isi
TRANSCRIPT
1
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) selalu berkembang sesuai
dengan kebutuhan hidup manusia, dimana tujuan akhir dari perkembangan
IPTEK tersebut adalah mewujudkan dan meningkatkan kesejahteraan
manusia. Untuk mencapai tujuan tersebut diharapkan tidak ada dampak
negatif bagi manusia khususnya dan lingkungan hidup pada umumnya. Jika
ada dampak negatif, itupun harus diusahakan seminimal mungkin.
Salah satu dampak negatif dari berkembangnya IPTEK adalah
pencemaran lingkungan, baik pencemaran udara, air maupun tanah. Bila
terjadi pencemaran di dalam suatu komponen lingkungan, maka pertama-tama
akan terjadi akumulasi zat pencemar (polutan) pada komponen lingkungan
tersebut, kemudian polutan akan menyebar ke lingkungan sekitarnya.
Pencemaran lingkungan dapat menurunkan kualitas lingkungan. Apabila
kualitas lingkungan menurun dan melewati ambang batas maka dapat
memberikan dampak negatif bagi kelangsungan hidup manusia, hewan dan
tumbuhan, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Salah satu metode pemulihan kualitas lingkungan yang tercemar
adalah menggunakan teknik fitoremediasi. Teknik fitoremediasi didefinisikan
sebagai teknologi pembersihan, penghilangan atau pengurangan zat pencemar
dalam tanah atau air dengan menggunakan bantuan tanaman. Dengan
demikian diharapkan dampak negatif dari perkembangan IPTEK yang berupa
pencemaran lingkungan dapat diatasi sehingga kemajuan IPTEK sepenuhnya
dapat memberikan kesejahteraan bagi kehidupan seluruh makhluk hidup
didunia.
1.2 Rumusan Masalah
1) Apa yang dimaksud dengan fitoremediasi ?
2
2) Bahan apa saja yang dapat dimanfaatkan sebagai agen fitoremediasi ?
3) Bagaimana mekanisme fitoremediasi lingkungan ?
4) Bagaimana dampak fitoremediasi terhadap lingkungan ?
5) Apa saja keuntungan dan kerugian penerapan fitoremediasi sebagai
metode alternative dalam meminimalisasi pencemaran lingkungan ?
1.3 Tujuan
1) Mengetahui definisi dari fitoremediasi,
2) Mengetahui bahan-bahan yang dapat dimanfaatkan sebagai agen
fitoremediasi lingkungan, serta
3) Mengetahui mekanisme fitoremediasi lingkungan.
4) Mengetahui dampak fitoremediasi terhadap lingkungan.
5) Mengetahui keuntungan dan kerugian penerapan fitoremediasi sebagai
metode alternative dalam meminimalisasi pencemaran lingkungan.
3
BAB 2. PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Fitoremediasi
Limbah adalah bahan pencemar yang bersifat racun dan berbahaya.
Limbah tersebut umumnya diolah secara fisika dan kimia diantaranya melalui
proses penyaringan, pengendapan, atau penyerapan. Cara-cara tersebut dapat
menghilangkan bahan pencemar dengan cepat namun membutuhkan biaya yang
relative mahal. Penggunaan bahan kimia selain mahal juga menimbulkan resiko
pencemaran baru, sehingga diperlukan cara alternative yang lebih murah serta
ramah lingkungan.
Dalam dua dekade terakhir upaya kegiatan pemulihan lingkungan melalui
pendekatan secara biologis mulai memperoleh perhatian serius dari pemerintah
(Kementrian Lingkungan Hidup, 2005). Upaya pemulihan tersebut dikenal dengan
bioremediasi. Bioremediasi merupakan suatu proses pemulihan (remediasi) lahan
yang tercemar limbah organik maupun limbah anorganik dengan memanfaatkan
organisme. Pengolahan dengan menggunakan organisme merupakan alternative
pemulihan lingkungan yang murah, efektif dan ramah lingkungan. Disamping itu
bioremediasi menghasilkan senyawa akhir yang lebih stabil dan tidak beracun
(Mangkoediharjo, 2005).
Salah satu metode remediasi yang dapat digunakan adalah fitoremediasi.
Istilah fitoremediasi berasal dari bahasa inggris yaitu phytoremediation. Kata
tersebut tersusun dari kata “phyto” yang berasal dari bahasa Yunani yaitu phyton
yang berarti tumbuhan dan “remediation” yang berasal dari bahasa Latin yaitu
remedium yang berarti menyembuhkan. Dengan demikian fitoremediasi adalah
pemanfaatan tumbuhan untuk meminimalisasi dan mendetoksifikasi bahan
pencemar, karena tanaman memiliki kemampuan menyerap logam-logam berat
dan mineral yang tinggi atau sebagai fitoakumulator (Udiharto, 1992).
4
Fitoremediasi adalah teknik pembersihan, penghilangan, penyembuhan
atau pengurangan zat pencemar dalam tanah atau air dengan menggunakan
bantuan tumbuhan (Cincinnati, 2000). Menurut Beegle (1989), teknik
fitoremediasi merupakan salah satu teknologi secara biologi yang memanfaatkan
tumbuhan atau mikroorganisme yang dapat berasosiasi untuk mengurangi polutan
lingkungan baik pada air, tanah, dan udara.
Konsep pemanfaatan tumbuhan untuk meremediasi tanah terkontaminasi
bahan pencemar adalah pengembangan terbaru dalam teknik pengolahan limbah.
Fitoremediasi dapat diaplikasikan pada limbah organik maupun anorganik serta
unsur logam (As, Cd, Cr, Hg, Pb, Zn, Ni, dan Cu) dalam bentuk padat, cair
maupun gas (Salt et al., 1998).
2.2 Agen Fitoremediasi
Pemanfaatan tumbuhan untuk remediasi lingkungan sangat ditentukan
oleh pemahaman tentang penyerapan logam serta penyerapan dan atau degradasi
senyawa organik oleh tumbuhan. Tumbuhan harus bersifat hipertoleran agar dapat
mengakumulasi sejumlah besar logam berat ataupun polutan lain di dalam
batang serta daun. Tumbuhan harus mampu menyerap polutan dari dalam larutan
tanah dengan laju penyerapan yang tinggi.Tumbuhan harus mempunyai
kemampuan untuk mentranslokasi logam berat yang diserap akar ke bagian
batang serta daun (Panjaitan,2008).
Dalam hubungannya dengan pemanfaatan tumbuhan sebagai agensia
pemulihan lingkungan tercemar, Baker (1999) mengemukakan prasyarat, yaitu:
1) Laju akumulasi tinggi
2) Mempunyai kemampuan meremediasi lebih dari satu polutan
3) Mempunyai kemampuan tumbuh cepat dengan produksi biomassa tinggi
4) Tanaman harus tahan hama dan penyakit,serta
5
5) Toleransi yang tinggi terhadap polutan
Pemilihan tumbuhan yang mempunyai daya serap dan akumulasi tinggi
terhadap logam berat merupakan prioritas yang sangat penting. Beberapa jenis
tumbuhan yang dapat digunakan sebagai agen fitoremediasi dapat dilihat pada
table berikut :
Tabel. 1. Daftar Tanaman dan senyawa kimia yang dapat diremediasi
Tanaman Seyawa kimia
Arabidopsis Merkuri
Blader Champion Seng, tembaga
Famili Brasicaceae Selenium, sulfur, timbal, cadmium, Chromium, nikel,
seng, tembaga, cesium, strotium
Buxaceae Nikel
Famili Compositae Cesium Srontium
Euphorbiaceae Nikel
Tomat Tembaga, seng, timbal
Poplar Pestisida, atrazine,TCE, carbon trtachlorida, senyawa
nitrogen, TNT
Pennycrees Seng, cadmium
Bunga matahari Cesium, strotium, uranium
Genus lemma Limbah bom
Parrot feather Limbah bom
Arrow root TNT, RDX
6
Perenial rye grass Polychlorinatedphenyl, Polyaromatic hidrokarbon
(Sumber : Kelly, 1997)
Contoh lain aplikasi fitoremediasi mengatasi berbagai polutan dan tanaman
yang dapat dipilih, dapat dilihat pada tabel 2 sebagai berikut:
Tabel 2. Aplikasi fitoremediasi dan jenis tanaman yang digunakan
no Aplikasi Media Polutan Jenis Tanaman
1 Fitovolatisasi Tanah, air
bawah tanah,
tempat
pengelolaan air
limbah
Herbisida
(atrazine,alachlor);
Aromatik (BTEX)
; Alifatik berklor
(TCE); Nutrien;
Limbah amunisi
(TNT,RDX)
Pohon Phreatophyte
(poplar,willow,
cottonwood,aspen);
Rumput(rye,
Bermuda, sorghum,
fescue); Legum
(clover, alfalfa,
cowpea)
2 Stimulasi
mikroba
Tanah,sedimen
,
Tempat
pengolahan
air limbah
Organik
(pestisida,
aromatik, dan
polynuclear
aromatic
hydrocarbon/PAH
)
Penghasil fenolik
(mulberry, apel,
osage,
jeruk); Rumput
(rye,fescue,bermuda)
;
Tanaman air untuk
sedimen
3 Fitostabilisasi Tanah sedimen Logam (Pb, Cd,
Zn, As, Cu, Cr,
Se, U), Organik
hidrofobik (PAH,
PCB, DDT
,dieldrin)
Pohon
Phreatophytedengan
transpirasi tinggi
(kontrol hidrolis);
Rumput pencegah
erosi; Sietem
7
perakaran rapat
untuk menyerap
kontaminan
4 Fitoekstraksi Tanah, rawa,
sedimen
Logam (Pb, Cd,
Zn,As,Cu,Cr,Se,U
)dengan
pemberian EDTA
untuk Pb dan
Selenium
Bunga matahari;
Indian Mustard;
Rape seed ; Barle,
Hops; Crucifera;
tanaman
Serpentine; Nettle,
dandelion
5 Fitodegradasi Tanah, air
bawah tanah,
tempat
pengelolaan air
limbah
Herbisida(atrazine
,alachlor);
Aromatik
(BTEX); Alifatik
berklor (TCE);
Nutrien; Limbah
amunisi (TNT,
RDX)
Pohon Phreatophyte
(poplar,willow,
cottonwood,aspen);
Rumput (rye,
Bermuda, sorghum,
fescue); Legum
(clover, alfalfa,
cowpea)
( sumber :Zynda, T. 2007)
2.3 Mekanisme Fitoremediasi
Fitoremediasi adalah pemanfaatan tumbuhan dan mikroba yang berasosiasi
dengan tumbuhan untuk membersihkan lingkungan dari pencemar organik dan
anorganik (Pilon-Smits,2005).
Model fitoremediasi dikembangkan dari pemahaman mengenai interaksi
rizosfer dan senyawa pencemar dalam tanah. Thoma et. al. (2003b),
mengembangkan model fitoremediasi yang didasarkan pada variabel volume
ruang terkait perkembangan rizosfer dalam tanah sesuai dengan pertumbuhan
tanaman. Kerangka kerja konseptual model ini adalah :
8
Sebagai reaktor kontinue, teraduk rata dan beragam volumenya
(Sumber : Thoma et al, 2003)
Setiap zona mengalami perubahan yang ditentukan oleh gaya-gaya yang
berhubungan dengan laju pertumbuhan spesifik dan kematian sistem akar
tumbuhan. Ketika akar baru tumbuh menembus tanah beserta dengan komunitas
mikroba di permukaannnya, badan akar terdekat dengan akar berubah menjadi
rizosfer. Bila akar mati, akar dan volume rizosfer akan berubah menjadi zona akar
membusuk yang selajutnya mengalami humifikasi dan akhirnya menjadi badan
tanah kembali. Siklus akar yang seperti ini akan menyebabkan kontaminan dalam
tanah terpapar pada area komunitas mikroba dan rizosfer, meskipun kontaminan
tersebut tidak bersifat mobil. (Thoma et al, 2003).
Selain memanfaatkan siklus akar, tumbuhan sendiri mempunyai cara untuk
menahan substansi toksik dengan cara biokimia dan fisiologinya serta menahan
substansi nonnutritif organik yang dilakukan pada permukaan akar. Bahan
pencemar tersebut akan dimetabolisme atau diimobilisasi melalui sejumlah proses
termasuk reaksi oksidasi, reduksi dan hidrolisa enzimatis. Berikut merupakan
gambar mekanisme fisiologi fitoremediasi (salt et al, 1998) :
9
(sumber gambar : Https://marno.lecture.ub.ac.id/tag/fitoremediasi. )
Berdasarkan gambar tersebut, mekanisme fitoremediasi dapat dibagi menjadi :
1. Fitoekstraksi : Pemanfaatan tumbuhan pengakumulasi bahan pencemar untuk
memindahkan logam berat atau senyawa organik dari tanah dengan cara
mengakumulasikannya dibagian tumbuhan yang dipanen. Akar tanaman
menyerap limbah logam dari tanah dan mentranslokasikannya kebagian yang
berada diatas tanah. Mekanisme penyerapan polutan lewat pembentukan suatu
zat khelat disebut fitosiderofor telah diketahui secara mendalam pada jenis
rumput-rumputan (Marschner dan Romheld, 1994).
Molekul fitosiderofor yang terbentuk ini akan mengikat (mengkhelat) polutan
dan membawanya ke dalam sel akar melalui peristiwa transport aktif.
Fitosiderofor dapat mengikat beberapa logam antara lain seperti besi, seng,
tembaga dan mangan. Dapat diketahui bahwa berbagai molekul lain berfungsi
serupa, misalnya histidin yang meningkatkan penyerapan nikel pada Alyssum
sp. (Kramer et al., 1996) dan suatu senyawa peptida khusus, fitokhelatin, yang
mengikat selenium pada Brassica juncea (Speiser et al., 1992) dan logam lain
10
seperti timbal, kadmium dan tembaga (Gwozdz et al., 1997). Proses
fitoekstraksi dapat dilihat pada gambar berikut :
(Sumber gambar :http://ratymusfa.blogspot.com/p/fitoremediasi-upaya-air-
limbah-dengan.html)
2. Fitodegradasi : Penguraian zat-zat kontaminan oleh aktivitas mikroba yang
berada disekitar akar tumbuhan, misalnya yeast, fungi dan bakteri. Berikut
disajikan gambar proses fitodegradasi tumbuhan :
11
(sumber gambar :http://ratymusfa.blogspot.com/p/fitoremediasi-upaya-air-limbah-
dengan.html)
Selain oleh aktivitas mikroba, proses degradasi juga dapat berlangsung dengan
bantuan enzim yang dihasilkan oleh tumbuhan tersebut. Zat-zat kontaminan
yang memiliki rantai molekul kompleks akan diuraikan menjadi molekul yang
lebih sederhana sehingga dapat berguna bagi tumbuhan itu sendiri. Berikut
gambar proses fitodegradasi dengan bantuan enzim :
(sumber gambar :http://ratymusfa.blogspot.com/p/fitoremediasi-upaya-air-
limbah-dengan.html)
3. Rhizofiltrasi : Proses adsorbsi zat kontaminan oleh akar. Rhizofiltrasi mirip
dengan fitoekstraksi namun lebih digunakan untuk memulihkan air tanah
terkontaminasi daripada tanah yang tercemar. Proses tersebut dilakukan
dengan pembentukan reduktase spesifik logam di membran akarnya.
Reduktase ini berfungsi mereduksi logam yang selanjutnya diangkut melalui
kanal khusus di dalam membran akar. Setelah logam dibawa masuk ke dalam
sel akar, selanjutnya logam harus diangkut melalui jaringan pengangkut,
yaitu xilem dan floem, ke bagian tumbuhan lain. Untuk meningkatkan
efisiensi pengangkutan, logam diikat oleh molekul khelat. Berbagai molekul
12
khelat yang berfungsi mengikat logam dihasilkan oleh tumbuhan, misalnya
histidin yang terikat pada Ni (Kramer et al., 1996) dan fitokhelatin-glutation
yang terikat pada Cd (Zhu et al., 1999).
Tanaman yang digunakan untuk rhizofiltrasi tidak ditanam langsung pada
daerah tercemar. Tanaman hidroponik ditanam terlebih dahulu pada media air
hingga system perakaran tanaman berkembang. Selanjutnya pasokan air
diganti dengan pasokan air tercemar untuk proses penyesuaian diri tanaman.
Setelah tanaman menjadi acclimatised, barulah tanaman ditanam didaerah
tercemar dimana serapan akar terhadap air tecemar dan kontaminannya akan
sama. Setelah tanaman menjadi jenuh kemudian tanaman dipanen dan dibuang
dengan lebih aman. Metode tersebut pernah dilakukan dengan menanam
bunga matahari pada kolam yang mengandung radio aktif di Chernobyl,
Ukraina.
4. Fitostabilisasi : Penempelan zat-zat kontaminan tertentu pada akar yang tidak
mungkin terserap kedalam batang tumbuhan. Zat-zat tersebut menempel erat
(stabil) pada bagian rhizosfer (bagian disekitar akar yang ditempati oleh
mikroorganisme). Untuk mencegah peracunan logam terhadap sel, tumbuhan
mempunyai mekanisme detoksifikasi, misalnya dengan menimbun logam di
dalam organ tertentu seperti akar (untuk Cd pada Silene dioica [Grant et al.,
1998]), trikhoma (untuk Cd [Salt et al., 1995]), dan lateks (untuk Ni pada
Serbetia acuminata [Collins, 1999]). Zat kontaminan selanjutnya akan dipecah
menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana dengan bantuan
mikroorganisme tertentu sehingga dapat dimanfaatkan oleh tanaman tersebut.
Berikut merupakan gambar proses fitostabilisasi pada tumbuhan :
13
(sumber gambar:http://ratymusfa.blogspot.com/p/fitoremediasi-upaya-air-limbah-
dengan.html)
5. Fitovolatisasi : Pemanfaatan tumbuhan untuk menyerap dan menguapkan
bahan pencemar melalui proses transpirasi dalam bentuk yang tidak berbahaya
lagi bagi lingkungan. Proses fitovolatisasi dapat dilihat pada gambar berikut :
14
(Sumber gambar :http://ratymusfa.blogspot.com/p/fitoremediasi-upaya-air-
limbah-dengan.html)
Tabel 3. Perbedaan mekanisme fitoremediasi (Ghosh dan Singh, 2005;
Erakhrumen, 2007)
No. Proses Mekanisme Kontaminan
1. Phytoextraction Hyper accumulation Inorganik
2. Phytovolatization Volatisation by leaves Organik, inorganik
3. Rhizofiltration Rhizosphere accumulation Organik, inorganik
4. Phytostabilization Complexation Inorganik
5. Phytodegradation Degradation in plant Organik
6. Rhyzodegradation Rhizosphere
biodegradation Organik
Menurut Corseuil & Morena (2000), mekanisme tumbuhan dalam
menghadapi bahan pencemar beracun adalah :
1. Penghindaran (escape) fenologis. Apabila pengaruh yang terjadi pada
tanaman musiman, tanaman dapat menyelesaikan siklus hidupnya pada
musim yang cocok.
2. Ekslusi, yaitu tanaman dapat mengenal ion yang bersifat toksik dan
mencegah penyerapan sehingga tidak mengalami keracunan.
3. Penanggulangan (ameliorasi). Tanaman mengabsorpsi ion tersebut, tetapi
berusaha meminimumkan pengaruhnya. Jenisnya meliputi pembentukan
khelat (chelation), pengenceran, atau bahkan ekskresi.
4. Toleransi. Tanaman dapat mengembangkan sistem metabolit yang dapat
berfungsi pada konsentrasi toksik tertentu dengan bantuan enzim.
15
Tumbuhan dapat bertindak sebagai hiperakumulator, yaitu mempunyai
kemampuan untuk mengkonsentrasikan senyawa organik atau logam di
dalam biomassanya dalam kadar yang luar biasa tinggi. Kebanyakan
tumbuhan mengakumulasi logam, misalnya nikel, sebesar 10 mg/kg berat
kering (BK) (setara dengan 0,001%). Untuk kadmium, kadar setinggi 0,01% (100
mg/kg BK) dianggap sebagai batas hiperakumulator. Sedangkan batas bagi
kobalt, tembaga dan timbal adalah 0,1% (1.000 mg/kg BK) dan untuk seng dan
mangan adalah 1% (10.000 mg/kg BK) (Khan et al., 2000).
Mekanisme penyerapan dan akumulasi logam berat oleh tumbuhan
dapat dibagi menjadi tiga proses yang sinambung, yaitu penyerapan logam
oleh akar, translokasi logam dari akar ke bagian tumbuhan lain, dan lokalisasi
logam pada bagian sel tertentu untuk menjaga agar tidak menghambat
metabolisme tumbuhan tersebut (Connel & Miller,1995).
Pembentukan reduktase spesifik logam di dalam tumbuhan membentuk suatu
molekul reduktase di membran akarnya. Reduktase ini berfungsi mereduksi
logam yang selanjutnya diangkut melalui kanal khusus di dalam membran akar.
Setelah logam dibawa masuk ke dalam sel akar, selanjutnya logam harus
diangkut melalui jaringan pengangkut, yaitu xilem dan floem, kebagian
tumbuhan lain. Untuk meningkatkan efisiensi pengangkutan, logam diikat oleh
molekul khelat. Berbagai molekul khelat yang berfungsi mengikat logam
dihasilkan oleh tumbuhan, misalnya histidin yang terikat pada Ni dan
fitokhelatinglutation yang terikat pada Cd (Salt et al., 1998).
Adapun tahap yang dilalui dalam melakukan fitoremediasi menurut Sumarsih
(2007) meliputi :
1. Memilih tanaman yang toleran dan dapat mengakumulasi bahan pencemar
dengan memanfaatkan keanekaragaman hayati
2. Merancang proses fitoremediasi, setelah tanaman terpilih, menetapkan
metode menumbuhkannya, komposisi media pertumbuhan dan parameter
teknis yang diperlukan
16
3. Pemeliharaan tanaman, dan menetapkan pola pertumbuhan serta kecepatan
pertumbuhan dan pertambahan biomassanya.
4. Penetapan pola penyerapan logam berat (sumber polutan) dan atau
transformasi bahan organik dari tanaman yang digunakan dalam proses
fitoremediasi
5. Penetapan parameter rekayasa (debit dan waktu tinggal limbah) untuk
rancangan pengolah limbah skala tertentu.
2.4 Dampak Fitoremediasi Bagi Lingkungan
Di Indonesia masalah pencemaran terus dihadapi sesuai dengan kemajuan
teknologi sehingga usaha remediasi serta pencegahan pencemaran perlu
diperhatikan. Fitoremediasi yang merupakan suatu sistem remediasi yang menarik
namun masih merupakan teknologi yang sedang berada dalam tahap awal
perkembangannya. Dalam penggunaanya fitoremediasi memiliki beberapa
dampak terhadap lingkungan. Fitoremediasi yang memanfaatkan organisme untuk
memperbaiki lingkungan cenderung memberikan dampak positif bagi lingkungan
dibanding dampak negatifnya. Dampak utama fitoremediasi pada lingkungan
adalah terjadinya perbaikan dan peningkatan kualitas pada lingkungan itu sendiri
(Zulkarnaen, 2008).
2.5 Keuntungan dan Kerugian Fitoremediasi
Menurut Hardyanti (2007), ada beberapa keuntungan dan kerugian dari
teknologi fitoremediasi ini.
1. Keuntungan
- Menghasilkan buangan sekunder yang lebih rendah sifat toksiknya
- Lebih bersahabat dengan lingkungan
- Biaya operasional relatif murah
- Tanaman bisa dengan mudah dikontrol pertumbuhannya
17
- Merupakan cara remediasi yang paling aman bagi lingkungan karena
memanfaatkan tumbuhan
- Memelihara keadaan alami lingkungan
2. Kerugian
Salah satu kerugiannya adalah kemungkinan akibat yang timbul bila
tanaman yang telah menyerap polutan tersebut dikonsumsi oleh hewan dan
serangga. Dampak negatif yang dikhawatirkan adalah terjadinya keracunan
bahkan kematian pada hewan dan serangga atau terjadinya akumulasi logam
pada rantai makanan dalam suatu ekosistem.
18
BAB 3. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Fitoremediasi merupakan teknik pembersihan, penghilangan,
penyembuhan atau pengurangan zat pencemar dalam tanah atau air dengan
menggunakan bantuan tumbuhan. Agen fitoremediasi dapat berasal dari berbagai
jenis spesies tumbuhan yang memiliki kemampuan untuk meremediasi lingkungan
seperti Arabidobsis, Tomat, Bunga matahari dan lain sebagainya. Berkembangnya
teknologi fitoremediasi selain memberikan keuntungan dalam hal pemulihan
lingkungan juga menimbulkan dampak negative diantaranya terjadinya akumulasi
polutan dalam suatu rantai makanan pada ekosistem.
3.2 Saran
Pengembangan teknologi fitoremediasi harus dapat terus dilakukan hingga
munculnya kerugian dalam pelaksanaannya dapat ditekan seminimal mungkin.
Sehingga penggunaan teknik fitoremediasi dapat sepenuhnya berperan dalam
pemulihan lingkungan tanpa menghasilkan dampak negative baru bagi
lingkungan.
19
DAFTAR PUSTAKA
Baker, A.J.M. 1999. Metal hyperaccumulator plants: a biological resource for
exploitation in the phytoextraction of metal-polluted soils. URL:
http://lbewww.epfl.ch/COST837/ WG2_abstracts.html (21 April 1999;
diakses Mei 2000).
Beegle, D.,1989. The agronomy guide,Department of Agronomy, Penn
StateUniversity
Cincinnati, Ohio, 2000. US ENVIRONMENTAL PROTECTION AGENCY,
“Introduction to Phytoremediation”, National Risk Management Research
Laboratory, US EPA.
Collins, C.D. 1999. Strategies for minimizing environmental contaminants.
Trends Plant Sci. 4:45.
Connel, D.W. & G.J. Miller. 1995. Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran.
Jakarta. UIPress.
Corseuil, H.X & F.N. Moreno. 2000. Phytoremediation Potential Of Willow Trees
For AquifersContaminated With Ethanol-Blended Gasoline. Pergamon
Press. Elsevier Science Ltd.
Erakhrumen, A. A. 2007. Phytoremediation: an environmentally sound
technology for pollution prevention, control and remediation in developing
countries. Educational Research and Review Vol. 2 (7): 151-156.
Gambar jenis fitoremediasi, Https://marno.lecture.ub.ac.id/tag/fitoremediasi.
Diakses 24 februari 2014)
Gambar mekanisme fitoremediasi, http://ratymusfa.blogspot.com/p/fitoremediasi-
upaya-air-limbah-dengan.html . diakses tanggal 20 februari 2014
20
Ghosh, M., and Singh, S. P. 2005. A review on phytoremediation of heavy metals
and utilization of its by-products. Applied Ecology and Environmental
Research, 3(1):1–18.
Grant, & Sam, C. 1998. Mechanisms and strategies for phytoremidiation of
cadnium. Http://lamar.colostate.edu/~samcox/. Deparment of Horticulture
Colorado State, University, Colorado
Gwozdz, T., P. Kotrba, M. Suchova, F. Skacel, K. Demnerova & T. Rumi. 1997.
Accumulation of cadmium by hairy root cultures of Solanum nigrum.
Biotechnology Letters 16 (6): 621-624.
Hardyanti. N & Rahayu S.S. 2007. Fitoremediasi Phospat Dengan Pemanfaatan Enceng
Gondok (Eichhornia Crassipes) (Studi Kasus Pada Limbah Cair Industri Kecil
Laundry). Jurnal PRESIPITASI Vol. 2 No.1 Maret 2007, ISSN 1907-187X
Kelly.E.B.1997. Ground Water Polution: Phytoremediation. Downloading
available at http: www.cee.vt.edu/program_areas
/enviromental/teach/gwprimer/phyto/phyto/html
Kementerian Lingkungan Hidup. 2005. Pengelolaan limbah minyak bumi secara
biologi. Badan Pengendali Dampak Lingkungan, Jakarta
Khan, A.G., C. Kuek., Chaudrhry., C.S. Khoo & W.J. Hayes. 2000. Role of Plant,
Mycorrhizae andPhytochelator in Heavy Metal Contaminated Land
Remediation. Chemosphere 41:197 –207
Kramer, M. Malik, Y.M. Li, S.L. Brown, E.P. Brewer, J.S. Angle dan A.J.M.
Baker. 1996. Phytoremediation of soil metals. Publikasi di web site
(Diakses 15 April 2000).
Mangkoedihardjo, S. 2005. Fitoteknologi dan Ekotoksikologi dalam Desain
Operasi Pengomposan Sampah, Seminar Nasional Teknologi Lingkungan
III ITS (Online), (http://www.its.ac.id/sarwoko-enviro-
Seminar%20sampah%20TL.pdf diakses 8 Maret 2008).
21
Marschner & Romheld. 1994. Research Demonstrates Potential of Plants to
Break Down Some Types of Explosives. URL: http://aec-
www.apgea.army.mil:8080/prod/usaec/op/update/jan96/plants. htm (14
January 2000; diakses Mei 2000).
Panjaitan, sorba. 2008. Fitoremediasi. http://fitoremediasi.blogspot.com/search.
01 April 2009.
Pilon-Smits, E. 2005. Phytoremediation. Annu. Rev. Plant BioI. 56: 15-39.
Salt D E, Smith R D, Raskin I, 1998. Phytoremediation. Annual
RevolutioncPlantPhysiology,49:643648.http://lbewww.epfl.ch/COST837/
WG2_abstracts.html (21 April 1999; diakses Mei 2000).
Salt, S. Dushenkov, O. Zakharova, C. Gussman, Y. Kapulnik, B.D. Ensley dan I.
Raskin. 1995. Enhanced accumulation of Pb in Indian mustard by soil-
applied chelating agents. Environ. Sci. Technol. 31:860-865.
Speiser , C. Kuek., Chaudrhry., C.S. Khoo & W.J. Hayes. 1992. Role of Plant,
Mycorrhizae andPhytochelator in Heavy Metal Contaminated Land
Remediation. Chemosphere 41:197 –207.
Sumarsih.2007.http://sumarsih07.files.wordpress.com/2008/09/xifitoremediasi.pdf
.[diakses 20 februari 2014].
Thoma, G.l , TB. Lam, and D.C Wolf. 2003b. A Mathematical Model of
Phytoremediation for Petroleum Contaminated Soil: Sensitivity Analysis.
Int. 1. Phytorem. 5: 125-136
Thoma, G.], TB. Lam, and D.C Wolf. 2003. A Mathematical Model of
Phytoremediation for Petroleum-Contaminated Soil : Model
Development. Int. 1. Phytorem. 5:41-55.
Udiharto. 1992. Aktivitas Mikroba Dalam Degradasi Crude Oil. Diskusi Ilmiah
VII hasil Penelitian PPPTMGB” LEMIGAS. Jakarta.
22
Zhu, E.A., A.S. Al-Ansari & J.G. Roddick. 1999. Change in the steroidal
alkaloid solasodine during development of Solanum nigrum and Solanum
incanum. Phytochemistry 46 (32): 489-494.
Zulkarnaen, R. 2008. Pengaruh enam jenis agen fitoremediasi dan Kombinasinya
terhadap penurunan konsentrasi Logam besi dan kualitas air sumur.
Sekolah Ilmu Dan Teknologi Hayati. Institut Teknologi Bandung.
Zynda, T. 2007. Phytoremediation, Technical Assistance for Brownfields (TAB)