ultimart vol v no.2 desember 2012

97
Volume V, No. 2, Desember 2012 Aplikasi Gaya Pop dan Unsur Budaya Indonesia dalam Sampul Album Musisi Indonesia ULTIMART, Volume V, No. 2, Desember 2012 4 Prinsip Dasar untuk Membuat Rigging Character dalam Program 3D Digital Animation 4 Evaluasi Karakteristik Nilai Sikap Mahasiswa Foundation Year 4 Proses Kreatif dan Struktur Iklan "Seruan Pontianak" 4 Walk Cycle suatu Karakter Sederhana Berdasarkan Mask & Vertex Animation COVER-ok.indd 1 12/11/2012 5:08:07 PM

Upload: michaelgumelar

Post on 06-Aug-2015

278 views

Category:

Documents


17 download

TRANSCRIPT

Page 1: UltimArt Vol v No.2 Desember 2012

Volume V, No. 2, Desember 2012

Aplikasi Gaya Pop dan Unsur Budaya Indonesia dalam Sampul Album Musisi Indonesia

ULTIM

ART, Volum

e V, No. 2, D

esember 2012

4 Prinsip Dasar untuk Membuat Rigging Character dalam Program 3D Digital Animation

4 Evaluasi Karakteristik Nilai Sikap Mahasiswa Foundation Year4 Proses Kreatif dan Struktur Iklan "Seruan Pontianak"

4 Walk Cycle suatu Karakter Sederhana Berdasarkan Mask & Vertex Animation

COVER-ok.indd 1 12/11/2012 5:08:07 PM

Page 2: UltimArt Vol v No.2 Desember 2012

Ultimart, Vol. V, Nomor 2, Desember 2012 ISSN 1979-0716

“UltimArt” ialah kependekan dari ultima (Latin: dalam, berbobot, bernilai) dan art (seni). Dengan akronim itu, jurnal ilmiah ini dimaksudkan sebagai wahana informasi, saling silang pendapat, berbagi, serta telaah ilmiah yang berkaitan dengan dunia desain komunikasi visual dan estetika pada umumnya, selain memuat perkembangan teori, konsep, dan praktik komunikasi visual, artikel ilmiah, ringkasan hasil penelitian, dan resensi buku/film.

Jurnal ini diterbitkan oleh Fakultas Desain Komunikasi Visual, Universitas Multimedia Nusantara. Redaksi mengundang para ahli, praktisi, dan siapa saja yang berminat untuk berdiskusi dan menulis sambil berkomunikasi dengan masyarakat luas. Tulisan dalam Jurnal Ilmiah UltimArt tidak selalu mencerminkan pandangan/pendapat redaksi.

Pelindung : Dr. Ninok LeksonoPenanggung jawab : Dr. rer. nat. P. Y. Topo Suprihadi, Dipl. Phys. Prof. Muliawati G. Siswanto, M. Eng. Sc.Pemimpin Umum : Dr. P.M. WinarnoKetua Dewan Redaksi : M.S. Gumelar, M.A.Redaktur Pelaksana : Drs. R. Masri Sareb PutraDewan Redaksi : Hira Meidia, Ph.D, Ir. Budi Susanto, M.M., Andrey Andoko, M.Sc.,

Dra. Bertha Sri Eko, M.Si., Hendar Putranto, M.Hum., Edwin Sutiono, M.A., Niknik Kuntarto, S.Pd., M.Hum.

Tata Usaha : Ina Listyani Ryanto, S.Pd., M.A.Sirkulasi dan Distriusi : SularminKeuangan : I Made Gede Suteja, S.E.

Alamat Redaksi dan Tata Usaha:Universitas Multimedia NusantaraScientia Garden, Jl. Boulevard, Gading Serpong – TangerangTelepon: (021) 5422 0808, (021) 3703 9777, Faks: (021) 5422 0800www.umn.ac.id; e-mail: [email protected]

00-daftarisi.indd 1 12/14/2012 12:04:36 AM

Page 3: UltimArt Vol v No.2 Desember 2012

Ultimart, Vol. V, Nomor 2, Desember 2012 ISSN 1979-0716

Aplikasi Gaya Pop dan Unsur Budaya Indonesia dalam Sampul Album Musisi Indonesia DIAH CEMPAKA, LEONARDO WIDYA ......................................................................... 81-88

Prinsip Dasar untuk membuat Rigging Character dalam Program 3D Digital Animation EDWIN H. SUTIONO .......................................................................................................... 89-97

Pengembangan Perangkat Lunak Imposisi pada Industri Penerbitan HADI SUTOPO ..................................................................................................................... 98-105

Evaluasi Karakteristik Nilai Sikap Mahasiswa Foundation Year MOHAMMAD RIZALDI ..................................................................................................... 106-121

Proses Kreatif dan Struktur Iklan “Seruan Pontianak” R. MASRI SAREB PUTRA .................................................................................................... 122-133

Walk Cycle suatu Karakter Sederhana Berdasarkan Mask & Vertex Animation MICHAEL SEGA GUMELAR ............................................................................................. 134-148

Perkembangan Desain Kover Buku dari Era Tradisional hingga Era Digital BAMBANG TRIMANSYAH ................................................................................................ 149-157

Realisme dalam Media Fotografi ASEP DENI ISKANDAR ...................................................................................................... 158-164

Perdagangan Benda Virtual dalam MMORPG Rising Force Online DESI DWI KRISTANTO, M.DS. .......................................................................................... 165-173

DAFTAR ISIVolume V, Nomor 2

00-daftarisi.indd 2 12/14/2012 12:04:36 AM

Page 4: UltimArt Vol v No.2 Desember 2012

Ultimart, Desember 2012, hal 81-88ISSN 1979-0716

Vol. V, Nomor 2

Aplikasi Gaya Pop dan Unsur Budaya Indonesiadalam Sampul Album Musisi Indonesia

(Penelitian sebagai bagian dari tugas di mata kuliah: Art & Design Research Methodology, semester enam)

DIAH CEMPAKAMahasiswi semester akhir, Program Studi Desain Komunikasi Visual,

UMN, Indonesia. ([email protected])

LEONARDO WIDYA

Pengajar Program Studi Desain Komunikasi Visual, UMN, Indonesia. ([email protected])

Fakultas Desain Komunikasi Visual, Universitas Multimedia NusantaraJln. Boulevard, Gading Serpong

Telp. 021-54220808, 37039777

Diterima: 7 Juli 2012Disetujui: 30 Juli 2012

AbstractPopular culture, or pop culture often called as mass culture, a culture that has been made deli berately to

become accepted soon in society for the importance of the maker as well as all people who helped to publish the culture. Album of music (be it a tape format or Compact Disk format), is the mass production of objects as-sociated with the culture contained in it, namely the composition of the song’s creation of the musicians who recorded music in the album that made the cover acts as a visualization of the songs recorded into the music album which express the pop culture.

The objective of this research is to explore and observe the use of pop style with cultural elements of Indo-nesia in Indonesia’s musician cover album.

Keywords : cover of music album, pop culture, pop style, elements of Indonesia, Indonesian culture

PendahuluanAlbum Musisi IndonesiaBerkaitan dengan musik pop, sebagai suatu jenis musik yang sangat dinamis sifatnya, di mana

kelangsungan hidup musisi dan lagu-lagunya cenderung mengikuti tren yang berlaku, penulis melakukan penelitian berupa studi kasus de ngan objek sampul-sampul album musisi Indonesia yang menggunakan desain grafis gaya pop.

01- Aplikasi Gaya.indd 81 12/11/2012 2:06:40 PM

Page 5: UltimArt Vol v No.2 Desember 2012

82 Aplikasi Gaya Pop dan Unsur Budaya Indonesia dalam Sampul Album Musisi Indonesia Vol V, 2012

Kebudayaan populer, atau budaya pop, se-ring kali disebut juga sebagai kebudayaan mas-sa, yaitu suatu kebudayaan yang sengaja dibuat untuk segera diterima massa luas demi kepen-tingan si pembuat serta semua pihak yang mem-bantu memassakannya (Sudjoko, 1977). Gaya pop merupakan salah satu hasil dari kebudayaan pop. Selanjutnya, gaya pop tersebut diterapkan pada karya desain grafis pada sampul album, se-bagai ekspresi visual dari budaya pop.

Istilah pop merujuk pada kata populer, be-rasal dari kata “popular”, yang menyangkut kepada “massa” yang banyak (Kayam, 1983). Populer, dapat berarti sebagai sesuatu yang di-sukai oleh orang banyak karena bersifat massal, sesaat, dan memperhitungkan nilai ekonomis. Di sisi lain, populer juga dapat menjadi penanda sesuatu yang modern.

Album musik (baik itu format kaset mau-pun format Compact Disk), merupakan benda produksi massal yang terkait dengan hasil kebu-dayaan yang termuat di dalamnya, yaitu kom-posisi lagu ciptaan para musisi yang direkam ke dalam album musik yang menjadikan sampul berperan sebagai visualisasi dari lagu-lagu yang direkam ke dalam album musik tersebut yang meng ekspresikan budaya pop.

oleh karena itu, untuk menyesuaikan kon-disi perkembangan gaya desain grafis dengan perkembangan musik pop, penulis memilih sampul album musik yang memiliki kemiripan dengan sampul album musik musisi dari luar Indonesia yang dianggap cukup mewakili un-tuk melihat sejauh mana Indonesia mengambil unusr budaya luar. Apakah gaya desain grafis sampul-sampul album tersebut menampilkan konsep desain grafis yang mengangkat budaya Barat, seperti Amerika, serta ciri-ciri visual yang menyertainya.

Maksud dan tujuan riset ini ialah untuk meng angkat serta melestarikan aset properti visual budaya Indonesia, seperti batik, tokoh-tokoh pewayangan, dan masih banyak lagi pada desain sampul album musisi Indonesia dan di-harapkan dapat menjadi inspirasi dalam pen-ciptaan sampul album musisi Indonesia (baik yang berformat kaset maupun Compact Disk).

Berikut adalah beberapa gambar sampul al-bum dari era tahun 70-an hingga 90-an:

Sampul Album Koes Pus (70-an), format kaset.

Sampul Album Dian Pisesha, format kaset.

Sampul Album Chica Koeswoyo , format kaset.

Sampul CD Dewa 19, format CD.

Metode PenelitianMetode yang digunakan dalam riset ini adalah Studi Kepustakaan untuk mendapatkan bebe-rapa hasil penelitian yang telah dilakukan sebe-lumnya yang berhubungan dengan informasi yang ingin diketahui dan melakukan riset kuali-tatif dengan cara menyebarkan kuesioner.

Hasil dan PembahasanUnsur Budaya dalam Sampul Album MusikTerkaitnya budaya dalam sebuah industri album musik, baik terhadap lirik lagu, komposisi musik maupun sampul album, secara tidak langsung

01- Aplikasi Gaya.indd 82 12/11/2012 2:06:40 PM

Page 6: UltimArt Vol v No.2 Desember 2012

Aplikasi Gaya Pop dan Unsur Budaya Indonesia dalam Sampul Album Musisi Indonesia

DIAH CEMPAKA, lEoNARDo WIDYA 83

berdampak pada kebudayaan di Indonesia. Ber-bagai dampak negatif dapat terjadi apabila sam-pul album musisi Indonesia terlalu mengikuti budaya Barat, yaitu hilangnya budaya Indonesia atau semakin tenggelamnya pengaplikasian bu-daya Indonesia pada berbagai aspek kehidupan (yang dalam hal ini dikhususkan dalam desain sampul album) sehingga perlu diketahui berapa besarkah pengaruh sampul album tersebut ter-hadap masyarakat dunia?

Sejatinya apabila dalam sebuah album musik digunakan budaya negeri sendiri maka hal ini tentunya dapat mengangkat serta melestarikan aset properti visual budaya Indonesia, seperti batik, tokoh-tokoh pewayangan, dan masih ba-nyak lagi serta diharapkan dapat menjadi ins-pirasi dalam penciptaan sampul album musisi Indonesia yang lainnya.

Berikut ini contoh-contoh sampul album musisi Indonesia yang menggunakan unsur-un-sur budaya Indonesia:

Yang penting adalah pesan atau info yang ingin diberikan kepada audiens melalui sampul album musik tersebut dapat tercapai. Pada umumnya, mendesain sampul album musik tidaklah berbe-da dengan mendesain sampul majalah ataupun buku. Paragraf berikut akan menjelaskan berke-naan dengan kriteria ideal desain sebuah sam-pul, baik majalah, buku, maupun album musik.

Perencanaan desain sampul sebaiknya dig-arap secara teliti dan cermat karena desain sam-pul depan sebuah majalah, buku, atau album musik merupakan display kemasan bagi isi yang disajikan di dalamnya. oleh karena itu, desain cover depan majalah, buku, atau album musik sebaiknya memenuhi kriteria-kriteria berikut ini:1. dapat menunjukkan identitas majalah, buku,

atau album musik, sesuai dengan misi yang telah ditetapkan,

2. menarik perhatian (it attracts attention),3. dapat menimbulkan/menciptakan selera ba-

ca dan keinginan untuk memiliki majalah, buku atau album bagi para khalayak sasaran (it creates a suitable mood for the readers), dan

4. dapat menjual majalah, buku, atau album musik/membantu meningkatkan angka pen-jualan.

Selain itu, perlu diperhatikan hierarki ter-hadap elemen-elemen visual dasar yang muncul pada sampul depan sebuah majalah, buku dan album musik, seperti logotype, tanggal terbit, harga, dan barcode.

Sampul Album Iwan Fals: Manusia ½ Dewa, format CD

Sampul Album Kompilasi Indonesia SKA, format CD

Hal yang Perlu Diperhatikan dalam Desain Sampul Album MusikTerdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan sebuah sampul album musik, yaitu apakah sampul album musik tersebut su-dah memiliki kelengkapan unsur-unsur standar sebuah sampul album musik yang di antaranya seperti skema di bawah ini:

Unsur-unsur dan hierarki dalam sebuah de-sain album musik tidaklah harus seperti contoh skema tersebut. Hal itu bisa saja berubah se-suai dengan konsep album dari setiap musisi.

Contoh Sederhana Hierarki Sampul Album Musik (format CD).

01- Aplikasi Gaya.indd 83 12/11/2012 2:06:40 PM

Page 7: UltimArt Vol v No.2 Desember 2012

84 Aplikasi Gaya Pop dan Unsur Budaya Indonesia dalam Sampul Album Musisi Indonesia Vol V, 2012

Faktor-faktor atau materi berikut ini sering dipertimbangkan sebagai alternatif pilihan.1. Foto atau Ilustrasi yang masih berkaitan

dengan sebuah berita, tulisan/features atau editorial di dalamnya (a phothograph or illus-tration tied to a features inside).

2. Seni Kontemporer, Abstrak, Foto, atau Ilustrasi yang berdiri sendiri (abstract art, a phothograph or illustration that stands by it-self).

3. Hanya terdiri dari huruf dan (atau) angka (type and figures only).

4. Permulaan dari sebuah berita, tulisan/fea-tures atau editorial yang kemudian dilan-jutkan penulisannya ke halaman dalam ma-jalah (the beginning of an article or editorial that continued inside).

5. Sebuah Iklan (an advertisement).

Lay out yang digunakan pada sampul ha-ruslah menampilkan dan mengkomposisikan elemen gambar dan teks agar lebih komunikatif dalam sebuah cara yang dapat memudahkan pembaca menerima informasi yang disajikan. Untuk mempermudah pengerjaan lay out sam-pul, ada baiknya pendesain menggunakan sistem grid yang memang berguna untuk pena-taan elemen-elemen visual dalam sebuah ruang. Sistem grid merupakan sebuah sistematika yang digunakan sebagai perangkat untuk mempermu-dah menciptakan sebuah komposisi visual guna menjaga konsistensi dalam melakukan repetisi dari sebuah komposisi yang sudah diciptakan sehingga rancangan sampul dapat komunikatif dan memuaskan secara estetik. Namun, sebelum menggunakan atau mengaplikasikan sistem grid, diperlukan sebuah halaman untuk meletakkan-nya. Di bidang seni grafis, proporsi agung atau yang sering disebut the golden section menjadi dasar pembuatan ukuran kertas dan prinsip itu pula dapat digunakan untuk menyusun keseim-bangan sebuah desain. The golden section sudah ditemukan sejak zaman kuno untuk menghadir-kan proporsi yang sangat sempurna dan indah.

Membagi sebuah garis dengan perban-dingan mendekati rasio 8 : 13 berarti bahwa jika

garis yang lebih panjang dibagi dengan garis yang lebih pendek, hasilnya akan sama dengan pembagian panjang garis utuh sebelum dipo-tong dengan garis yang lebih panjang tadi. The golden section juga dikenal dalam istilah deret bi langan fibonacci, yaitu deret bilangan yang se tiap bilangannya adalah hasil jumlah dari dua bilangan sebelumnya dan dimulai dari nol. Deret bilangan ini memiliki rasio 8 : 13, yaitu ra-sio The golden section. Bilangan ini sering dipakai dalam pengukuran bangunan, arsitektur, karya seni, huruf hingga layout sebuah halaman ka-rena proporsinya yang harmonis. 0 1 1 2 3 5 8 13 21 34 55 89 144 233 377…

Sebuah objek yang mempunyai The golden section mampu sekaligus memuaskan mata dan tercermin pada benda-benda alam. Ujung daun pakis dan spiral dalam rumah keong adalah con-toh yang paling populer.

Selain itu, dikenal pula grid simteris, yaitu halaman kanan akan berkebalikan persis seperti bayangan cermin dari halaman kiri. Ini membe-rikan dua margin yang sama, baik margin luar maupun margin dalam. Untuk menjaga proporsi, margin luar memiliki bidang yang lebih lebar.

Gejala Desain Gaya PopDalam sampul-sampul album musik musisi Indonesia, gaya pop pada umumnya muncul dengan menggunakan warna-warna cerah. Warna-warna cerah dapat muncul berdasarkan warna-warna murni ataupun berbagai warna komplementer, yang dipadukan secara kontras. Karakter gaya pop yang ekspresif muncul, ter-utama pada tampilan tipografi dan ilustrasi da-lam sampul album musik musisi Indonesia. Peng-gunaan tipografi secara acak, saling tumpuk, maupun eklektikisme, sertai penggunaan ide-ide dan berbagai pengaruh gaya muncul dalam suatu karya desain. Dari segi komposisi, peng-aturan berbagai elemen desain dalam bidang desain, banyak menggunakan bentuk komposisi nonformal/tidak terikat pada aturan tertentu, cenderung eksperimental, tetapi tetap mem-perhatikan nilai-nilai kesatuan, keseimbangan

01- Aplikasi Gaya.indd 84 12/11/2012 2:06:40 PM

Page 8: UltimArt Vol v No.2 Desember 2012

Aplikasi Gaya Pop dan Unsur Budaya Indonesia dalam Sampul Album Musisi Indonesia

DIAH CEMPAKA, lEoNARDo WIDYA 85

dalam penataan. Komposisi ditampilkan meng-gunakan berbagai teknik cetak, fotomontase dan kolase. Selain itu, terdapat komposisi dengan gaya yang masih menyerupai gaya modern pada umumnya, tetapi dengan tambahan elemen khas gaya pop yang cenderung eklektik, di mana ba-nyak menggabungkan berbagai gaya desain dari era-era sebelumnya.

Perlu diperhatikan pula beberapa hal pen-dukung yang cukup penting, yaitu warna, font atau tipografi, dan pemilihan ilustrasi-ilustrasi komposisi yang mendukung konsep album mu-sisi tersebut. Sebagain acuan, warna-warna pop adalah warna-warna yang mencolok mata dan kontras, komposisi yang cenderung abstrak dan bebas, tampilan tipografi yang beraneka ragam dan cenderung ekspresif, serta ilustrasi pada karya desain grafis yang tampil dengan kuat me-menuhi bidang desain sesuai gaya yang diusung desainer-desainer pop dari Barat, seperti Andy Warhol dan Roy lichtenstein.

Gejala warna yang timbul pada gaya pop adalah kombinasi warna-warna komplemen-ter yang menghasilkan kombinasi warna yang mencolok mata sekalipun warna-warna yang digunakan sebagai warna dasar tidak tergolong ke dalam warna-warna cerah. Pada umumnya, warna-warna yang digunakan adalah merah, kuning, dan biru. Sementara pencampuran keti-ganya merupakan warna-warna komplementer yang ditampilkan secara kontras.

penggunaan fotomontase dengan warna-warna cerah yang sangat memanfaatkan teknologi komputer grafis dan efek fotografi serta penggu-naan outline pada gambar. Selain itu, terdapat juga elemen berupa benda-benda maupun ikon dari kehidupan sehari-hari, serupa dengan yang dilakukan oleh para seniman pop, seperti karya yang dihasilkan Andy Warhol pada produk makanan Amerika, yaitu Campbell Soup dan lukisan artis terkenal di masa itu, yaitu Marlyin Monroe yang menjadi karya besarnya.

Contoh-contoh penggunaan warna pada desain pop. Artist: (No Name)

Pada ilustrasi, gejala yang timbul adalah pe-nampilan ilustrasi setara dengan tipografi dan

Tipografi pada desain bergaya pop dapat diamati mengenai susunan dan jenis huruf yang digunakan sebagai elemen desain. Pada desain gaya pop, terdapat adanya penggunaan tipografi secara acak maupun saling tumpuk, yaitu peng-gunaan ide-ide dari beberapa pengaruh gaya dalam satu karya. Gejala tipografi yang paling tampak adalah adanya huruf yang ditampilkan dalam bentuk ekspresif dan bebas. Hal ini se suai dengan semangat pop yang cenderung nonfor-mal dan menghibur. Penilaian ini didasarkan pada bahwa pemilihan huruf merupakan gam-baran karakteristik yang menjiwai suatu karya, di mana huruf menjadi cerminan apa yang ada pada kenyataan, dalam hal ini musik yang ingin dijual.

Gejala komposisi yang banyak dijumpai bi-asanya bentuk komposisi nonformal atau tidak terikat pada aturan tertentu, cenderung eksperi-mental, tetapi tetap memperhatikan nilai-nilai kesatuan dan keseimbangan dalam penataan.

Artis: Andy Warhol Campbell’s Tomato Soup,

1968

Artis: Noname

Gejala Ilustrasi pada Desain Gaya Pop

01- Aplikasi Gaya.indd 85 12/11/2012 2:06:40 PM

Page 9: UltimArt Vol v No.2 Desember 2012

86 Aplikasi Gaya Pop dan Unsur Budaya Indonesia dalam Sampul Album Musisi Indonesia Vol V, 2012

Komposisi ditampilkan dalam beberapa teknik cetak, fotomontase, dan kolase.

an ilustrasi maupun pengolahan gambar digital, tanpa memasukkan wajah si artis ataupun me-nampilkan wajah si artis dengan jelas.

Sementara itu, tampilan tipografi yang lebih ekspresif dan beraneka ragam pada desain gaya pop di Barat, kurang muncul dalam desain sam-pul-sampul album musik musisi di Indonesia. Tipografi pada rancangan sampul album mu-sisi Indonesia masih banyak berkesan modern dengan menggunakan jenis huruf sans serif yang dikombinasikan pada dua hingga tiga ukuran huruf saja. Secara komposisi, kombinasi elemen-elemen yang digunakan secara bebas, acak, dan ekspresif seperti desain yang muncul pada gaya pop di Barat juga tidak muncul karena komposi-si yang ditampilkan cenderung pada kombinasi susunan elemen-elemen yang didesain secara vertikal dan horizontal saja. Unsur-unsur kebu-dayaan Indonesia kurang digunakan sebagai ele-men ilustrasi album musik, bahkan sedikit sekali karya yang menggunakan unsur tersebut.

Barulah di tahun 2004, musisi kenamaan Iwan Fals merilis albumnya yang berjudul Manu-sia Setengah Dewa dan menggunakan ilustrasi dewa dalam sampul albumnya. Album ini men-datangkan kontroversial dengan adanya protes dari penganut Hindu berkaitan dengan judul dan sampul album yang dianggap menying gung perasaan umat Hindu.

Selain itu, terdapat juga album yang dirilis oleh Band Ten 2 Five berjudul I love Indone-sia yang diproduksi secara terbatas serta tidak

Artis: Noname Artis: Noname

Gejala Penggunaan Tipografi pada Desain Gaya Pop

Gaya Pop yang Muncul pada Sampul Album MusikDari hasil analisis beberapa sampel, (dengan memperhatikan desain tampilannya), gejala terbesar desain gaya pop dalam sampul album musik musisi Indonesia banyak menggunakan teknik pengolahan foto secara digital menggu-nakan teknologi komputer dan tampilan warna yang mencolok. Sampul-sampul album tersebut banyak menggunakan foto wajah si pemilik al-bum yang dianggap memiliki daya tarik visual. Untuk artis-artis atau musisi yang sudah cukup terkenal, cenderung menggunakan sampul al-bum yang lebih variatif dan eksperimental di mana mereka tidak takut menggunakan tampil-

Beberapa contoh sampul (dalam format CD), dengan desain menampilkan foto penyanyi. Album The Barney: “Janji Pasti”, album Ruth Sahanaya “Semua Jadi Satu”, dan Album Agnes Monica.

01- Aplikasi Gaya.indd 86 12/11/2012 2:06:41 PM

Page 10: UltimArt Vol v No.2 Desember 2012

Aplikasi Gaya Pop dan Unsur Budaya Indonesia dalam Sampul Album Musisi Indonesia

DIAH CEMPAKA, lEoNARDo WIDYA 87

diperjualbelikan karena dapat diperoleh dengan melakukan pembelanjaan dengan jumlah nomi-nal pembayaran tertentu di sebuah mini market di Indonesia. Dalam sampul album ini, Ten 2 Five menggunakan ilustrasi dengan elemen gu-nungan berornamenkan corak batik yang sangat apik.

Sementara origami adalah sebuah seni lipat kertas atau kain berbentuk persegi. Kesenian ini dipercaya bermula sejak kertas diperkenalkan pada abad pertama di zaman Tiongkok kuno pada tahun 105 Masehi oleh Ts’ai lun. Contoh-contoh awal origami yang berasal dari Tiongkok adalah tongkang (jung) dan kotak.

Sampul Album Iwan Fals “Manusia ½ Dewa”, format

kaset.

Sampul Album Ten2Five “I Love Indone-sia”, format CD.

Minimnya penggunaan unsur atau elemen properti visual budaya Indonesia pada desain sampul album musik (khususnya musik bergenre pop), sangat berbeda dengan yang dilakukan be-berapa negara di Asia dan Eropa. Sebagai contoh negara Asia, marilah kita tengok negara Jepang. Negara Jepang cukup banyak menggunakan ele-men tradisional sebagai ilustrasi dalam desain-nya, seperti menambahkan ilustrasi origami dan anime atau kartun manga khas Jepang. Sebagai informasi, manga merupakan istilah untuk ko-mik Jepang. Berbeda dengan komik Amerika, manga biasanya dibaca dari kanan ke kiri sesuai dengan arah tulisan huruf kanji Jepang. Manga pertama diketahui dibuat oleh Suzuki Kankei ta-hun 1771 yang berjudul Mnakaku Zuihitsu. Beri-kutnya terbit Shiji No Yukikaki oleh Santo Kyo-den (1798) dan manga Hyakoju karya Aikawa Minwa (1814). Namun, ada juga yang menyebut bahwa manga pertama kali muncul pada abad ke-12. Manga generasi awal ini bertajuk Choju Jinbutsu Giga yang berisi berbagai gambar lucu hewan dan manusia.

Di Eropa, band Punk Rock asal Inggris ber-nama The Sex Pistols menggunakan figur se-orang ratu yang kelihatannya mensemiotikakan Ratu Elizabeth sebagai ilustrasi singelnya yang berjudul Good Save The Queen. Ini merupakan hal yang sangat berani, mengangkat tema kera-jaan yang merupakan salah satu unsur kultural di negara Inggris, yaitu Ratu, mengingat Ratu dikenal sebagai tokoh yang mewakili negara In-ggris, Ratu Kerajaan Britania Raya dan Irlandia Utara. Grup ini berani mengangkat tema kera-jaan yang merupakan salah satu unsur kultural di negara Inggris.

KesimpulanBerdasarkan tujuan dan hasil yang diperoleh dalam penelitian ini, dapat ditarik kesimpulan, antara lain sebagai berikut.

Persamaan yang terlihat antara desain gaya pop Barat dengan desain gaya pop Indonesia ada-lah adanya permainan warna kontras dan berani serta penggunaan teknik fotomontase meski fo-tomontase yang dilakukan tidak seradikal yang dilakukan desainer Barat. Fotomontase dalam sampul album tersebut masih memperhatikan

Sampul album Chiptek “She Electronica”, format CD.

Sampul Album Japan “I Second That Emotion”, format CD.

01- Aplikasi Gaya.indd 87 12/11/2012 2:06:41 PM

Page 11: UltimArt Vol v No.2 Desember 2012

88 Aplikasi Gaya Pop dan Unsur Budaya Indonesia dalam Sampul Album Musisi Indonesia Vol V, 2012

estetika keserasian ala modernisme. Tampilan ti-pografi yang lebih ekspresif dan beraneka ragam pada desain gaya pop di Barat, kurang muncul dalam desain sampul-sampul album musik mu-sisi di Indonesia.

Unsur budaya Indonesia pun sangat minim digunakan sebagai elemen ilustrasi pada sam-pul album musik musisi Indonesia karena pada umumnya mereka menggunakan foto si artis se-bagai elemen ilustrasi yang menonjol. Namun, tidak menutup kemungkinan menggunakan unsur budaya Indonesia seperti yang dilakukan musisi Iwan Fals. Perlu digarisbawahi bahwa Iwan fals adalah artis atau musisi yang sudah cukup terkenal sehingga ia dapat menggunakan sampul album yang lebih variatif dan eksperi-mental, di mana ia menggunakan unsur budaya Indonesia tanpa memasukkan foto dirinya. Hal ini sepertinya sulit dilakukan oleh musisi-musisi pendatang baru karena mereka perlu menampil-kan foto dirinya dalam album musiknya agar au-dience dapat mengenali mereka.

Dalam memasukkan unsur budaya Indone-sia sebaiknya dilakukan dengan hati-hati agar tidak menyinggung kelompok kebudayaan dan

agama tertentu karena mungkin elemen yang digunakan merupakan elemen yang sakral. Pe-ristiwa yang terjadi pada musisi Iwan Fals dalam albumnya yang bertajuk Manusia ½ Dewa dapat menjadi pelajaran bagi para insan kreatif yang nantinya akan membuat sampul album musik.

Daftar Pustaka Amborse Gavin dan Paul Harris. 2005. Layout.

london. Armin Hofmann. 1965. Graphic Design Manual–

Principles and Practice, VNR. london. Josef Muller-Brockman. Grid Systems in Graphic

Design.www.advertisingku.com/indexku (diakses 2 Mei

2011, 12:22 WIB)www.ebooksmark.com/Cara-Membuat-Cover-

Buku-yang-Baik-dan-Menarik (diakses 4 Mei 2011, 12:39 WIB)

www.etjoe.com/2009/01/12/desain-cover-depan-majalah (diakses 9 Mei 2011, 12:55 WIB)

id.wikipedia.org/wiki/Budaya_Indonesia (di-akses 9 Mei 2011, 12:47 WIB)

01- Aplikasi Gaya.indd 88 12/11/2012 2:06:41 PM

Page 12: UltimArt Vol v No.2 Desember 2012

Ultimart, Desember 2012, hal 89-97ISSN 1979-0716

Vol. V, Nomor 2

PendahuluanApabila melihat karya-karya 3D digital animation yang dihasilkan oleh perusahaan-perusahaan animasi terkenal, seperti Pixar maupun Dream-works, banyak orang yang terpukau melihat keindahan hasil karya mereka, yang menampak-kan tampilan pemandangan digital yang spek-takuler, pencahayaan yang indah ataupun kom-posisi warna yang menakjubkan.

Namun tentu saja, salah satu atraksi utama yang paling menyedot perhatian dari karya-karya tersebut adalah karakter-karakter anima-si, yang tanpa mereka, semua keindahan yang ditampilkan tidaklah berarti, hanya merupakan tampilan kecanggihan teknologi.

Sama seperti pada live action movie, tentunya akan sangat membosankan apabila sepanjang berlangsungnya movie, penonton hanya disuguhi berbagai tampilan pemandangan, tanpa adanya cerita ataupun aktor-aktor yang berperan. Se-cara umum, aktor yang mampu memerankan

pemeran utama dan disukai penontonlah yang akhirnya paling dihargai.

Mengingat betapa pentingnya keberadaan karakter dalam sebuah karya animasi digital, tentunya sangat penting, khususnya bagi orang yang hendak berkecimpung dalam dunia 3D animasi digital untuk mengetahui apa saja yang penting untuk membuat sebuah karakter anima-si 3D digital.

Para pemula yang hendak terjun ke dunia 3D animasi digital sering kali menanyakan apa-kah tutorial ataupun program yang terbaik un-tuk membuat animasi 3D digital. Jawaban dari pertanyaan ini adalah, apabila seseorang sudah mengetahui prinsip dasar yang tepat, tidak jadi masalah dengan program yang dipilih ataupun tutorial yang dipelajari.

Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, penu-lis membuat jurnal ini dengan harapan dapat membantu memberi gambaran mengenai salah satu pengetahuan dasar yang perlu diketahui, yaitu membuat penyusunan kerangka karakter,

Prinsip Dasar untuk membuat Rigging Character dalam Program 3D Digital Animation

EDWIN H. SUTIONOFakultas Desain Komunikasi Visual, Universitas Multimedia Nusantara

Jln. Boulevard, Gading SerpongTelp. 021-54220808, 37039777

Diterima: 6 Juni 2012Disetujui: 29 Juni 2012

AbstractThere are many tutorials that teach the technique to make 3D digital character rigging . This is can be

confusing for the beginners 3D digital artist because they don’t know which tutorial that can be used to start. In order to make the process of learning easier, the first step is to know the basic principle of character rigging, that able to applied with any kind of animation character and digital animation program.

Keywords: rigging, hierarki, inverse kinematic, forward kinematic

02-Prinsip Dasar.indd 89 12/11/2012 2:07:10 PM

Page 13: UltimArt Vol v No.2 Desember 2012

90 Prinsip Dasar untuk membuat Rigging Character dalam Program 3D Digital Animation Vol V, 2012

atau dalam dunia 3D digital animation, dikenal dengan istilah rigging.

Rigging, apabila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, adalah tali-temali, dan dapat diambil perumpamaan seperti boneka tali (mari-onette).

Sampai di sini, penulis akan memulai pem-bahasan mengenai rigging, di mana terdapat dua perlengkapan utama yang dibutuhkan, yaitu kerangka dan objek-objek pendukung.

Perlengkapan yang Dibutuhkan1. KerangkaSalah satu perlengkapan yang penting dalam membuat rigging untuk model 3D digital anima-tion adalah kerangka.

Pada setiap program 3D digital animation, penamaan dari kerangka ini bisa bermacam-macam, seperti pada program Maya disebut dengan joint tool, sedangkan pada program 3D Max disebut dengan bones.

Gambar 1

Sumber: http://liladreams.creatrixgames.com/blog/page/3/

Dari contoh yang diperlihatkan, dapat di-lihat bahwa sebuah boneka tali membutuhkan alat bantu berupa tali dan kayu penyangga agar mudah digerakkan oleh sang dalang dari balik panggung.

Dapat dibayangkan betapa sulitnya bagi sang dalang apabila hendak menggerakkan boneka tanpa penyangga ataupun tali penggerak.

Kasus yang sama pun ada pada model 3D digital, yang tanpa tambahan perlengkapan un-tuk keperluan rigging, akan sulit untuk digerak-kan.

Pada pembahasan mengenai rigging di sini, penulis akan memberi gambaran umum menge-nai teknik dasar rigging yang dapat diterapkan dengan program-program 3D digital animation.

Untuk tujuan tersebut maka penulis pun akan membuat perbandingan dengan program-program tersebut, namun mengingat banyaknya program dengan kemampuan yang kurang lebih serupa, seperti Maya, 3D Max, lightwave, Softimage, Cinema 4D maupun Blender, penulis memilih untuk membatasi hanya membuat per-bandingan antara Maya dan 3D Max dan untuk contoh pembuatan 3D digital character rigging, hanya menggunakan program 3D Max.

Gambar 2

Apa pun penamaannya, prinsip kerangka pada setiap program 3D digital memiliki ke-samaan, yaitu menjadi sebuah penyangga dari model 3D digital sehingga model tersebut dapat digerakkan, sama seperti kayu penyangga yang terdapat pada boneka tali.

Gambar 3

02-Prinsip Dasar.indd 90 12/11/2012 2:07:10 PM

Page 14: UltimArt Vol v No.2 Desember 2012

Prinsip Dasar untuk membuat Rigging Character dalam Program 3D Digital Animation EDWIN H. SUTIoNo 91

2. Perlengkapan PendukungUntuk menggerakkan sebuah kerangka, dibu-tuhkan perlengkapan lain untuk membuat kerangka tersebut berfungsi dengan baik.

Salah satu yang penting adalah perlengkap-an inverse kinematic, di mana perlengkapan ini dapat memudahkan pergerakan dari kerangka.

Pada contoh sebelumnya, diberikan gam-baran bagaimana boneka tali menjadi terbantu dengan adanya tali pada ujung tangannya. Na-mun, di sini penulis akan memberikan contoh yang lebih jelas, yaitu kayu yang ditempatkan pada tangan wayang kulit.

Penggunaan objek pembantu ini umumnya menjadi objek utama/parent dari sebuah susun-an inverse kinematic untuk memudahkan proses pembuatan animasi.

Pada Maya, tidak tersedia fasilitas pendu-kung yang menyerupai helper, namun dapat diciptakan objek pendukung dari joint tool mau-pun objek geometry yang diatur agar memiliki fungsi yang sama seperti helper. Pembahasan mengenai objek pendukung ini akan dijelaskan pada bagian teknik penyusunan kerangka.

Teknik yang DigunakanKita telah membahas mengenai berbagai per-lengkapan umum yang terdapat pada program 3D digital animation untuk membuat kerangka. Dapat diumpamakan seperti membuat sebuah kue, kita telah mengumpulkan bahan-bahan yang dibutuhkan, dan sekarang setelah semua terkumpul, tentunya kita perlu mengatur semua bahan tersebut untuk menjadi kue yang enak. Untuk ini, tentunya kita memerlukan teknik-teknik pengaturan.

1. Teknik Hierarki dalam Penyusunan Kerangka

Dalam pembuatan sebuah kerangka, diperlukan adanya kerangka utama dan kerangka pengi-kut.

Apakah yang dimaksud dengan kerangka utama dan kerangka pengikut? Hal ini sebe-narnya merupakan teknik hierarki, di mana di-ambil perumpamaan seperti susunan tingkatan jabatan dalam perusahaan.

Diperlukan beberapa orang untuk memben-tuk sebuah perusahaan dan untuk itu diperlu-kan tingkatan jabatan untuk mengetahui posisi dan pembagian kerja bagi orang-orang yang membentuk perusahaan tersebut sehingga per-usahaan tersebut dapat berjalan.

Hal yang sama pun diterapkan dalam pe-nyu sunan kerangka agar kerangka tersebut da-pat berfungsi dengan semestinya.

Gambar 4

Sumber: http://ethnicarts.com/puppets-wayang-kulit-shadow-puppet-c-3_39

Perlengkapan ini akan dijelaskan secara le­bih detail pada pembahasan teknik forward kine-matic dan inverse kinematic.

Setelah penjelasan ini, cukup jelas kemirip-an antara menyusun sebuah boneka tali de ngan perlengkapan yang dibutuhkan untuk rigging pada model 3D digital, namun sebenarnya ter-dapat beberapa hal yang lebih kompleks pada proses rigging.

Kompleksitas ini mencakup perlengkapan lain yang dibutuhkan, yaitu objek pembantu atau controller, yang pada program 3D Max di-sebut dengan helper dan pada program lainnya disebut dengan null.

02-Prinsip Dasar.indd 91 12/11/2012 2:07:10 PM

Page 15: UltimArt Vol v No.2 Desember 2012

92 Prinsip Dasar untuk membuat Rigging Character dalam Program 3D Digital Animation Vol V, 2012

Sebenarnya, teknik ini tidak hanya dapat diterapkan pada objek kerangka, tetapi dapat pula diterapkan pada objek-objek lainnya pada program, seperti objek geometry maupun helper.

Pada program Maya, teknik ini dikenal de-ngan parenting, sedangkan pada 3D Max dikenal dengan link.

Setiap program 3D terdapat panel hierarki, untuk memudahkan pengguna melihat bagaima-na susunan kerangka berdasarkan hierarki, yang pada program 3D Max dikenal dengan schematic view dan pada Maya dikenal dengan hypergraph.

Gambar 7

Hal ini telah banyak dicobakan dengan ber-bagai desain karakter, baik karakter yang berka-ki dua, kaki empat maupun kaki enam, dan se-muanya menghasilkan kesimpulan yang sama.

Untuk mencapai susunan ini, terlebih dahu-lu dibuat bagian kaki yang kemudian diganda-kan sehingga menjadi dua kaki.

Gambar 5Sumber: http://koster.indonesianforum.net/t3772p10-manajemen-sim-utk-

bikers

Gambar 6

Dari pembahasan mengenai hierarki, kita akan membahas secara singkat bagaimana me-nyusun kerangka menjadi sebuah karakter ani-masi.

Dalam hal penyusunan hierarki kerangka untuk membuat karakter animasi, terdapat sebuah prinsip dasar, di mana titik pusat dari

sebuah susunan kerangka tersebut terletak pada bagian perut bawah dari karakter.

Gambar 8

Setelah menciptakan dua kaki, dilanjutkan dengan menciptakan tulang punggung, yang merupakan rangkaian kerangka yang disusun sesuai dengan bentuk punggung si karakter.

Untuk menggabungkan antara tulang pung-gung dengan kaki, di sini lah fungsi utama dari titik pusat, di mana diciptakan sebuah objek yang menjadi penghubung antara kaki dengan tulang belakang. objek ini dapat bermacam-macam, dapat berupa objek geometry, kerangka maupun helper.

02-Prinsip Dasar.indd 92 12/11/2012 2:07:11 PM

Page 16: UltimArt Vol v No.2 Desember 2012

Prinsip Dasar untuk membuat Rigging Character dalam Program 3D Digital Animation EDWIN H. SUTIoNo 93

Gambar 9

Untuk mempermudah pergerakan karakter, dapat pula digunakan objek tambahan, yang ber-fungsi sebagai pembantu untuk menggerakkan Pusat, caranya adalah dengan menjadikan objek tambahan sebagai orang tua dari Pusat. Dalam hal ini, penulis menggunakan objek spline yang diberi nama Kendali.

Tahap terakhir adalah pembuatan kerangka kepala, yang menggunakan bones untuk keper-luan leher dan objek geometry untuk keperluan kepala.

Gambar 10

Kemudian, langkah yang dilakukan selan-jutnya adalah membuat tangan. Penempatan tangan di sini dimulai dari bagian atas dari tu-lang punggung, yang dihubungkan dengan me-tode parenting dan penggunaan helper.

Untuk membuat telapak tangan, terdapat berbagai teknik, seperti yang diperlihatkan di bawah ini. Teknik pertama merupakan teknik standar, yang menyusun telapak tangan meng-gunakan bones.

Teknik lain yang dapat dipakai untuk mem-buat telapak tangan, dapat pula menggunakan objek primitive geometry, yang disusun menggu-nakan metode parenting.

Gambar 11

Gambar 12

Pada tahap ini, kita telah selesai membahas mengenai penyusunan hierarki pada kerangka dan hasil dari penyusunan ini dapat dilihat pada panel schematic view pada 3D Max.

Untuk lebih jelasnya, penamaan anggota tu-buh adalah untuk kaki diberi nama Paha Atas, Paha Bawah, dan Mata Kaki, yang dibedakan menjadi kiri dan kanan, sedangkan untuk ta-ngan diberi nama lengan dan Hasta, yang juga dibedakan kiri dan kanan. Untuk helper pusat, diberi nama Pusat, badan dengan Back dan tera-khir adalah penamaan Kepala.

Gambar 13

2. Teknik Penggunaan Forward Kine-matic dan Inverse Kinematic

Sebelumnya telah dijelaskan bahwa terdapat dua pilihan dalam menggerakkan kerangka, yaitu forward kinematic dan inverse kinematic.

Menambahkan di sini, yang dimaksud ada-lah kerangka yang memiliki sendi engsel, seperti hubungan tulang lengan atas dan tulang hasta, ataupun paha atas dan kaki bawah.

02-Prinsip Dasar.indd 93 12/11/2012 2:07:11 PM

Page 17: UltimArt Vol v No.2 Desember 2012

94 Prinsip Dasar untuk membuat Rigging Character dalam Program 3D Digital Animation Vol V, 2012

Gambar 16

3. Teknik Penambahan Objek Pendu-kungDengan penambahan inverse kinematic, kita

dapat menggerakkan Pusat tanpa bagian kaki mengikuti. Kemudian, untuk memudahkan pergerakan, dapat ditambahkan objek pembantu pada bagian kaki, yang dalam hal ini merupakan spline.

Gambar 14Sumber: http://apachemask.wordpress.com/2010/11/07/2-sendi/

Sebenarnya, tidak ada batasan bagi para animator untuk harus memilih metode yang dipakai untuk rigging karakter, seperti apakah untuk setiap kerangka dengan sendi engsel ha-rus menggunakan inverse kinematic atau tidak ka rena tidak ada metode yang lebih baik dari yang lain, tergantung dari kebutuhan.

Namun dari pengalaman, penulis melihat bahwa sebaiknya ada kerja sama antara teknik forward kinematic dan inverse kinematic, di mana penulis merasa cocok menggunakan forward ki-nematic untuk menganimasikan gerakan tangan dan inverse kinematic untuk menganimasikan kaki, yang akan dijelaskan dalam bagian pe­nyusunan kerangka.

Untuk penjelasan penggunaan forward kine-matic pada tangan, penulis menggunakan teknik parenting dengan objek primitif. Di sini diguna-kan objek berupa torus, yang dibuat menjadi ob-jek utama dari lengan atas, kemudian dihubung-kan dengan helper.

Kemudian, tambahkan pula torus lain-nya untuk kerangka hasta sehingga susunan kerangka tangan menjadi seperti pada gambar di bawah.

Gambar 15

Untuk bagian kaki, digunakan perlengkap-an inverse kinematic. Cara penggunaannya ada-lah dengan mengaktifkan tool IK, kemudian di-lakukan seleksi pada Bones Paha Atas dan Mata Kaki, yang hasilnya dapat dilihat pada gambar.

Gambar 17

Namun muncul problem baru, bagaimana memindahkan seluruh karakter?

Untuk mengatasi masalah ini, perlulah dibuat sebuah objek bantu lainnya, di mana dibuat sebuah objek 2D yang dibuat dari 2D geometry splines, seperti yang digunakan untuk membuat Kendali, yang ditempatkan di bawah kaki.

Gambar 18

02-Prinsip Dasar.indd 94 12/11/2012 2:07:11 PM

Page 18: UltimArt Vol v No.2 Desember 2012

Prinsip Dasar untuk membuat Rigging Character dalam Program 3D Digital Animation EDWIN H. SUTIoNo 95

Penulis memberi nama objek 2D ini dengan Master, dan untuk membuat seluruh bagian tu-buh mengikuti, parentlah objek pembantu dari spline pada kaki, 2D spline Kendali dan helper Chest.

Saat ini, kita telah selesai membuat kerangka karakter berkaki dua menggunakan teknik dasar sederhana, yang dapat dipraktikkan mengguna-kan program apa pun.

Pada saat ini, kita telah menyusun bagian kaki, tulang belakang, tangan dan kepala dari rangka karakter, yang dapat kita atur posenya seperti dalam bentuk berjalan, bahkan membuat animasi berjalan, seperti terlihat pada gambar.

Perlu diketahui bahwa program After Effect pun memiliki fasilitas untuk menghubungkan satu objek dengan objek lainnya, menjadi objek utama dan objek pengikut, dan model 2D yang diperlihatkan di sini memiliki bagian-bagian ter-pisah, yang satu sama lain telah dihubungkan menggunakan fasilitas ini.

Pada penamaan anggota tubuh, penulis me-namai dengan nama yang sama dengan kerang-ka 3D yang telah disusun sebelumnya, kecuali penamaan sepatu.

Gambar 19

Impelementasi Teknik Rigging pada Program Lain

Untuk mencontohkan bagaimana teknik ini da-pat diterapkan pada berbagai pembuatan karak-ter, penulis akan menerapkan teknik ini meng-gunakan program yang mungkin tidak akan disangka oleh pembaca, yaitu program Adobe After Effect.

Sebagai permulaan, penulis akan memperli-hatkan sebuah model 2D yang dibuat menggu-nakan program Adobe After Effect.

Gambar 20

Gambar 21

Seusai melihat penamaan dari bagian-bagian tubuh karakter, kita akan melihat bagaimana bagian-bagian ini dihubungkan menjadi sebuah karakter utuh.

Gambar 22

Untuk pusat, penulis menggunakan objek null, sebuah fasilitas yang tersedia pada program After Effect yang memiliki fungsi menyerupai helper pada program 3D Max.

Di sini dapat dilihat bahwa hubungan antara bagian-bagian tubuh dari karakter dengan pena-maan yang sama dan apabila kita melihat hierar-

02-Prinsip Dasar.indd 95 12/11/2012 2:07:12 PM

Page 19: UltimArt Vol v No.2 Desember 2012

96 Prinsip Dasar untuk membuat Rigging Character dalam Program 3D Digital Animation Vol V, 2012

ki penyusunan yang menyerupai tampilan sche-matic view pada 3D Max, akan diperoleh susunan seperti gambar di bawah, yang tidak jauh ber-beda dengan susunan hierarki pada program 3D Max.

model 3D sebelumnya, dan kita dapat mengge-rakkan kaki menggunakan null sebagai ujung inverse kinematic.

Gambar 23

Selesai melihat model dan susunan hierarki, tentunya yang dilakukan selanjutnya adalah mencoba untuk menganimasikan karakter ini, bukan?

Di sini kita menemui masalah yang sama seperti pada masalah yang muncul pada penyu-sunan rigging sebelumnya, yaitu bagaimana menggerakkan titik pusat namun kaki tetap pada tempatnya?

Untuk memecahkan masalah ini, digunakan teknik yang telah digunakan pada penyusunan rigging 3D character, yaitu inverse kinematic.

Namun, salah satu kekurangan dari program After Effect adalah program ini secara standar tidak memiliki fasilitas inverse kinematic, dan un-tuk itu digunakan pendukung, yang dalam hal ini berupa plug in bernama Duik, sebuah plug in After Effect open source yang dapat diunduh pada situs http://ik.duduf.com.

Dengan plug in ini, secara otomatis kita da-pat menambahkan inverse kinematic pada model, yang ditempatkan penulis pada Paha Atas, Paha Bawah, dan Sepatu.

Sebagai pendukung dari penggunaan In-verse Kinematic ini, digunakan pula null, yang berfungsi sebagai penggerak.

Setelah menambahkan inverse kinematic, sekarang kita dapat menggerakkan null Pusat tanpa mengganggu gerakan kaki, sama seperti

Gambar 24

Kemudian masalah yang sama pun muncul, bagaimana memindahkan seluruh karakter ?

Untuk solusi masalah ini, sebenarnya sama pula dengan solusi sebelumnya, yaitu dengan menciptakan obyek master. Jadi buatlah kem-bali sebuah null, beri nama dengan Kendali dan parentlah seluruh bagian dari model pada obyek master ini.

Gambar 25

Hasil dari parenting bagian-bagian ini ke-mudian dicoba oleh penulis dan hasilnya adalah sebuah hasil rigging character yang dapat dibuat walk cycle sederhana dengan kemudahan yang sama seperti pada program 3D Max.

KesimpulanDari pembahasan sebelumnya, dapat dikatakan bahwa teknik penyusunan rigging digital char-acter memiliki prinsip dasar yang sama.

02-Prinsip Dasar.indd 96 12/11/2012 2:07:12 PM

Page 20: UltimArt Vol v No.2 Desember 2012

Prinsip Dasar untuk membuat Rigging Character dalam Program 3D Digital Animation EDWIN H. SUTIoNo 97

Dengan urutan perlengkapan yang dibutuh-kan, yaitu kerangka dan objek pendukung, ke-mudian teknik hierarki, forward kinematic, inverse kinematic dan objek master, dapat dihasilkan berbagai rupa rigging untuk karakter manusia menggunakan program yang berbeda-beda.

Namun selain penggunaan teknik ini pada karakter manusia, penulis juga telah mencoba-kan teknik ini untuk membuat karakter nonma-nusia, yang ternyata berhasil, seperti yang di-contohkan pada gambar di bawah.

ngan pertanyaan, bagaimana dengan karakter ular?

Untuk pertanyaan ini, sebenarnya prin-sip dasar yang digunakan tetaplah sama, di mana tetap dibutuhkan perlengkapan kerang-ka dan objek pendukung, serta teknik yang di-sebutkan di atas, yang berbeda hanyalah teknik penyusunan nya, seperti yang diperlihatkan pada gambar rigging ular di bawah ini.

Teknik rigging pada ular sebenarnya sama saja dengan teknik yang sudah dijelaskan sebe-lumnya, namun beberapa bagian dihilangkan, seperti tangan dan kaki, sedangkan titik pusat tetaplah berada di tengah, di sini digunakan helper sebagai pusat.

Gambar 26

Dapat dilihat dari contoh rigging terse-but, prinsip dasar yang dijelaskan oleh penulis ternyata dapat diterapkan pada karakter yang berkaki empat, enam maupun delapan.

Mungkin dari pembaca yang melihat ke-simpulan ini, ada pula yang menyanggah de-

Gambar 27

Penulis berharap, penulisan ini dapat mem-bantu para pemula yang hendak memulai rig-ging menjadi terbantu. Semoga bermanfaat.

Daftar PustakaMaestri, George. 1996. Digital Character Anima-

tion. Indianapolis: New Riders Publishing.Roberts, Steve. 2004. Character Animation in 3D.

Burlington: Focal Press. http://ik.duduf.com.

02-Prinsip Dasar.indd 97 12/11/2012 2:07:12 PM

Page 21: UltimArt Vol v No.2 Desember 2012

Ultimart, Desember 2012, hal 98-105ISSN 1979-0716

Vol. V, Nomor 2

PendahuluanDalam industri penerbitan dan percetakan,

produksi suatu buku dilakukan melalui bebera-pa tahap, yaitu tahap penyiapan terbitan, pence-takan, dan penyelesaian. Dalam tahap penyiap-an terbitan dilakukan pengolahan naskah dan desain. Pengolahan naskah, pengetikan naskah, penyuntingan, dan koreksi dilakukan oleh orang yang memiliki kompetensi di bidangnya. Teks yang dihasilkan dari pengolahan naskah selan-jutnya dijadikan sebagai bahan untuk pemroses­an pada pengolahan desain.

Pengembangan Perangkat Lunak Imposisi pada Industri Penerbitan

DevelopingImposition Software

for Publication Industry

HADI SUTOPOFakultas Desain Komunikasi Visual, Universitas Multimedia Nusantara

Jln. Boulevard, Gading SerpongTelp. 021-54220808, 37039777e-mail: [email protected]

Diterima: 1 Agustus 2012

Disetujui: 20 Agustus 2012

AbstractIn prepress, "imposition" means the arrangement of pages on the press sheets so that when folded the

pages are read consecutively. How the pages are arranged on the sheets depend on the sizes of the press sheets and pages, and how the job will be folded and bound. To best understand how simple imposition works, fold a sheet of paper to represent a section of the finished publication, stack or insert the sections and then number the pages sequentially in reading order. Imposition plays a vital role in producing print profitably. The objective of this study is to develop an imposition software to arrange the pages on the press sheets, hence it can be used to plan a book publishing before the book design is done. The imposition software is developed as an interactive multimedia application using authoring tools Adobe Flash CS3, and the final output text file can be provided into the planning and processing publishing document.

Keywords: imposition, sheet, perfect binding, publishing document, interactive multimedia

Dilihat dari fisiknya, buku terdiri dari cover dan bookblock yang merupakan isi buku. Book-block terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian awal, bagian utama, dan bagian akhir. Bagian awal terdiri dari halaman judul, kata pengantar, dan lain-lain, bagian utama merupakan isi dari buku yang penting, dan bagian akhir terdiri dari in-deks, daftar pustaka, dan lain­lain. Jumlah ker-tas yang diperlukan untuk mencetak suatu buku tergantung dari ukuran buku, ukuran kertas, dan mesin cetak yang digunakan pada percetakan.

Dalam produksi buku, suatu buku terdiri dari beberapa lembar kertas (sheet) yang tersu-

03-imposition.indd 98 12/11/2012 2:07:50 PM

Page 22: UltimArt Vol v No.2 Desember 2012

Pengembangan Perangkat Lunak Imposisi pada Industri Penerbitan HADI SUTOPO 99

sun dan dijilid. Untuk menentukan halaman­halaman dalam tiap sheet diperlukan imposisi. Di samping itu, imposisi juga dapat digunakan untuk menghitung perkiraan jumlah kertas yang diperlukan dalam produksi suatu buku. Biaya produksi yang optimal dapat diperoleh bila im-posisi yang dibuat mempunyai tingkat penyim-pangan kecil.

Untuk membuat imposisi diperlukan data jumlah halaman seluruhnya dan jumlah halam-an bagian awal. Dengan data tersebut, desainer membuat imposisi sehingga diketahui jumlah halaman dalam suatu buku, serta sheet yang di-perlukan untuk membuat buku tersebut. Pada saat ini, pembuatan imposisi yang memperlihat-kan halaman-halaman dari tiap lembar kertas dilakukan secara manual oleh seorang desainer.

Di pasaran telah ada perangkat lunak yang dapat digunakan untuk menyusun halaman-ha-laman dari jumlah halaman buku, yaitu “Impo-ser Pro” yang dikeluarkan oleh ALAP. Perangkat lunak tersebut digunakan pada proses pembuat-an layout buku, yaitu pada tahap pengolahan desain, yang selanjutnya digunakan juga pada proses produksi (www.alap.com, 2006).

Berbeda dengan perangkat lunak yang su-dah ada, tujuan penelitian ini adalah membuat perangkat lunak imposisi pada industri buku yang dapat digunakan pada tahap perencanaan sehingga tafsiran biaya untuk penerbitan buku dapat dilakukan lebih akurat. Perangkat lunak aplikasi imposisi dibuat berbasis multimedia yang dapat memberikan informasi mengenai ukuran buku, jumlah halaman, susunan halam-an tiap sheet, dan informasi lain yang berkaitan dengan penerbitan buku. Dengan perangkat lunak tersebut, diharapkan imposisi yang dibuat oleh desainer dapat memperoleh hasil yang op-timal. Desain perangkat lunak imposisi ini dapat menggantikan pekerjaan manual yang dilaku-kan oleh desainer selama ini.

Buku yang terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian awal, bagian isi, dan bagian akhir me-merlukan sejumlah kertas sesuai jumlah halam-an. Untuk itu, perlu dibuat desain layout cetak di mana data yang diperlukan adalah jumlah

halaman seluruhnya dan jumlah halaman bagian awal. Pada umumnya, percetakan menggunakan 1 halaman kertas ukuran plano untuk 32 halam-an dari suatu buku. Setelah kertas dicetak, ke-mudian dilipat dan disusun sehingga memben-tuk suatu bookblock. Jumlah halaman buku tidak selalu dapat dibagi dengan 32 sehingga terda-pat halaman kosong. Contohnya, buku dengan jumlah halaman 200, jika menggunakan kertas 7 lembar akan terdapat 24 halaman kosong, se-dangkan jika menggunakan 6 lembar maka akan kurang 8 halaman. Untuk mendapatkan efisien-si, pencetakan buku dengan tebal 200 halaman dapat dilakukan menggunakan kertas 6.25 lem-bar. Kemungkinan lain yang terjadi adalah peng-gunaan kertas dan mesin cetak kecil atau ukuran buku besar akan mempunyai susunan halaman berbeda karena 1 halaman kertas hanya memuat 16 atau 8 halaman (Menutup Acuan Cetak, 1997).

Dengan data jumlah halaman seluruhnya dan jumlah halaman bagian awal dari buku, desainer menyusun layout halaman cetak se-hingga diketahui jumlah halaman seluruh buku, serta kertas yang diperlukan. Pekerjaan terse-but memerlukan pengetahuan produksi cetak dan ketelitian dari seorang desainer. Pada saat ini, pembuatan imposisi yang memperlihatkan halam an-halaman dari tiap lembar kertas di-lakukan secara manual oleh seorang desainer. Pekerjaan yang bersifat manual memerlukan ke-telitian dan waktu yang cukup lama, serta sulit untuk dilakukan perubahan.

Tujuan penelitian ini adalah bagaimana membuat perangkat lunak aplikasi imposisi yang dapat menggantikan pekerjaan manual dan digunakan pada tahap perencanaan pener-bitan buku?

Metode Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Multimedia Development Life Cicle (MDLC) yang terdiri dari enam tahap, yaitu (1) Concept. Dalam tahap ini ditentukan tujuan ap-likasi dan kebutuhan sistem yang akan dikem-bangkan, yaitu pengembangan perangkat lunak

03-imposition.indd 99 12/11/2012 2:07:50 PM

Page 23: UltimArt Vol v No.2 Desember 2012

Pengembangan Perangkat Lunak Imposisi pada Industri Penerbitan VOL V, 2012

untuk imposisi. Wawancara dan pengamatan lapangan dilakukan terhadap bagian-bagian yang terkait dalam sistem penerbitan, yaitu pe-ngarang atau penulis, bagian pemasaran, bagian pengolahan naskah, bagian pengolahan desain, dan bagian produksi. Studi pustaka dilakukan dengan mempelajari buku-buku dan sumber lain dari internet; (2) Design. Perancangan un-tuk mengembangkan perangkat lunak berbasis multimedia menggunakan metode perancangan multimedia dengan tools yang berlaku pada pe-rancangan aplikasi multimedia, yaitu storyboard dan struktur navigasi; (3) Material Collecting. Da-lam tahap ini dilakukan pengumpulan bahan yang dapat digunakan dalam pengembangan sistem. Bahan-bahan tersebut di antaranya ada-lah teks, image, video, dan audio; (4) Assembly. Dalam tahap ini dibuat aplikasi multimedia de ngan authoring tool Adobe Flash, termasuk pemrograman ActionScript yang diperlukan untuk pengembangan aplikasi tersebut. Pemro-graman dibuat menggunakan ActionScript dan PHP untuk menyimpan hasil imposisi dalam database MySQL. Informasi yang diperoleh dari peng olahan data yang berisi halaman-halaman dalam tiap sheet cetak digunakan untuk meleng-kapi dokumen pada perencanaan dan tahap-tahap lain yeng memerlukannya.; (5) Testing. Testing atau uji coba dilakukan secara modular ataupun terintegrasi, untuk memeriksa semua objek multimedia dengan pemrogramannya; (6) Distribution. Tahap selanjutnya adalah pembuat-an produk akhir perangkat lunak dalam bentuk CD-ROM yang dapat digunakan dalam industri penerbitan.

Pembahasan

1. Desain BukuNaskah yang telah selesai disunting, baik secara manual maupun elektronik, selanjutnya diterus-kan ke bagian desain. Bagian ini sesungguhnya terletak di antara pengolahan naskah dan bagian produksi (Pambudi, 1996).

Elemen BukuBerdasarkan fisik buku, terdapat pembagian ele-men buku seperti berikut: (1) Jacket-Jacket meru-pakan kulit buku yang paling luar dan berfungsi sebagai pelindung cover buku dari kemungkinan rusak dan kotor. Jacket juga dapat digunakan sebagai media iklan. Namun, tidak selalu se-tiap buku menggunakan jacket; (2) Cover-Cover me rupakan bagian yang dilindungi oleh jacket dan melindungi bagian dalam, yaitu book block. Ka rena fungsinya melindungi bagian dalam, ba hannya juga harus lebih kuat dari book block. Cover adalah bagian buku yang pertama-tama kelihat an dari luar sehingga cover harus dibuat semenarik mungkin; (3) Book block-Desain book block dibagi menjadi tiga bagian, yaitu bagian awal, bagian utama (bagian teks), dan bagian akhir. Book block merupakan kumpulan dari be-berapa lembar kertas (sheet) yang dicetak.

ImposisiImposisi adalah penyusunan lembar kertas yang dilipat dan disusun sehingga merupakan susun-an suatu buku dan dapat dibaca isinya secara berurutan. Dengan imposisi dapat diketahui halaman-halaman yang terdapat dalam setiap lembar kertas cetak. Untuk menentukan impo-sisi, beberapa hal menjadi pertimbangan, yaitu skema imposisi, tipe imposisi, dan tanda (marks) informasi. Untuk merancang skema imposisi, beberapa hal yang harus diketahui adalah me-tode penjilidan yang digunakan, bagaimana ker-tas sebaliknya masuk dalam mesin cetak, ukuran kertas pada mesin cetak yang digunakan, dan apakah hasil pekerjaan dilipat untuk penjilidan.

PenjilidanDesain imposisi merupakan bagian dari metode penjilidan. Beberapa macam metode penjilidan yang populer adalah perfect binding, saddle-stitch-ing, dan collate and cut. Namun demikian, bebe-rapa macam penjilidan lain juga dapat diguna-kan, dan beberapa pekerjaan tidak memerlukan penjilidan. Contohnya, poster tidak memerlukan penjilidan karena hanya terdiri dari dua muka.

03-imposition.indd 100 12/11/2012 2:07:50 PM

Page 24: UltimArt Vol v No.2 Desember 2012

Pengembangan Perangkat Lunak Imposisi pada Industri Penerbitan HADI SUTOPO 101

Perfect BindingUntuk menggambarkan perfect binding, con-tohnya suatu buku paperback seperti juga tele-phone directory. Setelah pencetakan, lembar kertas yang tercetak dikumpulkan berdasarkan urutan halaman dan dimasukkan ke dalam perfect bind-er. Salah satu sisi halaman (punggung) dipotong kira-kira 1/8", kemudian diberikan lem pada seluruh area punggung, dan sedikit melewati pinggir halaman depan dan belakang. Hasilnya adalah book block yang selanjutnya dipasang co-vernya dengan lem.

Suatu buku terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian awal, bagian isi, dan bagian akhir. Bagian awal terdiri dari halaman judul, kata pengantar, dan lain-lain, bagian teks merupakan bagian utama buku, dan bagian akhir terdiri dari in-deks, daftar pustaka, dan lain­lain. Jumlah ker-tas yang diperlukan untuk mencetak suatu buku tergantung dari ukuran buku, ukuran kertas, dan mesin cetak yang digunakan pada percetak-an. Namun pada umumnya, percetakan meng-gunakan 1 halaman kertas untuk 4, 8, 16, atau 32 halaman buku. Setelah kertas dicetak, kemu-dian dilipat dan disusun sehingga membentuk suatu book block. Jumlah halaman buku tidak selalu dapat dibagi dengan 32 sehingga terda-pat halam an kosong. Contohnya, buku dengan jumlah halaman 200, jika menggunakan kertas 7 lembar akan terdapat 24 halaman kosong, se-dangkan jika menggunakan 6 lembar maka akan kurang 8 halaman. Untuk mendapatkan efisien-si, pencetakan buku dengan tebal 200 halaman dapat dilakukan menggunakan kertas 6.25 lem-bar. Di samping itu, kemungkinan lain yang ter-jadi adalah penggunaan kertas dan mesin cetak kecil atau ukuran buku besar akan mempunyai susun an halaman berbeda karena 1 halaman kertas hanya memuat 16 atau 8 halaman (www.positivefocus.co.uk, 2006).

Suatu buku dibuat sebagai kumpulan bebe-rapa lembar kertas ukuran besar yang dilipat dan disusun sesuai halaman yang diperlukan. Dalam perancangan buku diperlukan pembuat-an imposisi sehingga dapat diketahui halaman-

halaman yang terdapat dalam setiap lembar kertas cetak. Terdapat tiga macam ukuran sheet penuh untuk pencetakan, yaitu dalam satu sheet terdapat 32 halaman, 16 halaman, dan 8 halam-an. Hal ini ditentukan oleh ukuran potong dari buku yang diterbitkan. Untuk ukuran buku kecil, dalam satu sheet cetak dapat memuat 32 halam-an. Tetapi untuk buku ukuran lebih besar, satu sheet cetak hanya dapat menampung 16 atau 8 halaman.

Sebagai dasar pembuatan imposisi, jumlah halaman yang terdapat dalam satu sheet adalah ukuran yang pada umumnya digunakan. Ang-ka-angka halaman dalam tiap sheet merupakan elemen dari matriks ukuran 4 x 8, dengan keten-tuan sebagai berikut.

Sheet ke-1

1 8 9 16 17 24 25 322 7 10 15 18 23 26 313 6 11 14 19 21 27 304 5 12 13 20 21 28 29

Sheet ke-233 40 41 48 49 56 57 6434 39 42 47 50 55 58 6335 38 43 46 51 54 59 6236 37 44 45 52 53 69 61

Gambar 1. Imposisi untuk sheet yang terdiri dari 16 halaman.

03-imposition.indd 101 12/11/2012 2:07:50 PM

Page 25: UltimArt Vol v No.2 Desember 2012

Pengembangan Perangkat Lunak Imposisi pada Industri Penerbitan VOL V, 2012

Penulisan angka halaman dengan seluruh bagian awal dan bagian utama buku menggu-nakan angka Arab seperti dapat dilihat pada susunan buku di atas. Namun, jika bagian awal buku menggunakan angka Romawi, sedangkan bagian utama menggunakan angka Arab, susun-an halaman yang mempunyai bagian awal 8 hal-aman adalah sebagai berikut:

Sheet ke-1i viii 1 8 9 16 17 24ii vii 2 7 10 15 18 23iii vi 3 6 11 14 19 22iv v 4 5 12 13 20 21

Sheet ke-225 32 33 40 41 48 49 5626 31 34 39 42 47 50 5527 30 35 38 43 46 51 5428 29 36 37 44 45 52 53

Jika bagian awal buku menggunakan angka Romawi, sedangkan bagian utama mengguna-kan angka Arab, susunan halaman yang mem-punyai bagian awal 16 halaman adalah sebagai berikut:

Sheet ke-1i viii ix xvi 1 8 9 16ii vii x xv 2 7 10 15iii vi xi xiv 3 6 11 14iv v xii xiii 4 5 12 13

Sheet ke-217 24 25 32 33 40 41 48 18 23 26 31 34 39 42 4719 22 27 30 35 38 43 4620 21 28 29 36 37 44 45

Bagian awal buku tidak selalu 8 atau 16 hala-man, tetapi tergantung dari susunan buku terse-but. Misalnya, bagian awal terdiri dari 10 halam-an maka susunan halaman pada sheet pertama menjadi seperti berikut:

Sheet ke-1i viii ix 6 7 14 15 22 ii vii x 5 8 13 16 21iii vi 1 4 9 12 17 20iv v 2 3 10 11 18 19

Jika jumlah halaman tidak habis dibagi de­ngan 32, berarti terdapat sheet yang tidak leng-kap. Sheet yang tidak lengkap berisi 8, 16, atau 24 halaman untuk memudahkan proses pada tahap finishing pada percetakan. Untuk jumlah halaman yang tidak melebihi 96 halaman, sheet yang tidak lengkap ini disusun sedemikian rupa sehingga merupakan sheet terakhir. Tetapi jika jumlah halaman lebih dari 96, sheet yang tidak lengkap diletakkan sebelum sheet terakhir. Sheet terakhir yang berisi kurang dari 32 halaman mengakibatkan penjilidan tidak kuat sehingga buku akan lebih cepat rusak. Susunan sheet da-lam suatu buku dapat digambarkan seperti pada Gambar 2.

Keterangan:Jika sheet_tidak_lengkap > 24 halaman maka sheet tidak lengkap = 32 halaman.Jika sheet_tidak_lengkap > 16 halaman maka sheet tidak lengkap = 24 halaman.Jika sheet_tidak_lengkap > 8 halaman maka sheet tidak lengkap = 16 halaman.Jika sheet_tidak_lengkap <= 8 halaman maka sheet tidak lengkap = 8 halaman.

Gambar 2. Susunan sheet dalam suatu buku merupakan array dari matriks.

03-imposition.indd 102 12/11/2012 2:07:50 PM

Page 26: UltimArt Vol v No.2 Desember 2012

Pengembangan Perangkat Lunak Imposisi pada Industri Penerbitan HADI SUTOPO 103

2. Pemrograman pada FlashPada saat ini, grafik komputer telah menunjuk-kan kemajuan yang pesat dengan kemampuan-nya menghasilkan animasi menjadi lebih ko-munikatif. Adobe Flash adalah perangkat lunak aplikasi untuk pembuatan animasi yang diguna-kan pada web. Adobe Flash mampu melengka-pi situs web dengan beberapa macam animasi, suara, animasi interaktif, dan lain-lain. Dengan pemrograman ActionScript dapat dibuat ani-masi dan visualisasi yang berhubungan dengan penyajian informasi, seperti kuis, puzzle, dan ap-likasi interaktif lain yang memerlukan pemro-graman dengan baik. ActionScript adalah script-ing visual berorientasi objek yang mempunyai struktur, sintaks, dan tata bahasa mirip dengan bahasa pemrograman C++ (Mohler, 2001).

Pemrograman pada Flash dengan Action-Script melibatkan button yang digunakan seba-gai handler. Script dapat dituliskan pada Script Editor seperti halnya menulis program pada ba-hasa pemrograman umumnya.

Komponen yang Diperlukan dalam Flash Tujuan pengembangan menggunakan Flash un-tuk aplikasi sheet adalah menghasilkan susunan sheet dari suatu buku dengan pemrograman Ac-tionScript. Implementasi dengan Adobe Flash dapat dilakukan dengan membuat beberapa komponen sebagai berikut: (1) Input Text-Ter-dapat input text dengan nama variabel jumlah_halaman dan halaman_bagian_awal. Nilai varia-bel tersebut akan digunakan dalam perhitungan dengan algoritma yang menghasilkan informasi susunan sheet; (2) Dynamic Text-Dynamic text adalah teks yang diperoleh dari suatu perhitun-gan atau input dari variabel eksternal yang be-rasal dari file text eksternal atau database. Hasil perhitungan sheet memberikan informasi jum-lah sheet yang digunakan untuk mencetak suatu buku dan jumlah halaman yang terdapat dalam sheet tidak lenngkap. Di samping itu, susunan tiap sheet yang berisi halaman-halaman tertentu dapat diperoleh juga; (3) Button Hitung-Dalam Flash, diperlukan button sebagai handler untuk

menjalankan program yang digunakan untuk menghitung susunan sheet tersebut.

Ketiga komponen tersebut diletakkan pada stage Scene 1 dengan susunan seperti dapat dili-hat pada Gambar 3.

Gambar 3. Layout komponen Flash dan timeline pada Scene 1.

Membuat Imposisi dengan FlashUntuk menentukan halaman awal pada tiap sheet, perlu diketahui halaman akhir dari sheet senbelumnya. Parameter p digunakan sebagai variabel dari halaman akhir sheet sebelumnya. Untuk membuat susunan halaman lengkap da-pat dibuat fungsi sebagai berikut.

function sheetNormal(){ //sheet normal

var sheet = [p+1, p+8, p+12, p+16, p+20, p+24, p+28, p+32]

trace(sheet);

for (j = 0; j < 3; j ++){

sheet[0] = sheet[0] + 1;

sheet[1] = sheet[1] - 1;

sheet[2] = sheet[2] + 1;

sheet[3] = sheet[3] - 1;

sheet[4] = sheet[4] + 1;

sheet[5] = sheet[5] - 1;

sheet[6] = sheet[6] + 1;

sheet[7] = sheet[7] - 1;

trace(sheet);

}

}

Untuk membuat susunan halaman bagian awal yang terdiri dari 8 halaman dapat dilaku-kan sebagai berikut:

03-imposition.indd 103 12/11/2012 2:07:51 PM

Page 27: UltimArt Vol v No.2 Desember 2012

Pengembangan Perangkat Lunak Imposisi pada Industri Penerbitan VOL V, 2012

function sheetAwal8(){ //sheet awal 8 halamanvar sheet = [" i", "viii", 1, 8, 9, 16, 17, 24]; trace(sheet);var sheet = [" ii", " vii", 2, 7, 10, 15, 18, 23]; trace(sheet);var sheet = ["iii", " vi", 3, 6, 11, 14, 19, 22]; trace(sheet);var sheet = [" iv", " v", 4, 5, 12, 13, 20, 21]; trace(sheet);

Untuk membuat susunan halaman tidak lengkap yang terdiri dari 8 halaman dapat dibuat fungsi sebagai berikut:function sheetTidakLengkap8(){ //sheet tidak lengkapvar sheet = [p+1, p+8]trace(sheet);for (j = 0; j < 3; j ++){ sheet[0] = sheet[0] + 1; sheet[1] = sheet[1] - 1; trace(sheet); } }

Dengan cara yang sama dapat dibuat susun-an halaman sheet akhir yang terdiri dari 16 halam an dan 24 halaman.

Jika Flash movie dijalankan akan mendapat­kan tampilan seperti Gambar 4. Sebagai contoh, jumlah halaman = 150 dan halaman awal = 8 di-masukkan dengan keyboard, kemudian tekan button untuk menghitung sheet maka akan diper-oleh jumlah sheet = 4.6875 dan jumlah halam an pada sheet tidak lengkap, yaitu 24. Susunan sheet dapat dilihat pada Gambar 5. Hal ini berarti untuk mencetak buku dengan jumlah halaman 150, bagian awal 8 halaman diperlukan 4 sheet yang berisi 32 halaman dan 1 sheet yang berisi 24 halam an.

Gambar 5. Hasil susunan sheet untuk buku tebal 150 halaman dan bagian awal 8 halaman.

Hasil aplikasi imposisi tersebut selanjutnya disimpan ke dalam file text. Teks yang berasal dari aplikasi Flash dapat disimpan ke dalam file text dengan melibatkan pemrograman PHP atau ASP (Sanders, 2001).

KesimpulanPerangkat lunak aplikasi imposisi yang dibuat berbasis multimedia dapat memberikan infor-masi mengenai jumlah halaman, susunan halam-an tiap sheet, dan informasi lain yang berkaitan dengan penerbitan buku. Dengan perangkat lu-nak aplikasi ini, tafsiran biaya untuk penerbitan buku dapat dilakukan pada tahap perencanaan lebih akurat.

Untuk memenuhi berbagai kemungkinan ukuran buku yang disebabkan oleh faktor ukur-

Gambar 4. Tampilan Flash movie jika dijalankan.

03-imposition.indd 104 12/11/2012 2:07:51 PM

Page 28: UltimArt Vol v No.2 Desember 2012

Pengembangan Perangkat Lunak Imposisi pada Industri Penerbitan HADI SUTOPO 105

an kertas ataupun mesin, aplikasi dapat dikem-bangkan untuk menghitung jumlah halaman buku jika satu sheet terdiri dari 16 halaman, atau 8 halaman. Dengan demikian, aplikasi dapat di-gunakan untuk semua kondisi yang ada.

Adobe Flash bukan hanya digunakan un-tuk membuat animasi, tetapi dengan dilengkapi pemrograman ActionScript yang dimilikinya dapat digunakan untuk melakukan operasi matematika ataupun logika seperti bahasa pem-rograman pada umumnya.

Daftar PustakaImposition. http://www.positivefocus.co.uk. Di-

akses 15 Maret 2007.InBookletSE. http://www.alap.com. Diakses 20

Juni 2007.Menutup Acuan Cetak. 1997. Jakarta: Pusat Grafi-

ka Indonesia. Mohler, James. 2001. Flash 5: Grapics, Animation

& Interactivity. Albany, NY: Onward Press. Pambudi, Hasan. 1996. Pedoman Dasar Penerbitan

Buku. Jakarta: Penerbit Sinar Harapan. Sanders, William B. dan Mark Winstanley. 2001.

Server-side Flash. New York: Hungry Minds.

03-imposition.indd 105 12/11/2012 2:07:51 PM

Page 29: UltimArt Vol v No.2 Desember 2012

Ultimart, Desember 2012, hal 106-121ISSN 1979-0716

Vol. V, Nomor 2

Pendahuluan

Pendidikan foundation year, khususnya pada stu-di kasus program studi DKV di Universitas Mul-timedia Nusantara (UMN), merupakan sebuah pijakan awal yang menjadi acuan perkembang­an mahasiswa desain dalam menempuh pen-didikan strata 1-nya di UMN. Foundation year di program studi DKV berlangsung pada semes-ter satu dan dua, yaitu jenjang awal ketika para mahasiswa baru mulai mengenal kehidupan kampus dan aktivitas pendidikan tinggi sebagai transisi dari jenjang Sekolah Menengah Atas. Di Program Studi tersebut, foundation year disusun dan dilaksanakan sejak tahun ajaran 2007 yang berlangsung hingga tahun ajaran terbaru 2011

Evaluasi Karakteristik Nilai Sikap Mahasiswa Foundation Year DKV Fakultas Seni dan Desain UMN

MOHAMMAD RIZALDIFakultas Desain Komunikasi Visual, Universitas Multimedia Nusantara

Jln. Boulevard, Gading SerpongTelp. 021-54220808, 37039777

e-mail: [email protected], [email protected]

Diterima: 2 Juli 2012Disetujui: 23 Juli 2012

Abstract

Foundation year as starting point to build a college attitude for colleger in Visual Communication Design department at University of Multimedia Nusantara never had been evaluated before, whilst value of affection domain that concern attitude was getting stronger attention from government especially for those who want to get job certificate through official government competency test.

This paper tried to identify proper design colleger attitude values through university foundation year ac­tivity phenomenon and linked them to an official university rules about attitude and describe their specific role to enhance their current education competency.

Keywords: foundation year, colleger, attitude, competency, university, design

dan pada setiap tahun ajaran berjalan di prog­ram studi DKV tersebut menurut ketua Program Studinya Bapak Desi Dwi Kristanto menyatakan belum pernah dilakukan suatu evaluasi dan pen-dalaman terhadap sikap mahasiswa DKV founda­tion year.

Program studi Desain Komunikasi Visual di UMN berada di bawah Fakultas Seni dan Desain yang saat ini memiliki tiga cabang peminatan, yaitu desain grafis, animasi, dan sinematografi. Peminatan tersebut dimulai setelah mahasiswa DKV menyelesaikan tahun pertamanya di foun­dation year. Berdasarkan hal tersebut, foundation year di prodi DKV UMN menjadi tiang penting yang harus mampu memfasilitasi pembangunan karakteristik dan kemampuan dasar mahasiswa

04-Rizaldi.indd 106 12/11/2012 2:08:31 PM

Page 30: UltimArt Vol v No.2 Desember 2012

Evaluasi Karakteristik Nilai Sikap Mahasiswa Foundation Year DKV Fakultas Seni dan Desain UMN

MOHAMMAD RIZALDI 107

pada tiga cabang peminatan pada tingkat lanjut proses perkuliahan. Mengingat bobot tersebut, foundation year patut mendapat perhatian khusus dalam membentuk dan mencitrakan karakteris-tik mahasiswa desain dalam menjalani pendidik­an program studi Desain Komunikasi Visual di kampus UMN.

Pertimbangan foundation year sebagai pi-jakan untuk evaluasi dalam tulisan ini, utama­nya terkait dengan hal pembentukan sikap seba-gai mahasiswa desain dan sebagai upaya awal

penyesuaian program studi DKV dalam men-cetak generasi akademis yang mengacu pada visi-misi program studi, fakultas, dan universi-tas UMN yang bersinergis dengan kebutuhan penyerapan tenaga kerja nasional yang berdasar pada Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI). Capaian pembelajaran dalam KKNI ada-lah proses internalisasi dan akumulasi beberapa faktor yang menurut slide presentasi Kebijakan Ditjen Pendidikan Tinggi (2011) terangkum da-lam tabel di bawah:

Tabel 1Tabel Keterangan Capaian Pembelajaran dalam KKNI

Slide Presentasi Kebijakan Ditjen Pendidikan Tinggi (2011)

llmu pengetahuan (science): suatu sistem berbasis metodologi ilmiah untuk membangun pengetahuan (knowledge) melalui hasil-hasil penelitian di dalam suatu bidang pengetahuan (body of knowledge). Penelitian berkelanjutan yang digunakan untuk membangun suatu ilmu pengetahuan harus didukung oleh rekam data, observasi, dan analisis yang terukur dan bertujuan untuk meningkatkan pemahaman manusia terhadap gejala-gejala alam dan sosial. Pengetahuan (knowledge): penguasaan teori dan keterampilan oleh seseorang pada suatu bidang keahlian tertentu atau pemahaman tentang fakta dan informasi yang diperoleh seseorang melalui pengalaman atau pendidikan untuk keperluan tertentu.Pengetahuan praktis (know-how): penguasaan teori dan keterampilan oleh seseorang pada suatu bidang keahlian tertentu atau pemahaman tentang metodologi dan keterampilan teknis yang diperoleh seseorang melalui pengalaman atau pendidikan untuk keperluan tertentu.

Keterampilan (skill): kemampuan psikomotorik (termasuk manual dexterity dan penggunaan metode, bahan, alat, dan instrumen) yang dicapai melalui pelatihan yang terukur dilandasi oleh pengetahuan (knowledge) atau pemahaman (know-how) yang dimiliki seseorang mampu menghasilkan produk atau unjuk kerja yang dapat dinilai secara kualitatif ataupun kuantitatif.

Afeksi (affection): sikap (attitude) sensitif seseorang terhadap aspek-aspek di sekitar kehidupannya, baik ditumbuhkan karena proses pembelajarannya maupun lingkungan kehidupan keluarga atau masyarakat secara luas.

Terlihat dalam tabel di atas bahwa domain afeksi yang diterjemahkan sebagai nilai sikap, merupakan landasan utama yang mendasari se-luruh capaian pembelajaran dalam KKNI. KKNI tersebut nantinya menjadi pijakan terhadap jen-jang kualifikasi pada suatu bidang pekerjaan yang berdasar dan diterjemahkan pada Standar

Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI)­nya.

Pengertian SKKNI menurut Pedoman Tata Cara Penyusunan Standar Kompetensi Kerja Nasio­nal Indonesia oleh Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia (2007) adalah sebagai berikut:

04-Rizaldi.indd 107 12/11/2012 2:08:32 PM

Page 31: UltimArt Vol v No.2 Desember 2012

108 VOL V, 2012Evaluasi Karakteristik Nilai Sikap Mahasiswa Foundation Year DKV Fakultas Seni dan Desain UMN

“SKKNI adalah rumusan kemampuan kerja yang mencakup aspek pengeta-huan, keterampilan, dan atau keahlian serta sikap kerja minimal yang harus dimiliki seseorang untuk melakukan tugas/pekerjaan tertentu yang berlaku secara nasional.

Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia ini disusun berdasarkan acuan pola RMCS (Regional Model Competency Standard) sebagaimana yang telah disepakati oleh negara di kawasan Asia Pasifik” (Depnakertrans, 2007). Berdasarkan pengertian di atas, pola yang

diterapkan dalam SKKNI yang merujuk pada KKNI dapat diberlakukan dan telah disepaka-ti tidak hanya di Indonesia, tetapi hingga ke manca negara. Dalam Jenjang Kualifikasi KKNI, terdapat poin Deskripsi Umum Jenjang Kuali-fikasi yang tercantum pada Lampiran Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2012 Tanggal 17 Januari 2012 sebagai berikut:

a. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. b. Memiliki moral, etika, dan kepribadian yang

baik di dalam menyelesaikan tugasnya. c. Berperan sebagai warga negara yang bangga

dan cinta tanah air serta mendukung perda-maian dunia.

d. Mampu bekerja sama dan memiliki kepe-kaan sosial dan kepedulian yang tinggi ter-hadap masyarakat dan lingkungannya.

e. Menghargai keanekaragaman budaya, pan-dangan, kepercayaan, dan agama serta pen­dapat/temuan original orang lain.

f. Menjunjung tinggi penegakan hukum serta memiliki semangat untuk mendahulukan kepentingan bangsa serta masyarakat luas.

(Lampiran Peraturan Presiden Republik In-donesia Nomor 8 Tahun 2012)

Dalam deskripsi umum di atas, terlihat bah-wa penekanan afeksi sedemikian kuat pada tiap­tiap poinnya, terutama pada point b, d, dan e sehingga selalu menjadi penegasan dalam semi-nar­seminar pada forum perancangan SKKNI (RSKKNI) seperti pada workshop ke­2 RSKKNI bidang keahlian animasi yang diselenggarakan oleh Kementerian KOMINFO pada bulan Juli 2012, dari pihak pemerintah dalam presentasi KKNI sebagai pembuka workshop tersebut juga disebut mengenai pentingnya nilai sikap pada suatu individu yang berkompetensi yang akan atau sedang mengambil ujian sertifikasi kepro-fesian.

Foundation Year DKV UMNPada masa sebelum foundation year dimulai, para mahasiswa baru UMN telah melalui sebuah proses pengenalan dan orientasi kampus yang disebut masa Orientasi Mahasiswa Baru (OMB). Acara OMB tersebut mengawali proses penana-man nilai sikap seperti attitude dan loyality ter-hadap lingkungan akademik, namun masih be-lum mensimulasikan jalannya perkuliahan yang sebenarnya.

Setelah melalui masa orientasi (OMB), menu-rut Mind Mapping Profile Kompetensi Lulusan S1 dan Kesesuaian dengan Visi Universitas dan Visi program Studi pada buku panduan kurikulum DKV 2010­2011 (UMN, 2010) mahasiswa men-jalani masa perkuliahan semester 1 dan 2 pada Program studi Desain Komunikasi Visual UMN, masa ini disebut sebagai semester foundation, di mana pada dua semester awal tersebut ma-hasiswa berlatih dasar­dasar praktik, teori, dan analisis sebuah proses desain. Lebih detailnya dalam bagan foundation digambarkan proses nya sebagai berikut:

04-Rizaldi.indd 108 12/11/2012 2:08:32 PM

Page 32: UltimArt Vol v No.2 Desember 2012

Evaluasi Karakteristik Nilai Sikap Mahasiswa Foundation Year DKV Fakultas Seni dan Desain UMN

MOHAMMAD RIZALDI 109

Terlihat dalam tabel di atas proses foundation year berdasarkan alur urutannya terjadi setelah entri point, yaitu setelah mahasiswa resmi men-jadi mahasiswa DKV UMN dan sebelum masuk ke peminatan grafis, animasi, dan sinematografi. Proses pencapaian hasil dalam tahapan­tahapan tersebut ditulis sebagai kompetensi umum (ge­neral skills) dalam foundation year. Pada bagan tersebut dapat diamati bahwa persebaran kom-petensinya bergerak ke arah dua ujung, yaitu berakhir di computer skills yang terkoneksi de-ngan value ICT, dan di ujung satunya berakhir di value creative dan innovative untuk nantinya terhubung dengan poin nilai adaptive (adaptasi secara keilmuan) pada kompetensi pendukung. Di antara kompetensi umum dan kompetensi pendukung terdapat kompetensi khusus yang terbagi menjadi ilmu desain grafis, animasi, dan sinematografi. Ketiga cabang peminatan tersebut merupakan core dari program studi desain ko-munikasi visual. Dalam persebaran pro sesnya, untuk memperjelas runtutan nilai dengan orien-tasi hasil, alur bagan di atas dapat disusun kem-bali dengan hierarki sebagai berikut:

l Art Skill & Sense of Art (Craftmanship, meng-asah kepekaan seni dalam ekspresi dan ben-tuk)

l Logic: Art philosophy, Element and principles of art and design

l Analytical Skill (Kemampuan menganalisis dan peka terhadap suatu permasalahan)

l Design Skill (Kemampuan dasar dalam men-desain)

l Computer Skill (Kemampuan dasar komputer dalam mendesain sebagai basic ICT)

l Creative dan Inovative (Kemampuan untuk melakukan kebaruan dalam berkarya dan berpikir berbeda dalam prosesnya)

l Communication Skill (Kemampuan untuk berkomunikasi dalam bentuk lisan dan tu-lisan serta kemampuan untuk melakukan presentasi desain)

Pertimbangan susunan dengan hierarki proses di atas adalah pada upaya pencapaian value akademik, yaitu pencapaian hasil akhir aka-demik yang maksimal melalui runtutan proses perkuliahan yang benar, diawali dengan pema-haman dan pengalaman craftsmanship hingga kemampuan berkomunikasi sebagai kompetensi terakhir yang harus dimiliki pada ranah kom-petensi umum, yaitu kemampuan mempresen-tasikan desain dan hasil kreasi mereka.

Kembali mencermati nilai afeksi yang beru-pa sikap, dalam hierarki kompetensi umum tersebut belum terlihat secara khusus value sikap menjadi suatu nilai tersendiri. Penerjemahan afeksi menjadi sebuah nilai khusus pada Mind Profile Mapping Kompetensi dalam buku pan-

Gambar 1Bagan Foundation DKV

Buku Panduan Akademik DKV 2010-2011 (UMN, 2010)

04-Rizaldi.indd 109 12/11/2012 2:08:32 PM

Page 33: UltimArt Vol v No.2 Desember 2012

110 VOL V, 2012Evaluasi Karakteristik Nilai Sikap Mahasiswa Foundation Year DKV Fakultas Seni dan Desain UMN

duan kurikulum DKV 2010-2011 (UMN, 2010) diterapkan pada poin humanity, ethic, adaptive, team work, team player, leadership, critical thinking, dan open mind yang semuanya terdapat dalam kompetensi pendukung (supporting skills/Compe­tence) di mana pengembangan dari kompetensi pendukung tersebut di prodi DKV UMN baru diperkenalkan pada mata kuliah wajib univer-sitas atau dikenal dengan Mata Kuliah Dasar Umum (MKDU) di mana menurut sumber dis-tribusi mata kuliah terbaru DKV 2012 berupa mata kuliah Agama yang terdapat di semester 2 dan dilanjutkan pada semester 4 pada mata kuliah kewarganegaraan, juga pada mata kuliah wajib fakultas seni dan desain, yaitu mata kuliah creative & critical thinking.

Dalam kaitannya dengan penyelenggaraan pendidikan di UMN, khususnya pada program

studi DKV, penerjemahan poin afeksi atau nilai sikap belum diterapkan secara khusus sebagai bagian dari kriteria penilaian, baik secara umum dalam keseluruhan mata perkuliahan maupun secara khusus pada foundation year. Dalam buku panduan kurikulum 2010-2011 (UMN, 2010), penerapan nilai afeksi tersebut tidak tercantum perannya dalam penilaian terhadap setiap mata kuliah, sedangkan penerjemahan kriteria penilai­an tersebut berangkat dari acuan mata kuliah yang di dalamnya terdapat point Learning to live together (belajar hidup bermasyarakat) berdasar analisis kebutuhan dalam Mind Mapping (SWOT) kebutuhan saat bekerja, yaitu pada poin pertama subpoin 1.1 yang merujuk pada kebutuhan per­sonality (karakter yang baik) dengan kebutuhan nilai afeksi, namun tetap, poin afeksi tersebut belum mendapat peran pada kriteria penilaian.

Gambar 2

Bagan Alur Pembentukan Kriteria PenilaianBuku Panduan Akademik DKV 2010-2011. (UMN, 2010, p. 14)

04-Rizaldi.indd 110 12/11/2012 2:08:32 PM

Page 34: UltimArt Vol v No.2 Desember 2012

Evaluasi Karakteristik Nilai Sikap Mahasiswa Foundation Year DKV Fakultas Seni dan Desain UMN

MOHAMMAD RIZALDI 111

Namun, pentingnya pembentukan nilai sikap dalam lingkup akademik UMN di tingkat foundation year telah mendapat atensi khusus oleh bidang kemahasiswaan UMN yang menu-rut Irman F. Saputra selaku staf Wakil Rektor III Bidang Kemahasiswaan UMN dalam dialog khusus pada tanggal 2 Agustus 2012, menyata-kan bahwa pada tahun ajaran 2012­2013, Maha-siswa baru UMN pada tingkat foundation year akan mulai mendapatkan tambahan pelatihan pembentukan nilai sikap di mana pada semes-ter satu, fokusnya adalah pada pembentukan karak ter yang didasari nilai caring dan competent, caring di sini artinya peduli dan bertanggung jawab, sedangkan competence artinya kecakapan dan pengembangan diri. Nilai tersebut akan terus dibina dengan pengembangan lebih lanjut di semester 2 dalam pembentukan nilai leader­ship dan team work, leadership di sini adalah nilai kepemimpinan dan kemampuan manajemen konflik, sedangkan team work adalah kerja sama dan solidaritas.

Buku Panduan Kegiatan Mahasiswa 2010­2011 (UMN, 2010) pada bab II bagian B, men-cantumkan kode etik mahasiswa UMN yang penjabarannya berupa pasal­pasal batasan ke-bebasan akademik sebagai seorang mahasiswa UMN yang dapat menjadi panutan dan teladan bagi civitas akademia dan masyarakat umum. Pasal-pasal tersebut mengatur mengenai hak dan kewajiban mahasiswa, hubungan mahasiswa dengan civitas akademia hingga pada pasal pe­ngawasan dan pelaksanaannya di UMN. Pasal­pasal inilah yang dikodifikasikan dan menjadi acuan dari pembuatan SK rektor UMN tentang Tata Tertib Kehidupan Kampus seperti yang ter-tuang dalam buku panduan kegiatan mahasiswa 2010-2011 (UMN, 2010, p.70) yang berisi tentang tata tertib dan sanksi. Tata tertib dalam buku panduan tersebut terbagi menjadi tiga subbab, yaitu kewajiban, larangan, dan imbauan. Berikut tercantum tabel kewajiban, larangan, dan im-bauan berdasarkan buku tersebut.

Tabel 2Tabel Kewajiban, Larangan, dan Imbauan dalam Tata Tertib Mahasiswa UMN

Panduan Kegiatan Mahasiswa 2010-2011 (UMN, 2010)

Kewajiban Larangan Imbauan

Berpakaian rapi (baju, celana panjang, rok, dll.) dan bersepatu bila memasuki area kampus UMN, untuk urusan apa pun.

Membawa kartu mahasiswa yang berlaku selama masa belajar. Dapat menunjukkan kartu mahasiswa tersebut pada semua pimpinan/ petugas apabila diminta. Apabila tidak dapat menunjukkan kartu pengenal, maka dapat diminta untuk meninggalkan lingkungan kampus.

Semua urusan terkait dengan universitas (permohonan, pertanyaan, penyampaian informasi, dll.) wajib dilakukan secara tertulis, dan diajukan ke loket layanan, atau pihak yang berwenang. Penyampaian secara lisan tidak mengikat.

Dilarang merokok di dalam lingkungan bangunan kampus, baik di dalam gedung, maupun di halaman.

Dilarang meludah, membuang sampah di sembarang tempat, corat-coret, dan berbagai kegiatan yang menimbulkan kekotoran lingkungan.

Dilarang membawa senjata api, senjata tajam, benda-benda mudah terbakar, dan benda-benda berbahaya lainnya.Dilarang membuat keributan, perkelahian, perusakan, kegaduhan, pencurian, pelecehan di mana saja dan kapan saja.

Dilarang memiliki, menggunakan, atau mengedarkan, narkotika dan obat-obat terlarang (Narkoba) di mana saja dan kapan saja.

Mahasiswa dihimbau untuk menyapa dan memberikan salam pada berbagai kesempatan pertemuan antara mahasiswa dengan dosen dan staff UMN lain

Mahasiswa dihimbau untuk saling mengingatkan apabila ada teman yang melanggar tata tertib di kelasMahasiswa dihimbau menyampaikan saran atau keluhan secara tertulis melalui kotak saran yang tersedia

04-Rizaldi.indd 111 12/11/2012 2:08:32 PM

Page 35: UltimArt Vol v No.2 Desember 2012

112 VOL V, 2012Evaluasi Karakteristik Nilai Sikap Mahasiswa Foundation Year DKV Fakultas Seni dan Desain UMN

Menjaga kebersihan semua tempat di kampus Universitas Multimedia Nusan-tara mencakup ruang kelas, laborato-rium, perpustakaan, kantin, lift, tangga, ruang tunggu, halaman, dll.

Bertingkah laku sopan santun dan mengikuti tata krama dalam setiap hubungan dengan pimpinan, staf dosen, karyawan administrasi/ layanan mahasiswa maupun pengunjung kampus.

Dilarang melakukan perbuatan asusila, pelecehan, dan pelanggaran seksual di da-lam kampus. Perbuatan asusila, pelecehan, dan pelanggaran seksual yang dimaksud adalah tindakan perkosaan, perilaku, ucap-an, dan atau kata-kata yang tidak senonoh, yang dapat menimbulkan dan mengakibat-kan perasaan tidak senang, sakit (fisik dan mental), serta dapat menurunkan derajat dan kehormatan bagi korban atau pihak lain.

Dilarang menghalang-halangi terselengga-ranya kegiatan UMN.

Dilarang melakukan tindakan melawan dan atau menghalang-halangi petugas UMN dan petugas pemerintah lainnya yang sedang menjalankan tugasnya yang sah di dalam kampus.

Dilarang ikut mencampuri urusan pengelo-laan administrasi pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat tanpa persetujuan tertulis dari Rektor.

Dilarang melakukan kegiatan yang meng-atasnamakan/menggunakan nama-nama dan atau lambang UMN tanpa persetujuan Rektor.Dilarang melakukan tindakan pemalsuan data, informasi, dlsb.

Dilarang melakukan tindakan pemaksaan, menakut-nakuti/ mengancam/mengintimi-dasi sesama mahasiswa dan atau orang lain.

Dilarang melakukan tindakan menghasut, mengadu domba, dan berkelahi.

Dilarang melakukan tindakan perusakan barang, perlengkapan, gedung dan atau fasilitas UMN lainnya.

Dilarang melakukan aktivitas organisasi luar kampus dan atau partai politik dalam kampus.

Fenomena seputar foundation year terkait dengan pembentukan nilai sikap mahasiswa sebagai seorang akademis di tingkat perguruan tinggi, khususnya di bidang desain komunikasi visual, dapat lebih diterjemahkan secara konkret mengenai penerapan dan proses kodifikasinya jika terlebih dahulu telah dirumuskan mengenai bentuk-bentuk nilai sikap yang diperlukan da-

lam lingkup tersebut dengan didasarkan pada panduan tata tertib mahasiswa kampus UMN.

Perumusan Nilai Sikap Akademik DKV

Program studi DKV dalam fakultas seni dan de-sain sebagai salah satu keluarga besar Universi-

04-Rizaldi.indd 112 12/11/2012 2:08:32 PM

Page 36: UltimArt Vol v No.2 Desember 2012

Evaluasi Karakteristik Nilai Sikap Mahasiswa Foundation Year DKV Fakultas Seni dan Desain UMN

MOHAMMAD RIZALDI 113

tas Multimedia Nusantara (UMN) dalam acuan pembentukan nilai sikap mahasiswa UMN ber-pijak pada aturan penyelenggaraan akademik di mana dasar nilai sikap tersebut tercantum dalam buku panduan kegiatan mahasiswa 2012 (UMN, 2012) di mana nilai keutamaan sikap yang ber-dasarkan nilai karakter mahasiswa UMN berlan-daskan falsafah sebagai berikut:a. Kemanusiaan Yang Beriman Universitas Multimedia Nusantara percaya

kepada Tuhan Yang Maha Esa serta menjun-jung tinggi harkat martabat manusia, saling toleransi, menghargai dan menghormati sesama.

b. Kebenaran Ilmiah Universitas Multimedia Nusantara men-

junjung tinggi etos ilmu pengetahuan dan teknologi, yang terbuka, universal, objek-tif, kritis, serta menghargai hak cipta karya ilmiah yang bermanfaat untuk kepentingan masyarakat.

c. Daya Guna Universitas Multimedia Nusantara per-

caya bahwa segala ilmu pengetahuan yang diperoleh selama studi wajib diaplikasikan sehingga mendatangkan manfaat bagi diri sendiri dan masyarakat.

d. Saling Asah, Asih, Asuh Universitas Multimedia Nusantara mena-

namkan nilai­nilai yang bertujuan untuk sa­ling mendidik, mengasihi, dan mengasuh. (UMN, 2012)

Sebagai bagian dari keluarga Kompas Gra-media, keempat landasan tersebut diterjemah-kan UMN sebagai nilai keutamaan yang ber-landaskan Kompas Gramedia values di mana menurut corporate info Kompas Gramedia dalam website resmi Knowledge Management Kompas Gramedia (http://km.kompasgramedia.com/?show=corporate, 2012) dijabarkan menjadi lima values, yaitu1. caring (peduli terhadap sesama),2. credible (dapat dipercaya dan diandalkan),3. competent (cakap dan terampil di bidang-

nya),

4. competitive (terdorong untuk menjadi yang terunggul), dan

5. costumer delight (memberikan yang terbaik sehingga pelanggan merasa sangat puas).

Penerapan lima values tersebut disimbolkan dengan pohon kehidupan, di mana dua values, yaitu caring dan credible menjadi akar pohon di dalam tanah yang menumbuhkan batang, ran-ting, dan daun sebagai simbol values competent, competitive, dan costumer delight di atas tanah, atau sebagai perwujudan tegaknya pohon ke-hidupan.

Pencerminan karakteristik mahasiswa UMN yang mengacu pada lima values tersebut dirang-kum menjadi dua nilai keutamaan, yaitu caring dan competence dengan deskripsi menurut buku panduan kegiatan mahasiswa 2012 (UMN, 2012) sebagai berikut.

l Caring Artinya: teliti, penuh perhatian, berhati­hati,

peduli terhadap sesama manusia dan ling-kungan, merawat diri, melindungi, mem-perlakukan segala sesuatu dengan tanggung jawab.

l Competent Artinya: memiliki kemampuan untuk me­

lakukan pekerjaan sesuai dengan keahlian yang dimiliki (cakap), dan terus­menerus melakukan pengembangan diri agar selalu siap menghadapi setiap tantangan yang akan dihadapi. (UMN, 2012)

Nilai caring yang disebut di atas merupa-kan landasan yang mendorong munculnya nilai credible (dapat dipercaya), sedangkan nilai com­petent dapat menjadi landasan dan mendorong munculnya nilai competitive (terdorong untuk menjadi yang terunggul). Dalam dialog diskusi de ngan Bonifasius Hendar Putranto, pengajar mata kuliah Creative & Critical thinking yang per-nah juga menjabat sebagai staf wakil rektor III bi-dang kemahasiswaan di UMN diwacanakan ber-

04-Rizaldi.indd 113 12/11/2012 2:08:32 PM

Page 37: UltimArt Vol v No.2 Desember 2012

114 VOL V, 2012Evaluasi Karakteristik Nilai Sikap Mahasiswa Foundation Year DKV Fakultas Seni dan Desain UMN

dasarkan draft paper penelitian tentang nilai-nilai belajar (Hendar, 2012) bahwa karakteristik yang sebaiknya diadaptasi oleh mahasiswa foundation year dalam pencarian sikap kemahasiswaannya adalah sebagai berikut:

l Curiosity (Keingintahuan) Rasa keingintahuan dalam konteks akade-

mik, yaitu sikap yang digunakan sebagai dasar dari memulai suatu observasi dan pen-carian jawaban terkait ilmu pengetahuan.

l Honesty (Kejujuran) Sebuah sikap yang menjunjung kejujuran,

baik terhadap diri sendiri maupun yang terefleksi dalam tindakan akademik yang melibatkan civitas akademia dan masyarakat umum. Kejujuran di sini salah satunya bisa dalam sebuah tulisan dan karya yang di-hasilkan serta terkait dengan proses per-tanggungjawabannya.

l Making Relationship (Memulai hubungan) Mulai memunculkan hubungan akademik

dengan seluruh civitas akademia, termasuk di dalamnya proses-proses yang terkait dengan peleburan diri dalam menjalin dan membina hubungan yang mampu memicu kerja sama tim, saling menghormati dalam hubungan, dan mampu memposisikan diri sendiri dalam hubungan tersebut. Mak­ing yang dimaksud termasuk di dalamnya sebuah proses yang berkelanjutan (maintain­ing).

l Perseverance (Komitmen, kegigihan, dan ke-tabahan)

Sikap persisten dalam menjalani kehidupan dan tugas akademik, menjadi seorang maha-siswa yang tahan banting, menyeluruh da-lam memandang permasalahan, dan tidak mudah putus asa dalam menjalani dunia

perkuliahan hingga mencapai hasil yang di-harapkan.

l Creativity (Kreativitas) Kreativitas adalah salah satu kemampuan

utama dari manusia (Permadi, 2000) yang dapat menjadi pondasi dari seluruh aktivi-tas mahasiswa yang bergerak di bidang de-sain sebagai salah satu ranah di era indus-tri krea tif. Dengan mengasah sikap kreatif de ngan memunculkan ide­ide baru dan melihat permasalahan dari berbagai sudut pandang, mahasiswa dapat lebih mudah be-radaptasi dan berkembang dalam menjalani perkuliah an di bidang desain.

l Humility (Rendah hati) Dengan sikap mengenal diri sendiri, seorang

mahasiswa akan mampu memposisikan dan memporsikan dirinya sendiri di antara civi-tas akademia lainnya sehingga menjadikan sikap kerendahan hati sebagai pencegah sikap sok, arogansi, dan tidak mau tahu.

Beberapa acuan poin nilai sikap yang diu-tarakan di atas dapat dileburkan dalam proses perumusan nilai-nilai sikap yang perlu dibentuk dan dimiliki oleh mahasiswa program studi DKV UMN yang diawali dengan mengkaji temuan dan fenomena terkait dengan isu sikap yang dirangkum dari hasil dialog dalam rapat dosen berupa hasil observasi dosen DKV foundation year terhadap aktivitas perkuliahan mahasiswa yang tercatat dalam evaluasi perkuliahan yang diadakan pada minggu ke-10 semester genap ta-hun ajaran 2011­2012 di ruang rapat lantai 9 ge-dung rektorat UMN.

Beberapa isu evaluasi terkait dengan founda­tion year DKV UMN dirangkum dalam tabel 3 sebagai berikut:

04-Rizaldi.indd 114 12/11/2012 2:08:33 PM

Page 38: UltimArt Vol v No.2 Desember 2012

Evaluasi Karakteristik Nilai Sikap Mahasiswa Foundation Year DKV Fakultas Seni dan Desain UMN

MOHAMMAD RIZALDI 115

Tabel 3Isu Evaluasi dan Fenomena

Mahasiswa Foundation Year DKV UMN

Mahasiswa

Isu Evaluasi FenomenaPoin

Evaluasi Sikap

Makna Team work belum diterapkan secara tepat sasaran di foundation year.

Beberapa tugas yang melibatkan team work di foundation year, terlihat bobot kerjanya tidak merata, dan masih terjadi gap yang cukup besar terhadap pembagian porsi kerja tim.

Team work•Etos kerja•Relationship•Leadership•Kepedulian•

Mayoritas mahasiswa masih terjebak dengan rutinitas masa SMA, kurang pemahaman terhadap pola aktivitasnya sebagai mahasiswa.

Bangku belakang lebih dulu diisi, kurangnya sikap proaktif mahasiswa dalam kelas, mahasiswa sering kali datang terlambat, titip absen, dan fail karena presensi yang kurang, mahasiswa kurang keterlibatan dan berpartisipasi dalam acara-acara kemahasiswaan dan acara kampus.

Sadar Diri •Partisipasi•Komitmen•Kejujuran•Kedisiplinan•Team work•

Kedisiplinan terhadap tenggat ‘garis mati’ (deadline) terhadap pengumpulan tugas dan tanggung jawab terhadap tugas masing-masing masih kurang.

Mahasiswa sering kali menunda pengumpulan tugas dengan berbagai alasan, dan sering kali mengumpulkan dengan kondisi ‘seadanya’, tugas yang dikumpulkan pun jarang yang diambil kembali atas inisiatif sendiri.

Kedisiplinan•Inisiatif diri•Tanggung jawab•Etos kerja•Apresiatif•Ketelitian•Kreativitas•

Mahasiswa kurang mampu mengekspresikan ide-ide dan mengkomunikasikan penjabaran desainnya dengan lugas pada presentasi desain.

Kurangnya pertanyaan yang muncul dari mahasiswa terhadap materi yang diberikan, kurangnya sikap proaktif mahasiswa dalam kelas, mahasiswa kesulitan dalam melakukan presentasi dan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang muncul.

Komunikatif•Proaktif di kelas•Kejujuran •Adaptasi•Ekspresif•Ketelitian•

Kurangnya kesadaran dari mahasiswa terhadap persiapan dalam menempuh materi perkuliahan.

Dalam kelas masih sering ditemui mahasiswa yang tidak membawa peralatan kuliah dengan mengutarakan berbagai alasan sehingga menghambat kelancaran jalannya perkuliahan.

Kedisiplinan•Proaktif di kelas•Inisiatif diri•Etos kerja•

Mahasiswa masih belum mengetahui karakteristik penjabaran penilaian karya desain dalam implementasinya di perkuliahan.

Mahasiswa mengerjakan tugas dengan ‘asal jadi’ dan ‘asal kumpul’ sehingga kurang terlihat effort dan implementasi materi kuliah dalam tugas-tugasnya. Beberapa mahasiswa dengan kritis menanyakan mengenai penilaian yang tanpa disertai dengan komentar dan kriteria penilaian yang jelas.

Tanggung jawab•Apresiatif•Ekspresif•Kegigihan•Komitmen•Komunikatif•Etos kerja•

Kurangnya kesadaran dalam diri mahasiswa yang terindikasi melakukan kecurangan atau kesalahan akademik dalam mengerjakan tugas dan ujian.

Mahasiswa berani berargumentasi dan ‘kekeuh’ walaupun kebenarannya dipertanyakan dan terbukti bersalah, dan mahasiswa yang mengetahui cenderung menutupi atau saling mendukung.

Kejujuran•Sadar diri•Rendah hati•Tanggung jawab•

04-Rizaldi.indd 115 12/11/2012 2:08:33 PM

Page 39: UltimArt Vol v No.2 Desember 2012

116 VOL V, 2012Evaluasi Karakteristik Nilai Sikap Mahasiswa Foundation Year DKV Fakultas Seni dan Desain UMN

Mahasiswa kurang mampu dalam menganalisis dan memunculkan ide-ide, terlihat kurang memperkaya literasi materi dan visual serta minat dalam pendalaman materi.

Mahasiswa jarang membawa buku materi ke dalam kelas perkuliahan, ide-ide yang dimunculkan saat asistensi masih bersifat umum dan terlihat kesulitan dalam mengembangkan ide-ide.

Observatif•Curiosity•Adaptasi•Komunikatif•Komitmen•Improvisasi•Kreativitas•Eksploratif•

Beberapa mahasiswa kurang menyadari pentingnya kondisi belajar studio yang terbimbing dengan asistensi dan dilandasi oleh prinsip learning by doing.

Mahasiswa kurang konsentrasi di studio, masih beranggapan tugas yang tidak selesai akan dilanjutkan di rumah dan menjadi take home.Asistensi masih belum dilakukan dengan efektif, belum terbentuk mind set brainstorming dan pembiasaan membuat alternative desain.

Kedisiplinan•Kegigihan•Komitmen•Kreativitas•Tanggung jawab•Etos kerja•

Mahasiswa kurang menyadari pentingnya kebersihan lingkungan kelas dan perkuliahan.

Masih ditemui kondisi kelas dan studio yang masih berantakan dan kotor karena perkuliahan sebelumnya sehingga kondisi di perkuliahan berikutnya tidak kondusif.Beberapa tugas mahasiswa yang dikerjakan di lingkungan kampus tidak dibereskan kembali dan kurang dibersihkan setelah selesai.

Kepedulian•Tanggung jawab•Melindungi•Komitmen•

Tabel isu evaluasi terhadap fenomena sikap mahasiswa foundation year di atas dapat dikembang-kan menjadi sebuah kesimpulan nilai sikap utama mahasiswa DKV UMN. Berikut ini pemetaan nilai­nilai sikap yang dibutuhkan dan pemetaan penerjemahan karakteristik serta realisasi tindakan yang diharapkan muncul berdasarkan tabel 3 tentang isu evaluasi dan fenomena.

Tabel 4Pemetaan Value Sikap yang sebaiknya dimiliki

Mahasiswa Foundation Year DKV UMN

Nilai Afeksi yang Dibutuh-

kan Mahasiswa Founda-

tion Desain DKV

Karakteristik Sikap ber-

dasarkan Buku Panduan

UMN

Value

Karakteristik

Realisasi dan Penerjemahan Karak-

teristik

SIKAP TERKAIT KARAKTER DIRI MAHASISWA

Kedisiplinan

Caring

Humility Sesuai dengan kesepakatan aturan

Kejujuran Honesty Tidak mengada-ada, sesuai realita

Komitmen Perseverence Menjaga jalannya kesepakatan awal

Kegigihan Perseverence Tidak mudah putus asa dalam proses

Bertanggung jawab Humility, Honesty Berani menerima konsekuensi sesuai

hasil

Rendah hati Humility Menyadari posisi diri sebagai mahasiswa

Sadar diri Humility Menyadari kemampuan diri

Etos kerja yang baik Perseverence Berusaha semaksimal dan seefisien

mungkin sesuai aturan yang berlaku

04-Rizaldi.indd 116 12/11/2012 2:08:33 PM

Page 40: UltimArt Vol v No.2 Desember 2012

Evaluasi Karakteristik Nilai Sikap Mahasiswa Foundation Year DKV Fakultas Seni dan Desain UMN

MOHAMMAD RIZALDI 117

SIKAP TERKAIT KERJA SAMA TIM

Team work

Team work dan Leadership

Making Relationship Menyadari pentingnya team work

Partisipasi Humility Ikut serta dalam kerja sama tim

Relationship Making Relationship Menjaga hubungan dalam tim

Leadership Making Relationship Mengarahkan kinerja tim

Inisiatif Creativity Bereaksi lebih dahulu untuk tim

KepedulianCaring

Making Relationship Saling mengetahui kondisi anggota

Melindungi Humility Saling mensupport dan satu suara

SIKAP TERKAIT KOMPETENSI DKV

Proaktif

Competent

Perseverence Terlibat aktif dalam proses kuliah

Curiosity Curiosity Keinginan menyelidiki sesuatu

Observatif Perseverence Terbuka dan jeli terhadap hal-hal baru

Ekspresif Honesty Berani memunculkan citra diri

Ketelitian Perseverence Cermat dalam memandang sesuatu

Improvisasi Creativity Berani berekspresi di luar batasan

Apresiatif Making Relationship Mampu menilai dan mengargumen suatu

karya dan pemikiran akademik

Kreativitas Creativity Berani memunculkan ide-ide baru

Komunikatif Making Relationship Mampu menyampaikan ekspresi dan

apresiasi secara lisan dan tulisan

Eksploratif Perseverence Mampu mencari dan mengupdate infor-

masi secara menyeluruh

Berdasarkan tabel 4 di atas, didapatkan usulan evaluasi jalannya pendidikan foundation year yang koordinasi dan alurnya diterjemahkan dalam bagan di bawah ini berdasarkan pada penge-nalan dan pengembangan value sikap yang rencana realisasinya tercantum dalam tabel di atas.

04-Rizaldi.indd 117 12/11/2012 2:08:33 PM

Page 41: UltimArt Vol v No.2 Desember 2012

118 VOL V, 2012Evaluasi Karakteristik Nilai Sikap Mahasiswa Foundation Year DKV Fakultas Seni dan Desain UMN

Gambar 3Bagan Alur Pembentukan Karakteristik Sikap yang Memunculkan Kriteria Penilaian

04-Rizaldi.indd 118 12/11/2012 2:08:33 PM

Page 42: UltimArt Vol v No.2 Desember 2012

Evaluasi Karakteristik Nilai Sikap Mahasiswa Foundation Year DKV Fakultas Seni dan Desain UMN

MOHAMMAD RIZALDI 119

Penerapan alur tersebut, dalam foundation year dapat diterjemahkan realisasinya ke dalam pelaksanaan proses perkuliahan setiap mata ku-liah dengan beracuan pada tabel 4 tentang real-isasi tindakan yang terlihat. Proses penilaian val­ue sikap dapat dikelompokkan dan diobservasi

berdasarkan kriteria­kriteria pada tabel 4 dalam setiap mata kuliah. Contoh penjabaran dan draft kodifikasinya dapat dilihat dalam tabel di bawah ini, yang disusun menurut aktivitas mahasiswa selama mata perkuliahan berlangsung:

Tabel 5Draft Kodifikasi Sikap Selama Berlangsungnya Kelas Perkuliahan DKV

di Foundation Year

Aktivitas Masuk Kelas Proses Perkuliahan Usai Kelas

Mahasiswa Atribut sesuai dress code kampus.

Absen & datang sebelum jam perkuliahan.

Memenuhi deretan depan bangku kuliah.

Mempersiapkan materi kuliah yang dibutuhkan sesuai mata kuliah.

Mempersiapkan peralatan dan bahan kuliah yang dibutuhkan sesuai mata kuliah.

Membawa tugas yang akan dikumpulkan.

Menunggu dosen yang belum datang maupun yang sedang mempersiapkan materi perkuliahan dengan tenang.

Tidak mengerjakan tugas yang belum selesai di dalam kelas.

Aktif dalam merespons dan menanggap pertanyaan dosen jika tidak atau kurang paham terhadap materi perkuliahan.

Inisiatif dalam merespons dan bertindak untuk kelancaran kuliah.

Mampu melaksanakan tugas dosen dengan benar sesuai perintah dan kesepakatan terhadap waktu, format, dan jenis media tugas.

Bertanggung jawab terhadap diri sendiri selama perkuliahan, termasuk kesiapan diri saat tugas, tes, dan ketersediaan perangkat kuliah.

Inisiatif membentuk atau bergabung dengan suatu tim kerja apabila diperlukan.

Mampu bekerja dalam tim sesuai dengan porsi dan tanggung jawabnya untuk kelancaran bersama.

Mampu memunculkan ide-ide berdasarkan bekal observasi dan literatur yang tepat.

Mampu melakukan proses asistensi dengan dosen dengan baik, terencana, dan sesuai kesepakatan.

Mampu melakukan analisis secara teliti, detail, dan menyeluruh.

Mampu mengungkapkan analisis dan ide-ide ke dalam bentuk tulisan dengan baik dan benar.

Mampu melakukan proses mendesain dengan baik sesuai dengan langkah-langkah yang benar.

Mampu mempresentasikan dan mengatur jalannya presentasi tulisan dan desain dengan benar.

Mampu melakukan proses mendesain dengan baik sesuai dengan langkah-langkah yang benar.

Membereskan peralatan sendiri, membuang sisa-sisa dan sampah perkuliahan yang tidak berguna lagi di tempat sampah.

Membersihkan dan menata kembali utility kampus di ruangan kuliah yang kotor atau berantakan akibat proses perkuliahan.

Membantu dosen dalam membereskan peralatan presentasi.

Tidak keluar ruangan sebelum dosen meninggalkan ruangan kuliah lebih dulu.

Mematikan peralatan listrik, termasuk komputer dan proyektor sebelum keluar ruangan.

Mengatur janji dengan dosen jika membutuhkan tatap muka dan diskusi kuliah lebih lanjut, dan menghubungi staf BAAK jika membutuhkan ruangan dan jam khusus untuk proses tersebut.

04-Rizaldi.indd 119 12/11/2012 2:08:33 PM

Page 43: UltimArt Vol v No.2 Desember 2012

120 VOL V, 2012Evaluasi Karakteristik Nilai Sikap Mahasiswa Foundation Year DKV Fakultas Seni dan Desain UMN

Mampu mempresentasikan dan mengatur jalannya presentasi tulisan dan desain dengan benar.

Mampu mengatasi masalah yang terjadi selama perkuliahan.

Mampu menjaga sikap perilaku sebagai mahasiswa tertib dan sopan selama berlangsungnya perkuliahan.

Mampu menghormati hubungan antara mahasiswa dan mahasiswa-dosen selama jalannya perkuliahan.

Mampu mengikuti jalannya perkuliahan hingga selesai jam kuliah.

Tidak mengerjakan tugas lain dan konsentrasi dengan tugas yang diberikan selama kelas berlangsung.

Tidak melakukan aktivitas lain yang tidak berhubungan dengan materi perkuliahan selama kelas berlangsung.

Mampu menerima konsekuensi terhadap tindakan yang merugikan dan merusak, baik diri sendiri maupun orang lain serta terhadap sarana dan prasarana selama proses perkuliahan berlangsung.

Mampu menerima dengan lapang dada dan rendah hati apabila menyadari ataupun disadarkan terhadap kesalahan dan kekurangan diri sendiri, baik dari dosen maupun dari sesama mahasiswa.

Meminta izin dosen dengan sopan apabila terpaksa meninggalkan kuliah atau keluar ruangan selama perkuliahan berlangsung.

Penutup

Pencapaian value akademik yang optimal sebaik-nya didampingi dengan pencapaian pembentuk­an sikap yang sesuai, baik sebagai karakteristik seorang akademisi secara umum, maupun yang sesuai dengan kompetensinya karena ilmu yang baik akan lebih bermanfaat apabila dapat disa-lurkan dan diaplikasikan oleh seorang individu yang baik pula. Nilai sikap mahasiswa yang didapatkan melalui evaluasi fenomena yang terjadi selama perkuliahan di foundation year DKV ternyata menghasilkan value sikap spesi-fik sesuai kompetensi yang dibutuhkan dalam program studi tersebut. Paper ini diharapkan

mampu mendasari dan memunculkan nilai­nilai dan kriteria penilaian sikap yang sesuai tersebut dengan yang dibutuhkan di perkuliahan founda­tion year di program studi Desain Komunikasi Visual.

Dalam program studi Desain Komunikasi Visual, khususnya pada Fakultas Seni & Desain Universitas Multimedia Nusantara, langkah-langkah dalam mencapai hal tersebut senantiasa dioptimalkan dan diaplikasikan untuk menjadi-kan mahasiswa desain, khususnya dalam masa foundation year menjadi lebih terasah dari segi sikap dan perilaku sehingga mampu membawa kebiasaan sikap yang baik tersebut selama pro-ses perkuliahan berlangsung hingga ke tingkat

04-Rizaldi.indd 120 12/11/2012 2:08:34 PM

Page 44: UltimArt Vol v No.2 Desember 2012

Evaluasi Karakteristik Nilai Sikap Mahasiswa Foundation Year DKV Fakultas Seni dan Desain UMN

MOHAMMAD RIZALDI 121

semester yang lebih lanjut dan mencapai gelar sarjananya dengan optimal.

Daftar PustakaDepartemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi

RI. 2007. Pedoman Tata Cara Penyusunan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indo-nesia. Jakarta: Direktorat Jendral Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas.

Dokumen DKV UMN. 2012. Distribusi Mata Ku­liah Desain Komunikasi Visual Fakultas Seni & Desain. Tangerang: UMN.

Dokumen DKV UMN. 2012. Dokumen rapat evaluasi DKV Minggu ke-10 semester genap 2012. Tangerang: UMN.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2011. Slide Presentasi: Kebijakan Ditjen Pendidikan

Tinggi tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia. Jakarta.

Lampiran Peraturan Presiden Republik Indone-sia No. 8 Tahun 2012. 2012. Deskripsi Jenjang Kualifikasi KKNI. Jakarta.

Tabrani, Primadi. 2000. Proses Kreasi, Apresiasi, Belajar. Bandung: Penerbit ITB.

UMN. 2010. Panduan Kegiatan Mahasiswa 2010­2011. Tangerang: UMN.

UMN. 2010. Panduan Kurikulum 2010­2011 Pro­gram Studi Desain Komunikasi Visual Fakultas Seni & Desain. Tangerang: UMN.

UMN. 2012. Panduan Kegiatan Mahasiswa 2012­2013. Tangerang: UMN.

Website Knowledge Management Kompas Gra-media.2012. http://km.kompasgramedia.com/?show=corporate, 2012

04-Rizaldi.indd 121 12/11/2012 2:08:34 PM

Page 45: UltimArt Vol v No.2 Desember 2012

Ultimart, Desember 2012, hal 122-133ISSN 1979-0716

Vol. V, Nomor 2

PendahuluanIklan bukanlah sekadar terdiri atas teks dan gam-bar. Lebih dari itu, iklan mengandung makna yang dalam. Makna hakiki sebuah iklan bukan hanya yang tampak dalam teks dan gambar, na-mun kerap terselubung dalam apa yang disebut dengan “deep structure”.

Demikianlah halnya iklan “Seruan Pontia-nak” yang dimuat tiga koran besar di Kaliman-tan Barat, yakni Borneo Tribune, Tribun Pontianak, dan Pontianak Post pada Senin, 28 September 2009. Untuk mengetahui latar belakang, tujuan, dan mengapa sejumlah tokoh masyarakat Ka-limantan Barat menyerukan pesan perdamai an dalam bentuk iklan yang diberi nama “Seruan

Pontianak”, perlu kiranya mencermati tiga hal berikut ini.

Pertama, mengapa para tokoh Kalimantan Barat memutuskan untuk mengiklankan pesan perdamaian “Seruan Pontianak” di tiga media yang berbasis di Pontianak?

Kedua, bagaimana struktur iklan “Seruan Pontianak”?

Ketiga, membandingkan realitas dalam teks iklan “Seruan Pontianak” sebagai bagian utuh dari media dengan realitas dunia nyata. Be-narkah iklan “Seruan Pontianak” merupakan symbolic reality yang merepresentasikan peris-tiwa konflik yang terjadi di Kalimantan Barat?

Sebelum membahas proses kreatif dan struk-tur iklan “Seruan Pontianak”, penting untuk di-

Proses Kreatif dan Struktur

Iklan “Seruan Pontianak”

R. MASRI SAREB PUTRAUniversitas Multimedia Nusantara

Jln. Boulevard, Gading SerpongTelp. 021-54220808, 37039777

e-mail: [email protected]

Diterima: 20 Oktober 2012Disetujui: 29 Oktober 2012

AbstractAdvertising is not just about text and image. Advertising is full of meaning. As one of the media contents,

advertising does not tell us what to think, but what we should think. Advertising sets mental agenda. This article discusses the creative process and the structure of the “Seruan Pontianak” advertising.

Keywords: iklan, media, pesan, seruan, perdamaian, Madura, Tionghoa, Dayak

05-iklan masri.indd 122 12/11/2012 5:06:24 PM

Page 46: UltimArt Vol v No.2 Desember 2012

Proses Kreatif dan Struktur Iklan “Seruan Pontianak” R. MASRI SAREB PUTRA 123

pahami bahwa sebuah iklan tidak muncul begi-tu saja dalam sebuah ruang hampa. Kemunculan suatu iklan tentu ada latar dan konteksnya. Dari ide hingga sebuah iklan dimuat di suatu me-dia, terdapat proses panjang yang kerap disebut dengan “proses kreatif” atau proses penciptaan. Proses kreatif sebuah iklan perlu didekonstruksi untuk mengetahui apa motivasi dan tujuan yang mendorong pengiklan menuangkan gagasannya ke dalam teks dan gambar.

Tinjauan PustakaTerkait dengan iklan “Seruan Pontianak”, ten-tu ada agenda tertentu dari pengiklan untuk disampaikan ke khalayak melalui media. Tu-juan pengiklan selain membuat khalayak sadar (awareness) mengenai isu yang dikemas, juga mengeset “mental agenda” publik dan penentu kebijakan, seperti ditegaskan Sutherland dan Sylvester (2008: 17) mengenai pengaruh iklan dan hubungannya dengan mental agenda beri-kut ini.

Influencing the order of alternatives has its basis in what is known as the agenda setting theory of mass communications. This says: the mass media don’t tell us what to think. But they do tell us to think about! They set the mental agenda. Menurut Sutherland dan Sylvester seba-

gaimana dipaparkan di atas, media punya agenda tertentu. Isi media, termasuk iklan, bu-kan pertama-tama “… tell us what to think. But they do tell us to think about. They set the mental agenda.” Dalam konteks menyampaikan “apa yang perlu dipikirkan” khalayak dan mengeset agenda publik itulah “Iklan Seruan Pontianak” harus ditempatkan. Kemudian menelusuri pro-ses kreatif iklan tersebut, mendekonstruksi teks dan gambar, lalu coba mengetahui apa motivasi para tokoh Kalimantan Barat memasang iklan “Seruan Pontianak” di tiga media yang berbasis di Pontianak, yakni Borneo Tribune, Tribun Pontia­nak, dan Pontianak Post.

Pemilihan media oleh para penggagas untuk beriklan ini penting ditelusuri karena menyang-kut bagaimanakah ideologi media, siapa kha-layaknya, di mana mereka berada, serta penge-tahuan mengenai efektivitas dan efisiensi biaya iklan dibandingkan dengan biaya yang dikeluar-kan.

Gambar 1: Iklan “Seruan Pontianak”.

Sebelum masuk ke pembahasan mengapa para penggagas dan penyeru iklan “Seruan Pontia nak” menyerukan pesan perdamaian melalui media, alangkah baik jika dipaparkan lebih dahulu bahwa media memiliki empat in-terseksi. Masing-masing seksi dapat dilihat berdiri sen diri, tetapi keempatnya merupakan

05-iklan masri.indd 123 12/11/2012 5:06:24 PM

Page 47: UltimArt Vol v No.2 Desember 2012

124 Proses Kreatif dan Struktur Iklan “Seruan Pontianak” VoL V, 2012

satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain.

Media, menurut Henry Jenkins dalam Kolodzy (2006: 5), mengandung empat intersek-si, yakni 1) teknologi, 2) industri, 3) isi, dan 4) khalayak. Penelitian ini membatasi persoalan hanya pada isi media dan khalayak. Alasannya ialah karena isi media (iklan) yang berkaitan se-cara langsung dengan khalayak dan dalam kon-teks itulah muncul iklan “Seruan Pontianak”.

dihitung dengan biaya per seribu atau cost per mille (CPM) (Surmanek, 1996 : 77). Perhitungan secara detail antara biaya iklan dan efeknya ini sangat penting, mengingat para penggagas dan pemasang iklan tidak mendapatkan dana dari sumber mana pun. Akan tetapi, biaya pemasang-an iklan murni dari swadaya para penggagas iklan itu sendiri1.

Ketiga media yang dipilih oleh para pengga-gas untuk menjangkau dan mempengaruhi kha-layak semuanya bermarkas di kota Pontianak. oleh karena itu, iklan diberi judul “Seruan Pon-tianak”. Melalui media yang terbit di Pontianak ini, para tokoh menyerukan perdamaian ke se-genap penjuru wilayah Kalimantan Barat sambil berharap agar khalayak diterpa oleh iklan terse-but dan paham akan pesan atau teks yang di-sampaikan. Sesudah mengetahuinya, khalayak akan tergugah hati nurani dan perasaannya. Se-sudah tergugah nurani dan perasaannya maka khalayak akan bertindak. Inilah tindakan komu-nikasi (communicative act) para penggagas dan pe-masang iklan untuk mencapai tujuannya. Tidak dapat tidak, terdapat maksud tertentu dari para penggagasnya untuk mempengaruhi khalayak dalam iklan tersebut sebagaimana dikemukakan Littlejohn dan Foss (2008: 110) berikut ini.

Communicative act is used deliberately to convey meaning. Interactive acts actually in­fluence the behavior of the other participants. An act is communicative and interactive if it is intentional and influential.

Alur pemikiran para penggagas dan pe-

nyeru iklan “Seruan Pontianak” ini sesuai de-ngan perencanaan media dalam beriklan seperti dikemukakan Rossiter dan Dahanes (1998: 50-51) mengenai khalayak dan cara-cara menentu-kan tujuan iklan. Sebelum memilih media untuk

Gambar 2: Empat interseksi media dan hu-bungan media-khalayak

1

2

3

4

Iklan “Seruan Pontianak” sebagai salah satu isi media diharapkan oleh para pengiklan berdampak pada khalayak. Itulah yang ada di benak para penggagas dan pemasang iklan “Se-ruan Pontianak” sehingga mereka memilih Bor­neo Tribun, Tribun Pontianak sebagai media untuk menyerukan perdamaian.

Para penggagas dan pemasang iklan terse-but percaya bahwa media adalah perpanjangan manusia sehingga dapat menyampaikan pesan kepada khalayak (McLuhan, 1964). Para peng-gagas dan pemasang iklan tersebut juga percaya akan keampuhan suatu media sesuai dengan apa yang dikemukakan Katz dan Lazarsfeld (1955) mengenai efek suatu media.

Pemilihan media sangat penting dalam pro-ses dan alur pemasangan iklan. Hal ini terkait bukan saja dengan seberapa banyak khalayak sasaran media tersebut, tetapi juga menyangkut efektivitas dan efisiensi suatu iklan. Pemasang iklan akan menghitung dengan biaya semurah-murahnya untuk menjangkau dan mempe-ngaruhi khalayak sebanyak-banyaknya yang

1 Wawancara dengan Tanto Yakobus, salah seorang peng-gagas iklan “Seruan Pontianak” di Pontianak, 27 Mei 2012.

Sumber: Kolodzy (2006: 5).

05-iklan masri.indd 124 12/11/2012 5:06:24 PM

Page 48: UltimArt Vol v No.2 Desember 2012

Proses Kreatif dan Struktur Iklan “Seruan Pontianak” R. MASRI SAREB PUTRA 125

memasang iklan, hendaknya lebih dahulu se-cara cermat menghitung seberapa besar dampak suatu media menyampaikan pesan. Terdapat korelasi antara pesan (message), pengirim pesan (messenger), dan saluran komunikasi (communi­cation channel).

Studi mengenai efek iklan politik (Kaid, 2004: 166-167), termasuk iklan “Seruan Pontia-nak”, sampai pada simpulan bahwa terdapat tiga tingkatan efek iklan, yakni: 1) cognitive effect (efek kognitif, aspek knowl­

edge), 2) affective effect (hati), dan 3) behavioral effect (motorik).

Para penggagas dan pemasang iklan “Seru-an Pontianak” tentu saja menginginkan khalayak yang diterpa iklan tersebut bukan hanya menge-tahui informasi yang disampaikan, tetapi juga tersentuh hatinya, dan kemudian bertindak.

PembahasanIklan “Seruan Pontianak” terdiri atas teks (baha-sa) dan gambar. Menurut Nőth (1977), teks dan gambar pada suatu media saling melengkapi. Apa yang tidak dapat diungkapkan ke dalam kata-kata, dinyatakan dalam gambar.

Struktur isi iklan “Seruan Pontianak” terdiri atas empat unit, yakni: 1) judul, 2) isi, 3) gambar, dan 4) senarai nama penyeru perdamaian atau

penggagas iklan.

Judul Iklan “Seruan Pontianak”Mengapa iklan ini diberi judul “Seruan Pontia-nak”? Tentu saja, judul suatu iklan bukan tanpa maksud, tetapi telah dipikirkan sedemikian rupa sehingga berdampak pada khayalak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Sebagaimana pada tulisan-tulisan pada umumnya, judul da-lam iklan pun kerap merupakan intisari dari isi suatu teks.

Bagaimanakah kaitan antara judul dan isi suatu teks? Nord dalam Trosborg (2000: 79-80) menjelaskan kaitan antara judul iklan dan teks dan menyebutkan judul adalah unit metako-munikatif. Terdapat interrelasi antara judul dan teks lain yang secara bersama-sama membangun sebuah unit of meaning sebagai satu kesatuan yang utuh.

The title is metacommunicative unit which is assigned the status of a text because it pos­sesses, independently of the co­text, it own type of cohesion, coherence, intentionally, ac­ceptability, informativity, and situationaly. There is an interrelation (compatibility) be­tween title and co­text which has to be estab­lished by the recipient. Therefore, the recipi­ent has to acquire experience in using titles which, in turn, is based on the conventions of these texts. Judul iklan “Seruan Pontianak”, dengan

demikian, adalah bagian tidak-terpisahkan dari teks secara keseluruhan. Judul iklan adalah unit metakomunikatif yang berfungsi merangkai teks secara keseluruhan. Terdapat keterkaitan antara judul dan co­texts yang menerpa khalayak. oleh karena itu, khalayak yang diterpa oleh suatu iklan memperoleh pengalaman ketika membaca judul yang dalam proses kreatifnya didasarkan pada konvensi susunan teks.

Isi Teks Iklan “Seruan Pontianak”Isi iklan “Seruan Pontianak” sebagai berikut.

Kami prihatin dengan ketegangan belakangan ini, antara beberapa warga Kalimantan Barat. Sengketa kecil antar perseorangan, dari soal mobil tergores, parkir motor, sekaleng cat hingga pembelaan perem­puan, berujung perkelahian besar.

Kami sadar Kalimantan Barat adalah kawasan rawan kekerasan. Perubahan sosial besar­besar an, sejak pe­nyerahan kedaulatan dari Kerajaan Belanda kepada Republik Indonesia, lantas pe ngalaman 1950­an serta

05-iklan masri.indd 125 12/11/2012 5:06:24 PM

Page 49: UltimArt Vol v No.2 Desember 2012

126 Proses Kreatif dan Struktur Iklan “Seruan Pontianak” VoL V, 2012

masa Orde Baru, menciptakan banyak perubahan di Borneo. Ke sultanan­kesultanan dipinggirkan. Batas­batas berubah. Hutan gundul. Lingkungan hidup ru­sak. Komposisi populasi berubah. Pemilihan umum sekarang dilakukan langsung.

Akar kekerasan di Kalimantan Barat adalah pemban­taian kurang lebih 3.000 orang Tionghoa pada 1967. Kekerasan berbuah kekerasan. Pada 1997, sekitar 600 warga Indonesia etnik Madura dibunuh di Sanggau Ledo. Pada 1999, setidaknya 3.000 khususnya orang Madura dibantai dan 120.000 melarikan diri dari Sambas. Penderitaan mereka tentu jadi ingatan pahit kita. Kekerasan ini membuat masyarakat luas dirugi­kan. Kami punya kesan negara Indonesia membiar­kan akar kekerasan merasuk semakin dalam.

Kelemahan penegakan hukum, policy pemerintahan yang kurang bermutu serta ketiadaan upa ya men­cari kebenaran dan keadilan, membuat kekerasan ber­akar makin dalam di kawasan ini. Akibatnya, banyak warga Kalimantan Barat menekankan simbol­simbol etnik, adat dan budaya secara tidak proporsional: Dayak, Jawa, Madura, Melayu, Tionghoa, dan se­bagainya. Bila ada persoalan kriminal biasa, orang menggesernya jadi persoalan kelompok etnik atau agama.

Namun, kami ingat bahwa fitrah manusia berbeda dan beragam. Perbedaan bukan alasan melakukan ke­kerasan. Keragaman bukan alasan saling bermusuh­an. Sejarah Kalimantan Barat juga mencerminkan kebersamaan, misalnya, kawin campur dan toler­ansi antar­agama. Manusia bagaimanapun berkem­bang sesuai fitrahnya. Memiliki organisasi etnik dan agama, juga bukan kejahatan, namun ia perlu dijalani dalam suatu masyarakat hukum.

Oleh karena itu, kami menyerukan warga Kalimantan Barat untuk belajar menyelesaikan perbedaan penda pat lewat cara­cara damai. Gunakan jalur hukum. Man­faatkan lembaga kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan. Kami juga menyerukan kepada para polisi, jaksa,

dan hakim untuk bekerja keras, tidak berat sebelah dan bertindak sejujur­jujurnya dalam menegak­kan hukum. Kami sadar hukum bukan panglima di negara Indonesia. Kami sadar korupsi mengakar bersama dengan ke kerasan. Namun, kita perlu me­manfaatkan ruang­ruang hukum yang ada, sesempit apa pun, untuk memperkuat prinsip negara hukum. Kami minta Presiden Republik Indonesia dan Gu­bernur Kalimantan Barat melakukan penyelidikan terhadap pelanggaran hak asasi manusia dalam pem­bunuhan dan pengusiran orang Tionghoa tahun 1967 maupun orang Madura pada 1997 dan 1999. Kami minta pemerintah membentuk komisi independen un­tuk mencari para korban, merekam kesaksian mereka serta menyelidiki orang­orang, yang dianggap ber­tanggung jawab terhadap kekerasan­kekerasan terse­but, serta menyelesaikannya lewat peng adilan.

Kami percaya selama orang belum bisa belajar dari masa lalu, orang­orang yang dulu melakukan pem­bunuhan, juga takkan takut untuk bikin pengera­han lewat etnik, budaya atau agama, dan melakukan kekerasan lagi. Selama kebenaran dan keadilan tidak ditegakkan, selama itu pula kita tidak mengerti ba­gaimana hidup damai dalam persaudaraan yang tu­lus.

Gambar atau Ilustrasi Iklan “Seruan Pontianak”

Apa fungsi gambar atau ilustrasi dalam sebuah teks? Gambar tidaklah berdiri sendiri, terlepas dari teks. Dilihat dari semiotika media, gambar atau ilustrasi berfungsi melengkapi atau men-jelaskan teks sekaligus merupakan pesan pikto-rial (pictorial message) seperti dikemukakan para pakar semiotika-media (Nöth, 1997: 138) berikut ini. Whether the picture functions like an argu­

ment or as a predicate, what these interpre­tations have in common is that they consider the picture as an incomplete rhematic message

05-iklan masri.indd 126 12/11/2012 5:06:24 PM

Page 50: UltimArt Vol v No.2 Desember 2012

Proses Kreatif dan Struktur Iklan “Seruan Pontianak” R. MASRI SAREB PUTRA 127

which can function only as a part of a larger dicentic whole when it appears in conjunction with a verbal message.

Tidak menjadi persoalan, apakah gambar berfungsi sebagai argumen atau sebagai bagian yang menjelaskan sebuah teks, yang penting es-ensi gambar itu sendiri, yakni gambar adalah pe-san rematik (sesuatu yang dikatakan) yang tidak lengkap yang dapat berfungsi sebagai bagian yang lebih besar manakala muncul dalam satu kesatuan dengan pesan verbal.

Dalam iklan “Seruan Pontianak” terdapat dua gambar atau ilustrasi.

Pertama, gambar burung enggang (hornbill) yang ditempatkan sebelah kanan paling atas. Burung enggang digambarkan berdiri di atas gunung tengkorak, kedua kakinya yang kokoh mencengkeram tengkorak, matanya bulat tajam menatap ke depan. Dalam budaya dan tra-disi etnis Dayak, enggang adalah burung yang menyim bolkan kesucian dan keramat, simbol kepahlawanan, dewa perang orang Dayak (Sel-lato, 1995). Gambar ini memperlihatkan dewa perang orang Dayak berdiri di atas korban-kor-bannya yang sudah jadi tengkorak-tengkorak berserakan.

Kedua, gambar Pulau Kalimantan. Pada wilayah Republik Indonesia, terdapat gambar tengkorak-tengkorak sebagai ganti daratan. Se-cara simbolik, gambar ini melukiskan bahwa wilayah Kalimantan Indonesia selama ini penuh dengan konflik dan konflik tersebut telah mema-kan banyak korban. Korban-korban konflik tidak terbilang jumlahnya dan korban-korban tersebut bergeletakan sedemikian rupa dan perlu suatu upaya untuk menghentikannya.

Senarai Nama Penggagas Iklan dan Pe-nyeru Perdamaian Para tokoh penyeru perdamaian adalah juga bagian integral dari iklan. Mereka adalah nama yang menggagas dan menyerukan pesan perda-maian “Seruan Pontianak”.

Mengetahui siapa mereka sangat penting untuk memahami makna dan menangkap sua-sana jiwa di balik teks iklan tersebut. Mengapa? Karena teks iklan sebagai symbolic reality meru-pakan hasil konstruksi dari subjective reality dan hasil konstruksi oleh masing-masing individu, penggagas dan penyeru iklan perdamaian “Se-ruan Pontianak” ini ternyata tidak jauh berbeda. Sementara hasil konstruksi subjektif ini ada-lah cerminan atau refleksi dari realitas objektif (Berger dan Luckmann, 1966), yakni konstruksi realitas sosial atas peristiwa kekerasan yang ter-jadi selama ini di Kalimantan Barat.

Berikut ini senarai nama penggagas dan pe-nyeru perdamaian “Seruan Pontianak”. Urutan nama didasarkan secara alfabetis, bukan pada penting tidaknya tokoh atau kedudukan mereka dalam masyarakat. Senarai tokoh penyeru per-damaian itu sebagai berikut.

Abdullah H.S., Agustinus, Ahmad Shiddiq, Al-exander Mering, Amrin Zuraidi Rawansyah, Andi Fachrizal, Andi Nuradi, Andika Lay, Andreas Har-sono, Ansela Sarating, Aseanty Widaningsih Pahlevi, Aswandi, Aulia Marti, Bas Andreas, Basilius Trihary-anto, Benny Susetyo Pr, Bong Su Mian, Budi Miank, Budi Rahman, Chairil Effendy, Charles Wiriawan, Deman Huri Gustira, Dewi Ari Purnamawati, Dian Lestari, Dwi Syafriyanti, Faisal Riza, Fitriani, Frans Tshai, Gerry van Klinken, Gusti Suryansyah, Gustiar, Hairul Mikrad, Haitami Salim, Hamka Siregar, Hen-drikus Christianus, Heriyanto Sagiya, Hermayani Putera, Ilyas Bujang, Indah Lie, Johanes Robini Mari-anto oP, K. Husnan K.H. Nuralam, Koesnan Hoesie, Kristianus Atok, Laili Khairnur, Marselina Maryani Soeryamassoeka, Max Yusuf Alqadrie, Mohammad, Nur Iskandar, Nuralam, Pabali Musa, Padmi Tjan-dramidi, Pahrian Siregar, Paulus Florus, Pay Jarot Su-jarwo, Ridwan, Rizal Adriyanshah, Rizawati, Rizky Wahyuni, Rohana, Sapariah Saturi Harsono, Sarumli Sanah, Severianus Endi, Siti Lutfiyah, Stefanus Akim, Subardi, Subro, Supriadi, Syamsudin, Tan Tjun Hwa, Tanto Yakobus, Viryan Azis, W. Suwito, Wendi Jayan-to, Yohanes Supriyadi, Yulianus, Yusriadi, dan Zeng Wei Jian.

05-iklan masri.indd 127 12/11/2012 5:06:24 PM

Page 51: UltimArt Vol v No.2 Desember 2012

128 Proses Kreatif dan Struktur Iklan “Seruan Pontianak” VoL V, 2012

Para penggagas dan penyeru pesan perda-maian “Seruan Pontianak” tersebut adalah tokoh lintas agama, suku, strata sosial, ekonomi, poli-tik, dan tidak semuanya berdomisili di wilayah Kalimantan Barat. Akan tetapi, mereka memi-liki hasil konstruksi yang sama atas pe ristiwa kerusuhan sosial yang terjadi di Kali mantan Ba-rat. Mereka sama-sama menginginkan agar kon-flik dapat segera dicabut hingga akar-akarnya sehingga konflik antaretnis di Kalimantan Barat tidak terulang lagi.

Hal itu diakui oleh Nur Iskandar, salah satu penggagas iklan tersebut. Adalah Nur juga yang menandatangani iklan permohonan maaf satu halaman penuh yang dimuat pada 7 oktober 2009 di tiga koran yang memuat “Seruan Pon-tianak”. Mengapa permohonan maaf ini harus terbit, tidak menjadi fokus pembahasan. Akan tetapi, sebagaimana dikemukakan Nur Iskan-dar2, “Sebenarnya iklan ‘Seruan Pontianak’ tidak pernah benar-benar dicabut. “Pencabutannya atas permintaan dan desakan beberapa pihak karena merasa iklan kami tendensius. Jika tidak dicabut, iklan tersebut dapat menimbulkan ke-salahpahaman sehingga potensial memicu per-tikaian terbuka.”

Menurut Nur Iskandar, iklan “Seruan Pon-tianak” adalah upaya dan langkah preventif para penggagasnya didorong keinginan untuk menghentikan konflik antaretnis yang sudah berlangsung sejak lama dengan skala yang se-makin masif.

Ibarat api, kita jangan menunggu sampai be-sar baru dipadamkan. Selain panik, kita jadi takut. Demikian konflik etnis di Kalimantan Barat yang terjadi berkali-kali dan semakin lama semakin mengkhawatirkan. orang boleh mengatakan bahwa seruan perdamai-an itu tiba-tiba, tidak ada angin tidak ada hujan. Tetapi ini benar-benar pengalaman di lapangan, betapa persoalan sepele mulai

dari masalah pribadi hingga perkelahian kelompok dapat memicu konflik horizontal yang menyeret massa yang lebih luas. Kita tidak mau pengalaman masa lalu terulang lagi. Kita ingin tindakan preventif. Jika ada kasus serupa, kita serahkan kepada aparat keamanan.Senarai nama para penyeru iklan “Seruan

2 Wawancara dengan Nur Iskandar di Pontianak, 26 Mei 2012.

Gambar 3: Iklan permintaan maaf dari penyeru perdamaian “Seruan Pontianak”

Pontianak”, ternyata tidak duduk bersama da-lam satu meja perundingan sebelum mempub-likasikannya. Menurut Edi Petebang3, yang me-ngaku membaca draft iklan “Seruan Pontianak” sebelum dipublikasikan dan memberikan usul-an bagaimana sebaiknya, iklan itu sendiri sarat kontroversi. Petebang kemudian mengusulkan dua hal, tetapi tidak digubris sehingga ia meno-lak dimasukkan ke dalam senarai nama pengga-gas iklan (blog Edi Petebang, Pontianak, 8 okto-ber 2009).

Kemudian, saya kirim usulan/saran ter-hadap isi draft SP tersebut. Intinya: secara esensi saya setuju; tetapi secara teknis dan

3 Wancara dengan Edi Petebang, 27 Mei 2012.

05-iklan masri.indd 128 12/11/2012 5:06:25 PM

Page 52: UltimArt Vol v No.2 Desember 2012

Proses Kreatif dan Struktur Iklan “Seruan Pontianak” R. MASRI SAREB PUTRA 129

kepatutan tidak setuju. Karena itulah, saya mengusulkan dua hal: pertama, jangan me-masukkan angka-angka dan penyebutan nama etnis; kedua, kata-kata yang dipakai jangan vulgar. “Jika dua usulan saya ini tidak bisa diakomodir, maka saya menolak namanya dimasukkan,” pinta saya. Akhir-nya, nama saya pun tidak ada di SP terse-but.

Menurut Petebang, terdapat empat keberat-an yang membuatnya menolak namanya di-masukkan ke dalam senarai penggagas.

Pertama, kemunculannya yang tiba-tiba yang menimbulkan pertanyaan “ada apa?” di baliknya.

Kedua, soal data korban. Data korban terse-but cenderung tendensius merujuk etnis terten-tu. Kalau mau jujur, bukankah etnis lain (yang tidak disebut dalam SP itu) juga puluhan, bah-kan ratusan yang jadi korban? Jika memang mau fair, mestinya semuanya dipaparkan.

Ketiga, cara penyampaian yang vulgar dan kasar.

Keempat, penyebutan nama seakan-akan di-catut sehingga keesokan harinya banyak yang menarik diri.

Iklan “Seruan Pontianak” sebagai Sym-bolic RealityBerger dan Luckmann (1966) adalah ilmuwan so-sial yang menjelaskan mengenai sumber-sumber pengetahuan sosial. Mereka menegaskan bahwa realitas yang kita persepsikan, dibangun (dikon-struksi) secara bersama-sama dengan manusia lain. Realitas subjektif individu, dikonstruksi se-cara sosial ke dalam kesadaran individu.

Menurut Berger, realitas objektif ada-lah pengetahuan umum yang diterima oleh masyarakat secara keseluruhan. Sebagai contoh, fakta bahwa bumi berbentuk bulat adalah hasil dari konstruksi realitas objektif. Realitas objek-tif berkorelasi dengan realitas subjektif adalah cara-cara dunia objektif menjadi “nyata” untuk individu. Fakta bahwa seseorang mempercayai

bahwa dunia bulat adalah contoh bagaimana realitas subjektif berkorelasi dengan realitas ob-jektif.

Menurut Surette (2007: 30), manusia mem-peroleh pengetahuan melalui empat sumber.

Pertama, melalui pengalaman pribadi.Kedua, melalui significant others (kolega, ke-

luarga, dan teman) atau kerap juga disebut con­versational reality.

Ketiga, melalui kelompok sosial lain atau in-stitusi (sekolah, persekutuan, lembaga agama, dan institusi pemerintahan).

Keempat, melalui media. Media adalah salah satu sumber penting pengetahuan manusia, terutama pada zaman sekarang, peranan media sedemikian besar di dalam memperoleh penge-tahuan. Isi suatu media merupakan hasil kon-struksi (wartawan, redaksi, pemilik media) atas realitas. oleh karena itu, teori konstruksi reali-tas sosial (Surrete, 2007: 30-34) membagi adanya tiga macam realitas, yakni: 1) experienced reality, 2) symbolic reality, dan 3) socially constructed reality.

Experienced reality ialah realitas sebagaimana yang dialami oleh seseorang. Misalnya, dalam suatu kerusuhan sosial, seseorang mengalami kekerasan, sedangkan yang lain tidak. Realitas yang terbentuk dalam persepsi masing-masing tentu berbeda karena didasarkan pada apa yang dialami masing-masing.

Symbolic reality ialah realitas yang dikon-struksi oleh orang, institusi, dan media. Apa saja yang tidak kita saksikan dengan indera kita sendiri, tetapi dikatakan orang dan institusi ser-ta diberitakan (ditulis) oleh media, dan apa pun yang terjadi dan tidak kita alami sendiri, tetapi kita percayai sebagai kebenaran, adalah symbolic reality. Sebagai contoh, kita tidak menyaksikan dengan mata kepala sendiri peristiwa konflik yang terjadi di Kalimantan Barat pada 1999. Kita memperoleh informasi mengenai peristiwa tersebut dari media. Setelah membaca atau me-ngonsumsi media tersebut, kita membangun atau mengonstruksi realitas dalam pikiran kita

05-iklan masri.indd 129 12/11/2012 5:06:25 PM

Page 53: UltimArt Vol v No.2 Desember 2012

130 Proses Kreatif dan Struktur Iklan “Seruan Pontianak” VoL V, 2012

dan pengetahuan itu kita peroleh dari media. Pengetahuan yang kita dapatkan dari media tadi, di mana kita sendiri tidak terlibat dan tidak mengalaminya secara langsung, tetapi kita per-cayai sebagai kebenaran, itulah yang dimaksud-kan dengan symbolic reality.

Social reality ialah hasil konstruksi yang dipersepsikan sebagai “real world” oleh ma sing-masing individu, yakni yang secara individu kita percayai sebagaimana realitas yang sesung-guhnya.

Bagaimana peran media dalam proses kon-struksi sosial? Surrete (2007: 33) menggambar-kan peran media dalam proses konstruksi sosial sebagai berikut.

Gambar 4: Peran media dalam proses kon-struksi sosial

Tingkat 1The physical world

condition, events, and properties

Tingkat 2Competing social constructions

Misalnya: kriminalitas tak terkendali vs aman-aman saja

Tingkat 3Media as social construction competi-

tion arenaMedia-adept constructionist have an

advantage

Tingkat 4Winning sosial construction

criminal justice policies are determined by winning construction

Sumber: Surrete, 2007: 33.

Secara khusus, pada tingkatan konstruksi sosial yang ke-3, media –termasuk tiga media cetak yang memuat iklan “Seruan Pontianak– adalah arena kompetisi konstruksi sosial. Apa yang diungkapkan dan disajikan oleh media adalah symbolic reality. Seorang yang diterpa atau memilih untuk memenuhi kebutuhannya akan informasi percaya begitu saja pada isi me-dia tersebut maka yang bersangkutan memba-ngun pengetahuannya akan suatu objek melalui media. Di sinilah media memainkan peranan pentingnya sebagaimana dikemukakan Surrete berikut ini.

The media help filter out competing con­structions. This is where the media play their most powerful role. Persons forward­ing constructions compete for media tend to pavor positions that are dramatic, are spon­sored by powerful group, and are related to preestabilished cultural themes. In this way, media act as filters, making it difficult for those outside the mainstream to access the media and promote their constructions (Surrete, 2007 : 33).

Media, dengan demikian, adalah salah satu sumber pengetahuan bagi seseorang. Apa yang dikonstruk oleh media, diterima oleh orang yang mengonsumsi atau diterpa media yang bersang-kutan.

Wimmer dan Dominic dalam Gunter (2000: 61) mengindentifikasi terdapat lima tujan anali-sis isi suatu media. 1) Menggambarkan pola atau tren yang

disajikan media. 2) Menguji hipotesis tentang kebijakan atau

tujuan dari produser media. 3) Membandingkan isi media dengan du-

nia nyata. 4) Menguji representasi dari kelompok-

kelompok tertentu dalam masyarakat. 5) Menggambar kesimpulan tentang media

efek.

05-iklan masri.indd 130 12/11/2012 5:06:25 PM

Page 54: UltimArt Vol v No.2 Desember 2012

Proses Kreatif dan Struktur Iklan “Seruan Pontianak” R. MASRI SAREB PUTRA 131

Kata Kunci Iklan “Seruan Pontianak”Teks dan gambar dalam iklan adalah satu ke-satuan yang utuh dan tidak dapat dilepaskan satu sama lain. Tidak bermaksud melepaskan teks dari gambar, pada subbab ini akan didekon-struksi bagaimanakah satuan makna (unit of meaning) teks iklan “Seruan Pontianak” untuk mengetahui kata kunci yang sering kali muncul. Frekuensi kata yang sering muncul dalam iklan tersebut dapat dilihat dalam tabel berikut ini.

Tabel 1: Kata Kunci Iklan “Seruan Pontianak”

No. Kata kunci Frekuensi muncul

1. kekerasan 12

2. Madura 4

3. Tionghoa 3

4. pembunuhan 2

5. minta 2

6. akar kekerasan 2

7. menyerukan 2

8. Dayak 1

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa kata “kekerasan” muncul sebanyak 12 kali, diikuti “Madura” 4 kali, Tionghoa 3 kali, kemudian kata “pembunuhan”, “minta”, “akar kekerasan”, “menyerukan” masing-masing muncul 2 kali. Lalu, kata “Dayak” muncul hanya 1 kali.

KesimpulanIklan adalah salah satu dari isi media. Bukan tanpa maksud para penggagas dan penyeru pe-san perdamaian di Kalimantan Barat memasang iklan “Seruan Pontianak”. Mereka sangat ma-fhum mengenai keampuhan sebuah media di dalam menyampaikan pesan kepada khalayak seperti halnya keampuhan pengaruh jarum suntik menyembuhkan pasien. Para penggagas dan pemasang iklan “Seruan Pontianak” meng-anut teori jarum suntik (hypodermic needle theory) yang meyakini bahwa media massa mempunyai

dampak langsung, segera, dan sangat berpe-ngaruh pada khalayaknya.

Para penggagas dan pemasang iklan “Se-ruan Pontianak” berupaya untuk menggi ring khalayak mengetahui sesuatu, dan setelah mengetahui sesuatu, khalayak terpengaruh. Jika pengaruhnya sedemikian kuat maka khalayak akan melakukan sesuatu sesuai dengan pesan dalam iklan tersebut.

Para penggagas iklan “Seruan Pontianak” secara cermat telah menghitung siapa khalayak yang dijangkau atau khalayak yang akan diterpa oleh pesan iklan tersebut, yaitu khalayak pem-baca tiga media yang terbit di Pontianak (Borneo Tribun, Tribun Pontianak, dan Pontianak Post) yang dipasangi iklan, yakni masyarakat Kalimantan Barat. Hal ini sesuai sebagaimana dikemukakan Fowles (1996) bahwa dalam iklan terdapat kore-lasi antara pesan dan konsumen. A tension exist between the advertising message and the individual consumer, a tension reflected in the composition of the message (Fowles, 1996: 93). Terdapat tekanan tertentu yang hendak disampaikan sebuah iklan kepada khalayaknya dan tekanan tersebut terda-pat dalam komposisi pesannya.

Dalam iklan “Seruan Pontianak”, tekanan-nya terdapat dalam seruan perdamaian agar semua pihak segera mengakhiri permusuhan. Hendaknya kekerasan di Kalimantan Barat diki-kis habis sampai ke akar-akarnya. Semua pihak, terutama Pemerintah, diharapkan menjaga per-damaian tersebut. Karena inti iklan adalah pe-san perdamaian yang diserukan dari kota Pon-tianak maka iklan tersebut diberi judul “Seruan Pontianak”.

Daftar PustakaBaran, Stanley J. dan Dennis K. Davis. 2009. Mass

Communication Theory: Foundations, Ferment, and Feature. Singapore: Cengage Learning Asia Pte Ltd.

Berger, P. L. dan T. Luckmann. 1966. The Social Construction of Reality: A Treatise in the Sociol­ogy of Knowledge. Garden City, NY: Anchor Books.

05-iklan masri.indd 131 12/11/2012 5:06:25 PM

Page 55: UltimArt Vol v No.2 Desember 2012

132 Proses Kreatif dan Struktur Iklan “Seruan Pontianak” VoL V, 2012

Blumer, H. 1969. Symbolic Interactionism: Perspec­tive and Method. Englewood Cliffs, NJ: Pren-tice-Hall.

Davidson, Jamie. 2009. From Rebellion to Riots: Collective Violence on Indonesian Borneo. Sin-gapore: NUS Press.

Donald L. Harowitz. 1985. Ethnic Groups in Con­flict. California: University of California.

Deetz, Stanley. 1976. “Gadamer’s Hermeneutics and American Communication Studies”, paper presented at the Annual International Colloquium on Verbal Communication.

Djuweng, Stepanus dan Wolas Krenak. 1993. Manusia Dayak: Orang Kecil yang Terperang­kap Modernisasi. Pontianak: Institute of Daya-kologi Research and Development.

Djuweng, Stepanus. 1997. Indigenous peoples and land­use policy in Indonesia: A Dayak Showcase Pontianak: Intitute of Dayakology Research and Development.

Evans, H.N. Ivor. 1922. Among Primitive Peoples in Borneo. London: Seeley-Service & C.o. Limited.

Feith, Herbert. 1999. Pemilihan Umum 1955. Ja-karta: Kepustakaan Populer Gramedia.

Flynn, Sydwell Mouw. 2004. Up The Notched­Log Ladder Arthur and Edna Among The Dayaks of Borneo. Author House.

Fowles, Jib. 1996. Advertising and Popular Culture. California: Sage Publications, Inc.

Gadamer, Hans-Georg. 1975. Truth and Method. London-New York: Continuum.

Grant, Edward. 1996. The Foundations of Modern Science in The Middle Ages: Their Religious, Institutional, and Intellectual Context. Cam-bridge: Cambridge University Press.

Gunter, Barrie. 2000. Media Research Methods. London: Sage Publications Ltd.

Harian Equator, 27 September 2012.Horowitz, DL.1985. Ethnic Groups in Conflict.

Berkeley: University of California Press._________. t.t. “Ethnic Confict Theory” dalam

www.polsci.wvu.edu/ diunduh pada 2 No­vember 2012.

Handrianto, Budi. 2006. Kebeningan Hati & Pikiran. Depok: Gema Insani.

Heidhues, Mary Somers. 2003. Golddiggers, Farm­ers, and Traders in the “Chinese District” of West Kalimantan, Indonesia. Ithaca: Cornell South-east Asia Program Publications.

_________.2003. “Primitive’ Politics: The Rise and Fall of the Dayak Unity Party in West Kalimantan, Indonesia” dalam ARI Working Paper Series. Singapore: National University of Singapore.

_________. 2008. From Rebellion to Riots: Collective Violence on Indonesian Borneo. Madison: The University of Wisconsin Press.

Heiner, Robert. 2002. Social Problems: An Intro­duction to Critical Constructionism. oxford: oxford University Press.

Iklan layanan masyarakat “Seruan Pontianak” dalam Borneo Tribune, Tribun Pontianak, dan AP Post pada hari Senin, 28 September 2009.

Kadarusman. 1969. Masalah Cina. Pontianak: Pemda Tingkat I Kalimantan Barat.

Kadarusno. 1997. Kalimantan Barat Membangun. Memori sebagai Gubernur KDH Tingkat I Kal­bar 1972­1977. Pontianak: Mandau Dharma.

Kaid, Lynda Lee. 2004. Handbook of Political Com­munication Research. New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates, Inc. Publishers.

Karman, Hasan. 2012. Pengelolaan Lingkungan Fisik dan Sosial Etnis Tionghoa Eks Pengungsi Kerusuhan 1967. Disertasi pada Program Pasca Sarjana, Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Rawamangun Jakarta.

Katz, E. dan Lazarsfeld, P. 1955. Personal Influ­ence. New York: The Free Press.

Katz, Helen. 2010. The Media Handbook: A Com­plete Guide to Advertising Media Selection. New York: Routledge.

Klinken, van Gerry. 2007. Perang Kota Kecil. Ja-karta: Yayasan obor Indonesia.

Kolodzy, Janet. 2006. Convergence Journalism. Maryland: Rowman & Littlefield Publishers, Inc.

Lasswell, Harold D. and Abraham Kaplan. 1952. Power and Society. London: Routledge and Kegan Paul.

Leiss, William, dkk. 2005. Social Communication in Advertising: Consumption in the Market­place. New York: Routledge.

05-iklan masri.indd 132 12/11/2012 5:06:25 PM

Page 56: UltimArt Vol v No.2 Desember 2012

Proses Kreatif dan Struktur Iklan “Seruan Pontianak” R. MASRI SAREB PUTRA 133

Littlejohn, Stephen W. dan Karen A. Foss (edi-tors). 2009. Encyclopedia of Communication Theory. California: Sage.

Lontaan, J.U. 1975. Sejarah, Hukum dan Adat Is­tiadat Kalimantan Barat. Pontianak: Pemda Tingkat I Kalbar.

Lonsen, F.X. dan L.C. Sareb. 2002. Hukum Adat Dayak Kecamatan Jangkang Kabupaten Sang­gau Kalimantan Barat. Dewan Adat Kecama-tan Jangkang.

McLuhan, Marshall. 1964. Understanding Media: The Extensions of Man. New York: McGraw Hill.

Nöth, Winfried. 1997. Semiotics of the Media: State of The Art, Projects, and Perspectives. Berlin: Mouton de Gruyter.

olong, Hatib Abdul Kadir. Tato. 2006. Yogyakar-ta: LKiS.

ooi, Keat Gin. 2001. The Japanese Occupation of Borneo 1941­45. New York: Routledge.

Parry, Richard Lloyd. 2005. In the Time of Mad­

ness: Indonesia on the Edge of Chaos. London: Random House.

Petebang, Edi. 1998. Dayak Sakti: Ngayau, Tar­iu, Mangkok Merah (Konflik Etnis di Kalbar 1996/1997). Pontianak: Institut Dayakologi.

Petebang, Edi dan Eri Sutrisno. 2000. Konflik Et­nik di Sambas. Jakarta: Institut Studi Arus In-formasi.

Sellato, Bernard. 1992. Hornbill and Dragon: Art and Culture Borneo. Singapore:

Surmanek, Jim. 1996. Media Planning. Chicago: NTC Business Book.

Surrete, Ray. 2007. Media, Crime, and Criminal Jus­tice. Belmont: Wadsworth.

van Klinken, Gerry. 2007. Perang Kota Kecil: Kek­erasan Komunal dan Demokratisasi di Indonesia. Jakarta: Yayasan obor Indonesia.

Wernick, Andrew. 1991. Promotional Culture: Ad­vertising, Ideology, and Symbolic Expression: Theory, Culture & Society Prio Monographs. Sage Publications.

05-iklan masri.indd 133 12/11/2012 5:06:25 PM

Page 57: UltimArt Vol v No.2 Desember 2012

Ultimart, Desember 2012, hal 134-148ISSN 1979-0716

Vol. V, Nomor 2

PendahuluanAnimasi dengan menggunakan teknik mask dan vertex dapat dilakukan, beberapa orang menye-butnya dengan nama vector animation. Namun sebenarnya, istilah vector ini menjadi rancu bila ternyata gambar yang digunakan bukanlah hasil ilustrasi yang dibuat berdasarkan digital vector, tetapi bitmap dari hasil photo lalu digerakkan seperti puppet yang menekankan animasi ber-dasarkan sambungan seperti di area persendi-an.

Teknik ini sudah muncul di zaman masa lalu sekitar abad 15 di masa Kerajaan Demak area di Indonesia kini, yaitu oleh Raden Patah dan di-sebut dengan nama Wayang seperti Gambar 1

di bawah, wayang berarti bayangan sebab mirip de-ngan teknik shadow puppet yang meng-gunakan tangan dan diberi sinar dari arah depan sehingga tercipta bayangan jatuh di belakang ta ngan yang jatuh di tem-bok atau kain atau media lain sesuai kebutuhan.

Walk Cycle suatu Karakter SederhanaBerdasarkan Mask & Vertex Animation

Michael Sega guMelarFakultas Seni & Desain-universitas Multimedia Nusantara (www.umn.ac.id)

Jln. Boulevard gading Serpong, Scientia garden Tangerang, Banten-15810 iNDONeSia

Telp. (021) 5422 0808, Fax. (021) 5422 0800e-mail: [email protected], [email protected]

Diterima: 22 agustus 2012Disetujui: 12 September 2012

abstractA simple animations can be achieved by using mask technique and vertex. However, although this tech-

nique is simple, it can be used to create a simple character animation, so the animation technique allows us to create an animated walk cycle with a simple character. Mask and vertex animation is needed to create an animation with vertex by vertex to create a shape made by a simple character design, and the result of vertex that shape something is called mask, mask is a combination of these vertexes, and then by modifying and trans-forming the vertexes, we can animate vertexes to a new position based on keyframe animation to create simple 2D animation.

Keywords: mask, vertex, animation, layer, layer 3D

Gambar 1. Wayang Bali, salah satu teknik puppetry, sumber http://bit.

ly/HucpSC

06-animasi.indd 134 12/11/2012 2:10:04 PM

Page 58: UltimArt Vol v No.2 Desember 2012

Walk Cycle suatu Karakter Sederhana Berdasarkan Mask & Vertex Animation MICHAEL SEGA GUMELAR 135

Di masa lalu, saat 2D animasi masih meng-gunakan teknik stop motion dengan berbahan film transparan untuk penempatan gambar ani-masinya atau menggambar dan mewarnainya di media plastik bening yang disebut celluloid maka puppet animation ini disebut dengan nama cut out animation.

Ciri khas animasi teknik ini biasanya di-terapkan pada area kepala sehingga kepala ber-goyang kiri dan kanan dalam lintasan lengkung tertentu yang disebut dengan nama tweening bila menggunakan software Adobe Flash. Padahal teknik ini lebih tepat disebut dengan nama pup-petry atau boneka dengan cara menggerakkan persendiannya.

Kini, agar tidak membingungkan antara is-tilah vector animation dengan bitmap animation menggunakan teknik puppetry maka menyebut teknik vector animation ini dengan nama mask & vextex animation. Sementara teknik meng-gunakan karakter bitmap ataupun vector na-mun dengan menggunakan sambungan seperti persendian maka disebut dengan nama puppetry animation. Batasan masalah di studi ini adalah tidak mengajarkan software Adobe After Effects bagi pemula dan juga tidak mengajarkan mem-buat sequence walk cycle dengan teknik nonmask & vertex animation. Untuk mengerti animasi, silakan membaca 2D Animation Hybrid Tech-nique oleh M.S. Gumelar.

Tinjauan PustakaDengan mempelajari gerak animasi yang ber-dasarkan hukum fisika dalam buku 2D Anima-tion Hybrid Technique tertulis bahwa “Great Animation not just drawing sequence of images or just combining images into frame by frame whatever movement will be, but great animation actually based on physics, biology and lip sync” (M.S. Gumelar, 2011, p. 42).

Teknik vector menggunakan software Adobe Flash diadopsi dan diterapkan sekaligus dengan menggunakan animasi sederhana di Adobe Af-ter Effects. Penjelasan berikut adalah sekilas me-ngenal Adobe After effects dan menu yang akan

digunakan secara aktif menggunakan teknik mask dan vertex animation, yang dapat juga dili-hat caranya secara tutorial di Adobe After Effects Help. Dengan menggunakan Adobe After Effects software, yaitu dengan mempelajari mask dan vertex, lalu dikombinasikan, pertama dengan mempelajari mask, vertex, transform, dan ani-masi sederhana. Vertex adalah nodal point yang merupakan pembentuk shape atau mask seperti Gambar 2 di bawah.

Gambar 2. Vertex sebagai nodal point

Mask merupakan gabungan dari titik-titik nodal vertex yang membentuk suatu shape, Gam-bar 3 di bawah.

Gambar 3. Mask adalah shape yang dibentuk oleh nodal point.

Transform merupakan cikal bakal motion graphic yang ada di After Effects. Transform ini meliputi anchor point, position, scale, rotation, dan opacity (Gambar 4).

06-animasi.indd 135 12/11/2012 2:10:04 PM

Page 59: UltimArt Vol v No.2 Desember 2012

136 Walk Cycle suatu Karakter Sederhana Berdasarkan Mask & Vertex Animation VoL V, 2012

Anchor point adalah titik tengah rotasi putar suatu objek. Anchor point akan terlihat hasilnya bila digabungkan dengan transform rotate seperti Gambar 5 di bawah.

Gambar 7. Scale Transform.

Rotate (1) untuk merotasikan image atau ob-jek sesuai kebutuhan seperti Gambar 8 di bawah.

Gambar 4. Transform di menu Adobe After Effects.

Gambar 5. Anchor Point Transform.

Position akan membentuk motion path (3) bila digabungkan dengan time di timeline (2) dan key-frame (1) seperti Gambar 6 di bawah.

Gambar 6. Position Transform.

Scale (1) untuk membesarkan atau mengecil-kan ukuran suatu image berdasarkan skala sesuai kebutuhan (2) seperti Gambar 7 di bawah.

Gambar 8. Rotation Transform.

06-animasi.indd 136 12/11/2012 2:10:05 PM

Page 60: UltimArt Vol v No.2 Desember 2012

Walk Cycle suatu Karakter Sederhana Berdasarkan Mask & Vertex Animation MICHAEL SEGA GUMELAR 137

Opacity, kesolidan objek untuk mentrans-paransikan suatu image atau objek sesuai kebu-tuhan, nilai 0 objek menjadi hilang dan nilai 100 objek menjadi terlihat penuh seperti Gambar 9 di bawah.

mengerti benar software ini lebih mendalam seh-ingga teknik mask dan vertex animation ini belum banyak yang tahu bagaimana menggunakan dan memanfaatkannya.

Contoh sederhana simple mask & vertex ani-mation akan dibuat sebagai contoh agar dapat dimengerti dan dipelajari sebagai acuan lang-kah di pembahasan. Buatlah satu objek dengan menggunakan teknik mask, contoh seperti Gam-bar 10 di bawah.

Gambar 9. Opacity Transform.

MetodePenelitian ini berdasarkan kualitatif, observasi,

Gambar 10. Suatu mask dengan shape segitiga.

Kemudian, click Mask path keyframe icon, de ngan cara meng-expand tanda panah Mask (Gambar 11).

Gambar 11. Mask Path keyframe sedang on.

analisis, library research, experi-ment, dan perban dingan secara teknik. Karena penelitiannya da lam membuat terobosan se cara teknik maka cara men-jelaskannya juga cenderung teknik sehingga tutorial dibu-tuhkan dalam menjelaskan langkah-langkahnya.

Membuat animasi vector se-lama ini dikenal menggunakan Adobe Flash, tetapi pendeka-tan yang digunakan dalam stu-di ini lebih menekan kan meng-gunakan software Adobe After Effects sehingga literature yang digunakan cenderung belum banyak yang mengerti. Teknik ini diperoleh penulis dengan

06-animasi.indd 137 12/11/2012 2:10:05 PM

Page 61: UltimArt Vol v No.2 Desember 2012

138 Walk Cycle suatu Karakter Sederhana Berdasarkan Mask & Vertex Animation VoL V, 2012

Kemudian, click di area durasi yang baru di timeline (1), lalu gunakan selection tool dan click nodal vertex (2) seperti Gambar 12 di bawah ini.

Gerakkan nodal ke area yang baru (2), lalu keyframe diamond akan muncul, menandakan bahwa animasi vertex sudah dilakukan, seperti pada Gambar 13.

Gambar 12. Mulai membuat contoh mask & vertex animation sederhana.

Gambar 13. Vertex keyframe animation telah dibuat.

06-animasi.indd 138 12/11/2012 2:10:05 PM

Page 62: UltimArt Vol v No.2 Desember 2012

Walk Cycle suatu Karakter Sederhana Berdasarkan Mask & Vertex Animation MICHAEL SEGA GUMELAR 139

PembahasanDengan menggunakan prinsip animasi dari

alam, yaitu prinsip fisika maka hasil animasi sederhana berdasarkan mask & vertex tersebut da-pat diterapkan dalam gerak walk cycle. Kini, stu-di ini akan di terapkan pada animasi yang lebih kompleks dengan membuat karakter sederhana. Karakter ini seperti gambar di bawah, pembaca dapat membuat sendiri dengan model sederha-na lainnya sesuai kebutuh an dan keahliannya.

Click Ram preview button untuk melihat hasil animasi vector dan vertex ini, seperti pada Gam-bar 14 di bawah ini.

Gambar 14. Ram preview button.

Gambar 15. Simple character.

Dari mask shape character yang sudah dibuat, kini duplikat sebanyak lima kali, jadi total ada enam duplikat character, yaitu dua untuk tangan, dua untuk kaki, badan dan kepala.

Gambar 16. Duplikasi sebanyak lima kali sehingga total ada 6 shapes.

Kini, click nama layer di timeline seperti Gambar 17 dan tekan enter lalu ubah namanya menjadi left arm, right arm, left foot, right foot, body dan head.

Gambar 17. Mengganti nama layer.

Off-kan icon mata timeline layer untuk lima mask shape character yang terduplikat, lalu de-ngan menggunakan Delete vertex tool (Gambar 18), click vertex nodal lainnya untuk dihapus dan menyisakan left arm saja (Gambar 19).

06-animasi.indd 139 12/11/2012 2:10:06 PM

Page 63: UltimArt Vol v No.2 Desember 2012

140 Walk Cycle suatu Karakter Sederhana Berdasarkan Mask & Vertex Animation VoL V, 2012

Gambar 18. Lima layer lainnya sementara di-off-kan agar tidak terlihat.

Gambar 19. Hanya menyisakan shape dari gabungan vertex dari left arm.

Lakukan pengurangan untuk shapes sisanya, yaitu untuk right arm (Gambar 20), left foot (Gam-bar 21), right foot (Gambar 22), body (Gambar 23), dan head (gambar 24).

Gambar 20. Hanya menyisakan area vertex khusus untuk left arm.

Gambar 21. Hanya menyisakan area vertex khusus untuk left foot mask.

06-animasi.indd 140 12/11/2012 2:10:06 PM

Page 64: UltimArt Vol v No.2 Desember 2012

Walk Cycle suatu Karakter Sederhana Berdasarkan Mask & Vertex Animation MICHAEL SEGA GUMELAR 141

Gambar 22. Hanya menyisakan area vertex khusus untuk right foot mask.

Gambar 24. Hanya menyisakan area vertex khusus untuk head mask.

Kemudian, on-kan semua layer visibility-nya, seperti Gambar 25.

Gambar 23. Hanya menyisakan area vertex khusus untuk body mask.

Gambar 25. Semua layer visibility di-on-kan setelah terjadi pengurangan yang dibutuhkan.

06-animasi.indd 141 12/11/2012 2:10:06 PM

Page 65: UltimArt Vol v No.2 Desember 2012

142 Walk Cycle suatu Karakter Sederhana Berdasarkan Mask & Vertex Animation VoL V, 2012

Perhatikan bahwa setelah semua layers on, ada beberapa area yang seperti ada gap-nya, harus diperbaiki (Gambar 26) dengan membuat salah satu layernya overlapping agar gap tersebut menjadi tidak ada.

Kini, langkah selanjutnya membuat walk cycle dengan memulai di area right foot, di mana akan digerakkan melangkah ke depan, expand-kan panah right foot layer dan click stopwatch icon keyframe (1) maka hasilnya diamond keyframe akan muncul (2) seperti Gambar 28 di bawah.

Gambar 26. Perhatikan garis hitam yang muncul, itu adalah gap area yang harus diperbaiki.

Setelah diperbaiki dengan menggerakkan vertex sesuai kebutuhan di area tertentu agar saling overlaping, hasilnya seperti Gambar 27 di bawah ini.

Gambar 27. Gabungan masks yang di beberapa area saling overlapping akan membuat gambar lebih baik.

Gambar 28. Mulai menganimasikan secara vertex dimulai dari right foot.

Kini, tempatkan timeslider ke durasi baru, yaitu 6 frame dari titik semula (1), lalu atur ver-texes-nya ke posisi seperti Gambar 29, lalu key-frame diamond baru akan muncul.

Gambar 29. Pose baru Right foot dengan keyframe barunya.

06-animasi.indd 142 12/11/2012 2:10:06 PM

Page 66: UltimArt Vol v No.2 Desember 2012

Walk Cycle suatu Karakter Sederhana Berdasarkan Mask & Vertex Animation MICHAEL SEGA GUMELAR 143

Kini, langkah selanjutnya untuk left foot, di mana akan digerakkan melangkah ke depan, ex-pand-kan panah left foot layer dan click stopwatch icon keyframe (1) maka hasilnya diamond keyframe akan muncul (2) seperti Gambar 30 di bawah.

enam frame dari durasi sebelumnya (1) jadi total di durasi ke-12, lalu tempatkan vertexes nodal ke posisi seperti gambar tersebut.

Gambar 30. Mulai menganimasikan left foot.

Ikuti pose untuk left foot seperti Gambar 31, tempatkan dulu durasi enam frame dari durasi sebelumnya (1), lalu tempatkan vertexes nodal left foot dengan meniru posisi kaki yang baru (2) maka akan terbentuk keframe diamond nodal-nya (3).

Gambar 31. Posisi baru left foot dengan keyframe.

Kini, kembali ke right foot, click Right foot’s layer seperti Gambar 32, tempatkan dulu durasi

Gambar 32. Posisi baru right foot di frame timeline ke-12.

Kini pada left foot, lakukan seperti Gambar 33, tempatkan dulu durasi enam frame dari du-rasi sebelumnya (1) jadi total di durasi ke-12, lalu tempatkan vertexes nodal ke posisi seperti gam-bar tersebut (2) maka keyframe baru akan terben-tuk (3).

Gambar 33. Posisi baru left foot di durasi timeline ke-12.

Kini, giliran gerak pada area tangan, bawa timeline arrow ke posisi durasi awal (1) lalu ke layer right arm, click stopwatch keyframe icon di lay-er tersebut (2) lalu akan muncul diamond key-frame nodal (3) seperti Gambar 34.

06-animasi.indd 143 12/11/2012 2:10:07 PM

Page 67: UltimArt Vol v No.2 Desember 2012

144 Walk Cycle suatu Karakter Sederhana Berdasarkan Mask & Vertex Animation VoL V, 2012

Gambar 34. Right arm layer.

Posisikan timeline arrow di durasi frame ke-12 (1), lalu atur right arm vertexes seperti posisi (2) di Gambar 35 maka juga akan muncul dia-mond keyframe nodal yang baru (3).

Gambar 36. Left arm layer.

Lalu, posisikan timeline arrow di durasi frame ke-12 (1), lalu atur left arm vertexes seperti posisi (2) di Gambar 37 maka juga akan muncul diamond keyframe nodal yang baru (3).

Gambar 35. New right arm’s vertexes position.

Posisikan timeline arrow dari durasi frames 12 timeline arrow ke posisi durasi awal (1) lalu ke layer right arm, click stopwatch keyframe icon di lay-er tersebut (2) lalu akan muncul diamond keyframe nodal (3) seperti Gambar 36.

Gambar 37. Posisi baru left arm.

Kini, diperlukan kedua tangan dan kepala karakter ini mengikuti gerak badan. oleh karena itu, buat parenting right arm, left arm dan head ke body, caranya select left arm layer lalu panah yang ada di tombol none area parent seperti Gambar 38.

06-animasi.indd 144 12/11/2012 2:10:07 PM

Page 68: UltimArt Vol v No.2 Desember 2012

Walk Cycle suatu Karakter Sederhana Berdasarkan Mask & Vertex Animation MICHAEL SEGA GUMELAR 145

Gambar 38. Parenting.

Lalu, pilih Body sebagai parents-nya, seperti pada Gambar 39.

Gambar 40. Body layer sebagai right arm dan head parent.

Kini, balik lagi ke frame awal durasi (1), lalu ke layer Body dan on-kan stopwatch keyframe icon untuk Transform Position (2) maka nodal keyframe baru akan muncul (3) seperti pada Gambar 41.

Gambar 39. Body layer sebagai left arm’s parent.

Lakukan langkah yang sama untuk right arm dan head sehingga hasilnya seperti pada Gambar 40.

06-animasi.indd 145 12/11/2012 2:10:08 PM

Page 69: UltimArt Vol v No.2 Desember 2012

146 Walk Cycle suatu Karakter Sederhana Berdasarkan Mask & Vertex Animation VoL V, 2012

Gambar 41. Body’s layer keyframe.

Ke frame durasi 12 (1) lalu posisikan badan yang sebelumnya di posisi axis layer untuk body di 344.0, 235.0 di durasi awal Gambar 41, kini ubah axis-nya ke 344.0, 245.0 (2) maka akan ter-bentuk diamond keyframe nodal yang baru (3) se-perti Gambar 42. Hal ini diperlukan agar saat me-langkah dalam posisi kedua kaki merenggang maka ketinggian karakter akan turun karena pergerakan ini.

Ke frame durasi 18 (1) to left foot’s mask (2) atur posisi left foot vertexes seperti Gambar 43 (3) lalu diamond keyframe baru akan muncul (4).

Gambar 42. Posisi transform Body yang baru.

Gambar 43. Left foot’s new vertexes position.

Masih di frame durasi 18 (1) ke right foot’s mask (2) atur posisi left foot vertexes seperti Gam-bar 44 (3) lalu diamond keyframe baru akan mun-cul (4).

Gambar 44. Posisi baru Right foot.

Masih di frame durasi 18 (1) ke Body transform position ubah nilainya sama seperti saat masih di posisi yang tinggi, yaitu ke posisi axis 344.0, 235.0 (2) lalu diamond keyframe baru muncul (3) seperti Gambar 45.

06-animasi.indd 146 12/11/2012 2:10:08 PM

Page 70: UltimArt Vol v No.2 Desember 2012

Walk Cycle suatu Karakter Sederhana Berdasarkan Mask & Vertex Animation MICHAEL SEGA GUMELAR 147

Gambar 45. Posisi baru Body.

Kini, ke frame 24 (1) fokus ke left foots mask (2) gerakkan posisi vertex-vertex left foots ke posisi baru seperti posisi di Gambar 46 (3) maka key-frame nodal yang baru akan muncul (4).

Gambar 47. Posisi Right foot yang baru.

Kini, untuk Body dan masih di frame 24 (1), ubah axis body ke posisi terendah seperti sebe-lumnya, yaitu di axis 344.0, 245.0 (2) maka key-frame nodal baru akan muncul (3) seperti Gam-bar 48.

Gambar 46. Posisi left foot yang baru.

Masih di frame 24 (1) kini fokus ke right foots mask (2) gerakkan vertex-vertex right foots ke posisi baru seperti Gambar 47 (3) maka keyframe nodal yang baru akan muncul (4).

06-animasi.indd 147 12/11/2012 2:10:09 PM

Page 71: UltimArt Vol v No.2 Desember 2012

148 Walk Cycle suatu Karakter Sederhana Berdasarkan Mask & Vertex Animation VoL V, 2012

Gambar 48. Posisi Body yang baru.

Kini, giliran bagian tangan-tangannya, masih di posisi frames 24 (1) click pada Left arm’s mask (2) ganti posisinya ke posisi seperti Gambar 49 (3) maka nodal key frame baru akan muncul (4).

setiap vertex dan posisinya menjadi satu alur walk cycle dengan durasi sesuai kebutuhan.

KesimpulanDari studi ini terlihat jelas bahwa sangat me-mungkinkan untuk membuat animasi karakter sederhana menggunakan mask & vertex anima-tion. Dengan adanya teknik mask & vertex anima-tion ini, bisa menambah pengayaan ilmu dalam dunia animasi yang menyenangkan ini. Semoga studi ini akan memberi tahapan dan pijakan yang berguna bagi peneliti lainnya bila diperlu-kan agar ditemukan teknik lain sebagai pengem-bangan dari animasi mask & vertex ini.

Daftar PustakaAdobe Creative Team. 2010. Adobe After Effects

CS5 Classroom in a Book. Adobe Press.M.S. Gumelar. 2011. 2D Animation: Hybrid Tech-

nique. Jakarta: Indeks Publisher. Georgenes, Chris. 2009. How to Cheat in Adobe

Flash CS4: The art of design and animation. U. S. A: Focal Press.

Wang, Qian. 1991. Flash vector animation design techniques example. China: Tsinghua Univer-sity Press.

Gambar 49. Posisi baru Left arm.

Masih di frame 24 (1), click pada right arm’s mask (2), kini ubah posisi vertex-vertex seperti tangan kiri ke posisi baru seperti Gambar 50 (3) maka akan muncul nodal key frame baru (4).

Kini, telah dibuat satu walk cycle, langkah berikutnya, tinggal meng-copy keyframe untuk

Gambar 50. Posisi baru Right arm.

06-animasi.indd 148 12/11/2012 2:10:09 PM

Page 72: UltimArt Vol v No.2 Desember 2012

Ultimart, Desember 2012, hal 149-157ISSN 1979-0716

Vol. V, Nomor 2

PendahuluanSebegitu berpengaruhkah kover buku terhadap keputusan seseorang untuk memiliki dan mem-beli buku? Bagaimanapun kover menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari anatomi buku dan telah mengalami perkembangan dari masa ke masa. Kover buku juga menjadi media komu-nikasi visual untuk mengabarkan isi buku, me-mikat calon pembaca, dan juga akhirnya meng-angkat citra penulis serta penerbitnya.

Thomas Woll (2002) menegaskan bahwa dua jawaban teratas mengapa seseorang mau mem-beli buku adalah subjek/topik buku dan reputasi penulis buku. Dalam sebuah penelitian tahun 1996 yang dilakukan Consumer Research Study

on Book Publishing yang disponsori American Booksellers Association and Book Industry Studi Group, di hampir semua tempat konsumen da-pat membeli buku (toko buku besar, toko buku kecil, toko buku diskon, dan sebagainya) diper-oleh hasil bahwa faktor terbesar yang menyebab-kan keputusan seseorang membeli buku adalah subjek dan reputasi penulis. Hasilnya dalam bentuk persentase sebagai berikut:1. lebih dari 44% orang dewasa mendasarkan

keputusan membeli buku karena subjek buku dan 24% karena reputasi penulis;

2. hanya 2% yang berpikir bahwa harga sangat penting;

3. sebanyak 2% lagi berpikir desain kover dan endorsement sangat penting;

Perkembangan Desain Kover Buku dari Era Tradisional hingga Era Digital

BAMBANG TRIMANSYAH

CEO/Owner CV Trim KomunikataKetua Kompartemen Diklat-Litbang-Informasi

e-mail: [email protected]

Diterima: 2 September 2012Disetujui: 21 September 2012

Abstract

Do not judge a book by its cover. An expression that is very popular and a message to readers not to judge a book just from its cover. Cover is essential to writers/authors and book publishers because it plays a crucial role in the book cover designing. Cover which is used as pages protection of a book has, in fact, served to strengthen the positioning of a book in the sight of readers.

Keywords: cover, desain, buku, pengaruh, pembaca, pembeli

07-desain.indd 149 12/11/2012 5:05:44 PM

Page 73: UltimArt Vol v No.2 Desember 2012

150 Perkembangan Desain Kover Buku dari Era Tradisional hingga Era Digital Vol V, 2012

4. kurang dari 1% berpikir memiliki buku yang berada dalam daftar best selleritu penting.

Survey yang sama kemudian dilakukan pada tahun 1999 dengan menghapus pilihan dua alasan teratas sehingga diperoleh hasil 13% memilih desain kover sebagai faktor yang kuat memengaruhi dan 12,8% memilih harga. Na-mun, pemilih terbesar adalah yang memilih fak-tor “lain-lain” sebagai faktor terkuat.

Dari survei ini terlihat bahwa faktor daya pikat kover buku dapat mengalahkan harga dan dimunculkan sebagai salah satu faktor yang berpengaruh meskipun persentasenya kecil. Di luar hal tersebut dalam konteks alur penerbitan buku, proses perwajahan atau desain kover buku yang dimasukkan dalam mata rantai pracetak tetaplah dianggap sangat penting, bahkan per-ancangan desain kover ini harus didahulukan untuk dapat dipresentasikan dan didiskusikan. Bagaimanapun keputusan seorang konsumen atau calon pembaca untuk membeli buku di-dasarkan paling awal pada daya pikat yang ter-dapat di dalam tampilan kover yaitu faktor de-sain (typeface, gambar/ilustrasi/foto, warna) dan juga faktor nondesain (judul dan penulis).

Sebuah keutuhan konsep yang tidak hanya menimbulkan kesan estetis, tetapi juga mem-berikan makna pada sebuah desain kover se-hingga mewakili judul, isi buku, dan pemikiran penulis/pengarang akan menempatkan kover buku menjadi sangat istimewa. Dalam Era Digi-tal kini terjadi perubahan drastis proses kreatif para desainer kover buku profesional dengan memanfaatkan teknologi desktop publishing se-hingga penggabungan citra visual, tipografi, serta warna dalam sebuah kover buku menjadi lebih atraktif.

PembahasanBerkembangnya seni desain komunikasi visual untuk kover buku tidak terlepas dari berkem-bangnya industri buku itu sendiri. Seperti halnya yang terjadi di Amerika atau Eropa, pascaperang dunia industri perbukuan di sana berkembang

pesat memunculkan aneka genre buku serta persaingan antarpenerbit. Kover buku sudah di-anggap sebagai karya seni yang membantu me-nguatkan citra buku.

Pada awal abad ke-21 kini tentu desain kover buku telah mengalami lompatan jauh akibat perkembangan teknologi. Perkembangan teknologi yang sangat memengaruhi: 1) perkem-bangan teknologi grafika/cetak; 2) perkembang­an teknologi desktop publishing; 3) perkembangan tipografi dan typeface. Hal ini pun berlaku untuk konteks Indonesia meskipun secara perubahan, Indonesia dapat dikatakan lebih lambat dari apa yang terjadi di Amerika atau Eropa.

Industri perbukuan di Indonesia sebenarnya telah dimulai pada abad ke-16 pada masa penja-jahan Belanda. Belanda memboyong mesin cetak ke Indonesia pada tahun 1624, lalu kegiatan penerbitan dan percetakan pun dimulai pada 1659. Industri ini terus dikembangkan hingga pada awal abad ke-19 didirkanlah Commissie voor de Inlandsche School en Volkslectuur (Komisi Bacaan Rakyat) sebagai cikal bakal Penerbit Balai Pustaka (Trimansyah, 2012: 2).

Indonesia masuk ke dalam fase penerbitan buku modern seiring berdirinya Ikatan Penerbit Indonesia (Ikapi) pada tahun 1950. Rasa nasio-nalisme untuk melawan propaganda penjajah melalui buku membuat para penerbit bumiput-ra itu pun bersatu. Industri buku di Indonesia pun mengalami pasang surut hingga kemudian diadakannya Proyek Inpres oleh pemerintah pada tahun 1969 sampai akhir 1970-an yang membuat penerbitan buku di Indonesia menjadi bergairah, terutam dalam penerbitan buku-buku bacaan anak. Banyak penerbit yang berkonsen-trasi ikut dalam proyek pemerintah ini, di sisi lain pasar buku umum yang lowong diisi oleh komik-komik pewayangan dan persilatan, se-perti karya R.A. Kosasih dan S.H. Mintardja. Di samping itu, muncul pula novel-novel percin-taan dan novel horor yang diistilahkan sebagai “roman picisan” (Trimansyah, 2012: 4-5).

Pada masa ini tentu kover buku masih dibuat dengan sangat sederhana, mengandalkan ilustrasi seadanya dan typeface hasil olah manual

07-desain.indd 150 12/11/2012 5:05:44 PM

Page 74: UltimArt Vol v No.2 Desember 2012

Perkembangan Desain Kover Buku dari Era Tradisional hingga Era Digital BAMBANG TRIMANSYAH 151

para desainernya. Karena itu, untuk konteks In-donesia, dapat dilihat lompatan perubahan de-sain buku terjadi pada akhir tahun 1980-an.

Tren Perwajahan Kover Bukulompatan seni perwajahan kover buku di Indo-nesia tampaknya baru terjadi pada akhir 1980-an ketika muncul penerbit-penerbit ge nerasi baru, seperti Mizan, Gema Insani Press, dan Bentang. Penerbit yang lebih senior pun melakukan hal yang sama, seperti Gramedia, Remaja Rosda-karya (dulu Remadja Karya), Erlangga, dan Penebar Swadaya. Para penerbit ini mulai me-manfaatkan teknologi desktop publishing untuk merancang kover buku dengan menggunakan citra visual serta tipografi yang diproses secara digital pada eksekusi akhir.

Desain kover novel filsafat Dunia Sophie edisi I yang diterbitkan Mizan tampak sekali menguatkan peran tipografi serta disisipkannya unsur etnik Indonesia yang ditonjolkan dengan citra visual wayang serta di kejauhan tampak ilustrasi patung the thinker karya Rodin. Perubah-an drastis justru tampak pada desain kover edisi II yang mengeksploitasi ilustrasi tiga dimensi (digital painting) dan juga tipografi judul yang lebih atraktif. Peran penggunaan perangkat lu-

nak digital sangat terlihat pada desain edisi II yang didukung juga teknologi cetak sehingga efek pencahayaan pada bola-bola cahaya di po-hon dapat terekspos. Penerbit Mizan memang salah satu penerbit yang muncul akhir 1980-an dengan membawa konsep baru dalam perwajah-an kover maupun perwajahan isi buku-buku di Indonesia.

Berkembangnya desktop publishing kala itu memang memicu Mizan untuk memanfaatkan-nya seoptimal mungkin fasilitas-fasilitas perang-kat lunak, seperti Corel Draw, Photoshop, dan Il-lustrator. Salah satu nama desainer kover yang mewarnai Mizan pada awal-awal kemunculan-nya adalah Gus Ballon. Kekuatan Gus Ballon yang utama adalah dalam aspek tipografi se­hingga muncullah kekhasan buku-buku Mizan, terutama buku-buku how to hasil terjemahan yang tampil lain daripada yang lain.

Salah satu model desain kover yang juga memikat perhatian pada awal 1990-an adalah desain kover yang dikembangkan Penerbit Ben-tang, Jogjakarta. Desainer kover yang sangat berpe ngaruh adalah ong Harry Wahyu dan Buldanul Khuri (pemilik Bentang pada masa itu). Desain-desain kover buku Bentang sangat dipengaruhi seni murni (seni lukis) dan meng-utamakan orisinalitas dalam eksekusi ide. Karya

Edisi I Edisi II

07-desain.indd 151 12/11/2012 5:05:44 PM

Page 75: UltimArt Vol v No.2 Desember 2012

152 Perkembangan Desain Kover Buku dari Era Tradisional hingga Era Digital Vol V, 2012

pelukis, se perti Eddie Hara, Heri Dono, Agus Suwage, Tisna Sanjaya, Agung Kurniawan, Alfi, Agus Kamal, Sulasno pun digunakan sebagai ele men ilustrasi pada kover buku Bentang.1

Tren selanjutnya yang terjadi pada tahun 2000-an sudah merupakan tren eksploitasi citra visual digital dan tipografi yang menawarkan begitu banyak keragaman untuk mewakili “ruh atau nafas” sebuah buku. Tampak sekali desain-desain kover yang memikat dengan menonjol-kan satu elemen inti seperti terdapat pada kover-kover buku Agromedia yang awalnya muncul dengan dasar warna putih dipadu dengan ti-pografi dan citra visual berupa foto. Penerbitan buku dalam genre nonfiksi pertanian/peternak­an yang sekaligus berjumlah belasan judul itu pun langsung memikat perhatian para pengun-jung toko buku ketika dipajang bersamaan.

Tren kover buku 2000-an juga memunculkan tren minimalis hanya mengandalkan penggu-naan typeface tanpa citra visual seperti yang ter-dapat pada buku-buku bisnis dan buku pengem-bangan diri yang marak pada masa itu. Hal ini ternyata juga memikat perhatian pembaca se-hingga kemudian banyak diikuti buku-buku lainnya. orisinalitas ide desain kover dipertar-uhkan pada penggunaan typeface yang khas atau benar-benar mewakili “ruh” sebuah buku.

Perwajahan Kover Buku Dahulu dan Kini

Pada masa lampau perwajahan kover buku masih mengandalkan kemampuan manual desainer yang didukung dengan kemampuan membuat ilustrasi (drawing) dengan tangan. Tipografi pun dirancang dengan menciptakan atau mengapli-kasikan bentuk typeface secara manual. Dalam suatu linimasa tentu dapat dilihat perkembang-an desain kover buku dari masa ke masa dengan segala perbedaannya.

Perbandingan sederhana dapat kita cerma-ti dari perubahan kover yang terjadi pada satu karya buku terbitan penerbit tertua di Indonesia yaitu Balai Pustaka. Contoh yang dikemukakan adalah kover novel Layar Terkembang karya Sutan Takdir Alisjahbana. Pada gambar dapat dilihat bagaimana desain kover awal tahun 1936 hanya mengandalkan pada satu warna (hitam), typeface yang dibuat secara manual dengan tangan, serta sudah dibuatnya ilustrasi berupa gambar kapal yang sedang berlayar di lautan. Gaya desain kover ini dipengaruhi aliran Art Nouveau (aliran seni baru) yang berkembang di Prancis dan po-puler pada awal abad ke-20 atau di Belanda dan Jerman disebut aliran Avant Garde. Pengaruh aliran ini memang memicu pembaruan dalam desain kover buku di Eropa.

1 Desain Cover Buku di Indonesia dari Masa ke Masa dalam http://www.dodirosadi.com/?tag=cover­buku­indo-nesia diunduh pada 10 Desember 2013.

1936 1962 1988

07-desain.indd 152 12/11/2012 5:05:45 PM

Page 76: UltimArt Vol v No.2 Desember 2012

Perkembangan Desain Kover Buku dari Era Tradisional hingga Era Digital BAMBANG TRIMANSYAH 153

tegas meskipun gambarnya masih membuat pembaca harus berpikir. Perlu diketahui bahwa novel Layar Terkembang memang tidak secara harfiah mengisahkan tentang sebuah perjalanan dengan kapal layar. Novel ini lebih tepat mengi-sahkan tentang perjalanan tiga anak manusia yang mengalami pergolakan pemikiran pada masa itu mewakili pemikiran pengarangnya, Su-tan Takdir Alisjahbana yang lebih moderat. Jadi, memang tidak ada hubungannya dengan kapal yang berlayar.

Di sini peran desainer kover untuk meng-interpretasikan sekaligus menafsirkan antara judul dan pesan-pesan yang termuat di dalam isi buku sangatlah penting. Di sinilah ilmu se-miotik itu berperan untuk memahami makna dalam komunikasi visual bahwa icon (gambar, ilustrasi, foto) dapat digunakan untuk memvi-sualkan kata-kata di dalam judul secara tepat dengan memahaminya sebagai denotasi (makna menurut kamus) atau konotasi (makna kiasan). Di dalam novel tentu makna konotasi lebih ba-nyak digunakan pengarang untuk menggam-barkan pemikirannya daripada makna denotasi.

Kover Layar Terkembang pada edisi tahun 1988 hanya direvisi pada pewarnaan dan peng-gunaan typeface yang sudah menggunakan hu-ruf cetak. Walaupun demikian, kesan tradisional masih terlihat pada novel terbitan perusahaan pemerintah ini. Perubahan signifikan justru ter-jadi pada kover yang dikemas ulang tahun 2000-an oleh Balai Pustaka.

Kover Layar Terkembang era 2000-an terse-but didesain dengan gambar atau image siluet

seorang perempuan dan seorang lelaki dilatar-belakangi pohon yang gugur daunnya. Namun, di latar belakang terselip juga image berupa foto wanita lain seolah menggambarkan isi novel tentang cinta segitiga tokoh-tokohnya, Yusuf, Maria, dan Tuti. Hanya kesan “pemaksaan” de-ngan penempatan foto itu tidak dapat dihindari. Foto latar belakang itu menjadi dominan men-curi perhatian atau bahkan merusakkan perha-tian pembaca dibandingkan dengan tipografi judul serta pemuatan endorsement yang menam-bah “meriah” kover versi terbaru ini atau lebih tepatnya terasa tumpang tindih.

Dapat dicermati bahwa perkembangan kover yang dilihat dari satu karya dengan penerbitan ulang dan pergantian desainer tidak menjamin kover tersebut malah lebih baik dari sisi estetika perwajahan maupun ketepatan pe-maknaan atau penafsiran. Sebuah tren dapat menjadi sebuah “tuntutan” terhadap desainer untuk mengembangkan kreativitasnya meng-akomodasi kepentingan atas nama pasar. Perha-tikan saja kover Layar Terkembang versi terbaru yang harus menempatkan logo “Sastra Klasik Balai Pustaka” pada bagian kanan atas kover. Tren pencantuman endorsement atau testimoni juga mengharuskan desainer menempatkannya di kover depan sehingga bertabrakanlah semua pesan yang hendak dikomunikasikan kepada pembaca.

Memahami Elemen Penting Kover Buku

Tidak ada acuan standar untuk menyebut kover buku yang terbaik itu seperti apa. Namun, perkembangan teknologi komunikasi dan inter-net menempatkan kover buku tidak sekadar ber-fungsi melindungi halaman-halaman buku atau mengomunikasikan judul dan isi buku kepada calon pembaca. lebih dari itu, kover buku juga menjadi etalase pemasaran yang memadukan citra visual serta tipografi secara utuh, tepat ke-pada pembaca sasaran, serta juga mengesankan prestise tersendiri bagi tiga konstituen: penulis, penerbit, dan pembaca. Kover buku dapat men-

Perubahan yang terjadi puluhan tahun kemudian pada tahun 1962 adalah penggu-naan warna pada kover, tipografi, serta citra visual. Gambar atau ilustrasi semula yang berupa kapal berlayar diganti hanya dengan layar dan tiang sebagai penafsiran yang lebih

07-desain.indd 153 12/11/2012 5:05:45 PM

Page 77: UltimArt Vol v No.2 Desember 2012

154 Perkembangan Desain Kover Buku dari Era Tradisional hingga Era Digital Vol V, 2012

jadi media yang ampuh untuk memberitahukan buku ke sebanyak mungkin khalayak lewat in-ternet, termasuk memanfaatkan media sosial. Karena itu, memajang buku yaitu kover buku di linimasa (timeline) atau avatar sebuah media sosial kini sudah menjadi sebuah fenomena tersendiri.

Untuk itu, pada dasarnya seorang desainer kover buku pada era digital kini tetap harus me-mahami tiga konstituennya dengan memberikan benefit sebagai berikut:1. bagi penulis adalah ketepatan pengungkap-

an pesan serta judul dalam citra visual dan tipografi sehingga selaras dengan isi buku;

2. bagi penerbit adalah penguatan citra pener-bit dan pemikat pembaca untuk mendukung daya serap buku di pasar;

3. bagi pembaca adalah kepuasan estetis untuk memandang dan memiliki buku serta men-jadikannya bukan hanya bahan bacaan, me-lainkan juga koleksi yang berharga.

Sebuah kriteria tentang perancangan kover buku diuraikan Fred Showker dalam laman si-tus www.graphic-design.com2 (diringkas oleh penulis) sebagai berikut:1. Ketahui isi buku yaitu dengan memahami

dan mengenali sosok penulis (pemikiran serta kepribadiannya) serta tujuannya.

2. Ketahui siapa pembaca sasaran buku karena setiap buku ditujukan pada pembaca sasa-ran yang khas. Desainer yang mengetahuan faktor demografi pembaca sasaran akan leb-ih membantu penggabungan tipografi dan citra visaul yang memikat.

3. Perlihatkan pesan paling penting dari isi buku dan jangan terjebak untuk menyam-paikan pesan yang saling tumpang tindih.

4. Buat tata letak yang memikat perhatian de-ngan memberikan kenyamanan bagi mata

calon pembaca untuk mengalir mencerna pesan.

Kriteria tersebut dapat diterapkan de-ngan kemauan desainer kover untuk berpros-es ketika hendak mengeksekusi sebuah ide. Bagaimanapun desainer kover kini hidup di wilayah industri yang menuntut kualitas, kuan-titas, sekaligus kecepatan. Walaupun demikian, tidak berarti seorang desainer kover profesional mengabaikan proses standar dalam melakukan eksekusi karya desain.

Hal yang paling penting juga adalah me-ngenali objek desain yaitu kover buku itu sen-diri. Pada mata kuliah desain komunikasi visual (DKV), khusus materi tentang desain kover buku kerap tidak dibahas secara detail dibanding kan dengan desain grafis lainnya, seperti poster, iklan, logo, atau tata letak majalah/koran. Walaupun demikian, prinsip-prinsip desain komunikasi vi-sual juga diterapkan dalam desain kover buku hanya muncul kekhasan ketika desainer kover harus memahami betul tujuan, pemikiran, serta karakter penulis/pengarang sehingga desain yang dihasilkan benar-benar mewakili jatidiri penulis/pengarang.

Jika dicermati, anatomi kover buku pada Era Tradisional hanya terdiri atas tiga elemen: kover depan (front cover), kover belakang (back cover), dan punggung kover (spine). Kover depan lebih dominan dimanfaatkan untuk mencantumkan judul berikut anak judul, nama penulis, dan logo penerbit yang dipadu kemudian dengan citra vi-sual serta tipografi. Umumnya kover belakang dibiarkan kosong tanpa teks ataupun gambar.

Para Era Digital kini dengan juga didorong perkembangan teknologi grafika, anatomi kover buku pun mulai muncul bervariasi. Beberapa kover juga dikembangkan dengan flap (lidah) pada bagian kiri dan kanannya. Flap ini juga ter-dapat pada jaket buku yang desainnya terkadang dibuat sama atau berbeda dengan kover buku. Di dalam flap termuat informasi buku yang lain, seperti ringkasan/sinopsis isi buku dan biografi singkat penulis/pengarang.

Perubahan yang mencolok juga dimanfaat-kannya kover belakang buku untuk memasuk-

2 Book Design Concept dalam http://www.graphic­design.com/DTG/Design/book_covers/design-ing_book_covers.html diunduh pada 10 Desember 2012.

07-desain.indd 154 12/11/2012 5:05:45 PM

Page 78: UltimArt Vol v No.2 Desember 2012

Perkembangan Desain Kover Buku dari Era Tradisional hingga Era Digital BAMBANG TRIMANSYAH 155

kan berbagai informasi penting buku yang kerap disebut blurb. Blurb berisikan ringkasan isi buku beserta benefit yang akan didapatkan pembaca hingga pada akhirnya ditutup dengan kalimat-kalimat iklan (sales closer). Di kover belakang juga ditempatkan barkod International Standard Book Number (ISBN), logo dan alamat penerbit, serta juga terkadang endorsement dari tokoh atau pilihannya sketsa biografi dari penulis/penga-rang. Hal ini menuntut para desainer kover juga harus memperhatikan desain belakang kover dengan saksama.

Selain itu, spine (punggung) buku juga diang-gap sebagai unsur penting untuk menempatkan nama penulis, judul, dan logo penerbit. Pema-jangan (display) buku di rak toko buku ataupun perpustakaan demi menghemat space membuat buku hanya dapat dikenali dari punggungnya. Karena itu, desain spine pun harus dibuat mu-dah dikenali serta memikat.

Elemen-elemen yang berkembang ini men-jadi suatu pembeda yang sangat jelas antara per-wajahan kover era tradisional dan perwajahan kover era digital kini. Namun, perkembangan serta munculnya kemudahan-kemudahan dari teknologi digital tidak serta merta membuat per-wajahan kover semakin berkualitas jika dipan-dang dari sudut ilmu DKV. Banyak kemudian para desainer kover yang terjebak mengguna-kan citra visual tidak pada tempatnya ataupun

tipografi tanpa didasari ilmu DKV yang mema­dai.

Akibatnya, teknologi seperti desktop publish-ing tidak serta merta membantu peningkatan kualitas penampian sebuah kover buku ketika seorang desainer kover buku tidak memahami kriteria-kriteria perwajahan kover buku. Hal uta-ma yang paling fatal kerap terjadi dalam peren-canaan kover buku dari Era Tradisional hingga kini adalah kesalahan interpretasi terhadap isi buku serta pembaca sasaran. Alih-alih hendak menggambarkan isi buku, desainer kover malah membuat calon pembaca bingung memaknai buku ataupun malah salah tafsir terhadap isi buku.

Perbedaan Kover Buku Era Tradisional dan Era Digital

Era Digital kini memang memungkinkan eksplorasi proses kreatif perwajahan kover buku dengan sangat atraktif. Digitalisasi menyedia-kan perangkat-perangkat keras maupun lunak untuk memudahkan kerja seorang desainer kover buku. Namun, di satu sisi ketika sebuah ilmu bernama DKV tidak dikuasai dengan baik, desainer kover dapat saja tergelincir mengguna-kan berbagai kemudahan secara tidak bertang-gung jawab.

Sebagai contoh dalam Era Digital kini terse-dia citra visual dalam bentuk gambar seperti clip art ataupun foto-foto, berbayar maupun gratis

Gambar 1 Desain kover buku dengan flap yang memuat informasi tambahan

07-desain.indd 155 12/11/2012 5:05:45 PM

Page 79: UltimArt Vol v No.2 Desember 2012

156 Perkembangan Desain Kover Buku dari Era Tradisional hingga Era Digital Vol V, 2012

yang dapat diunduh di internet. Pertama, hal tersebut menimbulkan kreativitas dalam bentuk lain yaitu melakukan manipulasi foto ataupun gambar dengan menggunakan perangkat lunak kini seperti Adobe Photoshop ataupun Corel Draw. Kedua, hal tersebut menimbulkan juga pe-rilaku malas untuk menghasilkan sesuatu yang berbeda atau lebih bermakna mewakili judul dan isi buku sehingga kerap terjadi antar kover buku menggunakan citra visual yang sama, ter-utama foto-foto ataupun gambar yang diunduh langsung dari internet. Buku-buku bidang bisnis atau pengembangan diri yang beredar di Indo-nesia kerapkali menggunakan citra visual yang sama karena didapatkan pula dengan cara yang sama.

Tren meniru sebagai epigon buku-buku sukses atau best seller juga menggejala pada Era Digital sebagai buntut maraknya perilaku copy paste, termasuk manipulasi teks dan gam-

bar. Contoh mencolok terjadi pada desain kover buku The Secret karya Rhonda Byrne. Tipografi typeface The Secret serta citra visual berupa stempel/cap dari lilin berwarna merah yang ba-nyak digunakan pada masa lalu sontak ditiru di buku-buku lain yang juga menggunakan kata The Secret. Hal ini menunjukkan proses kreatif yang berkembang dengan instan melalui pe-niruan. Baik desainer kover, penulis, maupun penerbit tampaknya sama mengharapkan ter-ciprat sukses dari buku yang sudah menjadi best seller dunia tersebut dengan meniru penampilan perwajahannya.

Berdasarkan kajian pengamatan dengan prinsip-prinsip desain komunikasi visual serta mengikuti perkembangan industri perbukuan maka penulis dapat menyajikan tabel Perbedaan Proses Kreatif Kover Buku Era Tradisional dan Era Digital.

PERBEDAAN PROSES KREATIF KOVER BUKU

ERA TRADISIONAL ERA DIGITAL

l Perwajahan mengandalkan kemampuan manual desainer untuk membuat citra visual (ilustrasi garis/tangan) dan tipografi juga secara manual;

l Perwajahan mengandalkan kemampuan manual sekaligus pengusaan perangkat lunak digital untuk menyatukan citra visual (gambar, foto, ikon) dan tipografi melalui desktop publishing.

l Typeface dibuat manual dengan tangan. l Typeface tersedia secara digital dengan ratusan, bahkan ribuan pilihan dari tiap family berikut jenisnya.

l Dominan hanya mengeksploitasi perwajahan kover depan.

l Eksploitasi penuh pada kover depan, kover belakang, dan punggung (spine).

l Banyak mengandalkan penggabungan citra visual dan tipografi.

l Ada yang hanya mengandalkan penampilan tipografi tanpa citra visual, termasuk warna.

l Perwajahan satu warna atau dua warna (duotone). l Perwajahan umumnya penuh warna (full color).

l Lebih orisinal dalam penampilan citra visual berupa gambar dan ilustrasi.

l Banyak melakukan “manipulasi” pada citra visual akibat tersedianya materi berupa foto, gambar (clip art), dan sebagainya secara digital.

l Model desain dipengaruhi aliran seni yang berkembang saat itu.

l Model desain dipengaruhi banyak aliran seni dari masa lampau maupun masa kini.

l Pewarnaan kover/ilustrasi dilakukan secara manual. l Pewarnaan kover, terutama ilustrasi dilakukan secara digital (digital painting).

07-desain.indd 156 12/11/2012 5:05:46 PM

Page 80: UltimArt Vol v No.2 Desember 2012

Perkembangan Desain Kover Buku dari Era Tradisional hingga Era Digital BAMBANG TRIMANSYAH 157

KesimpulanProses kreatif perancangan kover buku akan terus berkembang dari masa ke masa, bahkan beberapa desainer kover dapat menjadi trend setter atas karya-karya yang mewakili zaman-nya. Dalam konteks Indonesia dan menyikapi perkembangan digital yang ada, patutlah para desainer kover juga menonjolkan ciri orisinali-tasnya dengan membatasi diri untuk mengguna-kan citra visual yang sudah tersedia di internet, baik berbayar maupun gratis untuk kemudian diolah di perangkat lunak. Tampaknya sebuah desain kover akan lebih berkarakter, khas, serta memiliki kekuatan jika desainer kover membuat sendiri foto, gambar/ilustrasi, ornamen, tekstur, dan frame hasil karya sendiri, termasuk modi-fikasi typeface. Pengolahan karya sendiri ini akan memberikan pengalaman estetis terhadap sen-tuhan-sentuhan pribadi terhadap kover diban-dingkan menggunakan segala kemudahan yang diberikan perangkat digital.

Kemajuan proses digital diharapkan tidak lantas mematikan kreativitas untuk mencipta-kan karya-karya desain kover yang tepat makna,

tepat pada pembaca sasaran, serta mengan dung ciri pembeda secara estetis dari karya-karya kover lainnya.

Menyikapi perkembangan berarti juga me-nyiapkan diri untuk menguasai segala informasi dan teknologi untuk meningkatkan kualitas, kuantitas, dan kecepatan para desainer kover untuk berkarya tanpa meninggalkan idealisme profesionalnya.

Daftar PustakaKusrianto, Adi. 2007. Pengantar Desain Komunika-

si Visual. Jogjakarta: Penerbit Andi.Poynter, Dan. 2003. The Self-Publishing Manual:

How to Write, Print and Sell Your Own Book. California: Para Publishing.

Safanayong, Yongki. Desain Komunikasi Visual Terpadu. Jakarta: Arte Intermedia.

Trimansyah, Bambang. 2012. Apa dan Bagaimana Menerbitkan Buku: Sebuah Pengalaman Bersa-ma Ikapi. Jakarta: Ikapi.

Woll, Thomas. 2002. Publishing for Profit: Success-ful Bottom-Line Management for Book Publish-ers. New York: Chicago Review Press.

07-desain.indd 157 12/11/2012 5:05:46 PM

Page 81: UltimArt Vol v No.2 Desember 2012

Ultimart, Desember 2012, hal 158-164ISSN 1979-0716

Vol. V, Nomor 2

PendahuluanKarya seni dapat dikatakan sebagai cerminan pengalaman serta perasaan dan pikiran pem-buatnya. Seni merupakan suatu jenis kreasi yang dipengaruhi oleh faktor yang ada pada manusia itu sendiri, seperti pengalaman, pengetahuan, lingkungan, dan faktor-faktor lain yang turut mempengaruhi karya. Seni sebagai salah satu bagian yang dapat diangkat dan divisualisasi-kan ke dalam karya merupakan fenomena yang umum terjadi di masyarakat sekitar. Seorang seniman bukan hanya memvisualisasikan setiap peristiwa yang terjadi apa adanya, tetapi juga menangkap sebuah realitas dan mengolahnya untuk dituangkan dalam bentuk karya.

Realitas dalam kehidupan merupakan wa-hana kreatif atau sumber inspirasi para seniman. Biasanya, realitas kehidupan yang diangkat berupa ketimpangan sosial, ketertindasan kaum lemah, dan kehidupan masyarakat bawah de-ngan berbagai ekspresi, serta berbagai ‘ideologi’

yang melandasinya. Karya seni dengan tema re-alitas sosial misalnya, dapat dilihat pada lukisan karya Djoko Pekik. Sebagian besar karya Djoko Pekik selalu menggambarkan realitas yang bu-ruk, buruh, masyarakat yang kurus, dan keku-muhan. Karya-karyanya merupakan cerminan kehidupan di Indonesia yang berbeda dengan gambaran realita alam yang indah dan molek. Realitas yang dihadirkan dalam karyanya dapat dianggap kritikan terhadap para penguasa ne-geri yang menyengsarakan rakyat.

Bagi para seniman seperti Djoko Pekik, karya seni menjadi bagian terpenting yang da pat membantu agar setiap orang mampu melihat kenyataan bahwa kebenaran butuh perjuang-an. Meskipun bukan satu hal yang nyata, seni bisa dijadikan alat untuk memahami eksistensi kemanusiaan. Karya seni yang berperan seba-gai media kritik sosial, atau disebut seni untuk masyarakat, mempunyai fungsi dan manfaat da-lam kehidupan. Seni bukan hanya bentuk eks-presi semata, atau seni hanya diciptakan untuk

Realisme dalam Media Fotografi

ASEP DENI ISKANDAR

Universitas Widyatama Bandunge-mail: [email protected]

Diterima: 6 September 2012Disetujui: 20 September 2012

Abstract

The term use of realist and naturalist in photography are often being misleaded. As a matter of fact, both terms have big and significant difference. Realist is defined as a stright description, acurate, without any add-ing, or natural as from daily life. Naturalist is a term that was used in 19th century as a synonim of realist. In photography media, realist was then seen more appropriate to be used since it relates with the image captured by the camera. For most photographer, it is a common thing, especially for those who still put technique and the beauty of visual form important rather than the content. It is acceptable when many photographer ignore, even taboo, to relate it to visual art area.

Keywords: Realist, naturalist, photography, visual art

08-Realisme-oke.indd 158 12/13/2012 11:58:21 PM

Page 82: UltimArt Vol v No.2 Desember 2012

Realisme dalam Media Fotografi ASEP DENI ISKANDAR 159

keindahan semata, seperti dalam pandangan “seni untuk seni” –l’art pour l‘art. Hampir setiap karya seni merupakan ekspresi isi; baik berupa pemikiran, perasaan, atau nilai-nilai dalam ke-hidupan.1 Plato pernah berpendapat bahwa seni yang mengandung hal-hal buruk dan tidak ber-moral bagi manusia meskipun indah harus dito-lak. Seni tidak hanya sebatas fungsi kenikmatan dan keindahan bentuk, tetapi juga keindahan pada isinya. Kreativitas yang disampaikan mela-lui karya kiranya dapat membantu dalam mengekspresikan keberanian seorang seniman untuk melakukan kritik.

Seni untuk masyarakat, yang memandang fungsi dengan cara menekankan nilai-nilai eksis-tensial pada suatu tempat dalam suatu rentang waktu, kini telah banyak menggantikan l’art pour l’art. Djoko Pekik adalah bagian dari mereka yang melakukan “seni untuk masyarakat” terse-but. Nilai-nilai moral dan sosial yang muncul dalam karya lukis Djoko Pekik isinya cenderung menjadikan masyarakat sebagai objek seni, dan merupakan cara untuk memfungsikan karya se-bagai “seni untuk masyarakat”. Karya seni yang citraannya mengangkat realitas masyarakat ten-tunya bukan hanya hak prerogatif lukisan. Ba-nyak juga media lain, seperti musik, puisi, per-formance art, teater, dan sebagainya, yang turut mengangkat realitas masyarakat. Para seniman yang melakukannya menjadikan Indonesia, de-ngan berbagai macam peristiwa yang terjadi dan carut-marut kondisi politiknya, sebagai sumber inspirasi. Misalnya Iwan Fals, lewat lagu-lagu-nya yang banyak meneriakkan kritik terhadap penguasa Orde Baru atau anggota dewan yang dipandangnya tidak berpihak pada rakyat. Hal senada dilakukan oleh Rendra melalui puisi-puisinya, Tisna Sandjaya lewat karya lukis dan performance art, dan masih banyak seniman lain-nya.

Dari berbagai karya dalam bentuk/media yang berbeda, tentu akan muncul pertanyaan tentang bagaimana fotografi mewujudkan seni untuk masyarakat atau menjadikan masyarakat

sebagai produk seni; Apakah, di Indonesia, me-dia fotografi sudah dijadikan sebagai alat pe-nyampaian kritik sosial? Jika citraan dalam fo-tografi menggambarkan kehidupan masyarakat, dapatkah membangun kesadaran manusia–atau lebih jauh lagi, mewujudkan kritik sosial terse-but? Ataukah persoalan fotografi dibatasi pada persoalan bentuk dengan citraan seindah warna aslinya, seperti aliran yang saya sebut salonsime yang berkutat pada persoalan teknik, komposisi, dan/atau sudut pengambilan gambar (angle).

Mungkin masih banyak pertanyaan yang dapat muncul ketika orang mengatakan bahwa fotografi seni dalam ruang lebih besar merupakan cermin masyarakat. Dalam pemahaman yang sempit, hanya sebatas teknik dan kecanggihan alat, mungkin perso-alan di atas tidak menjadi penting. Namun, penekan­an terus­menerus hanya pada teknik dan kecanggihan alat menjadikan terbatasnya wacana fotografi. Seiring dengan perkembangan teknologi kamera dan digital imaging, seharusnya persoalan wacana teknik dan ke-canggihan alat dapat mendorong wacana fotografi da-lam cakupan yang lebih luas. Jika hal tersebut masih berlangsung, wajar bila Oscar Matulloh menyatakan bahwa “fotografi telah mati”.2

Perkembangan Realisme Sosialis dalam Karya Seni

Kemunculan karya­karya dari penganut realisme bermula dari adanya ketimpangan sosial dalam ke-hidupan. Kehidupan masyarakat proletar yang selalu tertindas oleh kaum borjuis atau sistem feodalisme merupakan realitas yang sering terjadi dan sudah lama berlangsung. Ketertindasan masyarakat proletar tentunya tidak bisa dibiarkan terus berlangsung dan harus diperjuangkan oleh siapa pun termasuk para seniman. Keberpihakan seniman terhadap kaum pro-letar diwujudkan dalam bentuk karya seni. Represen-tasi kehidupan masyarakat dalam karya lukis banyak dibuat oleh para seniman, seperti Jean Francois Millet dan Mounsieu Coubert sejak pertengahan abad ke­19. Keduanya menjadi pelopor lukisan aliran realisme yang mengangkat harkat dan martabat kaum buruh

1 Jakob Sumardjo. Filsafat Seni. Bandung: ITB, 2000. hlm. 243.

2 Diungkapkan dalam seminar bertajuk kebudayaan dan foto-grafi pada 29 November 2008 dalam rangkaian kegiatan p�o�p�o-toweek II 2008 bertempat di Gedung Merdeka Bandung.

08-Realisme-oke.indd 159 12/13/2012 11:58:21 PM

Page 83: UltimArt Vol v No.2 Desember 2012

160 Realisme dalam Media Fotografi VOl V, 2012

dan petani yang termarjinalkan. Alasannya bisa dini-lai klise, tetapi mengandung kebenaran sejati: kaum tertindas seperti para petani, telah memberi makan, jadi alangkah ironisnya jika mereka dibiarkan tersia­siakan dalam penderitaan dan kemiskinan berkepan-jangan.3 Di negara Rusia pada tahun 1905, tumbuh aliran realisme sosialis yang dipelopori oleh Maxim Gorky. Perjuangan para seniman untuk kaum buruh dan petani seolah tidak berkesudahan yang kemudian ditegaskan oleh Andre Zdanov pada 1934 bahwa seni digunakan sebagai media perjuangan untuk mewu-judkan masyarakat sosialis.

Tema-tema karya yang bersumber dari re-alitas sosial di negara sosialis dijuluki sosialistik, sebagai istilah yang dikenakan pada karya-karya tendensius. Biasanya, karya-karya tendensius tidak dapat dilepaskan fungsinya dari media propaganda partai. Di negara Indonesia, karya seni yang digunakan untuk kepentingan pro-paganda partai banyak dibuat oleh para seni-man yang menggabungkan diri di bawah panji lEKRA4. lekra kemudian menentukan langkah atau konsep kerja turun ke bawah, atau yang dikenal dengan Turba. Turba merupakan salah satu cara yang dilakukan para seniman untuk mengenali aspirasi rakyat; sebagai usaha untuk mengerti dan memahami apa yang dirasa oleh kaum lemah, dan sebagai wujud rasa kesatuan dengan mereka. Dengan cara Turba, para seni-man melakukan pengamatan terhadap kehidu-pan masyarakat bawah sehingga terbangun-lah rasa empati. lukisan bertajuk “Tuan Tanah Kawin Muda” karya Djoko Pekik, merupakan contoh karya yang dibuat sebagai hasil dari pen-galaman turun ke bawah (Turba). lukisan terse-but merupakan gambaran keberpihakan Djoko Pekik pada petani yang pada saat itu tanahnya dirampas, dan upaya Djoko Pekik membantu masyarakat tertindas untuk mendapatkan kem-bali tanah-tanah mereka.

Karya tersebut membuktikan kepekaan Djoko Pekik terhadap kehidupan sosial masyarakat. Pengalaman hidup keluarganya yang miskin menjadikan Djoko Pekik selalu peduli terhadap kehidupan dan nasib orang lain atau masyarakat tertindas yang hak tanahnya dirampas. Ba-rangkali memang begitulah kecen derungan karya seni rupa pada 1962–1965 ketika para seniman menjadi bagian dari program partai. Karya-karya yang dibuat mungkin juga reali-sasi dari imbauan Prijono pada 1962, yang saat itu menjabat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, yang menekankan agar ”kesenian modern kita harus bergaya realisme artinya su-paya rakyat mengerti apa yang disajikan dan ke-senian itu juga harus bernapaskan sosialisme”.5 Walaupun karya-karya yang dibuat saat itu ber-napaskan sosialisme, bukan berarti mengikuti aliran realis me sosialis seperti yang berkembang di negara Soviet dan RRC. Hal tersebut diung-kapkan oleh Natalsya sebagai pendiri Sanggar Bumi Tarung yang menjadi bagian dari lekra bahwa keberadaan sanggar tidak mengekor atau berkiblat secara teoretis ke Moskow atau Beijing dan gaya ekspresi seni rupa minimal bernuansa realisme revolusioner.6

3 Lihat Misbach Tamrin, Amrus Natalsya dan Bumi Tarung, Bo-gor: Amnat Studio, 2008, hlm. 66.

4 Lembaga Kebudayaan Rakyat, didirikan pada 17 Agustus 1950 di Jakarta, atas inisiatif D.N. Aidit, Njoto, A.S. Dharta, dan M.S. Ashar. Lekra terdiri dari Lembaga Sastra di bawah pimpi-nan Bandaharo, Lembaga Drama dan Film di bawah pimpinan Dahlia, Lembaga Musik dengan ketua Sudharnoto, dan Lem-baga Seni Rupa di bawah pimpinan Basuki Resobowo.

5 Lihat Gunawan Mohamad. Tentang Seni Rupa, Rakyat dan Celeng. Katalog pameran Tanpa Bunga dan Telegram Duka. Yogyakarta: Bentara Budaya. 1999. hlm. 10.

Gambar 1. Tuan Tanah Kawin Muda karya yang dibuat Djoko Pekik pada 1964 ketika menjadi Aktivis LEKRA.

(Reproduksi dari sampul depan buku Tuan Tanah Kawin Muda, Fo-tografer: Nihil Kuncoro)

Perkembangan kesenian kontemporer tidak dapat dilepaskan dari realitas sosial sebagai wa-

08-Realisme-oke.indd 160 12/13/2012 11:58:22 PM

Page 84: UltimArt Vol v No.2 Desember 2012

Realisme dalam Media Fotografi ASEP DENI ISKANDAR 161

hana kreatif bagi para seniman. Ketimpangan sosial yang semakin menganga, ketertindasan rakyat kecil, dan keberpihakan pemerintah ter-hadap kapitalisme, menjadi inspirasi atau kritik para seniman pada karya mereka. Bagi seniman beraliran realisme sosialis, karya seni yang di-jadikan sebagai media perlawanan bukan hanya sebatas menggambarkan penderitaan akibat ke-tertindasan kelas semata. Di Indonesia, konsep seni sebagai media perlawanan cenderung di-sangkutpautkan pada persoalan politik. Pan-dangan tersebut muncul karena sejarah Orde Baru mengajarkan seolah-olah satu-satunya ben-tuk seni sebagai perlawanan adalah seni kaum komunis yang berlabel “lekra”. Masyarakat ke-mudian terjebak memahaminya, sesuai dengan konstruksi sejarah yang ditanamkan oleh rezim Orde Baru.

Dalam pemahaman yang lebih luas, seni sebagai media perlawanan merupakan gerakan perjuangan yang bersifat subversif atau anti-kemapanan, seperti yang dilakukan gerakan feminisme, antirasisme, multikulturalisme, sub-kultur, poskolonialisme, bahkan anarkisme. Per-lawanan kaum muda terhadap kemapanan ge-nerasi tua dan penentangan perempuan terhadap dominasi kaum pria merupakan realitas-realitas sosial yang banyak direpresentasikan dalam karya seni. Tisna Sanjaya misalnya mempresen-tasikan karya performance art bertajuk “melabur jengkol” sebagai bentuk protes terhadap pem-buatan jalan layang Pasupati. Kegelisahan Ferial dipresentasikan dalam karya performance art ber-tajuk an-nur. Karya tersebut merupakan bentuk kritik atas tingkah laku perempuan masa kini adakalanya tidak sesuai dengan pakaian yang dikenakan. Tidak sedikit kaum perempuan yang mengenakan kerudung, tetapi tingkah lakunya tidak mencerminkan seorang muslimah.

Fotografi sebagai Media PerlawananRealisme dalam ranah seni rupa telah dikenal masyarakat dan digunakan oleh para seniman sejak berabad lalu. Gaya realis dalam lukisan berhubungan dengan kelugasan isi pesan se-

hingga misi dan visi para seniman mudah di-pahami yang melihatnya. Jika masyarakat dapat mencerna dengan lebih mudah, karya seni men-jadi bahasa visual yang dapat digunakan oleh para seniman untuk menggugah massa agar sa-dar bahwa dirinya tertindas dan mendorong un-tuk melawan. Media perlawanan yang acapkali dalam fotografi disebut media propaganda telah banyak digunakan oleh para seniman fotografi pada awal abad ke-20.

Fotografi sebagai media propaganda seolah telah menjadi baku, kemudian berdiri sendiri dan tidak disangkutpautkan dengan gaya atau aliran realisme seperti halnya dalam ranah seni rupa. Pandangan tersebut ditegaskan oleh Feininger bahwa “fotografi ialah pengungkapan pengliha-tan yang khas, tidak ada hubungannya dengan menggambar atau melukis, dan usaha apa pun untuk menghubungkan dengan seni rupa yang lain tidak ada gunanya”.7 Realis dalam fotografi dapat dikatakan adanya kesesuaian antara objek yang dipotret dengan citra yang tercetak dalam selembar kertas. Jika dilihat dalam konteks seni rupa, citra realis dalam fotografi akan menjadi berbeda karena kesesuaian realitas yang terekam oleh kamera merupakan citraan naturalis yang dianggap lebih alami. Antara naturalis dan realis tampak sama, tetapi sebenarnya istilah tersebut mempunyai konotasi berlainan dan dalam peng-gunaannya sering dipertukarkan.8 Citra realis dalam seni rupa, yang kemudian dalam keseha-rian sering digunakan dengan istilah realisme, bukan hanya menangkap realitas, tetapi juga suatu konsep yang dengan sadar ingin dicapai melalui karya seperti yang dibuat oleh Millet, Coubert, Djoko Pekik, dan lain­lain.

Fotografi yang dijadikan seniman sebagai media perlawanan seperti telah diungkap di awal, mulai digunakan di Jerman bersamaan den-gan munculnya gerakan dadaisme. Karya-karya fotografi yang dimanfaatkan sebagai media pro-paganda, yang dimulai oleh seniman fotografi Raoul Hausmann dari Austria dan Hannah Höch

6 Lihat Misbach Tamrin, op.cit. hlm. 89.

7 lihat Andreas Feininger dalam R. M. Soelarko, Unsur Utama Fotografi, Semarang: Dahara Prize, 1993, hal. 21.

8 lihat Soedarso Sp., Trilogi Seni: Penciptaan, Eksistensi, dan Kegunaan Seni, Yogyakarta: Institut Seni Indonesia. 2006. hal. 86-87.

08-Realisme-oke.indd 161 12/13/2012 11:58:22 PM

Page 85: UltimArt Vol v No.2 Desember 2012

162 Realisme dalam Media Fotografi VOl V, 2012

dari Jerman, merupakan reaksi atas terjadinya Perang Dunia I pada 1914-1918.9 Seperti halnya para seniman lukis beraliran sama, mereka ber-dua pun mempunyai kesamaan tujuan dalam melawan penindasan atas rakyat sebagai korban perang, mengangkat harkat dan martabat kaum buruh dan petani yang termarjinalkan, perlawanan terhadap imperialisme, dan menjadi kritik atas kebua-san kaum borjuis Barat.

Kemunculan realisme fotografi seiring ditemukannya teknik photo montage ketika Haus-mann dan Höch berlibur di laut Baltic. Photo montage merupakan penggabungan sejumlah cit-ra yang pada awalnya terpisah tanpa ketiadaan makna, penuh dengan kebisuan, dan begitu dingin tatkala dipersatukan telah menyodorkan ikon baru. Sejak itu, teknik photo montage banyak digunakan oleh para seniman fotografi lainnya dan menjadi aliran baru dalam bidang fotografi, bukan hanya sebagai media ekspresi, tetapi di-jadikan media propaganda bahkan perlawanan terhadap rezim yang berkuasa. Kondisi rakyat yang tertindas dan kelakuan para penguasa yang menggunakan kekuasaan untuk kepentingan sendiri menjadi inspirasi para seniman fotografi untuk dituangkan dalam karya-karyanya. Kritik dan upaya penyadaran masyarakat yang tertin-das misalnya, dapat dilihat pada karya fotografi yang dibuat Heinz Hazek-Helke bertajuk Schan-dals yang dibuat pada 1932.

Gaya dan perupaan seperti pada karya Heinz Hazek-Helke memang menjadi semacam mata rantai gerakan-gerakan perlawanan. Foto di atas memperlihatkan citraan baru, bukan ha-nya menunjukkan keadaan yang diperlihatkan de ngan citra mobil, tetapi menjadikan kekuat-an dalam bercerita sebagai sindiran atau untuk meng ungkap skandal yang dilakukan oleh ang-gota parlemen terhadap wanita. Citra yang men-jadi penanda skandal yang dilakukan, terlihat pada tubuh wanita telanjang yang telentang di jalanan layaknya tempat penyeberangan (zebra cross). Para anggota parlemen dengan pakaian-pakaian jas kebesaran sedang menginjaknya. Dengan menggambungkan gambar-gambar ter-

sebut maka menjadi kesatuan cerita utuh dengan mengangkat tema tentang kelakuan para ang-gota parlemen yang dipenuhi skandal perem-puan.

Karya-karya aliran realisme fotografi (pho-tographic realism) selalu menggambarkan repre-sentasi realitas kehidupan atau peristiwa yang terjadi. Citraan realisme sebagai hasil dari re-kaman langsung banyak digunakan di negara Soviet pada 1920-an akibat terjadinya tekanan oleh pemerintah terhadap masyarakat, termasuk para seniman. Di antara tokohnya adalah Alex-ander Grinberg, Yury Yeremin, Sergei lobovik-ov, Vassily Ulitin, Anatoly Trapani, dan masih banyak lagi. Para fotografer Soviet mengguna-kan karya-karyanya untuk perjuangan melawan sistem pemerintahan dan mendorong terjadinya revolusi Rusia. Citraan realis pada karya fo-tografi ternyata berpengaruh pada dunia luar di mana pada penghujung 1930-an orang-orang re-alisme sosialis yang sebelumnya tertekan meraih kemenangan atas penindasan. Karya-karya yang dibuat oleh para seniman fotografi Soviet seba-gai bentuk perlawanan secara halus kemudian dikenal dengan gaya pictorial photography.

Di sisi lain, rekaman realitas yang direkam langsung oleh kamera ternyata telah menggeser fungsi dari fotografi itu sendiri. Banyaknya peris-tiwa dan rakyat yang menjadi korban bukan lagi menjadi ekspresi para seniman fotografi dalam pembuatan karyanya. Realitas peristiwa yang terekam kemudian menjadi fotografi jurnalistik yang terpajang di media massa. Dengan kata lain, realisme fotografi bukan lagi menjadi media per-lawanan yang penekanannya terletak pada per-9 http:www//wikipedia

Gambar 2. Heinz Hazek-Helke, Schandals, 1932(Sumber: Photo Montage, Michel Prizot, 1991)

08-Realisme-oke.indd 162 12/13/2012 11:58:22 PM

Page 86: UltimArt Vol v No.2 Desember 2012

Realisme dalam Media Fotografi ASEP DENI ISKANDAR 163

juangan politik dan ideologi. Realisme fotografi agaknya telah terbatasi menjadi karya fotografi untuk kepentingan pemberitaan walaupun cit-raannya tetap dapat menggugah kesadaran mas-sa tentang ketertindasan dan mendorong untuk melawan. Fotografi yang dibuat Huy Chong Ut tentang kepanikan anak-anak atas peledakan bom telah memicu masyarakat Amerika sendiri terhadap pemerintah dalam menentang Perang Vietnam.

foto evakuasi mayat tujuh jenderal yang diang-kat dari sumur lubang Buaya bukan hanya foto berita, tetapi selama rezim Orde Baru berkuasa dijadikan sebagai media perlawanan terhadap komunisme yang dianggap akan membahaya-kan integritas bangsa. Propaganda yang di-lakukan tentunya dianggap berhasil. Terbukti de ngan adanya perlawanan dari masyarakat berupa munculnya komunitas-komunitas yang anti terhadap bentuk komunisme melalui span-duk-spanduk di jalanan, penolakan terhadap bu-ku-buku yang beredar, atau terakhir penutup an tempat pembuatan film secara paksa oleh massa yang akan dibuat oleh Eros Jarot.

Perkembangan fotografi di Indonesia jarang sekali memunculkan para fotografer yang men-jadikan media fotografi sebagai ekspresi perla-wanan. Bisa jadi ketiadaan tersebut berhubungan dengan pemahaman tentang ekspresi perlawan-an yang dibatasi oleh politik atau masyarakat tertindas. Terlepas dari ketiadaan karya-karya yang dibuat oleh para fotografer, ada hal yang menarik ketika di penghujung 1997 terbit buku bertajuk Menghadang Mentari Pun Tak Peduli. Buku tersebut berisi kumpulan foto yang dibuat oleh para pekerja seks komersial (PSK) yang ter-gabung dalam Bandungwangi sebagai organisa-si PSK yang peduli AIDS. Semua PSK yang me-motret tidak memahami teknik fotografi dan itu pun sangat wajar karena belum memasyarakat-nya kamera seperti era digital saat ini. Melalui karya foto, mereka melakukan perang terhadap bahaya AIDS dan memperlihatkan keberadaan mereka kepada publik.

Gambar 3. “Terror of War”, 1973, Huy Chong Ut(Sumber: http://farm4.static.flickr.

com/3008/2402797275_40bf47aaa4.jpg)

Bagi Huy Chong Ut, peristiwa tersebut me-rupakan realitas bagaimana anak-anak dihantui perasaan takut dan perang yang menjadi teror. Peran Chong Ut hanyalah merekam peristiwanya kemudian mewartakan realitas kepada pemirsa. Kenyataan tersebut sulit untuk diterima, tetapi realitas yang terekam merupakan bentuk keta-kutan, jeritan, dan tangisan anak-anak yang tidak berdosa yang begitu memilukan dalam se-tiap peperangan. Ketika foto ini dimuat dalam media massa, Chong Ut sendiri tidak mempu-nyai maksud lain kecuali hanya memperlihatkan pada publik. Masyarakat Amerika sendiri yang kemudian terpacu untuk melakukan protes akan perang di Vietnam itu hanyalah akibat ba nyaknya korban yang terjadi dan pemberlakuan wajib mi-liter. Foto seperti “Terror of War” hanya lah salah satu yang dapat menggugah empati massa tidak untuk kepentingan media perlawan an, melain-kan sebagai foto merdeka.

Di Indonesia sendiri, fotografi yang diman-faatkan sebagai media propaganda digunakan oleh rezim Orde baru pasca peristiwa “G30S/PKI” untuk menanamkan kebencian pada rakyat Indonesia atas bahaya laten komunisme. Foto-

Gambar 4. Salah satu karya dalam buku The Art of Resistensi

(Foto: Revitriyoso Husodo)

Apa yang dila ku kan oleh para PSK ten-tunya akan berbeda dengan per juangan para buruh da-lam memperjuang-kan hak-hak dari cengkram an para pengusaha. Perjuan-gan para buruh di-jadikan wahana kre-atif oleh Revitriyoso Husodo dalam ben-tuk buku bertajuk The Art of Resistance. Buku

08-Realisme-oke.indd 163 12/13/2012 11:58:22 PM

Page 87: UltimArt Vol v No.2 Desember 2012

164 Realisme dalam Media Fotografi VOl V, 2012

tersebut bukan hanya foto dokumenter aktivitas para TKI atau buruh migran Indonesia di Hong Kong saat melakukan aksi internasional memboikot World Trade Organization (WTO), tetapi semacam foto-foto pengenalan medan sebuah aksi. Ber-dasarkan observasi tersebut, foto-foto yang penuh dengan simbol-simbol kekuatan yang menjadi musuh para buruh bukan hanya meng-gambarkan demonstrasi besar-besaran atau juga bentrok massa dengan aparat.

Foto di atas sama persis isinya dengan karya yang dibuat di Prancis yang dipelopori oleh Mil-let dan Coubert dengan mengangkat kaum buruh se-bagai bagian masyarakat yang tertindas. Pada karya foto di atas, ketertindasan kaum buruh diperlihatkan tidak secara gamblang. Namun, fotografernya mampu menyuguhkan ketertindasan seorang buruh wanita yang seolah dicengkeram oleh boneka setan jahat de­ngan lidah menjulur bertuliskan WTO. Boneka terse-but merupakan metafor dari World Trade Organiza-tion yang selama ini dianggap telah menindas kaum buruh. Melalui buku tersebut, Revitriyoso berusaha menyuguhkan pembelajaran dari para bu-ruh migran, mempelajari konsistensi perjuangan untuk kesejahteraan hidup, belajar menegakkan hak asasi, yang dapat dijadikan pembelajaran bagi pembacanya tentang penindasan terhadap kaum buruh dalam sistem kapitalis.

PenutupPerkembangan teknologi kamera yang seolah tiada henti dan ditunjang dengan teknologi komputer seharusnya mendorong pada proses krea tif penggiatnya. Dengan demikian, perso-alan fotografi tidak hanya bertumpu pada per-soalan teknik dan kecanggihan alat, melainkan pada isi yang terepresentasikan. Jika persoalan teknik dan kecanggihan alat yang menjadi tum-puan maka “seni fotografi” akan berjalan di tem-pat. Hal tersebut bisa dilihat pada karya-karya yang muncul, berupa banyaknya terjadi pengu-langan citra–terutama pada karya foto dengan gaya na turalis. Revolusi kamera digital ber-implikasi pada kemudahan setiap orang dalam mengoperasikan kamera. Setiap orang, bahkan anak berumur enam tahun, saat ini sudah dapat membuat fotografi yang dianggap baik oleh para praktisi dan fotografer. Mari kita lihat katalog pameran fotografi hasil karya anak-anak yang

diselenggarakan di kota Bandung, dan foto-foto hasil anak lainnya di pusat pelatihan fotografi yang ada di Bandung. Jika perbincangan masih berkutat pada masalah teknik dan foto yang baik, karya foto anak-anak menjadi kritik bagi kita para penggiat fotografi. Fotografi memang tidak dapat dilepaskan dari persoalan teknik, tetapi ada hal yang selalu dilupakan bahwa fotografi kaya akan ragam citra dan bentuk perupaan.

Persoalan gaya dan perupaan dalam ranah fotografi kemudian ditinggalkan yang diang-gap hanya ada dalam dunia seni rupa. Namun, dalam kenyataannya, hal-hal yang berhubun-gan dengan persoalan seni rupa tidak dapat dilepaskan begitu saja. Apa yang diungkapkan oleh Feininger dapat dianggap suatu kesalahan tafsir karena ruang fotografi akan selalu ber-singgungan dengan wilayah seni rupa. Faktanya secara sejarah dapat dilihat, misalnya pada gaya realisme yang difungsikan sebagai media per-lawanan, telah digunakan sejak awal abad 19. Persoalannya mungkin, bidang fotografi telah dibatasi menjadi spesialisasi, misalnya fotografi jurnalistik, komersial, atau fine art, dengan vari-annya masing-masing. Gaya perupaan yang sebenarnya digunakan juga dalam media fo-tografi kemudian dinafikan. Realisme hanyalah salah satu gaya untuk melawan penindas. Seni sebagai media perlawanan sangatlah relevan un-tuk dijadikan wacana di tengah-tengah kondisi negeri dan masyarakat yang sebenarnya tertin-das. Seni sebagai ekspresi perlawanan merupa-kan cara yang mungkin dapat diterapkan untuk menghidupkan nurani yang mati.

Daftar PustakaFeininger, Andreas. 1993. (terjemahan R. M.

Soelarko). Unsur Utama Fotografi. Semarang: Dahara Prize.

Mohamad, Gunawan. 1999. Tentang Seni Rupa, Rakyat. dan Celeng. Katalog Pameran Tanpa Bunga dan Telegram Duka. Yogyakarta: Bentara Budaya.

Soedarso Sp.. 2006. Trilogi Seni: Penciptaan, Eksis-tensi, dan Kegunaan Seni. Yogyakarta: Institut Seni Indonesia.

Sumardjo, Jakob. 2000. Filsafat Seni. Bandung: In-situt Teknologi Bandung.

Tamrin, Misbach. 2008. Amrus Natalsya dan Bumi Tarung. Bogor: Amnat Studio.

08-Realisme-oke.indd 164 12/13/2012 11:58:22 PM

Page 88: UltimArt Vol v No.2 Desember 2012

Ultimart, Desember 2012, hal 165-173ISSN 1979-0716

Vol. V, Nomor 2

PendahuluanDunia game adalah sesuatu yang saat ini sudah menjadi fenomena baru dalam banyak hal seper-ti ilmu pengetahuan, industri, dan komunikasi. Dahulu istilah game bisa berkaitan dengan ham-pir segala jenis permainan dari olahraga, per-mainan kartu, teka-teki atau puzzle atau bersifat tradisional hingga ke bentuk permainan yang bersifat digital. Ada beragam pendapat yang mencoba mendefinisikan game antara lain Greg Costikyan yang mengatakan: “A game is a form of art in which participants,

termed players, make decisions in order to man-age resources through game tokens in the pursuit of a goal.”

Eric Zimmerman menjelaskan game sebagai berikut

“An activity with some rules engaged in for an outcome.”

Seiring berkembangnya teknologi kom-puter saat ini istilah game menjadi lebih identik dengan digital game atau computer game yang berbentuk permainan dengan media elektronik seperti komputer (PC), maupun console lain seperti Playstation, Nintendo Wii, Xbox 360 dan lain-lain. Dalam tulisan ini pembahasan akan memfokuskan penggunaan istilah game dalam hal digital game.

Game komputer dapat dikelompokkan dengan berdasarkan macam-macam kategori.

Perdagangan Benda Virtual dalam MMORPG Rising Force Online

Desi Dwi KRistantO, M.Ds.

Desain Komunikasi VisualUniversitas Multimedia nusantara

Jl. Boulevard Gading serpong, tangerang - Bantentelepon : +62 (021) 5422 0808 ext. 3605

+6281221654532email : [email protected]

[email protected]

Diterima: 2 november 2012Disetujui: 22 november 2012

abstract:These last few years, computer game is no longer just a thing that anyone can play to spent their time after

work. Computer game is a high valued industry and business that involved many people from various back-ground from artist, designers, engineers, and also economists. Massively Multiplayer Online Role-Playing Game (MMORPG) is one of the most popular game genre that largely played all over the world. MMORPG gives an opportunity to create a new line of business called virtual or cyber game-business by trading item within the game. Hardcore gamers can now say that their job is a ‘professional gamer’. But unfortunately, there are negative effect from this opportunity. This paper will try to describe what, why, and how this phe-nomenon could be happen.

Keywords: MMORPG, online game, virtual item, virtual trading

09-perdagangan.indd 165 12/14/2012 9:15:22 AM

Page 89: UltimArt Vol v No.2 Desember 2012

166 Perdagangan Benda Virtual dalam MMORPG Rising Force Online Vol V, 2012

Dalam buku Breaking Into The Game Industry, (Adams, 2003) membagi game berdasarkan genre sebagai berikut:1. Action2. Strategy and War Games3. Sports Games4. Vehicle Simulations5. Construction and Management Simulations6. Graphic Adventures7. Fantasy Role-Playing Games8. Online Role-Playing Games9. Puzzle Games and Software Toys10. Children Games

Sedangkan berdasarkan jumlah pemainnya, maka game dapat dibagi menjadi dua kelompok utama yaitu :1. Single Player Game Single Player Game adalah bentuk permainan

komputer yang hanya melibatkan satu orang pemain saja melawan komputer. Contoh game kelompok ini antara lain game action seperti Tomb Raider, Indiana Jones, dan Max Payne, selain itu ada juga game-game single player yang lebih sederhana seperti solitaire, freecell, minesweeper.

2. Multiplayer Game Multiplayer game adalah bentuk permainan

komputer yang melibatkan lebih dari satu orang pemain. Bentuk multiplayer-nya bisa pemain vs pemain atau pemain + pemain vs komputer. Multiplayer game bisa dilakukan dengan beberapa cara. Yang pertama de-ngan menggunakan Peer to Peer Connection yaitu menghubungkan langsung dua kom-puter yang berbeda untuk bermain bersama, yang kedua dengan menggunakan Local Area Network (lAN) dan yang ketiga dengan me-manfaatkan koneksi interntet (Online games). Contoh multiplayer game antara lain Counter Strike, World of Warcraft, Starcraft, game-game sport seperti Winning Eleven, FIFA Soccer, dan juga game-game klasik seperti Internet Heart’s, Internet solitaire, dan Chess Club

Dalam perkembangannya saat ini sebagian besar game memasukkan fitur multiplayer dalam

permainannya. Selain itu pesatnya peningkat-an jumlah pengguna internet mendorong ber-tumbuhnya game-game yang bersifat online. Massively Multiplayer Online Role-Playing Game (MMORPG) adalah jenis online game yang me-mungkinkan ratusan bahkan mungkin ribuan pemain dalam waktu bersamaan bergabung da-lam satu game yang sama, melakukan permain-an atau menjalani misi-misi bersama dan mem-bentuk semacam komunitas virtual dalam game tersebut. Contoh-contoh MMORPG antar lain Ragnarok Online (RO), World Of Warcraft (WoW), RF Online (RFO), dan lain sebagainya.

Indonesia juga terkena pengaruh perkem-bangan online game ini. Hal ini bisa dilihat dengan menjamurnya warnet-warnet yang juga menye-diakan fasilitas untuk memainkan online game tersebut di atas. Seiring semakin banyaknya jumlah pemain MMORPG beberapa tahun bela-kangan ini muncul fenomena baru yang sangat menarik untuk diamati. Fenomena tersebut ada-lah perdagangan benda-benda virtual dari game yang ditransaksikan dengan uang virtual mau-pun dalam mata uang sebenarnya. Salah satu contoh MMORPG yang dijadikan studi kasus dalam penelitian ini adalah game Rising Force online (RF online)

i. struktur Dalam Game RF OnlineA. Storyline Game RF Online bercerita tentang persaing-

an 3 ras yaitu Accretia, Bellato, dan Cora da-lam memperebutkan pusat tambang mine ral di Planet Novus yang bernama Holystone. Holystone adalah mineral yang digunakan sebagai bahan baku untuk membuat sen-jata dan berbagai produk hasil teknologi ma sing-masing bangsa. Bangsa yang me-nguasai Holystone akan memiliki kekuatan untuk menaklukkan bangsa lain di planet Novus tersebut.

B. Gameplay Dalam game ini, pemain akan memiliki kes-

empatan untuk memilih karakter dari bang-sa apa yang akan mereka mainkan. Pemain

09-perdagangan.indd 166 12/14/2012 9:15:22 AM

Page 90: UltimArt Vol v No.2 Desember 2012

Perdagangan Benda Virtual dalam MMORPG Rising Force Online DESI DWI KRIStANto, M.Ds. 167

dapat memilih bermain sebagai bangsa yang terbagi atas 3 kelompok.

1. Accretia, bangsa ini berbentuk robot dengan ukuran diatas rata-rata manu-sia. Kekuatan bangsa Accretia adalah kemampuan khusus rasnya yang dapat menggunakan senjata roket yang disebut Striker dengan perlengkapan tambahan bernama Siege Kit.

2. Bellato, ras yang berbentuk manusia de-ngan ukuran kecil, namun memiliki ke-unggulan di bidang teknologi. Keung-gulan teknologi bangsa Bellato adalah kendaraan tempur berbentuk robot yang disebut Massive Armor Units (MAU).

3. Cora, karakter ini adalah ras yang berben-tuk peri. Kekuatan bangsa Cora adalah kemampuan mereka untuk mengenda-likan kekuatan alam sebagai sihir untuk melumpuhkan atau menyerang lawan. Bangsa Cora juga memiliki kekuatan spir-itual berwujud makhluk yang disebut animus dengan kemampuan perang (Isis dan Hecate), bertahan (Paimon), dan pe-nyembuh (Inana)

kekuatan atau atributnya, dan prestasinya dalam perang antarbangsa yang ditunjukkan melalui nilai Contribution Point (CPt) dan PvP Point.

Untuk mencapai level yang tinggi pemain harus mengumpulkan sejumlah EXPerience point (EXP) dengan cara menyelesaikan bebe-rapa buah misi/quest atau mengalahkan monster dalam jumlah tertentu. Seorang pemain harus melakukan serangan sesuai dengan nilai status yang terdapat pada monster tersebut. Serangan dapat dilakukan dengan menggunakan senjata, skill/magic, maupun tembakan dari MAU. Mon-ster yang ada dalam game RF online terdiri dari beragam jenis dan juga memiliki level tertentu. Semakin tinggi level monster juga berarti lebih sulit dikalahkan dan membutuhkan syarat level, equipment, serta skill karakter yang lebih tinggi pula.

Semakin besar selisih level monster yang dikalahkan dengan level karakter maka semakin besar pula EXP yang dikumpulkan pemain se-hingga pemain akan lebih cepat meningkatkan level karakternya. Akan tetapi sistem dalam game sudah diatur demi menjaga keseimbangan dimana seorang pemain hanya bisa mendapat-kan EXP maksimal dari monster dengan jarak 10 level di atas level karakternya. Sebagai con-toh seorang pemain dengan level 30 hanya akan memperoleh EXP dari monster sampai level 40. Status sebuah monster akan ditampilkan dengan simbol seperti dalam gambar berikut.

Gambar 1 Ras dalam game Rising Force Online

Secara garis besar seperti MMORPG pada umumnya, gameplay dalam RF online menuntut pemain untuk meningkatkan status dan atribut karakter melalui levelnya maupun equipment yang dikenakannya, sehingga dapat mengalah-kan karakter pemain lain dalam pertarungan. Atribut karakter akan ditentukan oleh kekuatan fisik karakter, tingkat skill, dan kekuatan equip-ment yang digunakannya. Status sebuah karak-ter akan ditentukan dari tingkat levelnya, status

Gambar 2 Status dan level monster

Hal yang menjadi ciri khas game ini adalah perang antarbangsa dalam memperebutkan chip Holystone yang disebut Chip War (CW). Perang ini diadakan setiap 8 jam. Dalam CW, ketiga bangsa akan beradu strategi dalam menghancur-kan chip bangsa lain dan membawa chip tersebut ke pusat area tambang yang disebut Crag Mine (CM). Bangsa yang berhasil membawa chip ke

09-perdagangan.indd 167 12/14/2012 9:15:22 AM

Page 91: UltimArt Vol v No.2 Desember 2012

168 Perdagangan Benda Virtual dalam MMORPG Rising Force Online Vol V, 2012

CM akan menguasai tambang mineral sampai masa CW berikutnya. Dengan menguasai CM berarti bangsa pemenang akan berhak untuk melakukan penambangan mineral di CM. Hasil tambang tersebut akan dapat digunakan untuk membuat equipment dan juga meningkatkan atau meng-upgrade kekuatannya

Setiap bangsa dipimpin oleh seorang Race Leader atau disebut Archon yang akan dipilih se-tiap 7 hari. Pemain yang karakternya terpilih se-bagai Archon akan memiliki kekuatan tambahan dan kemampuan untuk menggunakan equipment khusus sebagai pemimpin bangsanya. Seorang Archon akan memiliki hak untuk menentukan pajak atas transaksi barang-barang yang dilaku-kan melalui lelang atau pasar. Selain itu Archon juga akan menerima uang dari bangsa yang ka-lah dalam CW. Archon bertugas untuk memimpin bangsanya dalam CW. Archon juga berhak untuk menentukan wakilnya yang disebut Consul de-ngan pembagian tugas khusus.

Selain adanya Archon, beberapa pemain juga dapat membuat kelompok kecil yang disebut guild dipimpin oleh Guild Master. Dalam guild, para pemain bisa melakukan berbagai macam kegiatan bersama-sama seperti leveling, berburu monster, menyelesaikan misi khusus, dan juga saling bertukar atau melakukan jual beli equip-ment.C. Character Karakter dalam RF online terdiri atas 3 yaitu

karakter pemain yang dibuat ketika memu-lai permainan, Non-Player Character (NPC) atau karakter pembantu yang tidak bisa di-mainkan dan yang ketiga adalah monster.

D. World Map World map adalah peta di mana game terse-

but akan dimainkan. Pada umumnya world map terdiri atas beberapa bagian dan pe-main bisa berpindah-pindah dari map satu ke map lainnya tergantung ke giatan apa yang sedang pemain lakukan.

Game RF Online memiliki beberapa map yang dapat dimasuki seluruh bangsa dan menjadi tempat berperang serta map netral

dimana tiap bangsa dapat bertemu namun tidak dapat saling menyerang.

E. Item Seperti umumnya terdapat dalam MMORPG

lainnya, Item dalam RF online adalah ben-da-benda yang bisa pemain temukan selama bermain dalam dunia nya. Item tersebut bisa berupa baju, senjata, atau benda-benda lain yang bisa membantu karakter dalam game. Item bisa diupgrade dengan persyaratan ter-tentu. Misalnya senjata di-upgrade agar men-jadi lebih kuat.

F. Skill Skill atau kemampuan khusus tiap karakter.

masing-masing bangsa memiliki skill yang berbeda-beda juga. Ada skill dasar yang didapat sejak karakter pemain mulai dibuat dan ada juga skill lanjutan yang baru bisa pemain peroleh setelah mereka melewati ta-hap-tahap latihan atau setelah mereka men-capai level tertentu.

G. Quest/Mission Quest adalah misi-misi yang harus dikerja-

kan pemain selama dalam game. Ada quest yang harus dilakukan untuk menaik kan le-vel karakter, ada juga quest yang harus di-kerjakan bersama-sama dengan pemain lain.

Masing-masing karakter memiliki level dan skill yang akan semakin meningkat apa-bila menyelesaikan quest atau meng alahkan monster dalam jumlah tertentu.

Setiap menyelesaikan Quest pemain akan mendapatkan hadiah atau reward. Reward bisa berupa tambahan EXP, tambahan skill points dan item langka. Jenis Quest yang lebih banyak dicari adalah Quest yang memberi-kan item langka sebagai hadiahnya.

H. Trade/Ekonomi Sistem trade atau pertukaran item dalam

game hampir sama dengan perdagangan di dunia nyata. Antar pemain bisa berjual beli apapun dalam game berupa barang mau-pun jasa.Untuk perdagangan ini biasanya masing-masing game memiliki satuan mata uang tertentu.

09-perdagangan.indd 168 12/14/2012 9:15:22 AM

Page 92: UltimArt Vol v No.2 Desember 2012

Perdagangan Benda Virtual dalam MMORPG Rising Force Online DESI DWI KRIStANto, M.Ds. 169

Pembahasan

I. Elemen Penarik Minat Sisi menarik dalam RF online seperti halnya

game MMORPG lainnya lebih menekankan pada interaksi antar satu pemain dengan pemain lainnya. Bentuk interaksi yang ada juga dapat ditemukan dalam kehidupan sehari-hari seperti pembagian tugas sesuai dengan job karakter dalam menyelesaikan misi untuk meningkatkan level maupun dalam berperang dengan bangsa lain. Game-play yang digunakan dalam game RF on-line juga sangat sederhana dimana pemain cukup mengalahkan monster dalam jumlah tertentu untuk meningkatkan levelnya.

Tantangan dalam meningkatkan level ada-lah target jumlah monster yang harus dikalah-kan sangat banyak. Di level awal jumlahnya masih bisa belasan atau puluhan, akan tetapi di level tinggi bisa mencapai ratusan. Banyak pe-main yang berpikir semakin tinggi level karak-ter maka akan semakin mudah untuk mengalah-kan monster, tetapi ternyata untuk tetap bisa mening katkan level karakter mereka juga harus mengalahkan monster yang levelnya lebih tinggi juga dalam jumlah yang jauh lebih banyak. Se-hingga kalau di level-level awal pemain hanya butuh satu hari untuk naik 10 level, di level ting-gi pemain bisa saja menghabiskan berhari-hari bahkan berminggu-minggu untuk naik 1 level.

Sistem leveling demikianlah yang membuat RF online jadi menarik. Dengan bentuk per-mainan yang hanya ‘hack & slash + skill’ tidak menuntut keterampilan khusus dari pemain. Yang harus dilakukan pemain hanyalah me-ngulang-ulang proses bermain yang sama yaitu kombinasi gerak dan serangan. Hanya saja makin tinggi level monster yang harus dihada-pi, waktu yang dibutuhkan semakin lama dan pengulangan prosesnya lebih banyak. Selain itu untuk beberapa quest yang harus dilakukan bersama dengan pemain lain, yang dibutuhkan adalah komunikasi, koordinasi dan strategi ber-main bersama.

Sebagaimana sifat alami dari manusia yang selalu ingin meningkatkan dirinya, sistem lev-eling dalam RF online adalah salah satu alasan munculnya efek kecanduan dari pemain. Pengu-langan-pengulangan proses dalam bermain RF online memberikan rasa penasaran kepada pe-main. Peningkatan level kesulitan yang sedikit demi sedikit membuat pemain tidak sadar bah-wa semakin lama mereka bermain maka tubuh mereka akan semakin terbiasa mengulang-ulang proses bermainnya. Dan ketika pengulangan ini sudah mencapai tingkat tertentu maka pemain akan masuk ke tahap kecanduan yang sulit un-tuk berhenti dari bermain game.

Daya tarik lain dari RF online adalah ke-mampuan untuk meng-upgrade. Upgrade bisa dilakukan pada hampir semua elemen yang terdapat pada karakter pemain. Leveling karak-ter adalah salah satunya. Hal lain adalah meng-upgrade item yang dimiliki karakter pemain. Item-item ini sebenarnya bisa saja didapat den-gan mudah yaitu dengan membeli pada NPC yang tersebar di setiap World Map dalam game. Akan tetapi pada umumnya pengembang game membuat satu sistem reward bagi pemain ketika mereka menyelesaikan suatu misi atau berha-sil mengalahkan monster maka mereka akan mendapatkan item tertentu yang disebut drop item. Drop item ini bisa berupa macam-macam pakaian, senjata atau benda pendukung yang bisa menigkatkan performa karakter pemain.

Ada juga item biasa yang sebenarnya sama dengan item yang bisa dibeli di NPC tetapi memiliki kelebihan khusus misalnya senjata dengan kekuatan yang dua kali lipat lebih besar atau baju yang lebih kuat. Akan tetapi item-item seperti itu biasanya memiliki kemungkinan yang kecil dan sangat jarang diperoleh sehingga bisa disebut sebagai rare item.

Upgrade barang juga bukan hal yang mudah untuk dilakukan. Sistem upgrade dalam game biasanya memberikan syarat kepada pemain untuk mengumpulkan beberapa buah item yang harus digabungkan ketika akan melakukan pro-ses upgrade. Ketika semua barang sudah lengkap pun tidak menjamin 100% proses upgrade akan berhasil. Dan bila gagal ada kemungkinan ben-

09-perdagangan.indd 169 12/14/2012 9:15:22 AM

Page 93: UltimArt Vol v No.2 Desember 2012

170 Perdagangan Benda Virtual dalam MMORPG Rising Force Online Vol V, 2012

Gambar 3 Sistem upgrade dalam RF Online

Item-item yang termasuk rare item tersebut sangat dicari oleh para pemain RF online, ka-rena selain akan membantu meningkatkan ke-mampuan skill karakter juga sangat berguna ketika dipakai untuk mengalahkan monster, ber-tarung, atau menyelesaikan misi. Sebagai contoh satu karakter yang menggunakan senjata pedang level 10 standar butuh 10 kali menyerang untuk mengalahkan monster. Bila satu serangan meng-habiskan 1 detik maka untuk mengalahkan 100 monster maka akan butuh waktu sekitar lebih dari 16 menit. Sedangkan bila menggunakan senjata level 10 jenis rare item waktu yang dibu-tuhkan bisa jadi hanya setengahnya.

Kecepatan pemain dalam mengalahkan monster dan menyelesaikan misi adalah hal yang sangat diperhatikan oleh developer game. Bagi pengelola RF online, semakin lama se-orang pemain memainkan game mereka berarti semakin sukses game tersebut di pasaran. Arti-nya semakin lama pemain bermain maka akan semakin besar pula pendapatan pengelola RF online. Karena itu untuk setiap tahap pemain akan mendapatkan fasilitas-fasilitas yang mem-bat mereka merasa ‘nyaman’ dalam bermain dan menjadi terikat dengan gamenya.

Fasilitas di sini tidak bicara tentang ruang-an yang nyaman atau komputer yang canggih

tetapi fasilitas berupa kemudahan-kemudahan dalam bermain game. Misalnya untuk level-level pemain akan sangat mudah meningkatkan levelnya. Semakin tinggi akan semakin sulit naik tetapi pemain akan mendapatkan item-item atau bonus fasilitas lain yang akan mempermudah pemain untuk meningkatkan level. Fasilitas bisa juga berupa paket khusus atau benda-benda da-lam game akan tetapi untuk mendapatkannya pemain harus membeli dengan voucher khusus yang dijual oleh pengelola RF Online.

Contoh kasusnya dalam game RF Online, lyto sebagai pemegang lisensi game tersebut di Indonesia menjual voucher yang dapat memban-tu pemain mendapatkan kecepatan naik level 2 kali lebih cepat dan memperoleh drop item 2 kali lebih banyak. Voucher ini tidak dijual dalam game tetapi dijual dalam arti sebenarnya yaitu bisa dibeli dengan uang asli melalui agen-agen khusus.

Bagi pemain, biaya yang harus mereka ke-luarkan berarti sebanding dengan lama mereka bermain dan kepuasan yang diperoleh. Kepuas-an pemain bisa diukur berdasarkan kecepat-an mencapai level, kemampuan mereka dalam game, dan juga besarnya biaya yang mereka keluarkan selama bermain. Umumnya pemain ingin mencapai level yang tinggi dalam waktu lebih cepat karena dengan mereka bermain lebih cepat berarti biaya yang harus mereka keluar-kan juga lebih sedikit. Strategi pengelola game dengan menjual voucher-voucher tersebut seolah-olah memenuhi permintaan para pemain game. Akan tetapi sebenarnya hal itu tidak mungkin terjadi. Pemain berpikir dengan membeli vouch-er tersebut mereka mendapatkan keuntungan bisa menghemat waktu dan juga biaya, tetapi ke-nyataannya yang pemain dapatkan sebenarnya hanya salah satu dari keduanya yaitu waktu. Hal ini bisa terjadi karena sebenarnya pemain sudah membayar di muka untuk pengalaman bermain yang sebenarnya baru mereka dapatkan di masa depannya.

Berkaitan dengan fenomena perdagangan benda virtual dalam RF Online, strategi pen-jualan voucher seperti tersebut di atas adalah

da-benda tersebut akan rusak atau hilang sama sekali. Sistem ini juga menyebabkan item-item hasil upgrade juga tergolong sebagai rare item.

09-perdagangan.indd 170 12/14/2012 9:15:22 AM

Page 94: UltimArt Vol v No.2 Desember 2012

Perdagangan Benda Virtual dalam MMORPG Rising Force Online DESI DWI KRIStANto, M.Ds. 171

salah satu bentuk perdagangan benda virtual yang dilakukan antara pengelola RF online de-ngan pemain gamenya. Yang dijual dalam tran-saksi ini sebenarnya adalah sesuatu yang tidak nyata dan hanya terdapat dalam game yang bisa juga termasuk kategori jasa atau dalam contoh kasus di atas pengelola RF online menjual jasa mereka untuk memberikan hak kepada pemain untuk bisa mendapatkan fasilitas-fasilitas yang terdapat dalam game yang mereka mainkan. Akan tetapi bagi pemain ketika mereka menda-patkan sebuah fasilitas yang akhirnya bisa me-reka bawa ke dalam permainan dalam bentuk ‘item’ atau ‘skill’ maka mereka sudah mendapat-kan sebuah ‘barang’.

Perdagangan jenis seperti dibahas di atas ter-masuk dalam kategori legal karena telah diinfor-masikan secara terbuka kepada semua kalang an pemain game dan menggunakan media-media informasi publik. Akan tetapi ada juga jenis per-dagangan virtual yang sebenarnya termasuk da-lam kategori ilegal. Perdagangan ilegal dalam RF online terjadi bila pemain memperjualkan barang atau jasa dalam game dengan menggu-nakan uang nyata. Munculnya fenomena perda-gangan virtual ini berkaitan langsung dengan sistem dalam gamenya sendiri.

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, dalam game pemain bisa menemukan benda-benda rare atau langka yang sangat berguna. Pemain bisa mentransaksikan item-item tersebut dengan bentuk virtual yang artinya transaksi ini hanya terjadi dalam game dalam game saja. Akan tetapi ada juga pemain baik secara per-orangan maupun kelompok yang memperjual-belikan benda-benda tersebut menggunakan mata uang nyata.

J. Pengaruh Sistem Game Terhadap Pemain Sistem game membuat seorang pemain

sangat sulit untuk memperoleh rare item sehingga untuk bisa memperbesar peluang mendapatkannya mereka harus bermain dalam waktu yang lebih lama yang berarti mereka harus membayar lebih besar. Un-tuk satu jenis barang kemungkinannya bisa

mencapai 1:200, artinya untuk mendapatkan 1 item tiap pemain harus bersaing dengan 200 pemain lainnya. Probabilitas ini dapat berubah secara acak. Dan probabilitas ini sifatnya hampir sama dengan perjudian. Se-mentara sebagian pemain kesulitan menda-patkan item tersebut, ada pemain lain yang justru beruntung bisa mendapatkannya.

Karena perbedaan tersebut, ketika satu pe-main mendapatkan item tertentu maka item terse-but biasanya memiliki nilai jual tinggi. Di sinilah pemain memiliki kesempatan untuk menjual item yang diperolehnya dalam game. Bisa saja dijual dengan mata uang game atau ditukarkan dengan item lain dalam game atau diperjualbeli-kan dalam mata uang asli.

Selain memperjualbelikan item ada juga yang memperdagangkan mata uang game. Da-lam game pada umumnya mata uang ada dua macam, yang pertama adalah mata uang biasa contohnya dalam game RF online mengguna-kan satuan CP, Dallant, dan Disena. Mata uang jenis ini paling banyak digunakan untuk berjual beli item seperti senjata, baju atau item pendu-kung lain. Jenis lain mata uangnya adalah gold atau emas. Nilai gold lebih tinggi dari mata uang biasa dan hanya digunakan untuk membeli atau menjual item-item khusus. Mata uang biasa bisa ditukarkan menjadi gold maupun sebaiknya dengan nilai tukar tertentu yang dapat berubah-ubah sesuai kondisi perekonomian dalam game. Mata uang virtual ini memiliki nilai jual ka rena seorang pemain bisa menghabiskan banyak waktu untuk memperolehnya.

Contohnya suatu ketika seorang pemain A ingin membeli item senilai 1 juta mata uang bangsanya. Setiap pemain mengalahkan satu monster dia akan mendapatkan drop item senilai 10.000. Artinya untuk mendapatkan uang untuk membeli item tersebut, maka pemain harus me-ngalahkan 100 monster. Sedangkan di saat ber-samaan ada pemain B dalam server yang sama memiliki uang senilai 1 juta dan bersedia men-jual kepada pemain A asal mau menukarkannya dalam bentuk rupiah atau dollar. Bila pemain A

09-perdagangan.indd 171 12/14/2012 9:15:22 AM

Page 95: UltimArt Vol v No.2 Desember 2012

172 Perdagangan Benda Virtual dalam MMORPG Rising Force Online Vol V, 2012

setuju maka mereka akan mengatur janji untuk bertemu di satu lokasi misalnya warnet dan ke-mudian terjadilah transaksi tersebut. transaksi ini bisa dilakukan secara tunai maupun non-tunai. Untuk server game lokal biasanya dilaku-kan secara tunai dan seringkali hanya terbatas di satu lingkungan tertentu misalnya di satu kota atau di satu kampus yang sama.

obyek lain yang bisa diperjualbelikan ada-lah karakter atau ID/avatar pemain. Seperti te-lah dibahas sebelumnya, untuk mencapai level karakter tertentu dibutuhkan waktu yang sangat lama dan biaya yang banyak. Ada juga jenis pe-main yang sebagian besar kegiatan sehari-hari-nya adalah pemain game ‘profesional’. Pemain jenis ini bisa 24 jam online dan bermain game terus menerus. Biasanya mereka memiliki ke-terampilan tersendiri dalam bermain. Misalnya bisa mencari trik-trik untuk mempercepat level-ling dan tahu bagaimana bisa memperoleh rare item dengan mudah. Bila pemain normal butuh lebih dari 1 minggu untuk memcapai karakter level tinggi, pemain ‘profesional’ ini bisa saja hanya butuh 2-3 hari untuk mencapai level yang sama. Setelah karakter yang mereka mainkan mencapai level tertentu mereka bisa tawarkan untuk dijual kepada pemain lain dengan me-nyerahkan UserID dan password karakter. Jual beli karakter game ini biasanya dilakukan de-ngan menggunakan mata uang asli seperti ru-piah atau dollar. Karakter yang memiliki level tinggi, banyak skill dan rare item yang tersimpan dalam inventory-nya akan memiliki nilai jual yang semakin tinggi.

Bagi pembelinya satu karakter bisa memi-liki nilai tinggi karena dengan membeli karak-ter yang ‘sudah jadi’ maka mereka tidak perlu menghabiskan waktu lama untuk menaikkan level, dan setelah memiliki karakter level tinggi tersebut maka pemain bisa lebih kuat ketika ber-tarung dengan karakter lain dalam game. Hal ini mungkin terjadi karena salah satu kepuasan yang dicari oleh pemain adalah ketika mereka bisa mengadu kekuatan dan bisa mengalahkan pemain lainnya dalam game.

Ilustrasi-ilustrasi di atas adalah bentuk sederhana yang bisa terjadi dalam perdagangan

melalui RF online. Ada lagi fenomena yang lebih menarik dalam perdagangan benda virtual ini. Contohnya dapat kita temui pada game World of Warcraft (WoW) di server internasionalnya. Da-lam komunitas pemain WoW nilai gold bisa di-tukarkan dengan rupiah atau dollar yang sangat tinggi. Akan tetapi untuk bisa bermain di server internasional pemain harus membeli voucher langganannya senilai Rp. 250.000 sebulan.

Berdasarkan pengamatan penulis, di server internasional WoW 10 gold bisa setara dengan US $ 1. Sedangkan di server lokal nilainya bisa sekitar Rp. 5000,-/10 gold. Sehingga bila kita bermain di server internasional dengan menjual 1000 gold maka kita bisa mendapatkan sekitar US $100 atau hampir satu juta tupiah. Bagi seorang pemain profesional, mereka rata-rata hanya bu-tuh 3-4 hari untuk mendapatkan gold senilai tersebut. Sayangnya untuk pemain MMORPG di Indonesia belum semua bisa menikmati kesem-patan ini karena transaksi dalam game ini harus menggunakan kartu kredit karena melibatkan jaringan pemain internasional. Sedangkan bagi orang Indonesia, yang memiliki kartu kredit bi-asanya hanyalah kelompok menengah ke atas saja.

Hal ini yang ditangkap sebagai peluang bisnis oleh beberapa orang. Apabila ada orang yang memiliki sebuah rumah dan modal untuk membeli beberapa perangkat komputer lengkap de ngan koneksi internet serta bisa membeli be-berapa UserID untuk bermain WoW, maka dia sudah bisa membuat game center yang biasa di-sebut farming house atau FH. Kalau FH sudah siap maka pemilik modal bisa merekrut beberapa pe-main game ‘profesional’ yang tugasnya sehari-hari adalah bermain game di FH tersebut dengan jam kerja layaknya karyawan kantor profesional dan dengan target untuk mengumpulkan sejum-lah gold dalam waktu tertentu. Misalnya seorang pemain ditargetkan untuk mengumpulkan 2000 gold dalam sau minggu oleh pemilik FH. Sete-lah terkumpul pemain harus menyerahkan gold tersebut ke inventori karakter pemilik FH un-tuk kemudian dijual ke pasar internasional oleh pemiik FH. Umumnya FH akan mengambil 20-

09-perdagangan.indd 172 12/14/2012 9:15:23 AM

Page 96: UltimArt Vol v No.2 Desember 2012

Perdagangan Benda Virtual dalam MMORPG Rising Force Online DESI DWI KRIStANto, M.Ds. 173

30 % hasil penjualan gold tersebut sebagai biaya jasa. Sedangkan sisanya adalah upah kerja untuk pemainnya.

Sistem perdagangan seperti ini sebenarnya dilarang oleh para pengelola MMORPG karena membuka peluang terjadinya penipuan oleh para pelakunya. Beberapa pengelola MMoR-PG melarang keras transaksi item virtual de-ngan uang sungguhan. Bahkan Blizzard sebagai pemilik game WoW memberikan sanksi keras berupa ban atau pemblokiran ID dan IP address secara permanen kepada pemain yang tertang-kap melakukan transaksi ini. Akan tetapi hing-ga sekarang fenomena ini tetap saja terjadi di kalang an pemain MMORPG.

tingkat kejahatan melalui game saat ini sa-ngat tinggi. Ada kejahatan yang melibatkan uang virtual dalam game dan ada juga yang menggu-nakan uang sungguhan. Modus penipuannya ada beberapa cara. Yang pertama dan paling sederhana adalah dengan memalsukan item-item yang akan ditransaksikan. Misalnya ketika ditawarkan adalah item A dengan spesifikasi A, tetapi ketika ditransaksikan item tersbut diubah dengan item A dengan spesifikasi B yang kuali-tasnya lebih rendah dari harga jualnya. Penipuan seperti ini biasanya bisa dilakukan kepada Game Master (GM) dan pelaku bisa di-ban akan dan transaksi bisa dibatalkan. tetapi banyaknya ke-jadian seperti ini membuat pembatalan transaksi oleh GM tersbut tidak mungkin bisa selalu ter-jadi. Sehingga umumnya sanksi maksimal hanya ban kepada pelaku penipuan.

Modus penipuan yang lebih bahaya lagi ada-lah bila transaksi dilakukan dengan mengguna-kan uang sungguhan. terutama bila pembayaran dilakukan dengan memakai kartu kredit. Dalam dunia online saat ini istilah hacking atau card-ing bukanlah hal yang asing lagi yaitu dengan membajak atau menggunakan kartu kredit mi-

lik orang lain untuk melakukan transaksi online. Metode ini juga sering dilakukan untuk melaku-kan transaksi benda virtual dalam MMORPG dengan korban kejahatan bisa menimpa pemilik kartu kredit manapun. Bentuk kejahatan ini su-dah termasuk dalam cyber crime yang sudah me-libatkan jaringan inernasional yang sangat luas. Sanksi untuk pelaku cyber crime ini bisa berupa hukuman pidana dan hukumannya bisa sangat berat.

KesimpulanPerdagangan benda virtual dalam MMORPG seperti RF online sisi lain yang turut berkem-bang seiring dengan semakin menjamurnya game-game online. Di satu sisi hal ini menjadi nilai tambah karena memberikan peluang usaha baru, akan tetapi di sisi lain juga mendatangkan ancaman bagi pemain MMORPG karena adanya celah dalam peraturan yang tidak didukung oleh program dalam gamenya sendiri. Pengelola dan publisher MMORPG berperan dalam menangani lalu lintas perdagangan benda virtual ini agar tidak merugikan pengguna. Sedangkan bagi de-veloper MMORPG harus mempertimbangkan bagaimana sistem dalam game dapat memberi-kan kesempatan bagi pengguna untuk bertran-saksi secara aman.

Daftar PustakaAdams, E. (2003). Break Into The Game Industry.

California: McGraw-Hill.Meigs, t. (2003). Ultimate Game Design. Califor-

nia: McGraw-Hill/Osborne.Mulligan, J., & Patrovsky, B. (2003). Developing

Online Games: An Insider’s Guide . USA: New Riders Publishing.

.

09-perdagangan.indd 173 12/14/2012 9:15:23 AM

Page 97: UltimArt Vol v No.2 Desember 2012

Ultimart, Vol. V, Nomor 2, Desember 2012 ISSN 1979-0716

1. Artikel berasal dari kata Latin ”articulus” yang berarti: bagian atau pasal (dalam suatu karya tulis). Dengan demikian, artikel untuk jurnal UltimaCom ialah bagian dari hasil penelitian atau yang setara dengan hasil penelitian (artikel konseptual) di bidang ilmu seni dan desain.

2. Artikel ditulis dalam bahasa Indonesia dan atau Inggris yang baik dan benar (SPOK), panjang artikel 7.000 – 8.000 kata (setara dengan 20 - 25 halaman kertas A-4 spasi ganda), dilengkapi abstrak dalam bahasa Inggris (75-100 kata) dan kata-kata kunci dalam bahasa Inggris (maksimal 6 kata).

3. Tata cara pengutipan dianjurkan meng guna kan catatan perut yang memuat: nama belakang penulis, tahun dan halaman dan ditulis dalam kurung (name – date).

Contoh Satu Penulis : (Miller, 2005:11) Artinya, kutipan tersebut mengacu pada karya Katherine Miller yang terbit pada 2005, halaman

11. Lebih dari tiga penulis : (Fidler, dkk., 2010:325)4. PenulisandaftarpustakamenggunakangayaHarvardCitationStyle:Namabelakang,nama

depan. Tahun Penerbitan. Judul Buku (cetak miring). Kota: Penerbit. Contoh: Penulis (dibalik, kecuali Tahun terbitan Judul buku Tempat/kota penerbit Nama penerbit Cina, Korea, dan Batak)

Levine,StevenZ.2008.A Guide for the Arts Student. New York: I.B. Tauris & Co. Ltd

5. Biodata singkat penulis dan identitas penelitian dicantumkan sebagai catatan kaki pada halam-an pertama naskah dengan poin huruf lebih kecil dibandingkan badan naskah.

6. Artikel juga dapat dikirimkan dalam bentuk softcopydalamMicrofoftWorddenganformatRTFmenggunakanjenishurufTimesNewRoman,font 12.

7. Artikel hasil penelitian memuat: (1) Judul, (2) Nama penulis (tanpa gelar), (3) Abstrak (dalam ba-hasa Inggris), (4) Kata kunci (dalam bahasa Inggris), (5) Pendahuluan (tanpa sub judul, memuat latar belakang masalah, dan sedikit tinjauan pustaka serta tujuan penelitian), (6) Me todologi Penelitian, (7)HasilPenelitian, (8)Pembahasan, (9)SimpulandanSaran, (10)DaftarPustaka(hanya memuat pustaka yang dirujuk dalam artikel).

8. Artikel konseptual memuat: (1) Judul, (2) Nama penulis (tanpa gelar), (3) Abstrak (dalam ba-hasa Inggris), (4) Kata kunci (dalam bahasa Inggris), (5) Pendahuluan (tanpa sub judul), (6) Subjudul-subjudul(sesuaikebutuhan),(7)Penutup,(8)DaftarPustaka(hanyamemuatpustakayang dirujuk dalam artikel).

9. Print-out artikel dan softcopy dikirimkan paling lambat 1 bulan sebelum penerbitan kepada:RedaksiJurnalUltimArt

Fakultas Seni dan Desain, UniversitasMultimediaNusantaraJl.Boulevard,GadingSerpong

Telp. (021) 5422 0808; Fax. (021) 5422 0800Email: [email protected], [email protected], [email protected]

10. Kepastian pemuatan atau penolakan naskah akan diberitahukan baik secara lisan maupun tu-lisan. Penulis yang artikelnya dimuat akan mendapat honorarium yang pantas dan nomor bukti pemuatan sebanyak tiga eksemplar. Adapun artikel yang tidak dimuat, tidak dikembalikan, ke-cuali atas permintaan penulis.

GAYA SELINGKUNG DAN SYARAT PEMUATAN ARTIKEL

JURNAL ULTIMART

10-gaya selingkung.indd 174 12/14/2012 12:03:39 AM