isi

22
1 BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) selalu berkembang sesuai dengan kebutuhan hidup manusia, dimana tujuan akhir dari perkembangan IPTEK tersebut adalah mewujudkan dan meningkatkan kesejahteraan manusia. Untuk mencapai tujuan tersebut diharapkan tidak ada dampak negatif bagi manusia khususnya dan lingkungan hidup pada umumnya. Jika ada dampak negatif, itupun harus diusahakan seminimal mungkin. Salah satu dampak negatif dari berkembangnya IPTEK adalah pencemaran lingkungan, baik pencemaran udara, air maupun tanah. Bila terjadi pencemaran di dalam suatu komponen lingkungan, maka pertama-tama akan terjadi akumulasi zat pencemar (polutan) pada komponen lingkungan tersebut, kemudian polutan akan menyebar ke lingkungan sekitarnya. Pencemaran lingkungan dapat menurunkan kualitas lingkungan. Apabila kualitas lingkungan menurun dan melewati ambang batas maka dapat memberikan dampak negatif bagi kelangsungan hidup manusia, hewan dan tumbuhan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Salah satu metode pemulihan kualitas lingkungan yang tercemar adalah menggunakan teknik fitoremediasi. Teknik fitoremediasi didefinisikan sebagai teknologi pembersihan, penghilangan atau pengurangan zat pencemar dalam tanah atau air dengan menggunakan bantuan tanaman. Dengan demikian diharapkan dampak negatif dari perkembangan IPTEK yang berupa pencemaran lingkungan dapat diatasi sehingga kemajuan IPTEK sepenuhnya dapat memberikan kesejahteraan bagi kehidupan seluruh makhluk hidup didunia. 1.2 Rumusan Masalah 1) Apa yang dimaksud dengan fitoremediasi ?

Upload: syafiq-ubaidillah

Post on 28-Dec-2015

27 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: Isi

1

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) selalu berkembang sesuai

dengan kebutuhan hidup manusia, dimana tujuan akhir dari perkembangan

IPTEK tersebut adalah mewujudkan dan meningkatkan kesejahteraan

manusia. Untuk mencapai tujuan tersebut diharapkan tidak ada dampak

negatif bagi manusia khususnya dan lingkungan hidup pada umumnya. Jika

ada dampak negatif, itupun harus diusahakan seminimal mungkin.

Salah satu dampak negatif dari berkembangnya IPTEK adalah

pencemaran lingkungan, baik pencemaran udara, air maupun tanah. Bila

terjadi pencemaran di dalam suatu komponen lingkungan, maka pertama-tama

akan terjadi akumulasi zat pencemar (polutan) pada komponen lingkungan

tersebut, kemudian polutan akan menyebar ke lingkungan sekitarnya.

Pencemaran lingkungan dapat menurunkan kualitas lingkungan. Apabila

kualitas lingkungan menurun dan melewati ambang batas maka dapat

memberikan dampak negatif bagi kelangsungan hidup manusia, hewan dan

tumbuhan, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Salah satu metode pemulihan kualitas lingkungan yang tercemar

adalah menggunakan teknik fitoremediasi. Teknik fitoremediasi didefinisikan

sebagai teknologi pembersihan, penghilangan atau pengurangan zat pencemar

dalam tanah atau air dengan menggunakan bantuan tanaman. Dengan

demikian diharapkan dampak negatif dari perkembangan IPTEK yang berupa

pencemaran lingkungan dapat diatasi sehingga kemajuan IPTEK sepenuhnya

dapat memberikan kesejahteraan bagi kehidupan seluruh makhluk hidup

didunia.

1.2 Rumusan Masalah

1) Apa yang dimaksud dengan fitoremediasi ?

Page 2: Isi

2

2) Bahan apa saja yang dapat dimanfaatkan sebagai agen fitoremediasi ?

3) Bagaimana mekanisme fitoremediasi lingkungan ?

4) Bagaimana dampak fitoremediasi terhadap lingkungan ?

5) Apa saja keuntungan dan kerugian penerapan fitoremediasi sebagai

metode alternative dalam meminimalisasi pencemaran lingkungan ?

1.3 Tujuan

1) Mengetahui definisi dari fitoremediasi,

2) Mengetahui bahan-bahan yang dapat dimanfaatkan sebagai agen

fitoremediasi lingkungan, serta

3) Mengetahui mekanisme fitoremediasi lingkungan.

4) Mengetahui dampak fitoremediasi terhadap lingkungan.

5) Mengetahui keuntungan dan kerugian penerapan fitoremediasi sebagai

metode alternative dalam meminimalisasi pencemaran lingkungan.

Page 3: Isi

3

BAB 2. PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Fitoremediasi

Limbah adalah bahan pencemar yang bersifat racun dan berbahaya.

Limbah tersebut umumnya diolah secara fisika dan kimia diantaranya melalui

proses penyaringan, pengendapan, atau penyerapan. Cara-cara tersebut dapat

menghilangkan bahan pencemar dengan cepat namun membutuhkan biaya yang

relative mahal. Penggunaan bahan kimia selain mahal juga menimbulkan resiko

pencemaran baru, sehingga diperlukan cara alternative yang lebih murah serta

ramah lingkungan.

Dalam dua dekade terakhir upaya kegiatan pemulihan lingkungan melalui

pendekatan secara biologis mulai memperoleh perhatian serius dari pemerintah

(Kementrian Lingkungan Hidup, 2005). Upaya pemulihan tersebut dikenal dengan

bioremediasi. Bioremediasi merupakan suatu proses pemulihan (remediasi) lahan

yang tercemar limbah organik maupun limbah anorganik dengan memanfaatkan

organisme. Pengolahan dengan menggunakan organisme merupakan alternative

pemulihan lingkungan yang murah, efektif dan ramah lingkungan. Disamping itu

bioremediasi menghasilkan senyawa akhir yang lebih stabil dan tidak beracun

(Mangkoediharjo, 2005).

Salah satu metode remediasi yang dapat digunakan adalah fitoremediasi.

Istilah fitoremediasi berasal dari bahasa inggris yaitu phytoremediation. Kata

tersebut tersusun dari kata “phyto” yang berasal dari bahasa Yunani yaitu phyton

yang berarti tumbuhan dan “remediation” yang berasal dari bahasa Latin yaitu

remedium yang berarti menyembuhkan. Dengan demikian fitoremediasi adalah

pemanfaatan tumbuhan untuk meminimalisasi dan mendetoksifikasi bahan

pencemar, karena tanaman memiliki kemampuan menyerap logam-logam berat

dan mineral yang tinggi atau sebagai fitoakumulator (Udiharto, 1992).

Page 4: Isi

4

Fitoremediasi adalah teknik pembersihan, penghilangan, penyembuhan

atau pengurangan zat pencemar dalam tanah atau air dengan menggunakan

bantuan tumbuhan (Cincinnati, 2000). Menurut Beegle (1989), teknik

fitoremediasi merupakan salah satu teknologi secara biologi yang memanfaatkan

tumbuhan atau mikroorganisme yang dapat berasosiasi untuk mengurangi polutan

lingkungan baik pada air, tanah, dan udara.

Konsep pemanfaatan tumbuhan untuk meremediasi tanah terkontaminasi

bahan pencemar adalah pengembangan terbaru dalam teknik pengolahan limbah.

Fitoremediasi dapat diaplikasikan pada limbah organik maupun anorganik serta

unsur logam (As, Cd, Cr, Hg, Pb, Zn, Ni, dan Cu) dalam bentuk padat, cair

maupun gas (Salt et al., 1998).

2.2 Agen Fitoremediasi

Pemanfaatan tumbuhan untuk remediasi lingkungan sangat ditentukan

oleh pemahaman tentang penyerapan logam serta penyerapan dan atau degradasi

senyawa organik oleh tumbuhan. Tumbuhan harus bersifat hipertoleran agar dapat

mengakumulasi sejumlah besar logam berat ataupun polutan lain di dalam

batang serta daun. Tumbuhan harus mampu menyerap polutan dari dalam larutan

tanah dengan laju penyerapan yang tinggi.Tumbuhan harus mempunyai

kemampuan untuk mentranslokasi logam berat yang diserap akar ke bagian

batang serta daun (Panjaitan,2008).

Dalam hubungannya dengan pemanfaatan tumbuhan sebagai agensia

pemulihan lingkungan tercemar, Baker (1999) mengemukakan prasyarat, yaitu:

1) Laju akumulasi tinggi

2) Mempunyai kemampuan meremediasi lebih dari satu polutan

3) Mempunyai kemampuan tumbuh cepat dengan produksi biomassa tinggi

4) Tanaman harus tahan hama dan penyakit,serta

Page 5: Isi

5

5) Toleransi yang tinggi terhadap polutan

Pemilihan tumbuhan yang mempunyai daya serap dan akumulasi tinggi

terhadap logam berat merupakan prioritas yang sangat penting. Beberapa jenis

tumbuhan yang dapat digunakan sebagai agen fitoremediasi dapat dilihat pada

table berikut :

Tabel. 1. Daftar Tanaman dan senyawa kimia yang dapat diremediasi

Tanaman Seyawa kimia

Arabidopsis Merkuri

Blader Champion Seng, tembaga

Famili Brasicaceae Selenium, sulfur, timbal, cadmium, Chromium, nikel,

seng, tembaga, cesium, strotium

Buxaceae Nikel

Famili Compositae Cesium Srontium

Euphorbiaceae Nikel

Tomat Tembaga, seng, timbal

Poplar Pestisida, atrazine,TCE, carbon trtachlorida, senyawa

nitrogen, TNT

Pennycrees Seng, cadmium

Bunga matahari Cesium, strotium, uranium

Genus lemma Limbah bom

Parrot feather Limbah bom

Arrow root TNT, RDX

Page 6: Isi

6

Perenial rye grass Polychlorinatedphenyl, Polyaromatic hidrokarbon

(Sumber : Kelly, 1997)

Contoh lain aplikasi fitoremediasi mengatasi berbagai polutan dan tanaman

yang dapat dipilih, dapat dilihat pada tabel 2 sebagai berikut:

Tabel 2. Aplikasi fitoremediasi dan jenis tanaman yang digunakan

no Aplikasi Media Polutan Jenis Tanaman

1 Fitovolatisasi Tanah, air

bawah tanah,

tempat

pengelolaan air

limbah

Herbisida

(atrazine,alachlor);

Aromatik (BTEX)

; Alifatik berklor

(TCE); Nutrien;

Limbah amunisi

(TNT,RDX)

Pohon Phreatophyte

(poplar,willow,

cottonwood,aspen);

Rumput(rye,

Bermuda, sorghum,

fescue); Legum

(clover, alfalfa,

cowpea)

2 Stimulasi

mikroba

Tanah,sedimen

,

Tempat

pengolahan

air limbah

Organik

(pestisida,

aromatik, dan

polynuclear

aromatic

hydrocarbon/PAH

)

Penghasil fenolik

(mulberry, apel,

osage,

jeruk); Rumput

(rye,fescue,bermuda)

;

Tanaman air untuk

sedimen

3 Fitostabilisasi Tanah sedimen Logam (Pb, Cd,

Zn, As, Cu, Cr,

Se, U), Organik

hidrofobik (PAH,

PCB, DDT

,dieldrin)

Pohon

Phreatophytedengan

transpirasi tinggi

(kontrol hidrolis);

Rumput pencegah

erosi; Sietem

Page 7: Isi

7

perakaran rapat

untuk menyerap

kontaminan

4 Fitoekstraksi Tanah, rawa,

sedimen

Logam (Pb, Cd,

Zn,As,Cu,Cr,Se,U

)dengan

pemberian EDTA

untuk Pb dan

Selenium

Bunga matahari;

Indian Mustard;

Rape seed ; Barle,

Hops; Crucifera;

tanaman

Serpentine; Nettle,

dandelion

5 Fitodegradasi Tanah, air

bawah tanah,

tempat

pengelolaan air

limbah

Herbisida(atrazine

,alachlor);

Aromatik

(BTEX); Alifatik

berklor (TCE);

Nutrien; Limbah

amunisi (TNT,

RDX)

Pohon Phreatophyte

(poplar,willow,

cottonwood,aspen);

Rumput (rye,

Bermuda, sorghum,

fescue); Legum

(clover, alfalfa,

cowpea)

( sumber :Zynda, T. 2007)

2.3 Mekanisme Fitoremediasi

Fitoremediasi adalah pemanfaatan tumbuhan dan mikroba yang berasosiasi

dengan tumbuhan untuk membersihkan lingkungan dari pencemar organik dan

anorganik (Pilon-Smits,2005).

Model fitoremediasi dikembangkan dari pemahaman mengenai interaksi

rizosfer dan senyawa pencemar dalam tanah. Thoma et. al. (2003b),

mengembangkan model fitoremediasi yang didasarkan pada variabel volume

ruang terkait perkembangan rizosfer dalam tanah sesuai dengan pertumbuhan

tanaman. Kerangka kerja konseptual model ini adalah :

Page 8: Isi

8

Sebagai reaktor kontinue, teraduk rata dan beragam volumenya

(Sumber : Thoma et al, 2003)

Setiap zona mengalami perubahan yang ditentukan oleh gaya-gaya yang

berhubungan dengan laju pertumbuhan spesifik dan kematian sistem akar

tumbuhan. Ketika akar baru tumbuh menembus tanah beserta dengan komunitas

mikroba di permukaannnya, badan akar terdekat dengan akar berubah menjadi

rizosfer. Bila akar mati, akar dan volume rizosfer akan berubah menjadi zona akar

membusuk yang selajutnya mengalami humifikasi dan akhirnya menjadi badan

tanah kembali. Siklus akar yang seperti ini akan menyebabkan kontaminan dalam

tanah terpapar pada area komunitas mikroba dan rizosfer, meskipun kontaminan

tersebut tidak bersifat mobil. (Thoma et al, 2003).

Selain memanfaatkan siklus akar, tumbuhan sendiri mempunyai cara untuk

menahan substansi toksik dengan cara biokimia dan fisiologinya serta menahan

substansi nonnutritif organik yang dilakukan pada permukaan akar. Bahan

pencemar tersebut akan dimetabolisme atau diimobilisasi melalui sejumlah proses

termasuk reaksi oksidasi, reduksi dan hidrolisa enzimatis. Berikut merupakan

gambar mekanisme fisiologi fitoremediasi (salt et al, 1998) :

Page 9: Isi

9

(sumber gambar : Https://marno.lecture.ub.ac.id/tag/fitoremediasi. )

Berdasarkan gambar tersebut, mekanisme fitoremediasi dapat dibagi menjadi :

1. Fitoekstraksi : Pemanfaatan tumbuhan pengakumulasi bahan pencemar untuk

memindahkan logam berat atau senyawa organik dari tanah dengan cara

mengakumulasikannya dibagian tumbuhan yang dipanen. Akar tanaman

menyerap limbah logam dari tanah dan mentranslokasikannya kebagian yang

berada diatas tanah. Mekanisme penyerapan polutan lewat pembentukan suatu

zat khelat disebut fitosiderofor telah diketahui secara mendalam pada jenis

rumput-rumputan (Marschner dan Romheld, 1994).

Molekul fitosiderofor yang terbentuk ini akan mengikat (mengkhelat) polutan

dan membawanya ke dalam sel akar melalui peristiwa transport aktif.

Fitosiderofor dapat mengikat beberapa logam antara lain seperti besi, seng,

tembaga dan mangan. Dapat diketahui bahwa berbagai molekul lain berfungsi

serupa, misalnya histidin yang meningkatkan penyerapan nikel pada Alyssum

sp. (Kramer et al., 1996) dan suatu senyawa peptida khusus, fitokhelatin, yang

mengikat selenium pada Brassica juncea (Speiser et al., 1992) dan logam lain

Page 10: Isi

10

seperti timbal, kadmium dan tembaga (Gwozdz et al., 1997). Proses

fitoekstraksi dapat dilihat pada gambar berikut :

(Sumber gambar :http://ratymusfa.blogspot.com/p/fitoremediasi-upaya-air-

limbah-dengan.html)

2. Fitodegradasi : Penguraian zat-zat kontaminan oleh aktivitas mikroba yang

berada disekitar akar tumbuhan, misalnya yeast, fungi dan bakteri. Berikut

disajikan gambar proses fitodegradasi tumbuhan :

Page 11: Isi

11

(sumber gambar :http://ratymusfa.blogspot.com/p/fitoremediasi-upaya-air-limbah-

dengan.html)

Selain oleh aktivitas mikroba, proses degradasi juga dapat berlangsung dengan

bantuan enzim yang dihasilkan oleh tumbuhan tersebut. Zat-zat kontaminan

yang memiliki rantai molekul kompleks akan diuraikan menjadi molekul yang

lebih sederhana sehingga dapat berguna bagi tumbuhan itu sendiri. Berikut

gambar proses fitodegradasi dengan bantuan enzim :

(sumber gambar :http://ratymusfa.blogspot.com/p/fitoremediasi-upaya-air-

limbah-dengan.html)

3. Rhizofiltrasi : Proses adsorbsi zat kontaminan oleh akar. Rhizofiltrasi mirip

dengan fitoekstraksi namun lebih digunakan untuk memulihkan air tanah

terkontaminasi daripada tanah yang tercemar. Proses tersebut dilakukan

dengan pembentukan reduktase spesifik logam di membran akarnya.

Reduktase ini berfungsi mereduksi logam yang selanjutnya diangkut melalui

kanal khusus di dalam membran akar. Setelah logam dibawa masuk ke dalam

sel akar, selanjutnya logam harus diangkut melalui jaringan pengangkut,

yaitu xilem dan floem, ke bagian tumbuhan lain. Untuk meningkatkan

efisiensi pengangkutan, logam diikat oleh molekul khelat. Berbagai molekul

Page 12: Isi

12

khelat yang berfungsi mengikat logam dihasilkan oleh tumbuhan, misalnya

histidin yang terikat pada Ni (Kramer et al., 1996) dan fitokhelatin-glutation

yang terikat pada Cd (Zhu et al., 1999).

Tanaman yang digunakan untuk rhizofiltrasi tidak ditanam langsung pada

daerah tercemar. Tanaman hidroponik ditanam terlebih dahulu pada media air

hingga system perakaran tanaman berkembang. Selanjutnya pasokan air

diganti dengan pasokan air tercemar untuk proses penyesuaian diri tanaman.

Setelah tanaman menjadi acclimatised, barulah tanaman ditanam didaerah

tercemar dimana serapan akar terhadap air tecemar dan kontaminannya akan

sama. Setelah tanaman menjadi jenuh kemudian tanaman dipanen dan dibuang

dengan lebih aman. Metode tersebut pernah dilakukan dengan menanam

bunga matahari pada kolam yang mengandung radio aktif di Chernobyl,

Ukraina.

4. Fitostabilisasi : Penempelan zat-zat kontaminan tertentu pada akar yang tidak

mungkin terserap kedalam batang tumbuhan. Zat-zat tersebut menempel erat

(stabil) pada bagian rhizosfer (bagian disekitar akar yang ditempati oleh

mikroorganisme). Untuk mencegah peracunan logam terhadap sel, tumbuhan

mempunyai mekanisme detoksifikasi, misalnya dengan menimbun logam di

dalam organ tertentu seperti akar (untuk Cd pada Silene dioica [Grant et al.,

1998]), trikhoma (untuk Cd [Salt et al., 1995]), dan lateks (untuk Ni pada

Serbetia acuminata [Collins, 1999]). Zat kontaminan selanjutnya akan dipecah

menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana dengan bantuan

mikroorganisme tertentu sehingga dapat dimanfaatkan oleh tanaman tersebut.

Berikut merupakan gambar proses fitostabilisasi pada tumbuhan :

Page 13: Isi

13

(sumber gambar:http://ratymusfa.blogspot.com/p/fitoremediasi-upaya-air-limbah-

dengan.html)

5. Fitovolatisasi : Pemanfaatan tumbuhan untuk menyerap dan menguapkan

bahan pencemar melalui proses transpirasi dalam bentuk yang tidak berbahaya

lagi bagi lingkungan. Proses fitovolatisasi dapat dilihat pada gambar berikut :

Page 14: Isi

14

(Sumber gambar :http://ratymusfa.blogspot.com/p/fitoremediasi-upaya-air-

limbah-dengan.html)

Tabel 3. Perbedaan mekanisme fitoremediasi (Ghosh dan Singh, 2005;

Erakhrumen, 2007)

No. Proses Mekanisme Kontaminan

1. Phytoextraction Hyper accumulation Inorganik

2. Phytovolatization Volatisation by leaves Organik, inorganik

3. Rhizofiltration Rhizosphere accumulation Organik, inorganik

4. Phytostabilization Complexation Inorganik

5. Phytodegradation Degradation in plant Organik

6. Rhyzodegradation Rhizosphere

biodegradation Organik

Menurut Corseuil & Morena (2000), mekanisme tumbuhan dalam

menghadapi bahan pencemar beracun adalah :

1. Penghindaran (escape) fenologis. Apabila pengaruh yang terjadi pada

tanaman musiman, tanaman dapat menyelesaikan siklus hidupnya pada

musim yang cocok.

2. Ekslusi, yaitu tanaman dapat mengenal ion yang bersifat toksik dan

mencegah penyerapan sehingga tidak mengalami keracunan.

3. Penanggulangan (ameliorasi). Tanaman mengabsorpsi ion tersebut, tetapi

berusaha meminimumkan pengaruhnya. Jenisnya meliputi pembentukan

khelat (chelation), pengenceran, atau bahkan ekskresi.

4. Toleransi. Tanaman dapat mengembangkan sistem metabolit yang dapat

berfungsi pada konsentrasi toksik tertentu dengan bantuan enzim.

Page 15: Isi

15

Tumbuhan dapat bertindak sebagai hiperakumulator, yaitu mempunyai

kemampuan untuk mengkonsentrasikan senyawa organik atau logam di

dalam biomassanya dalam kadar yang luar biasa tinggi. Kebanyakan

tumbuhan mengakumulasi logam, misalnya nikel, sebesar 10 mg/kg berat

kering (BK) (setara dengan 0,001%). Untuk kadmium, kadar setinggi 0,01% (100

mg/kg BK) dianggap sebagai batas hiperakumulator. Sedangkan batas bagi

kobalt, tembaga dan timbal adalah 0,1% (1.000 mg/kg BK) dan untuk seng dan

mangan adalah 1% (10.000 mg/kg BK) (Khan et al., 2000).

Mekanisme penyerapan dan akumulasi logam berat oleh tumbuhan

dapat dibagi menjadi tiga proses yang sinambung, yaitu penyerapan logam

oleh akar, translokasi logam dari akar ke bagian tumbuhan lain, dan lokalisasi

logam pada bagian sel tertentu untuk menjaga agar tidak menghambat

metabolisme tumbuhan tersebut (Connel & Miller,1995).

Pembentukan reduktase spesifik logam di dalam tumbuhan membentuk suatu

molekul reduktase di membran akarnya. Reduktase ini berfungsi mereduksi

logam yang selanjutnya diangkut melalui kanal khusus di dalam membran akar.

Setelah logam dibawa masuk ke dalam sel akar, selanjutnya logam harus

diangkut melalui jaringan pengangkut, yaitu xilem dan floem, kebagian

tumbuhan lain. Untuk meningkatkan efisiensi pengangkutan, logam diikat oleh

molekul khelat. Berbagai molekul khelat yang berfungsi mengikat logam

dihasilkan oleh tumbuhan, misalnya histidin yang terikat pada Ni dan

fitokhelatinglutation yang terikat pada Cd (Salt et al., 1998).

Adapun tahap yang dilalui dalam melakukan fitoremediasi menurut Sumarsih

(2007) meliputi :

1. Memilih tanaman yang toleran dan dapat mengakumulasi bahan pencemar

dengan memanfaatkan keanekaragaman hayati

2. Merancang proses fitoremediasi, setelah tanaman terpilih, menetapkan

metode menumbuhkannya, komposisi media pertumbuhan dan parameter

teknis yang diperlukan

Page 16: Isi

16

3. Pemeliharaan tanaman, dan menetapkan pola pertumbuhan serta kecepatan

pertumbuhan dan pertambahan biomassanya.

4. Penetapan pola penyerapan logam berat (sumber polutan) dan atau

transformasi bahan organik dari tanaman yang digunakan dalam proses

fitoremediasi

5. Penetapan parameter rekayasa (debit dan waktu tinggal limbah) untuk

rancangan pengolah limbah skala tertentu.

2.4 Dampak Fitoremediasi Bagi Lingkungan

Di Indonesia masalah pencemaran terus dihadapi sesuai dengan kemajuan

teknologi sehingga usaha remediasi serta pencegahan pencemaran perlu

diperhatikan. Fitoremediasi yang merupakan suatu sistem remediasi yang menarik

namun masih merupakan teknologi yang sedang berada dalam tahap awal

perkembangannya. Dalam penggunaanya fitoremediasi memiliki beberapa

dampak terhadap lingkungan. Fitoremediasi yang memanfaatkan organisme untuk

memperbaiki lingkungan cenderung memberikan dampak positif bagi lingkungan

dibanding dampak negatifnya. Dampak utama fitoremediasi pada lingkungan

adalah terjadinya perbaikan dan peningkatan kualitas pada lingkungan itu sendiri

(Zulkarnaen, 2008).

2.5 Keuntungan dan Kerugian Fitoremediasi

Menurut Hardyanti (2007), ada beberapa keuntungan dan kerugian dari

teknologi fitoremediasi ini.

1. Keuntungan

- Menghasilkan buangan sekunder yang lebih rendah sifat toksiknya

- Lebih bersahabat dengan lingkungan

- Biaya operasional relatif murah

- Tanaman bisa dengan mudah dikontrol pertumbuhannya

Page 17: Isi

17

- Merupakan cara remediasi yang paling aman bagi lingkungan karena

memanfaatkan tumbuhan

- Memelihara keadaan alami lingkungan

2. Kerugian

Salah satu kerugiannya adalah kemungkinan akibat yang timbul bila

tanaman yang telah menyerap polutan tersebut dikonsumsi oleh hewan dan

serangga. Dampak negatif yang dikhawatirkan adalah terjadinya keracunan

bahkan kematian pada hewan dan serangga atau terjadinya akumulasi logam

pada rantai makanan dalam suatu ekosistem.

Page 18: Isi

18

BAB 3. PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Fitoremediasi merupakan teknik pembersihan, penghilangan,

penyembuhan atau pengurangan zat pencemar dalam tanah atau air dengan

menggunakan bantuan tumbuhan. Agen fitoremediasi dapat berasal dari berbagai

jenis spesies tumbuhan yang memiliki kemampuan untuk meremediasi lingkungan

seperti Arabidobsis, Tomat, Bunga matahari dan lain sebagainya. Berkembangnya

teknologi fitoremediasi selain memberikan keuntungan dalam hal pemulihan

lingkungan juga menimbulkan dampak negative diantaranya terjadinya akumulasi

polutan dalam suatu rantai makanan pada ekosistem.

3.2 Saran

Pengembangan teknologi fitoremediasi harus dapat terus dilakukan hingga

munculnya kerugian dalam pelaksanaannya dapat ditekan seminimal mungkin.

Sehingga penggunaan teknik fitoremediasi dapat sepenuhnya berperan dalam

pemulihan lingkungan tanpa menghasilkan dampak negative baru bagi

lingkungan.

Page 19: Isi

19

DAFTAR PUSTAKA

Baker, A.J.M. 1999. Metal hyperaccumulator plants: a biological resource for

exploitation in the phytoextraction of metal-polluted soils. URL:

http://lbewww.epfl.ch/COST837/ WG2_abstracts.html (21 April 1999;

diakses Mei 2000).

Beegle, D.,1989. The agronomy guide,Department of Agronomy, Penn

StateUniversity

Cincinnati, Ohio, 2000. US ENVIRONMENTAL PROTECTION AGENCY,

“Introduction to Phytoremediation”, National Risk Management Research

Laboratory, US EPA.

Collins, C.D. 1999. Strategies for minimizing environmental contaminants.

Trends Plant Sci. 4:45.

Connel, D.W. & G.J. Miller. 1995. Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran.

Jakarta. UIPress.

Corseuil, H.X & F.N. Moreno. 2000. Phytoremediation Potential Of Willow Trees

For AquifersContaminated With Ethanol-Blended Gasoline. Pergamon

Press. Elsevier Science Ltd.

Erakhrumen, A. A. 2007. Phytoremediation: an environmentally sound

technology for pollution prevention, control and remediation in developing

countries. Educational Research and Review Vol. 2 (7): 151-156.

Gambar jenis fitoremediasi, Https://marno.lecture.ub.ac.id/tag/fitoremediasi.

Diakses 24 februari 2014)

Gambar mekanisme fitoremediasi, http://ratymusfa.blogspot.com/p/fitoremediasi-

upaya-air-limbah-dengan.html . diakses tanggal 20 februari 2014

Page 20: Isi

20

Ghosh, M., and Singh, S. P. 2005. A review on phytoremediation of heavy metals

and utilization of its by-products. Applied Ecology and Environmental

Research, 3(1):1–18.

Grant, & Sam, C. 1998. Mechanisms and strategies for phytoremidiation of

cadnium. Http://lamar.colostate.edu/~samcox/. Deparment of Horticulture

Colorado State, University, Colorado

Gwozdz, T., P. Kotrba, M. Suchova, F. Skacel, K. Demnerova & T. Rumi. 1997.

Accumulation of cadmium by hairy root cultures of Solanum nigrum.

Biotechnology Letters 16 (6): 621-624.

Hardyanti. N & Rahayu S.S. 2007. Fitoremediasi Phospat Dengan Pemanfaatan Enceng

Gondok (Eichhornia Crassipes) (Studi Kasus Pada Limbah Cair Industri Kecil

Laundry). Jurnal PRESIPITASI Vol. 2 No.1 Maret 2007, ISSN 1907-187X

Kelly.E.B.1997. Ground Water Polution: Phytoremediation. Downloading

available at http: www.cee.vt.edu/program_areas

/enviromental/teach/gwprimer/phyto/phyto/html

Kementerian Lingkungan Hidup. 2005. Pengelolaan limbah minyak bumi secara

biologi. Badan Pengendali Dampak Lingkungan, Jakarta

Khan, A.G., C. Kuek., Chaudrhry., C.S. Khoo & W.J. Hayes. 2000. Role of Plant,

Mycorrhizae andPhytochelator in Heavy Metal Contaminated Land

Remediation. Chemosphere 41:197 –207

Kramer, M. Malik, Y.M. Li, S.L. Brown, E.P. Brewer, J.S. Angle dan A.J.M.

Baker. 1996. Phytoremediation of soil metals. Publikasi di web site

(Diakses 15 April 2000).

Mangkoedihardjo, S. 2005. Fitoteknologi dan Ekotoksikologi dalam Desain

Operasi Pengomposan Sampah, Seminar Nasional Teknologi Lingkungan

III ITS (Online), (http://www.its.ac.id/sarwoko-enviro-

Seminar%20sampah%20TL.pdf diakses 8 Maret 2008).

Page 21: Isi

21

Marschner & Romheld. 1994. Research Demonstrates Potential of Plants to

Break Down Some Types of Explosives. URL: http://aec-

www.apgea.army.mil:8080/prod/usaec/op/update/jan96/plants. htm (14

January 2000; diakses Mei 2000).

Panjaitan, sorba. 2008. Fitoremediasi. http://fitoremediasi.blogspot.com/search.

01 April 2009.

Pilon-Smits, E. 2005. Phytoremediation. Annu. Rev. Plant BioI. 56: 15-39.

Salt D E, Smith R D, Raskin I, 1998. Phytoremediation. Annual

RevolutioncPlantPhysiology,49:643648.http://lbewww.epfl.ch/COST837/

WG2_abstracts.html (21 April 1999; diakses Mei 2000).

Salt, S. Dushenkov, O. Zakharova, C. Gussman, Y. Kapulnik, B.D. Ensley dan I.

Raskin. 1995. Enhanced accumulation of Pb in Indian mustard by soil-

applied chelating agents. Environ. Sci. Technol. 31:860-865.

Speiser , C. Kuek., Chaudrhry., C.S. Khoo & W.J. Hayes. 1992. Role of Plant,

Mycorrhizae andPhytochelator in Heavy Metal Contaminated Land

Remediation. Chemosphere 41:197 –207.

Sumarsih.2007.http://sumarsih07.files.wordpress.com/2008/09/xifitoremediasi.pdf

.[diakses 20 februari 2014].

Thoma, G.l , TB. Lam, and D.C Wolf. 2003b. A Mathematical Model of

Phytoremediation for Petroleum Contaminated Soil: Sensitivity Analysis.

Int. 1. Phytorem. 5: 125-136

Thoma, G.], TB. Lam, and D.C Wolf. 2003. A Mathematical Model of

Phytoremediation for Petroleum-Contaminated Soil : Model

Development. Int. 1. Phytorem. 5:41-55.

Udiharto. 1992. Aktivitas Mikroba Dalam Degradasi Crude Oil. Diskusi Ilmiah

VII hasil Penelitian PPPTMGB” LEMIGAS. Jakarta.

Page 22: Isi

22

Zhu, E.A., A.S. Al-Ansari & J.G. Roddick. 1999. Change in the steroidal

alkaloid solasodine during development of Solanum nigrum and Solanum

incanum. Phytochemistry 46 (32): 489-494.

Zulkarnaen, R. 2008. Pengaruh enam jenis agen fitoremediasi dan Kombinasinya

terhadap penurunan konsentrasi Logam besi dan kualitas air sumur.

Sekolah Ilmu Dan Teknologi Hayati. Institut Teknologi Bandung.

Zynda, T. 2007. Phytoremediation, Technical Assistance for Brownfields (TAB)