isi

46
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tetanus neonatorum merupakan suatu istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan terjadinya penyakit tetanus pada neonatus (bayi berusia 3-28 hari). Tetanus neonatorum merupakan penyakit yang berbahaya dan memiliki tingkat mortalitas yang tinggi. Data WHO tahun 2005 menunjukan tetanus neonatorum merupakan penyebab dari 14 % kematian neonatus di dunia. Di Indonesia, penyakit ini menempati urutan ketiga sebagai penyebab utama kematian bayi setelah infeksi saluran nafas dan diare yaitu sebesar 9,8%. 1,2 Angka kejadian tetanus neonatorum di Indonesia tahun 2005 sebanyak 140 kasus dengan 82 kematian atau Case Fatality Rate (CFR) sebesar 58,57%. Pada tahun 2008 terjadi 165 kasus tetanus neonatorum dengan kematian sejumlah 91 kasus atau CFR 55%. Dari kasus tetanus 1

Upload: jimmy-anwar

Post on 06-Dec-2014

12 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Isi

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tetanus neonatorum merupakan suatu istilah yang digunakan untuk

mendeskripsikan terjadinya penyakit tetanus pada neonatus (bayi berusia 3-28

hari). Tetanus neonatorum merupakan penyakit yang berbahaya dan memiliki

tingkat mortalitas yang tinggi. Data WHO tahun 2005 menunjukan tetanus

neonatorum merupakan penyebab dari 14 % kematian neonatus di dunia. Di

Indonesia, penyakit ini menempati urutan ketiga sebagai penyebab utama

kematian bayi setelah infeksi saluran nafas dan diare yaitu sebesar 9,8%.1,2

Angka kejadian tetanus neonatorum di Indonesia tahun 2005 sebanyak 140

kasus dengan 82 kematian atau Case Fatality Rate (CFR) sebesar 58,57%. Pada

tahun 2008 terjadi 165 kasus tetanus neonatorum dengan kematian sejumlah 91

kasus atau CFR 55%. Dari kasus tetanus neonatorum tersebut sebagian besar

adalah bayi yang persalinannya ditolong oleh dukun bersalin.1,2

Tetanus neonatorum merupakan penyakit yang sulit ditangani namun

dapat dicegah. Pada ibu hamil imunisasi TT ini diberikan selama masa

kehamilannya dengan frekuensi dua kali dan interval waktu minimal empat

minggu sedangkan untuk catin diberikan imunisasi TT 5 dosis. Adapun upaya

untuk mencegah terjadinya tetanus neonatorum adalah melalui pemberian

imunisasi TT (Tetanus Toxoid) kepada wanita usia subur termasuk ibu hamil dan

calon pengantin (caten). Tujuan imunisasi ini adalah memberikan kekebalan

1

Page 2: Isi

terhadap penyakit tetanus neonatorum kepada bayi yang akan dilahirkan dengan

tingkat perlindungan vaksin sebesar 90-95 %. Oleh karena itu cakupan imunisasi

TT calon pengantin dan ibu hamil perlu ditingkatkan secara sungguh-sungguh dan

menyeluruh.3

Peningkatan cakupan imunisasi TT telah dianjurkan oleh pemerintah

dalam upaya untuk menurunkan angka kematian bayi karena tetanus neonatorum.

Jika dilihat dari hasil pencapaian TT ibu hamil maka dari tahun ke tahun

pencapaiannya masih belum mencapai target yang diharapkan dan keadaan ini

akan memungkinkan terjadinya kasus tetanus neonatorum di mana saja, terutama

pada daerah-daerah yang cakupan TT ibu hamilnya masih rendah. Berdasarkan

data Ditjen Binkesmas dari data profil kesehatan Indonesia tahun 2008 presentasi

cakupan imunisasi TT2 pada ibu hamil di Indonesia masih rendah dimana pada

tahun 2005 sampai dengan tahun 2008 didapatkan presentasi sebesar 49,4%;

51,8%; 59,2%; 42,9%. Untuk wilayah provinsi Kalimantan Selatan pada tahun

2006 didapatkan presentasi ibu hamil yang mendapatkan imunisasi TT1 sebesar

78,8% dan imunisasi TT2 72,45% dengan jumlah ibu hamil sebanyak 85.608

jiwa.4,5,6,7

1.2. Tujuan

Dari uraian di atas dapat diambil suatu tujuan yakni, sebagai berikut:

1. Untuk dapat mengetahui tentang tetanus neonatorum.

2. Untuk dapat mengetahui tentang imunisasi TT (tetanus Toksid).

2

Page 3: Isi

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tetanus Neonatorum

2.1.1 Definisi

Tetanus merupakan suatu infeksi akut yang ditandai kondisi spastik

paralisis yang disebabkan oleh neurotoksin yang dihasilkan oleh Clostridium

tetani. Tetanus berasal dari bahasa Yunani tetanos yang berarti kencang atau

tegang. Tetanus berdasarkan gejala klinisnya dapat dibagi menjadi 3 bentuk, yaitu

tetanus generalisasi (umum), tetanus local dan tetanus sefalik. Neonatal (berasal

dari neos yang berarti baru dan natus yang berarti lahir) merupakan suatu istilah

kedokteran yang digunakan untuk menggambarkan masa sejak bayi lahir hingga

usia 28 hari kehidupan. Tetanus neonatorum adalah penyakit tetanus yang terjadi

pada neonatus1,2.

2.1.2. Etiologi

Tetanus merupakan suatu infeksi akut yang dihasilkan oleh Clostridium

tetani. Clostridium tetani adalah kuman berbentuk batang, berukuran 2-5 x 0,4-

0,5 milimikron yang hidup tanpa oksigen (anaerob), dan membentuk spora. Spora

dewasa mempunyai bagian yang berbentuk bulat yang letaknya di ujung, dan

memberi gambaran penabuh genderang (drum stick). Spora ini mampu bertahan

3

Page 4: Isi

hidup dalam lingkungan panas, antiseptik, dan di jaringan tubuh. Spora ini juga

bisa bertahan hidup beberapa bulan bahkan bertahun-tahun. Bakteri yang

berbentuk batang ini sering terdapat dalam kotoran hewan dan manusia, dan bisa

terkena luka melalui debu atau tanah yang terkontaminasi. Clostridium tetani

merupakan bakteria Gram positif dan dapat menghasilkan eksotoksin yang

bersifat neurotoksik. Toksin ini (tetanospasmin) dapat menyebabkan kekejangan

pada otot1,2.

2.1.3. Epidemiologi

Tetanus merupakan suatu masalah kesehatan di berbagai belahan dunia

dengan taraf ekonomi rendah. Jumlah kasus tetanus neonatorum dapat dikatakan

berbanding terbalik dengan kondisi sosial ekonomi suatu negara. Semakin baik

taraf sosial ekonomi suatu negara semakin sedikit pula jumlah kasus tetanus

neonatorum di negara tersebut, demikian juga sebaliknya2,7.

Tetanus neonatorum saat ini merupakan suatu penyakit yang dapat

dikatakan langka di banyak negara maju dan berkembang, di mana proses partus

yang steril dan pemberian vaksin tetanus secara` umum telah disosialisasikan dan

dilaksanakan sebagai suatu prosedur kesehatan wajib. Tetanus neonatorum terjadi

sama banyaknya baik pada laki-laki maupun wanita (1:1), usia ibu yang paling

sering mengalami tetanus maternal adalah antara usia 20-30 tahun (berbanding

lurus dengan usia melahirkan terbanyak). 90 % kasus tetanus neonatorum dan

tetanus maternal terjadi pada partus yang dilakukan di luar fasilitas kesehatan 2,7.

4

Page 5: Isi

Tetanus neonatorum memiliki tingkat morbiditas yang tinggi, dimana >

50% kasus tetanus neonatorum berakhir dengan kematian. Menurut data UNICEF,

setiap 9 menit, seorang bayi meninggal akibat penyakit ini. WHO menyatakan

bahwa tetanus neonatorum merupakan penyebab dari 14 % kematian neonatus di

seluruh dunia2,7.

Tetanus neonatorum dan tetanus maternal merupakan suatu kesatuan dan

dengan dieliminasinya tetanus neonatorum, maka tetanus pada ibu melahirkan

secara tidak langsung juga dieliminasi. Pada tahun 1989, WHO mencanangkan

suatu program dengan target pada tahun 1995, penyakit tetanus pada maternal-

neonatus dapat dieliminasi dan pada tahun 2005 penyakit ini bukan lagi sebuah

masalah kesehatan masyarakat dunia. Eliminasi dianggap tercapai jika jumlah

kasus tetanus neonatorum <1 kasus / 1000 kelahiran. Program ini meliputi

program vaksin toxoid tetanus dan penyediaan fasilitas kesehatan yang memenuhi

standard dan sosialisasi tentang penyakit ini di seluruh dunia. Hingga saat ini,

Maternal-Neonatal Tetanus (MNT) masih belum berhasil dieliminasi secara

menyeluruh, di mana pada tahun 2009, penyakit ini masih merupakan suatu

masalah kesehatan 57 negara di dunia, terutama di Asia dan Afrika, termasuk di

antaranya adalah Indonesia. Sekitar 1 juta kasus tetanus dilaporkan dari seluruh

dunia pada tahun 2010, dan lebih dari 50 % kematian akibat penyakit ini terjadi

pada neonatus2,7.

5

Page 6: Isi

2.1.4. Faktor Risiko

Terdapat 5 faktor risiko utama terjadinya tetanus neonatorum, yaitu 2,8:

a) Cara Perawatan Tali Pusat

Pada sebagian masyarakat dinegara-negara berkembang masih

menggunakan ramuan untuk menutup luka tali pusat seperti kunyit dan

abu dapur. Seterusnya, tali pusat tersebut akan dibalut dengan

menggunakan kain pembalut yang tidak steril sebagai salah satu ritual

untuk menyambut bayi yang baru lahir. Cara perawatan tali pusat yang

tidak benar ini akan meningkatkan lagi risiko terjadinya kejadian tetanus

neonatorum.

b) Pencemaran Lingkungan Fisik dan Biologik

Adanya lingkungan yang mempunyai sanitasi yang buruk akan

memyebabkan Clostridium tetani lebih mudah berkembang biak.

Kebanyakan penderita dengan gejala tetanus sering mempunyai riwayat

tinggal di lingkungan yang kotor.

c) Kekebalan Ibu Hamil

Pada ibu hamil yang memiliki faktor kekebalan terhadap tetanus dapat

membantu mencegah terjadinya kejadian tetanus neonatorum pada bayi

baru lahir. Antibodi terhadap tetanus dari ibu hamil dapat disalurkan pada

bayi melalui darah, seterusnya menurunkan risiko infeksi Clostridium

tetani. Sebagian besar bayi yang terkena tetanus neonatorum biasanya

lahir dari ibu yang tidak pernah mendapatkan imunisasi TT.

d) Kebersihan Tempat Pelayanan Persalinan

6

Page 7: Isi

Kebersihan tempat pelayanan persalinan sangatlah penting, karena tempat

pelayanan persalinan yang tidak bersih bukan saja berisiko untuk

menimbulkan penyakit pada bayi yang akan dilahirkan, tetapi juga pada

ibu yang melahirkan. Tempat pelayanan persalinan yang ideal sebaiknya

dalam keadaan bersih dan steril.

e) Alat Pemotongan Tali Pusat

Penggunaan alat yang tidak steril untuk memotong tali pusat

meningkatkan risiko penularan penyakit tetanus neonatorum. Kejadian ini

masih berlaku di negara-negara berkembang dimana tenaga yang

melakukan pertolongan persalinan masih menggunakan peralatan seperti

pisau dapur atau sembilu untuk memotong tali pusat bayi baru lahir.

2.1.5. Patofisiologi2

Pertolongan persalinan dan pemotongan tali pusat yang tidak steril akan

memudahkan spora Clostridium tetani masuk dari luka tali pusat dan melepaskan

tetanospamin. Tetanospamin akan berikatan dengan reseptor di membran

prasinaps pada motor neuron. Kemudian bergerak melalui sistem transpor aksonal

retrograd melalui sel-sel neuron hingga ke medula spinalis dan batang otak,

seterusnya menyebabkan gangguan sistem saraf pusat (SSP) dan sistem saraf

perifer. Gangguan tersebut berupa gangguan terhadap inhibisi presinaptik

sehingga mencegah keluarnya neurotransmiter inhibisi, yaitu asam aminobutirat

gama (GABA) dan glisin, sehingga terjadi epilepsi, yaitu lepasan muatan listrik

yang berlebihan dan berterusan, sehingga penerimaan serta pengiriman impuls

7

Page 8: Isi

dari otak ke bagian-bagian tubuh terganggu. Ketegangan otot dapat bermula dari

tempat masuk kuman atau pada otot rahang dan leher. Pada saat toksin masuk ke

sumsum tulang belakang, kekakuan otot yang lebih berat dapat terjadi, kekakuan

ekstremitas, otot-otot dada, perut dan mulai timbul kejang. Jika toksin mencapai

korteks serebri, penderita akan mengalami kejang spontan. Pada sistim saraf

otonom yang diserang tetanospasmin akan menyebabkan gangguan proses

pernafasan, metabolisme, hemodinamika, hormonal, pencernaan, perkemihan, dan

pergerakan otot. Kekakuan laring, hipertensi, gangguan irama jantung, berkeringat

secara berlebihan (hiperhidrosis) merupakan penyulit akibat gangguan saraf

otonom. Kejadian gejala penyulit ini jarang dilaporkan karena penderita sudah

meninggal sebelum gejala tersebut timbul.

2.1.6. Gambaran Klinis

Neonatus yang terinfeksi Clostridium tetani masih menunjukkan perilaku

seperti menangis dan menyusu seperti bayi yang normal pada dua hari yang

pertama. Pada hari ke-3, gejala-gejala tetanus mula kelihatan. Masa inkubasi

tetanus umumnya antara 3 – 12 hari, namun dapat mecapai 1 – 2 hari dan kadang-

kadang lama melebihi satu bulan; makin pendek masa inkubasi makin buruk

prognosis. Terdapat hubungan antara jarak tempat masuk kuman Clostridium

tetani dengan susunan saraf pusat, serta interval antara terjadinya luka dengan

permulaan penyakit; semakin jauh tempat invasi, semakin panjang masa inkubasi.

Gejala klinis yang sering dijumpai pada tetanus neonatorum adalah 2,5:

8

Page 9: Isi

a) Gangguan pernafasan akibat kekakuan yang terus-menerus dari otot laring

yang bisa menimbulkan sesak nafas, dapat terjadi pada tetanus yang berat.

Efek tetanospamin dapat menyebabkan gangguan denyut jantung seperti

frekuensi denyut jantung menurun (bradikardia), atau frekuensi denyut

jantung meningkat (takikardia). Tetanospasmin juga dapat menyebabkan

demam dan hiperhidrosis. Kekakuan otot polos dapat pula menyebabkan

anak tidak bisa buang air kecil (retensi urin).

b) Adanya kekakuan otot rahang sehingga penderita sukar membuka mulut.

Kekakuan otot pada leher lebih kuat akan menarik mulut kebawah,

sehingga mulut sedikit ternganga. Kadang-kadang dapat dijumpai mulut

mecucu seperti mulut ikan dan kekakuan pada mulut sehingga bayi tak

dapat menetek.

c) Terjadi kekakuan otot mimik muka dimana dahi bayi kelihatan mengerut,

mata bayi agak tertutup, dan sudut mulut bayi tertarik ke samping dan ke

bawah (risus sardonicus).

d) Tubuh melengkung seperti busur (opistotonus), bertumpu pada tumit dan

belakang kepala. Jika dibiarkan berlangsung terus menerus, dapat terjadi

fraktur tulang vertebra.

e) Kekakuan pada otot dinding perut menyebabkan dinding perut teraba

seperti papan. Selain otot dinding perut, otot penyangga rongga dada

(toraks) juga menjadi kaku sehingga penderita merasakan kesulitan untuk

bernafas atau batuk. Jika kekakuan otot toraks berlangsung lebih dari 5

hari, perlu dicurigai risiko timbulnya perdarahan paru.

9

Page 10: Isi

f) Timbul kejang-kejang umum yang terjadi setelah penderita menerima

rangsangan misalnya dicubit, digerakkan secara kasar, terpapar sinar yang

kuat dan sebagainya, terjadi bila kekakuan otot semakin berat. Lambat

laun, “masa istirahat” kejang semakin pendek sehingga menyebabkan

status epileptikus, yaitu bangkitan epilepsi berlangsung terus menerus

selama lebih dari tiga puluh menit tanpa diselangi oleh masa sadar;

seterusnya bisa menyebabkan kematian.

2.1.7. Diagnosis2

Pada saat hendak mendiagnosis tetanus neonatorum yakni dengan melihat

gambaran dan gejala klinis yang ada. Pemeriksaan kultur jarang dilakukan karena

ditemukan tidaknya bakteri Clostridium tetani bukan merupakan suatu tanda

karakterisitik pada infeksi bakteri ini. Pemeriksaan dengan spatula lidah dapat

digunakan untuk mendeteksi dini penyakit ini. Hasil positif ditunjukan ketika

spatula disentuhkan ke orofaring lalu terjadi spasme pada otot maseter dan bayi

menggigit spatula lidah.

Gambar 1. Pemeriksaan dengan spatula lidah

10

Page 11: Isi

2.1.8. Diagnosis Banding

Tetanus neonatorum memilki ciri khas, namun demikian, beberapa

kelainan lainnya dapat menyebabkan kejang pada neonatus dan harus dapat

dibedakan dari tetanus neonatorum. Secara umum penyebab kejang pada neonatus

dapat dibagi menjadi 3 kategori: 1. Kongenital (anomaly cerebral) 2. Perinatal

(komplikasi persalinan, trauma perinatal, anoxia, perdarahan intracranial) 3.

Postnatal (infeksi dan gangguan metabolisme) 2,9.

2.1.9. Komplikasi2

a) Hiperadrenergik.

Hiperadrenergik menyebabkan hiperakitifitas sistem

saaraf otonom yang dapat menyebabkan takikardi dan

hipertensi yang pada akhirnya dapat menyebabkan henti

jantung (cardiac arrest).

b) Laringospasme.

Laringospasme yaitu spasme dari laring dan/atau otot

pernapasan menyebabkan gangguan ventilasi.

c) Pneumonia Aspirasi.

Pneumonia Aspirasi (sering kali terjadi akibat aspirasi

makanan ataupun minuman yang diberikan secara oral

pada saat kejang berlangsung).

d) Fraktur dari tulang punggung atau tulang panjang akibat kontraksi otot

berlebihan yang terus menerus.

11

Page 12: Isi

e) Sepsis.

Sepsis akibat infeksi nosokomial (contoh:

Bronkopneumonia)

f) Komplikasi jangka panjang ditemukan deficit neurologis pada sebagian

penderita tetanus neonatorum yang selamat.

2.1.10. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan tetanus neonatorum pada dasarnya sama dengan tetanus

lainnya, yaitu meliputi terapi suportif selama tubuh berusaha memetabolisme

neurotoksin, mencegah bertambahnya toksin yang mencapai CNS(central nervous

system) dan berusaha membunuh kuman yang masih dalam bentuk vegetatif

untuk mencegah produksi tetanospasmin yang berkelanjutan. Perawatan di NICU

mutlak diperlukan2.

Eliminasi kuman dalam bentuk vegetatif dilakukan dengan membersihkan

situs luka; debridement merupakan salah satu tindakan yang dapat dilakukan

untuk membersihkan luka, diharapkan dengan tindakan tersebut, suasana

anaerobik yang dibutuhkan kuman untuk germinasi dapat dihilangkan. Pemberian

antibiotik diperlukan untuk membunuh kuman bukan untuk netralisasi toksin.

Netralisasi toksin dalam sirkulasi dilakukan dengan pemberian Tetanus

Immunoglobulin (TIG) 3000-6000 unit dosis tunggal intramuskular. Pada suatu

penelitian ditemukan bahwa dosis sebesar 500 unit memiliki efektifitas yang sama

dengan pemberian dosis yang lebih besar, namun hingga saat ini pemberian dosis

TIG 3000-6000 unit (IM) masih menjadi rekomendasi resmi WHO. Jika sediaan

TIG tidak tersedia, pemberian antitetanus serum (ATS) dapat menjadi pilihan

12

Page 13: Isi

alternatif. ATS dapat diberikan dengan dosis 10.000 unit dan pemberiannya dibagi

menjadi 2 dosis ( ½ IM, ½ IV). Di negara-negara miskin dan berkembang, TIG

masih sulit didapatkan karena harganya yang mahal, sedangkan ATS karena

harganya yang lebih murah lebih banyak digunakan. Penggunaan ATS harus

didahului dengan uji desensitisasi terhadap antigen serum yang terkandung di

dalamnya karena sering menimbulkan reaksi alergi pada penderita. Pemberian

TIG ataupun ATS harus dilakukan secepatnya (maksimal 24 jam setelah

didiagnosis), karena toksin tidak dapat lagi dinetralisir oleh TIG atau ATS apabila

sudah mencapai medula spinalis2.

Terapi suportif mutlak diperlukan dan memegang peranan penting dalam

menentukan tingkat mortalitas yang terjadi. Hal pertama yang harus dilakukan

adalah penanganan jalan napas. Penggunaan ventilator merupakan pilihan utama.

Selain itu pemberian muscle-relaxant atau sedative dengan tujuan mengurangi

spasme otot sekaligus melebarkan jalan napas2.

Obat yang terbukti cukup efektif adalah benzodiazepine (cth: diazepam,

midazolam). Diazepam memiliki efek pelemas otot, anti anxietas dan sedasi. Hal

itu menyebabkan diazepam efektif digunakan dalam penanganan tetanus

neonatorum. Pemberian diazepam bervariasi untuk tiap individu, 0,1-0,8

mg/kg/hari PO dibagi dalam 3-4 dosis untuk spasme ringan, dan 0,1-0,3 mg/kg IV

dalam 4-8 jam untuk spasme sedang-berat. Diazepam kemudian dititrasi untuk

rumatan dengan dosis yang bervariasi dan belum memiliki suatu standard resmi.

Pada suatu laporan kasus, dosis rumatan diberikan 0,08 mg/kg IV setiap 4 jam dan

midazolam 0,1 mg/kg/jam2.

13

Page 14: Isi

Pemberian cairan harus diberikan untuk menggantikan cairan dan

elektrolit. Pemberian makanan secara oral dilarang, karena dapat menyebabkan

aspirasi, oleh karena itu, nutrisi diberikan secara parenteral atau melalui

nasogastric tube (NGT). Pada kasus neonatus dengan jalan napas yang tidak

berhasil distabilkan atau intubasi yang melebihi 10 hari, trakeostomi dapat

dilakukan2.

2.1.11. Prognosis

Prognosis bergantung pada masa inkubasi, waktu yang dibutuhkan dari

inokulasi spora hingga gejala muncul, dan waktu dari pertama kali munculnya

gejala hingga spasme tetanik yang pertama. Statistik terbaru menunjukkan tingkat

mortalitas pada tetanus ringan sedang mencapai 6%. Sedangkan tetanus berat

memiliki tingkat mortalitas 60% 2.

2.1.12. Pencegahan

Tindakan pencegahan serta eliminasi tetanus neonatorum adalah

bersandarkan pada tindakan menurunkan atau menghilangkan faktor-faktor risiko.

Pendekatan pengendalian lingkungan dapat dilakukan dengan menjaga kebersihan

lingkungan. Pemotongan dan perawatan tali pusat wajib menggunakan alat yang

steril. Pengendalian kebersihan pada tempat pertolongan persalinan perlu

dilakukan dengan semaksimal mungkin agar tidak terjadi kontaminasi spora pada

saat proses persalinan, pemotongan dan perawatan tali pusat dilakukan. Adanya

praktik 3 Bersih yang perlu diterapkan, yaitu bersih tangan, bersih alat pemotong

14

Page 15: Isi

tali pusat, dan bersih alas tempat tidur ibu, di samping perawatan tali pusat yang

benar sangat penting dalam kurikulum pendidikan bidan. Selain persalinan yang

bersih dan perawatan tali pusat yang tepat, pencegahan tetanus neonatorum dapat

dilakukan dengan pemberian imunisasi TT kepada ibu hamil dan wanita usia

subur (WUS). Salah satu tujuan Pengembangan Program Imunisasi (PPI) di

Indonesia adalah Eliminasi Tetanus Neonatorum (ETN), antara lain adalah

dengan cara meningkatkan cakupan TT pada BUMIL/WUS. Menurut Survai

Demografi dan Kesehatan Indonesia 1994 ( SDKI-1994) yang dimaksud dengan

Wanita Usia Subur (WUS) adalah semua wanita kawin atau tidak kawin yang

berusia antara 15-39 tahun3.

2.2. Imunisasi TT (Tetanus Toxoid)

1. Pengertian Imunisasi

Imunisasi adalah suatu cara untuk menimbulkan/meningkatkan

kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga bila kelak

ia terpapar dengan penyakit tersebut tidak akan sakit atau sakit ringan.10

Imunisasi adalah suatu tindakan untuk memberikan kekebalan dengan

cara memasukkan vaksin ke dalam tubuh manusia, untuk mencegah

penyakit.11

2. Perkembangan imunisasi di Indonesia

Kegiatan imunisasi di Indonesia di mulai di Pulau Jawa dengan vaksin

cacar pada tahun 1956. Pada tahun 1972, Indonesia telah berhasil membasmi

15

Page 16: Isi

penyakit cacar. Pada tahun 1974, Indonesia resmi dinyatakan bebas cacar oleh

WHO, yang selanjutnya dikembangkan vaksinasi lainnya. Pada tahun 1972

juga dilakukan studi pencegahan terhadap Tetanus Neonatorum dengan

memberikan suntikan Tetanus Toxoid (TT) pada wanita dewasa di Jawa

Tengah dan Jawa Timur, sehingga pada tahun 1975 imunisasi TT

ditambahkan dalam pengembangan program imunisasi di indonesia.10,12

Pengembangan Program imunisasi merupakan kelanjutan program

imunisasi yang telah diselenggarakan di Indonesia selama ini, yang

dilaksanakan secara lebih sempurna, terorganisir dan terencana.12

3. Tujuan Program Imunisasi

Tujuan umum program imunisasi :10

untuk menurunkan angka kesakitan, kecacatan dan kematian dari penyakit-

penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I).

Tujuan Khusus :1

a. Tercapainya target Universal Child Immunization yaitu cakupan

imunisasi lengkap minimal 80% secara merata pada bayi di 100%

desa/kelurahan pada tahun 2010.

b. Tercapainya Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal (insiden dibawah 1

per 1.000 kelahiran hidup dalam satu tahun) pada tahun 2005.

c. Tercapainya pemutusan rantai penularan Poliomyelitis pada tahun 2004-

2005, serta sertifikasi bebas polio pada tahun 2008.

d. Tercapainya Reduksi campak (RECAM) pada tahun 2005.

16

Page 17: Isi

Untuk mencapai hal tersebut, maka program imunisasi harus dapat

mencapai tingkat cakupan yang tinggi dan merata di semua wilayah dengan

kualitas pelayanan yang memadai.13

Imunisasi TT Calon Penganten

Menikah merupakan impian setiap manusia baik laki-laki maupun

perempuan yang memasuki usia dewasa. Setelah menemukan pasangan yang

dirasa tepat dan ditetapkan tanggal pernikahan, maka persiapan akan segera

dimulai. Persiapan tersebut berupa persiapan fisik, mental dan adminstrasi.14

Salah satu persiapan adminsitrasi adalah melengkapi berkas di KUA.

Diantara berkas tersebut ada surat keterangan selesai TT(anti tetanus) yang

dikeluarkan oleh Bidan atau Puskesmas tempat domisili calon penganten

wanita. TT ini adalah wajib bagi wanita, dan berlaku sejak sekitar tahun

1986.14

Pemerintah menganjurkan imunisasi dengan tetanus toksoid (imunisasi

TT) bagi calon pengantin. Hal ini memang penting untuk mencegah terjadinya

infeksi pada tali pusat bayi setelah dilahirkan. Infeksi tersebut dapat terjadi

akibatperawatan tali pusat yang tidak bersih atau terkontaminasi kuman.

Imunisasi lainnya yang dapat dilakukan adalah MMR, hepatitis B, influenza

(umumnya untuk daerah endemis). Sebaiknya imunisasi dilakukan minimal

tiga bulan sebelum hamil.14

Pada calon pengantin wanita dilakukam iminisasi TT sebanyak 2 kali

dengan rentang waktu antara TT1 dan TT2 minimal 4 minggu. Bila setelah

pernikahan langsung terjadi kehamilan dengan jarak waktu 2 tahun

17

Page 18: Isi

dilakukan TT ulang pada ibu hamil masing-masing pada kehamilan ke-7 dan

ke-8. Dimasa mendatang diharapkan setiap perempuan telah menghadapi

imunisasi tetanus 5 kali, sehingga daya perlindungan terhadap tetanus seumur

hidup, dengan demikian bayi yang dikandung kelak akan terlindungi dari

penyakit tetanus neonatorum.14

18

Page 19: Isi

Imunisasi TT Ibu Hamil

Pelaksanaan kegiatan imunisasi TT ibu hamil terdiri dari kegiatan

imunisasi rutin dan kegiatan tambahan. Kegiatan imunisasi rutin adalah

kegiatan imunisasi yang secara rutin dan terus-menerus harus dilaksanakan

pada periode waktu yang telah ditetapkan, yang pelaksanaannya dilakukan di

dalam gedung (komponen statis) seperti puskesmas, puskesmas pembantu,

rumah sakit, rumah bersalin dan di luar gedung seperti posyandu atau melalui

kunjungan rumah. Kegiatan imunisasi tambahan adalah kegiatan imunisasi

yang dilakukan atas dasar ditemukannya masalah dari hasil pemantauan atau

evaluasi. Jadwal Imunisasi TT Ibu Hamil10

1. Bila ibu hamil sewaktu caten (calon penganten) sudah mendapat TT

sebanyak 2 kali, maka kehamilan pertama cukup mendapat TT 1 kali,

dicatat sebagai TT ulang dan pada kehamilan berikutnya cukup

mendapat TT 1 kali saja yang dicatat sebagai TT ulang juga.

2. Bila ibu hamil sewaktu caten (calon penganten) atau hamil

sebelumnya baru mendapat TT 1 kali, maka perlu diberi TT 2 kali

selama kehamilan ini dan kehamilan berikutnya cukup diberikan TT

1 kali sebagai TT ulang.

3. Bila ibu hamil sudah pernah mendapat TT 2 kali pada kehamilan

sebelumnya, cukup mendapat TT 1 kali dan dicatat sebagai TT ulang.

19

Page 20: Isi

Tabel 1. Jadwal Imunisasi TT pada Ibu Hamil

Dosis Saat Pemberian%

Perlindungan

Lama

Perlindungan

TT I

TT II

TT III

TT IV

TT V

Pada kunjungan pertama

atau sedini mungkin pada

kehamilan

Minimal 4 minggu

setelah TT I

Minimal 6 minggu

setelah TT II atau selama

kehamilan berikutnya

Minimal setahun setelah

TT III kehamilan

berikutnya

Minimal setahun setelah

TT kehamilan berikutnya

0%

80 %

95%

99 %

99%

1 tahun

3 tahun

5 tahun

10 tahun

Selama seumur

hidup

Tabel 2. Manfaat Imunisasi TT1 hingga TT5TT 1

TT 2

TT 3

TT 4

TT 5

Langkah awl untuk menembangkan kekebalan tubuh terhdap

infeksi

4 minggu setelah TT 1 untuk memyempurnakan kekebalan

6 bulan atau lebih setelah TT 2 untuk menguatkabn kekebalan

1 tahun atau lebih setelah TT 3 untuk meneluarkan kekebalan

1 tahun atau lebih setelah TT 4 untuk mendapatkan kehlebalan

penuh

Cara pemberian dan dosis

Sebelum melaksanakan imunisasi di lapangan petugas kesehatan harus

mempersiapkan vaksin yang akan dibawa. Jumlah vaksin yang dibawa

20

Page 21: Isi

dihitung berdasarkan jumlah sasaran yang akan diimunisasi dibagi dengan

dosis efektif vaksin pervial/ampul. Selain itu juga harus mempersiapkan

peralatan rantai dingin yang akan dipergunakan di lapangan seperti

termos dan kotak dingin cair.

Cara Pemberian imunisasi TT:

1. Sebelum digunakan, vaksin harus dikocok terlebih dahulu agar

suspensi menjadi homogen.

2. Untuk mencegah tetanus/tetanus neonatal terdiri dari 2 dosis primer

yang disuntikkan secara intramuskular atau subkutan dalam, dengan

dosis pemberian 0,5 ml dengan interval 4 minggu. Dilanjutkan

dengan dosis ketiga setelah 6 bulan berikutnya. Untuk

mempertahankan kekebalan terhadap tetanus pada wanita usia subur,

maka dianjurkan diberikan 5 dosis. Dosis ke empat dan ke lima

diberikan dengan interval minimal 1 tahun setelah pemberian dosis ke

tiga dan ke empat. Imunisasi TT dapat diberikan secara aman selama

masa kehamilan bahkan pada periode trimester pertama.

3. Di unit pelayanan statis, vaksin TT yang telah dibuka hanya boleh

digunakan selama 4 minggu dengan ketentuan :

• Vaksin belum kadaluarsa

• Vaksin disimpan dalam suhu +2º - +8ºC

• Tidak pernah terendam air.

• Sterilitasnya terjaga

• VVM (Vaccine Vial Monitor) masih dalam kondisi A atau B.

21

Page 22: Isi

4. Di posyandu, vaksin yang sudah terbuka tidak boleh digunakan lagi

untuk hari berikutnya.

Manfaat Imunisasi TT Ibu Hamil

1. Melindungi bayinya yang baru lahir dari tetanus neonatorum. Tetanus

neonatorum adalah penyakit tetanus yang terjadi pada neonatus (bayi

berusia kurang 1 bulan) yang disebabkan oleh clostridium tetani,

yaitu kuman yang mengeluarkan toksin (racun) dan menyerang sistim

saraf pusat.13,15,16

2. Melindungi ibu terhadap kemungkinan tetanus apabila terluka.11

Kedua manfaat tersebut adalah cara untuk mencapai salah satu tujuan dari

program imunisasi secara nasional yaitu eliminasi tetanus maternal dan

tetanus neonatorum.10

Jumlah dan Dosis Pemberian Imunisasi TT pada Ibu Hamil

Imunisasi TT untuk ibu hamil diberikan 2 kali, dengan dosis 0,5 cc di

injeksikan intramuskuler/subkutan dalam.11,13,15

Usia Kehamilan Mendapatkan Imunisasi TT

Imunisasi TT sebaiknya diberikan sebelum kehamilan 8 bulan untuk

mendapatkan imunisasi TT lengkap. TT1 dapat diberikan sejak di ketahui

postif hamil dimana biasanya di berikan pada kunjungan pertama ibu

hamil ke sarana kesehatan.11,15 Jarak pemberian (interval) imunisasi TT1

dengan TT2 adalah minimal 4 minggu.11,13

22

Page 23: Isi

Efek samping imunisasi TT

Efek samping jarang terjadi dan bersifat ringan, gejalanya seperti lemas

dan kemerahan pada lokasi suntikan yang bersifat sementara dan kadang-

kadang gejala demam. Efek samping tersebut berlangsung 1-2 hari, ini

akan sembuh sendiri dan tidak perlukan tindakan/pengobatan.10

Tenaga Pelaksana Imunisasi

Standar tenaga pelaksana di tingkat pusksmas adalah petugas imunisasi

dan pelaksana cold chain. Petugas imunisasi adalah tenaga perawat atau

bidan yang telah mengikuti pelatihan, yang tugasnya memberikan

pelayanan imunisasi dan penyuluhan. Pelaksana cold chain adalah tenaga

yang berpendidikan minimal SMA atau SMK yang telah mengikuti

pelatihan cold chain, yang tugasnya mengelola vaksin dan merawat

lemari es, mencatat suhu lemari es, mencatat pemasukan dan pengeluaran

vaksin serta mengambil vaksin di kabupaten/kota sesuai kebutuhan

perbulan. Pengelola program imunisasi adalah petugas imunisasi,

pelaksana cold chain atau petugas lain yang telah mengikuti pelatihan

untuk pengelola program imunisasi, yang tugasnya membuat

perencanaan vaksin dan logistik lain, mengatur jadwal pelayanan

imunisasi, mengecek catatan pelayanan imunisasi, membuat dan

mengirim laporan ke kabupaten/kota, membuat dan menganalisis PWS

bulanan, dan merencanakan tindak lanjut.10

Untuk meningkatkan pengetahuan dan/atau ketrampilan petugas

imunisasi perlu dilakukan pelatihan sesuai dengan modul latihan petugas

23

Page 24: Isi

imunisasi.Pelatihan teknis diberikan kepada petugas imunisasi di

puskesmas, rumah sakit dan tempat pelayanan lain, petugas cold chain di

semua tingkat. Pelatihan manajerial diberikan kepada para pengelola

imunisasi dan supervisor di semua tingkat.10

Tempat pelayanan untuk mendapatkan imunisasi TT

a. Puskesmas 

b. Puskesmas pembantu

c. Rumah sakit

d. Rumah bersalin

e. Polindes

f. Posyandu

g. Rumah sakit swasta

h. Dokter praktik, dan

i. Bidan praktik

24

Page 25: Isi

Imunisasi Tetanus Toxoid (TT)

Imunisasi tetanus toxoid adalah suatu bentuk vaksinasi yang diberikan

kepada ibu selama kehamilannya sebanyak dua kali dengan selang waktu minimal

empat minggu, dengan tujuan agar dapat memberikan kekebalan kepada bayi yang

akan dilahirkan terhadap penyakit tetanus neonatorum. Dengan pemberian dosis

ganda terebut telah cukup memberikan kekebalan kepada bayi sebesar 80%

terhadap penyakit tetanus neonatorum.

Semenjak dimulai kegiatan imunisasi tetanus toxoid pada ibu hamil,

hingga kini tampak adanya peningkatan hasil cakupannya, namun belum

sepenuhnya mencapai target yang diharapkan. Selain itu terlihat belum merata

cakupan imunisasi tersebut di seluruh puskesmas. Untuk itu pelayanan imunisasi

TT bagi ibu hamil dianjurkan setiap hari diseluruh Puskesmas, guna

meningkatkan cakupan imunisasi TT tersebut.12

Vaksin TT (tetanus toksoid) bertujuan untuk mencegah terjadinya infeksi

tetanus. Meskipun vaksin ini sudah pernah diberikan saat masih kecil, namun

tetap dianjurkan untuk dilakukan pengulangan pemberian vaksin TT pada wanita

yang hendak menikah dan wanita yang sedang hamil. Pemberian vaksin TT

sebelum menikah dan saat hamil bertujuan untuk mencegah terjadinya tetanus

akibat luka di daerah vagina dan akibat penggunaan alat-alat bantu persalinan

yang tidak steril saat proses melahirkan. Tidak masalah jika anda sudah melewati

kesempatan untuk melakukan vaksinasi sebelum menikah, namun dianjurkan agar

anda dapat memperoleh vaksinasi TT saat usia kehamilan anda memasuki 5-6

bulan ini. Belum terlambat bagi anda untuk mendapatkan vaksinasi TT saat ini.

25

Page 26: Isi

Vaksin TT yang diberikan kepada wanita yang akan menikah dan akan

melahirkan dapat meningkatkan kekebalan tubuhnya terhadap infeksi tetanus.

Kekebalan tubuh tersebut akan ditularkan kepada bayi dalam kandungan sehingga

bayi akan terlindung dari infeksi tetanus juga saat lahir. Tetanus yang terjadi pada

bayi baru lahir dapat menyebabkan kematian bayi, karena itu pemberian vaksin

TT pada ibu hamil memegang peranan penting untuk menurunkan angka kematian

bayi akibat infeksi tetanus.

Vaksin jerap TT ( Tetanus Toxoid ) adalah vaksin yang mengandung

toxoid tetanus yang telah dimurnikan dan terabsorbsi ke dalam 3 mg/ml

aluminium fosfat. Thimerosal 0,1 mg/ml digunakan sebagai pengawet. Satu dosis

0,5 ml vaksin mengandung potensi sedikitnya 40 IU. Dipergunakan untuk

mencegah tetanus pada bayi yang baru lahir dengan mengimunisasi Wanita Usia

Subur (WUS) atau ibu hamil, juga untuk pencegahan tetanus pada ibu bayi.10

1. Kemasan Vaksin TT

Kemasan vaksin dalam vial. 1 vial vaksin TT berisi 10 dosis dan setiap 1 box

vaksin terdiri dari 10 vial. Vaksin TT adalah vaksin yang berbentuk cairan.10

2. Kontraindikasi Vaksin TT

Ibu hamil atau WUS yang mempunyai gejala-gejala berat (pingsan) karena

dosis pertama TT.10

26

Page 27: Isi

3. Sifat Vaksin TT

Vaksin TT termasuk vaksin yang sensitif terhadap beku (Freeze Sensitive =

FS) yaitu golongan vaksin yang akan rusak bila terpapar/terkena dengan suhu

dingin atau suhu pembekuan.10

4. Kerusakan Vaksin TT

Keterpaparan suhu yang tidak tepat pada vaksin TT menyebabkan umur

vaksin menjadi berkurang dan vaksin akan rusak bila terpapar /terkena sinar

matahari langsung.10

Tabel 2. Keadaan suhu terhadap umur vaksin TT

Gambar 2: Vaksin TT

27

Page 28: Isi

BAB III:

PENUTUP

Tetanus neonatorum adalah penyakit tetanus yang terjadi pada bayi kurang

dari 28 hari yang disebabkan oleh Clostridium tetani. Umumnya infeksi terjadi

akibat proses partus dan penanganan tali pusat yang kurang steril .

Penyakit ini khususnya terjadi pada bayi dengan ibu yang belum

mendapatkan imunisasi tetanus sebelumnya.

Program imunisasi yang dilaksanakan dalam upaya pencegahan tetanus

neonatorum adalah pemberian imunisasi TT (Tetanus Toxoid) kepada wanita usia

subur termasuk ibu hamil dan calon pengantin wanita. Tujuan imunisasi ini adalah

memberikan kekebalan terhadap penyakit tetanus neonatorum kepada bayi yang

akan dilahirkan dengan tingkat perlindungan vaksin sebesar 90-95 %. Oleh karena

itu cakupan imunisasi TT perlu ditingkatkan secara sungguh-sungguh dan

menyeluruh.

Faktor yang berhubungan dengan pencapaian cakupan imunisasi TT ibu

hamil dan caten diantaranya adalah waktu pelayanan imunisasi, pelatihan petugas

imunisasi, kerja sama lintas program, kerja sama lintas sektoral, pencatatan dan

pelaporan, pemantauan wilayah setempat (PWS), penyuluhan, dan pengetahuan

masyarakat terutama ibu hamil dan wanita usia subur tentang imunisasi TT.

28