isi

37
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mangga (Mangifera Indica L.), salah satu komoditas hortikultura yang memiliki banyak peluang untuk dikembangkan, baik dari aspek pasar, nilai gizi, teknologi pascapanen serta nilai ekonomi. Mangga dapat dikonsumsi dalam keadaan segar maupun olahan, sehingga tanaman hortikultura yang satu ini banyak digemari konsumen. Pada 2002, Indonesia mampu mengekspor 1.572,634 ton Mangga dalam bentuk segar dan 2,202 ton dalam bentuk olahan. Jawa Tengah termasuk pemasok kebutuhan Nasional ke 3 (13,60 %), setelah Jawa Timur (42,60 %) dan Jawa Barat (18,73 %) (Dirjen Bina Produksi Hortikultura, 2007). Mangga berasal dari India, kemudian menyebar ke Asia Tenggara, termasuk Indonesia dan Malaysia. Sampai saat ini, Indonesia merupakan salah satu produsen Mangga, dengan total produksi pada 2011, 1.842.036 ton 1

Upload: heppi-purnomo

Post on 05-Aug-2015

41 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Isi

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Mangga (Mangifera Indica L.), salah satu komoditas hortikultura yang

memiliki banyak peluang untuk dikembangkan, baik dari aspek pasar, nilai gizi,

teknologi pascapanen serta nilai ekonomi. Mangga dapat dikonsumsi dalam

keadaan segar maupun olahan, sehingga tanaman hortikultura yang satu ini

banyak digemari konsumen. Pada 2002, Indonesia mampu mengekspor 1.572,634

ton Mangga dalam bentuk segar dan 2,202 ton dalam bentuk olahan. Jawa Tengah

termasuk pemasok kebutuhan Nasional ke 3 (13,60 %), setelah Jawa Timur (42,60

%) dan Jawa Barat (18,73 %) (Dirjen Bina Produksi Hortikultura, 2007).

Mangga berasal dari India, kemudian menyebar ke Asia Tenggara,

termasuk Indonesia dan Malaysia. Sampai saat ini, Indonesia merupakan salah

satu produsen Mangga, dengan total produksi pada 2011, 1.842.036 ton (Laporan

Kerja Kementan 2011). Di pulau jawa, pusat penanaman Mangga berada di

Probolinggo, Indramayu dan Cirebon. Jenis Mangga yang sering ditanam di

Indonesia meliputi, gedong, golek manalagi, arumanis, cengkir, kweni dan

kemang.

Selain kultivar dan proses budidaya, proses panen juga merupakan salah

satu faktor yang dapat menentukan kualitas Mangga, mulai dari persiapan panen,

waktu panen dan lebih khusus penanganan pasca panen. Contoh kasus pada 2008.

Menurut Deny Utomo (2010), produksi Mangga di Probolinggo mengalami

1

Page 2: Isi

penurunan, dari 101.585 ton pada 2007 menjadi 99.621 ton pada 2008. Penurunan

disebabkan masih minimnya penguasaan teknologi oleh petani, dari mulai

pembibitan sampai distribusi, termasuk saat panen dan pascapanen.

Dalam lingkup pengembangan aspek pasar, faktor keseragaman kualitas,

dalam hal ini kematangan, perlu dipantau untuk menjamin standar mutu, terutama

komoditas ekspor. Mengingat persaingan produk ekspor semakin ketat. Masuk ke

Singapur, Mangga Probolinggo harus bersaing ketat dengan Mangga Thailand

(Kementerian Pertanian, 2009).

Sebagaian besar, kematangan buah Mangga biasanya ditandai dengan

perubahan warna kulit buah. Warna buah arumanis atau manalagi berubah

menjadi hijau tua kebiruan, warna buah Mangga cengkir dan golek atau gedong,

berubah menjadi kuning kemerahan. Sedangkan, tanda buah sudah dapat dipanen

adalah adanya buah yang jatuh karena matang, sedikitnya 1 buah/pohon. (BPPT,

2000).

Menurut Aminary (2009), buah Mangga juga mengandung senyawa

flavonoid. Kandungan flavonoid dalam buah Mangga, yang mempunyai gugus

hidroksi bebas dapat menghambat aktivitas sitokrom. Sementara, menurut

Harborne (1996), flavonoida mengandung sistem aromatik yang terkonjugasi

sehingga menunjukkan pita serapan kuat pada daerah spektrum sinar ultraviolet

dan spektrum sinar tampak, umumnya dalam tumbuhan terikat pada gula yang

disebut dengan glikosida.

Light dependent resistor (LDR) merupakan sensor yang bekerja terhadap

cahaya. LDR memiliki nilai resistansi berubah-ubah, berdasarkan intensitas

2

Page 3: Isi

cahaya yang diserap. Pengaruh intensitas cahaya terhadap resistan LDR

menyebabkan sensor ini sebagai resistor yang mempunyai koefisien temperatur

negatif.

Beberapa teori warna yang berkembang diantaranya diungkapkan Newton

(1642-1727), bahwa benda-benda disekitar tidak akan memiliki warna apabila

tidak ada cahaya yang menyentuhnya. Cahaya merupakan satu-satunya sumber

warna. Benda yang tampak berwarna, semuanya hanya pemantul, penyerap dan

penerus warna dalam cahaya.

Teori Young (1801), mengemukakan hipotesa bahwa mata manusia

memiliki 3 buah reseptor penerima cahaya, yaitu reseptor yang peka terhadap

cahaya biru, merah dan hijau. Seluruh penglihatan warna didasarkan pada ketiga

reseptor tersebut. Tetapi, Young hampir tidak melakukan eksperimen apapun

untuk mendukung pernyataannya.

Seorang ahli penglihatan Jerman, Hermann Von Helmholtz (1850),

menjelaskan kebenaran teori Young. Hasil teori keduanya ini kemudian dikenal

dengan Teori Young-Helmholtz atau Teori Penglihatan 3 Warna atau Teori 3

Reseptor. Melalui ketiga reseptor pada retina, mata manusia dapat melihat semua

warna dan membedakannya.

Jika cahaya mengenai benda, maka benda tersebut akan memantulkan satu

atau lebih cahaya dalam spektrum. Hasil eksperimen James Clerck Maxwell

(1855-1861) menyimpulkan bahwa warna hijau, merah dan biru merupakan

warna-warna primer (utama) dalam pencampuran warna cahaya. Warna primer

adalah warna-warna yang tidak dapat dihasilkan lewat pencampuran warna

3

Page 4: Isi

apapun. Melalui warna primer cahaya (biru, hijau dan merah), semua warna

cahaya dapat dibentuk dan diciptakan. Setiap warna memiliki panjang gelombang

berbeda, yang disajikan pada tabel 1 sebagai berikut :

Tabel 1. Panjang Warna Gelombang (Sumber : Anonim, 2012)

Warna-warna utama dari spektrum sinar tampak

Panjang Gelombang (nm)

Ungu 380 – 435

Biru 435 – 500

Sian (biru pucat) 500 – 520

Hijau 520 – 565

Kuning 565 – 590

Orange 590 – 625

Merah 625 – 740

Oleh sebab itu, diperlukan teknologi tepat guna untuk membedakan tingkat

kematangan buah Mangga yang sederhana, sehingga mudah dioprasionalkan oleh

petani tanpa mengurangi nilai keakuratan. Penggunaan teknologi tepat guna ini

diharapkan dapat menunjang kapasitas produksi dari segi kualitas, terutama

keseragaman kematangan buah Mangga.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang dibahas sebelumnya, maka dapat

dirumuskan beberapa masalah yang perlu dikaji dan diaplikasikan dalam

penelitian ini. Masalah yang akan dikaji pada penelitian ini adalah:

4

Page 5: Isi

1. Bagaimana cara mengaplikasikan sensor LDR sebagai pemeriksa

kematangan buah Mangga (Mangefira Indica L.)?

2. Bagaimana respon atau tanggapan LDR dalam pengukuran kematangan

buah Mangga?

3. Bagaimana performansi yang diperoleh dari alat pemeriksa kematangan

buah Mangga yang telah dibuat?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang akan dicapai pada penelitian ini adalah:

1. Merancang bangun alat pemeriksa kematangan buah Mangga berbasis

sensor deret LDR.

2. Memperoleh karakteristik luaran sensor deret LDR terhadap pengukuran

kematangan buah Mangga selama 14 hari.

3. Mengetahui hubungan perubahan kematangan, titik jatuh cahaya, dengan

hambatan sensor deret LDR.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Alat pengukur kematangan buah Mangga berbasis sensor deret LDR ini

dapat mengukur tingkat kematangan buah Mangga dan dapat diaplikasikan

dalam proses panen atau pascapanen.

2. Sebagai kajian tentang evaluasi mutu bahan pertanian, khususnya

kematangan buah Mangga dan aplikasi sensor LDR

5

Page 6: Isi

II. KERANGKA PEMIKIRAN

A. Tumbuhan Mangga

1. Morfologi Tumbuhan Mangga

Mangga salah satu tanaman hortikultura yang populer di Indoensia.

Tanaman ini berasal dari India, kemudian menyebar ke seluruh dunia. Tanaman

Mangga dapat tumbuh dengan baik di dataran rendah dan berhawa panas. Ada

juga yang dapat tumbuh di daerah yang memiliki ketinggian hingga 600 meter di

atas permukaan laut.

Gambar 1. Tanaman buah mangga.

Menurut Pantastico (1986), Mangga termasuk kedalam tipe buah batu

berdaging dengan deskripsi kulit luar seperti belulang, kulit tengah tebal

berdaging, dan kulit dalam keras seperti batu dengan membran tipis seperti kertas

disebelah dalamnya. Selain itu, Pantastico menyebutkan, ukuran buah Mangga

termasuk kedalam kelas menengah (sedang), dengan bobot berkisar 250 – 500

gram.

6

Page 7: Isi

Batang pohon Mangga tegak dan bercabang agak kuat. Kulit tebal dan

kasar dengan banyak celah kecil dan sisik bekas tangkai daun. Warna kulit batang

yang sudah tua biasanya coklat keabuan sampai hitam. Pohon Mangga yang

berasal dari biji pada umumnya tegak, kuat dan tinggi sedangkan yang berasal dari

sambungan atau tempel lebih pendek dan cabang membentang.

Daun yang masih muda biasanya berwarna kemerahan, keunguan, atau

kekuningan. Semakin hari, daun akan berubah pada bagian permukaan atas,

menjadi hijau mengkilat. Bagian permukaan bawah berwarna hijau muda.

Bunga Mangga biasanya bertangkai pendek, jarang sekali yang bertangkai

panjang. Berbau harum seperti bunga lili. Kelopak bunga biasanya bertaju lima.

Ukuran dan bentuk bunga, sangat berubah-ubah bergantung pada macamnya.

Mulai dari bulat, bulat telur, hingga lonjong memanjang. Panjang buah kira-kira

2.5 - 3.0 cm.

Kulit buah berbintik kelenjar. Berwarna hijau kekuningan atau kemerahan

bila masak. Dalam hasil pengukuran menggunakan penetrometer, kulit luar buah

Mangga memiliki nilai lebih tinggi dibandingkan buah lain yang kulit luarnya

tipis, atau kulit luarnya menyatu dengan kulit tengahnya (Pantastico, 1986).

Daging buah, jika masak berwarna merah jingga atau kuning. Ada yang

berserabut atau tidak. Rasanya manis sampai masam dengan banyak air dan

berbau kuat sampai lemah. Biji Mangga berwarna putih, gepeng memanjang

tertutup endokrap yang tebal, mengayu dan berserat. Biji ini terdiri dari yang

monoembrional atau poliembrional (Rukmana,1997).

7

Page 8: Isi

2. Sistematika Tumbuhan Mangga

Sistematika Tumbuhan Mangga adalah sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Class : Dicotylendonae

Ordo : Anarcardiales

Famili : Anarcardiaceae

Genus : Mangifera

Spesies : Mangifera indica L

3. Manfaat dan Khasiat Tumbuhan Mangga

Bagian tumbuhan Mangga yang penting dan berguna dalam kehidupan

manusia sehari-hari, terutama bagi kesehatan adalah getah, kulit batang, buah

muda, dan buah masak. Getah Mangga dari bagian batang atau ranting dapat

dimanfaatkan sebagai obat tradisional untuk penyakit luar, seperti eksim, kudis,

dan gatal-gatal. Penyakit rematik atau persendian nyeri dapat diobati dengan

menggunakan kulit batang pohon Mangga. Buah Mangga muda selain dapat

digunakan sebagai manisan, juga berkhasiat sebagai obat beberapa jenis penyakit.

Di India Mangga yang masih hijau digunakan sebagai obat gangguan

darah, empedu, dan saluran pencernaan. Memakan buah Mangga muda secara

teratur mempunyai daya penyembuh gangguan darah, karena menambah

kelenturan pembuluh darah, membantu pembentukan sel-sel baru, mencegah

pendarahan, dan menyembuhkan sariawan. Selain itu buah Mangga muda dapat

berkhasiat untuk mengatasi diare, disentri, wasir dan sembelit (Rukmana, 1997).

8

Page 9: Isi

Para ahli meyakini mangga adalah sumber karotenoid yang disebut beta

crytoxanthin, yaitu bahan penumpas kanker yang baik. Mangga juga kaya

vitamin, antioksidan seperti vitamin C dan E. Satu buah mangga mengandung

tujuh gram serat yang dapat membantu sistem pencernaan. Sebagian besar serat

larut dalam air dan dapat menjaga kolesterol agar tetap normal.

Mangga memiliki sifat kimia dan efek farmakologis tertentu, yaitu bersifat

pengelat (astringent), peluruh urine, penyegar, penambah nafsu makan dan

antioksidan. Kandungan asam galat pada Mangga sangat baik untuk saluran

pencernaan. Sedangkan kandungan riboflavinnya sangat baik untuk kesehatan

mata, mulut, dan tenggorokan. Buah Mangga juga mengandung senyawa

flavonoida. Kandungan flavonoida dalam buah Mangga yang mempunyai gugus

hidroksi bebas dapat menghambat aktivitas sitokrom (Aminary, 2009).

4. Tumbuhan Mangga di Indonesia

Mangga asli Indonesia kemungkinan berasal dari Kalimantan adalah

kebemben atau kweni (Mangifera odorata). Tanaman ini merupakan buah tropis

yang biasa tumbuh baik di daerah beriklim kering.

Pengembangan tanaman Mangga hampir berada di seluruh wilayah

Indonesia. Namun, sentra produksi mangga terbesar berada di pulau Jawa. Di

Jawa Barat berada di Indramayu, Cirebon, dan Majalengka. Jawa Tengah, terdapat

di Tegal, Kudus, Pati, Magelang, dan Soyolali. Sedangkan Jawa Timur, tersebar

di Pasuruan, Probolinggo, Nganjuk, dan Pamekasan. Wilayah lain yang juga

menyumbang terhadap produksi Mangga nasional adalah, Daerah Istimewa

9

Page 10: Isi

Yogyakarta, Sumatera Utara, Sumatera Sarat, Sulawesi Selatan, Maluku, Nusa

Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur.

Dari segi produksi, Jawa Tengah merupakan produsen Mangga terbesar

ketiga di Indonesia, dengan kontribusi 17, 2 % dari total hasil panen Nasional.

Peringkat pertama ditempati Jawa Timur dengan kontribusi 38,5 % (Pasuruan,

Probolinggo, Situbondo dan Banyuwangi). Disusul pada posisi kedua Jawa Barat

(Indramayu, Cirebon dan Majalengka) 19,99 %. Berikutnya secara berurutan

Sulawesi 3,5 %, Bali (Buleleng) 3,8 %, NTB (Lombok Barat) 3, 5 %, dan NTT

(Sumba Barat) 2,5 %.(Dinas Pertanian Tanaman Pangan Jawa Barat, 2009).

Varietas yang telah dilepas oleh Menteri Pertanian di antaranya adalah

Arumanis 143, Golek 31, dan Manalagi 69. Ketiga varietas mangga tersebut

mampu banyak menghasilkan buah; daging buahnya tebal dan rasanya manis,

Mangga Gedong, dan Ourih termasuk varietas yang populer di masyarakat,

mempunyai mutu tinggi, daging tebal dan rasanya manis (S. Sutono, 2008)

5. Fisiologi Panen dan Pascapanen

Setiap pohon mangga dewasa, berumur lebih 10 tahun, dapat

menghasilkan buah antara 25 – 50 kg per pohon/tahun. Buah akan matang sekitar

110 – 150 hari setelah bunga mekar. Buah yang mempunyai pangkal buah

membengkak dan berwarna kekuningan adalah buah yang sudah tua dan siap

dipanen. Dalam memanen harus hati - hati, jangan menjatuhkan buah, getahnya

tidak boleh menetesi buah lainnya, dan jangan merusak pohon (S. Sutono, 2008).

Mutu buah setelah panen tidak dapat diperbaiki, tetapi bisa dipertahankan.

Mutu yang baik bisa diperoleh bila pemanenan dilakukan pada tingkat kemasakan

10

Page 11: Isi

yang tepat. Buah yang belum masak, bila dipanen akan menghasilkan mutu

kurang baik dan proses pematangan yang salah. Sebaliknya, bila dipanen terlalu

lama akan meningkatkan kepekaan terhadap pembusukan (Pantastico, 1986).

a. Indikator Kemasakan Buah Mangga

Ada beberapa metode yang dilakukan untuk mengindikasikan kemasakan

buah. Petani biasanya menggunakan metode visual dan fisik. Begitu pun dengan

buah Mangga, dapat diindikasikan kemasakannya melalui metode visual dan fisik.

Gambar 2. Buah mangga matang.

Beberapa perubahan yang menyertai kemasakan buah Mangga yaitu,

penuhnya buah dalam tangkai, perubahan warna pada ujung tangkai buah,

tumbuhnya “rambut” pada biji dan pembentukan lentisel-lentisel. Biasanya

pembudidaya Mangga lebih mengandalkan perubahan warna sebagai indikator

kemasakan. Contohnya, untuk kultivar-kultivar Alphonso dan Pairi, biasanya

diperlukan 110 sampai 125 hari sesudah pembentukan buah untuk perubahan

warna dari hijau tua menjadi hijau zaitun. Untuk daging buahnya, dari putih

menjadi kuning pucat (Anon, 1965b; Bhatnagar dan Subramanyam, 1971).

Beberapa varietas Mangga India, kemasakannya ditentukan dengan

melihat sejauh mana pangkal buah menyambul dari tangkai (Cheem dan Dani,

11

Page 12: Isi

1934). Cara ini dapat diterapkan untuk banyak varietas yang tetap

mempertahankan adanya lekukan pada pangkal buah pada tingkat matang

sekalipun.

Di Pakistan Barat, kriteria umum untuk waktu pemanenan buah Mangga

ialah bila sudah ada beberapa buah Mangga yang matang jatuh secara alami dari

pohon. Stadium ini disebut stadium “tapka”. Seluruh buah di pohon tersebut

dianggap sudah cukup tuauntuk dipanen. Pada umumnya, orang beranggapan

bahwa buah yang dipetik dari pohon pada stadium “tapka”, dan matang dalam

penyimpanan mempunyai aroma, mutu dan warna lebih baik (Pantastico, 1986).

Ruehle dan Ledin (1955) menekankan pentingnya pemanenan buah

Mangga beberapa hari menjelang terjadinya perubahan warna. Pada Mangga

Heden, indikator-indikator tidak menunjukan hubungan khas apa pun dengan

kemasakan (Harkness, 1949). Namun, pengukuran berat jenis ternyata merupakan

petunjuk yang dapat dipercaya. Telah terbukti bahwa buah Mangga Heden belum

masak pada berat jenis kurang dari 1,015, dan siap dipanen bila berat jenis

menjadi 1,02 atau lebih. Pengukuran berat jenis tidak begitu dapat dipercaya

untuk varietas lain, mungkin karena berat jenis dipengaruhi besarnya rongga biji,

curah hujan dan cara bercocok tanam.

Titik maksimum kandungan zat pati juga ternyata dapat dijadikan tolak

ukur indikasi kemasakan buah Mangga Heden dan Zill yang ditanam di Florida

(Popenhoe dkk., 1958) dan beberapa varietas dari India (Anon, 1972b; Bhatnagar

dan Subramanyam 1971). Harkness dan Cobin (1950), mengamati buah Mangga

varietas Heden, masak dalam 105 – 115 hari dari pemekaran bunga.

12

Page 13: Isi

b. Peran Etilen (C2H4) dalam Pematangan Buah Mangga

Matoo dan Modi (1969a) menunjukan bahwa C2H4 meningkatkan kegiatan

enzim katalase, perioksidase dan amilase dalam irisan Mangga sebelum puncak

kemasakannya. Selama pemacuan, mereka juga mengamati bahwa zat-zat serupa

protein yang menghambat pemasakan, dalam irisan-irisan itu hilang dalam 45

jam. Perlakuan dengan C2H4 mengakibatkan irisan-irisan menjadi lemak dan

perubahan yang menarik dari putih ke kuning,yang memberi petunjuk timbulnya

gejala kematangan yang khas (Matoo, 1969).

Selain itu, Mattoo dan Modi (1969b) melaporkan bahwa C2H4 dapat juga

menginaktifkan preparat penghambat yang secara parsial telah dimurnikan dalam

hubungannya dengan katalase dan peroksidase, karena preparat yang diberi

perlakuan tidak menunjukan penghambat enzim-enzim ini sedikit pun.

Berdasarkan pengamatan tersebut maka mereka berpendapat bahwa, sebelum

mencapai puncak kemasakan dalam buah Mangga, C2H4 yang disintesis buah

memacu enzim-enzim oksidatif dan hidrolitik dan menginaktifkan penghambat

enzim-enzim ini; sesudah dan selama proses ini berlangsung, terjadi perubahan-

perubahan komponen sel yang semula dari yang semula tidak laeun menjadi dapat

larut, yang mengakibatkan perubahan-perubahan permeabilitas sel, dan demikian

memungkinkan interaksi yang lebih besar antara substrat buah dengan enzim-

enzim tersebut; bahwa proses-proses ini semua, bersama dengan faktor-faktor lain

yang hingga kini belum diketahui, membangkitkan dengan kuat sebagian sistem

metabolik yang akhirnya mematangkan buah (Matto, 1969; Matto dan Modi

1969a; 1969b).

13

Page 14: Isi

c. Perubahan Kimiawi Selama Pematangan dan Penuaan

Selama pematangan buah mengalami beberapa perubahan nyata yang

melingkupi warna, tekstur dan bau. Perubahan tersebut memberikan indikasi

bahwa susunan kimia dalam buah juga mengalami perubahan. Perubahan tersebut

dapat terjadi melalui perombakn maupun proses sintetik atau melalui proses

keduanya.

Karbohidrat

Gula, baik yang bebas ataupun yang terikat pada zat-zat lain, merupakan

komponen yang penting untuk mendapatkan flavor buah yang menyenangkan

melalui perimbangan antara gula dan asam, warna yang menarik (sebagai derivat

antosianidin) dan tekstur yang utuh (bila secara serasi tergabung dengan

polisakarida struktural). Pada pematangan buah, bentuk-bentuk ini mengalami

perubahan secara metabolik, baik kuantitatif maupun kualitatif.

Lely dkk. dalam Pantastico (1986) melaporkan bahwa selama pematangan

buah mangga Alponso, zat pati seluruhnya terhidrolisis dan terbentuklah sukrosa.

Mukerjee (1957-1959) dkk. Melaporkan hasil yang sama terhadap banyak varietas

buah Mangga lain bahwa terjadi kenaikan sukrosa, glukosa dan fruktosa sedikit

demi sedikit selama berlangsungnya pematangan. Modi dan Reddy (1967)

melaporkan adanya kandungan pentosa total lima kali lipat, dan mengamati

sintesis fruktosa 1,5 kali lebih banyak dari glukosa. Data dari Krishnamurthy dan

Subramanyam (1970) dan Lakhsminarayana (1972) mengenai perubahan

karbohidrat dalam pematangan buah Mangga sesuai dengan hasil di atas.

14

Page 15: Isi

Zat Warna

Untuk sebagaian besar buah, tanda kematangan pertama adalah hilangnya

warna hijau. Kandungan klorofil buah yang sedang masak lambat laun berkurang.

Pada umumnya sejumlah zat warna hijau tetap terdapat dalam buah, terutama

dalam jaringan bagian-bagian dalam buah. Selama tahap pematangan, terjadi

sintesis karotenoid secara drastis. Karena adanya kemungkinan dalam kesamaan

pembentukan karoten dan fitol, beberapa penulis berpendapat bahwa senyawa-

senyawa yang dilepaskan selama pemecahan klorofil dapat digunakan untuk

sintesis karotenoid.

Karetonid pada tumbuhan terutama berupa b-karoten dan derivat-

derivatnya. Jungalwala dan Cama (1963) menemukan bahwa mangga

Alphonsoyang matang kira-kira mengandung 16 hidrokarbon dan oksikarotenoid

yang berbeda-beda. b-karoten terdapat terdapat sampai 60% jumlah seluruhnya.

Krishnamurthy dkk. (1960) melaporkan adanya kenaikan kandungan b-karoten

yang cukup besar dalam buah mangga Badami, Raspuri, Totapuri dan Neelam.

Selama pematangan. Modi dkk. Melaporkan kandungan karoten, geraniol bebas

dan asam mevalonat bebas, yang merupakan prekursor dalam terjadinya karoten,

semakin lama semakin meningjat selama pematangan.

Hasil Atsiri

Buah yang sedang masak akan menimbulakan aroma yang khas. Senyawa-

senyawa utama yang ditemukan adalah ester-ester alkohol alifatik dan asam-asam

lemak berantai pendek. Selain untuk beberapa jenis buah seperti pisang, yang

senyawa atsirinya berupa isoamil asetat. Beberapa senyawa terpenoid

15

Page 16: Isi

dimungkinkan merupakan penyebab aroma khas dalam pematangan beberapa

varietas jeruk Chitrus unshiu, pisang, mangga dan pepaya.

Enzim

Sudah jelas bahwa dari pengaruh kimiawi dan fisik selama pematangan

buah disebabkan oleh enzim. Misalnya melunaknya buah tomat selama

pematangan telah ditunjukan mempunyai hubungan erat dengan bertambahnya

pektineserase (Kertesz, 1938) dan kegiatan poligalakturonase (Hobson, 1964) baik

dalam tomat maupun buah alpukat, nanas, pisang dan mangga (Mattoo dan Modi,

1969).

B. Light Dependent Resistor (LDR)

1. Prinsip dan Aplikasi LDR

Resistor adalah komponen dasar elektronika yang selalu digunakan dalam

setiap rangkaian elektronika karena bisa berfungsi sebagai pengatur atau untuk

membatasi jumlah arus yang mengalir dalam suatu rangkaian. Dengan resistor,

arus listrik dapat didistribusikan sesuai dengan kebutuhan. Sesuai dengan

namanya resistor bersifat resistif dan umumnya terbuat dari bahan karbon. Satuan

resistansi dari suatu resistor disebut Ohm atau dilambangkan dengan simbol Ω

(Omega). Di dalam rangkaian elektronika, resistor dilambangkan dengan huruf

“R”. Pada perkembangannya, terdapat resistor yang peka terhadap cahaya.

Resistor peka cahaya atau fotoresistor adalah komponen elektronik yang

resistansinya akan menurun jika ada penambahan intensitas cahaya yang

16

Page 17: Isi

mengenainya. Fotoresistor dapat merujuk pula pada light dependent resistor

(LDR), atau fotokonduktor.

Fotoresistor dibuat dari semikonduktor beresistansi tinggi yang tidak

dilindungi dari cahaya. Jika cahaya yang mengenainya memiliki frekuensi yang

cukup tinggi, foton yang diserap oleh semikonduktor akan menyebabkan elektron

memiliki energi yang cukup untuk meloncat ke pita konduksi. Elektron bebas

yang dihasilkan (dan pasangan lubangnya) akan mengalirkan listrik, sehingga

menurunkan resistansinya.

Sama halnya dengan LDR. LDR dibuat dari Cadmium Sulfida yang peka

terhadap cahaya. Cahaya memiliki dua sifat yang berbeda yaitu sebagai

gelombang elektromagnetik dan foton atau partikel energi (dualisme cahaya). Saat

cahaya menerangi LDR, foton akan menabrak Cadmium Sulfida dan melepaskan

elektron. Semakin besar intensitas cahaya yang datang, semakin banyak elektron

yang terlepas dari ikatan, sehingga hambatan LDR akan rendah.

Pada aplikasi di lapangan, LDR banyak dimanfaatkan sebagai sensor

cahaya. Sensor adalah piranti yang menghasilkan sinyal keluaran yang sebanding

dengan parameter yang diindera (sensing). Sensor bekerja untuk mendeteksi atau

mengukur sesuatu yang digunakan untuk mengubah variasi mekanis, magnetis,

panas, sinar dan kimia menjadi tegangan dan arus listrik. Contoh penggunaan

LDR yaitu pada lampu taman dan lampu di jalan yang bisa menyala di malam hari

dan padam di siang hari secara otomatis (Sri Suptami, 2010). Struktur LDR dapat

dilihat pada Gambar 3.

17

Page 18: Isi

Gambar 3. Strutur LDR.

2. Karakteristik LDR

Karakeristik LDR terdiri dari dua macam, yaitu laju recovery dan respon

spektral.

a. Laju Recovery

Bila sebuah LDR dibawa dari suatu ruangan dengan level kekuatan cahaya

tertentu ke dalam suatu ruangan yang gelap, maka dapat diamati bahwa nilai

resistansi dari LDR tidak akan segera berubah resistansinya pada keadaan ruangan

gelap tersebut. Namun, LDR tersebut hanya akan dapat mencapai harga di

kegelapan setelah mengalami selang waktu tertentu. Laju recovery merupakan

suatu ukuran praktis dan suatu kenaikan nilai resistansi dalam waktu tertentu.

Nilai ini ditulis dalam K/detik. Untuk LDR tipe arus, nilainya lebih besar dari 200

K/detik (selama 20 menit pertama mulai dari level cahaya 100 lux), kecepatan

tersebut akan lebih tinggi pada arah sebaliknya, yaitu pindah dari tempat gelap ke

tempat terang, yang memerlukan waktu kurang dari 10 ms untuk mencapai

resistansi yang sesuai dengan level cahaya 400 lux.

18

Page 19: Isi

b. Respon Spektral

LDR tidak mempunyai sensitivitas yang sama untuk setiap panjang

gelombang cahaya yang jatuh padanya (yaitu warna). Bahan yang biasa digunakan

sebagai penghantar arus listrik yaitu tembaga, aluminium, baja, emas dan perak.

Dari kelima bahan tersebut tembaga merupakan penghantar yang paling banyak,

digunakan karena mempunyai daya hantaryang baik (TEDC,1998).

19

Page 20: Isi

III. METODOLOGI

A. Tempat dan Waktu

Penelitian dilaksanakan selama empat bulan. Dimulai pada Juli

2012, sampai Oktober 2012. Penelitian ini meliputi perancangan

dan pembuatan alat, serta uji unjuk kerja, yang akan dilaksanakan

di Laboratorium Mekanisasi Pertanian Universitas Jenderal

Soedirman.

B. Alat dan Bahan

1. Perancangan Alat

Alat dan bahan yang digunakan dalam perancangan pengukur kematangan

buah Mangga berbasis sensor deret LDR, berupa kertas dan alat tulis, yang

digunakan untuk membuat sketsa.

2. Pembuatan Alat

a. Alat yang akan digunakan meliputi gergaji besi, gunting, pisau, solder,

obeng, tang, amplas, dan penggaris.

b. Bahan yang akan digunakan, pipa PVC diameter 4,8 cm, sambungan pipa

dengan diameter kecilnya 5 cm dan diameter besarnya 8 cm, sensor LDR,

cat hitam dan putih, lem plastik, lem autosealer, lampu 60 watt, kabel,

klem, busa dan alumunium foil.

3. Uji Unjuk Kerja

20

Page 21: Isi

a. Alat yang digunakan meliputi multimeter digital, penetrometer dan

refractometer.

b. Bahan yang digunakan dalam uji unjuk kerja adalah buah Mangga yang

sudah dipanen.

C. Perlakuan

Perlakuan yang digunakan dalam penelitian ini adalah faktor jarak jatuh

cahaya dari sumber cahaya. Cahaya diatur jaraknya dari Mangga yang akan diuji,

melalui pipa sebagai pengarahnya, disimbolkan dengan J. Jarak jatuh cahaya yang

akan diujikan terbagi kedalam tiga, J I, 1,5 cm, J II, 2,5 cm, dan J III, 3,5 cm

diatas Mangga.

D. Variabel Pengukuran

Variabel yang diamati pada penelitian ini adalah :

1. Nilai Resistansi LDR

Nilai resistansi LDR diperoleh dari pengukuran langsung menggunakan

multimeter digital.

2. Kematangan Buah Mangga Berdasarkan Kekerasan dan Kandungan Gula

Variabel atau parameter yang digunakan dalam kematangan buah Mangga

diantaranya kekerasan dan kandungan gula. Kekerasan diukur menggunakan

penetrometer dan kandungan gula diukur menggunakan refraktometer.

21

Page 22: Isi

E. Analisis data

Analisis yang akan dilakukan adalah analisis grafik. Data dari analis grafik

berupa variabel yang diukur, dan dapat menunjukan hubungan antara kematangan

buah Mangga dengan hambatan dari deret sensor LDR.

F. Pelaksanaan Penelitian

1. Persiapan

a. Perancangan alat dilakukan dengan membuat sketsa rancangan alat dengan

menggunakan alat gambar manual.

b. Mempersiapkan 21 buah mangga sebagai objek pengukuran.

2. Pembuatan alat

Pembuatan alat dilakukan di Lababoratorium Mekanisasi Pertanian,

UNSOED, berdasarkan gambar yang sudah dibuat dan dimodifikasi bila

diperlukan.

3. Pengujian alat

Pengujian ini untuk memperoleh nilai hambatan yang diperoleh dari LDR.

4. Pengambilan data

Data akan diambil dengan melakukan pengukuran hambatan LDR.

Hambatan LDR didapatkan setelah LDR menangkap cahaya pantulan dari buah

Mangga yang sebelumnya ditembakan cahaya. Nilai hambatan akan berbeda satu

sama lain, sesuai perlakuan yang diberikan.

22

Page 23: Isi

G. Jadwal Pelaksanaan

Tabel 2. Rencana kegiatan bulanan penelitian

No KegiatanWaktu (Bulan)

I II III IV

1. Persiapan x

2. Pelaksanaan penelitian x

3. Pengambilan data x

4. Penulisan laporan x x

23

Page 24: Isi

DAFTAR PUSTAKA

Anonimus, 2006. Sensor Cahaya Dengan LDR. http://www.nanangdesign.inc.md/download/LDRLightSensor.pdf.

Antara, M. 2004. Pengembangan Usaha Hortikultura Petani Kecil. Fakltas Pertanian Udayana. Bali.

Bishop, O. 2004. Dasar-dasar Elektronika. Penerbit Erlangga. Yogyakarta.

Felix da Silva, Derci, Daniel Acosta-Avalos. 2006. Light Dependent Resistance as Sensor in Spectroscopy Setups Using Pulse Light Compared with Electret Microphone. Sensors. 2006, 6, 514-525.

Kementerian Pertanian Probolinggo, 2009. Kualitas Mangga Probolinggo Jeblok.http://www.probolinggo.go.id/site/index.php. diakses 8 Agustus 2012

Laporan Kerja Kementerian Pertanian Tahun 2011. 2012. Kementerian Pertanian. Jakarta.

Pakarti, Aminarty Wahyu. 2009. Pengaruh Perasan Buah Mangga Terhadap farmakokinetika Parasetamol yang Diberikan Secara Oral pada Kelinci Jantan. Laporan Penelitian. Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Pantastico, ER. B. 1986. Fisiologi Pasca Panen, Penanganan dan Pemanfaatan Buah-buahan dan Sayur-sayuran Tropika dan Sub Tropika. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Pradana, Damar. 2012. Budidaya Mangga Varietas Unggul. Pustaka Baru Press. Yogyakarta.

Rancangan Rencana Strategis Kementerian Pertanian 2010-2014. 2009. Kementerian Pertanian.

Rismunandar. 1990. Membudayakan Tanaman Buah-buahan. Sinar Baru. Bandung.

Sistem Informasi Manajemen Pembangunan di Perdesaan. 2000. Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional. Jakarta.

Sugiri. 2004. Elektronika Dasar dan Peripheral Komputer. Penerbit Andi. Yogyakarta.

24

Page 25: Isi

Supatmi, Sri. 2010. Pengaruh Sensor LDR Terhadap Pengontrolan Lampu. Majalah Ilmiah UNIKOM. Vol.8, No. 2

TTGBudidaya Pertanian Mangga (Mangifera spp). 2000. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. Jakarta.

Utomo, Deny. 2010. Strategi Pendekatan Supply Chain Management pada Proses Produksi dan Saluran Distribusi Terhadap Agroindustri Mangga (Mangifera Indica) di Kabupaten Probolinggo. Laporan Penelitian. Dinas Pertanian Probolinggo.

25