isi musket 2

Upload: yohanes-kaping

Post on 04-Mar-2016

30 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Sport injury

TRANSCRIPT

18

BAB IPENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANGOlahraga, baik yang bersifat olahraga prestasi maupun rekreasi merupakan aktivitas yang dapat memberikan manfaat bagi kesehatan fisik maupun mental. Akan tetapi, olahraga yang dilakukan tanpa mengindahkan kaidah-kaidah kesehatan dapat pula menimbulkan dampak yang merugikan bagi tubuh antara lain berupa cedera olahraga. Cedera sering dialami oleh seorang atlit, seperti cedera goresan, robek pada ligamen, atau patah tulang karena terjatuh. Cara yang lebih efektif dalam mengatasi cedera adalah dengan memahami jenis cedera dan mengenali bagaimana tubuh kita memberikan respon terhadap cedera tersebut. Makalah ini mengulas tentang karakteristik cedera olahraga yang terjadi, penyebab cedera olahraga, jenis cedera dan cara penanganan cedera olahraga. Tujuan akhir dari penanganan cedera olahraga adalah untuk memaksimalkan proses pemulihan cedera serta untuk meminimalkan terjadinya resiko cedera ulang.

1.2 RUMUSAN MASALAH1. Apakah pergertian dan penyebab dari cedera olahraga?2. Bagaimana patofisiologi dan diagnosis cedera olahraga?3. Apakah etiologi cedera olahraga?4. Bagaimana jenis cedera olahraga : Impingement dan rotator cuff tears, Strain dan Sprain, Contusio?

1.3 TUJUAN1. Mengetahui pengertian dan penyebab cedera olahraga2. Mengetahui patofisiologi dan diagnosis cedera olahraga3. Mengetahui etiologi cedera olahraga4. Mengetahui jenis cedera olahraga : Impingement dan rotator cuff tears, Strain dan Sprain, Cuntosio

BAB IITINJAUAN TEORITIS

2.1PENGERTIAN DAN PENYEBAB CEDERA OLAHRAGA Cedera olahraga adalah suatu keadaan patologis pada sistem integumen, otot dan rangka yang disebabkan oleh kegiatan olahraga. Cedera olahraga disebabkan oleh ketidakseimbangan 3 faktor, yaitu faktor host (atlet sendiri), agent (kegiatan yang berhubungan dengan olahraga) dan environment (lingkungan). Cedera olahraga dapat terjadi karena pengaruh dari luar (body contact, alat olahraga), pengaruh dari dalam (koordinasi otot dan sendi yang tidak sempurna) serta pemakaian yang berlebihan/overuse (James W et al, 1992). Cedera olahraga juga disebabkan oleh berbagai faktor antara lain kesalahan metode latihan, kelainan struktural maupun kelemahan fisiologis fungsi jaringan penyokong dan otot (Bahr et al. 2003).

2.2PATOFISIOLOGI DAN DIAGNOSIS CEDERA OLAHRAGA Secara umum patofisiologi terjadinya cedera berawal dari ketika sel mengalami kerusakan, sel akan mengeluarkan mediator kimia yang merangsang terjadinya peradangan. Mediator tadi antara lain berupa histamin, bradikinin, prostaglandin dan leukotrien. Mediator kimiawi tersebut dapat menimbulkan vasodilatasi pembuluh darah serta penarikan populasi sel-sel kekebalan pada lokasi cedera. Secara fisiologis respon tubuh tersebut dikenal sebagai proses peradangan.

Proses peradangan ini kemudian berangsur-angsur akan menurun sejalan dengan terjadinya regenerasi proses kerusakan sel atau jaringan tersebut (Van Mechelen et al. 1992). Selain berdasarkan tanda dan gejala peradangan, diagnosis ditegakkan berdasarkan keterangan dari penderita mengenai aktivitas yang dilakukannya dan hasil pemeriksaaan penunjang.

2.3ETIOLOGI CEDERA OLAHRAGA Tanda akut cedera olahraga yang umumnya terjadi adalah tanda respon peradanagan tubuh berupa tumor ( pembengkakaan), kalor (peningkatan suhu), rubor (warna merah), dolor (nyeri) dan functio leissa (penurunan fungsi). Nyeri pertama kali muncul jika serat-serat otot atau tendon yang jumlahnya terbatas mulai mengalami robekan.Selain nyeri muncul tanda radang seperti bengkak, kemerahan, panas dan penurunan fungsi. Pada proses lanjut tanda-tanda peradangan tersebut akan berangsur angsur menghilang. Apabila tanda peradangan awal cukup hebat, biasanya rasa nyeri masih dirasakan samapai beberapa hari setelah onset cedera. Kelemahan fungsi berupa penurunan kekuatan dan keterbatasan jangakauan gerak juga sering dijumpai (Stevenson et al. 2000).

2.4JENIS CEDERA OLAHRAGA

2.4.1IMPINGEMENT & ROTATOR CUFF TEARS

A. PengertianCedera pada rotator cuff (otot yang menempel pada tulang lengan atas), sedangkan shoulder impingement syndrome (gejala yang timbul yang berasal dari tekanan pada rotator cuff tendons.Rotator cuff adalah kumpulan otot yang penting dalam menjaga stabilitas sendi bahu selama gerakan. Menurut Neer, shoulder impingement adalah menyempitnya celah diantara acromion dan tuberositasmayor caput humerus sehingga menyebabkan insertion dari tendon supraspinatus, biceps caput longum serta bursa subacromialis pada shoulder terjepit (Shoulder impingement).

B. Klasifikasi Shoulder impingement

Primary shoulder impingementTerjadi pada tendon rotator cuff, tendon biceps caput longum, capsul glenohumeral,danatau bursa subacromialis oleh akibat caput humerusdan acromion yang mengalamibenturan.

Faktor-faktor yang berkaitan:

a) Interinsik diantaranya: kelemahan otot rotator cuff, cronic inflamasi pada tendon rotator cuff dan bursa subacromialis, nyeri tendon rotator cuff akibat proses degenerative, dan pemendekan posterior capsular sehingga mengakibatkan abnormal gerak translasiantero superior dari caput humerus.b) Ekstrinsik posisi curva atau hooked dari acromion, spurs pada acromion, atau mungkin juga kelainan postur tubuh.

Secondary shoulder impingementDidefinisikan sebagai penurunan relative dari space atau jarak antara subacromial sehingga menyebabkan instabilitas glenohumeral joint atau abnormal gerak kinematics scapulothoracal. Secondary Shoulder impingement terjadi ketika rotator cuff terjepit pada posisi postero superior dengan glenoid berada di tepi dan posisi lengan pada akhir gerakan (full) abduksi dan eksternal rotasi. Posisi ini dapat menimbulkan patologi yang disebabkan oleh gerak rotasi eksternal yang berlebihan, imbalance otot-otot stabilisasi scapular, overload otot rotator cuff, dan cidera berulang paca otot rotator cuff (Aimie, Beth, et al).

C. Etiologi

Penyebab UmumPenggunaan berlebihan pada shoulder dan patologi pada jaringan rotator cuff, terutama m.supraspinatus. Karena ujung insertion dari m.supraspinatus berada tepat di permukaan bawah dari acromion danpermukaan superior dari caput humerus. Penyebab lainnyaAdanya gangguan instabilitas pada daerah bahu yang disebabkan oleh karena adanya kelemahan pada otot-otot rotator cuff muscle. Gangguan imbalance pada daerah bahu, diantaranya adalah : imbalance dari glenohumeral, aktifitas eksentrik otot bahu, tears dari tendon biceps caput longum, scapular dyskinesia, imbalance muscle, posterior capsular tightness dan paralysis upper trapezius.

D. Manifestasi KlinisTanda yang khas dan mengarah kepada Shoulder Impingement pada inspeksi ditemukan asymmetric shoulder line, terutama pada bahu yang mengalami gangguan akan berusaha diposisikan lebih tinggi dan secara tidak disadari maka tubuh telah melakukan proteksi pada bagian tubuh yang mengalami presepsi nyeri, namun posisi tersebut dapat menyebabkan terjadinya ischemia pada tendon dan berlanjut pada kelemahan otot-otot bahu dan hilangnya stabilitas glenohumeral (Purbo, 2006).

E. DiagnosaPada pemeriksaan cepat akan ditemukan nyeri painful arc pada gerak shoulder antara 60-120 (aktif abduksi-elevasi shoulder) dan adanya reverse scapula humeral rhythem pada sisi bahu yang mengalami impingement. Pemeriksaan orientasi secara cepat dapat digunakan sebagai dugaan awal menentukan beberapa jaringan spesifik yang mungkin terjadi cidera seperti, "hand behind the head dan hand behind the back" digunakan untuk tesorientasi pada m.supraspinatus, m.infraspinatus dan bursa subacromialis, dan "abdomilal press" digunakan untuk tesorientasi pada m.subscapularis (Sugijanto, 2010). Pada pemeriksaan fungsi gerak dasar (PFGD) aktif, pasif dan isometric abduksi bahu maka akan ditemukan nyeri meningkat akibat adanya profokasi pada jaringan subacromial yang mengalami peradangan.Selanjutnya pada pemeriksaan khusus seperti Neer test, Hawkin & Kenedy test, Empty Can test (Cooper, Joseph, 2008) dan Under caudal Traction with Active abduction (Sugijanto,2010) makan akan lebih member profokasi secara spesifik pada cidera jaringan subacromialis sehingga hal tersebut dapat dipastikan sebagai sumber penyebab terjadinya penurunan aktifitas olahraga dengan posisi lengan berada diatas kepala serta aktifitas fungsional seperti mandi, menyisir, mengambil dompet di saku, menulis di papan tulis dan sebagainya. Untuk memastikan lebih lanjut maka dilakukan palpasi pada posisi-posisi tertentu pada bahu untuk member profokasi berupa tekanan pada jaringan subacromialis sehingga dapat memilahkan struktur jaringan spesifik yang terpatologi, seperti palpasi tendon pada m.supraspinatus pada ventrolateral acromion dilakukan pada kombinasi posisi bahu adduksi, ekstensi, internal rotasi (posisiborgol), m.infraspinatus pada dorso lateral acromion patatuberositas minor dilakukan pada kombinasi posisi bahu horizontal adduksi, fleksi, eksternalrotasi (posisi sphinx), m.subscapularis dilakukan dalam posisi bahu netral kemudian palpasi pada medial sulcusbicipitalis, m.biceps caput longum pada sulcus bicipitalis dengan gerakan bahu internal dan eksternal rotasi, sedangkan untuk palpasi pada bursa subacromialis pada anterior acromion dilakukan pada posisi bahu ekstensi penuh (Sugijanto, 2010).

F. PenatalaksanaanPenanganan yang diberikan pada kondisi Impingement Shoulder adalah bertujuan untuk menurunkan nyeri, meningkatkan ROM, meningkatkan kekuatan otot dan meningkatkan kestabilan pada rotator cuff muscle. Sehingga seseorang yang pernah mengalami Impingement Shoulder, dapat melakukan aktifitas fungsionalnya secara optimal dan kembali produktif.Salah satu teknik manual terapi pada kondisi Shoulder Impingement berupa traksistatik dan modalitas fisioterapi berupa intervensi microwave diathermy, dengan latihan stabilisasi pada rotatorcuff muscle untuk terapi latihannya. TraksiTraksi adalah gerak tarikan terhadap satu permukaan sendi secara tegak lurus terhadap permukaan sendi pasangannya ke arah menjauh.

StatikStatik adalah posisi diam tanpa ada arah gerakan pada sendi, yang dapat diaplikasikan pada semua derajat range of motion, dan dilakukan pada saat permukaan sendi dalam keadaan distraksi dan kompresi.

Microwave diathermy (MWD) MWD adalah energy elektromagnetik hasil arus bolak-balik, dengan frekwensi 2450Mhz dan panjang gelombang 12,25cm untuk meningkatkan panas pada jaringan tubuh. Pengurangan nyeri oleh penerapan MWD diperoleh dari efek gelombang elektromagnetik yang menghasilkan efek microthermal.

Latihan StabilisasiLatihan stabilisasi adalah suatu bentuk latihan kontraksi otot dinamik dengan menggunakan prinsip co-contraction exercise tahanan yang digunakan berasal dari external force. Tujuan dari latihan stabilisasi adalah untuk meningkatkan kekuatan (strength), meningkatkan daya tahan (endurance), meningkatkan tenaga (power) dan hasilnya akan membentuk stabilitas yang baik pada bahu.

2.4.2STRAIN DAN SPRAIN

PRINSIP UMUMPemulihan cedera olahraga bergantung pada beragam faktor, yaitu lokal dan sistemik. Faktor tersebut sama untuk pemulihan setiap luka atau cedera. Meskipun tidak spesifik untuk cedera olahraga saja, faktor tersebut perlu dicermati saat menentukan dan mengimpilkasikan edukasi, program rehabilitasi, atau perencanaan pasien. Sprain dan strain merupakan kelompok utama cedera olahraga jaringan lunak.

SPRAIN (TERKILIR)A. Pengertian

Sprain merupakan sedera yang berhubungan dengan regangan atau robekan ligament. Sprain biasanya melibatkan lebih dari satu ligamen. Keparahan cidera bergantung pada banyaknya ligamen yang cidera dan luasnya cidera pada setiap ligamen, terutama apakah robekan bersifat parsial atau total.\

B. Etiologi

Sprain dapat disebabkan oleh jatuh, terpuntir tiba-tiba, atau benturan pada tubuh yang memaksa sendi keluar dari posisi normal. Kondisi ini mengakibatkan regangan berlebihan atau robekan pada ligamen yang menopang sendi tersebut. Biasanya, sprain terjadi ketika seseorang terjatuh dan terhempas dengan lengan terenggang-keluar, tergelincir, jatuh mengenai sisi kaki, atau lutut terpuntir dengan kaki mendarat keras pada tanah. Meskipun sprain dapat terjadi pada bagian atas dan bawah tubuh, lokasi paling umum adalah pergelangan kaki (Wedmore & Charlette, 2000).

C. KlasifikasiSprain dapat diklasifikasikan dalam derajat I, II, III. Sprain derajat I atau ringan menyebabkan renggangan berlebihan atau robekan ringan pada ligament tanpa instabilitas sendi. Seseorang yang mengalami sprain ringan biasanya mengalami nyeri dan pembengkakan ringan disertai sedikit atau tidak ada kehilangan kemampuan fungsional. Memar tidak ada atau minimal dan orang tersebut umumnya mampu bertumpu pada sendi yang mengalami sprain.

Sprain derajat II atau sedang mengakibatkan robekan ligament parsial dan ditandai dengan memar, nyeri sedang, dan bengkak. Orang yang mengalami sprain sedang biasanya memiliki sedikit kesulitan bertumpu pada sendi yang mengalami sprain dan mengalami sedikit kehilangan fungsi.

Orang yang mengalami sparin derajat III atau berat mengalami robekan total atau rupture pada ligamen. Nyeri, bengkak, dan memar biasanya hebat. Pasien selalu tidak mampu bertumpu pada sendi.

D. Diagnosa

Pengkajian terhadap riwayat cidera dengan cermat sangat penting dalam mendiagnosis sprain. Pengkajian ini harus mencakup detail spesifik mengenai kekuatan dan arah sendi yang megalami sprain pada saat cidera. Stabilitas, pergerakan, dan kemampuan sendi untuk menopang berat juga diperiksa.

E. Pemeriksaan Penunjang

Sinar X biasanya digunakan untuk menyingkikan fraktur pada bagian yang mengalami sprain. MRI dapat digunakan untuk membedakan antara cidera parsial yang signifikan dan robekan total pada ligament.

STRAIN (TEGANGAN)A.PengertianStrain merupakan cidera yang disebabkan oleh puntiran atau tarikan pada otot atau tendon. Beratnya strain berkisar dari regangan yang berlebihan yang minimal pada otot atau tendon hingga robekan parsial atau total (Kannus & Natri, 1997).

B.EtiologiStrain dapat bersifat akut atau kronis. Strain akut disebabkan oleh trauma dan cedera, seperti benturan pada tubuh. Selain itu, strain yang disebabkan karena mengangkat benda berat secara tidak aman atau regangan berlebihan pada otot merupakan masalah khusus dalam beragam pekerjaan, termasuk perawatan. Strain kronis biasanya disebabkan oleh penggunaan secara berlebihan, misalnya pergerakan yang lama dan berulang pada otot atau tendon. Olahraga kontak, seperti sepak bola, hoki, tinju, tinju, dan gulat menyebabkan seseorang beresiko mengalami strain pada berbagai area. Kebanyakan olahraga memiliki cedera spesifik yang umum untuk aktivitas tersebut; misalnya, senam alat, tenis, dayung, golf, dan olahraga lain yang memerlukan genggaman kuat dapat meningkatkan resiko strain pada tangan dan lengan bawah. Strain pada siku dapat terjadi dalam olahraga raket, lempar, dan kontak.

C.Manifestasi KlinisGejala strain biasanya mencakup nyeri, spasme otot, serta kelemahan otot. Gejala juga dapat meliputi pembengkakan, keram, atau inflamasi lokal. Strain ringan atau sedang biasanya menyebabkan sedikit kehilangan fungsi otot. Pasien sering mengalami nyeri pada area cidera dan kelemahan umum pada otot ketika merika berupaya untuk menggerakannya. Strain berat yang disertai robekan otot atau tendon parsial atau total umumnya menimbulkan nyeri hebat dan ketunadayaan.

C.KomplikasiStrain yang berulang dapat menyebabkan tendonitis dan perioritis, dan perubahan patologi adanya inflasi serta dapat mengganggu/robeknya jaringan otot dan tendon dari intensitas ringan berat tergantung tipe strain yang di dapatkan. Strain dapat mengakibatkan patah tulang karena robeknya ligament, membuat tulang menjadi kaku dan mudah patah bila salah mobilisasi (Smeltzer & Bare, 2001).

PENATALAKSANAAN SPRAIN DAN STRAIN Umumnya, sprain dan strain tidak memerlukan hospitalisasi dan ditangani pertama kali secara konservatif (Jarvenin et al, 2000) dalam unit kecelakaan dan kedaruratan, dilanjutkan dengan rawat-jalan untuk periode yang berbeda yang bergantung pada keparahan. Pada dasarnya, penanganan untuk sprain dan strain adalah sama dan dapat dibagi 2 tahap: penanganan akut untuk mengurangi pembengkakan dan nyeri, dilanjutkan dengan rehabilitasi. 1) RICE (Rest-Ice-Compress-Elevate) dan MSA (Movement-Strengh-Alternat activity) yaitu : Istirahatkan pada bagian cedera, Dinginkan selama 15 30 menit, Balut pada bagian cedera dan Tinggikan atau dinaikan pada bagian cedera.

2) Sedangkan MSA yaitu : Gerakan sendi/otot sesuai (ROM) Bila pembengkakan berkurang dan ROM dapat dilakukan dengan baik, maka mulai latih kekuatan sendi dan otot Selama fase penyembuhan dapat dilakukan latihan dengan tidak membebani bagian yang cedera.Bahr (2003) juga menyatakan beberapa hal dapat mengatasi strain dan sprain yaitu :

a. Sprain/strain tingkat satuPada keadaan ini, bagian yang mengalami cedera cukup diistirahatkan untuk memberi kesempatan regenerasi.

b. Sprain/strain tingkat duaPada keadaan ini penanganan yang dilakukan adalah berdasarkan prinsip RICE (Rest, Ice, Compession and Elevation).

c. Sprain/strain tingkat tigaPada keadaan ini, penderita diberi pertolongan pertama dengan metode RICE dan segera diikirim kerumah sakit untuk dijahit dan menyambung kembali robekan ligamen, otot maupun tendo.Obat-obatan yang dapat diberikan untuk mengatasi cedera olahraga diantaranya adalah obat golongan penghilang rasa nyeri (analgesik) dan pereda peradangan (anti-inflamasi) seperti NSAID (asam mefenamat, natrium diklofenak, ibuprofen dll) atau dapat juga menggunakan asetaminofen untuk penghilang rasa nyeri jenis lain (panadol, aspirin, dll).

2.4.3CONTUSIO

A. PengertianKontusio adalah cedera pada jaringan lunak, diakibatkan oleh kekerasan tumpul (mis. Pukulan, tendangan, atau jatuh). Terputusnya banyak pembuluh darah kecil yang terjadi mengakibatkan perdarahan ke jaringan lunak (ekimosis,memar). Hematoma terjadi bila perdarahan cukup banyaksampai terjadi timbunan darah (Smeltzer & Bare, 2001, hal. 2355).

Kontusio merupakan istilah yang digunakan untuk cedera pada jaringan lunak yang diakibatkan oleh kekerasan atau trauma tumpul yang langsung mengenai jaringan, seperti pukulan, tendangan, atau jatuh. Terputusnya beberapa pembuluh darah kecil mengakibatkan perdarahan pada jaringan lunak (Muttaqin, 2008, hal. 69).Kontusio adalah luka memar/hancur yang terjadi pada bagian yang mengalami trauma (Gordon, 1996, hal. 227).

B.Etiologi Benturan benda keras Pukulan Tendangan/jatuh

C.Manifestasi Klinis Perdarahan pada daerah injury (echymosis) karena rupture pembuluh darah kecil, juga berhubungan dengan fraktur Nyeri, bengkak dan perubahan warna Hiperkalemia mungkin terjadi pada kerusakan jaringan yang luas dan kehilangan darah yang banyak(Smeltzer & Bare, 2001, hal. 2355).

D.Komplikasi Syok Hipertemi Osteomyelitis

E.Penatalaksanaan Mengurangi /menghilangkan rasa tidak nyaman : Tinggikan daerah injury Berikan kompres dingin selama 24 jam pertama (20-30 menit setiap pemberian) untuk vasokontriksi, menurunkan edema, dan menurunkan rasa tidak nyaman. Berikan kompres hangat disekitar area injury setelah 24 jam pertama (20-30 menit) 4x sehari untuk melancnarkan sirkulasi dan absorpsi Lakukan pembalutan untuk mengontrol perdarahan dan bengkak Kaji status neurovaskuler pada daerah extremitas setiap 4 jam bila ada indikasi(Smeltzer & Bare, 2001).

Menurut (Wahid, 2013) penatalaksanaan pada cedera kontusio adalah sebagai berikut : Kompres dengan es selama 12-24 jam untuk menghentikan pendarahan kapiler. Istirahat untuk mencegah cedera lebih lanjut dan mempercepat pemulihan jaringan-jaringan lunak yang rusak. Hindari benturan di daerah cedera pada saat latihan maupun pertandingan berikutnya.

2.5 PENCEGAHAN CEDERA OLAHRAGA Menurut Stevenson (200), beberapa hal yang perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya cedera olahraga antara lain adalah: 1. Pemeriksaan awal sebelum melakukan olahraga untuk menentukan ada tidaknya kontraindikasi dalam berolahraga 2. Melakukan olahraga sesuai dengan kaidah baik, benar, terukur dan teratur3. Menggunakan sarana yang sesuai dengan olahraga yang dipilih4. Memperhatikan kondisi prasarana olahraga 5. Memperhatikan lingkungan fisik seperti suhu dan kelembaban udara sekelilingnya

Cedera olahraga juga dapat dicegah dengan asupan gizi yang baik. Penggunaan kinesio tape dan straps juga merupakan tindakan pencegahan. HARM adalah hal-hal yang harus dihindari pada cedera olahraga untuk mencegah yang cedera lebih parah. HARM merupakan singkatan dari Heat (panas), Alcohol (alkohol), Running (berlari), Massage (pijat).

BAB IIIPENUTUP

KESIMPULANCedera olahraga adalah cedera pada sistem integumen, otot dan rangka yang disebabkan oleh kegiatan olahraga. Cedera olahraga disebabkan oleh berbagai faktor antara lain kesalahan metode latihan, kelainan struktural maupun kelemahan fisiologis fungsi jaringan penyokong dan otot (Bahr et al. 2003). Secara umum patofisiologi terjadinya cedera berawal dari ketika sel mengalami kerusakan, sel akan mengeluarkan mediator kimia yang merangsang terjadinya peradangan. Proses peradangan ini kemudian berangsur-angsur akan menurun sejalan dengan terjadinya regenerasi proses kerusakan sel atau jaringan tersebut (Van Mechelen et al. 1992). Pada proses lanjut tanda-tanda peradangan tersebut akan berangsur angsur menghilang. Apabila tanda peradangan awal cukup hebat, biasanya rasa nyeri masih dirasakan samapai beberapa hari setelah onset cedera. Kelemahan fungsi berupa penurunan kekuatan dan keterbatasan jangakauan gerak juga sering dijumpai (Stevenson et al. 2000). Impingement dan rotator cuff tears, Cuntosio, Strain dan Sprain adalah jenis cedera olahraga. Cedera olahraga dapat dicegah dengan asupan gizi yang baik. Penggunaan kinesio tape dan straps juga merupakan tindakan pencegahan. HARM adalah hal-hal yang harus dihindari pada cedera olahraga untuk mencegah yang cedera lebih parah. HARM merupakan singkatan dari Heat (panas), Alcohol (alkohol), Running (berlari), Massage (pijat).