isi trakoma

21
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Trakoma adalah suatu penyakit tertua yang terkenal di dunia sejak dahulu. Penyakit ini dikenal sebagai penyebab trikiasis sejak abad ke 27 SM dan mengenai semua ras. Dengan 400 juta penduduk dunia yang terkena, penyakit ini menjadi salah satu penyakit kronik yang paling banyak dijumpai. Prevalensi dan berat penyakit yang beragam per regional dapat dijelaskan dengan dasar variasi hygiene perorangan dan sandart kehidupan masyarakat dunia, kondisi iklim tempat tinggal, usia saat terkena, serta frekuensi dan jenis infeksi mata bacterial yang sudah ada. Trakoma yang membutakan terdapat pada banyak daerah di afrika, beberapa daerah di asia, diantaranya suku aborigin di Australia, dan di brazil utara. Masyarakat dengan trakoma yang lebih ringan dan tidak dapat membutakan terdapat di daerah-daerah yang sama, dan beberapa daerah amerika latin serta kepulauan pasifik (Riordan- Eva, 2013). Cara penularan penyakit ini adalah melalui kontak langsung dengan sekret penderita trakoma atau melalui alat- alat kebutuhan sehari-hari seperti handuk, alat- alat kecantikan dan lain-lain. Periode inkubasi adalah 5-14 hari dengan rata-rata sekitar 7 hari. Penularan

Upload: new-light

Post on 22-Dec-2015

11 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

mata

TRANSCRIPT

Page 1: Isi Trakoma

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Trakoma adalah suatu penyakit tertua yang terkenal di dunia sejak

dahulu. Penyakit ini dikenal sebagai penyebab trikiasis sejak abad ke 27 SM dan

mengenai semua ras. Dengan 400 juta penduduk dunia yang terkena, penyakit ini

menjadi salah satu penyakit kronik yang paling banyak dijumpai. Prevalensi dan

berat penyakit yang beragam per regional dapat dijelaskan dengan dasar variasi

hygiene perorangan dan sandart kehidupan masyarakat dunia, kondisi iklim

tempat tinggal, usia saat terkena, serta frekuensi dan jenis infeksi mata bacterial

yang sudah ada. Trakoma yang membutakan terdapat pada banyak daerah di

afrika, beberapa daerah di asia, diantaranya suku aborigin di Australia, dan di

brazil utara. Masyarakat dengan trakoma yang lebih ringan dan tidak dapat

membutakan terdapat di daerah-daerah yang sama, dan beberapa daerah amerika

latin serta kepulauan pasifik (Riordan-Eva, 2013).

Cara penularan penyakit ini adalah melalui kontak langsung dengan

sekret penderita trakoma atau melalui alat- alat kebutuhan sehari-hari seperti

handuk, alat-alat kecantikan dan lain-lain. Periode inkubasi adalah 5-14 hari

dengan rata-rata sekitar 7 hari. Penularan terjadi terutama antara anak-anak dan

wanita yang merawatnya. Beberapa sumber mengkarakteristikkan siklus

penularan ini digambarkan bahwa trakoma sebagai disease of day nursery

(Riordan-Eva, 2013).

Episode berulang dari reinfeksi dalam keluarga meneyebabkan folikular

kronik atau inflamasi konjungtiva berat (trakoma aktif), yang menimbulakan

scarring konjungtiva tarsal. Scarring pada konjungtiva tarsal atas, pada sebagian

individu, berlanjut menjadi entropion dan trichiasis (cicatrical trachoma). Hasil

akhirnya menimbulkan antra lain abrasi kornea, ulkus kornea dan opasifikasi, dan

akhirnya kebutaan. Pencegahan trakoma berkaitan dengan kebutaan dan

membutuhkan banyak intervensi. WHO menerapkan strategi surgery, antibiotics,

facial cleanliness, dan environmental improvement (SAFE) untuk mengontrol

trakoma (Salomon, 2014).

Page 2: Isi Trakoma

B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui perjalanan penyakit dan penatalaksanaan trakoma

2. Tujuan Khusus

Untuk menyelesaikan tugas referat dari kepaniteraan klinik di SMF Mata

RSUD. Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto

Page 3: Isi Trakoma

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Trakoma merupakan salah satu jenis penyakit mata yang menular yang

disebabkan oleh Chlamidia trachomatis serotipe A, B, Ba, atau C yang

termasuk dari konjungtivitis folikular kronik. Trakoma juga termasuk infeksi

mata yang berlangsung lama yang menyebabkan inflamasi dan jaringan parut

pada konjungtiva dan kelopak mata serta kebutaan (Ilyas, 2014). 

B. Anatomi dan Fisiologi

Konjungtiva adalah membran mukosa tipis dan transparan, yang

membungkus permukaan anterior dari bola mata dan permukaan posterior dari

palpebra. Lapisan permukaan konjungtiva, yaitu lapisan epitel berhubungan

dengan epidermis dari palpebra dan dengan lapisan permukaan dari kornea,

yaitu epitel kornea. Konjungtiva berperan dalam produksi mukus, yang penting

dalam menjaga stabilitas tear film dan transparansi kornea. Selain itu,

konjungtiva juga mampu melindungi permukaan okular dari patogen, baik

sebagai barrier fisik, maupun sebagai sumber sel-sel inflamasi (Wijaya, 2009).

Konjungtiva dibedakan menjadi 3 bagian, yaitu (Wijaya, 2009):

1. Konjungtiva palpebra

Pada sambungan mukokutaneus, lapisan epidermis dari kulit palpebra

berubah menjadi konjungtiva palpebra atau konjungtiva tarsal yang melapisi

permukaan posterior palpebra. Lapisan ini melekat secara erat dengan lempeng

tarsus. Pada batas superior dan inferior dari tarsus, konjungtiva berlanjut ke

posterior dan melapisi jaringan episklera sebagai konjungtiva bulbi.

2. Konjungtiva forniks

Dari permukaan dalam palpebra, konjungtiva palpebra melanjutkan diri

ke arah bola mata membentuk dua resesus, yaitu forniks superior dan inferior.

Forniks superior terletak kira-kira 8 – 10 mm dari limbus, dan forniks inferior

terletak kira-kira 8 mm dari limbus. Pada bagian medial, struktur ini menjadi

karunkula dan plika semilunaris. Di sisi lateral, forniks terletak kira-kira 14

Page 4: Isi Trakoma

Ket. Gambar :

1. Limbus2. Konjungtiva bulbi3. Konjungtiva forniks4. Konjungtiva palpebra5. Pungtum lakrimalis6. Konjungtiva marginalis

mm dari limbus. Konjungtiva forniks superior dan inferior melekat longgar

dengan pembungkus otot rekti dan levator yang terletak di bawahnya.

Kontraksi otot-otot ini akan menarik konjungtiva sehingga ia akan ikut

bergerak saat palpebra maupun bola mata bergerak. Perlekatan yang longgar

tersebut juga akan memudahkan terjadinya akumulasi cairan.

3. Konjungtiva bulbi

Konjungtiva bulbi meluas dari daerah limbus ke daerah forniks. Lapisan

ini sangat tipis dan transparan sehingga sklera yang terletak di bawahnya dapat

terlihat. Konjungtiva bulbi melekat secara longgar dengan sklera sehingga

memungkinkan bola mata bergerak bebas ke segala arah. Selain memberikan

kebebasan bola mata untuk bergerak, hal ini juga akan memperluas permukaan

sekresi konjungtiva. 3

Gambar 1. Anatomi konjungtiva

Konjungtiva seperti halnya membran mukosa lainnya, terdiri atas 2

lapisan, yaitu (Wijaya, 2009):

1. Lapisan epitel bertingkat

Ketebalan lapisan epitel konjungtiva bervariasi mulai dari 2-4 lapisan

pada daerah tarsal, 6-8 lapisan pada daerah pertemuan korneoskleral, hingga 8-

10 lapisan pada daerah tepi konjungtiva. Di daerah forniks, epitel konjungtiva

berbentuk kolumnar dan berubah menjadi epitel kuboid di daerah bulbar dan

tarsal. Di limbus, epitel berubah menjadi epitel skuamous bertingkat tak

bertanduk yang akan melanjutkan diri menjadi epitel kornea.

2. Lapisan stroma (substansia propria)

Page 5: Isi Trakoma

Stroma kunjungtiva dipisahkan dengan lapisan epitel konjungtiva oleh

membrana basalis. Lapisan ini dibagi atas lapisan adenoid yang terletak di

permukaan dan lapisan fibrosa yang terletak lebih dalam. Lapisan adenoid

mengandung jaringan limfoid dan pada beberapa area juga mengandung

struktur mirip folikel. Lapisan fibrosa tersusun atas jaringan ikat yang

mengandung pembuluh darah dan serabut saraf dan melekat pada lempeng

tarsus. Substansia propria mengandung sel mast (6000/mm3), sel plasma,

limfosit, dan netrofil yang memegang peranan dalam respons imun seluler.

Jenis limfosit yang paling banyak ditemukan adalah sel T, yaitu kira-kira 20

kali lebih banyak dibanding sel B. Selain itu ditemukan pula IgG, IgA, IgM

yang terletak ekstraseluler.

Permukaan epitel konjungtiva ditutupi oleh mikrovili. Mikrovili dibentuk

oleh penonjolan sitoplasma yang menonjol ke permukaan sel epitel. Ukuran

diameter dan tinggil mikrovili kira-kira 0,5 μm dam 1 μm. Fungsi mikrovili

selain untuk memperluas daerah absorpsi juga untuk menjaga stabilitas dan

integritas tear film. Epitel konjungtiva mengandung sejumlah kelenjar yang

penting untuk mempertahankan kelembaban dan menghasilkan lapisan air

mata. Kelenjar lakrimal asesorius ditemukan pada konjungtiva forniks dan

sepanjang tepi superior lempeng tarsus. Kelenjar Krause ditemukan pada

forniks superior sebanyak kira-kira 20-40 buah, sedangkan pada forniks

inferior hanya 6-8 kelenjar. Kelenjar-kelenjar ini ditemukan pada jaringan ikat

subkonjungtiva. Kelenjar Krause memiliki struktur yang sama dengan kelenjar

lakrimal utama yang terletak pada rongga orbita. Kelenjar lakrimal asesorius

lainnya adalah kelenjar Wolfring. Kelenjar ini ditemukan pada sepanjang tepi

superior lempeng tarsus sebanyak 2-5 buah.

Selain bertanggung jawab terhadap produksi musin, konjungtiva juga

memiliki kemampuan yang besar dalam melawan infeksi. Hal ini dapat

dipahami oleh karena (Riordan-Eva, 2013):

1. Epitel konjungtiva yang intak mencegah invasi dari mikroba

2. Konjungtiva mengandung banyak immunoglobulin

3. Adanya flora bakteri normal di konjungtiva

Page 6: Isi Trakoma

4. Sekresi musin oleh sel goblet konjungtiva dapat mengikat mikroba untuk

kemudian dikeluarkan melalui sistem sekresi lakrimal

5. Aktivitas enzimatik konjungtiva memungkinkan jaringan ini dalam

melokalisir dan menetralisir partikel-partikel asing

6. Conjunctiva-Associated Lymphoid Tissue (CALT)

C. Etiologi

Trakoma disebabkan oleh Chlamydia trachomatis serotipe A, B, Ba dan

C. Masing- masing serotipe ditemukan di tempat dan komunitas yang berbeda

beda. Chlamydia adalah gram negatif, yang berbiak intraseluler. Spesies C

trachomatis menyebabkan trakoma dan infeksi kelamin (serotipe D-K) dan

limfogranuloma venerum (serotipe L1-L3). Serotipe D-K biasanya

menyebabkan konjungtivitis folikular kronis yang secara klinis sulit dibedakan

dengan trakoma, termasuk konjungtivitis folikular dengan pannus, dan

konjungtiva scar. Namun, serotipe genital ini tidak memiliki siklus transmisi

yang stabil dalam komunitas. Karena itu, tidak terlibat dalam penyebab

kebutaan karena trakoma (Salomon, 2012).

D. Patogenesis

Chlamydia trachomatis memiliki kecenderungan untuk menginfeksi

kedua mata. Pada stadium dini, penyakit ini mirip dengan konjungtivitis kronik

pada umumnya, yaitu mata merah dan terdapat folikel maupun hipertropi

papiler pada tarsus superior. Hipertropi papiler dan inflamasi konjungtiva

mengakibatkan timbulnya sikatriks konjungtiva yang dapat mengakibatkan

komplikasi yang ringan maupun berat (Salomon, 2014).

Kelainan di kornea dapat berupa epithelial keratitis, subepithelial

keratitis, infiltrate disertai neovaskularisasi (pannus), ulkus kornea, sikatriks

folikel-folikel di limbus yang disebut Herbert’s Pits. Entropion dan trikiasis,

terjadi akibat sikatrik konjungtiva yang hebat, dimana bulu-bulu mata

menggores kornea dan mengakibatkan ulkus kornea, kadang-kadang perforasi

kornea (Taylor, 2015).

Page 7: Isi Trakoma

Infeksi menyebabkan inflamasi, yang predominan limfositik dan infiltrat

monosit dengan plasma sel dan makrofag dalam folikel. Gambaran tipe folikel

dengan pusat germinal dangan pulau- pulau proliferasi sel B yang dikelilingi

sebukan sel T. Infeksi konjungtiva yang rekuren menyebabkan inflamasi yang

lama yang menyebabkan konjungtival scarring. Scarring diasosiasikan dengan

atropi epitel konjungtiva, hilangnya sel goblet, dan pergantian jaringan normal,

longgar dan stroma vaskular subepitel dengan jaringan ikat kolagen tipe IV dan

V (Taylor, 2015).

E. Klasifikasi

1. Pembagian trakoma menurut McCallan

Stadium Nama Gejala

Stadium I Trakoma

Insipien

Folikel imatur, hipertrofi papilar minimal

Stadium II Trakoma Folikel matur pada dataran tarsal atas

Stadim

IIA

Dengan

hipertrofi

papilar yang

menonjol

Keratitis, folikel limbus

Stadium

IIB

Dengan

hipertrofi

folikular

yang

menonjol

Aktivitas kuat dengan folikel matur

tertimbun di bawah hipertrofi papilar

yang hebat

Stadium

III

Trakoma

sikatrik

Parut pada konjungtiva tarsal atas,

permulaan trikiasis dan entropion

Stadium

IV

Trakoma

sembuh

Tak aktif, tak ada hipertrofi papillar atau

folikular, parut dalam bermacam

derajat deviasi

(Ilyas, 2014)

Page 8: Isi Trakoma

2. Pembagaian trakoma menurut WHO (Simplified Trachoma Grading

Scheme) (Taylor, 2015) :

a. Trakoma Folikuler (TF)

Gambar 2. Trakoma Folikuler

1. Trakoma dengan adanya 5 atau lebih folikel dengan diameter 0,5 mm di

daerah sentral konjungtiva tarsal superior

2. Bentuk ini umumnya ditemukan pada anak-anak, dengan prevalensi

puncak pada 3-5 tahun

b. Trakoma Inflamasi Berat (TI)

Gambar 3. Trakoma Inflamasi Berat

1. Ditandai konjungtiva tarsal superior yang menebal dan pertumbuhan

vaskular tarsal.

2. Papil terlihat dengan pemeriksaan slit lamp.

c. Sikatrik Trakoma (TS)

Gambar 4. Sikatrik Trakoma

Page 9: Isi Trakoma

1. Ditandai dengan adanya sikatrik yang mudah terlihat pada konjungtiva

tarsal.

2. Memiliki resiko trikiasis ke depannya, semakin banyak sikatrik semakin

besar resiko terjadinya trikiasis.

d. Trikiasis (TT)

Gambar 5. Trikiasis

1. Ditandai dengan adanya bulu mata yang mengarah ke bola mata.

2. Potensial untuk menyebabkan opasitas kornea

e. Opasitas Kornea (CO)

Gambar 6. Opasitas Kornea

1. Ditandai dengan kekeruhan kornea yang terlihat di atas pupil.

2. Kekeruhan kornea menandakan prevalensi gangguan visus atau kebutaan

akibat trakoma

F. Gejala Klinis

Secara klinis, trakoma dapat dibagi menjadi fase akut dan fase kronis,

tetapi tanda akut dan kronis dapat muncul dalam waktu yang bersamaan dalam

satu individu. Derajat keparahan dari infeksi mata oleh Chlamidia trachomatis

dapat ringan sampai dengan berat. Banyak infeksinya bersifat asimptomatis.

Sesuai dengan masa inkubasinya yaitu 5-14 hari, infeksi konjungtiva

menyebabkan iritasi, mata merah, dan discharge mukopurulen. Keterlibatan

Page 10: Isi Trakoma

kornea pada proses inflamasi akut dapat menimbulkan nyeri dan fotofobia

(Ilyas, 2014).

Tanda awal infeksi yang kurang spesifik adalah vasodilatasi dari

pembuluh darah konjungtiva. Perubahan spesifik terjadi beberapa minggu

setelah infeksi, yaitu dengan munculnya folikel-folikel pada konjungtiva

forniks, konjungtiva tarsal dan limbus. Folikel terlihat sebagai massa abu-abu

dengan diameter 0,2-3 mm. Papil juga dapat terlihat pada fase ini, pada kasus

ringan terlihat titik-titik merah kecil dengan mata telanjang. Dengan bantuan

slit lamp, papil terlihat sebagai pembengkakan kecil konjungtiva, dengan

vaskularisasi di tengahnya. Ketika inflamasi bertambah berat, reaksi papilar

pada konjungtiva tarsal diasosiasikan dengan penebalan konjungtiva,

pertambahan vaskularisasi pembuluh tarsal, dan kadang kadang edema

palpebra. Bila kornea terlibat pada proses inflamasi, keratitis pungtata

superfisialis dapat dideteksi dengan test flouresensim (Salomon, 2012).

Infiltrat superfisial atau pannus (infiltrasi subepitel dari jaringan

fibrovaskular ke perifer kornea) mengindikasikan inflamasi kornea. Folikel,

papil dan tanda kornea lain adalah tanda dari fase aktif, namun pannus dapat

bertahan setelah fase aktif. Resolusi dari folikel ditandai dengan terjadinya

scarring pada subepitel konjungtiva. Deposisi dari skar biasanya di

konjungtiva tarsal atas, walaupun konjungtiva bulbi dan daerah atas kornea

dapat terkena. Di daerah endemis trakoma, sikatrik pada daerah tarsal karena

episode infeksi berulang menjadi dapat terlihat secara makroskopis dengan

mengeversi palpebra atas, nampak seperti plester putih dengan latar

konjungtiva yang eritematous. Di limbus, pergantian folikel menjadi scar

menghasilkan formasi depresi translusen pada corneoscleral junction yang

disebut Herbert’s pits (Wijaya, 2009).

Bila scar pada konjungtiva tarsal cukup banyak berkumpul maka dapat

menyebabkan kelopak mata atas menekuk ke dalam dan menyebabkan bulu

mata mengenai bola mata (trikiasis) dan ketika semua bagian kelopak

mengarah ke dalam disebut entropion. Trikiasis sangat mengiritasi. Penderita

kadang mencabut sendiri bulumata atau memplester kelopak mata agar

menghadap ke luar. Selain nyeri, trikiasis juga mencederai kornea, sebagai efek

Page 11: Isi Trakoma

abrasi kornea dapat terjadi infeksi sekunder oleh jamur atau bakteri. Karena

sikatrik bersifat opak maka penglihatan dapat terganggu bila mengenai daerah

sentral kornea. Selain nyeri, trikiasis juga mencederai kornea, sebagai efek

abrasi kornea dapat terjadi infeksi sekunder oleh jamur atau bakteri. Karena

sikatrik bersifat opak maka penglihatan dapat terganggu bila mengenai daerah

sentral kornea (Wijaya, 2009).

G. Pemeriksaan

Diagnosis trakoma ditegakkan berdasarkan pemeriksaan klinik dan

laboratorium (Salomon, 2012):

1. Pemeriksaan klinik

Pada pemeriksaan klinik ditemukan folikel-folikel dan hipertropi papiler

pada tarsus superior, pannus, Herbert’s Pits, entropion-trikiasis, atau sikatriks

pada tarsus superior.

2. Pemeriksaan laboratorium

Pada pemeriksaan laboratorium yang dilakukan dengan pengecatan

Giemsa pada kerokan konjungtiva didapatkan sel-sel polimorfonuklear, sel

plasma, sel-sel polimorfonuklear, sel plasma, sel leber (makrofag yang besar

dan berisi debris), sel folikel (limfoblas), dan juga inklusion bodi pada

sitoplasma sel-sel konjungtiva yang disebut Halberstaedler – Prowasek

Inklusion Bodies yang bersifat basofil berupa granul. Adanya sel limfoblas

merupakan tanda diagnostik trakoma yang didukung oleh adanya sel leber.

Untuk memastikan trakoma endemik di keluarga atau masyarakat,

sejumlah anak harus menunjukkan sekurang-kurangnya dua tanda berikut

(Salomon, 2012):

1. Lima atau lebih folikel pada konjungtiva tarsalis superior

2. Parut konjungtiva khas di konjungtiva tarsal superior

3. Folikel limbus atau sekuelenya (Herbert’s Pits)

4. Perluasan pembuluh darah ke atas kornea, paling jelas di limbus

atas

H. Penatalaksanaan

Page 12: Isi Trakoma

Pengobatan bisa secara lokal maupun sistemik (Salomon, 2012):

1. Lokal

Pengobatan secara lokal dengan pemberian tetrasiklin 1% salep mata 2-4

kali sehari minimal 3 bulan. Sulfonamide 15% tetes mata ataupun salep mata

diberikan bila ada penyulit.

2. Sistemik

Pengobatan secara sistemik dengan tetrasiklin 4 x 250 mg sehari selama

3-4 minggu atau Erithromisin 4 x 250 mg sehari selama 3-4 minggu.

Azithromycin dosis tunggal untuk dewasa 1 gram per kali sedangkan anak-

anak 20 mg/kgbb/kali. Sejak saat mulai terapi, efek maksimum biasanya belum

dicapai selama 10-12 minggu. Karena itu tetap adanya folikel pada tarsus

superior selama beberapa minggu setelah terapi berjalan jangan dipakai sebagai

bukti kegagalan terapi. Koreksi bulu mata yang membalik ke dalam melalui

bedah untuk mencegah parut trakoma lanjut.

Pencegahan trakoma dapat dilakukan dengan vaksinasi. Pemberian

makanan yang bergizi dan higiene yang baik dapat mencegah penyebaran

penyakit ini.

I. Komplikasi

Parut di konjungtiva adalah komplikasi yang sering terjadi pada trakoma,

dapat merusak kelenjar lakrimal aksesorius dan menghilangkan duktus kelenjar

lakrimal. Hal ini mengurangi komponen akuos dalam film air mata prakornea

secara drastic. Komponen mukosanya mungkin berkurang karena hilangnya

sebagian sel goblet. Luka parut itu juga mengubah bentuk palpebra superior

berupa membaliknya bulu mata kedalam (trikiasis) atau seluruh tepian palpebra

(entropion) sehingga bulu mata terus menerus mengggesek kornea. Kondisi ini

sering mengakibatkan ulserasi kornea, infeksi bakterial kornea, dan parut

kornea. Ptosis, obstruksi ductus nasolacrimalis, dan dakriosistitis adalah

komplikasi trakoma lainnya yang sering dijumpai (Riordan-Eva, 2013).

J. Prognosis

Trakoma secara karakteristik merupakan penyakit kronik yang

berlangsung lama. Dengan kondisi higiene yang baik (khususnya mencuci

Page 13: Isi Trakoma

muka pada anak-anak), penyakit ini dapat sembuh atau bertambah ringan

sehingga komplikasi berat terhindarkan. Sekitar 6-9 juta orang di dunia telah

kehilangan penglihatannya karena trakoma (Wijana, 2009).

Page 14: Isi Trakoma

BAB III

KESIMPULAN

1. Trakoma adalah suatu bentuk keratokonjungtivitis kronis yang disebabkan oleh

infeksi bakteri Chlamydia trachomatis.

2. Grading trakoma menurut WHO adalah: trakoma folikular, trakoma inflamasi

berat, trakoma sikatrik, trikiasis, dan opasitas kornea.

3. Azitromisin dan tetrasiklin adalah antibiotik yang direkomendasikan WHO

untuk trakoma.

4. Dengan kondisi higiene yang baik (khususnya mencuci muka pada anak-anak),

penyakit ini dapat sembuh atau bertambah ringan sehingga komplikasi berat

terhindarkan.

Page 15: Isi Trakoma