuk turut memikirkan kondisi sosialsekitarnya. Wacana CSR tidak pernah menjadi prioritasutama bagi perusahaan-perusahaan di Indonesia.Perusahaan akan mempertimbangkan biaya dan manfaatyang akan diperoleh ketika mereka memutuskan untukmengungkapkan informasi sosial. Apabila manfaatyang akan diperoleh dengan pengungkapan informasitersebut lebih besar dibandingkan biaya yangdikeluarkan untuk pengungkapannya, maka perusahaanakan dengan sukarela mengungkapkan informasi

Page 84: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

298

JAM, Vol. 21, No. 3, Desember 2010: 297-306

tersebut. Menurut Hill et al. dalam Nofandrilla (2008),CSR sudah selayaknya dipandang sebagai bagian daristrategi bisnis perusahaan. Hal ini dapat dilakukanantara lain dengan menyelaraskan program CSRperusahaan tersebut dengan produk dan imageperusahaan yang bersangkutan. Sebagai contoh,perusahaan rokok dapat melakukan program kemitraandengan para petani tembakau dan perusahaanprodusen susu dapat melakukan program kerjasamadengan para peternak sapi setempat, dan lainsebagainya.

Sejak tanggal 23 september 2007,pengungkapan tanggungjawab sosial perusahaan(CSR disclosure) mulai diwajibkan melalui UUPerseroan Terbatas Nomor 40 tahun 2007, khususnyauntuk perusahaan-perusahaan yang hidup dariekstraksi sumber daya alam. Dalam Pasal 74 Undang-Undang tersebut diatur tentang kewajibanpengungkapan tanggungjawab sosial dan lingkunganperusahaan. Sehingga, tidak ada lagi sebutanpengungkapan tanggungjawab sosial perusahaan yangsukarela, namun pengungkapan yang wajibhukumnya. Sementara itu, perkembangan CSR di luarnegeri sudah sangat populer. Bahkan di beberapanegara, CSR digunakan sebagai salah satu indikatorpenilaian kinerja sebuah perusahaan dengandicantumkannya informasi CSR di dalam catatan laporankeuangan perusahaan yang bersangkutan.

Berbagai penelitian yang terkait denganpengungkapan tanggungjawab sosial perusahaanmenunjukkan keanekaragaman hasil. Sembiring (2005)dan Nofandrilla (2008) menemukan pengaruh yangsignifikan ukuran perusahaan terhadap pengungkapantanggungjawab sosial perusahaan. Namun, hal ini tidaksejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan olehAnggraini (2006) dan Roberts (1992) yang menyatakanbahwa ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadappengungkapan tanggungjawab sosial perusahaan.Sembiring (2005) menyatakan bahwa semakin besarjumlah anggota dewan komisaris, maka akan semakinmudah untuk mengendalikan CEO dan pengawasanyang dilakukan akan semakin efektif. Dikaitkan denganpengungkapan tanggungjawab sosial perusahaan,maka tekanan terhadap manajemen juga akan semakinbesar untuk mengungkapkannya. Hal ini sejalan denganhasil penelitian yang dilakukan oleh Beasly (2000).Namun, berbeda dengan hasil penelitian yang

dilakukan oleh Nofandrilla (2008) yang menyatakanbahwa ukuran dewan komisaris tidak berpengaruhsecara signifikan terhadap pengungkapantanggungjawab sosial perusahaan. Berkaitan denganstruktur kepemilikan, Machmud & Djaman (2008)menyatakan bahwa kepemilikan asing dan kepemilikaninstitusional tidak berpengaruh terhadap luaspengungkapan tanggungjawab sosial. NamunNofandrilla (2008) menyatakan bahwa kepemilikaninstitusional berpengaruh secara signifikan terhadapkebijakan pengungkapan tanggungjawab sosialperusahaan. Ansah (2000) meneliti tentang pengaruhumur perusahaan terhadap pengungkapantanggungjawab sosial perusahaan, hasilnyamenyatakan bahwa umur perusahaan tidakberpengaruh signifikan terhadap pengungkapantanggungjawab sosial perusahaan. SedangkanSembiring (2003), Marwata (2001), dan Nofandrilla(2008) tidak menemukan pengaruh yang signifikan.

Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitianSembiring (2005). Dalam penelitian ini, terdapatbeberapa perbedaan dengan penelitian Sembiring(2005), antara lain 1) Periode penelitian, Sembiring (2005)menggunakan periode penelitian tahun 2002 sedangpenelitian ini memperluas rentang periode penelitianselama tiga tahun pengamatan, terhitung mulai tahun2005 sampai tahun dengan tahun 2007 dengan alasanagar diperoleh jumlah sampel dan observasi yang cukupsecara statistik. Periode penelitian yang lebih panjangakan memberikan kemungkinan yang lebih besar untukmemperoleh hasil yang lebih mendekati kondisisebenarnya; 2) Sampel penelitian, sampel yang ditelitiSembiring (2005) menggunakan seluruh perusahaanyang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI), sedangpenelitian ini mengkhususkan sampel pada perusahaanproperty dan real estate yang terdaftar di BEI.Pengkhususan sampel dapat menghindari hasilpenelitian yang bias, dikarenakan perbedaankarakteristik perusahaan yang terdaftar di BEI; 3)Variabel penelitian, Sembiring (2005) menggunakan limavariabel independen dalam penelitian, yaitu ukuranperusahaan, profitabilitas, profile, ukuran dewankomisaris, dan leverage, sedang penelitian inimengambil dua variabel dari penelitian Sembiring (2005)yaitu ukuran perusahaan dan ukuran dewan komisaris.Penelitian ini menambahkan tiga variabel yaitukepemilikan institusional, kepemilikan asing, dan umur

Page 85: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

299

PENGARUH UKURAN PERUSAHAAN, UKURAN DEWAN KOMISARIS, ................. (Indah Dewi Utami dan Rahmawati)

perusahaan sesuai saran dalam penelitian Sembiring(2005); 4) Sembiring (2005) menggunakan jumlah tenagakerja sebagai ukuran perusahaan, sedang penelitianini menggunakan total aset sebagai alat ukur, karenatotal aset lebih dapat mengukur besar kecilnyaperusahaan.

Berdasarkan latar belakang, maka perumusanmasalah dalam penelitian ini adalah 1) Apakah ukuranperusahaan berpengaruh terhadap CSR disclosure padaperusahaan property dan real estate yang terdaftar diBEI; 2) Apakah ukuran dewan komisaris berpengaruhterhadap CSR disclosure pada perusahaan propertydan real estate yang terdaftar di BEI; 3) Apakahkepemilikan institusional berpengaruh terhadap CSRdisclosure pada perusahaan property dan real estateyang terdaftar di BEI; 4) Apakah kepemilikan asingberpengaruh terhadap CSR disclosure pada perusahaanproperty dan real estate yang terdaftar di BEI; 5)Apakah umur perusahaan berpengaruh terhadap CSRdisclosure pada perusahaan property dan real estateyang terdaftar di BEI; dan 6) Apakah ukuranperusahaan, ukuran dewan komisaris, kepemilikaninstitusional, kepemilikan asing, dan umur perusahaanberpengaruh secara simultan terhadap CSR disclosurepada perusahaan property dan real estate yangterdaftar di BEI.

MATERI DAN METODE PENELITIAN

Ukuran perusahaan merupakan variabel penduga yangbanyak digunakan untuk menjelaskan variasipengungkapan dalam laporan tahunan perusahaan.Menurut Siregar dan Utama dalam Nofandrilla (2008),semakin besar ukuran perusahaan, informasi yangtersedia untuk investor dalam pengambilan keputusansehubungan dengan investasi saham semakin banyak.Sembiring (2005) dan Nofandrilla (2008) menemukanpengaruh yang signifikan ukuran perusahaan terhadappengungkapan tanggungjawab sosial perusahaan.Namun, hal ini tidak sejalan dengan hasil penelitianyang dilakukan oleh Anggraini (2006) dan Roberts(1992) yang menyatakan bahwa ukuran perusahaantidak berpengaruh terhadap pengungkapantanggungjawab sosial perusahaan. Berdasarkan hasilpenelitian terdahulu, maka disusun hipotesis penelitiansebagai berikut:H1: Ukuran perusahaan berpengaruh terhadap cor-

porate social responsibility disclosure padaperusahaan property dan real estate yangterdaftar di BEI.

Sembiring (2005) menyatakan bahwa semakinbesar jumlah anggota dewan komisaris, maka semakinmudah untuk mengendalikan CEO dan pengawasanyang dilakukan akan semakin efektif. Dikaitkan denganpengungkapan tanggungjawab sosial perusahaan,maka tekanan terhadap manajemen juga akan semakinbesar untuk mengungkapkannya. Hal ini sejalan denganhasil penelitian yang dilakukan oleh Beasly (2000).Namun, berbeda dengan hasil penelitian yangdilakukan oleh Nofandrilla (2008) yang menyatakanbahwa ukuran dewan komisaris tidak berpengaruhterhadap pengungkapan tanggungjawab sosialperusahaan. Berdasarkan hasil penelitian terdahulu,maka disusun hipotesis penelitian sebagai berikut:H2: Ukuran dewan komisaris berpengaruh terhadap

corporate social responsibility disclosure padaperusahaan property dan real estate yangterdaftar di BEI.

Kepemilikan institusional adalah kepemilikansaham perusahaan oleh institusi (badan). Tingkatkepemilikan institusional yang tinggi akan menimbulkanusaha pengawasan yang lebih besar oleh pihak inves-tor institusional sehingga dapat menghalangi perilakuopportunistic manajer (Arif 2006 dalam Machmud danDjaman 2008). Machmud dan Djaman (2008)menyatakan bahwa kepemilikan institusional tidakberpengaruh terhadap pengungkapan tanggungjawabsosial perusahaan, namun Nofandrilla (2008)menyatakan bahwa kepemilikan institusionalberpengaruh terhadap pengungkapan tanggungjawabsosial perusahaan. Berdasarkan hasil penelitianterdahulu, maka disusun hipotesis penelitian sebagaiberikut:H3: Kepemilikan institusional berpengaruh terhadap

corporate social responsibility disclosure padaperusahaan property dan real estate yangterdaftar di BEI.

Kepemilikan asing dalam perusahaanmerupakan pihak yang dianggap concern terhadaptanggungjawab sosial perusahaan (Fauzi 2006 dalamMachmud dan Djaman 2008). Berkaitan dengankepemilikan asing, Machmud dan Djaman (2008)menyatakan bahwa kepemilikan asing tidakberpengaruh terhadap pengungkapan tanggungjawab

Page 86: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

300

JAM, Vol. 21, No. 3, Desember 2010: 297-306

sosial perusahaan. Berdasarkan hasil penelitiantersebut, maka disusun hipotesis penelitian sebagaiberikut:H4: Kepemilikan asing berpengaruh terhadap corpo-

rate social responsibility disclosure padaperusahaan property dan real estate yangterdaftar di BEI.

Widiastuti (2002) dalam Nofandrilla (2008)menyatakan bahwa umur perusahaan dapatmenunjukkan bahwa perusahaan tetap eksis dan mampubersaing. Dengan demikian, umur perusahaan dapatdikaitkan dengan kinerja keuangan suatu perusahaan.Perusahaan yang berumur lebih tua memilikipengalaman lebih banyak dan mengetahui kebutuhankonstituennya atas informasi tentang perusahaan.Ansah (2000) meneliti tentang pengaruh umurperusahaan terhadap pengungkapan tanggungjawabsosial perusahaan. Hasilnya menyatakan bahwa umurperusahaan berpengaruh terhadap pengungkapantanggungjawab sosial perusahaan, sedangkanSembiring (2003), Marwata (2001), dan Nofandrilla(2008) tidak menemukan pengaruh yang signifikan.Berdasarkan hasil penelitian terdahulu, maka disusunhipotesis penelitian sebagai berikut:H5: Umur perusahaan berpengaruh terhadap corpo-

rate social responsibilitydisclosure padaperusahaan property dan real estate yangterdaftar di BEI.

Populasi mengacu pada sekelompok orang,kejadian (event), atau sesuatu yang menarik perhatianpeneliti untuk melakukan investigasi (Sekaran, 2003).Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalahseluruh perusahaan property dan real estate yangterdaftar di BEI tahun 2005 sampai dengan 2007. Sampeladalah bagian dari populasi yang terdiri dari elemen-elemen yang diharapkan memiliki karakteristik yangmewakili populasinya (Sekaran, 2003). Teknikpengambilan sampel pada penelitian ini adalah purpo-sive sampling, yaitu sampel yang sengaja ditentukanberdasarkan kriteria tertentu yang telah ditentukan olehpeneliti untuk mendapatkan sampel yang representatif.Kriteria untuk sampel penelitian ini adalah perusahaanproperty dan real estate yang terdaftar di BEI (2005-2007), perusahaan yang mempublikasikan laporankeuangan auditan dengan menggunakan tahun bukuyang berakhir pada 31 Desember, dan perusahaan prop-erty dan real estate tersebut memiliki data lengkap yang

diperlukan dalam penelitian selama tiga tahun (2005 –2007).

Variabel dependen dalam penelitian ini adalahCSR disclosure atau tingkat pengungkapantanggungjawab sosial perusahaan dalam laporantahunan. Tanggungjawab sosial perusahaan itu sendiridapat digambarkan sebagai ketersediaan informasikeuangan dan non-keuangan berkaitan denganinteraksi organisasi dengan lingkungan fisik danlingkungan sosialnya, yang dapat dibuat dalam laporantahunan perusahaan atau laporan sosial terpisah(Guthrie dan Mathews 1985 dalam Sembiring 2005).

Instrumen penelitian yang digunakan adalahsuatu daftar pengungkapan tanggungjawab sosialperusahaan. Check list dilakukan dengan melihatpengungkapan tanggungjawab sosial perusahaandalam tujuh kategori yaitu lingkungan, energi,kesehatan dan keselamatan tenaga kerja, lain-laintenaga kerja, produk, keterlibatan masyarakat, danumum. Kategori ini diadopsi dari penelitian yangdilakukan oleh Sembiring (2005) yang mengadopsipenelitian yang dilakukan oleh Hackston dan Milne.Ketujuh kategori tersebut dijabarkan ke dalam 63 itempengungkapan yang telah disesuaikan dengan kondisiyang ada di Indonesia. Perhitungan untuk menentukanskor indeks pengungkapan tanggung jawab sosialperusahaan adalah sebagai berikut ini 1) setiap itemdiberi skor 1 jika diungkapkan dan skor 0 jika tidakdiungkapkan; 2) perhitungan indeks tingkatpengungkapan tanggungjawab sosial perusahaandiukur dengan rasio total skor yang diperoleh denganskor maksimal yang dapat diperoleh. Skor maksimal tiap-tiap blok berbeda sesuai penyesuaian yang telahdilakukan pada masing-masing blok. Indeksdiformulasikan sebagai berikut ini.

INDEKS = kn

Notasi:n = jumlah skor pengungkapan yang diperoleh, dank = jumlah skor maksimal.

Penelitian ini menggunakan lima variabelindependen, yaitu 1) Ukuran perusahaan yang diukurdengan total aset perusahaan, karena total aset lebih

Page 87: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

301

PENGARUH UKURAN PERUSAHAAN, UKURAN DEWAN KOMISARIS, ................. (Indah Dewi Utami dan Rahmawati)

dapat mengukur besar kecilnya perusahaan; 2) Ukurandewan komisaris yang dalam penelitian ini konsistendengan Sembiring (2005) yaitu jumlah personil dalamanggota dewan komisaris; 3) Kepemilikan institusionalyang diukur dengan persentase kepemilikan sahamoleh institusi (badan) yang dilihat dari laporan keuangantahunan perusahaaan (Machmud & Djaman, 2008); 4)Kepemilikan asing diukur dengan persentasekepemilikan saham oleh asing yang dilihat dari laporankeuangan tahunan perusahaaan (Machmud & Djaman,2008); dan 5) Umur perusahaan yaitu lama perusahaanberdiri yang dihitung sejak tahun perusahaan tersebutberdiri hingga perusahaan tersebut dijadikan sampeldalam penelitian.

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalahdata sekunder, yaitu laporan keuangan perusahaanproperty dan real estate yang terdaftar dan aktif di BEIyang terdiri dari 1) daftar perusahaan property dan realestate yang listing di BEI tahun 2005 sampai dengantahun 2007; 2) laporan keuangan tahunan perusahaanproperty dan real estate selama kurun waktu 2005sampai dengan tahun 2007; dan 3) data dan informasilain yang terkait dalam penghitungan dan analisis.Teknik pengambilan data yang digunakan dalampenelitian ini adalah dokumentasi dari sumber datamelalui Pojok BEI UNS dan website resmi IndonesiaStock Exchange yaitu www.idx.co.id.

HASIL PENELITIAN

Dalam penelitian ini, populasi meliputi seluruhperusahaan property dan real estate yang terdaftar diBEI pada tahun 2005 sampai dengan 2007. Menurutdata pada ICMD 2006-2008 terdapat 126 perusahaanproperty dan real estate yang terdaftar di BEI.Perusahaan sampel yang berhasil diperoleh melaluimetode purposive sampling adalah 121 perusahaanselama 3 tahun.

Tabel 1Jumlah Sampel Penelitian

Keterangan JumlahPerusahaan property dan real estate 2005-2007 126Perusahaan property dan real estate yang tidak menyajikaninformasi lengkap dalam laporan tahunan 5Jumlah perusahaan yang dijadikan sampel 121Sumber: www.idx.co.id

Variabel dependen dalam penelitian ini adalahcorporate social responsibility disclosure yangdinyatakan dalam indeks. Indeks diperoleh denganmembandingkan jumlah skor yang berhasil didapatdengan skor maksimal. Besarnya indeks pengungkapanmasing-masing perusahaan bervariasi antara 0,03sampai dengan 0,55. Rata-rata indeks pengungkapantanggungjawab sosial perusahaan property dan realestate yang terdaftar di BEI adalah 0,1812 atau sekitar18,12 %.

Gambaran tentang pengungkapantanggungjawab sosial perusahaan berdasarkan jenisindustri property dan real estate menunjukkan bahwajumlah pengungkapan paling banyak dilakukan olehPT. Bakrieland Development (2007) sebanyak 35pengungkapan atau 55% dari total pengungkapan,sedangkan yang paling sedikit adalah PT. DayaindoResources Internasional (2007) dan PT. Jaka IntiRealtindo (2007) sebanyak 2 pengungkapan dari totalpengungkapan atau sebesar 3%. Berdasarkan 63 itemyang digunakan untuk mengukur indekspengungkapan tanggungjawab sosial perusahaan, adabeberapa item yang banyak diungkap oleh perusahaansampel, di antaranya pelatihan tenaga kerja melalui pro-gram tertentu di tempat kerja, pengungkapan persentasigaji untuk pensiun, pengungkapan kebijakanpenggajian dalam perusahaan, pengungkapan jumlahtenaga kerja dalam perusahaan, dan pengungkapansumbangan tunai, produk dan layanan. Deskripsimengenai variabel dependen dan variabel independendapat dilihat pada Tabel 2. Hasil uji signifikansi t dapatdilihat dari Tabel 3.

Hipotesis pertama penelitian ini yaitu ukuranperusahaan berpengaruh terhadap corporate socialresponsibility disclosure. Probability value yangdihasilkan untuk variabel pertama adalah 0,002signifikan pada tingkat signifikansi 0,05 atau 5%. Nilait hitung yang dihasilkan sebesar -3.159. Berdasar hasilanalisis tersebut maka disimpulkan bahwa hipotesisditerima. Hal ini berarti bahwa terdapat pengaruhukuran perusahaan terhadap corporate social respon-sibility disclosure.

Hipotesis kedua yaitu ukuran dewan komisarisberpengaruh terhadap corporate social responsibil-ity disclosure. Probability value yang dihasilkanadalah 0.056 signifikan pada tingkat signifikansi 10%.Nilai t hitung yang dihasilkan sebesar 1.927. Berdasar

Page 88: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

302

JAM, Vol. 21, No. 3, Desember 2010: 297-306

hasil analisis tersebut maka disimpulkan bahwahipotesis. Hal ini berarti bahwa ukuran dewan komisarisberpengaruh terhadap corporate social responsibil-ity disclosure.

Hipotesis ketiga yaitu kepemilikan institusionalberpengaruh terhadap corporate social responsibil-ity disclosure. Probability value yang dihasilkanadalah 0,523 tidak signifikan pada tingkat signifikansi5% maupun 10%. Nilai t hitung yang dihasilkan sebesar-0,640. Berdasar hasil analisis tersebut dapatdisimpulkan bahwa hipotesis ditolak dan berarti bahwakepemilikan institusional tidak mempunyai pengaruhterhadap corporate social responsibility disclosure.Hipotesis keempat yaitu kepemilikan asingberpengaruh terhadap corporate social responsibil-ity disclosure. Probability value yang dihasilkanadalah 0,404 dan nilai t hitung yang dihasilkan sebesar0.838 tidak signifikan pada tingkat signifikansi 5%maupun 10%. Berdasar hasil analisis tersebut dapat

disimpulkan bahwa hipotesis ditolak. Hal inimenunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruhkepemilikan asing terhadap corporate social respon-sibility disclosure.

Hipotesis kelima yaitu umur perusahaanberpengaruh terhadap corporate social responsibil-ity disclosure. Probability value yang dihasilkanadalah 0,757 dan nilai t hitung yang dihasilkan sebesar0.310. Berdasar hasil analisis tersebut dapat disimpulkanbahwa hipotesis ditolak. Hal ini berarti bahwa umurperusahaan tidak berpengaruh terhadap corporatesocial responsibility disclosure.

PEMBAHASAN

Secara simultan ditemukan bahwa tingkat pengaruhvariabel independen terhadap corporate social re-sponsibility disclosure yang ditemukan cukup rendahyaitu sebesar 8,1% (Adjusted R Square). Hal ini berarti

Variabel t hitung Probability Value Interpretasi

LOG_SIZE KOM INST FOREIGN AGE

-3.159 1.927 -0.640 0.838 0.310

0.002 0.056 0.523 0.404 0.757

Ha didukung * Ha didukung ** Ha tidak didukung Ha tidak didukung Ha tidak didukung

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

CSDI 121 .03 .55 .1812 .10206 LOG_SIZE 121 .00 2.98 1.2956 1.12358 KOM 121 .00 1.00 .8347 .37299 INST 121 7.40 100.00 62.0932 22.22624 FOREIGN 121 .00 1.00 .5620 .49821 AGE 121 3.00 38.00 21.4463 7.39702 Valid N (listwise) 121

Tabel 2Statistik Deskriptif

Sumber: hasil pengolahan data.

Tabel 3Uji Koefisien Regresi Parsial (Signifikansi t)

Sumber: hasil pengolahan data.Keterangan:* : tingkat signifikansi 5%** : tingkat signifikansi 10%

Page 89: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

303

PENGARUH UKURAN PERUSAHAAN, UKURAN DEWAN KOMISARIS, ................. (Indah Dewi Utami dan Rahmawati)

bahwa secara simultan ukuran perusahaan, ukurandewan komisaris, kepemilikan institucional, kepemilikanasing, dan umur perusahaan mampu mempengaruhitingkat corporate social responsibility disclosuresebesar 8,1%. Hasil analisis regresi parsial berhasilmendukung hipotesis alternatif pertama pada tingkatsignifikasi 5% dan hipotesis alternatif kedua padatingkat signifikansi 10%, sedang hipotesis alternatifketiga, keempat, dan kelima tidak didukung.

Bukti bahwa oleh ukuran perusahaanberpengaruh positif signifikan terhadap corporate so-cial responsibility disclosure telah ditemukan dalampenelitian sebelumnya. Menurut Sembiring (2003) danSembiring (2005), perusahaan besar melakukan lebihbanyak aktivitas yang memberikan dampak yang lebihbesar terhadap masyarakat, kemungkinan mempunyailebih banyak pemegang saham yang boleh jadi terkaitdengan program sosial perusahaan dan laporankeuangan tahunan akan dijadikan sebagai alat yangefisien untuk menyebarkan informasi ini. Hasil ini jugamendukung penelitian Nofandrilla (2008), akan tetapitidak mendukung penelitian Anggraini (2006) dan Rob-erts (1992). Dalam penelitian ini, ukuran perusahaandiproksi dengan total aset dalam perusahaan. Hal inidapat diinterpretasikan bahwa semakin besar suatuperusahaan, maka semakin luas pengungkapantanggung jawab sosial yang dibuat perusahaan.

Dewan komisaris dianggap sebagai mekanismepengendalian intern tertinggi, yang bertanggungjawabuntuk memonitor tindakan manajemen puncak.Dikaitkan dengan pengungkapan tanggungjawabsosial perusahaan, maka tekanan terhadap manajemenjuga akan semakin besar untuk mengungkapkannya,sehingga kebanyakan penelitian menunjukkan adanyahubungan positif antara dewan komisaris dengantingkat pengungkapan informasi oleh perusahaan.Dalam penelitian ini ukuran dewan komisaris yangdiproksikan dengan jumlah personil dewan komisarisdan independensi dewan komisaris, menunjukkanpengaruh terhadap corporate social responsibilitydisclosure. Hal ini berarti mendukung penelitianSembiring (2005) dan Beasley (2000), namun tidakmendukung penelitian Nofandrilla (2008).

Kepemilikan institusional umumnya dapatbertindak sebagai pihak yang memonitor perusahaan.Perusahaan dengan kepemilikan institusional yangbesar mengindikasikan kemampuannya untuk

memonitor manajemen. Semakin besar kepemilikaninstitusional maka semakin efisien pemanfaatan aktivaperusahaan dan dapat diharapkan juga dapat bertindaksebagai pencegahan terhadap pemborosan yangdilakukan oleh manajemen. Hal ini berarti kepemilikaninstitusional dapat menjadi pendorong perusahaanuntuk melakukan pengungkapan tanggungjawab sosial(Arif 2006 dalam Machmud & Djaman 2008). Penelitianini mendukung penelitian Machmud & Djaman (2008)yang menyatakan bahwa kepemilikan institusional tidakberpengaruh terhadap corporate social responsibil-ity disclosure. Berbeda dengan Nofandrilla (2008) yangmenyatakan bahwa kepemilikan institusionalberpengaruh secara signifikan terhadap corporate so-cial responsibility disclosure. Kemungkian hal inidisebabkan karena perusahaan institusi yangmenanamkan modalnya pada perusahaan lain belummempertimbangkan masalah tanggungjawab sosialsebagai salah satu kriteria dalam melakukan investasi,sehingga para investor institusi juga cenderung tidakmenekan perusahaan untuk mengungkapkan CSRsecara detail dalam laporan tahunan perusahaan.

Kepemilikan asing dalam perusahaanmerupakan pihak yang dianggap consern terhadapcorporate social responsibility disclosur. Sepertidiketahui, negara-negara terutama di Eropa dan Amerikasangat memperhatikan isu-isu sosial, sepertipelanggaran hak asasi manusia, pendidikan, tenagakerja, dan isu lingkungan seperti, efek rumah kaca,pembalakan liar, serta pencemaran air (Fauzi 2006 dalamMachmud & Djaman 2008). Hasil penelitian inimenunjukkan tidak ada pengaruh antara kepemilikanasing dengan corporate social responsibility disclo-sure, sejalan dengan penelitian Machmud & Djaman(2008). Alasan yang dapat digunakan untukmenjelaskan hal tersebut adalah bahwa kemungkinankepemilikan asing pada perusahaan di Indonesia secaraumum belum mempedulikan masalah lingkungan dansosial sebagai isu kritis yang secara ekstensif untukdiungkapkan dalam laporan tahunan. Kemungkinan lainadalah sampel perusahaan dengan kepemilikan asingdalam penelitian ini bukan perusahaan yang terkaitlangsung dengan sumber daya alam, sehinggapengungkapan CSR dalam laporan tahunan sifatnyamasih voluntary atau sukarela saja.

Menurut Widiastuti (2002) dalam Nofandrilla(2008), umur perusahaan dapat menunjukkan bahwa

Page 90: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

304

JAM, Vol. 21, No. 3, Desember 2010: 297-306

perusahaan tetap eksis dan mampu bersaing.Perusahaan yang berumur lebih tua memilikipengalaman lebih banyak sehingga akan lebihmengetahui kebutuhan konstituenya akan informasitentang perusahaan. Dengan demikian, umurperusahaan dapat dikaitkan dengan kinerja keuangansuatu perusahaan (Sembiring, 2005). Jika suatuperusahaan mempunyai kinerja keuangan yang baik,maka perusahaan tersebut akan dapat menjagakelangsungan usaha. Penelitian ini tidak mendukungpenelitian Ansah (2000), namun mendukung penelitianSembiring (2003), Marwata (2001), dan Nofandrilla(2008) dimana umur perusahaan tidak berpengaruhterhadap kebijakan pengungkapan tanggung jawabsosial. Dalam realita saat ini, perusahaan yang sudahlama berdiri belum tentu eksis dan mampu bersaingdengan perusahaan yang lebih baru. Selain tersaingi,mungkin juga perusahaan tersebut masih berdiri untukmencoba mempertahankan kelangsungan hidupnyasehingga sudah tidak eksis lagi.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Penelitian ini menyimpulkan bahwa secara bersama-sama kelima variabel independen, yaitu ukuranperusahaan, ukuran dewan komisaris, kepemilikaninstitusional, kepemilikan asing, dan umur perusahaanberpengaruh terhadap corporate social responsibil-ity disclosure pada perusahaan property dan real es-tate yang terdaftar di BEI tahun 2005-2007; ukuranperusahaan berpengaruh terhadap corporate socialresponsibility disclosure pada perusahaan propertydan real estate yang terdaftar di BEI tahun 2005-2007;ukuran dewan komisaris berpengaruh terhadap corpo-rate social responsibility disclosure pada perusahaanproperty dan real estate yang terdaftar di BEI tahun2005-2007; kepemilikan institusional tidak berpengaruhterhadap corporate social responsibility disclosurepada perusahaan property dan real estate yangterdaftar di BEI tahun 2005-2007; kepemilikan asingtidak berpengaruh terhadap corporate social respon-sibility disclosure pada perusahaan property dan realestate yang terdaftar di BEI tahun 2005-2007; dan umurperusahaan tidak berpengaruh terhadap corporate

social responsibility disclosure pada perusahaan prop-erty dan real estate yang terdaftar di BEI tahun 2005-2007.

Keterbatasan dalam penelitian ini adalahperiode pengamatan dalam penelitian ini relatif pendek(3 tahun) yaitu tahun 2005-2007; penelitian ini hanyamenggunakan perusahaan property dan real estatesebagai sampel sehingga hasil penelitian ini tidak dapatdigeneralisasi pada jenis perusahaan lain, sepertiperbankan, manufaktur, dan sebagainya; pengukurancorporate social responsibility dalam penelitian inimenggunakan indeks jumlah pengungkapantanggungjawab sosial yang dilakukan oleh perusahaanproperty dan real estate sehingga pengukuran terbataspada sedikit banyak jumlah pengungkapan tanpamempertimbngkan isi (kontens); dan penelitian inihanya menggunakan 5 variabel berupa ukuranperusahaan, ukuran dewan komisaris, kepemilikaninstitusional, kepemilikan asing, dan umur perusahaantanpa memasukkan variabel-variabel lain yang secaralogika teori berpengaruh terhadap corporate socialresponsibility.

Saran

Saran yang dikemukakan diharapkan dapat memberimanfaat yang lebih besar bagi penelitian serupa padamasa yang akan datang adalah penelitian berikutnyadapat menambah dan memperpanjang periodepenelitian sehingga dimungkinkan dapat diperolehjumlah sampel dan observasi yang lebih banyak danhasil penelitian yang lebih baik secara statistik;penelitian berikutnya dapat menambah sampelpenelitian untuk industri di luar property dan real es-tate sehingga hasil penelitian dapat diperbandingkanantarindustri; penelitian berikutnya dapatmenggunakan alat ukur CSR yang lebih mendalamdengan mempertimbangkan isi atau kontens yangterdapat dalam pengukuran; dan penelitian berikutnyaagar menambahkan variabel independen lain yangsesuai dan berpengaruh terhadap tingkat corporatesocial responsibility disclosure seperti profitabilitas,solvabilitas, dan likuiditas.

Page 91: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

305

PENGARUH UKURAN PERUSAHAAN, UKURAN DEWAN KOMISARIS, ................. (Indah Dewi Utami dan Rahmawati)

DAFTAR PUSTAKA

Anggraini. 2006. “Pengungkapan Informasi Sosial danFaktor-faktor yang MempengaruhiPengungkapan Informasi Sosial dalam LaporanKeuangan Tahunan (studi empiris padaperusahaan-perusahaan yang terdaftar BursaEfek Jakarta).” Simposium Nasional Akuntansi9.

Ansah, Steven O. 2000. “Timeliness of Corporate Fi-nancial Reporting in Emerging Capital Mar-ket: Empirical Evidence from Zimbabwe StockExchange.” Accounting and Business Re-search Journal:241-254.

Beasley, Mark S. 1996, “An Empirical Analysis of theRelation Between the Board of Director Com-position and Financial Statement Fraud”, TheAccounting Review, Vol. 71 No.4: 443-465.

Dahlia dan Siregar. 2008. “Pengaruh Corporate SocialResponsibility terhadap Kinerja Perusahaan(studi empiris pada perusahaan yang tercatatdi bursa efek Indonesia pada tahun 2005 dan2006).” Simposium Nasional Akuntansi 11.

Fitria. 2006. “Pengaruh Karakteristik Perusahaanterhadap Tingkat Kelengkapan PengungkapanSukarela dalam Laporan Tahunan”. TidakDipublikasikan. Surakarta: FE UNS.

Ghazali, Imam. 2005. Aplikasi Analisis Multivariatedengan Program SPSS. Semarang: BadanPenerbit Universitas Diponegoro.

Harahap, Sofyan Safri. 2003. Teori Akuntansi. EdisiRevisi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Machmud dan Djakman. 2008. “Pengaruh StrukturKepemilikan terhadap Luas PengungkapanTanggung Jawab Sosial (CSR Disclosure) padaLaporan Tahunan Perusahaan : Study Empirispada Perusahaan Publik yang Tercatat di BursaEfek Indonesia 2006.” Simposium NasionalAkuntansi 11.

Marwata. 2001. “Hubungan Antara KarakteristikPerusahaan dan Kualitas Ungkapan Sukareladalam Laporan Tahunan Perusahaan Publik diIndonesia.” Simposium Nasional Akuntansi 4.

Nofandrilla. 2008. “Analisis Pengaruh KarakteristikPerusahaan terhadap Kebijakan PengungkapanTanggung Jawab Sosial (Studi Empiris padaPerusahaan Pertambangan yang Terdaftar diBursa Efek Jakarta.” Tidak Dipublikasikan.Surakarta: FE UNS.

Nurlela dan Islahuddin. 2008. “Pengaruh CorporateSocial Responsibility terhadap NilaiPerusahaan dengan Prosentase KepemilikanManajemen sebagai Variabel Moderating (studiempiris pada perusahaan yang terdaftar di BursaEfek Jakarta).” Simposium Nasional Akuntansi11.

Rahayu. 2008. “Pengaruh Tingkat KetaatanPengungkapan Wajib dan Luas pengungkapanSukarela terhadap Kualitas Laba.” SimposiumNasional Akuntansi 11.

Roberts, R.W. 1992. “Determinants Of Corporate So-cial Responsibility Disclosure: An ApplicationOf Stakeholder Theory”, Accounting,Organisations and Society, Vol. 17 No. 6: 595-612.

Sayekti dan Wondabio. 2007. “Pengaruh CSR Disclo-sure terhadap Earning Response Coeficient(ERC).” Simposiun Nasional Akuntansi 10.

Sekaran, Uma. 2003. Research Methods for Business:A Skill-Building Approach. 4th ed. New York:John Wiley & Sons, Inc.

Sembiring. 2005. “Karakteristik Perusahaan danPengungkapan Tanggung Jawab Sosial: StudyEmpiris pada Perusahaan yang tercatat di BursaEfek Jakarta.” Simposium Nasional Akuntansi8.

Page 92: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

306

JAM, Vol. 21, No. 3, Desember 2010: 297-306

_________. 2003. “Kinerja Keuangan, Political Vis-ibility, Ketergantungan pada Hutang, danPengungkapan Tanggung Jawab SosialPerusahaan.”, Simposium Nasional Akuntansi6.

Suwardjono. 2005. Teori Akuntansi. Yogyakarta: BPFE.

Page 93: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

217

PEMILIHAN MODEL ASSET PRICING......................................................(Rowland Bismark)Vol. 21, No. 3, Desember2010Hal. 217-230

ABSTRACT

The Capital Asset Pricing Model (CAPM) has domi-nated finance theory for over thirty years; it suggeststhat the market beta alone is sufficient to explain stockreturns. However evidence shows that the cross-sec-tion of stock returns cannot be described solely by theone-factor CAPM. Therefore, the idea is to add otherfactors in order to complete the beta in explaining theprice movements in the stock exchange. The ArbitragePricing Theory (APT) has been proposed as the firstmultifactor successor to the CAPM without being areal success. Later, researchers support that averagestock returns are related to some fundamental factorssuch as size, book-to-market equity and momentum.Alternative studies come as a response to the poorperformance of the standard CAPM. They argue thatinvestors choose their portfolio by using not only thefirst two moments but also the skewness and kurtosis.The main contribution of this paper is comparison be-tween the CAPM, the Fama and French asset pricingmodel (TPFM) and the Four Factor Pricing Model(FFPM) adding the third and fourth moments to calcu-late expected return of non-financial Indonesian listedfirms. The selection of the best model is based on thehighest coefficient of determination. The kurtosis-FFPM turned out to be the best model.

Keywords: stock expected return, CAPM, TFPM,FFPM, skewness, kurtosis

PEMILIHAN MODEL ASSET PRICING

Rowland Bismark Fernando PasaribuMoores Rowland Indonesia

Jalan Komando III/2, Nomor 37 Karet Belakang, Setiabudi, Jakarta Selatan, 12920E-mail: [email protected]

Tahun 1990

ISSN: 0853-1259

J U R N A LAKUNTANSI & MANAJEMEN

PENDAHULUAN

Estimasi tingkat pengembalian saham yang diharapkandigunakan sebagai dasar dalam pengambilankeputusan keuangan seperti prediksi biaya ekuitaskeputusan investasi, manajemen portofolio,penganggaran modal, dan evaluasi kinerja. Model yangsering digunakan untuk mengestimasi biaya modal rata-rata tertimbang adalah versi klasik CAPM-nya Sharpe(1964), Lintner (1965), dan Mossin (1966) sepertidilaporkan oleh Graham dan Harvey (2001).

CAPM menunjukkan variasi lintas sektor dalamtingkat pengembalian yang diharapkan yang dapatdijelaskan hanya dengan beta pasar. Sementara telahbanyak bukti penelitian sebelumnya yang menunjukkan(Fama dan French, 1992; Strong dan Xu, 1997);Jagannathan dan Wang, 1996; dan Lettau danLudvigson, 2001) bahwa tingkat pengembalian sahamlintas sektor tidak dapat secara penuh diuraikan olehfaktor tunggal beta. Penelitian sebelumnya menyatakanbahwa, di samping beta pasar, tingkat pengembalianrata-rata saham berhubungan dengan ukuranperusahaan (Banz, 1981), rasio earning/price (Basu,1983), rasio book-to-market equity (Rosenberg et al.,1985), dan pertumbuhan penjualan masa lalu(Lakonishok et al., 1994). Tingkat pengembalian sahamjuga memperlihatkan karakter pembalikan jangkapanjang (Debondt dan Thaler, 1985) dan momentumjangka pendek (Jegadeesh dan Titman, 1993).

Terhadap anomali tersebut, para akademisi telahmenguji kinerja model alternatif yang dapat menjelaskan

Page 94: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

218

JAM, Vol. 21, No. 3, Desember 2010: 217-230

lebih baik mengenai tingkat pengembalian saham. Dalamliteratur asset pricing, model ini mengambil tiga arahyang terpisah, yaitu 1) Model multifaktor yangmenambahkan beberapa faktor kepada tingkatpengembalian pasar seperti CAPM antarmassa-nyaMerton (1973), Model Fama-French; 2) Teori HargaArbitrage-nya Ross (1977); dan 3) Model non-para-metric yang mengkritik linearitas CAPM seperti yangdisampaikan Bansal dan Viswanathan (1993) danmengikutsertakan moment tambahan seperti yangdigambarkan Harvey dan Siddique ( 2000) serta Dittmar(2002).

Fama dan French (1992) menyatakan bahwa duavariabel, yaitu ukuran perusahaan dan rasio book-to-market memberikan penjelasan yang lebih baikmenyangkut nilai rata-rata tingkat pengembalian sahamlintas sektor dibanding CAPM. Sebagai konsekuensi,Fama dan French (1993) memperluas model faktortunggal menjadi model tiga faktor denganmenambahkan rata-rata sensititivitas tingkatpengembalian saham ke dalam ukuran perusahaan danrasio book-to-market. Hal ini menunjukkan bahwamodel penetapan harga tiga faktor (TFPM) dapatmenangkap anomali pasar lebih besar kecuali anomalimoment (Fama dan French, 1996 dan Asness,1997).

Selanjutnya, Jegadeesh dan Titman (1993, 2001)berpendapat bahwa terdapat bukti-bukti substansialyang menunjukkan bahwa kinerja saham yang baik atauburuk selama satu hingga tiga tahun cenderung tidakmengalami perubahan yang signifikan (tetap baik atauburuk) untuk periode berikutnya. Strategi trading mo-ment yang mengeksploitasi fenomena ini secarakonsisten telah memberikan keuntungan di pasarAmerika Serikat dan di pasar yang sedang berkembang.Menyikapi kondisi demikian, Carhart (1997)mengusulkan model penetapan harga empat faktor(FFPM) dengan menambahkan moment pada modelFama dan French untuk menjelaskan tingkatpengembalian saham rata-rata.

Penelitian alternatifpun bermunculan dengangaris merah pada latar belakang datang untuk memberipenjelasan tambahan atau bahkan modifikasi ulang ataskurang memadainya kinerja CAPM. Penelitian-penelitian tersebut mengembangkan CAPM tigaMomen, dimana para investor mempertimbangkan skew-ness dalam pilihan portofolionya, sebagai dua momentambahan pada CAPM klasik. Dittmar (2002)

memperluas CAPM tiga momen menjadi CAPM empatmomen dengan menambahkan kurtosis bagi preferensiinvestor. Penelitian yang mencermati penggunaanfaktor moment sebagai varian model asset pricing masihbelum banyak dilakukan di Indonesia. Oleh karena itu,berdasarkan uraian tersebut penelitian ini bermaksuduntuk mengeksplorasi faktor momentum pada beberapamodel asset pricing.

Tujuan utama penelitian ini adalah untukmemilih model asset pricing yang terbaik dalam halkemampuan proksi premi risiko menjelaskan estimasitingkat pengembalian saham yang diharapkan padaemiten non-keuangan di Bursa Efek Indonesia periode2003-2006. Hasil studi ini diharapkan dapat memberikankontribusi terhadap literatur manajemen keuangandalam hal komparasi model asset pricing untukmengestimasi tingkat pengembalian saham yangdiharapkan, khususnya yang mempertimbangkanmodel pricing tiga momen dan empat momen yangdiperluas dengan faktor skewness dan kurtosis .

MATERI DAN METODE PENELITIAN

Karena ketidakpuasan terhadap model asset pricingfaktor tunggal dalam menjelaskan ekspektasi tingkatpengembalian saham, penelitian sebelumnyamenyatakan bahwa penyimpangan resiko trade-off dantingkat pengembalian CAPM memiliki hubungan diantara variabel-variabel lainnya, yaitu ukuranperusahaan (Banz, 1981), earning yield (Basu, 1977dan 1983), leverage (Bhandari, 1988), dan rasio nilaibuku perusahaan terhadap nilai pasarnya (Stattman,1980; Rosenberg et al., 1985; Chan, Hamao danLakonishok, 1991). Secara khusus, Basu (1977, 1983),Banz (1981), Reinganum (1981), Lakonishok dan Shapiro(1986), Kato dan Shallheim (1985), dan Ritter (2003)melakukan studi empiris mengenai pengaruh earningyield dan ukuran perusahaan terhadap tingkatpengembalian saham. Kraus dan Lintzenberg (1976)mengusulkan moment-skewness berikutnya sebagaifaktor tambahan, sementara Harvey dan Siddique (2000)menjelaskan bahwa investor itu menyukai portofolioyang memiliki skewness ke kanan dibanding portofolioyang arah skewness-nya ke kiri sehingga asset dengantingkat pengembalian memiliki skewness ke arah kirilebih diinginkan dan menghasilkan tingkatpengembalian yang diharapkan yang tinggi, demikian

Page 95: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

219

PEMILIHAN MODEL ASSET PRICING......................................................(Rowland Bismark)

sebaliknya. Hal ini memberikan pertimbangan bagimodel CAPM 3 Moment (SCAPM). Dittmar (2002)memperluas preferensi investor ini dengan menambahpertimbangan skewness dan kurtosis. Moment keempat,kurtosis ditambahkan untuk menjelaskan probabilitashasil yang esktrim yaitu hasil yang sangat menyimpangdari rata-rata.

Fama dan French (1993, 1996) mengusulkanmodel tiga faktor dimana ekspektasi tingkatpengembalian suatu asset tergantung pada sensitivitastingkat pengembaliannya terhadap tingkatpengembalian pasar dan tingkat pengembalian padadua portofolio yang diproksikan sebagai tambahanfaktor risiko mengacu pada ukuran perusahaan danrasio book-to-market atau BE/ME. Penggunaan ke duaproksi ini didukung oleh Huberman dan Kandel (1987)serta Chan et al. (1985). Mengenai proksi premi resikoyang berasosiasi dengan portofolio ukuran perusahaanatau Small Minus Big (SMB), Huberman dan Kandel(1987) menyatakan bahwa terdapat korelasi antarapengembalian dan saham kecil tidak terdeteksi olehpengembalian pasar. Sementara perihal perbedaanantara rata-rata tingkat pengembalian portofolio sahamdengan rasio BE/ME yang tinggi (Small/High dan Big/High) dan rata-rata tingkat pengembalian portofoliosaham dengan rasio BE/ME yang rendah (Small/Lowdan Big/Low) atau High Minus Low (HML), Chan etal. (1985) menyatakan bahwa korelasi antara tingkatpengembalian dan level distress relatif perusahaanyang diukur dengan rasio BE/ME tidak terdeteksiporotfolio pasar.

Penggunaan proksi portofolio saham winneratau Winner Minus Looser (WML) untuk menjelaskantingkat pengembalian saham telah dilakukan olehJegadeesh dan Titman (1993) yang menunjukkan bahwaterdapat asosiasi antara tingkat pengembalian dankinerja saham periode sebelumnya yang tidak terdeteksioleh portofolio pasar, ukuran perusahaan, dan faktordistress-relative. Lebih lanjut, Carhart (1997)menyatakan bahwa kelebihan tingkat pengembalian darisuatu saham dapat dijelaskan oleh portofolio pasar danmodel tiga faktor yang dirancang untuk meniru variabelresiko ukuran yang dihubungkan dengan ukuranperusahaan, rasio book-to-market (BE/ME), dan mo-ment. Bennaceur dan Chaibi (2007), memodifikasipenelitian Fama dan French (1996), Carhart (1997), sertaDittmar (2002) untuk prediksi tingkat pengembalian

saham yang diharapkan dalam mengestimasi biayaekuitas emiten di Tunisia. Hasil penelitian menyatakanbahwa model asset pricing-nya Carhart (1997) supe-rior dibanding model asset pricing lainnya.

Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesispenelitian ini adalah penambahan proksi skewness dankurtosis pada model asset pricing empat faktor memilikikemampuan yang lebih besar dibanding model assetpricing lainnya dalam menjelaskan variasi tingkatpengembalian saham yang diharapkan pada emitennon-keuangan di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode2003-2006.

Untuk melakukan penelitian ini penelitimembutuhkan data keuangan setiap emiten non-keuangan yang berupa harga saham, market value,dan book value periode bulanan, Indeks Harga SahamGabungan (IHSG), dan Sertifikat Bank Indonesia (SBI)1 bulan selama periode 2003-2006, sehingga data yangdiperlukan dalam penelitian ini merupakan datasekunder. Adapun kriteria pemilihan emiten untukdipilih sebagai sampel adalah 1) Emiten non-finansial;2) Telah menerbitkan laporan keuangan tahunan mini-mal sejak tahun 2003; dan 3) Tidak memiliki book valuenegatif selama periode penelitian. Berdasarkan kriteriatersebut dipilih sejumlah 171 emiten sebagai sampelpenelitian. Selanjutnya, akan dihitung tingkatpengembalian saham periode bulanan dari 4 faktordasar, yaitu Rm-Rf, SMB, HML, dan WML. Datakeuangan setiap emiten dan IHSG selama periode tahun2003-2006 diperoleh dengan cara men-downloadmelalui website BEI yaitu http://www.jsx.co.id.. Studipustaka atau literatur dilakukan untuk mendukungpemahaman konsep-konsep yang berkaitan langsungdengan penelitian. Studi pustaka yang dilakukanmeliputi hasil-hasil penelitian sebelumnya, buku-bukuliteratur, jurnal, dan sebagainya.

Penelitian ini menggunakan prosedur Fama danFrench (1993) dalam menyusun enam portofolio ukuranperusahaan rasio BE/ME. Saham diperingkatkan dariyang terkecil sampai yang terbesar berdasarkankapitalisasi pasar. Nilai median digunakan untukmemisahkan sampel ke dalam dua kelompok, kecil danbesar. Sampel kemudian diperingkatkan lagi setiaptahun berdasarkan rasio book-to-market dan kriterialow, medium, dan high. Penentuan kriteria rasio BE/ME adalah 30% terbawah adalah low, 40% adalah me-dium, dan 30% teratas adalah high. Nilai buku adalah

Page 96: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

220

JAM, Vol. 21, No. 3, Desember 2010: 217-230

nilai buku ekuitas dikalikan harga penutupan per bulan.Perusahaan dengan nilai rasio BE/ME negatif tidakdiikutsertakan sebagai sampel. Berdasarkan interseksipada dua ukuran kapitalisasi pasar dan tiga kelompokrasio BE/ME, terbentuk 6 portofolio size-BE/ME, yaituSmall/Low, Small/Medium, Small/High, Big/Low, Big/Medium, dan Big/High.

Sama dengan proses pengelompokkanberdasarkan rasio B/M, faktor moment dihitungmengikuti prosedur L’Her et al. (2004), dimana peringkatsaham berdasarkan nilai rasio BE/ME 30% di atas nilaimedian dianggap sebagai saham winner, sebaliknyaperingkat saham 30% di bawah nilai median dianggapsaham looser. Range antara saham winner dan sahamlooser (40%) dianggap sebagai saham netral, sehinggaberdasarkan kriteria tersebut dipadu dengan faktorukuran perusahaan akan terbentuk enam portfolio, yaituSmall/Looser, Small/Neutral, Small/Winner, Big/Looser, Big/Neutral, dan Big/Winner. Pemeringkatandilakukan per tahun untuk 12 portofolio yang terbentuk.Selanjutnya menghitung premi risiko yang berasosiasidengan portofolio ukuran perusahaan (SMB), highbook-to-market equity (HML), dan portofolio sahamwinner (WML).

Fama dan French (2004) menyimpulkan bahwakelemahan pendekatan CAPM adalah model tersebutinvalid. Berdasarkan teori CAPM, investor memilikipilihan terhadap tingkat pengembalian portofolio yangdi atas nilai rata-rata dan varians-nya. Bagaimanapun,terdapat banyak bukti yang menunjukkan bahwadistribusi tingkat pengembalian tidak cukupditerangkan oleh nilai rata-rata dan varian itu sendiri.Kraus dan Lintzenberg (1976) mengusulkan moment-skewness berikutnya sebagai faktor tambahan. Harveydan Siddique (2000) menjelaskan bahwa investor itumenyukai portofolio yang memiliki skewness ke kanandibanding portofolio yang arah skewness-nya ke kirisehingga asset dengan tingkat pengembalian memilikiskewness ke arah kiri lebih diinginkan dan menghasilkantingkat pengembalian yang diharapkan yang tinggi,demikian sebaliknya. Hal ini memberikan pertimbanganbagi model CAPM 3 moment (SCAPM) mengikutiprosedur, dimana tingkat pengembalian yangdiharapkan dari saham i dijelaskan dengan persamaanberikut:

(1) E(Ri) - Rf = b1 [E(Rm) - Rf ] + bi E(Rm) - Rf ]2

Keterangan:b1 dan b2 adalah slope dari persamaan regresi berikut:

(2) Ri t - Rf = α + b1 [Rm t - Rf t] + b2 [Rm t - Rf t]2

i = 1,....,n; t = 1,....,T

Dittmar (2002) memperluas preferensi investordengan menambah pertimbangan skewness dan kur-tosis. Moment ke-4, kurtosis ditambahkan untukmenjelaskan probabilitas hasil yang ekstrim yaitu hasilyang sangat menyimpang dari rata-rata. Darlington(1970) menjelaskan kurtosis sebagai tingkat derajatuntuk dimana pada varian tertentu suatu distribusidihargai ke arah ekor-nya. Dengan pertimbangantersebut, berdasarkan CAPM empat moment(KCAPM), tingkat pengembalian saham i yangdiharapkan dijelaskan oleh persamaan berikut:

(3) E(Ri) - Rf = b1 [E(Rm) - Rf] + b2 [E(Rm) - Rf]2 +

b3 [E(Rm) - Rf]3

Keterangan:b1, b2, dan b3 adalah slope dari persamaan regresiberikut:

(4) Ri t - Rf = α + b1 [Rm t - Rf t] + b2 [Rm t - Rf t]2 +

b3 [Rm t - Rf t]3 i = 1,....,n; t = 1,....,T

Fama dan French (1993, 1996) mengusulkansuatu model 3 faktor dimana tingkat pengembalian yangdiharapkan dari suatu asset tergantung padasensitivitas tingkat pengembaliannya terhadap tingkatpengembalian pasar dan tingkat pengembalian pada 2portofolio yang dimaksud untuk meniru tambahan faktorresiko sehubungan dengan ukuran perusahaan dan BE/ME equity. Persamaan tingkat pengembalian yangdiharapkan pada model 3 faktor untuk saham i, i= 1 …,n adalah sebagai berikut:

(5) E(Ri) - Rf = b1 [E(Rm) - Rf ] + si E(SMB) +

hi E(HML)

Keterangan:bi, si, dan hi adalah slope dari persamaan regresi berikut:

Page 97: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

221

PEMILIHAN MODEL ASSET PRICING......................................................(Rowland Bismark)

(6) Rit - Rf = α + bi [E(Rm - Rf ] + si Eb(SMB) +hi (HML) i = 1,....,n; t = 1,....,T

Penggunaan SMB dalam menjelaskan tingkatpengembalian adalah sejalan dengan penelitianHuberman dan Kandel (1987) yang menyatakan bahwaterdapat korelasi antara pengembalian dan saham kecilyang tidak terdeteksi oleh pengembalian pasar.Selanjutnya pertimbangan mengenai HML terhadaptingkat pengembalian yang diharapkan sependapatdengan penelitian Chan et al. (1985) yang menyatakanbahwa korelasi antara tingkat pengembalian dan leveldistress relatif perusahaan yang diukur dengan rasioBE/ME tidak terdeteksi portfolio pasar.

Factor Four Price Model (FFPM) Carhart (1997)menyatakan bahwa kelebihan tingkat pengembalian darisuatu saham dapat dijelaskan oleh portofolio pasar danmodel 3 faktor yang dirancang sebagai replikasi variabelrisiko ukuran yang dihubungkan dengan ukuranperusahaan, rasio book-to-market (B/M), dan moment.Menurut FFPM, tingkat pengembalian yang diharapkansaham i adalah sebagai berikut:

(7) E(Ri) - Rf = bi [E(Rm) - Rf ] + si E(SMB) +hi E(HML) + wi (WML)

Keterangan:bi, si, dan hi, dan wi adalah slope dari persamaan regresiberikut:

(8) Rit - Rf = α + bi [E(Rm - Rf ] + si Eb(SMB) +hi (HML) + wi (WML) i = 1,....,n; t = 1,....,T

Penggunaan proksi WML untuk menjelaskantingkat pengembalian sejalan dengan penelitianJegadeesh dan Titman (1993) yang menunjukkan bahwaterdapat asosiasi antara tingkat pengembalian dankinerja saham periode sebelumnya yang tidak terdeteksioleh portfolio pasar, ukuran perusahaan, dan faktordistress-relative. Salah satu kontribusi penelitian iniadalah memperluas model CAPM, model Fama-French(TFPM), dan model Carhart (FFPM) terhadappenggunaan proksi skewness dan kurtosis. Oleh karenaitu, diperoleh SCAPM, KCAPM, STFPM, KTFPM,SFFPM, dan KFFPM.

Persamaan tingkat pengembalian yangdiharapkan saham i pada TFPM 3 Moment (STFPM)adalah sebagai berikut:

(9) E(Ri) - Rf = bi [E(Rm) - Rf ] + bi E(Rm) - Rf ]2

+ si E(SMB) + hi E(HML)

Keterangan:b1i, b2i, si, dan hi adalah slope dari persamaan regresiberikut:

(10) Rit - Rf = α + bi [E(Rm - Rf ] + b2i [E(Rm - Rf ]2 +

si E(SMB) + hi (HML)i = 1,....,n; t = 1,....,T

Perluasan TFPM 3 moment kepada TFPM 4 moment(KFTPM) dengan mengikutsertakan faktor kurtosis.Pada model ini, tingkat pengembalian saham yangdiharapkan equal dengan:

(11) E(Ri) - Rf = b1i [E(Rm) - Rf ] + b2i [E(Rm - Rf ]2 +

b3i [E(Rm - Rf ]3 + si E(SMB) + hi (HML)

Keterangan:b1i, b2i, b3i, si, dan hi adalah slope dari persamaan regresiberikut:

(12) Rit - Rf = α + bi [E(Rmt - Rft ] + b2i [E(Rm - Rf ]2 +

b3i [E(Rmt - Rft ]3 + si E(SMB) + hi (HML)

i = 1,....,n; t = 1,....,T

Pada model selanjutnya faktor skewness ditambahkanke FFPM dan persamaan tingkat pengembalian sahamyang diharapkan pada FFPM 4 moment (SFFPM) padasaham i sama dengan:

(13) E(Ri) - Rf = b1i [E(Rm) - Rf ] + b2i [E(Rm - Rf ]2 +

si E(SMB) + hi (HML) + wi E(WML)i = 1,....,n; t = 1,....,T

Keterangan: b1i, b2i, si, hi, dan wi adalah slope dari persamaan regresiberikut:

Page 98: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

222

JAM, Vol. 21, No. 3, Desember 2010: 217-230

(14) Rit - Rf = α + b1i [E(Rmt - Rft ] + b2i [E(Rm - Rf ]2 +

si E(SMB) + hi (HML) + wi (WML)i = 1,....,n; t = 1,....,T

Perluasan FFPM 3 moment kepada FFPM 4 moment(KFFPM) juga dilakukan dengan penambahan faktorkurtosis dan persamaan tingkat pengembalian sahamyang diharapkan pada saham i sama dengan:

(15) E(Ri) - Rf = b1i [E(Rm) - Rf ] + b2i [E(Rm - Rf ]2 +

+ b3i [E(Rm - Rf ]3 + si E(SMB) + hi E(HML) +

wi E(WML)

Keterangan: b1i, b2i, b3i, si, dan hi adalah slope dari persamaan regresiberikut:

(16) Rit - Rf = α + b1i [E(Rmt - Rft ] + b3i [E(Rmt - Rft ]3 +

si E(SMB) + hi (HML) + wi E(WML)i = 1,....,n; t = 1,....,T

Dalam rangka memilih model terbaik di antarasembilan model tersebut, penelitian ini menggunakandua kriteria, yaitu Akaike’s Information Criterion (AIC)dan Schwarz Criterion (SC). Kriteria spesifikasi formalini didesain untuk membantu dalam pemilihan modelterbaik. Penelitian ini menghitung AIC dan SC untuksetiap model dan nilai terendah mengindikasikan kinerjamodel terbaik. Selain itu, penetapan kinerja model terbaikjuga dilakukan dengan mengacu pada koefisiendeterminasi mengikuti kriteria pada penelitiansebelumnya (Bryant dan Eleswarapu, 1997; Bartholdydan Peare, 2003, 2005; Drew dan Veeraraghavan, 2003).Model estimasi terbaik berdasarkan kriteria ini adalahyang memiliki koefisien tertinggi, sedangkan ujihipotesis dilakukan dengan pendekatan signifikansisimultan dan parsial.

HASIL PENELITIAN

Pada bagian ini akan dibahas mengenai statistikdeskriptif tingkat pengembalian pasar, tingkatpengembalian portofolio saham berdasarkan kriteria

kapitalisasi pasar, rasio BE/ME, dan momentum saham.Tabel 1 menunjukkan statistik deskriptif mengenaitingkat pengembalian saham rata-rata untuk masing-masing kategori portofolio. Nilai rata-rata minimaltingkat pengembalian untuk seluruh portofolio adalahnegatif dimana yang terkecil terdapat pada portofoliosaham dengan kapitalisasi kecil dan netral (S/N). Nilainegatif terbesar justru untuk portofolio saham yangkapitalisasi pasarnya besar dan rasio BE/ME tinggi (B/H). Portofolio yang memberikan nilai rata-rata returntertinggi selama periode 2003-2004 adalah saham-sahamwinner yang kapitalisasi pasarnya besar (B/W) yaitu92,7%. Nilai maksimal rata-rata return pasar selama 2003-2006 adalah sebesar 4%.

Tabel 1Statistik Deskriptif

Variabel N Min MaksBig/High 48 -0.404 0.643Big/Medium 48 -0.280 0.139Big/Low 48 -0.218 0.270Small/High 48 -0.193 0.099Small/Medium 48 -0.183 0.102Small/Low 48 -0.198 0.520Big/Winner 48 -0.301 0.927Big/Neutral 48 -0.282 0.075Big/Looser 48 -0.189 0.390Small/Winner 48 -0.209 0.180Small/Neutral 48 -0.180 0.040Small/Looser 48 -0.191 0.716Mkt 48 -0.208 0.040

Sumber: Hasil olah data sekunder.

Berdasarkan Tabel 2 Panel A.1 diperolehinformasi, bahwa secara parsial proksi pasar hanyaberpengaruh signifikan terhadap enam portfolio, yaituBig/Low, Small/High, Small/Low, Big/Looser, Small/Winner, Small/Looser. Model CAPM rata-rata hanyamampu menjelaskan variasi tingkat pengembalian yangdiharapkan sebesar 7,4% pada dua belas portofolioyang terbentuk. Nilai koefisien determinasi tertinggidihasilkan oleh portofolio dengan rasio B/M yangrendah. Untuk model SCAPM (Tabel 2 Panel A.2),penambahan faktor skewness secara keseluruhan

Page 99: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

223

PEMILIHAN MODEL ASSET PRICING......................................................(Rowland Bismark)

meningkatkan kemampuan model dalam mengestimasitingkat pengembalian yang diharapkan, nilai rata-ratakoefisien determinasi untuk keseluruhan portofolioadalah sebesar 14,3%. Penambahan faktor ini terutamameningkatkan koefisien secara signifikan padakoefisien determinasi 4 portofolio (Big/Low, Small/Low, Big/Looser, dan Small/Looser).

Untuk model KCAPM (Tabel 2 Panel A.3),penambahan faktor kurtosis secara keseluruhanmeningkatkan kemampuan model dalam mengestimasitingkat pengembalian yang diharapkan, nilai rata-ratakoefisien determinasi untuk keseluruhan portofolioadalah sebesar 17,9%. Penambahan faktor kurtosisterutama meningkatkan koefisien determinasi secarasignifikan pada 4 portofolio (Big/Low, Small/Low, Big/Looser, dan Small/Looser). Secara parsial, faktor kur-tosis hanya berpengaruh signifikan pada portofolio(Small/Low dan Small/Looser).

Model 3 faktor (Panel B.1) memiliki nilai rata-rata agregate yang lebih baik dibanding model 1 faktordalam mengestimasi tingkat pengembalian saham yangdiharapkan, yakni 28,9%. Secara khusus peningkatanini terjadi pada portofolio berkapitalisasi besar yangmemiliki rasio B/M tinggi dan kategori winner. Secaraparsial, kedua proksi berpengaruh signifikan terhadap7 portofolio (Big/High, Big/Low, Small/Low, Big/Win-ner, Big/Neutral, Big/Looser, dan Small/Looser).Penambahan skewness pada model 3 faktor, secara rata-rata agregate meningkatkan kemampuan model untukmengestimasi tingkat pengembalian yang diharapkanpada saham sebesar 34,7%.

Proksi skewness (Panel B.2) berpengaruhsignifikan pada 7 portofolio saham (Big/High, Big/Low,Small/High, Small/Low, Big/Looser, Small/Winner, danSmall/Looser). Secara khusus, peningkatan koefisiendeterminasi terjadi pada portofolio saham berkapitalisasibesar (Big/High dan Big/Winner). Untuk penambahanproksi kurtosis (Panel B.3), kemampuan model untukmengestimasi tingkat pengembalian saham yangdiharapkan secara rata-rata agregate meningkat menjadi38,1%, dimana peningkatan ini paling besar terjadi padajuga pada saham berkapitalisasi besar (Big/High danBig/Winner). Proksi kurtosis secara parsial signifikanpada 4 portofolio saham yaitu, Big/High, Small/Low,Big/Winner, dan Small/Looser.

Pada model 4 faktor (Panel C.1), secara parsialke-4 faktor berpengaruh signifikan terhadap sembilan

portofolio (Big/High, Big/Low, Small/High, Small/Low,Big/Winner, Big/Looser, Big/Neutral, Small/Winner,dan Small/Looser). Proksi moment (WML) secaraparsial berpengaruh signifikan terhadap sahamberkapitalisasi besar (Big/Winner dan Big/Looser). Nilairata-rata agregate koefisien determinasi adalah 31,3%.Peningkatan ini paling besar terjadi pada portofoliosaham berkapitalisasi besar (Big/High dan Big/Win-ner).

Penambahan proksi skewness pada model 4faktor (Panel C.2) meningkatkan nilai rata-rata agregatekoefisien determinasi menjadi 37,1%, dimanapeningkatan terbesar terjadi pada portofolio sahamberkapitalisasi besar; yaitu Big/High (73,14%) dan Big/Winner (76,53%). Secara parsial, proksi skewnessberpengaruh signifikan terhadap tujuh portofolio (Big/Low, Small/High, Small/Low, Big/Winner, Big/Looser,Small/Winner, dan Small/Looser).

Penambahan proksi kurtosis pada model 4 faktor(Panel C.3) meningkatkan nilai rata-rata agregatekoefisien determinasi menjadi 40,9%, dimanapeningkatan terbesar terjadi pada portofolio sahamberkapitalisasi besar, yaitu Big/High (79,89%) dan Big/Winner (84,18%). Secara parsial, proksi skewnessberpengaruh signifikan terhadap 4 portofolio (Big/high,Small/Low, Big/Winner, dan Small/Looser).

PEMBAHASAN

Tabel 3 Panel A adalah hasil rekapitulasi agregat daridua ukuran kinerja model (AIC dan SC) yangmenunjukkan bahwa model KCAPM mengarah padakinerja model pricing yang terbaik. Denganmenggunakan IHSG sebagai acuan tingkatpengembalian pasar meningkatkan bentuk modelKCAPM dari -0,526 (CAPM Klasik) menjadi -0.472 untukCAPM empat moment (KCAPM). Hal sebaliknya justruterjadi pada model Fama dan French (3 faktor) danModel Carhart (4 faktor). Untuk model Fama dan French(TFPM) dan model empat faktor (FFPM), memasukkanmoment terhadap nilai mean dan varian justru semakinmenghasilkan kinerja yang buruk dalam kontekskekuatan menjelaskan tingkat pengembalian saham.Dengan kata lain, para investor yang menggunakanmodel multifaktor pada BEI agar tidakmempertimbangkan faktor lainnya terhadap nilai meandan varian tingkat pengembalian portofolio untuk

Page 100: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

224

JAM, Vol. 21, No. 3, Desember 2010: 217-230

pilihan investasinya. Secara agregat, dari ketiga modelasset pricing yang memiliki kinerja model terbaikmenurut kriteria AIC dan SC adalah model CAPM empatmoment (KCAPM).

Untuk kriteria koefisien determinasi (Tabel 3Panel B), secara umum dapat dikatakan bahwapenggunaan model asset pricing 4 faktor memang lebihsuperior dibanding dua model lainnya (3 faktor dan 1faktor) apabila dilihat dari rata-rata koefisien determinasiagregate ataupun per portofolio. Hal ini membuktikanbahwa tidak cukup hanya faktor pasar dalammengestimasi proksi risiko tetapi juga faktor ukuranperusahaan, rasio BE/ME, moment, skewness, dan kur-tosis.

Dalam hal penambahan proksi skewness kedalam model CAPM, hasil penelitian ini secara umumkurang sependapat dengan Harvey dan Siddique (2000),karena berdasarkan hasil uji parsial, ternyata proksiskewness hanya berpengaruh signifikan terhadapportofolio saham yang rendah rasio BE/ME-nya dansaham looser, sedang untuk saham-saham winnerkurang begitu memperhatikan proksi skewness ini.

Untuk model 3 faktor, secara umum penelitianini mendukung penelitian Fama dan French, bahwamodel 3 faktor memiliki kemampuan yang lebih memadaidibanding model CAPM-nya Sharpe dan kawan-kawandalam menjelaskan faktor lain selain risiko pasar yangmenjelaskan tingkat pengembalian saham yangdiharapkan. Secara khusus, hasil penelitian sependapatdengan Huberman dan Kandel (1987), bahwa proksiSMB tidak berpengaruh signifikan terhadap portofoliosaham berkapitalisasi kecil, sedang untuk proksi HMLpenelitian ini tidak sependapat dengan Chan et al.(1985), karena berdasarkan hasil uji parsial, proksi HMLberpengaruh signifikan terhadap 6 portofolio (Big/High, Big/Low, Small/Low, Big/Winner, Big/Looser,dan Small/Looser). Di samping itu, proksi HML secaraparsial tidak berpengaruh signifikan terhadapportofolio kategori medium dan netral. Untuk modelFFPM, penelitian ini sependapat dengan Carhart (1997)dan Jegadeesh and Titman (1993), bahwa penambahanfaktor WML dapat meningkatkan kemampuan modeldalam menjelaskan tingkat pengembalian saham yangdiharapkan. Bahkan hal ini semakin dipertegas setelahmenambahkan faktor skewness dan kurtosis ke dalammodel.

SIMPULAN, KETERBATASAN PENELITIAN, DANSARAN

Simpulan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui model assetpricing yang terbaik dari sembilan model yang adaberdasarkan indikator koefisien determinasi gunamengestimasi tingkat pengembalian saham yangdiharapkan pada emiten saham non-keuangan di BEIperiode 2003-2006. Dalam hal menetapkan kinerja modelyang terbaik untuk mengestimasi biaya ekuitas,penelitian ini menggunakan dua pendekatan (kriteriainformasi dan kemampuan menjelaskan variasi)memberikan hasil hasil yang bertolak belakang satusama lain perihal penambahan moment ke dalampembentukan model asset pricing dengan pendekatankriteria informasi model terbaik adalah model CAPMempat moment (SCAPM). Berdasarkan kriteria koefisiendeterminasi dapat disimpulkan bahwa secara umumpenggunaan model asset pricing 4 faktor memang lebihsuperior dibanding dua model lainnya (3 faktor dan 1faktor) dilihat dari rata-rata koefisien determinasiagregate ataupun setiap portofolio yang terbentuk.Bahkan semakin dipertegas setelah menambahkanfaktor skewness dan kurtosis ke dalam model.

Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini juga memiliki beberapa keterbatasan, yaitu1) Sampel penelitian yang digunakan hanya emitenyang tergabung dalam industri non-keuangan dan 2)Periode penelitian yang pendek (2003-2006). Olehkarena itu, diharapkan pada penelitian selanjutnya akanlebih memadai apabila sampel yang bergerak di industrikeuangan juga diikutsertakan. Adapun perihal formatanalisisnya dapat secara pooling data atau parsialberdasarkan industri. Perpanjangan periode penelitiandimaksudkan agar diperoleh hasil yang lebihkomprehensif.

Saran

Model penelitian dapat ditambahkan denganpenggunaan pendekatan model asset pricing yang lain,misalnya model GARCH (rasio kovarian terhadapvarian), model faktor linier dinamik (membuat asumsi

Page 101: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

225

PEMILIHAN MODEL ASSET PRICING......................................................(Rowland Bismark)

perihal bagaimana risiko sistematik berubah), dan modelyang dibentuk untuk pasar sedang berkembang(Godfrey dan Espinosa, 1996; Erb et. al., 1996;Damodaran, 1998 serta; Estrada, 2000). Sebagaimanaliberalisasi pasar modal yang terjadi, akan lebih menarikuntuk dilakukan komparasi model antara indeks globaldan indeks pasar internasional lainnya karena semakinterintegrasinya BEI dengan bursa saham negara-negaralainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Asness, C.S. 1997. The Interaction of Value and Mo-mentum Strategies. Financial Analysts Jour-nal, March/April: 29-35.

Bansal, R. dan Viswanathan, S. 1993. No Arbitrage andArbitrage Pricing. Journal of Finance 48: 1231-1262.

Banz, R.W. 1981. The Relationship Between Return andMarket Value of Common Stocks. Jounal of Fi-nancial Economics, 9: 3-18.

Barnes, M.L. dan Lopez, J.A. 2006. Alternative Mea-sures of The Federal Reserve Banks Cost ofEquity Capital. Journal of Banking and Fi-nance, 30: 1687-1711.

Banz, Rolf W. 1981. The Relationship Between Returnand Market Value of Common Stock. Journal ofFinancial Economics. Vol. 9: 3-18.

Basu, S. 1977. Investment Performance of CommonStocks in Relation to Their Price-Earning Ra-tios: A Test of the Efficient Market Hypothesis.Journal of Finance, 12: 129-156.

Basu, S. 1983. The Relationship Between Earnings Yield,Market Value, and Return for NYSE CommonStocks: Further Evidence. Journal of FinancialEconomics, 12: 129-156.

Bartholy, J. dan Peare, P. 2003. Unbiased Estimation ofExpected Return Using CAPM. International

Review of Financial Analysis 12: 69-81.

Bartholy, J. dan Peare, P. 2005. Estimation of ExpectedReturn: CAPM vs Fama and French. Interna-tional Review of Financial Analysis, 14: 407-427.

Bennaceur, Samy dan Hasna Chaibi. 2007. The BestAsset Pricing Model for Estimating Cost ofEquity: Evidence from the Stock Exchange ofTunisia. SSRN Papers.

Berkovitz, M.K. dan Qiu, J. 2001. Common Risk Factorsin Explaining Canadian Equity Returns. Work-ing Paper. University of Toronto.

Bhandari, L. 1988. Debt/Equity Ratio and ExpectedCommon Stock Returns: Empirical Evidence.Journal of Finance, 43: 507-528.

Black, Fisher. 1972. Capital Market Equilibrium withRestricted Borrowing. Journal of Business 45:444-455.

Bruner, R.F., Eades, K.M., Harris, R.S., dan Higgins,R.C. 1998. Best Practices in Estimating the Costof Capital: Survey and Syntheses. Journal ofFinancial Practices and Education 27: 13-28.

Bryant, P.S. dan Eleswarapu, V.R. 1997. Cross-SectionalDeterminants of New Zealand Share MarketReturns. Accounting and Finance 37: 181-205.

Carhart, M.M. 1997. On Persistence on Mutual FundPerformance. Journal of Finance 52: 57-82.

Chan, K. C., Chen, N., dan Hsieh, D. 1985. An Explor-atory Investigation of the Firm Size. Journal OfFinancial Economics, Vol.14: 451-571.

Chan L., Hamao Y., dan Lakonishok J. 1991. Fundamen-tals And Stock Returns In Japan. Journal OfFinance, Vol. XLVI, No 5.

Darlington, R.B. 1970. Is Kurtosis Really “Peaked-ness”? The American Statistician 24: 19-22.

Page 102: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

226

JAM, Vol. 21, No. 3, Desember 2010: 217-230

Debondt, W.F.M. dan Thaler, R.H. 1985. Does the StockMarket Overreact. Journal Of Finance 40: 793-805.

Dittmar, R. 2002. Non-Linear Pricing Kernels, KurtosisPreference and Cross-Section of Equity Returns.Journal Of Finance 57: 369-403.

Drew, M.E. dan Veeraraghvan, M. 2003. Beta, Firm Size,Book-To-Market Equity And Stock Returns:Further Evidence From Emerging Markets. Jour-nal Of The Asia Pacific Economy 8: 354-379.

Fama, E.F. dan French, R.F. 1992. The Cross-Section ofExpected Stock Returns. Journal Of Finance47: 427-465.

Fama, E.F. dan French, R.F. 1993. Common Risk Factorsin the Returns on Stocks and Bonds. JournalOf Financial Economics 33: 3-56.

Fama, E.F. dan French, R.F. 1996. The CAPM is Wanted,Dead or Alive. Journal Of Finance 51: 1947-1958.

Fama, E.F. dan French, R.F. 2004. The Capital AssetPricing Model: Theory and Evidence. WorkingPaper. University Of Chicago.

Fletcher, J. dan Kihanda, J. 2005. An Examination ofAlternative CAPM-Based Models in UK StockReturns. Journal Of Banking And Finance 29:2995-3014.

Graham, J.R dan Harvey, C.R. 2001. The Theory andPractice of Corporate Finance: Evidence fromthe Field. Journal Of Financial Economic 60:187-24.

Harvey, C.R. dan Siddique, A. 2000. Conditional Skew-ness in Asset Pricing Tests. Journal Of Finance,55: 1263-1295.

Hansen, L.P dan Jagannathan, R. 1997. AssessingSpecification Errors in Stochastic Discount Fac-tor Models. Journal Of Finance, 52: 591-607.

Huberman, G. dan Shmuel Kandel. 1987. Mean-VarianceSpanning. Journal Of Finance, Vol. 42, Issue 4.

Jagannathan, R. dan Wang, Z. 1996. The ConditionalCAPM and the Cross-Section of Expected Re-turns. Journal Of Finance 51: 3-53.

Jegadeesh, N. dan Titman, S. 1993. Returns To BuyingWinners and Selling Losers: Implications forStock Market Efficiency. Journal Of Finance,48: 65-91.

Kato, K., dan J. Shallheim. 1985. Seasonal And SizeAnomalies In The Japanese Stock Market. Jour-nal Of Financial And Quantitative Analysis20: 243-260.

Knez, P. dan M. Ready. 1997. On The Robustness ofSize and Book-To-Market in Cross-Sectional Re-gressions. Journal Of Finance, Vol. LII, No. 4.

Kothari S. P., Shanken J., dan Sloan G. 1995. AnotherLook at the Cross-Section of Expected StockReturns. Journal Of Finance, Vol. L, No. 1.

Kraus, A. dan Litzenberg, R. 1976. Skewness Prefer-ence and the Valuation of Risk Assets. JournalOf Finance, 31: 1085-1100.

Lakonishok, Josef dan Alan C. Shapiro. 1986. System-atic Risk, Total Risk, and Size as DeterminantsOf Stock Market Returns. Journal Of BankingAnd Finance. Vol. 10, No. 1: 115-132.

Lakonishok, J., Shleifer, A. dan Vishny, R. 1994.Contrarian Investment, Extrapolation and Risk.The Journal Of Finance, 49: 1541-1578.

Lettau, M. dan Ludvigson, S. 2001. Resurrecting The C(CAPM): A Cross-Sectionnal Test When RiskPremia Are Time-Varying. Journal Of PoliticalEconomy, 109: 1238-87.

L’Her, J.F., Masmoudi, T. dan Suret, J.M. 2004. EvidenceTo Support The Four-Factor Pricing Model FromThe Canadian Stock Market. Journal Of Inter-national Financial Markets, Institutions And

Page 103: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

227

PEMILIHAN MODEL ASSET PRICING......................................................(Rowland Bismark)

Money 14: 313-328.

Liew, J. dan Vassalou, M. 2000. Can Book-To-MarketSize and Momentum Be Risk Factors That Pre-dict Economic Growth? Journal Of FinancialEconomics, 57: 221-245.

Lintner, J. 1965. The Valuation of Risk Assets and theSelection of Risky Investments in Stock Portfo-lios and Capital Budgets. Revue Of EconomicsAnd Statistics, 47: 13-37.

Merton, Robert C. 1973. An Intertemporal Capital As-set Pricing Model. Econometrica, Vol 41, No. 5:867-887.

Mossin, J. 1966. Equilibrium in A Capital Asset Market.Econometrica, 37: 768-783.

Reinganum, Marc R. 1981. A New Empirical Perspec-tive on The CAPM. Journal Of Financial AndQuantitative Analysis. Vol 16, No. 4: 439-462.

Ritter, Jay R. 2003. Investment Banking and SecuritiesIssuance: Handbook of the Economics of Fi-nance, Elsevier Science B.V.

Rogers, Pablo dan José Roberto Securato. 2007. Com-parative Study of CAPM, Fama and French AndReward Beta Approach in The Brazilian Mar-ket. SSRN Papers.

Rosenberg, B., Reid, K., dan Lanstein, R. 1985. Persua-sive Evidence Of Market Inefficiency. JournalOf Portfolio Management, 11: 9-17.

Ross, S. 1977. Risk, Return And Arbitrage’, Risk AndReturn In Finance I, Friend, I. And Bicksler, J.(Eds.), Ballinger, Cambridge.

Sharpe, W.F. 1964. Capital Asset Prices: A Theory ofMarket Equilibrium Under Conditions Of Risk.Journal Of Finance, 19: 425-442.

Stattman, Dennis. 1980. Book Values And Stock Re-turns. The Chicago MBA: A Journal of Se-lected Papers 4: 25-45.

Strong, N. dan Xu, X.G. 1997. Explaining the Cross-Section of UK Expected Stock Returns. BritishAccounting Review. 29: 1-24.

Page 104: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

228

JAM, Vol. 21, No. 3, Desember 2010: 217-230

B/H-Rf B/M-Rf B/L-Rf S/H-Rf S/M-Rf S/L-Rf B/W-Rf B/N-Rf B/L-Rf S/W-Rf S/N-Rf S/L-Rf A.1 CAPM Sig.t & F 0.645 0.816 0.004 0.019 0.539 0.005 0.893 0.307 0.007 0.040 0.078 0.018 A2. SCAPM Sig.Rm-Rf 0.654 0.223 0.000 0.006 0.317 0.001 0.869 0.095 0.000 0.010 0.099 0.000 Sig.Skew 0.792 0.209 0.004 0.061 0.418 0.015 0.908 0.176 0.002 0.064 0.349 0.003 Sig.F 0.869 0.439 0.000 0.011 0.596 0.001 0.984 0.236 0.000 0.022 0.138 0.001 A3. KCAPM Sig.Rm-Rf 0.197 0.251 0.000 0.132 0.137 0.000 0.391 0.127 0.000 0.149 0.077 0.000 Sig.Skew 0.141 0.506 0.044 0.643 0.195 0.008 0.265 0.456 0.022 0.715 0.305 0.001 Sig.Kurt 0.146 0.720 0.191 0.328 0.259 0.034 0.262 0.677 0.125 0.384 0.413 0.008 Sig.F 0.486 0.623 0.000 0.020 0.507 0.000 0.725 0.387 0.000 0.039 0.203 0.000

Tabel 2Uji Hipotesis Simultan dan Parsial

Panel A. Model CAPM dan derivasinya

Panel B. Model Tiga Faktor dan Derivasinya B/H-Rf B/M-Rf B/L-Rf S/H-Rf S/M-Rf S/L-Rf B/W-Rf B/N-Rf B/L-Rf S/W-Rf S/N-Rf S/L-Rf

B.1 Model TFPM Sig.Rm-Rf 0.012 0.681 0.005 0.012 0.459 0.015 0.061 0.207 0.010 0.029 0.064 0.056 Sig.SMB 0.000 0.052 0.001 0.366 0.253 0.691 0.000 0.017 0.003 0.329 0.255 0.693 Sig.HML 0.000 0.946 0.001 0.147 0.252 0.013 0.000 0.908 0.002 0.201 0.263 0.009 Sig.F 0.000 0.216 0.000 0.053 0.516 0.001 0.000 0.054 0.000 0.108 0.179 0.002 B.2 Model STFPM Sig.Rm-Rf 0.004 0.188 0.001 0.001 0.162 0.004 0.020 0.072 0.001 0.002 0.045 0.002 Sig.Skew 0.044 0.204 0.018 0.015 0.232 0.048 0.092 0.165 0.010 0.019 0.187 0.012 Sig.SMB 0.000 0.076 0.001 0.201 0.195 0.498 0.000 0.026 0.005 0.182 0.189 0.446 Sig.HML 0.000 0.772 0.005 0.033 0.152 0.051 0.000 0.782 0.010 0.053 0.149 0.044 Sig.F 0.000 0.194 0.000 0.008 0.443 0.001 0.000 0.049 0.000 0.020 0.155 0.000 B.3 Model KTFPM Sig.Rm-Rf 0.000 0.289 0.006 0.029 0.031 0.001 0.001 0.158 0.002 0.039 0.018 0.000 Sig.Skew 0.000 0.643 0.306 0.842 0.055 0.013 0.004 0.627 0.161 0.792 0.102 0.002 Sig.Kurt 0.001 0.880 0.660 0.662 0.093 0.040 0.011 0.885 0.439 0.729 0.177 0.008 Sig.SMB 0.000 0.094 0.003 0.257 0.096 0.245 0.000 0.034 0.009 0.227 0.111 0.156 Sig.HML 0.000 0.753 0.008 0.051 0.069 0.141 0.000 0.764 0.021 0.075 0.083 0.145 Sig.F 0.000 0.304 0.000 0.018 0.248 0.000 0.000 0.092 0.000 0.039 0.131 0.000

Page 105: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

229

PEMILIHAN MODEL ASSET PRICING......................................................(Rowland Bismark)

Panel C. Model Empat Faktor dan Derivasinya B/H-Rf B/M-Rf B/L-Rf S/H-Rf S/M-Rf S/L-Rf B/W-Rf B/N-Rf B/L-Rf S/W-Rf S/N-Rf S/L-Rf C.1 Model FFPM Sig.Rm-Rf 0.014 0.710 0.006 0.014 0.538 0.013 0.023 0.242 0.012 0.029 0.081 0.053 Sig.SMB 0.000 0.053 0.001 0.381 0.278 0.656 0.000 0.015 0.001 0.327 0.279 0.677 Sig.HML 0.006 0.745 0.596 0.345 0.066 0.055 0.769 0.376 0.359 0.823 0.048 0.118 Sig.WML 0.550 0.701 0.319 0.691 0.130 0.315 0.004 0.309 0.014 0.752 0.093 0.586 Sig.F 0.000 0.336 0.000 0.102 0.328 0.002 0.000 0.071 0.000 0.191 0.100 0.005 C2. Model SFFPM Sig.Rm-Rf 0.005 0.213 0.002 0.001 0.262 0.002 0.001 0.108 0.002 0.002 0.087 0.001 Sig.Skew 0.056 0.227 0.028 0.018 0.343 0.027 0.013 0.223 0.023 0.015 0.293 0.008 Sig.SMB 0.000 0.078 0.001 0.207 0.227 0.429 0.000 0.024 0.002 0.167 0.222 0.401 Sig.HML 0.006 0.792 0.502 0.384 0.074 0.035 0.656 0.408 0.400 0.915 0.054 0.071 Sig.WML 0.802 0.875 0.537 0.974 0.187 0.150 0.001 0.433 0.031 0.432 0.141 0.284 Sig.F 0.000 0.303 0.000 0.019 0.356 0.001 0.000 0.073 0.000 0.032 0.115 0.001 C3. Model KFFPM Sig.Rm-Rf 0.000 0.331 0.012 0.039 0.070 0.000 0.000 0.253 0.011 0.031 0.048 0.000 Sig.Skew 0.000 0.678 0.388 0.858 0.101 0.004 0.000 0.771 0.346 0.671 0.188 0.001 Sig.Kurt 0.001 0.904 0.747 0.665 0.146 0.015 0.000 0.993 0.701 0.845 0.273 0.003 Sig.SMB 0.000 0.097 0.003 0.268 0.124 0.154 0.000 0.030 0.004 0.202 0.147 0.100 Sig.HML 0.004 0.802 0.493 0.373 0.089 0.016 0.396 0.415 0.422 0.905 0.064 0.029 Sig.WML 0.667 0.897 0.592 0.957 0.303 0.049 0.000 0.446 0.043 0.469 0.216 0.081 Sig.F 0.000 0.426 0.000 0.035 0.262 0.000 0.000 0.126 0.000 0.060 0.124 0.000

Tabel 3Kinerja Model Asset Pricing

Panel A. Pendekatan Kriteria Informasi

Model Asset Pricing AIC SC CAPM -0.526 -0.448 SCAPM -0.485 -0.368 KCAPM -0.472 -0.316 TFPM -1.390 -1.234 STFPM -1.496 -1.301 KTFPM -1.623 -1.389 FFPM -1.356 -1.161 SFFPM -1.482 -1.249 KFFPM -1.656 -1.384

Page 106: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

230

JAM, Vol. 21, No. 3, Desember 2010: 217-230Po

rtfol

ioDW

-Hit

Colli

near

ity S

tatist

icsPo

rtfol

ioDW

-Hit

Colli

near

ity S

tatist

icsBi

g/Hi

gh1.

897

Toler

ance

VIF

Big/

High

1.98

7To

leran

ceVI

FBi

g/M

ediu

m1.

753

Mkt

0.22

4.51

Big/

Med

ium

1.82

7M

kt0.

137.

75Bi

g/Lo

w1.

856

Skew

0.22

4.51

Big/

Low

1.92

6Sk

ew0.

0169

.32

Small

/Hig

h2.

322

Small

/Hig

h2.

228

Kurt

0.02

43.4

7Sm

all/M

ediu

m2.

104

Small

/Med

ium

2.25

0Sm

all/L

ow2.

305

Small

/Low

2.35

0Bi

g/W

inne

r1.

976

Big/

Win

ner

2.00

7Bi

g/Ne

utra

l1.

983

Big/

Neut

ral

2.06

6Bi

g/Lo

oser

1.78

6Bi

g/Lo

oser

1.86

2Sm

all/W

inne

r2.

250

Small

/Win

ner

2.17

4Sm

all/N

eutra

l1.

933

Small

/Neu

tral

2.03

6Sm

all/L

oose

r2.

355

Small

/Loo

ser

2.41

5

Portf

olio

DW-H

itCo

lline

arity

Stat

istics

Portf

olio

DW-H

itCo

lline

arity

Stat

istics

Portf

olio

DW-H

itCo

lline

arity

Stat

istics

Big/

High

2.07

5To

leran

ceVI

FBi

g/Hi

gh2.

147

Toler

ance

VIF

Big/

High

2.35

8To

leran

ceVI

FBi

g/M

ediu

m1.

732

Mkt

0.96

1.04

Big/

Med

ium

1.62

3M

kt0.

205.

05Bi

g/M

ediu

m1.

661

Mkt

0.11

9.34

Big/

Low

2.14

2SM

B0.

841.

19Bi

g/Lo

w2.

115

Skew

0.20

4.89

Big/

Low

2.13

5Sk

ew0.

0178

.78

Small

/Hig

h2.

167

HML

0.81

1.23

Small

/Hig

h2.

173

SMB

0.83

1.21

Small

/Hig

h2.

143

Kurt

0.02

47.6

2Sm

all/M

ediu

m1.

911

Small

/Med

ium

1.77

8HM

L0.

751.

33Sm

all/M

ediu

m1.

898

SMB

0.78

1.29

Small

/Low

2.21

7Sm

all/L

ow2.

301

Small

/Low

2.49

7HM

L0.

701.

42Bi

g/W

inne

r2.

296

Big/

Win

ner

2.28

9Bi

g/W

inne

r2.

188

Big/

Neut

ral

1.89

9Bi

g/Ne

utra

l1.

797

Big/

Neut

ral

1.83

5Bi

g/Lo

oser

2.04

8Bi

g/Lo

oser

2.07

4Bi

g/Lo

oser

2.10

3Sm

all/W

inne

r2.

191

Small

/Win

ner

2.16

3Sm

all/W

inne

r2.

144

Small

/Neu

tral

1.79

8Sm

all/N

eutra

l1.

680

Small

/Neu

tral

1.79

7Sm

all/L

oose

r2.

247

Small

/Loo

ser

2.33

7Sm

all/L

oose

r2.

557

Portf

olio

DW-H

itCo

lline

arity

Stat

istics

Portf

olio

DW-H

itCo

lline

arity

Stat

istics

Portf

olio

DW-H

itCo

lline

arity

Stat

istics

Big/

High

2.13

5To

leran

ceVI

FBi

g/Hi

gh2.

168

Toler

ance

VIF

Big/

High

2.34

1To

leran

ceVI

FBi

g/M

ediu

m1.

742

Mkt

0.95

1.05

Big/

Med

ium

1.62

8M

kt0.

195.

25Bi

g/M

ediu

m1.

662

Mkt

0.10

10.0

6Bi

g/Lo

w2.

207

SMB

0.84

1.19

Big/

Low

2.14

7Sk

ew0.

205.

05Bi

g/Lo

w2.

158

Skew

0.01

82.8

7Sm

all/H

igh

2.18

5HM

L0.

137.

60Sm

all/H

igh

2.17

2SM

B0.

821.

22Sm

all/H

igh

2.14

3Ku

rt0.

0249

.30

Small

/Med

ium

2.00

7W

ML

0.13

7.58

Small

/Med

ium

1.87

5HM

L0.

137.

62Sm

all/M

ediu

m1.

951

SMB

0.77

1.31

Small

/Low

2.14

2Sm

all/L

ow2.

229

WM

L0.

137.

83Sm

all/L

ow2.

504

HML

0.13

7.64

Big/

Win

ner

2.16

4Bi

g/W

inne

r2.

193

Big/

Win

ner

2.17

4W

ML

0.12

8.11

Big/

Neut

ral

1.93

2Bi

g/Ne

utra

l1.

824

Big/

Neut

ral

1.84

1Bi

g/Lo

oser

2.23

3Bi

g/Lo

oser

2.20

2Bi

g/Lo

oser

2.20

6Sm

all/W

inne

r2.

174

Small

/Win

ner

2.13

3Sm

all/W

inne

r2.

125

Small

/Neu

tral

1.86

8Sm

all/N

eutra

l1.

748

Small

/Neu

tral

1.82

5Sm

all/L

oose

r2.

202

Small

/Loo

ser

2.27

5Sm

all/L

oose

r2.

551

FFPM

KCAPM STFPM SFFPM

Prok

siPr

oksi

Prok

siPr

oksi

KTFPM KFFPM

Prok

si

Prok

si

SCAPM

Prok

si

Prok

si

TFM

Has

il U

ji K

lasik

Mod

el A

sset

Pric

ing

Page 107: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

231

PENGARUH LINGKUNGAN BISNIS, ALIANSI STRATEJIK,...................... (Fahmy Radhi)Vol. 21, No. 3, Desember 2010Hal. 231-242

ABSTRACT

Objective of study is to analyze how do the dimen-sions of business environment, strategic alliance andinnovation strategy influence on corporate perfor-mance. A number of 197 medium and large manufactur-ing companies in Indonesia was selected purposivelyas the sample. Questionnaires were distributed throughmail survey, while data were analyzed with structuredequation modeling. The study found that threre wasonly partial causal relationship between four dimen-sions of business environment, i.e. investment policy,copyright, market size, competition intensity, on inno-vation strategy. Similar findings were occurred to eq-uity alliances which employ two dimensions, i.e. eq-uity alliance and non equity alliance. From twodimesions, only equity alliances influenced the inno-vation strategy, while non equity did not influence.Consistent with previous studies, the result indicatedthat both product innovation and process innovationcontributed significantly to corporate performancewhich was measured by profitability, market share, pro-ductivity and R&D intensity.

Keywords: product and process innovation, alliancestrategy, business environment, corporate performance

PENDAHULUAN

Strategi inovasi merupakan salah satu strategi bagiperusahaan dalam menciptakan keunggulan bersaing

PENGARUH LINGKUNGAN BISNIS, ALIANSI STRATEJIK,DAN STRATEGI INOVASI TERHADAP KINERJA PERUSAHAAN

Fahmy RadhiFakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada

Jalan Humaniora Nomor 1, Bulaksumur, Yogyakarta 55281Telepon +62 274 548510 – 548515, Fax. +62 274 563212

E-mail: [email protected]

Tahun 1990

ISSN: 0853-1259

J U R N A LAKUNTANSI & MANAJEMEN

sehingga dapat bertahan dalam lingkungan bisnis yangkompetitif (Cottam, 2001). Penelitian empiris yangmenguji hubungan antara strategi inovasi dan kinerjaperusahaan mendapatkan perhatian cukup besar daripara peneliti di bidang manajemen stratejik, manajemenoperasi, dan manajemen teknologi. Namun, hasilpenelitian yang menguji hubungan antara strategiinovasi dengan kinerja perusahaan masih memunculkankontroversi. Beberapa penelitian membuktikan bahwastrategi inovasi yang diterapkan oleh perusahaanmanufaktur berpengaruh secara langsung terhadapkinerja perusahaan (Capon et al., 1992; Zahra dan Das1993; Deshpando et al., 1993) Capon et al. (1992) dalamstudinya yang menggunakan analisis regresi dankorelasi menyimpulkan bahwa terdapat pengaruhpositif antara penerapan strategi inovasi dengan kinerjaperusahaan. Zahra dan Das (1993) juga menyimpulkanbahwa strategi inovasi merupakan variabel yangberpengaruh secara langsung terhadap kinerjaperusahaan manufaktur.

Di sisi lain, beberapa peneliti memberikansimpulan berlawanan dengan penelitian sebelumnya.Penelitian Chandler dan Hanks (1994) menyimpulkanbahwa tidak ada hubungan signifikan antara strategiinovasi dengan kinerja perusahaan. Kim danManborgue (1999) dalam penelitiannya menyimpulkanbahwa strategi inovasi berpengaruh terhadap kinerjaperusahaan, tetapi pengaruhnya tidak secara langsung.Lebih lanjut, kedua peneliti tersebut mengemukakanbahwa strategi inovasi hanya akan berpengaruhterhadap kinerja perusahaan, apabila penerapanstrategi inovasi mampu menciptakan value innovation,

Page 108: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

232

JAM, Vol. 21, No. 3, Desember 2010: 231-242

sedangkan Powel (2000) mengemukakan bahwa strategiinovasi berpengaruh terhadap kinerja perusahaan, jikaperusahaan mampu menciptakan dimensi position ad-vantages.

Selain adanya kontroversi tersebut, beberapahasil penelitian juga memunculkan pertanyaan yangberkaitan dengan dimensi apa yang dominan dalampenerapan strategi inovasi yang berpengaruh secarasignifikan terhadap kinerja perusahaan. Makadok (1998)menekankan pada dimensi inovasi produk sebagaivariabel utama yang mendorong perusahaan mencapaikinerja yang tinggi, sementara Femandez (2001)menyimpulkan dimensi inovasi proses sebagai varibeldominan yang berpengaruh terhadap kinerjaperusahaan. Peneliti lainnya berpendapat bahwaintegrasi antara inovasi proses dan inovasi produksecara bersama-sama merupakan dimensi yangberpengaruh secara signifikan terhadap kinerjaperusahaan (Zahra dan Das 1993; Desphande et al.,1993).

Hasil beberapa studi empiris yang menelititentang pengaruh aliansi stratejik terhadapkeberhasilan penerapan inovasi dan kinerja perusahaanjuga memberikan hasil yang bervariasi (Kogut 1988;Grant dan Fuller 1995; Johansson 1995). Di sampingitu, keberhasilan penerapan strategi inovasi perusahaanjuga ditentukan oleh beberapa faktor di antaranyalingkungan bisnis dan ketidak pastian lingkungan(Swamidass dan Newell 1987; Ward et al., 1995; Badriet al., 2000). Kinerja perusahaan cenderung menurun

seiring dengan peningkatan peningkatanketidakpastian lingkungan (Swamidass dan Newell1987). Tetapi temuan lain justru kinerja cenderung naiksejalan meningkatnya ketidakpastian lingkungan.Perusahaan yang mampu berinovasi denganberadaptasi dengan lingkungan mampu menciptakanpeluang dalam kondisi yang tidak dapat diprediksi(Ward et al., 1995). Berdasarkan hasil-hasil penelitiansebelumnya, permasalahan dalam penelitian ini adalahapakah faktor lingkungan yang meliputi kebijakaninvestasi, kebijakan perlindungan hak cipta, ukuranpasar, dan intensitas persaingan berpengaruh terhadappenerapan strategi inovasi; apakah penerapan aliansistratejik yang meliputi aliansi ekuitas dan aliansi nonekuitas berpengaruh terhadap penerapan strategiinovasi; dan apakah penerapan strategi inovasi yangmeliputi dimensi inovasi proses dan inovasi produkberpengaruh terhadap kinerja perusahaan.

MATERI DAN METODE PENELITIAN

Model penelitian ini dikembangkan secara simultanberdasarkan model penelitian yang digunakan olehZahra dan Das (1993) dan Badri et al. (2000). Instrumenyang digunakan dalam penelitian ini juga dikembangkandari kedua penelitian tersebut dan seluruh variabel yangdigunakan diukur dengan menggunakan skala Likert 5point. Kombinasi model penelitian Badri et al. (2000),Zahra dan Daz (1993) disajikan dalam Gambar 1.

Gambar 1Model Penelitian

Kebijakan InvestasiKebijakan Hak CiptaUkuran PasarIntensitas Persaingan

Sumber: dimodifikasi dari Badri et al. (2000) dan Zahra dan Das (1993).

Aliansi Ekuitas

Aliansi Non Ekuitas

Lingkungan Bisnis

Aliansi Stratejik

KinerjaPerusahaan

Inovasi Proses

Inovasi Produk

ProfitabilityPangsa PasarProduktivitasIntensitas R&D

Strategi Inovasi

Page 109: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

233

PENGARUH LINGKUNGAN BISNIS, ALIANSI STRATEJIK,...................... (Fahmy Radhi)

Pemerintah dapat mendukung inovasi denganberbagai kebijakan, di antaranya kebijakan subsidi,pajak, penyebaran informasi, kebijakan investasi, dankebijakan perlindungan hak cipta. Untuk melakukaninovasi lanjutan dibutuhkan adanya sejumlahinvestasi, sedangkan keputusan untuk melakukaninvestasi salah satunya ditentukan oleh kebijakaninvestasi yang kondusif (Smolny, 2003). Kebijakanyang kondusif dapat menurunkan berbagai biaya sepertibiaya-biaya sosial yang tidak terkait langsung dengankegiatan inovasi (Atun et al., 2007). Menurunnya biayaini menyebabkan investor dapat mengalokasikan danalebih banyak ke dalam kegiatan-kegiatan yang berkaitanlangsung dengan inovasi seperti misalnya kegiatanR&D. Dimensi investasi menurut Zahra dan Das (1993)tidak hanya mencakup investasi finansial, tetapi jugainvestasi dalam teknologi dan keahlian sumber dayamanusia. Dengan adanya teknologi, perusahaanmemiliki lebih banyak pilihan untuk melakukan produksisehingga kemungkinan untuk menghasilkan inovasibaru lebih besar. Keahlian dan pengetahuan sumberdaya manusia yang lebih baik juga mengakibatkanperusahaan untuk menciptakan inovasi dengan lebihmudah. Berdasarkan penjelasan tersebut disusunhipotesis penelitian:H1a: Variabel kebijakan investasi berpengaruh

terhadap penerapan strategi inovasiPerlindungan terhadap hak cipta mempengaruhi

strategi inovasi dari sisi penawaran dan permintaan.Berdasarkan sisi penawaran, perlindungan terhadaphak cipta bermanfaat bagi perkembangan inovasi itusendiri (Steven and John, 2002). Tidak adanyaperlindungan terhadap hak cipta menyebabkaninovator tidak mendapatkan keuntungan yang memadaikarena inovasinya tersebut berakibat inovator hanyamenghabiskan dana tetapi tidak memperolehkeuntungan dari inovasinya. Oleh karena itu, inovatortidak memiliki sumber daya yang cukup untukmelakukan inovasi lanjutan terhadap inovasi yangdilakukannya sehingga proses inovasi tidak berjalansecara berkelanjutan.

Berdasarkan sisi permintaan, adanyaperlindungan terhadap hak cipta mampu meningkatkankesejahteraan masyarakat karena penemu inovasimemperoleh insentif atas temuannya (Atun et al., 2007).Inovasi merupakan temuan yang memberikan nilaitambah. Dengan demikian, nilai tambah akan turut

memberikan kontribusi terhadap kesejahteraanmasyarakat. Efek multiplier dari peningkatankesejahteraan ini adalah peningkatan daya beli terhadapproduk-produk hasil inovasi. Keuntungan darimeningkatnya jumlah permintaan ini sebagian akandialokasikan untuk mendanai R&D dan inovasilanjutan. Berdasarkan penjelasan tersebut disusunhipotesis penelitian:H1b: Variabel kebijakan perlindungan hak cipta

berpengaruh terhadap penerapan strategi inovasiMenurut Smolny (2003). ukuran pasar

merupakan variabel yang menjadi pertimbangan bagiperusahaan untuk melakukan inovasi, karena berkaitandengan skala ekonomis pengembangan produk sebagaihasil inovasi. Meskipun perusahaan dapat melakukaninovasi, tetapi jika tidak mencapai skala ekonomisinovasi tidak akan dikembangkan lebih lanjut karenatidak akan memberikan aliran kas masuk secara cukup.Dengan ukuran pasar yang semakin besar, perusahaanlebih mudah untuk mendapatkan insentif terhadapinovasi yang dilakukannya. Semakin besar ukuranpasar, yang direpresentasikan oleh peningkatanpermintaan, semakin besar pula peluang perusahaanuntuk melakukan inovasi. Inovasi juga mempermudahperusahaan untuk menjadi yang pertama di pasarsehingga mempermudah untuk menguasai pangsapasar (Zahra and Das, 1993). Berdasarkan penjelasantersebut disusun hipotesis penelitian:H1c: Variabel ukuran pasar berpengaruh terhadap

penerapan strategi inovasiSong dan Parry (1997) mengemukakan bahwa

lingkungan bisnis yang kompetitif ditentukan olehintensitas persaingan di pasar. Semakin kompetitifnyalingkungan bisnis dan perkembangan teknologi yangpesat mengakibatkan siklus hidup produk makinpendek, sehingga mendorong perusahaan-perusahaanyang bersaing untuk berlomba untuk menawarkansesuatu yang baru dan bernilai bagi konsumennyamelalui proses inovasi (Kim dan Manborgue 1999).Variabel lingkungan juga dapat mendorong kegiataninovasi dan sinergi antarperusahaan untukmenciptakan keunggulan bersaing dalam kondisilingkungan bisnis yang penuh ketidakpastian. Denganmenggunakan metode simulasi, Swamidass dan Newell(1987) menemukan rata-rata waktu yang diperlukanuntuk melakukan inovasi dengan inovasi lanjutansemakin berkurang sejalan dengan meningkatnya

Page 110: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

234

JAM, Vol. 21, No. 3, Desember 2010: 231-242

intensitas kompetisi. Kondisi seperti ini jugamemperpendek siklus hidup produk. Berdasarkanpenjelasan tersebut disusun hipotesis penelitian:H1d: Variabel intensitas persaingan berpengaruh

terhadap penerapan strategi inovasiAliansi stratejik merupakan hubungan

kerjasama jangka panjang dengan ketentuan pihak-pihak yang terlibat dalam kerjasama tersebut bersepakatuntuk melakukan modifikasi praktik bisnis secarasinergis untuk mencapai kinerja perusahaan secarabersama-sama (Johansson, 1995). Dengan adanyaaliansi, membantu perusahaan untuk melakukanefisiensi dengan menghindari adanya duplikasi fungsi-fungsi dalam perusahaan. Aliansi memungkinkanperusahaan suatu fasilitas dimanfaatkan secarabersama-sama sehingga lebih efisien. Di samping itu,penggunaan fasilitas secara kolektif ini juga lebihmudah untuk mencapai skala ekonomis. Manfaat lainaliansi adalah adanya distribusi risiko jika terjadikegagalan inovasi sehingga risiko yang ditanggungmasing-masing perusahaan menjadi lebih kecildibandingkan jika perusahaan berdiri sendiri. Aliansistrategis berpotensi untuk saling memberikankontribusi di antara pihak-pihak yang terlibat dalamaliansi dengan berbagai kapabilitas dan kompetensisumberdaya manusia, pengembangan portofoliosumber daya, dan pengembangan inovasi (Barney,2001). Secara singkat, dapat dinyatakan dengan adanyaaliansi kemampuan perusahan untuk melakukan inovasisemakin besar dengan adanya aliasi. Berdasarkanpenjelasan tersebut disusun hipotesis penelitian:H2: Aliansi stratejik berpengaruh terhadap

keberhasilan penerapan strategi inovasiPenelitian yang dilakukan oleh Rothaermel et

al. (2004) terhadap 889 aliansi strategis pada industrifarmasi menyimpulkan bahwa pelaksanaan aliansistrategis mempengaruhi secara positif terhadappengembangan produk melalui akumulasi kompetensidalam proses inovasi. Johansson (1995) menunjukkanbahwa aliansi ekuitas dilakukan dengan alasan utamauntuk mengatasi permsalahan sumber daya keuanganyang terbatas. Keterbatasan sumber daya keuanganini seringkali dihadapi pada tahap awal proses inovasiatau tahap awal proses produksi. Akibatnya, beberapaarea yang sering menjadi fokus aliansi ekuitas adalaharea yang memerlukan set up cost besar, sepertimisalnya eksplorasi, pengembangan material baru, dan

R&D. Dalam kondisi ekstrim, aliansi ekuitas ini jugadapat dilakukan dengan pesaing untuk standar industri.Dengan adanya standar industri, meskipun aliasidilakukan dengan pesaing akan menciptakan hambatanmasuk bagi calon pesaing baru. Manfaat lain yangdijelaskan oleh Johansson (1995) adalah aliansi dalamsaluran distribusi dapat bermanfaat untukmeningkatkan kapasitas produksi di satu pihak danmeningkatkan akses pasar bagi pihak lain. Berdasarkanpenjelasan tersebut disusun hipotesis penelitian:H2a: Aliansi ekuitas berpengaruh terhadap

keberhasilan penerapan strategi inovasiSalah satu tujuan dalam aliansi non-ekuitas

adalah mendorong proses pembelajaran danpeningkatan kemampuan teknologi yang dibutuhkandalam pengembangan produk baru (Hamel et al., 1989).Di samping itu, aliansi juga dapat bertujuan untukmengakuisisi dan penciptaan sumber daya dan keahlian(Lambe et al., 2002). Namun demikian, tidak semuaaliansi ini didasarkan pada pertimbangan ekonomisyang rasional di antaranya karena trend setting ataubandwagon behavior. Alasan lain aliansi adalah untukmemfasilitasi transfer pengetahuan (Simonin, 1999).Dengan adanya transfer teknologi seperti ini, makaperusahaan mitra aliansi tidak perlu memulai prosesinovasi dari awal. Mitra aliansi hanya tinggalmengadopsi inovasi yang sudah ada menskipun harusdisertai dengan persyaratan. Dalam proses adopsi ini,risiko kegagalan yang dihadapi lebih kecil karenaperusahaan dapat memilih inovasi-inovasi yang telahmatang dan layak secara ekonomis. Aliansi semacamini dikenal dengan istilah lisensi.

Steven and John (2002) menjelaskan bentuk laindalam aliansi non-ekuitas yaitu sub-contractingsebagai kerja sama dalam melakukan proses produksikomponen yang dibutuhkan. Perusahaan kecil yangmenerima sub kontrak secara tidak langsung akanmenerima transfer inovasi dari perusahaan yangmengkontrakkan sebagian pekerjaannya. Secara tidaklangsung, peusahaan kecil tersebut akan menguasaiinovasi yang disubkontrakkan perusahaan besarkepadanya. Dalam metode seperti ini, kemungkinankeberhasilan strategi inovasi menjadi besar karenaperusahaan yang mengkontrakkan pekerjaannya harusmenjamin bahwa inovasi yang dilakukan oleh subkontraktornya berjalan dengan baik. Berdasarkanpenjelasan tersebut disusun hipotesis penelitian:

Page 111: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

235

PENGARUH LINGKUNGAN BISNIS, ALIANSI STRATEJIK,...................... (Fahmy Radhi)

H2b: Aliansi non ekuitas berpengaruh terhadapkeberhasilan penerapan strategi inovasi

Penelitian terdahulu membuktikan strategiinovasi yang diterapkan oleh perusahaan manufakturberpengaruh secara langsung terhadap kinerjaperusahaan (Capon et al., 1992); (Zahra dan Das, 1993);(Deshpando et al., 1993); (Li et al., 2001); dan (Caponet al., 1992). Hal ini nampak dalam studinya yangmenyimpulkan bahwa terdapat pengaruh positif antarastrategi inovasi yang dilakukan dengan kinerjaperusahaan. Makadok (1998) menekankan pada dimensiinovasi produk sebagai variabel utama yang mendorongperusahaan mencapai kinerja yang tinggi. Inovasimembantu perusahaan untuk memposisikan dirinyaagar berbeda dengan pesaingnya. Inovasimemungkinkan perusahaan perusahaan untuk menjadimarket leader dan menguasai pangsa pasar (Zahra danDas 1993). Tid et al. (2005) memperkuat pendapat Zahradan Das (1993) yang menyatakan bahwa peningkatankinerja disebabkan peningkatan pangsa pasar yangdisebabkan oleh peningkatan produktifitas danreliabilitas operasional.

Inovasi produk dan inovasi proses memilikiperan yang setara untuk memberikan kontribusiterhadap kinerja. Femandez (2001) menyimpulkan bahwadimensi inovasi proses sebagai varibel dominan yangberpengaruh terhadap kinerja perusahaan (Desphandeet al., 1993). Oleh karena itu, Zahra dan Das (1993)menyarankan integrasi antara inovasi proses daninovasi produk untuk diimplementasikan agar

memberikan pengaruh optimal terhadap kinerja.Berdasarkan penjelasan tersebut disusun hipotesispenelitian:H3a: Inovasi proses berpengaruh terhadap kinerja

perusahaanH3b: Inovasi produk berpengaruh terhadap kinerja

perusahaanPopulasi penelitian ini meliputi seluruh

perusahaan manufaktur yang beroperasi di Indonesia,yang terdaftar dalam Direktori Perusahaan Manufakturyang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS).Sampel ditentukan dengan menggunakan teknik pur-posive sampling dengan unit analisis perusahaan-perusahaan manufaktur, dan sebagai responden adalahmanajer puncak, manajer produksi, dan manajer R&D.Kriteria yang digunakan dalam purposive sampling iniadalah perusahaan menengah dan besar yang memilikiskala besar dan memiliki kerja sama dengan perusahaanlain, baik perusahaan asing maupun perusahaandomestik, dalam bentuk aliansi ekuitas dan atau aliansinon-ekuitas. Data dikumpulkan dengan mail surveymelalui pos dengan fasilitas bebas perangko balasandan melalui kuesioner yang dikirim melalui e-mailperusahaan yang menjadi responden.

HASIL PENELITIAN

Berdasarkan 500 kuesioner yang dikirimkan, terdapat204 yang kembali dengan rincian 7 kuesioner tidakterisi lengkap dan 197 yang dapat dianalisis lebih lanjut.

Tabel 1 Ukuran Fit Sebuah Model Berdasarkan SEM

No. Kriteria Nilai yang direkomendasikan

Output Model Evaluasi

1. Chi-square (X2) Diharapkan kecil 136,923 Baik 2. X2 –significance probability > 0,05 - Baik 3. Relative X2 (CMIN/DF) < 2,00 1,424 Baik 4. Goodness-of-fit-index (GFI) > 0,90 0,977 Baik 5. Adjusted goodness-of-fit-index (AGFI) > 0,80 0,960 Baik 6. Tucker-Lewis index (TLI) > 0,90 0,907 Baik 7. Normed fit index (NFI) > 0,90 0,932 Baik 8. Comparative fit index (CFI) > 0,90 0,961 Baik 9. Root mean square of error

approximation (RMSEA) > 0,08 0,132 Baik

Sumber: Data primer. Diolah.

Page 112: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

236

JAM, Vol. 21, No. 3, Desember 2010: 231-242

Sampel sejumlah ini meliputi 22 jenis industri dari 23jenis industri yang terdapat dalam direktori BPS edisitahun 2006. Sampel ini dapat dikategorikan lebih baikdibandingkan penelitian-penelitian sebelumnya yangdilakukan oleh Ciptono (2006), Zahra dan Daz (1993),serta Badri et al. (2000) yang hanya menggunakansampel pada industi perminyakan.

Dalam analisis Structural Equation Model(SEM), terdapat berbagai kriteria untuk menentukanapakah sebuah model yang diujikan dapat diterima (Hairet al., 1998). Hasil evaluasi Goodness of Fit model yangtelah dimodifikasi menunjukkan bahwa semua kriteriaterpenuhi dengan baik sehingga dapat digunakanuntuk analisis selanjutnya.

PEMBAHASAN

Penelitian ini menggunakan dua parameter untukmengukur lingkungan bisnis, yaitu kebijakan investasidan kebijakan perlindungan hak cipta serta ukuranpasar dan intensitas persaingan. Berikut disajikan Tabel2 tentang hasil uji pengaruh lingkungan bisnis terhadapstrategi inovasi:

Berdasarkan Tabel 2 terlihat bahwa untukhipotesis 1a tidak didukung sepenuhnya oleh buktiempiris. Pengujian pengaruh kebijakan investasi (KI)terhadap inovasi proses (IPS) menghasilkan nilai CR2,242. Nilai CR ini lebih besar dari pada 2,00 sehinggahipotesis tersebut signifikan pada p<0,01. Sebaliknyauntuk pengujian kebijakan investasi terhadap inovasiproduk (IPR) menghasilkan CR -0,223 atau lebih kecildari 2,00. Berdasarkan hasil ini dapat dinyatakan bahwa

hipotesis 1a hanya didukung secara parsial. Salah satupenjelasan mengenai tidak didukungnya pengaruhkebijakan investasi terhadap strategi inovasi karenakebijakan investasi yang ditetapkan oleh pemerintahhanya mendukung kebijakan inovasi proses. Salah satupenjelasan mengenai hal ini adalah pemerintahmempermudah adopsi teknologi dan alat-alat produksiyang digunakan untuk menciptakan inovasi-inovasitetapi pemerintah kurang memperhatikan perlindunganterhadap hasil inovasi yang dihasilkan.

Hipotesis 1b menguji pengaruh perlindunganhak cipta (KHC) terhadap inovasi produk dan inovasiproses. Berdasarkan hasil pengujian empiris diperolehhasil bahwa pengaruh kebijakan hak cipta terhadapinovasi proses menghasilkan CR 0,46 sedangkanpengaruh kebijakan hak cipta terhadap inovasi produkmenghasilkan CR 0,581. Berdasarkan nilai CR yangdihasilkan ini, kebijakan hak cipta tidak memberikandampak terhadap inovasi proses maupun inovasiproduk. Kondisi ini tentu saja melemahkan upaya-upayayang akan dilakukan perusahaan untuk melalukaninovasi. Lemahnya perlindungan terhadap hak ciptaini mendorong perusahaan enggan untuk melakukaninovasi. Perusahaan tidak mendapatkan jaminan akanmendapatkan insentif karena tidak adanyaperlindungan terhadap inovasi yang dilakukannya.

Hipotesis 1c menguji pengaruh ukuran pasar(UP) terhadap inovasi produk dan inovasi proses.Pengujian empiris menghasilkan nilai CR untuk inovasiproduk dan inovasi proses masing-masing sebesar5,063 dan 2,091. Dengan nilai CR yang di atas 2,00 ini,maka dapat dinyatakan bahwa ukuran pasar

Tabel 2 Hasil Uji Pengaruh Lingkungan Bisnis terhadap Strategi Inovasi

Variabel Hipotesis Estimasi SE CR Evaluasi

KI IPS H1a 0,18 0,081 2,242 Signifikan KI IPR H1a -0,022 0,1 -0,223 Tidak signifikan KHC IPS H1b 0,041 0,089 0,46 Tidak signifikan KHC IPR H1b 0,041 0,071 0,581 Tidak signifikan UP IPS H1c 0,363 0,072 5,063 Signifikan UP IPR H1c 0,185 0,088 2,091 Signifikan IP IPS H1d -0,018 0,067 -0,263 Tidak signifikan IP IPR H1d 0,144 0,084 1,712 Tidak signifikan

Sumber: Data primer. Diolah.

Page 113: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

237

PENGARUH LINGKUNGAN BISNIS, ALIANSI STRATEJIK,...................... (Fahmy Radhi)

berpengaruh terhadap inovasi proses maupun inovasiproduk. Ukuran pasar dipandang perlu bagi perusahaanuntuk mencapai skala ekonomis agar inovasi yangditerapkan layak untuk diterapkan, Apabila pasar tidakmencapai jumlah tertentu, maka perusahaan tidak akandapat menerapkan inovasi produk maupun inovasiproses.

Hipotesis 1d yang menguji pengaruh intensitaspersaingan (IP) terhadap inovasi produk dan inovasiproses menghasilkan nilai CR -0,263 dan 1,712.Berdasarkan nilai ini maka dapat dinyatakan bahwaintensitas persaingan tidak berpengaruh terhadapinovasi produk maupun inovasi proses karena nilai CRberada di bawah 2,00. Persaingan bukan merupakanfaktor pendorong bagi perusahaan untuk menerapkaninovasi. Dengan demikian, strategi inovasi yangditerapkan oleh perusahaan tidak mendorongperusahaan lain untuk melakukan inovasi serupa.

Hasil uji model penelitian yang diajukan dalampenelitian ini memberikan hasil yang bervariasi. Untukpengujian hipotesis 1a, yang menguji hubungankebijakan investasi terhadap inovasi proses daninovasi produk, memberikan hasil yang bervariasi. Halini mengindikasikan bahwa lingkungan bisnis belummemberikan kepastian dalam menunjang terciptanyainovasi bagi perusahaan-perusahaan di Indonesia.Misalnya lingkungan bisnis yang terkait dengankebijakan investasi tidak secara konsisten memberikandampak positif terhadap inovasi proses tetapi tidakmemberikan dampak positif terhadap inovasi produk.Kondisi ini menunjukkan bahwa investasi dalaminovasi proses dinilai lebih menguntungkandibandingkan dengan investasi dalam inovasi produk.Salah satu penjelasan mengenai hal ini adalah inovasiproses lebih terjaga hak ciptanya dibandingkan denganinovasi produk. Sejak produk diluncurkan di pasar, maka

perusahaan lain akan dapat mengenali inovasi yangdilakukan perusahaan dan kemudian dapat melakukanimitasi, sedangkan inovasi proses tidak dapat diketahuioleh pesaing apabila pesaing tersebut tidak secaralangsung masuk ke dalam perusahaan yangbersangkutan. Perlindungan terhadap hak cipta inibermanfaat bagi perkembangan inovasi itu sendiridengan memberikan kesempatan bagi pelaku inovasiuntuk mendapatkan insentif dari inovasi yangdilakukannya (Steven and John, 2002). Dalam kondisilingkungan bisnis yang tidak menjamin adanyakepastian seperti ini, kinerja perusahaan cenderungmenurun sejalan dengan meningkatnya ketidakpastianlingkungan bisnis (Swamidass dan Newell, 1987).Perusahaan menghadapi risiko kegagalan dalammenerapkan inovasi dalam situasi yang penuh denganketidakpastian. Akibatnya, perusahaan enggan untukmelakukan inovasi (Ward et al., 1995).

Hipotesis 2a yang menganalisis aliansi ekuitas(EA) terhadap inovasi produk dan proses menghasilkanCR masing-masing sebesar 4,644 dan 3,162, Nilai CRyang dihasilkan ini di atas 2,00 sehingga dapatdinyatakan aliansi ekuitas berpengaruh terhadapinovasi produk dan inovasi proses. Perusahaan-perusahaan manufaktur di Indonesia memerlukan aliansiekuitas dengan perusahaan lain untuk melakukaninovasi. Berdasarkan hasil ini dapat dikatakan bahwasecara sumber daya perusahaan manufaktur di Indo-nesia mengalami kendala sumber daya untuk melakukaninovasi.

Sebaliknya, hipotesis 2b yang menganalisisaliansi non-ekuitas terhadap inovasi produk dan prosestidak ditemukan adanya pengaruh yang signifikanaliansi ini terhadap inovasi produk dan proses.Berdasarkan bukti ini dapat dikatakan bahwaperusahaan-perusahaan manufaktur di Indonesia

Sumber: Data primer. Diolah.

Tabel 3 Hasil Uji Pengaruh Aliansi Strategik terhadap Penerapan Strategi Inovasi

Variabel Hipotesis Estimasi SE CR Evaluasi

EA IPS H2a 0,378 0,081 4,644 Signifikan EA IPR H2a 0,28 0,089 3,162 Signifikan NEA IPS H2b -0,021 0,071 -0,294 Tidak signifikan NEA IPR H2b -0,067 0,1 -0,672 Tidak signifikan

Page 114: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

238

JAM, Vol. 21, No. 3, Desember 2010: 231-242

menjalin aliansi dengan perusahaan lain dalam bukandalam upaya untuk memperoleh keterampilan,pengetahuan, dan keterampilan yang terkait denganinovasi. Kondisi ini bertentangan dengan temuanAlvarez dan Barney (2001) yang menyatakan bahwaaliansi strategik ditujukan untuk memperolehpembelajaran organisasi dan memperoleh aksesterhadap teknologi. Pembelajaran organisasi dan aksesterhadap teknologi ini akan memberikan kesempatankepada perusahaan utnuk melakukan inovasi sehinggameningkatkan kinerja perusahaan.

Perusahaan manufaktur yang menjadi sampelstudi ini melakukan aliansi guna mengatasiketerbatasan jumlah modal yang dimilikinya dalamupaya untuk melakukan inovasi. Secara implisit, hasilini juga menunjukkan bahwa salah satu kendalaperusahan manufaktur di Indonesia untuk melakukaninovasi adalah minimnya dana yang tersedia untukmelakukan inovasi. Namun demikian, terdapatkemungkinan lain yang memotivasi perusahaan untukmelakukan aliansi. Perusahaan tersebut memiliki modalyang cukup akan tetapi enggan untuk menyediakandana yang besar untuk kepentingan inovasi karenadinilai berisiko. Risiko penerapan inovasi ini semakintinggi pada produk-produk yang memiliki kandunganteknologi yang tinggi dan daur hidup produk yangpendek. Produk-produk yang memiliki daur hidup relatifpendek memiliki frekuensi inovasi lebih tinggidibandingkan produk dengan daur hidup yang lebihpanjang. Sebagian besar perusahaan yang melakukanaliansi ekuitas ditujukan untuk mengatasi kekuranganmodal dan penggunaan dana aliansi tersebutdigunakan untuk R&D, lisensi internasional, distribusibersama, dan aliansi stategis internasional (Johansson,1995).

Aliansi ekuitas yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan manufaktur ini lebih terkait dengan hardskill, karena hard skill memiliki keterkaitan yang lebihkuat dengan modal dibandingkan dengan soft skill(Agarwal, 1995). Hard skill sebagian besar berwujudfisik yang dapat diakuisisi secara mudah selamaterdapat ketersediaan modal. Dengan demikian,mayoritas konstrain strategi inovasi yang akanditerapkan oleh perusahaan adalah ketersediaan hardskill. Namun demikian, perlu dicermati bahwa karenahard skill ini dapat dengan mudah diakuisisi selamamodal tersedia, keunggulan kompetitif inovasi yang

diciptakan berdasarkan hard skill ini juga akan dapatdengan mudah untuk ditiru.

Berdasarkan hasil pengujian statistik, aliansinon-ekuitas tidak berpengaruh terhadap inovasi produkdan inovasi proses. Menurut Hamel et al. (1989), salahsatu tujuan dalam aliansi non-ekuitas adalah mendorongproses pembelajaran dan peningkatan kemampuanteknologi yang dibutuhkan dalam pengembanganproduk baru. Berdasarkan pengujian ini terbukti bahwaaliansi non-ekuitas bukan merupakan saranapembelajaran bagi organisasi untuk memperolehpengetahuan baru. Di samping itu, aliansi ini juga dapatbertujuan untuk mengakuisisi dan penciptaan sumberdaya dan keahlian (Lambe et al., 2002). Menurut Lambeet al. (2002), dapat dikemukakan bahwa aliansi non-ekuitas ini bukan merupakan sarana yang baik untukmelakukan transfer teknologi dan transfer soft skill.Perusahaan-perusahaan manufaktur yang berupayauntuk menerapkan inovasi tidak mengalami kendalayang besar dalam masalah soft skill.

Hipotesis 3a dan 3b masing-masing mengujipengaruh inovasi proses dan inovasi produk terhadapkinerja perusahaan. Kinerja perusahaan diukur denganmenggunakan empat parameter yaitu profitabilitas (P),pangsa pasar (PP), produktifitas (PR) dan intensitasR&D (IRD). Analisis pengaruh IPR terhadap P, PP, PR,dan intensitas IRD menghasilkan CR masing-masingsebesar 8,863, 8,532, 4,686, dan 7,254. Kasus yang samajuga terjadi pada hipotesis 3b yang menguji pengaruhinovasi produk terhadap kinerja perusahaanmenghasilkan CR masing-masing sebesar 2,841, 2,989,3,882, dan 2,377. Seluruh nilai CR tersebut berada diatas nilai 2,000 sehingga dinyatakan bahwa inovasiproses dan inovasi produk berpengaruh positifterhadap kinerja perusahaan yang diukur denganmenggunakan empat parameter tersebut.

Temuan ini bertentangan dengan temuan empirissebelumnya yang menunjukkan adanya korelasi negatifantara strategi inovasi dengan kinerja (Powel, 2000).Apabila dianalisis dengan melihat nilai critical ratiodari hasil uji diperoleh bahwa nilai critical ratio inovasiproses secara konsisten lebih besar dibandingkandengan inovasi produk. Temuan ini mengindikasikanbahwa inovasi proses memiliki pengaruh lebih besarterhadap peningkatan kinerja perusahaan dan sekaligusbertentangan dengan temuan Makadok (1988) danmendukung temuan Fermandez (2001). Inovasi produk

Page 115: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

239

PENGARUH LINGKUNGAN BISNIS, ALIANSI STRATEJIK,...................... (Fahmy Radhi)

dan inovasi proses tidak terjadi trade-off bahkan salingmelengkapi karena keduanya dapat diimplementasikansecara simultan untuk meningkatkan kinerja. Bukti inijuga mengkonfirmasi temuan Zahra dan Das (1993) yangmenemukan kedua jenis inovasi ini berpengaruh secarasignifikan terhadap kinerja.

Inovasi proses mendorong perusahaan untukmenemukan cara, teknik, dan metode baru untukberproduksi secara lebih efisien dengan caramenggunakan input yang setara untuk menghasilkanoutput lebih besar. Akibatnya, produktifitas sistemproduksi akan meningkat (Ellitan et al., 2003).Sebaliknya, dengan adanya inovasi produk, dapatdilakukan value engineering yaitu penyederhanaandesain produk untuk menghasilkan produk denganfungsi akhir yang sama. Komponen-komponen yangsebelumnya terpisah, dapat digabung menjadi satusehingga desain menjadi lebih sederhana. Denganmetode ini, produktifitas juga menjadi meningkat karenadesain menjadi lebih sederhana (Heizer dan Render,2004). Pada saat yang bersamaan, proses produksi jugabekerja secara lebih efisien karena adanyapenggabungan beberapa komponen yang sebelumnyaterpisah kemudian menjadi satu (Chase and Aquilano,1998). Dengan kata lain, value engineering jugamemberikan kontribusi terhadap inovasi proses dalammeningkatkan produktifitas.

Perusahaan yang menerapkan inovasi produkdan memasuki pasar lebih awal lebih mudah untukmenjadi pemimpin pasar. Pelanggan lebih mudahmengidentifikasi dan mengenali perusahaan yangpertama kali melakukan inovasi produk dibandingkanperusahaan yang melakukan inovasi pada waktu yang

lebih akhir (Zahra dan Das, 1993). Akibatnya, pelakuinovasi yang masuk ke pasar paling awal berpotensimemiliki pangsa pasar terbesar dibandingkanperusahaan-perusahaan lain. Pada industri jenisinovasi, proses juga berperan terhadap peningkatanpangsa pasar perusahaan terutama apabila perusahaanbersaing dengan menggunakan keunggulan kompetitifbiaya rendah (Porter, 1985). Dengan adanya inovasiproses, dapat dicapai efisiensi produksi sehingga biayaproduksi dapat ditekan menjadi lebih rendah. Inovasiproduk dan inovasi proses memerlukan biaya dalamproses penciptaannya. Salah satu prasyarat agarinovasi ini dapat terus berkembang adalah pelakuinovasi tersebut memperoleh insentif sebagaikompensasi agar dapat melakukan inovasi lanjutan(Atun et al., 2007). Berdasarkan hasil analisis empirisdiperoleh bukti bahwa inovasi produk dan inovasiproses berpengaruh positif terhadap kinerja yangdiukur dengan parameter intensitas R&D. Salah satupenjelasan mengenai hal ini adalah bahwa perusahaanmemperoleh insentif dari inovasi yang dilakukannya.Bukti ini merupakan temuan menarik sebab di Indone-sia belum terdapat mekanisme perlindungan hak ciptayang memadai. Secara teori, belum adanya perlindunganhak cipta yang memadai ini mendorong pelaku inovasiuntuk melakukan inovasi lanjutan karena tidak adanyainsentif dari inovasi yang dilakukannya. Salah satupenjelasan dari hal ini adalah inovasi yang dilakukanoleh perusahaan tersebut hanyalah inovasi sekunder.Inovasi ini hanya bertujuan untuk memperbaiki temuanyang sudah atau memberikan sedikit variasi dari inovasiyang orisinal. Inovasi seperti ini hanya dapatdikategorikan sebagai inovasi sekunder. Strategi ini

Sumber: Data primer. Diolah.

Tabel 4 Hasil Uji Pengaruh Strategi Inovasi terhadap Kinerja Perusahaan

Variabel Hipotesis Estimasi SE CR Evaluasi

IPS P H3a 0,707 0,08 8,863 Signifikan IPS PP H3a 0,683 0,08 8,532 Signifikan IPS PR H3a 0,404 0,086 4,686 Signifikan IPS IRD H3a 0,608 0,084 7,254 Signifikan IPR P H3b 0,18 0,063 2,841 Signifikan IPR PP H3b 0,19 0,064 2,989 Signifikan IPR PR H3b 0,274 0,071 3,882 Signifikan IPR IRD H3b 0,16 0,067 2,377 Signifikan

Page 116: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

240

JAM, Vol. 21, No. 3, Desember 2010: 231-242

dilakukan hanya dengan tujuan agar perusahaanterhindar dari tuntutan penciplakan.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan analisis hasil statistik dapat disimpulkanbahwa lingkungan bisnis belum sepenuhnyamendukung aktifitas inovasi yang dilakukan olehperusahaan. Di samping itu, juga terdapat perbedaanpengaruh kebijakan investasi terhadap kategori inovasiyang dilakukan. Variabel lingkungan bisnis yangberpengaruh terhadap inovasi proses belum tentuberpengaruh terhadap inovasi produk, begitu pulasebaliknya. Berdasarkan empat parameter yangdigunakan untuk mengukur lingkungan bisnis, dua diantaranya kebijakan hak cipta dan intensitaspersaingan secara konsisten ditemukan tidak terdapatpengaruh yang signifikan terhadap inovasi produk daninovasi proses, sedangkan parameter yang secarakonsisten memberikan pengaruh secara signifikanadalah ukuran pasar. Salah satu penjelasan mengenaihal ini adalah perusahaan sangat memerlukan ukuranpasar bagi produk-produk inovatif untuk menekan biayaproduksi terutama biaya tetap. Satu parameter lain yaitukebijakan investasi memberikan hasil yang tidakkonsisten. Parameter lingkungan bisnis ini hanyaberpengaruh terhadap inovasi proses tetapi tidakdemikian halnya terhadap inovasi produk.

Saran

Perusahaan-perusahaan manufaktur secara konsistenmemerlukan aliansi ekuitas untuk melakukan inovasiproses dan inovasi produk. Berdasarkan bukti empirisini tampak sangat jelas bahwa kendala terbesar bagiperusahaan manufaktur dalam melakukan inovasi adalahkekurangan modal. Inovasi bagi perusahaan-perusahaan manufaktur memerlukan permodalan yangbesar atau kemungkinan lain strategi inovasi masihbelum dipandang penting sehingga untuk melakukaninovasi perusahaan perlu menjalin kerja sama denganpihak lain untuk meringankan beban ekuitas.Sebaliknya, aliansi non-ekuitas tidak menunjukkansignifikansi terhadap strategi inovasi produk maupuninovasi proses.

DAFTAR PUSTAKA

Aggarwal, S. 1995. Emerging Hard and Soft Technol-ogy: Current Status, Issues and Implementa-tion Problem. International Journal of Man-agement Science, 23, 3: 323-339.

Alvarez, S.A. dan J.B. Barney. 2001. How entrepreneurialfirms can benefit from alliances with large part-ners. The Academy of Management Execu-tive, 15, 1: 139-148.

Atun, RA., Havey, I., dan Wild, Joff. 2007. Innovation,Patents, and Economic Growth. InternationalJournal of Innovation Management, 11, 2: 279-297.

Badri, M.A., Davis, D. & Davis, D. 2000. OperationStrategy, Environment Uncertainty, and Perfor-mance: a Path Analytic Model of Industries inDeveloping Country. International Journal ofManagement Science, 28: 155-173.

Barney, J.B. 2001 Is Resource-Based View a Useful Per-spective of Strategic Research? Yes. Academyof Management Review, 26: 41-56.

Badan Pusat Statistik. 2003. Statistik IndustriPerusahaan Manufaktur Skala Menengah danBesar. Jakarta, Indonesia.

Capon, N., J.U. Farley, D.R. Lehmann, J.M. Hulbert.1992. Profiles of Product Innovators AmongLarge U.S. Manufacturers. Management Sci-ence. 38, 2: 157-162.

Chandler, G.N, Hanks, S.H. 1994. Market Attractiveness,Resource-based Capabilities, Venture Strate-gies, and Venture Performance. Journal of Busi-ness Venturing, 9, 4: 331-350.

Chase, B.R. Aquilano, J.N., & Jacobs, R.F. 1998. Op-eration Management for Competitive Advan-tage. New York: Mc. Graw Hill, Ninth Edition.

Ciptono, W.S. 2006. A Sequential Model of InnovationStrategy-Company Non-Financial Performance

Page 117: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

241

PENGARUH LINGKUNGAN BISNIS, ALIANSI STRATEJIK,...................... (Fahmy Radhi)

Links, Gadjah Mada International Journal ofBusiness, May-August, 8, 2: 137-178.

Cottam, A.J. Ensor, and C. Band. 2001. A BenchmarkStudy of Strategic Commitment to Innovation,European Journal of Innovation Management,4, 2: 88-94.

Desphande, R, Farley, U.J., & Webster, E.F. 1993. Cor-porate Culture, Customer Orientation, &Innovativenness in Japaness Firm, A QuadraticAnalysis. Journal of Marketing, 57, January:23-37.

Ellitan, L., Jantan, M., Dahlan, N., 2003. The IntegrativeEffect of Hard and Soft Technology on Firm’sPerformance: an Empirical Study from Indone-sia. 5th Asian Academy of Management Con-ference, September 10th -13th, 2003: 255-264.

Femandez, M.A. 2001. Innovation Process in An Acci-dent and Emergency Departement. EuropeanJournal of Innovation Management, 4, 4: 664-687.

Grant, M dan Fuller, C., 1995, “Knowledge Based ViewTheory of The Inter Firm Collaboration”, Re-search Paper:17-21.

Hair, J.R, R.E. Anderson, R. L. Tatham, & W.C. Black.1998. Multivariate Data Analysis. 5th Edition.Upper Saddle River, NJ: Prentise-Hall, Inc.

Heizer, J & Render, B. 2004. Operation ManagementSeventh Edition. Pearson Education Interna-tional.

Johansson, J.K. 1995. International Alliances: WhyNow?. Journal of the Academy of MarketingScience, 23, 4: 301-304.

Kim, C.W, & Manborgue, R. 1999. Strategy, Value In-novation, & Knowledge Economy. Sloan Man-agement Review, Spring Edition.

Kogut, B., 1988, “A Study of Live Cycle of Joint Ven-ture”, Management International Review: 39-50.

Lambe, CC., Spekman, RE., dan Hunt, SD. 2002. Alli-ance Competence, Resources, and Alliance Suc-cess: Conceptualization, Measurement, and Ini-tial Test, Journal of the Academy of MarketingScience, 20, 2: 141-158.

Makadok, R. 1998. Can first-mover and early-moveradvantages be sustained in an industry withlow barriers to entry? Strategic ManagementJournal, 19, 7: 683-696.

Porter, M.E. 1985. Competitive Advantage-Creatingand Sustaining Superior Performance, TheFree Press: 145-156.

Powel, C.T. 2000. Competitive Advantage: Logical &Philosophical Considerations. Strategy Man-agement Journal, 22: 875-888.

Rothaermel, F.T., Hagedoorn, J., Roijakkers, N., 2004.Technological Core Transformation throughCollaboration: the Role of Exploration and Ex-ploitation Alliances. Working Paper, College ofManagement, Georgia Institute of Technology.

Simonim, BL. 1999. Ambiguity and the Process ofKnowledge Transfer in Strategic Alliances, Stra-tegic Management Journal, 20, 1: 595-623.

Smolny,W. 2003. Determinants of Innovation Behaviourand Investment Estimates for West-GermanManufacturing Firms. Economics of Innovationand New Technology. 12, 5,:449-463.

Song, M., Parry, M. 1997. A Cross-National Compara-tive Study of New Product Development Pro-cesses: Japan and the USA”, Journal of Mar-keting: 612-618.

Steven J. Skiner and John M. Ivancevich, 2002, “Busi-ness for the 21st Century”, Sixth Edition, Irwin,Homewood.

Swamidass, P.M., Newell, W.T., 1987. ManufacturingStrategy, Environmental Uncertainty and Per-formance: a Path Analytic Model. ManagementScience, 33 4: 509-524.

Page 118: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

242

JAM, Vol. 21, No. 3, Desember 2010: 231-242

Tidd, J., J. Bessant, and K. Pavitt. 2005. Managing In-novation: Integrating Technological, Marketand Organizational Change 3rd Edition. TheAtrium, Southern Gate, Chichester, England:John Wiley and Sons.

Ward, P.T., Bickford, D.J., Leong, G.K., 1995. Businessenvironment, operation strategy, and perfor-mance: an empirical study of Singapore manu-facturers, Journal of Operation Management13, 2: 99-155.

Ward, T.P., Duray, R., Leong, K.G., and Sum, C.C. 1995.Business Environment, Operation Strategy andPerformabce: an empirical Study of SingaporeManufacturers. Journal of Operation Manage-ment, 3: 99-115.

Zahra, S. A. and Das, S. R. 1993. Innovation Strategyand inancial Performance in ManufacturingCompanies: An Empirical Study, Production andOperation Management, 2, 1: 15-37.

Page 119: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

243

RASIO KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN/KOTA DI............... (Rudy Badrudin)Vol. 21, No. 3, Desember 2010Hal. 243-263

ABSTRACT

The research of local regency/city’s financial capabil-ity in DIY Province post local autonomy is conductedin order to analyze how the regencies government ofBantul, Gunung Kidul, Kulon Progo, Sleman, andYogyakarta city optimizing various development pro-gram in accordance with the development goals eachregency/city. The analytical result of each AnggaranPendapatan dan Belanja Daerah (APBD’s regencies/city) of Bantul, Gunung Kidul, Kulon Progo, Sleman,and Yogyakarta (RKKD) will be useful for each regen-cies/city’s government and for the stakeholders of eachregencies/city in order to evaluate various develop-ment program engaged. The analysis that can be usedto determine wether regencies/city has a PAD excel-lence between other regencies/city is IKK Method (Fi-nancial Capability Indeks) as an average calculationfrom Growth Index, Elasticity Index, and Share Index.To analyze, the Chi Square and Anova Test with alpha5% were used.

Keywords: finance ability index, growth index, elastic-ity index, share index

PENDAHULUAN

Pemberlakuan dua undang-undang tentang OtonomiDa-erah per 1 Januari 2001, yaitu Undang-UndangNomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah

RASIO KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAHKABUPATEN/KOTA DI PROVINSI DIY

PASCA OTONOMI DAERAH

Rudy BadrudinSekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN Yogyakarta

Jalan Seturan Yogyakarta 55281Telepon +62 274 486160, 486321, Fax. +62 274 486155

E-mail: [email protected]

Tahun 1990

ISSN: 0853-1259

J U R N A LAKUNTANSI & MANAJEMEN

yang telah diganti menjadi Undang-Undang Nomor 32tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 tahun 1999 tentang PerimbanganKeu-angan antara Pemerintah Pusat dan PemerintahanDaerah yang telah diganti menjadi Undang-UndangNomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuanganantara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah telahmemberikan peran yang lebih besar kepada pemerintah,instansi, dan para pelaku ekonomi daerah untukmenangani pembangunan di daerah. Kedua undang-undang tentang otonomi daerah tersebut munculkarena proses pembangunan di Indonesia selama OrdeLama dan Orde Baru telah mengakibatkan terjadinyakesenjangan pembangunan antarwilayah IndonesiaBarat dan Indonesia Timur. Kesenjangan tersebutterjadi karena adanya ketidakmerataan dalam alokasiinvestasi antarwilayah yang ternyata sangatberpengaruh dalam memicu dan memacu pertumbuhanregional. Oleh karena itu, tepatlah waktunya untukmem-beri peran yang lebih besar kepada pemerintah,instansi, dan para pelaku ekonomi daerah untukmenangani pembangunan di daerah.

Pemerataan pembangunan wilayah denganpemerataan alokasi investasi antarwilayah perlumemperhatikan masalah dan potensi yang ada diwi-layah sehingga diharapkan akan terjadi spesialisasidalam proses pembangunan dengan keunggulankomparatif yang dimiliki masing-masing wilayah.Demikian pula dengan pengembangan wilayah melaluipembangunan di daerah antara pusat pemerintahandaerah provinsi dengan kota/kabupaten dan antaradaerah kota/kabupaten dengan kecamatan, dan

Page 120: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

244

JAM, Vol. 21, No. 3, Desember 2010: 243-263

seterusnya harus pula memperhatikan masalah danpotensi yang ada. Otonomi daerah yang dilaksanakanper 1 Januari 2001 telah memberikan peran yang lebihbesar kepada pemerintah dan para pelaku ekonomidaerah untuk menangani pembangunan di daerah.Tuntutan otonomi daerah muncul untuk meresponkesen-jangan pembangunan antarwilayah –Jawa danluar Jawa serta Indonesia Barat dan Indonesia Timuryang diakibatkan ketidakmerataan dalam alokasiinvestasi antarwilayah yang berpengaruh dalampertumbuhan antarwilayah (Badrudin, 2000). Olehkarena itu, pelaksanaan otonomi daerah merupakanmoment yang tepat untuk mem-beri peran yang lebihbesar kepada pemerintah dan para pelaku ekonomidaerah untuk menangani pembangunan di daerah.

Hakekat pembangunan ekonomi daerah adalahproses yang ditunjukkan dengan tindakan pemerintahdan masyarakat dalam mengelola sumberdayasumberdaya yang ada dan membentuk suatu polakemitraan antara pemerintah daerah dengan masyarakatuntuk menciptakan suatu lapangan kerja baru danmerangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalamwilayah tersebut. Masalah pokok dalam pembangunanekonomi daerah adalah terletak pada penekananterhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yangdidasarkan pada kekhasan daerah yang bersangkutan(endogenous development) dengan menggunakanpotensi sumberdaya manusia, kelembagaan, dansumberdaya fisik secara lokal. Orientasi inimengarahkan pada inisiatif yang muncul dari daerahtersebut dalam proses pembangunan untukmenciptakan kesempatan kerja baru dan merangsang

peningkatan kegiatan ekonomi.Setiap usaha pembangunan ekonomi daerah

mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan jumlahdan jenis peluang kerja untuk masyarakat daerah.Dalam usaha untuk mencapai tujuan tersebut,pemerintah daerah beserta masyarakatnya harus secarabersama-sama mengambil inisiatif pembangunandaerah. Oleh karena itu, pemerintah daerah besertamasyarakatnya dan dengan menggunakan sumberdayasumberdaya yang ada di daerah tersebut harus mampumenaksir potensi sumberdaya sumberdaya yangdiperlukan untuk merancang dan membangunperekonomian daerah.

Pendekatan alternatif terhadap teoripembangunan daerah telah dirumuskan untukkepentingan perencanaan pembangunan ekonomidaerah. Pendekatan ini merupakan sistesis danperumusan kembali konsep-konsep yang telah ada.Pendekatan ini memberikan dasar bagi kerangka pikirdan rencana tindakan yang akan diambil dalam kontekspembangunan ekonomi daerah. Paradigma baruditunjukkan pada Tabel 1 berikut ini:

Pemerataan pembangunan wilayah denganpemerataan alokasi investasi antarwilayah perlumemperhatikan masalah dan potensi yang ada diwilayah sehingga diharapkan akan terjadi spesialisasidalam proses pembangunan dengan keunggulankomparatif yang dimiliki masing-masing wilayah.Demikian pula dengan pengembangan wilayah melaluipembangunan di daerah antara pusat pemerintahandaerah provinsi dengan kota/kabupaten dan antaradaerah kota/kabupaten dengan kecamatan, dan

Tabel 1Paradigma Baru Teori Pembangunan Ekonomi Daerah

Komponen Konsep Lama Konsep Baru Kesempatan Kerja

Semakin banyak perusahaan = samakin banyak peluang kerja

Perusahaan harus mengembangkan pekerjaan yang sesuai dengan kondisi penduduk daerah

Basis Pembangunan

Pengembangan sektor ekonomi

Pengembangan lembaga-lembaga ekonomi baru

Aset-Aset Lokasi Keunggulan komparatif didasarkan pada aset fisik

Keunggulan kompetitif didasarkan pada kualitas lingkungan

Sumberdaya Pengetahuan

Ketersediaan angkatan kerja Pengetahuan sebagai pembangkit ekonomi

Sumber: Arsyad (2004).

Page 121: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

245

RASIO KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN/KOTA DI............... (Rudy Badrudin)

seterusnya harus pula memperhatikan masalah danpotensi yang ada.

Pemerintah daerah dan pelaku ekonomi di daerahsebagai komponen sumberdaya manusia dalampelaksanaan otonomi daerah dapat dijelaskan denganmenggunakan circular flow diagram seperti yangnampak pada Gambar 1. Diagram tersebut menjelaskanbagaimana pemerintah daerah dan pelaku ekonomi didaerah saling berinterakasi, dengan asumsi ada limapelaku yaitu masyarakat, perusahaan, lembagakeuangan bank dan bukan bank, pemerintah daerah,dan dewan perwakilan rakyat daerah.

Masyarakat diasumsikan sebagai pelakuekonomi yang memiliki faktor produksi dan kemudiandijual kepada perusahaan yang oleh karena itumasya-rakat akan memperoleh pendapatan. Di sampingitu, masyarakat merupakan pelaku ekonomi yang akanmengkomsumsi barang dan jasa pengeluaran konsumsimasyarakat yang dihasilkan perusahaan. Perusahaandiasumsikan sebagai pelaku ekonomi yang melakukankegiatan produksi, yaitu menghasilkan barang dan jasayang dijual kepada masyarakat. Perusahaan dapatmenghasilkan barang dan jasa karena perusahaan

membeli atau menyewa faktor produksi yangditawarkan masyarakat.

Lembaga keuangan bank dan bukan bankmerupakan lembaga yang mempunyai peran sebagailembaga perantara (intermediation role) dan lembagapelancar jalannya interakasi ekonomi (transmissionrole). Sebagai lembaga perantara, lembaga keuanganberperan sebagai penghubung antara pelaku ekonomiyang memiliki kelebihan dana (masyarakat) yangditabung di lembaga keuangan dengan pelaku ekonomiyang membutuhan dana (perusahaan) yang digunakanuntuk investasi. Sebagai lembaga pelancar jalannyainterakasi ekonomi, lembaga keuangan bank berperansebagai lembaga pencetak uang kartal dan uang giralyang digunakan sebagai medium of exchange, unit ofaccount, store of value, standard deferred of payment,dan medium of commodity. Pemerintah daerah besertaDewan Perwakilan Rakyat Daerah mempunyaikekuasaan dalam membuat kebijakan-kebijakan untukmelancarkan interakasi ekonomi antarpelaku ekonomidaerah.

Undang-Undang otonomi daerah sebenarnyasudah ada sejak tahun 1945. Namun dalam

Gambar 1Circular Flow Diagram

CIRCULAR FLOW DIAGRAMCIRCULAR FLOW DIAGRAM

ProdusenKonsumen

Balas Jasa Faktor Produksi (Y)

Nilai Pembelian

Faktor Produksi/Input/FP

Produk Barang & Jasa/Output (Y)

Lembaga Keuangan Bank dan Bukan Bank

TABUNGAN

INVESTASI

Pemerintah Daerah dan DPRD BelanjaPajak

Subsidi

Sumber: Musgrave and Musgrave (1989). Diolah kembali.

Page 122: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

246

JAM, Vol. 21, No. 3, Desember 2010: 243-263

pelaksanaannya mengalami fluktuasi operasionalsejalan dengan kondisi politik yang ada. Berikut inidiuraikan peraturan perundangan tentang otonomidaerah yang pernah dan sedang berlaku di Indonesiasejak tahun 1945 sampai dengan 2004, yaitu 1) Undang-Undang Nomor 1 tahun 1945, dimana kebijakanpemerintah tentang otonomi daerah lebihmenitikberatkan pada dekonsentrasi; 2) Undang-Undang Nomor 22 tahun 1948, dimana kebijakanpemerintah tentang otonomi daerah lebihmenitikberatkan pada desentralisasi; 3) Undang-Undang Nomor 1 tahun 1957, kebijakan otonomi bersifatdualisme dimana kepala daerah bertanggungjawabkepada DPRD; 4) Ketetapan Presiden Nomor 6 tahun1959, Pemerintah lebih menekankan padadekonsentrasi; 5) Undang-Undang Nomor 18 tahun1965, dimana kebijakan pemeritah menitikberatkan padadesentralisasi dengan memberikan otonomi yangseluas-luasnya pada daerah sedangkan dekonsentrasihanya sebagai pelengkap; 6) Undang-Undang Nomor5 tahun 1974, yaitu dengan desentralisasi,dekonsentrasi, dan tugas pembantuan, selanjutnyadengan kebijakan pemerintahan pada masa Orde Baru,pembangunan ekonomi menjadi isu sentraldibandingkan politik yang pada penerapannya seolah-olah terjadi proses politisasi peran pemerintahan daerahdan menggantikannya dengan peran pembangunanyang menjadi isu nasional; 7) Undang-Undang Nomor22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah danUndang-Undang Nomor 25 tahun 1999 tentangPerimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat danPemerintahan Daerah, pada masa itu terjadi lagiperubahan yang menjadikan pemerintahan daerahsebagai titik sentral dalam penyelenggaraanpemerintahan dan pembangunan denganmengedepankan otonomi yang luas, nyata, danbertanggungjawab; dan 8) Undang-Undang Nomor 32tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang PerimbanganKeuangan antara Pemerintah Pusat dan PemerintahanDaerah, pada masa itu terjadi lagi perubahan yangmenjadikan pemerintahan daerah sebagai titik sentraldalam penyelenggaraan pemerintahan danpembangunan dengan mengedepankan otonomi yangluas, nyata, dan bertanggungjawab tidak hanya dalambidang ekonomi tetapi juga politik. Hal ini nampakdengan mulai diberlakukannya Pemilihan Kepala

Daerah Langsung (Pilkadal) mulai bulan Mei 2005.Menurut UU Nomor 32 tahun 2004, Republik

Indonesia menganut asas desentralisasi, asasdekonsentrasi, dan tugas pembantuan dalampenyelenggaraan pemerintahan dengan memberikesempatan dan keleluasaan kepada daerah untukmenyelenggarakan otonomi daerah. Hal itu jugadisebutkan dalam penjelasan Pasal 18 UUD 1945 yangmenyatakan bahwa Pasal 18 UUD 1945 menjadilandasan yang kuat bagi TAP MPR Republik Indone-sia Nomor XV/MPR/1998 tentang PenyelenggaraanOtonomi Daerah; Pengaturan, Pembagian danPemanfataan Sumber Daya Nasional yang Berkeadilan;serta Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah DalamKerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagailandasan yang kuat untuk menyelenggarakan otonomidaerah.

Otonomi daerah dilaksanakan denganmemberikan kewenangan yang luas, nyata, danbertanggungjawab kepada daerah secara proporsionalyang diwujudkan dengan pengaturan, pembagian, danpemanfaatan sumberdaya nasional yang berkeadilanserta perimbangan keuangan pusat dan daerah. Disamping itu, penyelenggaraan otonomi daerah jugadilaksanakan dengan prinsip-prinsip demokrasi,partisipasi masyarakat, pemerataan, dan keadilan, sertamemperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah.Provinsi merupakan daerah otonom dan sekaliguswilayah administrasi sebagai pelaksana kewenanganpemerintah pusat yang didelegasikan kepada gubernur.Provinsi bukan merupakan pemerintah atasan daridaerah kabupaten atau daerah kota.

Kewenangan otonomi luas adalah keleluasaandaerah untuk menyelenggarakan pemerintahan yangmencakup kewenangan semua bidang pemerintahanperencanaan, pengawasan, pengendalian, dan evaluasikecuali di bidang luar negeri, pertahanan keamanan,peradilan, moneter dan fiskal, agama, serta kewenanganlainnya yang ditetapkan dengan Peraturan Peme-rintah.Kewenangan otonomi nyata adalah keleluasaan daerahuntuk menyelenggarakan kewenangan daerah dalambidang tertentu yang secara nyata ada dan diperlukanserta tumbuh, hidup, dan berkembang di daerah.Kewenangan otonomi yang bertanggungjawab adalahperwujudan pertanggung-jawaban sebagaikonsekuensi pemberian hak dan kewajiban kepadadaerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi.

Page 123: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

247

RASIO KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN/KOTA DI............... (Rudy Badrudin)

Untuk menyelenggarakan otonomi daerah tersebutmaka daerah diberi kewenangan untuk menggali sumberkeuangan daerah sendiri yang didukung olehperimbangan keuangan antara pemerintah pusat dandaerah serta antara provinsi dan kabupaten/kotasebagai prasyarat dalam sistem Pemerintahan Daerah.

Menurut UU Nomor 33 tahun 2004 tentangPerimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat danPemerintahan Daerah, dalam penyelenggaraan otonomidaerah diperlukan pengaturan, pembagian, danpemanfaatan sumberdaya nasional yang berkeadilanserta perimbangan keuangan pemerintah pusat dandaerah. Sumber pembiayaan pelaksanan desentralisasiterdiri dari pendapatan asli daerah, dana perimbangan,dan lain lain penerimaan yang sah. Pendapatan AsliDaerah (PAD) merupakan sumber keuangan daerahyang digali dari dalam daerah yang bersangkutan yangterdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, hasilpengelolaan kekayaan daerah lainnya yang dipisahkan,dan lain-lain PAD yang sah. Dana perimbanganmerupakan sumber pembiayaan yang berasal daribagian daerah dari pajak bumi dan bangunan (PBB),bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB),penerimaan dari sumberdaya alam, dana alokasi umum,dan alokasi khusus.

Dalam era otonomi daerah, persainganantardaerah kabupaten/kota dalam menggali dana dariluar sangat ketat. Kabupaten Bantul, Gunung Kidul,Kulon Progo, Sleman, dan Kota Yogyakarta yangterletak di Provinsi DIY perlu mengembangkan lebih

lanjut sumber dana mandiri yang berasal dari PAD, yangmeliputi pajak daerah, retribusi daerah, hasilpengelolaan kekayaan daerah lainnya yang dipisahkan,dan lain-lain PAD yang sah. Pengembangan PADKabupaten Bantul, Gunung Kidul, Kulon Progo, Sleman,dan Kota Yogyakarta sangat dibutuhkan bagiKabupaten Bantul, Gunung Kidul, Kulon Progo, Sleman,dan Kota Yogyakarta itu sendiri dalam rangkamembiayai pembangunan di Kabupaten KabupatenBantul, Gunung Kidul, Kulon Progo, Sleman, dan KotaYogyakarta secara mandiri. Pembiayaan secara mandiritersebut diperlukan karena sangat berisiko sekali bagiKabupaten Kabupaten Bantul, Gunung Kidul, KulonProgo, Sleman, dan Kota Yogyakarta apabilamengharapkan sumber pembiayaan yang bukanbersumber pada PAD karena dana perimbangan tidakdapat diperoleh daerah secara maksimal karena adasebagian yang menjadi haknya pemerintah pusat.Pinjaman daerah pun belum dapat diharapkan menjadisalah satu sumber pembiayaan daerah karenapelaksanaan pinjaman daerah harus berkoordinasidengan pemerintah pusat. Oleh karena itu, tepatlahkalau pemerintah daerah harus inovatif dalam menggalisumber dana yang berasal dari daerah itu sendiri.

Berdasarkan data APBD dan PAD seluruhKabupaten/Kota di Provinsi DIY pasca Otonomi Daerah1 Januari 2001 diperoleh hasil seperti yang nampak padaTabel.2 dan Tabel 3 berikut ini:

Data pada Tabel 2 dan Tabel 3 memberikaninformasi yang mencakup (1) Karakteristik dan

Kabupaten/Kota 2001 2002 2003 2004 2005

Kabupaten Bantul 267,332.28 336,570.26 389,393.97 398,879.89 442,291.64

Kabupaten Gunung Kidul 206,666.63 251,665.06 342,277.68 340,447.50 351,298.03

Kabupaten Kulon Progo 221,037.33 251,631.71 294,377.19 296,569.12 307,791.01

Kabupaten Sleman 308,531.58 327,995.65 452,884.66 481,181.46 520,548.87

Kota Yogyakarta 227,009.17 303,020.07 338,630.76 369,649.88 391,886.90 Sumber: http://www.depkeu.go.id. Data diolah.

Tabel 2Nilai Total Pendapatan pada APBD Kabupaten/Kota se Provinsi DIY

Pasca Otonomi Daerah (Tahun 2001-2005) (juta Rupiah)

Page 124: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

248

JAM, Vol. 21, No. 3, Desember 2010: 243-263

dinamika Kabupaten Bantul, Gunung Kidul, KulonProgo, Sleman, dan Kota Yogyakarta pasca OtonomiDaerah 1 Januari 2001 khususnya data perekonomian,infra-struktur, karakteristik sosial, sumberdaya daninstitusi, dan sebagainya; dan (2) Hubungan antaraKabupaten Bantul, Gunung Kidul, Kulon Progo, Sleman,dan Kota Yogyakarta pasca Otonomi Daerah 1 Januari2001 dengan pemerintah pusat, Provinsi DIY, dankabupaten yang lain.

Berdasarkan data pada Tabel 2 dan Tabel 3dapat dihitung nilai kontribusi PAD terhadap TotalPendapatan pada APBD Kabupaten/Kota se ProvinsiDIY. Hasil perhitungan disajikan pada Tabel 4 berikutini:

Secara umum, kontribusi PAD terhadap TotalPendapatan pada APBD Kabupaten Bantul, GunungKidul, Kulon Progo, Sleman, dan Kota Yogyakartapasca Otonomi Daerah Tahun 2001-2005 cenderungmeningkat. Hal ini menunjukkan bahwa KabupatenBantul, Gunung Kidul, Kulon Progo, Sleman, dan KotaYogyakarta pasca Otonomi Daerah Tahun 2001-2005semakin mandiri dan mampu dalam membiayaipembangunan di daerahnya. Namun demikian,peningkatan kemandirian dan kemampuan KabupatenBantul, Gunung Kidul, Kulon Progo, Sleman, dan KotaYogyakarta pasca Otonomi Daerah Tahun 2001-2005dalam membiayai pembangunan tidak sama. Hal ininampak berdasarkan hasil perhitungan lajupertumbuhan PAD pada APBD Kabupaten Bantul,

Kabupaten/Kota 2001 2002 2003 2004 2005

Kabupaten Bantul 14,073.13 22,425.15 32,882.35 30,777.82 37,683.85

Kabupaten Gunung Kidul 8,852.28 13,486.85 17,481.69 19,715.64 24,187.46

Kabupaten Kulon Progo 10,132.95 16,225.51 24,039.44 19,834.96 24,332.48

Kabupaten Sleman 29,571.15 34,001.26 52,978.74 60,112.31 77,904.74

Kota Yogyakarta 40,352.59 56,377.46 68,621.56 79,911.43 89,196.41

Tabel 3Nilai PAD Kabupaten/Kota se Provinsi DIY

Pasca Otonomi Daerah (Tahun 2001-2005) (juta Rupiah)

Sumber: http://www.depkeu.go.id. Data diolah.

Tabel 4Kontribusi PAD pada APBD Kabupaten/Kota se Provinsi DIY

Pasca Otonomi Daerah (Tahun 2001-2005) (%)

Sumber: Tabel 2 dan Tabel 3. Data diolah.

Kabupaten/Kota 2001 2002 2003 2004 2005

Kabupaten Bantul 5.26 6.66 8.44 7.72 8.52

Kabupaten Gunung Kidul 4.28 5.36 5.11 5.79 6.89

Kabupaten Kulon Progo 4.58 6.45 8.17 6.69 7.91

Kabupaten Sleman 9.58 10.37 11.70 12.49 14.97

Kota Yogyakarta 17.78 18.61 20.26 21.62 22.76

Page 125: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

249

RASIO KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN/KOTA DI............... (Rudy Badrudin)

Gunung Kidul, Kulon Progo, Sleman, dan KotaYogyakarta pasca Otonomi Daerah Tahun 2001-2005seperti yang disajikan pada Tabel 5 berikut ini:

Analisis untuk mengetahui suatu Kabupaten/Kota memiliki keunggulan PAD di antara Kabupaten/Kota yang lain adalah dengan menggunakan matriksBoston-Consulting Group (BCG Matrix) atau MetodeKuadran (K., Deddy, 2002). BCG Matrix atau MetodeKuadran memiliki empat kuadran yang dipisahkan olehdua sumbu, yaitu sumbu vertikal dan sumbu horisontal.Sumbu vertikal menunjukkan laju pertumbuhan nilaiPAD suatu Kabupaten/Kota terhadap keseluruhanPAD Kabupaten//Kota di Provinsi DIY dan sumbuhorisontal menunjukkan kontribusi nilai PAD suatuKabupaten/Kota terhadap keseluruhan PADKabupaten//Kota di Provinsi DIY. Sedangkan lajupertumbuhan PAD diukur dari persentase perubahannilai PAD suatu Kabupaten/Kota dari tahun ke tahunselama tahun 2001-2005.

Lingkaran-lingkaran pada BCG Matrixmenunjukkan kontribusi dan laju pertumbuhan PAD.Masing-masing Kabupaten/Kota di Provinsi DIYdikelompokkan berdasarkan tinggi rendahnyakontribusi dan pertumbuhan masing-masing PAD.Kabupaten/Kota di Provinsi DIY yang memilikikontribusi PAD di atas rerata kontribusi seluruh PADKabupaten/Kota di Provinsi DIY dikelompokkan kedalam Kabupaten/Kota di Provinsi DIY yang memilikikontribusi PAD tinggi, dan sebaliknya. Demikian jugadengan pengelompokkan Kabupaten/Kota di ProvinsiDIY berdasarkan laju pertumbuhan PAD. Kabupaten/Kota di Provinsi DIY yang memiliki laju pertumbuhanPAD di atas rerata laju pertumbuhan seluruh PAD

Kabupaten/Kota di Provinsi DIY dikelompokkan kedalam kelompok Kabupaten/Kota di Provinsi DIY yangmemiliki laju pertumbuhan PAD tinggi, dan sebaliknya.

Laju Pertumbuhan (Growth) (%)Rendah (di bawah rerata laju pertumbuhan) Tinggi

(di atas rerata laju pertumbuhan)

Tinggi(di atas reratakontribusi) II I

Kontribusi(Share) (%)

Rendah(di bawah rerata IV IIIkontribusi)

Laju Pertumbuhan (Growth) (%)

Gambar 2BCG Matrix (Metode Kuadran) Mengukur

Kemampuan Keuangan Kabupaten/Kotadi Provinsi DIY

Penelitian ini dilakukan dalam rangka menganalisisbagaimana Pemerintah Kabupaten Bantul, GunungKidul, Kulon Progo, Sleman, dan Kota Yogyakartamengoptimalkan berbagai program pembangunan

?

Kabupaten/Kota 2001 2002 2003 2004 2005 Kabupaten Bantul 59.35 46.63 -6.40 22.44 4.37 Kabupaten Gunung Kidul 52.35 29.62 12.78 22.68 5.37 Kabupaten Kulon Progo 60.13 48.16 -17.49 22.67 18.74 Kabupaten Sleman 14.98 55.81 13.46 29.60 11.00 Kota Yogyakarta 39.71 21.72 16.45 11.62 2.72

Tabel 5Pertumbuhan PAD pada APBD Kabupaten/Kota se Provinsi DIY

Pasca Otonomi Daerah (Tahun 2001-2005) (%)

Sumber: Tabel 3. Data diolah.

Page 126: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

250

JAM, Vol. 21, No. 3, Desember 2010: 243-263

sesuai dengan tujuan pembangunan Kabupaten Bantul,Gunung Kidul, Kulon Progo, Sleman, dan KotaYogyakarta melalui APBD masing-masing kabupaten/kota. Hasil analisis angka-angka pada item pendapatanpada masing-masing APBD Kabupaten Bantul, GunungKidul, Kulon Progo, Sleman, dan Kota Yogyakarta(analisis RKKD) akan bermanfaat bagi PemerintahKabupaten Bantul, Gunung Kidul, Kulon Progo, Sleman,dan Kota Yogyakarta dan stakeholders masing-masingkabupaten/kota dalam melakukan evaluasi terhadapberbagai program pembangunan yang dijalankannya.Analisis rasio keuangan terhadap APBD KabupatenBantul, Gunung Kidul, Kulon Progo, Sleman, dan KotaYogyakarta dilakukan melalui Rasio KemandirianKeuangan Daerah (RKKD), yaitu dengan menghitungproporsi Pendapatan Asli Daerah terhadap APBDmasing-masing Kabupaten/Kota di Provinsi DIY.Penelitian ini menggunakan data APBD tahun 2001sampai dengan 2005 karena pada periode tahun tersebutadalah lima tahun awal pelaksanaan Otonomi Daerahpasca pemberlakuan UU Nomor 22 tentangPemerintahan Daerah Tahun 1999 dan UU Nomor 25tentang Perimbangan Keuangan antara PemerintahPusat dan Pemerintahan Daerah tahun 1999 yangkemudian direvisi menjadi UU Nomor 32 tentangPemerintahan Daerah Tahun 2004 dan UU Nomor 33tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah

Pusat dan Pemerintahan Daerah Tahun 2004.Selama periode 2001-2005, kinerja perekonomian

Provinsi DIY yang ditunjukkan dengan nilai ProdukDomestik Regional Bruto (PDRB) selalu meningkat daritahun ke tahun. Pada tahun 2005, nilai PDRB atas dasardasar harga berlaku mencapai Rp29,42 triliun. Secaranominal, PDRB mengalami kenaikan sebesar Rp3,99triliun dibandingkan tahun 2004 yang sebesar Rp25,43triliun. Namun demikian, kenaikan ini masihmengandung kenaikan harga barang dan jasa yangdiproduksi selama tahun 2005. Rata-rata kenaikan hargabarang dan jasa di tingkat produsen pada tahun 2005mencapai 11,57%. Kenaikan ini dipicu oleh kenaikanharga BBM pada akhir tahun 2005. Berdasarkan hargakonstan 2000, nilai PDRB juga mengalami kenaikan dariRp16,91 triliun pada tahun 2004 menjadi Rp17,54 triliundi tahun 2005. Hal ini menunjukkan, bahwaperekonomian Provinsi DIY mengalami pertumbuhanyang positif sebesar 3,69%. Kenaikan tersebut murnisebagai peningkatan produksi, karena nilai PDRB atasdasar harga konstan telah terbebas dari pengaruhinflasi.

Seiring dengan menyusutnya luas lahanpertanian, kontribusi sektor pertanian juga mengalamipenurunan. Apabila pada tahun 2001 sektor pertanianmasih mempunyai kontribusi sekitar 18,57%, pada tahun2005 menurun menjadi 15,55%. Relatif rendahnya

Tabel 6Distribusi Persentase Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi D.I. Yogyakarta

Menurut Lapangan Usaha, Atas Dasar Harga Berlaku, Tahun 2001 – 2005 (%)

Lapangan Usaha 2001 2002 2003 2004 2005 Pertanian 18,57 17,02 16,50 15,70 15,55 Penggalian 0,87 0,87 0,83 0,78 0,74 Industri Pengolahan 15,47 15,65 15,18 14,11 13,86 Listrik dan Air Bersih 1,04 1,18 1,22 1,30 1,28 Konstruksi 6,96 7,40 7,92 9,13 9,75 Perdagangan, Hotel, dan Restoran 19,13 19,21 18,90 19,14 19,03 Pengangkutan dan Komunikasi 9,63 9,71 9,72 10,18 10,37 Keuangan, Real Estate, dan Jasa Perusahaan 9,38 9,90 9,93 9,92 9,37

Jasa-jasa 18,96 19,06 19,80 19,74 20,06 Sumber: BPS Provinsi D.I.Yogyakarta.

Page 127: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

251

RASIO KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN/KOTA DI............... (Rudy Badrudin)

tingkat inflasi untuk produk pertanian dibandingdengan produk lainnya juga menjadi salah satupenyebab turunnya kontribusi sektor pertanian dalampembentukan PDRB. Hal ini tercermin dari laju indeksharga implisit beranta.. Secara nominal, sektor industrimenghasilkan nilai tambah bruto sebesar Rp4,08 triliundengan kontribusi sebesar 13,86%, lebih kecildibandingkan kontribusi tahun 2004 yang mencapai14,11%. Sejak tahun 2003, porsi sektor industripengolahan terus mengalami penurunan.

Peranan ketiga kelompok sektor terhadappembentukan PDRB Provinsi DIY selalu mengalamiperubahan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2005peranan sektor primer tercatat sebesar 16,29% ataumengalami penurunan dibandingkan dengan tahunsebelumnya yang mencapai 16,48%. Apabila pada tahun2004 kontribusi sektor sekunder mencapai 24,54%, makapada tahun 2005 naik menjadi 24,89%. Peranan sektortersier yang biasanya selalu mengalami kenaikan daritahun ke tahun, namun pada tahun 2005 sedikitmenurun. Jika pada tahun 2001 peranan sektor tersiersebesar 57,09% dan di tahun 2004 mencapai 58,99%,maka pada tahun 2005 menjadi sebesar 58,82%.Penjelasan ini mengindikasikan, bahwa strukturekonomi Provinsi DIY mengalami perubahan peran darisektor primer ke sektor tersier.

PDRB per kapita dapat digunakan sebagai salahsatu indikator tingkat kemakmuran penduduk suatudaerah/wilayah. PDRB per kapita diperoleh dari hasilbagi antara nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruhsektor ekonomi di suatu wilayah (PDRB) dengan jumlahpenduduk. Oleh karena itu, besar kecilnya jumlah

penduduk berpengaruh terhadap nilai PDRB per kapita.Sedangkan besar kecilnya nilai PDRB sangattergantung pada potensi sumber daya alam dan faktor-faktor produksi yang terdapat di daerah tersebut.Angka penduduk yang digunakan adalah jumlahpenduduk pada pertengahan tahun hasil SensusPenduduk (SP) tahun 2000 dan Survei Penduduk AntarSensus (SUPAS) tahun 2005 beserta proyeksinya.

Nilai PDRB per kapita Provinsi DIY atas dasarharga berlaku sejak tahun 2001 hingga 2005 mengalamipeningkatan secara terus menerus. Pada tahun 2001nilai PDRB per kapita tercatat sebesar Rp5,46 juta,-,dan secara nominal terus mengalami kenaikan hinggatahun 2005 mencapai Rp8,68 juta,-. Kenaikan PDRBperkapita secara riil dapat dilihat dari nilai PDRBberdasarkan harga konstan 2000. Secara riil, ternyatanilai PDRB per kapita sejak tahun 2001 terus mengalamikenaikan dari sebesar Rp4,58 juta,- menjadi Rp5,17 juta,-di tahun 2005.

Struktur ekonomi suatu daerah/wilayahmenggambarkan seberapa besar ketergantungan suatudaerah/wilayah terhadap kemampuan berproduksi darisetiap sektor ekonomi. Struktur ekonomi terbentuk darinilai tambah yang diciptakan oleh masing-masingsektor. Dengan melihat kontribusi masing-masingsektor terhadap pembentukan PDRB, maka dapatdiketahui seberapa besar peran suatu sektor dalammenunjang perekonomian daerah. Selama lima tahun(2001-2005), struktur perekonomian DIY masihdidominasi oleh 4 (empat) sektor, yaitu sektor jasa-jasa; sektor perdagangan, hotel dan restoran; sektorpertanian; serta sektor industri pengolahan. Porsi sektor

Tabel 7Perkembangan PDRB Per Kapita Provinsi D.I. Yogyakarta, Tahun 2001 – 2005

Sumber: BPS Provinsi D.I.Yogyakarta.Keterangan: Penduduk pertengahan tahun dihitung berdasarkan proyeksi SP 2000 dan SUPAS 2005.

Uraian 2001 2002 2003 2004 2005 PDRB adh. Berlaku (juta rupiah) 17,521,778 19,613,418 22,023,880 25,427,339 29,415,951

PDRB adh. konstan 2000 (juta rupiah) 14,687,284 15,360,409 16,146,424 16,910,877 17,535,354

Penduduk pertengahan tahun (orang)* 3,208,656 3,253,038 3,298,033 3,343,651 3,388,733

PDRB per kapita Adh berlaku (rupiah) 5,460,784 6,029,263 6,677,883 7,604,663 8,680,516

PDRB per kapita Adh. konstan 2000 ( rupiah) 4,577,395 4,721,866 4,895,774 5,057,608 5,174,605

Page 128: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

252

JAM, Vol. 21, No. 3, Desember 2010: 243-263

jasa-jasa bersama dengan sektor perdagangan, hoteldan restoran setiap tahun cenderung meningkat;sedangkan sektor industri pengolahan cenderungtetap atau bahkan menurun. Demikian pula kontribusisektor pertanian setiap tahun mengalami penurunan,sebagai akibat menurunnya luas lahan pertanian danadanya kenaikan harga produk pertanian yang taksecepat produk lain. Fenomena ini menunjukkan, bahwaperekonomian Provinsi DIY mengalami pergeseran dariperekonomian agraris menuju niaga jasa. Industrialisasiyang biasanya terjadi pada beberapa wilayah yangsemula berbasis pertanian tidak sepenuhnya terjadi diProvinsi DIY. Walaupun secara nominal sektor industripengolahan berkembang tetapi kontribusinyacenderung menurun, sementara kontribusi gabungansektor perdagangan dan jasa-jasa justru selalumeningkat merupakan salah satu indikator bahwaproses industrialisasi di Provinsi DIY mengalamibeberapa kendala.

Tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah 1)Untuk mengetahui perbedaan proporsi dalam rasiokeuangan RKKD Kabupaten Bantul, Gunung Kidul,Kulon Progo, Sleman, dan Kota Yogyakarta pascaOtonomi Daerah; 2) Untuk mengetahui perbedaan lajupertumbuhan dalam rasio keuangan RKKD KabupatenBantul, Gunung Kidul, Kulon Progo, Sleman, dan KotaYogyakarta pasca Otonomi Daerah; 3) Untukmengetahui perbedaan posisi pada BCG Matrix(Metode Kuadran) antara Kabupaten Bantul, GunungKidul, Kulon Progo, Sleman, dan Kota Yogyakartapasca Otonomi Daerah; dan 4) Untuk mengetahuiperbedaan Indeks Kemampuan Keuangan Daerahantara Kabupaten Bantul, Gunung Kidul, Kulon Progo,Sleman, dan Kota Yogyakarta pasca Otonomi Daerah.Manfaat penelitian ini adalah 1) Berdasarkan segi teori,sebagai sumbangan dalam pengembangan ilmupengetahuan (teori ekonomi pembangunan, teoriekonomi perencanaan pembangunan, dan teoriekonomi regional) khususnya yang berkaitan denganAnggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD); 2)Berdasarkan segi praktik, sebagai sumbangan bagipemerintah kabupaten/kota dalam mengetahuipengelolaan APBD, sebagai sumbangan bagi DPRDkabupaten/kota untuk mengetahui wewenang legislasidalam pengambilan keputusan pemerintah kabupaten/kota, dan sebagai sumbangan bagi pemerintah pusatuntuk mengetahui dampak kebijakan pemerintah pusat

terhadap efektifitas perekonomian daerah; dan 3)Sebagai sumbangan referensi bagi peneliti berikutnyasecara lebih luas dan rinci.

Batasan penelitian ini ada pada lokasi dan waktupenelitian. Lokasi penelitian adalah daerah di wilayahProvinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yangmeliputi Kabupaten Bantul, Gunung Kidul, KulonProgo, Sleman, dan Kota Yogyakarta. Waktu penelitiandilakukan pada periode tahun 2010 berdasarkan dataAPBD Kabupaten Bantul, Gunung Kidul, Kulon Progo,Sleman, dan Kota Yogyakarta.periode tahun 2001-2005.Penggunaan data APBD Kabupaten Bantul, GunungKidul, Kulon Progo, Sleman, dan KotaYogyakarta.periode tahun 2001-2005, karena periodetahun tersebut merupakan lima tahun pertama erapelaksaaan Otonomi Daerah di Indonesia yang dimulaipada tanggal 1 Januari 2001 berdasarkan Undang-Undang Otonomi Daerah (UU Nomor 22 Tahun 1999tentang Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 25 Tahun1999 tentang Perimbangan Keuangan antara PemerintahPusat dan Pemerintahan Daerah). Di samping itu,periode tahun 2001-2005 merupakan periode pertamaBupati Sleman dipilih oleh Dewan Perwakilan RakyatDaerah (DPRD) Kabupaten Sleman sebelumdilaksanakannya Sistem Pemilihan Kepala DaerahLangsung (Pilkadal) mulai bulan Mei 2005 berdasarkanUU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerahdan UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang PerimbanganKeuangan antara Pemerintah Pusat dan PemerintahanDaerah yang menggantikan UU Nomor 22 Tahun 1999tentang Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 25 Tahun1999 tentang Perimbangan Keuangan antara PemerintahPusat dan Pemerintahan Daerah.

MATERI DAN METODE PENELITIAN

Usaha-usaha pembangunan yang dilakukan berbagainegara, baik negara maju maupun negara sedangberkembang secara teoritis dapat dipelajari dengan teoripertumbuhan ekonomi. Ada dua pengelompokkan teoripertumbunan dan pembangunan ekonomi, yaitukelompok mashab historis dan mashab analitis (Arsyad,2004). Mashab historis adalah suatu pandangantentang teori pembangunan ekonomi yang melihatpembangunan ekonomi berdasarkan suatu polapendekatan yang berpangkal pada perspektif sejarah.Metode kajian mashab ini bersifat induktif empiris.

Page 129: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

253

RASIO KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN/KOTA DI............... (Rudy Badrudin)

Dalam alam pikiran mashab ini fenomena ekonomiadalah produk perkembangan menyeluruh dan dalamtahap tertentu dalam perjalanan sejarah. Beberapa teoripembangunan ekonomi historis antara lain adalah teoriyang dikemukakan oleh Friedrich List, BrunoHilderbrand, Karl Bucher, dan Walt Whitman Rostow.Mashab analitis adalah suatu pandangan tentang teoripembangunan ekonomi yang mengungkapkan prosespertumbuhan ekonomi secara logis dan konsisten,tetapi sering bersifat abstrak dan kurang menekankankepada aspek empiris. Metode kajian mashab ini bersifatdeduksi teoritis. Beberapa teori pertumbuhan ekonomianalitis antara lain adalah Adam Smith, David Ricardo,Robert Solow dan Trevor Swan (Solow Swan), Sir RoyF. Harrod dan Evsey Domar (Harrod Domar), NicholasKaldor, Arthur Lewis, dan Ranis Fei.

Salah satu teori pertumbuhan ekonomi yangberkembang sejak tahun 1950-an adalah teoripertumbuhan ekonomi Neo-Klasik yang dikemukakanoleh Solow Swan Menurut teori pertumbuhan ekonomiSolow Swan, pertumbuhan ekonomi tergantung kepadapertambahan penyediaan faktor-faktor produksi(penduduk, tenaga kerja, dan akumulasi modal) dantingkat kemajuan teknologi. Berdasarkan penelitianSolow (1957), dikemukakan bahwa peran dari kemajuanteknologi di dalam pertumbuhan ekonomi sangat tinggi.Pandangan ini didasarkan kepada anggapan yangmendasari analisis Klasik, yaitu perekonomian akantetap mengalami tingkat pengerjaan penuh dankapasitas perlatan modal akan tetap sepenuhnyadigunakan sepanjang waktu. Dengan demikian,seberapa perkembangan perekonomian akantergantung pada pertambahan penduduk, akumulasikapital, dan kemajuan teknologi. Teori pertumbuhanNeo Klasik ini didasarkan kepada fungsi produksi yangdikembangkan oleh Charles Cobb dan Paul Douglas(fungsi produksi Cobb Douglas) yang diformulasikansebagai berikut:

Q = T La Kb

Keterangan:Q = tingkat output pada tahun tertentuT = tingkat teknologi pada tahun tertentuL = jumlah tenaga kerja pada tahun tertentuK = jumlah stok barang modal pada tahun tertentua = persentase perubahan output yang diciptakan

oleh perubahan 1% tenaga kerjab = persentase perubahan output yang diciptakan

oleh perubahan 1% modalPendekatan pembangunan ekonomi menekan-

kan pada proses pembentukan modal. Modal inilahyang kemudian digunakan sebagai sumber pembiayaanpembangunan. Sumber-sumber pembiayaanpembangunan secara makro di Indonesia adalah (1)Ekspor, sebagai penganut sistem ekonomi terbuka, lalulintas perdagangan internasional sangat berperanpenting dalam perekonomian dan pembangunan di In-donesia. Seberapa besar peran tersebut dapat terlihatdari kontribusi ekspor yang sangat besar terhadapdevisa Indonesia; (2) Bantuan Luar Negeri danPenanaman Modal Asing (PMA), di masa awal ordebaru, para penentu kebijakan menghadapi kelangkaanmodal dan sumber pembiayaan pembangunan.Tabungan domestik waktu itu begitu rendah dantidak dapat diharapkan meningkat dalam waktusingkat. Jalan keluarnya adalah pembiayaanpembangunan dari sumber-sumber luar negeri, dalambentuk bantuan luar negeri dan PMA; dan (3)Tabungan Domestik yang diperoleh dari sektorpemerintah dan sektor masyarakat. Tabunganpemerintah yang dimaksud adalah tabunganpemerintah dalam APBN, sebagai selisih antarapenerimaan dalam negeri dan pengeluaran rutin.Sedangkan tabungan masarakat merupakan akumulasidari Tabungan Pembangunan Nasional (Tabanas),Taska, dan Deposito Berjangka. Secara mikro, sumber-sumber pembiayaan pembangunan daerah tidakberbeda. Hanya saja ruang lingkupnya yang lebihkecil, yaitu dalam skala daerah (wilayah regional).Adapun sumber-sumber pendanaan adalah (1)Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)yang bersumber dari Pendapatan Asli Daerah (PAD),Dana Perimbangan, dan Penerimaan Lain-Lain yang Sahdan (2) Partisipasi masyarakat daerah yang berupatabungan masyarakat daerah dan kegiatan investasiperusahaan (Kuncoro, 1997).

Acuan pengelolaan dan pertanggungjawabankeuangan daerah adalah UU Nomer 32 Tahun 2004tentang Pemerintahan Daerah dan Nomer 33 Tahun 2004tentang Perimbangan Keuangan Antara PemerintahPusat dan Pemerintahan Daerah; Pasal 4 PP Nomer 105tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggung-jawaban Keuangan Daerah; UU Nomer 17 Tahun 2003

Page 130: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

254

JAM, Vol. 21, No. 3, Desember 2010: 243-263

tentang Keuangan Negara; UU Nomer 1 Tahun 2004tentang Perbendaharaan Negara; dan UU Nomer 15Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan danTanggungjawab Keuangan Negara. Pasal 4 PP Nomer105 tahun 2000 tentang Pengelolaan danPertanggungjawaban Keuangan Daerah menegaskanbahwa pengelolaan keuangan daerah harus dilakukansecara tertib, taat pada peraturan perundangan yangberlaku, efisien, efektif, transparan, danbertanggungjawab dengan memperhatikan asaskeadilan dan kepatutan. Kemampuan pemerintah daerahdalam mengelola APBD mencerminkan kemampuanpemerintah daerah dalam membiayai pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan, pembangunan, dan layananmasyarakat.

Pemerintah kabupaten/kota sebagai pihak yangdiserahi tugas menjalankan roda pemerintahan,pembangunan, dan layanan masyarakat wajibmenyampaikan laporan pertanggungjawaban keuangandaerahnya untuk dinilai apakah pemerintah daerahberhasil menjalankan tugasnya dengan baik atau tidak.Penilaian dapat dilakukan dengan cara melakukanproses auditing untuk dinilai oleh profesi akuntansiuntuk menegaskan sejauh mana standar akuntansipemerintahan telah diaplikasikan dengan semestinyadan apakah pos-pos laporan keuangan tersebut telahmemenuhi standar kewajaran yang berlaku bagi operasisebuah pemerintahan daerah. Selain dilakukan prosesauditing terhadap laporan keuangan juga dapatdilakukan proses analisis kinerja pemerintah daerahdalam mengelola keuangan daerahnya adalah denganmelakukan analisis rasio keuangan terhadap APBDyang telah ditetapkan dan dilaksanakan.

Hasil analisis rasio keuangan APBD suatudaerah dapat digunakan sebagai tolok ukur dalam 1)Menilai kemandirian keuangan daerah dalam membiayaipenyelengaraan otonomi daerah; 2) Mengukurefektifitas dan efisiensi dalam merealisasikanpendapatan daerah; 3) Mengukur sejauh mana aktivitaspemerintah daerah dalam membelanjakan pendapatandaerah; 4) Mengukur kontribusi masing-masing sumberpendapatan dalam pembentukan pendapatan daerah;dan 5) Melihat pertumbuhan/pekembangan perolehanpendapatan dan pengeluaran yang dilakukan selamaperiode waktu tertentu.

Hasil analisis rasio keuangan APBD suatudaerah dapat disampaikan kepada 1) DPRD sebagai

wakil rakyat; 2) Eksekutif sebagai landasan dalampenyusunan APBD berikutnya; 3) Pemerintah pusat/provinsi sebagai bahan masukan dalam pembinaanpelaksanaan pengelolaan keuangan daerah; 4) Calonkreditor yang bersedia memberikan pinjaman ataupembelian obligasi yang ditawarkan pemerintahdaerah; dan 5) Calon investor yang bersedia melakukaninvestasi di daerah (Halim, 2007). Analisis terhadapAPBD menggunakan Rasio Kemandirian KeuanganDaerah (RKKD) menunjukkan 1) Kemampuanpemerintah daerah dalam membiayai sendiri kegiatanpemerintahan, pembangunan, dan layanan kepadamasyarakat yang telah membayar pajak dan retribusisebagai sumber pendapatan yang diperlukan daerah;2) Ketergantungan daerah terhadap sumberdanaekstern; 3) Tingkat partisipasi masyarakat dalampembangunan daerah; 4) Tingkat kesejahteraanmasyarakat; dan 5) Rasio antara PAD dan PendapatanDaerah.

Penelitian tentang kemampuan keuangan daerahdi Indonesia pasca Otonomi Daerah per 1 Januari 2001telah banyak dilakukan. Berikut ini disajikan berbagaipenelitian yang menjadi referensi dalam melakukanpenelitian ini. Penelitian yang dilakukan oleh K. Deddy(2002) menunjukkan bahwa 1) Berdasarkan indikatorkinerja PAD, secara umum provinsi-provinsi di KawasanBarat Indonesia (KBI) mempunyai kemampuankeuangan lebih baik jika dibanding provinsi-provinsidi Kawasan Timur Indonesia (KTI); 2) Provinsi yangmempunyai sumberdaya alam melimpah tidak sertamerta memiliki kinerja PAD yang baik; dan 3) Telahdilakukan upaya oleh pemerintah kabupaten/kota untukmeningkatkan kemampuan keuangan kabupaten/kotadan mendorong potensi ekonomi lokal, melaluipeningkatan PAD dan investasi berdasarkan potensiyang dimilikinya. Hasil penelitian K. Deddy berdasarkanklasifikasi status kemampuan keuangan daerah sepertiyang ditunjukkan pada Tabel 8 berikut ini:

Page 131: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

255

RASIO KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN/KOTA DI............... (Rudy Badrudin)

Penelitian yang dilakukan oleh Purnamawati(Purnamawati dan Rudy Badrudin, 2004: 192)menunjukkan bahwa 1) intensitas penggunaan inputdalam kegiatan ekonomi di Kabupaten Sleman lebihbanyak menggunakan input modal K daripada inputtenaga kerja L atau bersifat padat modal (capital in-tensive) dengan elastisitas input modal Ksebesar1,0427) dan 2) uji statistik H0 yang menyatakanbahwa nilai koefisien regresi variabel L adalah nolditerima sedang H0 yang menyatakan bahwa nilaikoefisien regresi variabel K adalah nol ditolak sehinggadisimpulkan bahwa nilai PDRB Kabupaten Slemantahun 2001 secara signifikan hanya dipengaruhi olehvariabel modal. Hal ini berarti faktor modal sebagaipenggerak investasi mempengaruhi nilai PDRB sebagaiproxi variabel kesejahteraan masyarakat KabupatenSleman.

Penelitian yang dilakukan oleh Khasanah (2007)menunjukkan bahwa analisis rasio keuangan padaAPBD yang telah ditetapkan dan dilaksanakan diKabupaten Sleman dan Bantul tahun 2004 dan 2005

diperoleh simpulan bahwa hipotesis penelitian yangmenyatakan bahwa ada perbedaan proporsi (rasiokeuangan RKKD) Kabupaten Sleman dan Bantul tahun2004 dan 2005 tidak terbukti. Dengan demikian, secarasignifikan tidak ada perbedaan proporsi (rasio keuanganRKKD) Kabupaten Sleman dan Bantul tahun 2004 dan2005, artinya Pemerintah Kabupaten Sleman dan Bantulsemakin mampu dalam membiayai sendiri kegiatanpemerintahan, pembangunan, dan layanan kepadamasyarakat yang telah membayar pajak dan retribusisebagai sumber pendapatan yang diperlukan daerah.Di samping itu, ketergantungan Kabupaten Sleman danBantul terhadap sumber dana ekstern semakinmenurun.

Penelitian yang dilakukan oleh Handayani(Handayani dan Rudy Badrudin, 2007) menunjukkanbahwa bahwa kontribusi terbesar penerimaan APBDKabupaten Bantul baik pada tahun 2004 maupun tahun2005 adalah dari pos dana perimbangan, sedangkankontribusi terbesar ke dua adalah PAD dan kontribusiterkecil berasal dari pos pendapatan lain-lain yang

Kuadran Kondisi

I

Kondisi paling ideal. PAD mengambil peran besar dalam APBD dan daerah mempunyai kemampuan mengembangkan potensi lokal. Kondisi ini ditunjukan dengan besarnya nilai share disertai nilai growth yang tinggi.

II

Kondisi ini belum ideal. Kontribusi PAD yang besar dalam APBD mempunyai peluang mengecil karena pertumbuhan PADnya kecil. Kontribusi PAD terhadap APBD tinggi, namun pertumbuhan PAD rendah.

III

Kondisi ini belum ideal, tapi daerah mempunyai kemampuan mengembangkan potensi lokal sehingga PAD berpeluang memiliki kontribusi besar dalam APBD. Kontribusi PAD terhadap APBD masih rendah namun pertumbuhan PAD tinggi.

IV

Kondisi ini paling buruk. PAD belum mengambil peran yang besar dalam APBD dan daerah belum mempunyai kemampuan mengembangkan potensi lokal. Kontribusi PAD terhadap APBD rendah dan pertumbuhan PAD rendah.

Tabel 8Klasifikasi Status Kemampuan Keuangan Daerah

Berdasarkan Metode Kuadran

Sumber: K., Deddy (2002).

Page 132: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

256

JAM, Vol. 21, No. 3, Desember 2010: 243-263

sah. Kontribusi penerimaan APBD terbesar diKabupaten Sleman pada tahun 2004 dan 2005 berasaldari dana perimbangan lalu disusul oleh pos PAD dankontribusi terendah berasal dari pos pendapatan lain-lain yang sah. Kontribusi penerimaan APBD tahun 2004dan 2005 Kota Yogyakarta terbesar bersumber dari danaperimbangan kemudian disusul dari pos PAD dankontribusi terkecil bersumber dari pendapatan lain-lainyang sah. Kontribusi penerimaan APBD tahun 2004dan 2005 Kabupaten Gunung Kidul terendah berasaldari pos pendapatan lain-lain yang sah, kontribusiterbesar kedua bersumber dari pos PAD, sedangkontribusi terbesar berasal dari pos dana perimbanganyang turun sebesar 0,2% dari tahun 2004. Kontribusipenerimaan APBD terbesar di Kabupaten Sleman berasaldari dana perimbangan, peringkat kedua adalah pospendapatan lain-lain yang sah. Sedangkan kontribusiterendah berasal dari pos PAD.

Berdasarkan analisis Rasio KemandirianKeuangan Daerah (RKKD) terhadap APBD Kabupaten/Kota se Provinsi DIY tahun 2004 dan 2005, disimpulkanbahwa Pemerintah Kabupaten Bantul, Gunung Kidul,Kulon Progo, dan Kota Yogyakarta semakin mampudalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan,pembangunan, dan layanan kepada masyarakat yangtelah membayar pajak dan retribusi sebagai sumberpendapatan yang diperlukan daerah. Sedangkankemampuan Kabupaten Sleman untuk membiayaisendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan, danlayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajakdan retribusi sebagai sumber pendapatan yangdiperlukan mengalami penurunan. KetergantunganKabupaten Bantul, Gunung Kidul, Kulon Progo, danKota Yogyakarta terhadap sumber dana ekstern semakinmenurun. Sedangkan Kabupaten Sleman semakintergantung pada dana ekstern. Tingkat partisipasimasyarakat Kabupaten Bantul, Gunung Kidul, KulonProgo, dan Kota Yogyakarta dalam pembangunandaerah semakin tinggi. Sedangkan tingkat partisipasimasyarakat Kabupaten Sleman dalam pembangunandaerah semakin rendah. Tingkat kesejahteraanmasyarakat Kabupaten Bantul, Gunung Kidul, KulonProgo, dan Kota Yogyakarta semakin meningkat.Sedangkan tingkat kesejahteraan masyarakatKabupaten Sleman semakin menurun.

Penelitian yang dilakukan oleh Handayani(Handayani dan Rudy Badrudin, 2007) menunjukkan

bahwa kontribusi sumber-sumber Penerimaan PAD tiapKabupaten/Kota di Provinsi DIY pada tahun 2004 dan2005 berbeda-beda. Perbedaan tersebut disebabkanadanya perbedaan kemampuan masing-masingkabupaten/kota dalam menggali sumber-sumberpenerimaan PAD. Keadaan tersebut dapat disajikansebagai berikut 1) Kota Yogyakarta, sumber utama PADKota Yogyakarta tahun 2004 dan 2005 berasal dari pospajak daerah. Sumber terbesar kedua adalah retribusidaerah dan sumber terbesar ketiga berasal dari pos lain-lain PAD yang sah, sedangkan sumber terkecil berasaldari pos hasil pengelolaan kekayaan daerah lain yangdipisahkan; 2) Kabupaten Sleman, sumber utama PADKabupaten Sleman tahun 2004 dan 2005 berasal daripos pajak daerah. Sumber terbesar kedua adalahretribusi daerah dan sumber terbesar ketiga berasal daripos hasil pengelolaan kekayaan daerah lain yangdipisahkan. Sedangkan sumber terkecil berasal dari poslain-lain PAD yang sah; 3) Kabupaten Bantul, sumberutama PAD Kabupaten Bantul tahun 2004 dan 2005berasal dari pos retribusi daerah, sumber terbesar keduaadalah pajak daerah, sumber terbesar ketiga berasaldari pos hasil pengelolaan kekayaan daerah lain yangdipisahkan, dan sumber terkecil berasal dari pos lain-lain PAD yang sah; 4) Kabupaten Kulon Progo, sumberutama PAD Kabupaten Kulon Progo tahun 2004 dan2005 berasal dari pos retribusi daerah dan sumberterbesar kedua adalah lain-lain PAD yang sah. Sumberterbesar ketiga berasal dari pos pajak daerah,sedangkan pada tahun 2005 berasal dari pos hasilpengelolaan kekayaan daerah lain yang dipisahkan.Sumber terkecil berasal dari pos hasil hasil pengelolaankekayaan daerah lain yang dipisahkan (pada tahun2004) dan dari pos pajak daerah (pada tahun 2005); dan5) Kabupaten Gunung Kidul, sumber utama PADKabupaten Gunung Kidul tahun 2004 dan 2005 berasaldari pos retribusi daerah. Sumber terbesar kedua adalahberasal dari pos lain-lain PAD yang sah dan sumberterbesar ketiga berasal dari pos pajak daerah.Sedangkan sumber terkecil berasal dari pos hasilpengelolaan kekayaan daerah lain yang dipisahkan;dan (6) Tingkat partisipasi masyarakat di Provinsi DIYdalam pembangunan daerah semakin tinggi. Hal iniditunjukkan dengan semakin besarnya persentase danaAPBD yang berasal dari PAD.

Berdasarkan penjelasan tersebut makadirumuskan hipotesis sebagai berikut:

Page 133: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

257

RASIO KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN/KOTA DI............... (Rudy Badrudin)

H1: Diduga ada perbedaan proporsi dalam rasiokeuangan RKKD Kabupaten Bantul, GunungKidul, Kulon Progo, Sleman, dan Kota Yogyakartapasca Otonomi Daerah.

H2: Diduga ada perbedaan laju pertumbuhan dalamrasio keuangan RKKD Kabupaten Bantul,Gunung Kidul, Kulon Progo, Sleman, dan KotaYogyakarta pasca Otonomi Daerah.

H3: Diduga ada perbedaan posisi pada BCG Matrix(Metode Kuadran) antara Kabupaten Bantul,Gunung Kidul, Kulon Progo, Sleman, dan KotaYogyakarta pasca Otonomi Daerah.

H4: Diduga ada perbedaan Indeks KemampuanKeuangan Daerah antara Kabupaten Bantul,Gunung Kidul, Kulon Progo, Sleman, dan KotaYogyakarta pasca Otonomi Daerah.

Sampel dalam penelitian ini adalah seluruhkabupaten/kota di Provinsi DIY Kabupaten Bantul,Gunung Kidul, Kulon Progo, Sleman, dan KotaYogyakarta sehingga disebut dengan populasi sedangpenarikan sampel penelitian merupakan bentuk sen-sus. Pengumpulan data merupakan proses pengadaandata untuk keperluan penelitian. Mengingat seluruhdata yang digunakan dalam penelitian ini adalah datasekunder, maka prosedur pengumpulan data dilakukandengan cara data dikumpulkan dari instansi terkaitantara lain Badan Pusat Statistik (BPS) dan dinaslainnya yang terkait di Provinsi DIY dan Kabupaten/Kota. Data yang digunakan dalam penelitian tersebutdiperoleh dari berbagai laporan/buku/compact diskyang dipublikasikan oleh instansi terkait. Artikelpendukung studi dikumpulkan melalui website yangberupa referensi dari terbitan berkala, buku, makalah,jurnal ilmiah, dan laporan penelitian. Data sekunderyang tersedia dikumpulkan, diteliti, didiskusikan, dandiolah dengan berbagai pihak yang berkompeten agardata tersebut valid.

Analisis untuk mengetahui suatu Kabupaten/Kota memiliki keunggulan PAD di antara Kabupaten/Kota yang lain juga dapat menggunakan metode IndeksKemampuan Keuangan (IKK) sebagai rata-rata hitungdari Indeks Laju Pertumbuhan (Growth), IndeksElastisitas, dan Indeks Share. Laju pertumbuhan(growth) merupakan angka pertumbuhan PAD tahun idari tahun i-1. Elastisitas adalah rasio BelanjaPembangunan terhadap PAD. Rasio ini untuk melihatsensitivitas atau elastisitas PAD terhadap per-

kembangan ekonomi suatu daerah. Share merupakanrasio PAD terhadap Total Pendapatan. Rasio inimengukur kemampuan daerah membiayai kegiatan ru-tin dan kegiatan pembangunan. Rasio ini dapatdigunakan untuk melihat kapasitas kemampuankeuangan daerah.

Untuk menyusun indeks dari Indeks LajuPertumbuhan (Growth), Indeks Elastisitas, dan IndeksShare, ditetapkan nilai maksimum dan minimum darimasing-masing komponen. Menyusun indeks untuksetiap komponen IKK dilakukan dengan menggunakanpersamaan umum (K., Deddy, 2002):

Nilai X hasil pengukuran – Nilai X kondisi minimumIndeks X = Nilai X kondisi maksimum – Nilai X kondisi minimum

Berdasarkan persamaan tersebut maka persamaan IKKdapat ditulis sebagai berikut:

XG + XE + XSIKK = 3

Keterangan:XG = Indeks Pertumbuhan (PAD)XE = Indeks Elastisitas (Belanja Pembangunan

terhadap PAD)XS = Indeks Share (PAD terhadap Total Pendapatan)

Nilai IKK lima Kabupaten/Kota di Provinsi DIYdiurutkan mulai dari yang terbesar. Sepertiga besarpertama dikelompokkan dan dikategorikan sebagaiKabupaten/Kota di Provinsi DIY yang mempunyaikemampuan keuangan tinggi. Sepertiga besar keduadikelompokkan dan dikatagorikan sebagai Kabupaten/Kota di Provinsi DIY yang mempunyai kemampuankeuangan sedang, dan sepertiga besar terakhirdikelompokkan dan dikatagorikan sebagai Kabupaten/Kota di Provinsi DIY yang mempunyai kemampuankeuangan rendah.

HASIL PENELITIAN

Berdasarkan data pada Tabel 4 dan Tabel 5, maka dapatdisarikan nilai kualitatif kontribusi dan pertumbuhanPAD pada APBD Kabupaten Bantul, Gunung Kidul,Kulon Progo, Sleman, dan Kota Yogyakarta pascaOtonomi Daerah Tahun 2001-2005 seperti yang nampakpada Tabel 9 berikut ini:

Page 134: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

258

JAM, Vol. 21, No. 3, Desember 2010: 243-263

Keterangan:K = kontribusiP = laju pertumbuhanKu = kuadranT = tinggiR = rendah

Berdasarkan Tabel 9, nampak di antaraKabupaten/Kota di Provinsi DIY pasca otonomi daerah(2001-2005) yang berada pada Kuadran I atau II adalahKabupaten Sleman dan Kota Yogyakarta sedang

Kabupaten Bantul, Gunung Kidul, dan Kulon Progoselalu berada pada Kuadran III atau IV. Apabiladigunakan data rata-rata selama 5 tahun (2001-2005),maka akan diperoleh informasi mengenai masing-masing Kabupaten/Kota di Provinsi DIY seperti yangdisajikan pada Tabel 10 berikut ini:

Berdasarkan Tabel 10, dapat diketahui posisiKabupaten/Kota di Provinsi DIY dengan menggunakanmatriks Boston-Consulting Group (BCG Matrix) atauMetode Kuadran seperti yang disajikan pada Gambar3 berikut ini:

Tabel 9Kontribusi dan Pertumbuhan PAD pada APBD Kabupaten Bantul, Gunung Kidul,

Kulon Progo, Sleman, dan Kota Yogyakarta pasca Otonomi DaerahPer Tahun (2001-2005)

Kabupaten/Kota 2001 2002 2003 2004 2005

K P Ku K P Ku K P Ku K P Ku K P Ku

Kabupaten Bantul R T III R T III R R IV R T III R R IV Kabupaten Gunung Kidul R T III R R IV R T III R T III R R IV

Kabupaten Kulon Progo R T III R T III R R IV R T III R T III Kabupaten Sleman T R II T T I T T I T T I T T I

Kota Yogyakarta T R II T R II T T I T R II T R II Sumber: Tabel 4 dan Tabel 5. Data diolah.

Tabel 10Kontribusi dan Pertumbuhan PAD pada APBD Kabupaten Bantul, Gunung Kidul,

Kulon Progo, Sleman, dan Kota Yogyakarta pasca Otonomi DaerahSelama Lima Tahun (2001-2005)

Kabupaten/Kota Kontribusi Pertumbuhan KuadranKabupaten Bantul R T IIIKabupaten Gunung Kidul R T IIIKabupaten Kulon Progo R T IIIKabupaten Sleman T T IKota Yogyakarta T R IISumber: Tabel 9. Data diolah.

Page 135: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

259

RASIO KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN/KOTA DI............... (Rudy Badrudin)

Laju Pertumbuhan (Growth) (%) Rendah (di bawah rerata laju pertumbuhan)

Tinggi (di atas rerata laju pertumbuhan)

Tinggi(di atas reratakontribusi) II I

Kontribusi(Share) (%)

Rendah(di bawah rerata IV IIIkontribusi)

Laju Pertumbuhan (Growth) (%)

Gambar 3BCG Matrix (Metode Kuadran) Mengukur

Kemampuan Keuangan Kabupaten/Kotadi Provinsi DIY

Hasil perhitungan elastisitas BelanjaPembangunan terhadap PAD untuk melihat sensitivitasatau elastisitas PAD terhadap perkembangan ekonomiKabupaten/Kota di Provinsi DIY pasca otonomi daerah(2001-2005) disajikan pada Tabel 11 berikut ini:

Berdasarkan Tabel 11, nampak Kabupaten KulonProgo memiliki elastisitas Belanja Pembangunanterhadap PAD yang paling besar per tahun 2001-2005,sedang Kota Yogyakarta memiliki elastisitas BelanjaPembangunan terhadap PAD yang paling kecil pertahun 2001-2005.

Perhitungan indeks laju pertumbuhan (growth),indeks elastisitas, dan indeks kontribusi (share)Kabupaten Bantul, Gunung Kidul, Kulon Progo, Sleman,dan Kota Yogyakarta pasca Otonomi Daerah Tahun2001-2005 ditunjukkan pada Tabel 12 berikut ini:

Berdasarkan data pada Tabel 12, dapat dilakukanpenghitungan Indeks Kemampuan Keuangan (IKK)sebagai rata-rata hitung dari Indeks Laju Pertumbuhan(Growth), Indeks Elastisitas, dan Indeks Share. Hasilpenghitungan IKK disajikan pada Tabel 13 berikut ini:

Tabel 11Elastisitas Belanja Pembangunan Terhadap PAD Kabupaten/Kota

di Provinsi DIY Pasca Otonomi Daerah Tahun 2001-2005

Tabel 12Indeks Laju Pertumbuhan (Growth), Indeks Elastisitas, danIndeks Kontribusi (Share) Kabupaten/Kota di Provinsi DIY

Pasca Otonomi Daerah Tahun 2001-2005

Sumber: Tabel 4, Tabel 5, dan Tabel 11. Data diolah.

?

YOGYAKARTA SLEMAN

BANTUL, GUNUNGKIDUL,KULON PROGO

Kabupaten/Kota Indeks Growth Indeks Elastisitas Indeks ShareKabupaten Bantul 0.481803013 0.562290592 0.646900691Kabupaten Kulon Progo 0.40846867 0.49347148 0.461934603Kabupaten Gunung Kidul 0.566004639 0.490394184 0.606985127Kabupaten Sleman 0.311802888 0.568625174 0.415692678Kota Yogyakarta 0.425027436 0.251024901 0.487281482

Sumber: http://www.depkeu.go.id. Data diolah.

Kabupaten/Kota 2001 2002 2003 2004 2005Kabupaten Bantul 2.229273090 2.451973342 8.679070687 9.245029375 8.265487735Kabupaten Gunung Kidul 4.611222194 3.056626269 3.854323009 5.943917452 4.941021687Kabupaten Kulon Progo 5.156953306 3.997572958 10.05558948 13.57932812 10.69260593Kabupaten Sleman 1.290809454 6.334103795 4.646594464 4.740987495 3.780272677Kota Yogyakarta 0.407737149 0.603047211 0.751123845 0.722783668 3.754116113

Page 136: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

260

JAM, Vol. 21, No. 3, Desember 2010: 243-263

Tabel 13Indeks Kemampuan Keuangan (IKK)

Kabupaten/Kota di Provinsi DIYPasca Otonomi Daerah Tahun 2001-2005

Kabupaten/Kota IKKKabupaten Bantul 0.563664765Kabupaten Gunung Kidul 0.454624918Kabupaten Kulon Progo 0.554461317Kabupaten Sleman 0.432040247Kota Yogyakarta 0.387777940

Sumber: Tabel 11. Data diolah.

Berdasarkan data pada Tabel 13, nampakkabupaten/kota yang memiliki IKK tertinggi adalahKabupaten Bantul, kemudian Kabupaten Kulon Progo,Kabupaten Gunung Kidul, Kabupaten Sleman, danKota Yogyakarta.

Hasil pengujian hipotesis untuk mengetahuisignifikan tidaknya perbedaan proporsi dalam rasiokeuangan RKKD Kabupaten Bantul, Gunung Kidul,Kulon Progo, Sleman, dan Kota Yogyakarta pascaOtonomi Daerah 1 Januari 2001; signifikan tidaknyaperbedaan laju pertumbuhan dalam rasio keuanganRKKD Kabupaten Bantul, Gunung Kidul, Kulon Progo,Sleman, dan Kota Yogyakarta pasca Otonomi Daerah 1Januari 2001; signifikan tidaknya perbedaan posisi padaBCG Matrix (Metode Kuadran) antara KabupatenBantul, Gunung Kidul, Kulon Progo, Sleman, dan KotaYogyakarta pasca Otonomi Daerah 1 Januari 2001; dansignifikan tidaknya perbedaan Indeks KemampuanKeuangan Daerah antara Kabupaten Bantul, GunungKidul, Kulon Progo, Sleman, dan Kota Yogyakartapasca Otonomi Daerah 1 Januari 2001 menggunakanchi kuadrat untuk menguji perbedaan dari dua proporsiatau lebih dan anova satu arah untuk menguji perbedaanantara k rata-rata sampel apabila subyek-subyek

penelitian ditentukan secara random pada setiap grupatau kelompok perlakuan yang ditentukan pada tingkatsignifikansi sebesar 5% disajikan sebagai berikut:

Berdasarkan Tabel 14, nampak nilai ÷2 test H1adalah 0,01 dengan nilai P value = 1,00 yang berartitidak signifikan pada a = 0,05. Hal ini berarti hipotesisyang menyatakan bahwa ada perbedaan proporsi dalamrasio keuangan RKKD Kabupaten Bantul, GunungKidul, Kulon Progo, Sleman, dan Kota Yogyakartapasca Otonomi Daerah 1 Januari 2001 ditolak. Nilai Ftest H2 adalah 9,99 dengan nilai P value = 0,000130009yang berarti signifikan pada a = 0,05. Hal ini berartihipotesis yang menyatakan bahwa ada perbedaan lajupertumbuhan dalam rasio keuangan RKKD KabupatenBantul, Gunung Kidul, Kulon Progo, Sleman, dan KotaYogyakarta pasca Otonomi Daerah 1 Januari 2001diterima.

Nilai F test H3 adalah 22,08 dengan nilai P value= 0,000000422 yang berarti signifikan pada a = 0,05. Halini berarti hipotesis yang menyatakan bahwa adaperbedaan posisi pada BCG Matrix (Metode Kuadran)antara Kabupaten Bantul, Gunung Kidul, Kulon Progo,Sleman, dan Kota Yogyakarta pasca Otonomi Daerah 1Januari 2001 diterima. Nilai F test H4 adalah 1,51 dengannilai P value = 0,238398346 yang berarti tidak signifikanpada a = 0,05. Hal ini berarti hipotesis yang menyatakanbahwa ada perbedaan Indeks Kemampuan KeuanganDaerah antara Kabupaten Bantul, Gunung Kidul, KulonProgo, Sleman, dan Kota Yogyakarta pasca OtonomiDaerah 1 Januari 2001 ditolak.

PEMBAHASAN

Berdasarkan Tabel 14, nampak nilai ÷2 test H1 adalah0,01 dengan nilai P value = 1,00 yang berarti tidaksignifikan pada a = 0,05. Hal ini berarti hipotesis yangmenyatakan bahwa ada perbedaan proporsi dalam rasio

Sumber: Tabel 4, Tabel 5, dan Tabel 11. Data diolah.

Tabel 14Hasil Pengujian Hipotesis dengan Chi-Square dan Anova

Hipotesis Nilai Kritis Nilai test P value PengujianH1 26,2962 χ2 test = 0,01 1,00 tidak signifikanH2 2,866 F test = 9,99 0,000130009 signifikanH3 2,866 F test = 22,08 0,000000422 signifikanH4 2,866 F test = 1,51 0,238398346 tidak signifikan

Page 137: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

261

RASIO KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN/KOTA DI............... (Rudy Badrudin)

keuangan RKKD Kabupaten Bantul, Gunung Kidul,Kulon Progo, Sleman, dan Kota Yogyakarta pascaOtonomi Daerah 1 Januari 2001 ditolak. Dengandemikian, selama tahun 2001-2005: 1) PemerintahKabupaten Bantul, Gunung Kidul, Kulon Progo, Sleman,dan Kota Yogyakarta memiliki komitmen yang samadalam meningkatkan kemampuan membiayai sendirikegiatan pemerintahan, pembangunan, dan layanankepada masyarakat Kabupaten Bantul, Gunung Kidul,Kulon Progo, Sleman, dan Kota Yogyakarta yang telahmembayar pajak dan retribusi sebagai sumberpendapatan yang diperlukan daerah; 2) KetergantunganKabupaten Bantul, Gunung Kidul, Kulon Progo, Sleman,dan Kota Yogyakarta terhadap sumber dana eksternsemakin menurun; 3) Tingkat partisipasi masyarakatKabupaten Bantul, Gunung Kidul, Kulon Progo,Sleman, dan Kota Yogyakarta dalam pembangunandaerah semakin tinggi; dan 4) Tingkat kesejahteraanmasyarakat Kabupaten Bantul, Gunung Kidul, KulonProgo, Sleman, dan Kota Yogyakarta semakinmeningkat.

Berdasarkan Tabel 14, nampak nilai F test H2adalah 9,99 dengan nilai P value = 0,000130009 yangberarti signifikan pada a = 0,05. Hal ini berarti hipotesisyang menyatakan bahwa ada perbedaan lajupertumbuhan dalam rasio keuangan RKKD KabupatenBantul, Gunung Kidul, Kulon Progo, Sleman, dan KotaYogyakarta pasca Otonomi Daerah 1 Januari 2001diterima. Dengan demikian, selama tahun 2001-2005: 1)PAD masing-masing Kabupaten Bantul, Gunung Kidul,Kulon Progo, Sleman, dan Kota Yogyakarta berbedayang ditunjukkan dengan besarnya laju pertumbuhanyang berbeda. Perbedaan laju pertumbuhan PAD inidisebabkan perbedaan kemampuan masing-masingKabupaten/Kota di Provinsi DIY dalam menggalisumber-sumber PAD dengan berbagai strategi; dan 2)Pemerintah Kabupaten Bantul, Gunung Kidul, KulonProgo, Sleman, dan Kota Yogyakarta memiliki komitmenyang sama dalam meningkatkan kemampuan membiayaisendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan, danlayanan kepada masyarakat Kabupaten Bantul, GunungKidul, Kulon Progo, Sleman, dan Kota Yogyakartaseperti yang ditunjukkan dengan kecenderunganpeningkatan PAD dari tahun 2001-2005.

Berdasarkan Tabel 14, nampak nilai F test H3adalah 22,08 dengan nilai P value = 0,000000422 yangberarti signifikan pada a = 0,05. Hal ini berarti hipotesis

yang menyatakan bahwa ada perbedaan posisi padaBCG Matrix (Metode Kuadran) antara KabupatenBantul, Gunung Kidul, Kulon Progo, Sleman, dan KotaYogyakarta pasca Otonomi Daerah 1 Januari 2001diterima. Perbedaan posisi antara Kabupaten Bantul,Gunung Kidul, Kulon Progo, Sleman, dan KotaYogyakarta pada BCG Matrix (Metode Kuadran)menunjukkan bahwa pemerintah antara KabupatenBantul, Gunung Kidul, Kulon Progo, Sleman, dan KotaYogyakarta memiliki strategi yang berbeda dalammenggali PAD.

Kabupaten Sleman yang terletak pada KuadranI merupakan kabupaten dengan kondisi yang palingideal karena PAD mengambil peran besar dalam APBDdan Kabupaten Sleman punya kemampuanmengembangkan potensi lokalnya. Kondisi iniditunjukan dengan besarnya nilai share dan nilaigrowth yang tinggi. Strategi pengembangan PADKabupaten Sleman yang berada pada Kuadran I adalahmemperbesar Belanja Daerah yang sesuai dengankemampuan riil daerah untuk mengembangkan potensilokal dan melayani peningkatan aktivitas pelakuekonomi yang tinggi dan berusaha mempertahankankontribusi PAD terhadap APBD yang telah dimiliki.

Kota Yogyakarta yang terletak pada Kuadran IImerupakan kota dengan kondisi yang belum ideal,tetapi Kota Yogyakarta mempunyai kemampuanmengembangkan potensi lokalnya sehingga PADberpeluang tetap memiliki kontribusi besar dalamAPBD. Kontribusi PAD terhadap APBD yang tingginamun pertumbuhan PAD rendah. Strategipengembangan PAD Kota Yogyakarta yang beradapada Kuadran II adalah memperbesar Belanja Daerahyang sesuai dengan kemampuan riil daerah untukmengembangkan potensi lokal sehingga PADberpeluang tetap memiliki kontribusi yang besar.Kabupaten Bantul, Gunung Kidul, dan Kulon Progoyang terletak pada Kuadran III merupakan kabupatendengan kondisi yang juga belum ideal. Kontribusi PADyang rendah dalam APBD mempunyai peluangmeningkat karena pertumbuhan PADnya tinggi.Strategi pengembangan PAD Kabupaten Bantul,Gunung Kidul, dan Kulon Progo adalah denganmenambah Belanja Daerah yang sesuai dengankemampuan riil daerah untuk mengembangkan potensilokal.

Berdasarkan Tabel 14, nampak nilai F test H4

Page 138: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

262

JAM, Vol. 21, No. 3, Desember 2010: 243-263

adalah 1,51 dengan nilai P value = 0,238398346 yangberarti tidak signifikan pada a = 0,05. Hal ini berartihipotesis yang menyatakan bahwa ada perbedaanIndeks Kemampuan Keuangan Daerah antaraKabupaten Bantul, Gunung Kidul, Kulon Progo, Sleman,dan Kota Yogyakarta pasca Otonomi Daerah 1 Januari2001 ditolak. Jadi sekalipun pada Tabel 13, nampak IKKKabupaten Bantul yang tertinggi dan Kota Yogyakartayang terendah, namun secara statistik perbedaan IKKtidak terbukti. Dengan demikian, selama tahun 2001-2005 kemampuan keuangan Kabupaten Bantul, GunungKidul, Kulon Progo, Sleman, dan Kota Yogyakartarelatif sama. Hal ini dapat dijelaskan karena hampirsemua Kabupaten Bantul, Gunung Kidul, Kulon Progo,Sleman, dan Kota Yogyakarta mempunyai proporsi rasiokeuangan yang sama yang ditunjukkan dengankontribusi PAD terhadap APBD yang sama dansignifikan pada alpha 5% secara statistik walaupun lajupertumbuhan PAD antar Kabupaten/Kota berbeda.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan uraian pada hasil penelitian danpembahasan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:1) Tidak ada perbedaan proporsi dalam rasio keuanganRKKD Kabupaten Bantul, Gunung Kidul, Kulon Progo,Sleman, dan Kota Yogyakarta pasca Otonomi Daerah 1Januari 2001; 2) Ada perbedaan laju pertumbuhan dalamrasio keuangan RKKD Kabupaten Bantul, GunungKidul, Kulon Progo, Sleman, dan Kota Yogyakartapasca Otonomi Daerah 1 Januari 2001; 3) Adaperbedaan posisi pada BCG Matrix (Metode Kuadran)antara Kabupaten Bantul, Gunung Kidul, Kulon Progo,Sleman, dan Kota Yogyakarta pasca Otonomi Daerah 1Januari 2001; dan 4) Tidak ada perbedaan IndeksKemampuan Keuangan Daerah antara KabupatenBantul, Gunung Kidul, Kulon Progo, Sleman, dan KotaYogyakarta pasca Otonomi Daerah 1 Januari 2001.

Saran

Dalam meningkatkan PAD, Pemerintah dan DewanPerwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kotaperlu mempertimbangkan kemungkinan terjadinya highcost economy dengan adanya berbagai pungutan pajak

dan retribusi daerah yang dapat berimplikasi padapeningkatan beban perekonomian daerah dankemunduran daya saing daerah.

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, Lincolin. 2004. Ekonomi Pembangunan. Edisi4. Bagian Penerbitan STIE YKPN. Yogyakarta.

Badrudin, Rudy. 2000. “Pengembangan WilayahProvinsi DIY (Pendekatan Teoritis)”. JurnalEkonomi Pembangunan. FE UII. Yogyakarta.

Halim, Abdul. 2007. Akuntansi Keuangan Daerah.Salemba 4. Jakarta.

Handayani, Asri Wening dan Rudy Badrudin. 2007.Analisis Deskriptif Anggaran Pendapatan danBelanja Daerah (APBD) Kabupaten/Kota diProvinsi D.I. Yogyakarta, Tahun 2004-2005.Jurnal Ekonomi & Bisnis (JEB). Vol. 1 (2), Juli2007: 91-104.

_________.2007. Analisis Deskriptif Struktur Penda-patan Asli Daerah (PAD) Kabupaten/Kota DiProvinsi D.I. Yogyakarta, Tahun 2004-2005.Jurnal Ekonomi & Bisnis (JEB). Vol. 1 (3),Nopember 2007: 161-176.

K. Deddy. 2002. Peta Kemampuan Keuangan Provinsidalam Era Otonomi Daerah: Tinjauan atasKinerja PAD dan Upaya yang DilakukanDaerah. http://www. bappenas.go. id.

Khasanah, Mufidhatul. 2007. Analisis AnggaranPendapatan dan Belanja Daerah (APBD): KasusAPBD Kabupaten Sleman dan KabupatenKulonprogo, Tahun 2004 dan 2005. JurnalAkuntansi & Manajemen (JAM). Vol 18 (1),April 2007: 43-50.

Kuncoro, Mudrajad. 1997. Ekonomi PembangunanTeori, Masalah, dan Kebijakan. BP UPP AMPYKPN. Yogyakarta.

Page 139: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

263

RASIO KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN/KOTA DI............... (Rudy Badrudin)

Purnamawati, Astuti dan Rudy Badrudin. 2004. AnalisisFungsi Produksi Cobb-Douglas TerhadapProduk Domestik Regional Bruto (PDRB)Kabupaten Sleman, Provinsi DIY, Tahun 2001,Jurnal Akuntansi & Manajemen (JAM). Vol.15 (3), Desember: 203-213.

Sekretariat Negara Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentangPemerintahan Daerah.

_________. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004tentang Perimbangan Keuangan antaraPemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

________. 2001. Undang-Undang Republik Indone-sia No-mor 34 Tahun 2000 tentang PerubahanUndang-Undang Republik Indonesia Nomor18 Tahun 1997 tentang Pajak daerah danRetribusi Daerah dan Beberapa PeraturanPemerintah Bidang Dana Perimbangan Nomor104, 105, 106, dan 107. Penerbit PT MutiaraSumber Widya. Jakarta.

Subiyakto, Haryono. 2001. Statistika Inferens. Edisi 2Bagian Penerbitan STIE YKPN Yogyakarta.

Page 140: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

265

PENGARUH KINERJA KEUANGAN PERUSAHAAN TERHADAP RETURN SAHAM............... (Muflikhun Annas)Vol. 21, No. 3, Desember 2010Hal. 265-284

ABSTRACT

The main objective of this research is to obtain empiri-cal evidence whether herding behavior exists on buyand sell decisions in Indonesia. This research also triesto give a contribution whether herding behavior couldbecome an intervening variable between corporate fi-nance performance and stock return. The populationin this research is companies that listed in Bursa EfekIndonesia (BEI). By a purposive sampling method, 20companies which publish quarterly financial reportfrom 2004-2007 period were taken as sample. The datawere analyzed by two step regression which consistsof the effect of the corporate finance performance toherding behavior and then the effect of herding be-havior to stock return. Results of this research indicatethat follower investors follow the leader investor’s stocktrading pattern. The results also show that herdingbehavior could become an intervening variable betweencorporate finance performance and stock return al-though the intervening has a weak relationship. Thisweak relationship occurs because of the corporate fi-nance performance has a direct effect to stock return.

Keyword: herding, corporate finance performance,stock return, follower investor, leader investor

PENDAHULUAN

Investor seringkali membuat keputusan berdasarkankeputusan yang dibuat oleh pihak lain. Hal ini terjadi

PENGARUH KINERJA KEUANGAN PERUSAHAAN TERHADAPRETURN SAHAM DENGAN PERILAKU HERDING SEBAGAI

VARIABEL MEDIASI

Muflikhun AnnasE-mail: [email protected]

Tahun 1990

ISSN: 0853-1259

J U R N A LAKUNTANSI & MANAJEMEN

karena investor mengalami kesulitan untuk melakukaninvestasi sendiri pada surat-surat berharga (Pratomodan Nugroho, 2002). Pembuatan keputusanberdasarkan keputusan yang dibuat oleh pihak laindapat dikategorikan sebagai perilaku herding. Akantetapi, herding juga memiliki risiko tertentu yang dapatmenyebabkan investor mengalami rugi dalaminvestasinya. Perbedaan tujuan investasi antarinvestordapat menyebabkan investor yang melakukan herd-ing mengalami kerugian. Misalnya, investor A adalahinvestor yang berpengalaman, membuat portofoliodengan memasukkan saham X, Y, dan Z dengancontrarian investment strategy, sedangkan investor Bdan investor C melakukan herding dengan berinvestasipada saham X, Y, dan Z dengan tujuan mendapatkancapital gain. Perbedaan tujuan investasi tersebutmembuat investor B dan C tidak akan mendapatkancapital gain dalam jangka pendek karena tujuan in-vestor A adalah investasi jangka panjang.

Herding didefinisi sebagai perilaku yang terjadiketika seseorang atau kelompok investor bertindakberdasarkan tindakan yang dilakukan oleh investorlainnya. Herding juga dapat didefinisi sebagaikelompok investor yang saling mengikuti satu samalain untuk masuk dan keluar dari suatu sekuritas yangsama dalam periode waktu yang sama. Dalam literaturkeuangan, herding selalu digunakan untukmenjelaskan korelasi dalam perdagangan yang berasaldari interaksi antarinvestor. Hal itu dapat dipahamisebagai cara investor untuk meminta saran dari inves-tor lain yang sukses, karena apabila investormenggunakan informasi/ pengetahuannya sendiri akanmengeluarkan biaya yang lebih tinggi. Konsekuensi

Page 141: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

266

JAM, Vol. 21, No. 3, Desember 2010: 265-284

perilaku herding ini memunculkan satu grup investoryang melakukan trading dengan arah yang sama padasatu periode waktu (Nofsinger dan Sias, 1999). Hal inisesuai dengan temuan Shleifer dan Summers (1990)yang menduga bahwa investor individual melakukanherding dengan mengikuti sinyal yang sama, sepertirekomendasi dari broker atau forecaster dan penekananyang lebih besar pada informasi terkini.

Ada empat teori yang menjelaskan mengapainvestor institusional berdagang bersama-sama.Pertama, para manajer investasi mungkin mengabaikaninformasi pribadinya dan berdagang bersama-samakarena adanya risiko dari tindakan yang berbeda darimanajer investasi lainnya (Scharfestein dan Stein, 1990).Kedua, para manajer investasi mungkin berdagangbersama-sama karena menerima informasi pribadi yangberkaitan dan berasal dari analisis indikator-indikatoryang sama (Froot et al., 1992) dan (Hirshleifer et al.,1994). Ketiga, para manajer investasi mungkinmenyimpulkan informasi pribadi dari perdagangansebelumnya yang dilakukan manajer yangberpengalaman dan berdagang dengan tujuan yangsama (Bikhchandani et al., 1992). Keempat, para inves-tor institusional mungkin memiliki keengganan yangsama terhadap saham dengan karakteristik tertentu,seperti saham yang likuiditasnya rendah atau sahamyang kurang berisiko (Flkenstein, 1996).

Investor institusional melakukan herdingkarena tertarik pada suatu sekuritas yang memilikikarakteristik tertentu. Setiap sekuritas memilikikarakteristik yang berbeda-beda. Jika investor tertarikpada suatu sekuritas maka investor tersebut akanmemiliki sekuritas tersebut dalam jumlah yang besar.Misalnya, pada suatu kuartal investor mempunyaipilihan untuk membeli sekuritas A, B, C, dan E. Inves-tor tersebut ternyata tertarik pada karakteristik sekuritasA, maka pada kuartal yang dimaksud investor akanmemiliki sekuritas A dalam jumlah yang banyak. Denganalasan ini, herding dapat dihasilkan dari hubungan time-series dan hubungan cross-sectional pada aliran danabersih yang dimiliki oleh investor.

Dalam herding ada dua kemungkinan perilakuyang dilakukan oleh investor ketika melakukaninvestasi, yaitu investor akan menginvestasikandananya ke dalam portofolionya yang sudah ada,karena mengikuti keinginannya sendiri untuk masukke dalam sekuritas yang sama selama kuartal yang

berdekatan ketika aliran dana bersih mereka pada kuartalyang berurutan bernilai positif. Sebaliknya, investorakan menginvestasikan dananya dari portofolionyayang sudah ada dan mengikuti keinginannya sendiriuntuk keluar dari sekuritas yang sama selama kuartalyang berdekatan ketika aliran dana bersihnya padakuartal yang berurutan bernilai negatif.

Herding dapat disebabkan karena motivasirasional dan irasional dari investor. Salah satu motivasirasional yang menjadi pertimbangan dalam keputusaninvestasi adalah kinerja perusahaan. Company insti-tute yang melakukan penilaian atas perilaku investordi Amerika, menyebutkan bahwa 75% investormelakukan investasi karena kinerja perusahaan(Pratomo dan Nugraha, 2001). Kinerja perusahaan dapatdiketahui melalui laporan keuangan perusahaan yangdipublikasikan karena dalam laporan keuangan terdapatinformasi tentang kondisi keuangan dan informasi-informasi yang berkaitan. Tujuan utama diterbitkannyalaporan keuangan adalah memberikan informasi yangrelevan bagi pihak-pihak di luar perusahaan, yangsangat berguna untuk pengambilan keputusan yangtepat. Agar informasi yang tersaji menjadi lebihbermanfaat dalam pengambilan keputusan, laporankeuangan harus dikonversi menjadi informasi yangberguna dalam pengambilan keputusan.

Investor mempertimbangkan berinvestasi padasaham berdasarkan pada kinerja keuangan masa laludengan melakukan analisis pada laporan keuangan.Untuk menarik investor, perusahaan harus mampumenunjukkan kinerjanya. Pengukuran kinerja dapatdilakukan menggunakan rasio keuangan. Analisis rasiokeuangan merupakan teknik analisis keuangan yangpopuler diaplikasikan dalam praktik bisnis. MenurutPaytama (2001), kinerja perusahaan sering diproksikandengan indikator yaitu perubahan harga saham yangterjadi di bursa dan rasio-rasio keuangan. Meskipunkinerja masa lalu tidak menjamin atau bahkan secaralangsung berhubungan dengan kinerja yang akandatang (Carhart, 1997), hal itu tetap digunakan inves-tor sebagai langkah awal dalam proses keputusaninvestasi.

Peran rasio keuangan dalam memprediksikondisi distress dilakukan oleh Amilia dan Kristijadi(2003). Dengan menggunakan regresi logit, hasilnyamengindikasikan bahwa rasio keuangan dapatdigunakan untuk memprediksi financial distress

Page 142: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

267

PENGARUH KINERJA KEUANGAN PERUSAHAAN TERHADAP RETURN SAHAM............... (Muflikhun Annas)

suatu perusahaan. Di Indonesia, rasio keuanganbermanfaat untuk mengevaluasi kinerja perusahaanyang diatur pemerintah. Berdasar sudut pandangeksternal, rasio keuangan digunakan untukmemutuskan apakah membeli saham perusahaan,memberikan pinjaman berupa kas, atau untukmemprediksi keuangan perusahaan di masa yang akandatang. Investor perlu memiliki sejumlah informasi yangberkaitan dengan dinamika harga saham agar dapatmengambil keputusan tentang saham perusahaan yanglayak dipilih. Cates (1998) melihat perlunya informasiyang benar tentang kinerja keuangan perusahaan,manajemen perusahaan, kondisi ekonomi makro, daninformasi relevan lainnya untuk menilai saham akurat.Penelitian Nimas (2000), meneliti pengaruh variabelprofit margin on sales, basic earning ratio, return onasset, return on equity, price earning ratio, dan mar-ket to book value terhadap harga saham padaperusahaan-perusahaan go public di Bursa EefekJakarta (sekarang BEI) selama tahun 1995 dan 1996.Hasil penelitian menunjukkan bahwa profit margin onsales, basic earning ratio, return on asset, return onequity, price earning ratio, dan market to book valueberpengaruh signifikan terhadap harga saham. Nilaisaham mencerminkan nilai perusahaan. Perusahaanyang berkembang berarti sahamnya bernilai tinggi, dansebaliknya sedangkan harga pasar saham adalah hargayang terbentuk di pasar jual beli saham. Menurut Usman(1989), ada banyak faktor yang mempengaruhi hargasaham di pasar modal, yaitu faktor psikologis daripenjual/pembelinya, kondisi perusahaan, kebijakandireksi, tingkat suku bunga, harga komoditi, investasilain, kondisi ekonomi, kebijakan pemerintah, tingkatpendapatan, laju inflasi, dan kondisi pasar. Harga sahamdapat naik dan turun tergantung perubahan salah satufaktor atau lebih dari faktor-faktor tersebut.

Dalam kaitannya dengan penelitian ini, penelitiakan menganalisis salah satu faktor yang palingberpengaruh terhadap harga saham, yaitu kondisiperusahaan. Kondisi perusahaan dalam hal ini diartikansebagai kinerja perusahaan. Ada banyak cara untukmengukur kinerja suatu perusahaan, antara lain darisegi pemasaran, operasi, sumber daya manusia. Padapenelitian ini, peneliti membatasi masalah yang akanditeliti dari sisi kinerja keuangan perusahaan. Kinerjakeuangan perusahaan yang digunakan untuk mengukurprofitabilitas adalah Return on Equity (ROE) dan Earn-

ings Per Share (EPS). Kinerja keuangan perusahaanROE menunjukkan pengembalian atas modalpemegang saham. Semakin besar ROE, menandakanperusahaan semakin baik dalam mensejahterakan parapemegang saham prioritas yang dapat dihasilkan darisetiap lembar saham. EPS menunjukkan besarnya labadari setiap lembar saham. Rasio keuangan untukmengukur nilai pasar adalah Price Earning Ratio (PER)yang menggambarkan perbandingan harga pasar sahamdengan EPS (Purnomo, 1998).

MATERI DAN METODE PENELITIAN

Kinerja keuangan perusahaan merupakan hasildari banyak keputusan individual yang dibuatsecara terus menerus oleh manajemen. Oleh karena itu,untuk menilai kinerja keuangan suatu perusahaan perludilibatkan analisis dampak keuangan kumulatif danekonomi dari keputusan dan mempertimbangkannyadengan menggunakan ukuran komparatif. Kinerjakeuangan adalah penentuan ukuran-ukuran tertentuyang dapat mengukur keberhasilan suatu perusahaandalam menghasilkan laba. Dalam mengukur kinerjakeuangan perlu dikaitkan antara organisasi perusahaandengan pusat pertanggungjawaban. Dalam melihatorganisasi perusahaan dapat diketahui besarnyatanggungjawab manajer yang diwujudkan dalam bentukprestasi kerja keuangan. Analisis rasio keuanganmerupakan instrumen analisis prestasi perusahaanyang menjelaskan berbagai hubungan dan indikatorkeuangan yang ditujukan untuk menunjukkanperubahan dalam kondisi keuangan atau prestasioperasi di masa lalu. Makna dan kegunaan rasiokeuangan dalam praktik bisnis pada kenyataannyabersifat subyektif, bergantung pada untuk apa suatuanalisis dilakukan dan dalam konteks apa analisistersebut diaplikasikan (Helfret, 1999).

Purnomo (1998), dalam penelitiannya tentangketerkaitan kinerja keuangan dengan harga saham,memberikan hasil bahwa Return on Assets (ROE),Erning per Share (EPS), Price Earning Ratio (PER),dan Dividen Earning Share (DES) mempunyaihubungan positif dengan harga saham, sedangkanDividen Earning Ratio (DER) cenderung tidak dapatdigunakan dalam menentukan proyeksi harga saham.Kusumawardani (2000), dalam penelitiannya tentanghubungan antara kinerja keuangan dengan perubahan

Page 143: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

268

JAM, Vol. 21, No. 3, Desember 2010: 265-284

harga saham sebelum dan selama krisis moneter,perubahan kinerja keuangan (ROE, EPS, PER, DER, danDPS) secara bersama-sama berpengaruh secarasignifikan terhadap perubahan harga saham. MenurutKoesno (1990), kinerja keuangan yang dimaksud dapatdiukur dengan faktor-faktor: 1) Faktor kekayaan bersihper saham atau Net Asset per Share (NAPS) atau biasadisebut book value per asset; 2) EPS atau biasa disebutearnings approach, yaitu semakin tinggi laba per sahammaka mencerminkan kinerja keuangan perusahaan yangsemakin baik; 3) Volatilitas saham, yaitu seberapafrekuensi dan volume saham yang diperdagangkan dibursa, semakin tinggi volatilitas menandakan bahwasaham tersebut semakin likuid dan mudah dijualsewaktu-waktu; 4) Faktor-faktor intern, misalnyaprofitabilitas, tingkat aktivitas dan pertumbuhan, faktorleverage, kualitas manajemen, popularitas, merk,ketergantungan pada pihak lain, risiko usaha; dan 5)Faktor-faktor ekstern, misalnya suku bunga depositosebagai faktor pembanding.

ROE merupakan kemampuan dari ekuitas (modalsendiri) untuk menghasilkan keuntungan bagipemegang saham (Bambang Riyanto, 1994). ROEmenunjukkan efisiensi suatu perusahaan yangmenitikberatkan pada pengamatan seberapa jauhorganisasi perusahaan telah menggunakan modalsendiri untuk mendapatkan keuntungan yang layak.Pengertian modal sendiri yang digunakan sebagaipengukur efisiensi adalah jumlah dana yang berasaldari pemilik perusahaan, yang digunakan dalam operasiperusahaan. Hal ini berarti, rentabilitas modal sendirimemberikan ukuran tingkat hasil pengembalian investasibagi pemegang saham (Hartanto, 1991). Hubunganantara ROE dengan kinerja keuangan perusahaan adalahsemakin besar ROE mencerminkan kemampuanperusahaan dalam menghasilkan keuntungan bagipemegang saham. Semakin tinggi kemampuanperusahaan dalam memberikan keuntungan bagipemegang saham, maka saham tersebut diinginkanuntuk dibeli. Hal ini menyebabkan permintaan akansaham tersebut meningkat. Dengan demikian, ROE yangdiharapkan akan menyebabkan kenaikan harga saham,dan sebaliknya.

EPS merupakan ukuran kemampuanperusahaan dalam menghasilkan keuntungan perlembar saham bagi pemiliknya (Tandelilin, 2001). Rasiokeuangan EPS terbagi dalam tiga kategori (Gaughan,

1999), yaitu 1) Basic EPS adalah pengurangan terhadapprimary EPS yang diakibatkan oleh anggapan bahwaconvertible securities sudah ditukarkan, atau options(hak untuk membeli saham biasa dengan harga yangsudah disetujui) dan warrant (surat berharga yangmemberi hak pada pemiliknya untuk membeli sahambiasa dengan harga tertentu sesuai dengan perjanjian)sudah digunakan atau saham-saham lain sudahdikeluarkan untuk memenuhi persyaratan tertentu; 2)Primary EPS adalah jumlah pendapatan yang diperoleholeh setiap lembar saham biasa yang beredar termasuksaham biasa ekuivalen; dan 3) Fully Dilutif EPS adalahjumlah pendapatan per lembar yang menunjukkan maxi-mum dilution yang akan terjadi dari pertukaran,penggunaan, dan pengeluaran-pengeluaran bersyaratyang secara individual akan mengurangi earning dansecara kesuluruhan mempunyai akibat dilutive.Hubungan EPS dengan kinerja keuangan perusahaanadalah EPS yang tinggi menjadi daya tarik investoruntuk memiliki saham tersebut. Hal ini disebabkankarena kinerja perusahaan baik dan tercermin pada labasetelah pajak yang tinggi, sehingga prospek emitentersebut baik dan mengakibatkan harga saham tersebutmenjadi naik, dan sebaliknya dividen yang dibayarkanakan rendah pula, sehingga investor enggan membelisaham yang dividennya rendah (Weston and Copeland,1998).

PER menggambarkan ketersediaan investasimembayar suatu jumlah tertentu untuk setiapperolehan laba perusahaan. PER dapat dihitungdengan perbandingan antara harga pasar per lembarsaham dan laba bersih per lembar saham (Rangkuti,2001). PER merupakan indikator yang digunakan untukmenentukan apakah harga saham tertentu dinilai terlalutinggi atau terlalu rendah. PER akan mempengaruhiharga saham karena apabila PER semakin tinggi, makasemakin besar kemungkinan harga saham dinilai terlalutinggi, sebaliknya apabila PER semakin rendah, makasemakin besar kemungkinan harga saham dinilai terlalurendah. Selanjutnya, cepat atau lambat harga saham dipasar modal akan terkoreksi. Bentuk penyesuaiannyaadalah apabila penilaian harga saham terlalu tinggi akanmengalami penurunan, sebaliknya apabila harga sahamterlalu rendah akan mengalami kenaikan.

Investor akan berupaya untuk memperolehreturn sebelum pasar bereaksi terhadap informasibaru.

Page 144: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

269

PENGARUH KINERJA KEUANGAN PERUSAHAAN TERHADAP RETURN SAHAM............... (Muflikhun Annas)

Penilaian harga saham pada penelitian ini jugadidasarkan pada return. Return merupakanpenghasilan (income) yang diperoleh oleh pemegangsaham sebagai hasil dari investasinya di perusahaantertentu. Return dapat berupa return realisasi yaitureturn yang telah terjadi atau return ekspektasi yaitureturn yang diharapkan akan terjadi di masa yang akandatang. Tiga alasan investor memilih untuk membelisaham tertentu, yaitu 1) Income. apabila pertimbanganinvestor dalam berinvestasi dalam saham adalahmendapatkan pendapatan yang tetap dari hasilinvestasi pertahunnya, maka investor dapat membelisaham pada perusahaan yang sudah mapan danmemberikan dividen secara regular; 2) Growth, apabilapertimbangan investor adalah untuk jangka panjangdan memberikan hasil yang besar pada masa datang,berinvestasi pada saham perusahaan yang sedangberkembang (biasanya perusahaan teknologi)memberikan keuntungan yang besar, karena kebijakandari perusahaan yang sedang berkembang biasanyakeuntungan perusahaan akan diinvestasikan kembalike perusahaan maka perusahaan tidak memberikandividen bagi investor. Keuntungan bagi investor hanyadari kenaikan harga saham apabila anda menjual sahamtersebut; dan 3) Diversification, apabila investormembeli saham untuk kepentingan portofolio investormaka investor harus hati-hati dalam melengkapinya.Investor harus memutuskan apakah memerlukan sahamuntuk pendapatan tetap atau membeli obligasi denganbunga yang diberikan sebagai pendapatan. Nasihatinvestasi “don’t put eggs in one basket” tepatdilakukan dalam proses diversifikasi.

Daya tarik investasi saham adalah duakeuntungan yang diperoleh pemodal dengan membelisaham atau memiliki saham, yaitu dividen dan capitalgain. Dividen merupakan keuntungan yang diberikanperusahaan penerbit saham atas keuntungan yangdihasilkan perusahaan yang dibagikan setelah adanyapersetujuan pemegang saham dan dilakukan setahunsekali. Capital gain merupakan selisih antara hargabeli dan harga jual yang terjadi. Capital gain terbentukdengan adanya aktivitas perdagangan di pasarsekunder. Pada umumnya investor jangka pendekmengharapkan keuntungan dari capital gain.

Rasio mempunyai hubungan yang erat denganreturn saham sehingga banyak digunakan oleh inves-tor dalam keputusan berinvestasi saham. Davis (1994)

melakukan penelitian yang menghasilkan bukti bahwabeberapa rasio keuangan sebagai variabel kinerjaperusahaan memiliki pengaruh yang signifikan terhadapreturn saham. Purnomo (1998), menyelidiki hubunganvariabel kinerja keuangan perusahaan denganmenganalisis beberapa rasio keuangan, menemukanbahwa kebanyakan rasio-rasio tersebut, terutama Earn-ings Per Share, memiliki pengaruh yang palingsignifikan. Selanjutnya penelitian Asyik (1999)menemukan 12 rasio keuangan yang berhubungansignifikan dengan return saham. Hasil dari angka rasiodari laporan keuangan adalah keputusan investor dalamberinvestasi saham.

Herding adalah perilaku individu yang terjadipada saat individu tersebut mengubah prinsip dantindakannya agar sesuai dengan prinsip dan tindakanyang dilakukan oleh pihak lain (Shlifer 1995; Trueman1994; Banerjee 1992; Scharfstein dan Stein 1990).Perilaku herding dapat terjadi pada saat seseorang ataukelompok yang harus mengambil keputusan denganberbagai jenis keterbatasan, misalnya keterbatasaninformasi, waktu, dan kemampuan. Trueman (1994)melakukan penelitian mengenai perilaku herding padaearning forecast, dan hasilnya menunjukkan bahwasetiap peramal laba cenderung melakukan herdingdalam meramalkan laba perusahaan, tetapi tingkat herd-ing setiap peramal laba bervariasi, tergantung padafaktor personal dan lingkungan.

Herding dapat didefinisi sebagai tindakan yangdilakukan sesorang dalam mengambil keputusan yangdipengaruhi oleh tindakan atau keputusan yang telahdiambil sebelumnya. Welch (2000) telah melakukanpenelitian yang berkaitan dengan hal tersebut denganobyek penelitiannya adalah para analis sekuritas.Tugas analis sekuritas adalah memberikan rekomendasikepada klien untuk membeli, menyimpan, atau menjualsekuritas yang dimilikinya. Dalam memberikanrekomendasi tersebut, para analis dipengaruhi olehpilihan kebijakan atau rekomendasi yang telahditerbitkan sebelumnya dan juga dipengaruhi olehkonsensus yang telah dicapai oleh para analissekuritas.

Herding juga dapat diartikan sebagai kelompokinvestor yang saling mengikuti satu sama lain dalammembeli atau menjual saham yang sama dalam periodewaktu yang sama. Sias (2004) melakukan penelitian lainuntuk meneliti perilaku herding yang dilakukan oleh

Page 145: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

270

JAM, Vol. 21, No. 3, Desember 2010: 265-284

investor institusional. Dalam penelitian Sias (2004)pengujian herding institusional dilakukan denganmenghitung hubungan cross-sectional antarapermintaan investor institusional pada kuartal yangsedang berjalan dengan permintaan institusional padakuartal sebelumnya. Hasilnya menunjukkan bahwapermintaan investor institusional untuk sekuritas padakuartal ini berhubungan secara positif denganpermintaan investor institusional untuk sekuritas padakuartal sebelumnya. Dalam hal ini investor institusionalsaling mengikuti satu sama lain untuk membeli ataumenjual suatu sekuritas yang sama (herding) dan in-vestor institusional mengikuti pola perdagangan merekasebelumnya.

Scharfstein dan Stein (1990) melakukanpenelitian tentang faktor yang mendorong manajeruntuk melakukan herding pada saat mengambilkeputusan investasi. Hasil penelitian tersebutmenjelaskan bahwa dalam keadaan tertentu, manajercenderung meniru keputusan investasi yang dilakukanoleh manajer lain dan mengabaikan informasi yang telahmereka miliki. Jika dipandang dari sisi sosial, perilakutersebut tidak efisien, tetapi menurut pandanganmanajer yang melakukan hal tersebut, perilaku merekadianggap rasional, karena pertimbangan reputasi.

Penelitian yang dilakukan oleh Hanafi (2003)membandingkan perilaku herding antara investorinstitusional dengan investor individual denganmenggunakan data Jepang. Penelitian ini menemukanbahwa investor institusional melakukan herding lebihbesar pada saham kecil. Hasil penelitian menunjukkanbahwa herding yang dilakukan oleh investorinstitusional nampaknya tidak mempunyai efek negatif(destabilizing) dalam jangka pendek. Dalam jangkapanjang, hasil penelitian Hanafi (2003) menunjukkanpembalikan harga (reversal) untuk saham dimana in-vestor institusional melakukan herding. Di sampingitu, saham yang dilepas investor institusionalmempunyai reaksi harga yang negatif, dan tindakanpelepasan tersebut didorong oleh motivasi yangrasional. Perdagangan oleh investor institusionalmempunyai pengaruh yang lebih besar terhadap harga,investor institusional nampaknya tidak melakukanperdagangan umpan balik positif.

Penelitian yang dilakukan oleh Choi dan Sias(2008) meneliti tentang perilaku herding di antaraindustri. Hasil penelitian menunjukkan fakta yang kuat

tentang herding institusional industri yang dilakukanoleh investor institusional. Hasil empirik menyatakanbahwa ada fakta yang kuat dari herding institusionalindustri. Dalam herding industri investor institusionalsaling mengikuti satu sama lain untuk masuk atau keluardalam industri yang sama. Hubungan cross-sectionalantara fraksi pedagang institusional yang melakukanpembelian dalam industri pada kuartal ini dan fraksipembelian pada kuartal sebelumnya rata-rata 39%. Hasilpenelitian juga menyatakan bahwa herdinginstitusional industri merupakan hasil dari keputusanmanajer (dibandingkan dengan aliran investor pokok)dan mengarahkan bahwa herding institusional industriadalah momentum trading, lebih banyak dinyatakanpada industri yang lebih kecil, dan volatile.

Wermers (1999) melakukan penelitian yangmenguji keberadaan herding pada transaksiperdagangan yang dilakukan oleh reksa dana.Penelitian ini menganalisis aktivitas perdagangan dariindustri reksa dana dari tahun 1975 sampai tahun 1994untuk menetapkan apakah reksa dana melakukan herd-ing ketika memperdagangkan saham dan untukmenginvestigasi apakah perilaku herding tersebutberpengaruh terhadap harga saham. Penelitian inimenemukan level herding yang lebih tinggi padasaham kecil dan pada perdagangan yang dilakukan olehreksa dana yang sedang berkembang yang ternyataberhubungan dengan strategi perdagangan umpanbalik positif.

Puckett dan Yan (2007) melakukan penelitiandengan menggunakan perdagangan dari 776 investorinstitusional dari tahun 1999 sampai tahun 2004.Penelitian mereka menjelaskan keberadaan herdinginstitusional jangka pendek dan pengaruh herdingtersebut tehadap harga saham. Hasil penelitian tersebutmenemukan fakta herding dalam frekuensi mingguandengan menggunakan ukuran herding yangdikembangkan oleh Lakonishok et al, (1992) dan ukuranherding yang dikembangkan oleh Sias (2004). Penelitianmenyimpulkan bahwa herding dalam jangka waktumingguan mempengaruhi efisiensi harga sekuritassecara signifikan. Penelitian ini juga menghasilkan faktayang kuat dari pembalikan return dengan adanya herd-ing jangka pendek pada aktivitas penjualan dan faktayang lemah dari return continuations dengan adanyaherding jangka pendek pada aktivitas pembelian.

Oehler dan Chao (2000) melakukan penelitian

Page 146: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

271

PENGARUH KINERJA KEUANGAN PERUSAHAAN TERHADAP RETURN SAHAM............... (Muflikhun Annas)

untuk menguji apakah investor institusional salingmengikuti satu sama lain di pasar obligasi. Penelitianini dilakukan di pasar obligasi Jerman danmenggunakan data dari 57 reksa dana Jerman yangterutama melakukan investasi pada obligasi dengansatuan Deutch Mark (DM) yang mewakili 71% totalvolume pasar. Hasil penelitian ini mengindikasikan faktaherding yang kuat, walaupun lebih lemah dari faktayang diperoleh dari pasar saham. Analisis yangmendetail menyatakan bahwa tingkat bunga merupakankarakteristik obligasi yang penting untuk reksa dana.Tipe kualitas waktu dan batas waktu pinjaman jugamemainkan peranan dalam proses pemilihan obligasi,tetapi hanya untuk ukuran yang kurang luas. Tipe is-suer terlihat lebih tidak relevan. Nominal tingkat bungakelihatan lebih penting pada proses pemilihan obligasi.Brown (2007) menguji herding pada reksa dana yangdihubungkan dengan rekomendasi analis. Penelitianini menunjukkan bahwa manager reksa dana mengikutirevisi rekomendasi analis ketika mereka memperdagang-kan saham, dan herding pada reksa dana yangdimotivasi oleh revisi rekomendasi analis tersebut akanmempengaruhi harga saham. Secara spesifik, herdingpada reksa dana untuk masuk pada saham-saham terlihatdengan meningkatnya consensus analis dan herdinguntuk keluar dari saham-saham terlihat denganmenurunnya consensus. Meningkat dan menurunnyaconsensus analis dapat mengontrol sinyal investasiyang biasa mempengaruhi revisi analis dan herdingpada reksa dana. Penelitian ini menemukan fakta bahwaherding reksa dana berdampak pada harga sahamdengan tingkat yang besar selama periode sampel(1994-2003). Penelitian juga menemukan hasil bahwabentuk herding pada reksa dana secara jelas mengikuticonsensus revisi pada rekomendasi analis. Revisipersetujuan rekomendasi positif lebih sering dihasilkandalam perilaku herding pada aktivitas pembelian saham,dan revisi negatif lebih sering dihasilkan dalam perilakuherding pada aktivitas penjualan saham.

Brown et al. (2006) melakukan penelitian yangmencoba menemukan perilaku herding pada keputusanpengungkapan sukarela perusahaan dalam konteksperamalan belanja modal perusahaan danmenginvestigasi dua alasan yang mungkin untukperilaku ini yaitu pengaruh informasi yang direfleksikanpada keputusan pengungkapan perusahaan di masalalu atau perhatian manajer pada reputasinya. Dengan

menggunakan analisis durasi untuk kejadian yangterjadi berulang-ulang, penelitian menguji waktuperamalan belanja modal untuk sampel yang luas danmenemukan perusahaan yang melakukanpengungkapan atau yang tidak melakukanpengungkapan. Penelitian ini memprediksi danmenemukan bahwa kecenderungan mengeluarkanramalan belanja modal berhubungan positif denganproposi pengungkapan perusahaan periodesebelumnya dalam industri yang sama. Dengandemikian memberikan fakta perilaku herding. Penelitianjuga menemukan bahwa hubungan positif ini berlakuuntuk perusahaan dengan konsentrasi yang tinggipada industri dan prusahaan dengan barriers to entryyang rendah. Temuan ini menyatakan bahwaperusahaan yang memandang kompetisi industri yangtinggi memiliki dorongan yang kuat untuk melakukanherding. Penelitian ini juga menemukan bahwa manajerdengan reputasi yang kurang bagus menunjukkankecenderungan untuk melakukan herding padakeputusan pengungkapannya. Penelitian jugamenyimpulkan bahwa faktor informasional dan faktorreputasional merupakan gabungan sumber yangsignifikan dari herding dalam keputusanpengungkapan sukarela.

Beberapa fakta empiris dilaporkan olehLakonishok et al. (1992) yang menguji dana pensiundan menemukan fakta lemah bahwa manajer danapensiun tertarik untuk melakukan perdagangan umpanbalik positif atau melakukan herding, dengan fakta yangagak kuat pada saham-saham kecil. Fakta lainnya jugadilaporkan oleh Grinblatt et al. (1995) dan Wermers(1997), yang melakukan pengujian pada reksa dana danmenemukan hasil bahwa mayoritas reksa danamenggunakan strategi perdagangan umpan balik positifuntuk memilih saham.

Graham (1998) menguji kecenderungan bagianalis yang mempublikasikan newsletter investasi.Analis tersebut kemungkinan besar melakukan herd-ing pada rekomendasi yang diberikan karena beberapaalasan, yaitu jika reputasinya tinggi, kemampuannyarendah, atau jika korelasi sinyalnya tinggi. Bagi analisyang menganggap reputasi adalah hal yang penting,maka selalu akan mempertimbangkan faktor reputasidalam mengeluarkan rekomendasi investasi. Jika merasareputasinya tinggi, maka analis akan memberikanrekomendasi investasi yang sesuai dengan

Page 147: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

272

JAM, Vol. 21, No. 3, Desember 2010: 265-284

rekomendasi yang telah diberikan pada periodesebelumnya, atau akan memberikan rekomendasi sesuaidengan rekomendasi yang diberikan oleh analis lainyang mempunyai reputasi yang sama. Jikakemampuannya rendah maka analis akan mengeluarkanrekomendasi investasi dengan mempertimbangkanrekomendasi dari analis lain yang menurutnyamempunyai kemampuan yang lebih baik. Pada saatmembuat rekomendasi investasi tentu saja masing-masing analis memperoleh banyak informasi tentangperusahaan yang akan dianalisis. Jika masing-masinginvestor memperoleh informasi yang sama maka dapatdikatakan bahwa korelasi sinyalnya tinggi, maka akansaling mengikuti satu sama lain dalam memberikanrekomendasi investasi kepada kliennya.

Patel et al. (1991) melakukan penelitian terhadapperilaku individu dalam mengambil keputusan untukmembeli saham di pasar modal. Hasil penelitian tersebutmenunjukkan bahwa para pelaku pasar modal bertindaksecara berkelompok atau bertindak berdasarkantindakan yang dilakukan oleh orang lain (herding).Nofsinger dan Sias (1998) membandingkan polaperdagangan investor institusional dan investor indi-vidual. Penelitian ini medokumentasi korelasi positifyang kuat antara perubahan kepemilikan institusionaldan return yang diukur pada periode waktu yang sama.Hasil penelitiannya menyatakan bahwa perdaganganumpan balik positif lebih banyak dilakukan oleh inves-tor institusional daripada investor individual, atau herd-ing yang dilakukan oleh investor institusional lebihmempengaruhi harga saham daripada herding yangdilakukan oleh investor individual.

Fakta tentang herding juga terlihat daripenelitian yang dilakukan oleh Klemkosky (1977), Krausdan Stoll (1972), dan Friend et al. (1970) yangmenganalisis saham yang memiliki ketidakseimbanganperdagangan yang terbesar di antara investasiperusahaan (terutama reksa dana) dalam setiap kuartalselama periode 1963-1972. Hasil penelitiannyamemperlihatkan bahwa beberapa reksa dana akanmengikuti reksa dana lainnya yang menjadi leaderdalam transaksi pembelian yang dilakukan. Hal tersebutditunjukkan dari ketidakseimbangan pembelian yangbesar (yaitu jumlah dolar pembelian yang melebihijumlah dolar penjualan reksa dana).

Kraus dan Stoll (1972), mempelajariperdagangan bulanan untuk 229 reksa dana atau bank

trust selama bulan Januari 1968 sampai September 1969untuk menentukan kecenderungan institusi tersebutmelakukan herding pada transaksi perdagangannya.Hasilnya diperoleh hasil bahwa ketidakseimbangandalam jumlah dolar yang sangat dramatis antarapembelian dan penjualan saham secara rata-rata, tetapiketidakseimbangan itu muncul bukan karena polaperdagangan paralel yang dilakukan dengan tidaksengaja. Friend et al. (1970) melakukan penelitian klasikdan menemukan kecenderungan yang signifikan untukkelompok-kelompok reksa dana yang mengikuti pilihaninvestasinya berdasarkan investasi dari reksa danasebelumnya yang telah berhasil (yang dikenal dengansebutan follow-the-leader behavior selama satu kuartalpada tahun 1968.

Di Indonesia, penelitian mengenai herdingdilakukan oleh Rudhiningtyas (2003) yang menelitiperilaku herding pada keputusan pendanaanperusahaan. Dengan menggunakan sampel perusahaanmanufaktur yang sudah go public, ada 93 perusahaanyang memenuhi kriteria. Perusahaan dikategorikanmenjadi dua yaitu perusahaan leader dan perusahaanfollower. Perusahaan leader adalah perusahaan yangtermasuk dalam indeks LQ45 pada periode bulanFebruari 1997 sampai Juli 2001. Data yang digunakanadalah data sekunder berupa data keuanganperusahaan dari tahun 1997 sampai tahun 2000 dandiambil dari Indonesia Capital Market Direcority(ICMD) tahun 1999-2001, khususnya data mengenaitotal utang perusahaan, total aset, saldo ekuitas, nilaipasar utang jangka panjang, dan ekuitas perusahaansebagai elemen struktur modal. Hasil pengujian dalampenelitian ini menujukkan bahwa perusahaan-perusahaan di Indonesia cenderung berperilaku herd-ing pada saat mengambil keputusan mengenai strukturmodal. Simpulannya perusahaan follower telahmelakukan tindakan yang tidak rasional dalammemutuskan struktur modalnya (Scharfestin dan Stein,1990). Perusahaan follower cenderung mengabaikanhasil analisa struktur modal tahun-tahun sebelumnyadan lebih mementingkan hasil analisa struktur modalperusahaan yang tergolong leader. Hal tersebutdiperkuat dengan hasil pengujian regresi ketiga dankeenam, yang menguji pengaruh informasi strukturmodal perusahaan follower pada tahun-tahunsebelumnya terhadap keputusan struktur modal tahun2000. Hasil pengujian menunjukkan bahwa informasi

Page 148: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

273

PENGARUH KINERJA KEUANGAN PERUSAHAAN TERHADAP RETURN SAHAM............... (Muflikhun Annas)

masa lalu tidak berpengaruh secara signifikan terhadapstruktur modal tahun 2000.

Penelitian ini dimaksudkan untuk melakukanpengujian lebih lanjut temuan-temuan empiris mengenaiperilaku herding investor dalam transaksi saham.Penelitian ini didasarkan pada penelitian Sias (2004)yang meneliti tentang perilaku herding pada institusiyang menerbitkan saham. Penelitian ini hampir samadengan penelitian Sias. Perbedaan penelitian ini denganyang dilakukan Sias (2004) adalah 1) Untuk mendeteksiadanya perilaku herding, penelitian ini tetapmenggunakan ukuran herding yang dikembangkanoleh Sias (2004); 2) Penelitian ini menggunakan datakepemilikan ekuitas saham di Indonesia; dan 3)Penggunaan variabel kinerja keuangan perusahaanuntuk menguji pengaruh kinerja keuangan terhadapreturn saham dan pengaruhnya terhadap perilaku herd-ing.

Secara umum, penelitian ini dilakukan untukmenjelaskan fenomena yang terjadi dalam bidangmanajemen keuangan, sehingga dapat memperluasdomain ilmu akuntansi keperilakuan. Sesuai denganpermasalahan yang akan diteliti, maka tujuan penelitianadalah untuk 1) Memberikan temuan empiris tentangkeberadaan perilaku herding pada transaksiperdagangan saham di Indonesial 2) Menguji apakahperilaku herding berpengaruh pada return saham; 3)Menguji apakah kinerja keuangan perusahaanberpengaruh terhadap perilaku herding; 4) Mengujiapakah kinerja keuangan berpengaruh pada returnsaham; dan 5) Mengetahui apakah perilaku herdingmemediasi pengaruh kinerja keuangan terhadap returnsaham.

Investor biasanya mempertimbangkanberinvestasi pada saham berdasarkan pada kinerjakeuangan masa lalu dengan melakukan analisis padalaporan keuangan. Pada umumnya investor akan memilihsaham perusahaan yang memiliki kinerja keuangan yangbagus dalam keputusan investasinya agar terhindardari risiko rugi (Pratomo dan Nugraha, 2001). Haltersebut didukung dengan tipe investor di Indonesiayang cenderung risk averse sehingga lebih memilihberinvestasi pada perusahaan yang tidak terlalu vola-tile. Xi Li (2002), menemukan bahwa analis (investor)yang mempunyai reputasi bagus lebih konservatifdalam memilih rekomendasi dalam portofolionyaberdasarkan kinerja dan tidak menyimpang dari

rekomendasi portofolio analis (investor) lain yangsejenis. Kinerja keuangan perusahaan yang baikmerupakan salah satu alasan yang rasional bagi inves-tor untuk melakukan herding. Investor yang rasionalakan berinvestasi lebih banyak pada saham perusahaanyang memiliki kinerja keuangan yang bagus denganmendasarkan rational decision making. Semakin baikkinerja keuangan suatu perusahaan maka semakinbanyak investor yang melakukan herding pada sahamperusahaan tersebut. Berdasar uraian tersebut, disusunhipotesis berikut:H1: Kinerja keuangan perusahaan berpengaruh pada

perilaku herding.Perilaku herding dapat terjadi karena investor

mungkin menyimpulkan informasi pribadi dariperdagangan sebelumnya yang dilakukan manajer yangberpengalaman dan berdagang dengan tujuan yangsama (Bikhchandani, Hirsleifer, dan Welch, 1992).Perilaku herding ini berdampak pada naik turunnyaharga saham. Sesuai dengan hasil penelitian Puckettdan Yan (2005), bahwa herding secara signifikanberpengaruh pada harga saham. Hasil penelitianmenunjukkan fakta bahwa herding dalam frekuensimingguan dengan menggunakan ukuran herding yangdikembangkan oleh Lakonishok et al. (1992) dan ukuranherding yang dikembangkan oleh Sias (2004). Penelitianmenyimpulkan bahwa herding dalam jangka waktumingguan mempengaruhi efisiensi harga sekuritassecara signifikan. Penelitian juga menghasilkan faktayang kuat dari pembalikan return dengan adanya herd-ing jangka pendek pada aktivitas penjualan dan faktayang lemah dari return continuations dengan adanayaherding jangka pendek pada aktivitas pembelian.Nofsinger dan Sias (1998) membandingkan polaperdagangan investor institusional dan investor indi-vidual. Penelitian mendokumentasi korelasi positif yangkuat antara perubahan kepemilikan institusional danreturn yang diukur pada periode waktu yang sama.Berdasarkan uraian tersebut, disusun hipotesis berikut:H2: Perilaku herding berpengaruh pada return saham.

Harga saham memberikan ukuran obyektiftentang nilai investasi pada perusahaan. Oleh karenaitu, harga saham memberikan indikasi perubahanharapan sebagai akibat perubahan kinerja keuanganperusahaan. Untuk mengukur kinerja keuanganperusahaan digunakan rasio EPS, ROE, dan PER karenarasio tersebut mempunyai hubungan yang erat dengan

Page 149: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

274

JAM, Vol. 21, No. 3, Desember 2010: 265-284

return saham sehingga banyak digunakan oleh inves-tor dalam keputusan berinvestasi saham. Pada akhirnyavariasi harga saham pada waktu tertentu memberikansebuah indikasi perubahan kinerja keuanganperusahaan. Purnomo (1998), dalam penelitiannyatentang keterkaitan kinerja keuangan dengan hargasaham, memberikan hasil bahwa ROE, EPS, PER, danDPS mempunyai hubungan positif dengan hargasaham, sedangkan DER cenderung tidak dapatdigunakan dalam menentukan proyeksi harga saham.Kusumawardani (2000), dalam penelitiannya tentanghubungan antara kinerja keuangan dengan perubahanharga saham sebelum dan selama krisis moneter,perubahan kinerja keuangan (DER, ROE, EPS, PER, danDPS) secara bersama-sama berpengaruh secarasignifikan terhadap perubahan harga saham. Syamsul(1996) melakukan penelitian untuk mengetahuipengaruh variabel-variabel profit margin, return onasset, return on equity, basic earning ratio, P/E ratiodan market to book ratio terhadap perubahan hargasaham perusahaan go public di BEI selama 1993 dan1994 dengan hasil hanya variabel market to book ra-tio dan return on equity saja yang berpengaruh secarasignifikan terhadap perubahan harga saham. Berdasaruraian tersebut, disusun hipotesis sebagai berikut:H3: Kinerja keuangan perusahaan berpengaruh

terhadap return saham.Perusahaan yang memiliki kinerja keuangan

bagus, umumnya akan diminati oleh banyak investor.Ketertarikan investor pada perusahaan yang memilikikinerja keuangan bagus terlihat pada keputusanmenjual dan membeli saham perusahaan tersebut. Haltersebut akan merangsang investor lain untuk membeliatau menjual saham yang sama dengan saham yangdibeli atau dijual investor sebelumnya. Keputusan jualdan beli secara bersama-sama merupakan indikasiterjadinya perilaku herding (Sias, 2004). Perilaku in-vestor dalam membeli atau menjual saham secarabersama-sama akan mempengaruhi harga sahamperusahaan sehingga return yang diterima investorjuga akan mengalami perubahan. Dengan demikian,terdapat hubungan antara secara tidak langsung antarakinerja keuangan perusahaan dengan return dengandimediasi perilaku herding. Berdasarkan uraiantersebut, disusun hipotesis sebagai berikut:H4: Kinerja keuangan perusahaan berpengaruh

terhadap return saham dengan dimediasi oleh

perilaku herding.Populasi penelitian ini adalah seluruh saham

perusahaan yang terdaftar di Badan Pengawas PasarModal Lembaga Keuangan Indonesia (BAPEPAM-LK).Sampel yang digunakan dalam penelitian dipilih denganmetode purposive sampling. Dengan metode tersebut,sampel dipilih atas dasar kesesuaian karakteristiksampel dengan kriteria pemilihan sampel yangditentukan. Sampel dipilih atas dasar kriteria sebagaiberikut: 1) Saham perusahaan terdaftar di BadanPengawas Pasar Modal Lembaga Keuangan Indone-sia (BAPEPAM-LK); 2) Perusahaan yang digunakansebagai sampel adalah perusahaan yang masih tetapberoperasi dari tahun 2004 hingga 2007; 3) Institusimenerbitkan laporan keuangan kuartalan untuk periodetahun 2004 sampai dengan 2007; dan 4) Perusahaanyang digunakan sebagai sampel memiliki data sahamperusahaan periode tahun 2004 sampai dengan 2007.Jenis data yang digunakan dalam penelitian inimerupakan data sekunder.

Data sekunder dalam penelitian berasal dari duasumber, yaitu data kepemilikan ekuitas yang berasaldari transaksi perdagangan saham yang diperoleh daripusat informasi saham Badan Pengawas Pasar ModalLembaga Keuangan Indonesia (BAPEPAM-LK), Indo-nesia Capital Market Directory (ICMD), dan datamengenai ukuran saham/perusahaan diperoleh dariJakarta Stock Exchange. Peneliti menggunakan datareturn harian dan laporan keuangan perusahaan daritahun 2004 hingga 2007, data laporan keuangan, datarasio keuangan ROE, EPS, dan PER emiten.

Untuk setiap saham dan kuartal, investordidefinisikan sebagai buyer jika kepemilikan sahamnyabertambah dan jika kepemilikan sahamnya mengalamipenurunan maka didefinisikan sebagai seller, misalnyainvestor yang semula memegang kepemilikan sahamPT A sebesar 1% berubah menjadi 2% pada kuartalberikutnya maka akan didefinisikan sebagai buyer.Dalam penelitian ini, investor yang dikategorikanmenjadi leader (perusahaan yang akan diikuti oleh in-vestor lainnya) adalah institusi yang memilikikepemilikan saham paling besar, misalnya pada kuartalpertama tahun 2004, saham Bank MEGA dimiliki olehPT Para Global Investindo sebesar 64,52%, sedangkaninvestor yang dikategorikan sebagai follower adalahinvestor publik yang terdiri dari berbagai investorindividu dan institusional.

Page 150: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

275

PENGARUH KINERJA KEUANGAN PERUSAHAAN TERHADAP RETURN SAHAM............... (Muflikhun Annas)

Prosedur pengujian pengaruh kinerja keuanganperusahaan terhadap herding dilakukan sebagaiberikut, yaitu setelah laporan keuangan perusahaanterkumpul maka dihitung kinerja keuangan perusahaandengan menggunakan rasio EPS, ROE, dan PER.Sebelum dilakukan regresi, variabel kinerja perusahaanakan dikurangi agar variabel-variabel yang berkorelasidapat diringkas menjadi komponen yang lebih sedikitdengan menggunakan analisis faktor. Dalam suatupenelitian mungkin terdapat banyak variabel yangsaling berkorelasi sehingga memungkinkanpengurangan jumlah variabel penelitian. Hubungan diantara banyak variabel yang saling berkorelasi dapatdiuji dan disajikan dalam sejumlah faktor yangmendasari korelasi tersebut. Analisis faktor merupakansuatu teknik interdependensi sehingga tidak adavariabel independen maupun variabel dependen dalamanalisis. Oleh karena itu, analisis faktor menguji semuahubungan interdependensi yang ada dalam seluruhvariabel yang diteliti. Rasio ROE, PER, dan EPS yangtelah diubah menjadi komponen faktor tersebutkemudian akan diregresikan dengan perilaku herdingdengan persamaan berikut: herding= β0 + β1 kinerjakeuangan perusahaan + ε

Apabila hasil regresi menunjukkan tingkatsignifikansi α<0,05 atau α<0,10 maka variabelindependen (X) yang terdiri atas EPS, ROE, dan PER(kinerja perusahaan) memiliki pengaruh terhadapperilaku herding.

Prosedur pengujian pengaruh perilakuherding terhadap return saham dilakukan sebagaiberikut, setelah herding dihitung pada pengujiantersebut, maka diuji apakah keputusan jual beli sahaminvestor follower yang melakukan herding terhadapkeputusan jual beli saham investor leader berpengaruhterhadap return saham. Return dihitung secara hariankemudian dirata-rata setiap tahun. Persamaan regresidisusun sebagai berikut: Return Saham= μ0 +μ1herding + ε

Apabila hasil regresi menunjukkan tingkatsignifikansi α<0,05 atau α<0,10 maka perilaku herdinginvestor follower berpengaruh terhadap return saham.Prosedur pengujian pengaruh kinerja keuanganperusahaan terhadap return saham dilakukan sebagaiberikut, kinerja perusahaan telah diubah menjadikomponen faktor. Pengaruh kinerja keuangan terhadapreturn saham disusun dalam persamaan regresi sebagai

berikut: Return Saham= μ+μ kinerja perusahaan + μApabila hasil regresi menunjukkan tingkat signifikansiá<0,05 atau á<0,10 maka kinerja perusahaanberpengaruh terhadap return saham.

Prosedur pengujian pengaruh kinerja keuanganperusahaan terhadap perilaku herding dengankepemilikan saham sebagai variabel mediasi dilakukansebagai berikut, pengaruh kinerja keuanganperusahaan terhadap return saham dengan perilakuherding sebagai variabel mediasi diuji denganpersamaan regresi sebagai berikut: Return Saham= y+ y1*kinerja keuangan +y2*perilaku herding + εApabila kinerja keuangan berpengaruh terhadapperilaku herding yang dilakukan investor dan perilakuherding yang dilakukan investor berpengaruh terhadapreturn saham, maka artinya kinerja keuanganperusahaan berpengaruh terhadap return sahamdengan perilaku herding sebagai variabel mediasi.Apabila hasil regresi menunjukkan tingkat signifikansiα<0,05 atau α<0,10 maka variabel perilaku herding dapatmenjadi mediasi hubungan antara variabel kinerjakeuangan dan return saham.

Statistik deskriptif dilakukan dengan tujuanuntuk mengenali pola sejumlah data, merangkuminformasi dalam data tersebut, dan menyajikan informasitersebut dalam bentuk yang diinginkan seperti seperti:rata-rata, standar deviasi, maksimum, dan minimum.Semakin besar standar deviasi dan varians berartimenunjukkan data semakin bervariasi. Pengujianhipotesis dalam penelitian ini menggunakan metoderegresi berganda karena dimaksudkan untuk mengujikekuatan hubungan antara variabel independen danvariabel dependennya. Variabel yang digunakan dalampenelitian ini terdiri dari tiga variabel, yaitu variabelreturn sebagai variabel dependen, variabel kinerjakeuangan perusahaan sebagai variabel independen,serta variabel herding sebagai variabel mediasi. Olehkarena dalam penelitian ini terdapat tiga variabel yangterpisah, maka dilakukan lima pengujian yang terpisah,yaitu 1) Penelitian untuk menguji keberadaan perilakuherding antara variabel independen keputusan jual belisaham investor leader terhadap variabel dependenkeputusan jual beli saham investor follower; 2)Penelitian untuk menguji kekuatan hubungan antaravariabel independen kinerja keuangan perusahaanterhadap variabel dependen return saham; 3) Penelitianuntuk menguji kekuatan hubungan antara variabel

Page 151: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

276

JAM, Vol. 21, No. 3, Desember 2010: 265-284

independen perilaku herding terhadap variabeldependen return saham; 4) Penelitian untuk mengujikekuatan hubungan antara variabel independen kinerjakeuangan perusahaan terhadap variabel dependenperilaku herding; dan 5) Penelitian untuk mengujikekuatan hubungan antara variabel independen kinerjakeuangan perusahaan dan perilaku herding terhadapreturn saham. Untuk mengetahui kelayakan data,maka sebelum digunakan dalam regresi bergandadilakukan terlebih dahulu pengujian asumsi klasik,meliputi asumsi heteroskedastisitas, autokorelasi,multikolinearitas, dan normalitas.

HASIL PENELITIAN

Penelitian ini didasarkan pada data yang tersedia diBEI periode 2004, 2005, 2006, dan 2007. Berdasarkanpemilihan sampel yang dilakukan dengan purposive

sampling, diperoleh sampel sebanyak 55 perusahaandari berbagai jenis bidang usaha yang akan dimasukkandalam analisis. Di antara 55 sampel tersebut, terdapat31 perusahaan yang tidak memenuhi kriteria. Hal inidisebabkan karena laporan keuangan kuartalan tidaklengkap, tidak terdapat data return, atau data kinerjakeuangan tidak terdapat di Indonesia Capital MarketIndex. Tiga puluh satu perusahaan ini kemudiandikeluarkan dari analisis sehingga jumlah sampel yangdianalisis menjadi 24 perusahaan. Data akhir yangdiperoleh merupakan data awal yang dikurangi dengandata yang tidak lengkap dan outliers. Setelahmengurangi data yang tidak lengkap dan outliers, makadiperoleh data akhir masing-masing sebanyak 20perusahaan untuk menguji hipotesis. Setiap perusahaanterdiri dari empat observasi, yaitu data perusahaantahun 2004-2007 sehingga sampel yang digunakanberjumlah 80 unit.

Keterangan Jumlah Perusahaan Perusahaan yang menerbitkan laporan keuangan Triwulanan di BEI 90 Perusahaan yang menerbitkan laporan keuangan triwulanan dari tahun 2004-2007 55 Perusahaan yang menerbitkan laporan keuangan dari tahun 24 2004-2007, tersedia data return perusahaan, dan data ROE, PER, dan EPS tahun 2004-2007 Sampel yang telah dikurangi outlier 20

Tabel 1Data Perolehan Sampel

Sumber: Hasil penelitian.

Tabel 2Hasil Pengujian Hipotesis Pertama

Coefficientsa

Unstandardized Standardized

Coefficients Coefficients

Model B Std. Error Beta t Sig.

1 (Constant) .055 .137 .403 .688

Kinerja .192 .108 .198

.079

1.779

a. Dependent Variable: HerdSumber: Hasil penelitian, data diolah.

Page 152: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

277

PENGARUH KINERJA KEUANGAN PERUSAHAAN TERHADAP RETURN SAHAM............... (Muflikhun Annas)

Pengujian hipotesis pertama (Tabel 2) dilakukandengan meregresikan variabel dependen, yaituherding dengan kinerja keuangan perusahaan sebagaivariabel independen. Hasil uji t hipotesis pertamamenunjukkan variabel kinerja keuangan perusahaanmempunyai nilai t-hitung yang tingkat signifikansinyakurang dari 0,10. Nilai t hitung kinerja keuanganperusahaan adalah 1,779 lebih besar dari t tabel sebesar1,69 pada alpha 10%, menunjukkan bahwa kinerjakeuangan berpengaruh positif terhadap perilaku herd-ing investor dengan tingkat signifikansi kurang dari0,10.

Pengujian hipotesis kedua (Tabel 3) dilakukandengan meregresikan variabel dependen, yaitu returnsaham dengan variabel independen perilaku herding.Variabel herding mempunyai nilai t-hitung yang tingkatsignifikansinya kurang dari 0,10. Nilai t hitung herding

adalah 1,778 lebih besar dari t tabel sebesar 1,69 padaalpha 10%, menunjukkan bahwa herding yangdilakukan investor follower berpengaruh positif padareturn saham dengan tingkat signifikansi kurang dari0,10.

Pengujian hipotesis ketiga (Tabel 4) dilakukandengan meregresikan variabel dependen, yaitu returnsaham dengan variabel independen kinerja keuanganperusahaan. Variabel kinerja keuangan perusahaanmempunyai nilai t-hitung yang tingkat signifikansinyasama dengan 0,05. Untuk nilai t hitung kinerja keuanganperusahaan adalah 1,995 lebih besar dari t tabel sebesar1,960 pada alpha 5%, menunjukkan bahwa kinerjakeuangan perusahaan berpengaruh positif pada returnsaham perusahaan tersebut.

Tabel 4Hasil Pengujian Hipotesis Ketiga

Coefficientsa

Tabel 3Hasil Pengujian Hipotesis Kedua

Unstandardized Standardized

Coefficients Coefficients

Model

t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) .002261 .000196 11.509 .000

Herd .000323 .000181 .198425 1.788 .078

a. Dependent Variable: ReturnSumber: Hasil penelitian, data diolah.

a. Dependent Variable: ReturnSumber: Hasil penelitian, data diolah.

Unstandardized Standardized

Coefficients Coefficients

Model

t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant)

.000

.0023 .000198 11.677

Kinerja .000486 .000244 .220 1.995 .050

Page 153: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

278

JAM, Vol. 21, No. 3, Desember 2010: 265-284

Uji F (Tabel 5) dilakukan untuk mengetahuiapakah variabel independen dalam modelmempengaruhi secara bersama-sama terhadap variabeldependen. Pengujian hipotesis keempat dilakukandengan meregresikan variabel dependen, yaitu returndengan kinerja keuangan perusahaan dan perilakuherding sebagai variabel independen. Variebel kinerjakeuangan perusahaan dan perilaku herding mempunyainilai F-hitung yang tingkat signifikansinya kurang dari0,05. Nilai F hitung kinerja keuangan perusahaan adalah4,671 lebih besar dari F tabel sebesar 1,96 pada alpha5%, menunjukkan bahwa kinerja keuangan dan perilakuherding berpengaruh positif terhadap perilaku returnsaham dengan tingkat signifikansi kurang dari 0,05. Hasiluji asumsi klasik secara keseluruhan ditunjukkanpada Tabel 6. Berdasarkan Tabel 6 dapat disimpulkanbahwa Uji Asumsi Multikolinearitas,Heteroskedastisitas, dan Autokorelasi dari seluruhhipotesis memenuhi persyaratan Uji Asumsi Klasik,sedangkan pada Uji Asumsi Normalitas hanya sebagiansaja yang memenuhi persyaratan Uji Asumsi Klasik.Ketidaknormalan data yang terjadi pada pengujianhipotesis empat yang mungkin disebabkan karenavariabel yang dibandingkan mempunyai ukuran yangberbeda.

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil analisis regresi (Tabel 2), diperolehpersamaan regresi untuk penelitian ini sebagai berikut:Herd = 0,055 + 0,192 Kinerja + å. Koefisien regresi kinerjamenunjukkan nilai sebesar 0.192. Tanda koefisienregresi ini adalah positif. Ini mengindikasikan bahwakinerja keuangan perusahaan yang tinggi akan diresponinvestor follower dengan melakukan herding investasisaham pada perusahaan tersebut. Pada umumnya in-vestor akan memilih saham perusahaan yang memilikikinerja keuangan yang bagus dalam keputusaninvestasinya (Pratomo dan Nugraha, 2001) agarterhindar dari risiko rugi. Hasil hipotesis ini mendukungpenelitian Xi Li (2002), yang menemukan bahwa analis(investor) yang mempunyai reputasi bagus lebihkonservatif dalam memilih rekomendasi dalamportofolionya berdasarkan kinerja dan tidakmenyimpang dari rekomendasi portofolio analis (inves-tor) lain yang sejenis. Dalam hal ini, investor akanmelakukan herding berdasarkan pertimbangan inves-tor lain yang sejenis dengan melihat aspek kinerjakeuangan perusahaan.

Berdasarkan hasil analisis regresi (Tabel 3),diperoleh persamaan regresi untuk penelitian ini

Tabel 5Hasil Pengujian Hipotesis Keempat

a. Dependent Variable: ReturnSumber: Hasil penelitian, data diolah.

Coefficientsa

Unstandardized Standardized

Coefficients Coefficients

Std.

Model B Error Beta F Sig.

1 (Constant) 0.00232 0.000195 11.89817 4.02E-19

Herd 0.00032 0.000178 0.196 1.80197 0.075463

Kinerja 0.000482 0.000241 0.218 2.005165 0.04846

Page 154: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

279

PENGARUH KINERJA KEUANGAN PERUSAHAAN TERHADAP RETURN SAHAM............... (Muflikhun Annas)

sebagai berikut: Return Saham = 0,002261 + 0,000323herding + å. Koefisien regresi herding menunjukkannilai sebesar 0,000323. Tanda koefisien regresi ini adalahpositif. Ini mengindikasikan investor follower yangmelakukan herding aksi menjual saham dapatmenyebabkan return mengalami penurunan.Sebaliknya, apabila investor follower yang melakukanherding aksi membeli saham dapat menyebabkan re-turn mengalami kenaikan. Hasil pada pengujianhipotesis 2 mendukung penelitian yang dilakukan olehNofsinger dan Sias (1998) serta Puckett dan Yan (2007).Nofsinger dan Sias (1998) membandingkan polaperdagangan investor institusional dan investor indi-vidual. Penelitian ini medokumentasi korelasi positifyang kuat antara perubahan kepemilikan institusionaldan return yang diukur pada periode waktu yang sama.Puckett dan Yan (2007) yang melakukan penelitiandengan menggunakan perdagangan dari 776 investorinstitusional dari tahun 1999 sampai tahun 2004.

Penelitiannya menjelaskan keberadaan herdinginstitusional jangka pendek dan pengaruh herdingtersebut tehadap harga saham. Hasil penelitian tersebutmenemukan fakta herding dalam frekuensi mingguandengan menggunakan ukuran herding yangdikembangkan oleh Lakonishok et al. (1992) dan ukuranherding yang dikembangkan oleh Sias (2004). Penelitianmenyimpulkan bahwa herding dalam jangka waktumingguan mempengaruhi efisiensi harga sekuritassecara signifikan. Penelitian ini juga menghasilkan faktayang kuat dari pembalikan return (return reversals)dengan adanya herding jangka pendek pada aktivitaspenjualan, dan fakta yang lemah dari return continua-tions dengan adanaya herding jangka pendek padaaktivitas pembelian.

Berdasarkan hasil analisis regresi (Tabel 4),diperoleh persamaan regresi penelitian ini sebagaiberikut: Return Saham = 0,0023 + 0,000486 kinerjaperusahaan + å. Koefisien regresi kinerja menunjukkannilai sebesar 0,000486. Tanda koefisien regresi ini adalahpositif. Ini berarti jika kinerja keuangan perusahaanmengalami peningkatan maka harga saham perusahaantersebut juga mengalami kenaikan sehingga returnyang diterima investor juga mengalami kenaikan.Sebaliknya, jika kinerja keuangan perusahaanmengalami penurunan maka harga saham perusahaanjuga akan mengalami penurunan sehingga return yangditerima investor juga mengalami penurunan. Dengandemikian, hipotesis kedua yang menguji tentangpengaruh kinerja keuangan perusahaan terhadap re-turn saham perusahaan terbukti.

Hasil pada pengujian hipotesis 3 mendukungpenelitian yang dilakukan oleh Purnomo (1998), dalampenelitiannya tentang keterkaitan kinerja keuangandengan harga saham. Hasilnya adalah ROE, EPS, PER,dan DPS mempunyai hubungan positif dengan hargasaham, sedangkan DER cenderung tidak dapatdigunakan dalam menentukan proyeksi harga saham.Kusumawardani (2000), dalam penelitiannya tentanghubungan antara kinerja keuangan dengan perubahanharga saham sebelum dan selama krisis moneter.Perubahan kinerja keuangan (ROE, EPS, PER, DER, danDPS) secara bersama-sama berpengaruh secarasignifikan terhadap perubahan harga saham. Syamsul(1996) juga melakukan penelitian untuk mengetahuipengaruh variabel-variabel profit margin, return onasset, return on equity, basic earning ratio, P/E ratiodan market to book ratio terhadap perubahan hargasaham perusahaan go public di BEI selama 1993 dan1994. Hasilnya menunjukkan bahwa hanya variabel

Tabel 6Rangkuman Uji Asumsi Klasik

Sumber: Hasil penelitian, data diolah.

Uji Asumsi Klasik Indikator RAW1 RAW2 Kinerja Return Herd Return Kinerja Herd Multikolinearitas VIF 1,000 1,000 1,000 1,000 Heteroskedastisitas White 0,873 0,143 0,295 0,66 Autokorelasi D-W 1,994 1,500 1,500 1,500 Normalitas K-S 0,13 0,10 0,215 0,000

Page 155: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

280

JAM, Vol. 21, No. 3, Desember 2010: 265-284

market to book ratio saja yang berpengaruh secarasignifikan terhadap perubahan harga saham.

Berdasarkan Tabel 5, tampak koefisien regresiherding sebesar 0,000323 dan koefisien regresi kinerjamenunjukkan nilai sebesar 0,000482. Tanda koefisienregresi ini adalah positif. Ini mengindikasikan bahwakinerja dan herding berpengaruh positif terhadap re-turn saham. Sesuai dengan hipotesis keempat, jikakinerja keuangan perusahaan baik maka investor akantertarik untuk berinvestasi pada perusahaan tersebut.Hal tersebut mendorong investor-investor lain untukberinvestasi pada saham yang sama. Perilaku investordalam membeli atau menjual saham secara bersama-

sama akan mempengaruhi harga saham perusahaansehingga harga saham mengalami kenaikan dan returnyang diterima investor juga akan mengalami perubahan.Dengan demikian, variabel herding mampu menjadivariabel mediasi hubungan antara kinerja perusahaandan return saham. Berdasarkan hasil analisis regresitersebut, maka diperoleh persamaan regresi untikpenelitian ini sebagai berikut: Return = 0,00232 +0,000482 kinerja + 0,00032 herd + å

Setelah membahas hasil pengujian hipotesis,berikut (Tabel 7) disajikan hasil regresi antarvariabelyang telah digabungkan ke dalam model penelitian.

Tabel 7Rangkuman Hasil Penelitian

Hipotesis Alat Uji Hasil Analisis Data Simpulan H1: Regresi Nilai t hitung kinerja H1 diterima. Kinerja Kinerja keuangan keuangan perusahaan Keuangan perusahaan perusahaan adalah 1,779 lebih besar berpengaruh positif berpengaruh pada dari t tabel sebesar 1,69 terhadap perilaku herding perilaku herding. pada alpha 10% dan investor.

memiliki signifikansi 0,079

H2: Regresi Nilai t hitung herding H2 diterima. Herding yang Perilaku herding adalah 1,778 lebih besar dilakukan investor follower berpengaruh pada dari t tabel sebesar 1,69 berpengaruh positif pada return saham. pada alpha 10% dan return saham.

memiliki signifikansi 0,078

H3: Regresi Nilai t hitung kinerja H3 diterima. Kinerja Kinerja keuangan keuangan perusahaan Keuangan perusahaan perusahaan adalah 1,995 lebih besar berpengaruh positif pada berpengaruh terhadap dari t tabel sebesar 1,96 return saham perusahaan return saham. pada alpha 5% dan tersebut.

Memiliki signifikansi 0,050

H4: Regresi Nilai F hitung kinerja H4 diterima. Kinerja Kinerja keuangan keuangan perusahaan Keuangan dan perilaku perusahaan adalah 4,671 dan herding berpengaruh berpengaruh terhadap signifikan pada 0,30 positif terhadap perilaku return saham dengan return saham sehingga dimediasi oleh perilaku herding dapat Perilaku herding. Dijadikan sebagai variabel

mediasi.

Page 156: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

281

PENGARUH KINERJA KEUANGAN PERUSAHAAN TERHADAP RETURN SAHAM............... (Muflikhun Annas)

SIMPULAN, IMPLIKASI, KETERBATASANPENELTIAN, DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telahdilakukan sebelumnya, maka ada beberapa simpulanyang dapat ditarik, yaitu: 1) Hasil analisis regresimenunjukkan bahwa kinerja keuangan perusahaanberpengaruh positif pada perilaku herding inves-tor. Hal tersebut ditunjukkan dengan koefisienregresi kinerja yang positif signifikan. Hasilini mengindikasikan bahwa investor cenderungmelakukan herding posisi beli pada perusahaan yangmempunyai kinerja keuangan baik. Penelitian iniberhasil membuktikan hipotesis keempat bahwa kinerjakeuangan perusahaan berpengaruh pada perilaku herd-ing investor; 2) Hasil analisis regresi yang mengujipengaruh perilaku herding terhadap return sahammenunjukkan koefisien regresi yang positifsignifikan. Hasil ini mengindikasikan semakinbanyak investor melakukan herding, maka akanmengakibatkan return saham mengalami kenaikan ataupenurunan, tergantung pada herding pada posisi beliatau posisi jual. Penelitian ini berhasil membuktikanhipotesis ketiga bahwa perilaku herding investorberpengaruh terhadap return saham; 3) Hasil analisisregresi yang menguji pengaruh kinerja keuanganperusahaan terhadap return menunjukkan koefisienregresi yang positif signifikan. Hasil inimengindikasikan semakin baik kinerja keuanganperusahaan maka return perusahaan tersebut jugamengalami kenaikan. Penelitian ini berhasilmembuktikan hipotesis kedua bahwa kinerja keuanganperusahaan berpengaruh terhadap return saham; dan4) Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa kinerjakeuangan perusahaan dan perilaku herdingberpengaruh positif terhadap return saham. Haltersebut ditunjukkan dengan koefisien regresi yangpositif signifikan. Hal ini menandakan jika kinerjakeuangan perusahaan baik maka investor akan tertarikuntuk berinvestasi pada perusahaan tersebut. Haltersebut mendorong investor-investor lain untukberinvestasi pada saham yang sama. Perilaku investordalam membeli atau menjual saham secara bersama-sama akan mempengaruhi harga saham perusahaansehingga harga saham mengalami kenaikan dan return

yang diterima investor juga akan mengalami perubahan.

Implikasi Hasil Penelitian

Implikasi hasil penelitian ini memberikan kontribusiyang penting bagi perusahaan dan investor. Adanyaperilaku herding yang dilakukan manajer-manajer diIndonesia maupun di negara lain memerlukanpertimbangan dan kecermatan investor danperusahaan. Akan tetapi dalam praktiknya, polapengambilan keputusan dipengaruhi oleh aspekpsikologi para pengambil keputusan, yang dapatmembentuk perilaku tertentu. Perilaku yang ditimbulkandapat positif dan negatif.

Perilaku positif terjadi apabila dalam mengambilkeputusan, investor benar-benar berperan sebagai in-formations filter (investor benar-benar bersikaprasional), sehingga dalam mengambil keputusan untukbersaing dengan perusahaan lain, sebaiknya tidakhanya mempertimbangkan keputusan investasi yangdilakukan oleh investor lain melainkan harus adapertimbangan rasional dalam melakukan herding.Pertimbangan rasional tersebut adalah dengan melihatkinerja keuangan perusahaan dan return perusahaantahun-tahun sebelumnya. Nilai saham mencerminkannilai perusahaan. Perusahaan yang berkembang berartisahamnya bernilai tinggi dan sebaliknya. Dua haltersebut dapat menjadi input bagi investor baikinstitusional maupun individu untuk pengambilankeputusan investasi, sedangkan perilaku negatif dapatterjadi apabila informasi yang didapat investor tersebutdiabaikan, sehingga keputusan investasi yang diambiltidak memilki dasar yang kuat dan hanya sekedar menirukeputusan investor lain. Oleh karena itu, investor perlumempertimbangkan keputusananya untuk berinvestasidalam suatu perusahaan agar mengurangi risiko danketidakpastian. Investor perlu mengetahui perilakumanajer dan kinerja perusahaan karena saat kondisiburuk manajer ingin terlihat bahwa kinerjanya bagus.

Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini masih memiliki keterbatasan yangkemungkinan dapat mempengaruhi hasil penelitian.Oleh karena itu, masih perlu dikembangkan lagi padapenelitian berikutnya. Adapun keterbatasan penelitianini adalah 1) Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui

Page 157: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

282

JAM, Vol. 21, No. 3, Desember 2010: 265-284

apakah terdapat perilaku herding pada investasi sahamdi Indonesia pada saat mengambil keputusan investasi.Perilaku tersebut ditunjukkan dengan adanya nilaiherding yang dihasilkan dari ukuran yang digunakandalam penelitian ini, yaitu ukuran herding yangdikembangkan oleh Sias (2004); 2) Pengukuran kinerjakeuangan perusahaan menggunakan tiga ukuran sajayaitu ROE, PER, dan EPS; 3) Investor institusional yangberinvestasi pada saham yang listing di BEI biasanyakurang dari lima investor institusional sehinggapengujian perilaku herding investor menjadi sangatterbatas; 4) Sampel yang digunakan sangat terbataskarena mendasarkan pada perusahaan yangmengeluarkan laporan triwulanan, sedangkanperusahaan yang mengeluarkan laporan triwulanan diBEI hanya 90 perusahaan dan hanya 20 perusahaandengan empat observasi yang memenuhi kriteriapengambilan sampel.

Saran

Terdapat beberapa saran penelitian bagi penelitianselanjutnya. Hal-hal yang dapat dikembangkan dandiperbaiki dari penelitian ini adalah 1) Penelitian herd-ing pada saham masih sangat jarang dengan sedikitnyatemuan-temuan empiris tentang perilaku herding, makareplikasi penelitian ini dengan inovasi-inovasipenelitiannya sangat penting untuk dilakukan, terutamauntuk mendapatkan kepastian tentang perilaku herd-ing berdasarkan reputasi; 2) Pengujian perilaku herd-ing dilakukan dengan menambahkan ukuran lain,misalnya ukuran herding lain seperti Lakonishok,Shleifer, dan Vishny (1992), sehingga kedua ukuranherding tersebut (LSV, 1992 dan Sias, 2004) dapatdibandingkan; 3) Penelitian selanjutnya sebaiknyamenambah jumlah sampel dengan memasukkanperusahaan lain dari berbagai jenis industri denganmenggunakan sumber lain yang lebih lengkap; 4)Variabel kinerja keuangan perusahaan yang digunakandapat ditambah dengan rasio-rasio lain (selain ROE,PER, dan EPS) sehingga dapat lebih mewakili kinerjakeuangan itu sendiri.

DAFTAR PUSTAKA

Algifari. 2007. Analisis Statistik untuk Bisnis. BPFE.Yoogyakarta.

Amilia dan Kristijadi. 2003. “Peran Rasio KeuanganDalam Memprediksi Kondisi Distress” JurnalEkonomi dan Bisnis Indonesia. Vol. 19, No.4:323-340.

Banerjee, A. 1992. “A Simple Model of Herd Behavior.”Quarterly Journal of Economics. 107: 797-817.

Blake, Christopher R; dan Morey, Matthew R 2000.“Morningstar Ratings and Mutual Fund Per-formance.” The Journal of Financial and Quan-titative Analysis, Vol. 35, No. 3.

Brown, Stephen J; dan Goetzmann, William N. 1995.“Performance Persistence.” The Journal of Fi-nance, Vol. 50, No. 2.

Brown, Nerissa C.; Kelsey D; Wei; dan Wermers, Russ.2007. “Analyst Recommendations, MutualFund Herding, and Overreaction in StockPrices.” Published working paper. Universityof Maryland.

Carhart, Mark M. 1997. “On Persistence in Mutual FundPerformance.” The Journal of Finance, Vol. 52,No. 1.

Choi, Nichole; Sias, Richard W. 2008. “InstitutionalIndustry Herding.” The Review of FinancialStudies. Vol.17: 165-206.

Daniel, Kent; Grinblatt, Mark; Titman, Sheridan; danWermers, Russ. 1997. “Measuring Mutual FundPerformance with Characteristic-based Bench-marks.” Journal of Finance. Vol. 52: 1035–1058.

Elton, Edwin J; Gruber, Martin J; Blake, Christoper.1995. “The Persistence of Risk-adjusted Mu-tual Fund Performance.” Working Paper Series.New York University.

Page 158: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

283

PENGARUH KINERJA KEUANGAN PERUSAHAAN TERHADAP RETURN SAHAM............... (Muflikhun Annas)

Graham, John R. 1999. “Herding Among InvestmentNewsletters: Theory and Evidence.” Journalof Finance. Forthcoming.

Grinblatt, Mark; dan Titman, Sheridan. 1988.“Mutual Fund Performance: An Analysis ofMonthly Returns.” Published working paper.University of California, Los Angeles.

Grinblatt, Mark; dan Titman, Sheridan. 1989. “Mu-tual Fund Performance: An Analysis of Quar-terly Portfolio Holdings.” Journal of Business.Vol. 62: 394–415.

Grinblatt, Mark; dan Titman, Sheridan. 1992. “The Per-sistence of Mutual Fund Performance.” TheJournal of Finance, Vol. 47, No. 5.

Grinblatt, Mark; Titman, Sheridan; dan Wermers, Russ.1995. “Momentum Investment Strategies, Port-folio Performance, and Herding: A Study ofMutual Fund Behavior.” American EconomicReview. Vol. 85: 1088–1105.

Hanafi, Mamduh, M. 2003. “Herding Between Institu-tional and Individual Investor: The JapaneseeCase.” Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia.Vol. 18, No.4: 323-340.

Jagric et al. 2007. “Risk Adjusted Performance ofMutual Funds: Some Test.” South-EasternEurope Journal of Economics 2: 233-244.

Klemkosky, Robert C. 1977. “ The Impact and Efficiencyof Institutional Net Trading Imbalances.” Jour-nal of Finance. Vol 32, 79–86.

Kothari, S. P; dan Warner, Jerold B. 2001. “EvaluatingMutual Fund Performance.” The Journal of Fi-nance, Vol. 56, No. 5

Kraus, Alan; dan Stoll, Hans R. 1972. “Parallel Tradingby Institutional Investors.” Journal of Finan-cial dan Quantitative Analysis. Vol. 7: 2107–2138.

Kusumawardhani, A. 2000. “Hubungan KinerjaKeuangan dengan Perubahan Harga SahamSebelum dan Selama Krisis Moneter”. JurnalEkonomi dan Bisnis.

Lakonishok, Josef; Shleifer, Andrei; Thaler, Rich-ard; dan Vishny, Robert W. 1991. “WindowDressing by Pension Fund Managers.” Ameri-can Economic Review. 81: 227–231.

Lakonishok, Josef; Shleifer, Andrei; dan Vishny, Rob-ert W. 1992. “The Impact of Institutional Trad-ing on Stock Prices.” Journal of Financial Eco-nomics. 32: 23–44.

Li, Xi. 2002. “Performance, Herding, and Career Con-cerns of Individual Financial Analysts”. Jour-nal of Financial Economics.

Machfoedz, Mas’ud. 1994. Financial Ratio Analy-sis and The Prediction of Earning Changesin Indonesia. Kelola No. 7.

Nimas et al. 1998. “Pengaruh Kinerja Perusahaanterhadap Harga Saham pada Perusahaan GoPublic di BEJ”. Jurnal Ekonomi Keuangan.

Nofsinger, John R. dan Sias Richard W. 1998. “Herd-ing and Feedback Trading by Institutional andIndividual Investors.” Published working pa-per. Washington State University.

Oehler, A., Chao dan George G.C. 2000. “Institu-tional Herding in Bond Markets.” Pub-lished working paper. www.ssrn.com

Puckett, A. dan Yan, X.S. 2007. “The Impact ofShort-term Institutional Herding.” Publishedworking paper. www.ssrn.com.

Purnomo, Y. 1998. “Keterkaitan Kinerja Keuangandengan Harga Saham (Studi Kasus 5 RasioKeuangan 30 Emiten di BEJ (1992-1996).Manajemen Usahawan Indonesia. No. 12: 33-38.

Page 159: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

284

JAM, Vol. 21, No. 3, Desember 2010: 265-284

Rudiningtyas, Dyah, A. 2003. “Perilaku HerdingPada Keputusan Struktur Modal Perusahaan.”Jurnal Ilmiah Bidang Manajemen danAkuntansi. Vol.2, No.1.

Scharfstein, David S. dan Jeremy C. Stein. 1990. “HerdBehavior and Investment.” American EconomicReview. 80: 465–479.

Sias, Richard, W. 2004. “Institutional Herding.” TheReview of Financial Studies. 17: 165-206.

Trueman, Brett. 1994.. “Analyst Forecasts and Herd-ing Behavior.” The Review of Financial Stud-ies. 7: 97–124.

Wermers, Russ. 1999. “Mutual Fund Herding andthe Impact on Stock Prices.” Journal of Fi-nance. 54: 581-622.

Page 160: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

285

UTANG DAN DIVERGENSI HAK KONTROL DARI.................... (Baldric Siregar)Vol. 21, No. 3, Desember 2010Hal. 285-295

ABSTRACT

This paper examines the leverage of firms with agencyproblems associated with the divergence in the con-trolling shareholders’ control and cash-flow rights. Pre-vious studies suggest that, when control rights sepa-rated from cash flow rights, debt can serve as a mecha-nism allowing controlling shareholders to exploit mi-nority shareholders. Based on the collected sample oflisted firms traded in the Indonesia Stock Exchanges,the paper examines the issue. In this study, be foundthat firms with higher divergence in control and cash-flow rights use significantly more debt financing. More-over, controlling shareholders who have the divergenceand participate in management as well tend to use moreleverage to expropriate other shareholders.

Keywords: expropriation, leverage, controlling share-holder, ultimate ownership, immediate ownership, cashflow rights, control rights, cash flow right leverage

PENDAHULUAN

Teori keagenan awal, misalnya yang dikembangkanoleh Berle dan Means (1932), mendasarkan pada asumsibahwa kepemilikan perusahaan publik tersebar. Padaperusahaan dengan kepemilikan tersebar, kontrolberada di tangan manajer. Pemegang saham, secara in-dividual, tidak mampu secara efektif mengendalikanmanajer. Masalah keagenan dalam kondisi kepemilikan

UTANG DAN DIVERGENSIHAK KONTROL DARI HAK ALIRAN KAS

Baldric SiregarSekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN Yogyakarta

Jalan Seturan Yogyakarta 55281Telepon +62 274 486160, 486321, Fax. +62 274 486155

E-mail: [email protected]

Tahun 1990

ISSN: 0853-1259

J U R N A LAKUNTANSI & MANAJEMEN

tersebar ini adalah konflik antara pemegang sahamdengan manajer (Jensen dan Meckling, 1976). Akantetapi, fenomena kepemilikan tersebar tidak terdapat disemua negara. Di hampir semua negara di duniaterdapat fenomena kepemilikan terkonsentrasi di tanganpemegang saham pengendali (La Porta et al., 1999;Claessens et al., 2000a; Faccio dan Lang, 2002. Lebihlanjut lagi, konsentrasi kepemilikan ini tidak dilakukanmelalui kepemilikan langsung melainkan melaluikepemilikan piramida. Kepemilikan pramida adalahkepemilikan terhadap suatu perusahaan melaluiperusahaan lain. Dalam kepemilikan piramida terdapatlapisan-lapisan kepemilikan sehingga sulitmengidentifikasi siapa sesungguhnya pemilik palingakhir sebuah perusahaan.

Pada perusahaan dengan kepemilikanterkonsentrasi, apalagi konsentrasi kepemilikan yangdilakukan secara tidak langsung, terdapat pemegangsaham besar yang mampu mengendalikan perusahaan.Pemegang saham besar ini disebut pemegang sahampengendali karena mampu mengendalikan kebijakanpokok dan aktivitas operasi perusahaan. Bahkanmanajer perusahaan merupakan bagian dari pemegangsaham pengendali itu sendiri. Pemegang sahampengendali dapat mengendalikan sumber dayaperusahaan untuk kepentingan pribadi danmengorbankan kepentingan pemegang saham non-pengendali. Oleha karena itu, konflik keagenan pokokdalam kepemilikan terkonsentrasi adalah konflik antarapemegang saham pengendali dengan pemegang sahamnon-pengendali. Konflik ini muncul karena adanyapotensi pemegang saham pengendali untuk

Page 161: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

286

JAM, Vol. 21, No. 3, Desember 2010: 285-295

mendapatkan manfaat privat melalui ekspropriasi.1

Pemegang saham pengendali yangmengendalikan perusahaan melalui kepemilikanpiramida, memiliki hak kontrol yang mungkin tidak samadengan hak aliran kas.2 Divergensi ini muncul karenapemegang saham pengendali memiliki perusahaanmelalui perusahaan lain sehingga kepemilikannyaterhadap suatu perusahaan semakin kecil denganberlapis-lapisnya kepemilikan sementarakemampuannya mengendalikan perusahaan tetap besarkarena diwakili oleh orang yang sama atau bagian darikeluarga. Hak aliran kas menggambarkan insentif bagipemegang saham pengendali untuk mengendalikanperusahaan dengan baik. Sebaliknya, hak kontrolmenggambarkan potensi bagi pemegang sahampengendali untuk melakukan ekspropriasi. Penelitianini bermaksud untuk mengkaji sejauh mana implikasidivergensi hak kontrol dari hak aliran kas terhadap utangperusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia(BEI).

MATERI DAN METODE PENELITIAN

Hak aliran kas adalah klaim keuangan pemegang sahamterhadap perusahaan (La Porta et al., 1999). Hak alirankas adalah perkalian persentase kepemilikan pemegangsaham dalam setiap jalur kepemilikan. Hak kontroladalah hak suara untuk ikut serta dalam menentukankebijakan penting perusahaan (La Porta et al., 1999).Hak kontrol adalah kepemilikan minimum pemegangsaham dalam setiap jalur kepemilikan. Dalam kepemilikanpiramida, kedua hak ini dapat berbeda dan perbedaantersebut dinamai leverage hak aliran kas. Apabilaterdapat leverage hak aliran kas, pemegang sahampengendali dapat mengendalikan sebuah perusahaanlebih besar dari kepemilikannya terhadap perusahaantersebut.

Sebagai ilustrasi, Bambang adalah pemilik PT Asebesar 50%. Selanjutnya PT A memiliki PT B sebesar40%. Kemudian PT B memiliki PT C sebanyak 30%.Hak aliran kas Bambang adalah 50% di PT A, 20% (50%

x 40%) di PT B, 6% (50% x 40% x 30%) di PT C. Hakkontrol Bambang adalah 50% di PT A, 40% (minimumantara 50% dan 40%) di PT B, 30% (minimum antara50%, 40%, dan 30%) di PT C. Kepemilikan Bambang diPT C adalah 6% (dicerminkan oleh hak aliran kas),sementara kemampuan Bambang mengendalikan PT Cadalah 30% (dicerminkan oleh hak kontrol). Divergensihak kontrol dari hak aliran kas sebesar 24% (30% - 6%)menggambarkan leverage hak aliran kas. Semakin besardivergensi ini, maka semakin besar potensi pemegangsaham pengendali melakukan ekspropriasi untukmendapatkan manfaat privat. Manfaat privat inidiperoleh oleh pemegang saham pengendalisepenuhnya sementara dampak negatif dariekspropriasi tersebut hanya ditanggung sebesarkepemilikannya.

Implikasi divergensi hak kontrol dari hak alirankas terhadap utang dilakukan oleh berbagai studi,misalnya Faccio et al. (2003), Boubaker (2003),Bunkanwanicha et al., (2003), Yeh (2003), Harvey et al.(2004), serta Du dan Dai (2005). Pada dasarnya ada duaargumen tentang implikasi konsentrasi kepemilikanterhadap utang perusahaan. Argumen pertama adalahbahwa konsentrasi kepemilikan berdampak padasemakin kecilnya utang perusahaan. Apabilakepemilikan terkonsentrasi, perusahaan semakin tidakmengandalkan utang karena takut risiko kebangkrutansehingga pendanaan melalui utang bukanlah pilihanutama. Ketakutan ini muncul karena apabila risikokebangkrutan menjadi nyata, maka pemegang sahampengendali merupakan pihak yang paling merasakandampak buruk kebangkrutan tersebut. Temuan Du danDai (2005) sejalan dengan argumen ini, yaitu pemegangsaham pengendali berusaha mengendalikanperusahaan agar utang tidak terlalu besar untukmenghindari risiko kebangkrutan. Argumen ini sejalandengan konsentrasi kepemilikan apabila konsentrasiyang ada di tangan pemegang saham pengendali adalahkonsentrasi hak aliran kas.

Argumen kedua adalah bahwa konsentrasikepemilikan berimplikasi pada utang perusahaan yang

1 Ekspropriasi (expropriation) adalah proses penggunaan kontrol untuk memaksimumkan kesejahteraan sendiri dengan distribusikekayaan dari pihak lain (Claessens et al., 2000b).

2 Hak aliran kas (cash flow right) adalah klaim keuangan pemegang saham terhadap perusahaan. Hak kontrol (control right)adalah hak suara untuk ikut serta dalam menentukan kebijakan perusahaan. Deviasi hak aliran kas dari hak kontrol dinamaicash flow right leverage (La Porta et al., 1999).

Page 162: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

287

UTANG DAN DIVERGENSI HAK KONTROL DARI.................... (Baldric Siregar)

besar. Apabila konsentrasi kepemilikan ada di tanganpemegang saham pengendali, maka pemegang sahampengendali tertarik untuk melakukan pendanaan melaluiutang untuk mempertahankan kontrolnya diperusahaan. Kontrol dapat digunakan untukmemperoleh manfaat privat melalui ekspropriasi. Karenakontrol menghasilkan manfaat privat, pemegang sahampengendali tertarik untuk mempertahankan kontrol yangdimilikinya. Dengan pendanaan melalui utang, kontrolpemegang saham pengendali tidak akan terdilusi.Pemegang saham pengendali dapat mempertahankankontrol sementara pendanaan perusahaan tetapterpenuhi. Motivasi pemegang saham pengendali untuktetap mempertahankan kontrol semakin tinggi apabilasemakin besar deviasi antara hak kontrol dari hak alirankas. Sejalan dengan pernyataan Faccio et al. (2003),argumen ini menunjukkan bahwa pemegang sahampengendali menggunakan utang sebagai mekanismeuntuk melakukan ekspropriasi. Argumenmempertahankan kontrol melalui pendanaan utang jugakonsisten dengan pernyataan Shleifer dan Vishny(1997), Harvey et al. (2004), serta Du dan Dai (2005).

Faccio et al. (2003) menguji divergensi hakkontrol dari hak aliran kas terhadap utang denganmenggunakan data kepemilikan perusahaan Eropa danAsia. Faccio et al. (2003) berargumen bahwa peranutang dalam tata kelola perusahaan tergantung padastruktur kepemilikan dan kontrol dalam perusahaan.Apabila kepemilikan perusahaan tersebar, utangmembatasi ekspropriasi. Sebaliknya, apabilakepemilikan perusahaan terkonsentrasi, utang dapatmemfasilitasi terjadinya ekspropriasi oleh pemegangsaham pengendali. Pada saat kepemilikanterkonsentrasi, pemegang saham pengendali mampusecara efektif mempengaruhi kebijakan perusahaan,salah satunya kebijakan pendanaan.

Faccio et al. (2003) mengkaji kemungkinanterjadinya ekspropriasi berdasarkan dua isu, yaituapakah utang membatasi atau memfasilitasi ekspropriasioleh pemegang saham pengendali serta apakahkeputusan utang didominasi oleh pemegang sahampengendali atau pemasok dana eksternal. Isu pertamaterkait dengan pengkajian pertama terkait dengansejauh mana implikasi divergensi hak kontrol dari hakaliran kas terhadap kebijakan utang perusahaan. Padaisu ini, pengkajian dilakukan pada kondisi apaperusahaan memiliki utang lebih besar. Isu kedua terkait

dengan efektivitas institusi pasar modal. Karakteristikpasar modal yang efektif adalah adanya transparansidan perlindungan hukum terhadap pemegang sahamdan investor. Apabila transparansi tinggi, misalnyarantai kepemilikan dan pemegang saham pengendalidapat diidentifikasi dengan baik, maka pelaku pasardapat mengantisipasi potensi risiko ekspropriasi yangterjadi. Lebih lanjut, apabila perlindungan hukum baik,pemegang saham non-pengendali dan kreditor lebihwaspada dan mampu menekan pemegang sahampengendali untuk tidak melakukan ekspropriasi.

Bukti empiris yang ditemukan oleh Faccio et al.(2003) adalah divergensi hak kontrol dari hak aliran kasmerupakan insentif bagi pemegang saham pengendaliuntuk melakukan ekspropriasi melalui utang. Afiliasiperusahaan terhadap grup bisnis berimplikasi padapendanaan utang yang besar. Selain itu, semakin tidakefektif pasar modal semakin besar kemungkinanekspropriasi. Divergensi hak kontrol dari hak aliran kasberimplikasi pada ekspropriasi. Ketidakefektifan pasarmodal juga berimplikasi pada terjadinya ekspropriasi.Faccio et al. (2003) menyimpulkan bahwa, baik di Eropamaupun di Asia, utang dapat memfasilitasi terjadinyaekspropriasi.

Pada studi Harvey et al. (2004) diformulasimasalah keagenan yang ekstrim yang ditunjukkan olehbesarnya divergensi hak kontrol dari hak aliran kas.Semakin besar divergensi hak kontrol dari hak alirankas maka semakin ekstrim masalah keagenan,sebaliknya semakin kecil divergensi hak kontrol darihak aliran kas semakin tidak ekstrim masalah keagenan.Harvey et al. (2004) mencoba mengkaji apakah utangmerupakan mekanisme tata kelola dalam perusahaanyang memiliki masalah keagenan ekstrim. Harvey et al.(2004) sengaja menggunakan sampel perusahaan dinegara berkembang karena konteks kepemilikan dinegara berkembang cocok dijadikan untuk mencarijawaban tentang kemungkinan ekspropriasi melaluiutang. Studi Harvey et al. (2004) membuktikan bahwautang dapat memitigasi penurunan nilai perusahaankarena adanya divergensi hak hak kontrol dari hak alirankas. Hal ini ditunjukkan dengan terdapatnya hubunganpositif antara utang dengan nilai perusahaan.Ekspropriasi melalui utang berdampak bagi nilaiperusahaan.

Konsentrasi kepemilikan pada perusahaan diAmerika Serikat sangat kecil. Karena konsentrasi

Page 163: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

288

JAM, Vol. 21, No. 3, Desember 2010: 285-295

kepemilikan rendah, maka penelitian tentang divergensihak hak kontrol dari hak aliran kas denganmenggunakan data Amerika Serikat tidak dapatdilakukan karena selisih antara kedua hak relatif tidakada. Fenomena konsentrasi kepemilikan di Asia menjadidaya tarik tersendiri bagi Du dan Dai (2005) untukmenguji tentang implikasi divergensi hak kontrol darihak aliran kas terhadap utang. Ketertarikan ini jugamuncul karena fenomena penyimpangan dari ungkapan“satu saham satu suara” yang terjadi karena hakkontrol melebihi hak aliran kas.

Du dan Dai (2005) menguji implikasi divergensihak kontrol dari hak aliran kas terhadap kebijakan utangperusahaan. Du dan Dai (2005) berargumen bahwaimplikasi konsentrasi kepemilikan terhadap utangtergantung pada motif pemegang saham pengendali.Apabila motif pemegang saham pengendali adalah motifnon-dilusi, kebijakan utang bertujuan untukmempertahankan hak kontrol pemegang sahampengendali dalam perusahaan. Perusahaan akanmencari dana dari utang untuk agar kontrol pemegangsaham pengendali dapat dipertahankan. Motif non-dilusi muncul pada saat konsentrasi yang terjadi adalahkonsentrasi hak kontrol dan terjadi divergensi antarahak kontrol dari hak aliran kas. Apabila motif pemegangsaham pengendali adalah motif menghindari risikokebangkrutan, maka utang bukan sumber pendanaanandalan. Dengan motif ini, pemegang saham pengendalitidak tertarik untuk membuat utang perusahaan tinggikarena hal ini berdampak pada semakin tingginya risikokebangkrutan. Motif menghindari risiko kebangkrutanini muncul ketika konsentrasi hak aliran kas. Buktiempiris yang ditemukan oleh Du dan Dai (2005) adalahutang lebih kecil apabila terjadi konsentrasi hak alirankas dan utang lebih besar apabila terdapat divergensiantara hak kontrol dari hak aliran kas.

Hak yang terkonsentrasi di tangan pemegangsaham pengendali dapat merupakan hak aliran kas.Semakin besar utang, semakin besar kemungkinanperusahaan menghadapi risiko kebangkrutan.Pemegang saham pengendali adalah pihak yang pal-ing merasakan dampak keuangan apabila risikokebangkrutan tersebut terjadi, proporsional dengan hakaliran kasnya. Oleh karena itu, semakin besar hak alirankas, semakin besar usaha pemegang saham pengendaliuntuk menghadapi kemungkinan terjadinya risikokebangkrutan karena bertambahnya utang. Akan tetapi,

hak kontrol menunjukkan besarnya insentif pemegangsaham pengendali untuk mendapatkan manfaat privat.Karena hak kontrol menghasilkan manfaat privat,pemegang saham pengendali termotivasi untukmempertahankan (non-dilusi) hak kontrolnya. Utangmerupakan sarana agar hak kontrol pemegang sahampengendali tidak terdilusi. Divergensi hak kontrol darihak aliran kas menunjukkan terjadinya mekanismepeningkatan hak kontrol melebihi hak aliran kas.Peningkatan hak kontrol melebihi hak aliran kasmenunjukkan peningkatan manfaat privat yang dapatdiperoleh oleh pemegang saham pengendali.Peningkatan utang menyebabkan hak kontrolpemegang saham pengendali tetap besar, sementarakemungkinan risiko kebangkrutan yang dihadapiproporsional dengan hak aliran kas. Berdasarkan uraiantersebut dirumuskan hipotesis alternatif sebagaiberikut:H1a: Utang lebih kecil pada perusahaan yang

dikendalikan oleh pemegang saham pengendaliyang memiliki hak aliran kas lebih besar daripadaperusahaan yang dikendalikan oleh pemegangsaham pengendali yang memiliki hak aliran kaslebih kecil.

H1b: Utang lebih kecil pada perusahaan yangdikendalikan oleh pemegang saham pengendaliyang memiliki hak kontrol lebih kecil daripadaperusahaan yang dikendalikan oleh pemegangsaham pengendali yang memiliki hak kontrol lebihbesar.

H1c: Utang lebih kecil pada perusahaan yangdikendalikan oleh pemegang saham pengendaliyang tidak memiliki leverage hak aliran kasdaripada perusahaan yang dikendalikan olehpemegang saham pengendali yang memiliki le-verage hak aliran kas.

Apabila hak kontrol sama dengan hak aliran kasmaka tidak terdapat divergensi. Namun apabila hakkontrol berbeda dari hak aliran kas maka muncul insentifuntuk melakukan ekspropriasi. Insentif untukmelakukan ekspropriasi ini semakin besar apabila hakkontrol semakin jauh dari hak aliran kas. Insentif untukmelakukan ekspropriasi juga semakin besar apabilapemegang saham pengendali juga terlibat dalammanajemen. Dengan keterlibatan dalam manajemen,pemegang saham pengendali semakin leluasa untukmelakukan ekspropriasi. Selain itu, tindakan

Page 164: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

289

UTANG DAN DIVERGENSI HAK KONTROL DARI.................... (Baldric Siregar)

ekspropriasi juga semakin tidak terbatasi apabila tidakada pemegang saham pengendali besar lainnya dalamperusahaan. Ketidakadaan pemegang saham besarkedua menyebabkan tidak ada tekanan yang memadaiterhadap pemegang saham pengendali dari pemegangsaham lainnya. Berdasarkan uraian tersebut dirumuskanhipotesis alternatif sebagai berikut:H2a: Utang lebih kecil pada perusahaan yang

dikendalikan oleh pemegang saham pengendaliyang memiliki leverage hak aliran kas lebih kecildaripada perusahaan yang dikendalikan olehpemegang saham pengendali yang memiliki le-verage hak aliran kas lebih besar.

H2b: Utang lebih kecil pada perusahaan yangdikendalikan oleh pemegang saham pengendaliyang memiliki leverage hak aliran kas dan tidakterlibat dalam manajemen daripada perusahaanyang dikendalikan oleh pemegang sahampengendali yang memiliki leverage hak aliran kastetapi terlibat dalam manajemen.

H2c: Utang lebih kecil pada perusahaan yangdikendalikan oleh pemegang saham pengendaliyang memiliki leverage hak aliran kas dan adapemegang saham pengendali kedua diperusahaan daripada perusahaan yangdikendalikan oleh pemegang saham pengendaliyang memiliki leverage hak aliran kas dan tidakada pemegang saham pengendali kedua diperusahaan.

Data yang digunakan untuk menguji hipotesisdalam penelitian ini meliputi total utang, total aset, danpersentase kepemilikan. Data tersebut diambil dariperusahaan yang terdaftar di BEI pada periode enamtahun mulai dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2005.Data utang, aset, dan kepemilikan imediat (kepemilikanlangsung) diperoleh dari laporan keuangan tahunanperusahaan, sedangkan data kepemilikan ultimat(kepemilikan tidak langsung) diperoleh dariKementerian Keuangan RI, website perusahaan, danOsiris.

Variabel utama penelitian adalah LEV (utang).Utang merupakan kewajiban perusahaan yang akandipenuhi dengan mentransfer aset atau memberikan jasakepada pihak lain di masa datang. Utang diproksisebagai rasio total utang terhadap total aktiva (totalutang/total aktiva). Pengukuran ini mengacu terhadapFaccio et al. (2003). Variabel utang diuji dengan uji beda.Uji beda dilakukan berdasarkan enam klasifikasi, yaitubesar kecilnya hak aliran kas pemegang sahampengendali, besar kecilnya hak kontrol pemegang sahampengendali, keberadaan leverage hak aliran kas, besarkecilnya leverage hak aliran kas pemegang sahampengendali, keterlibatan pemegang saham pengendalipada saat pemegang saham pengendali memiliki lever-age hak aliran kas dalam manajemen, serta keberadaanpemegang saham pengendali kedua pada saatpemegang saham pengendali memiliki leverage hakaliran kas.

Hipotesis Utang Lebih Kecil Utang Lebih Besar

H1a Hak Aliran Kas Pemegang Saham Pengendali Lebih Besar Lebih Kecil

H1b Hak Kontrol Pemegang Saham Pengendali Lebih Kecil Lebih Besar

H1c Leverage Hak Aliran Kas Pemegang Saham Pengendali Tidak Ada Ada

H2a Leverage Hak Aliran Kas Pemegang Saham Pengendali Lebih Kecil Lebih Besar

H2b Ada Leverage Hak Aliran Kas Pemegang Saham Pengendali

Pemegang Saham Pengendali tidak Terlibat dalam Manajemen

Pemegang Saham Pengendali Terlibat dalam Manajemen

H2c Ada Leverage Hak Aliran Kas Pemegang Saham Pengendali

Ada Pemegang Saham Pengendali Kedua

Tidak Ada Pemegang Saham Pengendali Kedua

Tabel 1Kaitan antara Hipotesis Penelitian dan Nilai Utang

Page 165: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

290

JAM, Vol. 21, No. 3, Desember 2010: 285-295

Hak aliran kas (CFR) merupakan klaim keuanganpemegang saham terhadap perusahaan (La Porta et al.,1999). Hak aliran kas = hak aliran kas langsung + hakaliran kas tidak langsung. Hak aliran kas langsung =persentase saham yang dimiliki oleh pemegang sahampada perusahaan publik atas nama dirinya sendiri. Hakaliran kas tidak langsung = perkalian persentasekepemilikan pemegang saham dalam setiap rantaikepemilikan. Hak kontrol (CR) merupakan hak suarauntuk ikut serta dalam menentukan kebijakan pentingperusahaan (La Porta et al., 1999). Sejalan dengan LaPorta et al. (1999), Ikatan Akuntan Indonesia (IAI)(dalam PSAK 4, PSAK 7, PSAK 22, dan PSAK 38)mendefinisikan kontrol sebagai hak suara untukmenentukan kebijakan keuangan dan operasi suatuperusahaan agar dapat menikmati manfaat dari kegiatanperusahaan tersebut. Hak kontrol = hak kontrollangsung + hak kontrol tidak langsung. Hak kontrollangsung = persentase saham yang dimiliki olehpemegang saham pengendali atas nama dirinya. Hakkontrol tidak langsung = jumlah kepemilikan minimumdalam setiap rantai kepemilikan, sedangkan leveragehak aliran kas (CFRL) merupakan deviasi hak aliran kasdari hak kontrol yang dimiliki oleh pemegang sahamdengan menggunakan berbagai mekanisme kepemilikan.Leverage hak aliran kas = hak kontrol – hak aliran kas.Pengukuran ini mengacu pada La Porta et al. (2002)dan Claessens et al. (2002).

Peneliti membagi sampel menjadi dua bagianuntuk menentukan besar kecilnya hak aliran kas, hakkontrol, dan leverage hak aliran kas. Khusus terhadapklasifikasi leverage hak aliran kas, peneliti hanyamenggunakan sampel yang pemegang sahampengendalinya memiliki leverage hak aliran kas.Sebanyak 50% dari sampel dengan hak aliran kas, hakkontrol, dan leverage hak aliran kas tertinggidikategorikan sebagai hak aliran kas, hak kontrol, danleverage hak aliran kas yang besar. Sebaliknya,sebanyak 50% dari sampel yang pemegang sahampengendalinya memiliki hak aliran kas, hak kontrol, danleverage hak aliran kas terendah dikategorikan sebagaihak aliran kas, hak kontrol, dan leverage hak aliran kasyang kecil.

Klasifikasi keberadaan leverage hak aliran kasditentukan berdasarkan perbandingan antara hakkontrol dengan hak aliran kas. Apabila hak kontrol lebihbesar dari hak aliran kas, maka dikategorikan bahwa

terdapat leverage hak aliran kas. Sebaliknya, apabilahak kontrol tidak melebihi hak aliran kas, makadikategorikan bahwa tidak terdapat leverage hak alirankas. Peneliti menentukan keterlibatan pemegang sahampengendali pada manajemen apabila pemegang sahampengendali tercatat sebagai direksi. Keberadaanpemegang saham pengendali kedua ditentukan apabilaada pemegang saham besar lainnya di perusahaan padapisah batas hak kontrol 20% yang telah ditentukan.

Peneliti menggunakan pisah batas hak kontrol20% untuk mengklasifikasi apakah kepemilikan dalamperusahaan tersebar atau terkonsentrasi. Pisah batashak kontrol 20% cukup beralasan karena beberapasebelumnya membuktikan bahwa cukup efektif dengan20% (La Porta et al., 2002; Claessens et al., 2000b).Pemegang saham pengendali dinyatakan sebagaipemegang saham pengendali apabila memiliki hakkontrol 20% atau lebih. Pemegang saham pengendalimeliputi keluarga, pemerintah, institusi keuangandengan kepemilikan luas, perusahaan dengankepemilikan luas, dan pemegang saham pengendalilainnya. Pemegang saham pengendali lain dapatmeliputi investor asing, koperasi, dan karyawan. Penelitimenggunakan kesamaan nama belakang, hubunganperkawinan, dan kesamaan alamat rumah untukmengidentifikasi satu kesatuan pemegang sahampengendali keluarga.

Hipotesis penelitian diuji dengan t-test untukmencari bukti empiris apakah terdapat perbedaan reratautang berdasarkan kategori yang ditentukan. Uji bedarerata adalah metode yang digunakan untuk mengujikesamaan rerata dari dua populasi yang bersifatindependen. Karena sampel penelitian adalah sampelyang independen, maka uji beda rerata yang digunakanadalah t-test untuk sampel independen. Formula dalamuji beda rerata t-test ditentukan sebagai berikut:

P-value digunakan sebagai dasar untuk menariksimpulan secara statistis. Rumusan hipotesis adalahH0; μ1 = μ1 dan Ha; μ1 ‘“μ1. Apabila p-value lebih besar

Page 166: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

291

UTANG DAN DIVERGENSI HAK KONTROL DARI.................... (Baldric Siregar)

dari alpha 10%, maka hipotesis nol (H0; μ1 = μ1) yangmenyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan reratadividen diterima. Sebaliknya, apabila p-value lebih kecildari alpha 10%, maka hipotesis nol yang menyatakantidak terdapat perbedaan rerata dividen ditolak.

HASIL PENELITIAN

Deskripsi variabel penelitian disajikan pada Tabel 2.Pada peraga tersebut terlihat bahwa perusahaan di In-donesia, pada periode penelitian, memiliki rerata utang65,82% dibandingkan dengan total aset perusahaan.Hal ini menunjukkan bahwa banyak perusahaan di In-donesia yang mengandalkan pendanaan melalui utang.Bahkan ada perusahaan yang memiliki utang hampirsama dengan aset perusahaan. Besarnya utang initerkait dengan dampak krisis ekonomi yangmenyebabkan utang perusahaan membengkak karenapeningkatan kurs valuta asing pada awal tahun 2000an.Selain tentang tingginya utang, besarnya leverage hakaliran kas juga merupakan indikator penting yangmenggambarkan struktur kepemilikan perusahaan diIndonesia. Leverage hak aliran kas yang memiliki nilairerata sebesar 11,29% menunjukkan bahwa umumnyapemegang saham pengendali mengendalikanperusahaan dengan hak kontrol lebih besar daripadahak aliran kas yang dimiliki pemegang sahampengendali tersebut. Angka ini mendukung fenomenayang terjadi bahwa struktur kepemilikan di Indonesiabersifat piramida. Kepemilikan piramidamenggambarkan kepemilikan tidak langsung seseorangterhadap suatu perusahaan melalui perusahaan lainnya.

Hasil pengujian hipotesis disajikan di Tabel 3.

Hipotesis 1a memprediksi bahwa utang lebih kecil padaperusahaan yang dikendalikan oleh pemegang sahampengendali yang memiliki hak aliran kas lebih besardaripada perusahaan yang dikendalikan oleh pemegangsaham pengendali yang memiliki hak aliran kas lebihkecil. Bukti empiris menunjukkan bahwa ada perbedaanrerata utang antara perusahaan dengan hak aliran kasbesar dan perusahaan dengan hak aliran kas kecil.Perbedaan utang tersebut terbukti signifikan secarastatistis. Namun temuan empiris ini terbalik dari prediksidalam hipotesis. Utang justru lebih kecil pada saatpemegang saham pengendali perusahaan memiliki hakaliran kas lebih kecil. Karena arahnya berlawanan, makadapat dikatakan bahwa hipotesis 1a tidak didukungsecara empiris.

Prediksi dalam hipotesis 1b adalah bahwa utanglebih kecil pada perusahaan yang dikendalikan olehpemegang saham pengendali yang memiliki hak kontrollebih kecil daripada perusahaan yang dikendalikan olehpemegang saham pengendali yang memiliki hak kontrollebih besar. Bukti empiris menunjukkan bahwa reratautang perusahaan yang memiliki pemegang sahampengendali dengan hak kontrol kecil memang memilikiutang lebih kecil daripada rerata utang perusahaan yangmemiliki pemegang saham pengendali dengan hakkonrol besar. Namun perbedaan rerata utang ini tidaksignifikan secara statistis. Walaupun arah matematikarerata utang sejalan dengan prediksi dalam hipotesis,namun karena perbedaan utang tidak signifikan, makahipotesis 1b tidak didukung.

Pada hipotesis 1c dinyatakan bahwa utang lebihkecil pada perusahaan yang dikendalikan olehpemegang saham pengendali yang tidak memiliki le-

Variabel LEV CFR CR CFRL MAN CS2

Rerata 65.82 49.63 60.85 11.29 0.34 0.13

Minimum 10.00 0.39 20.55 0.00 0.00 0.00

Maksimum 99.98 99.36 99.87 79.71 1.00 1.00

Standard Deviasi 24.30 22.66 19.27 15.91 0.47 0.34

N 1230 1230 1230 1230 1230 1230

Tabel 2Statistik Deskriptif

Sumber: Data penelitian. Diolah.

Page 167: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

292

JAM, Vol. 21, No. 3, Desember 2010: 285-295

verage hak aliran kas daripada perusahaan yangdikendalikan oleh pemegang saham pengendali yangmemiliki leverage hak aliran kas. Data mendukungpernyataan bahwa utang perushaaan lebih kecil apabilapemegang saham pengendali memiliki perusahaansecara langsung dibandingkan apabila pemegangsaham pengendali memiliki perusahaan secara tidaklangsung. Walaupun rerata utang berbeda secaramatematis, perbedaan rerata utang ini tidak signifikansecara statistis. Dengan demikian, dapat dinyatakanbahwa hipotesis 1c tidak didukung secara empiris.

Seperti diprediksi dalam hipotesis 2a, utang lebihkecil pada perusahaan yang dikendalikan olehpemegang saham pengendali yang memiliki leveragehak aliran kas lebih kecil daripada perusahaan yangdikendalikan oleh pemegang saham pengendali yangmemiliki leverage hak aliran kas lebih besar. Adanyaleverage hak aliran kas menunjukkan bahwa pemegangsaham pengendali mengendalikan suatu perusahaanmelalui kepemilikan tidak langsung. Semakin tinggirangkaian kepemilikan tidak langsung menyebabkansemakin besarnya leverage hak aliran kas. Bukti empirismendukung pernyataan bahwa leverage hak aliran kasyang besar menyebabkan pemegang saham pengendalisemakin mengandalkan pendanaan melalui utang.

Sama dengan hipotesis 2a, hipotesis 2b jugadidukung secara empiris. Pada hipotesis 2b dinyatakanbahwa utang lebih kecil pada perusahaan yang

dikendalikan oleh pemegang saham pengendali yangmemiliki leverage hak aliran kas dan tidak terlibat dalammanajemen daripada perusahaan yang dikendalikanoleh pemegang saham pengendali yang memiliki lever-age hak aliran kas tetapi terlibat dalam manajemen. Padasaat memiliki leverage hak aliran kas dan juga terlibatdalam manajemen, pemegang saham pengendalisemakin tidak kwatir dengan pendanaan melalui utangyang besar karena risiko kebangkrutan tidakditanggungnya proporsional dengan kepemilikannya.

Prediksi dalam hipotesis 2c tidak didukungsepenuhnya. Peneliti memprediksi bahwa utang lebihkecil pada perusahaan yang dikendalikan olehpemegang saham pengendali yang memiliki leveragehak aliran kas dan ada pemegang saham pengendalikedua di perusahaan daripada perusahaan yangdikendalikan oleh pemegang saham pengendali yangmemiliki leverage hak aliran kas dan tidak ada pemegangsaham pengendali kedua di perusahaan. Prediksi inididasarkan pada argumen bahwa pemegang sahampengendali tunggal, tanpa pengawasan dari pemegangsaham besar lainnya, semakin mampu mengeskpropriasipemegang saham non- pengendali melalui utang.Memang secara empiris terbukti bahwa ada perbedaanrerata utang antara perusahaan dengan pemegangsaham pengendali tunggal dengan utang perusahaanyang memiliki pemegang saham pengendali kedua.Namun arah perbedaan tersebut berlawanan sehingga

Tabel 3Hasil Pengujian Hipotesis

Hipotesis Rerata Utang Signifikansi Keterangan

H1a CFL – Lebih Besar 67.78%

0.006 Tidak Sesuai Prediksi CFR – Lebih Kecil 63.86%

H1b CR – Lebih Kecil 65.28%

0.320 Tidak Sesuai Prediksi CR – Lebih Besar 66.36%

H1c CFRL – Tidak Ada 63.91%

0.627 Tidak Sesuai Prediksi CFRL – Ada 67.14%

H2a CFRL – Lebih Kecil 66.57%

0.063 Sesuai Prediksi CFRL – Lebih Besar 67.70%

H2b CFRL – Non Manajemen 60.95%

0.000 Sesuai Prediksi CFRL – Manajemen 72.33%

H2c CFRL – Ada CS2 67.79%

0.096 Tidak Sesuai Prediksi CFRL – Tidak Ada CS2 64.78%

Sumber: Rangkuman hasil pengujian hipotesis.

Page 168: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

293

UTANG DAN DIVERGENSI HAK KONTROL DARI.................... (Baldric Siregar)

prediksi dalam hipotesis ini tidak terdukung.

PEMBAHASAN

Tindakan ekspropriasi pemegang saham pengendaliterhadap pemegang saham non-pengendali terjadidengan tujuan untuk memperoleh manfaat privat bagipemegang saham pengendali. Tindakan ekspropriasiini dapat dilakukan melalui kebijakan utang. Pada saatseorang pemegang saham pengendali mampumengendalikan perusahaan dengan kepemilikan yanglebih rendah dari kemampuannya mengendalikanperusahaan tersebut, ia memiliki insentif untukmelakukan tindakan ekspropriasi melalui utang. Insentifini muncul karena risiko kebangkrutan yang ditanggungoleh pemegang saham pengendali tidak sebesarkepemilikannya. Pada saat kepemilikan seorangpemegang saham pengendali lebih kecil darikemampuannya mengendalikan perusahaan, pemegangsaham pengendali tersebut terdorong untukmengandalkan pendanaan utang karena ia tidakmenanggung lebih besar dampak dari tindakannyaapabila risiko kebangkrutan benar-benar terjadi.

Indikasi tindakan ekspropriasi dikaji berdasarkananalisis terhadap hak aliran kas, hak kontrol, dan lever-age hak aliran kas pemegang saham pengendali. Indikasitindakan ekspropriasi juga dikaji berdasarkanketerlibatan pemegang saham pengendali dalammanajemen dan keberadaan pemegang sahampengendali kedua dalam perusahaan. Tindakanekspropriasi diimplikasikan terjadi apabila utang lebihbesar pada saat hak aliran kas lebih kecil, hak kontrollebih besar, ada leverage hak aliran kas, dan leveragehak aliran kas lebih besar. Tindakan ekspropriasi jugadiimplikasikan terjadi apabila utang lebih besar padasaat pemegang saham pengendali memiliki leveragehak aliran kas dan sekaligus pemegang sahampengendali terlibat dalam manajemen serta tidak adapemegang saham pengendali kedua di perusahaan.

Bukti empiris tidak mendukung dugaan bahwautang lebih besar pada saat pemegang sahampengendali memiliki hak aliran kas lebih kecil (hipotesis1a) serta pemegang saham pengendali yang memilikileverage hak aliran kas tidak diawasi oleh pemegangsaham pengendali kedua (hipotesis 2b). Analisis lebihlanjut terhadap data menunjukkan hal yang berlawanan.Berdasarkan analisis data, tren rerata utang bergerak

lebih tinggi justru pada saat pemegang sahampengendali memiliki hak aliran kas besar dan sebaliknyautang lebih kecil pada saat hak aliran kas perusahaankecil. Analisis lebih lanjut terhadap data jugamenunjukkan bahwa rerata utang lebih besar pada saatpemegang saham pengendali memiliki leverage hakaliran kas dan ada pemegang saham pengendali keduadalam perusahaan. Bukti empiris ini mengindikasikandugaan bahwa seorang pemegang besar melakukankoalisi dengan pemegang saham pengendali besarlainnya sehingga antarpemegang saham besar terjadikerja sama untuk melakukan ekspropriasi terhadappemegang saham kecil. Kajian lebih mendalam terhadapkemungkinan koalisi ini perlu dilakukan pada penelitianlebih lanjut.

Dukungan yang lemah tentang tindakanekspropriasi diperoleh melalui kajian terhadap hakkontrol dan leverage hak aliran kas. Tindakaanekspropriasi diimplikasikan terjadi apabila utang lebihbesar pada saat hak kontrol pemegang sahampengendali lebih besar (hipotesis 1b) dan ada lever-age hak aliran kas yang dimiliki oleh pemegang sahampengendali tersebut (hipotesis 1c). Data empirismenunjukkan bahwa hal prediksi ini dapat didukung.Namun dikungan tersebut lemah karena secaramatematis memang utang lebih besar pada saat hakkontrol pemegang saham pengendali lebih besar danada leverage hak aliran kas pemegang sahampengendali. Analisis lebih lanjut terhadap data memangmenunjukkan arah utang yang meningkat apabilapemegang saham pengendali memiliki hak kontrol besardan leverage hak aliran kas dibandingkan apabilapemegang saham pengendali memiliki hak kontrol kecildan tidak memiliki leverage hak aliran kas. Namunkarena perbedaan utang tersebut tidak didukung secarastatistis, maka bukti empiris lemah dalam mendukungpernyataan dalam hipotesis.

Indikasi ekspropriasi yang dilakukan pemegangsaham pengendali terhadap pemegang saham non-pengendali terlihat jelas berdasarkan kajian terhadapbesaran leverage hak aliran kas dan keterlibatanpemegang saham pengendali dalam manajemen.Keberadaan leverage memang kurang mampumembuktikan adanya ekspropriasi. Namun setelahdibandingkan leverage hak aliran kas yang besarterhadap leverage hak aliran kas yang kecil, makaterbukti bahwa tindakan ekspropriasi memang terjadi.

Page 169: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

294

JAM, Vol. 21, No. 3, Desember 2010: 285-295

Pemegang saham pengendali belum mampu melakukantindakan ekspropriasi apabila selisih antara kemampuanmengendalikan perusahaan dengan kepemilikanterhadap perusahaan tersebut kecil. Dengan kondisiseperti ini, tindakan ekspropriasi masih berdampaklangsung dan besar bagi pemegang saham pengendaliitu sendiri karena proporsi kepemilikannya yang besarrelatif terhadap kemampuan kontrolnya.

Selanjutnya, tindakan ekspropriasi juga terlihatapabila pemegang saham pengendali juga bertindaksebagai direksi perusahaan. Dengan leverage hak alirankas pemegang saham sudah mampu mengendalikanperusahaan sesuai dengan kepentingannya. Apabiladitambah dengan kondisi bahwa pemegang sahampengendali juga merupakan bagian dari direksiperusahaan, maka kemampuan pemegang sahampengendali untuk melakukan tindakan ekspropriasiuntuk kepentingannya semakin besar.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Ekspropriasi pemegang saham non-pengendali olehpemegang saham pengendali merupakan fenomenayang nyata. Simpulan ini terlihat dari dua hal yangdidukung secara empiris. Pertama, apabila pemegangsaham pengendali mengendalikan perusahaan secaratidak langsung, ditunjukkan oleh besarnya leveragehak aliran kas, perusahaan cenderung memiliki utangyang lebih besar. Hal ini merupakan bukti bahwapemegang saham pengendali tidak takut terhadap risikokebangkrutan dengan utang yang besar karenamengetahui bahwa kepemilikannya lebih kecil daripadakemampuannya mengendalikan perusahaan. Kedua,pemegang saham pengendali yang memiliki perusahaansecara tidak langsung dan juga bagian dari manajemenitu sendiri cenderung mengandalkan pendanaan utang.Kemampuan pemegang saham pengendali untukmengekspropriasi pemegang saham non-pengendalimelalui utang semakin besar karena keterlibatannyadalam manajemen.

Saran

Namun demikian, temuan empiris ini bukanlah tanpakelemahan. Kelemahan tersebut terkait dengan

keterbatasan yang ada dalam penelitian ini.Keterbatasan pertama terkait dengan identifikasipemegang saham pengendali. Mengidentifikasipemegang saham pengendali melalui nama belakang,kesamaat alamat rumah, dan hubungan perkawinan,bukanlah identifikasi yang sempurna. Apabila data-base hubungan keluarga antarpemegang saham ada,maka identifikasi pemegang saham pengendali akansemakin baik. Keterbatasan kedua terkait dengan datatentang tindakan ekspropriasi. Penelitian ini tidakmenggunakan aktivitas ekspropriasi itu sendiri karenadokumentasi tindakan ekspropriasi tidak tersedia.Pengujian dengan menggunakan implikasi teterkaitanutang dengan struktur kepemilikan untukmengidentifikasi kemungkinan adanya ekspropriasidapat menghasilkan pengujian yang kurang sempurna.Apabila tersedia, penggunaan tindakan ekspropriasiyang sesungguhnya dapat menghasilkan pengujianyang lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

Berle, Adolph dan Means, Gardiner. 1932. The ModernCorporation and Private Property. MacMillan,New York, N.Y.

Boubaker, Sabri. 2003. “On the Relationship betweenOwnership-Control Structure and Debt Financ-ing: New Evidence from France.” Working Pa-per of University Paris XII-Val-de-Marne.

Bunkanwanicha, Pramuan; Gupta, Jyoti; dan Rokhim,Rofikoh. 2003. “Debt and Entrenchment: Evi-dence from Thailand dan Indonesia.” WorkingPaper of University Paris 1-Pantheon-Sorbonne.

Claessens, Stijin; Djankov, Simeon; Fan, Joseph P.H.;dan Lang, Larry H.P. 2002. “Disentagling theIncentive and Entrenchment Effects of LargeShareholdings.” Journal of Finance. Vol. 57,No. 6: 2741-1771.

Claessens, Stijin; Djankov, Simeon; dan Lang, LarryH.P. 2000a. “The Separation of Ownership and

Page 170: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

295

UTANG DAN DIVERGENSI HAK KONTROL DARI.................... (Baldric Siregar)

Control in East Asian Corporations.” Journalof Financial Economics. Vol. 58: 81-112.

Claessens, Stijin; Djankov, Simeon; Fan, Joseph; danLang, Larry H.P. 2000b. “Expropriation of Mi-nority Shareholders: Evidence from East Asia.Policy Research Working Paper 2088, TheWorld Bank.

Du, Julan dan Dai, Yi. 2005. “Ultimate CorporateOnership Structure and Capital Structure: Evi-dence from East Asian Economies.” CorporateGovernance. Vol. 13, No. 1: 60-71.

Faccio, Mara dan Lang, Larry H.P. 2002. “The UltimateOwnership of Western European Corpora-tions.” Journal of Financial Economics. Vol.65: 365-395.

Faccio, Mara; Lang, Larry H.P.; dan Young, Leslie. 2003.“Debt and Expropriation.” Working Paper ofChinese University of Hongkong.

Harvey, Campbell; Lins, Karl V.; dan Roper, Andrew H.2004. “The Effect of Capital Structure WhenExpected Agency Costs are Extreme.” Journalof Financial Economics. Vol. 74: 3-30.

Jensen, Michael C. dan Meckling, William H. 1976.“Theory of the Firm: Managerial Behavior,Agency Costs. And Ownership Structure.”Journal of Financial Economics. Vol. 3: 305-360.

La Porta, Rafael; Lopez-de-Silanes, Florencio; Shleifer,Andrei. 1999. “Corporate Ownership Around theWorld.”Journal of Finance. Vol. 54, No. 2: 471-517.

La Porta, Rafael; Lopez-de-Silanes, Florencio; Shleifer,Andrei; dan Vishny, Robert. 2002. “Investor Pro-tection and Corporate Valuation.” Journal ofFinance. Vol. 57, No. 3: 3-27.

Myers, S. C. dan Majluf, N. S. 1984. “Coporate Financ-ing and Investment Decisions when Firms HaveInformation that Investors Do not Have.” Jour-

nal of Financial Economics. June: 187-221.

PSAK 4. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 4tentang Laporan Keuangan Konsolidasi.

PSAK 7. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 7tentang Pengungkapan Pihak-pihak yangMempunyai Hubungan Istimewa.

PSAK 22. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 22tentang Akuntansi Penggabungan Usaha.

PSAK 38. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 38tentang Akuntansi Restrukturisasi EntitasSepengendali.

Shleifer, Andrei dan Vishny, Robert W. 1997. “A Sur-vey of Corporate Governance.” Journal of Fi-nance. Vol. 52, No. 2: 737-783.

Yeh, Yin-Hua. 2003. “Corporate Ownership and Con-trol: New Evidence from Taiwan.” CorporateOwnership & Control. Vol. 1, No. 1: 87-101.

Page 171: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

297

PENGARUH UKURAN PERUSAHAAN, UKURAN DEWAN KOMISARIS, ................. (Indah Dewi Utami dan Rahmawati)Vol. 21, No. 3, Desember 2010Hal. 297-306

ABSTRACT

This research is replicated from Sembiring (2005). Theobjective of this research is to give empirical evidencewhether there is firm size, size of board of commis-sioner; institutional ownership, foreign ownership, andfirm age have effect to corporate social responsibilitydisclosure in corporate annual report. This research isdone at public property and Real Estate Company whichare listed in Indonesia Stock Exchange from 2005 until2007. This research uses purposive sampling. Thesample of this research is 121 companies from 126 prop-erty and real estate companies that listed in the Indo-nesia Stock Exchange from 2005 until 2007. Researcheruses multiple regression analysis as analysis method.Result of regression analysis shows that firm size andsize of board of commissioner have significant effecttoward degree of corporate social responsibility dis-closure. Institutional ownership, foreign ownership,and firm age do not significant effect toward degree ofcorporate social responsibility disclosure. Result of theresearch shows that index corporate social responsi-bility disclosure is 18.12%. It means degree of corpo-rate social responsibility disclosure in mining companyis still relative low.

PENGARUH UKURAN PERUSAHAAN, UKURAN DEWANKOMISARIS, KEPEMILIKAN INSTITUSIONAL, KEPEMILIKANASING, DAN UMUR PERUSAHAAN TERHADAP CORPORATESOCIAL RESPONSIBILITY DISCLOSURE PADA PERUSAHAAN

PROPERTY DAN REAL ESTATE YANG TERDAFTARDI BURSA EFEK INDONESIA

Indah Dewi UtamiRahmawati

Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret SurakartaJalan Ir. Sutami Nomor 36A, Kentingan, Surakarta

Telepon/Fax.: +62 271 669090E-mail: [email protected]

Tahun 1990

ISSN: 0853-1259

J U R N A LAKUNTANSI & MANAJEMEN

Keywords: corporate social responsibility, firm size, sizeof board of commissioner, institutional ownership, for-eign ownership, firm age

PENDAHULUAN

BAPEPAM belum mewajibkan perusahaan untukmengungkapkan informasi sosial tertutama informasimengenai tanggungjawab sosial perusahaan terhadaplingkungan (corporate social responbility atau CSR),akibatnya yang terjadi di dalam praktik perusahaanhanya dengan sukarela mengungkapkannya. CSRsangat tergantung dari komitmen dan norma etikaperusahaan untuk turut memikirkan kondisi sosialsekitarnya. Wacana CSR tidak pernah menjadi prioritasutama bagi perusahaan-perusahaan di Indonesia.Perusahaan akan mempertimbangkan biaya dan manfaatyang akan diperoleh ketika mereka memutuskan untukmengungkapkan informasi sosial. Apabila manfaatyang akan diperoleh dengan pengungkapan informasitersebut lebih besar dibandingkan biaya yangdikeluarkan untuk pengungkapannya, maka perusahaanakan dengan sukarela mengungkapkan informasi

Page 172: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

298

JAM, Vol. 21, No. 3, Desember 2010: 297-306

tersebut. Menurut Hill et al. dalam Nofandrilla (2008),CSR sudah selayaknya dipandang sebagai bagian daristrategi bisnis perusahaan. Hal ini dapat dilakukanantara lain dengan menyelaraskan program CSRperusahaan tersebut dengan produk dan imageperusahaan yang bersangkutan. Sebagai contoh,perusahaan rokok dapat melakukan program kemitraandengan para petani tembakau dan perusahaanprodusen susu dapat melakukan program kerjasamadengan para peternak sapi setempat, dan lainsebagainya.

Sejak tanggal 23 september 2007,pengungkapan tanggungjawab sosial perusahaan(CSR disclosure) mulai diwajibkan melalui UUPerseroan Terbatas Nomor 40 tahun 2007, khususnyauntuk perusahaan-perusahaan yang hidup dariekstraksi sumber daya alam. Dalam Pasal 74 Undang-Undang tersebut diatur tentang kewajibanpengungkapan tanggungjawab sosial dan lingkunganperusahaan. Sehingga, tidak ada lagi sebutanpengungkapan tanggungjawab sosial perusahaan yangsukarela, namun pengungkapan yang wajibhukumnya. Sementara itu, perkembangan CSR di luarnegeri sudah sangat populer. Bahkan di beberapanegara, CSR digunakan sebagai salah satu indikatorpenilaian kinerja sebuah perusahaan dengandicantumkannya informasi CSR di dalam catatan laporankeuangan perusahaan yang bersangkutan.

Berbagai penelitian yang terkait denganpengungkapan tanggungjawab sosial perusahaanmenunjukkan keanekaragaman hasil. Sembiring (2005)dan Nofandrilla (2008) menemukan pengaruh yangsignifikan ukuran perusahaan terhadap pengungkapantanggungjawab sosial perusahaan. Namun, hal ini tidaksejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan olehAnggraini (2006) dan Roberts (1992) yang menyatakanbahwa ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadappengungkapan tanggungjawab sosial perusahaan.Sembiring (2005) menyatakan bahwa semakin besarjumlah anggota dewan komisaris, maka akan semakinmudah untuk mengendalikan CEO dan pengawasanyang dilakukan akan semakin efektif. Dikaitkan denganpengungkapan tanggungjawab sosial perusahaan,maka tekanan terhadap manajemen juga akan semakinbesar untuk mengungkapkannya. Hal ini sejalan denganhasil penelitian yang dilakukan oleh Beasly (2000).Namun, berbeda dengan hasil penelitian yang

dilakukan oleh Nofandrilla (2008) yang menyatakanbahwa ukuran dewan komisaris tidak berpengaruhsecara signifikan terhadap pengungkapantanggungjawab sosial perusahaan. Berkaitan denganstruktur kepemilikan, Machmud & Djaman (2008)menyatakan bahwa kepemilikan asing dan kepemilikaninstitusional tidak berpengaruh terhadap luaspengungkapan tanggungjawab sosial. NamunNofandrilla (2008) menyatakan bahwa kepemilikaninstitusional berpengaruh secara signifikan terhadapkebijakan pengungkapan tanggungjawab sosialperusahaan. Ansah (2000) meneliti tentang pengaruhumur perusahaan terhadap pengungkapantanggungjawab sosial perusahaan, hasilnyamenyatakan bahwa umur perusahaan tidakberpengaruh signifikan terhadap pengungkapantanggungjawab sosial perusahaan. SedangkanSembiring (2003), Marwata (2001), dan Nofandrilla(2008) tidak menemukan pengaruh yang signifikan.

Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitianSembiring (2005). Dalam penelitian ini, terdapatbeberapa perbedaan dengan penelitian Sembiring(2005), antara lain 1) Periode penelitian, Sembiring (2005)menggunakan periode penelitian tahun 2002 sedangpenelitian ini memperluas rentang periode penelitianselama tiga tahun pengamatan, terhitung mulai tahun2005 sampai tahun dengan tahun 2007 dengan alasanagar diperoleh jumlah sampel dan observasi yang cukupsecara statistik. Periode penelitian yang lebih panjangakan memberikan kemungkinan yang lebih besar untukmemperoleh hasil yang lebih mendekati kondisisebenarnya; 2) Sampel penelitian, sampel yang ditelitiSembiring (2005) menggunakan seluruh perusahaanyang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI), sedangpenelitian ini mengkhususkan sampel pada perusahaanproperty dan real estate yang terdaftar di BEI.Pengkhususan sampel dapat menghindari hasilpenelitian yang bias, dikarenakan perbedaankarakteristik perusahaan yang terdaftar di BEI; 3)Variabel penelitian, Sembiring (2005) menggunakan limavariabel independen dalam penelitian, yaitu ukuranperusahaan, profitabilitas, profile, ukuran dewankomisaris, dan leverage, sedang penelitian inimengambil dua variabel dari penelitian Sembiring (2005)yaitu ukuran perusahaan dan ukuran dewan komisaris.Penelitian ini menambahkan tiga variabel yaitukepemilikan institusional, kepemilikan asing, dan umur

Page 173: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

299

PENGARUH UKURAN PERUSAHAAN, UKURAN DEWAN KOMISARIS, ................. (Indah Dewi Utami dan Rahmawati)

perusahaan sesuai saran dalam penelitian Sembiring(2005); 4) Sembiring (2005) menggunakan jumlah tenagakerja sebagai ukuran perusahaan, sedang penelitianini menggunakan total aset sebagai alat ukur, karenatotal aset lebih dapat mengukur besar kecilnyaperusahaan.

Berdasarkan latar belakang, maka perumusanmasalah dalam penelitian ini adalah 1) Apakah ukuranperusahaan berpengaruh terhadap CSR disclosure padaperusahaan property dan real estate yang terdaftar diBEI; 2) Apakah ukuran dewan komisaris berpengaruhterhadap CSR disclosure pada perusahaan propertydan real estate yang terdaftar di BEI; 3) Apakahkepemilikan institusional berpengaruh terhadap CSRdisclosure pada perusahaan property dan real estateyang terdaftar di BEI; 4) Apakah kepemilikan asingberpengaruh terhadap CSR disclosure pada perusahaanproperty dan real estate yang terdaftar di BEI; 5)Apakah umur perusahaan berpengaruh terhadap CSRdisclosure pada perusahaan property dan real estateyang terdaftar di BEI; dan 6) Apakah ukuranperusahaan, ukuran dewan komisaris, kepemilikaninstitusional, kepemilikan asing, dan umur perusahaanberpengaruh secara simultan terhadap CSR disclosurepada perusahaan property dan real estate yangterdaftar di BEI.

MATERI DAN METODE PENELITIAN

Ukuran perusahaan merupakan variabel penduga yangbanyak digunakan untuk menjelaskan variasipengungkapan dalam laporan tahunan perusahaan.Menurut Siregar dan Utama dalam Nofandrilla (2008),semakin besar ukuran perusahaan, informasi yangtersedia untuk investor dalam pengambilan keputusansehubungan dengan investasi saham semakin banyak.Sembiring (2005) dan Nofandrilla (2008) menemukanpengaruh yang signifikan ukuran perusahaan terhadappengungkapan tanggungjawab sosial perusahaan.Namun, hal ini tidak sejalan dengan hasil penelitianyang dilakukan oleh Anggraini (2006) dan Roberts(1992) yang menyatakan bahwa ukuran perusahaantidak berpengaruh terhadap pengungkapantanggungjawab sosial perusahaan. Berdasarkan hasilpenelitian terdahulu, maka disusun hipotesis penelitiansebagai berikut:H1: Ukuran perusahaan berpengaruh terhadap cor-

porate social responsibility disclosure padaperusahaan property dan real estate yangterdaftar di BEI.

Sembiring (2005) menyatakan bahwa semakinbesar jumlah anggota dewan komisaris, maka semakinmudah untuk mengendalikan CEO dan pengawasanyang dilakukan akan semakin efektif. Dikaitkan denganpengungkapan tanggungjawab sosial perusahaan,maka tekanan terhadap manajemen juga akan semakinbesar untuk mengungkapkannya. Hal ini sejalan denganhasil penelitian yang dilakukan oleh Beasly (2000).Namun, berbeda dengan hasil penelitian yangdilakukan oleh Nofandrilla (2008) yang menyatakanbahwa ukuran dewan komisaris tidak berpengaruhterhadap pengungkapan tanggungjawab sosialperusahaan. Berdasarkan hasil penelitian terdahulu,maka disusun hipotesis penelitian sebagai berikut:H2: Ukuran dewan komisaris berpengaruh terhadap

corporate social responsibility disclosure padaperusahaan property dan real estate yangterdaftar di BEI.

Kepemilikan institusional adalah kepemilikansaham perusahaan oleh institusi (badan). Tingkatkepemilikan institusional yang tinggi akan menimbulkanusaha pengawasan yang lebih besar oleh pihak inves-tor institusional sehingga dapat menghalangi perilakuopportunistic manajer (Arif 2006 dalam Machmud danDjaman 2008). Machmud dan Djaman (2008)menyatakan bahwa kepemilikan institusional tidakberpengaruh terhadap pengungkapan tanggungjawabsosial perusahaan, namun Nofandrilla (2008)menyatakan bahwa kepemilikan institusionalberpengaruh terhadap pengungkapan tanggungjawabsosial perusahaan. Berdasarkan hasil penelitianterdahulu, maka disusun hipotesis penelitian sebagaiberikut:H3: Kepemilikan institusional berpengaruh terhadap

corporate social responsibility disclosure padaperusahaan property dan real estate yangterdaftar di BEI.

Kepemilikan asing dalam perusahaanmerupakan pihak yang dianggap concern terhadaptanggungjawab sosial perusahaan (Fauzi 2006 dalamMachmud dan Djaman 2008). Berkaitan dengankepemilikan asing, Machmud dan Djaman (2008)menyatakan bahwa kepemilikan asing tidakberpengaruh terhadap pengungkapan tanggungjawab

Page 174: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

300

JAM, Vol. 21, No. 3, Desember 2010: 297-306

sosial perusahaan. Berdasarkan hasil penelitiantersebut, maka disusun hipotesis penelitian sebagaiberikut:H4: Kepemilikan asing berpengaruh terhadap corpo-

rate social responsibility disclosure padaperusahaan property dan real estate yangterdaftar di BEI.

Widiastuti (2002) dalam Nofandrilla (2008)menyatakan bahwa umur perusahaan dapatmenunjukkan bahwa perusahaan tetap eksis dan mampubersaing. Dengan demikian, umur perusahaan dapatdikaitkan dengan kinerja keuangan suatu perusahaan.Perusahaan yang berumur lebih tua memilikipengalaman lebih banyak dan mengetahui kebutuhankonstituennya atas informasi tentang perusahaan.Ansah (2000) meneliti tentang pengaruh umurperusahaan terhadap pengungkapan tanggungjawabsosial perusahaan. Hasilnya menyatakan bahwa umurperusahaan berpengaruh terhadap pengungkapantanggungjawab sosial perusahaan, sedangkanSembiring (2003), Marwata (2001), dan Nofandrilla(2008) tidak menemukan pengaruh yang signifikan.Berdasarkan hasil penelitian terdahulu, maka disusunhipotesis penelitian sebagai berikut:H5: Umur perusahaan berpengaruh terhadap corpo-

rate social responsibilitydisclosure padaperusahaan property dan real estate yangterdaftar di BEI.

Populasi mengacu pada sekelompok orang,kejadian (event), atau sesuatu yang menarik perhatianpeneliti untuk melakukan investigasi (Sekaran, 2003).Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalahseluruh perusahaan property dan real estate yangterdaftar di BEI tahun 2005 sampai dengan 2007. Sampeladalah bagian dari populasi yang terdiri dari elemen-elemen yang diharapkan memiliki karakteristik yangmewakili populasinya (Sekaran, 2003). Teknikpengambilan sampel pada penelitian ini adalah purpo-sive sampling, yaitu sampel yang sengaja ditentukanberdasarkan kriteria tertentu yang telah ditentukan olehpeneliti untuk mendapatkan sampel yang representatif.Kriteria untuk sampel penelitian ini adalah perusahaanproperty dan real estate yang terdaftar di BEI (2005-2007), perusahaan yang mempublikasikan laporankeuangan auditan dengan menggunakan tahun bukuyang berakhir pada 31 Desember, dan perusahaan prop-erty dan real estate tersebut memiliki data lengkap yang

diperlukan dalam penelitian selama tiga tahun (2005 –2007).

Variabel dependen dalam penelitian ini adalahCSR disclosure atau tingkat pengungkapantanggungjawab sosial perusahaan dalam laporantahunan. Tanggungjawab sosial perusahaan itu sendiridapat digambarkan sebagai ketersediaan informasikeuangan dan non-keuangan berkaitan denganinteraksi organisasi dengan lingkungan fisik danlingkungan sosialnya, yang dapat dibuat dalam laporantahunan perusahaan atau laporan sosial terpisah(Guthrie dan Mathews 1985 dalam Sembiring 2005).

Instrumen penelitian yang digunakan adalahsuatu daftar pengungkapan tanggungjawab sosialperusahaan. Check list dilakukan dengan melihatpengungkapan tanggungjawab sosial perusahaandalam tujuh kategori yaitu lingkungan, energi,kesehatan dan keselamatan tenaga kerja, lain-laintenaga kerja, produk, keterlibatan masyarakat, danumum. Kategori ini diadopsi dari penelitian yangdilakukan oleh Sembiring (2005) yang mengadopsipenelitian yang dilakukan oleh Hackston dan Milne.Ketujuh kategori tersebut dijabarkan ke dalam 63 itempengungkapan yang telah disesuaikan dengan kondisiyang ada di Indonesia. Perhitungan untuk menentukanskor indeks pengungkapan tanggung jawab sosialperusahaan adalah sebagai berikut ini 1) setiap itemdiberi skor 1 jika diungkapkan dan skor 0 jika tidakdiungkapkan; 2) perhitungan indeks tingkatpengungkapan tanggungjawab sosial perusahaandiukur dengan rasio total skor yang diperoleh denganskor maksimal yang dapat diperoleh. Skor maksimal tiap-tiap blok berbeda sesuai penyesuaian yang telahdilakukan pada masing-masing blok. Indeksdiformulasikan sebagai berikut ini.

INDEKS = kn

Notasi:n = jumlah skor pengungkapan yang diperoleh, dank = jumlah skor maksimal.

Penelitian ini menggunakan lima variabelindependen, yaitu 1) Ukuran perusahaan yang diukurdengan total aset perusahaan, karena total aset lebih

Page 175: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

301

PENGARUH UKURAN PERUSAHAAN, UKURAN DEWAN KOMISARIS, ................. (Indah Dewi Utami dan Rahmawati)

dapat mengukur besar kecilnya perusahaan; 2) Ukurandewan komisaris yang dalam penelitian ini konsistendengan Sembiring (2005) yaitu jumlah personil dalamanggota dewan komisaris; 3) Kepemilikan institusionalyang diukur dengan persentase kepemilikan sahamoleh institusi (badan) yang dilihat dari laporan keuangantahunan perusahaaan (Machmud & Djaman, 2008); 4)Kepemilikan asing diukur dengan persentasekepemilikan saham oleh asing yang dilihat dari laporankeuangan tahunan perusahaaan (Machmud & Djaman,2008); dan 5) Umur perusahaan yaitu lama perusahaanberdiri yang dihitung sejak tahun perusahaan tersebutberdiri hingga perusahaan tersebut dijadikan sampeldalam penelitian.

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalahdata sekunder, yaitu laporan keuangan perusahaanproperty dan real estate yang terdaftar dan aktif di BEIyang terdiri dari 1) daftar perusahaan property dan realestate yang listing di BEI tahun 2005 sampai dengantahun 2007; 2) laporan keuangan tahunan perusahaanproperty dan real estate selama kurun waktu 2005sampai dengan tahun 2007; dan 3) data dan informasilain yang terkait dalam penghitungan dan analisis.Teknik pengambilan data yang digunakan dalampenelitian ini adalah dokumentasi dari sumber datamelalui Pojok BEI UNS dan website resmi IndonesiaStock Exchange yaitu www.idx.co.id.

HASIL PENELITIAN

Dalam penelitian ini, populasi meliputi seluruhperusahaan property dan real estate yang terdaftar diBEI pada tahun 2005 sampai dengan 2007. Menurutdata pada ICMD 2006-2008 terdapat 126 perusahaanproperty dan real estate yang terdaftar di BEI.Perusahaan sampel yang berhasil diperoleh melaluimetode purposive sampling adalah 121 perusahaanselama 3 tahun.

Tabel 1Jumlah Sampel Penelitian

Keterangan JumlahPerusahaan property dan real estate 2005-2007 126Perusahaan property dan real estate yang tidak menyajikaninformasi lengkap dalam laporan tahunan 5Jumlah perusahaan yang dijadikan sampel 121Sumber: www.idx.co.id

Variabel dependen dalam penelitian ini adalahcorporate social responsibility disclosure yangdinyatakan dalam indeks. Indeks diperoleh denganmembandingkan jumlah skor yang berhasil didapatdengan skor maksimal. Besarnya indeks pengungkapanmasing-masing perusahaan bervariasi antara 0,03sampai dengan 0,55. Rata-rata indeks pengungkapantanggungjawab sosial perusahaan property dan realestate yang terdaftar di BEI adalah 0,1812 atau sekitar18,12 %.

Gambaran tentang pengungkapantanggungjawab sosial perusahaan berdasarkan jenisindustri property dan real estate menunjukkan bahwajumlah pengungkapan paling banyak dilakukan olehPT. Bakrieland Development (2007) sebanyak 35pengungkapan atau 55% dari total pengungkapan,sedangkan yang paling sedikit adalah PT. DayaindoResources Internasional (2007) dan PT. Jaka IntiRealtindo (2007) sebanyak 2 pengungkapan dari totalpengungkapan atau sebesar 3%. Berdasarkan 63 itemyang digunakan untuk mengukur indekspengungkapan tanggungjawab sosial perusahaan, adabeberapa item yang banyak diungkap oleh perusahaansampel, di antaranya pelatihan tenaga kerja melalui pro-gram tertentu di tempat kerja, pengungkapan persentasigaji untuk pensiun, pengungkapan kebijakanpenggajian dalam perusahaan, pengungkapan jumlahtenaga kerja dalam perusahaan, dan pengungkapansumbangan tunai, produk dan layanan. Deskripsimengenai variabel dependen dan variabel independendapat dilihat pada Tabel 2. Hasil uji signifikansi t dapatdilihat dari Tabel 3.

Hipotesis pertama penelitian ini yaitu ukuranperusahaan berpengaruh terhadap corporate socialresponsibility disclosure. Probability value yangdihasilkan untuk variabel pertama adalah 0,002signifikan pada tingkat signifikansi 0,05 atau 5%. Nilait hitung yang dihasilkan sebesar -3.159. Berdasar hasilanalisis tersebut maka disimpulkan bahwa hipotesisditerima. Hal ini berarti bahwa terdapat pengaruhukuran perusahaan terhadap corporate social respon-sibility disclosure.

Hipotesis kedua yaitu ukuran dewan komisarisberpengaruh terhadap corporate social responsibil-ity disclosure. Probability value yang dihasilkanadalah 0.056 signifikan pada tingkat signifikansi 10%.Nilai t hitung yang dihasilkan sebesar 1.927. Berdasar

Page 176: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

302

JAM, Vol. 21, No. 3, Desember 2010: 297-306

hasil analisis tersebut maka disimpulkan bahwahipotesis. Hal ini berarti bahwa ukuran dewan komisarisberpengaruh terhadap corporate social responsibil-ity disclosure.

Hipotesis ketiga yaitu kepemilikan institusionalberpengaruh terhadap corporate social responsibil-ity disclosure. Probability value yang dihasilkanadalah 0,523 tidak signifikan pada tingkat signifikansi5% maupun 10%. Nilai t hitung yang dihasilkan sebesar-0,640. Berdasar hasil analisis tersebut dapatdisimpulkan bahwa hipotesis ditolak dan berarti bahwakepemilikan institusional tidak mempunyai pengaruhterhadap corporate social responsibility disclosure.Hipotesis keempat yaitu kepemilikan asingberpengaruh terhadap corporate social responsibil-ity disclosure. Probability value yang dihasilkanadalah 0,404 dan nilai t hitung yang dihasilkan sebesar0.838 tidak signifikan pada tingkat signifikansi 5%maupun 10%. Berdasar hasil analisis tersebut dapat

disimpulkan bahwa hipotesis ditolak. Hal inimenunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruhkepemilikan asing terhadap corporate social respon-sibility disclosure.

Hipotesis kelima yaitu umur perusahaanberpengaruh terhadap corporate social responsibil-ity disclosure. Probability value yang dihasilkanadalah 0,757 dan nilai t hitung yang dihasilkan sebesar0.310. Berdasar hasil analisis tersebut dapat disimpulkanbahwa hipotesis ditolak. Hal ini berarti bahwa umurperusahaan tidak berpengaruh terhadap corporatesocial responsibility disclosure.

PEMBAHASAN

Secara simultan ditemukan bahwa tingkat pengaruhvariabel independen terhadap corporate social re-sponsibility disclosure yang ditemukan cukup rendahyaitu sebesar 8,1% (Adjusted R Square). Hal ini berarti

Variabel t hitung Probability Value Interpretasi

LOG_SIZE KOM INST FOREIGN AGE

-3.159 1.927 -0.640 0.838 0.310

0.002 0.056 0.523 0.404 0.757

Ha didukung * Ha didukung ** Ha tidak didukung Ha tidak didukung Ha tidak didukung

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

CSDI 121 .03 .55 .1812 .10206 LOG_SIZE 121 .00 2.98 1.2956 1.12358 KOM 121 .00 1.00 .8347 .37299 INST 121 7.40 100.00 62.0932 22.22624 FOREIGN 121 .00 1.00 .5620 .49821 AGE 121 3.00 38.00 21.4463 7.39702 Valid N (listwise) 121

Tabel 2Statistik Deskriptif

Sumber: hasil pengolahan data.

Tabel 3Uji Koefisien Regresi Parsial (Signifikansi t)

Sumber: hasil pengolahan data.Keterangan:* : tingkat signifikansi 5%** : tingkat signifikansi 10%

Page 177: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

303

PENGARUH UKURAN PERUSAHAAN, UKURAN DEWAN KOMISARIS, ................. (Indah Dewi Utami dan Rahmawati)

bahwa secara simultan ukuran perusahaan, ukurandewan komisaris, kepemilikan institucional, kepemilikanasing, dan umur perusahaan mampu mempengaruhitingkat corporate social responsibility disclosuresebesar 8,1%. Hasil analisis regresi parsial berhasilmendukung hipotesis alternatif pertama pada tingkatsignifikasi 5% dan hipotesis alternatif kedua padatingkat signifikansi 10%, sedang hipotesis alternatifketiga, keempat, dan kelima tidak didukung.

Bukti bahwa oleh ukuran perusahaanberpengaruh positif signifikan terhadap corporate so-cial responsibility disclosure telah ditemukan dalampenelitian sebelumnya. Menurut Sembiring (2003) danSembiring (2005), perusahaan besar melakukan lebihbanyak aktivitas yang memberikan dampak yang lebihbesar terhadap masyarakat, kemungkinan mempunyailebih banyak pemegang saham yang boleh jadi terkaitdengan program sosial perusahaan dan laporankeuangan tahunan akan dijadikan sebagai alat yangefisien untuk menyebarkan informasi ini. Hasil ini jugamendukung penelitian Nofandrilla (2008), akan tetapitidak mendukung penelitian Anggraini (2006) dan Rob-erts (1992). Dalam penelitian ini, ukuran perusahaandiproksi dengan total aset dalam perusahaan. Hal inidapat diinterpretasikan bahwa semakin besar suatuperusahaan, maka semakin luas pengungkapantanggung jawab sosial yang dibuat perusahaan.

Dewan komisaris dianggap sebagai mekanismepengendalian intern tertinggi, yang bertanggungjawabuntuk memonitor tindakan manajemen puncak.Dikaitkan dengan pengungkapan tanggungjawabsosial perusahaan, maka tekanan terhadap manajemenjuga akan semakin besar untuk mengungkapkannya,sehingga kebanyakan penelitian menunjukkan adanyahubungan positif antara dewan komisaris dengantingkat pengungkapan informasi oleh perusahaan.Dalam penelitian ini ukuran dewan komisaris yangdiproksikan dengan jumlah personil dewan komisarisdan independensi dewan komisaris, menunjukkanpengaruh terhadap corporate social responsibilitydisclosure. Hal ini berarti mendukung penelitianSembiring (2005) dan Beasley (2000), namun tidakmendukung penelitian Nofandrilla (2008).

Kepemilikan institusional umumnya dapatbertindak sebagai pihak yang memonitor perusahaan.Perusahaan dengan kepemilikan institusional yangbesar mengindikasikan kemampuannya untuk

memonitor manajemen. Semakin besar kepemilikaninstitusional maka semakin efisien pemanfaatan aktivaperusahaan dan dapat diharapkan juga dapat bertindaksebagai pencegahan terhadap pemborosan yangdilakukan oleh manajemen. Hal ini berarti kepemilikaninstitusional dapat menjadi pendorong perusahaanuntuk melakukan pengungkapan tanggungjawab sosial(Arif 2006 dalam Machmud & Djaman 2008). Penelitianini mendukung penelitian Machmud & Djaman (2008)yang menyatakan bahwa kepemilikan institusional tidakberpengaruh terhadap corporate social responsibil-ity disclosure. Berbeda dengan Nofandrilla (2008) yangmenyatakan bahwa kepemilikan institusionalberpengaruh secara signifikan terhadap corporate so-cial responsibility disclosure. Kemungkian hal inidisebabkan karena perusahaan institusi yangmenanamkan modalnya pada perusahaan lain belummempertimbangkan masalah tanggungjawab sosialsebagai salah satu kriteria dalam melakukan investasi,sehingga para investor institusi juga cenderung tidakmenekan perusahaan untuk mengungkapkan CSRsecara detail dalam laporan tahunan perusahaan.

Kepemilikan asing dalam perusahaanmerupakan pihak yang dianggap consern terhadapcorporate social responsibility disclosur. Sepertidiketahui, negara-negara terutama di Eropa dan Amerikasangat memperhatikan isu-isu sosial, sepertipelanggaran hak asasi manusia, pendidikan, tenagakerja, dan isu lingkungan seperti, efek rumah kaca,pembalakan liar, serta pencemaran air (Fauzi 2006 dalamMachmud & Djaman 2008). Hasil penelitian inimenunjukkan tidak ada pengaruh antara kepemilikanasing dengan corporate social responsibility disclo-sure, sejalan dengan penelitian Machmud & Djaman(2008). Alasan yang dapat digunakan untukmenjelaskan hal tersebut adalah bahwa kemungkinankepemilikan asing pada perusahaan di Indonesia secaraumum belum mempedulikan masalah lingkungan dansosial sebagai isu kritis yang secara ekstensif untukdiungkapkan dalam laporan tahunan. Kemungkinan lainadalah sampel perusahaan dengan kepemilikan asingdalam penelitian ini bukan perusahaan yang terkaitlangsung dengan sumber daya alam, sehinggapengungkapan CSR dalam laporan tahunan sifatnyamasih voluntary atau sukarela saja.

Menurut Widiastuti (2002) dalam Nofandrilla(2008), umur perusahaan dapat menunjukkan bahwa

Page 178: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

304

JAM, Vol. 21, No. 3, Desember 2010: 297-306

perusahaan tetap eksis dan mampu bersaing.Perusahaan yang berumur lebih tua memilikipengalaman lebih banyak sehingga akan lebihmengetahui kebutuhan konstituenya akan informasitentang perusahaan. Dengan demikian, umurperusahaan dapat dikaitkan dengan kinerja keuangansuatu perusahaan (Sembiring, 2005). Jika suatuperusahaan mempunyai kinerja keuangan yang baik,maka perusahaan tersebut akan dapat menjagakelangsungan usaha. Penelitian ini tidak mendukungpenelitian Ansah (2000), namun mendukung penelitianSembiring (2003), Marwata (2001), dan Nofandrilla(2008) dimana umur perusahaan tidak berpengaruhterhadap kebijakan pengungkapan tanggung jawabsosial. Dalam realita saat ini, perusahaan yang sudahlama berdiri belum tentu eksis dan mampu bersaingdengan perusahaan yang lebih baru. Selain tersaingi,mungkin juga perusahaan tersebut masih berdiri untukmencoba mempertahankan kelangsungan hidupnyasehingga sudah tidak eksis lagi.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Penelitian ini menyimpulkan bahwa secara bersama-sama kelima variabel independen, yaitu ukuranperusahaan, ukuran dewan komisaris, kepemilikaninstitusional, kepemilikan asing, dan umur perusahaanberpengaruh terhadap corporate social responsibil-ity disclosure pada perusahaan property dan real es-tate yang terdaftar di BEI tahun 2005-2007; ukuranperusahaan berpengaruh terhadap corporate socialresponsibility disclosure pada perusahaan propertydan real estate yang terdaftar di BEI tahun 2005-2007;ukuran dewan komisaris berpengaruh terhadap corpo-rate social responsibility disclosure pada perusahaanproperty dan real estate yang terdaftar di BEI tahun2005-2007; kepemilikan institusional tidak berpengaruhterhadap corporate social responsibility disclosurepada perusahaan property dan real estate yangterdaftar di BEI tahun 2005-2007; kepemilikan asingtidak berpengaruh terhadap corporate social respon-sibility disclosure pada perusahaan property dan realestate yang terdaftar di BEI tahun 2005-2007; dan umurperusahaan tidak berpengaruh terhadap corporate

social responsibility disclosure pada perusahaan prop-erty dan real estate yang terdaftar di BEI tahun 2005-2007.

Keterbatasan dalam penelitian ini adalahperiode pengamatan dalam penelitian ini relatif pendek(3 tahun) yaitu tahun 2005-2007; penelitian ini hanyamenggunakan perusahaan property dan real estatesebagai sampel sehingga hasil penelitian ini tidak dapatdigeneralisasi pada jenis perusahaan lain, sepertiperbankan, manufaktur, dan sebagainya; pengukurancorporate social responsibility dalam penelitian inimenggunakan indeks jumlah pengungkapantanggungjawab sosial yang dilakukan oleh perusahaanproperty dan real estate sehingga pengukuran terbataspada sedikit banyak jumlah pengungkapan tanpamempertimbngkan isi (kontens); dan penelitian inihanya menggunakan 5 variabel berupa ukuranperusahaan, ukuran dewan komisaris, kepemilikaninstitusional, kepemilikan asing, dan umur perusahaantanpa memasukkan variabel-variabel lain yang secaralogika teori berpengaruh terhadap corporate socialresponsibility.

Saran

Saran yang dikemukakan diharapkan dapat memberimanfaat yang lebih besar bagi penelitian serupa padamasa yang akan datang adalah penelitian berikutnyadapat menambah dan memperpanjang periodepenelitian sehingga dimungkinkan dapat diperolehjumlah sampel dan observasi yang lebih banyak danhasil penelitian yang lebih baik secara statistik;penelitian berikutnya dapat menambah sampelpenelitian untuk industri di luar property dan real es-tate sehingga hasil penelitian dapat diperbandingkanantarindustri; penelitian berikutnya dapatmenggunakan alat ukur CSR yang lebih mendalamdengan mempertimbangkan isi atau kontens yangterdapat dalam pengukuran; dan penelitian berikutnyaagar menambahkan variabel independen lain yangsesuai dan berpengaruh terhadap tingkat corporatesocial responsibility disclosure seperti profitabilitas,solvabilitas, dan likuiditas.

Page 179: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

305

PENGARUH UKURAN PERUSAHAAN, UKURAN DEWAN KOMISARIS, ................. (Indah Dewi Utami dan Rahmawati)

DAFTAR PUSTAKA

Anggraini. 2006. “Pengungkapan Informasi Sosial danFaktor-faktor yang MempengaruhiPengungkapan Informasi Sosial dalam LaporanKeuangan Tahunan (studi empiris padaperusahaan-perusahaan yang terdaftar BursaEfek Jakarta).” Simposium Nasional Akuntansi9.

Ansah, Steven O. 2000. “Timeliness of Corporate Fi-nancial Reporting in Emerging Capital Mar-ket: Empirical Evidence from Zimbabwe StockExchange.” Accounting and Business Re-search Journal:241-254.

Beasley, Mark S. 1996, “An Empirical Analysis of theRelation Between the Board of Director Com-position and Financial Statement Fraud”, TheAccounting Review, Vol. 71 No.4: 443-465.

Dahlia dan Siregar. 2008. “Pengaruh Corporate SocialResponsibility terhadap Kinerja Perusahaan(studi empiris pada perusahaan yang tercatatdi bursa efek Indonesia pada tahun 2005 dan2006).” Simposium Nasional Akuntansi 11.

Fitria. 2006. “Pengaruh Karakteristik Perusahaanterhadap Tingkat Kelengkapan PengungkapanSukarela dalam Laporan Tahunan”. TidakDipublikasikan. Surakarta: FE UNS.

Ghazali, Imam. 2005. Aplikasi Analisis Multivariatedengan Program SPSS. Semarang: BadanPenerbit Universitas Diponegoro.

Harahap, Sofyan Safri. 2003. Teori Akuntansi. EdisiRevisi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Machmud dan Djakman. 2008. “Pengaruh StrukturKepemilikan terhadap Luas PengungkapanTanggung Jawab Sosial (CSR Disclosure) padaLaporan Tahunan Perusahaan : Study Empirispada Perusahaan Publik yang Tercatat di BursaEfek Indonesia 2006.” Simposium NasionalAkuntansi 11.

Marwata. 2001. “Hubungan Antara KarakteristikPerusahaan dan Kualitas Ungkapan Sukareladalam Laporan Tahunan Perusahaan Publik diIndonesia.” Simposium Nasional Akuntansi 4.

Nofandrilla. 2008. “Analisis Pengaruh KarakteristikPerusahaan terhadap Kebijakan PengungkapanTanggung Jawab Sosial (Studi Empiris padaPerusahaan Pertambangan yang Terdaftar diBursa Efek Jakarta.” Tidak Dipublikasikan.Surakarta: FE UNS.

Nurlela dan Islahuddin. 2008. “Pengaruh CorporateSocial Responsibility terhadap NilaiPerusahaan dengan Prosentase KepemilikanManajemen sebagai Variabel Moderating (studiempiris pada perusahaan yang terdaftar di BursaEfek Jakarta).” Simposium Nasional Akuntansi11.

Rahayu. 2008. “Pengaruh Tingkat KetaatanPengungkapan Wajib dan Luas pengungkapanSukarela terhadap Kualitas Laba.” SimposiumNasional Akuntansi 11.

Roberts, R.W. 1992. “Determinants Of Corporate So-cial Responsibility Disclosure: An ApplicationOf Stakeholder Theory”, Accounting,Organisations and Society, Vol. 17 No. 6: 595-612.

Sayekti dan Wondabio. 2007. “Pengaruh CSR Disclo-sure terhadap Earning Response Coeficient(ERC).” Simposiun Nasional Akuntansi 10.

Sekaran, Uma. 2003. Research Methods for Business:A Skill-Building Approach. 4th ed. New York:John Wiley & Sons, Inc.

Sembiring. 2005. “Karakteristik Perusahaan danPengungkapan Tanggung Jawab Sosial: StudyEmpiris pada Perusahaan yang tercatat di BursaEfek Jakarta.” Simposium Nasional Akuntansi8.

Page 180: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

306

JAM, Vol. 21, No. 3, Desember 2010: 297-306

_________. 2003. “Kinerja Keuangan, Political Vis-ibility, Ketergantungan pada Hutang, danPengungkapan Tanggung Jawab SosialPerusahaan.”, Simposium Nasional Akuntansi6.

Suwardjono. 2005. Teori Akuntansi. Yogyakarta: BPFE.

Page 181: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

INDEKS PENULIS DAN ARTIKELJURNAL AKUNTANSI & MANAJEMEN

Vol. 16, No. 1, April 2005

Lo, Eko Widodo, pp. 1-10, Penjelasan Teori Prospek Terhadap Manajemen Laba

Tjahyono, Heru Kurnianto, pp. 11-24, Peran Kepemimpinan Sebagai Variabel Pemoderasian HubunganBudaya Organisasional dengan Keefektifan Organisasional (Studi pada Perguruan Tinggi Swasta diPropinsi DIY)

Astuti, Sri dan M. Hanad Hainafi, pp. 250-34, Pengaruh Laporan Auditor Dengan Modifikasi GoingConcern Terhadap Abnormal Accrual

Siregar, Baldric dan Twenty Selvia Sari Sianturi, pp. 35-49, ; Reaksi Pasar Modal Terhadap Hasil PemilihanUmum dan Pergantian Pemerintahan Tahun 2004

Prajogo, Wisnu, pp. 51-65, Pengaruh Pemediasian Trust Dalam Hubungan Kepemimpinan Transformasionaldan Organizational Citizenship Behavior

Widiastuti, Sri Wahyuni dan Sri Suryaningrum, pp. 67-77, Pengaruh Motivasi Terhadap Minat MahasiswaAkuntansi Untuk Mengikuti Pendidikan Profesi Akuntansi (PPA)

Vol. 16, No. 2, Agustus 2005

Heriningsih, Sucahyo, Sri Suryaningrum, Windyastuti, pp. 79-91, Pengaruh Kecerdasan Emosionalpada Pemahaman Pengetahuan Akuntansi di Tingkat Pengantar dengan Penalaran dan PendekatanSistem

Susanto, Djoko dan Baldric Siregar, pp. 93-105, Peran Saling Melengkapi Laba dan Arus Kas Operasidalam Menjelaskan Variasi Return Saham

Rahdi, Fahmy, pp. 107-119, Industry Policy and Technology Transfer: Review and Analysis of TheIndonesian Automotive Industry During New Orde Era

Yudiarti, Fr. Ninik dan Eko Widodo Lo, pp. 121-127, Pengaruh Framing; Pertanggungjawaban, danJenis Kelamin dalam Keputusan Investasi Tambahan: Keputusan Individual dan Grup

Vol. 21, No. 3, Desember 2010

Tahun 1990

ISSN: 0853-1259

J U R N A LAKUNTANSI & MANAJEMEN

Page 182: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

Asakdiyah, Salamatun, pp. 129-139, Analisis Hubungan Antara Kualitas Pelayanan dan KepuasanPelanggan dalam Pembentukan Intensi Pembelian Konsumen Matahari Group di Daerah IstimewaYogyakarta

Saputro, Julianto Agung, pp. 141-152, Konsep dan Pengukuran Investment Opportunity Set SertaPengaruhnya pada Proses Kontrak

Vol. 16, No. 3, Desember 2005

Ciptono, Wakhid Slamet, pp. 153-171, The Critical Success Factors Of Tqm Underlying The DemingManagement Method: Evidence From The Indonesia’s Oil and Gas Industry

Lo, Eko Widodo, pp. 173-181, Manajemen Laba: Suatu Sistesa Teori

Sanjaya, I Putu Sugiartha, pp. 183-193, Analisis Pengaruh Akrual Diskresioner Terhadap ReturnSaham Bagi Perusahaan-Perusahaan yang Diaudit oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) Big Four danNon-Big Four

Sudarini, Sinta dan Silisia Mita Alloy, pp. 195-207, Penggunaan Rasio Keuangan Dalam MemprediksiLaba Pada Masa yang Akan Datang (Studi Kasus di Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di BursaEfek Jakarta)

Winarso, Beni Suhendra, pp. 209-218, Analisis Empiris Perbedaan Kinerja Keuangan AntaraPerusahaan yang Melakukan Stock Split dengan Perusahaan yang Tidak Melakukan Stock SplitPengujian The Signaling Hypothesis

Siregar, Baldric, pp. 219-230, Hubungan antara Dividen, Leverage Keuangan, dan Investasi

Vol. 17, No. 1, April 2006

Nurim, Yavida, pp. 1-10, Pengaruh Karakteristik Pembuat Judgment dalam Prediksi Failure Perusahaan

Kusuma, Deden Iwan, pp. 11-24, Studi Empiris Pemilihan Metode Akuntansi pada Perusahaan yangMelaksanakan Akuisisi di Indonesia

Yunani, Akhmad, pp. 25-40, Perancangan Model Sales Force Automation (SFA) dalam RangkaMenunjang Customer Relationship Management (CRM): Studi Kasus pada PT Pos Indonesia (Persero)

Suripto, Bambang, pp. 41-56, Praktik Pelaporan Keuangan dalam Web Site Perusahaan Indonesia

Vol. 21, No. 3, Desember 2010

Tahun 1990

ISSN: 0853-1259

J U R N A LAKUNTANSI & MANAJEMEN

Page 183: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

Khasanah, Mufidhatul, pp. 57-78, Kajian Usaha Ternak Kambing dalam Rangka MeningkatkanKesejahteraaan Masyarakat Kabupaten Sleman

Dongoran, Johnson, pp. 79-92, Pengaruh Sikap Kerja Terhadap Kinerja pada Hotel Bintang di JawaTengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta

Vol. 17, No. 2, Agustus 2006

Sri Darma. Gede, pp. 93-117, Employee Perception of The Impact of Information Technology Investmentin Organizations: A Survey of The Hotel Industry

Hapsoro, Dody, pp. 119-135, Pengaruh Transparansi Terhadap Konsekuensi Ekonomik: Studi Empirisdi Pasar Modal Indonesia

Indahwati, Weliana dan Erni Ekawati, pp. 137-152, Relevansi dan Reliabilitas Nilai Informasi AkuntansiGoodwill di Indonesia

Rahmawati, pp. 153-169, Hubungan Nonlinier antara Earnings dan Nilai Buku dengan Kinerja Saham

Siswanti, Yuni, pp. 171-180, Alliance Experience, Alliance Capability, Function Alliance Dedicateddan Alliance Learning dalam Aliansi Strategik untuk Meraih Kesuksesan Jangka Panjang di EraKompetisi Global

Widjaya, NH Setiadi, pp. 181-196, Pengaruh Komponen Komitmen Organi-sasional pada HubunganPersepsi Kaitan Kinerja-Gaji dan Organizational Citizenship Behavior

Vol. 17, No. 3, Desember 2006

Arsyad, Lincolin, pp. 197-218, A Process of Creating Business Plan for Microfinance Institution: CaseStudy of LPD Mas, Gianyar, Bali

Hapsoro, Dody, pp. 219-234, Pengaruh Struktur Pengelolaan Korporasi Terhadap Transparansi: StudiEmpiris di Pasar Modal Indonesia

Sri Darma, Gede, pp. 235-255, The Impact of Information Technology Investment on The HospitalityIndustry

Sulistiyani, Tina, pp. 257-267, Analisis Perilaku Brand Switching Produk Air Minum Mineral di DaerahIstimewa Yogyakarta

Vol. 21, No. 3, Desember 2010

Tahun 1990

ISSN: 0853-1259

J U R N A LAKUNTANSI & MANAJEMEN

Page 184: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

Siregar, Baldric, pp. 269-282, Determinan Risiko Ekspropriasi

Bawono, Icuk Rangga, dkk., pp. 283-294, Persepsi Mahasiswa S1 Akuntansi Reguler Tentang PendidikanProfesi Akuntansi (PPA) (Studi Kasus Pada Perguruan Tinggi Negeri di Purwokerto, Jawa Tengah)

Vol. 18, No. 1, April 2007

Kartikasari, Lisa, pp. 1-9, Pengaruh Variabel Fundamental terhadap Risiko Sistematik pada PerusahaanManufaktur yang Terdaftar di BEJ

Norpratiwi, Agustina M.V., pp. 9-22, Analisis Korelasi Investment Opportunity Set terhadap ReturnSaham pada Saat Pelaporan Keuangan PerusahaanRahmawati, pp. 23-34, Model Pendeteksian Manajemen Laba pada Industri Perbankan Publik diIndonesia dan Pengaruhnya terhadap Kinerja Perbankan

Dewi, Sherly Friska dan Eko Widodo Lo, pp. 35-42, Hubungan Sinyal-Sinyal Fundamental denganHarga Saham

Khasanah, Mufidhatul, pp. 43-50, Analisis Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD): KasusAPBD Kabupaten Sleman dan Kulonprogo Tahun 2004 dan 2005

Suranto, Anto, pp. 51-64, Hubungan Antara Sikap dan Perilaku Pejabat Public Relations denganEfeknya dalam Kinerja (Studi Hubungan antara Sikap Terhadap Penerapan Budaya Korporat danPerilaku Penerapan Budaya Korporat dengan Efeknya dalam Kinerja Pejabat Public RelationsPerbankan Swasta Nasional Anggota Perbanas

Vol. 18, No. 2, Agustus 2007

Hapsoro, Dody, pp. 65-85, Pengaruh Struktur Kepemilikan terhadap Transparansi: Studi Empiris diPasar Modal Indonesia

Ningsih, Dwi Astuti dan Wakhid Slamet Ciptono, pp. 87-98, Going Beyond Corporate Social Responsi-bility: The Critical Factors of Corporate Social Innovation—An Empirical Study

Lako, Andreas, pp. 99-113, Relevansi Nilai Informasi Akuntansi untuk Pasar Saham: Problema danPeluang Riset

Tjahjono, Heru Kurnianto, pp. 115-125, Validasi Item-Item Keadilan Distributif dan Keadilan Prosedural:Aplikasi Structural Equation Modeling dengan Confirmatory Factor Analysis (CFA)

Vol. 21, No. 3, Desember 2010

Tahun 1990

ISSN: 0853-1259

J U R N A LAKUNTANSI & MANAJEMEN

Page 185: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

Indriyo, St. Mahendra Soni, pp. 127-134, Reorientasi Kepentingan Korporasi dari Share-holders keStakeholders untuk Menjawab Tantangan Globalisasi di Masa Depan

Rahardja, Conny Tjandra dan N.H. Setiadi Widjaya, pp. 135-148, Manajemen Stres: BagaimanaMenghidupi Stres untuk Mencapai Keefektifan Organisasi

Vol. 18, No. 3, Desember 2007

Hery dan Merrina Agustiny, pp. 149-161, Pengaruh Pelaksanaan Etika Profesi Terhadap PengambilanKeputusan Akuntan Publik (Auditor)

Suhartini dan Putri Yusiyanti, pp. 163-177, Pengaruh Motivasi Terhadap Produktivitas Kerja KaryawanPDAM Tirtamarta Yogyakarta (Pendekatan Teori Ekspektansi Victor Vroom)

Supriyanto, Y., pp. 179-198, Kritik Terhadap Kinerja Pendekatan Profitability Index dan PendekatanNet Present Value untuk Memilih Sejumlah Proyek Independen dalam Capital Rationing

Khasanah, Mufidhatul, pp. 199-208, Analisis Ekonomi-Politik Anggaran Pendapatan dan BelanjaDaerah (APBD) Kabupaten Sleman dan Bantul Tahun 2004 dan 2005

Sani, Usman dan Istiqomah Istiqomah, pp. 209-221, Analisis Experiential Marketing Sabun Lux “BeautyGives You Super Powers”

Suripto, Bambang, pp. 223-236, Atribusi Kinerja oleh Manajemen dalam Industri yang Diregulasi: PengujianEmpiris Teori Atribusi dalam Laporan Tahunan Industri Perbankan di Indonesia

Vol. 19, No. 1, April 2008

Afifurrahman, Wahid dan Dody Hapsoro, pp. 1-14, Pengaruh Pengungkapan Sukarela Melalui Web Siteterhadap Nilai Perusahaan pada Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta

Fachrunnisa, Olivia, pp. 15-23, Perbedaan Gender dalam Penggunaan Gaya KepemimpinanTransformasional: Suatu Pengujian dari Perspektif Atasan, Bawahan, Rekan Kerja, dan Diri Sendiri

Prajogo, Wisnu, pp. 25-38, Pengaruh Kepemimpinan dan Kepribadian pada Modal Sosial serta Dampaknyapada Kinerja

Djamaluddin, Subekti dan Rahmawati, pp. 39-50, Kandungan Informasi Komponen-Komponen Labapada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta

Vol. 21, No. 3, Desember 2010

Tahun 1990

ISSN: 0853-1259

J U R N A LAKUNTANSI & MANAJEMEN

Page 186: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

Fajar, Siti Al, pp. 51-62, Kepemimpinan Transformasional: Keterkaitannya dengan Tipe KepribadianBerupa Behavioral Coping dan Emotional Coping

Hery, pp. 63-70, Peran Normatif dan Upaya Peningkatan Citra Auditor Internal, serta Keikutsertaannyadalam Penerapan Prinsip Good Corporate Governance

Vol. 19, No. 2, Agustus 2008

Hadi, Pramono, pp. 71-77, An Economic Valuation Of Turtle Conservation Efforts In Riau Case OnTambelan Island At 2006-2007

Noormansyah, Irvan, pp. 79-87, Studies In Management Accounting Control Systems In Less Devel-oped Countries

Giri, Efraim Ferdinan, pp. 89-102, Pengaruh Kebijakan Pembayaran Dividen Terhadap Informasi Asimetridi Bursa Efek Indonesia

Nugraha, Albert Kriestian Novi Adhi, pp. 103-111, The External Variables, Perceived Ease of Use andPerceived Usefulness Toward The Use of Sikasa 2.0 Software: A Survey of Employees in Satya WacanaChristian University

Utomo, Semcesen Budiman dan Baldric Siregar, pp. 113-125, Pengaruh Ukuran Perusahaan, Profitabilitas,dan Kontrol Kepemilikan terhadap Perataan Laba pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BursaEfek Indonesia (BEI)

Hardani, Rahmat Purbandono, pp. 127-137, Pengaruh Strategi dan Taktik terhadap Kesuksesan TahapOperasionalisasi Proyek

Vol. 19, No. 3, Desember 2008

Djamaluddin, Subekti, Rahmawati, dan Handayani Tri Wijayanti, pp. 139-153, Analisis Perubahan AktivaPajak Tangguhan dan Kewajiban Pajak Tangguhan untuk Mendeteksi Manajemen Laba

Hapsoro, Dody, pp. 155-172, Pengaruh Mekanisme Corporate Governance terhadap Kinerja Perusahaan:Studi Empiris di Pasar Modal Indonesia

Wulandari, Cynthia dan Shanti, pp. 173-183, Pengaruh Pengungkapan Sukarela terhadap Asimetri Informasipada Perusahaan Perbankan yang Go Public di PT. Bursa Efek Indonesia

Vol. 21, No. 3, Desember 2010

Tahun 1990

ISSN: 0853-1259

J U R N A LAKUNTANSI & MANAJEMEN

Page 187: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

Kristina, Batsyeba Maria dan Baldric Siregar, pp. 185-196, Pengaruh Manajemen Laba Nyata terhadapKinerja.

Bawono, Icuk dan Rangga, pp. 197-207, Persepsi Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan PembantuPemegang Uang Muka Kerja (PPUMK) terhadap Mekanisme Pelaksanaan Pembayaran Langsung (LS):Studi pada Pendidikan Tinggi Negeri Universitas Jenderal Soedirman

Adhilla, Fitroh, pp. 209-228, Analisis Manfaat Sosial dan Fungsional yang Diperoleh Konsumen dariHubungan yang Terjalin dengan Pramuniaga

Vol. 20, No. 1, April 2009

Setyomurni, Retno dan Tony Wijaya, pp. 1-11, Pengaruh Computer Anxiety terhadap Keahlian NoviceAccountant dalam Menggunakan Komputer: Gender dan Locus Of Control sebagai Faktor Moderasi

Hapsoro, Dody, pp. 13-24, Pengaruh Transparansi terhadap Nilai Perusahaan: Studi Empiris di PasarModal Indonesia

Noormansyah, Irvan, pp. 25-34, Management Control Systems and The Deregulation In The HigherEducation Sector: A Review of Literature

Suryawati, pp. 35-46, Analisis Struktur, Perilaku, dan Kinerja Industri Tekstil dan Pakaian Jadi di ProvinsiDIY

Pramuka, Bambang Agus dan Wiwiek Rabiatul Adawiyah, pp. 47-60, Persepsi Pengguna terhadap MutuLayanan Perpustakaan (Libqual) Perguruan Tinggi di Kabupaten Banyumas

Yuliana, Christina, pp. 61-67, Kajian Pustaka terhadap Teori Agensi dan Akuntansi Manajemen

Vol. 20, No. 2, Agustus 2009

Nursiah dan Fahmy Radhi, pp. 69-77, Pengaruh Penerapan Strategi Inovasi Terhadap Kinerja Operasional

Atuti, Sri, pp. 79-87, Independensi Auditor Setelah Pemberlakuan Sarbanes-Oxley Act Di PerusahaanManufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Eefek Jakarta (BEI)

Giri, Efraim Ferdinan, pp. 89-106, Pelaporan Laba Komprehensif Dan Implikasinya Dalam Praktik

Kiswara, Endang, pp. 107-117, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengungkapan Sukarela OlehPerusahaan Multinasional Di Indonesia

Vol. 21, No. 3, Desember 2010

Tahun 1990

ISSN: 0853-1259

J U R N A LAKUNTANSI & MANAJEMEN

Page 188: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

Kusreni, Sri dan Didin Fatihudin, pp. 119-132, Pergeseran Penyerapan Tenaga Kerja Pasca LapindoSidoarjo Dan Upaya Penyelesaiannya

Fajar, Siti Al, pp. 1330-139, Penerapan Total Quality Service Sebagai Upaya Mencapai Loyalitas Cus-tomer

Vol. 20 No. 3, Desember 2009

Wijaya, Okie Indra, Yasmin Umar Assegaf, dan Rahmawati, pp. 141-156, Pengaruh Kualitas Audit DanProxy Going Concern Terhadap Opini Audit Going Concern Pada Perusahaan Non Regulasi Di BursaEfek Indonesia (BEI)

Wardani, Rima Aguatania Kusuma dan Baldric Siregar, pp. 157-174, Pengaruh Aliran Kas Bebas TerhadapNilai Pemegang Saham Dengan Set Kesempatan Investasi Dan Dividen Sebagai Variabel Moderator

Alogifari, pp. 175-182, Inflasi Kelompok Bahan Makanan Dengan Metode Box-Jenkins: Kasus Indone-sia, 2006:1 – 2009:8

Sarwoko, pp. 183-193, Model Estimasi Permintaan Pariwisata Ke Indonesia Dengan Pendekatan Co-Integration Dan Error Correction Model

Pasaribu, Rowland Bismark Fernando, pp. 195-218, Estimasi Harga Opsi Saham Di Bursa Efek Indonesia(BEI): Studi Kasus Saham LQ-45

Wijaya, Tony, pp. 219-229, Hubungan Atribut Iklan Bersambung Ponds Flawless White Di TelevisiDengan Respon Pemirsa

Vol. 21 No. 1, April 2010

Pangeran, Perminas, pp. 1-16, Pemilihan Sekuritas Dan Arah Kebijakan Struktur Modal: Pecking OrderAtaukah Static-Tradeoff?

Budiyanti, Maria Susilowati, pp. 17-29, Pengaruh Investasi, Kepemilikan Manajerial, Dan Leverage OperasiTerhadap Hubungan Interdependensi Antara Kebijakan Dividen Dengan Kebijakan Leverage Keuangan

Safithri, Anny Laila dan Baldric Siregar, pp. 31-43, Herding Pada Keputusan Struktur Modal

Shanti, J.C. pp. 45-58, Analisis Kinerja Keuangan Perusahaan-Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar DiBursa Efek Indonesia Sebelum Dan Sesudah Pembayaran Dividen KasSetiawan dan Rudy Badrudin, pp. 59-79, Kontribusi Industri Telekomunikasi Selular Terhadap

Vol. 21, No. 3, Desember 2010

Tahun 1990

ISSN: 0853-1259

J U R N A LAKUNTANSI & MANAJEMEN

Page 189: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

Perekonomian Negara

Astuti, Tri, pp. 81-104, Analisis Pengaruh Pengumuman Laporan Keuangan Terhadap Return Saham DiBursa Efek Jakarta (BEJ)

Vol. 21 No. 2, Agustus 2010

Pasaribu, Rowland Bismark Fernando, pp. 105-127, Value At Risk Portofolio Dan Likuiditas Saham

Prasasti, Hestu dan Baldric Siregar, pp. 129-151, Pola Atribusi Perusahaan Publik Di Indonesia

Susiati, Retno, pp. 153-170, Kontribusi Penyertaan Modal Bank Perkreditan Rakyat “Bank Pasar” SlemanTerhadap Pendapatan Asli Daerah Pemerintah Kabupaten Sleman Tahun 2001-2005

Sarwoko, pp. 171-179, Peranan Sektor Pariwisata Terhadap Perekonomian Indonesia

Eveline, Farida, pp. 181-198, Pengaruh Adverse Selection, Pembingkaian Negatif, Dan Self EfficacyTerhadap Eskalasi Komitmen Proyek Investasi Yang Tidak Menguntungkan

Wahyuningrum, Dwi Asih, pp. 199-216, Analisis Dewan Direksi, Dewan Komisaris, Cross-DirectorshipsDewan, Dan Indikasi Manajemen Laba

Vol. 21, No. 3, Desember 2010

Tahun 1990

ISSN: 0853-1259

J U R N A LAKUNTANSI & MANAJEMEN

Page 190: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

Tahun 1990

ISSN: 0853-1259

J U R N A LAKUNTANSI & MANAJEMEN

Vol. 21, No. 3, Desember 2010

PEDOMAN PENULISANJURNAL AKUNTANSI & MANAJEMEN

Ketentuan Umum1. Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris sesuai dengan format yang ditentukan.2. Penulis mengirim tiga eksemplar naskah dan satu compact disk (CD) yang berisikan naskah tersebut

kepada redaksi. Satu eksemplar dilengkapi dengan nama dan alamat sedang dua lainnya tanpanama dan alamat yang akan dikirim kepada mitra bestari. Naskah dapat dikirim juga melalui e-mail.

3. Naskah yang dikirim belum pernah diterbitkan di media lain yang dibuktikan dengan pernyataantertulis yang ditandatangani oleh semua penulis bahwa naskah tersebut belum pernah dipublikasikan.Pernyataan tersebut dilampirkan pada naskah.

4. Naskah dan CD dikirim kepada Editorial SecretaryJurnal Akuntansi & Manajemen (JAM)Jalan Seturan Yogyakarta 55281Telpon (0274) 486160, 486321 ext. 1332 Fax. (0274) 486155e-mail: [email protected]

Standar Penulisan1. Naskah diketik menggunakan program Microsoft Word pada ukuran kertas A4 berat 80 gram, jarak 2

spasi, jenis huruf Times New Roman berukuran 12 point, margin kiri 4 cm, serta margin atas, kanan,dan bawah masing-masing 3 cm.

2. Setiap halaman diberi nomor secara berurutan. Gambar dan tabel dikelompokkan bersama padalembar terpisah di bagian akhir naskah.

3. Angka dan huruf pada gambar, tabel, atau histogram menggunakan jenis huruf Times New Romanberukuran 10 point.

4. Naskah ditulis maksimum sebanyak 15 halaman termasuk gambar dan tabel.

Urutan Penulisan Naskah1. Naskah hasil penelitian terdiri atas Judul, Nama Penulis, Alamat Penulis, Abstrak, Pendahuluan,

Materi dan Metode, Hasil, Pembahasan, Ucapan Terima Kasih, dan Daftar Pustaka.2. Naskah kajian pustaka terdiri atas Judul, Nama Penulis, Alamat Penulis, Abstrak, Pendahuluan,

Masalah dan Pembahasan, Ucapan Terima Kasih, dan Daftar Pustaka.3. Judul ditulis singkat, spesifik, dan informatif yang menggambarkan isi naskah maksimal 15 kata.

Untuk kajian pustaka, di belakang judul harap ditulis Suatu Kajian Pustaka. Judul ditulis denganhuruf kapital dengan jenis huruf Times New Roman berukuran 14 point, jarak satu spasi, dan terletakdi tengah-tengah tanpa titik.

4. Nama Penulis ditulis lengkap tanpa gelar akademis disertai alamat institusi penulis yang dilengkapidengan nomor kode pos, nomor telepon, fax, dan e-mail.

Page 191: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

5. Abstrak ditulis dalam satu paragraf tidak lebih dari 200 kata menggunakan bahasa Inggris. Abstrakmengandung uraian secara singkat tentang tujuan, materi, metode, hasil utama, dan simpulan yangditulis dalam satu spasi.

6. Kata Kunci (Keywords) ditulis miring, maksimal 5 (lima) kata, satu spasi setelah abstrak.7. Pendahuluan berisi latar belakang, tujuan, dan pustaka yang mendukung. Dalam mengutip pendapat

orang lain dipakai sistem nama penulis dan tahun. Contoh: Badrudin (2006); Subagyo dkk. (2004).8. Materi dan Metode ditulis lengkap.9. Hasil menyajikan uraian hasil penelitian sendiri. Deskripsi hasil penelitian disajikan secara jelas.10. Pembahasan memuat diskusi hasil penelitian sendiri yang dikaitkan dengan tujuan penelitian (pengujian

hipotesis). Diskusi diakhiri dengan simpulan dan pemberian saran jika dipandang perlu.11. Pembahasan (review/kajian pustaka) memuat bahasan ringkas mencakup masalah yang dikaji.12. Ucapan Terima Kasih disampaikan kepada berbagai pihak yang membantu sehingga penelitian dapat

dilangsungkan, misalnya pemberi gagasan dan penyandang dana.13. Ilustrasi:

a. Judul tabel, grafik, histogram, sketsa, dan gambar (foto) diberi nomor urut. Judul singkat tetapijelas beserta satuan-satuan yang dipakai. Judul ilustrasi ditulis dengan jenis huruf Times NewRoman berukuran 10 point, masuk satu tab (5 ketukan) dari pinggir kiri, awal katamenggunakan huruf kapital, dengan jarak 1 spasi

b. Keterangan tabel ditulis di sebelah kiri bawah menggunakan huruf Times New Romanberukuran 10 point jarak satu spasi.

c. Penulisan angka desimal dalam tabel untuk bahasa Indonesia dipisahkan dengan koma (,) danuntuk bahasa Inggris digunakan titik (.).

d. Gambar/Grafik dibuat dalam program Excel.e. Nama Latin, Yunani, atau Daerah dicetak miring sedang istilah asing diberi tanda petik.f. Satuan pengukuran menggunakan Sistem Internasional (SI).

14. Daftar Pustakaa. Hanya memuat referensi yang diacu dalam naskah dan ditulis secara alfabetik berdasarkan

huruf awal dari nama penulis pertama. Jika dalam bentuk buku, dicantumkan nama semuapenulis, tahun, judul buku, edisi, penerbit, dan tempat. Jika dalam bentuk jurnal, dicantumkannama penulis, tahun, judul tulisan, nama jurnal, volume, nomor publikasi, dan halaman. Jikamengambil artikel dalam buku, cantumkan nama penulis, tahun, judul tulisan, editor, judul buku,penerbit, dan tempat.

b. Diharapkan dirujuk referensi 10 tahun terakhir dengan proporsi pustaka primer (jurnal) minimal80%.

c. Hendaknya diacu cara penulisan kepustakaan seperti yang dipakai pada JAM/JEB berikut ini:

JurnalYetton, Philip W., Kim D. Johnston, and Jane F. Craig. Summer 1994. “Computer-Aided Architects: ACase Study of IT and Strategic Change.”Sloan Management Review: 57-67.

BukuPaliwoda, Stan. 2004. The Essence of International Marketing. UK: Prentice-Hall, Ince.

Tahun 1990

ISSN: 0853-1259

J U R N A LAKUNTANSI & MANAJEMEN

Vol. 21, No. 3, Desember 2010

Page 192: JAM Vol 21 No 3 Desember 2010.pdf

ProsidingPujaningsih, R.I., Sutrisno, C.L., dan Sumarsih, S. 2006. Kajian kualitas produk kakao yang diamoniasidengan aras urea yang berbeda. Di dalam: Pengembangan Teknologi Inovatif untuk MendukungPembangunan Peternakan Berkelanjutan. Prosiding Seminar Nasional dalam Rangka HUT ke-40 (LustrumVIII) Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman; Purwokerto, 11 Pebruari 2006. FakutasPeternakan UNSOED, Purwokerto. Halaman 54-60.

Artikel dalam BukuLeitzmann, C., Ploeger, A.M., and Huth, K. 1979. The Influence of Lignin on Lipid Metabolism of The Rat.In: G.E. Inglett & S.I.Falkehag. Eds. Dietary Fibers Chemistry and Nutrition. Academic Press. INC., NewYork.

Skripsi/Tesis/DisertasiAssih, P. 2004. Pengaruh Kesempatan Investasi terhadap Hubungan antara Faktor Faktor Motivasionaldan Tingkat Manajemen Laba. Disertasi. Sekolah Pascasarjana S-3 UGM. Yogyakarta.

InternetHargreaves, J. 2005. Manure Gases Can Be Dangerous. Department of Primary Industries and Fisheries,Queensland Govermment. http://www.dpi.gld.gov.au/pigs/ 9760.html. Diakses 15 September 2005.

Dokumen[BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Sleman. 2006. Sleman Dalam Angka Tahun 2005.

Mekanisme Seleksi Naskah1. Naskah harus mengikuti format/gaya penulisan yang telah ditetapkan.2. Naskah yang tidak sesuai dengan format akan dikembalikan ke penulis untuk diperbaiki.3. Naskah yang sesuai dengan format diteruskan ke Editorial Board Members untuk ditelaah diterima

atau ditolak.4. Naskah yang diterima atau naskah yang formatnya sudah diperbaiki selanjutnya dicarikan penelaah

(MITRA BESTARI) tentang kelayakan terbit.5. Naskah yang sudah diperiksa (ditelaah oleh MITRA BESTARI) dikembalikan ke Editorial Board Mem-

bers dengan empat kemungkinan (dapat diterima tanpa revisi, dapat diterima dengan revisi kecil(minor revision), dapat diterima dengan revisi mayor (perlu direview lagi setelah revisi), dan tidakditerima/ditolak).

6. Apabila ditolak, Editorial Board Members membuat keputusan diterima atau tidak seandainya terjadiketidaksesuaian di antara MITRA BESTARI.

7. Keputusan penolakan Editorial Board Members dikirimkan kepada penulis.8. Naskah yang mengalami perbaikan dikirim kembali ke penulis untuk perbaikan.9. Naskah yang sudah diperbaiki oleh penulis diserahkan oleh Editorial Board Members ke Managing

Editors.10. Contoh cetak naskah sebelum terbit dikirimkan ke penulis untuk mendapatkan persetujuan.11. Naskah siap dicetak dan cetak lepas (off print) dikirim ke penulis.

Vol. 21, No. 3, Desember 2010

Tahun 1990

ISSN: 0853-1259

J U R N A LAKUNTANSI & MANAJEMEN