isi

41
1. Penyakit Kardiovaskular Penyakit kardiovaskuler dinyatakan sebagai penyebab kematian utama dengan kontribusi sebesar 19,8% dari total kematian pada tahun 1993 dan meningkat menjadi 24,4% pada tahun 1998. !" memperkirakan 1#,$ juta populasi meninggal akibat penyakit kardiovaskular pada tahun 2 $, angka tersebut me&akili 3 % dari seluruh kematian. 'ari jumlah kematia tersebut, #,( juta kematian disebabkan penyakit jantung koroner dan $,# kematian disebabkan kanker. sekitar 8 % dari kematian tersebut terjadi negara ) negara berpendapatan rendah dan menengah. jika trend berlanjut, maka di tahun 2 1$ diperkirakan sekitar 2 jutaorang akan meninggalakibat penyakit kardiovaskular *khususnya Penyakit +antung oroner dan stroke-. alah satu tipe penyakit kardiovaskuler yang paling sering masyarakat adalah penyakit jantung iskemik. Penyakit ini terjadi ketika bagian dalam arteri tertimbun plaquesehingga menyebabkan pembuluh darah semakin sempit dan aliran darah yang kaya akan oksigen terhambat sehing supply oksigen ke otot jantung juga menurun.Pada kondisi tertent bekuan darah menghambat aliran darahmenuju otot jantung se/ara total menyebabkan terjadinya0 Unstableangina, Non-ST segment elevation myocardial Infarction * 5-, ST segment elevation myocardial lnfa * 5-. Sindrom Koroner Akut indrom oroner 6kut terdiri atas 3 kondisi, yaitu Unstable Angi Pectoris (UAP, Non ST !levation "yocardial Infarction (NST!"I, !levation "yocardial Infarction (ST!"I#7okus pembahasan ini adalah penanganan a&al pasien 5 dengan terapi reper usi. Per usi terhenti akibat oklusi koroner yang mendadak. erapi reper usi adalah mengembalikan per usi miokard menjadi normal kembali. eper usi dilakukan adalah dengan menghilangkan trombus. enghan/urkan trom dapat dilakukan dengan menggunakan obat, etode menghan/urkan trombus 1

Upload: rico-irawan

Post on 04-Nov-2015

233 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

mdss

TRANSCRIPT

1. Penyakit KardiovaskularPenyakit kardiovaskuler dinyatakan sebagai penyebab kematian utama dengan kontribusi sebesar 19,8% dari total kematian pada tahun 1993 dan meningkat menjadi 24,4% pada tahun 1998. WHO memperkirakan 17,5 juta populasi meninggal akibat penyakit kardiovaskular pada tahun 2005, dimana angka tersebut mewakili 30 % dari seluruh kematian. Dari jumlah kematian tersebut, 7,6 juta kematian disebabkan penyakit jantung koroner dan 5,7 juta kematian disebabkan kanker. sekitar 80 % dari kematian tersebut terjadi pada negara negara berpendapatan rendah dan menengah. jika trend tersebut berlanjut, maka di tahun 2015 diperkirakan sekitar 20 juta orang akan meninggal akibat penyakit kardiovaskular (khususnya Penyakit Jantung Koroner dan stroke).Salah satu tipe penyakit kardiovaskuler yang paling sering terjadi masyarakat adalah penyakit jantung iskemik. Penyakit ini terjadi ketika dinding bagian dalam arteri tertimbun plaque sehingga menyebabkan pembuluh darah semakin sempit dan aliran darah yang kaya akan oksigen terhambat sehingga supply oksigen ke otot jantung juga menurun.Pada kondisi tertentu ketika bekuan darah menghambat aliran darah menuju otot jantung secara total menyebabkan terjadinya: Unstable angina, Non-ST segment elevation myocardial Infarction (NSTEMI), ST segment elevation myocardial lnfarction (STEMI).Sindrom Koroner AkutSindrom Koroner Akut terdiri atas 3 kondisi, yaituUnstable Angina Pectoris (UAP), Non ST Elevation Myocardial Infarction (NSTEMI),danST Elevation Myocardial Infarction (STEMI). Fokus pembahasan ini adalah penanganan awal pasien STEMI dengan terapi reperfusi. Perfusi miokard terhenti akibat oklusi koroner yang mendadak. Terapi reperfusi adalah upaya mengembalikan perfusi miokard menjadi normal kembali. Reperfusi yang dilakukan adalah dengan menghilangkan trombus. Menghancurkan trombus dapat dilakukan dengan menggunakan obat, Metode menghancurkan trombus dengan obat dikenal sebagaiterapi Fibrinolitik. Mengeluarkan trombus dilakukan dengan menggunakan alat atau tindakan. Metode mengeluarkan trombus dengan alat atau tindakan dikenal dengan istilahPrimary PCI (Percutaneous Coronary Intervention).Yang dimaksud ke dalam angina tak stabil, yaitu: 1. pasien dengan angina yang masih baru dalam 2 bulan, dimana angina cukup berat dan frekuensi cukup sering, lebih dari 3 kali per hari, 2. pasien dengan angina yang makin bertambah berat, sebelumnya angina stabil, lalu serangan angina timbul lebih sering, dan lebih berat sakit dadanya, sedangkan faktor presipitasi makin ringan, dan 3. pasien dengan serangan angina pada waktu istirahat.Pada tahun 1989 Braunwald menganjurkan dibuat klasifikasi supaya ada keseragaman. Klasifikasi berdasarkan beratnya serangan angina dan keadaan klinik.Beratnya angina Kelas I: Angina yang berat untuk pertama kali atau makin bertambah beratnya nyeri dada. Kelas II: Angina pada waktu istirahat dan terjadinya subakut dalam 1 bulan, tapi tak ada serangan angina dalam waktu 48 jam terakhir. Kelas III: Adanya serangan angina waktu istirahat dan terjadinya secara akut baik sekali atau lebih, dalam waktu 48 jam terakhir.Keadaan klinis Kelas A: angina tidak stabil sekunder, karena adanya anemia, infeksi lain atau febris. Kelas B: angina tidak stabil primer, tak ada faktor extra cardiac. Kelas C: angina yang timbul setelah serangan infark jantung.Intensitas pengobatan Tak ada pengobatan atau hanya mendapat pengobatan minimal. Timbul keluhan, walaupun telah mendapat terapi yang standar. Masih timbul serangan angina, walaupun telah diberikan pengobatan yang maksimum, dengan beta-bloker, nitrat, dan antagonis kalsium.Menurut pedoman American Collage of Cardiology (ACC) dan America Heart Association (AHA) perbedaan angina tak stabil dan infark tanpa elevasi segmen ST (NSTEMI= non ST elevation myocardial infarction) ialah apakah iskemia yang timbul cukup berat sehingga dapat menimbulkan kerusakan miokardium sehingga beratnya petanda kerusakan miokardium dapat diperiksa. Diagnosis angina tak stabil bila pasien mempunyai keluhan iskemia sednagkan tak ada kenaikan troponin maupun CK-MB, dengan ataupun tanpa perubahan ECG untuk iskemia, seperti adanya depresi segmen ST atau elevasi yang sebentar atau adanya gelombang T yang negative. Karena kenaikan enzim biasanya dalam waktu 12 jam, maka pada tahap awal serangan, angina tak stabil sering kali tida bisa dibedakan dengan NSTEMIPatogenesis Iskemia myocardial adalah nekrosis miokard yang terjadi akibat gangguan darah arteri koroner yang bermakna sebagai akibat oklusi arteri koronaria karena trombus atau spasme hebat yang berlangsung lama. Iskemia myocardial sering teradi akibat adanya plak aterosklerosis, yang akan menurunkan suplai darah pada otot jantung. Aterosklerosis merupakan penyakit arteri yang berkembang secara perlahan, dengan penebalan intima terjadi akibat penumpukan fibrosa yang secara bertahap akan menyempitkan lumen, dan secara bertahap menjadi tempat perdarahan dan pembentukan thrombus. Lapisan lemak merupakan tanda awal aterosklerosis yang tampak. Lapisan ini merupakan akumulasi sel besar yang mengandung lemak di subendotel (sel busa), selanjutnya terbentuk plak fibrosa atau aterom, yang merupakan penyebab manifestasi klinis aterosklerosis. Plak ini terdiri dari akumulasi monosit, makrofag, sel busa, limfosit T, jaringan ikat, debris jaringan, dan Kristal kolesterol. Lokasi plak yang paling sering adalah di aorta abdominalis, arteri koronaria, arteri poplitea, dan arteriosus sirkulus serebri.

Gambar ini dikutip dari Kumar, Abbas, Fausto. Pathologic Basis Of Disease. Seven edition. Philadelphia. Elseviers Saunders.Ruptur Plak Aterosklerotik dianggap penyebab terpenting angiina pectoris tak stabil, sehingga tiba-tiba terjadi oklusi subtotal atau total dari pembuluh koroner yang sebelumnya mempunyai penyempitan yang minimal. Dua pertiga dari pembuluh yang mengalami rupture sebelumnya mempunyai penyempitan 50 % atau kurang, dan pada 97% pasien dengan angina tak stabil mempunyai penyempitan kurang drai 70%. Plak aterosklerotik terdiri dari inti yangn mengandung banyak lemak dan pelindung jaringan fibrotic (fibrotic cup) plak yang tidak stabil terdiri dari inti yang banyak mengandung lemak dan adanya infiltrasi sel makrofag. Biasanya rupture terjadi pada tepi plak yang berdekatan dengan intima yang normal atau pada bahu dari timbunan lemak. Kadang-kadang keretakan timbul pada dinding yang paling lemah karena adanya enzim protease yang dihasilkan makrofag dan secara enzimatik melemahkan dinding plak (fibrous cap).Terjadinya rupture menyebabkan aktivasi, adhesi, dan agregasi platelet dan menyebabkan aktivasi terbentuknya thrombus. Bila thrombus menutup pembuluh draah 100% akan terjadi infark dengan ST elevasi sedangkan bila thrombus tidak menyumbat 100%, dan hanya menimbulkan stenosis yang berat akan terjaidi angina tak stabil.Agregasi platelet dan pembentukan thrombus merupakan salah satu dasar terjadinya angina tak stabil. Terjadinya thrombosis setelah plak terganggu disebabkan karena interkasi yang terjadi antara lemak, sel otot polos, makrofag, dan kolagen. Inti lemak merupakan bahan terpenting dalam pembentukan thrombus yang kaya akan trombosit, sedangkan sel otot polos dan sel busa (foam cell) yang ada dalam plak berhubungan dengan ekspresi factor jaringan dalam plak tak stabil. Setelah berhubungan dengan darah, factor jaringan berintreraksi dengan factor VIIa untuk memulai kaskade reaksi enzimatik yang menghasilkan pembentukan thrombin dan fibrin. Sebagai reaksi terhadap gangguan faal endotel, terjadi agregasi platelet dan platelet melepaskan isi granulasi sehingga memicu agregasi yang lebih luas, vasokonstriksi dan pembentukan thrombus. Factor sistemik dan inflamasi ikut dalam berperan dalam terjadinya homeostase dan koagulasi dan berperan dalam memulai thrombosis yang intermiten pada angina tak stabil.VasospasmeTerjadinya vasokonstriksi juga mempunyai peran penting pada angina tak stabil. Diperkirakan adanya disfungsi endotel dan bahan vasoaktif yang diproduksi oleh platelet berperan dalam perubahan tonus pembuluh darah dan menyebabkan spasme. Spasme yang terlokalisir seperti pad angina Printzmetal juga dapat menyebabkan angina tak stabil. Adanya spasme seringkali terjadi pada plak yang tak stabil, dna mempunyai peran dalam pembentukan thrombus.

Erosi pada Plak tanpa Ruptur Terjadinya penyempitan juga dapat disebabkan karena terjadinya proliperasi dan migrasi dari otot polos sebagai reaksi terhadap kerusakan endotel; adanya perubahan bentuk dan lesi karena bertambahnya sel otot polos dapat menimbulkan penyempitan pembuluh dengan cepat dan keluhan iskemia. ( Gambar dikutip dari Antman, et al )

Potongan longitudinal arteri menggambarkan timeline proses aterogenesis dari arteri normal (1), (2) lesi inisiasi dan akumulasi lipid ekstraseluler dalam intima, (3) evolusi stadium fibrofatty, (4) lesi progresi dengan ekspresi prokoagulan dan lemahnya fibrous cup. Sindrom koroner akut berkembang jika plak vulnerable atau plak resiko tinggi mengalami distrupsi pada fibrous cap. (5) distrupsi plak adalah rangsangan terhadap thrombogenesis. Resorpsi trombus dlanjutkan dengan akumulasi kolagen dan pertumbuhan sel otot polos. (6) Selanjutnya distrupsi plak vulnerable atau plak risiko tinggi mengakibatkan pasien mengalami nyeri iskemia akibat penurunan aliran arteri koroner epikardial yang terlibat. Reduksi aliran dapat menyebabkan oklusi trombus total atau oklusi trombus subtotal. Pasien dengna nyeri iskemia dapat berupa elevasi ST atau tanpa elevasi segmen ST pada EKG. Pasien dengan elevasi ST sebagian besar berkembang menjadi infark miokard gelombang Q. Sebagian kecil berkembang menjadi infark miokard gelombang nonQ. Pasien tanpa elevasi segmen ST dapat mengalami angina pektoris tidak stabil atau infark miokard akut tanpa elevasi ST. sebagian besar pasien dengan NSTEMI berkembang menjadi infark miokard non Q, dan sebagian kecil menjadi infark miokard gelombang Q.

2. Kateterisasi JantungKateterisasi jantung sebagai alat diagnostik merupakan standar baku yang dipertimbangkan dalam pemeriksaan anatomi dan fisiologi jantung dan pembuluh darah yang berhubungan dengan jantung tersebut. Padda tahun 1929, Forssmann mendemonstrasikan kemungkinan dilakukannya kateterisasi pada manusia ketika dia melewatkan kateter urologis dari vena pada tangannya ke atrium kanannya dan mendokumentasikan posisi kateter dalam jantung mengguanakan x-ray. Pada tahun 1940, Cournand dan Richards mengaplikasikan teknik ini pada pasien dengan penyakit kardiovaskular untuk mengevaluasi fungsi jantungnya. Pada tahun 1958, Sones secara tak sengaja melakukan angiografi coroner selektif untuk yang pertama kalinya ketika kateter di ventrikel kiri terselip melewati katup aorta, terkait di arteri koroner kanan, dan injeksi bertenaga dari contras 40 mL menuruni pembuluh darah. Hasil angiografi menyajikan detail anatomi arteri secara bagus, dan pasien tidak mengalami efek samping. Sones kemudian mengembangkan kateter koroner selektif, yang kemudian dimodifikasi lebih lanjut oleh Judkins, yang mengembangkan kateter sehingga memungkinkan dilakukannya angiografi arteri koroner untuk mendapatkan kegunaan secara luas sebagai alat diagnostik. Indikasi Kateterisasi JantungSebagaimana prosedur-prosedur yang lain, keputusan untuk merekomendasikan kateterisasi jantung itu didasarkan pada risk/benefit ratio. Secara umum, kateterisasi jantung direkomendasikan baik itu pada kepentingan klinis untuk menetapkan adanya atau beratnya lesi pada jantung yang tidak dapat di evaluasi secara adekuat dengan menggunakan teknik noninvasive. Pengukuran tekanan intrakardiak dan arteriografi koroner merupakan prosedur yang dapat dilakukan dengan keakuratan reproducible terbaik menggunakan kateterisasi invasif. Kateterisasi jantung dan angiografi koroner diindikasikan untuk mengevaluasi luas dan beratnya penyakit jantung pada pasien yang simptomatik dan untuk menjelaskan bahwa pembedahan atau intervensi yang didasarkan pada kateter itu terjamin. Kateterisasi juga digunakan untuk meniadakan penyakit berat pada pasien yang simptomatik dengan temuan yang samar-samar pada uji noninvasive dan pada pasien dengan sindrom nyeri dada yang tidak diketahui sebabnya secara pasti untuk menegakkan diagnosis pasti yang penting untuk penatalaksanaan. Kateterisasi jantung bukan merupakan anjuran utama untuk bedah jantung pada beberapa pasien muda yang memiliki penyakit jantung kongenital atau penyakit katup jantung yang sudah dapat dipastikan pada gambaran noninvasif dan pada yang tidak bergejala atau tidak memiliki faktor risiko penyakit jantung koroner. Beberapa indikasi keteterisasi jantung antara lain:1. Penyakit arteri koroner a) Asimptomatik atau simptomatik Berisiko tingga untuk outcome yang buruk pada hasil pemeriksaan noninvasif Kematian jantung tiba-tiba Didukung (> 30 detik) ventrikular takikardi tipe monomorfik Tidak didukung (< 30 detik) ventrikular takikardi tipe polimorfikb) Simptomatik Anginga dalam pengobatan dengan Canadian Cardiology Society class III atau IV Unstable angina risiko tinggi atau sedang Sindrom nyeri dada dengan penyebab yang tidak jelas dan penemuan hasil yang samar pada pemeriksaan noninvasif 2. Infark miokard akut Reperfusi dengan percutaneous coronary intervention primer Iskemia persisten atau berulang Edem pulmoner yang berat Syok kardiogenik atau hemodinamik yang tidak stabil Komplikasi mekanik regurgitasi mitral, defek septum ventrikel3. Penyakit katup jantung Diduga adanya penyakit katup pada pasien yang simptomatik sesak, angina, gagal jantung, sinkop Endokarditif infektif dengan embolisasi koroner Pasien asimptomatik dengan regurgitasi aorta dan pembesaran jantung atau penurunan fraksi ejeksi Pembedahan katup pada pasien dewasa dengan faktor risiko penyakit arteri koroner4. Gagal jantung kongestifOnset baru dengan angina atau diduga tidak terdiagnosis penyakit arteri koroner5. Penyakit jantung kongenital Sebelum di lakukan koreksi pembedahan, ketika gejala atau uji noninvasif menunjukkan penyakit koroner. Curiga adanya anomali koroner konganital Bentuk penyakit jantung kongenital berhunbungan dengan anomali koroner6. Penyakit perikardPasien simptomatik dengan diduga tamponade jantung atau perikarditis konstriktif7. Transplantasi jantungEvaluasi sebelum dan sesudah pembedahan8. Kondisi lain Kardiomiopati hipertrofik dengan angina Penyakit aorta ketika pengetahuan keterlibatan arteri koroner penting untuk penatalaksanaan. Tidak ada kontaindikasi absolut ketika prosedur dilakukan dengan antisipasi intervensi yang life-saving. Beberapa kontraindikasi relatif terhadap kateterisasi jantung antara lain: Perdarahan gastrointestinal akut Hipokalemia berat Intoksikasi digitalis yang tak terkoreksi Antikoagulan dengan INR > 1.8 atau koagulopati berat Riwayat reaksi anafilaksis terhadap media kontras Stroke akut Gagal ginjal akut atau penyakit ginjal kronik berat yang tidak tergantung dialisis Demam yang tidak dapat diterangkan sebabnya atau infeksi aktif yang tidak terobati Anemia berat Pasien yang tidak kooperatif

Teknik Sebelum sampai di laboratorium kateterisasi, pasien seharusnya dijelaskan menegnai prosedur secara lengkap termasuk risiko dan keuntungan. Evaluasi sebelum kateterisasi antara lain anamnesis, pemeriksaan fisik dan EKG, pemeriksaan laboratorium rutin seperti pemeriksaan darah lengkap, elektrolit serum, konsentrasi kreatinin dan glukosa, PT (Prothrombin time) dengan INR (international normalize ratio) dan PTT (partial prothombine time) pada pasien yang mendapatkan heparin. Pasien harus puasa terlebih dahulu paling tidak 6 jam, dan seharusnya dilakukan pemasangan IV line. Biasanya diberikan obat penenang secara oral atau intravena (misalnya benzodiazepine). Pulse oximetry harus digunakan untuk memonitor status respirasi. Pemberian antikoagulan oral harus dihentikan dan INR harus kurang dari 1.8 untuk mencegaj peningkatan risiko perdarahan. Aspirin atau antiplatelet oral lain dilanjutkan sebelum prosedur. Pasien diabetes, pemberian metformin harus dihentikan pada hari dimana prosedur akan dilakukan dan metformin tidak diberikan sampai fungsi ginjal stabil kulang lebih 48 jam setelah prosedur. Semua pasien harus dihinrasi sebelum dan sesudah prosedur. Kateter yang digunakan untuk kateterisasi jantung tersedia dalam berbagai macam bentuk, ukuran dan konfigurasi. Panjang kateter umumnya antara 50 125 cm, dimana 100 cm merupakan panjang kateter yang umumnya digunakan untuk kateterisasi jantung kiri pada orang dewasa yang menggunakan pendekanan arteri femoralis. Diameter terluar dari kateter ditetapkan dengan menggunakan French units, dimana 1 french unit (F) sama dengan 0.33 mm. Diameter sebelah dalam kateter lebih kecil daripada diameter sebelah dalam karena ketebalan material dari kateter tersebut. Kawat yang digunakan selama prosedur kateterisasi harus cukup kecil untuk dapat masuk melalui diameter sebelah dalam baik itu dari Introducer needle maupun kateter itu sendiri. Kawat yang digunakan dideskripsikan dengan panjangnya pada centimeter, diameter padd inchi dan bentuk ujungnya. Kawat yang sering digunankan umumnya adalah 150 cm, 0.035 inchi dan J-tip wire. Selubung introduser ditetapkan dengan jumlah French dari kateter terbesar yang secara bebar leawat melalui diameter sebelah dalam dari selubung dibandingkan diameter terluarnya. Oleh karena itu, sebuah selubung introducer 7F dapat menerima kateter 7F (7F = 2.31 mm) tetapi memiliki diameter sisi luar lebih dari 2.31 mm.a. Kateterisasi Jantung KananKateterisasi jantung kanan menyediakan pengukuran dan analisis atrium kanan, ventrikel kanan (RV), arteri pulmoner, dan tekanan biji kapiler pulmoner, menentukan cardiac output, dan penyaringan intracardiac shunts. Penyaringan sampel darah untuk oksimeter harus diperoleh dari vena cava superior (SVC) dan arteri pulmoner pada semua pasien. Kateterisasi jantung kanan dilakukan melalui vena cava inferior (IVC) ataupun SVC secara antegrade. Tempat masuk secara perkutan dicapai melalui vena femoralis, vena jugularis, vena subclavia, atau vena antecubiti. Ballon flotation catheters merupakan penggunakan termudah dan yang paling sering digunakan. Terdapat dua metode untuk memajukan Ballon flotation catheters. Yang paling sering, kateter dapat di majukan secara langsung melalui atrium kanan dan melewati katup trikuspid. Sekali kateter berada pada ventrikel kanan, kateter kemudian diputar searah jarum jam menuju titik yang lebih tinggi dan secara langsung masuk ke dalam saluran aliran keluar ventrikel kanan. Sekali kateter berada pada saluran aliran keluar, ujung balon harus dibiarkan mengapung kedalam arteri pulmoner dan posisi yang terjepit. Jika dibutuhkan, inspirasi yang dalam atau batuk dapat menfasilitasi manuver ini dan membantu dalam melewati katup pulmonal. Ketika lubang terujung kateter yang tidak mempunyai ujung ballon digunakan, teknik kanulassi arteri pulmoner berbeda secara nyata. Kateter harus diarahkan ke bawah melewati katup trikuspid dan kemudia ke atas ke dalam saluran keluar ventrikel kanan. b. K ateterisasi ventrikel kiri dan arteriografi koronerSetelah dilakukan anestesi lokal dengan 1 % lidocaine, jalur masuk perkutan dari arteri femoralis didapatkan dengan menusuk pembuluh dari 1 3 cm (atau 1 atau 2 jari) dibawah ligamentum inguinalis. Ligamentum inguinalis dapat teraba sejalan dari SIAS (spina iliaca anterior superior) sampai ke ramus superior pubis. Ligamen ini (bukan lipatan inguinal), digunakan sebagai landmark. Insisi kulit secara melintang dibuat diatas arteri femoralis dengan menggunakan skalpel. Dengan teknik Seldinger yang dimodifikasi, sebuah thin-walled needle 18-gauge di insersikan pada sudut 30 45 derajat kedalam arteri femoralis, dan sebuah kawat J-tipe berlapis teflon (polytetrafluoroethylene) masuk melalui jarum ke dalam arteri.

Stelah diperoleh akses arterial, selubung yang ukuranya hampir sama sperti kateter koroner biasanya dimasukkan ke dalam arteri femoralis. Pemberian heparin untuk kateterisasi jantung masih belum ditetapkan. Pada pasien yang memperoleh heparin sebelum dilakukannya kateterisasi, hasil pemeriksaan clotting time harus sudah ditetapkan sebelum dilakukan tindakan. LV systolic dan end-diastolic pressure dapat ditetapkan dengan memasukkan kateter kedalam ventrikel kiri. Pada memeriksa stenosis katup aorta, LV dan tekanan aorta atau tekanan fateri femoralis, harus direkam secara stimultan dengan 2 transduser. Kateter aorta harus diletakkan tetidaknya kedalam aorta abdominal daripada ke dalam arteri femoralis. Pada kecurigaan mitral stenosis, LV dan tekanan atrium kiri harus ditetapkan secara stimultan dengan 2 transduser. Left ventriculography dilakukan pada right anterior oblique 30 derajat dan left anterior oblique 45-50 derajat. Injeksi bertenaga medium kontras 30-40 mL diamsukkan ke dalam ventrikel pada 12-15 mL/detik digunakan untuk menilai fungsi ventrikel kiri dan beratnya regurgitasi mitral. Setelah prosedur selesai dilakukan, kateter dilepaskan dan tekanan yang kuat diaplikasikan pada area femoral selama 10 menit dengan tangan. Pasien harus dijelaskan untuk tirah baring selama beberapa hari dengan kaki lurus untuk mencegah pembentukan hematoma. Dengan kateter 4F-6F, tirah baring selama 2 jam biasanya cukup, sedangkan penggunaan kateter yang lebih dari 6F biasanya membutuhkan waktu setidaknya 3-4 jam.

c. Angiografi KoronerAngiografi koroner selektif hampir selalu dilakukan selama kateterisasi jantung dan digunakan untuk menggambarkan anatomi koroner. Kateter koroner bentuk khusus digunakan untuk ostium koroner kanan dan kiri. Injeksi agen kontras radiopak membentuk luminogram koroner yang terekam pada gambaran radiografi. Karena arteri koroner merupakan objek 3 dimensi yang bergerak dengan siklus jantiung, angiogram pembuluh darah dilakukan dengan menggunakan beberapa proyeksi ortogonal yang berbeda untuk memvisualisasikan pembuluh darah dengan baik tanpa overlap atau terlihat pemendekan. Anatomi koroner normal sangat bervariasi diantara masing-masing individu, akan tetapi secara umum terdapat 2 ostium koroner dan 3 pembuluh darah koroner yang utama, yaitu arteri koronaria sinistra desending anterior (left anterior descending/LAD),arteri koronaria sinistra sirkumflek (left circumflex), dan arteri koronaria dextra, dimana LAD dan left circumflex merupakan percabangan dari left main coronary artery.

Angiografi koroner memvisualisasikan stenosis arteri koroner sebagai penyempitan lumen pada cine angiogram. Derajat penyempitan menunjuk pada persentase stenosis dan ditetapkan secara visual dengan membandingkan segmen penyakit yang terberat dengan proksimal atau distal dari segmen yang normal, stenosis > 50% secara signifikan dipertimbangkan. Adanya jembatan miokardial, yang umunya terlibat dengan LAD bisa salah sangka dengan stenosis yang signifikan.

Kuncu untuk membedakan jembatan mikardial dari stenosis adalah bagian stenosis dari pembuluh darah kembali menjadi normalselama diastol. Kalsifikasi koroner juga dapat terlihat selama angiografi pada injeksi agen kontras. Thrombolysis in myocardial infarction (TIMI) flow grade, merupakan pengukuran durasi relatif dari waktu yang diambil untuk kontras pada opasitas arteri koroner secara penuh, bisa memberikan petunjuk tambahan pada tingkatan beratnya lesi, dan adanya TIMI grade 1 atau 2 memberi kesan adanya stenosis arteri koroner yang signofikan.

3. Myocardial Blush Grade pada PCIMyocardial blush grade ( MBG ) digunakan sebagai penanda yang berguna untuk reperfusi mikrovaskuler yang dapat mempengaruhi hipertrofi ventrikel kiri. MBG juga digunakan sebagai parameter angiografi untuk menggambarkan efektivitas reperfusi miokard. Myocardial Blush pertama kali didefinisikan oleh Arnoud van't Hof et al. Myocardial blush grade dapat menilai mikrovaskuler coroner dan perfusi miokard pada pasien yang menjalani angiografi koroner dan angioplasty.Untuk memvalidasi parameter ini yaitu dengan membandingkan myocardial blush grade dengan 12-lead EKG , ukuran enzim infark , fungsi ventrikel kiri , dan hasil klinis pasien setelah angioplasty koroner primer dan menilai apakah parameter baru ini dapat memberikan nilai prognosis sementara dibandingkan dengan TIMI flow grade. TIMI flow dan myocardial blush grade yang dinilai pada angiogram dilakukan setelah angioplasti coroner primer. Penilaian dilakukan pada cinefilm 25 frame yang dibuat di Philips digital coronary imaging catheterization laboratory. Pada setiap pasien akan dipilih proyeksi terbaik pada daerah miokard yang berhubungan dengan infark arteri coroner, sebaiknya superpositioning of noninfarcted myocardium. Proyeksi lateral kiri digunakan pada 49%, proyeksi anterior obliq kanan di 23 % , baik anterior obliq kiri dan anterior obliq kanan di 23 % , dan kranial pada 5 % . Angiographic berjalan harus cukup lama untuk memungkinkan beberapa pengisian sistem koroner vena , dan aliran balik agen kontras ke dalam aorta ( Hexabrix , 5-15 mL ) harus ada untuk memastikan kontras memadai untuk pengisian arteri koroner epicardial.Semua angiogram dilakukan dengan kateter 7F atau 8F dalam mode standar setelah diberikan 400 mg nitrogliserin IC segera setelah primer prosedur angioplasty, dan prosedur yang memungkinkan analisis kuantitatif arteri koroner. Nilai myocardial blush didefinisikan sebagai berikut: 0 : tidak ada myocardial blush atau kontras densitas miokard, 1 : nyocardial blush minimal atau kepadatan kontras, 2 : myocardial blush moderat atau kepadatan kontras tetapi kurang dari yang diperoleh selama angiografi arteri koroner-non infarct terkait kontralateral atau ipsilateral, 3: myocardial blush normal atau kepadatan kontras sebanding dengan yang diperoleh selama angiografi kontralateral atau arteri koroner-non infarct ipsilateral. Ketika myocardial blush ini bertahan terjadi kebocoran media kontras ke dalam ruang ekstravaskuler dan dinilai 0. Elektrokardiografi EKG dilakukan segera setelah dilakukan angiopalsti coroner primer. Jumlah peningkatan segmen ST diukur 20 ms setelah akhir QRS kompleks dalam lead I, aVL, dan V1-V6 untuk anterior dan lead II, III, aVF, V5 dan V6 untuk infark miokard inferolateral. Pada EKG kedua diklasifikasikan sehubungan dengan ST segmen yaitu : 1 : sudah di normalisasi, yang didefinisikan sebagai tidak ada sisa ST-segmen elevasi, 2 : perbaikan, didefinisikan sebagai sisa ST-segmen elevasi 70% dari yang di EKG pertama.Remodeling ventrikel kiri merupakan awal terjadinya gagal jantung dan mempunyai prognosis buruk setelah terjadi STEMI. Manfaat PCI primer pada pasien STEMI dianggap berasal dari restorasi trombolisis awal pada infark miokard grade 3 yang mengalir pada arteri terkena infark menghasilkan pembatasan ukuran infark dan menurunnya mortalitas dibandingkan dengan pengobatan trombolitik. Namun, dilaporkan prevalensi pasien dengan hipertrofi ventrikel kiri cukup tinggi bahkan pada pasien STEMI yang telah dilakukan PCI primer.Infark dapat menyebabkan reperfusi terbatas pada jaringan karena cedera pada mikrovaskular dan onstruksi oleh eritrosit, neutrophil, dan lainnya yang dikenal dengan no-reflow phenomenon. Beberapa teknik dapat digunakan untuk menilai reperfusi di jaringan, seperti myocardial contrast echocardiography, skintigrafi, positron emission tomography, dan pencitraan resonansi magnetik. Namun, teknik ini selama fase akut STEMI sulit digunakan dan memakan waktu . Sebaliknya, angiographic myocardial blush garde , berdasarkan kepadatan pewarna kontras dan washout dalam infark miokardium, adalah alat sederhana yang berkorelasi secara signifikan dengan jaringan dengan perfusi lama setelah rekanalisasi dari arteri terkena infark. Keberhasilan PCI primer pada pasien dengan STEMI anterior, analisis myocardial blush dapat digunakan untuk memperediksi remodeling dari ventrikel kiri. Myocardial Blush Grade pada pasien unstable angina pectoris ditemukan korelasi yang terbalik dengan peningkatan troponin T dan I pasca procedural, peningkatan blush grade dikaitkan dengan peningkatan troponin.Prediksi mortalitas MBG setelah angioplasti primer untuk elevasi ST segmen infark miokard akut, secara independen dari variable lain, semakin tinggi MBG , semakin rendah ukuran infark dan fraksi ejeksi ventrikel kiri lebih baik. Nilai fraksi ejeksi ventrikel kiri berdasarakan myocardial blush grade, yaitu : Nilai myocardial blush 3 memiliki nilai fraksi ejeksi ventrikel kiri 50 % Nilai myocardial blush 2 memiliki nilai fraksi ejeksi ventrikel kiri 46 % Nilai myocardial blush 1 memiliki nilai fraksi ejeksi ventrikel kiri 39 %Setelah dilakukan tindak lanjut dari 1,9 1,7 tahun, nilai fraksi ejeksi ventrikel kiri berdasarakan myocardial blush grade berubah, yaitu: Nilai myocardial blush 3 memiliki nilai fraksi ejeksi ventrikel kiri 3 % Nilai myocardial blush 2 memiliki nilai fraksi ejeksi ventrikel kiri 6 % Nilai myocardial blush 1 memiliki nilai fraksi ejeksi ventrikel kiri 23 %Selain itu , mereka mengidentifikasi kelompok besar ( 67 % ) dari pasien yang telah TIMI 3 flow dan MBG 0 atau 1 yang terkait dengan resolusi ST - segmen yang rendah dan area yang lebih luas infark . Selain itu , kejadian hasil yang merugikan adalah 30 % dengan MBG 0-1 dan 11 % dengan TIMI flow 0-2 . Temuan ini menyiratkan bahwa MBG mencerminkan integritas mikrosirkulasi dan perfusi jaringan yang lebih baik daripada TIMI flow. Temuan serupa dilaporkan dalam penelitian lain dari angioplasti primer untuk akut STEMI.Nilai prediktif dari MBG pada pasien dengan infark miokard akut dan tanda-tanda gagal jantung kongestif menjalani intervensi koroner perkutan baru-baru ini diselidiki. Killip class linear terkait dengan MBG rate ,keberhasilan angiografik ,dan angka kematian dalam 1 tahun. MBG 0-1 adalah prediktor independen kematian 1 tahun pada pasien dengan kelas Killip meningkat ( > 1 ) pada presentasi . MBG juga merupakan prediktor (independen TIMI) baik di rumah sakit dan kematian jangka panjang pada pasien dengan AMI mengaku dengan syok kardiogenik yang menjalani angioplasti primer.Menariknya, ditemukan bahwa MBG setelah AMI ditingkatkan 40 % dari pasien selama 30 hari pertama. Seperti perbaikan berkorelasi dengan fraksi ejeksi lebih baik dan ukuran infark yang lebih kecil, dan mungkin mencerminkan distal lisis trombus microvasculature, penyerapan edema seluler, dan perbaikan dalam fungsi endotel dan nada arteriol.Resolusi MBG dan ST-segmen selama AMIResolusi ST terintegrasi adalah penanda reperfusi yang dikenal selama MI, dan dianggap lebih kuat daripada TIMI dalam memprediksi hasil dari angioplasti primer. Sementara resolusi ST berhubungan dengan perfusi miokard dan integritas membran sel (yang mempengaruhi elektrokardiografi), MBG mencerminkan perfusi miokard dan mikrovaskuler patensi. Selain itu, MBG didasarkan pada gambar diambil pada satu waktu (segera setelah PCI), sementara resolusi ST menggabungkan perubahan dinamis dan berkembang setelah reperfusi. Hal ini menjelaskan mengapa dalam beberapa studi dua parameter berkorelasi dengan baik sementara di lain tidak terdapat korelasi. Bahkan, Haager at al. menemukan bahwa menggabungkan resolusi ST meningkatkan kekuatan MBG dalam memprediksi mortalitas.MBG dan terapi adjuvant untuk embolisasi distal selama PCIPada pasien yang menjalani PCI, embolisasi distal berkorelasi dengan ukuran infark, fraksi ejeksi, resolusi ST dan mortalitas jangka panjang. Mengidentifikasi pasien dengan MBG yang buruk harus dilakukan memungkinkan kesempatan untuk pemberian terapi adjuvant untuk meningkatkan perfusi mikrovaskuler dan hasil klinis.Terapi farmakologis Nilai nitroprusside dibandingkan dengan nitrogliserin pada 45 pasien dengan fenomena no-reflow dengan menilai MBG; perbaikan dicapai dalam 48,8% dari pasien yang diobati dengan nitroprusside dibandingkan 28,8% dari mereka yang diobati dengan nitrogliserin (P = 0,008), dengan kecenderungan peningkatan TIMI 3 flow (93,33% vs 84.44%, P = 0,221). MBG juga digunakan untuk menilai manfaat inhibitor IIb-IIIa. Dalam studi CADILLAC, abciximab tidak memiliki manfaat tambahan pada MBG. Dalam studi ON-TIME, tirofiban pra-prosedural meningkatkan TIMI dan MBG dibandingkan dengan tirofiban awal tetapi tidak meningkatkan hasil pasca PCI. Namun demikian, pra-PCI MBG 2-3 adalah prediktor relatif kuat pasca-PCI hasil angiografi.Modalitas MekanisMBG telah digunakan di banyak percobaan memeriksa perangkat perlindungan bagi arteri koroner asli. Dalam sebagian besar penelitian ini MBG digunakan sebagai indikator langsung menyelamatkan miokardium, tanpa jangka panjang tindak lanjut. Dalam uji coba X-TRACT perangkat perlindungan digunakan selama prosedur elektif dari graft vena saphena sakit atau thrombotic arteri koroner asli. MBG 0-1 ditemukan menjadi prediktor prognostik penting komplikasi selama 6 bulan bahkan di antara pasien yang mencapai TIMI 3 flow epicardial setelah angioplasti. Insiden kematian gabungan atau MI selama 6 bulan masa tindak lanjut adalah 42,5% pada pasien dengan MBG 0-1 dan 17,3% pada mereka dengan MBG 3 (P