ispa 2015
DESCRIPTION
ispa 2015TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) adalah penyakit saluran pernapasan yang
bersifat akut dengan berbagai macam gejala (sindrom). Penyakit ini disebabkan oleh
berbagai sebab (multifaktorial). Meskipun organ saluran pernapasan yang terlibat adalah
hidung, laring, tenggorokan, bronkus, trakea, dan paru-paru, tetapi yang menjadi fokus
adalah paru-paru. Titik perhatian ini disepakati karena tingginya mortalitas radang paru-
paru.
Selama bertahun-tahun ISPA merupakan problem kesehatan yang menyita banyak
perhatian para praktisi kedokteran dan kesehatan masyarakat. ISPA merupakan penyakit
penyebab terutama kematian bayi sering menempati urutan pertama angka kematian balita.
Penanganan dini terhadap penyakit ISPA terbukti dapat menurunkan angka kematian. ISPA
juga sangat erat berhubungan dengan sanitasi lingkungan dan perilaku hidup bersih,
terutama budaya cuci tangan. Oleh sebab itu, upaya intervensi yang berupa kegiatan
penyuluhan dan promosi kesehatan harus di dorong untuk pencegahan penyakit ini.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana Pengertian dari ISPA ?
2. Apa saja klasifikasi dari ISPA ?
3. Bagaimana Etiologi dari ISPA ?
4. Bagaimana Manifestasi Klinis dari ISPA ?
5. Bagaimana Patofisiologi dari ISPA ?
6. Bagaimana Asuhan Keperawatan bagi Penderita ISPA ?
1
1.3 Tujuan
1. Mampu menjelaskan Pengertian dari ISPA
2. Mampu menjelaskan klasifikasi dari ISPA
3. Mampu menjelaskan Etiologi dari ISPA
4. Mampu menjelaskan Manifestasi Klinis dari ISPA
5. Mampu menjelaskan Patofisiologi dari ISPA
6. Mampu mengaplikasikan Asuhan Keperawatan bagi Penderita ISPA
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan)
Infeksi saluran pernafasan adalah suatu keadaan dimana saluran pernafasan (hidung,
pharing dan laring) mengalami inflamasi yang menyebabkan terjadinya obstruksi jalan
nafas dan akan menyebabkan retraksi dinding dada pada saat melakukan pernafasan
(Pincus Catzel & Ian Roberts; 1990; 450).
Pengertian ISPA adalah saluran pernafasan akut dengan perhatian khusus pada radang
paru (pneumonia), dan bukan penyakit telinga dan tenggorokan. ISPA adalah radang akut
saluran pernafasan atas maupun bawah yang disebabkan oleh infeksi jasad renik atau
bakteri, virus, maupun riketsia, tanpa atau disertai radang parenkim paru. Pada topik ini
akan dibahas ISPA yang hanya disebabkan oleh virus, sedangkan ISPA yang disebabkan
oleh mikroorganisme lain akan dibahas tersendiri pada topik pneumonia.
ISPA adalah suatu kelompok penyakit sebagai penyebab angka absensi tertinggi bila
dibandingkan dengan kelompok penyakit lain. Lebih 50% dari absensi atau dari semua
angak tidak masuk kerja/sekolah disebabkan penyakit ini. Angka kekerapan kejadian ISPA,
tertinggi pada kelompok-kelompok tertutup dimasyarakat, misalnya penghuni asrama,
kesatrian, sekolah atau sekolah yang juga menyelenggarakan pemondokan (boarding
school). Di negara barat, kasus ini banyak dijumpai pada recurecruitment dan murid
sekolah pada musim dingin, awal musim gugur, atau pada masa-masa pergantian musim.
ISPA yang mengenai saluran nafas bawah, misalnya bronkitis, bila menyerang
kelompok umur tertentu, khususnya bayi, anak-anak dan orang tua, akan memberikan
gambaran klinik yang berat dan jelek dan sering kali berakhir dengan kematian. ISPA yang
disebabkan oleh virus, wanita lebih rentan bila dibandingkan dengan pria, namun waktu
menstruasi mereka lebih tahan.
3
Istilah ISPA meliputi tiga unsur yakni infeksi, saluran pernafasan dan akut, dimana
pengertiannya sebagai berikut :
1. Infeksi
Adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh manusia dan
berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit.
2. Saluran pernafasan
Adalah organ mulai dari hidung hingga alveoli beserta organ adneksanya seperti
sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura.
3. Infeksi Akut
Adalah Infeksi yang langsung sampai dengan 14 hari. batas 14 hari diambil untuk
menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa penyakit yang dapat digolongkan
dalam ISPA proses ini dapat berlangsung lebih dari 14 hari.
2.2 Klasifikasi ISPA
Klasifikasi penyakit ISPA terdiri dari:
a. Bukan pneumonia – mencakup kelompok pasien balita dengan batuk yang tidak
menunjukan gejala peningkatan frekuensi napas yang tidak menunjukan adanya tarikan
dinding dada bagian bawah kearah dalam. Contohnya adalah Common cold, faringitis,
tonsilitis, dan otitis.
b. Pneumonia – didasarkan pada adanya batuk dan atau kesukaran saat bernafas.
Diagnosis gejala ini berdasarkan usia. Batas frekuensi nafas cepat pada anak berusia
dua bulan sampai < 1 th adalah 50x per menit dan untuk anak usia 1- <5 th adalah 40x
per menit.
c. Pneumonia berat – didasarkan pada adanya batuk dan atau kesukaran bernafas disertai
sesak nafas atau tarikan dinding dada bagian bawah kearah dalam (chest indrowing)
pada anak berusia 2 bln- < 5 th. Untuk anak berusia <2 bln, diagnosis pneumonia berat
ditandai dengan adanya napas cepat yaitu frekwensi pernafasan sebanyak 60 kali
permenit atau lebih, atau adanya tarikan yang kuat pada dinding dada bagian bawah
kearah dalam (severe chest indrowing).
4
2.3 Etiologi
Etiologi ISPA terdiri dari :
a. Bakteri : diplococcus pneumonia, pneumococcus, streptococcus pyogenes,
staphylococcus auretus, haemophilus influenza, dan lain-lain.
b. Virus : influenza, adenovirus, sitomegalovirus
c. Jamur : aspergilus sp. Candida albicans, histoplasma, dll.
d. Aspirasi : makanan, asap kendaraan bermotor, BBM (Bahan Bakar Minyak) biasanya
minyak tanah, cairan amion pada saat lahir, benda asing (biji-bijian, mainan plastik
kecil, dll)
ISPA dapat disebabkan oleh virus, bakteria maupun riketsia, sedangkan infeksi
bakterial sering merupakan penyulit ISPA yang disebabkan oleh virus, terutama bila ada
epidemi atau pandemi. Penyulit bakterial umumnya disertai keradangan parenkim.
Virus pernafasan merupakan penyebab terbesar ISPA. Hingga kini telah dikenal lebih
dari 100 jenis virus penyebab ISPA. Infeksi virus memberikan gambaran klinik yang khas
akan tetapi sebaliknya beberapa jenis virus bersama-sama dapat pula memberikan
gambaran yang hampir sama.
2.4 Manifestasi Klinis
Gambaran klinik secara umum yang sering didapat adalah: rinitis, nyeri tenggorokan,
batuk-batuk dengan dahak kuning/putih kental, nyeri retrosternal dan konjungtivitis. Suhu
badan meningkat antara 4-7 hari, disertai malaise, mialgia, nyeri kepala, anoreksia, mual,
muntah-muntah, dan insomnia. Kadang-kadang dapat juga terjadi diare. Bila peningkatan
suhu berlangsung lama biasanya menunjukkan adanya penyulit.
Penentuan adanya tanda bahaya: jika terdapat 1 atau lebih gejala dibawah ini berarti
ada tanda bahaya
1. Tidak bisa minum
2. Kejang
3. Kesadaran menurun
4. Gizi buruk
5
5. Demam atau dinginn(khusus untuk bayi berusia <2bulan)
Gambaran klinik radang yang disebabkan oleh infeksi sangat tergantung pada :
- Karakteristik inokulum.
- Daya tahan tubuh.
- Umur.
Karakteristik Inokulum meliputi ukuran aerosol, jumlah dan tingkat virulensi jasad
renik yang masuk. Daya tahan tubuh seseorang tergantung pada utuhnya sel epitel mukosa,
gerak mukosilia, makrofag alveoli dan IgA.
Umur mempunyai pengaruh besar. ISPA yang terjadi pada anak bayi akan
memberikan klinik yang lebih jelek bila dibandingkan dengan orang dewasa. Gambar
klinik yang jelek dan tampak lebih berat tersebut terutama disebabkan oleh infeksi virus
pada bayi dan anak yang belum memeperoleh kekebalan alamiah. Penyebab infeksi dikenal
tiga cara penyebab infeksi yaitu:
1. Melalui aerosol yang lembut, terutama oleh karena batuk.
2. Melalui aerosol yang lebih kasar, terjadi pada waktu batuk dan bersin-bersin.
3. Melalui kontak langsung/tidak langsung dari benda yang telah dicemari jasad renik
(hand to hand transmission).
Pada infeksi virus, transmisi diawali dengan penyebab virus ke daerah sekitar
terutama melalui bahan sekresi hidung. Virus yang menyebabkan pada ISPA terdapat 10-
100 kali lebih banyak didalam mukosa hidung daripada mukosa faring. Dari beberapa
penelitian klinik, laboratorium dan penilitian lapangan, diperoleh kesimpulan bahwa
sebenarnya kontak hand to hand (lihat butir 3) merupakan modus yang terbesar bila
dibandingkan dengan cara penularan aerogen (yang semula banyak diduga sebagai
penyebab utama).
Di dikenal 6 gambaran sindrom ISPA yang disebabkan virus
1. Sindroma korisa (Coryzal/Common Cold Syndrome)
Sindroma ini ditandai dengan peningkatan sekresi hidung, bersin-bersin, hidung
buntu, kadang-kadang sekresi air mata konjungtivitis ringan. Sekresi hidung mula-mula
6
cair kemudian mukoid dan selanjutnya menjadi purulen. Obstruksi sinus paranasalis
dan tuba eustachii disebabkan oleh sembab mukosa dan sering menimbulkan nyeri
kepala dan nyeri setempat. Sindroma korisa biasanya diawali dengan suara serak dan
rasa nyeri tenggorok. Kadang-kadang disertai keluhan sistemik berupa nyeri kepala,
mialgia, malaise, rasa lemah malas dan rasa dingin. Penyebab sindroma ini biasanya
rhinovirus, parainfluenza I dan II, echovirus, coxsackie dan RSV.
2. Sindroma faring (Pharygeal Syndrome)
Gambaran klinik yang menonjol adalah suara serak dan nyeri tenggorok dengan
derajat ringan sampai berat. Terdapat keradangan faring dan pembesaran adenoid serta
tonsil, kadang-kadang adenoid sangat besar sehingga menimbulkan obstruksi pada
hidung. Kadang bercak-bercak serta eksodasi berwarna didapatkan pada permukaan
tonsil disertai pembesaran kelenjar dileher. Sering dijumpai penderita dengan dengan
batuk-batuk, tanpa disertai korisa.
Gejala umum sindroma faring berupa panas dingin, malaise, nyeri/pegal seluruh
badan, nyeri kepala dan kadang-kadang suara parau. Penyabab utama sidroma ini
adalah adenovirus, tetapi dapat juga disebabkan oleh virus influenz, parainflueza,
coxsackie dan echovirus. Bila penyebab ISPA didalam satu keluarga ialah adenovirus
dan enterovirus, maka proses penyakit dapat berlangsung lama karena virus masih tetap
ditemukan dalam tinja selama berminggu-minggu.
3. Sindroma Faringo konjungtiva
Merupakan varian dari sindroma faring yang disebabkan oleh virus yang sama.
Gejala klinik diawali dengan faringitis yang berat kemudian diikuti dengan
konjungtivitis yang sering kali bilateral. Dapat pula dimulai dengan konjungtivitis yang
berlangsung 1-2 minggu sebelum gejala faringitis itu sendiri. Pada sindroma
faringokonjungtiva didapatkan fotofobi dan nyeri pada bola mata. Sindroma ini banyak
terdapat pada anak sekolah dan penggemar berkemah pada musim semi dan panas.
4. Sindroma Influenza
Gambaran yang menonjol pada sindroma influenza adalah gangguan fisik cukup
berat, dengan gejala batuk, meriang, panas badan, lemah badan, nyeri kepala, nyeri
tenggorok, nyeri retrosternal, nyeri seluruh tubuh, malaise dan anoreksia. Gejala-gejala
7
ini terjadi secara mendadak dan dengan cepat dapat menular ke semua anggota keluarga
dalam satu rumah.
Pada proses penyakit yang ringan, sindroma influenza sering kali mempunyai
gambaran klinik yang menyerupai sindroma korisa atau sindroma faring. Pada pandemi
cenderung terjadi gambaran klinik yang lebih jelek yang disebabkan adanya infeksi
sekunder oleh bakteri.
5. Sindroma Herpangina
Gambaran klinik sindroma herpangina berupa vesikel-vesikel yang terdapat di
dalam mulut dan faring. Vesikel ini kemudian mengalami ulserasi dengan tepi yang
membengkak, disertai nyeri tenggorokan, nyeri kepala dan pabas badan. Penyebab
sindroma herpangina adalah virus Coxsackie A dan umumnya menyerang anak-anak.
6. Sindroma Laringotrakeobronkitis Obstruktif Akuta (Croup Syndrome)
Pada anak-anak, gambaran klinik dari sindroma laringotrakeobronkitis obstruktif
akuta tampak gawat dan berat berupa batuk-batuk, sesak nafas yang disertai stridor
inspirasi, sianosis serta gangguan-gangguan sistemik lain.
Napas cepat bila anak berusia:
1. <2bulan : 60 kali per manit atau lebih
2. 2 bulan - <1tahun : 50 kali per menit atau lebih
3. 1 tahun – 5 tahun : 40 kali per menit tau lebih
2.5 Patofisiologi
Perjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dengan berinteraksinya virus dengan tubuh.
Masuknya virus sebagai antigen ke saluran pernafasan menyebabkan silia yang terdapat
pada permukaan saluran nafas bergerak ke atas mendorong virus ke arah faring atau dengan
suatu tangkapan refleks spasmus oleh laring. Jika refleks tersebut gagal maka virus
merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa saluran pernafasan (Kending dan Chernick,
1983).
Iritasi virus pada kedua lapisan tersebut menyebabkan timbulnya batuk kering
(Jeliffe, 1974). Kerusakan stuktur lapisan dinding saluran pernafasan menyebabkan
kenaikan aktifitas kelenjar mukus yang banyak terdapat pada dinding saluran nafas,
8
sehingga terjadi pengeluaran cairan mukosa yang melebihi noramal. Rangsangan cairan
yang berlebihan tersebut menimbulkan gejala batuk (Kending and Chernick, 1983).
Sehingga pada tahap awal gejala ISPA yang paling menonjol adalah batuk.
Adanya infeksi virus merupakan predisposisi terjadinya infeksi sekunder bakteri.
Akibat infeksi virus tersebut terjadi kerusakan mekanisme mukosiliaris yang merupakan
mekanisme perlindungan pada saluran pernafasan terhadap infeksi bakteri sehingga
memudahkan bakteri-bakteri patogen yang terdapat pada saluran pernafasan atas seperti
streptococcus pneumonia, haemophylus influenza dan staphylococcus menyerang mukosa
yang rusak tersebut (Kending dan Chernick, 1983). Infeksi sekunder bakteri ini
menyebabkan sekresi mukus bertambah banyak dan dapat menyumbat saluran nafas
sehingga timbul sesak nafas dan juga menyebabkan batuk yang produktif. Invasi bakteri ini
dipermudah dengan adanya fakor-faktor seperti kedinginan dan malnutrisi. Suatu laporan
penelitian menyebutkan bahwa dengan adanya suatu serangan infeksi virus pada saluran
nafas dapat menimbulkan gangguan gizi akut pada bayi dan anak (Tyrell, 1980).
Virus yang menyerang saluran nafas atas dapat menyebar ke tempat-tempat yang lain
dalam tubuh, sehingga dapat menyebabkan kejang, demam, dan juga bisa menyebar ke
saluran nafas bawah (Tyrell, 1980). Dampak infeksi sekunder bakteripun bisa menyerang
saluran nafas bawah, sehingga bakteri-bakteri yang biasanya hanya ditemukan dalam
saluran pernafasan atas, sesudah terjadinya infeksi virus, dapat menginfeksi paru-paru
sehingga menyebabkan pneumonia bakteri (Shann, 1985).
Penanganan penyakit saluran pernafasan pada anak harus diperhatikan aspek
imunologis saluran nafas terutama dalam hal bahwa sistem imun di saluran nafas yang
sebagian besar terdiri dari mukosa, tidak sama dengan sistem imun sistemik pada
umumnya. Sistem imun saluran nafas yang terdiri dari folikel dan jaringan limfoid yang
tersebar, merupakan ciri khas system imun mukosa. Ciri khas berikutnya adalah bahwa IgA
memegang peranan pada saluran nafas atas sedangkan IgG pada saluran nafas bawah.
Diketahui pula bahwa sekretori IgA (sIgA) sangat berperan dalam mempertahankan
integritas mukosa saluran nafas (Siregar, 1994).
Dari uraian di atas, perjalanan klinis penyakit ISPA ini dapat dibagi menjadi empat
tahap, yaitu:
9
a. Tahap prepatogenesis, penyebab telah ada tetapi penderita belum menunjukkan reaksi
apa-apa.
b. Tahap inkubasi, virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa. Tubuh menjadi lemah
apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan sebelumnya memang sudah rendah.
c. Tahap dini penyakit, dimulai dari munculnya gejala penyakit.Timbul gejala demam dan
batuk.
d. Tahap lanjut penyakit, dibagi menjadi empat, yaitu dapat sembuh sempurna, sembuh
dengan ateletaksis, menjadi kronis dan dapat meninggal akibat pneumonia.
2.6 Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Kepewatan
a. Identitas
Sering terjadi pada lansia, bayi & anak karena belum membentuk ketahanan
terhadap berbagai jenis virus
b. Keluhan Utama
(Demam, batuk kadang-kadang, hidung dan tenggorokan kering, muntah)
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Kondisi klien saat diperiksa
d. Riwayat Penyakit Dahulu
(apakah klien pernah mengalami penyakit seperti yang dialaminya sekarang)
e. Riwayat penyakit keluarga
(adakah anggota keluarga yang pernah mengalami sakit seperti penyakit klien)
f. Riwayat sosial
(lingkungan tempat tinggal klien)
g. Pemeriksaan fisik difokuskan pada pengkajian sistem pernafasan
1. Inspeksi
Membran mukosa hidung-faring tampak kemerahan
Tonsil tampak kemerahan dan edema
Tampak batuk tidak produktif
Tidak ada jaringan parut pada leher
10
Tidak tampak penggunaan otot-otot pernafasan tambahan, pernafasan
cuping hidung.
2. Palpasi
Adanya demam
Teraba adanya pembesaran kelenjar limfe pada daerah leher/nyeri tekan
pada nodus limfe servikalis
Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tyroid
3. Perkusi
Suara paru normal (resonance)
4. Auskultasi
Suara nafas vesikuler/tidak terdengar ronchi pada kedua sisi paru
h. Aktivitas, istirahat
Aktivitas, istirahat anak menurun/terganggu karena adanya sesak nafas, batuk
dan demam
2. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru.
2. Hipertermi berhubungan dengan invasi mikroorganisme.
11
3. Intervensi
No DXTujuan dan Kriteria
HasilIntervensi Respon
1.
2.
Bersihan jalan
nafas tidak
efektif b/d
penurunan
ekspansi paru.
Hipertermi b/d
invasi
mikroorganisme
Tujuan :
Setelah dilakukan
tindakan selama 1x24
jam, jalan nafas pasien
normal
Kriteria Hasil :
1. Mendemonstrasika
n batuk efektif dan
suara nafas yang
bersih, tidak ada
sianosis dan
dyspneu (mampu
mengeluarkan
sputum, mampu
bernafas dengan
mudah, tidak ada
pursed lips)
2. Tanda Tanda vital
dalam rentang
normal (tekanan
darah, nadi,
pernafasan)
Tujuan :
Setelah dilakukan
- Anjurkan
pasien
batuk
efektif,
nafas
dalam
- Ukur
TTV
setiap 6
jam sekali
- Berikan
oksigen
tambahan
sesuai
indikasi
- kompres
air biasa
- beri obat
a. Membersihkan
jalan nafas dan
memudahkan
aliran oksigen
b. Membantu
mencegah
pneumonia
c. Menurunkan
konsumsi
oksigen/kebutuha
n dan
meningkatkan
inflamasi paru
maksimal
- penghantar
panas
menggunakan
12
tindakan 1x24 jam
demam turun
Kriteria Hasil :
1. Suhu tubuh dalam
rentang normal
2. Nadi dan RR dalam
rentang normal
3. Tidak ada perubahan
warna kulit dan tidak
ada pusing
parasetam
ol
air biasa
- penurun panas
13
4. Implementasi
No. Tgl/ Jam Dx Implementasi Respon
1. 22 April 2013
14.00
1 - Menganjurkan pasien batuk
efektif, nafas dalam
- Mengukur TTV setiap 6 jam
sekali
- Memberikan oksigen
tambahan sesuai indikasi
- Pasien merasa lebih
ringan
- Pasien nampak lebih
nyaman
2. 22 April 2013
14.00
2 - Mengkompres dengan air
biasa
- Memberi obat parasetamol
sesuai anjuran dokter
- Demam pasien turun
S:37˚C
14
5. Evaluasi
No Hari/ Tanggal Pukul No. Dx Evaluasi Hasil
1.
2.
Senin, 23 April
2013
Senin, 23 April
2013
11.00
11.00
I
II
S : Klien Mengatakan dapat bernapas secara
normal
O :
Rr :16- 20
TD: 120/90 mmHg
S: 370C
N: 80x/menit
A : masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan
S : Klien mengatakan badannya tidak panas lagi
O : suhu badan 370c
A :masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan
15
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
ISPA merupakan penyakit penyebab kematian bayi dan sering menempati urutan
pertama diangka kematian balita. Selama bertahun-tahun ISPA merupakan problem
kesehatan yang menyita banyak perhatian para praktisi kedokteran dan kesehatan
masyarakat. Penyebab kematian dari ISPA yang terbanyak karena pneumonia. Klasifikasi
penyakit ISPA tergantung kepada pemeriksaan dan tanda-tanda bahaya yang diperlihatkan
penderita, Penatalaksanaan dan pemberantasan kasus ISPA diperlukan kerjasama semua
pihak, yaitu peran serta masyarakat terutama ibu-ibu, dokter, para medis dan tim kesehatan
untuk menunjang keberhasilan menurunkan angka kematian sesuai harapan pembangunan
nasional
3.2 Saran
Karena ISPA merupakan penyebab kematian bayi dan penyebab kematian ISPA
terbanyak karena pneumonia, maka diharapkan penyakit saluran pernapasan
penanganannya dapat diprioritaskan. Disamping itu penyuluhan kepada ibu-ibu tentang
penyakit ISPA perlu ditingkatkan dan dilaksanakan secara berkesinambungan, serta
penatalaksanaan dan pemberantasan kasus ISPA yang sudah dilaksanakan sekarang ini,
diharapkan lebih ditingkatkan lagi.
16
Daftar Pustaka
Alsagaff, Hood. 2006. Dasar-dasar ilmu penyakit paru. Surabaya : Airlangga University
Press
Widoyono. 2011. Penyakit tropis. Jakarta: Erlangga
17
18