vol. 5 no. 2, desember tahun 2017

85
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Badan Penelitian, Pengembangan dan Inovasi Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan Perbenihan Vol. 5 No. 2, Desember Tahun 2017 JURNAL Tanaman Hutan Tanaman Hutan p-ISSN 2354-8568 e-ISSN 2527-6565

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

9 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Vol. 5 No. 2, Desember Tahun 2017

Kementerian Lingkungan Hidup dan KehutananBadan Penelitian, Pengembangan dan Inovasi

Balai Penelitian dan PengembanganTeknologi Perbenihan Tanaman Hutan

Perbenihan

Vol. 5 No. 2, Desember Tahun 2017

JURNALTanaman HutanTanaman Hutan

p-ISSN 2354-8568e-ISSN 2527-6565

Page 2: Vol. 5 No. 2, Desember Tahun 2017

p-ISSN 2354-8568e-ISSN 2527-6565

JURNAL PERBENIHAN TANAMAN HUTANVol.5 No.2, Desember 2017

JURNAL PERBENIHAN TANAMAN HUTAN adalah publikasi ilmiah resmi dari Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan. Jurnal ini menerbitkan tulisan hasil penelitian berbagai

aspek perbenihan tanaman hutan, meliputi: pengelolaan, ekologi benih, kebijakan dan sosial ekonomi perbenihan. Dengan frekuensi terbit dua kali setahun.

Penanggung JawabKepala Badan Penelitian, Pengembangan dan Inovasi

Wakil Penanggung JawabKepala Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan

Dewan Redaksi Ketua Merangkap AnggotaDr. Ir. Yulianti Bramasto, M.Si

(Silvikultur) Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan,

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan , Indonesia

Anggota Dr. Dra. Dida Syamsuwida, M.Sc

(Silvikultur / Produksi Benih) Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan,

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan , Indonesia

Dr. Dede Jajat Sudrajat, S.Hut, MT

(Silvikultur / Teknologi Benih) B alai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan,

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan , Indonesia

Dr. Drs. Agus Astho Pramono, M.Si

(Silvikultur / Ekologi Benih) Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan,

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan , Indonesia

Prof. Riset. Dr. Ir. Nina Mindawati, M.Si

(Silvikultur) Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan, Badan Penelitian, Pengembangan dan Inovasi,

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan , Indonesia

Prof. Riset. Dr. Ir. Budi Leksono, MP

(Pemuliaan)

Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknogi dan Pemuliaan Tanaman Hutan

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan , Indonesia

Mitra Bestari

Dr. Ir. Supriyanto

(Fisiologi Pohon)

Institut Pertanian Bogor, Indonesia

Prof. Dr. Ir. Iskandar Zulkarnaen Siregar, M.Sc.F.Trop (Genetik) Institut Pertanian Bogor, Indonesia

Dr. Ir. Muhdin, M.Sc

(Statistika)

Institut Pertanian Bogor, Indonesia

Dr. Ir. Trimuji Ermayanti

(Biotek)

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Indonesia

Prof. Dr. Ir. Sri Wilarso Budi R, MS

(Silvikultur)

Institut Pertanian Bogor, Indonesia

Dr. Darwo

(Silvikultur, Pembibitan, Pengelolaan Hutan Alam dan Hutan Tanaman) Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan, Badan Penelitian, Pengembangan dan Inovasi, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Indonesia

Dr.Ir. Nurul Khumaida, M.Si

(Silvikultur)

Institut Pertanian Bogor(IPB), Indonesia

Prof.Dr. Ir. Nurheni Wijayanto, MS

(Ilmu Agroforestri) Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor

(IPB), Indonesia

Dr.Ir. Arum Sekar Wulandari, MS

(Mikrobiologi, Kultur Jaringan

dan Bioteknologi Hutan) Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor

(IPB), Indonesia

Copyeditor

Ir. Danu, M.Si (Produksi Benih) Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan,

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan , Indonesia

Ratna Uli Damayanti, S.Hut, M.Si (Kultur jaringan, Bioteknologi) Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan,

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan , Indonesia

Redaksi Pelaksana Ketua

Merangkap Anggota

Rudy Suryadi, S.Hut

Sekretariat Dewan Redaksi

Tri Astuti Wisudayati, S.E, M.S.E Yulia Pranawati, A.Md

Diterbitkan oleh

Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan Badan Penelitian, Pengembangan dan Inovasi

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Terbit Pertama kali Agustus 1996 dengan judul Tekno Benih (ISSN 1410-1157), sejak Agustus 2003 berganti judul menjadi Info Benih (ISSN 1693-5314),

dan sejak Agustus 2013 berganti judul menjadi Jurnal Perbenihan Tanaman Hutan (ISSN 2354-8568) Alamat

Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan Jl. Pakuan Ciheuleut P0 Box 105 Bogor, Telp./fax : (0251)8327768 Website : benih-bogor.litbang.menlhk.go.id

Page 3: Vol. 5 No. 2, Desember Tahun 2017

p-ISSN : 2354-8568

e-ISSN : 2527-6565

JURNAL PERBENIHAN TANAMAN HUTAN

Vol. 5 No. 2, Desember 2017

DAFTAR ISI 1. REGENERASI Shorea spp. DI SUMBER BENIH KHDTK HAURBENTES.

KABUPATEN BOGOR Regeneration of Shorea spp. in the Seed Sources of KHDTK Haurbentes. Bogor District Kurniawati Purwaka Putri dan/and Dede J. Sudrajat ............................................... 71-79

2. UJI VIGOR UNTUK MENDUGA PERKECAMBAHAN BENIH DAN MUNCULNYA SEMAI NORMAL Acacia mangium DI PERSEMAIAN Vigour Test to Predict Seed Germination and Normal Seedling Emergence of Acacia mangium in Nursery Endang Pujiastuti dan/and Dede J. Sudrajat ............................................................. 81-94

3. METODE PENGERINGAN POLONG UNTUK EKSTRAKSI DAN

PENURUNAN KADAR AIR BENIH SENGON LAUT (Falcataria moluccana (Miq.) Barneby & J.W. Grimes) Drying Method of Pods for Extracting and Decreasing of Seed Moisture Content of Sengon Laut (Falcataria moluccana (Miq.) Barneby & J.W. Grimes) Muhammad Zanzibar ................................................................................................ 95-102

4. KERAGAMAN MORFOLOGI BUAH, BENIH DAN BIBIT PONGAMIA

(Pongamia pinnata (L.) Pierre) DI PULAU JAWA Morphological Diversity of Fruits, Seeds and Seedlings of Pongamia (Pongamia pinnata (L.) Pierre) in Java Island Supriyanto, Iskandar Z Siregar, Ani Suryani, Aam Aminah, dan/and Dede J. Sudrajat ..................................................................................................................... 103-114

5. PERKECAMBAHAN BENIH Pericopsis mooniana Thw. BERDASARKAN WARNA DAN TEKNIK SKARIFIKASI Seed Germination of Pericopsis mooniana Thw. Based on Color and Scarification Techniques Suhartati dan/and Didin Alfaizin .............................................................................. 115-124

6. KARAKTERISTIK FISIK DAN METODE PENGUJIAN PERKECAMBAHAN BENIH TURI (Sesbania grandiflora (L.) Pers) Physical Characteristics and Germination Testing Methods of Turi (Sesbania grandiflora (L.) Pers) Seeds Eliya Suita dan/and Dida Syamsuwida .................................................................... 125-135

Page 4: Vol. 5 No. 2, Desember Tahun 2017
Page 5: Vol. 5 No. 2, Desember Tahun 2017

UDC/ODC 630*232.1 Kurniawati Purwaka Putri dan Dede J. Sudrajat (Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan) REGENERASI Shorea spp. DI SUMBER BENIH KHDTK HAURBENTES. KABUPATEN BOGOR J.Perbenihan Tanaman Hutan Vol.5 No.2 p. 71-79 Peran dan fungsi kawasan hutan dengan tujuan khusus (KHDTK) Haurbentes diantaranya adalah sebagai sumber benih dan plasma nutfah jenis Shorea spp. Informasi potensi dan dominansi jenis yang menjadi target penghasil benih di KHDTK Haurbentes sangat diperlukan dalam rangka penyusunan strategi pengelolaan sumber benih Shorea spp. Penelitian bertujuan untuk mengetahui tingkat regenerasi Shorea spp. di KHDTK Haurbentes. Penelitian dilakukan di KHDTK Haurbentes di Kecamatan Jasinga Kabupaten Bogor. Metode penelitian menggunakan analisis vegetasi. Plot pengamatan yang dibangun berdasarkan desain klaster plot Forest Health Monitoring yang berbentuk lingkaran (annular plot). Jumlah klaster plot sebanyak 6 (enam) buah yang ditetapkan secara purposif. Hasil penelitian menunjukkan vegetasi tingkat pohon, tiang, pancang dan semai didominasi oleh S. pinanga pada klaster plot 1 dan 7. Vegetasi tingat pohon didominasi oleh S. stenoptera (klaster plot 2, 6 dan 8) dan S. selanica (klaster plot 3). Vegetasi tingkat tiang didominasi oleh S. stenoptera (klaster 6 dan 8) dan S. selanica (klaster plot 2 dan 3). Vegetasi tingkat pancang didominasi H. mangarawan (klaster plot 6) dan S. mecisopteryx (klaster plot 8). Jenis dominan di tingkat pancang pada klaster-plot 2 dan 3 adalah peuris dan harendong (Melastoma polyanthum Bl) untuk jenis tumbuhan bawah, sedangkan untuk jenis shorea adalah S. stenoptera (klaster plot 2) dan S.selanica (klaster plot 3). Vegetasi tingkat semai pada klaster plot 2, 3, 6 dan 8 berturut-turut didominasi H. mangarawan, S. mecisopteryx, S. selanica dan S. Stenoptera. Kerapatan jenis dominan pada tingkat pohon bervariasi di antara klaster plot dengan kisaran 55 individu/hektar - 143 individu/ hektar. Regerasi Shorea spp. di KHDTK Haurbentes cukup memadai dengan jumlah individu tingkat permudaan lebih banyak dibanding jumlah individu pohon dewasa, sehingga kelestarian sumber benih Shorea spp. di KHDTK Haurbentes di masa yang akan datang cukup terjamin. Kata kunci: KHDTK haurbentes, kerapatan, regenerasi., shorea spp., sumber benih

JURNAL PERBENIHAN TANAMAN HUTAN

p-ISSN : 2354-8568 Vol.5 No.2, Desember 2017 e-ISSN : 2527-6565

Kata kunci bersumber dari artikel. Lembar abstrak ini boleh di copy tanpa ijin dan biaya

UDC/ODC 630*630.232.318 Endang Pujiastuti dan/and Dede J. Sudrajat (Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan) UJI VIGOR UNTUK MENDUGA PERKECAMBAHAN BENIH DAN MUNCULNYA SEMAI NORMAL Acacia mangium DI PERSEMAIAN J.Perbenihan Tanaman Hutan Vol.5 No.2 p. 81-94 Uji perkecambahan standar tidak selalu memberikan indikasi kinerja potensial kelompok benih, khususnya jika kondisi perkecambahan kurang optimal. Uji vigor benih ditujukan untuk mendeteksi perbedaan potensi kinerja kelompok benih secara lebih akurat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui metode yang paling tepat untuk mengkaji vigor benih Acacia mangium yang berhubungan dengan keberhasilan perkecambahan di rumah kaca dan munculnya semai normal di persemaian. Pengujian dilakukan terhadap 13 kelompok benih dari sumber benih bersertifikat. Pengujian benih dilakukan di Laboratorium Benih Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan, Bogor. Desain penelitian dirancang dalam rancangan acak lengkap dengan 4 ulangan untuk uji laboratorium (uji perkecambahan standar, indeks perkecambahan, jumlah kecambah normal pada awal perhitungan, panjang akar, uji tetrazolium, uji penurunan terkontrol, uji pegusangan, dan uji konduktivitas listrik), perkecambahan di rumah kaca, dan tabur langsung di persemaian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua tes memberikan perbedaan nyata untuk meranking vigor benih dari kelompok benih berbeda. Kelompok benih asal Subanjeriji-2 memberikan kinerja perkecambahan terbaik di rumah kaca dan tabur langsung di persemaian, yang diikuti oleh kelompok benih asal

Page 6: Vol. 5 No. 2, Desember Tahun 2017

Parungpanjang, sedangkan kelompok benih asal Kenangan mempunyai kinerja perkecambahan terendah. Hubungan antara uji laboratorium, yaitu uji standar di atas kertas, indeks perkecambahan, dan uji konduktivitas listrik, dengan uji rumah kaca dan persemaian memberikan korelasi yang nyata. Uji konduktivitas listrik mempunyai akurasi tertinggi dengan R2 = 0,6278 untuk uji rumah kaca dan R2

= 0,4057 untuk uji persemaian. Secara keseluruhan, uji konduktivitas listrik menunjukkan vigor benih yang baik, sehingga pengunaan uji konduktivitas listrik untuk pendugaan munculnya semai normal sangat cocok dalam upaya peningkatan keberhasilan persemaian A. mangium. Kata kunci: perkecambahan, persemaian,uji laboratorium, standar, vigor

UDC/ODC 630*232.312.2 Muhammad Zanzibar (Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan) METODE PENGERINGAN POLONG UNTUK EKSTRAKSI DAN PENURUNAN KADAR AIR BENIH SENGON LAUT (Falcataria moluccana (Miq.) Barneby & J.W. Grimes) J.Perbenihan Tanaman Hutan Vol.5 No.2 p. 95 -102

Ekstraksi adalah penanganan awal benih yang dapat dilakukan secara kering dan basah. Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan metode pengeringan polong yang tepat untuk ekstraksi dan penurunan kadar air benih sengon laut. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL). Faktor utama adalah metode pengeringan, yaitu penjemuran dengan sinar matahari dan menggunakan alat pengering (seed drier) pada suhu 40°C. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penjemuran selama 2 hari atau pengeringan dengan alat pengering selama 32 jam merupakan metode terbaik untuk ekstraksi dan penurunan kadar air benih. Pengeringan polong dapat dilakukan juga guna mendapatkan kadar air benih aman untuk penyimpanan jangka panjang jenis sengon laut. Kata kunci : benih, kadar air, penjemuran, polong, sengon laut UDC/ODC 630*164.7 Supriyanto1), Iskandar Z Siregar1), Ani Suryani2) Aam Aminah3), dan Dede J. Sudrajat3) (1)Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB, Dramaga, Bogor, Indonesia, 2) Departemen Teknologi Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian IPB, Dramaga, Bogor, Indonesia, 3)Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan)

KERAGAMAN MORFOLOGI BUAH, BENIH DAN BIBIT PONGAMIA (Pongamia pinnata (L.) Pierre) DI PULAU JAWA J.Perbenihan Tanaman Hutan Vol.5 No.2 p. 103-114 Pongamia (Pongamia pinnata (L.) Pierre) merupakan salah satu jenis pohon potensial untuk memproduksi biodiesel. Pengembangan biodiesel berbasis pongamia masih terkendala oleh ketersediaan benih bermutu yang sangat terbatas karena belum tersedia sumber benih yang baik. Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi keragaman morfologi buah, benih dan bibit pongamia. Rancangan acak lengkap dan rancangan acak kelompok digunakan untuk menguji perbedaan karakteristik morfologi buah, benih dan bibit antar populasi. Analisis komponen utama dan klaster hirarkhi digunakan untuk menerangkan pola keragaman antar populasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan populasi berpengaruh nyata terhadap morfologi buah, benih dan bibit pongamia. Benih asal Carita mengindikasikan benih yang berkualitas baik dengan kadar air 19,31%, daya kecambah 74,50%. dan kekokohan bibit 10,78. Kontribusi faktor genetik lebih tinggi daripada faktor lingkungan untuk perbedaan semua karakter morfologi buah, benih, dan bibit pongamia. Berdasarkan karakter morfologi, kelima populasi di Pulau Jawa dapat dibagi ke dalam 3 kelompok,

JURNAL PERBENIHAN TANAMAN HUTAN

p-ISSN : 2354-8568 Vol.5 No.2, Desember 2017 e-ISSN : 2527-6565

Kata kunci bersumber dari artikel. Lembar abstrak ini boleh di copy tanpa ijin dan biaya

Page 7: Vol. 5 No. 2, Desember Tahun 2017

yaitu kelompok 1 terdiri dari Batukaras dan Kebumen, kelompok 2 terdiri dari Alas Purwo dan Baluran serta kelompok 3 adalah Carita.

Kata kunci: benih, bibit, buah, keragaman morfologi, pongamia, pulau Jawa

UDC/ODC 630*181.525 Suhartati dan Didin Alfaizin (Balai Penelitian Kehutanan Makassar) PERKECAMBAHAN BENIH Pericopsis mooniana Thw. BERDASARKAN WARNA DAN TEKNIK SKARIFIKASI J.Perbenihan Tanaman Hutan Vol.5 No.2 p. 115 -124 Kayu kuku (Pericopsis mooniana Thw.) mempunyai kulit benih yang keras dan menyebabkan sulitnya benih berkecambah, oleh karena itu diperlukan seleksi benih dan skarifikasi untuk mematahkan dormansi kulit benih, agar proses perkecambahannya lebih cepat serta menghasilkan daya berkecambah yang tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan nilai perkecambahan benih kayu kuku melalui seleksi benih berdasarkan warna dan teknik skarifikasi benih. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan analisis faktorial. Faktor pertama adalah warna benih (W0 = benih tidak diseleksi,W1 =benih berwarna kekuningan dan W2= benih berwarna kecokelatan). Faktor kedua adalah skarifikasi benih (S0=tanpa direndam, S1=direndam air dingin selama 24 jam, S2 = direndam air panas (80 0C) selama 24 jam dan S3=direndam asam sulfat (0,1 M) selama 20 menit. Parameter yang diamati adalah waktu mulai berkecambah, kecepatan berkecambah dan daya berkecambah. Penelitian dilaksanakan di rumah kaca, Balai Penelitian Kehutanan Makassar. Penelitian, dilakukan selama dua bulan, yaitu bulan Juli – Agustus 2015. Hasil penelitian menunjukkan bahwa warna benih yang kekuningan dan kecokelatan dapat mempersingkat waktu berkecambah dan kecepatan kecambah dengan menggunakan teknik skarifikasi perendaman air panas pada suhu 80 0C selama 24 jam dapat menghasilkan daya berkecambah sebesar 76%.

Kata Kunci : benih, kayu kuku, perkecambahan, seleksi, skarifikasi

UDC/ODC 630*232.318 Eliya Suita dan Dida Syamsuwida (Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan) KARAKTERISTIK FISIK DAN METODE PENGUJIAN PERKECAMBAHAN BENIH TURI (Sesbania grandiflora (L.) Pers) J.Perbenihan Tanaman Hutan Vol.5 No.2 p. 125-135 Turi (Sesbania grandiflora (L.) Pers) termasuk famili Leguminosae dan merupakan jenis hasil hutan bukan kayu penghasil pangan, energi, obat, makanan ternak dan lainnya. Benih turi mempunyai kulit yang keras, sehingga untuk mendapatkan perkecambahan yang maksimal diperlukan perlakuan pendahuluan sebelum benih ditabur. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui karakteristik fisik dan metode uji perkecambahan yang tepat untuk benih turi. Karakteristik fisik yaitu pengujian terhadap kadar air dan berat 1000 butir. Perlakuan pendahuluan yang dilakukan meliputi: kontrol (tanpa perlakuan), benih direndam dengan air biasa selama 24 jam, benih direndam dalam air panas (suhu 1000C) dan dibiarkan dingin selama 24 jam, benih direndam H2SO4 selama 10 menit dan 20 menit. Metoda uji perkecambahan meliputi : uji di atas kertas, uji antar kertas, uji kertas digulung dengan posisi didirikan. Selanjutnya diujikan pada media pasir tanah (1:1) terbuka, media pasir tanah (1:1) ditutup plastik. Perlakuan pendahuluan yang terbaik yang dapat meningkatkan daya berkecambah benih turi adalah benih direndam dengan H2SO4 selama 20 menit dan ditabur di laboratorium dengan metode uji di atas kertas dan uji kertas digulung dengan posisi berdiri diletakkan di Germinator. Kata kunci: metode uji, perbenihan, Sesbania grandiflora, viabilitas benih

JURNAL PERBENIHAN TANAMAN HUTAN

p-ISSN : 2354-8568 Vol.5 No.2, Desember 2017 e-ISSN : 2527-6565

Kata kunci bersumber dari artikel. Lembar abstrak ini boleh di copy tanpa ijin dan biaya

Page 8: Vol. 5 No. 2, Desember Tahun 2017
Page 9: Vol. 5 No. 2, Desember Tahun 2017

© 2017 BPTPTH All rights reserved. Open access under CC BY-NC-SA license.doi: //doi.org/10.20886/bptpth.2017.5.2.71-79 71

POTENSI REGENERASI Shorea spp. DI SUMBER BENIH KHDTK HAURBENTES, KABUPATEN BOGOR Kurniawati Purwaka Putri dan Dede Djajat Sudrajat

REGENERASI Shorea spp. DI SUMBER BENIH KHDTK HAURBENTES, KABUPATEN BOGOR

(Regeneration of Shorea spp. in the Seed Sources of KHDTK Haurbentes. Bogor District)

Kurniawati Purwaka Putri dan/and Dede J. Sudrajat

Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan Jl. Pakuan Ciheuleut PO BOX 105; Telp 0251-8327768, Bogor, Indonesia

e-mail: [email protected]

Naskah masuk: 11 April 2017; Naskah direvisi: 4 Juli 2017; Naskah diterima: 21 Agustus 2017

ABSTRACT The role and function of forest area with special purpose (KHDTK) Haurbentes among other are the source of seeds and germplasm of Shorea spp. The information of the potency and dominance of Shorea spp. in KHDTK Haurbentes was indispensable in formulating the seed source management strategy. The aim of the research was to determine the regeneration level of Shorea spp. in Haurbentes KHDTK. The research was conducted in KHDTK Haurbentes in Jasinga, Bogor District. The research method used vegetation analysis. Observation plots were built based on the design of cluster plot Forest Health Monitoring circular (annular plot). Number of cluster plot of 6 pieces was set purposively. The results showed that S. pinanga was dominant species for the level of the tree, pole, sapling and seedling in cluster plots 1 and 7. The vegetation of trees level were dominated by S. stenoptera (cluster plots 2, 6, 8) and S. selanica (cluster plot 3). Vegetation of pole level were dominated by S. stenoptera (clusters plots 6 and 8) and S. selanica (cluster plots 2 and 3). H. mangarawan and S. mecisopteryx were dominant species for the level of sapling in clusters plot 6 and 8. Peuris and harendong (Melastoma polyanthum Bl) were dominant species at sapling level in cluster plots 2 and 3 for shrubs, while for species of shorea, the dominant species were S. stenoptera (clusters plots 2) and S. selanica (clusters plots 3). The dominant species at seedling level were H. mangarawan (clusters plot 2), S. mecisopteryx (clusters plot 3), S. selanica (clusters plot 6) and S. Stenoptera (cluster plots 8). The density of dominant species for the tree level was varied among cluster plots with a range of 55-143 individuals/hectare. Shorea spp. in KHDTK Haurbentes was sufficient with the number of individual regeneration more than adult trees. The sustainability of seed sources Shorea spp. in KHDTK Haurbentes in the future is quite assured.

Keywords: density of tree, KHDTK haurbentes, regeneration, shorea spp., seed source

ABSTRAK

Peran dan fungsi kawasan hutan dengan tujuan khusus (KHDTK) Haurbentes diantaranya adalah sebagai sumber benih dan plasma nutfah jenis Shorea spp. Informasi potensi dan dominansi jenis yang menjadi target penghasil benih di KHDTK Haurbentes sangat diperlukan dalam rangka penyusunan strategi pengelolaan sumber benih Shorea spp. Penelitian bertujuan untuk mengetahui tingkat regenerasi Shorea spp. di KHDTK Haurbentes. Penelitian dilakukan di KHDTK Haurbentes di Kecamatan Jasinga Kabupaten Bogor. Metode penelitian menggunakan analisis vegetasi. Plot pengamatan yang dibangun berdasarkan desain klaster plot Forest Health Monitoring yang berbentuk lingkaran (annular plot). Jumlah klaster plot sebanyak 6 (enam) buah yang ditetapkan secara purposif. Hasil penelitian menunjukkan vegetasi tingkat pohon, tiang, pancang dan semai didominasi oleh S. pinanga pada klaster plot 1 dan 7. Vegetasi tingat pohon didominasi oleh S. stenoptera (klaster plot 2, 6 dan 8) dan S. selanica (klaster plot 3). Vegetasi tingkat tiang didominasi oleh S. stenoptera (klaster 6 dan 8) dan S. selanica (klaster plot 2 dan 3). Vegetasi tingkat

Page 10: Vol. 5 No. 2, Desember Tahun 2017

72

Jurnal Perbenihan Tanaman Hutan Vol. 5 No. 2, Desember 2017: 71-79 p-ISSN : 2354-8568 e-ISSN : 2527-6565

pancang didominasi H. mangarawan (klaster plot 6) dan S. mecisopteryx (klaster plot 8). Jenis dominan di tingkat pancang pada klaster-plot 2 dan 3 adalah peuris dan harendong (Melastoma polyanthum Bl) untuk jenis tumbuhan bawah, sedangkan untuk jenis shorea adalah S. stenoptera (klaster plot 2) dan S.selanica (klaster plot 3). Vegetasi tingkat semai pada klaster plot 2, 3, 6 dan 8 berturut-turut didominasi H. mangarawan, S. mecisopteryx, S. selanica dan S. Stenoptera. Kerapatan jenis dominan pada tingkat pohon bervariasi di antara klaster plot dengan kisaran 55 individu/hektar - 143 individu/ hektar. Regerasi Shorea spp. di KHDTK Haurbentes cukup memadai dengan jumlah individu tingkat permudaan lebih banyak dibanding jumlah individu pohon dewasa, sehingga kelestarian sumber benih Shorea spp. di KHDTK Haurbentes di masa yang akan datang cukup terjamin. Kata kunci: KHDTK haurbentes, kerapatan, regenerasi., shorea spp., sumber benih

I. PENDAHULUAN

Kawasan hutan dengan tujuan khusus

(KHDTK) Haurbentes di Kecamatan Jasinga,

Kabupaten Bogor merupakan salah satu

kawasan hutan yang diperuntukkan sebagai

lokasi kegiatan penelitian dan pengembangan

bidang kehutanan berdasarkan Surat

Keputusan Menteri Kehutanan No 288/Kpts-

II/2003 (Kemenhut, 2014).

Peran dan fungsi KHDTK Haurbentes

diantaranya sebagai sumber benih dan plasma

nutfah khususnya jenis-jenis shorea. Berkaitan

dengan fungsinya, KHDTK Haurbentes dinilai

sangat penting dan cukup strategis, mengingat

shorea dari famili Dipterocarpaceae

merupakan salah satu spesies flora tanaman

hutan yang terancam keberadaan atau bahkan

kepunahan di habitat alaminya. Jenis shorea

tersebut antara lain S. leprosula yang tercatat

sebagai jenis tanaman terancam punah

(Endangered), dan S. selanica yang termasuk

dalam daftar jenis-jenis tanaman kritis

(Critically Endangered) menurut IUCN

Redlist.

Periode 2006-2011, KHDTK Haurbentes

menjadi salah satu sumber benih jenis S.

stenoptera, S. pinanga, S. selanica, S.

leprosula, S. palembanica, dan S. seminis

dengan kelas sumber benih Tegakan Benih

Teridentifikasi (TBT) berdasarkan Surat

Keputusan Kepala Balai Perbenihan Tanaman

Hutan Nomor 218/Kpts/V/BPTH.JM-2/2006

tanggal 30 Oktober 2006. Penunjukan tersebut

sangat penting karena benih yang

dihasilkannya diyakini memiliki kualitas

genetik yang baik selain kualitas fisik dan

fisiologisnya yang tinggi.

Saat ini tegakan shorea di KHDTK

Haurbentes sudah tidak menjadi sumber benih

bersertifikat. Akan tetapi pemanfaatannya

sebagai sumber benih dan plasma nutfah masih

terus berjalan hingga sekarang. Untuk itu

kelestarian sumber benih Shorea spp. di

KHDTK Haurbentes sangat penting

diperhatikan guna memenuhi kebutuhan benih

berkualitas. Kelestarian sumber benih

berkaitan erat dengan potensi regenerasi dan

Page 11: Vol. 5 No. 2, Desember Tahun 2017

73

POTENSI REGENERASI Shorea spp. DI SUMBER BENIH KHDTK HAURBENTES, KABUPATEN BOGOR Kurniawati Purwaka Putri dan Dede Djajat Sudrajat

dominansi jenis yang menjadi target penghasil

benih. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan

dengan tujuan untuk mengetahui tingkat

regenerasi Shorea spp. di KHDTK

Haurbentes.

II. BAHAN DAN METODE

A. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah semua jenis

pohon dan tumbuhan bawah yang terdapat

dalam plot penelitian. Peralatan yang

digunakan dalam penelitian adalah kompas,

Global Position System (GPS), Altimeter

(Rangefinder Trafuse 360), pita ukur, pilox,

tali rafia, pita meter (50 m), kantong plastik,

tally sheet dan alat tulis. Lokasi penelitian

terletak di Kawasan Hutan Dengan Tujuan

Khusus (KHDTK) Haurbentes, Kecamatan

Jasinga, Kabupaten Bogor yang terletak pada

6032’ – 6033’ LS dan 106026’ BT. Berdasarkan

administrasi pemerintahan, KHDTK

Haurbentes termasuk dalam wilayah Kampung

Haurbentes, Desa Jugalajaya, Kecamatan

Jasinga, Kabupaten Bogor. Lokasi berjarak 60

km dari Kota Bogor. Penelitian dilaksanakan

pada bulan Agustus sampai September 2015.

B. Prosedur Penelitian

Penilaian potensi regenerasi di sumber

benih Shorea spp. dilakukan dengan analisis

vegetasi. Plot pengamatan (Gambar 1) dibuat

dengan menggunakan desain klaster plot

Forest Health Monitoring (Supriyanto, Stolte,

Soekotjo, & Gintings, 2001).

Jumlah klaster plot dibangun sebanyak 6

buah. Tiap klaster plot terdiri dari 4 lingkaran

(annular plot) dengan jari-jari sebesar 17,95

m, sehingga luas masing-masing lingkaran 0,1

ha. Pusat plot 1 merupakan titik tengah dari

keseluruhan plot. Titik pusat sub-plot 2 berada

pada arah 360° dari titik tengah plot 1 dengan

jarak 36,6m. Titik pusat plot 3 terletak pada

arah 120o dari titik tengah plot 1 dengan jarak

36,6 m. Titik pusat dari plot 4 terletak pada

arah 240o dari titik tengah plot 1 dengan jarak

jarak 36,6 m. Dalam setiap annular plot dibuat

1 sub-plot dan 1 micro-plot dengan radius

masing-masing sebesar 7,32 m dan 2,07 m.

Annular plot digunakan untuk pengamatan

vegetasi tingkat pohon. Sub-plot digunakan

untuk pengamatan vegetasi tingkat tiang,

sedangkan micro-plot untuk pengamatan

vegetasi tingkat semai dan pancang termasuk

dalam hal ini tumbuhan bawah seperti perdu,

herba dan semak belukar.

Kriteria dan cara pengukuran vegetasi

(pohon. tiang. pancang dan semai) sesuai

dengan Soerianegara dan Indrawan (2013).

yaitu : Tingkat pohon merupakan pohon yang

berdiameter ≥ 35 cm. tingkat tiang merupakan

pohon muda berdiameter 10-35 cm. Tingkat

pancang merupakan permudaan dengan tinggi

≥ 1,5 m dan diameter < 10 cm, sedangkan

tingkat semai merupakan permudaan dengan

Page 12: Vol. 5 No. 2, Desember Tahun 2017

74

Jurnal Perbenihan Tanaman Hutan Vol. 5 No. 2, Desember 2017: 71-79 p-ISSN : 2354-8568 e-ISSN : 2527-6565

tinggi < 1,5 m. Variabel yang di amati adalah

jenis vegetasi dan jumlah individu setiap jenis

pohon dan tumbuhan bawah. Untuk tingkat

pohon dan tiang selain kedua variabel tersebut

juga diamati diameter batang setiap jenis.

Data analisis vegetasi yang terkumpul

selanjutnya dianalisis untuk memperoleh nilai

indeks penting (INP) setiap jenis tumbuhan.

Untuk tingkat pohon dan tiang. INP

merupakan gabungan dari kerapatan relatif,

frekuensi relatif dan dominansi relatif.

Sedangkan untuk tingkat pancang dan semai.

komponen INP yang dihitung meliputi

kerapatan relatif dan frekuensi relatif.

Kerapatan relatif, frekuensi relatif dan

dominansi relatif dihitung dengan mengguna-

kan rumus sebagai berikut :

Kerapatan = Jumlah individu

.......(1) Luas contoh

Dominansi = Jumlah luas bidang dasar

.......(2) Luas petak contoh

Frekuensi = Jumlah plot ditemukannya suatu jenis

.......(3) Jumlah seluruh plot

Kerapatan relatif (%)

=

Kerapatan suatu jenis X 100%

.......(4)

Kerapatan seluruh jenis

Dominansi relatif (%)

=

Dominansi suatu jenis

X 100%

.......(5) Dominansi seluruh jenis

Frekuensi relatif(%)

=

Frekuensi suatu jenis

X 100%

.......(6) Frekuensi seluruh jenis

Sumber (Source): USDA-FS (1999) (Supriyanto et al., 2001)

Gambar (Figure) 1. Desain klaster plot pengamatan FHM (FHM claster plot design)

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Hasil analisis vegetasi (Tabel 1)

menunjukkan bahwa jenis dominan untuk

tingkat pohon adalah S. pinanga di klaster plot

1 dan 7 (INP= 101,86%; 215,52%), S.

stenoptera di klaster plot 2,6 dan 8 (INP=

153,55%; 157,41%; 248,10%), dan S. selanica

di klaster plot 3 (INP=157,47%).

Di tingkat vegetasi tiang, jenis dominan-

nya adalah S. pinanga di klaster plot 1 dan 7

(INP=189,50%; 247,44%), S. stenoptera di

klaster 6 dan 8 (INP= 125,19%; 209,39%) dan

S. selanica di klaster-plot 2 dan 3 (INP=

150,63%; 141,10%) (Tabel 1).

Permudaan pancang didominasi oleh jenis

S. pinanga dan S. mecisopteryx (klaster plot 1,

7 dan 8). Klaster plot 2 dan 3 didominasi

tumbuhan bawah gulma yaitu peuris (INP=

38,33%) dan harendong (Melastoma

OAzimuth 1-2 360OAzimuth 1-3 120OAzimuth 1-4 240

Subplot7.32 m radius

Annular Plot17.95 m

Distance betweenPoints is 36.6 m

Micro-plot2.07 m radius 12’ @

O90 azimuth from subplotcenters 3.66 m

2

1

4 3

Page 13: Vol. 5 No. 2, Desember Tahun 2017

75

POTENSI REGENERASI Shorea spp. DI SUMBER BENIH KHDTK HAURBENTES, KABUPATEN BOGOR Kurniawati Purwaka Putri dan Dede Djajat Sudrajat

polyanthum Bl) (INP= 30,75%) (Tabel 1).

Kehadiran tumbuhan bawah tersebut penting

diperhatikan karena berperan sebagai

menghambat pertumbuhan permudaan pohon

(Hilwan, Mulyana & Pananjung, 2013). Untuk

tingkat semai, jenis yang mendominasi adalah

S. pinanga (klaster plot 1 dan 7), S. stenoptera

(klaster plot 2 dan 8), S. selanica (klaster plot

3 dan 6) dan S. leprosula (klaster plot 3)

(Tabel 1).

Kerapatan jenis-jenis dominan setiap

klaster plot dapat diketahui dari jumlah

individu persatuan luas. Kerapatan jenis

menunjukkan penguasaan suatu jenis terhadap

jenis lain pada suatu komunitas. Hasil analisis

vegetasi menunjukkan kerapatan jenis di setiap

klaster plot akan berkurang dengan semakin

tingginya tingkat vegetasi. Pada tingkat pohon,

kerapatan jenis-jenis dominan bervariasi setiap

klaster plot dengan kisaran antara 55 individu/

hektar - 143 individu/hektar (Tabel 1).

Tabel (Table) 1. Kerapatan pohon dan Indeks Nilai Penting pada masing-masing tingkat

pertumbuhan di setiap klaster plot (The density of trees and important value index at each growth stage in each cluster of plot)

Klaster Plot (Plot

cluster)

Jenis (Species)

Semai (Seedling) Pancang (Sapling) Tiang (Pole) Pohon (Tree )

K (Individu/ ha)

INP (%)

K (Individu/

ha)

INP (%)

K (Individu/

ha)

INP (%)

K (Individu/

ha)

INP (%)

1 S. Pinanga 15.600 86,10 6.400 110,23 443 189,50 55 101,86 S. Stenoptera 400 15,03 - - 86 24,94 45 85,03 S. Leprosula - - - - 29 14,95 10 27,01 S. Selanica 1.400 19,27 - - 71 33,70 25 56,03 H. Mangarawan 1.400 12,60 600 19,32 29 24,76 13 30,03

2 S. Pinanga 2.000 9,79 600 16,45 - - 3 11,77 S. Stenoptera 16.800 44,58 3.000 35,20 171 86,92 80 153,33 S. Leprosula - - - - - - 3 11,83 S. Selanica 5.200 27,28 1.000 13,69 257 150,63 55 99,39 S. Palembanica - - - - - - 3 11,74 H. Mangarawan 17.200 39,48 200 7,44 29 31,21 3 11,81 Peuris 200 6,27 3.400 38,33 - - - -

3 S. Pinanga - - - - 14 10,19 - - S. Stenoptera - - - - 100 18,01 - - S. Leprosula 7.200 41,35 800 12,55 57 22,67 8 18,66 S. Selanica 2.000 17,04 1.600 25,09 657 141,10 60 157,47 S. mecysopteryx 7.400 37,34 1.400 23,21 486 96,70 33 77,99 Harendong

(Melastoma polyanthum Bl)

1.000 13,28 2.200 30,75 - - - -

6 S. Pinanga 800 7,94 800 18,57 14 11,79 - - S. Stenoptera 5.000 20,44 1.400 27,14 214 125,19 58 157,41 S. Leprosula - - - - 14 11,77 3 31,89 S. Selanica 10.200 47,02 - - 29 23,90 3 10,78 S. Palembanica - - - - 14 20,10 3 10,56 H. Mangarawan 3.800 22,42 2.000 42,86 157 83,27 33 57,15

Page 14: Vol. 5 No. 2, Desember Tahun 2017

76

Jurnal Perbenihan Tanaman Hutan Vol. 5 No. 2, Desember 2017: 71-79 p-ISSN : 2354-8568 e-ISSN : 2527-6565

7 S. Pinanga 43.600 105,32 11.800 200,00 729 247,44 118 215,52 S. Stenoptera - - - - 14 16,13 18 42,63 S. Palembanica 19.000 55,79 - - 57 36,44 15 41,85

8 S. Pinanga 3.400 22,10 400 19,64 43 27,26 10 22,61 S. Stenoptera 29.200 132,49 1.600 53,57 314 209,39 143 248,10 S. Mecisopteryx 2.400 19,28 2.200 64,29 143 63,35 20 29,00

Keterangan (Remark) : K = kerapatan pohon (The density of trees); INP = Nilai indeks penting (important value index)

B. Pembahasan

Regenerasi dalam tegakan sumber benih

memiliki arti penting dalam kaitannya dengan

kelestarian atau keberlanjutan sumber benih

tersebut di masa yang akan datang. Kehadiran

permudaan tingkat semai, pancang dan tiang

diharapkan kelak menjadi pohon induk

(individu) baru yang mampu menghasilkan

benih berkualitas, menggantikan pohon induk

yang mati karena faktor alam (tua) atau

tumbang oleh angin.

Dalam penelitian ini, secara umum sistem

regenerasi dari jenis-jenis dominan

(berdasarkan nilai INP tertinggi) pada setiap

klaster plot cukup memadai. Hal ini terlihat

dari jumlah individu tingkat permudaan yang

lebih besar dibanding jumlah individu pohon

dewasa. Hersandi (Hersandi, 2014)

melaporkan bahwa struktur tegakan di

KHDTK Haurbentes berbentuk kurva “J”

terbalik seperti halnya struktur tegakan di

hutan alam. Struktur tersebut mencirikan

populasi yang sedang berkembang pesat

karena sebagian besar anggota populasinya

adalah individu-individu berumur muda

(Hersandi, 2014). Pada masa awal

pertumbuhan (tingkat semai), jumlah individu

yang tumbuh di KHDTK Haurbentes cukup

banyak. Namun adanya kompetisi (persaingan)

untuk dapat tumbuh secara normal

mengakibatkan terjadi penurunan jumlah

individu pada tingkat pertumbuhan

selanjutnya.

Besarnya potensi regenerasi di lokasi

penelitian juga tercermin dari nilai kerapatan

jenis-jenis dominannya untuk semua tingkat

permudaan. Kerapatan jenis dominan pada

tingkat semai di setiap klaster-plot, jauh

melebihi kriteria kerapatan sebagaimana yang

ditetapkan dalam ketentuan tebang pilih tanam

indonesia (TPTI) yaitu sebesar 2.500

individu/ha (Kusmana & Susanti, 2015).

Kerapatan permudaan semai jenis dominan

pada klaster-plot 1, 2, 3, 6, 7,dan 8 berturut-

turut mencapai 15.600 individu/ha; 16.800

individu/ha; 7.200 individu/ha; 10.200

individu/ha; 43.600 individu/ha; dan 29.200

individu/ha. Demikian pula untuk tingkat

pancang, tiang dan pohon, yang mana nilai

kerapatan jenis melampaui kriteria kerapatan

yang ditetapkan dalam ketentuan TPTI yaitu

sebesar 400 individu/ha untuk tingkat pancang,

100 individu/ha untuk tingkat tiang dan 25

Page 15: Vol. 5 No. 2, Desember Tahun 2017

77

POTENSI REGENERASI Shorea spp. DI SUMBER BENIH KHDTK HAURBENTES, KABUPATEN BOGOR Kurniawati Purwaka Putri dan Dede Djajat Sudrajat

individu/ha untuk tingkat pohon (Dephut, 1993

dalam (Kusmana & Susanti, 2015).

Melimpahnya permudaan tingkat semai di

lokasi penelitian sangat dimungkinkan karena

kegiatan analisis vegetasi ini dilakukan 5

(lima) bulan setelah periode pembuahan

(panen raya). Jumlah semai dan pancang yang

sangat melimpah tersebut menjadi satu

keunggulan lainnya dari sumber benih

KHDTK Haurbentes yaitu berperan dalam

memenuhi kebutuhan bibit dalam bentuk

anakan alam (cabutan), terutama pada saat

tidak terjadi musim berbuah.

Selain itu kelimpahan jumlah permudaan

tersebut mengindikasikan bahwa pohon-pohon

di lokasi penelitian sudah pernah berbuah dan

mampu menghasilkan benih viabel (Atmoko,

2011). Keberadaan pohon induk yang pernah

berbuah tersebut menjadi salah satu yang

dipersyaratkan dalam penunjukan tegakan

menjadi sumber benih. Nussbaum dan Hoe

(1996) menyebutkan bahwa regenerasi alami

jenis-jenis Dipterocarpaceae sangat tergantung

pada ketersediaan pohon induk, siklus

pembungaan dan kondisi tempat tumbuh yang

mendukung.

Jumlah individu tingkat semai (62.600

individu/ha) dan pancang (11.800 individu/ha)

pada klaster plot 7 relatif lebih banyak

dibanding jumlah individu pada klaster plot

lainnya. Kondisi ini berkaitan dengan

banyaknya jumlah pohon tumbang yang

disebabkan angin, sehingga menimbulkan

rumpang (celah). Timbulnya rumpang

menyebabkan sinar matahari lebih mudah

masuk hingga lantai hutan, dan selanjutnya

akan memacu perkecambahan benih

dipterocarpa untuk tumbuh menjadi anakan

(Mawazin & Subiakto, 2013; Panjaitan, 2013).

Jenis dominan merupakan jenis yang

mampu memanfaatkan lingkungan yang

ditempati secara efisien (Kusmana & Susanti,

2015), sehingga berpeluang besar untuk dapat

mempertahankan pertumbuhan dan kelestarian

jenisnya. Jenis dominan pada klaster-plot 1

dan 7 adalah S. pinanga dengan nilai INP

untuk tingkat semai, pancang, tiang dan pohon

berturut-turut sebesar 86,10%; 110,23%;

189,50% dan 101,86% pada klaster 1 serta

105,32%; 200,00%; 247,44% dan 215,52%

pada klaster plot 7.

Jenis dominan yang berkesinambungan di

setiap tingkat pertumbuhan tersebut

menandakan adanya potensi penunjukan kedua

klaster-plot tersebut sebagai sumber benih

jenis S. pinanga. Selain itu jenis dominan yang

berkelanjutan mulai dari tingkat semai hingga

tingkat pohon juga mengindikasikan siklus

pembungaan pembuahan berlangsung terus

menerus. Kondisi ini tentu sangat penting bagi

keberadaan suatu sumber benih.

Berbeda halnya pada klaster plot 2 dan 8,

jenis dominan pada tingkat pohon dewasa

tidak selalu menjadi jenis dominan pada

tingkat permudaannya. Pada tingkat

Page 16: Vol. 5 No. 2, Desember Tahun 2017

78

Jurnal Perbenihan Tanaman Hutan Vol. 5 No. 2, Desember 2017: 71-79 p-ISSN : 2354-8568 e-ISSN : 2527-6565

permudaan semai klaster-plot 2 dan 8

didominasi oleh jenis S. stenoptera dengan

INP masing-masing sebesar 144,58% dan

132,49%. Namun adanya kompetisi dalam

mendapatkan ruang tumbuh dan cahaya

matahari, menyebabkan pertumbuhan semai

selanjutnya terhambat. Berkurangnya jumlah

pancang dan atau tiang tersebut menyebabkan

peralihan jenis-jenis dominan.

Peralihan jenis yang mendominasi pada

tingkat pancang juga disebabkan adanya

kegiatan pemanenan anakan (cabutan) alam.

Untuk itu dalam upaya menjaga sistem

regenerasi pohon induk terutama apabila kelak

ditetapkan menjadi sumber benih, maka pihak

pengelola KHDTK Haurbentes perlu

mempertimbangkan jumlah cabutan alam yang

dapat dipanen.

Jenis dominan di tingkat pancang pada

klaster-plot 2 dan 3 adalah peuris (INP=

38,33%) dan harendong (Melastoma

polyanthum Bl) (INP=30,75%) yang termasuk

kelompok tumbuhan bawah (gulma).

Dominansi gulma tersebut penting

diperhatikan pihak pengelola kawasan, karena

keberadaan gulma dapat menghambat

pertumbuhan permudaan pohon shorea.

Dalam penunjukan areal calon sumber

benih, tingkat kerapatan individu pohon

menjadi dasar pertimbangan yang juga harus

diperhatikan. Sumber benih dengan jumlah

pohon induk yang banyak diharapkan mampu

menghasilkan benih dengan tingkat keragaman

genetik tinggi. Namun guna mendapatkan

pohon induk yang berfenotip baik, maka perlu

dipertimbangkan besarnya jarak antar pohon

induk. Menurut Dirjen RLPS (Dirjen RLPS,

2004) penetapan pohon induk di hutan alam

berdasarkan jarak antar pohon yaitu berjarak

50-100 m. Sebagai gambaran kerapatan relatif

S. pinanga di lokasi tegakan benih PT Inhutani

II Sub Unit Malinau Kalimantan Timur adalah

5,39% (Cahyani & Hardjana, 2015). Ilustrasi

untuk jenis lainnya adalah S. balangeran pada

Tegakan Benih Teridentifikasi (TBT) Saka

Panjang I dan II di Kalimantan Tengah.

(Atmoko, 2011) melaporkan bahwa kerapatan

jenis S. balangeran di kedua sumber benih

tersebut sebesar 38 pohon/hektar (kerapatan

relatif 62,6%) dan 41 pohon/hektar (kerapatan

relatif 81,9%).

IV. KESIMPULAN

Vegetasi tingkat pohon didominasi oleh S.

pinanga (klaster plot 1, 7), S. stenoptera

(klaster plot 2,6,8) dan S. selanica (klaster plot

3). Kerapatan jenis dominan pada tingkat

pohon bervariasi diantara klaster plot dengan

kisaran 55 individu/hektar - 143 individu/

hektar.

Regerasi Shorea spp. di KHDTK

Haurbentes cukup memadai dengan jumlah

individu tingkat permudaan lebih banyak

dibanding jumlah individu pohon dewasa.

Untuk itu kelestarian sumber benih Shorea

spp. di KHDTK Haurbentes di masa yang akan

Page 17: Vol. 5 No. 2, Desember Tahun 2017

79

POTENSI REGENERASI Shorea spp. DI SUMBER BENIH KHDTK HAURBENTES, KABUPATEN BOGOR Kurniawati Purwaka Putri dan Dede Djajat Sudrajat

datang cukup terjamin. Untuk dapat

memaksimalkan potensi KHDTK Haurbentes

sebagai sumber benih Shorea spp., pengelola

KHDTK harus memperhatikan teknis

pengelolaan sumber benih diantaranya

pengelolaan tumbuhan bawah, polinator dan

pengendalian hama dan penyakit.

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada

Dr. Ir. Yulianti Bramasto, M .Si atas bimbingan

dan arahannya hingga tulisan ini dapat terbit.

Selain itu penulis juga haturkan terima kasih

kepada Kepala Pusat Penelitian dan

Pengembangan Hutan, Badan Penelitian,

Pengembangan dan Inovasi selaku pengelola

KHDTK Haurbentes atas izin dan kesempatan

yang diberikan sehingga penelitian ini dapat

terlaksana.

DAFTAR PUSTAKA

Atmoko, T. (2011). Potensi regenerasi dan penyebaran Shorea balangeran (Korth.) Burck di Sumber Benih Saka Kajang, Kalimantan Tengah. Jurnal Penelitian Dipterokarpa, 5(2), 21–36.

Cahyani, R. W., & Hardjana, A. K. (2015). Analisis vegetasi tegakan benih pada tiga areal HPH di Kalimantan Timur. In Pros Sem Nas Masy Biodiv Indon (pp. 597–601). https://doi.org/http://doi.org/10.13057/psnmbi/m010336

Dirjen RLPS (2004). Petunjuk teknis pembangunan dan pengelolaan sumber benih. (D. Iriantono & E. Suryaman, Eds.). Jakarta, Indonesia: Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial bekerjasama dengan Indonesia Forest Seed Project (IFSP).

Hersandi, L. (2014). Struktur dan Potensi Tegakan Hutan Tanaman Meranti (Shorea spp. ) di KHDTK Haurbentes Kabupaten Bogor. Institut Pertanian Bogor. (skripsi)

Hilwan, I., Mulyana, D., & Pananjung, W. . (2013). Keanekaragaman jenis tumbuhan bawah pada tegakan sengon buto (Enterolobium cyclocarpum Griseb .) dan trembesi (Samanea saman Merr .) di lahan pasca tambang batubara PT Kitadin, Embalut, Kutai Kartanagara, Kalimantan Timur. Jurnal Silvikultur Tropika, 4(1), 6–10.

Kemenhut. (2014). Statistik kawasan hutan 2013. Jakarta, Indonesia: Kementerian Kehutanan.

Kusmana, C., & Susanti, S. (2015). Komposisi dan Struktur tegakan hutan alam di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi. Jurnal Silvikultur Tropika, 05(3), 210–217.

Mawazin, & Subiakto, A. (2013). Keanekaragaman dan komposisi jenis permudaan alam hutan rawa gambut bekas tebangan di Riau. Forest Rehabilitation Journal, 1(1), 59–73.

Nussbaum, R. dan Hoe, A.L. 1996. Rehabilitation of Degraded Sites In Logged-Over Forest Using Dipterocarps. Dalam: A. Schulte dan D. Schone (ed): Dipterocarpas Forets Ecocystem, Towards Sustainable Management. World Scientific Publishing, Singapura, pp.446-463.

Panjaitan, S. (2013). Pertumbuhan dan komposis jenis permudaan alam pada rumpang tebangan di Kalimantan Selatan. Jurnal Penelitian Dipterokarpa, 7(2), 63–74.

Soerianegara I. Indrawan A. (2013). Ekologi hutan Indonesia. Bogor, Indonesia: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Supriyanto, Stolte, K., Soekotjo, & Gintings, A. N. (2001). Forest health monitoring plot establishment. In Forest health monitoring to monitor the sustainability of-indonesian tropical rain forest (pp. 1–30). Bogor, Indonesia: ITTO.

Page 18: Vol. 5 No. 2, Desember Tahun 2017
Page 19: Vol. 5 No. 2, Desember Tahun 2017

© 2017 BPTPTH All rights reserved. Open access under CC BY-NC-SA license.doi: //doi.org/10.20886/bptpth.2017.5.2.81-94 81

UJI VIGOR UNTUK MENDUGA PERKECAMBAHAN BENIH DAN MUNCULNYA SEMAI NORMAL Acacia mangium DI PERSEMAIAN

Endang Pujiastuti dan Dede J. Sudrajat

UJI VIGOR UNTUK MENDUGA PERKECAMBAHAN BENIH DAN MUNCULNYA SEMAI NORMAL Acacia mangium DI PERSEMAIAN

(Vigour Test to Predict Seed Germination and Normal Seedling Emergence of

Acacia mangium in Nursery)

Endang Pujiastuti dan/and Dede J. Sudrajat Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan Jl. Pakuan Ciheuleut PO BOX 105; Telp 0251-8327768, Bogor, Indonesia

e-mail: [email protected]; [email protected]

Naskah masuk: 30 Agustus 2017; Naskah direvisi: 12 Oktober 2017; Naskah diterima: 6 November 2017

ABSTRACTS

Standard germination does not always indicate seed lot potential performance, especially if field germination conditions are less than optimal. Seed vigour tests therefore have been proposed to detect more accurate differences in potential seed lot performance. This study is aimed to obtain more precise method to assess Acacia mangium seed vigour correlated to germination success in a greenhouse and normal seedling emergency in a nursery. Tests were conducted on 13 seed lots collected from some certified seed sources. Seed testing and nursery activities were carried out at the Seed Laboratory of Forest Tree Seed Technology Research & Development Centre, Bogor. Experimental designs were arranged in a completely randomized design with four replications for laboratory tests (standard germination, germination index, number of normal seedling in the first count, radicle length, tetrazolium test, controlled deterioration test, accelerated aging, conductivity test), germination in a greenhouse and direct sowing in a nursery. Results showed that all tests were significantly different for ranking seed vigor in the different seed lots. See d lot from Subanjeriji-2 provided the best germination performance in the greenhouse and direct sowingin the nursery, followed by seed lot from Parungpanjang, while seed lot from Kenangan had the lowest germination performance. The relationship between some laboratory tests, i.e. top paper test, germination index, and electrical conductivity test, and the greenhouse and nursery tests were significant. The electrical conductivity test had the highest accuracy with R2 = 0,6278 for greenhouse test and R2 = 0,4057 for nursery test. Overall, among all the laboratory tests, electrical conductivity test showed seeds well, so the usage of the electrical conductivity test for predicting normal seedling emergence could be suitable in A. mangium nursery programs. Keywords: germination, laboratory test, nursery, standard, vigour

ABSTRAK

Uji perkecambahan standar tidak selalu memberikan indikasi kinerja potensial kelompok benih, khususnya jika kondisi perkecambahan kurang optimal. Uji vigor benih ditujukan untuk mendeteksi perbedaan potensi kinerja kelompok benih secara lebih akurat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui metode yang paling tepat untuk mengkaji vigor benih Acacia mangium yang berhubungan dengan keberhasilan perkecambahan di rumah kaca dan munculnya semai normal di persemaian. Pengujian dilakukan terhadap 13 kelompok benih dari sumber benih bersertifikat. Pengujian benih dilakukan di Laboratorium Benih Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan, Bogor. Desain penelitian dirancang dalam rancangan acak lengkap dengan 4 ulangan untuk uji laboratorium (uji perkecambahan standar, indeks perkecambahan, jumlah kecambah normal pada awal perhitungan, panjang akar, uji tetrazolium, uji penurunan terkontrol, uji pegusangan, dan uji konduktivitas listrik), perkecambahan di rumah kaca, dan tabur langsung di persemaian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua tes memberikan perbedaan nyata untuk meranking vigor benih

Page 20: Vol. 5 No. 2, Desember Tahun 2017

82

Jurnal Perbenihan Tanaman Hutan Vol.5 No 2 Desember 2017: 81-94 p-ISSN : 2354-8568 e-ISSN : 2527-6565

dari kelompok benih berbeda. Kelompok benih asal Subanjeriji-2 memberikan kinerja perkecambahan terbaik di rumah kaca dan tabur langsung di persemaian, yang diikuti oleh kelompok benih asal Parungpanjang, sedangkan kelompok benih asal Kenangan mempunyai kinerja perkecambahan terendah. Hubungan antara uji laboratorium, yaitu uji standar di atas kertas, indeks perkecambahan, dan uji konduktivitas listrik, dengan uji rumah kaca dan persemaian memberikan korelasi yang nyata. Uji konduktivitas listrik mempunyai akurasi tertinggi dengan R2 = 0,6278 untuk uji rumah kaca dan R2 = 0,4057 untuk uji persemaian. Secara keseluruhan, uji konduktivitas listrik menunjukkan vigor benih yang baik, sehingga pengunaan uji konduktivitas listrik untuk pendugaan munculnya semai normal sangat cocok dalam upaya peningkatan keberhasilan persemaian A. mangium. Kata kunci: perkecambahan, persemaian,uji laboratorium, standar, vigor

I. PENDAHULUAN

Selama ini pengujian perkecambahan

benih di laboratorium dilakukan pada kondisi

optimal yang seringkali tidak cukup

menggambarkan kemampuan benih untuk

berkecambah dan tumbuh menjadi semai

normal dan sehat (Bonner, 1998 ; Noli et al.,

2008; Milosevic, Vujakovic, & Karagic, 2010;

Martin, et al., 2012). Kenyataan ini sering

menjadi pertanyaan praktisi persemaian yang

menerima benih dengan informasi daya

berkecambah tinggi pada label hasil uji,

namun memiliki daya berkecambah rendah

saat ditabur atau memiliki keberhasilan

menumbuhkan semai normal yang rendah saat

di persemaian (Sudharani & Padmasri, 2014).

Kondisi ini terjadi pula pada hasil-hasil

pengujian benih tanaman hutan (DBPTH,

2014). Perbedaan perkecambahan benih hasil

pengujian dengan penaburan di persemaian

kemungkinan disebabkan rendahnya vigor

benih. Pada uji perkecambahan standar di

laboratorium, benih bervigor rendah masih

memungkinkan tumbuh pada kondisi optimal,

tetapi tidak mampu tumbuh pada kondisi

penaburan di rumah kaca atau lapangan yang

dipengaruhi oleh berbagai faktor cekaman

lingkungan.

Untuk mengatasi masalah tersebut, uji

vigor dapat diterapkan untuk memprediksi

kemampuan tumbuh benih secara lebih akurat

(Milosevic et al., 2010). Vigor benih

merupakan salah satu parameter penting mutu

benih, dan berpotensi untuk mempengaruhi

kinerja perkembangan bibit, terutama pada

kondisi lingkungan yang beragam (Ghassemi-

Golezani, et al., 2010). Uji vigor untuk

menduga mutu benih tanaman telah menjadi

perhatian beberapa dekade terakhir (Wang, et

al., 2004; Marcos-Filho, 2015) khususnya

untuk jenis-jenis tanaman pertanian. Beberapa

penerapan metode uji vigor pada benih

tanaman hutan telah dilakukan seperti uji

konduktivitas (Bonner, 1986; Sorensen, et al.,

1996; ISTA, 2012), uji pengusangan

(Chaisurisri, Edwards & El-Kassaby, 1993;

ISTA, 2012), munculnya radikel dan uji

pengujian mutu benih beberapa lembaga

Page 21: Vol. 5 No. 2, Desember Tahun 2017

83

UJI VIGOR UNTUK MENDUGA PERKECAMBAHAN BENIH DAN MUNCULNYA SEMAI NORMAL Acacia mangium DI PERSEMAIAN

Endang Pujiastuti dan/and Dede J. Sudrajat

penurunan terkontrol (ISTA, 2012). Beberapa

studi menunjukkan adanya korelasi nyata

antara uji vigor dengan kemunculan semai

yang sehat dalam pembuatan bibit

(Naderidarbaghshahi, 2012 ; Khaliliaqdam, et

al., 2013). Uji-uji tersebut menurut Bonner,

(1998) dapat dikelompokkan menjadi 4 tipe,

yaitu uji pertumbuhan semai, uji cekaman, uji

biokimia, dan pengukuran laju

perkecambahan.

Kajian vigor benih mempunyai banyak

implikasi penting untuk industri benih sebagai

dasar monitoring kondisi fisiologis benih

selama tahap produksi dan strategi pemilihan

kelompok benih bermutu tinggi untuk

memenuhi kebutuhan konsumen (Marcos-

Filho, 2015). Semai yang tumbuh cepat dan

seragam merupakan kunci untuk meyakinkan

konsumen terhadap keberhasilan penanaman

dan produktivitas tanaman (Bonner, 1998).

Sebagian besar penelitian vigor benih

dilakukan terhadap benih tanaman pertanian

dan hanya sedikit yang dilakukan pada benih

tanaman hutan, khususnya untuk tanaman

hutan tropis (Bonner, 1998). Penelitian

mengenai vigor benih tanaman hutan

diperlukan karena jenis-jenis potensial seperti

Acacia mangium telah banyak diperjualbelikan

dengan informasi daya berkecambah yang

sering tidak sesuai dengan keberhasilan

persemaian. Meskipun A. mangium

teridentifikasi rentan serangan penyakit akar

(Lee, 2004), namun karena pertumbuhan dan

daya adaptasinya yang tinggi, sampai saat ini

masih menjadi pilihan utama pembangunan

hutan tanaman industri (Hegde, Palanisamy &

Yi, 2013). Di Indonesia mangium digunakan

untuk memenuhi kebutuhan bahan baku pulp

dan kertas, dengan total luas tanaman

mencapai 1,78 juta ha (Kehutanan

Kementerian, 2013). Dengan demikian

kebutuhan benih A. mangium bermutu masih

sangat tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk

mengevaluasi metode yang tepat untuk

mengkaji vigor benih A. mangium yang

berkolerasi dengan keberhasilan

perkecambahan dan persemaiannya.

II. BAHAN DAN METODE

A. Bahan dan Alat

Benih A. mangium dikumpulkan dari

beberapa lokasi sumber benih di Sumatera

Selatan, Riau, Kalimantan Selatan, Jawa

Tengah, dan Jawa Barat. Data kelompok benih

yang diuji dan status kelas sumber benihnya

disajikan pada Tabel 1. Bahan lain yang

digunakan dalam penelitian ini adalah kertas

merang, pasir, tanah, aquades, alkohol 70%,

garam tetrazolium (2,3,5–triphenil tetrazolium

chlorida), Na2HPO4.2H2O, KH2PO4, politube,

bak kecambah, plastik transparan, plastik klip,

label, dan lain-lain. Alat yang digunakan

diantaranya adalah germinator, oven,

inkubator, kaliper dan lain-lain.

Page 22: Vol. 5 No. 2, Desember Tahun 2017

84

UJI VIGOR UNTUK MENDUGA PERKECAMBAHAN BENIH DAN MUNCULNYA SEMAI NORMAL Acacia mangium DI PERSEMAIAN

Endang Pujiastuti dan Dede J. Sudrajat

Tabel (Table) 1. Daftar kelompok benih yang digunakan dalam penelitian (List of seed lots that used in this research)

Kelompok benih

(Seed lots)

Lokasi sumber benih (Location of seed source)

Kelas sumber benih

(Seed source classification)

Status penyimpanan benih (Storage status

of seed)

Kadar air benih (%)

(Seed water

content)

Berat 1000 butir

(gram) (1000 seeds

weight) SB-1 Subanjeriji, Sumatera

Selatan KBS Benih baru 6,2 12,34

SB-2 Subanjeriji, Sumatera Selatan

KBS Penyimpanan 1 tahun 5,4 10,81

SB-3 Subanjeriji, Sumatera Selatan

KBS Penyimpanan 2 tahun 3,4 11,20

SB-4 Wonogiri, Jawa Tengah KBS Benih baru 7,8 10,67 SB-5 Kenangan, Kalimantan

Timur KBS Benih baru 3,6 11,70

SB-6 Riam Kiwa, Kalimantan Selatan

APB Benih baru 7,4 7,64

SB-7 Pelalawan, Riau APB Benih baru 6,8 9,84 SB-8 Tanjung Jabung, Jambi APB Benih baru 6,1 11,50 SB-9 Tanjung Jabung, Jambi APB Penyimpanan 1 tahun 4,9 11,73 SB-10 Tanjung Jabung, Jambi APB Penyimpanan 2 tahun 4,8 11,77 SB-11 Tanjung Jabung, Jambi APB Penyimpanan 3 tahun 6,2 12,34 SB-12 Kertajati, Majalengka,

Jawa Barat - Benih baru 7,4 7,34

SB-13 Parungpanjang, Bogor, Jawa Barat

APB Benih baru 7,1 10,14

B. Prosedur Penelitian

Pengujian benih dilakukan di

Laboratorium Teknologi Benih Balai

Penelitian dan Pengembangan Teknologi

Perbenihan Tanaman Hutan, Bogor. Tahapan

kerja dan beberapa pengujian yang dilakukan

adalah sebagai berikut:

1. Penyiapan contoh kerja

Benih dikompositkan sehingga tercampur

secara merata untuk setiap kelompok

benihnya. Setiap kelompok benih tersebut

diberi label informasi asal benih. Contoh

kerja diambil dari kelompok benih tersebut

dengan cara acak parohan (ISTA, 2012;

Sudrajat et al., 2015).

2. Pengujian perkecambahan benih

standar di laboratorium

Pengujian perkecambahan dilakukan

dengan metode uji di atas kertas (UDK) di

germinator pada suhu 24-30° C dan

kelembaban 90-95%. Contoh uji dari setiap

kelompok benih berjumlah 4 ulangan

dengan masing-masing ulangan 100 butir

benih. Sebelum ditaburkan, benih diberi

Keterangan (Remark): penyimpanan benih dilakukan di ruang AC pada suhu 18-20° C dan kelembaban 50-60% (the seed lots storage is done in AC room at temperature of 18-20° C and humidity level of 50-60%)

Page 23: Vol. 5 No. 2, Desember Tahun 2017

85

UJI VIGOR UNTUK MENDUGA PERKECAMBAHAN BENIH DAN MUNCULNYA SEMAI NORMAL Acacia mangium DI PERSEMAIAN

Endang Pujiastuti dan/and Dede J. Sudrajat

perlakuan pendahuluan dengan

merendamnya di dalam air panas (80° C)

yang dibiarkan dingin selama 24 jam.

Penghitungan pertama perkecambahan

dilakukan pada hari ke-7 dan diakhiri pada

hari ke-21 (ISTA, 2012 ; Sudrajat et al.,

2015). Pengamatan dan perhitungan

tersebut dilakukan setiap 2 hari sekali.

3. Pengujian vigor benih

Parameter vigor benih yang diuji dalam

menentuan standar mutu benih adalah

indeks perkecambahan, jumlah kecambah

normal pada awal hitungan, panjang akar,

uji tetrazolium, uji penurunan terkontrol,

uji pengusangan, dan uji konduktivitas.

a. Indeks perkecambahan (Gi) dihitung

dengan rumus Maguire (1962) sebagai

berikut.

...........................................(1)

Keterangan: Gt = persen kecambah hari ke-n Tt = hari uji perkecambahan

b. Jumlah kecambah normal pada awal

hitungan ditentukan berdasarkan

hitungan awal perkecambahan benih

Acacia spp., yaitu hari ke-7 (ISTA,

2012).

c. Panjang akar diukur pada 10 kecambah

yang diambil secara acak dari uji

perkecambahan standar (uji di atas

kertas) per ulangan (4 ulangan) untuk

setiap kelompok benih. Pengukuran

akar dilakukan pada akhir

perkecambahan, yaitu hari ke-21

(ISTA, 2012).

d. Uji tetrazolium

Pengkondisian benih dilakukan dengan

melembapkan benih dalam air selama

24 jam. Untuk mempermudah

masuknya air, benih dilubangi

berlawanan arah dengan posisi

radikelnya sehingga tidak merusak titik

tumbuh benih. Kulit benih dikupas dan

benih dibelah menjadi dua keping

(kondisi radikel, plumula, kotiledon

terbagi dua). Kemudian benih direndam

dalam larutan tetrazolium 1% dalam

gelas piala dan dilapisi alumunium foil

(volume larutan 3 kali volume benih).

Masukan gelas piala tersebut ke dalam

oven dengan suhu 40°C selama 2 jam.

Kemudian tempatkan benih dalam

saringan, lalu dibilas dengan aquades

selama 30-60 detik. Penghitungan

benih viabel didasarkan pada pola

perwarnaan radikel, plumula dan

kotiledon (Zanzibar et al., 2003).

e. Uji penurunan terkontrol

Kadar air awal benih ditentukan

terlebih dahulu, setiap benih

ditempatkan dalam kantung alumunium

dan diatur untuk mendapatkan kadar air

20% dengan menambah air. Jumlah air

)Gi= (Gt

Tt

Page 24: Vol. 5 No. 2, Desember Tahun 2017

86

Jurnal Perbenihan Tanaman Hutan Vol.5 No 2 Desember 2017: 81-94 p-ISSN : 2354-8568 e-ISSN : 2527-6565

yang digunakan dihitung berdasarkan

rumus Wang (1989):

............... (2)

Keterangan: V = air yang diperlukan (mL) MCo = kadar air awal (%) MCr = kadar air yang diperlukan W = berat benih (g). Setiap kantung ditutup dan ditempatkan

dalam inkubator pada suhu 10°C

selama 24 jam sehingga imbibisi benih

berjalan lambat dan merata. Kemudian

kantung tersebut dipindahkan ke suhu

40°C selama 24 jam. Uji

perkecambahan dilakukan dengan 4

ulangan masing-masing 50 benih

(Wang et al., 2004).

f. Uji pengusangan

Pengusangan dilakukan dengan 4

ulangan masing-masing 100 butir benih

untuk setiap kelompok benih. Bak

plastik diisi air sebanyak seperempat

volume wadah dan di bagian atasnya

diletakkan tempat menyimpan benih,

kemudian wadah tersebut dimasukan ke

dalam inkubator pada suhu 43°C

selama 3 hari (Yulianti et al., 2002).

Setiap ulangan dikecambahkan dan

dihitung daya berkecambahnya.

g. Uji konduktivitas listrik

Uji konduktivitas dilakukan dengan 4

ulangan masing-masing 100 butir benih

setiap kelompok benih. Setiap ulangan

ditimbang dan dibilas dengan air untuk

menghilangkan kotoran. Benih

direndam dalam 100 mL air destilasi

dalam wadah/labu 150 mL. Benih

dalam labu diaduk untuk memeratakan

sebaran dan kontak benih dengan

cairan. Wadah/labu tersebut ditutup

serta disimpan pada suhu 20°C selama

24 jam. Konduktivitas air diukur

dengan conductivity meter dan hasilnya

dinyatakan dalam µs cm-1 g-1 (Sorensen

et al., 1996). Nilai konduktivitas diukur

dengan rumus:

......................................(3)

Keterangan: EC = nilai konduktivitas actual (µs

cm-1 g-1) A = nilai konduktivita cairan dan

contoh uji, B = nilai konduktivitas cairan tanpa

contoh uji C = berat contoh uji.

4. Uji perkecambahan di rumah kaca

Pengujian perkecambahan di rumah kaca

dilakukan dengan menggunakan media

pasir pada suhu 29-34° C dan kelembaban

60-75%. Benih dari setiap kelompok benih

ditabur dengan 4 ulangan masing-masing

100 butir benih. Perhitungan daya

berkecambah dilakukan setiap 2 hari sekali

hingga hari ke-21 setelah penaburan

(ISTA, 2012; Sudrajat et al., 2015).

V(mL)=100-MCo

100-MCrxW

.EC=

A-�B

C

Page 25: Vol. 5 No. 2, Desember Tahun 2017

87

UJI VIGOR UNTUK MENDUGA PERKECAMBAHAN BENIH DAN MUNCULNYA SEMAI NORMAL Acacia mangium DI PERSEMAIAN

Endang Pujiastuti dan/and Dede J. Sudrajat

5. Uji penaburan langsung di persemaian

Uji penaburan langsung dilakukan di

persemaian dengan intensitas cahaya 65%.

Sebanyak 4 ulangan pengujian dengan

masing-masing ulangan terdiri dari 100

butir benih disemaikan langsung pada

politube bervolume 300 cc. Media yang

digunakan adalah campuran tanah, pasir

dan kompos (2:1:1 v/v). Uji ini dilakukan

untuk mengetahui persentase keberhasilan

benih jadi semai yang sehat di persemaian.

Penghitungan benih berkecambah dan

tumbuh menjadi semai normal dilakukan

pada hari ke-30 (ISTA, 2012; Sudrajat et

al., 2015).

C. Analisis Data

Analisis statistik mengunakan program

SPSS 21 (IBM SPSS Statistics). Untuk

meningkatkan kenormalan data, transformasi

arcsin akar kuadrat digunakan terhadap data-

data persentase. Uji Duncan dilakukan untuk

membandingkan mutu kelompok benih secara

individual. Korelasi (Pearson) sederhana

dihitung untuk mengevaluasi hubungan antara

setiap hasil uji laboratorium dengan uji rumah

kaca dan persemaian.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

1. Mutu benih berdasarkan pengujian yang

berbeda

Semua kelompok benih yang diuji

memberikan pengaruh yang nyata terhadap

semua metode uji perkecambahan di

laboratorium, uji vigor, uji di rumah kaca,

dan tabur langsung di persemaian. Dilihat

dari daya berkecambahnya baik pada

metode uji di atas kertas (uji standar ISTA,

2012), uji tetrazolium, uji pengusangan, uji

di rumah kaca, dan uji tabur langsung,

kelompok benih asal Subanjeriji 2 (SB-2)

memberikan hasil terbaik (Tabel 2).

Tabel (Table) 2. Parameter mutu benih berdasarkan beberapa uji perkecambahan, uji vigor dan uji tabur langsung benih Acacia mangium (Seed quality parameters of Acacia mangium based on several germination test, vigour test and direct sowing test in the nursery)

Kelompok benih

(Seed lots)

UDK (%)

IP JKA (mm)

PA (mm)

TZ (%)

PT (%)

PU (%)

UKL UDP (%)

UTL (%)

SB-1 87±3 bc 9,4±0,3 fg 20±2 cde 5,2±0,3 abcd 95±3 b 30±7 cd 84±1 b 1235±27 bc 64±20 c 40±6 e SB-2 99±2 a 12,8±0,4 bc 18±5 ef 5,0±0,6 bcd 100±0 a 56±20 ab 93±3 a 1016±11 ef 91±3 a 90±3 a SB-3 99±2 a 13,3±0,7 b 29±6 c 5,9±0,8 a 100±0 a 70±17 a 67±7 fg 962±35 f 76±12 abc 70±6 c SB-4 83±5 c 10,3±1,2 ef 19±5 def 4,6±0,5 cde 93±1 bc 35±5 cd 77±3 bcde 1090±80 de 81±6 ab 79±5 b SB-5 49±3 e 7,4±0,8 g 20±7 cde 4,7±0,5 cde 93±3 bc 21±5 d 72±3 def 1700±44 a 41±7 d 35±4 e SB-6 89±2 b 12,7±0,3 bcd 25±4 cde 3,9±0,4 e 92±4 bc 37±8 cd 71±4 efg 1087±59 de 73±6 bc 72±4 c SB-7 61±2 d 8,4±1,3 gh 19±8 def 5,1±0,3 abcd 77±2 d 58±20 ab 63±7 g 1260±52 b 74±13 ab 72±4 c SB-8 89±4 b 9,5±0,5 fg 10±3 g 5,2±0,4 abcd 93±3 bc 31±5 cd 76±7 cde 865±34 g 75±5 bc 71±8 c SB-9 92±2 b 11,3±0,9 de 17±4 ef 4,6±0,6 cde 94±3 bc 39±17 cd 83±3 bc 1103±52 d 76±10 bc 69±7 c SB-10 88±2 b 11,8±0,8 cd 20±2 cde 5,4±0,5 abcd 93±4 bc 31±4 cd 73±2 def 1058±53 de 72±1 bc 68±3 c SB-11 89±3 b 12,3±0,5 bcd 28±3 cd 4,9±0,6 bcd 94±2 bc 38±4 cd 78±7 bcde 950±77 f 72±14 bc 50±3 d

Page 26: Vol. 5 No. 2, Desember Tahun 2017

88

Jurnal Perbenihan Tanaman Hutan Vol.5 No 2 Desember 2017: 81-94 p-ISSN : 2354-8568 e-ISSN : 2527-6565

SB-12 87±6 bc 15,9±1,2 a 69±7 a 4,3±0,7 de 93±2 bc 41±3 bc 70±3 efg 1182±53 c 81±6 ab 80±2 b SB-13 87±2 bc 14,7±1,4 a 58±12 b 5,7±0,8 ab 91±2 c 32±9 cd 41±7 bc 937±64 fg 83±6 ab 83±2 ab Rata-rata 84,5 11,5 27,1 4,9 92,9 39,3 72,9 1118,8 73,7 67,6 SD 14,1 2,5 17,0 0,5 5,5 13,5 12,4 218,9 11,8 16,4 F hitung 67,08** 29,95** 35,91** 3,94* 22,47** 5,55** 10,33** 67,13** 5,67** 48,08**

Keterangan (Remark): lihat tabel 1 untuk informasi kelompok benih informasi kelompok benih. UDK=uji di atas kertas, IP=indeks perkecambahan, JKA=jumlah kecambah normal hitungan pertama pekecambahan, PA=panjang akar kecambah, TZ = uji tetrazolium, PT = uji penurunan terkontrol, PU =uji pengusangan, UKL = uji daya hantar listrik, UDP = uji di rumah kaca, ULT = uji tabur langsung di persemian. Huruf yang sama di belakang angka pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5%. ** pada baris F hitung menunjukkan sumber benih berpengaruh nyata terhadap parameter mutu benih. (Table 1 see for seed lots information. UDK = standard germination on paper test, IP = germination index, JKA = number of normal seedling in the first count, PA = radicle length, TZ = tetrazolium test, PT = controlled deterioration test, PU = accelerated aging test, UKL = conductivity test, UDP = germination in a greenhouse, ULT = direct sowing in a nursery. The same letter behind the numbers in the same column shows not significantly different at level of 5%. ** in F hitung bar shows that seed lots have significant effects on seed quality parameters)

Kelompok benih SB-2 tersebut

memberikan daya berkecambah pada uji di

rumah kaca 91% dan tabur langsung pada

media semai dalam politube di persemaian

sebesar 90%, yang disusul dengan kelompok

benih asal Parungpanjang (SB-13) yang

memberikan daya berkecambah 83% pada uji

di rumah kaca dan uji tabur di persemaian.

Hasil uji laboratorium, perkecambahan di

rumah kaca dan penaburan langsung di

persemaian terendah diberikan oleh kelompok

benih asal Kenangan (SB-5) dengan daya

berkecambah berdasarkan uji di atas kertas

49%, uji di rumah kaca 41%, dan uji tabur

langsung di persemaian 35%.

2. Hubungan antara uji laboratorium, uji

di rumah kaca dan tabur langsung di

persemaian

Koefisien korelasi menunjukkan bahwa

bahwa uji di atas kertas sebagai metode

pengujian standar di laboratorium berkorelasi

dengan indeks perkecambahan (r= 0,668), uji

tetrazolium (r= 0,625), uji konduktivitas listrik

(r= -0,837), uji di rumah kaca (r= 0,726) dan

uji tabur langsung di persemaian (r= 0,493)

(Tabel 3). Korelasi antara pengujian daya

berkecambah standar dengan daya

berkecambah dan kemampuan tumbuh sehat di

lapangan juga dilaporan oleh Tavocoli et al.,

2005). Untuk korelasi dengan uji di rumah

kaca dan uji tabur langsung di persemaian,

beberapa uji vigor menunjukkan korelasi yang

nyata, yaitu uji di atas kertas, indeks

perkecambahan, dan uji konduktivitas listrik.

Koefisien korelasi antar parameter-parameter

tersebut dengan uji di rumah kaca dan uji tabur

langsung paling tinggi ditunjukkan oleh

korelasi antara uji konduktivitas listrik dengan

uji di rumah kaca (r= -0,784) dan dengan uji

tabur langsung di persemaian (r= -0,590)

(Tabel 3).

Page 27: Vol. 5 No. 2, Desember Tahun 2017

89

UJI VIGOR UNTUK MENDUGA PERKECAMBAHAN BENIH DAN MUNCULNYA SEMAI NORMAL Acacia mangium DI PERSEMAIAN

Endang Pujiastuti dan Dede J. Sudrajat

Tabel (Table) 3. Korelasi sederhana (Pearson) antar uji perkecambahan, uji vigor dan uji tabur langsung di persemaian pada benih Acacia mangium (Pearson correlation test between several germination test, vigour test and direct sowing test in the nursery on Acacia mangium seeds)

Parameter (Parameters)

UDK IP JKA PA TZ PT PU UKL UDP

IP 0,668** JKA 0,115 0,766** PA 0,175 0,011 -0,025 TZ 0,629* 0,368 -0,003 0,117 PT 0,341 0,282 0,014 0,297 0,033 PU 0,243 -0,271 -0,582* -0,336 0,440 0,030 UKL -0,837** -0,545* -0,077 -0,326 -0,259 -0,320 0,062 UDP 0,726** 0,651** 0,268 0,103 0,123 0,506* -0,009 -0,784** UTL 0,493* 0,590* 0,298 0,015 0,003 0.459 -0,180 -0,590* 0,896**

Keterangan (Remark): UDK = uji di atas kertas, IP = indeks perkecambahan, JKA = jumlah kecambah normal hitungan pertama perkecambahan, PA = panjang akar kecambah, TZ = uji tetrazolium, PT = uji penurunan terkontrol, PU = uji pengusangan, UKL = uji daya hantar listrik, UDP = uji di rumah kaca, ULT = uji tabur langsung di persemaian, ** =berkorelasi sangat nyata pada taraf 99%, * = berkorelasi nyata pada taraf 95% (UDK = standard germination on paper test, IP = germination index, JKA = number of normal seedling in the first count, PA = radicle length, TZ = tetrazolium test, PT = controlled deterioration test, PU = accelerated aging test, UKL = conductivity test, UDP = germination in a greenhouse, ULT = direct sowing in a nursery. ** = very significantly correlated at level of 99%, * = significantly correlated at level of 95%)

Gambar (Figure) 1. Hubungan linear daya berkecambahan uji di atas kertas dengan daya berkecambah uji di rumah kaca (A), dan jumlah semai normal pada uji tabur langsung di persemaian (B) (Linear correlation between seed germination level of paper test and seed germination level of greenhouse test (A), and number of normal seedling in nursery test (B))

Daya berkecambah uji di atas kertas (%)Seed germination level of paper test (%)

y = 0.6087x + 22.313R² = 0.5274

Day

a b

erke

cam

bah

uji

rum

ah k

aca

(%)

Seed

ger

min

ati

on

leve

l of

gre

enh

ou

se t

est

(%) 100

90

80

70

60

50

40

30

20

10

00 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

Daya berkecambah uji di atas kertas (%)Seed germination level of paper test (%)

y = 0.5726x + 19.207R² = 0.2431

Sem

ai n

orm

al d

i per

sem

aian

(%

)N

um

ber

of

no

rma

l see

dlin

gs

in n

urs

ery

(%)100

90

80

70

60

50

40

30

20

10

0

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

Page 28: Vol. 5 No. 2, Desember Tahun 2017

90

Jurnal Perbenihan Tanaman Hutan Vol.5 No 2 Desember 2017: 81-94 p-ISSN : 2354-8568 e-ISSN : 2527-6565

Gambar (Figure) 2. Hubungan linear indeks perkecambahan dengan daya berkecambah uji di

rumah kaca (A) dan semai normal pada uji tabur langsung di persemaian (B) (Linear correlation between germina tion index and seed germination level of greenhouse test (A), and number of normal seedling in nursery test (B))

Gambar (Figure) 3. Hubungan linear uji daya hantar listrik dengan daya berkecambah uji di rumah

kaca (A) dan semai normal pada uji tabur langsung di persemaian (B) (Linear correlation between electrical conductivity test and seed germination level of greenhouse test (A), and number of normal seedlings in nursery test (B))

B. Pembahasan

1. Mutu benih berdasarkan pengujian yang

berbeda

Walaupun kelompok benih SB-2

(Subanjeriji, 1 tahun penyimpanan)

menunjukkan nilai daya kecambah terbaik

(Tabel 2), namun jika dibandingkan dengan

beberapa kelompok benih yang telah

mengalami penyimpanan lainnya, SB-3

(Subanjeriji, 2 tahun penyimpanan), SB-9

(Tanjung Jabung, 1 tahun penyimpanan), SB-

10 (Tanjung Jabung, 2 tahun penyimpanan),

Day

a b

erke

cam

bah

uji

rum

ah k

aca

(%)

Seed

ger

min

ati

on

leve

l of

gre

enh

ou

se t

est

(%)

Indeks perkecambahan (Germination index)

y = 3.1159x + 37.865R² = 0.4233

100

90

80

70

60

50

40

30

20

10

00 2 4 6 8 10 12 14 16 18

Sem

ai n

orm

al d

i per

sem

aian

(%

)N

um

ber

of

no

rma

l see

dlin

gs

in n

urs

ery

(%)

Indeks perkecambahan (Germination index)

y = 3.9151x + 22.501R² = 0.348

100

90

80

70

60

50

40

30

20

10

0

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18

Day

a b

erk

eca

mb

ah u

ji ru

mah

kac

a (%

)Se

ed g

erm

ina

tio

n le

vel o

f g

reen

ho

use

tes

t (%

)

Uji konduktivitas listrik (ms/cm/g)Electrical conductivity test (ms/cm/g)

y = 30.0427x + 121.59R² = 0.6278

100

90

80

70

60

50

40

30

20

10

0

700 900 1100 1300 1500 1700

Sem

ai n

orm

al d

i pe

rse

mai

an (

%)

Nu

mb

er o

f n

orm

al s

eed

ling

in n

urs

ery

(%)

Uji konduktivitas listrik (ms/cm/g)Electrical conductivity test (ms/cm/g)

y = 0.0476x + 120.89R² = 0.4057

100

90

80

70

60

50

40

30

20

10

0700 900 1100 1300 1500 1700

Page 29: Vol. 5 No. 2, Desember Tahun 2017

91

UJI VIGOR UNTUK MENDUGA PERKECAMBAHAN BENIH DAN MUNCULNYA SEMAI NORMAL Acacia mangium DI PERSEMAIAN

Endang Pujiastuti dan/and Dede J. Sudrajat

SB-11 (Tanjung Jabung, 3 tahun

penyimpanan) menunjukkan daya

berkecambah yang secara umum tidak berbeda

nyata. Bahkan pada beberapa kelompok benih,

benih yang disimpan menunjukkan hasil yang

lebih baik seperti pada kelompok benih asal

Subanjeriji (yang tidak disimpan). Hal ini

menunjukkan bahwa benih A. mangium

memiliki watak sangat ortodoks (true

orthodox) yang mampu disimpan hingga

beberapa tahun dalam kondisi kadar air rendah

tanpa mengalami penurunan daya

berkecambah yang berarti (Hegde et al.,

2013). Secara umum perbedaan mutu

fisiologis benih antar kelompok benih lebih

disebabkan oleh kinerja penanganan benih

(Barner & Ditlevsen, 1988) yang dimulai dari

pengumpulan, pemrosesan, hingga

penyimpanan benih. Selain itu, faktor

lingkungan selama masa pembungaan dan

pembuahan genetik dapat berpengaruh

terhadap mutu fisiologis benih antar kelompok

benih (Maity & Chakrabarty, 2013; Walsh et

al., 2014).

Hasil uji di rumah kaca dan uji tabur

langsung di persemaian menunjukkan nilai

yang lebih rendah dibandingkan uji di atas

kertas sebagai uji standar untuk A. mangium.

Uji di atas kertas dilakukan pada kondisi

optimal dengan suhu dan kelembaban yang

relatif konstan dan dengan stres yang

minimum dengan suhu berkisar antara 26-30°

C dan kelembaban 90-95% (ISTA, 2012). Uji

di rumah kaca dan uji tabur langsung relatif

mendapatkan kondisi cekaman lingkungan

yang lebih banyak dengan suhu berkisar antara

29-34° C dan kelembaban 60-75%. Hal ini

direfleksikan dengan kemunculan kecambah

yang lambat dan penurunan jumlah kecambah

normal yang tumbuh. Secara umum, uji di atas

kertas dan uji tetrazolium cenderung

memberikan hasil overestimate dalam

menduga daya berkecambah pada penaburan

di media pasir dan uji tabur langsung di

persemaian (Kan et al., 2010; Khaliliaqdam et

al., 2013; Naderidarbaghshahi & Bahari,

2012).

2. Hubungan antara uji Laboratorium, uji

di rumah kaca dan tabur langsung di

persemaian

Beberapa penelitian sebelumnya

melaporkan adanya korelasi yang nyata antara

uji lapang (perkecambahan di rumah kaca dan

tabur langsung) dengan uji perkecambahan

standar, indeks perkecambahan, (Kan et al.,

2010), dan uji konduktivitas listrik (Vieira, et

al., 1999b ; Wang et al., 2004). Berbeda

dengan hasil penelitian Naderidarbaghshahi

dan Bahari (2012) yang melaporkan korelasi

antar uji laboratorium dengan uji tabur

langsung menunjukkan hasil yang tidak nyata.

Perbedaan karakteristik jenis benih, asal benih

dan penanganan benih dapat menjadi

Page 30: Vol. 5 No. 2, Desember Tahun 2017

92

Jurnal Perbenihan Tanaman Hutan Vol.5 No 2 Desember 2017: 81-94 p-ISSN : 2354-8568 e-ISSN : 2527-6565

ketidaksamaan hasil dari beberapa penelitian

tersebut.

Meskipun uji di atas kertas dan indeks

perkecambahan berkorelasi nyata dengan

munculnya kecambah normal di rumah kaca

dan persemaian (Tabel 3), namun uji

konduktivitas lebih akurat untuk menduga

munculnya kecambah normal di rumah kaca

(R2= 0,6278) dan semai normal di persemaian

(R2= 0,4057) (Gambar 3). Hal yang sama

dilaporkan Wang et al., (2004) yang

menunjukkan korelasi negatif yang nyata

antara konduktivitas listrik dengan munculnya

semai normal di lapangan. Selain itu menurut

Panobianco dan Veiera (1996) dan

Khaliliaqdam et al. (2013), uji konduktivitas

listrik sangat sensitif untuk merangking vigor

benih kedelai (Glycine max) dari kultivar

berbeda. Hal sebaliknya dilaporkan Wang dan

Hampton (1989) yang menyatakan bahwa uji

konduktivitas listrik tidak sebaik uji penurunan

terkontrol dan uji pengusangan dalam

menduga munculnya kecambah normal di

lapangan untuk benih red clover (Trifolium

pratense L). Perbedaan ini diduga disebabkan

oleh perbedaan fisik benih yang

mempengaruhi efektivitas setiap uji yang

digunakan.

Konduktivitas listrik ditujukan untuk

menguji potensi fisiologis benih. Uji ini

mengevaluasi secara tidak langsung tingkat

kerusakan membran seluler dengan

menentukan jumlah ion terlarut dalam volume

tertentu air terdeionisasi. Benih yang

mengalami penurunan, membran selnya

menjadi kurang keras dan lebih dapat ditembus

air. Benih dengan potensi fisiologis rendah

memiliki jumlah elektrolit yang lebih besar

sebagai konsekuensi dari kemampuan

menyaring membran seluler yang rendah.

Penurunan potensi fisiologis dan daya

berkecambah benih secara langsung

berhubungan dengan meningkatnya jumlah ion

terlarut yang dihasilkan dari hilangnya daya

Mahjabin et al., 2015).

Penelitian ini memberi konfirmasi bahwa

uji konduktivitas listrik lebih cocok untuk

benih A. mangium dibandingkan uji vigor

lainnya. Penggunaan uji konduktivitas untuk

mengkaji vigor benih makin meningkat setiap

waktunya, pertama kali di Eropa dan Amerika

Serikat seperti yang dilakukan oleh Heydecker

(1969), Gill dan Delouche (1973), dan Loeffler

et al. (1988). Kemudian dikembangkan juga di

Brazil dan diikuti oleh banyak peneliti lainnya

(Marcos-Filho, 2015), yang membuat uji ini

digunakan makin luas di dalam program

penelitian pengujian vigor benih.

IV. KESIMPULAN

Uji vigor yang digunakan dalam

penelitian ini mampu membedakan mutu benih

dari beberapa asal sumber benih. Kelompok

benih asal Subanjeriji (SB-2) memberikan

kinerja perkecambahan dan munculnya semai

gabung membran (Vieira et al., 1999a;

Page 31: Vol. 5 No. 2, Desember Tahun 2017

93

UJI VIGOR UNTUK MENDUGA PERKECAMBAHAN BENIH DAN MUNCULNYA SEMAI NORMAL Acacia mangium DI PERSEMAIAN

Endang Pujiastuti dan/and Dede J. Sudrajat

normal terbaik yang diikuti oleh kelompok

benih asal Parungpanjang (SB-13), sedangkan

kelompok benih asal Kenangan (SB-5)

memberikan kinerja terendah. Uji standar (uji

di atas kertas) dan uji vigour (indeks

perkecambahan dan uji konduktivitas listrik)

berkorelasi nyata dengan munculnya

kecambah normal di rumah kaca dan

persemaian, namun uji konduktivitas listrik

lebih akurat untuk menduga munculnya

kecambah normal di rumah kaca (R2= 0,6278)

dan persemaian (R2= 0,4057) sehingga uji

konduktivitas listrik dapat dijadikan uji yang

akurat untuk menduga vigor benih A.

mangium.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis berterima kasih kepada PT. Musi

Hutan Persada Sumatera Selatan, PT. Riau

Andalan Pulp and Paper Riau, PT. Wira Karya

Sakti Jambi, PT. ITCI Kalimantan Timur,

Balai Besar Pemuliaan dan Bioteknologi

Tanaman Hutan Yogyakarta , dan Perum

Perhutani atas bantuan sampel benih A.

mangium untuk penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA Barner, H., & Ditlevsen. (1988). Strategies and

procedures for an integrated national tree-seed programe for seed procurement, tree improvement and genetic resources. Lecture Note A-1, Danida Forest Seed Centre. Denmark.

Bonner, E. (1986). Measurement of seed vigor for

loblolly and slash pines. Forest Science, 32, 170–178.

Bonner, F. T. (1998). Testing tree seeds for vigor: A review. Seed Tehcnology , 20(1), 5–17.

Chaisurisri, K., Edwards, D. G. W., & El -Kassaby, Y. A. (1993). Accelerated aging of Sitka spruce seeds. Silvae Genetica, 42,303–30.

DBPTH. (2014). Lokakarya penyusunan Standar Mutu Benih dan Mutu Bibit Tanarnan Hutan. In Kebijakan pengujian benih. Solo, 4-7 November 2014: Direktorat Bina Perbenihan Tanaman Hutan. Jakarta.

Ghassemi-Golezani, K., Bakhshy, Y., Raey, J., & Hossenizadeh-Mahotchi, A. (2010). Seed vigor and field performance of winter oilseed rape (Brassica napus L.) cultivars. Not Botany Hort Agro-Botanica Cluj, 38, 146–150.

Gill, N. S., & Delouche, J. . (1973). Proceedings of the Association of Official Seed Analysts 63. In Deterioration of seed corn during storage. (pp. 35–50).

Hegde, M., Palanisamy, K., & Yi, J. S. (2013). Acacia mangium Willd. - A fast growing tree for tropical plantation. Journal of Forest Science, 29(1), 1–14.

Heydecker, W. (1969). Proceedings of the International Seed Testing Association 34. In The vigour of seeds: a review (pp. 201–2019).

ISTA. (2012). International rules for seed testing : Edition 2012. Bassersdorf CH. Switzerland: International Seed Testing Association.

Kan, Z. A., Shah, P., Mohd, F., Khan , H., Amanullah, A., Pervin, S., … Zubair, M. (2010). Vigor tests used to rank seed lot quality and predict field emergence in wheat. Pakistan Journal of Botany, 42(5), 3147–3155.

Kehutanan Kementerian. (2013). Statistik kehutanan Indonesia. Jakarta: Pusat Informasi dan Dokumentasi Kehutanan, Kementerian Kehutanan.

Khaliliaqdam, N., Soltani, A., Latifi, N., & Far, F. G. (2013). Laboratory tests for predicting emergence of soybean cultivars. Plant Knowledge Journal, 2(2), 89–93.

Lee, S. S. (2004). Diseases and potential threats to Acacia mangium plantations in Malaysia.

Page 32: Vol. 5 No. 2, Desember Tahun 2017

94

Jurnal Perbenihan Tanaman Hutan Vol.5 No 2 Desember 2017: 81-94 p-ISSN : 2354-8568 e-ISSN : 2527-6565

Unasylva, 287(55), 31–35.

Loeffler, T. M., TeKrony, D. M., & Egli, D. B. (1988). The bulk conductivity test as an indicator of soybean seed quality. Journal of Seed Technology , 12, 37–53.

Mahjabin, Bilal, S., & A.B., A. (2015). Physiological and biochemical changes during seed deterioration: A review. International Journal of Recent Scientific Research Research, 6(4), 3416–3422.

Maity, A., & Chakrabarty, S. K. (2013). Effect of environmental factors on hybrid seed quality of Indian mustard (Brassica juncea). African Journal of Agriculture Research, 8(48), 6213–6219.

Marcos-Filho, M. (2015). Seed vigor testing: an overview of the past, present and future perspective. Scientia Agricola, 72(4), 363–374.

Martin, A. B. N., Marini, P., Bandeira, J. M., Villela, A., & Moraes, D. M. (2012). Analysis of seed quality: A nonstop evolving activity. African Journal of Agricultural Research, 9(49), 3549–3554.

Milosevic, Vujakovic, M., & Karagic, D. (2010). Vigour tests as indicators of seed viability. Genetika, 42(1), 103–118.

Naderidarbaghshahi, M., & Bahari. (2012). Assessment the relationship between seed vigor tests and seed field performance of some forage crops of Iran. International Journal of Agriculture and Crop Sciences, 4(23), 1763–1766.

Noli, E., Casarini, G., Urso, G., & Conti, S. (2008). Suitability of three vigour test procedures to predict field performance of early sown maize seed. Seed Science and Technology , 36, 168–176.

Sorensen, A., Laurisen, E. B., & Thomsen, K. (1996). Electrical conductivity test. Danida Forest Seed Centre. Humlebaek .

Sudharani, M., & Padmasri, A. (2014). Assessment of seed vigour tests for relative storability and field performance in cotton. IOSR Journal of Agriculture and Veterinary Science , 7(9), 59–62.

Sudrajat, D., Nurhasybi, & Yulianti. (2015). Standar Pengujian dan mutu benih tanaman

hutan. Bogor: Forda Press.

Tavacoli H, Behesti A, & Nasirimhalati M. (2005). Assessment of seed alfalfa quality by seed tests. Journal of Agronomic Research 3(1),25-32.

Vieira, R. D., Paiva, A. J. A., & Perecin, D. (1999). Electrical conductivity and field performance of soybean seeds. Seed Technology, 21, 15–24.

Vieira, R. D., Paiva-Aguero, J.A., Perecin, D., & Bittencourt, S. R. (1999). Correlation of electrical conductivity and other vigor tests with field emergence of soybean seedlings. Seed Science and Technology , 27, 67–75.

Walsh, S., Potts, M., Remington, T., Sperling, L., & Turner, A. (2014). Defining seed quality and principles of seed storage in a smallholder context. Seed Storage Brief 31,Catholic Relief Services, Nairobi.

Wang, Y. R., & Hampton, J. G. (1989). Proceedings of the clover vigour testing. In Red clover (Trifoliumpratense L.). seed quality (pp. 63–68). Agronomy Society New Zealand.

Wang, Y. R., Yu, L., Nan, Z. B., & Liu, Y. L. (2004). Vigor tests used to rank seed lot quality and predict field emergence in four forage species, Crop Science,44, 535–541.

Yulianti, B., Cahyadi, & Ulfah, U. J. (2002). Pengaruh pengusangan dipercepat terhadap viabilitas benih Acacia mangium. Buletin Teknologi Perbenihan Bogor .

Zanzibar, M., Herdiana, N., Novita, I., Kartiana, E. R., Muharam, A., & Ismiati, E. (2003). Pedoman uji cepat viabilitas benih tanaman hutan. Buku I. Bogor: Publikasi Khusus Balai Penelitian Teknologi Perbenihan.

Page 33: Vol. 5 No. 2, Desember Tahun 2017

© 2017 BPTPTH All rights reserved. Open access under CC BY-NC-SA license.doi: //doi.org/10.20886/bptpth.2017.5.2.95-102 95

METODE PENGERINGAN POLONG UNTUK EKSTRAKSI DAN PENURUNAN KADAR AIR

BENIH SENGON LAUT (Falcataria moluccana (Miq.) Barneby & J.W. Grimes) Muhammad Zanzibar

METODE PENGERINGAN POLONG UNTUK EKSTRAKSI DAN PENURUNAN KADAR AIR BENIH SENGON LAUT (Falcataria moluccana (Miq.) Barneby & J.W. Grimes)

(Drying Method of Pods for Extracting and Decreasing of Seed Moisture Content of Sengon Laut

(Falcataria moluccana (Miq.) Barneby & J.W. Grimes)

Muhammad Zanzibar Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan Jl. Pakuan Ciheuleut PO BOX 105; Telp 0251-8327768, Bogor, Indonesia

e-mail: [email protected]

Naskah masuk: 27 September 2017; Naskah direvisi: 6 November 2017; Naskah diterima: 22 November 2017

ABSTRACT

The process of initial handling of seeds is extraction which is using dry or wet methods. The objective of this research was to find out the suitable pod drying period for extracting seeds and decreasing of seed moisture content of sengon laut. The experimental design used was a complete randomized design (CRD). The main factor was drying method under the sun and using seed drier (40°C). The results showed that either sun drying for 2 days or use seed drier for 32 hours was the best method for extraction and decreasing of seed moisture content. Drying pods was enable to obtain safe seed moisture content for long-term storage of Falcataria molucana seeds. Keyword: drying, falcataria moluccana, moisture content, pod, seed

ABSTRAK

Ekstraksi adalah penanganan awal benih yang dapat dilakukan secara kering dan basah. Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan metode pengeringan polong yang tepat untuk ekstraksi dan penurunan kadar air benih sengon laut. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL). Faktor utama adalah metode pengeringan, yaitu penjemuran dengan sinar matahari dan menggunakan alat pengering (seed drier) pada suhu 40°C. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penjemuran selama 2 hari atau pengeringan dengan alat pengering selama 32 jam merupakan metode terbaik untuk ekstraksi dan penurunan kadar air benih. Pengeringan polong dapat dilakukan juga guna mendapatkan kadar air benih aman untuk penyimpanan jangka panjang jenis sengon laut. Kata kunci : benih, kadar air, penjemuran, polong, sengon laut

I. PENDAHULUAN

Keberhasilan penyimpanan benih sangat

dipengaruhi oleh kadar air awal (Justice &

Bass, 2012). Benih mengalami kerusakan

akibat kelembapan udara yang tinggi karena

benih merupakan makhluk hidup yang apabila

disimpan pada kondisi sub optimum (suhu

dan kelembapan udara tinggi) akan terjadi

proses katabolisme yaitu peroksidasi lemak

yang mengakibatkan kerusakan membran serta

menghasilkan produk sampingan yang beracun

sehingga benih akan mengalami penurunan

vigor. Pada benih berpolong, kadar air polong

Page 34: Vol. 5 No. 2, Desember Tahun 2017

96

Jurnal Perbenihan Tanaman Hutan Vol.5 No 2 Desember 2017: 95-102 p-ISSN : 2354-8568 e-ISSN : 2527-6565

harus diturunkan terlebih dahulu untuk

mempermudah penanganan benih selanjutnya

(Rofiq, 2013).

Di lapangan, pengeringan polong sengon

laut dilakukan dengan cara dijemur di atas

lantai beralas terpal selama beberapa hari

sampai polong tersebut kering. Dari proses ini,

kadar air polong diturunkan sampai pada

tingkat tertentu sehingga proses ekstraksi

dapat berlangsung dengan baik.

Menurut Irawati, Rahardjo dan Bintoro,

(2008) pengeringan benih adalah proses

hilangnya uap air dari dalam benih. Hal ini

terjadi karena suhu udara di sekitar benih

yang tinggi mengakibatkan gaya dorong antara

permukaan benih dengan udara ruang

pengering semakin meningkat. Semakin besar

perbedaan suhu antara udara ruang pengering

dengan permukaan benih, maka semakin

tinggi gaya dorong yang terjadi, sehingga

mengakibatkan penguapan air dari benih. Pada

kadar air benih yang optimal, serangan jamur,

aktivitas serangga dan enzim dapat

dikendalikan. Surki, Sharifzade, Afshari,

Hosseini, dan Gazor (2010) menyatakan

bahwa terdapat beberapa faktor yang

mempengaruhi kualitas pengeringan, yaitu:

suhu udara, kelembapan udara, dan kecepatan

udara pengeringan.

Pengaruh dari proses pengeringan yang

lama, telah banyak dilaporkan, misalnya

Babiker, Dullo, El Balla, dan Ibrahim (2010)

melaporkan bahwa pengeringan yang lambat

dapat mengakibatkan rendahnya viabilitas

benih yang dihasilkan. Kadar air benih yang

tinggi menyebabkan inisiasi perkecambahan

serta meningkatkan serangan jamur, sehingga

menyebabkan benih kehilangan viabilitasnya.

Pengeringan yang lambat juga mengakibatkan

menurunnya kapasitas produksi benih,

akibatnya pemenuhan kebutuhan benih kepada

konsumen menjadi terhambat. Pengeringan

polong yang berlebihan secara tidak langsung

akan berakibat buruk pada viabilitas benih.

Pada prinsipnya terdapat dua cara

penurunan kadar air benih, yaitu pengeringan

dengan cara penjemuran (sun-drying) dan

pengeringan dengan alat pengering (seed

drier) Keuntungan metode penjemuran adalah

energi yang didapat dari energi sinar matahari

sangat murah dan berlimpah terutama di

daerah tropis, sedangkan kerugiannya adalah

kadar air benih tak merata, karena penjemuran

tergantung pada keadaan cuaca, waktu yang

diperlukan lebih lama, dan banyak tenaga

kerja yang diperlukan. Sementara, pengeringan

dengan menggunakan alat pengering

(artificial-drying/seed drier) mempunyai

keuntungan di antaranya adalah kadar air yang

diperoleh relatif konstan, tidak tergantung

cuaca dan suhu. Waktu pengeringan dapat

diatur berdasarkan kondisi polong.

Kerugiannya adalah daya tampung polong

Page 35: Vol. 5 No. 2, Desember Tahun 2017

97

METODE PENGERINGAN POLONG UNTUK EKSTRAKSI DAN PENURUNAN KADAR AIR

BENIH SENGON LAUT (Falcataria moluccana (Miq.) Barneby & J.W. Grimes) Muhammad Zanzibar

yang dapat dikeringkan sangat terbatas, serta

dibutuhkan investasi yang relatif besar.

Tingkat penurunan kadar air pada ke dua

cara pengeringan perlu diketahui sehingga

kondisi benih masih aman untuk berkecambah

atau disimpan. Pengeringan pada suhu tinggi

dapat mengakibatkan kerusakan senyawa-

senyawa kimia dalam benih, misalnya protein

mengalami denaturasi dan koagulasi pada

suhu di atas 50°C, pada suhu di atas 60°C

mengakibatkan kualitas pati menjadi rusak,

sedangkan suhu di atas 70°C mengakibatkan

lemak mengalami dekomposisi. Aktivitas

enzimatik di dalam lemak akan aktif pada

kisaran suhu 40-45 °C dan akan berhenti pada

kisaran suhu 80-100 °C. Pengeringan yang

berlebihan dapat mengakibatkan penurunan

daya berkecambah, pemunculan anakan yang

abnormal, pengerasan kulit benih serta

kerusakan enzim (Chakraverty & Singh, 2001)

(Ashraf & Habib, 2011) . Cara perontokkan

benih dari polong sangat mempengaruhi

kondisi fisik, vigor dan rendemen benih yang

dihasilkan. Pada jenis sengon, kebiasaan

masyarakat adalah dengan cara memukul-

mukul polong, baik pada saat penjemuran atau

dimasukkan ke dalam karung. Penampakkan

fisik dan rendemen benih sangat tergantung

pada keterampilan dan pengalaman dari

pelaksananya sehingga perlu peningkatan

efisiensi ekstraksi dengan menggunakan alat

bantu. Tujuan penelitian ini adalah

menentukan metode pengeringan polong yang

tepat untuk ekstraksi dan penurunan kadar air

benih sengon laut.

II. BAHAN DAN METODE

A. Bahan dan Alat

Polong sengon laut diperoleh dari RPH

Manggis, BKPH Pare, KPH Kediri. Penelitian

pengeringan dilakukan di laboratorium Balai

Penelitian dan Pengembangan Teknologi

Perbenihan Tanaman Hutan pada bulan Juli-

Desember 2015.

B. Prosedur Penelitian

Polong yang digunakan adalah polong

yang telah mengindikasikan bahwa benih telah

mencapai masak fisiologis, yaitu berwarna

cokelat tua (Wibowo, 1989). Penjemuran

polong dilakukan di lantai jemur beralaskan

terpal. Penjemuran selama 6 jam perhari, yaitu

mulai pukul 08.00 – 14.00, masing-masing

selama 0, 1, 2, 3, 4 dan 5 hari (6 perlakuan).

Pengeringan polong dalam alat pengering

(seed drier) selama 4, 8, 12, 16, 20, 24, 28, 32,

36, 40, 44 dan 48 jam (12 perlakuan), pada

suhu 40oC sehingga total perlakuan sebanyak

18 perlakuan.

Setelah waktu pengeringan tercapai,

polong kemudian dipukul-pukul dalam karung

hingga benih terlepas, kemudian ditampi

(Sudrajat, Nurhasybi, & Yulianti, 2015).

Pengukuran kadar air polong dan benih

Page 36: Vol. 5 No. 2, Desember Tahun 2017

98

Jurnal Perbenihan Tanaman Hutan Vol.5 No 2 Desember 2017: 95-102 p-ISSN : 2354-8568 e-ISSN : 2527-6565

menggunakan metoda oven tetap pada suhu

102 + 3oC, selama 17 ± 1 jam (ISTA, 2010).

Benih yang dibutuhkan untuk kegiatan ini,

masing-masing adalah 18 (perlakuan) x 3

(ulangan) x 5 g (berat contoh) = 270 gram.

Perkecambahan dilakukan di rumah kaca,

menggunakan media campuran pasir dan tanah

(1 : 1, v/v). Sebelum dikecambahkan, benih

terlebih dahulu diberi perlakuan pendahuluan

dengan cara direndam dalam air panas (80oC)

dan dibiarkan hingga dingin. Ulangan

dilakukan sebanyak 3 kali, masing-masing

ulangan terdiri dari 100 butir. Jumlah benih

sengon laut yang dibutuhkan adalah : 18

(perlakuan) x 3 (ulangan) x 100 butir = 5.400

butir. Pengamatan perkecambahan dilakukan

selama 30 hari setelah benih ditabur. Kriteria

kecambah normal apabila telah muncul daun

pertama (ISTA, 2010).

C. Analisis Data

Penelitian menggunakan rancangan acak

lengkap (RAL). Faktor utama adalah metoda

pengeringan (alat pengering dan penjemuran

dengan sinar matahari). Parameter yang

diamati adalah kadar air polong, kadar air

benih dan daya berkecambah.

1. Kadar air polong/benih.

Kadar air adalah banyaknya kandungan

air dalam polong/benih yang diukur berdasar-

kan hilangnya kandungan air tersebut dan

dinyatakan dalam % terhadap berat asal contoh

(ISTA, 2010).

KA (%) = b – c/b – a x 100%.....................(1)

Keterangan : KA = kadar air a = berat wadah + tutup b = berat wadah + tutup + berat contoh

awal c = berat wadah + tutup + berat contoh

setelah pengeringan 2. Daya berkecambah (DB =%).

Daya berkecambah adalah kemampuan

benih untuk tumbuh dan berkembang menjadi

kecambah normal (ISTA, 2010).

DB (%) = ∑ KN/JB x 100 % .............…(2)

Keterangan : DB = daya berkecambah KN = kecambah normal JB = jumlah benih yang dikecambahkan

Kenormalan data menggunakan uji

Kolmogorov-Smirnov (Stanislus, 2006). Data

dianalisis smenggunakan analisis ragam dan

uji Duncan (Duncan multiple range test)

menggunakan program SAS (SAS Institute,

1985).

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Metode pengeringan berpengaruh

terhadap parameter kadar air polong dan kadar

air benih sengon laut, namun peubah daya

berkecambah tidak berpengaruh nyata

terhadap daya berkecambah benih (Tabel 1).

Page 37: Vol. 5 No. 2, Desember Tahun 2017

99

METODE PENGERINGAN POLONG UNTUK EKSTRAKSI DAN PENURUNAN KADAR AIR

BENIH SENGON LAUT (Falcataria moluccana (Miq.) Barneby & J.W. Grimes) Muhammad Zanzibar

Tabel (Table) 1. Hasil uji beda Duncan pengaruh lama pengeringan terhadap kadar air polong, kadar air benih dan daya berkecambah sengon laut (The results of Duncan test of the effect drying treatment on the pod, seed moisture content and germination percentage of sengon laut)

Perlakuan pengeringan/Drying treatment

Kadar air polong/Pod

moisture content (%)

Kadar air benih/Seed

moisture content (%)

Daya berkecambah/ Germination percentage

(%)

Kontrol (Control) (7,76 + 0,13 )a (7,93 + 0,36) a (77,00+4,36) Penjemuran 1 hari (Sun drying for 1 day) (7,78+0,65) a (7,95 + 0,29) a (78,66+ 4,16) Penjemuran 2 hari (Sun drying for 2 days) (5,72+ 0,69) b (5,98 + 0,10) b (73,66 + 1,53) Penjemuran 3 hari (Sun drying for 3 days) (5,52 + 0,47 ) b (5,77 + 0,09) b (76,00 + 1,00) Penjemuran 4 hari (Sun drying for 4 days) (5,53+0,19) b (5,77 + 0,19) b (77,33+2,31) Penjemuran 5 hari (Sun drying for 5 days) (5,53 + 0,23) b (5,59 + 0,51) b (78,66+ 1,53) Alat pengering 4 jam (Seed drier for 4 hours) (7,70+ 0,09) a (7,94 + 0,05) a (76,33+9,07) Alat pengering 8 jam (Seed drier for 8 hours) (7,43 + 0,35) a (7,52 +0,03) a (81,66+3,21) Alat pengering 12 jam (Seed drierfor 12 hours) (7,46+ 0,14) a (7,56 + 0,11) a (74,44+ 3,21) Alat pengering 16 jam (Seed drier for 16 hours) (7,47 + 0,41) a (7,49+ 0,29) a (79,00+ 6,24) Alat pengering 20 jam (Seed drier for 20 hours) (7,51+ 0,44) a (7,56 + 0,12) a (77,66 + 6,81) Alat pengering 24 jam (Seed drier for 24 hours) (7,52 + 0,42) a (7,53 + 0,21) a (78,00+ 7,21) Alat pengering 28 jam (Seed drier for 28 hours) (7,44 + 0,11) a (7,59 + 0,08) a (77,33+ 4,04) Alat pengering 32 jam (Seed drier for 32 hours) (5,73 + 0,38) b (6,04 +0,03) b (78,66+ 4,62) Alat pengering 36 jam (Seed drier for 36 hours) (5,79+ 0,16) b (6,05+ 0,07) b (78,66+ 3,06) Alat pengering 40 jam (Seed drier for 40 hours) (5,75+ 0,43) b (6,11+0,14) b (77,00+ 1,53) Alat pengering 44 jam (Seed drier for 44 hours) (5,77+ 0,45) b (6,07 + 0,09) b (77,66+ 4,62) Alat pengering 48 jam (Seed drier for 48 hours) (5,74+ 0,69) b (6,09 +0,11) b (76,66+ 9,07)

Rata-rata (average) 6,70 6,79 77,50

SD 0,95 0,89 4,44 Nilai F hitung/F test 25,48** 74,14** 0,39

Keterangan (Remarks): Nilai-nilai yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada selang kepercayaan 99% (Values followed by the same letters on the same colm are not significantly different : a > b > c < d, etc.P = 99%). ** berbeda sangat nyata pada selang kepercayaan 99% (significant effect, P = 99%)

Perlakuan penjemuran selama sehari

dengan sinar matahari dan pengeringan dengan

alat pengering selama 4 hingga 28 jam tidak

berbeda nyata dengan kontrol. Rata-rata nilai

kadar air polong pada penjemuran 2 hingga 5

hari tidak berbeda nyata dengan perlakuan

pengeringan dengan alat pengering selama 32

hingga 48 jam.

Secara umum, metode pengeringan

polong sekaligus menurunkan kadar air polong

dan kadar air benih. Kecenderungan

penurunan kadar air polong lebih kurang sama

dengan penurunan kadar air benih, rata-rata

kadar air benih lebih tinggi dibandingkan

dengan kadar air polong pada masing-masing

perlakuan. Perlakuan penjemuran polong

hingga 5 hari atau pengeringan dengan alat

Page 38: Vol. 5 No. 2, Desember Tahun 2017

100

Jurnal Perbenihan Tanaman Hutan Vol.5 No 2 Desember 2017: 95-102 p-ISSN : 2354-8568 e-ISSN : 2527-6565

pengering hingga 48 jam tidak menyebabkan

perbedaan daya berkecambah. Rata-rata daya

berkecambah dari perlakuan penjemuran dan

alat pengering masing-masing 76,86% dan

77,75%.

B. Pembahasan

Penjemuran dengan sinar matahari

maupun pengeringan dengan alat pengering

untuk beberapa perlakuan telah mampu

menurunkan kadar air polong. Pada

pengeringan polong tersebut, selain terjadi

penurunan kadar air polong sekaligus diikuti

penurunan kadar air benihnya. Hal ini dapat

berjalan seiring karena sebelum dilakukan

pengeringan beberapa bagian polong telah

membuka, namun pada bagian-bagian yang

membuka tersebut benih belum mampu keluar

dari polong.

Rata-rata kadar air polong untuk setiap

perlakuan selalu lebih rendah bila

dibandingkan dengan kadar air benih. Hal

pertama kemungkinan disebabkan oleh kulit

benih sengon yang keras sehingga penguapan

yang terjadi berjalan sangat lambat. Penurunan

nilai kadar air polong/benih yang relatif teratur

itu kemungkinan disebabkan oleh rendahnya

variasi suhu selama pengeringan yang

merupakan kondisi ideal untuk pengeringan

polong. Kondisi terbaik pengeringan untuk

kegiatan ektraksi benih sengon adalah setelah

hari ke dua penjemuran dengan sinar matahari

(kadar air polong = 5,72%), atau bila

menggunakan alat pengering selama 32 jam

(kadar air polong = 5,73 %).

Pada kondisi kadar air polong yang sudah

rendah (7% – 8%), proses ekstraksi dapat

dilaksanakan lebih mudah karena polong-

polong tersebut lebih mudah hancur dan benih

lebih cepat keluar. Dalam melakukan

pengeringan polong perlu pula

mempertimbangkan faktor lain, yaitu biaya,

tenaga dan waktu. Penjemuran selama 2 hari

serta pengeringan dengan alat pengering

selama 32 jam relatif lebih praktis bila

dibandingkan dengan perlakuan-perlakuan

lainnya. Kadar air benih akan turun secara

gradual mengikuti pola penurunan kadar air

polong sehingga pada hari kedua setelah

dijemur atau 32 jam pengeringan dengan alat

pengering, masing-masing telah memiliki

kadar air yang aman untuk penyimpanan

jangka panjang, yaitu 5,98% dan 6,04%.

Fenomena ini memberikan implikasi bahwa

pengeringan polong jenis sengon laut dapat

sekaligus menurunkan kadar air benih.

Penjemuran hingga 5 hari serta

pengeringan dengan alat pengering selama 48

jam, benih sengon laut masih berkecambah

dengan baik dan tidak berbeda nyata dengan

perlakuan terbaik (dijemur 2 hari atau

dikeringkan 32 jam dengan alat pengering).

Selain itu, perlakuan tidak mengakibatkan

kerusakan struktur benih, atau kondisi ekstrem

misalnya pengerasan kulit benih yang

Page 39: Vol. 5 No. 2, Desember Tahun 2017

101

METODE PENGERINGAN POLONG UNTUK EKSTRAKSI DAN PENURUNAN KADAR AIR

BENIH SENGON LAUT (Falcataria moluccana (Miq.) Barneby & J.W. Grimes) Muhammad Zanzibar

menghambat perkecambahan. Kisaran nilai

kadar air secara umum antara 5,77% – 7,95%,

nilai kadar air tersebut masih dalam kisaran

watak benih ortodoks, khususnya famili

Leguminosae (Sukarman & Hasanah, 2003)

menyatakan bahwa kadar air 4%-8%

merupakan kadar air yang aman untuk

penyimpanan benih ortodoks dengan kemasan

kedap udara. Kadar air 0%-4% merupakan

kadar air yang terlalu ekstrim, dan pada

beberapa jenis benih mengakibatkan

terbentuknya benih keras.

Hasil penelitian Zanzibar dan Komar

(1988) menunjukkan bahwa pengeringan

polong mangium selama 6 hari tidak

menyebabkan penurunan daya berkecambah,

namun sesudahnya akan terjadi penurunan.

Hasil pengukuran suhu rata-rata

maksimum harian di lokasi penelitian saat itu

yaitu sebesar 47oC dan apabila dihubungkan

dengan peubah daya berkecambah benih, maka

pada kondisi tersebut belum mampu

menurunkan viabilitas. Hal ini memberikan

indikasi bahwa dalam pengeringan polong

baik untuk kegiatan ekstraksi maupun untuk

mendapatkan kadar air awal penyimpanan

yang sesuai untuk jenis sengon laut suhu

sekitar 47oC atau relatif sama dengan yang

biasa dilakukan selama ini yaitu di atas suhu

40oC. Setiap jenis berbeda suhu

pengeringannya, hal ini terlihat pada jenis

tusam (Chormaini & Harahap, 1982) bahwa

suhu pengeringan kerucut yang

menguntungkan adalah 50oC, pada suhu 40oC

terlalu rendah sehingga sisik kerucut tidak

membuka sempurna, sedangkan suhu 60oC

terlalu tinggi sehingga mematikan embrio

benih. Chakraverty dan Singh (2001)

melaporkan bahwa suhu udara pengeringan di

atas 50°C menyebabkan protein terdenaturasi,

dan dapat meningkatkan laju evaporasi benih,

namun dapat mengakibatkan tekanan

kelembapan menjadi berlebihan sehingga

merusak embrio dan menyebabkan benih

kehilangan viabilitasnya. Peng, Zhiyou,

Xiaohong dan Yeju (2011) menambahkan

bahwa kerusakan benih dimulai dari rusaknya

membran yang diindikasikan keluarnya

larutan-larutan elektrolit benih pada saat benih

direndam dalam air. Selain itu, semakin tinggi

suhu udara pengeringan, persentase benih

retak yang dihasilkan semakin tinggi. Lokasi

benih retak sangat mempengaruhi daya

berkecambah dan vigor benih. Keretakan

sampai pada embrio benih dapat

mengakibatkan turunnya viabilitas benih

(Surki et al., 2010 ; Rofiq, 2013).

IV. KESIMPULAN

Metode pengeringan polong terbaik untuk

ekstraksi dan penurunan kadar air benih

sengon laut adalah dengan cara dijemur selama

2 hari atau dikeringkan dengan alat pengering

(seed drier) selama setelah 32 jam.

Page 40: Vol. 5 No. 2, Desember Tahun 2017

102

Jurnal Perbenihan Tanaman Hutan Vol.5 No 2 Desember 2017: 95-102 p-ISSN : 2354-8568 e-ISSN : 2527-6565

UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih kami sampaikan kepada

Adang Muharam dan Enok Kartiana yang

telah banyak membantu dalam pelaksanaan

penelitian ini serta Naning Yuniarti dalam

pengolahan data serta saran-saran perbaikan

penyempurnaan karya tulis ini.

DAFTAR PUSTAKA

Ashraf, A., & Habib, M. (2011). Ash (Fraxinus excelsior) seed quality in relation to seed deterioration under accelerated aging conditions. Afr. J. Biotechnol , 10, 6961–6972.

Babiker, A. Z., Dullo, M. E., El Balla, M. A. M., & Ibrahim, E. (2010). Effect low cost drying methods on seed quality of Sorghum bicolorn (L.) Monech. Afr. J. Plant Sci , 4(9), 339–345.

Chakraverty, A., & Singh, R. (2001). Postharvest Technology Cereals, Pulses, Fruit, and Vegetables. New Hampshire (US): Science Publishers, Inc.

Chormaini, M., & Harahap, R. M. (1982). Pengaruh Cara Ekstraksi Biji Terhadap Jumlah dan Persentase Perkecambahan Benih Pinus merkusii. Balai Penelitian Hutan Bogor. Laporan No.395.

Irawati, Rahardjo, B., & Bintoro, N. (2008). Perpindahan massa pada pengeringan vakum disertai pemberian panas secara konvektif (mass transfer of vacuum dryer with convective heat transfer). In Prosiding Seminar Nasional Teknik Pertanian . Yogyakarta.

ISTA. (2010). International Rules for Seed Testing . CH-Switzerland: International Standard Testing Asociation.

Justice, O. L., & Bass, L. . (2012). Prinsip dan Praktek Penyimpanan Benih. (P. Rennie

Roesli, Ed.) (Ed ke-3). Jakarta (ID): Raja Grafindo Persada.Terjemahan dari: Principal and Practice of Seed Storage.

Peng, Q., Zhiyou, K., Xiaohong, L., & Yeju, L. (2011). Effects of accelerated aging on physiological and biochemical characteristics of waxy and non waxy wheat seeds. J Northeast Agric, 18(2), 7–12.

Rofiq, M. (2013). Optimasi Pengeringan Benih Jagung dengan Perlakuan Prapengeringan dan Suhu Udara Pengeringan. Sekolah Pasca Sarjana IPB.

SAS Institute. (1985). SAS user’s guide: Statistcs. (5, Ed.) (5th ed.). SAS Institute Inc., Cary. NC.

Stanislus, S. (2006). Analisis Data dengan SPSS (2nd ed.). Yogyakarta: Graha Ilmu.

Sudrajat, J. S., Nurhasybi, & Yulianti, B. (2015). Standar Pengujian dan Mutu Benih Tanaman Hutan. Bogor: Forda Press.

Sukarman, & Hasanah, M. (2003). Perbaikan Mutu Benih Aneka Tanaman Perkebunan Melalui Cara Panen dan Penanganan Benih.

Surki, A. ., Sharifzade, F., Afshari, R. T., Hosseini, N. M., & Gazor, H. . (2010). Optimization of processing parameters of soybean seeds dried in a constant bed dryer using response surface methodology. J. Agr. Sci. Tech , 12, 409–423.

Wibowo, C. (1989). Pengaruh Tingkat Kemasakan Polong, Cara Ekstraksi dan Potensi Produksi Benih Jeunjing (Albizia falcataria (L) Folsberg). Direktorat Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan, Balai Teknologi Perbenihan Bogor.Laporan No.68

Zanzibar, M., & Komar, T. . (1988). Tingkat Kemasakan dan Ekstraksi Benih Jenis Akasia (Acacia mangium Wild) dengan Cara Penjemuran.Direktorat Jenderal Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan. Laporan No.46

Page 41: Vol. 5 No. 2, Desember Tahun 2017

© 2017 BPTPTH All rights reserved. Open access under CC BY-NC-SA license.doi: //doi.org/10.20886/bptpth.2017.5.2.103-114 103

KERAGAMAN MORFOLOGI BUAH, BENIH DAN BIBIT PONGAMIA (Pongamia pinnata (L.) Pierre) DI PULAU JAWA

Supriyanto, Iskandar Z Siregar, Ani Suryani, Aam Aminah, dan Dede J. Sudrajat

KERAGAMAN MORFOLOGI BUAH, BENIH DAN BIBIT PONGAMIA (Pongamia pinnata (L.) Pierre) DI PULAU JAWA

(Morphological Diversity of Fruits, Seeds and Seedlings of Pongamia

(Pongamia pinnata (L.) Pierre) in Java Island)

Supriyanto1, Iskandar Z Siregar1, Ani Suryani2, Aam Aminah3, dan/and Dede J. Sudrajat3

1)Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB, Dramaga, Bogor, Indonesia 2) Departemen Teknologi Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian IPB , Dramaga, Bogor, Indonesia

3)Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan Jl. Pakuan Ciheuleut PO BOX 105 ; Telp 0251-8327768,Bogor, Indonesia

e-mail: [email protected]

Naskah masuk: 2 Oktober 2017; Naskah direvisi: 21 November 2017; Naskah diterima: 25 November 2017

ABSTRACT

Pongamia (Pongamia pinnata (L.) Pierre) is one of a potential tree species to produce biodiesel. Pongamia-based biodiesel development program is still constrained by the availability of quality and quantity seeds due to the limited of seed sources. The purpose of this research was to identify the morphological diversity of fruits, seeds and seedlings from 5 populations in Java Island. Randomized completely design and randomized block design were used to assess the difference of fruits, seeds and seedlings morphological characteristics among populations. Principal component and hierarchy cluster analysis were used to explain variation pattern among populations. The results showed that the difference of populations was significantly affected by the difference of fruits, seeds, and seedlings morphology of pongamia. Seeds from Carita population showed good quality seed indicators with moisture content of 19.31%, and germination capacity of 74.50%. Sturdiness quotient of the seedling was 10.78. Contribution of genetic factor was higher than environtment factor is relation to the differences of morphological characteristics of fruits, seeds and seedlings of pongamia. Morphological character of the five populations can be divided into 3 groups, i.e. the first group of Batukaras and Kebumen, second group of Alas Purwo and Baluran, and group 3 was Carita. Keywords: fruit, Java Island, morphological diversity, pongamia, seedlings, seeds

ABSTRAK Pongamia (Pongamia pinnata (L.) Pierre) merupakan salah satu jenis pohon potensial untuk memproduksi biodiesel. Pengembangan biodiesel berbasis pongamia masih terkendala oleh ketersediaan benih bermutu yang sangat terbatas karena belum tersedia sumber benih yang baik. Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi keragaman morfologi buah, benih dan bibit pongamia dari 5 populasi di Pulau Jawa. Rancangan acak lengkap dan rancangan acak kelompok digunakan untuk menguji perbedaan karakteristik morfologi buah, benih dan bibit antar populasi. Analisis komponen utama dan klaster hirarkhi digunakan untuk menerangkan pola keragaman antar populasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan populasi berpengaruh nyata terhadap morfologi buah, benih dan bibit pongamia. Benih asal Carita mengindikasikan benih yang berkualitas baik dengan kadar air 19,31%, daya kecambah 74,50%. dan kekokohan bibit 10,78. Kontribusi faktor genetik lebih tinggi daripada faktor lingkungan untuk perbedaan semua karakter morfologi buah, benih, dan bibit pongamia. Berdasarkan karakter morfologi, kelima populasi di Pulau Jawa dapat dibagi ke dalam 3 kelompok, yaitu kelompok 1 terdiri dari Batukaras dan Kebumen, kelompok 2 terdiri dari Alas Purwo dan Baluran serta kelompok 3 adalah Carita. Kata kunci: benih, bibit, buah, keragaman morfologi, pongamia, pulau Jawa

Page 42: Vol. 5 No. 2, Desember Tahun 2017

104

Jurnal Perbenihan Tanaman Hutan Vol.5 No 2 Desember 2017: 103-114 p-ISSN : 2354-8568 e-ISSN : 2527-6565

I. PENDAHULUAN

Pongamia (Pongamia pinnata (L.))

merupakan tanaman tahunan dengan tajuk

yang berbentuk payung. Pohonnya dapat

mencapai tinggi sekitar 15-20 m. Daun

berwarna hijau tua dan mengkilap (Bobade &

Khyade, 2012). Buah berupa polong

mempunyai tangkai yang pendek, ukuran

panjang 4,0 – 7,5 cm, lebar 1,7 – 3,2 cm, berisi

1-3 biji, dan tidak merekah bila masak. Biji

berbentuk elips berwarna cokelat kemerahan,

ukuran panjang 1,7 – 2,0 cm, lebar 1,2 – 1,8

cm.

Biji mempunyai potensi kandungan

minyak 30-40% yang mengandung sekitar

55% asam oleat (asam lemak kritis untuk

biodiesel berkualitas tinggi yang diperlukan

untuk transportasi), dengan potensi tahunan

produksi buah 3-5 ton per hektar (Scott,

Pregelj, Chen, & Gresshoff, 2008; Graham et

al., 2011; Kazakoff, Gresshoff, & Scott, 2011).

Melihat potensinya, pongamia sangat

menjanjikan untuk dikembangkan. Hingga saat

ini pongamia belum dibudidayakan secara

intensif, namun di beberapa daerah telah mulai

dirintis program budidaya pongamia untuk

memenuhi kebutuhan bahan baku biodiesel.

Untuk menunjang program tersebut, informasi

karakteristik populasi pongamia antara lain

dengan mengetahui karakteristik buah, benih

dan bibit pongamia sebagai bahan utama untuk

program penanaman sangat diperlukan.

Hasil-hasil penelitian tentang keragaman

karakteristik benih pongamia telah dilaporkan

Divakara, Upadhyaya, & Krishnamurthy

(2011) di India; Jiang et al., (2012) di South-

east Queenland dan Kuala Lumpur; dan

Ahlawat et al., (2016) di India. Namun

informasi keragaman morfologi pongamia di

Indonesia khususnya di Pulau Jawa masih

terbatas.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk

mengkaji keragaman morfologi buah, benih

dan bibit pongamia dari 5 populasi di Pulau

Jawa. Informasi karakter morfologi buah,

benih dan bibit pongamia dapat dikaitkan

dengan upaya konservasi pongamia baik

secara insitu maupun eksitu serta program

pemuliaan pongamia dalam hubungannya

dengan tanaman sumber bahan baku biodiesel.

II. BAHAN DAN METODE

A. Bahan dan Alat

Penelitian menggunakan 5 populasi alami

pongamia di Pulau Jawa, yaitu : 1) populasi

Desa Carita (Provinsi Banten), 2) Desa

Batukaras, Kabupaten Pangandaran (Provinsi

Jawa Barat), 3) Desa Ambalresmi, Kabupaten

Kebumen (Provinsi Jawa Tengah), 4) Taman

Nasional Alas Purwo, Banyuwangi, dan 5)

Taman Nasional Baluran, Situbondo (Provinsi

Jawa Timur) (Gambar 1). Penelitian dilakukan

mulai bulan September 2015 sampai dengan

September 2016.

Page 43: Vol. 5 No. 2, Desember Tahun 2017

105

KERAGAMAN MORFOLOGI BUAH, BENIH DAN BIBIT PONGAMIA (Pongamia pinnata (L.) Pierre) DI PULAU JAWA Supriyanto, Iskandar Z Siregar, AamAmina h, dan Dede J. Sudrajat

Gambar (Figure) 1. Lokasi pengambilan sam-pel benih pongamia: (1) Carita, (2) Batukaras, (3) Kebumen, (4) Alas Purwo, (5) Baluran (Location of sampel collection of pongamia seeds: (1) Carita, (2) Batukaras, (3) Kebumen, (4) Alas Purwo, (5) Baluran)

Bahan yang digunakan dalam penelitian

ini terdiri dari buah, benih dan bibit pongamia

(Gambar 2) yang berasal dari 5 (lima) populasi

di Pulau Jawa. Buah dikumpulkan dari pohon

induk dari setiap lokasi berjumlah 5 - 10

pohon (Aminah, 2017). Sampel buah diambil

dari setiap pohon induk dengan jumlah yang

sama kemudian dikompositkan untuk setiap

populasi. Buah yang dikumpulkan dari setiap

lokasi selanjutnya diproses di Laboratorium

Teknologi Benih dan disemaikan di

Persemaian Stasiun Penelitian Nagrak, Balai

Penelitian dan Pengembangan Teknologi

Perbenihan Tanaman Hutan Bogor. Bahan

yang digunakan di antaranya adalah pasir,

tanah dan kompos sebagai media

perkecambahan dan pembibitan. Alat yang

digunakan terdiri dari kaliper dan timbangan

elektronik (digital balance).

(a) buah (b) benih (c) bibit

Gambar (Figure) 2. Bahan penelitian : (a) buah (b) benih dan (c) bibit pongamia (Research materials: (a) fruit, (b). seeds, (3) seedlings)

B. Prosedur Penelitian

Pengunduhan buah pongamia dilakukan

segera setelah buah masak dengan ciri-ciri

warna kulit buah hijau kecokelatan sampai

cokelat. Seleksi buah untuk bahan penelitian

berdasarkan penampilan buah yang baik, tidak

keriput, bebas dari hama dan penyakit dan

bebas dari luka mekanis, selanjutnya dilakukan

ekstraksi benih (Aminah, 2017).

Benih diekstraksi dari buah dengan

mengeluarkan dari cangkangnya. Cara ini

dapat dilakukan secara manual, dengan cara

memukul ujung buah dengan kayu hingga

terbuka dan benih mudah untuk dikeluarkan

(Aminah, 2017).

Untuk mengidentifikasi keragaman

parameter buah dan benih (panjang, diameter

dan berat buah dari benih segar serta

banyaknya benih per buah), setiap populasi

diwakili oleh 100 buah dan benih. Buah dan

benih kemudian diukur panjang dan

diameternya dengan menggunakan kaliper dan

beratnya diukur dengan timbangan elektronik.

Page 44: Vol. 5 No. 2, Desember Tahun 2017

106

Jurnal Perbenihan Tanaman Hutan Vol.5 No 2 Desember 2017: 103-114 p-ISSN : 2354-8568 e-ISSN : 2527-6565

Berat buah dan benih per kg ditentukan

dengan mengukur berat 100 butir benih

sebanyak 8 ulangan dan ditransformasikan ke

dalam berat 1000 butir. Selain itu dilakukan

juga pengujian kadar air dengan metode oven.

Benih disemai di rumah kaca dengan

menggunakan bak kecambah berukuran 25 cm

x 20 cm. Benih yang ditabur sebanyak 50

butir dengan 4 ulangan. Benih dinyatakan

berkecambah bila telah muncul sepasang daun

yang berkembang sempurna. Perkecambahan

benih diamati setiap hari selama 30 hari. Data

yang dicatat dan dihitung adalah daya

berkecambah, kecepatan berkecambah dan

rata-rata waktu berkecambah. Bibit disapih di

polybag berukuran diameter 12 cm dan tinggi

15 cm yang diisi media campuran tanah, pasir

dan kompos (2:1:1 v/v/v). Bibit-bibit tersebut

disusun dengan rancangan acak kelompok

lengkap dengan 4 ulangan. Setiap ulangan

terdiri dari 25 bibit yang disusun bujur sangkar

(5 bibit x 5 bibit). Setelah bibit berumur 3

bulan, sebanyak 9 bibit per ulangan yang

berada di bagian tengah kelompok bibit diukur

tinggi total, diameter pangkal leher akar,

jumlah daun, panjang daun, lebar daun dan

nilai kekokohan bibit. Panjang dan lebar daun

diukur dengan mengukur 2 pasang daun

bagian atas yang telah berkembang sempurna.

Indeks kekokohan bibit diukur dengan

membagi tinggi bibit (cm) dengan diameter

(mm).

C. Analisis Data

Rancangan acak lengkap digunakan untuk

menguji perbedaan karakteristik buah dan

benih, sedangkan rancangan acak kelompok

digunakan untuk menguji karakteristik bibit di

persemaian. Data dianalisis dengan analisis

ragam dan uji lanjut menggunakan Duncan’s

Multiple Range Test dengan taraf uji 5%.

Keragaman fenotipe untuk setiap karakter

dipisahkan ke dalam komponen-komponen

yang disebabkan oleh faktor genetik dan non

genetik (lingkungan) (Sudrajat, 2014).

Keragaman fenotipe (KF) adalah total

keragaman antar fenotipe ketika ditumbuhkan

pada suatu kisaran lingkungan, keragaman

genetik (KG) merupakan bagian dari

keragaman fenotipe yang dapat dijadikan

atribut untuk keragaman genetik antar

populasi, sedangkan keragaman galat (KL)

merupakan bagian dari keragaman fenotipe

yang disebabkan pengaruh lingkungan.

Untuk menentukan besarnya keragaman

populasi yang berkontribusi terhadap

keragaman total, heritabilitas dalam arti luas

(H2) dihitung sebagai berikut (Zheng, Sun,

Zhou, & Coombs., 2009)

? 2 = �� / (�� + �?).....................................(1)

Kemajuan genetik (GG) sebagai persentasi

dari asumsi seleksi 5% dari genetik superior

atau jumlah populasi (differensiasi seleksi

(DS) =2,06) dihitung dengan rumus :

GA = DS.H2. √KF; GG = (GA/X) x 100......(2)

Page 45: Vol. 5 No. 2, Desember Tahun 2017

107

KERAGAMAN MORFOLOGI BUAH, BENIH DAN BIBIT PONGAMIA (Pongamia pinnata (L.) Pierre) DI PULAU JAWA Supriyanto, Iskandar Z Siregar, AamAmina h, dan Dede J. Sudrajat

Keterangan: GA = perolehan genetik KF = keragaman fenotipe X = rata-rata parameter

Analisis komponen utama dan klaster

hirarkhi digunakan untuk menerangkan pola

keragaman antar populasi. Analisis komponen

utama juga digunakan untuk mengidentifikasi

karakter tanaman yang berkontribusi besar

terhadap keragaman dan mengelompokkan

populasi yang mempunyai karakteristik

morfologi buah, benih dan bibit yang sama.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Analisis ragam menunjukkan adanya

pengaruh nyata asal benih atau populasi

tempat tumbuh pongamia terhadap morfologi

buah (panjang buah, diameter buah, berat buah

dan banyaknya benih per buah), morfologi

benih (panjang benih, diameter benih dan berat

benih), perkecambahan (kadar air, daya

kecambah, waktu berkecambah dan kecepatan

berkecambah) serta morfologi bibit (tinggi

bibit, diameter bibit, panjang daun dan nilai

kekokohan semai bibit). Jumlah benih dalam

setiap buah dalam morfologi buah serta

jumlah daun dan lebar daun dalam morfologi

bibit tidak berbeda nyata. Jumlah benih dalam

setiap buah bervariasi, yaitu 1 - 2 butir benih

untuk semua populasi (Tabel 1).

Tabel (Table) 1. Variasi morfologi buah, benih dan bibit pongamia dari 5 populasi

(Variation of fruit, seed and seedling morphology from 5 populations).

Parameter (Paramaters)

Asal benih (Seeds source)

Carita Batukaras Kebumen Alas

Purwo Baluran

Morfologi buah(fruit morphology)

Panjang buah (mm) (Fruit length, mm)

54,75 a 52,48 b 42,95 d 44,49 cd 45,56 C

Diameter buah (mm) (Fruit diameter, mm)

17,10 bc 19,28 ab 17,63 bc 21,13 a 16,33 C

Berat buah (g) (Fruit weight, g)

2,98 bc 5,74 a 3,88 b 3,78 b 2,49 C

Jumlah benih per buah (butir) (Number of seed, butir/grain)

1,25 1,00 1,00 1,50 1,00

Morfologi benih(Seed morphology)

Panjang benih (mm) (Seed length, mm)

15,87 c 20,19 a 19,35 a 17,48 b 17,09 B

Diameter benih (mm) (Seed diameter, mm)

12,90 b 12,22 bc 12,87 b 14,92 a 12,02 C

Berat benih (g) (Seed weight, g)

1,33 b 1,54 a 1,59 a 1,64 a 1,09 C

Perkecambahan (Germination)

Kadar air (%)(Moisture content, %)

19,31 d 49,67 b 40,80 C 47,64 b 60,18 a

Daya kecambah (%)(Germination capacity, %)

74,50 c 55,50 d 56,00 d 96,50 a 86,00 b

Waktu berkecambah (time germinated hari/day)

7,00 e 11,00 b 10,00 c 18,50 a 8,00 d

Kecepatan berkecambah (Germination rete%/etmal)

10,64 a 5,04 b 5,60 b 5,22 b 4,36 c

Morfologi bibit Tinggi bibit (cm) (Seedling height, cm)

38,72 a 23,78 b 24,77 b 19,97 b 24,47 b

Diameter bibit (mm) (Seedling diameter, mm)

3,62 a 2,98 b 3,05 b 2,80 b 3,52 a

Jumlah daun bibit (helai) (Leaf number, helai/sheet)

8,50 6,25 7,00 6,50

8,64

Panjang daun bibit (mm) (Leaf length, mm)

11,15 a 10,25 a 10,67 a 8,57 b 9,67 ab

Lebar daun bibit (mm) (Leaf wide, mm)

7,51 7,26 7,42 6,06 6,70

KS bibit(sturdiness quotient)

10,78 a 7,91 b 7,98 b 7,20 bc 6,95 c

Page 46: Vol. 5 No. 2, Desember Tahun 2017

108

Jurnal Perbenihan Tanaman Hutan Vol.5 No 2 Desember 2017: 103-114 p-ISSN : 2354-8568 e-ISSN : 2527-6565

Keterangan (Remarks): Nilai yang diikuti huruf yang sama pada baris yang sama berpengaruh tidak nyata pada taraf 5%, tn = tidak berbeda nyata, KS = Kekokohan semai (Values within a similar column followed by the same letter are not significantly different in accordance with the results of the 95% confident level Duncan’s multiple range test, tn = non significant, IKB = sturdiness quotient).

Tabel 2 memperlihatkan variasi jumlah

buah dan benih pongamia per 1000 butir dari 5

lokasi. Tabel tersebut memperlihatkan bahwa

bahan reproduktif yang berasal dari populasi

Batukaras, Kebumen dan Alas Purwo

mempunyai nilai yang hampir sama., baik dari

berat buah, jumlah buah, berat benih dan

jumlah benih bila dibandingkan dengan buah

dan benih yang berasal dari Carita dan

Baluran.

Tabel (Table) 2. Va riasi berat 1000 butir buah dan benih serta jumlah buah dan benih per kg (Variation of weight of 1000 fruits and seeds, and number of fruits and seeds per kg)

Asal Benih (Seed

source)

Berat buah (Fruit

weight) (g)

Jumlah buah / kg

(The amount of fruit/kg) (butir) (items)

Berat benih (Seed

weight) (g)

Jumlah benih/kg

(The amount of seed/kg) (butir) (items)

Carita 2783,90 359 1351,01 740 Batukaras 5741,18 174 1527,09 655 Kebumen 4577,99 218 1585,19 631 Alaspurwo 4536,51 220 1669,62 599 Baluran 2832,74 353 1177,25 849

Hasil analisis keragaman memperlihatkan

bahwa nilai keragaman fenotipe mempunyai

nilai tertinggi bila dibandingkan dengan nilai

lainnya, baik untuk morfologi buah, morfologi

benih, perkecambahan dan morfologi bibit.

Nilai heritabilitas terbesar adalah pada

perkecambahan yang nilainya mendekati

100%, yaitu 99,80 - 99,98% (Tabel 3).

B. Pembahasan

Berdasarkan hasil uji Duncan (Tabel 1),

variasi morfologi buah dari setiap lokasi

penelitian menunjukkan bahwa buah dan benih

yang berasal dari Carita memberikan

karakteristik fisiologis, karena benihnya

mempunyai daya kecambah yang tinggi, yaitu

sebesar 74,5% dengan kadar air yang relatif

rendah (19,3%). Salah satu tolok ukur

tercapainya masak fisiologis adalah daya

berkecambah (viabilitas) yang tinggi. Hal ini

juga terlihat dari morfologi bibit yang berasal

dari Carita yang menunjukkan hampir semua

karakter bibit mempunyai nilai yang tinggi

baik tinggi bibit (38,72 cm), diameter bibit

(3,62 mm), maupun panjang daun (11,15 mm).

Tabel 1 juga menunjukkan bahwa berat

benih berhubungan dengan daya kecambah.

Hal ini dapat dibuktikan dari berat benih

tertinggi (1,64 g) yang berasal dari Alas Purwo

mempunyai daya kecambah yang tinggi pula

(96,50%). Benih yang memiliki ukuran dan

berat yang tinggi cenderung mempunyai

pertumbuhan dan persentase hidup serta daya

kecambah yang tinggi (Mandal, Chakraborty,

& Gupta, 2008; Sage, Koenig, & McLaughlin,

2011; Sudrajat, 2016).

Berat benih tergantung pada bahan

makanan cadangan, yang diproduksi sebagai

hasil dari dua fertilisasi (endosperm) dan

Page 47: Vol. 5 No. 2, Desember Tahun 2017

109

KERAGAMAN MORFOLOGI BUAH, BENIH DAN BIBIT PONGAMIA (Pongamia pinnata (L.) Pierre) DI PULAU JAWA Supriyanto, Iskandar Z Siregar, AamAmina h, dan Dede J. Sudrajat

didominasi oleh sifat-sifat induknya, juga

dipengaruhi oleh ketersediaan hara pada saat

perkembangan benih dan faktor lingkungan

lainnya. Perkembangan embrio dan fungsi

fisiologis merupakan kontribusi dari sifat

pohon induknya baik jantan maupun betina

(butir pollen) dalam suatu jenis. Terjadinya

berbagai perbedaan kondisi geo-iklim

pongamia di berbagai habitat diharapkan akan

tercermin dalam sifat genetik populasi

tersebut. Dalam penelitian ini, benih dari

berbagai populasi mencerminkan variabilitas

yang nyata dalam morfologi buah, benih dan

bibit.

Perbedaan morfologi dan watak benih

sebagai pengaruh perbedaan keturunan

(genetik), faktor pertumbuhan antar kelompok

benih dari tempat tumbuh berbeda dan

lingkungan. Beberapa hasil penelitian

sebelumnya juga menunjukkan adanya variasi

sifat morfologi benih antar populasi, seperti

pada Trigonobalanus doichangensis di Cina

(Zheng et al., 2009), dan Anthocephalus

cadamba di Indonesia (Sudrajat, 2016). Nilai

kekokohan bibit yang tinggi menunjukkan

kemampuan hidup yang rendah karena tidak

seimbangnya perbandingan antara diameter

dan tinggi batang. Berdasarkan standar mutu

bibit pada beberapa jenis tanaman hutan nilai

yang cukup optimal untuk menggambarkan

pertumbuhan bibit yang baik mempunyai

kisaran nilai kekokohan bibit 7-8 (SNI, 1999).

Hasil penelitian Aminah dan Budiman

(2009) melaporkan bahwa hasil pengujian

berat 1000 butir menunjukkan berat benih

berkisar 1069,57 g – 1605,51 g, dengan jumlah

benih per kg berkisar 623 butir – 935 butir.

Pendugaan variabilitas genetik dapat

diketahui melalui pendekatan marka

morfologis dan atau marka genetik (Sudrajat,

2014). Kedua Pendekatan ini saling

menunjang satu sama lainnya. Pendekatan

marka morfologis tetap diperlukan terutama

untuk menguji ekspresi genetik akibat dari

pengaruh variasi lingkungan (Sudrajat, 2014).

Besarnya komponen ragam genotipe lebih

tinggi dari komponen ragam lingkungan. Hal

ini menunjukkan bahwa komponen genotipe

adalah kontributor utama dari total keragaman

dibandingkan keragaman lingkungan. Dalam

sebagian besar jenis tanaman, benih atau biji

bervariasi dalam derajat perkecambahan antara

populasi dan di dalam populasi dan antara

individu dan di dalam individu karena faktor

genetik dan/atau lingkungan (Sudrajat, 2014).

Dalam penelitian ini keragaman genetik

lebih tinggi dari pada keragaman lingkungan

untuk semua karakter baik itu morfologi buah,

benih, perkecambahan maupun morfologi

bibit. Hal ini menunjukkan bahwa perbaikan

bisa dicapai untuk sifat ini melalui seleksi

sederhana dengan melihat karakter-karakter

yang ada.

Page 48: Vol. 5 No. 2, Desember Tahun 2017

110

Jurnal Perbenihan Tanaman Hutan Vol.5 No 2 Desember 2017: 103-114 p-ISSN : 2354-8568 e-ISSN : 2527-6565

Tabel (Table) 3. Keragaman buah, benih dan bibit pongamia di Pulau Jawa (Variability of fruits , seeds and seedlings of pongamia in Java island)

Parameter (Parameters) KL KG KF H2 KKL KKG KKF GA GG (%)

Morfologi buah (fruit morphology)

Panjang buah (Fruit length, mm) 0,53 107,27 107,80 0,9951 0,73 10,36 10,38 21,28 44,30 Diameter buah (Fruit diameter, mm) 0,53 12,63 13,16 0,9597 0,73 3,55 3,63 7,17 39,19 Berat buah (Fruit weight, g) 0,15 5,57 5,71 0,9741 0,38 2,36 2,39 4,80 127,10 Jumlah benih per buah (Number of seed, butir/grain) 0,03 0,08 0,11 0,7394 0,17 0,29 0,34 0,51 44,38 Morfologi benih (Seed morphology)

Panjang benih (Seed length, mm) 0,10 11,83 11,94 0,9914 0,32 3,44 3,45 7,06 39,21 Diameter benih (Seed diameter, mm) 0,05 5,09 5,13 0,9908 0,22 2,25 2,27 4,62 35,61 Berat benih (Seed weight, g) 0,00 0,20 0,21 0,9902 0,04 0,45 0,45 0,92 64,23 Perkecambahan (Germination)

Kadar air (Moisture content, %) 1,50 919,61 921,12 0,9984 1.23 30,33 30.,35 62,42 143,43 Daya kecambah (Germination capacity, %) 8,02 1284,23 1292,25 0,9938 2,83 35,84 35,95 73,59 99,86 Waktu berkecambah (time germinated) 0,02 82,13 82,15 0,9998 0,13 9,06 9,06 18,67 171,26 Kecepatan berkecambah (Germination rete) 0,05 25,58 25,63 0,9980 0,23 5,06 5,06 10,41 168,62 Morfologi bibit (Seedling morphology) Tinggi bibit (Seedling height, cm) 2,41 196,66 199,07 0,9879 1,55 14,02 14,11 28,71 109,01 Diameter bibit (Seedling diameter, mm) 0,01 0,46 0,47 0,9697 0,12 0,68 0,69 1,37 42,91 Jumlah daun (Leaf number, helai) 0,44 3,26 3,70 0,8803 0,67 1,81 1,92 3,49 47,30 Panjang daun (Leaf length, mm) 0,25 2,95 3,20 0,9209 0,50 1,72 1,79 3,39 33,73 Lebar daun (Leaf wide, mm) 0,13 0,95 1,08 0,8773 0,36 0,97 1,04 1,88 26,90 IKB (sturdiness quotient) 0,08 9,03 9,10 0,9915 0,28 3,00 3,02 6,16 75,51

Keterangan (Remaks): KL = komponen ragam lingkungan, KG = komponen ragam genotipe, KF = komponen ragam fenotipe, H2 = heritabilitas dalam arti luas, KKL = koefisien keragaman lingkungan, KKG = koefisien keragaman genotipe, KKF = koefisien keragaman fenotipe, GA = perolehan genetik, GG = kemajuan genetik, IKB = nilai kekokohan bibit (KL= environment variation, KG = genotype variation, KF = phenotype variation, H2 = board sense heritability, KKL = coefficient of environment variantion, KKG = coefficient of genotype variation, KKF = coefficient of phenotype variation, GA = genetic advance, GG = genetic gain, IKB = sturdiness quotient).

Hasil penelitian Aminah (2017)

menunjukkan bahwa pertumbuhan bibit asal

Carita yang baik di persemaian setelah

ditanam di Parung Panjang juga

pertumbuhannya paling baik bila dibandingkan

dengan bibit asal lokasi yang lain. Karakter-

karakter yang memiliki karagaman fenotipe

luas akan menguntungkan dalam kegiatan

seleksi dibandingkan karakter yang memiliki

keragaman fenotipe yang sempit, apabila

karakter tersebut juga memiliki keragaman

genotipe yang luas serta nilai dugaan

heritabilitas yang tinggi (Sudrajat, 2014).

Meskipun demikian, nilai keragaman fenotipe

Page 49: Vol. 5 No. 2, Desember Tahun 2017

111

KERAGAMAN MORFOLOGI BUAH, BENIH DAN BIBIT PONGAMIA (Pongamia pinnata (L.) Pierre) DI PULAU JAWA Supriyanto, Iskandar Z Siregar, AamAminah , dan Dede J. Sudrajat

yang luas pada suatu karakter belum tentu

memiliki keragaman genetik yang luas pula.

Hal ini juga memberi indikasi bahwa yang

berkontribusi sangat besar terhadap total

keragaman untuk karakter-karakter tersebut

adalah komponen genetik. Beberapa

penelitian sebelumnya juga menunjukkan

bahwa sebagian besar karakter

morfofisiologi buah, benih dan bibit jenis-

jenis tanaman hutan dikendalikan sangat kuat

oleh faktor genetik (Sudrajat, 2014). Faktor

lingkungan, yang beragam antar lokasi dan

populasi di dalam lokasi, hanya mempunyai

pengaruh kecil (Sudrajat, 2014).

Keragaman yang disebabkan oleh

keragaman genetik memberi indikasi lingkup

karakter yang dapat dipertimbangkan untuk

seleksi. Pada penelitian ini, koefisien variasi

genetik dan kemajuan genetik untuk karakter

berat buah, tinggi bibit, diameter pangkal akar,

nilai kekokohan bibit, jumlah daun, panjang

daun dan lebar daun menunjukkan nilai

yang tinggi. Koefisien keragaman genetik

yang lebih tinggi menunjukkan bahwa

pemuliaan untuk karakter-karakter tersebut

dapat dicapai melalui seleksi sederhana,

sedangkan nilai kemajuan genetik yang lebih

tinggi menunjukkan bahwa rata-rata populasi

untuk tinggi bibit, indeks kekokohan dan berat

buah dapat bertambah melalui pemilihan

genetik superior dengan intensitas 5%

(Sudrajat, 2014).

Pendugaan heritabilitas ini berguna

sebagai indikator awal kemungkinan untuk

seleksi satu atau lebih karakter. Nilai

heritabilitas yang tinggi yang berpasangan

dengan kemajuan genetik yang tinggi

dihasilkan oleh karakter berat buah, tinggi

bibit, kadar air, waktu berkecambah dan

kecepatan berkecambah yang menunjukkan

bahwa karakter-karakter tersebut mempunyai

nilai genetik yang tinggi dengan jumlah

komponen genetik aditif yang dapat

diturunkan lebih tinggi (Sudrajat, 2014). Nilai

heritabilitas yang tinggi yang diikuti

dengan kemajuan genetik yang tinggi cukup

memadai dan akurat untuk pemilihan populasi

terbaik, sedangkan nilai heritabilitas yang

tinggi yang berpasangan dengan kemajuan

genetik rendah seperti yang ditunjukkan

panjang buah, panjang benih dan diameter

benih memberi indikasi bahwa karakter-

karakter tersebut mempunyai lebih banyak

komponen genetik non aditif daripada

komponen aditifnya sehingga karakter

tersebut tidak dapat digunakan sebagai kriteria

seleksi yang baik (Rawat & Bakshi, 2011).

Page 50: Vol. 5 No. 2, Desember Tahun 2017

112

Jurnal Perbenihan Tanaman Hutan Vol.5 No 2 Desember 2017: 103-114 p-ISSN : 2354-8568 e-ISSN : 2527-6565

Gambar (Figure) 3. Biplot analisis komponen utama karakteristik buah, benih dan bibit dari 5 populasi pongamia di Pulau Jawa (Biplot of principal component analysis of fruits, seeds, and seedlings of 5 populations of pongamia in Java Island)

Analisis komponen utama menghasilkan 2

komponen utama karakter tanaman yang

berkontribusi besar terhadap keragaman

pongamia di Pulau Jawa (Gambar 3).

Komponen utama pertama dan kedua

menghasilkan masing-masing 50,08% dan

26,19% keragaman dari jumlah karakter yang

ada. Komponen utama I terdiri dari diameter

bibit dan jumlah daun. Semua karakter yang

tergabung dalam komponen utama 1 adalah

morfologi bibit. Komponen utama II terdiri

dari panjang buah, kecepatan berkecambah,

panjang daun, lebar daun, IKB yang

merupakan identitas dari karakter morfologi

buah, perkecambahan dan morfologi bibit.

Selain menggambarkan kedekatan karakter-

karakter morfologi antar populasi yang

letaknya berdekatan dalam diagram biplot

tersebut, Gambar 3 menunjukkan juga bahwa

populasi Carita memiliki keunggulan-

keungulan pada kelompok parameter yang ada

di kedua komponen utama tersebut.

Analisis klaster hirarkhi didapatkan 3

kelompok, yaitu kelompok 1 terdiri dari

Batukaras dan Kebumen, kelompok 2 terdiri

dari Alas Purwo dan Baluran serta kelompok 3

adalah Carita (Gambar 4). Masing-masing

kelompok tersebut mempunyai morfologi

buah, benih dan bibit yang sama. Kesamaan

karakteristik secara morfologi tersebut

merupakan pertanda kedekatan secara genetik

yang dapat dijadikan pertimbangan untuk

kegiatan konservasi sumber daya genetik dan

pengumpulan materi genetik untuk pemuliaan

jenis pongamia.

Gambar (Figure) 4. Analisis klaster hirarkhi karakteristik buah, benih dan bibit dari 5 populasi pongamia di Pulau Jawa (Cluster analysis of fruits, seeds, and seedlings of 5 populations of pongamia in Java Island)

2

Carita

Kebumen

Batukaras

AlasPurwo

PC

II (

26

,19

%)

PC I (50,08%)

Baluran

2

1,5

1

1

0,5

0

0-0,5

-1

-1

-1,5

-2

-2

Carita

Kebumen

Batukaras

Alas Purwo

Baluran

2

3

1Y

4

5

0 5 10 15 20 25

Page 51: Vol. 5 No. 2, Desember Tahun 2017

113

KERAGAMAN MORFOLOGI BUAH, BENIH DAN BIBIT PONGAMIA (Pongamia pinnata (L.) Pierre) DI PULAU JAWA Supriyanto, Iskandar Z Siregar, AamAminah , dan Dede J. Sudrajat

IV. KESIMPULAN

Morfologi buah, benih dan bibit pongamia

asal Carita menunjukkan indikator benih yang

berkualitas baik dengan kadar air 19,31% dan

daya kecambah 74,50%. Kontribusi faktor

genetik lebih dominan dalam mempengaruhi

perbedaan karakteristik morfologi buah dan

benih antar populasi yang ditunjukkan oleh

nilai koefisien keragaman genetik yang lebih

tinggi daripada koefisien keragaman

lingkungan. Karakter morfologi kelima

populasi di Jawa dapat dibagi ke dalam 3

kelompok, yaitu kelompok 1 terdiri dari

Batukaras dan Kebumen, kelompok 2 terdiri

dari Alas Purwo dan Baluran serta kelompok 3

adalah Carita.

UCAPAN TERIMAKASIH

Ucapan terima kasih disampaikan

kepada Bapak Atep, Bapak Edi, Bapak

Mahfud, Bapak Banda dan Bapak Siswanto

yang telah membantu pengumpulan buah

pongamia di lokasi penelitian serta Bapak

Emuy Supardi, Bapak Udin dan Ibu Juju

yang telah membantu analisis morfologi

buah, benih dan bibit pongamia di labora-

torium Balai Penelitian dan Pengembangan

Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan dan

Stasiun Penelitian Nagrak.

DAFTAR PUSTAKA

Ahlawat, S. P., Kumar, R., Ranjan, R., Pandey, S., Joshi, D. C., & Dhyani, S. K. (2016). Morphological and molecular level of genetic diversity among Pongamia [Pongamia pinnata (L.) Pierre] accessions Morphological and molecular level of genetic diversity among Pongamia. Indian Journal of Biotechnology, 15(1), 85–94.

Aminah, A. (2017). Karakterisasi morfologi, genetik, kandungan minyak dan evaluasi awal pertumbuhan bibit pongamia (Pongamia pinnata (L.) Pierre) di Pulau Jawa. Disertasi. Sekolah Pascasrjana. Bogor: Insitut Pertanian Bogor.

Aminah, A., & Budiman, B. (2009). Teknik penanganan benih kranji (Pongamia pinnata) sebagai sumber energi terbarukan. Laporan Penelitian Balai Penelitian Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan. Bogor (ID): Kementerian Kehutanan.

Bobade SN, & Khyade VB. (2012). Detail study on the properties of Pongamia Pinnata (Karanja) for the production of biofuel. Research Journal of Chemical Sciences, 2(7), 2231–606.

Divakara, B. N., Upadhyaya, H. D., & Krishnamurthy, R. (2011). Identification and evaluation of diverse genotypes in Pongamia pinnata (L.) Pierre for genetic improvement in seed traits. Journal of Biodiversity and Ecological Sciences, 1(1), 179–190.

Graham, P., Reedman, L., Rodriguez, L., Raison, J., Braid, A., Haritos, V., Adams, P. (2011). Sustainable aviation fuels road map: Data assumptions and modelling, (May), 1–104. Retrieved from http://www.csiro.au/en/Outcomes/Energy/Powering-Transport/Sustainable-Aviation-Fuels.aspx#

Jiang, Q., Yen, S., Stiller, J., Edwards, D., Scott, P. T., & Peter, M. (2012). Genetic, biochemical, and morphological diversity of the legume biofuel tree Pongamia pinnata. Journal of Plant Genome Sciences, 1(3), 54 – 67. https://doi.org/10.5147/jpgs.2012.0084

Kazakoff, S. H., Gresshoff, P. M., & Scott, P. T. (2011). Pongamia pinnata, a sustainable

Page 52: Vol. 5 No. 2, Desember Tahun 2017

114

Jurnal Perbenihan Tanaman Hutan Vol.5 No 2 Desember 2017: 103-114 p-ISSN : 2354-8568 e-ISSN : 2527-6565

feedstock for biodiesel production. In Energy Crops.

Mandal, S.M., Chakraborty, D., & Gupta, K. (2008). Seed size variation: influence on germination and subsequent seedling performance in Hyptis suaveolens (Lamiaceae). Research Journal of Seed Science, 1(1), 26–33.

Rawat, K., & Bakshi, M. (2011). Provenance variation in cone, seed and seedling characteristics in natural populations of Pinus wallichiana A.B. Jacks (Blue Pine) in India. Annals of Forest Research , 54(1), 39–55.

Sage, R.D., Koenig, W.D., & Mc Laughlin, B.C. (2011). Fitness consequences of seed size in the valley oak Quercus lobata Née (Fagaceae). Annals of Forest Science. 68, 477-484.

Scott, P. T., Pregelj, L., Chen, N., & Gresshoff, P. M. (2008). Pongamia pinnata : An untapped resource for the biofuels industry of the

future. Bioenergi. Res., 1, 2–11. https://doi.org/10.1007/s12155-008-9003-0.

[SNI] Standar Nasional Indonesia. (1999). SNI 01-5006.1-1999 tentang mutu bibit (akasia, ampupu, gmelina, sengon, tusam, meranti dan tengkawang). Jakarta (ID): SNI.

Sudrajat, D. J. (2014). Keragaman populasi, uji provenansi dan adaptasi jabon (Neolamarckia cadamba (Roxb.) Bosser). Disertasi. Sekolah Pascasrjana. Bogor: Insitut Pertanian Bogor.

Sudrajat, D. J. (2016). Genetic variation of fruit, seed, and seedling characteristics among 11 populations of white jabon in Indonesia. Forest Science and Technology , 12(1), 9–15. https://doi.org/10.1080/21580103.2015.1007896.

Zheng, Y.I., Sun, W.B., Zhou, Y., & Coombs, D. (2009). Variation in seed and seedling traits among natural population of Trigonobalanus doichangesis (A. Camus) Forman (Fagaceae), a rare and endangered plant in Southwest Cina. New Forests. 37, 285-294.

Page 53: Vol. 5 No. 2, Desember Tahun 2017

© 2017 BPTPTH All rights reserved. Open access under CC BY-NC-SA license.doi: //doi.org/10.20886/bptpth.2017.5.2.115-124 115

PERKECAMBAHAN BENIH Pericopsis mooniana Thw.BERDASARKAN WARNA DAN TEKNIK SKARIFIKASI

Suhartati dan Didin Alfaizin

PERKECAMBAHAN BENIH Pericopsis mooniana Thw. BERDASARKAN WARNA DAN TEKNIK SKARIFIKASI

(Seed Germination of Pericopsis mooniana Thw. Based on Color and Scarification Techniques)

Suhartati dan/and Didin Alfaizin

Balai Penelitian Kehutanan Makassar Jl. Perintis Kemerdekaan Km. 16, Telp. (0411) 554049, Fax. (0411) 554058,

Makassar, Sulawesi Selatan Kode Pos 90243, Indonesia e-mail : [email protected]

Naskah masuk: 20 Oktober 2017; Naskah direvisi: 14 November 2017; Naskah diterima: 29 November 2017

ABSTRACT

Pericopsis mooniana Thw has a hard seed coat, making it difficult to germinate. This type of seed needs of seed selection and scarification to speed up the germination process, in order to produce a high germination and good seedling. The study aims to increase the value of germination of P. mooniana seed through seed selection based on seed color and scarification techniques. Experimental design used was completely randomized design (CRD) with two factors and three replications. The first factor is seed color (W0 = no selected seeds, W1 = yellowish seeds and W2 = brownish seeds). The second factor is scarification seeds (S0 = without soaked, S1 = soaked in cold water for 24 hours, S2 = soaked in hot water (800C) for 24 hours and S3 = soaked in sulphuric acid/H2SO4 (0.1 M) for 20 minutes. Parameters observed were first time of germination, speed of germination and germination percentage. This study was conducted at the greenhouse, Forestry Research Institute of Makassar in July - August 2015. The result of study showed that yellowish seeds and brownish seed can shortened the time of first germination and increased the germination speed by using scarification technique of seed soaking in hot water to increase germination rate up to 76%. Keywords: germination, Pericopsis mooniana, scarification, seed, selection

ABSTRAK

Kayu kuku (Pericopsis mooniana Thw.) mempunyai kulit benih yang keras dan menyebabkan sulitnya benih berkecambah, oleh karena itu diperlukan seleksi benih dan skarifikasi untuk mematahkan dormansi kulit benih, agar proses perkecambahannya lebih cepat serta menghasilkan daya berkecambah yang tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan nilai perkecambahan benih kayu kuku melalui seleksi benih berdasarkan warna dan teknik skarifikasi benih. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan analisis faktorial. Faktor pertama adalah warna benih (W0 = benih tidak diseleksi,W1 =benih berwarna kekuningan dan W2= benih berwarna kecokelatan). Faktor kedua adalah skarifikasi benih (S0=tanpa direndam, S1=direndam air dingin selama 24 jam, S2 = direndam air panas (80 0C) selama 24 jam dan S3=direndam asam sulfat (0,1 M) selama 20 menit. Parameter yang diamati adalah waktu mulai berkecambah, kecepatan berkecambah dan daya berkecambah. Penelitian dilaksanakan di rumah kaca, Balai Penelitian Kehutanan Makassar. Penelitian, dilakukan selama dua bulan, yaitu bulan Juli – Agustus 2015. Hasil penelitian menunjukkan bahwa warna benih yang kekuningan dan kecokelatan dapat mempersingkat waktu berkecambah dan kecepatan kecambah dengan menggunakan teknik skarifikasi perendaman air panas pada suhu 80 0C selama 24 jam dapat menghasilkan daya berkecambah sebesar 76%. Kata Kunci : benih, kayu kuku, perkecambahan, seleksi, skarifikasi

Page 54: Vol. 5 No. 2, Desember Tahun 2017

116

Jurnal Perbenihan Tanaman Hutan Vol.5 No 2 Desember 2017: 115-124 p-ISSN : 2354-8568 e-ISSN : 2527-6565

I. PENDAHULUAN

Kayu kuku (Pericopsis mooniana Thw.)

tergolong kayu mewah, karena mempunyai

permukaan kayu yang licin dan mengilap

dengan corak berupa garis-garis dekoratif,

sehingga jenis kayu ini harganya cukup mahal.

Populasi pohon kayu kuku semakin berkurang

yang berdampak terhadap jumlah produksinya,

padahal keberadaan jenis-jenis lokal untuk

regenerasi alami sangat penting (Reubens,

Heyn, Gebrehiwot, Hermy, & Muys, 2007).

Kayu kuku adalah salah satu jenis lokal

Sulawesi yang juga ditemukan pada beberapa

lokasi seperti Kalimantan, Sumatera dan

Papua. Salah satu tempat spesies ini dapat

ditemukan yaitu di daerah Cagar Alam

Lamedai, meskipun kawasan tersebut tercatat

telah rusak akibat deforestasi dan aktivitas

penambangan (Lestari & Santoso, 2011). Hal

ini menyebabkan kayu kuku menjadi spesies

yang terancam kepunahannya (vulnerable tree

species). Untuk menjamin ketersediaan

produksi kayu kuku tersebut, perlu upaya

reforestasi dan pembangunan hutan tanaman

yang didukung oleh teknologi silvikultur

khususnya teknik perbanyakan.

Teknik perbanyakan secara generatif

untuk pembibitan tanaman kayu kuku sangat

tepat karena berbuah setiap tahun. Salah satu

kelebihan perbanyakan ini adalah tekniknya

sangat sederhana, namun memerlukan cara

pemilihan benih yang berkualitas, agar

diperoleh pertumbuhan tanaman yang optimal.

Beberapa indikator benih yang berkualitas

adalah daya berkecambahnya tinggi serta

waktu dan kecepatan berkecambahnya lebih

singkat.

Seleksi benih untuk memilih benih yang

berkualitas merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi perkecambahan. Kriteria benih

berkualitas yaitu ukuran dan warna benih yang

dipengaruhi oleh faktor internal benih ( ukuran

dan tingkat kemasakan benih). Tingkat warna

benih berkaitan erat dengan proses pemasakan

benihnya, oleh karena itu benih yang telah

masak fisiologis memiliki warna yang lebih

gelap. Contoh ini dapat dilihat pada benih

jarak yang masak secara fisiologis pada umur

52 – 57 HSA (Hari Setelah Anthesis) dan buah

pada saat itu berwarna kuning atau lebih dari

50% telah berwarna kuning kehitaman

(Utomo, 2007).

Benih kayu kuku termasuk kategori benih

ortodoks yang dapat disimpan pada kadar air

relatif rendah dan mempunyai kulit benih yang

keras, sehingga menyebabkan benih sulit

untuk berkecambah (dormansi eksogenius).

Dormansi dapat disebabkan oleh beberapa

faktor antara lain: impermeabilitas kulit benih

terhadap air dan gas atau resistensi kulit benih

terhadap pengaruh mekanis, dormansi

sekunder, dan bahan penghambat

perkecambahan. Menurut Nurhasybi, Sudrajat,

dan Widyani (2007), bahwa benih keras (hard

Page 55: Vol. 5 No. 2, Desember Tahun 2017

117

PERKECAMBAHAN BENIH Pericopsis mooniana Thw. BERDASARKAN WARNA DAN TEKNIK SKARIFIKASI

Suhartati dan Didin Alfaizin

seeds) banyak dijumpai pada benih

Leguminosae.

Penghambatan penyerapan air dan

penghambatan mekanis untuk berkembangnya

embrio dapat menyebabkan dormansi pada

benih tertentu. Kedua faktor tersebut sulit

untuk dibedakan sebagai penyebab dormansi

benih. Seperti halnya pada benih Gmelina

arborea, Tectona grandis, Styrax benzoin yang

memerlukan proses pematangan embrio

terlebih dahulu sebelum tumbuh dengan baik

(Nurhasybi, et al., 2007). Untuk menganti-

sipasi atau menghilangkan dormansi, benih

biasanya diberi perlakuan pendahuluan

sebelum perkecambahan.

Benih yang bersifat ortodoks memerlukan

perlakuan pendahuluan (skarifikasi) untuk

mempercepat proses perkecambahannya,

sehingga mampu menghasilkan daya

berkecambah yang tinggi dan semai yang baik.

Benih yang mempunyai dormansi eksogenius

biasanya ditangani dengan perlakuan

skarifikasi melalui perendaman. Perendaman

dapat dilakukan dengan menggunakan air, zat

kimia atau hormon. Benih yang memiliki kulit

yang keras dan sulit ditembus oleh air, perlu

imbibisi air untuk merangsang proses

metabolisme benih (Nurhasybi & Sudrajat,

2010).

Beberapa hasil penelitian tentang

perkecambahan tanaman kayu kuku masih

perlu penyempurnaan. Berdasarkan Standar

Nasional Indonesia (SNI) tahun 2014, bahwa

cara skarifikasi pada benih kayu kuku yaitu

direndam asam sulfat 0,1 M, selama 20 menit

lalu dibilas air. Teknik ini dapat digunakan,

namun untuk menghindari penggunaan zat

kimia, perlu alternatif skarifikasi dengan

menggunakan bahan yang ramah lingkungan,

misalnya dengan perendaman air. Skarifikasi

menggunakan air masih perlu kajian untuk

mengetahui efektifitasnya dalam mematahkan

dormansi kayu kuku. Berdasarkan

pertimbangan tersebut, maka dilakukan

penelitian perkecambahan benih kayu kuku

melalui seleksi benih berdasarkan warna benih

dan teknik skarifikasi benih.

II. BAHAN DAN METODE

A. Bahan dan Alat

Benih yang digunakan adalah hasil seleksi

dari buah polong masak yang ditandai dengan

warna kecokelatan yang kemudian diekstraksi.

Buah polong kayu kuku tersimpan selama dua

bulan pada wadah ruang terbuka. Buah berasal

dari Cagar Alam Lamedai, Kabupaten Kolaka,

Sulawesi Tenggara.

Bahan dan alat lain yang digunakan

adalah asam sulfat 0,1 M, air dingin, air panas

(80oC), fungisida (dithane), termometer, alat

pemanas air, bak kecambah, media semai

(tanah dan pasir), Tally sheet pengamatan.

Penelitian dilaksanakan di rumah kaca

(green house) Balai Penelitian dan

Pengembangan Lingkungan Hidup dan

Page 56: Vol. 5 No. 2, Desember Tahun 2017

118

Jurnal Perbenihan Tanaman Hutan Vol.5 No 2 Desember 2017: 115-124 p-ISSN : 2354-8568 e-ISSN : 2527-6565

Kehutanan Makassar (BPPLHKM), di

Makassar. Penelitian dilakukan pada bulan Juli

hingga Agustus 2015.

B. Prosedur Penelitian

1. Seleksi Benih

Seleksi dilakukan untuk medapatkan

benih berdasarkan keutuhan dan warna benih.

Kriteria untuk benih kayu kuku adalah benih

yang utuh berukuran sedang-besar, yang

berwarna kekuningan dan kecokelatan. Benih

yang utuh dan berukuran sedang-besar

diasumsikan adalah yang sehat. Benih yang

berwarna kecokelatan adalah benih yang sudah

masak secara fisiologis dibandingkan dengan

benih berwarna kekuningan.

Skarifikasi dilakukan dengan

menggunakan air untuk perendaman benih

(Sandi, Indriyanto, & Duryat, 2014), dengan

pertimbangan lebih ramah lingkungan

dibandingkan dengan teknik skarifikasi

menggunakan asam sulfat (Standar Nasional

Indonesia (SNI), 2014).

2. Rancangan Percobaan

Pengujian perkecambahan menggunakan

rancangan acak lengkap (RAL) berfaktor.

Faktor warna benih terdiri atas tiga taraf dan

faktor skarifikasi benih terdiri atas empat taraf,

sehingga terdapat 12 unit pengamatan.

W = faktor warna benih

W0 : benih tidak diseleksi (campuran kekuningan dan kecokelatan)

W1 : benih berwarna kekuningan W2 : benih berwarna kecokelatan

S = faktor skarifikasi benih

S0 : tanpa direndam (kontrol) S1 : direndam air dingin selama 24 jam S2 : direndam air panas (800C) selama 24

jam S3 : direndam asam sulfat (0,1 M) selama

20 menit lalu dibilas air dingin.

Masing-masing perlakuan unit

pengamatan diulang sebanyak tiga kali dan

masing-masing ulangan terdiri dari 100 butir

benih, sehingga total benih yang digunakan

3.600 butir. Parameter yang diamati adalah

nilai perkecambahan meliputi variabel waktu

mulai berkecambah, kecepatan berkecambah

dan daya berkecambah yang masing-masing

dihitung dengan rumus (ISTA, 2010):

1. Waktu mulai berkecambah = hari saat

benih mulai berkecambah (hari ke -.....)

2. Daya berkecambah yaitu kemampuan

benih untuk berkecambah normal pada

lingkungan yang optimum dan dinyatakan

dalam persen.

Daya Berkecambah (%) =

……....… (1)

3. Kecepatan berkecambah adalah jumlah

persen (%) kecambah normal per etmal

(setiap hari) dari hari pengamatan ke- 1

sampai dengan akhir pengamatan.

Kecepatan Berkecambah =

( )/etmal .............. (2)

Keterangan: N = persen kecambah normal W = hari pengamatan

Jumlah Kecambah NormalJumlah benih yang ditabur

x 100%

N1W1

N2W2

NiWi

.....

.....+ + +

Page 57: Vol. 5 No. 2, Desember Tahun 2017

119

PERKECAMBAHAN BENIH Pericopsis mooniana Thw. BERDASARKAN WARNA DAN TEKNIK SKARIFIKASI

Suhartati dan Didin Alfaizin

C. Analisis Data

Data dianalisis dengan menggunakan

program SPSS 16.0 dengan menguji

keragamannya. Apabila berpengaruh nyata

terhadap variabel yang diamati, maka

dilanjutkan dengan uji Tukey.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Terdapat tiga variabel pengukuran yang

dilakukan dalam penelitian yaitu waktu mulai

berkecambah, kecepatan berkecambah dan

daya berkecambah. Berdasarkan pengamatan

yang dilakukan diketahui bahwa proses

perkecambahan berlangsung selama 48 hari.

Waktu mulai berkecambah antara 7 - 17 hari

setelah penaburan, kecepatan berkecambah

antara 1 - 5%/hari, sedangkan daya

berkecambah antara 37,89% - 76%. Untuk

mengetahui pengaruh perlakuan terhadap

variabel yang diamati dilanjutkan dengan uji

sidik ragam seperti yang disajikan pada Tabel

1.

Tabel (Table) 1. Hasil sidik ragam rata-rata waktu mulai berkecambah, kecepatan berkecambah dan daya berkecambah pada benih kayu kuku (Analysis of variance for germination time, speed of germination and germination percentage of P. mooniana)

SV (Source of variation)

DB (degree of freedom)

Kuadrat tengah (Mean square)

Waktu berkecambah (Germination time)

Kecepatan berkecambah (Speed of germination)

Daya berkecambah (Germination percentage)

W 2 22,03*) 1,17*) 139,75 ns S 3 11,51*) 5,59*) 1547,74*)

W x S 6 1,73 ns 0,26 ns 14,82 ns Galat (Error) 24 2,11 0,54 61,97

Keterangan (Remarks): * = berbeda nyata pada taraf 0,05 dan ns = berbeda tidak nyata pada taraf 0,05 (Significantly different at 5% level and ns = not significantly different at 5% level ); W = warna, S = Skarifikasi, WS = Interaksi antara warna dan skarifikasi (W = color, S = Scarification, WS = interaction between color and scarification)

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa

perlakuan warna benih (W) berpengaruh nyata

terhadap waktu mulai berkecambah dan

kecepatan berkecambah, sedangkan terhadap

daya berkecambah tidak berpengaruh nyata.

Perlakuan skarifikasi benih (S) berpengaruh

nyata pada semua variabel yang diamati,

sedangkan interaksi antara perlakuan warna

benih dan skarifikasi (W x S) tidak

berpengaruh nyata. Untuk mengetahui

perbedaan diantara perlakuan dilakukan uji

Tukey sebagaimana disajikan pada Tabel 2.

Page 58: Vol. 5 No. 2, Desember Tahun 2017

120

Jurnal Perbenihan Tanaman Hutan Vol.5 No 2 Desember 2017: 115-124 p-ISSN : 2354-8568 e-ISSN : 2527-6565

Tabel (Table) 2. Hasil Uji Lanjut Pengaruh warna benih (W) terhadap waktu berkecambah dan kecepatan berkecambah pada benih kayu kuku (Effect of seed color to germination time and speed of germination of P. mooniana seeds)

Perlakuan (Treatment)

Waktu berkecambah (Germination time)

(hari/day)

Kecepatan berkecambah (Speed of germination)

(%/hari, %/day)

Warna Benih (Seed Color) Kontrol (Control) (W0)

10,83 a 1,73 a

Warna Kekuningan (Brownish Seed) (W1)

8,83 b 2,16 b

Warna Kecokelatan (Yellownish Seed) (W2)

8,82 b 2,34 b

Keterangan (Remarks): Nilai yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata (Number followed by the same letter on same column are not significantly different)

Hasil Uji Tukey (Tabel 2) , menunjukkan

bahwa benih kayu kuku yang diseleksi

berdasarkan warna berbeda nyata dengan

benih yang tidak diseleksi atau kontrol (W0),

terhadap waktu mulai berkecambah dan

kecepatan berkecambah. Sedangkan benih

berwarna kekuningan (W1) berbeda tidak

nyata dengan benih yang berwarna

kecokelatan (W2).

Hasil uji Tukey (Gambar 1) menunjukkan

bahwa perlakuan skarifikasi (S) berbeda nyata

terhadap waktu mulai berkecambah, kecepatan

berkecambah dan daya berkecambah benih

kayu kuku. Perlakuan kontrol (S0) berbeda

tidak nyata dengan yang direndam asam sulfat

selama 20 menit (S3), tetapi berbeda nyata

dengan perendaman air dingin selama 24 jam

(S1) dan perendaman air panas (800C) selama

24 jam (S2). Perlakuan (S1) dan (S2) memiliki

waktu mulai berkecambah pada hari ke-8,

sedangkan perlakuan kontrol (S0) berbeda

tidak nyata dengan yang direndam asam sulfat

selama 20 menit (S3), serta waktu mulai

berkecambah lebih lama yaitu mulai hari ke-

10. Perlakuan(S1) dan (S2) menunjukkan hasil

yang terbaik yaitu mulai berkecambah hari ke-

8.

Pengaruh skarifikasi benih (S) terhadap

waktu berkecambah, kecepatan berkecambah

dan daya berkecambah pada benih kayu kuku,

disajikan dalam Gambar 1 sebagai berikut :

Page 59: Vol. 5 No. 2, Desember Tahun 2017

121

PERKECAMBAHAN BENIH Pericopsis mooniana Thw.BERDASARKAN WARNA DAN TEKNIK SKARIFIKASI

Suhartati dan Didin Alfaizin

Gambar (Figure) 1. Pengaruh skarifikasi benih terhadap waktu berkecambah, kecepatan berkecambah dan daya berkecambah pada benih kayu kuku (Effect of seed scarification to germination time, germination speed and germination rate of P. mooniana seeds)

B. Pembahasan

Hasil pengamatan daya kecambah

menunjukkan bahwa benih yang berwarna

kekuningan, kecokelatan dan kontrol

menghasilkan daya kecambah yang berbeda

tidak nyata. Hal ini menunjukkan bahwa

benih kayu kuku yang berwarna kekuningan

dan kecokelatan sudah masak secara

fisiologis. Secara umum bahwa faktor internal

yang mempengaruhi perkecambahan benih

antara lain ukuran dan tingkat kemasakan

benih. Benih yang masak telah memiliki

cadangan makanan cukup tersedia bagi

pertumbuhan embrio dan tidak selengkap

yang tersedia pada benih yang belum masak.

Tingkat warna benih berkaitan erat dengan

proses pemasakan benih. Oleh karena itu,

benih masak mempunyai mutu benih yang

tinggi. Hasil penelitian ini sesuai dengan

pengujian pada benih Brucea javanica bahwa

benih yang berwarna hitam (yang

diasumsikan matang secara fisiologis) paling

cepat berkecambah dibanding berwarna

cokelat kehijauan (Setyowati, 2008).

Perlakuan yang direndam air panas

(800C) selama 24 jam (S2) menunjukkan hasil

yang terbaik jika dibandingkan dengan

perlakuan lainnya dengan kecepatan

berkecambahnya rata-rata 3,22% benih yang

berkecambah/hari, serta daya berkecam-

bahnya paling tinggi yaitu 76%. Air

merupakan salah satu syarat penting dapat

membantu perkecambahan benih, sehingga

perendaman benih dengan air panas (800C)

selama 24 jam dapat mematahkan dormansi

benih. Nilai untuk daya berkecambah pada

hasil penelitian ini lebih tinggi bila

dibandingkan dengan hasil penelitian (Sandi

Skarifikasi Benih(Seed Scarification)

Waktu Berkecambah(Germination Time) (hari/day)

Daya Berkecambah(Germination Rate) (%)

S0 : Kontrol (Control)S1 : Rendam air dingin (Soak in Cold Water)S2 : Rendam air panas (Soak in Hot Water 80�C)S3 : Rendam asam sulfat (0,1 M) (Soak insulfid acid)

Kecepatan Berkecambah(Germination Speed) (%/hari,%/day)

80

60

40

20

0

S 0 S 1 S 2 S 3

Page 60: Vol. 5 No. 2, Desember Tahun 2017

122

Jurnal Perbenihan Tanaman Hutan Vol.5 No 2 Desember 2017: 115-124 p-ISSN : 2354-8568 e-ISSN : 2527-6565

et al., 2014) yang memperoleh daya

berkecambah benih kayu kuku sebesar 73%

dengan suhu awal air 800C dan perendaman

48 jam. Perbedaan ini dimungkinkan bahwa

batas terlama untuk perendaman benih kayu

kuku tidak lebih dari 24 jam karena

kemungkinan benih telah mengalami

penurunan viabilitas. Hal senada juga

diperoleh Rinaldi (2010), bahwa perlakuan

skarifikasi dan perendaman air selama 24 jam

memberikan hasil yang terbaik pada benih

Arenga pinnata. Seperti halnya yang

diperoleh oleh Sukri (2012), bahwa

skarifikasi benih kayu kuku dengan cara

mengikir menghasilkan daya berkecambah

yang lebih rendah dibanding dengan

perendaman air.

Hasil yang sama juga diperoleh pada

percobaan benih kayu afrika, skarifikasi

menggunakan air panas selama 24 jam

menghasilkan nilai daya berkecambah sebesar

93% dan kecepatan berkecambah 5,7%/hari

(Yuniarti, 2013). Hasil penelitian ini relatif

sama dengan Sandi et al. (2014), bahwa

skarifikasi dengan air panas memberikan

pengaruh nyata terhadap persentase

kecambah, karena perendaman benih dalam

air panas dapat melunakkan kulit benih yang

keras sehingga dapat memudahkan proses

imbibisi dan mempercepat proses

perkecambahan.

Skarifikasi benih dengan perendaman air

sebagai perlakuan awal dapat mempercepat

perkecambahan dan meningkatkan persentase

berkecambah, terutama dengan penggunaan

air panas. Ilmiyah (2009) menyebutkan

bahwa perendaman benih dengan air panas

dapat melunakkan lapisan testa benih kayu

kuku yang keras sehingga air dan oksigen

mudah masuk ke dalam benih. Perendaman

dapat membantu peningkatan proses

perkecambahan benih, karena pada tahap awal

perkecambahan benih menyerap air sehingga

kulit benih melunak dan mengembang. Benih

kayu kuku termasuk benih berkulit keras dan

memiliki impermeabilitas yang tinggi

terhadap air dan pertukaran udara, sebagai

akibat adanya lapisan lilin yang merupakan

penyebab dormansi (Yuniarti & Syamsuwida,

2011). Selain itu, jenis legum memiliki

dormansi fisik yang salah satunya dapat

dipecahkan dengan perendaman air (Balik,

2009).

Daya berkecambah merupakan parameter

yang dapat menggambarkan status

kemampuan perkecambahan benih. Benih

yang mampu tumbuh normal, meski kondisi

alami tidak optimum dapat disebut benih

bervigor baik. Beberapa penelitian yang

menggunakan asam sulfat sebagai perlakuan

perendaman benih menunjukkan hasil yang

baik. Perendaman asam sulfat pada jenis

mindi menghasilkan daya berkecambah

Page 61: Vol. 5 No. 2, Desember Tahun 2017

123

PERKECAMBAHAN BENIH Pericopsis mooniana Thw. BERDASARKAN WARNA DAN TEKNIK SKARIFIKASI

Suhartati dan Didin Alfaizin

sebesar 74% dan benih weru menghasilkan

daya berkecambah sebesar 93% (Azad,

Zedan-Al-Musa, & Matin, 2010) Suita &

Nurhasybi, 2014). Namun untuk jenis kayu

kuku, kondisi tersebut tidak berlaku dan justru

menunjukkan trend sebaliknya. Hasil

penelitian terhadap perendaman benih dengan

asam sulfat (0,1 M) menunjukkan hasil paling

rendah dengan persentase daya berkecambah

sebesar 37%, jika dibandingkan dengan

perlakuan perendaman air. Kemungkinan hal

ini disebabkan penggunaan asam sulfat belum

mampu menembus lapisan kulit benih kayu

kuku yang memang keras dan berlapis lilin

dibandingkan dengan percobaan terhadap dua

jenis tersebut. Hasil penelitian ini agak

berbeda dengan petunjuk berdasarkan SNI

(2014) untuk teknik skarifikasi benih kayu

kuku.

Tidak menutup kemungkinan pengguna-

an zat kimia lain seperti Kalium Nitrat

(KNO3) menjadi alternatif untuk percobaan

skarifikasi benih kayu kuku. Pada percobaan

yang dilakukan Viariani (2007) diketahui

bahwa pemberian konsentrasi KNO3 yang

berbeda sangat mempengaruhi tekstur

permukaan kekerasan benih kelapa sawit

(keras menjadi lebih lentur). Kalium Nitrat

(KNO3) pada konsentrasi 0,2% meningkatkan

perkecambahan benih Acacia nilotica

mencapai 79%, sedangkan dengan konsentrasi

yang lebih tinggi daya kecambah menurun

sampai 37%. Penggantian Asam Sulfat yang

tergolong asam yang kuat dengan Kalium

Nitrat memungkinkan memperoleh hasil yang

berbeda dan juga mengurangi tingkat

kerusakan pada benih.

IV. KESIMPULAN

Benih kayu kuku yang berwarna

kekuningan dan kecokelatan dapat

mempersingkat waktu berkecambah dan

kecepatan kecambah, sedangkan teknik

skarifikasi yang paling optimal adalah

perendaman dengan air panas pada suhu 800C

selama 24 jam yang dapat menghasilkan daya

berkecambah sebesar 76%. Skarifikasi benih

kayu kuku sebaiknya tidak menggunakan

asam sulfat dan hasil penelitian perlu

dilanjutkan ke tahap pembibitan untuk

mengetahui kualitas bibit yang dihasilkan.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih disampaikan kepada

Bapak Kadir dan Bapak Hardiansyah yang

telah membantu dalam kegiatan pengunduhan

buah kayu kuku di Cagar Alam Lamedae,

Sulawesi Tenggara, serta Bapak Mustafa pada

kegiatan di persemaian.

DAFTAR PUSTAKA

Azad, M. S., Zedan-Al-Musa, M., & Matin, M. A. (2010). Effects of pre-sowing treatments on seed germination of Melia azedarach.

Page 62: Vol. 5 No. 2, Desember Tahun 2017

124

Jurnal Perbenihan Tanaman Hutan Vol.5 No 2 Desember 2017: 115-124 p-ISSN : 2354-8568 e-ISSN : 2527-6565

Journal of Forestry Research , 21(2), 193–196. https://doi.org/10.1007/s11676-010-0031-1.

Balik, Y. R. (2009). Peningkatan Viabilitas Benih Kayu Kuku (Pericopsis mooniana Thwaites) dengan Aplikasi Perlakuan Bahan Kimia dan Komposisi Media. Universitas Haluleo.

Ilmiyah, R. N. (2009). Pengaruh Priming Menggunakan Hormon Ga3 Terhadap Viabilitas Benih Kapuk (Ceiba petandra) . Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Ibrahim.

ISTA. (2010). International rules for seed testing: Edition 2010. The International Seed Testing Association (Edition 20). Bassersdof, Switzerland.

Lestari, D. A. Y. U., & Santoso, W. (2011). Inventory and habitat study of orchids species in Lamedai Nature Reserve , Kolaka , Southeast Sulawesi. Biodiversitas, 12(1), 28–33. https://doi.org/10.13057/biodiv/d120106.

Nurhasybi, & Sudrajat, D. J. (2010). Perbaikan Perkecambahan Benih Ulin (Eusideroxylon zwageri) dengan Seleksi dan Pengupasan Kulit Benih. Tekno Hutan Tanaman , 3(2), 44–54.

Nurhasybi, Sudrajat, D. J., & Widyani, N. (2007). Pengaruh Pengeringan dan Kondisi Penyimpanan Terhadap Daya Berkecambah Benih Meranti Merah (Shorea leprosula). Jurnal Penelitian Hutan Tanaman , 4(Suplemen 1), 223–233.

Reubens, B., Heyn, M., Gebrehiwot, K., Hermy, M., & Muys, B. (2007). Persistent Soil Seed Banks for Natural Rehabilitation of Dry Tropical Forests in Northern Ethiopia. Tropicultura , 25(4), 204–214.

Rinaldi. (2010). Pengaruh Skarifikasi dan Lama Perendaman Terhadap Perkecambahan Benih Arenga pinnata. Jurnal Ikatan Keluarga Besar Universitas Jambi, 112, 33–37.

Sandi, A. L. I., Indriyanto, & Duryat. (2014). Ukuran Benih dan Skarifikasi dengan Air Panas terhadap Perkecambahan Benih Pohon Kuku (Pericopsis mooniana. J. Sylva Lestari, 2(3), 83–92.

Setyowati, N. (2008). The effect of maturated stages and soaking treatment of water and GA3 hormone on Brucea javanica (L.) Merr germination. Biodiversitas, Journal of Biological Diversity, 9(1), 13–16. https://doi.org/10.13057/biodiv/d090104.

Standar Nasional Indonesia (SNI). Tanaman Kehutanan-Bagian 12: Penangan Benih Generatif Tanaman Hutan (2014).

Suita, E., & Nurhasybi. (2014). Pengujian Viabilitas Benih Weru ( Albiziaprocera Benth.). Jurnal Perbenihan Tanaman Hutan , 2(1), 9–17.

Sukri, J. S. (2012). Efektivitas Kombinasi Pengikiran, Pemberian Hormon IBA dan Lama Perendaman Terhadap Peningkatan Viabilitas Benih Kayu Kuku (Pericopsis mooniana Thwaites). Universitas Haluleo.

Utomo, B. P. (2007). Fenologi Pembungaan dan Pembuahan Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). Institut Pertanian Bogor.

Viariani, S. A. (2007). Perlakuan KNO3 dan Suhu Inkubasi Pengaruhnya Terhadap Pematahan Dormansi Benih Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq var Tenera). Universitas Gadjah Mada. Retrieved from https://repository.ugm.ac.id/id/eprint/72869.

Yuniarti, N. (2013). Peningkatan Viabilitas Kayu Afrika (Maesopsis eminii Engl.) dengan Berbagai Perlakuan Pendahuluan. Jurnal Perbenihan Tanaman Hutan, 1(1), 15–13.

Yuniarti, N., & Syamsuwida, D. (2011). Kayu Kuku (Pericopsis mooniana THW). Dalam: Atlas Benih Tanaman Hutan Indonesia Jilid II. Publikasi Khusus, 5(1).

Page 63: Vol. 5 No. 2, Desember Tahun 2017

© 2017 BPTPTH All rights reserved. Open access under CC BY-NC-SA license.doi: //doi.org/10.20886/bptpth.2017.5.2.125-135 125

KARAKTERISTIK FISIK DAN METODE PENGUJIANPERKECAMBAHAN BENIH TURI (Sesbania grandiflora (L.) Pers)

Eliya Suita dan Dida Syamsuwida

KARAKTERISTIK FISIK DAN METODE PENGUJIAN PERKECAMBAHAN BENIH TURI (Sesbania grandiflora (L.) Pers)

(Physical Characteristics and Germination Testing Methods of Turi

(Sesbania grandiflora (L.) Pers) Seeds)

Eliya Suita dan/and Dida Syamsuwida Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan Jl. Pakuan Ciheuleut PO BOX 105; Telp 0251-8327768, Bogor, Indonesia

e-mail: [email protected]

Naskah masuk: 23 Agustus 2017; Naskah direvisi: 9 November 2017; Naskah diterima: 5 Desember 2017

ABSTRACT

Turi (Sesbania grandiflora (L.) Pers) is belong to Leguminosae which is a species of non-timber product utilized as food, energy, medicine, fodder and others. Turi seed has a hard coat, so that to get a maximum germination, it’s required pre-treatments before the seeds are sown. The objective of the study was to determine the physical characteristics of the seeds, and the approriate of pre-treatments methods to find out the viability of turi seeds. Physical characteristics are examining the water content and weight of 1000 seeds. The pre-treatments including: 24 hours water soaked seeds, hot water soaked seeds (temperature1000C) and let them cooler for 24 hours, 10 minutes sulfuric acid soaked seeds, 20 minutes sulfuric acid soaked seeds and no treatment. Viability examination methods consisted of the testing of top of paper, between paper and standed-pleated paper. The tested using opened soil-sand (v/v 1:1) mixture media and closed soil-sand (v/v 1:1) mixture media. The best pre-treatment that are enable to increase the viability of turi seeds are seeds soaked with sulfuric acid for 20 minutes and sown in a laboratory by using testing methods of either top of paper or standed plated of paper placed in a germinator. Keywords: seed, seed viability, Sesbania grandiflora, testing methods

ABSTRAK

Turi (Sesbania grandiflora (L.) Pers) termasuk famili Leguminosae dan merupakan jenis hasil hutan bukan kayu penghasil pangan, energi, obat, makanan ternak dan lainnya. Benih turi mempunyai kulit yang keras, sehingga untuk mendapatkan perkecambahan yang maksimal diperlukan perlakuan pendahuluan sebelum benih ditabur. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui karakteristik fisik dan metode uji perkecambahan yang tepat untuk benih turi. Karakteristik fisik yaitu pengujian terhadap kadar air dan berat 1000 butir. Perlakuan pendahuluan yang dilakukan meliputi: kontrol (tanpa perlakuan), benih direndam dengan air biasa selama 24 jam, benih direndam dalam air panas (suhu 1000C) dan dibiarkan dingin selama 24 jam, benih direndam H2SO4 selama 10 menit dan 20 menit. Metoda uji perkecambahan meliputi : uji di atas kertas, uji antar kertas, uji kertas digulung dengan posisi didirikan. Selanjutnya diujikan pada media pasir tanah (1:1) terbuka, media pasir tanah (1:1) ditutup plastik. Perlakuan pendahuluan yang terbaik yang dapat meningkatkan daya berkecambah benih turi adalah benih direndam dengan H2SO4 selama 20 menit dan ditabur di laboratorium dengan metode uji di atas kertas dan uji kertas digulung dengan posisi berdiri diletakkan di Germinator. Kata kunci: metode uji, perbenihan, Sesbania grandiflora, viabilitas benih

Page 64: Vol. 5 No. 2, Desember Tahun 2017

126

Jurnal Perbenihan Tanaman Hutan Vol. 5 No. 2, Desember 2017: 125-135 p-ISSN : 2354-8568 e-ISSN : 2527-6565

I. PENDAHULUAN

Turi (Sesbania grandiflora (L.) Pers)

termasuk famili leguminosae dan merupakan

jenis hasil hutan bukan kayu penghasil pangan,

energi, obat dan lainnya (HHBK-FEMO).

Kayu turi dapat dimanfaatkan sebagai sumber

energi dengan nilai kalor sebesar 3.965

kkal/kg (Cahyono, Coto, & Febrianto, 2009).

Menurut (Imran, Budhi, Ngadiono, &

Dahlanuddin, 2012) bahwa daun turi

merupakan pakan ternak yang mampu

meningkatkan rata-rata pertambahan bobot

badan. Manfaat turi sebagai obat, dapat

digunakan sebagai analgetik (penurun rasa

nyeri) dengan menggunakan kortex batang dan

daunnya (Maharani, 2010). Kayunya dijadikan

alternatif bahan bakar pengganti minyak tanah

untuk pengeringan tembakau di Jawa Timur

dan di Kabupaten Lombok Timur. Kebutuhan

tanaman turi untuk proses pengeringan

tembakau sekitar 750–800 batang per 1 unit

oven selama proses pengeringan (PT. SAN,

2012).

Turi merupakan tanaman multiguna,

karena dapat dimanfaatkan sebagai sumber

energi, pakan ternak maupun sebagai obat.

Untuk memenuhi kebutuhan akan tanaman turi

sebagai bahan bakar alternatif, maka

diperlukan penanaman. Untuk keberhasilan

penanaman, tidak terlepas dari pengadaan

benih bermutu. Pengadaan benih bermutu

memegang peranan penting dalam pening-

katan produktivitas hutan tanaman. Untuk

mendapatkan benih yang bermutu fisik

fisiologis tinggi, pengetahuan tentang karakter

benih dan cara pengujian mutunya sangat

diperlukan.

Karakter fisik benih turi dicirikan dengan

kulit benih yang cukup keras. Benih yang

mempunyai kulit benih yang keras biasanya

lambat berkecambah karena air sulit masuk ke

dalam benih, sifat ini termasuk dormansi

benih. Dormansi benih terbagi menjadi

dormansi primer dan sekunder, dan tipe

dormansi sifat fisik kulit benih termasuk

dormansi primer (Murniati, 2013).

Benih-benih yang mempunyai kulit benih

yang keras dapat ditingkatkan daya

berkecambahnya dengan bermacam-macam

perlakuan pendahuluan tergantung sifat fisik

benih itu sendiri. Hasil penelitian perlakuan

pendahuluan yang telah dilakukan untuk jenis-

jenis yang mempunyai kulit keras dan sulit

berkecambah, antara lain perendaman dengan

H2SO4, KNO3 dan air panas. Perendaman

dengan H2SO4 pada benih Acacia

auriculiformis A. Cunn. ex Benth dapat

meningkatkan daya berkecambahnya hingga

92-96% (Olatunji, Maku, & Odumefun, 2013).

Hasil yang serupa juga terjadi pada jenis A.

tortilis, A. erioloba, dan A. nigrescens

(Rasebeka, Mathowa, & Mojeremane, 2014).

Perendaman dengan air panas pada jenis

sengon (Marthen, Kaya, & Rehatta, 2013),

Page 65: Vol. 5 No. 2, Desember Tahun 2017

127

KARAKTERISTIK FISIK DAN METODE PENGUJIAN PERKECAMBAHAN BENIH TURI (Sesbania grandiflora (L.) Pers)

Eliya Suita dan Dida Syamsuwida

benih yang dicelupkan ke dalam air panas 60°

C selama 4 menit, dilanjutkan dengan

perendaman air dingin selama 12 jam dapat

menghasilkan persentase perkecambahan

mencapai 100%. Perendaman benih dengan

KNO3 0,2% selama 24 jam pada tanaman padi,

daya berkecambah mencapai 89,63%

(Suharyati, 2013). Penelitian ini bertujuan

untuk mengetahui karakteristik fisik dan

menentukan metode uji perkecambahan benih

turi. Diharapkan hasil penelitian ini dapat

memberikan informasi karakter fisik dan

metode pengujian benih turi yang tepat agar

diperoleh viabilitas benih turi maksimal.

II. BAHAN DAN METODE

A. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah benih turi,

media perkecambahan pasir dan tanah (1:1

v/v) dan kertas merang. Peralatan yang

digunakan meliputi bak kecambah, oven,

inkubator, germinator, timbangan analitik,

petridish, label, kantong plastik, dan lain-lain.

Benih turi berasal dari Sumedang, Jawa

Barat. Penelitian dilaksanakan di laboratorium

Pengujian Benih, Balai Penelitian Teknologi

Perbenihan Tanaman Hutan. Penelitian

dilaksanakan pada tahun 2014.

B. Prosedur Penelitian

1. Persiapan benih

Ekstraksi benih dilakukan dengan cara,

buah/polong dijemur di bawah sinar matahari

sampai buah/polong merekah, kemudian

dipisahkan dari kulitnya.

2. Pengujian mutu fisik benih

Benih hasil ekstraksi diuji kadar airnya

dengan metode temperatur rendah 103±2°C

selama 17±1 jam, menggunakan 3 (tiga)

ulangan, masing-masing 5 g benih sesuai

dengan prosedur (ISTA, 2012). Kadar air

dinyatakan dalam persen berat dan dihitung

dalam 1 desimal terdekat dengan rumus

sebagai berikut:

........................ (1)

Keterangan:

M1 = berat wadah dan penutup dalam gram; M2 = berat wadah, penutup, dan benih

sebelum pengeringan; M3 = berat benih, wadah, dan penutup

sesudah pengeringan. Untuk mengetahui berapa jumlah benih per

kilogram yang berguna untuk memprediksi

jumlah benih maka, dihitung dengan secara

acak 100 butir benih dengan ulangan 8 kali.

Timbang setiap ulangan dalam gram. Rata-rata

berat dari 100 butir dikalikan 10. Berat 1.000

butir benih dapat diubah ke dalam jumlah

benih per kg. Jumlah benih per kg (butir) =

x 1000 .................................(2)

Untuk mengetahui kondisi awal benih

ditentukan nilai rata-rata dan simpangan baku

kadar air dan berat 1.000 gram.

Kadar Air = x 100%(M2 - M3)

(M2 - M1)

1000berat 1000 benih

Page 66: Vol. 5 No. 2, Desember Tahun 2017

128

Jurnal Perbenihan Tanaman Hutan Vol. 5 No. 2, Desember 2017: 125-135 p-ISSN : 2354-8568 e-ISSN : 2527-6565

3. Penentuan metode uji perkecambahan

Rancangan penelitian yang digunakan

untuk menguji daya berkecambah dan

kecepatan berkecambah menggunakan

rancangan faktorial dalam rancangan acak

lengkap. Faktor pertama, perlakuan

pendahuluan (A) yang terdiri atas 5 taraf, yaitu

A1 = kontrol, A2 = benih direndam dengan

air biasa selama 24 jam, A3 = benih direndam

dalam air panas pada suhu 1000C dan

dibiarkan dingin selama 24 jam, A4 = benih

direndam H2SO4 10 menit, dan A5 = benih

direndam H2SO4 20 menit. Faktor kedua,

Metode Uji Perkecambahan (B) terdiri atas 5

taraf, yaitu B1 = UDK (Uji Di atas Kertas), B2

= UAK (Uji Antar Kertas), B3 = UKDdp (Uji

Kertas Digulung dengan posisi didirikan), B4

= Media pasir tanah (1:1) terbuka, dan B5 =

Media pasir tanah (1:1) ditutup plastik.

Ulangan dilakukan sebanyak 4 kali, masing-

masing ulangan terdiri dari 50 butir benih.

Respon yang diamati adalah daya

berkecambah dan kecepatan berkecambah.

Perhitungan daya berkecambah ditentukan

dengan jumlah benih yang sudah berkecambah

normal. Daya berkecambah menjabarkan

parameter viabilitas potensial dan rumus daya

berkecambah (DB) adalah :

......................(3)

Keterangan:

∑ KN = jumlah benih yang menjadi kecambah normal sampai hari ke-60

N = jumlah benih yang ditabur

Kecepatan berkecambah yang dihitung adalah

benih yang berkecambah dari hari pengamatan

kesatu sampai dengan hari terakhir. Dengan

penghitungan kecambah normal pada setiap

pengamatan dibagi dengan etmal (1 etmal = 24

jam). (Widajati, 2013), kecepatan

berkecambah menjabarkan parameter vigor

dan rumus kecepatan berkecambah sebagai

berikut :

.................(4)

Keterangan:

i = hari pengamatan etmal = 24 jam

D. Analisis Data

Data dianalisis guna mengetahui pengaruh

perlakuan dengan menggunakan uji-F.

Selanjutnya jika ada pengaruh yang nyata

dilanjutkan uji jarak Duncan.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Pengujian kadar air benih digunakan

untuk mengetahui karakter benih, apakah

benih tergolong ke dalam benih berkarakter

ortodok (kadar air rendah dan dapat disimpan

lama) atau rekalsitran (kadar air tinggi dan

tidak dapat disimpan lama). Rata-rata kadar air

awal benih turi 10,48% dengan standar deviasi

0,74%. Nilai-nilai tersebut menunjukkan

bahwa benih turi mempunyai karakteristik

Daya Berkecambah = S�KN x 100%n

Kecepatan berkecambah = Persentase Kecambah Normaletmal

%etmal

n

i=0

Page 67: Vol. 5 No. 2, Desember Tahun 2017

129

KARAKTERISTIK FISIK DAN METODE PENGUJIAN PERKECAMBAHAN BENIH TURI (Sesbania grandiflora (L.) Pers)

Eliya Suita dan Dida Syamsuwida

fisik benih berkadar air rendah. Rata-rata berat

1.000 butir benih turi 44,41 gram dengan

standar deviasi 2,07 gram. Penimbangan berat

1.000 butir benih turi dimaksudkan untuk

menghitung jumlah benih per kg. Jumlah

benih turi dalam satu kilogram dapat

dipergunakan untuk memprediksi berapa

jumlah benih yang akan ditabur. Dari hasil

penghitungan didapatkan jumlah biji turi

dalam satu kilogram rata-rata 22.550 butir dan

standar deviasi 1.063 butir.

Hasil uji laboratorium menunjukkan

bahwa perlakuan pendahuluan, metode uji

perkecambahan dan interaksinya berpengaruh

nyata terhadap perkecambahan benih,

sedangkan uji di rumah kaca hanya perlakuan

pendahuluan yang berbeda nyata (Tabel 1).

Tabel (Table) 1. Analisis ragam daya berkecambah dan kecepatan berkecambah benih turi sehubungan dengan perlakuan pendahuluan dan metode uji di laboratorium dan rumah kaca (Analysis of variance of Germination capacity and Germination speed in relation to the pretreatments and testing methods in a laboratory and green house)

Parameter/ Parameters

Daya berkecambah/ Germination capacity

(%)

Kecepatan berkecambahan/Germination

speed (%/etmal) Laboratorium/ Laboratory

Perlakuan pendahuluan/ Pretreatments (A)

23,07* 56,11*

Metode uji/Testing methods (B) 3,19* 5,17*

Interaksi/Interaction (A)*(B) 2,18* 2,78*

Rumah kaca/ Greenhouse

Perlakuan pendahuluan/ Pretreatments (A)

19,58* 21,59*

Metode uji/Testing methods (B) 0,92 tn 0,01 tn

Interaksi/Interaction (A)*(B) 2,64 tn 1,15 tn

Keterangan (Remarks) : * = berbeda nyata/significant, tn = tidak berbeda nyata pada tingkat kepercayaan 95%/not significant at level (α = 5%)

Interaksi antara perlakuan pendahuluan

dan metode uji perkecambahan berpengaruh

nyata terhadap daya berkecambah dan

kecepatan berkecambah (Tabel 2).

Tabel (Table) 2. Pengaruh interaksi antara perlakuan pendahuluan dan metode uji terhadap daya

berkecambah dan kecepatan berkecambah benih turi di laboratorium (The influence of the interaction between pre-treatments and testing methods to germination capacity and germination speed of turi seeds in a laboratory)

Perlakuan pendahuluan/ Pretreatments

Daya berkecambah (%)/ Germination capacity (%)

Metode uji/Testing methods

Kecepatan berkecambahan/ Germination Speed (%/etmal)

Metode uji/Testing methods

A1B1 A1B2 A1B3

69,00g 72,00def 75.00def

13,12 g 12,86 g 14,37 gf

A2B1 75,50def 18,80 cde

Page 68: Vol. 5 No. 2, Desember Tahun 2017

130

Jurnal Perbenihan Tanaman Hutan Vol. 5 No. 2, Desember 2017: 125-135 p-ISSN : 2354-8568 e-ISSN : 2527-6565

A2B2 A2B3

76,00def 70,500ef

19,91 cde 17,94 de

A3B1 A3B2 A3B3

84,00bc 79,00cd 78,50cde

25,29 a 23,51 ab 24,03 ab

A4B1 A4B2 A4B3

84,50abcd 85,50abc 73,50def

21,51 abc 16,30 ef

19,51 cde

A5B1 A5B2 A5B3

92,50a 88,50ab 88,50ab

22,92 abc 20,18cde 24,82 a

Keterangan (Remarks) : Nilai yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada level 95% (Values followed by the same letters are not significant difference at a confidence level of 95% ). A1 = Kontrol/Control, A2 = Perendaman dengan air selama 24 jam/ Water soaking for 24 hours, A3 = Perendaman dengan air panas dan dibiarkan dingin selama 24 jam/Hot water soaking and let them cold for 24 hours, A4 = Perendaman dengan H2SO4 selama 10 menit/Soaking in H2SO4 for 10 minutes, A5 = Perendaman dengan H2SO4 selama 20 menit/Soaking in H2SO4 for 20 minutes). B1 = UDK (Uji Di atas Kertas)/ top of paper, B2 = UAK (Uji Antar Kertas)/ between paper, B3 = UKDdp (Uji Kertas Digulung dengan posisi didirikan)/ standed pleated paper

Hasil pengujian di rumah kaca,

menunjukkan bahwa perlakuan pendahuluan

berpengaruh nyata terhadap daya berkecambah

dan kecepatan berkecambah benih turi. Untuk

melihat pengaruh nyata dari hasil analisis

maka dilakukan uji lanjut Duncan (Tabel 3).

Table (Table) 3. Pengaruh perlakuan pendahuluan terhadap daya berkecambah dan kecepatan berkecambah benih turi di rumah kaca (The influence of pre-treatments on the germination capacity and germination speed of turi seeds in a greenhouse)

Perlakuan pendahuluan/ Pretreatments

Daya berkecambah/ Germination capacity (%)

Kecepatan berkecambah/ Germination speed (%/etmal)

A1 60,75 b 8,36 c

A2 55,25 b 7,90 c

A3 59,25 b 8,37 c

A4 69,25 a 9,93 b

A5 74,00 a 11,24 a

Keterangan (Remarks): Nilai yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada level 95% (Values followed by the same letters in a coloumn are not significant difference at a confidence level of 95%). A1 = Kontrol/Control, A2 = Perendaman dengan air biasa selama 24 jam/ Water soaking for 24 hours, A3 = Perendaman dengan air panas dan dibiarkan dingin selama 24 jam/Hot water soaking and let them cold for 24 hours, A4 = Perendaman dengan H2SO4 selama 10 menit/Soaking in H2SO4 for 10, A5 = Perendaman dengan H2SO4 selama 20 menit/Soaking in H2SO4 for 20 minutes)

Benih turi yang diberi perlakuan

pendahuluan perendaman H2SO4 selama 10

menit dengan direndam H2SO4 selama 20

menit yang ditabur pada media pasir tanah di

Page 69: Vol. 5 No. 2, Desember Tahun 2017

131

KARAKTERISTIK FISIK DAN METODE PENGUJIAN PERKECAMBAHAN BENIH TURI (Sesbania grandiflora (L.) Pers)

Eliya Suita dan Dida Syamsuwida

rumah kaca memberikan daya berkecambah

yang tidak berbeda nyata, namun berbeda

nyata dengan perlakuan pendahuluan lainnya.

Rata-rata kecepatan berkecambah benih

turi yang direndam H2SO4 selama 20 menit

menunjukkan hasil tertinggi dan berbeda nyata

dengan perlakuan pendahuluan lainnya.

Dengan demikian, benih yang direndam

H2SO4 selama 20 menit mampu meningkatkan

daya berkecambah benih turi yang terbaik.

B. Pembahasan

Karakteristik fisik benih turi (kadar air

benih, jumlah butir benih per 1.000 gram),

daya berkecambah dan kecepatan

berkecambah, diperlukan pengguna benih

untuk mengetahui mutu benih sehingga dari

kadar air diketahui sifat benih dan dari jumlah

benih per 1000 gram serta daya berkecambah

dapat memperkirakan kebutuhan benih yang

diperlukan untuk penanaman. Benih turi

mempunyai kulit yang keras dengan nilai

kadar air awal benih sebesar 10,48% yang

menunjukkan bahwa benih tersebut termasuk

benih ortodoks. Benih ortodoks diartikan

sebagai benih yang dapat disimpan dalam

waktu yang lama pada kadar air benih rendah

dan suhu rendah. Umumnya benih ortodoks

mempunyai kulit biji yang keras sehingga

mempunyai sifat dormansi yaitu suatu kondisi

dimana benih hidup tidak berkecambah sampai

batas waktu akhir pengamatan perkecambahan

walaupun faktor lingkungan optimum untuk

perkecambahannya, sehingga untuk

perkecambahannya diperlukan perlakuan

pendahuluan terlebih dahulu (Murniati, 2013).

Karakteritik fisik lainnya yang penting

untuk diketahui adalah jumlah benih per

kilogram. Dari hasil analisis menunjukkan

bahwa jumlah benih turi dalam satu kilogram

adalah 22.550 butir sehingga data ini dapat

ditentukan kebutuhan benih untuk penanaman

dalam suatu luasan tertentu.

Interaksi antara perlakuan pendahuluan

dan metode uji di laboratorium yang dapat

meningkatkan daya berkecambah dan

kecepatan berkecambah benih turi tertinggi

adalah perlakuan perendaman dalam H2SO4

selama 20 menit dengan metode Uji Di atas

Kertas (UDK) (92,50% dan 22,92%/etmal)

namun tidak berbeda nyata dengan metode Uji

Kertas Digulung dengan posisi didirikan

(UKDdp) (88,50% dan 24,82%/etmal).

Dengan demikian untuk mendapatkan hasil

maksimum perkecambahan benih turi dapat

dilakukan dengan perendaman benih dengan

H2SO4 selama 20 menit dengan perlakuan

metode UDK dan UKDdp. Perlakuan di rumah

kaca, interaksi antara perlakuan dengan

metode uji tidak memperlihatkan adanya

perbedaan antara perlakuan media pasir tanah

terbuka dengan media pasir tanah tertutup.

Kecepatan tumbuh benih adalah tolok

ukur vigor kekuatan tumbuh benih, dimana

benih yang cepat tumbuh akan lebih mampu

Page 70: Vol. 5 No. 2, Desember Tahun 2017

132

Jurnal Perbenihan Tanaman Hutan Vol. 5 No. 2, Desember 2017: 125-135 p-ISSN : 2354-8568 e-ISSN : 2527-6565

mengatasi kondisi lapang yang sub optimum

dan dapat bersaing dengan gulma (Widajati,

2013). Terjadinya interaksi yang nyata antara

metode pengujian dengan perlakuan

pendahuluan perendaman H2SO4 selama 10

dan 20 menit. Hal ini menunjukkan bahwa

pada perendaman H2SO4 selama 10 dan 20

menit benih turi dengan mengunakan metode

UDK dan UKDdp telah terjadi perubahan daya

berkecambah dan kecepatan berkecambah

yang signifikan. Metode UDK dimaksudkan

menguji benih di atas lembar substrat. Metode

ini sangat baik digunakan untuk benih yang

membutuhkan cahaya bagi perkecam-

bahannya. Metode UKDdp digunakan bagi

benih yang tidak peka terhadap cahaya untuk

perkecambahannya. Jadi benih turi dapat

berkecambah dengan baik dengan adanya

cahaya maupun tanpa cahaya.

Dari hasil pengujian di rumah kaca, untuk

dapat meningkatkan daya berkecambah dan

kecepatan berkecambah secara maksimum,

maka benih diberi perlakuan perendaman

H2SO4 selama 20 menit yang dapat

menghasilkan daya berkecambah dan

kecepatan berkecambah tertinggi (74,00% dan

11,24%/etmal). Perendaman dengan H2SO4

merupakan skarifikasi asam yang sangat

efektif untuk beberapa jenis tanaman yang

mempunyai kulit benih keras. H2SO4 ini

berfungsi untuk mengikis dan melunakkan

kulit benih. Penelitian jenis mindi yang

direndam dengan H2SO4 selama 30 dan 20

menit menghasilkan daya berkecambah 74%

dan 80% (Azad, Al-Musa, & Matin, 2010).

Begitu juga dengan jenis mucuna yang

mempunyai dormansi kulit biji dengan

menggunakan H2SO4 selama 10 menit

menghasilkan daya berkecambah yang tinggi

yaitu 91,67% (Astari, Rosmayati, & Bayu,

2014). Hasil serupa juga ditunjukkan oleh

Acacia crassicarpa yang direndam dengan

H2SO4 pekat (96%) selama 30 menit

menghasilkan daya berkecambah 89,92%

(Suita & Sudrajat, 2008). Pilang yang

direndam dengan H2SO4 pekat selama 20

menit menghasilkan daya berkecambah

55,75% (Suita & Bustomi, 2014) dan jenis

weru dengan menggunakan perlakuan

perendaman H2SO4 selama 10 menit dapat

menghasilkan daya berkecambah mencapai

93% (Suita & Nurhasybi, 2014), serta jenis

Acacia erioloba yang direndam H2SO4 selama

6 menit dapat menghasilkan daya berke-

cambah 87,5% (Rasebeka et al., 2014).

Berbeda dengan jenis Acacia auriculiformis,

perlakuan dengan perendaman air panas

mempunyai daya berkecambah tertinggi yaitu

83%, sedangkan dengan perlakuan pencelupan

ke dalam H2SO4 menghasilkan daya

berkecambah 75% (Azad, Manik, Hasan, &

Matin, 2011). Pematahan dormansi pada

kelapa sawit, dengan perendaman dalam air

suhu 80°C selama 3x24 jam dan diakhiri

Page 71: Vol. 5 No. 2, Desember Tahun 2017

133

KARAKTERISTIK FISIK DAN METODE PENGUJIAN PERKECAMBAHAN BENIH TURI (Sesbania grandiflora (L.) Pers)

Eliya Suita dan Dida Syamsuwida

dengan pemanasan kering selama 1 minggu

mampu menghasilkan potensi tumbuh

maksimum benih 52% (Farhana, Ilyas, &

Budiman, 2013). Jenis Hypericum perforatum

berkecambah dengan baik apabila diberi

perlakuan kombinasi yaitu direndam air dingin

di ruang kamar selama 24 jam kemudian

distratifikasi dengan pasir selama 7 hari pada

suhu 0,5°C dapat menghasilkan kecambah

58% (Nedkov, 2007) dan jenis sengon yang di

celupkan ke dalam air panas 60°C selama 2-6

menit kemudian direndam air dingin selama 12

jam menghasilkan daya berkecambah 100%

(Marthen et al., 2013). Sedangkan untuk jenis

aren, menghasilkan daya berkecambah ter-

tinggi apabila diberi perlakuan dengan HCl

0,1% (95%) (Manurung, Putri, & Bangun,

2013).

Faktor fisik penting lainnya yang

berpengaruh selama perkecambahan adalah

suhu. Penutupan persemaian dengan lembaran

plastik selama perkecambahan, menyebabkan

peningkatan suhu di persemaian. Oleh karena

itu, kondisi ini diduga menjadi stimulan untuk

proses perkecambahan benih untuk mencapai

kapasitas perkecambahan yang lebih tinggi.

Tetapi untuk benih turi yang diperlakukan

dengan media pasir tanah dibuka dan ditutup

tidak menyebabkan perbedaan yang nyata, ini

menunjukkan bahwa benih turi baik pada suhu

rendah maupun tinggi dapat berkecambah

dengan baik. Akan tetapi berbeda dengan jenis

mindi (Suita, 2009), kondisi perkecambahan

benih mindi yang baik adalah dengan

mempertahankan suhu 38°C selama 18 jam

setiap hari dan kelembaban relatif 80%, yang

ditabur di bak kecambah dan ditutup plastik,

daya berkecambah dapat mencapai 92%.

Demikian pula dengan jenis weru yang di

tabur di media pasir tanah (1:1) ditutup plastik

selama 1 minggu pertama, lebih baik dari yang

terbuka dengan perlakuan perendaman H2SO4

20 menit menghasilkan daya berkecambah

mencapai 89,75% (Suita & Nurhasybi, 2014).

Benih saga pohon yang direndam dengan air

biasa selama 3 hari dan ditabur pada bak

kecambah ditutup plastik menghasilkan daya

berkecambah 81,33% (Suita, 2012). Adapun

benih kacang tanah varitas bison yang diberi

perlakuan pemanasan dalam oven bersuhu

40°C selama 7 hari dapat menghasilkan benih

tumbuh 100% (Nurussintani, Damanhuri, &

Purnamaningsih, 2013), sedangkan untuk jenis

pepaya (Kusumawardani, Priandoko, &

Ismarmiyati, 2010), perkecambahan benihnya

sangat dipengaruhi oleh cahaya.

IV. KESIMPULAN

Rata-rata kadar air awal benih turi

10,48%, berat 1.000 butir benih berkisar

42,22‒ 46,34 g dan jumlah benih per kg sekitar

21.580‒23.687 butir. Kombinasi perlakuan

peredaman H2SO4 selama 20 menit dan

metode uji UDK (Uji Di atas Kertas) dan

Page 72: Vol. 5 No. 2, Desember Tahun 2017

134

Jurnal Perbenihan Tanaman Hutan Vol. 5 No. 2, Desember 2017: 125-135 p-ISSN : 2354-8568 e-ISSN : 2527-6565

UKDdp (Uji Kertas Digulung dengan posisi

didirikan) di germinator, menghasilkan daya

berkecambah benih turi yang tinggi (92,50%

dan 88,50%) dengan kecepatan berkecambah

sebesar (22,92%/etmal dan 24,82%/etmal).

Perkecambahan di rumah kaca, benih yang

direndam H2SO4 selama 20 menit mampu

meningkatkan daya berkecambah benih turi

yang terbaik dengan daya berkecambah 74%.

Untuk pengujian perkecambahan benih

turi, disarankan benih diberi perlakuan

pendahuluan dengan perendaman H2SO4

selama 20 menit dan ditabur dengan metode

uji UDK dan UKDdp.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih disampaikan kepada

Saudara Suherman dan Agus Hadi Setiawan

atas bantuannya dalam pengamatan dan

pengumpulan data selama kegiatan penelitian

DAFTAR PUSTAKA

Astari, R. P., Rosmayati, & Bayu, E. S. (2014). Pengaruh pematahan dormansi secara fisik dan kimia terhadap kemampuan berkecambah benih mucuna (Mucuna bracteata D.C). Jurnal Online Agroekoteknologi, 2(2), 803–812.

Azad, S., Al-Musa, Z., & Matin, A. (2010). Effects of pre-sowing treatments on seed germination of Melia azedarach. Journal of Forestry Research, 21(2), 193–196. http://doi.org/10.1007/s11676-010-0031-1

Azad, S., Manik, M. R., Hasan, S., & Matin, A. (2011). Effect of different pre-sowing treatments on seed germination percentage and growth performance of Acacia

auriculiformis. Journal of Forestry Research , 22(2), 183–188. http://doi.org/10.1007/s11676-011-0147-y

Cahyono, T. D. W. I., Coto, Z., & Febrianto, F. (2009). Aspek thermofisis pemanfaatan kayu sebagai bahan bakar substitusi di pabrik semen. Jurnal Ilmu Dan Teknologi Hasil Hutan, 1(1), 45–53.

Farhana, B., Ilyas, S., & Budiman, L. F. (2013). Pematahan dormansi benih kelapa sawit ( Elaeis guineensis Jacq .) dengan perendaman dalam air panas dan variasi konsentrasi ethephon. Bul. Agrohorti, 1(1), 72–78.

Imran, Budhi, S. P. ., Ngadiono, N., & Dahlanuddin. (2012). Pertumbuhan pedet sapi bali lepas sapih yang diberi rumput lapangan dan disuplementasi daun turi (Sesbania grandiflora). Agriminal, 2(2), 55–60.

ISTA. (2012). Internasional rules for seed testing (2012th ed.). Bassersdorf, Switzerland: The International Seed Testing Association.

Kusumawardani, S. A., Priandoko, S. C., & Ismarmiyati. (2010). Perlakuan awal untuk pematahan dormansi pada benih pepaya (Carica papaya L.) dengan pembuangan kulit ari dan penjemuran selama 3 hari. Vigor, Info Pengembangan Mutu Benih, 2, 5–7.

Maharani, L. febriana. (2010). Pengaruh ekstrak etanol daun turi merah (Sesbania grandiflora PERS. Var. rubra) terhadap geliatan mencit Balb/C yang diinjeksi asam asetat 0,1%. Universitas Diponegoro.

Manurung, D., Putri, L. A. P., & Bangun , M. K. (2013). Pengaruh perlakuan pematahan dormansi terhadap viabilitas benih aren (Arengan pinnata Merr.). Jurnal Online Agroekoteknologi, 1(3), 768–782.

Marthen, Kaya, & Rehatta. (2013). Pengaruh perlakuan pencelupan dan perendaman terhadap perkecambahan benih sengon. Agrologia, 2(1), 10–16.

Murniati, E. (2013). Fisiologi perkecambahan dan dormansi benih. In Dasar Ilmu dan Teknologi Benih (pp. 85–98). Bogor: IPB Press.

Nedkov, N. (2007). Research on the effect of pre-sowing treatment on seed germination of Hypericum perforatum L . Bulgarian Journal of Agricultural Science, 13, 31–37.

Page 73: Vol. 5 No. 2, Desember Tahun 2017

135

KARAKTERISTIK FISIK DAN METODE PENGUJIAN PERKECAMBAHAN BENIH TURI (Sesbania grandiflora (L.) Pers)

Eliya Suita dan Dida Syamsuwida

Nurussintani, W., Damanhuri, & Purnamaningsih, S. L. (2013). Perlakuan pematahan dormansi terhadap daya tumbuh benih 3 varietas kacang tanah (Arachis hypogaea). Jurnal Produksi Tanaman , 1(1), 86–93.

Olatunji, D., Maku, J. O., & Odumefun, O. P. (2013). The effect of pre-treatments on the germination and early seedlings growth of Acacia auriculiformis Cunn . Ex . Benth. African Journal of Plant Science, 7(8), 325–330. http://doi.org/10.5897/AJPS11.255

PT.SAN. (2012). Energi altenatif “ Menjawab harapan dan kebutuhan bahan bakar petani tembakau Virginia Lombok.” Media Informasinya Lombok Timur. Lombok.

Rasebeka, L., Mathowa, T., & Mojeremane, W. (2014). Effect of seed pre-sowing treatment on germination of three Acacia species Indigenous to Botswana. International Journal of Plant & Soil Science, 3(1), 62–70.

Suharyati, E. (2013). Pematahan dormansi padi inpari 6 jete. Vigor, Info Pengembangan Mutu Benih, 2, 23–26.

Suita, E. (2009). Pengujian viabilitas benih mindi

(Melia azedarach L.) pada berbagai media perkecambahan. Info Benih, 13(1), 89–98.

Suita, E. (2012). Teknik pemecahan dormansi benih saga pohon (Adenanthera sp.). Info Benih, 16(1), 7–13.

Suita, E., & Bustomi, S. (2014). Teknik peningkatan daya dan kecepatan berkecambah benih pilang. Jurnal Penelitian Hutan Tanaman , 11(1), 45–52.

Suita, E., & Nurhasybi. (2014). Pengujian viabilitas benih weru (Albizia procera Benth.). Jurnal Perbenihan Tanaman Hutan , 2(1), 12–23.

Suita, E., & Sudrajat, D. J. (2008). Penentuan metode uji perkecambahan benih krasikarpa (Acacia crassicarpa A. Cunn. Ex Benth.). Buletin Puslitbang Perhutanan, 12(2), 783–790.

Widajati, E. (2013). Batasan benih, aspek-aspek dalam ilmu dan teknlogi benih, serta pentingnya benih dalam produksi tanaman. In Dasar Ilmu dan Teknologi Benih (pp. 1–8). Bogor: IPB Press.

Page 74: Vol. 5 No. 2, Desember Tahun 2017
Page 75: Vol. 5 No. 2, Desember Tahun 2017

137

JURNAL PERBENIHAN TANAMAN HUTAN

ISI VOLUME 5 Nomor 1

Febrina Artauli Siahaan PENGARUH KONDISI DAN PERIODE SIMPAN TERHADAP PERKECAMBAHAN BENIH KESAMBI (Schleichera oleosa (Lour.) Merr) 1

Kurniawati Purwaka Putri dan/and Yulianti Bramasto PENGENDALIAN CENDAWAN Uromycladium tepperianum PADA BIBIT SENGON (Falcataria moluccana (Miq.) Barneby & J.W. Grimes) DI PERSEMAIAN 13

Sahwalita PENGARUH BAHAN SETEK TERHADAP KEBERHASILAN PERBANYAKAN SUNGKAI DAN POTENSI SETEK YANG DIHASILKAN DARI KEBUN PANGKAS 23

Sri Muryati, Irdika Mansur dan/and Sri Wilarso Budi APLIKASI FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA PADA BIBIT Desmodium ovalifolium DI LAHAN PASCA TAMBANG 35

Muhammad Zanzibar TIPE DORMANSI DAN PERLAKUAN PENDAHULUAN UNTUK PEMATAHAN DORMANSI BENIH BALSA (Ochroma bicolor ROWLEE) 51

Nurmawati Siregar RESPON PENUTUPAN MULSA TERHADAP PERKECAMBAHAN MINDI (Melia azadarach Linn.) 61

Nomor 2

Kurniawati Purwaka Putri dan/and Dede J. Sudrajat

REGENERASI Shorea spp. DI SUMBER BENIH KHDTK HAURBENTES, KABUPATEN BOGOR 71

Endang Pujiastuti dan/and Dede J. Sudrajat UJI VIGOR UNTUK MENDUGA PERKECAMBAHAN BENIH DAN MUNCULNYA SEMAI NORMAL Acacia mangium DI PERSEMAIAN 81

Muhammad Zanzibar METODE PENGERINGAN POLONG UNTUK EKSTRAKSI DAN PENURUNAN KADAR AIR BENIH SENGON LAUT (Falcataria moluccana (Miq.) Barneby & J.W. Grimes) 95

Supriyanto, Iskandar Z Siregar, Ani Suryani, Aam Aminah, dan /and Dede J. Sudrajat KERAGAMAN MORFOLOGI BUAH, BENIH DAN BIBIT PONGAMIA (Pongamia pinnata (L.) Pierre) DI PULAU JAWA 103

Suhartati dan/and Didin Alfaizin PERKECAMBAHAN BENIH Pericopsis mooniana Thw. BERDASARKAN WARNA DAN TEKNIK SKARIFIKASI 115

Eliya Suita dan/and Dida Syamsuwida KARAKTERISTIK FISIK DAN METODE PENGUJIAN PERKECAMBAHAN BENIH TURI (Sesbania grandiflora (L.) Pers) 125

Page 76: Vol. 5 No. 2, Desember Tahun 2017

138

INDEX KATA KUNCI VOLUME 5

balsa 51 pasca tambang 35

benih 51,95,103,115 pengendali hayati 13

bibit 13,23,103 penjemuran 95

buah 103 penyakit 13

penyimpanan benih 1

desmodium spp. 35 perbenihan 125

dormansi 51 perkecambahan 1,51,61,81,115

perlakuan pendahuluan 35

FMA 35 periode simpan 1

persemaian 81

hutan tanaman 23 Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR)

13

polong 95

kadar air 95 pongamia 103

kayu kuku 115 pulau Jawa 103

kelembaban 61

keragaman morfologi 103 regenerasi 71

kerapatan 71

KHDTK haurbentes 71 Schleichera oleosa 1

kondisi simpan 1 skarifikasi 115

kompos 35 seleksi 115

sengon laut 95

metode uji 125 Sesbania grandiflora 125

mindi 61 Shorea spp 71

mulsa 61 suhu 61

sumber benih 71

nodus 23 sungkai 23

standar 81

tunas 23

uji laboratorium 81

uromycladium tepperianum

13

viabilitas benih 125

vigor 81

Page 77: Vol. 5 No. 2, Desember Tahun 2017

139

INDEX PENULIS VOLUME 5

Aam Aminah 103 Kurniawati Purwaka Putri 13,71

Ani Suryani 103

Muhammad Zanzibar 51,95

Dede J. Sudrajat 71,81,103

Dida Syamsuwida 125 Nurmawati Siregar 61

Didin Alfaizin 115

Sahwalita 23

Eliya Suita 125 Sri Muryati 35

Endang Pujiastuti 81 Sri Wilarso Budi 35

Suhartati 115

Febrina Artauli Siahaan 1 Supriyanto 103

Irdika Mansur 35 Yulianti Bramasto 13

Iskandar Z Siregar 103

Page 78: Vol. 5 No. 2, Desember Tahun 2017
Page 79: Vol. 5 No. 2, Desember Tahun 2017

JUDUL

Penulis

© 2017 BPTPTH All rights reserved. Open access under CC BY-NC-SA license.doi: //doi.org/10.20886/bptpth.2017.5.2.95-102

Times New Roman 9, italic, huruf kecil

Times New Roman 8, Bold, huruf kapital

JUDUL

( Title)

Penulis Pertama1, Penulis Kedua2, dan/and Penulis Ketiga3

1)Institusi asal penulis 2)Institusi asal penulis 3)Institusi asal penulis

Alamat; Telp/Fax, Kota, Negara e-mail: salah satu penulis sebagai koresponden

Naskah masuk: ....; Naskah direvisi: ...........; Naskah diterima: ..........(diisi oleh sekretariat redaksi)

ABSTRACT

Abstract should be written in Indonesia and English using Time New Roman font, size 11 pt, italic, single space. Abstract is not a merger of several paragraphs, but it is a full and complete summary that describecontent of the paper it should contain background, objective, paragraph and should be no more than 200 words in English.

Keyword: 3-5 keywords

ABSTRAK

Abstrak ditulis dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris dengan jenis huruf Times New Roman, ukuran 11 pt, spasi tunggal. Abstrak bukanlah penggabungan beberapa paragraf, tetapi merupakan ringkasan yang utuh dan lengkap yang menggambarkan isi tulisan. Sebaiknya abstrak mencakup latar belakang, tujuan, metode, hasil, serta kesimpulan dari penelitian. Abstrak tidak berisi acuan atau tidak menampilkan persamaan matematika dan singkatan yang tidak umum. Abstrak terdiri dari satu paragraf dengan jumlah kata paling banyak 250 kata dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Kata kunci : 3-5 kata kunci

I. PENDAHULUAN

Pendahuluan mencakup hal-hal berikut ini:

Latar Belakang, berisi uraian permasalahan dan

alasan pentingnya masalah tersebut diteliti.

Permasalahan dirumuskan secara jelas,

penjelasan ditekankan pada rencana pemecahan

masalah dan keterkaitan dengan pencapaian

luaran yang telah ditetepkan. Tujuan, berisi

pernyataan secara jelas dan singkat tentang hasil

yang ingin dicapai dari serangkaian kegiatan

penelitian yang akan dilakukan. Sasaran atau

luaran menjelaskan secara spesifik yang

merupakan hasil antara dalam rangka mencapai

tujuan penelitian. Hasil yang dicapai, dijelaskan

kaitannya dengan kegiatan yang dilaksanakan

(khusus untuk kegiatan penelitian lanjutan).

II. BAHAN DAN METODE

Kosong satu spasi tunggal

Kosong 2 (dua) spasi tunggal

Kosong satu spasi tunggal

Kosong 1 (satu )spasi tunggal

Kosong 1 (satu) spasi tunggal

Kosong 1 (satu) spasi tunggal

Kosong 2 (dua) spasi tunggal

Kosong 1 (satu) spasi tunggal

Kosong 1 (satu) spasi tunggal

Kosong 2 (dua) spasi tunggal

Commented [U1]: Times New Roaman 12, bold,centered, huruf kapital, spasi tunggal, maksimum dua baris< 15 kata

Commented [U2]: Times New Roman 12, italic, centered,huruf kecil diawali huruf kapital tiap kata, spasi tunggal,tanda buka dan tutup kurung

Times New Roman 12, italic, centered, huruf kecil diawali huruf kapital tiap kata, spasi tunggal,tanda buka dan tutup kurung

Commented [U3]: Times New Roman 11, tegak, centered,huruf kecil spasi tunggal, tanda 1) 2) dst digunakan hanyajika penulis satu dengan yang lainnya berbeda asal instansi,jika masih satu instansi tidak perlu menggunakan tanda 1) 2) dst

Commented [U4]: Times New Roman 11, huruf kapital,italic, bold

Commented [U5]: Times New Roman 11, spasi tunggal, italic,apabila ada nama ilmiah menjadi tegak & underline

Commented [U6]: Times New Roman 11, bold, italic, urutkansesuai abjad

Commented [U7]: Times New Roman 11, huruf kapital,tegak, bold

Commented [U8]: Times New Roman 11, bold, tegak, urutkansesuai abjad

Commented [U9]: Times New Roman 12, tegak, bold, centered

Commented [U10]: Times New Roman 12, spasi 1,5 fist line0,75 cm

Commented [U11]: Times New Roman 12, tegak bold, centered

Page 80: Vol. 5 No. 2, Desember Tahun 2017

Jurnal Perbenihan Tanaman Hutan Vol.5 No 2 Desember 2017: 95-102 p-ISSN : 2354-8568 e-ISSN : 2527-6565

Metode Penelitian yang digunakan

harus ditulis sesuai dengan cara ilmiah, yaitu

rasional, empiris dan sistematis. Tanaman dan

binatang ditulis lengkap dengan nama

ilmiah. Menggunakan tolak ukur

internasional, system matrix dan standar

nomenklatur. Metode penelitian dijelaskan

sesuai dengan penelitian yang dilaksanakan.

Jika metode merupakan kutipan harus

dicantumkan dalam referansi. Jika dilakukan

perubahan terhadap metode kutipan atau

standar harus disebutkan perubahannya. Bila

diperlukan dengan disajikan dalam tabel..

Untuk Bab dan Sub Bab secara konsisten

ditulis rata di batas kiri tulisan, sebagaimana

berikut:

A. Bahan dan Alat

Mengemukakan semua bahan yang

digunakan seperti tumbuhan kayu, bahan

kimia, alat dan lokasi penelitian, waktu

penelitian.

B. Prosedur Penelitian

Mengemukakan tahapan kerja dan

beberapa pengujian yang dilakukan.

Pelaksanaan penelitian disusun berurutan

menurut waktu, ukuran dan kepentingan.

Untuk Sub Sub Bab secara konsisten ditulis

rata di batas kiri tulisan, sebagaimana berikut:

1. Penyiapan contoh kerja

2. Pengujian perkecambahan benih

standar di laboratorium

Untuk Sub Sub Sub Bab secara konsisten

ditulis, sebagaimana berikut:

a. Indeks perkecambahan (Gi)

b. Uji tetrazolium

C. Analisis Data

Metode statistik (bila ada) harus

disebutkan dengan singkat.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Hasil disajikan dalam bentuk uraian

umum. Disusun secara berurutan sesuai

dengan tujuan penelitian. Jika tujuan

penelitian tidak tercapai perlu dikemukakan

alasan dan penyebabnya. Tabulasi, grafik,

analisis statistik dilengkapi dengan tafsiran

yang benar. Judul, keterangan tabel dan

gambar dilengkapi dengan terjemahan bahasa

Inggris dengan huruf miring atau sebaliknya.

Angka yang tercantum dalam tabel tidak

perlu diuraikan lagi, tetapi cukup

dikemukakan makna atau tafsiran masalah yang

diteliti; dalam bagian ini juga dapat disajikan

ilustrasi dalam bentuk grafik bagan, pictogram

dan sebagainya. Dapat mengemukakan

perbandingan hasil yang berlainan dan beberapa

perlakuan. Metode statistik yang digunakan

dalam pengolahan data harus dikemukakan,

sehingga tingkat kebenaran harus dapat

ditelusuri. Prinsip dasar metode harus

diterangkan dengan mengacu pada referensi

atau keterangan lain mengenai masalah ini.

Kosong 2 (dua) spasi tunggal

Commented [U12]: Times New Roman 12, spasi 1,5 fist line0,75 cm

Commented [U13]: Times New Roam 12, bold, huruf kecil,awal huruf besar kecuali kata hubung

Commented [U14]: Times New Roman 12, huruf kecil semua,hanya awal kalimat huruf besar, bold

Commented [U15]: Times New Roman 12, huruf kecil semua,hanya awal kalimat huruf besar

Page 81: Vol. 5 No. 2, Desember Tahun 2017

JUDUL Penulis

Penulis mengemukakan pendapatnya secara

objektif dengan dilengkapi data kuantitatif.

TABEL: Diberi nomor, judul, dan

keterangan yang diperlukan, ditulis dalam

bahasa Indonesia dan Inggris. Tabel ditulis

dengan Times New Roman ukuran 12 pt dan

berjarak satu spasi di bawah judul tabel.

Judul tabel ditulis dengan huruf berukuran 12

pt, rata kiri dan ditempatkan di atas tabel.

Penomoran tabel menggunakan angka (1, 2,

......). Apabila tabel memiliki lajur/kolom

cukup banyak, dapat digunakan format satu

kolom atau satu halaman penuh. Apabila judul

pada lajur tabel terlalu panjang, maka lajur

diberi nomor dan keterangannya di bawah

tabel. Keterangan (Remarks) dan sumber

(Source) ditulis di kiri bawah tabel ditulis

dengan Times New Roman ukuran 10 pt dan

berjarak satu spasi. Tabel diletakkan segera

setelah disebutkan dalam naskah.

GAMBAR: Gambar, grafik, dan ilustrasi lain

yang berupa gambar harus berwarna kontras

(hitam putih atau arsir), masing-masing harus

diberi nomor, judul dan keterangan yang jelas

dalam bahasa Indonesia dan Inggris. Gambar

diletakkan pada posisi paling atas atau paling

bawah dari setiap halaman. Gambar diletakkan

simetris dalam kolom. Apabila gambar cukup

besar, bisa digunakan format satu kolom.

Penomoran gambar menggunakan huruf Times

New Roman ukuran 12 pt dan berjarak satu

spasi rata kiri dan ditempatkan di bagian

bawah, seperti pada contoh di bawah. Gambar

diletakkan segera setelah disebutkan dalam

naskah.

Tabel (Table) 1. Hasil uji beda Duncan pengaruh lama pengeringan terhadap kadar air polong, kadar air benih dan daya berkecambah sengon laut (The results of Duncan test of the effect drying treatment on the pod, seed moisture content and germination percentage of sengon laut)

Perlakuan pengeringan/Drying treatment

Kadar air polong/Pod

moisture content (%)

Kadar air benih/Seed

moisture content (%)

Daya berkecambah/ Germination percentage

(%)

Kontrol (Control) (7,76 + 0,13 )a (7,93 + 0,36) a (77,00+4,36) Penjemuran 1 hari (Sun drying for 1 day) (7,78+0,65) a (7,95 + 0,29) a (78,66+ 4,16) Penjemuran 2 hari (Sun drying for 2 days) (5,72+ 0,69) b (5,98 + 0,10) b (73,66 + 1,53) Penjemuran 3 hari (Sun drying for 3 days) (5,52 + 0,47 ) b (5,77 + 0,09) b (76,00 + 1,00) Penjemuran 4 hari (Sun drying for 4 days) (5,53+0,19) b (5,77 + 0,19) b (77,33+2,31) Penjemuran 5 hari (Sun drying for 5 days) (5,53 + 0,23) b (5,59 + 0,51) b (78,66+ 1,53) Alat pengering 4 jam (Seed drier for 4 hours) (7,70+ 0,09) a (7,94 + 0,05) a (76,33+9,07) Alat pengering 8 jam (Seed drier for 8 hours) (7,43 + 0,35) a (7,52 +0,03) a (81,66+3,21) Alat pengering 12 jam (Seed drierfor 12 hours) (7,46+ 0,14) a (7,56 + 0,11) a (74,44+ 3,21) Alat pengering 16 jam (Seed drier for 16 hours) (7,47 + 0,41) a (7,49+ 0,29) a (79,00+ 6,24) Alat pengering 20 jam (Seed drier for 20 hours) (7,51+ 0,44) a (7,56 + 0,12) a (77,66 + 6,81)

Page 82: Vol. 5 No. 2, Desember Tahun 2017

Jurnal Perbenihan Tanaman Hutan Vol.5 No 2 Desember 2017: 95-102 p-ISSN : 2354-8568 e-ISSN : 2527-6565

Alat pengering 24 jam (Seed drier for 24 hours ) (7,52 + 0,42) a (7,53 + 0,21) a (78,00+ 7,21) Alat pengering 28 jam (Seed drier for 28 hours ) (7,44 + 0,11) a (7,59 + 0,08) a (77,33+ 4,04) Alat pengering 32 jam (Seed drier for 32 hours) (5,73 + 0,38) b (6,04 +0,03) b (78,66+ 4,62) Alat pengering 36 jam (Seed drier for 36 hours ) (5,79+ 0,16) b (6,05+ 0,07) b (78,66+ 3,06) Alat pengering 40 jam (Seed drier for 40 hours ) (5,75+ 0,43) b (6,11+0,14) b (77,00+ 1,53) Alat pengering 44 jam (Seed drier for 44 hours ) (5,77+ 0,45) b (6,07 + 0,09) b (77,66+ 4,62) Alat pengering 48 jam (Seed drier for 48 hours ) (5,74+ 0,69) b (6,09 +0,11) b (76,66+ 9,07)

Rata-rata (average) 6,70 6,79 77,50 SD 0,95 0,89 4,44 Nilai F hitung/F test 25,48** 74,14** 0,39

Keterangan (Remarks): Nilai-nilai yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada selang kepercayaan 99% (Values followed by the same letters on the same colm are not significantly different : a > b > c < d, etc.P = 99% ). ** berbeda sangat nyata pada selang kepercayaan 99% (significant effect, P = 99%)

Gambar (Figure) 1. Pengaruh skarifikasi benih terhadap waktu berkecambah, kecepatan

berkecambah dan daya berkecambah pada benih kayu kuku (Effect of seed scarification to germination time, germination speed and germination rate of P. mooniana seeds)

B. Pembahasan

Pembahasan dapat menjawab apa arti

hasil yang dicapai dan apa implikasinya.

Dapat menafsirkan hasil dan

menjabarkannya, sehingga dapat dimengerti

pembaca. Mengemukakan hubungan dengan

hasil penelitian sebelumnya. Bila berbeda

tunjukkan, bahas dan jelaskan penyebab

perbedaan tersebut. Hasil penelitian

ditafsirkan dan dihubungkan dengan

hipotesis dan tujuan penelitian.

Mengemukakan fakta yang ditemukan dan

alasan mengapa hal tersebut terjadi.

Menjelaskan kemajuan penelitian dan

kemungkinan pengembangan selanjutnya.

Simbol/lambang ditulis dengan jelas dan

konsisten. Istilah asing ditulis dengan huruf

italic. Singkatan harus dituliskan secara lengkap

pada saat disebutkan pertama kali, setelah

itu dapat ditulis kata singkatannya.

Kosong 1 (satu) spasi tunggal

Page 83: Vol. 5 No. 2, Desember Tahun 2017

JUDUL Penulis

Apabila terdapat persamaan reaksi atau

matematis, diletakkan simestris pada kolom.

Nomor persamaan diletakkan diujung kanan

dalam tanda kurung dan penomoran dilakukan

secara berurutan. Apabila terdapat rangkaian

persamaan yang lebih dari satu baris, maka

penulisan nomor diletakkan pada baris

terakhir. Penunjukan persamaan dalam naskah

dalam bentuk singkatan, seperti persamaan

berikut.

).................................................(1)

Keterangan:

Gt = persen kecambah hari ke-n Tt = hari uji perkecambahan

IV. KESIMPULAN

Kesimpulan memuat hasil yang telah

dibahas. Hal yang perlu diperhatikan adalah

segitiga konsistensi (masalah-tujuan-

kesimpulan harus konsisten). Saran dapat

dikemukakan untuk dipertimbangkan pembaca.

UCAPAN TERIMA KASIH

Merupakan bagian yang wajib ada

dalam sistematika karya tulis ilmiah. Suatu

penelitian tidak akan berhasil tanpa

melibatkan pihak- pihak yang telah

membantu, baik berperan secara finansial,

teknis, maupun substantif. Ucapan terima

kasih merupakan sebuah kewajiban, bukan

pilihan (opsional).

DAFTAR PUSTAKA

Daftar Pustaka merupakan referensi yang

dirujuk dalam naskah. Format penulisan

Daftar Pustaka mengacu pada American

Psychological Association (APA) style.

Referensi terdiri dari acuan primer dan/atau

acuan skunder. Sumber acuan primer adalah

sumber acuan yang langsung merujuk pada

bidang ilmiah tertentu, sesuai topik penelitian

dan sudah teruji. Sumber acuan primer dapat

berupa: tulisan dalam makalah ilmiah dalam

jurnal internasional maupun nasional

terakreditasi, hasil penelitian di dalam

disertai, tesis, maupun skripsi. Buku

(textbook), termasuk dalam sumber acuan

sekunder. Semua karya yang dikutip

dalam penulisan karya tulis harus dimuat

dalam daftar pustaka (dan sebaliknya).

Pustaka minimal 15,80% dari pustaka

merupakan acuan primer, dan 80% dari

acuan primer merupakan publikasi 10 tahun

terakhir. Pengelolaan pustaka dalam Jurnal

Perbenihan Tanaman Hutan menggunakan

aplikasi software Mendeley, untuk itu

disarankan agar penulis menggunakan

software yang sama. Jarak antar pustaka (after

spacing) adalah 6 pt. Inden (hanging) pada

baris kedua dengan jarak 0,75 cm. Daftar

pustaka harus disusun berdasarkan alphabet

nama pengarang. Penulisan situasi dan daftar

pustaka diharuskan menggunakan aplikasi

referensi seperti Mendeley. Contoh Penulisan

Commented [A16]: Times New Roman 12, spasi 1

Page 84: Vol. 5 No. 2, Desember Tahun 2017

Jurnal Perbenihan Tanaman Hutan Vol.5 No 2 Desember 2017: 95-102 p-ISSN : 2354-8568 e-ISSN : 2527-6565

Daftar Pustaka Berdasarkan APA style:

1. Paper dalam jurnal a. Artikel dalam jurnal ilmiah dengan volume dan

nomor (1 penulis)

Bonner, F. T. (1998). Testing tree seeds for vigor: A review. Seed Tehcnology , 20(1), 5–17.

b. Artikel dalam jurnal ilmiah dengan volume dan nomor (2-6 penulis)

Vieira, R. D., Paiva, A. J. A., & Perecin, D. (1999). Electrical conductivity and field performance of soybean seeds. Seed Technology, 21, 15–24.

2. Buku

Chakraverty, A., & Singh, R. (2001). Postharvest Technology Cereals, Pulses, Fruit, and Vegetables. New Hampshire (US): Science Publishers, Inc.

3. Prosiding

Gill, N. S., & Delouche, J. (1973). Proceedings of the Association of Official Seed Analysts 63. In Deterioration of seed corn during storage. (pp. 35–50).

4. Makalah Seminar dan Lokakarya

DBPTH. (2014). Lokakarya penyusunan Standar Mutu Benih dan Mutu Bibit Tanarnan Hutan. In Kebijakan pengujian benih. Solo, 4-7 November 2014: Direktorat Bina Perbenihan Tanaman Hutan. Jakarta.

5. Skripsi, tesis dan disertasi

Sudrajat, D. J. (2014). Keragaman populasi, uji provenansi dan adaptasi jabon (Neolamarckia cadamba (Roxb.) Bosser). Disertasi. Sekolah Pascasrjana. Bogor: Insitut Pertanian Bogor.

6. Laporan penelitian

Aminah, A., & Budiman, B. (2009). Teknik penanganan benih kranji (Pongamia pinnata) sebagai sumber energi terbarukan. Laporan Penelitian Balai Penelitian Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan. Bogor (ID): Kementerian Kehutanan.

7. Artikel dari internet

Graham, P., Reedman, L., Rodriguez, L., Raison, J., Braid, A., Haritos, V., Adams, P. (2011). Sustainable aviation fuels road map: Data assumptions and modelling, (May), 1–104. Retrieved from

http://www.csiro.au/en/Outcomes/Energy/Powering-Transport/Sustainable-Aviation-Fuels.aspx#

CATATAN:

1. Petunjuk penulisan ini dibuat untuk keseragaman format penulisan dan kemudahan bagi penulis dapat diakses di http://ejournal.forda-mof.org/ejournal-litbang/index.php/BPTPTH.

2. Naskah ditulis dalam format kertas berukuran A4 (210 mmx 297 mm) dengan margin atas 2,5 cm, margin bawah 2,5 cm, margin kiri dan kanan masing-masing 2 cm. Bentuk naskah berupa 2 kolom dengan jarak antar kolom 1 cm. Panjang naskah hendaknya maksimal 12 halaman, termasuk lampiran Times New Roman, font 12, kecuali Abstrak, kata kunci dan daftar Pustaka font 11. Pengutipan pustaka di dalam naskah berdasarkan sistem penulisan referensi APA Style, sebagai berikut : · Karya dengan dua pengarang.

....seperti yang dilakukan oleh Gill dan Delouche (1973)..... atau (Gill & Delouche, 1973)

· Karya tiga sampai lima pengarang. (Kernis, Cornel, Sun, Berry, & Harlow, 1993) atau Kernis, Cornel, Sun, Berry, & Harlow (1993) menjelaskan... Dalam kutipan berikutnya, (Kernis et al., 1993) atau Kernis et al. (1993) argued...

· Enam pengarang atau lebih. Harris et al. (2001) mengasumsikan... atau (Harris et al., 2001)

3. Penggunaan titik dan koma dalam penulisan angka : Naskah (teks) bahasa Indonesia: titik (.) menunjukkan kelipatan ribuan dan koma (,) menunjukkan pecahan.

4. Dewan Redaksi berhak mengubah naskah tanpa mengurangi isi yang terkandung di dalamnya dan juga berhak menolak naskah yang dianggap tidak memenuhi ketentuan yang disyaratkan. Penulis wajib Authorship Ethical Statement dan Copyright Agreement Form.

Page 85: Vol. 5 No. 2, Desember Tahun 2017

REGENERASI Shorea spp. DI SUMBER BENIH KHDTK HAURBENTES. KABUPATENBOGOR

UJI VIGOR UNTUK MENDUGA PERKECAMBAHAN BENIH DAN MUNCULNYA SEMAI NORMAL Acacia mangium DI PERSEMAIAN

METODE PENGERINGAN POLONG UNTUK EKSTRAKSI DAN PENURUNAN KADAR AIR BENIH SENGON LAUT (Falcataria moluccana (Miq.) Barneby & J.W. Grimes)

KERAGAMAN MORFOLOGI BUAH, BENIH DAN BIBIT PONGAMIA (Pongamia pinnata (L.) Pierre) DI PULAU JAWA

PERKECAMBAHAN BENIH Pericopsis mooniana Thw. BERDASARKAN WARNA DAN TEKNIK SKARIFIKASI

KARAKTERISTIK FISIK DAN METODE PENGUJIAN PERKECAMBAHAN BENIH TURI (Sesbania grandiflora (L.) Pers)

Balai Penelitian dan PengembanganTeknologi Perbenihan Tanaman HutanJl.Pakuan Ciheuleut PO BOX 105 Bogor Telp./Fax : (0251) 8327768Website : www.benih-bogor.litbang.menlhk.go.id 9772354856800

Ju

rnal P

erb

en

ihan

Tan

am

an

Hu

tan

Vo

l.5 N

o.2

, Desem

ber 2

017: 7

1-1

35

p-ISSN 2354-8568e-ISSN 2527-6565