isi
TRANSCRIPT
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pesantren merupakan lembaga pengembangan kemampuan dibidang
keislaman. Pendidikan pesantren juga dapat dikatakan sebagai modal sosial dan
bahkan soko guru bagi perkembangan pendidikan nasional di Indonesia. Karena
pendidikan pesantren yang berkembang sampai saat ini dengan berbagai ragam
modelnya senantiasa selaras dengan jiwa, semangat, dan kepribadian bangsa
Indonesia yang mayoritas beragama Islam. Maka dari itu, sudah sewajarnya apabila
perkembangan dan pengembangan pendidikan pesantren akan memperkuat karakter
sosial system pendidikan nasional yang turut membantu melahirkan sumber daya
manusia (SDM) Indonesia yang memiliki kehandalan penguasaan pengetahuan dan
kecakapan teknologi yang senantiasa dijiwai nilai-nilai luhur keagamaan. Pada
akhirnya, sumber daya manusia yang dilahirkan dari pendidikan pesantren ini secara
ideal dan praktis dapat berperan dalam setiap proses perubahan sosial menuju
terwujudnya tatanan kehidupan masyarakat yang paripurna. (Masyhud, 2003:9)
Salah satu sektor penting dalam pembangunan sosial yang mendapatkan
perhatian serius hampir dalam setiap proses pelaksanaan pembangunan adalah aspek
pendidikan. Bidang pendidikan itu sendiri telah menjadi pilar utama penyangga
keberhasilan pelaksanaan pembangunan sosial. Hampir bisa dipastikan, suatu daerah
yang masyarakatnya memiliki tingkat pendidikan tinggi cenderung memiliki tingkat
keberhasilan pembangunan yang cukup tinggi bila dibandingkan dengan daerah yang
rata-rata tingkat pendidikan masyarakat yang relatif rendah.
1.2 Identifikasi Masalah
Umumnya pesantren yang mencetak para santri kurang didukung dengan sisi
ilmu pengetahuan yang luas tentang perkembangan kehidupan masa kini dan kurang
memaksimalkannya peranan keahlian para santri dalam menunjang peribadatan
dilingkungan sekitarnya, baik yang bersifat vertikal yaitu hubungan kepada Sang
Pencipta maupun yang bersifat horizontal yaitu hubungan dengan sesama manusia.
Pondok Pesantren Gontor 1
1.3 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, dan identifikasi masalah di atas, penulis
memperoleh rumusan masalah sebagai berikut.
1. Bagaimana cerita singkat tentang perkembangan
pesantren Gontor?
2. Apa yang menjadi gagasan dan cita-cita didirikannya pesantren Gontor?
3. Bagaimana sejarah singkat didirikannya pondok pesantren Gontor?
4. Apa sajakah yang menjadi tujuan utama didirikannya pesantren Gontor ?
5. Apa sajakah sikap-sikap yang diterapkan dalam pesantren Gontor ?
6. Bagaimana pembinaan yang dilakukan pada kaum wanita di pesantren
Gontor ?
7. Apa sajakah yang menjadi keistimewaan pesantren Gontor dengan pesantren
lain?
1.4 Tujuan
Adapun tujuan penyusunan makalah ini yaitu :
1. Untuk mengetahui cerita singkat tentang perkembangan pesantren Gontor;
2. Untuk mengetahui gagasan dan cita-cita didirikannya pesantren Gontor ;
3. Untuk mengetahui sejarah didirikannya pondok pesantren Gontor ;
4. Untuk mengetahui tujuan utama didirikannya pesantren Gontor;
5. Untuk mengetahui sikap-sikap yang diterapkan dalam pesantren Gontor;
6. Untuk mengetahui pembinaan yang dilakukan pada kaum wanita di pesantren
Gontor; dan
7. Untuk mengetahui keistimewaan pesantren Gontor dengan pesantren lain.
1.5 Manfaat
Manfaat dari penyusunan makalah ini antara lain :
1. mengetahui gagasan dan cita-cita didirikannya pesantren Gontor;
2. mengetahui gagasan dan cita-cita didirikannya pesantren Gontor ;
3. mengetahui sejarah didirikannya pondok pesantren Gontor;
4. mengetahui sejarah didirikannya pondok pesantren Gontor;
5. mengetahui sikap-sikap yang diterapkan dalam pesantren Gontor;
6. Mengetahui pembinaan yang dilakukan pada kaum wanita di pesantren Gontor;
dan
Pondok Pesantren Gontor 2
7. Mengetahui keistimewaan pesantren Gontor dengan pesantren lain.
BAB 2
ISI
PONDOK PESANTREN GONTOR
2.1 Landasan Teoretis
Sekitar 85% dari jumlah penduduk Indonesia diklasifikasi sebagai beragama
Islam. Dengan populasi negara Indonesia yang sekarang lebih dari 220 juta orang, ini
berarti bahwa Indonesia merupakan komunitas Muslim yang terbesar di dunia.
Pesantren merupakan satu lembaga pendidikan-agama yang unik ke Indonesia.
Diperkirakan diantara 15 – 20 ribu pesantren berada di seluruh Indonesia, dengan
konsentrasinya di Jawa Timor.
Penelitian pesantren tidak bisa lepas dari dua organisasi Islam di Indonesia
yang terbesar, yaitu, Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah. Kedua organisasi
ini, terutama Nahdlatul Ulama, memiliki kebanyakan pesantren di Indonesia
walaupun juga ada banyak pesantren yang netral atau dengan kata lain, yang tidak
berada dibawa asuhan NU atau Muhammadiyah. Pesantren menawari suatu model
pendidikan yang tidak hanya sekadar pendidikan sekuler tetapi juga pendidikan ilmu
agama Islam. Bahkan ada pesantren yang hanya menawari pendidikan ilmu agama
Islam saja.
Yang menarik di sini adalah bahwa pendidikan pesantren di Indonesia sama
sekali belum testandardisasi secara kurikulumnya dan tidak terorganisir sebagai satu
jaringan pesantren Indonesia. Ini berarti bahwa setiap pesantren mempunyai
kemandirian sendiri untuk menerapkan kurikulum dan mata pelajaran yang sesuai
dengan aliran agama Islam yang mereka ikuti. Ini berarti ada pesantren yang
menerapkan kurikulum Depdiknas (Departemen Pendidikan Nasional) dengan Juga
menerapkan kurikulum agamanya, kemudian ada pesantren yang hanya ingin
memfokuskan pada kurikulum ilmu agama Islam saja. Berarti tingkat
keanekaragaman model pesantren di Indonesia tidak terbatasi. Topik pendidikan
Islam di Indonesia menjadi suatu kontroversi setelah bom Bali pada thn 2002 setelah
diketahui bahwa beberapa orang tertentu yang tersanka bertanggung jawab atas
peristiwa tersebut ketahuan berhubungan dengan dua pondok pesantren di Jawa, yaitu
Pondok Pesantren Gontor 3
PP Al-Mukmin atau yg dikenal sebagai Ngruki, di Solo, Jawa Tengah dan juga PP Al
Islam di Lamongan, Jawa Timor. Topik yang kontroversial ini kemudian masuk
media cekak Australia dengan beberapa artikel yg mengklaim bahwa pesantren di
Indonesia merupakan sumber teroris dan sumber pemikiran yang anti-Barat. Ini
menyebabkan penyebaran suatu pandangan di Australia bahwa pesantren itu identik
dengan perasaan anti-Barat, Islam yang radikal dan terorisme. Pemahaman ini adalah
akibat kekurangan informasi dan kesalahpahaman mengenai baik Islam maupun peran
pesantren di Indonesia.
Pada dasarnya studi lapangan ini adalah pembandingan di antara satu pondok
pesantren modern di Yogyakarta dan satu pondok pesantren yang independen atau
netral’ di Malang, Jawa Timor. Fokus pembandingan ini adalah untuk memahami
bagaimana pengaruhnya model dan ideologi pesantren dalam membentuk pandangan
hidup seorang santri putri? Bagaimana pentingnya peran pesantren dalam membentuk
cita-citanya seorang santri putri? Pertanyaanpertanyaan ini merupakan dasar studi
lapangan saya. Studi lapangan ini terfokus pada para santri putri dan bukan santri utra.
Ini karena saya sendiri sebagai perempuan lebih mudah mendapatkan akses ke
pesantren putri daripada pesantren
putra. Namun juga karena kebanyakan dari penelitian pesantren yang
telahdilakukan lebih cenderung berfokus pada pesantren putra maka penelitian yang
sudah ada mengenai santri putri tidak terlalu banyak. Walaupun fokus studi lapangan
ini adalah pihak santri perempuan, studi lapangan ini sebetulnya tidak berbasis isu-isu
gender, seperti keadilan gender, hak-hak perempuan dan sebagainya, melainkan studi
ini adalah mengenai perbedaan model atau lingkungan pesantren dan peran pesantren
dalam membentuk cita-cita para santri putri terhadap kehidupannya sendiri pada masa
depan.
Dengan mengambil topik ini ada harapan bahwa, walaupun memang sedikit,
bisa saya menawar suatu tambahan pemikiran mengenai pendidikan dan kebudayaan
pesantren di Indonesia. Tambahan pemikirian ini juga diharapkan dikritisi serta diteliti
lagi.
Pondok Pesantren Gontor 4
2.2 Pembahasan
2.2.1 Sekilas Tentang Gontor
Pondok Pesantren Modern Darussalam Gontor, Ponorogo (Jatim) memberikan
kontribusi besar bagi pengayaan khazanah budaya dan sistem pendidikan di
Indonesia. Didukung koperasinya, pondok ini relatif mandiri dalam pendanaan. Yang
pasti pula, tetap steril terhadap politik.
Pondok Pesantren Modern Darussalam Gontor Ponorogo (Jatim) sampai
berumur 70 tahun bukan lenyap tetapi semakin kuat jati dirinya, dan berkembang
pesat dengan 3.200 santri sesuai kapasitas maksimal. Santri pondok berasal dari
seluruh Indonesia dan dari luar negeri, antara lain Somalia, Malaysia, Singapura,
Thailand, dan Australia. Para santri diasuh oleh 200 ustadz (guru), sebagian besar
bergelar master lulusan luar negeri seperti Mesir, Arab Saudi, Pakistan.
Di atas tanah 8,5 hektar itu berdiri mesjid utama dua lantai yang menampung
sekitar 4.000 jemaah. Berderet bangunan gedung sekolah, asrama, perpustakaan, aula
dan perkantoran yang minimal dua lantai. Kini juga berdiri kompleks pondok kedua
seluas dua hektar di Siman, selain kampus baru Institut Studi Islam Darussalam
(ISID) di atas tanah lima hektar dengan deretan gedung berlantai tiga.
Aset pondok lainnya adalah 25 unit usaha yang dikelola oleh Koperasi La
Tansa, antara lain berupa penggilingan padi, toko buku, apotek, balai kesehatan, toko,
depot bakso, warung ayam panggang, Wartel, dan usaha pertanian di atas tanah wakaf
seluas lebih dari 250 hektar.
Dalam perkembangan dibangun pondok khusus santri putri di Mantingan,
Kabupaten Ngawi - 1.280 orang santri. Pondok putri memiliki dua cabang - Pondok
Modern Darul Ma'rifah di Kediri dan Darul Muttaqin di Banyuwangi.
Pondok Gontor berkembang berdasar rencana induk "Panca Jangka" meliputi
pendidikan dan pengajaran, sarana dan prasarana, sumber pembiayaan, kederisasi dan
kesejahteraan keluarga. "Karena itulah perkembangan pondok modern bisa kontinyu,"
tulis Habib Chirzin, tokoh Muhammadiyah alumnus Pondok Pesantren Gontor.
Untuk menjamin arah yang pasti, keutuhan sistem, memandu setiap langkah
gerakan atau menjadi etos kedirian, Pondok Gontor memiliki "Pancajiwa": keihlasan,
kesederhanaan, mandiri, ukhuwah Islamiyah, dan kebebasan. "Mengapa para ustad
Pondok Pesantren Gontor 5
mau mengajar dan mengurus koperasi padahal tidak digaji? Semua ini karena ikhlas.
Di sini orang merasa berjasa saja pasti akan terpental karena itu bukti kurang ikhlas,"
ujar Muhammad Almighwar, ustad asal Lampung.
Perkembangan pondok bukan cuma dalam hal fisik. Ada yang lebih berarti
dan memberikan kontribusi yang besar bagi umat, masyarakat serta bangsa. Hadirnya
135 pondok alumni yaitu pondok model Darussalam Gontor yang dikembangkan oleh
sebagian dari sekitar 18.000 alumni.
Sistem Gontor telah menjadi fenomena dalam khazanah dunia pendidikan
Indonesia. Kehadirannya layak disejajarkan dengan Muhammadiyah, Taman- siswa.
Sosialisasi sistem Gontor bukan cuma melalui pondok alumni, tapi juga karena
diadopsi oleh pondok pesantren lainnya, keseluruhan atau sebagian.
Contoh saja, pondok pesantren dengan menggunakan sistem klasikal,
mengutamakan pelajaran bahasa Arab dan Inggris, mengajarkan pelajaran umum di
samping pelajaran agama Islam dengan mengacu pada kitab-kitab kuning (kitab
standar pesantren), semua itu diintrodusir oleh Gontor. Diterimanya pakaian celana di
lingkungan pesantren juga berasal dari Gontor walau pada mulanya sangat dikritik
kalangan pesantren salaf (tradisional). Demikian pula pengembangan koperasi
pesantren, Gontor telah puluhan tahun lalu mengembangkannya.
Kontribusi lain yang tidak kalah pentingnya adalah pengembangan sistem
budaya di kalangan santri dan umat Islam. Dr Nurcholish Madjid, alumnus Gontor,
menunjuk kebebasan berpikir dan sikap toleransi sebagai kontribusi besar. Dalam
kebebasan berpikir itulah alumni Gontor terus terpanggil melakukan ijtihad
(pembaruan), Tidak mudah terpola secara jumud (lamban). Sekaligus mendobrak
tradisi sami'na wa atha'na (mendengar dan patuh) pada kiai. "Sami'na wa atha'na para
santri adalah kepada aturan, sistem pondok modern. Santri tidak dididik
mengkultuskan individu, sekalipun itu kiainya," ujar Amal Fathullah Zarkasyi MA,
anggota Dewan Wakaf Gontor.
Gontor telah memberi makna bagi masyarakat sekitarnya. Bupati Ponorogo
Markum Singodimejo mengakui, Gontor membawa Ponorogo go internasional.
Mengalirnya uang ke Ponorogo melalui kiriman untuk para santri ikut mendinamisasi
perekonomian dan menambah pendapatan warga sekitar pondok. Pemda bisa bekerja
sama untuk pelbagai macam kegiatan pelatihan. Sumbangan paling nyata, Gontor
menyumbagkan sumber daya manusia yang menjadi pionir pembangunan.
Pondok Pesantren Gontor 6
Misal, sejak awal tidak menggunakan sistem pengajaran wetonan (massal) dan
sorogan (individual) pada galibnya pesantren salaf melainkan sistem pengajaran
klasikal. Para santri dididik dan diajarkan pada madrasah (sekolah) yang disebut
Kuliyatul Muallimin Al-Islamiyah (KMI). KMI berjenjang dari kelas 1 sampai 6
setaraf SMTP dan SMTA. Kini santri kelas enam bisa mengikuti ujian persamaan
dengan madrasah aliyah di bawah Departemen Agama. Tetapi sebenarnya ijazah KMI
sendiri ditanggung bisa masuk perguruan tinggi di seluruh negara Islam. Ijazah aliyah
untuk keperluan meneruskan ke perguruan tinggi umum di Indonesia saja.
Sejak awal, peraturan pondok mengharuskan santri bercelana panjang, ustad
berdasi bahkan berjas. Sarungan yang menjadi pakaian "wajib" di pesantren salaf,
bagi Gontor lebih banyak digunakan untuk salat sekalipun juga bukan pakaian wajib.
Perbedaan sangat mendasar adalah pada pola pengelolaan pondok. Pada
pesantren salaf, kiai adalah pengasuh sekaligus pemilik pesantren. Di sini kiai sebagai
figur sentral yang menentukan segala-galanya. Maka hampir setiap pesantren dikelola
dengan sistem "dinasti".
Pondok modern dikelola secara wakaf. Semua aset milik umat. Lembaga
kekiaian bukan personifikasi pada seorang kiai, melainkan pada Badan Waqaf yang
beranggota 15 orang. "Badan Waqaf ini semacam legislatif yang menentukan arah dan
garis-garis pondok modern," kata Amal. Anggota badan ini dipilih oleh pendiri
berdasar kriteria moral dan spiritual.
"Trimurti" tidak pernah merekayasa atau menghendaki suksesi berdasar garis
keluarga. Jika ada anggota badan yang wafat pengisiannya ditentukan oleh seluruh
anggota badan. Sebagai ketua Badan Waqaf, H Hadi'in Rifa'i dari Kediri, alumnus
Gontor. Anggotanya antara lain Kafrawi Ridwan MA, mantan Dirjen Departeman
Agama, dan KH Idham Chalid.
Badan Waqaf ini memilih tiga kiai yang menjadi "mandataris", yang
melaksanakan penyelenggaraan pondok modern. Mandataris dipilih untuk jangka
waktu lima tahun dan kemudian masih bisa dipilih kembali. "Trimurti II" sekarang
adalah KH Shoiman Lukman Hakim, santri generasi pertama, KH Abdullah Syukri
Zarkasyi, putra pertama KH Imam Zarkasyi dan KH Hasan Abdullah Sahal, putra KH
Ahmad Sahal.
Pondok Gontor adalah penganut ahlus-sunnah wal jamaah seperti pada
umumnya pesantren salaf. Kitab-kitab yang diajarkan hampir seluruhnya kitab standar
pesantren, seperti Ihya Ulumuddin Imam Al Ghazali, Minhajut Thalibin An-Nawawi,
Pondok Pesantren Gontor 7
Tuhfah Ibnu Hajar. Meski juga ada yang sudah ditinggalkan Gontor seperti Fathul
Qarib Syarh Matam Taqrib Ibnu Qasyim Alghazi yang di pesantren salaf jadi kitab
wajib.
Hanya bedanya, Gontor tidak mendoktrinasi santrinya agar menjadi penganut
mazhab tertentu. Ini berbeda dengan pesantren salaf yang sejak awal mengharuskan
santrinya menjadi pemeluk ahlus-sunnah wal jamaah itu pun pada mazhab Syafi'i
untuk ilmu fiqih (hukum) dan Alasy'ari serta Almaturidzi untuk bidang ilmu tauhid,
dan Abdul Qadir Jaelani bidang tasauf/tarekat.
"Gontor tidak mendikte santrinya menjadi pemeluk mazhab tertentu, semua
mazhab diajarkan. Setelah mengetahui para santri dipersilakan memilih," kata Amal
yang lulusan Universitas Kairo.
Gontor mengembangkan pola pikir ontologis di samping sikap religius.
Cirinya antara lain, pemikiran terhadap suatu obyek diarahkan kepada pencarian
hakikatnya. Pendidikan dalam pola pikir demikian bersifat intelektualistis, berpikir
berdasar obyek murni.
Peranti ijtihad telah diberikan - khususnya bahasa Arab dan Inggris. Bahasa
Arab sebagai kunci mempelajari ilmu agama dan Inggris untuk ilmu umum, selain
pelbagai ilmu seperti ushul fiqih, musthalah hadits, mantiq (logika) dan ilmu alat.
Santri juga diajar memahami kitab Bidayatul Mujtahid - karya Ibnu Rusyd - yang
mensosialisasikan pemikiran Aristoteles di dunia Islam. Kitab ini mendidik mental
ilmiah sebab ia memaparkan dengan pendekatan komparasi, perbandingan mazhab. Di
banyak pesantren salaf kitab ini ditolak.
Gontor memang tidak pernah berhenti ber-ijtihad. Modernitas dipelihara dan
diaktualkan sehingga tidak sampai menjadi fosil sejarah. Materi pelajaran setiap saat
dievaluasi agar kurikulum tidak ketinggalan dari perkembangan masyarakat.
Modernitas bukan sekadar gedung bertingkat, pakai dasi dan jas, pelajaran bahasa
Inggris dan umum.
Semangat pembaruannya mengingatkan pada Muhammadiyah. Di sisi lain,
tradisi ritualnya, seperti wiridan massal seusai salat, membaca qunut nazilah saat Salat
Subuh, dua kali azan pada Salat Jumat, adalah tradisi NU.
Dua sisi corak yang seolah saling paradoksal itu memang ciri Gontor. Dalam
melakukan modernisasi, berpijak pada kaidah: almuhafadhah ala qadimis-shalih wal
ahdu bil jadid, menjaga hal-hal lama yang baik dan mengambil hal-hal baru yang baik
Pondok Pesantren Gontor 8
pula. Sehingga kebangunannya ibarat pohon yang akarnya menghujam dalam ke bumi
dan batangnya menjulang ke langit.
Pondok Pesantren Gontor 9
2.2.2 Gagasan dan Cita-cita
Cita-cita utama pondok pesantren Gontor adalah rasa tanggung jawab
memajukan ummat Islam dalan mencari ridha Allah. Tempat yang dipilih untuk
mewujudkan cita-cita itu adalah Pondok Pesantren, yaitu lembaga pendidikan Islam
yang pernah berjaya pada masa nenek moyang mereka tatapi pada saat itu telah mati.
Pendidikan pondok pesantren adalah model pendidikan Islam yang banyak
dipakai dan berlaku di beberapa negara Islam. Namun, di negara-negara itu
pendidikan Islam telah banyak mengalami kemajuan dan perkembangan, sedangkan
lembaga pendidikan pesantren di Indonesia karena situasi penjajahan dan lain-lain
belum mampu berkembang pesat sebagaimana lembaga-lembaga pendidikan di
negara-negara Islam lainnya. Karena itu pengembangan pondok pesantren di
Indonesia perlu mengambil kaca perbandingan dari lembaga-lembaga Islam di luar
negeri yang serupa dengan sistem pendidikan pesantren. Para Pendiri Pondok Modern
Darussalam Gontor, pada awal pembangunan Pondok Gontor Baru telah mengkaji
berbagai lembaga pendidikan terkenal dan maju di luar negeri, khususnya yang sesuai
dengan sistem pondok pesantren. Di Mesir terdapat Universitas al-Azhar yang
terkenal dengan keabadiannya. Al-azhar bermula dari sebuah masjid yang didirikan
oleh Penguasa Mesir dari Daulah Fatimiyyah. Universitas ini telah hidup ratusan
tahun dan telah memiliki harta wakaf yang mampu memberi beasiswa kepada siswa
dari seluruh dunia. Di Mauritania terdapat Pondok Syanggit. Lembaga pendidikan ini
harum namanya berkat kedermawanan dan keikhlasan para pengasuhnya. Syanggit
adalah lembaga pendidikan yang dikelola dengan jiwa keikhlasan; para pengasuh
mendidik murid-murid siang-malam serta menanggung seluruh kebutuhan santri. Di
India terdapat Universitas Muslim Aligarh, sebuah lembaga pendidikan modern yang
membekali mahasiswanya dengan ilmu pengetahuan umum dan agama serta memjadi
pelopor revival of Islam. Di India juga terdapat perguruan Santiniketan, didirikan oleh
Rabindranath Tagore, seorang filosuf Hindu. Perguruan yang dikenal dengan
kedamaiannya ini berlokasi di kawasan hutan, serba sederhana dan telah mampu
mengajar dunia.
Keempat lembaga pendidikan tersebut menjadi idaman para pendiri Pondok
Modern Darussalam Gontor, karena itu mereka hendak mendirikan lembaga
pendidikan yang merupakan sintesa dari empat lembaga di atas .
Pondok Pesantren Gontor 10
Selain itu, gagasan untuk membangun Gontor Baru dan gambaran tentang
bentuk pendidikan dan lulusannya diilhami oleh peristiwa dalam Konggres Ummat
Islam Indonesia di Surabaya pada pertengahan tahun 1926. Kongres itu dihadiri oleh
tokoh-tokoh ummat Islam Indonesia, misalnya H.O.S.Cokroaminoto, Kyai Mas
Mansur, H. Agus Salim, AM. Sangaji, Usman Amin, dan lain-lain.
Dalam kongres tersebut diputuskan bahwa ummat Islam Indonesia akan
mengutus wakilnya ke Muktamar Islam se-Dunia yang akan diselenggarakan di
Makkah. Tetapi timbul masalah tentang siapa yang akan menjadi utusan. Padahal
utusan yang akan dikirim ke Muktamar tersebut harus mahir sekurang-kurangnnya
dalam bahasa Arab dan Inggris. Dari peserta kongres tersebut tak seorang pun yang
menguasai dua bahasa tersebut dengan baik. Akhirnya dipilih dua orang utusan, yaitu
H.O.S. Cokroaminoto yang mahir berbahasa Inggris dan K.H. Mas Mansur yang
menguasai bahasa Arab. Peristiwa ini mengilhami Pak Sahal yang hadir sebagai
peserta konggres tersebut akan perlunya mencetak tokoh-tokoh yang memiliki kriteria
di atas .
Kesan-kesan Kyai Ahmad Sahal dari kongres itu menjadi topik pembicaraan
dan merupakan masukan pemikiran yang sangat berharga bagi bentuk dan ciri
lembaga yang akan dibina di kemudian hari .
Selain itu, situasi masyarakat dan lembaga pendidikan di tanah air saat itu juga
mengilhami timbulnya ide-ide mereka. Banyak sekolah yang dibina oleh zending-
zending Kristen yang berasal dari Barat mengalami kemajuan yang sangat pesat;
guru-guru yang pandai dan cakap dalam penguasaan materi dan metodologi
pengajaran serta penguasaan ilmu jiwa dan ilmu kemasyarakatan. Sementara itu,
lembaga pendidikan Islam belum mampu menyamai kemajuan mereka. Diantara
sebab ketidakmampuan itu adalah kurangnya pendidikan Islam yang dapat mencetak
guru-guru Muslim yang cakap, berilmu luas dan ikhlas dalam bekerja serta memiliki
tanggung jawab untuk memajukan masyarakat
Dari sisi lain, lembaga-lembaga pendidikan yang ada pada saat itu sangat
timpang, satu lembaga pendidikan memberikan pelajaran umum saja dan
mengabaikan pelajaran-pelajaran agama, lembaga-lembaga pendidikan lain hanya
mengajarkan ilmu agama dan mengesampingkan pelajaran umum. Padahal keduanya
adalah ilmu Islam dan sangat diperlukan oleh ummat Islam. Maka pondok pesantren
yang akan dikembangkan itu harus memperhatikan hal ini .
Pondok Pesantren Gontor 11
Situasi sosial dan politik bangsa Indonesia berpengaruh pula pada pendidikan;
banyak lembaga pendidikan yang didirikan oleh partai-partai dan golongan-golongan
politik. Dalam lembaga pemdidikan itu ditanamkan pelajaran tentang partai atau
golongan. Sehingga timbul fanatisme golongan. Sedangkan para pemimpinnya
terpecah karena masuknya benih-benih perpecahan yang disebarkan oleh penjajah.
Maka lembaga pendidikan itu harus dibebaskan dari kepentingan golongan atau partai
politik tertentu, dan “berdiri di atas dan untuk semua golongan".
Tidak dapat disangkal bahwa ummat Islam Indonesia, juga ummat Islam di
seluruh dunia, terbagi ke dalam berbagai suku, bangsa, negara, dan bahasa; mereka
juga terbagi ke dalam aliran-aliran paham agama; mereka juga terbagi-bagi ke dalam
kelompok-kelompok organisasi dan gerakan baik dalam bidang politik, sosial,
dakwah, ekonomi, maupun yang lain. Kenyataan ini menunjukkan adanya faktor
pengkategori yang beragam. Tetapi, harus tetap disadari bahwa kategori-kategori
tersebut tidak bersifat mutlak. Karena itu, semua dasar klasifikasi tersebut tidak boleh
dijadikan dasar pengkotak-kotakan ummat yang menjurus kepada timbulnya
pertentangan dan perpecahan di antara mereka. Maka lembaga pendidikan harus
berusaha menanamkan kesadaran mengenai hal ini, serta mengajarkan bahwa faktor
pengkategori yang sebenarnya adalah Islam itu sendiri; ummat Islam seluruhnya
adalah bersaudara dalam satu ukhuwwah diniyyah.
Bangsa ini terus berkembang dan semua itu menjadi perhatian, pengamatan,
dan pemikiran para pendiri Pondok Modern Darussalam Gontor. Secara bertahap
sistem pendidikan di Pondok Modern Darussalam Gontor berjalan dengan berbagai
percobaan pengembangan dari waktu ke waktu. Ketiga pendiri yang memiliki
latarbelakang pendidikan yang berbeda itu saling mengisi dan melengkapi, sehingga
Balai Pendidikan Pondok Modern Darussalam Gontor menjadi seperti sekarang ini.
Namun semua yang ada saat ini belum mencerminkan seluruh gagasan dan
cita-cita para pendiri Gontor. Karena itu adalah tugas generasi penerus untuk
memelihara, mengembangkan dan memajukan lembaga pendidikan ini demi
tercapainya cita-cita para pendirinya.
Pondok Pesantren Gontor 12
2.2.3 Sejarah Pesantren Gontor
Pondok Gontor didirikan pada 10 April 1926 di Ponorogo, Jawa Timur oleh
tiga bersaudara putra Kiai Santoso Anom Besari. Tiga bersaudara ini adalah KH
Ahmad Sahal, KH Zainudin Fananie, dan KH Imam Imam Zarkasyi dan yang
kemudian dikenal dengan istilah Trimurti.
Pada masa itu pesantren ditempatkan diluar garis modernisasi, dimana para
santri pesantren oleh masyarakat dianggap pintar soal agama tetapi buta akan
pengetahuan umum. Trimurti kemudian menerapkan format baru dan mendirikan
pondok gontor dengan mempertahankan sebagian tradisi pesantren salaf dan
mengubah metode pengajaran pesantren yang menggunakan sistem wetonan (massal)
dan sorogan (individu) diganti dengan sistem klasik seperti sekolah umum. Pada
awalnya Pondok Gontor hanya memiliki Tarbiyatul Atfhfal (setingkat taman kanak
kanak) lalu meningkat dengan didirikannya Kulliyatul Mu'alimat Al-Islami (KMI)
yang setara dengan lulusan sekolah menengah pertama. Pada tahun 1963 pondok
gontor mendirikan Institut Studi Islam Darussalam (ISID).
Pesantren Gontor dikelola oleh Badan Wakaf yang beranggotakan Tokoh-
tokoh alumni pesantren dan Tokoh yang peduli Islam sebagai penentu Kebijakan
Pesantren dan untuk pelaksanaannya dijalankan oleh tiga orang pengasuh (Kyai)yaitu
KH. Hasan Abdullah Sahal (Putra KH Ahmad Sahal). KH Sukri Zarkasy (putra
KH.Imam Zarkay)dan KH. Muhammad Badri. Tradisi pengelolaan oleh tiga pengasuh
ini melanjutkan pola Trimurti (Pendiri).
Pada saat peristiwa Madiun tahun 1948 saat Muso telah menguasai daerah
Karesidenan Madiun (Madiun Ponorogo, Magetan, Pacitan dan Ngawi)dan
membunuhi banyak tokoh agama,TNI sudah dilumpuhkan oleh PKI, Pesantren Gontor
diliburkan dan santri serta ustadnya hijrah dan menghindar dari kejaran pasukan
Muso. KH.Ahmad Sahal(alm)selamat dalam sembunyian di sebuah Gua di
pegunungan daerah Mlarak. Gua tersebut kini disebut dengan Gua Ahmad Sahal.
Kegitan Pendidikan Pesntren dilanjutkan kembali setelah kondsi normal.
Pandangan Modern KH Ahmad Sahal, sebagai Pendiri tertua dari Trimurti dan
kedua adiknya yaitu KH. Ahmad Fanani dan KH. Imam Zarkasy diwujudkan pula
dalam menyekolahkan putra-putrinya selain di sekolah agama (pesantren) juga di
sekolah umum. Drs. H. Ali Syaifullah Sahal (alm) alumni Filsafat UGM dan sebuah
Universitas di Australia, dosesn di IKIP Malang; Dra. Hj. Rukayah Sahal dosen IKIP
(UMJ) Jakarta dll.
Pondok Pesantren Gontor 13
Dan tentu menjadi bahan pemikiran anggota Badan Wakaf saat ini untuk
mewujudkan Pesntren Gontor menjadi semacam Universitas Al Azhar di Mesir,
sebuah universtas yang memiliki berbagai bidang kajian (Agama serta Ilmu dan
Teknologi) berbasis Islam.
Pada tahun 1994 didirikan pondok khusus putri untuk tingkat KMI dan
pendidikan tinggi yang khusus menerima alumni KMI. Pondok khusus putri ini
menempati tanah wakaf seuas 187 hektar. Terletak di Desa Sambirejo, Kecamatan
Mantingan, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur. Kini, pondok khusus putri memiliki
empat cabang, tiga cabang berlokasi di Ngawi dan satu cabang di Sulawesi Tenggara.
Hingga kini gontor telah memiliki 10 cabang yang terdiri dari 13 kampus di
seluruh Indonesia dan santri/ santriwatinya mencapai 14.273 orang. Tidak seperti
pesantren pada umumnya, para pengajarnya pun berdasi dan bercelana panjang
pantalon.
2.2.4 Tujuan
Dalam rangka mengembangkan dan memajukan Balai Pendidikan Pondok
Modern Darussalam Gontor, dirumuskanlah Panca Jangka yang merupakan program
kerja Pondok yang memberikan arah dan panduan untuk mewujudkan upaya
pengembangan dan pemajuan tersebut. Adapun Panca Jangka itu meliputi bidang-bidang
berikut :
1. Pendidikan dan Pengajaran
Maksud jangka ini adalah berusaha secara maksimal untuk meningkatkan dan
menyempurnakan pendidikan dan pengajaran di Pondok Modern Darussalam Gontor.
Usaha ini tercatat dalam sejarah perjalanan Pondok ini yang dimulai dengan pendirian
Tarbiyatul Athfal pada tahun 1926, Sullamul Muta’allimin tahun 1932. Sepuluh tahun
kemudian, 1936, didirikan Kulliyatu-l-Mu’allimin Al-Islamiyah, setingkat dengan
Sekolah Menengah (Tsanawiyah dan Aliyah). Pada tahun 1963 didirikanlah Perguruan
Tinggi yang bernama Institut Pendidikan Darussalam (sekarang bernama : Institut Studi
Islam Darussalam). Adapun cita-cita selanjutnya adalah mendirikan Universitas Islam
Darussalam, sebagaimana tertulis dalam Piagam Penyerahan Wakaf Pondok Modern
Darussalam Gontor.
Pondok Pesantren Gontor 14
2. Kaderisasi
Sejarah timbul dan tenggelamnya suatu usaha, terutama hidup dan matinya
pondok-pondok di tanah air, memberikan pelajaran kepada para pendiri Pondok tentang
pentingnya perhatian terhadap kaderisasi. Sudah banyak riwayat tentang pondok-pondok
yang maju dan terkenal pada suatu ketika, tetapi kemudian menjadi mundur dan bahkan
mati setelah pendiri atau kyai pondok itu meninggal dunia. Di antara faktor terpenting
yang menyebabkan kemunduran ataupun matinya pondok-pondok tersebut adalah tidak
adanya program kaderisasi yang baik.
Bercermin pada kenyataan ini, Pondok Modern Darussalam Gontor memberikan
perhatian terhadap upaya menyiapkan kader yang akan melanjutkan cita-cita Pondok.
3. Pergedungan
Jangka ini memberikan perhatian kepada upaya penyediaan prasarana dan sarana
pendidikan dan pengajaran yang layak bagi para santri.
4. Chizanatullah
Di antara syarat terpenting bagi sebuah lembaga pendidikan agar tetap bertahan
hidup dan berkembang adalah memiliki sumber dana sendiri. Sebuah lembaga
pendidikan yang hanya menggantungkan hidupnya kepada bantuan pihak lain yang
belum tentu didapat tentu tidak dapat terjamin keberlangsungan hidupnya. Bahkan
hidupnya akan seperti ilalang di atas batu, “Hidup enggan, mati tak hendak”.
Di antara usaha yang telah dilakukan untuk memenuhi maksud ini adalah
membentuk suatu badan khusus yang mengurusi dana, bernama Yayasan Pemeliharaan
dan Perluasan Badan Wakaf Pondok Modern (YPPWPM). Yayasan ini mengurusi dan
mengembangkan harta wakaf milik pondok.
5. Kesejahteraan Keluarga Pondok
Jangka ini bertujuan untuk memberdayakan kehidupan keluarga-keluarga yang
membantu dan bertanggungjawab terhadap hidup dan matinya Pondok secara langsung,
sehingga mereka itu tidak menggantungkan penghidupannya kepada Pondok. Mereka itu
hendaknya dapat memberi penghidupan kepada Pondok. Sesuai dengan semboyan :
"Hidupilah Pondok dan jangan menggantungkan hidup kepada Pondok".
Pondok Pesantren Gontor 15
2.2.5 Sikap
Sikap kehidupan di Pondok Moderm Gontor didasarkan pada nilai-nilai yang
dijiwai oleh suasana-suasana yang dapat disimpulkan dalam Panca Jiwa sebagai
berikut :
1. Jiwa Keikhlasan
Jiwa ini berarti sepi ing pamrih, yakni berbuat sesuatu bukan karena didorong
oleh keinginan untuk mendapatkan keuntungan tertentu. Segala perbuatan dilakukan
dengan niat semata-mata untuk ibadah, lillah. Kyai ikhlas medidik dan para pembantu
kyai ikhlas dalam membantu menjalankan proses pendidikan serta para santri yang
ikhlas dididik.
Jiwa ini menciptakan suasana kehidupan pondok yang harmonis antara kyai
yang disegani dan santri yang taat, cinta dan penuh hormat. Jiwa ini menjadikan santri
senantiasa siap berjuang di jalan Allah, di manapun dan kapanpun.
2. Jiwa kesederhanaan
Kehidupan di pondok diliputi oleh suasana kesederhanaan. Sederhana tidak
berarti pasif atau nerimo, tidak juga berarti miskin dan melarat. Justru dalam jiwa
kesederhanan itu terdapat nilai-nilai kekuatan, kesanggupan, ketabahan dan
penguasaan diri dalam menghadapi perjuangan hidup.
Di balik kesederhanaan ini terpancar jiwa besar, berani maju dan pantang
mundur dalam segala keadaan. Bahkan di sinilah hidup dan tumbuhnya mental dan
karakter yang kuat, yang menjadi syarat bagi perjuangan dalam segala segi kehidupan.
3. Jiwa Berdikari
Berdikari atau kesanggupan menolong diri sendiri merupakan senjata ampuh
yang dibekalkan pesantren kepada para santrinya. Berdikari tidak saja berarti bahwa
santri sanggup belajar dan berlatih mengurus segala kepentingannya sendiri, tetapi
pondok pesantren itu sendiri sebagai lembaga pendidikan juga harus sanggup
berdikari sehingga tidak pernah menyandarkan kehidupannya kepada bantuan atau
belas kasihan pihak lain .
Inilah Zelp berdruiping sy s te e m (sama-sama memberikan iuran dan sama-
sama memakai). Dalam pada itu, Pondok tidaklah bersifat kaku, sehingga menolak
Pondok Pesantren Gontor 16
orang-orang yang hendak membantu. Semua pekerjaan yang ada di dalam pondok
dikerjakan oleh kyai dan para santrinya sendiri, tidak ada pegawai di dalam pondok.
4. Jiwa Ukhuwwah Diniyyah
Kehidupan di pondok pesantren diliputi suasana persaudaraan yang akrab,
sehingga segala suka dan duka dirasakan bersama dalam jalinan ukhuwwah diniyyah.
Tidak ada dinding yang dapat memisahkan antara mereka. Ukhuwah ini bukan saja
selama mereka di Pondok, tetapi juga mempengaruhi ke arah persatuan ummat dalam
masyarakat setelah mereka terjun di masyarakat.
5. Jiwa Bebas
Bebas dalam berpikir dan berbuat, bebas dalam menentukan masa depan,
bebas dalam memilih jalan hidup, dan bahkan bebas dari berbagai pengaruh negatif
dari luar, masyarakat. Jiwa bebas ini akan menjadikan santri berjiwa besar dan
optimis dalam menghadapi segala kesulitan. Hanya saja dalam kebebasan ini
seringkali ditemukan unsur-unsur negatif, yaitu apabila kebebasan itu disalahgunakan,
sehingga terlalu bebas (liberal) dan berakibat hilangnya arah dan tujuan atau prinsip.
Sebaliknya, ada pula yang terlalu bebas (untuk tidak mau dipengaruhi),
berpegang teguh kepada tradisi yang dianggapnya sendiri telah pernah
menguntungkan pada zamannya, sehingga tidak hendak menoleh ke zaman yang telah
berubah. Akhirnya dia sudah tidak lagi bebas karena mengikatkan diri pada yang
diketahui saja.
Maka kebebasan ini harus dikembalikan ke aslinya, yaitu bebas di dalam
garis-garis yang positif, dengan penuh tanggungjawab; baik di dalam kehidupan
pondok pesantren itu sendiri, maupun dalam kehidupan masyarakat.
Jiwa yang meliputi suasana kehidupan Pondok Pesantren itulah yang dibawa
oleh santri sebagai bekal utama di dalam kehidupannya di masyarakat. Jiwa ini juga
harus dipelihara dan dikembangkan dengan sebaik-baiknya.
2.2.6 Pesantren Putri Mantingan
Tak banyak pondok pesantren khusus putri di Tanah Air. Satu dari yang sedikit
itu adalah Pondok Pesantren Putri Gontor atau yang lebih populer dengan sebutan
Pondok Putri Mantingan. Berdiri pada 31 Mei 1990, pesantren ini memang didirikan
untuk menampung remaja putri yang ingin menjadi santri di Pondok Modern
Pondok Pesantren Gontor 17
Darussalam Gontor. 'Pondok induk' yang terletak di Desa Gontor Kecamatan Mlarak
Kabupaten Ponorogo memang tak menampung santri putri.
Karena itulah lalu dibangun pondok pesantren putri yang letaknya sekitar 100 km
dari Gontor, tepatnya yaitu di Sambirejo, Mantingan, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur.
Tak sulit menemukan lokasi pesantren yang terletak di lahan seluas 184 ha, 26 ha di
antaranya sudah dibangun. Sebab pesantren ini terletak di sisi jalan raya provinsi yang
menghubungkan Solo (Jawa Tengah) dengan Madiun (Jawa Timur). Dari arah Solo,
pesantren ini terletak di sisi kanan jalan. ''Setelah 60 tahun pondok putra, banyak yang
bertanya mengapa tak ada pondok putri,'' ujar Direktur Pondok Pesantren Putri
Gontor, KH Sutadji Tadjuddin, MA ihwal didirikannya pesantren yang dipimpinnya
itu. Wanita, papar kiai kelahiran Gontor ini, juga termasuk aset bangsa.
Karena itu pondok putra merasa perlu mendirikan pesantren khusus putri. Lalu
apa yang membedakan pesantren ini dengan pondok pesantren induknya atau bahkan
pesantren putri lainnya? Kiai Sutadji mengatakan, di pesantren ini diajarkan tentang
pelajaran kewanitaan yang tidak diperoleh di pesantren putri lainnya. Pelajaran
kewanitaan itu antara lain tata busana, tata boga, tata rias, dan tata wisma. ''Pokoknya
segala sesuatu yang bakal dihadapi santri jika terjun di masyarakat kelak, dipelajari di
sini,'' paparnya kepada Republika. Ini misalnya pelajaran 'menjadi istri yang baik dan
tanggung jawab terhadap suami' dan pelajaran 'menjadi wanita shalihah'.
'Ketika hamil apa yang mesti mereka lakukan, ketika melahirkan apa yang harus
mereka kerjakan, semuanya diajarkan di sini,'' lanjut Sutadji yang memperoleh MA
dari Al-Azhar Mesir. Menurut Sutadji pondok ini berupaya untuk mencetak wanita-
wanita shalihah yang serba bisa. Menjadi ibu yang serba bisa. ''Dunia ini adalah
permata. Dan sebaik-baik permata adalah wanita shalihah,'' ujar Sutadji mengutip
sebuah Hadis Nabi SAW. Uniknya, semua pelajaran tentang kewanitaan ini
dimasukkan dalam intrakurikuler, bukan ekstrakurikuler. Dan diperoleh santri dari
kelas 1 sampai kelas 6.
Untuk ini santri dibekali dengan buku keputrian atau buku nisa'iyah. Buku ini
menurut Sutadji disusun dari hasil seminar tahun 1992 yang menghadirkan
pembicara/peserta dari pesantren se-Jawa dan Madura. Saat ini Pondok Putri
Mantingan memiliki 4.250 santri dengan ustadz/ustadzah sebanyak 315 orang, 12
orang di antaranya pria. Para santri tak hanya berasal dari berbagai daerah di
Indonesia, tapi juga datang dari mancanegara seperti dari Singapura, Malaysia, Brunei
Darussalam, Thailand, AS, dan Australia.
Pondok Pesantren Gontor 18
''Saat ini jumlah santri mancanegara ada 14 orang berasal dari delapan negara,''
ujar kiai yang mengambil S1 Ushuluddin di Madinah University, Arab Saudi. Agar
santri tak banyak keluar pondok, seluruh kebutuhan santri dipenuhi oleh pondok. Baik
kebutuhan pangan maupun kebutuhan sandang para santri semuanya dipenuhi oleh
pondok melalui koperasi pelajar.
''Santri tak perlu pergi ke Sragen atau Solo --kota terdekat, Red-- untuk membeli
kebutuhannya,'' tuturnya. Memang seluruh santri wajib tinggal di dalam pondok.
Bahkan seluruh guru/ustadz juga wajib tinggal di dalam pondok. Para ustadz yang
sudah berkeluarga tinggal di rumah berukuran 8x17 meter persegi. Mereka adalah
alumni Pondok Gontor dengan tambahan pendidikan di berbagai negara seperti Mesir,
Arab Saudi, dan Pakistan. Setiap tahun pondok ini menerima santri baru sebanyak
900-1.000 orang. Tahun ini misalnya, pondok menerima 910 santri baru.
Mereka terjaring dari sekitar 1.500 calon santri yang mendaftar. Masa pendidikan
di pondok yang dikenal dengan sebutan KMI (Kulliyatul Mu'allimat Al-Islamiyyah)
selama 4 tahun untuk mereka yang lulusan SLTP/SLTA atau sederajat. Sedangkan
bagi mereka yang lulusan SD/MI masa pendidikannya selama 6 tahun.
Tak cuma pelajaran agama dan tentu saja pelajaran tentang kewanitaan seperti
disebut di atas, santri juga menerima pelajaran umum layaknya pelajaran di tingkat
SLTP dan SLTA seperti pelajaran matematika, fisika, biologi, dan kimia. Karena itu
tak heran jika alumninya ada yang diterima di berbagai perguruan tinggi seperti di
UGM, Unair, UI, dan UII. ''Tahun ini 12 orang alumni pondok diterima di Al-Azhar
Mesir,'' ujar Sutadji.
2.3 Keistimewaan Pesantren Gontor
2.3.1 Gontor Mendirikan Latansa Bakery
Salah satu keistimewaan Gontor adalah kemandiriannya. Artinya, pondok
memiliki unit usaha yang dikelola oleh guru-guru dan santri-santri sendiri. Unit-unit
usaha tersebut dimaksudkan sebagai penunjang kelangsungan pondok,
pengejawantahan salah satu Panca Jangka, yakni Khizanatullah/Pendanaan. Untuk
memenuhi kesejahteraan keluarga, pondok tidak membebankan semua biaya
operasional kepada santri melalui SPP. Bahkan, SPP tersebut sebenarnya tidak cukup
untuk menutupi kebutuhan pondok.
Pondok Pesantren Gontor 19
Sebagai realisasi dari jiwa kemandirian tersebut, Pondok Modern Darussalam
Gontor (PMDG) mengadakan gerakan ekonomi, dengan membuka sejumlah unit
usaha yang sejak tanggal 29 Juli 1996 tergabung dalam Koperasi Pondok Pesantren
(Kopontren) La Tansa. Di samping sumber panggalian dana, Kopontren juga
berfungsi sebagai sarana pendidikan dan gerakan dakwah. Saat ini, terdapat 22 unit
usaha bernaung di dalam Kopontren yang dikelola oleh Ust. H. Zaenal Arifin
Abdullah, S.Ag., selaku ketua.
Tahun ini, Kopontren La Tansa menambah satu unit usaha, yakni pabrik roti “La
Tansa Bakery”. Usaha ini mulai berproduksi sejak tanggal 21 Mei 2003 yang
peresmiannya dilakukan oleh Pimpinan Pondok, dihadiri oleh guru-guru senior KMI
PMDG beserta ibu. Modal awal pendirian pabrik ini sebesar Rp 142,5 Juta, berupa
pembangunan gedung senilai Rp 92,5 juta dan peralatan produksi sebesar Rp 50 juta.
Pabrik roti yang berlokasi di sebelah Timur Wisma Darussalam ini, memiliki 13
karyawan yang terdiri dari 7 laki-laki dan 6 wanita, dibantu oleh isteri guru-guru
senior KMI secara bergantian. Dalam seharinya, pabrik tersebut mampu memproduksi
1500 sampai 2000 potong kue dalam berbagai jenis. Hingga saat ini, pemasaran roti
“La Tansa Bakery” meliputi Gontor 1, Gontor 2, dan Gontor Putri.
DATA UNIT-UNIT USAHA KOPONTREN LA-TANSA
No. Unit Usaha Berdiri Tempat No. Unit Usaha Berdiri Tempat
1 Penggilingan Padi 1970 Ds. Gontor 12 Pabrik Es Balok 1996 Ds. Gontor
2 Percetakan Darussalam 1983 Ds. Gontor 13 Toko Buku II 1997 Ponorogo
3 Toko Kelontong KUK 1985 Ds. Bajang 14 Pusat Perkulakan 1997 Ds. Gontor
4 Toko Bahan Bangunan KUK 1988 Ds. Bajang 15 Jasa Angkutan 1998 Ds. Gontor
5 Toko Buku I 1989 Ponorogo 16 Kredit Usaha Tani 1998 Ds. Gontor
6 Toko Palen 1990 Ponorogo 17 Pasar Sayur 1998 Ds. Gontor
7 Warung Bakso La-Tansa 1990 Ponorogo 18 Budi Daya Ayam 1998 Ds. Gontor
8 Fotocopy I KUK 1990 Ds. Bajang 19 Wartel II 1999 Ds. Gontor
9 Apotik La-Tansa 1991 Ponorogo 20 Fotocopy II 2000 Ds. Gontor
10 Wartel I 1991 Ds. Gontor 21 Pusat Grosir 2002 Ponorogo
11 Toko Alat Dapur 1994 Ds. Bajang 22 Pabrik Roti 2003 Ds. Gontor
2.3.2 Praktek Manasik Haji Tingkatkan Pemahaman Siswa
Pondok Pesantren Gontor 20
Kulliyyatul Mu'allimin Al-Islamiyyah (KMI) Pondok Modern Darussalam
Gontor kembali menggelar praktek manasik haji yang diikuti seluruh siswa kelas 1
dan 1 intensif, Sabtu (9/5). Praktek manasik haji yang selalu diadakan setahun sekali
ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman siswa KMI terhadap pelaksanaan
ibadah haji sesuai dengan pelajaran yang diajarkan di kelas. Dengan demikian,
mereka akan mampu melaksanakan dan menjelaskan rukun Islam kelima ini dengan
benar.
Kegiatan di luar kelas ini dilangsungkan selama enam hari dengan dimulai
pada hari Sabtu hingga Kamis, 9-14 Mei 2009. Setiap hari ada empat kelas yang
mendapat giliran praktek manasik haji, yakni dua kelas dari kelas 1 yang mengadakan
praktek pada jam pertama dan kedua, dua kelas dari kelas 1 intensif mendapatkan
giliran pada jam ketiga dan keempat.
Praktek manasik haji ini melibatkan seluruh pengajar Fiqh dari kelas 1 dan 1
intensif. Mereka akan mendampingi kelasnya masing-masing pada jadwal yang telah
ditentukan. Pada hari pertama, Ust. Gusti M. Shidqi bersama Ust. Ryan Khoirurijal
mendampingi seluruh siswa dari kelas 1-B dan 1-C yang mendapatkan giliran pada
jam pertama dan kedua. Setelah mengenakan pakaian ihram, "rombongan haji" ini
menuju ke tempat-tempat yang telah ditentukan untuk melakukan manasik haji.
Beberapa hari sebelumnya, staf KMI telah menandai tempat-tempat manasik seperti
"Mina", "Arofah", "Muzdalifah" dan lain sebagainya yang telah menjadi ketentuan di
dalam pelaksanaan ibadah haji. "Labbaikallahumma labbaik, labbaika laa syariika
laka....labbaik...!" salah seorang "pemimpin rombongan" berseru memimpin teman-
temannya meneriakkan talbiyah dalam menunaikan ibadah haji.
Kegiatan ini berlanjut sampai hari terakhir pelaksanaan manasik haji, Kamis
(14/5). Pada akhir pelaksanaan praktek manasik haji ini, dua kelas mendapat giliran
praktek pada malam hari. Sebabnya, pada hari Kamis setelah jam keempat para
asatidz mengadakan perkumpulan mingguan, maka kelas 1-M dan 1-P mendapatkan
waktu khusus pada malam harinya. Mereka dibimbing oleh Ust. Akmal Firdaus dan
Ust. Fawwaz Ahmad Zarkasyi mengakhiri praktek manasik haji tahun ini.
Pondok Pesantren Gontor 21
2.3.3 Exact Club Tampil dengan Laboratory Science Expo
Dengan tujuan memperkenalkan kegiatan laboratorium yang dihuni para
penggemar eksak itu, Exact Club menggelar acara Laboratory Science Expo, Jum'at
(8/5) lalu. Acara yang dilaksanakan di samping Balai Pendidikan Pondok Modern
(BPPM) itu berlangsung dari pukul 08.00 WIB sampai pukul 16.30 WIB dengan
berbagai kegiatan praktek yang dilakukan anggota Exact Club. "Acara ini bertujuan
memperkenalkan kepada para santri berbagai aktivitas yang kami lakukan di
laboratorium, selain itu kami ingin menyampaikan betapa menyenangkannya bergelut
di dunia eksak," tutur M. Isa Haris, salah seorang pengurus Exact Club yang kini
duduk di kelas 6-G, Sabtu (9/5).
Isa mengungkapkan, tahun ini mereka sudah mengadakan tiga kali acara
semacam ini. Sebelumnya pernah diadakan di Pendopo pada pertengahan tahun
pertama, kemudian untuk kedua kalinya mereka melaksanakannya bersamaan dengan
acara Expo OPPM pada tanggal 1 Muharram 1430 silam. "Kali ini adalah acara yang
ketiga kami laksanakan di akhir kepengurusan kami sebelum memfokuskan pikiran
kami untuk menghadapi ujian akhir kelas enam," papar santri yang telah menjadi
pengurus Exact Club selama setahun ini kepada kru Warta Mingguan Darussalam
Pos.
Dalam acara ini, Isa memaparkan, para santri akan dapat mengenal alat-alat
yang digunakan dalam pelajaran Fisika, Kimia dan Biologi. Selain itu, mereka juga
dikenalkan dengan alat-alat elektronika yang terdapat di laboratorium. "Kalau mereka
ke laboratorium, mereka akan menemukan alat-alat tersebut," katanya.
Semua alat-alat yang ditampilkan di Laboratory Science Expo ini ditempatkan
pada bagiannya masing-masing sesuai dengan pembagian laboratorium itu sendiri.
Menurut penuturan Isa, laboratorium bertingkat tiga yang terletak di sebelah utara
lapangan sepak bola Pondok Modern Darussalam Gontor tersebut dibagi ke dalam
enam bagian. Untuk praktek Kimia dan Biologi terletak di lantai 1, sedangkan lantai 2
digunakan untuk praktek Fisika dan digunakan juga untuk laboratorium komputer
pada ruangan khusus yang di dalamnya terdapat 25 set komputer. Adapun lantai 3
laboratorium digunakan untuk ruangan elektronika dan ruangan keterampilan.
Di samping memperkenalkan alat-alat laboratorium, di dalam Laboratory
Sciece Expo ini para santri juga dapat mengetahui golongan darah mereka. Tes
golongan darah ini dilakukan sendiri oleh anak-anak anggota Exact Club yang sudah
Pondok Pesantren Gontor 22
terlatih dengan baik. Bagi setiap santri yang ingin mengetahui golongan darah mereka
diharuskan untuk membayar biaya pemeliharaan alat sebesar Rp 2 ribu.
Selain itu, Isa dkk. juga mengadakan kegiatan tanya jawab berhadiah
berkenaan dengan kegiatan laboratorium dan Exact Club itu sendiri. Bagi setiap santri
yang mampu menjawab pertanyaan, akan mendapatkan hadiah berupa mug cantik
yang disablon dengan gambar-gambar favorit yang sablonannya merupakan hasil
kreativitas anggota Exact Club sendiri. "Kegiatan yang kami adakan ini cukup
menarik minat santri untuk berpetualang di dunia eksak," tutur Isa.
"Sebenarnya, Exact Club sendiri selalu mengadakan kegiatan rutin mingguan,"
terang Isa. Mereka membuka perpustakaan eksak secara rutin setiap hari Jum'at di
samping masjid Jami'. Kegiatan yang mendapatkan bimbingan langsung dari Ust.
Mufti Imam Suyanto dan Ust. Fuad Syukri Zein ini melibatkan seluruh anggota Exact
Club yang kini berjumlah 35 orang dari kelas 2-4 KMI.
Ketika ditanya tentang perekrutan anggota baru, Isa menyatakan, sebentar lagi
mereka akan mengadakan pendaftaran anggota baru dengan sistem penyeleksian yang
ada. Mereka membutuhkan anggota yang rajin dan aktif setelah melewati tiga kali
ujian atau seleksi. Ketiga ujian itu meliputi ujian tulis, ujian praktek dan ujian
loyalitas yang hasilnya akan ditentukan seminggu setelah itu.
Kepengurusan Exact Club sendiri sudah dipegang siswa kelas 5 yang
berjumlah sebanyak enam orang. Mereka adalah Rama Tiar, Haikal Al-Ghomam,
Aziz Naufal, Anas Mahfudz, Naufal Shidqi dan Afdi Rizal. Keenam pengurus ini baru
saja dilantik Selasa (5/5) silam.
Hingga saat ini, keberadaan Exact Club di Pondok Modern Darussalam Gontor
membawa manfaat yang cukup besar dengan perannya sebagai benteng mata
pelajaran eksak di Gontor. Mereka telah mengikuti Madrasah Science Expo di
Yogyakarta pada Januari 2009 silam. Kini, mereka tengah mempersiapkan diri untuk
mengikuti acara National Science Expo pada bulan Agustus mendatang. Untuk itu, Isa
dkk. berhasil membuat sebuah alat penyimpan panas dengan tenaga surya yang diberi
nama heat saving box. "Kalau Pak Kiyai mengijinkan, kita akan berpartisipasi dalam
National Science Expo nanti," harap Isa.
Pondok Pesantren Gontor 23
2.3.4 Model Pengembangan Usaha Lebah Madu
Perlebahan adalah kegiatan pemanfaatan dan budidaya lebah dan produk–
produknya (madu, jelly, lilin dan hasil lainnya) serta vegetasi penunjangnya untuk
memperoleh manfaat yang sebesar–besarnya bagi kepentingan masyarakat dengan
memperhatikan aspek kelestariannya. Kegiatan ini memberikan manfaat langsung
seperti menciptakan lapangan usaha baru, meningkatkan pendapatan dan dapat
membantu meningkatkan gizi masyarakat. Selain itu secara tidak langsung dapat
membantu proses penyerbukan beberapa jenis pohon tertentu. Peluang untuk usaha
budidaya lebah madu bagi pesantren merupakan salah satu strategi yang tepat dalam
penyiapan alih teknologi budidaya lebah madu bagi generasi muda dan agar para
santri mencintai alam khususnya lebah yang banyak memberikan manfaat bagi
manusia. Khusus peluang pengembangan di Pondok Pesatren Moder Gontor
merupakan potensi yang masih cukup besar. Alasannya, karena di lingkungan pondok
Pesantren Gontor mempunyai luasan lokasi dan sumber daya terdidik dengan
kedisiplinan tinggi, cukup potensial sebagai “Pelopor Pengembangan Perlebahan
Berbasis Pesantren”.
Selain dukungan tersebut diatas tidak kalah penting pondok pesantren Gontor
memiliki biofisik dengan lingkungan yang cukup asri didukung suhu yang ideal
dengan kisaran 27o – 31oC, ketinggian tempat + 200m dari permukaan laut, tenang
dan memiliki lingkungan sekitar (kebun masyarakat) dengan beraneka jenis tanaman
yang berbunga secara bergantian sepanjang tahun.
Strategi Model Pengembangan yang akan dilaksanakan adalah dengan
memberikan sarana-prasarana berupa :
1. Pengenalan usaha beternak lebah madu oleh Praktisi yang berpengalaman dan
pendampingan intensif/bimbingan teknis oleh Balai Pengelolaan Daerah Aliran
(BPDAS) Solo dan Dinas Pertanian Kabupaten Ponorogo
2. Bantuan lebah jenis lebah unggul/impor (Apis mellifera), sebanyak 25 stup/koloni
3. Bantuan Peralatan Perlebahan 1 (satu) paket.
Pondok Pesantren Gontor 24
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari pembahasan yang kami lakukan tentang pesantren Gontor dapat diambil
benang merah bahwa sebenarnya pendidikan pesantren itu memang harus didirikan
untuk menjaga kemurnian agama lewat tenaga-tenaga ahli fikir berupa para santri. Hal
inipun tentu dilandasi alasan-alasan yang kuat untuk terus mengembangkan transfer
ilmu berbasis pembinaan berupa pesantren. Adapun beberapa alasan-alasan yang
menjadi kekuatan terus berdirinya pesantren di negeri ini :
1. Niat luhur para pembina dan para santri dalam melaksanakan kegiatan
pembelajaran.
2. Usaha iklas untuk terus mempartahankan kemurnian ajaran islam
3. Menjadi lembaga yang mampu menciptakan tenaga-tenaga professional dalam
peribadatan di lingkungan sekitar.
Pembahasan yang kami ulas adalah menegnai pesantren Gontor yang sudah
banyak memberikan kontribusi keprofesionalannya dalam menjalani kehidupan
bermasyarakat dan telah menciptakan banyak santri-santri yang berilmu tinggi dan
menunjang kehidupan baik agama, bangsa dan, Negara. Pesantren Gontor banyak
mengembangkan pembelajaran yang jauh berbeda dari pesantren pada umumnya,
pembalajaran pesantren Gontor tidak hanya mengembangkan profesionalisme dalam
hal peribadatan saja tetepi juga membuat sebuah terobosan ide dengan menggali
kemampuan diluar hal tersebut. Adapun beberapa keistimewaan pesantren Gontor
dengan pesantren dalam berbagai bidang antaralain adalah:
1. Kewirausahaan
Pengembangan kewirausahaan dibuktikan dengan mendirikan Latansa Bakery
dan usaha lebah madu sebagai media usaha para santri yang bertujuan untuk
mempersiapkan kemampuan para santri dalam bidang kewirausahaan
2. Keterampilan
Pengembangan keterampilan dibuktikan dengan mengadakan kegiatan manasik
haji dan menganalisisnya sebagai media pengembangan keterampilan
Pondok Pesantren Gontor 25
keagamaan para santri yang bertujuan untuk mempersiapkan kemampuan para
santri dalam bidang peribadatan.
3. Pengetahuan
Pengembangan pengetahuan dibuktikan dengan mengadakan kegiatan Exact
Club sebagai media pengembangan ilmu pengetahuan para santri yang bertujuan
untuk mempersiapkan kemampuan para santri dalam bidang ilmu alam.
Pondok Pesantren Gontor 26