itb move the world

Upload: andriaerospace

Post on 10-Jan-2016

30 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

itb

TRANSCRIPT

Wolrd ClassProficioMei 17, 2010Latar belakangKeprofesian berasal dari bahasa Yunani , yakni proficio. Proficio bukan berarti piawai atau mahir. Proficio justru berarti panggilan jiwa. Semangat proficio inilah yang menjadi falsafah keprofesian mahasiswa ITB.Institut Teknologi Bandung merupakan salahsatu perguruan tinggi tua di Indonesia. Dalam teori pengembangan wilayah dan negara, unsur inovasi menjadi salahsatu aspek penting untuk mengembangkan negara (Williams,1984).Amerika Serikat memilki kedigdayaan dalam daya saing global karena mereka memilki pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang mapan. Silicon valley mampu menjadi pusat industri dunia yang memberikan dampak signifikan karena adanya budaya inovasi yang terintegrasi dengan masyarakat dunia. Tak hanya Amerika Serikat, India kini memilki Bangalore sebagai kota industri terkemuka Asia. China memilki Hongkong, Shanghai, Xinjiang dan mereka terintegrasi dengan inovasi.Inovasi yang bertemu dengan intelektual bijaksana telah mampu menginspirasi dunia dalam pengurangan angka kemiskinan. Muhammad Yunus asal Bangladesh telah mengembangkan konsep perbankan yang dikenal dengan grameen bank. Konsep yang Beliau bawa sebenarnya tidak canggih, namun ternyata inovasi sistem grameen bank mampu memberikan dampak signifikan dalam pemberdayaan masyarakat. Indonesia pun memilki beberapa tauladan yang mampu mempertemukan inovasi dengan panggilan jiwa. Sri Mumpuni membuktikan konsistensinya dengan membangun puluhan PLM (Pembangkit Listrik Mikrohidro)di berbagai desa tertinggal di Indonesia.Inovasi dan keprofesian menjadi unsur tak terpisahkan yang akan saling berkaitan. Inovasi seyogyanya harus selalu menemukan panggilan jiwa yang arif agar suatu inovasi mampu memberikan manfaat. Inovasi selayaknya harus mampu menjadi cahaya yang pada akhirnya mampu menyinari Indonesia dan dunia.Konstelasi KemahasiswaanKetika Bung Karno mendapatkan kelulusan dari Techinse Hooge School (Nama lama ITB), rektor ITB kala itu berkata, Karno, sesungguhnya ijazah ini akan lekang dimakan zaman, tapi karakter kamu sebagai lulusan THS-lah yang akan selalu abadi).Suatu negara yang bermartabat adalah negara yang mampu menguasai ilmu pengetahuan. Hal ini sejalan dengan gagasan Professor Zuhal dalam 4 pilar daya saing bangsa, yakni teknologi-ilmu pengetahuan, ekonomi, pendidikan dan poilitik. Hal sejalan dengan visi Indonesia 2025 yakni, Indonesia sebagai negara yang Adil, Maju dan Mandiri, yang tertuang dalam Pasal 17 Tahun 2007.Indonesia membutuhkan regenerasi kaun intelektual yang mampu mencetuskan berbagai ide dan inovasi. Dinamisasi dalam ide dan inovasi tersebut tentunya akan membuat negara ini semakin memilki modal untuk membangun ekonomi.Dalam konstelasi perguruan tinggi, mahasiswa perlu menempatkan dirinya sesuai dengan falsafah tri dharma perguruan tinggi. Tri dharma perguruan tinggi terdiri dari pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat. Kabinet Keluarga Mahasiswa ITB entitas mahasiswa S-1 menempatkan proses meneliti dan mengabdi kepada masyarakat sebagai salahsatu bentuk pendidikan dalam rangka menyiapkan insan akademis. Proses keprofesian dan inovasi tidak hanya dianggap sebagai exxelence atau produktif menciptakan karya saja. Proses keprofesian dan inovasi juga perlu dibudayakan sebagai regenerasi bangsa. Dengan kata lain, keprofesian dan inovasi mahasiswa haruslah menyentuh ketiga unsur dari tri dharma perguruan tinggi.Ditulis dalamEpilog KM ITB|Tinggalkan sebuah Komentar Pemuda, Mahasiswa dan Sangkar Emas (Epilog KM ITB part1)Maret 7, 2011MemoarSuatu peradaban dapat dilihat dari bagaimana watak manusia dan bagaimana manusia tersebut berkarya didalam peradaban itu. Suatu peradaban menjadi besar bukan karena usia biologis seseorang saja, melainkan dibangun oleh usia peradaban yang luar biasa panjang. Bangsa sebagai entitas peradaban merupakan satuan normatif peradaban bumi saat ini. Masa depan suatu bangsa bisa menjadi masa depan dari peradaban itu sendiri. Kondisi pemuda suatu bangsa saat ini, akan menjadi kondisi bangsa tersebut dimasa mendatang.Negara Indonesia telah menyatakan kemerdekaannya kehadapan dunia. Sudah sejak lama para putera puteri bangsa berusaha untuk mempertahankan kemerdekaan ini dengan keringat dan darah. Sejak awal masa kemerdekaannya, Indonesia selalu mendapat tantangan dai luar maupun dalam. Dahulu saat pemerintahan orde lama, konsentrasi negara ini adalah untuk mempertahankan kemerdekaan. Kala itu banyak sekali goncangan perpecahan bangsa yang dipicu oleh bangsa lain maupun bangsa sendiri. Disaat negeri ini berada dalam orde baru, rakyat negeri ini di doktrin untuk memikirkan tentang bagaimana mengisi kemerdekaan ini. Tak pelak, saat pemerintahan orde barupun negeri ini tak henti- hentinya mengalami cobaan yang diakibatkan oleh kedahsyatan seorang diktator. Namun jika kita perhatikan, kedua era pemerintahan Indonesia itu telah menyumbangkan prestasi- prestasi manis dalam dunia olahraga. Tak jarang Indonesia mampu merajai dunia bulutangkis kala itu. Lee Swee King adalah sebuah atlet Indonesia yang mampu berprestasi dalam keterpurukkan. Tak jarang pula, Indonesia mampu mencetak prestasi dengan mengecap beberapa kali juara SEA GAMES.Pemuda Indonesia sejatinya selalu menjadi penggerak nasib bangsa. Prestasi di kancah olahraga, pergolakkan politik bangsa, hingga munculnya berbagai fenomena sosial teknologi bangsa selalu dipicu oleh pemuda. Jika dahulu pemuda Indonesia memiliki sedikit varietas tantangan perjuangan, kedepannya justru akan diisi oleh tantangan yang semakin beragam.Indonesia didirikan tidak hanya dengan cita- cita menjadi sekedar bangsa yang merdeka, tetapi juga menjadi bangsa yang berpengaruh didunia. Oleh karena itu tidak bisa tidak, jika pemuda masa kini hanya sekedar memperhatikan isu nasional, tetapi juga harus mempengaruhi perkembangan isu global. Tantangan negeri ini menuju kemandirian dan negara superpower akan semakin berliku kedepannya. Pada tahun 2015, ASEAN akan membuka integrasi antar negara shingga persaingan diantara negara ASEAN akan semakin terbuka lebar. Bak buah simalakama, jika bangsa ini tidak cukup bijak memanfaatkan peluan g ini, justru mungkin kitalah yang akan dimanfaatkan bangsa asing.Mahasiswa sebagai entitas cerdas penggerak bangsa seyogyanya dapat kembali ke harkat sejatinya sebagai pencari ilmu, bukan pencari kerja. Namun esensinya tidak serta merta menjadi pengusaha yang membuka lapangan pekerjaan saja, tetapi harus menjadi pembangun daya saing bangsa.Mahasiswa tidak bisa lagi berdiam sangkar emas yang nyaman dengan kehidupan rutinitas. Mahasiswa justru harus menggebrak sangkar emas sehingga mampu melahirkan perubahan yang bermanfaat bagi negeri ini. Bak ibarat pepatah, bahwasangkar emas tidak akan pernah mampu mengubah Burung Nuri menjadi Burung Rajawali.Penyeimbang Gerakan dari Vertikal ditambah HorizontalDalam membangun daya saing bangsa yang mapan diperlukan suatu konsep keterbukaan pikiran terhadap perubahan. Mahasiswa sebagai entitas penggerak harus terus berubah sehingga dapat memberikan model ideal bagi entitas bangsa.Dahulu gerakan mahasiswa identik dengan gerakan vertikal yang fokus terhadap upaya kontrol sosial terhadap pemerintah. Mahasiswa sangat identik dengan aktivitas turun kerjalan untuk mengkritik dan mentikapi perilaku pemerintah yang keluar jalur. Sudah banyak profil gerakan masif mahasiswa yang mengubah negeri ini seperti peristiwa MALARI, NKK-BKK hingga puncaknya pada aksi demosntrasi besar- besaran padas peristiwa reformasi 98. Namun apakah selamnya negeri ini akan maju dengan produk kebijakan yang optimal, tentu saja tidak. Suatu negeri tentunya akan mampu jika produk kebijakan dapat diikuti oleh kemapanan negeri tersebut dalam ekonomi, teknologi dan pendidikan.Saat ini Indonesia membutuhkan generasi yang bisa lebih produktif dalam berkarya. Fungsi kontorl sosial tidak perlu dihilangkan, tetapi justru harus diseimbangkan dengan karya nyata yang lebih menyentuh pada kepentingan masyarakat dan industri.Gerakan mahasiswa perlu untuk diseimbangkan dari sekedar gerakan vertikal, plus ditambah gerakan horisontal. Gerakan horisontal inilah yang perlu mencakup tiga pengembangan gerakan. Pertama, gerakan entrepreunership. Entrepreunership sangat diperlukan bagi bangsa ini untuk membuka lapangan kerja seluas- luasnya. Semangat ini dapat memperbsear multiplier effect terhadap perputaran roda perekonomian masyarakat. Saat ini jumlah pengusaha nasional masih berkisar 0,4 %. Ciputra mengatakan bahwa negeri ini setidaknya membutuhkan 2 % warga negaranya yang menjadi pengusaha.Kedua adalah gerakan inovasi. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi akan menjadi kunci perkembangan peradaban. Berbagai inovasi diperlukan untuk memecahkan persoalan perkembangan industri serta sosial kemasyarakatan negeri ini. Mahasiswa sejak dini tentunya harus mengawal lahirnya berbagai macam inovasi dinegeri ini. Semakin banyak inovasi yang dihasilkan oleh anak bangsa, maka akan semakin produktif roda ekonomi negeri ini.Ketiga adalah gerakan pengebdian masyarakat. Mahasiswa sebagai entitas yang lebih beruntung secara keilmuan tentunya harus bertanggung jawab terhadap persoalan masyarakat. Gerakan memabangun desa tertinggal guna meningkatkan kapasitas masyarakat tidak hanya dapat dikawal oleh pemerintah, tetapi seyogyanya oleh semesta rakyat Indonesia. Disinilah semestinya mahasiswa dapat berperan lebih dengan semangat juang pemuda yang dimilkinya.oleh Achmad Faris Saffan SunaryaDitulis dalamEpilog KM ITB|Tinggalkan sebuah Komentar

Impresi dan Awal Keresahan (Epilog KM ITBpart2)April 18, 2011

OSKM 2009Menyadari dengan benar bahwa Institut Teknologi Bandung (ITB) merupakan salahsatu aset penting bangsa Indonesia. ITB telah tumbuh dan besar bersama sejarah bangkitnya negeri ini. Kepercayaan dan amanah yang diberikan oleh bangsa Indonesia merupakan investasi yang sangat mahal sejak Indonesia merdeka. Tanggung jawab kampus ini bukan hanya pada sains dan teknologi, tetapi juga seni dan ilmu sosial yang mampu mebangun peradaban luhur bangsa lewat karya dan insan yang berkarya.Tepat di tahun 2006, ITB mulai mencanangkan suatu mimpi untuk menjadiworldclass university. Mencoba mekmanai artiWorldclass, ternyata bukan hanya bermakna mercusuar dan mendunia. Seorang professor kelas dunia harus melakukan suatu penelitian dengan teori kelas dunia untuk menyelesaikan permasalahan di daerah asalnya. Worldclass bermakna mengusahakan dayaguna ilmu untuk menyelesaikan permasalahan bangsa. Proficio bermakna panggilan jiwa manusia, peka terhadap persoalan dan tanggap terhadap penggunaan ilmu untuk kebermanfaatan masyarakat. Sekalipun banyak yang menentang, paham worldclass memang dianggap terlalu mengawang- ngawang. Mahasiswa menilai rektorat sok MIT sok Harvard.Menyadari besarnya cita- cita dan mimpi ITB, seharusnya KM ITB sebagai salahsatu pilar pelaksanakan tridharma perguruan tinggi yang meliputi pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat seharusnya turut berubah dan melakukan evolusi.Jargon ITB sebagai kampus terbaik bangsa, bisa jadi sudah tidak benar- benar relevan (saat tulisan ini dibuat). Kebanyakan para senior yang merindukan romansa lama mengatakan bahwa mahasiswa kini tidak sepeka dan sekritis dulu. Produktivitas karya melemah, bahkan kuantitasnya dikalahkan oleh UGM dan IPB. Himpunan Mahasiswa Jurusan yang semestinya mampu menjadi inkubator karya dan ide mahasiswa jurusan, justru hanya disibukkan oleh kegiatan perayaan wisudaan 3 kali setahun, main kartu, pentas musik dan kegiatan kaderisasi. Padahal semestinya himpunan mahasiswa jurusan mampu menjadi wadah andalan dalam menciptakan karya. Dan semestinya setiap kaderisasi lembaga yang baik, mampu menghasilkan sumberdaya yang berkualitas yang produktif berkarya. Tampaknya obesitas kemahasiswaan terjadi pada ITB. Potensi besar sebagian besar mahaiswanya justru banyak yang teralihkan pada perpecahan internal lembaga, kerusuhan antar himpunan, bahkan berbagai kasus konflik dengan rektorat. Entah kenapa kemahasiswaan selalu membutuhkan musuh untuk membuat mahasiswa bergerak. Namun adilkah jika orang atau subjek tak semestinya yang justru menajdi musuh agar membuat kemahasiswaan dinamis. Maka saya meyakini, kemahasiswaan seperti itu hanya akan memberikan pembelajaran semu bagi mahasiswanya.KM ITB yang juga meliputi himpunan- himpunan mahasiswa jurusan, justru semakin terbang tinggi dalam menciptakan gap gerakan. Organisasi sentral kampus semacam Kabinet KM ITB lebih condong melakukan gerakan vertikal sebagian poros utama gerakan mahasiswa. Kegiatan mengawal dan mengontrol kebijakan pemerintah seperti aksi demonstrasi di jalanan maupun press confference ke media lebih dibanggakan oleh kemahasiswaan terpusat ITB. Bahkan sejak OSKM (Orientasi Keluarga Mahasiswa), mahasiswa baru sudah ditanamkan berbagai macam doktirn mengenaisense of crisisIndonesia, nasionalisme, dan peran mahasiswa dalam membangun bangsa. Kegagahan seorang Komandan Lapangan yang berorasi mengenai penderitaan rakyat kecil dan ketidakadilan penguasa kala itu menjadi impresi, bahwa berkemahasiswaan adalah melawan pemerintah. Salam Ganesha dikumandangkan ke langit dengan ikrak, BAKTI KAMI UNTUKMU TUHAN, BANGSA DAN ALMAMATER menjadi ikrar sepanjang hari. Namun pertanyaan kecil terlintas dibenakku, apakah ikrar tersebut harus melulu ditumpahkan dengan perlawanan terhadap pemerintah? bukankah musuh utama kita bukan lagi Soeharto? Tampaknya pemerintah memang terkadang salah, tetapi sebagian putusannya benar. Apakah semua masyarakat Indonesia msikin? Tampaknya ada permasalahan yang jauh lebih mendasar ketimbang kemiskinan itu? Apakah menjadi mahasiswa sebuah institut teknologi harus hanya mengisi pos pemangku kebijakan saja kelak?oleh Achmad Faris S.SDitulis dalamEpilog KM ITB|Tinggalkan sebuah Komentar

Terbenamnya Teknologi di Kampus Teknologi (Epilog KM ITB part3)April 23, 2011Gegap gempita kemahasiswaan ITB nyaris tidak pernah berujung pada satu kata, yakni keprofesian sejati. Kabinet Keluarga Mahasiswa ITB selalu mengalami kesulitan jika diminta untuk mengumpulkan karya mahasiswa dari setiap himpunan jurusan. Kebanyakan mahasiswa beranggapan bahwa suatu karya haruslah memilki wujud nyata semacam maket atau model. Padahal hal tersebut nyaris mustahil mengingat karakter kelimuan mahasiswa ITB yang beragam dari ilmu dasar hingga ilmu terapan. Sebagian yang lain pu mengeluhkan bahwa mahasiswa nyaris tidak pernah mengerjakan karya kecuali tugas kuliah. Akibatnya, jika suatu saat datang kegiatan pameran yang bertujuan untuk memamerkan karya mahasiswa yakni, ITB EXPO 2008 stand karya mahasiswa justru diisi oleh alat- alat yang diambil dari laboratorium. Karya hasil dosen pun digunakan untuk formalitas agar pameran terlihat lebih ramai saja.Alih- alih mahasiswa ITB dapat berkontribusi banyak bagi masyarakat, justru mahasiswa ITB terjebak dalam rutinitas kegiatan tahunan yang selalu dicari pembenarannya. Kegiatan kemahasiswaan seperti penyelenggaraan pameran untuk memperkenalkan masing- masing keprofesian kepada masyarakat acap diselenggarakan. Namun tak jarang dinatarnya yang justru sepi dihadiri oleh mahasiswa ataupun masyarakat luar. Hampir setiap minggu di antara bulan September hingga November dikala Ujian Akhir Semester datang, lapangan basket Campus Centre selalu digunakan untuk mengadakan kegiatan pameran atau seminar di aula timur. Ramainya kegiatan seperti itu memang dapat mendinamisasi mahasiswa dalam memicu berkarya dan memberi pembelajaran terhadap kepemimpinan. Namun sayangnya kegiatan semacam itu kerap dilakukan sendiri-sendiri antara masing- masing himpunan mahasiswa jurusan.Kegiatan rutin tahunan berupa Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional yang memiliki emapt kategori yakni, penelitian, teknologi terapan, pengabdian masyarakat, dan kewirausahaan juga sepi diikuti oleh mahasiswa ITB. Sepanjang penyelenggraan PIMNAS yang dulu bernama Lomba Karya Tulis Ilmiah (LKTI) dan Lomba Karya Inovatif Produktif (LKIP) sejat tahun 1980 tidak pernah dijuarai ITB. Prestasi tertinggi ITB adalah dengan meraih juara kedua pada tahun 2009. Kontribusi jumlah proposal karya yang diberikan mahasiswa ITB terbilang sangat sedikit jika dibandingkan dengan mahasiswa Institut Pertanian Bogor, Universitas Gajah Mada, ataupun Institut Teknologi Sepuluh November. Terlepas dari ada pula mahasiswa ITB yang mengikuti lomba secara internasional, namun hal ini menandakan betapa minimnya produktifitas mahasiswa ITB dalam berkarya di bidang teknologi dan ilmu pengetahuan.

Bak berlian di tengah jerami, Himpunan Mahasiswa Elektro (HME) ITB mampu memberikan suatu kontribusi nyata yang menghenyakkan sekaligus menginspirasi. Dengan jargon, satu tindakan mengalahkan seribu kata, HME ITB meluncurkan suatu program Palapa yakni pembangkit listrik tenaga mikrohidro pada salahsatu desa di Kabupaten Garut. Program ini diawali oleh kerja sosial Elektro ITB angkatan 2005 yang selanjutnya dilakukan secara berkelanjutan pada program kerja HME ITB. Pendekatan community development adalah technical assistance, dimana HME membuatkan infrastruktur dan masyarakat diajarkan untuk mengelola. Program semacam ini mampu memberikan manfaat kemandirian bagi masyarakat desa tersebut.Shana Fatina sebagai Presiden KM ITB tahun 2008-2009 yang didukung oleh Ronald M. Nehemia sebagai Menteri Keprofesian dan Inovasi KM ITB (Proinov) mencoba menangkap gerakan energi sebagai muara pemersatu keprofesian di ITB. Saat itu isu energi memang tidak dapat diakomodasi oleh mahasiswa lain, selain mahasiswa ITB itu sendiri. Dengan kemasan Gerakan Kebangkitan Nasional (GKN), diharapkan isu kelangkaan energi dapat dijawab secara fokus oleh mahasiswa ITB. Akhirnya Konferensi Energi Nasional Mahasiswa Indonesia diadakan di Aula Barat dan Timur untuk memberi masukan kebijakan kepada pemerintah Indonesia. Mereka cukup optimis dapat memberikan dan menekan pemerintah lewat lobi politik yang didukung oleh kuatnya koneksi KM ITB terhadap pemerintah. Namun sayangnya, konferensi tersebut nyaris tidak dapat memenuhi tujuannya untuk menekan pemerintah. Penyebab pertama adalah kurang dalamnya kajian konferensi yang diberikan, mengingat iklim mengkaji di kalangan mahasiswa saat itu terbilang minim. Penyebab kedua adalah persoalan energi ternyata jauh lebih kompleks ketimbang kajian akademis. Persoalan energi justru banyak dibumbui oleh faktor politik yang berujung pada ekonomi.oleh Achmad Faris S.S

ITB Dan Budaya Kewirausahaan (Epilog KM ITB part4)April 25, 2011Sejak kampus ganesha berdiri, beberapa entrepreuner hebat telah lahir dan memberikan kontribusi nyta bagi pembangunan negeri ini. Sebut saja Fadel Muhammad pendiri Bukaka, Ciputra pendiri perusahaan pengembang properti Ciputra, Aburizal Bakrie dengan Bakrie Groupnya, Arifin Parnigoro pendiri Medco Group, bahkan hingga penghasil sekolah alam Lendo Novo dan socio entrepreuner Goris Mustaqim. Bukan menjadi besi tanpa arang, kesuksesan mereka juga melalui berbagai proses yang panjang dan berat. Adapula beberapa pengusaha yang tidak terlalu dikenal, namun tetap berjaya di bidangnya maisng- masing.

Semangat kewirausahaan merupakan kunci penggerak negeri ini. Ciputra mengatakan bahwasanya, suatu negeri setidaknya membutuhkan 2 % dari jumlah total penduduknya untuk menjadi pembuka lapangan kerja. Namun, saat ini Indonesia masih kekurangan pengusaha baru. Lantas wajar jika banyak lulusan perguruan tinggi di negeri ini yang pada akhrinya mencari pekerjaan di tengah ladang yang terbatas. Tak dapat dipungkiri, jika suatu saat di ITB kedatanganopen interviewbagi calonfreshgraduatedari Schlumberger, Chevron, dan berbagai perusahaan asing selalu ramai diikuti oleh mahasiswa ITB. Ketika wisudaan telah tiba, sesekali dapat terlihat beberapa Sarjana Teknik baru yang luntang- luntung di Cisitu atau Tubagus Ismail sedang menunggu jadwal wawancara. Kita pun masih bermimpi jika di suatu saat nanti mahasiswa ITB akan dindominasi oleh mahasiswa pembuka lapangan kerja.Koran- koran harian utama di negeri Eropa maupun negara maju Asia selalu dipenuhi oleh berita mengenai bisnis. Betapa perputaran informasi mengenai bisnis dan investasi menjadi sesuatu hal yang penting untuk dikonsumsi setiap hari. Namun kolom- kolom berita di negeri ini masih banyak dipenuhi oleh bumbu pertiakaian politik, skandal, hingga kriminal.Suatu perubahan dibutuhkan oleh bangsa ini untuk menempuh kemandirian dan daya saing yang lebih maju. Pengusaha- pengusaha muda perlu diproduksi dan dibina sejak dini. Pembinaan diperlukan sebagai kaderisasi kebangsaan untuk yang tidak lain bukan untuk memperkaya diri sendiri, melainkan kemaslahatan bangsa.Kampus merupakan wadah terbaik untuk memproduksi dan membina pengusaha muda. Sejak tahun 2010, ITB telah mencanangkan dirinya sebagaientreupreunerial university. Sebenarnya rintisan gerakan kewirausahaan sudah dipancing oleh mahasiswa sejak IEC (ITB Entrepreunership Challange) dilaksanakan pada tahun 2005. Kegiatan tersebut dirintis pada saat Dwi arianto Nugroho menjadi prsiden KM ITB. Hebatnya, pada tahun 2011 KM ITB berhasil melobi Metro TV untuk membuat reality show finalis IEC agar dikenal publik. IEC bertujuan untuk membuat persaingan antara ide bisnis untuk kemudian dipertemukan dengan investor yang tertarik dengan pengembangan bisnis tersebut. Diharapkan dengan adanya kegiatan tersebut, mahasiswa akan semakin tertarik untuk menjadi seorang pengusaha.Budaya kewirausahaan harus tumbuh dari kreatifitas. Kreatifitas dihasilkan dari dorongan untuk selalu berinovasi dan menghasilkan terobosan. Bandung sebenarnya sudah dihuni oleh ratusan potensi kreatifitas. Berkembangnya industri kreatif semcam distro di Bandung lahir dari hikmah saat krisis moneter. Pasca krisis moneter, ribuan orang yang di-PHK banyak menghasilkan usaha- usaha baru. Dimulai dengan kafe gaul yang sempat menjamur, hingga kini usaha distro dan factory outlet yang tersu berkembang.Ouval Research, 347,Airplane, dan berbagai brand pakaian yang dimotori anak muda justru mampu bersaing dengan brand barat di Singapura. Mahasiswa ITB seharusnya mampu menghasilkan produk bisnis yang jauh lebih inovatif. Basis sains, teknologi dan seni dapatlah menjadi bumbu lahirnya produk yang menggebrak sepertifacebookdi Harvard.Intuisi sebagai pengusaha perlu dilatih untuk menebak arus ekonomi di masa depan yang dapat ditangkap oleh anak bangsa. Wawasan sebagai insan akademis di bangku perkuliahan, idealnya mampu melatih intuisi peluang bisnis. Sektor energi yang semakin langka ditangkap oleh sekelompok mahasiswa yang bergabung dalam kelopok bernama T-Files. Mereka berupaya untuk mensolusikan bisnis energi alternatif berupa instalasi pembangkit listrik tenaga arus laut. Dengan proses penelitian yang berkelanjtan, T-Files akhirnya mampu mendapatkan beberapa proyek. Selain T-Files, sekelompok mahasiswa elektro juga menangkap isu bisnis yang berkaitan dengan penghematan energi. Mereka menciptakan Ganesha Lamp. Suatu lampu LED yang sangat hemat energi, namun memilki pandaran cahaya yang terang karena sistem rotasi nyala lampu.Selain dengan kreatifitas dan pembangunan intuisi. Budaya kewirausahaan perlu dibangun bersamaan dengan pola hidup sederhana. Keterbatasan acapkali memicu seseorang untuk hidup efisien dan akhirnya berupaya untuk mencari jalan secara lebih untuk tidak konsumtif. Perilaku konsumtif di negeri ini memang terhitung memprihatinkan. Seorang wirausahawan sejati semsetinya terpacu untuk memproduksi sendiri. Tingkat konsumsi yang tinggi terhadapgamedimanfaatkan oleh sekelompok anak elektro dan informatika yang tergabung dalam kelompok putri petir. Mereka membuat suatu game kebudayaan, hasil adaptasi daridance-dance revolution. Tari Saman dari Aceh diadaptasi kedalam suatu console dan software hingga menjadi suatu game tarian yang diberi namaThousand Hands Revolution. Menariknya game ini, pada akhirnya membuat kelompk tersebut mendapat tawaran dari berbagai pameran hingga investasi dari investor.Diantara berbagai nilai budaya kewirausahaan yang tertanam di ITB, nilai kejujuranmerupakan hal yang paling penting. Suatu fenomena mengenakan terkadang terjadi di ITB. Budata transparansi penggunaan dana saat penyelenggaraan acara terkadang masih tidak jelas. Beberapa mahasiswa yang mendapatkan dana bisnis, justru menggunakan dana tersebut untuk keperluan lain. Integritas dalam berbisnis merupakan kunci terbagunnya pondasi ekonomi di negeri ini. Percuma saja, jika di negeri ini banyak lahir pengusaha baru, namun bermentaldzalimpada rakyat. Disinilah esensi utama pembinaan kakarter kewirausahaan di kehidupan kampus. Kampus haruslah berupaya untuk menjadi penjaga nilai calon lulusannya agar berkarakter baik bagi bangsannya.oleh Achmad Faris

Memutar Titik Balik Inovasi (Epilog KM ITB part5)September 25, 2011

Lebih banyak membicarakan sejarah masa lalu bagaimana Soekarno dan golongan mahasiswa ITB 70an menggoyang Indonesia. Lebih banyak menyalahkan masa lampau bagaimana mahasiswa 2000an awal kebingungan mencari jati diri gerakkan mahasiswa. Lebih banyak menyimpan karya penemuan di laboratorium dan perpustakaan dan membuatnya berdebu. Inilah ITB diawal dekade 2011. Tak heran jika, mantan wakil presiden RI Jusuf Kalla mengkritik pedas ITB sebagai kampus museum.Kampus seharusnya mampu berkarya futuristik dan aplikatif. Futuristik membicarakan dan mabyangkan apa ayang orang lain belum bisa bicarakan.Aplikatif menolong persoalan yang orang lain belum bisa tolong.Sudah terlalu lama ITB berlindung dibalik gerbang ganesha. Dengan nama besar dan arogansi semu. Sering kali kita mengklaim bahwa rantai inovasi sudah ada di kampus ini. Tak pelak bahwa yang ternyata ada hanyalah berbagai invensi (penemuan) yang tak berkolaborasi. Namun tak jarang pula ada segelintir mahasiswa ITB yang berusaha memutar titik balik inovasi di ITB.Begitu sulit untuk membawa ide baru di kampus ini. Unsur tradisi dirasa lebih kuat ketimbang inovasi. Jika ada tradisi yang diusik, maka mahasiswa akan berisik. Berbagai ide hebat dan visioner dilemparkan ke berbagai forum mahasiswa. Namun mungkin akan diapresiasi dengan riuh tepuk tangan, lalu tenggelam oleh waktu. Tak jarang pula ada ide hebat dan visioner yang memerlukan waktu lama untuk direalisasi karena energi justru tertumpah pada konflik antar retorika. Mahasiswa ITB lebih mudah dipersatukan oleh emosi, ketimbang ide.Mahasiswa muda berkutat dengan persaingan seleksi jurusan di masa Tahap Persiapan Bersama (TPB). Tidak semua tersentuh oleh himpunan mahasiswa jurusan ataupun unit kegiatan. Esensi berpendidikan di kampus ini hanyalah berujung pada tiga huruf, IPK. Kultur berkonsultasi dengan dosen dan membaca ke perpustakaan baru tercipta saat mengerjakan Tugas Akhir. Akibatnya sebagian besar mahasiswa ITB mengalami fase terlambat untuk sadar berkarya.Kekecewaan pada kampus membuat sebagian orang tergerak untuk bergerak di jalur sunyi. Khusyuk berkarya di laboratorium dan berbagai ruang ide. Namun tetap saja, ide hanya akan menjadi ide jika tidak diketahuioleh dunia. Karakter pemberani untuk berinovasi dan menginspirasilah yang akan mampu memutar titik balik inovasi di ITB. Budaya kaderisasi berbasis inovasi dan karya perlu diwujudkan di semua lini mahasiswa. Para motor inovasi di ITB memang harus susah payah untuk menjemput benih inovator yang tidak tersentuh oleh kemahasiswaan ITB.oleh Achmad Faris Saffan Sunarya

Menyemai dalam Ekosistem Inovasi ITB (Epilog KM ITB part6)Februari 18, 2012

Gelaran ITB FAIR 2012 sudah usai. Ramai- ramai orang datang. Lihai- lihai mahasiswa memamerkan karya. Gemulai- gemulai tarian hiburan di panggung. Lantas apakah ini inovasi ITB sudah bisa disemai?Suatu kebahagiaan tersendiri saat melihat kenyataan bahwa ada 113 proposal PKM ITB yang lolos didanai DIKTI dalam rangka menuju PIMNAS. Ini adalah jumlah proposal terbanyak yang berhasil didanai dalam sejarah KM ITB. Imagine Cup suatu perlombaan Teknologi Informasi Komunikasi yang biasanya diikuti oleh mahasiswa informatika, kini sudah mulai mengajak bidang lainnya. Mahasiswa ITB pun kini sudah berlomba dengan bangsa dunia dalam membuat mobil ramah lingkungan di kancah dunia.Gelaran Ganesha Expo dalam ITBFAIR 2012 sedikit keluar dari tradisi. Biasanya karya ditampilkan dalam stand karya per himpunan. Namun kali ini karya digelar tanpa stand himpunan. Fokus expo bukan lagi pada himpunan, melainkan pada karya. Hal ini karena suatu karya bisa saja datang dari beberapa himpunan mahasiswa profesi yang berbeda.Cita- cita inovasi yang dulu berangkat dari keresahan atas tenggelamnya teknologi di kampus teknologi terbaik bangsa rasanya sudah mulai terjawab. Dulu kita resah atas lembamnya mahasiswa ITB untuk diajak berkarya di bidang keprofesian. Namun kini, hampir setiap mahasiswa ITB pasti terdoktirn dan berpikir, karya hebat apa yang bisa saya buat saat menjadi mahasiswa? atau lomba apa yang bisa saya ikuti untuk menrangsang saya dalam berkarya?. Bisa dikatakan, bahwa budaya berkarya sudah muncul di KM ITB. Setidak- tidaknya, benih garis budaya itu dominan ada di hampir semua kalangan mahasiswa. Walau tak jarang pula yang berguguran hanya sampai tatanan ide akibat lemahnya daya juang.Kekhawatiran akan budaya kolaborasi sempat menyeruak ke tangah wacana kemahasiswaan. Namun kini kesadaran itu mulai muncul. Kesadaran itu pun akhirnya meretas pula dalam budaya keprofesian. Hal ini datang seiring dengan adanya kesadaran bahwa satu keilmuan tidaklah cukup untuk memecah persoalan di kalangan masyarakat atau industri.Dahulu idiom ITB sebagai menara gading. Idiom ini bermakna ITB yang dikawal oleh gerbang ganesha bukan pintu ganesha terkesan jauh dari masyarakat dan terlalu megah untuk dijamah. Eksistensi ITB hanya ada untuk kepentingan industri kelas atas. Namun kurang memilkimutiplier effectterhadap bangsa secara keseluruhan. Namun seiring dengan berkembangnya isu penyeimbang gerakan, yakni gerakan vertikal yang digagas dalam ITB FAIR 2010, inisiasicommunity developmentmelaju ketengah benak mahasiswa ITB. Jika dulu hanya ada HME (Himpunan Mahasiswa Elektro) dan HIMATEK (Himpunan Mahasiswa Teknik Kimia) saja yang memilki desa mitra. Saat tahun 2011, selepas ITB FAIR 2010, sudah ada 13 himpunan mahasiswa jurusan yang memilki desa mitra atau inisiasicommunity development. Keprofesian sudah mampu diketengahkan dalam buah karya yang bermanfaat, bukan hanya bagi keuntungan pribadi. Tetapi juga bagi masyarakat. Walau masih muncul kekhawatiran, bahwacommunity developmentyang dilakukan hanya bangga- bangaaan. Khas ala mahasiswa ITB. Namun masih banyak yang melakukan atas dasar kesadaran. Selain itu, arogansi berkontirbusi rasanya memang terkadang cara yang tepat dalam merangsang mahasiswa ITB untuk berkontirbusi kepada masyarakat.Ini adalah cita- cita yang dibangun sejak zaman era awal 2004an awal yang ditandai dengan munculnya ITB FAIR 2004 sebagai peyeimbang kelembaman kemahasiswaan. Ini adalah warisan generasi ITB angkatan 2002 hingga 2011. Namun kini apa yang harus dicapai kedepannya?Sejujurnya, jika inovasi itu diibaratkan sebagai beras, maka beras tersebut belumlah senikmat beras Cianjur. Jika ekosistem itu diibaratkan sawah, tidak semua mahluk hidup dapat hidup secara seimbang. Bisa dikatakan masih ada beberapa spesies yang hidup berlebihan didalam ekosistem sehingga menjadi hama.Ketakutan menembus batas (Homo Kurikulumus)Elemen mahasiswa Tahap Persiapan Bersama (TPB), belumlah dapat hidup secara baik di dalam ekosistem inovasi ITB. Mahasiswa TPB pada umumnya terlambat sadar akan arti keprofesian yang mereka akan tuju. Hal ini merupakan trade-off dari sistem penampungan pada fakultas sebelum dijuruskan ke program studi.Alasan belum paham akan keilmuan memang terkadang mengerdilkan kemampuan seseorang untuk menembus batas. Penyakit ini saya sebut sebagai homo kurikulumus. Suatu penyakit bagi orang yang kaku terhadap kurikulum studi yang ia terima. Entah apakah ini salah rekayasa pendidikan di ITB, atau kesalahan di kalangan mahasiswa itu sendiri. Banyak mahasiswa TPB yang terjebak pada pemikiran sederhana, dengan alasan belum memahami ilmunya. Tidak dapat dipungkiri, sebagian yang lain masih berpikir pragmatis untuk sekedar memilki Indeks Prestasi (IP) yang besar saja.Namun penyakit ini ini sebenarnya tidak hanya menjangkiti mahasiswa tingkat 1 saja, tetapi juga pada kebanyakan mahasiswa di level atasnya. Padahal,ketidaktahuan yang diiringi oleh keingintahuan adalah sumber munculnya pengetahuan. Proses belum lengkapnya ilmu yang dimilki dapat difasilitasi dengan berkarya sembari mencari tahu apa yang belum kita tahu. Bukanlah hal yang tidak mungkin jika ada seorang mahasiswa tingkat 2 mengerjakan proyek karya, maka ia bisa mengetahui ilmu 2 tingkat diatasnya sekaligus.Berkarya sambil membaca. Ini adalah penerapan konseplearn to doyang sederhana.Terkadang semakin banyak tahu maka orang akan semakin mempertimbangkan banyak hal. Dasar pemikiran yang masih general yang dimilki oleh mahasiswa S-1 ini seharusnya mampu memicu berbagai gagasan liar keilmuan. Yang bias jadi belum pernah terpikir oleh seorang professor sekalipun. Hal yang sama dilakukan oleh Honda yang selalu mengadakan lomba mengkhayal mobil masa depan pada anak kecil untuk mendapatkan ide segar tipe mobil terbaru.Peradaban ini selalu diisi dan diwarnai oleh para manusia yang selalu ingin menembus batas. Thomas Alva Edison berupaya berpikir agar listrik dan lampu bisa tercipta yang mungkin dahulu ditertawakan oleh banyak orang. Columbus, mencoba menguji keberanian untuk berlayar kearah Benua Amerika walau saat itu orang berpikir tepian laut adalah jurang yang dalam. Steve Jobs menawarkangadgetyang simple saat definisi khalayak terhadap sesuatu yang canggih adalah rumit. Mereka semua menembus batas!Agar visi the worldclass university dapat tercapai, mahasiswa ITB haruslah memilki karakter nekat untuk menembus batas. Mengerjakan penelitian yang orang lain tidak mau kerjakan. Membuktikan ketakutan dengan keberanian. Membuahkan rasa penasaran menjadi sasaran yang jelas. Maka inovasi akan bias tersemai di kampus teknologi terbaik bangsa.Oleh Achmad Faris S.S.

Melek Inovasi, Melek Ideologi, Melek Indonesia (Epilog KM ITB part7)Maret 9, 2012Manusia Indonesia selalu lekat dengan falsafah keindahan. Sejarah Nusantara sebagai Bangsa Timur tak pernah bisa lepas dari kisah sastra yang memadukan sejarah dengan imajinasi. Karya anak bangsa yang terakulturasi tetap bisa melahirkan suatu khas citarasa Nusantara. Prambanan misalnya, sekalipun berasal dari latar belakang Hindu yang datang dari India, tapi akhirnya memilki karakter Indonesia.Hakekat bangsa ini hadir sebagai bangsa yang berbakat melahirkan ide brilian. Budaya Indonesia selalu diisi denganleisuredalam bekerja.Ngrumpidi warung kopi sembari membicarakan bangsa. Pembahasan gotong royong yang diiringi dengan pengajian Rukun Warga di kampong- kampong. Adapula lahirnya ide dan kesepakatan yang lahir dari konsolidasi bisnis dilapangan golf untuk berbagi keuntungan. Proses lahirnya ide hingga inovasi ini secara sadar ataupun tidak akan sangat berpengaruh dengan ideologi apa yang kita pegang.Konteks ideologi selalu mempengaruhi berbagai elemen kehidupan. Pasca krisis ekonomi Amerika Serikat misalnya, terjadi perdebatan ideology konsep ekonomi ala Alan Greenspan dan Joseph Stiglitz. Di satu sisi Greenspan mengatakan bahwa ekonomi Amerika Serikat harus diselamatkan melaluibail outkepada perusahaan asuransi, bank dan perusahaan investasi. Di sisi lainnya Stiglitz beranggapan bahwa penyelamatan ekonomi Amerika harus menggebrak paham Adam Smith. Apa maksudnya? Adam Smith sebagai Bapak kapitalis modern mengatakan bahwa pasar akan berkembang tanpa bantuan pemerintah dan akan mencapai keseimbangan dengan sendirinya. Namun keseimbangan ini akan dicapai dengan satu syarat, semua orang memilki moral yang baik. Moral baik inilah yang dianggap telah hilang oleh Stiglitz di Amerika. Maka sederhana saja, bantuan penyelamatan ekonomi apapun yang diberikan kepada pasar liquiditas (pasar uang), maka hanya akan dimanfaatkan oleh penguasa pasar karenamoral hazard. Dan bantuan penyelamatan ekonomi Amerika sebaiknya diberikan langsung pada industry berupa modal usaha, dan mengubah orientasi Amerika dari negara berbasis ekonomi keuangan menjadi Negara ekonomi industri. Namun apakah berhenti sampai disini? Tidak! Siapaun opini ideologi yang menang tentunya ini akan berpengaruh besar pada warna ekonomi, hingga kebijakan inovasi dan pembangunan Amerika Serikat.Memecah Kerak Ideologi untuk Reorientasi Semangat BekaryaPolemik ideologis di ITB selalu menjadi warna dalam sejarah kemahasiswaan. Isu mengenai depan yang identic dengan Islam dan belakang yang identic dengan kiri (bisa liberal, sekuler, atau komunis) berkembang secara klasik hingga menjadi modern. Terkadang polemik ideologis ini menjadi anti-produktif tatkala perdebatan mengenai siapa yang benar yang dikedepankan.Di era kekinian, pola kehidupan mahasiswa lebih sering menghindari konflik. Bagus memang. Namun juga buruk disisi yang lain. Perkembangan social media seperti twiiter yang praktis berimbas juga dalam membunuh semangatinsan akademisyang mengedepankan kebenaran ilmiah dengan data mendalam. Mahasiswa menjadi lebih sering berbicara spontan dan cepat, namun juga cepat kalah ketika didebat karena tidak memilki data mendalam alias tidak akademis.Kebanyakan mahasiswa pun lebih senang untuk mengaku independen dari ideology apapun. Dan lebih senang merangkul semua ideologi atau tidak berideologi sama sekali. Bagus memang untuk semangat persatuan. Namun ketika tidak memiliki ideologi sama sekali, maka sebenarnya ia terjebak dalam pragmatisme memilih atau tidak cerdas. Mengapa demikian? Karena sepintar dan secerdas apapun seseorang, maka ia akan tetap dikendalikan oleh sistem ideologi yang lebih kuat.Kekuatan bangsa- bangsa dalam mencipta bukanlah satu- satunya senjata untuk berdaya saing. Kita bisa melihat suatu fenomena, sekuat apapun Jerman atau Korea dalam menguasai inovasi, tetap saja bukan kedua Negara ini yang menguasai dunia. Siapakah penguasa dunia saat ini? Tentu saja Amerika Serikat dan China. Kedua Negara ini bukan hanya saja mampu menciptakan industri yang kuat, namun berhasil menyetir negara lain dengan inovasi teknologi dan ekonomi mereka. Amerika dengan dominasi ideology kapitalisnya, sedangkan China dengan falsafah ideology konfucius, Tsun Zu hingga komunis timur. Sebenarnya Jepang, pernah menjadi negara yang menggebrak dunia dengan paduan kekuatan ideology samurai dalam semangat industri. Hal ini terlihat dari perbedaan pola industri Jepang yang diilhami semangat samurai. Namun kini industri Jepang pun melemah karena parascholarsjustru mengikuti pola Barat (Stiglitz, 2011).Bangsa ini masih memilki banyak pekerjaan rumah untuk merintis inovasi yang bisa saling terkoneksi dengan industri dan masyarakat. Isu untuk meningkatkan daya saing bangsa tentunya bukan hanya dimaknai sekedar untuk eksis di mata dunia, tetapi benar- benar berpengaruh dalam konstelasi dunia, yang tentunya harus mengawinkan kekuatan inovasi dengan kekuatan ideologi. Tugas berat ini selayaknya membuat kita setiap mahasiswa khawatir. Persiapan yang harus dilakukan bukan hanya sekedar meneruskan kemerdekaan, tetapi menegakkan keadilan dan kesejahteraan seusai pembukaan UUD 45, bahwa kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa!. Merdeka dari kemiskinan, merdeka dari kebodohan, merdeka dari pembodohan dan pemiskinan. Lantas apa kuncinya? Berkairya dan Berideologi!Semangat berkarya yang 3 tahun terakhir didengungkan (sejak tahun 2009), bukan semata menjadikan mahasiswa sebagai kacamata kuda yang pragmatis memandang keilmuan. Semangat berkarya yang sejati bukan hanya sekedar semangat untuk menciptakan produk saja. Semangat berkarya yang sesungguhnya adalah semangat memberi manfaat dengan karya nyata. Diilhami oleh suatu hakikat Al Quran bahwa Allah swt akan meninggikan orang yang menguasai ilmu pengetahuan. Dan ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi umat adalah amal jariyah yang tak lekang lintas dunia. Inilah falsafah ideologi mengapa semangat berkarya selalu didorong oleh 3 periode kepemimpinan KM ITB yang berideologi Islam (Kabinet KM ITB Yusuf-Herry-Tizar/2009-2012).Tanpa mengesampingkan asas ideologi lain, namun tidak dapat dipungkiri bahwa semangat ini ditegakkan dalam rangka menegakkan kalimat Tuhan melalui karya. Terpinggirkannya peradaban Islam di Tahun 1800- 1900an oleh kebangkitan Eropa, tidak lain disebabkan terpinggirkannya ideologi Islam di kalangan scholars Muslim saat itu (Kuran, 2011). Bukan sekedar mencipta karya yang didorong untuk industri bermodal besar, tetapi juga untuk masyarakat dan peradaban. Bukan bekarya untuk uang dan kenikmatan material, tapi kita ikhlaskan kepada Yang Maha Kuasa untuk menilai nilai ibadahnya. Kita tidak akan ada matinya. Jika tidak ada uang, kita berkarya. Jika tidak ada fasilitas, kita berkarya. Jika tidak ada pujian, kita berkarya. Yang kita kedepankan adalah kepentingan masyarakat. So, inilah ideologi! Kamu?Oleh Achmad Faris S.S.RefrensiKuran, Timur. 2011. How Islamic Held Back The Middle East. Princeton Press: New JerseyStiglitz,Joseph. 2010. Freefall: American Sinking World Economy. Norton Company: New YorkDitulis dalamEpilog KM ITB,Uncategorized|Dengan kaitkatabudaya indonesia,joseph stiglitz,sejarah nusantara|Tinggalkan sebuah Komentar

Menyemai dalam Ekosistem Inovasi ITB (Epilog KM ITB part6)Februari 18, 2012

Gelaran ITB FAIR 2012 sudah usai. Ramai- ramai orang datang. Lihai- lihai mahasiswa memamerkan karya. Gemulai- gemulai tarian hiburan di panggung. Lantas apakah ini inovasi ITB sudah bisa disemai?Suatu kebahagiaan tersendiri saat melihat kenyataan bahwa ada 113 proposal PKM ITB yang lolos didanai DIKTI dalam rangka menuju PIMNAS. Ini adalah jumlah proposal terbanyak yang berhasil didanai dalam sejarah KM ITB. Imagine Cup suatu perlombaan Teknologi Informasi Komunikasi yang biasanya diikuti oleh mahasiswa informatika, kini sudah mulai mengajak bidang lainnya. Mahasiswa ITB pun kini sudah berlomba dengan bangsa dunia dalam membuat mobil ramah lingkungan di kancah dunia.Gelaran Ganesha Expo dalam ITBFAIR 2012 sedikit keluar dari tradisi. Biasanya karya ditampilkan dalam stand karya per himpunan. Namun kali ini karya digelar tanpa stand himpunan. Fokus expo bukan lagi pada himpunan, melainkan pada karya. Hal ini karena suatu karya bisa saja datang dari beberapa himpunan mahasiswa profesi yang berbeda.Cita- cita inovasi yang dulu berangkat dari keresahan atas tenggelamnya teknologi di kampus teknologi terbaik bangsa rasanya sudah mulai terjawab. Dulu kita resah atas lembamnya mahasiswa ITB untuk diajak berkarya di bidang keprofesian. Namun kini, hampir setiap mahasiswa ITB pasti terdoktirn dan berpikir, karya hebat apa yang bisa saya buat saat menjadi mahasiswa? atau lomba apa yang bisa saya ikuti untuk menrangsang saya dalam berkarya?. Bisa dikatakan, bahwa budaya berkarya sudah muncul di KM ITB. Setidak- tidaknya, benih garis budaya itu dominan ada di hampir semua kalangan mahasiswa. Walau tak jarang pula yang berguguran hanya sampai tatanan ide akibat lemahnya daya juang.Kekhawatiran akan budaya kolaborasi sempat menyeruak ke tangah wacana kemahasiswaan. Namun kini kesadaran itu mulai muncul. Kesadaran itu pun akhirnya meretas pula dalam budaya keprofesian. Hal ini datang seiring dengan adanya kesadaran bahwa satu keilmuan tidaklah cukup untuk memecah persoalan di kalangan masyarakat atau industri.Dahulu idiom ITB sebagai menara gading. Idiom ini bermakna ITB yang dikawal oleh gerbang ganesha bukan pintu ganesha terkesan jauh dari masyarakat dan terlalu megah untuk dijamah. Eksistensi ITB hanya ada untuk kepentingan industri kelas atas. Namun kurang memilkimutiplier effectterhadap bangsa secara keseluruhan. Namun seiring dengan berkembangnya isu penyeimbang gerakan, yakni gerakan vertikal yang digagas dalam ITB FAIR 2010, inisiasicommunity developmentmelaju ketengah benak mahasiswa ITB. Jika dulu hanya ada HME (Himpunan Mahasiswa Elektro) dan HIMATEK (Himpunan Mahasiswa Teknik Kimia) saja yang memilki desa mitra. Saat tahun 2011, selepas ITB FAIR 2010, sudah ada 13 himpunan mahasiswa jurusan yang memilki desa mitra atau inisiasicommunity development. Keprofesian sudah mampu diketengahkan dalam buah karya yang bermanfaat, bukan hanya bagi keuntungan pribadi. Tetapi juga bagi masyarakat. Walau masih muncul kekhawatiran, bahwacommunity developmentyang dilakukan hanya bangga- bangaaan. Khas ala mahasiswa ITB. Namun masih banyak yang melakukan atas dasar kesadaran. Selain itu, arogansi berkontirbusi rasanya memang terkadang cara yang tepat dalam merangsang mahasiswa ITB untuk berkontirbusi kepada masyarakat.Ini adalah cita- cita yang dibangun sejak zaman era awal 2004an awal yang ditandai dengan munculnya ITB FAIR 2004 sebagai peyeimbang kelembaman kemahasiswaan. Ini adalah warisan generasi ITB angkatan 2002 hingga 2011. Namun kini apa yang harus dicapai kedepannya?Sejujurnya, jika inovasi itu diibaratkan sebagai beras, maka beras tersebut belumlah senikmat beras Cianjur. Jika ekosistem itu diibaratkan sawah, tidak semua mahluk hidup dapat hidup secara seimbang. Bisa dikatakan masih ada beberapa spesies yang hidup berlebihan didalam ekosistem sehingga menjadi hama.Ketakutan menembus batas (Homo Kurikulumus)Elemen mahasiswa Tahap Persiapan Bersama (TPB), belumlah dapat hidup secara baik di dalam ekosistem inovasi ITB. Mahasiswa TPB pada umumnya terlambat sadar akan arti keprofesian yang mereka akan tuju. Hal ini merupakan trade-off dari sistem penampungan pada fakultas sebelum dijuruskan ke program studi.Alasan belum paham akan keilmuan memang terkadang mengerdilkan kemampuan seseorang untuk menembus batas. Penyakit ini saya sebut sebagai homo kurikulumus. Suatu penyakit bagi orang yang kaku terhadap kurikulum studi yang ia terima. Entah apakah ini salah rekayasa pendidikan di ITB, atau kesalahan di kalangan mahasiswa itu sendiri. Banyak mahasiswa TPB yang terjebak pada pemikiran sederhana, dengan alasan belum memahami ilmunya. Tidak dapat dipungkiri, sebagian yang lain masih berpikir pragmatis untuk sekedar memilki Indeks Prestasi (IP) yang besar saja.Namun penyakit ini ini sebenarnya tidak hanya menjangkiti mahasiswa tingkat 1 saja, tetapi juga pada kebanyakan mahasiswa di level atasnya. Padahal,ketidaktahuan yang diiringi oleh keingintahuan adalah sumber munculnya pengetahuan. Proses belum lengkapnya ilmu yang dimilki dapat difasilitasi dengan berkarya sembari mencari tahu apa yang belum kita tahu. Bukanlah hal yang tidak mungkin jika ada seorang mahasiswa tingkat 2 mengerjakan proyek karya, maka ia bisa mengetahui ilmu 2 tingkat diatasnya sekaligus.Berkarya sambil membaca. Ini adalah penerapan konseplearn to doyang sederhana.Terkadang semakin banyak tahu maka orang akan semakin mempertimbangkan banyak hal. Dasar pemikiran yang masih general yang dimilki oleh mahasiswa S-1 ini seharusnya mampu memicu berbagai gagasan liar keilmuan. Yang bias jadi belum pernah terpikir oleh seorang professor sekalipun. Hal yang sama dilakukan oleh Honda yang selalu mengadakan lomba mengkhayal mobil masa depan pada anak kecil untuk mendapatkan ide segar tipe mobil terbaru.Peradaban ini selalu diisi dan diwarnai oleh para manusia yang selalu ingin menembus batas. Thomas Alva Edison berupaya berpikir agar listrik dan lampu bisa tercipta yang mungkin dahulu ditertawakan oleh banyak orang. Columbus, mencoba menguji keberanian untuk berlayar kearah Benua Amerika walau saat itu orang berpikir tepian laut adalah jurang yang dalam. Steve Jobs menawarkangadgetyang simple saat definisi khalayak terhadap sesuatu yang canggih adalah rumit. Mereka semua menembus batas!Agar visi the worldclass university dapat tercapai, mahasiswa ITB haruslah memilki karakter nekat untuk menembus batas. Mengerjakan penelitian yang orang lain tidak mau kerjakan. Membuktikan ketakutan dengan keberanian. Membuahkan rasa penasaran menjadi sasaran yang jelas. Maka inovasi akan bias tersemai di kampus teknologi terbaik bangsa.Oleh Achmad Faris S.S.