isi
TRANSCRIPT
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mangga (Mangifera Indica L.), salah satu komoditas hortikultura yang
memiliki banyak peluang untuk dikembangkan, baik dari aspek pasar, nilai gizi,
teknologi pascapanen serta nilai ekonomi. Mangga dapat dikonsumsi dalam
keadaan segar maupun olahan, sehingga tanaman hortikultura yang satu ini
banyak digemari konsumen. Pada 2002, Indonesia mampu mengekspor 1.572,634
ton Mangga dalam bentuk segar dan 2,202 ton dalam bentuk olahan. Jawa Tengah
termasuk pemasok kebutuhan Nasional ke 3 (13,60 %), setelah Jawa Timur (42,60
%) dan Jawa Barat (18,73 %) (Dirjen Bina Produksi Hortikultura, 2007).
Mangga berasal dari India, kemudian menyebar ke Asia Tenggara,
termasuk Indonesia dan Malaysia. Sampai saat ini, Indonesia merupakan salah
satu produsen Mangga, dengan total produksi pada 2011, 1.842.036 ton (Laporan
Kerja Kementan 2011). Di pulau jawa, pusat penanaman Mangga berada di
Probolinggo, Indramayu dan Cirebon. Jenis Mangga yang sering ditanam di
Indonesia meliputi, gedong, golek manalagi, arumanis, cengkir, kweni dan
kemang.
Selain kultivar dan proses budidaya, proses panen juga merupakan salah
satu faktor yang dapat menentukan kualitas Mangga, mulai dari persiapan panen,
waktu panen dan lebih khusus penanganan pasca panen. Contoh kasus pada 2008.
Menurut Deny Utomo (2010), produksi Mangga di Probolinggo mengalami
1
penurunan, dari 101.585 ton pada 2007 menjadi 99.621 ton pada 2008. Penurunan
disebabkan masih minimnya penguasaan teknologi oleh petani, dari mulai
pembibitan sampai distribusi, termasuk saat panen dan pascapanen.
Dalam lingkup pengembangan aspek pasar, faktor keseragaman kualitas,
dalam hal ini kematangan, perlu dipantau untuk menjamin standar mutu, terutama
komoditas ekspor. Mengingat persaingan produk ekspor semakin ketat. Masuk ke
Singapur, Mangga Probolinggo harus bersaing ketat dengan Mangga Thailand
(Kementerian Pertanian, 2009).
Sebagaian besar, kematangan buah Mangga biasanya ditandai dengan
perubahan warna kulit buah. Warna buah arumanis atau manalagi berubah
menjadi hijau tua kebiruan, warna buah Mangga cengkir dan golek atau gedong,
berubah menjadi kuning kemerahan. Sedangkan, tanda buah sudah dapat dipanen
adalah adanya buah yang jatuh karena matang, sedikitnya 1 buah/pohon. (BPPT,
2000).
Menurut Aminary (2009), buah Mangga juga mengandung senyawa
flavonoid. Kandungan flavonoid dalam buah Mangga, yang mempunyai gugus
hidroksi bebas dapat menghambat aktivitas sitokrom. Sementara, menurut
Harborne (1996), flavonoida mengandung sistem aromatik yang terkonjugasi
sehingga menunjukkan pita serapan kuat pada daerah spektrum sinar ultraviolet
dan spektrum sinar tampak, umumnya dalam tumbuhan terikat pada gula yang
disebut dengan glikosida.
Light dependent resistor (LDR) merupakan sensor yang bekerja terhadap
cahaya. LDR memiliki nilai resistansi berubah-ubah, berdasarkan intensitas
2
cahaya yang diserap. Pengaruh intensitas cahaya terhadap resistan LDR
menyebabkan sensor ini sebagai resistor yang mempunyai koefisien temperatur
negatif.
Beberapa teori warna yang berkembang diantaranya diungkapkan Newton
(1642-1727), bahwa benda-benda disekitar tidak akan memiliki warna apabila
tidak ada cahaya yang menyentuhnya. Cahaya merupakan satu-satunya sumber
warna. Benda yang tampak berwarna, semuanya hanya pemantul, penyerap dan
penerus warna dalam cahaya.
Teori Young (1801), mengemukakan hipotesa bahwa mata manusia
memiliki 3 buah reseptor penerima cahaya, yaitu reseptor yang peka terhadap
cahaya biru, merah dan hijau. Seluruh penglihatan warna didasarkan pada ketiga
reseptor tersebut. Tetapi, Young hampir tidak melakukan eksperimen apapun
untuk mendukung pernyataannya.
Seorang ahli penglihatan Jerman, Hermann Von Helmholtz (1850),
menjelaskan kebenaran teori Young. Hasil teori keduanya ini kemudian dikenal
dengan Teori Young-Helmholtz atau Teori Penglihatan 3 Warna atau Teori 3
Reseptor. Melalui ketiga reseptor pada retina, mata manusia dapat melihat semua
warna dan membedakannya.
Jika cahaya mengenai benda, maka benda tersebut akan memantulkan satu
atau lebih cahaya dalam spektrum. Hasil eksperimen James Clerck Maxwell
(1855-1861) menyimpulkan bahwa warna hijau, merah dan biru merupakan
warna-warna primer (utama) dalam pencampuran warna cahaya. Warna primer
adalah warna-warna yang tidak dapat dihasilkan lewat pencampuran warna
3
apapun. Melalui warna primer cahaya (biru, hijau dan merah), semua warna
cahaya dapat dibentuk dan diciptakan. Setiap warna memiliki panjang gelombang
berbeda, yang disajikan pada tabel 1 sebagai berikut :
Tabel 1. Panjang Warna Gelombang (Sumber : Anonim, 2012)
Warna-warna utama dari spektrum sinar tampak
Panjang Gelombang (nm)
Ungu 380 – 435
Biru 435 – 500
Sian (biru pucat) 500 – 520
Hijau 520 – 565
Kuning 565 – 590
Orange 590 – 625
Merah 625 – 740
Oleh sebab itu, diperlukan teknologi tepat guna untuk membedakan tingkat
kematangan buah Mangga yang sederhana, sehingga mudah dioprasionalkan oleh
petani tanpa mengurangi nilai keakuratan. Penggunaan teknologi tepat guna ini
diharapkan dapat menunjang kapasitas produksi dari segi kualitas, terutama
keseragaman kematangan buah Mangga.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dibahas sebelumnya, maka dapat
dirumuskan beberapa masalah yang perlu dikaji dan diaplikasikan dalam
penelitian ini. Masalah yang akan dikaji pada penelitian ini adalah:
4
1. Bagaimana cara mengaplikasikan sensor LDR sebagai pemeriksa
kematangan buah Mangga (Mangefira Indica L.)?
2. Bagaimana respon atau tanggapan LDR dalam pengukuran kematangan
buah Mangga?
3. Bagaimana performansi yang diperoleh dari alat pemeriksa kematangan
buah Mangga yang telah dibuat?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang akan dicapai pada penelitian ini adalah:
1. Merancang bangun alat pemeriksa kematangan buah Mangga berbasis
sensor deret LDR.
2. Memperoleh karakteristik luaran sensor deret LDR terhadap pengukuran
kematangan buah Mangga selama 14 hari.
3. Mengetahui hubungan perubahan kematangan, titik jatuh cahaya, dengan
hambatan sensor deret LDR.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Alat pengukur kematangan buah Mangga berbasis sensor deret LDR ini
dapat mengukur tingkat kematangan buah Mangga dan dapat diaplikasikan
dalam proses panen atau pascapanen.
2. Sebagai kajian tentang evaluasi mutu bahan pertanian, khususnya
kematangan buah Mangga dan aplikasi sensor LDR
5
II. KERANGKA PEMIKIRAN
A. Tumbuhan Mangga
1. Morfologi Tumbuhan Mangga
Mangga salah satu tanaman hortikultura yang populer di Indoensia.
Tanaman ini berasal dari India, kemudian menyebar ke seluruh dunia. Tanaman
Mangga dapat tumbuh dengan baik di dataran rendah dan berhawa panas. Ada
juga yang dapat tumbuh di daerah yang memiliki ketinggian hingga 600 meter di
atas permukaan laut.
Gambar 1. Tanaman buah mangga.
Menurut Pantastico (1986), Mangga termasuk kedalam tipe buah batu
berdaging dengan deskripsi kulit luar seperti belulang, kulit tengah tebal
berdaging, dan kulit dalam keras seperti batu dengan membran tipis seperti kertas
disebelah dalamnya. Selain itu, Pantastico menyebutkan, ukuran buah Mangga
termasuk kedalam kelas menengah (sedang), dengan bobot berkisar 250 – 500
gram.
6
Batang pohon Mangga tegak dan bercabang agak kuat. Kulit tebal dan
kasar dengan banyak celah kecil dan sisik bekas tangkai daun. Warna kulit batang
yang sudah tua biasanya coklat keabuan sampai hitam. Pohon Mangga yang
berasal dari biji pada umumnya tegak, kuat dan tinggi sedangkan yang berasal dari
sambungan atau tempel lebih pendek dan cabang membentang.
Daun yang masih muda biasanya berwarna kemerahan, keunguan, atau
kekuningan. Semakin hari, daun akan berubah pada bagian permukaan atas,
menjadi hijau mengkilat. Bagian permukaan bawah berwarna hijau muda.
Bunga Mangga biasanya bertangkai pendek, jarang sekali yang bertangkai
panjang. Berbau harum seperti bunga lili. Kelopak bunga biasanya bertaju lima.
Ukuran dan bentuk bunga, sangat berubah-ubah bergantung pada macamnya.
Mulai dari bulat, bulat telur, hingga lonjong memanjang. Panjang buah kira-kira
2.5 - 3.0 cm.
Kulit buah berbintik kelenjar. Berwarna hijau kekuningan atau kemerahan
bila masak. Dalam hasil pengukuran menggunakan penetrometer, kulit luar buah
Mangga memiliki nilai lebih tinggi dibandingkan buah lain yang kulit luarnya
tipis, atau kulit luarnya menyatu dengan kulit tengahnya (Pantastico, 1986).
Daging buah, jika masak berwarna merah jingga atau kuning. Ada yang
berserabut atau tidak. Rasanya manis sampai masam dengan banyak air dan
berbau kuat sampai lemah. Biji Mangga berwarna putih, gepeng memanjang
tertutup endokrap yang tebal, mengayu dan berserat. Biji ini terdiri dari yang
monoembrional atau poliembrional (Rukmana,1997).
7
2. Sistematika Tumbuhan Mangga
Sistematika Tumbuhan Mangga adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Class : Dicotylendonae
Ordo : Anarcardiales
Famili : Anarcardiaceae
Genus : Mangifera
Spesies : Mangifera indica L
3. Manfaat dan Khasiat Tumbuhan Mangga
Bagian tumbuhan Mangga yang penting dan berguna dalam kehidupan
manusia sehari-hari, terutama bagi kesehatan adalah getah, kulit batang, buah
muda, dan buah masak. Getah Mangga dari bagian batang atau ranting dapat
dimanfaatkan sebagai obat tradisional untuk penyakit luar, seperti eksim, kudis,
dan gatal-gatal. Penyakit rematik atau persendian nyeri dapat diobati dengan
menggunakan kulit batang pohon Mangga. Buah Mangga muda selain dapat
digunakan sebagai manisan, juga berkhasiat sebagai obat beberapa jenis penyakit.
Di India Mangga yang masih hijau digunakan sebagai obat gangguan
darah, empedu, dan saluran pencernaan. Memakan buah Mangga muda secara
teratur mempunyai daya penyembuh gangguan darah, karena menambah
kelenturan pembuluh darah, membantu pembentukan sel-sel baru, mencegah
pendarahan, dan menyembuhkan sariawan. Selain itu buah Mangga muda dapat
berkhasiat untuk mengatasi diare, disentri, wasir dan sembelit (Rukmana, 1997).
8
Para ahli meyakini mangga adalah sumber karotenoid yang disebut beta
crytoxanthin, yaitu bahan penumpas kanker yang baik. Mangga juga kaya
vitamin, antioksidan seperti vitamin C dan E. Satu buah mangga mengandung
tujuh gram serat yang dapat membantu sistem pencernaan. Sebagian besar serat
larut dalam air dan dapat menjaga kolesterol agar tetap normal.
Mangga memiliki sifat kimia dan efek farmakologis tertentu, yaitu bersifat
pengelat (astringent), peluruh urine, penyegar, penambah nafsu makan dan
antioksidan. Kandungan asam galat pada Mangga sangat baik untuk saluran
pencernaan. Sedangkan kandungan riboflavinnya sangat baik untuk kesehatan
mata, mulut, dan tenggorokan. Buah Mangga juga mengandung senyawa
flavonoida. Kandungan flavonoida dalam buah Mangga yang mempunyai gugus
hidroksi bebas dapat menghambat aktivitas sitokrom (Aminary, 2009).
4. Tumbuhan Mangga di Indonesia
Mangga asli Indonesia kemungkinan berasal dari Kalimantan adalah
kebemben atau kweni (Mangifera odorata). Tanaman ini merupakan buah tropis
yang biasa tumbuh baik di daerah beriklim kering.
Pengembangan tanaman Mangga hampir berada di seluruh wilayah
Indonesia. Namun, sentra produksi mangga terbesar berada di pulau Jawa. Di
Jawa Barat berada di Indramayu, Cirebon, dan Majalengka. Jawa Tengah, terdapat
di Tegal, Kudus, Pati, Magelang, dan Soyolali. Sedangkan Jawa Timur, tersebar
di Pasuruan, Probolinggo, Nganjuk, dan Pamekasan. Wilayah lain yang juga
menyumbang terhadap produksi Mangga nasional adalah, Daerah Istimewa
9
Yogyakarta, Sumatera Utara, Sumatera Sarat, Sulawesi Selatan, Maluku, Nusa
Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur.
Dari segi produksi, Jawa Tengah merupakan produsen Mangga terbesar
ketiga di Indonesia, dengan kontribusi 17, 2 % dari total hasil panen Nasional.
Peringkat pertama ditempati Jawa Timur dengan kontribusi 38,5 % (Pasuruan,
Probolinggo, Situbondo dan Banyuwangi). Disusul pada posisi kedua Jawa Barat
(Indramayu, Cirebon dan Majalengka) 19,99 %. Berikutnya secara berurutan
Sulawesi 3,5 %, Bali (Buleleng) 3,8 %, NTB (Lombok Barat) 3, 5 %, dan NTT
(Sumba Barat) 2,5 %.(Dinas Pertanian Tanaman Pangan Jawa Barat, 2009).
Varietas yang telah dilepas oleh Menteri Pertanian di antaranya adalah
Arumanis 143, Golek 31, dan Manalagi 69. Ketiga varietas mangga tersebut
mampu banyak menghasilkan buah; daging buahnya tebal dan rasanya manis,
Mangga Gedong, dan Ourih termasuk varietas yang populer di masyarakat,
mempunyai mutu tinggi, daging tebal dan rasanya manis (S. Sutono, 2008)
5. Fisiologi Panen dan Pascapanen
Setiap pohon mangga dewasa, berumur lebih 10 tahun, dapat
menghasilkan buah antara 25 – 50 kg per pohon/tahun. Buah akan matang sekitar
110 – 150 hari setelah bunga mekar. Buah yang mempunyai pangkal buah
membengkak dan berwarna kekuningan adalah buah yang sudah tua dan siap
dipanen. Dalam memanen harus hati - hati, jangan menjatuhkan buah, getahnya
tidak boleh menetesi buah lainnya, dan jangan merusak pohon (S. Sutono, 2008).
Mutu buah setelah panen tidak dapat diperbaiki, tetapi bisa dipertahankan.
Mutu yang baik bisa diperoleh bila pemanenan dilakukan pada tingkat kemasakan
10
yang tepat. Buah yang belum masak, bila dipanen akan menghasilkan mutu
kurang baik dan proses pematangan yang salah. Sebaliknya, bila dipanen terlalu
lama akan meningkatkan kepekaan terhadap pembusukan (Pantastico, 1986).
a. Indikator Kemasakan Buah Mangga
Ada beberapa metode yang dilakukan untuk mengindikasikan kemasakan
buah. Petani biasanya menggunakan metode visual dan fisik. Begitu pun dengan
buah Mangga, dapat diindikasikan kemasakannya melalui metode visual dan fisik.
Gambar 2. Buah mangga matang.
Beberapa perubahan yang menyertai kemasakan buah Mangga yaitu,
penuhnya buah dalam tangkai, perubahan warna pada ujung tangkai buah,
tumbuhnya “rambut” pada biji dan pembentukan lentisel-lentisel. Biasanya
pembudidaya Mangga lebih mengandalkan perubahan warna sebagai indikator
kemasakan. Contohnya, untuk kultivar-kultivar Alphonso dan Pairi, biasanya
diperlukan 110 sampai 125 hari sesudah pembentukan buah untuk perubahan
warna dari hijau tua menjadi hijau zaitun. Untuk daging buahnya, dari putih
menjadi kuning pucat (Anon, 1965b; Bhatnagar dan Subramanyam, 1971).
Beberapa varietas Mangga India, kemasakannya ditentukan dengan
melihat sejauh mana pangkal buah menyambul dari tangkai (Cheem dan Dani,
11
1934). Cara ini dapat diterapkan untuk banyak varietas yang tetap
mempertahankan adanya lekukan pada pangkal buah pada tingkat matang
sekalipun.
Di Pakistan Barat, kriteria umum untuk waktu pemanenan buah Mangga
ialah bila sudah ada beberapa buah Mangga yang matang jatuh secara alami dari
pohon. Stadium ini disebut stadium “tapka”. Seluruh buah di pohon tersebut
dianggap sudah cukup tuauntuk dipanen. Pada umumnya, orang beranggapan
bahwa buah yang dipetik dari pohon pada stadium “tapka”, dan matang dalam
penyimpanan mempunyai aroma, mutu dan warna lebih baik (Pantastico, 1986).
Ruehle dan Ledin (1955) menekankan pentingnya pemanenan buah
Mangga beberapa hari menjelang terjadinya perubahan warna. Pada Mangga
Heden, indikator-indikator tidak menunjukan hubungan khas apa pun dengan
kemasakan (Harkness, 1949). Namun, pengukuran berat jenis ternyata merupakan
petunjuk yang dapat dipercaya. Telah terbukti bahwa buah Mangga Heden belum
masak pada berat jenis kurang dari 1,015, dan siap dipanen bila berat jenis
menjadi 1,02 atau lebih. Pengukuran berat jenis tidak begitu dapat dipercaya
untuk varietas lain, mungkin karena berat jenis dipengaruhi besarnya rongga biji,
curah hujan dan cara bercocok tanam.
Titik maksimum kandungan zat pati juga ternyata dapat dijadikan tolak
ukur indikasi kemasakan buah Mangga Heden dan Zill yang ditanam di Florida
(Popenhoe dkk., 1958) dan beberapa varietas dari India (Anon, 1972b; Bhatnagar
dan Subramanyam 1971). Harkness dan Cobin (1950), mengamati buah Mangga
varietas Heden, masak dalam 105 – 115 hari dari pemekaran bunga.
12
b. Peran Etilen (C2H4) dalam Pematangan Buah Mangga
Matoo dan Modi (1969a) menunjukan bahwa C2H4 meningkatkan kegiatan
enzim katalase, perioksidase dan amilase dalam irisan Mangga sebelum puncak
kemasakannya. Selama pemacuan, mereka juga mengamati bahwa zat-zat serupa
protein yang menghambat pemasakan, dalam irisan-irisan itu hilang dalam 45
jam. Perlakuan dengan C2H4 mengakibatkan irisan-irisan menjadi lemak dan
perubahan yang menarik dari putih ke kuning,yang memberi petunjuk timbulnya
gejala kematangan yang khas (Matoo, 1969).
Selain itu, Mattoo dan Modi (1969b) melaporkan bahwa C2H4 dapat juga
menginaktifkan preparat penghambat yang secara parsial telah dimurnikan dalam
hubungannya dengan katalase dan peroksidase, karena preparat yang diberi
perlakuan tidak menunjukan penghambat enzim-enzim ini sedikit pun.
Berdasarkan pengamatan tersebut maka mereka berpendapat bahwa, sebelum
mencapai puncak kemasakan dalam buah Mangga, C2H4 yang disintesis buah
memacu enzim-enzim oksidatif dan hidrolitik dan menginaktifkan penghambat
enzim-enzim ini; sesudah dan selama proses ini berlangsung, terjadi perubahan-
perubahan komponen sel yang semula dari yang semula tidak laeun menjadi dapat
larut, yang mengakibatkan perubahan-perubahan permeabilitas sel, dan demikian
memungkinkan interaksi yang lebih besar antara substrat buah dengan enzim-
enzim tersebut; bahwa proses-proses ini semua, bersama dengan faktor-faktor lain
yang hingga kini belum diketahui, membangkitkan dengan kuat sebagian sistem
metabolik yang akhirnya mematangkan buah (Matto, 1969; Matto dan Modi
1969a; 1969b).
13
c. Perubahan Kimiawi Selama Pematangan dan Penuaan
Selama pematangan buah mengalami beberapa perubahan nyata yang
melingkupi warna, tekstur dan bau. Perubahan tersebut memberikan indikasi
bahwa susunan kimia dalam buah juga mengalami perubahan. Perubahan tersebut
dapat terjadi melalui perombakn maupun proses sintetik atau melalui proses
keduanya.
Karbohidrat
Gula, baik yang bebas ataupun yang terikat pada zat-zat lain, merupakan
komponen yang penting untuk mendapatkan flavor buah yang menyenangkan
melalui perimbangan antara gula dan asam, warna yang menarik (sebagai derivat
antosianidin) dan tekstur yang utuh (bila secara serasi tergabung dengan
polisakarida struktural). Pada pematangan buah, bentuk-bentuk ini mengalami
perubahan secara metabolik, baik kuantitatif maupun kualitatif.
Lely dkk. dalam Pantastico (1986) melaporkan bahwa selama pematangan
buah mangga Alponso, zat pati seluruhnya terhidrolisis dan terbentuklah sukrosa.
Mukerjee (1957-1959) dkk. Melaporkan hasil yang sama terhadap banyak varietas
buah Mangga lain bahwa terjadi kenaikan sukrosa, glukosa dan fruktosa sedikit
demi sedikit selama berlangsungnya pematangan. Modi dan Reddy (1967)
melaporkan adanya kandungan pentosa total lima kali lipat, dan mengamati
sintesis fruktosa 1,5 kali lebih banyak dari glukosa. Data dari Krishnamurthy dan
Subramanyam (1970) dan Lakhsminarayana (1972) mengenai perubahan
karbohidrat dalam pematangan buah Mangga sesuai dengan hasil di atas.
14
Zat Warna
Untuk sebagaian besar buah, tanda kematangan pertama adalah hilangnya
warna hijau. Kandungan klorofil buah yang sedang masak lambat laun berkurang.
Pada umumnya sejumlah zat warna hijau tetap terdapat dalam buah, terutama
dalam jaringan bagian-bagian dalam buah. Selama tahap pematangan, terjadi
sintesis karotenoid secara drastis. Karena adanya kemungkinan dalam kesamaan
pembentukan karoten dan fitol, beberapa penulis berpendapat bahwa senyawa-
senyawa yang dilepaskan selama pemecahan klorofil dapat digunakan untuk
sintesis karotenoid.
Karetonid pada tumbuhan terutama berupa b-karoten dan derivat-
derivatnya. Jungalwala dan Cama (1963) menemukan bahwa mangga
Alphonsoyang matang kira-kira mengandung 16 hidrokarbon dan oksikarotenoid
yang berbeda-beda. b-karoten terdapat terdapat sampai 60% jumlah seluruhnya.
Krishnamurthy dkk. (1960) melaporkan adanya kenaikan kandungan b-karoten
yang cukup besar dalam buah mangga Badami, Raspuri, Totapuri dan Neelam.
Selama pematangan. Modi dkk. Melaporkan kandungan karoten, geraniol bebas
dan asam mevalonat bebas, yang merupakan prekursor dalam terjadinya karoten,
semakin lama semakin meningjat selama pematangan.
Hasil Atsiri
Buah yang sedang masak akan menimbulakan aroma yang khas. Senyawa-
senyawa utama yang ditemukan adalah ester-ester alkohol alifatik dan asam-asam
lemak berantai pendek. Selain untuk beberapa jenis buah seperti pisang, yang
senyawa atsirinya berupa isoamil asetat. Beberapa senyawa terpenoid
15
dimungkinkan merupakan penyebab aroma khas dalam pematangan beberapa
varietas jeruk Chitrus unshiu, pisang, mangga dan pepaya.
Enzim
Sudah jelas bahwa dari pengaruh kimiawi dan fisik selama pematangan
buah disebabkan oleh enzim. Misalnya melunaknya buah tomat selama
pematangan telah ditunjukan mempunyai hubungan erat dengan bertambahnya
pektineserase (Kertesz, 1938) dan kegiatan poligalakturonase (Hobson, 1964) baik
dalam tomat maupun buah alpukat, nanas, pisang dan mangga (Mattoo dan Modi,
1969).
B. Light Dependent Resistor (LDR)
1. Prinsip dan Aplikasi LDR
Resistor adalah komponen dasar elektronika yang selalu digunakan dalam
setiap rangkaian elektronika karena bisa berfungsi sebagai pengatur atau untuk
membatasi jumlah arus yang mengalir dalam suatu rangkaian. Dengan resistor,
arus listrik dapat didistribusikan sesuai dengan kebutuhan. Sesuai dengan
namanya resistor bersifat resistif dan umumnya terbuat dari bahan karbon. Satuan
resistansi dari suatu resistor disebut Ohm atau dilambangkan dengan simbol Ω
(Omega). Di dalam rangkaian elektronika, resistor dilambangkan dengan huruf
“R”. Pada perkembangannya, terdapat resistor yang peka terhadap cahaya.
Resistor peka cahaya atau fotoresistor adalah komponen elektronik yang
resistansinya akan menurun jika ada penambahan intensitas cahaya yang
16
mengenainya. Fotoresistor dapat merujuk pula pada light dependent resistor
(LDR), atau fotokonduktor.
Fotoresistor dibuat dari semikonduktor beresistansi tinggi yang tidak
dilindungi dari cahaya. Jika cahaya yang mengenainya memiliki frekuensi yang
cukup tinggi, foton yang diserap oleh semikonduktor akan menyebabkan elektron
memiliki energi yang cukup untuk meloncat ke pita konduksi. Elektron bebas
yang dihasilkan (dan pasangan lubangnya) akan mengalirkan listrik, sehingga
menurunkan resistansinya.
Sama halnya dengan LDR. LDR dibuat dari Cadmium Sulfida yang peka
terhadap cahaya. Cahaya memiliki dua sifat yang berbeda yaitu sebagai
gelombang elektromagnetik dan foton atau partikel energi (dualisme cahaya). Saat
cahaya menerangi LDR, foton akan menabrak Cadmium Sulfida dan melepaskan
elektron. Semakin besar intensitas cahaya yang datang, semakin banyak elektron
yang terlepas dari ikatan, sehingga hambatan LDR akan rendah.
Pada aplikasi di lapangan, LDR banyak dimanfaatkan sebagai sensor
cahaya. Sensor adalah piranti yang menghasilkan sinyal keluaran yang sebanding
dengan parameter yang diindera (sensing). Sensor bekerja untuk mendeteksi atau
mengukur sesuatu yang digunakan untuk mengubah variasi mekanis, magnetis,
panas, sinar dan kimia menjadi tegangan dan arus listrik. Contoh penggunaan
LDR yaitu pada lampu taman dan lampu di jalan yang bisa menyala di malam hari
dan padam di siang hari secara otomatis (Sri Suptami, 2010). Struktur LDR dapat
dilihat pada Gambar 3.
17
Gambar 3. Strutur LDR.
2. Karakteristik LDR
Karakeristik LDR terdiri dari dua macam, yaitu laju recovery dan respon
spektral.
a. Laju Recovery
Bila sebuah LDR dibawa dari suatu ruangan dengan level kekuatan cahaya
tertentu ke dalam suatu ruangan yang gelap, maka dapat diamati bahwa nilai
resistansi dari LDR tidak akan segera berubah resistansinya pada keadaan ruangan
gelap tersebut. Namun, LDR tersebut hanya akan dapat mencapai harga di
kegelapan setelah mengalami selang waktu tertentu. Laju recovery merupakan
suatu ukuran praktis dan suatu kenaikan nilai resistansi dalam waktu tertentu.
Nilai ini ditulis dalam K/detik. Untuk LDR tipe arus, nilainya lebih besar dari 200
K/detik (selama 20 menit pertama mulai dari level cahaya 100 lux), kecepatan
tersebut akan lebih tinggi pada arah sebaliknya, yaitu pindah dari tempat gelap ke
tempat terang, yang memerlukan waktu kurang dari 10 ms untuk mencapai
resistansi yang sesuai dengan level cahaya 400 lux.
18
b. Respon Spektral
LDR tidak mempunyai sensitivitas yang sama untuk setiap panjang
gelombang cahaya yang jatuh padanya (yaitu warna). Bahan yang biasa digunakan
sebagai penghantar arus listrik yaitu tembaga, aluminium, baja, emas dan perak.
Dari kelima bahan tersebut tembaga merupakan penghantar yang paling banyak,
digunakan karena mempunyai daya hantaryang baik (TEDC,1998).
19
III. METODOLOGI
A. Tempat dan Waktu
Penelitian dilaksanakan selama empat bulan. Dimulai pada Juli
2012, sampai Oktober 2012. Penelitian ini meliputi perancangan
dan pembuatan alat, serta uji unjuk kerja, yang akan dilaksanakan
di Laboratorium Mekanisasi Pertanian Universitas Jenderal
Soedirman.
B. Alat dan Bahan
1. Perancangan Alat
Alat dan bahan yang digunakan dalam perancangan pengukur kematangan
buah Mangga berbasis sensor deret LDR, berupa kertas dan alat tulis, yang
digunakan untuk membuat sketsa.
2. Pembuatan Alat
a. Alat yang akan digunakan meliputi gergaji besi, gunting, pisau, solder,
obeng, tang, amplas, dan penggaris.
b. Bahan yang akan digunakan, pipa PVC diameter 4,8 cm, sambungan pipa
dengan diameter kecilnya 5 cm dan diameter besarnya 8 cm, sensor LDR,
cat hitam dan putih, lem plastik, lem autosealer, lampu 60 watt, kabel,
klem, busa dan alumunium foil.
3. Uji Unjuk Kerja
20
a. Alat yang digunakan meliputi multimeter digital, penetrometer dan
refractometer.
b. Bahan yang digunakan dalam uji unjuk kerja adalah buah Mangga yang
sudah dipanen.
C. Perlakuan
Perlakuan yang digunakan dalam penelitian ini adalah faktor jarak jatuh
cahaya dari sumber cahaya. Cahaya diatur jaraknya dari Mangga yang akan diuji,
melalui pipa sebagai pengarahnya, disimbolkan dengan J. Jarak jatuh cahaya yang
akan diujikan terbagi kedalam tiga, J I, 1,5 cm, J II, 2,5 cm, dan J III, 3,5 cm
diatas Mangga.
D. Variabel Pengukuran
Variabel yang diamati pada penelitian ini adalah :
1. Nilai Resistansi LDR
Nilai resistansi LDR diperoleh dari pengukuran langsung menggunakan
multimeter digital.
2. Kematangan Buah Mangga Berdasarkan Kekerasan dan Kandungan Gula
Variabel atau parameter yang digunakan dalam kematangan buah Mangga
diantaranya kekerasan dan kandungan gula. Kekerasan diukur menggunakan
penetrometer dan kandungan gula diukur menggunakan refraktometer.
21
E. Analisis data
Analisis yang akan dilakukan adalah analisis grafik. Data dari analis grafik
berupa variabel yang diukur, dan dapat menunjukan hubungan antara kematangan
buah Mangga dengan hambatan dari deret sensor LDR.
F. Pelaksanaan Penelitian
1. Persiapan
a. Perancangan alat dilakukan dengan membuat sketsa rancangan alat dengan
menggunakan alat gambar manual.
b. Mempersiapkan 21 buah mangga sebagai objek pengukuran.
2. Pembuatan alat
Pembuatan alat dilakukan di Lababoratorium Mekanisasi Pertanian,
UNSOED, berdasarkan gambar yang sudah dibuat dan dimodifikasi bila
diperlukan.
3. Pengujian alat
Pengujian ini untuk memperoleh nilai hambatan yang diperoleh dari LDR.
4. Pengambilan data
Data akan diambil dengan melakukan pengukuran hambatan LDR.
Hambatan LDR didapatkan setelah LDR menangkap cahaya pantulan dari buah
Mangga yang sebelumnya ditembakan cahaya. Nilai hambatan akan berbeda satu
sama lain, sesuai perlakuan yang diberikan.
22
G. Jadwal Pelaksanaan
Tabel 2. Rencana kegiatan bulanan penelitian
No KegiatanWaktu (Bulan)
I II III IV
1. Persiapan x
2. Pelaksanaan penelitian x
3. Pengambilan data x
4. Penulisan laporan x x
23
DAFTAR PUSTAKA
Anonimus, 2006. Sensor Cahaya Dengan LDR. http://www.nanangdesign.inc.md/download/LDRLightSensor.pdf.
Antara, M. 2004. Pengembangan Usaha Hortikultura Petani Kecil. Fakltas Pertanian Udayana. Bali.
Bishop, O. 2004. Dasar-dasar Elektronika. Penerbit Erlangga. Yogyakarta.
Felix da Silva, Derci, Daniel Acosta-Avalos. 2006. Light Dependent Resistance as Sensor in Spectroscopy Setups Using Pulse Light Compared with Electret Microphone. Sensors. 2006, 6, 514-525.
Kementerian Pertanian Probolinggo, 2009. Kualitas Mangga Probolinggo Jeblok.http://www.probolinggo.go.id/site/index.php. diakses 8 Agustus 2012
Laporan Kerja Kementerian Pertanian Tahun 2011. 2012. Kementerian Pertanian. Jakarta.
Pakarti, Aminarty Wahyu. 2009. Pengaruh Perasan Buah Mangga Terhadap farmakokinetika Parasetamol yang Diberikan Secara Oral pada Kelinci Jantan. Laporan Penelitian. Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Pantastico, ER. B. 1986. Fisiologi Pasca Panen, Penanganan dan Pemanfaatan Buah-buahan dan Sayur-sayuran Tropika dan Sub Tropika. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Pradana, Damar. 2012. Budidaya Mangga Varietas Unggul. Pustaka Baru Press. Yogyakarta.
Rancangan Rencana Strategis Kementerian Pertanian 2010-2014. 2009. Kementerian Pertanian.
Rismunandar. 1990. Membudayakan Tanaman Buah-buahan. Sinar Baru. Bandung.
Sistem Informasi Manajemen Pembangunan di Perdesaan. 2000. Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional. Jakarta.
Sugiri. 2004. Elektronika Dasar dan Peripheral Komputer. Penerbit Andi. Yogyakarta.
24
Supatmi, Sri. 2010. Pengaruh Sensor LDR Terhadap Pengontrolan Lampu. Majalah Ilmiah UNIKOM. Vol.8, No. 2
TTGBudidaya Pertanian Mangga (Mangifera spp). 2000. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. Jakarta.
Utomo, Deny. 2010. Strategi Pendekatan Supply Chain Management pada Proses Produksi dan Saluran Distribusi Terhadap Agroindustri Mangga (Mangifera Indica) di Kabupaten Probolinggo. Laporan Penelitian. Dinas Pertanian Probolinggo.
25