ispa (ayu suci)

Upload: ayusucipratiwi

Post on 06-Jan-2016

6 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

b

TRANSCRIPT

HUBUNGAN PERILAKU MEROKOK ORANG TUA DENGANKEJADIAN ISPA PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS 2012

Disusun Oleh : Ayu Suci PratiwiPembimbing : dr. Budi Kidarsa

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS TARUMANAGARAJAKARTA2014 LATAR BELAKANG

Masalah merokok pada hakikatnya sudah menjadi masalah Nasional, bahkan Internasional. Dampaknya menyangkut bidang ekonomi dan kesehatan manusia. Merokok bisa berbahaya dan berdampak buruk bagi kesehatan. Namun kebiasaan yang satu ini memang sangat sulit untuk ditinggalkan apalagi dihilangkan. .Merokok merupakan suatu kebiasaan yang dapat menyebabkan ketergantungan dan juga termasuk faktor resiko utama terjadinya gangguan pernafasan.

World Health Organization memperkirakan insidens Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di negara berkembang dengan angka kejadian ISPA pada balita di atas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15%-20% pertahun pada 13 juta di dunia. Pada tahun 2009, 1,9 juta (95%) anak anak diseluruh dunia meninggal karena ISPA, 70 % dari Afrika dan Asia Tenggara (WHO, 2009)1. Dari data WHO tahun 2010 , Indonesia dinobat sebagai negara dengan konsumsi rokok terbesar nomor 3, setelah China dan India dan diatas Rusia dan Amerika Serikat.

Di Indonesia Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) menempati urutan pertama penyebab kematian pada kelompok bayi dan balita. Kasus ISPA menempati urutan pertama dalam jumlah rawat jalan terbanyak di Indonesia. Hal ini menunjukkan angka kesakitan akibat ISPA masih tinggi. (Depkes RI, 2009)2. Mempunyai kebiasaan merokok berisiko besar untuk menderita sakit seperti Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) atau URI dalam Bahasa Inggris. ISPA adalah penyakit infeksi akut yang melibatkan organ saluran pernapasan, hidung, sinus, faring, atau laring dan juga bisa mengakibatkan melemahnya energi dan daya tahan tubuh seseorang.

Berdasarkan epidemiologinya, penyakit itu dapat disebabkan adanya Hubungan antara agen, penjamu/faktor intrinsic, dan lingkungan atau faktor ekstrinsik. Faktor-faktor yang bisa menjadi penyebab penyakit ISPA yaitu faktor lingkungan, faktor individu anak dan faktor perilaku (Prabu, 2009)3. Faktor lingkungan terdiri dari pencemaran udara dalam rumah, ventilasi, kepadatan hunian dan status sosial ekonomi. Faktor individu anak terdiri dari umur, jenis kelamin, berat badan lahir, status gizi, vitamin A dan imunisasi. Faktor perilaku yang dilakukan oleh ibu dan anggota keluarga lain misalnya perilaku merokok. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hanifah (2010) faktor umur, berat badan dan ventilasi rumah mempengaruhi kejadian ISPA sedangkan jenis kelamin dan kepadatan hunian tidak mempengaruhi ISPA pada balita di Desa Pengadegan.

Berdasarkan data di atas, penulis ingin mengetahui analisis faktor merokok orang tua yang berpengaruh terhadap ISPA pada balita, karena merokok memberi konstribusi penting dalam penyebab bertambahnya penderita Infeksi Saluran Pernapasan (ISPA) di Indonesia dan mengetahui distribusi perilaku merokok orangtua balita.

PATOFISIOLOGI

Perjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dengan berinteraksinya virus dengan tubuh. Masuknya virus sebagai antigen ke saluran pernafasan menyebabkan silia yang terdapat pada permukaan saluran nafas bergerak ke atas mendorong virus ke arah faring atau dengan suatu tangkapan refleks spasmus oleh laring. Jika refleks tersebut gagal maka virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa saluran pernafasan. Iritasi virus pada kedua lapisan tersebut menyebabkan timbulnya batuk kering. Kerusakan stuktur lapisan dinding saluran pernafasan menyebabkan kenaikan aktifitas kelenjar mukus yang banyak terdapat pada dinding saluran nafas, sehingga terjadi pengeluaran cairan mukosa yang melebihi noramal. Rangsangan cairan yang berlebihan tersebut menimbulkan gejala batuk (Rech,2009)4.

Adanya infeksi virus merupakan predisposisi terjadinya infeksi sekunder bakteri. Akibat infeksi virus tersebut terjadi kerusakan mekanisme mukosiliaris yang merupakan mekanisme perlindungan pada saluran pernafasan terhadap infeksi bakteri sehingga memudahkan bakteri-bakteri patogen yang terdapat pada saluran pernafasan atas seperti streptococcus pneumonia, haemophylus influenza dan staphylococcus menyerang mukosa yang rusak tersebut (Rech,2009)4.

Infeksi sekunder bakteri ini menyebabkan sekresi mukus bertambah banyak dan dapat menyumbat saluran nafas sehingga timbul sesak nafas dan juga menyebabkan batuk yang produktif. Invasi bakteri ini dipermudah dengan adanya faktor-faktor seperti kedinginan dan malnutrisi. Suatu laporan penelitian menyebutkan bahwa dengan adanya suatu serangan infeksi virus pada saluran nafas dapat menimbulkan gangguan gizi akut pada bayi dan anak (Rech,2009)4.

Dampak infeksi sekunder bakteripun bisa menyerang saluran nafas bawah, sehingga bakteri-bakteri yang biasanya hanya ditemukan dalam saluran pernafasan atas, sesudah terjadinya infeksi virus, dapat menginfeksi paru-paru sehinggamenyebabkan pneumonia bakteri(Rech,2009)4.

Penanganan penyakit saluran pernafasan pada anak harus diperhatikan aspek imunologis saluran nafas terutama dalam hal bahwa sistem imun di saluran nafas yang sebagian besar terdiri dari mukosa, tidak sama dengan sistem imun sistemik pada umumnya. Sistem imun saluran nafas yang terdiri dari folikel dan jaringan limfoid yang tersebar, merupakan ciri khas system imun mukosa. Ciri khas berikutnya adalah bahwa IgA memegang peranan pada saluran nafas atas sedangkan IgG pada saluran nafas bawah. Diketahui pula bahwa sekretori IgA (sIgA) sangat berperan dalam mempertahankan integritas mukosa saluran nafas

Dari uraian diatas, perjalanan klinis penyakit ISPA ini dapat dibagi menjadi empat tahap, yaitu :(1) Tahap patogenesis, penyebab telah ada tetapi penderita belum menunjukkan reaksi apa-apa. (2) Tahap dini penyakit, dimulai dari munculnya gejala penyakit. Timbul gejala demam dan batuk.(3) Tahap inkubasi, virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa.Tubuh menjadi lemah apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan sebelumnya memang sudah rendah. (4) Tahap dini penyakit, dimulai dari munculnya gejala penyakit. Timbul gejala demam dan batuk.(5) Tahap lanjut penyakit, dibagi menjadi empat, yaitu dapat sembuh sempurna, sembuh dengan ateletaksis, menjadi kronis dan dapat meninggal akibat pneumonia.

HASIL DAN PEMBAHASAN1. Distribusi Perilaku Merokok Orang Tua.Tabel 1. Distribusi perilaku merokok orang tuaPerilaku Merokok Orang TuaKejadian ISPA

Kasus Kontrol

F % F %

Ringan 10 19.6 39 76.5

Berat 41 80.4 12 23.5

Total 51 100 51 100

Tabel 1 menunjukkan perilaku merokok orang tua balita pada kelompok kasus sebagian besar dikategorikan berat sebanyak 41 orang (80.4%) sedangkan pada kelompok kontrol sebagian besar sebanyak 39 (76.5%) berada pada kategori ringan.

2. Analisis Hubungan perilaku merokok orang tua terhadap kejadian ISPA pada balitaTabel 2. Tabulasi silang hubungan perilaku merokok orang tua dengan kejadian ISPA pada balitaPerilaku Merokok Orang TuaKejadian ISPA

Kasus Konrol PORCL

F % F %5,17 34,345

Ringan 10 19,6 39 76,50.00013.325

Berat 41 80.4 12 23.5

Total 51 100 51 100

Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat pada kelompok kasus (menderita ISPA) sebagian besar perilaku merokok orang tuanya dikategorikan berat (80.4%). Pada kontrol ditemukan 39 balita (76.5%) dengan perilaku orangtua merokok kategori ringan. Hal ini menunjukan adanya kecenderungan orang tua dengan semakin berat perilaku merokok orangtua maka semakin besar potensi anak balitanya menderita ISPA. Dengan nilai OR 13,325 berarti balita dengan orang tua perokok mempunyai resiko 13,325 kali terkena penyakit ISPA daripada orang tua yang bukan perokok. Asap rokok dari orang tua atau penghuni rumah yang satu atap dengan balita merupakan bahan pencemaran dalam ruang tempat tinggal yang serius serta akan menambah resiko kesakitan dari bahan toksik pada anak-anak. Paparan yang terus-menerus akan menimbulkan gangguan pernapasan terutama memperberat timbulnya infeksi saluran pernafasan akut dan gangguan paru-paru pada saat dewasa. Semakin banyak rokok yang dihisap oleh keluarga semakin besar memberikan resiko terhadap kejadian ISPA, khususnya apabila merokok dilakukan oleh ibu bayi (Depkes RI, 2009)5.Analisis WHO, menunjukkan bahwa efek buruk asap rokok lebih besar bagi perokok pasif dibandingkan perokok aktif. Ketika perokok membakar sebatang rokok dan menghisapnya, asap yang diisap oleh perokok disebut asap utama (mainstream), dan asap yang keluar dari ujung rokok (bagian yang terbakar) dinamakan sidestream smoke atau asap samping. Asap samping ini terbukti mengandung lebih banyak hasil pembakaran tembakau dibanding asap utama. Asap ini mengandung karbonmonoksida 5 kali lebih besar, tar dan nikotin 3 kali lipat, amonia 46 kali lipat, nikel 3 kali lipat, nitrosamine sebagai penyebab kanker kadarnya mencapai 50 kali lebih besar pada asap sampingan dibandingdengan kadar asap utama (WHO, 2009)6.

Fungsi paru adalah untuk bernafas yaitu, dengan memasukan udara bersih dan mengeluarkan udara kotor dari dalam tubuh. Bahan kimia yang berasal dari asap rokok merangsang permukaan sel saluran pernafasan sehingga mengakibatkan keluarnya lendir atau dahak. Mirip dengan rangsangan debu, virus atau bakteri pada saat flu. Bedanya adalah bahwa dahak yang ditimbulkan karena virus flu akan didorong keluar oleh bulu getar disepanjang saluran napas dengan menstimulasi refleks batuk. Lendir yang lama tertahan di saluran nafas, dapat menjadi tempat berkembangnya bakteri yang akan menyebabkan pneumonia . Asap rokok dapat mengganggu saluran pernafasan bahkan meningkatkan penyakit infeksi pernafasan termasuk ISPA, terutama pada kelompok umur balita yang memiliki daya tahan tubuh masih lemah, sehingga bila ada paparan asap, maka balita lebih cepat terganggu sistem pernafasannya seperti ISPA (Syahriani, 2010)7.

SIMPULAN DAN SARAN1. Simpulana. Balita yang menderita ISPA sebagian besar dari keluarga yang orangtuanya merokok sejumlah 80.4%. Pada yang tidak menderita ISPA ada 23.5% yang orang tuanya merokok berat.b. Ada hubungan perilaku merokok orang tua dengan kejadian ISPA pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Rembang Kabupaten Purbalingga Tahun 2012.

2. Sarana. Bagi RespondenOrang tua diharapkan tidak merokok di dalam rumah dan perlu memperhatian ventilasi rumah untuk sirkulasi udara kotor seperti dari asap rokok atau asap obat nyamuk.b. Petugas kesehatanSebaiknya melakukan pembenahan perilaku orangtua terhadap ISPA, menyarankan orang tua untuk tidak merokok di dalam rumah dan lebih memperhatikan luas ventilasi rumah.c. Peneliti SelanjutnyaDapat melakukan penelitian selanjutnya yaitu dengan meneliti variabel-variabel lain yang berpengaruh terhadap kejadian ISPA, misalnya variabel polusi dalam rumah yang lain, seperti: asap dapur, kadar debu, dan lain-lain yang berkaitan dengan kejadian ISPA pada balita.

DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization. Pencegahan dan Pengendalian ISPA di Fasilitas Pelayanan Kesehatan. 14 Desember 2011. Available from : http://www.who.int/csr/resources/publications/AMpandemicbahasa.pdf.

2. Depkes RI. Pedoman pengendalian penyakit infeksi saluran pernapasan akut. Jakarta. (2009).

3. Prabu. Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA). (2009). Available from : http://www.putraprabu.wordpress.com/ (accesed 31 Desember 2012 pukul : 04.15).

4. Resch. The Impact of Respiratory Syncytial Virus Infection: A Prospective Study in Hospitalized Infants Younger than 2 Years. 2009. Available from : http://www.springerlink.com [ accesed 15 Oktober 2009 ].

5. Depkes RI. Pedoman Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut Untuk Penanggulangan Pnemonia Pada Balita. Jakarta. (2009).

6. World Health Organization. Pencegahan dan Pengendalian ISPA di Fasilitas Pelayanan Kesehatan. (2008). Available from: http://www.who.int/csr/resources/publications/AMpandemicbahasa.pdf. (accesed 14 Desember 2011)

7. Syahriyanti E. Stop Merokok. Yogyakarta: Dara Ilmu. (2010).

8. Puskesmas Rembang. Laporan rutin akhir tahun Puskesmas Rembang tahun 2011.http://lib.atmajaya.ac.id/default.aspx?tabID=52 &prang=Supraptini. (accesed 10September 2011)