isu 2
DESCRIPTION
blokTRANSCRIPT
i
MUCO CELE MAKALAH ISU 3 BLOK 21
OLEH :
ERWINDA RATNA SARI
NIM : 10610014
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA
KEDIRI
2014
ii
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
segala rahmatNYA sehingga penulis dapat melaksanakan dan menyelesaikan
makalah learning issue 3 dengan judul “Muco Cele” tanpa halangan suatu
apapun.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak, baik berupa bantuan moral maupun bantuan material. Untuk itu
pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar -
besarnya kepada :
1. Drg. Endah Kusumastuti MDSc sebagai dosen pembimbing yang telah banyak
membantu dalam penyelesaian makalah.
2. Orang tua dan teman-teman yang telah banyak membantu lewat doa dan semua
dukungannya
3. Semua pihak yang telah membantu hingga terselesaikannya penyusunan
makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, merupakan bagian tersendiri bagi kami apabila
diberikan saran dan kritik yang bersifat membangun, guna meningkatkan
pengetahuan dan kesempurnaan tulisan ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi
penulis khususnya dan para pembaca pada umumnya.
Kediri, Juni 2014
Erwinda Ratna Sari
ii
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..................................................................................... i
KATA PENGANTAR.................................................................................. ii
DAFTAR ISI................................................................................................. iii
BAB I : PENDAHULUAN...................................................................... 1
1.1 Latar Belakang....................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah................................................................. 1
1.3 Tujuan Masalah..................................................................... 2
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA............................................................ 3
2.1 Galndula Saliva..................................................................... 3
2.2 Mukokel................................................................................. 4
2.2.1 Etiopatogenesis............................................................. 5
2.2.2 Klasifikasi..................................................................... 6
2.2.3 Gambaran Klinis dan Histopatologi............................. 7
2.2.4 Diagnos......................................................................... 8
2.2.5 Diagnosa Banding........................................................ 9
2.2.6 Perwatan....................................................................... 9
2.3 Ranula.................................................................................... 10
2.3.1 Definis.......................................................................... 10
2.3.2 Etiologi......................................................................... 11
2.3.3 Patogenesis................................................................... 11
2.3.4 Klasifikasi..................................................................... 11
2.3.5 Gambaran Klinis, Radiografi, dan Histopatologi......... 12
2.3.6 Diagnosa....................................................................... 13
2.3.7 Diagnosa Banding........................................................ 13
2.3.8 Perawatan..................................................................... 14
BAB III : KONSEP MAPPING................................................................. 15
BAB IV : PEMBAHASAN......................................................................... 16
BAB V : PENUTUP.................................................................................. 17
5.1 Kesimpulan............................................................................ 17
iii
iv
5.2 Saran...................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 18
iv
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Banyak penyakit mulut yang terjadi melibatkan glandula saliva. Umumnya,
penyakit mulut tersebut menyebabkan terbentuknya massa atau pembengkakan.
Untuk mengatasinya, dokter gigi harus mampu mengenali jenis-jenis penyakit
mulut yang berbentuk pembengkakan yang melibatkan glandula saliva dan
mengetahui perawatannya. Contoh penyakit mulut yang melibatkan glandula
saliva adalah mukokel dan ranula
Kebanyakan mukokel terjadi pada individu muda, yaitu 70% pada usia di
bawah 20 tahun, dengan prevalensi tertinggi pada usia 10-20 tahun.1 Walaupun
belum diteliti lebih lanjut, mukokel superfisial cenderung terjadi pada usia lebih
dari 30 tahun (Flaitz, 2006).
Secara umum, ranula dibedakan atas dua tipe yaitu ranula superfisial atau
ranula simpel dan ranula plunging atau ranula diving.4 Ranula plunging sering
terjadi pada anak-anak dan dewasa antara usia 8-21,5 tahun.1 KeQian Zhi, dkk,
menuliskan, dari 129 pasien anak-anak dengan rentang usia 3-16 tahun yang
mengalami ranula plunging, 82 pasien (63,57%) diantaranya laki-laki dan 47
pasien (36,43%) perempuan.5 Ryan L Van De Graaff, menuliskan dari penelitian
1303 kasus kista yang terjadi pada glandula saliva, hanya 42 kasus yang
merupakan ranula, dengan perbandingan laki-laki : perempuan sebesar 1 : 1,3,
dengan rentang usia 3-61 tahun.6 Penelitian penyakit mulut menunjukkan
prevalensi ranula 0,2 kasus per 1000 orang dan merupakan peringkat ke 41
berdasarkan hasil penelitian prevalensi mukokel di beberapa negara dari seluruh
penyakit mulut yang ada di Minnesota (Flaitz, 2006).
Walaupun di beberapa negara prevalensi mukokel dan ranula menunjukkan
jumlah yang tidak menonjol bila dibandingkan dengan pembengkakan yang
melibatkan glandula saliva lainnya, dokter gigi harus mengetahui gambaran klinis
mukokel dan ranula, mekanisme terjadinya, diagnosa banding dan perawatannya.
Agar nantinya dapat mengatasi dampak buruk ataupun gangguan yang diakibatkan
oleh mukokel ataupun ranula.
1
2
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana gambaran klinis mukokel dan ranula?
2. Bagaimana mekanisme terjadinya?
3. Bagaimana perawatannya?
1.3 Tujuan masalah
1. Untuk mengetahui gambaran klinis mukokel.
2. Untuk mengetahui mekanisme terjadinya mukokel.
3. Untuk mengetahui perawatan apa saja yang dapat dilakukan pada
mukokel.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Glandula Saliva
Mukokel dan ranula merupakan dua contoh dari beberapa penyakit mulut yang
melibatkan glandula saliva. Sebelum membahas mengenai kedua penyakit mulut
tersebut, akan dibahas mengenai glandula saliva secara umum.
Glandula saliva terbagi dua, yaitu (Bradley, 2006):
Glandula saliva mayor dan
glandula saliva minor.
Glandula saliva mayor terdiri dari
a) Glandula parotis
Merupakan glandula terbesar yang letaknya pada permukaan otot masseter yang berada
di belakang ramus mandibula, di anterior dan inferior telinga. Glandula
parotis menghasilkan hanya 25% dari volume total saliva yang sebagian
besar merupakan cairan serus.
b) Glandula submandibula
Merupakan glandula terbesar kedua setelah glandula parotis. Letaknya di bagian medial
sudut bawah mandibula. Glandula submandibula menghasilkan 60- 65%
dari volume total saliva di rongga mulut, yang merupakan campuran
cairan serus dan mukus.
c) Glandula sublingual
Glandula yang letaknya pada fossa sublingual, yaitu dasar mulut bagian anterior.
Merupakan glandula saliva mayor yang terkecil yang menghasilkan 10%
dari volume total saliva di rongga mulut dimana sekresinya didominasi
oleh cairan mukus.
Sedangkan glandula saliva minor terdiri dari 1000 kelenjar yang tersebar pada
lapisan mukosa rongga mulut, terutama di mukosa pipi, palatum, baik palatum
durum maupun palatum molle, mukosa lingual, mukosa bibir, dan juga terdapat di
uvula, dasar mulut, bagian posterior lidah, dasar atau ventral lidah, daerah sekitar
retromolar, daerah peritonsillar, dan sistem lakrimal. Glandula saliva minor
terutama menghasilkan cairan mukus, kecuali pada glandula Von Ebner’s
3
4
(glandula yang berada pada papilla circumvalata lidah) yang menghasilkan cairan
serus (Anonymous, 2010).
Kasus mukokel umumnya melibatkan glandula saliva minor. Tidak tertutup
kemungkinan mukokel dapat melibatkan glandula saliva mayor tergantung pada
letaknya. Sedangkan ranula merupakan istilah yang digunakan untuk menyebut
mukokel yang berada di dasar mulut, dan diketahui daerah dasar mulut dekat
dengan glandula sublingual dan glandula saliva minor. Dengan kata lain ranula
umumnya melibatkan glandula saliva minor ataupun glandula sublingual. Sama
halnya dengan mukokel, ranula juga dapat melibatkan glandula saliva mayor,
misalnya glandula saliva submandibula apabila ranula telah meluas ke otot
milohioideus dan memasuki ruang submandibula (Macdonald, 2003).
2.2 Mukokel
Mukokel merupakan lesi mukosa oral yang terbentuk akibat rupturnya duktus
glandula saliva minor dan penumpukan mucin pada sekeliling jaringan lunak.
Umumnya sering diakibatkan oleh trauma lokal atau mekanik. Mukokel merupakan
kista benigna, tetapi dikatakan bukan kista yang sesungguhnya, karena tidak memiliki
epithelial lining pada gambaran histopatologisnya. Lokasinya bervariasi. Bibir bawah
merupakan bagian yang paling sering terkena mukokel, yaitu lebih dari 60% dari
seluruh kasus yang ada. Umumnya terletak di bagian lateral mengarah ke midline.
Beberapa kasus ditemui pada mukosa bukal dan ventral lidah, dan jarang terjadi pada
bibir atas. Banyak literatur yang menyebut mukokel sebagai mucous cyst.
Kebanyakan kasus melaporkan insidensi tertinggi mukokel adalah usia muda tetapi
hingga saat ini belum ada studi khusus pada usia yang spesifik (Menta, 2008).
5
2.2.1 Etiopatogenesis
Mukokel melibatkan duktus glandula saliva minor dengan etiologi yang
tidak begitu jelas, namun diduga terbagi atas dua, pertama diakibatkan trauma,
baik trauma lokal atau mekanik pada duktus glandula saliva minor, untuk tipe ini
disebut mukus ekstravasasi. Trauma lokal atau mekanik dapat disebabkan karena
trauma pada mukosa mulut hingga melibatkan duktus glandula saliva minor akibat
pengunyahan, atau kebiasaan buruk seperti menghisap mukosa bibir diantara dua
gigi yang jarang, menggigit-gigit bibir, kebiasaan menggesek-gesekkan bagian
ventral lidah pada permukaan gigi rahang bawah (biasanya pada anak yang
memiliki kebiasaan minum susu botol atau dot), dan lain-lain. Dapat juga akibat
trauma pada proses kelahiran bayi, misalnya trauma akibat proses kelahiran bayi
yang menggunakan alat bantu forceps, trauma pada saat dilakukan suction untuk
membersihkan saluran nafas sesaat setelah bayi dilahirkan, ataupun trauma yang
disebabkan karena ibu jari bayi yang dilahirkan masih berada dalam posisi
sucking (menghisap) pada saat bayi melewati jalan lahir. Ketiga contoh trauma
pada proses kelahiran bayi akan mengakibatkan mukokel kongenital. Setelah
terjadi trauma yang dikarenakan salah satu atau beberapa hal di atas, duktus
glandula saliva minor rusak, akibatnya saliva keluar menuju lapisan submukosa
kemudian cairan mukus terdorong dan sekresinya tertahan lalu terbentuk inflamasi
(adanya penumpukan jaringan granulasi di sekeliling kista) mengakibatkan
penyumbatan pada daerah tersebut, terbentuk pembengkakan lunak, berfluktuasi,
translusen kebiruan pada mukosa mulut yang disebut mukokel (Flitz, 2006).
Kedua diakibatkan adanya genangan mukus dalam duktus ekskresi yang
tersumbat dan melebar, tipe ini disebut mukus retensi. Genangan mukus dalam
duktus ekskresi yang tersumbat dan melebar dapat disebabkan karena plug mukus
dari sialolith atau inflamasi pada mukosa yang menekan duktus glandula saliva
minor lalu mengakibatkan terjadinya penyumbatan pada duktus glandula saliva
minor tersebut, terjadi dilatasi akibat cairan mukus yang menggenang dan
menumpuk pada duktus glandula saliva, dan pada akhirnya ruptur, kemudian
lapisan subepitel digenangi oleh cairan mukus dan menimbulkan pembengkakan
pada mukosa mulut yang disebut mukokel (Flitz, 2006).
2.2.2 Klasifikasi
6
Berdasarkan etiologi, patogenesis, dan secara umum mukokel dapat
diklasifikasikan menjadi dua, yaitu mukokel ekstravasasi mukus yang sering
disebut sebagai mukokel superfisial dimana etiologinya trauma lokal atau
mekanik, dan mukokel retensi mukus atau sering disebut kista retensi mukus
dimana etiologinya plug mukus akibat sialolith atau inflamasi pada mukosa mulut
yang menyebabkan duktus glandula saliva tertekan dan tersumbat secara tidak
langsung. Literatur lain mengklasifikasikan mukokel menjadi tiga, yaitu
superficial mucocele yang letaknya tepat di bawah lapisan mukosa dengan
diameter 0,1-0,4 cm, classic mucocele yang letaknya tepat di atas lapisan
submukosa dengan diameter lebih kecil dari 1 cm, dan deep mucocele yang
letaknya lebih dalam dari kedua mukokel sebelumnya. Dikenal pula tipe mukokel
kongenital yang etiologinya trauma pada proses kelahiran bayi (Flitz, 2006).
Gambar Mukokel ekstravasasi mukus
Gambar Mukokel retensi mukus
2.2.3 Gambaran Klinis dan Histopatologi
7
Mukokel memiliki gambaran klinis yang khas, yaitu massa atau
pembengkakan lunak yang berfluktuasi, berwarna translusen kebiruan apabila
massa belum begitu dalam letaknya, kadang-kadang warnanya normal seperti
warna mukosa mulut apabila massa sudah terletak lebih dalam, apabila dipalpasi
pasien tidak sakit. Massa ini berdiameter 1 mm hingga beberapa sentimeter,
beberapa literatur menuliskan diameter mukokel umumnya kurang dari 1 cm.
Pembengkakan yang berbentuk kubah, dengan diameter 1-2 mm hingga lebih.
Mucocele paling sering terjadi pada anak-anak dan orang dewasa muda, namun
dapat terjadi di segala usia termasuk bayi yang baru lahir dan orang lansia.
Permukaan mukosa dapat terlihat kebiruan dan translusen. Ciri khas lesi ini adalah
fluctuant, namun pada beberapa kasus mucocele dapat terasa keras saat dipalpasi.
Mucocele dapat hilang timbul, yang kadang-kadang pecah sehingga cairannya
keluar. Biasanya mucocele tidak disertai rasa sakit (Flitz, 2006).
Gambar. Mukokel pada anterior median line permukaan ventral lidah yang melibatkan blandin-nuhn
Gambar Mukokel pada bibir bawah
Gambaran histopatologi mukokel tipe ekstrsavasasi mukus berbeda dengan
tipe retensi mukus. Tipe ekstravasasi gambaran histopatologinya memperlihatkan
glandula yang dikelilingi oleh jaringan granulasi. Sedangkan tipe retensi
menunjukkan adanya epithelial lining (Angelica, 2003).
8
(Gambar. Gambaran histopatologi mukokel tipe ekstravasasi mukus yang terletak di bibir bawah)
(Gambar Gambaran histopatologi mukokel yang bagian duktusnya
mengalami dilatasi)
2.2.4 Diagnosa
Untuk menegakkan diagnosa mukokel dilakukan prosedur-prosedur yang
meliputi beberapa tahap. Pertama melakukan anamnese dan mencatat riwayat
pasien. Pada pasien anak dilakukan aloanamnese yaitu anamnese yang diperoleh
dari orang terdekat pasien. Pada pasien dewasa dengan autoanamnese yaitu yang
diperoleh dari pasien itu sendiri. Kedua melakukan pemeriksaan terhadap pasien
dan pemeriksaan pendukung. Pemeriksaan yang dilakukan meliputi pemeriksaan
fisik dengan tujuan melihat tanda-tanda yang terdapat pada pasien, yaitu
pemeriksaan keadaan umum mencakup pengukuran temperatur dan pengukuran
tekanan darah, pemeriksaan ekstra oral mencakup pemeriksaan kelenjar limfe,
pemeriksaan keadaan abnormal dengan memperhatikan konsistensi, warna, dan
jenis keadaan abnormal, kemudian pemeriksaan intra oral yaitu secara visual
melihat pembengkakan pada rongga mulut yang dikeluhkan pasien dan melakukan
palpasi pada massa tersebut. Diperhatikan apakah ada perubahan warna pada saat
dilakukan palpasi pada massa. Ditanyakan kepada pasien apakah ada rasa sakit
pada saat dilakukan palpasi (Hasibuan, 2006).
9
Selanjutnya dilakukan pemeriksaan pendukung meliputi pemeriksaan
laboratorium dan pemeriksaan radiografi. Pemeriksaan laboratorium sangat
membantu dalam menegakkan diagnosa. Pada kasus mukokel, cairan diambil
secara aspirasi dan jaringan diambil secara biopsi, kemudian dievaluasi secara
mikroskopis untuk mengetahui kelainan-kelainan jaringan yang terlibat.
Kemudian dapat dilakukan pemeriksaan radiografi, meliputi pemeriksaan secara
MRI (Magnetic Resonance Imaging), CT Scan (Computed Tomography Scan),
ultrasonografi, sialografi, dan juga radiografi konfensional.
Bedakan salivary mucocele dengan sialoadenitis, sialolith, neoplasia,
congenital bronchial cleft cyst atau lymphoadenopathy. Diagnosis dapat
ditegakkan dengan FNA (fine needle aspiration), biopsi atau sialografi. Uji
hematologi biasnya normal kecuali bila disertai inflamasi akan tampak perubahan
leukogram. Hasil FNA biasanya ditemukan warna grey gold dan mukus disertai
bercak darah. Pewarnaan mukus spesifik dapat membantu (Periodik Acid Schiff).
2.2.5 Diagnosa Banding
Beberapa penyakit mulut memiliki kemiripan gambaran klinis dengan
mukokel, diantaranya hemangioma, lymphangioma, pyogenic granuloma (apabila
letaknya pada bagian anterior lidah), salivary gland neoplasm, dan lain-lain.
Untuk dapat membedakan mukokel dengan penyakit-penyakit tersebut maka
dibutuhkan riwayat timbulnya massa dan gambaran klinis yang jelas yang
menggambarkan ciri khas mukokel yang tidak dimiliki oleh penyakit mulut lain,
dan dibutuhkan hasil pemeriksaan fisik dan hasil pemeriksaan pendukung lain
yang akurat seperti pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan radiografi
(Hasibuan, 2006).
2.2.6 Perawatan
Pada umumnya pasien yang berkunjung ke dokter gigi dan meminta
perawatan, memiliki ukuran mukokel yang relatif besar. Perawatan mukokel
dilakukan untuk mengurangi dan menghilangkan gangguan fungsi mulut yang
dirasakan pasien akibat ukuran dan keberadaan massa. Sejumlah literatur
menuliskan beberapa kasus mukokel dapat hilang dengan sendirinya tanpa
dilakukan perawatan terutama pada pasien anak-anak. Perawatan yang dilakukan
meliputi penanggulangan faktor penyebab dan pembedahan massa.
10
Penanggulangan faktor penyebab dimaksudkan untuk menghindarkan terjadinya
rekurensi. Umumnya mukokel yang etiologinya trauma akibat kebiasaan buruk
atau trauma lokal dan mekanik yang terjadi terus menerus dapat menyebabkan
terjadinya rekurensi mukokel. Karena jika kebiasaan buruk atau hal yang
menyebabkan terjadinya trauma tidak segera disingkirkan atau dihilangkan, maka
mukokel akan dengan mudah muncul kembali walaupun sebelumnya sudah
dilakukan perawatan bedah. Pembedahan massa dibagi atas tiga jenis, yaitu eksisi,
marsupialisasi, dan dissecting. Pemilihan teknik pembedahan tergantung kepada
ukuran dan lokasi massa (Flitz, 2006)
Pada prinsipnya tidak obat yang dapat digunakan. Terapi yang disarankan
adalah operatif. Lakukan drainage atau lancing dengan tujuan untuk mengurangi
atau membuang hasil produksi saliva sehingga dapat keluar dari kelenjar. Bisa
juga dengan melakukan drainage secara periodik. Tindakan definitif adalah
dengan melakukan drainage atau reseksi mucocele. Biasanya kelenjar
submandibula dan sublingual secara bersama-sama direseksi. Langkah alternatif
adalah melakukan reseksi marsupialisasi atau redireksi aliran saliva. Namun
langkah ini masih sering menyebabkan kambuh. Amati abnormalitas pasca
operasi. Disfungsi episodik jarang terjadi dan biasanya bersifat transient. Kambuh
umumnya dibawah 5% dan lebih disebabkan reseksi yang tidak total, reseksi pada
kelenjar yang salah atau adanya kerusakan kelenjar akibat penanganan
(iatrogenik). Prognosis baik pada kasus yang tidak disertai penyakit lain.
2.3 Ran ula
2.3.1 Definisi
Ranula adalah istilah yang digunakan untuk menyebut mukokel yang
letaknya di dasar mulut. Kata ranula yang digunakan berasal dari bahasa latin
“RANA” yang berarti katak, karena pembengkakannya menyerupai bentuk
tenggorokan bagian bawah dari katak. Merupakan pembengkakan dasar mulut
yang berhubungan dan melibatkan glandula sublingualis, dapat juga melibatkan
glandula salivari minor. Ukuran ranula dapat membesar, dan apabila tidak segera
diatasi akan memberikan dampak yang buruk, karena pembengkakannya dapat
mengganggu fungsi bicara, mengunyah, menelan, dan bernafas (Flaitz, 2006).
11
2.3.2 Etiologi
Etiologinya tidak diketahui namun diduga ranula terjadi akibat trauma,
obstruksi kelenjar saliva, dan aneurisma duktus glandula saliva. Post traumatic
ranula terjadi akibat trauma pada glandula sublingual atau submandibula yang
menyebabkan ekstravasasi mukus, sehingga terbentuk pseudokista. Ranula juga
dikatakan berkaitan dengan penyakit kelenjar saliva dan anomali kongenital
dimana duktus saliva tidak terbuka (Yuca, 2005).
2.3.3 Patogenesis
Terdapat dua konsep patogenesis ranula superfisial. Pertama pembentukan
kista akibat obstruksi duktus saliva dan kedua pembentukan pseudokista yang
diakibatkan oleh injuri duktus dan ekstravasasi mukus. Obstruksi duktus saliva
dapat disebabkan oleh sialolith, malformasi kongenital, stenosis, pembentukan
parut pada periduktus akibat trauma, agenesis duktus atau tumor (Flitz, 2006).
Ekstravasasi mukus pada glandula sublingual menjadi penyebab ranula
servikal. Kista ini berpenetrasi ke otot milohioideus. Sekresi mukus mengalir ke
arah leher melalui otot milohioideus dan menetap di dalam jaringan fasial
sehingga terjadi pembengkakan yang difus pada bagian lateral atau submental
leher. Sekresi saliva yang berlangsung lama pada glandula sublingual akan
menyebabkan akumulasi mukus sehingga terjadi pembesaran massa servikal secara
konstan (Flitz, 2006).
Trauma dari tindakan bedah yang dilakukan untuk mengeksisi ranula
menimbulkan jaringan parut atau disebut juga jaringan fibrosa pada permukaan
superior ranula, sehingga apabila kambuh kembali ranula akan tumbuh dan
berpenetrasi ke otot milohioideus dan membentuk ranula servikal. Sekurang-
kurangnya 45% dari ranula servikal terjadi setelah eksisi ranula superfisial (Flitz,
2006).
2.3.4 Klasifikasi
Berdasarkan letaknya ranula dibedakan menjadi dua, yaitu ranula simpel
dan ranula plunging. Ranula simpel yang juga disebut dengan oral ranula
merupakan ranula yang terbentuk karena obstruksi duktus glandula saliva tanpa
diikuti dengan rupturnya duktus tersebut. Letaknya tidak melewati ruang
submandibula, dengan kata lain tidak berpenetrasi ke otot milohioideus.
12
Sedangkan ranula plunging atau sering disebut ranula diving merupakan massa
yang terbentuk akibat rupturnya glandula saliva tanpa diikuti rupturnya ruang
submandibula yang kemudian menimbulkan plug pseudokista yang meluas hingga
ke ruang submandibula atau dengan kata lain berpenetrasi ke otot milohioideus.
Ranula juga dapat dibedakan atas fenomena ekstravasasi mukus dan kista retensi
mukus. Ekstravasasi mukus merupakan akibat dari trauma, sedangkan kista
retensi mukus terjadi akibat obstruksi duktus glandula saliva. Selain tipe ranula di
atas, dikenal pula ranula kongenital, yaitu ranula yang diakibatkan anomali
kongenital, misalnya atresia duktus saliva atau kegagalan pada proses
pembentukan kanal/duktus ekskresi, tetapi kasus seperti ini sangat jarang ditemui
(Flitz, 2006).
2.3.5 Gambaran Klinis, Radiografi, dan Histopatologi
Sama halnya dengan mukokel, gambaran klinis ranula merupakan massa
lunak yang berfluktusi dan berwarna translusen kebiruan, yang membedakannya
dengan mukokel adalah letaknya di dasar mulut atau bagian bawah lidah. Apabila
dipalpasi, massa ini tidak akan berubah warna menjadi pucat. Jika massa ini
terletak agak jauh ke dasar mulut, maka massa ini tidak lagi berwarna kebiruan
melainkan berwarna normal seperti mukosa mulut yang sehat. Diameternya mulai
dari 1 sampai dengan beberapa sentimeter.
Ranula tidak diikuti rasa sakit. Keluhan yang paling sering diungkapkan
pasien adalah mulutnya terasa penuh dan lidah terangkat ke atas. Apabila tidak
segera diatasi akan terus mengganggu fungsi bicara, mengunyah, menelan, dan
bernafas.1 Ranula yang berukuran besar akan menekan duktus glandula saliva dan
menyebabkan aliran saliva menjadi terganggu. Akibatnya muncul gejala
obstruksi glandula saliva seperti sakit saat makan atau sakit pada saat glandula
saliva terangsang untuk mengeluarkan saliva dan akhirnya kelenjar saliva
membengkak (Flitz, 2006).
Ranula plunging akan menimbulkan pembengkakan pada leher. Dan
biasanya berdiameter 4-10 cm dan melibatkan ruang submandibula. Terdapat juga
laporan yang menunjukkan ruang submental, daerah kontralateral leher,
nasofaring, retrofaring, dan juga mediastinum
13
2.3.6 Diagnosa
Untuk menegakkan diagnosa ranula dilakukan prosedur-prosedur yang
meliputi beberapa tahap. Pertama melakukan anamnese dan mencatat riwayat
pasien. Pada pasien anak dilakukan aloanamnese yaitu anamnese yang diperoleh
dari orang terdekat pasien. Pada pasien dewasa dengan autoanamnese yaitu yang
diperoleh dari pasien itu sendiri. Kedua melakukan pemeriksaan terhadap pasien
dan pemeriksaan pendukung. Pemeriksaan yang dilakukan meliputi pemeriksaan
fisik dengan tujuan melihat tanda-tanda yang terdapat pada pasien, yaitu
pemeriksaan keadaan umum mencakup pengukuran temperatur dan pengukuran
tekanan darah, pemeriksaan ekstra oral mencakup pemeriksaan kelenjar limfe,
pemeriksaan keadaan abnormal dengan memperhatikan konsistensi, warna, dan
jenis keadaan abnormal, kemudian pemeriksaan intra oral yaitu secara visual
melihat pembengkakan pada rongga mulut yang dikeluhkan pasien dan melakukan
palpasi pada massa tersebut. Diperhatikan apakah ada perubahan warna pada saat
dilakukan palpasi pada massa. Ditanyakan kepada pasien apakah ada rasa sakit
pada saat dilakukan palpasi Selanjutnya dilakukan pemeriksaan pendukung
meliputi pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan radiografi.27 Pemeriksaan
laboratorium sangat membantu dalam menegakkan diagnosa. Pada kasus
mukokel, cairan diambil secara aspirasi dan jaringan diambil secara biopsi,
kemudian dievaluasi secara mikroskopis untuk mengetahui kelainan-kelainan
jaringan yang terlibat. Kemudian dapat dilakukan pemeriksaan radiografi,
meliputi pemeriksaan secara MRI (Magnetic Resonance Imaging), CT Scan
(Computed Tomography Scan), ultrasonografi, sialografi, dan juga radiografi
konfensional (Hasibuan, 2006).
2.3.7 Diagnosa Banding
Sama halnya dengan mukokel, ada beberapa penyakit mulut yang memiliki
kemiripan gambaran klinis dengan ranula, diantaranya kista dermoid,
sialolithiasis, thyroglossal duct cyst, cystic hygroma, neoplastic thyroid disease,
dan lain-lain.1,6 Untuk dapat membedakan ranula dengan penyakit-penyakit
tersebut maka dibutuhkan riwayat timbulnya massa atau pembengkakan yang
jelas, gambaran klinis yang jelas yang menggambarkan ciri khas ranula yang tidak
dimiliki oleh penyakit mulut lain, dan dibutuhkan hasil pemeriksaan fisik dan
14
hasil pemeriksaan pendukung lain yang akurat seperti pemeriksaan laboratorium
dan pemeriksaan radiografi (Hasibuan, 2006).
2.3.8 Perawatan
Umumnya pasien yang berkunjung ke dokter gigi dan meminta perawatan,
memiliki ukuran ranula yang relatif besar. Perawatan ranula umumnya dilakukan
untuk mengurangi dan menghilangkan gangguan fungsi mulut yang dirasakan
pasien akibat ukuran dan keberadaan massa. Perawatan yang dilakukan meliputi
penanggulangan faktor penyebab dan pembedahan massa. Penanggulangan faktor
penyebab dimaksudkan untuk menghindarkan terjadinya rekurensi. Biasanya
ranula yang etiologinya trauma akibat kebiasaan buruk atau trauma lokal atau
mekanik yang terjadi terus menerus dapat menyebabkan terjadinya rekurensi
ranula. Karena apabila kebiasaan buruk atau hal yang menyebabkan terjadinya
trauma tidak segera dihilangkan, maka ranula akan dengan mudah muncul
kembali walaupun sebelumnya sudah dilakukan perawatan pembedahan.
Pembedahan massa dibagi atas tiga jenis, yaitu eksisi, marsupialisasi, dan
dissecting. Pemilihan teknik pembedahan tergantung kepada ukuran dari massa.
15
BAB III
KONSEPTUAL MAPPING
Keluhan Pasien
Pemeriksaan Subjektif
Perawatan
Diagnosa(Mukokel)
Pemeriksaan Objektif
Pemeriksaan Penunjang
15
16
BAB IV
PEMBAHASAN
Keluhan utama adalah alasan pasien datang berobat atau mencari
pertolongan medis. Tidak jarang pasien datang dengan beberapa keluhan
sekaligus, sehingga seorang dokter harus jeli dan cermat untuk menentukan
keluhan mana yang merupakan keluhan utamanya. Pemikiran ini akan membantu
dalam mengarahkan pertanyaan-pertanyaan dalam anamnesis selanjutnya (Aswar,
2003).
Setelah diketahui keluhan dari pasien maka seorang akan melaksanakan
serangkaian pemeriksaan yaitu diantaranya pemeriksaan subjektif yang terdiri dari
Anamnesa. Anamnesa adalah suatu tehnik pemeriksaan yang dilakukan lewat
suatu percakapan antara seorang dokter dengan pasiennya secara langsung atau
dengan orang lain yang mengetahui tentang kondisi pasien, untuk mendapatkan
data pasien beserta permasalahan medisnya (Aswar, 2003). Pemeriksan objektif
yang terdiri dari pemeriksaan intra oral dan pemeriksaan ekstra oral yang nantinya
akan menguatkan diagnosa. Pemeriksaan subjektif ini mencakup beberapa hal
diantaranya keluhan utama, riwayat geligi dan riwayat penyakit. Pemeriksaan
objektif secara umum ada dua macam yaitu pemeriksaan intra oral dan ekstra oral,
pemeriksaan ekstra oral merupakan pemeriksaan untuk melihat penampakan
secara umum dari penderita sedangkan pemeriksaan intra oral merupkan
pemeriksaan yang dilakukan didalam mulut meliputi pemeriksaan terhadap gigi
dan jaringan disekitarnya.
Dari hasil pemeriksaan didapatkan bahwa umur pasien 5 tahun, memiliki
benjolan yang muncul sejak 7 hari yang lalu. Dari hasil pemeriksaan di dapatkan
diagnosa adalah mukosel, yaitu lesi yang pada kelenjar saliva minor yang
penyebab pastinya belum diketahui.
16
17
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Mukokel merupakan lesi mukosa oral yang terbentuk akibat rupturnya duktus
glandula saliva minor dan penumpukan mucin pada sekeliling jaringan lunak
Mukokel memiliki gambaran klinis yang khas, yaitu massa atau
pembengkakan lunak yang berfluktuasi, berwarna translusen kebiruan apabila
massa belum begitu dalam letaknya, kadang-kadang warnanya normal seperti
warna mukosa mulut apabila massa sudah terletak lebih dalam, apabila dipalpasi
pasien tidak sakit
Beberapa penyakit mulut memiliki kemiripan gambaran klinis dengan
mukokel, diantaranya hemangioma, lymphangioma, pyogenic granuloma (apabila
letaknya pada bagian anterior lidah), salivary gland neoplasm, dan lain-lain
Perawatan yang dilakukan meliputi penanggulangan faktor penyebab dan
pembedahan massa. Penanggulangan faktor penyebab dimaksudkan untuk
menghindarkan terjadinya rekurensi Pembedahan massa dibagi atas tiga jenis,
yaitu eksisi, marsupialisasi, dan dissecting. Pemilihan teknik pembedahan
tergantung kepada ukuran dan lokasi massa.
5.2 Saran
Diharapkan para mahasiswa fakultas kedokteran gigi mahasiswa
institut ilmu kesehatan bhakti wiyata kediri dapat menegakkan
diagnosa dan rencana perawatan yang tepat, serta dapat menentukan
kanker rongga mulut dan perawatan yang tepat.
17
18
DAFTAR PUSTAKA
Bolden, T.E. 1982. The Prevention and Detect ion of Oral Cancer, dalam
Stallard,R.E. A Tex t book of Preventif Den t istry. Ed. K e. 2.
Philadelphia. W. B. Sainders Company. 277-306
Coleman, G.C; Nelson,J.F. 1993. Principles of Oral Diagnosis. St. Louis Mosby
Year Book. 211-214.
Pedersen,W .G. 1996. Buku Ajar Praktis Bedah Mulut, alih bahasa drg. Purwanto
dan drg. Basoeseno. Ed.Ke-1. Penerbit Buku KeJokteran EGC. Jakarta. 14
7-150
Flaitz CM, Hicks J. Mucocele and Ranula. 2006. <http://www. emedicine.
com/derm/topics648.htm> (6 Mei 2010).
Bradley PJ. Head and Neck : Pathology and Treatment of Salivary Gland
Conditions. Elsevier Ltd,2006:304.
Anonymous. Dictionary : Salivary Gland. < http: // www. answers. com/ topic/
salivary-gland > (18 Juli 2010).
Macdonald AJ, Salzman KL, Harnsberger HR. Giant Ranula of The Neck :
Differentiation from Cystic Hygroma. AJNR Am J Neuroradiology
2003;24:757- 8.
Menta MSN, Hee JP, Vanessa SL. Mucocele in Pediatric Patients : Analysis of 36
Children. Pediatric Dermatology. Vol 25. Blackwell Publishing
Inc,2008:308- 11.
Angelica MS. Mucous cyst. 2003 <http://www. emedicine. com/ derm/ topic274.
htm> (6 Mei 2010).
Hasibuan S. Penuntun Prosedur Diagnosa Penyakit Mulut : Prosedur-prosedur
untuk Menegakkan Diagnosa Penyakit Jaringan Lunak Mulut. Bina Teknik
Press. Edisi II;2006:30-1.
Yuca K, Bayram I, Cankaya H et al. Pediatric Intra Oral Ranula : An Analysys of
Nine Case. Tohoku J Exp Med 2005;205:151-5.
18