2. isi fix

38
1 BAB I PENDAHULUAN Dalam menjalankan praktik sehari-hari seorang dokter tidak hanya terpaku pada kewajibannya dalam menanggani pasien tetapi juga harus memperhatikan aspek lainnya seperti memastikan kelengkapan administrasi dalam setiap tindakan dan kewajibannya dalam membantu kepentingan penegakan hukum. salahnya satunya adalah dalam hal pembuatan surat keterangan medik. Dalam arti umum surat keterangan adalah surat yang dibuat sebagai bukti untuk menerangkan atau menyatakan sesuatu. Dalam menjalankan tugas profesinya, seorang dokter kadang kalanya harus menerbitkan surat-surat keterangan medik. Surat keterangan medik adalah surat-surat keterangan yang dikeluarkan berdasarkan kesimpulan dari hasil pemeriksaan seorang dokter tentang keadaan tubuh dan jiwa manusia. Biasanya surat keterangan medik juga menyangkut dengan kepentingan dari pihak ketiga. 1 Surat keterangan medik mempunyai banyak kegunaan sesuai dengan jenis dan tujuan dibuatkannya surat keterangan medik tersebut. Surat keterangan medik tersebut dibuat tidak hanya untuk kepentingan pasien saja, tetapi juga berhubungan dengan instansi dan dalam kepentingan penegakan hukum. Adapun kepentingan pasien meliputi untuk perizinan, untuk mendapatkan pelayanan dan lain sebagainya. Untuk kepentingan instasi meliputi dalam memberikan perijinan, sebagai sumber dalam penyeleksi tenaga kerja, dan sebagainya. Aspek formal surat keterangan medik adalah yang berhubungan dengan penerbitan surat keterangan medik. Untuk aspek materilnya adalah yang berhubungan dengan isi yang dijelaskan di dalam surat keterangan medik tersebut. Dokter yang menerbitkannya harus betul-betul yakin apa yang dituliskan atau dinyatakannya. Karena dokter telah mengucapkan sumpah kedokterannya. Adapun Pedomannya antara lain: Bab I Pasal 7 KODEKI,” Setiap dokter hanya memberikan keterangan dan pendapat yang telah diperiksa sendiri kebenarannya”, 1 MKEK IDI, Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI) Tahun 2012, Jakarta, 2012, Hal. 4

Upload: eric-gibson

Post on 05-Jan-2016

30 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

a

TRANSCRIPT

1

BAB I

PENDAHULUAN

Dalam menjalankan praktik sehari-hari seorang dokter tidak hanya terpaku

pada kewajibannya dalam menanggani pasien tetapi juga harus memperhatikan

aspek lainnya seperti memastikan kelengkapan administrasi dalam setiap tindakan

dan kewajibannya dalam membantu kepentingan penegakan hukum. salahnya

satunya adalah dalam hal pembuatan surat keterangan medik.

Dalam arti umum surat keterangan adalah surat yang dibuat sebagai bukti

untuk menerangkan atau menyatakan sesuatu. Dalam menjalankan tugas

profesinya, seorang dokter kadang kalanya harus menerbitkan surat-surat

keterangan medik. Surat keterangan medik adalah surat-surat keterangan yang

dikeluarkan berdasarkan kesimpulan dari hasil pemeriksaan seorang dokter

tentang keadaan tubuh dan jiwa manusia. Biasanya surat keterangan medik juga

menyangkut dengan kepentingan dari pihak ketiga.1

Surat keterangan medik mempunyai banyak kegunaan sesuai dengan jenis

dan tujuan dibuatkannya surat keterangan medik tersebut. Surat keterangan medik

tersebut dibuat tidak hanya untuk kepentingan pasien saja, tetapi juga

berhubungan dengan instansi dan dalam kepentingan penegakan hukum. Adapun

kepentingan pasien meliputi untuk perizinan, untuk mendapatkan pelayanan dan

lain sebagainya. Untuk kepentingan instasi meliputi dalam memberikan perijinan,

sebagai sumber dalam penyeleksi tenaga kerja, dan sebagainya.

Aspek formal surat keterangan medik adalah yang berhubungan dengan

penerbitan surat keterangan medik. Untuk aspek materilnya adalah yang

berhubungan dengan isi yang dijelaskan di dalam surat keterangan medik tersebut.

Dokter yang menerbitkannya harus betul-betul yakin apa yang dituliskan atau

dinyatakannya. Karena dokter telah mengucapkan sumpah kedokterannya.

Adapun Pedomannya antara lain: Bab I Pasal 7 KODEKI,” Setiap dokter hanya

memberikan keterangan dan pendapat yang telah diperiksa sendiri kebenarannya”,

1 MKEK IDI, Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI) Tahun 2012, Jakarta, 2012, Hal. 4

2

Bab II Pasal 12 KODEKI, “ Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang

diketahuinya tentang seorang pasien bahkan juga setelah pasien meninggal dunia”

dan Paragraf 4, pasal 48 UU No.29/2004 tentang praktik Kedokteran. Dokter

dianggap melanggar etik apabila ia mengetahui secara sadar menerbitkan surat

keterangan yang tidak mengandung kebenaran.2

Dalam praktik sehari-hari tidak menutup kemungkinan dalam penerbitan

surat keterangan medik tersebut terjadi pelanggaran. Perlanggaran ini bisa terjadi

akibat pengaruh permintaan dari pihak yang meminta contohnya dibuatkan surat

keterangan medik palsu dimana isi tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya

atau pun dari seorang dokter tersebut karena kesalahan dalam pemeriksaan. Oleh

karena itu penting bagi seorang dokter untuk mengetahui dan memahami dalam

pembuatan surat keterangan medik baik dalam format penulisan maupun tujuan

digunakannya surat keterangan medik tersebut.

Surat keterangan medik memengang peranan yang penting dalam

penegakan hukum diindonesia, dalam suatu penyelesaian suatu tindakan pidana

seorang penyidik dapat meminta keterangan ahli sesuai pasal 133 KUHAP. Salah

satunya adalah keterangan dari dokter, hal ini menunjukan pentingnya surat

keterangan medik tersebut. Oleh karena itu dalam pembuatan surat keterangan

medik ini harus benar-benar sesuai dengan kenyataan yang ada mengingat hasil

keterangan tersebut akan menentukan suatu keputusan atas hidup seseorang.

Dalam kepentingan penegakan hukum surat keterangan medik ini menjadi

barang bukti yang sah yang akan menjadi pertimbangan hakim dalam mengambil

keputusan, selain keterangan ahli, keterangan saksi, keterangan terdakwa, dan

petunjuk seperti yang tercantum dalam pasal 184 KUHAP. Hal ini menunjukan

pentingnya kedudukan surat keterangan medik ini dalam penegakan hukum di

indonesia.

Surat keterangan medik memiliki banyak jenis berdasarkan tujuan tersebut

maka dibuatkan surat berdasarkan hasil yang didapatkan berdasarkan pemeriksan

sendiri. adapun yang dapat membuat surat keterangan medik adalah dokter

2 Pemerintah Republik Indonesia, Paragraf 4 Pasal 48 UU Nomor 29 Tahun 2004 Tentang

Praktik Kedokteran, Jakarta, 2004, hal. 16

3

spesialis sesuai dengan bidangnya, dokter umum, dan dokter gigi. Hal ini

mengingat membuat surat keterangan medik merupakan salah satu kewajiban

seorang dokter.

Mengingat dalam praktiknya seorang dokter harus membuat surat

keterangan medik maka seorang dokter wajib mengetahui tata cara pembuatan

surat keterangan medik yang baik dan benar, meliputi format penulisan,

penggunaan tata bahasa, kesuaian isi, dan lain-lainnya. Selain itu dalam membuat

surat keterangan medik dokter harus mengetahui dasar dibuatkannya surat

tersebut, sehingga surat yang dibuat tepat dan sesuai. Selain itu seorang dokter

harus memastikan kebenaran setiap data yang didapatkannya, tidak terpaku

berdasarkan pendapat pasien sehingga hasil dalam surat keterangan medik dapat

dipertanggungjawabkan. Karena seorang pasien dalam menyampaikan keluhannya

dapat dipalsukan atau dibuat-buat untuk kepentingannya untuk mendapatkan

keuntungan. Jika didapatkan bukti pelanggaran berupa laporan palsu dalam

penerbitan surat keterangan medik, seorang dokter wajib

mempertanggungjawabkannya berdasarkan undang-undang yang berlaku.

Mengingat setiap orang dapat meminta surat keteranggan medik ini

berdasarkan kepentingannya masing-masing, sehingga harus dipastikan bahwa

surat keterangan mediknya ini digunakan sebenar-benarnya. Pembuatan surat

keterangan medik yang benar dan setiap dokter harus dapat dapat

dipertanggungjawabkan apa yang tercantum dalam surat keterangan medik

tersebut karena hal tersebut dapat melindungi seorang dokter dalam tuntutan

hukum bila sewaktu-waktu adanya tuntutan atas pembuatan surat keterangan

medik tersebut.

Mengingat banyaknya tuntutan terhadap profesi dokter yang tidak hanya

terpaku pada pelayanan terhadap pasien saja tetapi juga kepentingan administrasi

dan kepentingan hukum. Dalam praktiknya juga sesorang dokter dituntut untuk

dapat memberikan hasil yang maksimal dan menyampaikan kebenaran

berdasarkan fakta yang didapat khususnya dalam pembuatan surat keterangan

medik sehingga setiap aspek yang berkaitan dasar pembuatan surat keterangan

4

tersebut mendapatkan hasil menguntungkan semua pihak tanpa merugikan salah

satu pihak.

Mengingat pentingnya kegunaan surat keterangan medik dalam

kepentingan pasien, instasi, dan penengakan hukum. Surat tersebut harus

digunakan sesuai dengan aturan yang berlaku dan tidak boleh digunakan dengan

sembarangan. Sehingga dalam penerbitan surat keterangan tersebut harus baik dan

benar, sehingga menjadi dasar penulis dalam membuat referat tentang surat

keterangan medik ini.

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. SURAT KETERANGAN MEDIK

Surat keterangan medik adalah keterangan tertulis yang dibuat oleh

dokter untuk tujuan tertentu tentang kesehatan atau penyakit pasien atas

permintaan pasien atau atas permintaan pihak ketiga dengan persetujuan

pasien atau atas perintah undang-undang. Pembuatan surat keterangan medik

harus berdasarkan hasil pemeriksaan, dan dokter pembuatnya harus mampu

membuktikan kebenaran keterangannya apabila diminta.

2.2. PEDOMAN SURAT KETERANGAN MEDIK

Adapun dasar hukum yang mengatur dikeluarkannya surat

keterangan medik adalah sebagai berikut :3,

1. BAB I Pasal 7 KODEKI : “Setiap Dokter hanya memberikan keterangan

dan pendapat yang telah diperiksa sendiri kebenarannya”. Dalam

penjelasan atas pasal tersebut, hampir setiap hari kepada seorang dokter

diminta keterangan tertulis mengenai bermacam-macam hal antara lain,

tentang:

a. Cuti Sakit

b. Kelahiran dan Kematian

c. Cacat

d. Penyakit menular

e. Visum et Repertum (pro justiticia)

f. Keterangan kesehatan untuk asuransi jiwa, untuk lamaran kerja, untuk

kawin, dan sebagainya.

g. Lain-lain.

2. BAB II Pasal 12 KODEKI :”Setiap Dokter wajib merahasiakan segala

sesuatu yang diketahuinya tentang seorang pasien bahkan juga setelah

pasien meninggal dunia”.4

3 Divisi Bioetika Dan Medikolegal FK USU, Surat Keterangan Dokter, FK USU, Medan, 2012,

hal. 3. 4 IDI Kotim, Surat Keterangan Dokter, IDI, Waringin, 2009, hal. 10.

6

3. Paragraph 4 Pasal 48 Undang-Undang No 29 Tahun 2004 tentang Praktek

Kedokteran.

1) Setiap dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik

kedokteran wajib menyimpan rahasia kedokteran.

2) Rahasia kedokteran dapat dibuka hanya untuk kepentingan kesehatan

pasien, memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka

penegakan hukum, permintaan pasien sendiri, atau berdasarkan

ketentuan perundang-undangan.

3) Ketentuan lebih lanjut mengenai rahasia kedokteran diatur dengan

Peraturan Menteri.

2.3. DASAR PEMBUATAN SURAT KETERANGAN MEDIK

1. Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI) BAB I Pasal 7 :5

Seorang dokter hanya memberi surat keterangan dan pendapat yang telah

diperiksa sendiri kebenarannya.

2. Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana

3. Undang Undang Nomor 8 Tahun 1981 Pasal 133 :6

Ayat (1)

Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang

korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa

yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan

keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau

ahli lainnya.

Ayat (2)

Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

dilakukan secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas

untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan

bedah mayat.

5 MKEK IDI, Loc.cit.

6 Pemerintah Republik Indonesia, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Kuhap)

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981, MPRRI, Jakarta, 1981, hal 12.

7

4. Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana Undang Undang Nomor 8

Tahun 1981 Pasal 179 :

Ayat (1)

Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran

kehakiman atau dokter atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli

demi keadilan.

2.4. FORMAT PENULISAN SURAT KETERANGAN MEDIK

Ada beberapa struktur komponen surat keterangan dokter yang harus

dijadikan acuan dalam membuat surat keterangan yang baik untuk informasi

penunjang, seperti dibawah ini :7

Nama Instansi Rumah Sakit

Dalam setiap contoh surat dokter harus memuat informasi mengenai

lembaga tempat dokter tersebut bernaung seperti rumah sakit atau

puskesmas. Jikalau dokter tersebut praktek sendiri di rumah atau

kliniknya, maka setidaknya dimuat alamat tempat praktek dan klinik

tersebut.

Perihal Surat

Menjelaskan mengenai untuk apa surat tersebut, contohnya adalah Surat

Keterangan, Surat Rujukan, atau Surat Keterangan Sakit.

Data pasien yang meliputi nama, umur, pekerjaan, dan alamat.

Alasan diberikan surat ini, contohnya adalah pasien mengalami koma atau

sakit.

Tindakan yang harus dilaksanakan, contohnya istirahat atau berlibur

menenangkan diri.

Mulai dan akhir dari masa istirahat tersebut.

Tempat dibuatnya surat, tanggal bulan dan tahun.

Nama jelas dokter dan tanda tangan atau stempel jika ada.

7 Rohmana Chy, Contoh Surat Keterangan Dokter, Perspektif, Jakarta, 2010, hal. 23.

8

2.5. JENIS SURAT KETERANGAN MEDIK

2.5.1. Surat Keterangan Lahir8

Surat keterangan kelahiran berisikan tentang waktu (tanggal dan jam)

lahirnya bayi, kelamin, BB dan nama orang tua. Diisi sesuai dengan

keadaan yang sebenarnya oleh karena sering adanya permintaan khusus

dari pasien.

Hal yang sering menjadi masalah :

1. Anak yang lahir dari inseminasi buatan dari semen donor (Arteficial

Insemination by Donor = AID)

2. Anak yang lahir hasil bayi tabung yang sel telur dan/atau sel

maninya berasal dari donor (In vitro Fertilization by Donor)

3. Anak yang lahir hasil konsepsi dari saudara kandung suami

2.5.2. Surat Keterangan Kematian

Adapun ketentuan dalam surat kematian secara umum meliputi :

1. Surat keterangan untuk keperluan penguburan, perlu dicantumkan

identitas jenazah, tempat, dan waktu meninggalnya.

2. Kewenangan penerbitan surat keterangan kematian ini adalah dokter

umum maupun dokter spesialis yang telah diambil sumpahnya dan

memenuhi syarat administratif untuk menjalankan praktik kedokteran.9

3. Surat Keterangan kematian, mengenai hal ini perlu diisi sebab

kematian sesuai dengan pengetahuan dokter. Karena bedah mayat

klinik belum dapat dilakukan hingga waktu ini, sebab kematian secara

klinik saja dilaporkan. Lamanya menderita sakit hingga meninggal

dunia juga harus dicantumkan. Jika jenazah dibawa ke luar daerah atau

luar negeri maka adanya kematian karena penyakit menular harus

diperhatikan.

8 Divisi Bioetika Dan Medikolegal FK USU, loc. cit.

9 Frontline Postmortem diunduh di http://www.pbs.org/wgbh/pages/frontline/post-

mortem/things-to-know/death-certificates.html pada 27 Mei 2015.

9

4. Surat keterangan kematian biasa/ alamiah ini penting dibuat untuk

kepentingan berbagai kalangan seperti pihak ahli waris (asuransi),

statistik / sensus penduduk dan instansi tempat korban bekerja serta

untuk penguburan.

5. Pada waktu menuliskan surat keterangan kematian, maka keadaan

orang tersebut sebelum meninggal dapat diperoleh dari keluarga yang

meninggal sebelum jenazahnya dikuburkan atau dikremasi.10

6. Setiap kematian wajib dilaporkan oleh keluarganya atau yang

mewakili kepada Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil paling lambat

30 (tiga puluh) hari sejak tanggal kematian.

Peran dokter dalam hal ini adalah:11

a. Menentukan seseorang telah meninggal dunia (berhenti secara

permanen: sirkulasi, respirasi dan neurologi)

b. Melengkapi surat keterangan kematian bagian medik (menuliskan

sebab kematian, jika diperlukan otopsi)

c. Jika jenazah tidak dikenal, membantu identifikasi.

A. Kegunaan Surat Keterangan Kematian

Manusia hidup di dunia ini selalu tercatat. Manusia lahir

tercatat dalam bentuk akta kelahiran atau surat keterangan kelahiran.

Jika suatu saat meninggal, manusia juga seharusnya tercatat dalam

surat keterangan kematian. Banyak kegunaan mengapa surat

keterangan kematian ini perlu untuk diterbitkan/dibuat yaitu

diantaranya adalah :12

a. Bagi Penegak Hukum

Kegunaan surat keterangan kematian bagi polisi atau penegak

hukum adalah dapat dijadikan sebagai dasar dari pengembangan

kasus kematian tidak wajar.

10

Husni Gani, Ilmu Kedokteran Forensik, FK Unand, Padang, 1997, hal. 45. 11

Suciningtyas, Martiana, Death Certification, Stikes, Jakarta, 2008, hal. 2. 12

Tim McMahon dalam Why Do You Need Deat Certificates di unduh dari

http://www.ehow.com/info_7743874_do-need-death-certificates.html pada 27 Mei 2015.

10

b. Bagi Tenaga Medik

1. Pengumpulan Data Statistik Penyakit Penyebab Kematian

Pencatatan atau pembuatan surat kematian penting dilakukan

sebagai salah satu cara pengumpulan data statistik penentuan

tren penyakit dan tren penyebab kematian pada masyarakat.

Hal ini perlu sebagai bagian dari surveillance system guna

menentukan tindakan dan intervensi apa yang bisa dilakukan.

2. Monitoring dan Evaluasi Program Kesehatan

Data tentang jumlah kematian bisa juga dipakai sebagai upaya

monitoring jalannya suatu program sekaligus sebagai bahan

evaluasi program yang telah berjalan.

3. Penelitian

Dalam hal penelitian, data-data tentang jumlah kematian dapat

juga menjadi sumber data untuk penelitian bio medik maupun

sosio medik.

c. Bagi Masyarakat

Untuk kepentingan pemakaman jenazah

Kepentingan pengurusan asuransi

Kepentingan pengurusan warisan

Pengurusan pensiunan janda/duda

Persyaratan menikah lagi

Pengurusan hutang piutang

Untuk tujuan hukum, pengembangan kasus kematian tidak

wajar

Dalam dunia kesehatan, pencatatan atau pembuatan surat

kematian penting dilakukan sebagai salah satu cara pengumpulan

data statistik penentuan tren penyakit dan tren penyebab kematian

pada masyarakat. Hal ini perlu sebagai bagian dari sistem

surveillance guna menentukan tindakan dan intervensi apa yang

bisa dilakukan. Selain itu, data bisa juga dipakai sebagai upaya

monitoring jalannya suatu program sekaligus sebagai bahan

11

evaluasi program yang telah berjalan. Dalam hal penelitian, data ini

dapat menjadi sumber data untuk penelitian biomedik maupun

sosiomedik.

B. Landasan Hukum Surat Keterangan Kematian

Peraturan bersama Mendagri dan Menkes No.15 tahun 2010, nomor

162/MENKES/PB/I/2010, tentang Pelaporan Kematian dan Penyebab

Kematian.

Dasar hukum surat keterangan kematian :

Bab I pasal 7 KODEKI, „„Setiap dokter hanya memberikan

keterangan dan pendapat yang telah diperiksa sendiri

kebenarannya‟‟

Bab II pasal 12 KODEKI, „‟Setiap dokter wajib merahasiakan

segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang pasien bahkan

juga setelah pasien meninggal dunia‟‟

Pasal 267 KUHP : Ancaman pidana untuk surat keterangan palsu

Pasal 179 KUHAP: Wajib memberikan keterangan ahli demi

pengadilan, keterangan yang akan diberikan didahului dengan

sumpah jabatan atau janji.

C. Macam-macam Surat Keterangan Kematian

Surat Keterangan Kematian ada 2 macam, yaitu:13

a. Surat Keterangan Kematian Biasa (Ordinary Death Certificate)

Surat ini mencatat kematian individu yang mati secara alamiah,

yang tidak berhubungan dengan suatu kekerasan, tetapi dibawah

pengawasan dokter. Dimana dokter harus mengawasi selama waktu

tertentu sebelum mati dan telah mengadakan kunjungan

professional dalam waktu 24 jam di saat kritis penyakit penderita.

b. Surat Keterangan Kematian yang dikeluarkan oleh dokter forensic

(Medical Examiner‟s Death Certificate)

Jika dokter tidak dapat menentukan kematian ini disebabkan karena

alamiah atau tidak alamiah maka dapat disarankan sebelum memberi

13

Gani M Husni, loc. cit.

12

surat keterangan kematian dibuat dapat menanyakan pada penyidik

yang akan memberikan petunjuk yang terbaik untuk diikuti.

D. Syarat Surat Keterangan Kematian

Kematian sebaiknya dilaporkan kepada penyidik dengan benar.

Dokter dinasehatkan untuk memberikan keterangan kepada penyidik

secepat mungkin pada kasus kematian mendadak, kematian dengan

abortus, kematian yang disebabkan oleh penyebab tidak alamiah,

kecelakaan yang fatal, alkoholisme, kematian yang disebabkan oleh

anastesi atau operasi atau obat-obatan. Keracunan yang fatal termasuk

keracunan makan juga harus dilaporkan dan kematian akibat

pekerjaan. Setelah dilakukan pemeriksaan oleh dokter maka dapat

dibuatkan surat keterangan kematian.

Surat keterangan kematian alamiah harus dihadiri oleh dokter

sebelum surat tersebut dikeluarkan. Pada surat keterangan kematian ini

juga harus dicantumkan penyebab kematian. Dokter yang membuat

surat keterangan kematian tersebut harus yakin bahwa orang tersebut

benar-benar meninggal dan atautidak dalam mati suri serta yakin

penyebab kematian satu-satunya alamiah.

E. Instruksi Pengisian Surat Keterangan Kematian

Dalam melengkapi surat keterangan kematian, perlu dilakukan

sesuai guideline :

Menggunakan formulir ter-update yang diterbitkan pemerintah

Isi semua item, ikuti petunjuk pengisian setiap item

Buat surat dengan jelas dengan tinta hitam

Jangan gunakan singkatan kecuali ada instruksi khusus pada

pengisian item

Konfirmasikan ejaan penulisan nama terutama nama yang homofon

(beda ejaan penulisan tapi sama pengucapannya) seperti : Reni,

Renny, Rennie dsb

Dapatkan semua tanda tangan yang diperlukan. Tidak boleh

menggunakan tanda tangan cap atau print

13

Jangan mengubah formulir

Jangan menduplikasi/membuat 2 surat keterangan kematian yang

sama. Jika diperlukan, bisa dicopy yang selanjutnya di sahkan

bahwa hasil copy tersebut sesuai dengan aslinya

F. Isi Surat Keterangan Kematian

Keterangan yang diberikan pada surat keterangan kematian adalah:

Yang berhubungan dengan kematian dan adanya keterangan dokter

secara terperinci, yaitu nama, umur, tempat, dan tanggal kematian.

Bagian ini melaporkan tentang penyebab kematian, yaitu:

- Sebab primer

- Immediate cause of death (Sebab kematian segera)

- Countributery cause of Death (sebab kematian tambahan)

Surat kematian primer adalah sebab yang utama yang

menyebabkan kematian. Sebab kematian segera adalah komplikasi

fatal yang dapat membunuh penderita yang berasal dari sebab

utama. Sedangkan Countributery cause of Death adalah proses

yang tidak ada hubungannya dengan sebab utama dan sebab segera

dari kematian tetapi mempunyai tambahan resiko menyebabkan

kematian

Bagian terakhir dari surat keterangan kematian berisi tentang:

Kehadiran dokter saat melihat kritis penyakit penderita Penyebab

kematian tersebut ditulis dengan benar berdasarkan keyakinan dan

keilmuannya.

2.5.3. Surat Keterangan Sehat

Adapun kegunaan surat keterangan sehat ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk Asuransi Jiwa

Dalam menulis laporan pengujian kesehatan untuk asuransi jiwa, perlu

diperhatikan agar :

14

Laporan dokter harus objektif, jangan dipengaruhi oleh keinginan

calon nasabah atau agen perusahaan asuransi jiwa yang

bersangkutan.

Sebaliknya jangan menguji kesehatan seorang calon yang masih

atau pernah menjadi pasien sendiri untuk menghindari timbulnya

kesukaran dalam mempertahankan wajib menyimpan rahasia

jabatan

Jangan memberitahukan kesimpulan hasil pemeriksaan medik

kepada pasien, langsung kepada perusahaan asuransi itu sendiri.

Dokter selaku ahli, bukan orang kepercayaan perusahaan asuransi

kesehatan. Pemeriksaan oleh dokter yang dipilih pasien pada

dasarnya untuk kepentingan pihak asuransi oleh karena sebagai

dokter penguji kesehatan tersebut, dokter wajib memberitahukan

kepada perusahaan tentang segala sesuatu yang ia ketahui dari

orang yang kesehatannya diuji. Dapat terjebak melanggar wajib

simpan rahasia jabatan. Seharusnya dokter keluarga menolak untuk

menguji kesehatan pasiennya.

2. Untuk memperoleh Surat Izin Mengemudi (SIM)

Perlu diperhatikan oleh karena pengendara atau faktor manusia

merupakan faktor utama penyebab kecelakaan lalu lintas.

3. Untuk Nikah

Selain pemeriksaan medik, dokter juga harus memberikan edukasi

reproduksi dan pendidikan seks kepada pasangan calon suami-istri.

Yang sering menjadi dilema adalah apakah dokter harus

memberitahukan kepada salah satu calon suami-istri tersebut apabila

menemukan kelainan-kelainan atau penyakit-penyakit yang diderita

salah satu calon pasangannya.

2.5.4. Surat Keterangan Sakit

Seorang dokter harus waspada terhadap kemungkinan sandiwara

(simulasi) atau melebih-lebihkan (agrravi) pada waktu memberikan

15

keterangan mengenai cuti sakit seorang yang meminta surat keterangan

sakit. Ada kalanya cuti sakit disalahgunakan untuk tujuan lain. Surat

keterangan cuti sakit palsu dapat menyebabkan seorang dokter dituntut

menurut pasal 263 dan 267 KUHP.

2.5.5. Surat Keterangan Cacat

Surat keterangan cacat adalah surat yang menerangkan kondisi

seseorang apakah orang tersebut dalam keadaan cacat ataupun normal.

Surat keterangan cacat hanya boleh diisi oleh dokter yang memeriksa

orang tersebut. Surat keterangan cacat berisikan tentang riwayat medik dan

bagaimana kondisi cacat yang diderita mempengaruhi kehidupan orang

tersebut. Dalam surat keterangan cacat terdapat juga keterangan yang

menyatakan apakah seseorang tersebut mengalami cacat tetap atau hanya

cacat sementara. Surat keterangan cacat juga berhubungan erat dengan

besarnya tunjangan maupun uang pensiun yang akan diterima oleh pekerja

berdasarkan keterangan dokter mengenai sifat dari cacat yang diderita

orang tersebut.

2.5.6. Surat Keterangan Cuti Hamil

Hak cuti hamil seorang ibu adalah 3 bulan, yaitu sekitar 1 bulan

sebelum dan 2 bulan setelah persalinan. Tujuan : agar si ibu cukup istirahat

dan mempersiapkan dirinya dalam menghadapi proses persalinan, dan

mulai kerja kembali setelah masa nifas.

Berdasarkan UU No. 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan (“UUK”), pekerja / buruh perempuan berhak

memperoleh istirahat (cuti) selama 1,5 bulan – atau kurang lebih 45 hari

kalender - sebelum saatnya melahirkan anak dan 1,5 bulan sesudah

melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan. Artinya,

hak cuti hamil selama 1,5 bulan dan hak cuti melahirkan 1,5 bulan, telah

diberikan oleh undang-undang secara normatif dengan hak upah penuh

atau berupah/ditanggung selama menjalani cuti hamil dan cuti

16

melahirkan tersebut (lihat Pasal 82 ayat [1] jo. Pasal 153 ayat [1] huruf e

UUK).14

Apabila kelahiran terjadi lebih awal dari yang diperhitungkan oleh

dokter kandungan, tidak dengan sendirinya menghapuskan hak atas cuti

bersalin/melahirkan. Pekerja / buruh perempuan tetap berhak atas cuti

bersalin/melahirkan secara akumulatif 3 (tiga) bulan. Artinya, dalam

kondisi yang demikian hak cuti hamil/melahirkan tidak akan hangus.15

Selain itu diatur juga dalam penjelasan Pasal 82 ayat (1) UUK

bahwa lamanya istirahat dapat diperpanjang berdasarkan surat keterangan

dokter kandungan atau bidan, baik sebelum maupun setelah melahirkan.

Surat keterangan dokter kandungan atau bidan ini pada akhirnya menjadi

penentu berapa lama seseorang dapat mengambil cuti. Apabila kemudian

karena alasan kesehatan, dokter kandungan menganggap pasien

memerlukan waktu istirahat (Cuti) lebih dari 3 bulan sebelum atau setelah

melahirkan, maka pasien dapat mengajukan cuti sesuai waktu yang

direkomendasikan dokter kandungan atau bidan.

2.5.7. Visum et Repertum

1. Pengertian Visum et Repertum

Visum Et Repertum berasal dari bahasa latin yaitu Videre yang

berarti melihat dan Repere yang berarti melaporkan.16

Visum et

Repertum adalah keterangan tertulis yang dibuat oleh dokter (dalam

kapasitasnya sebagai ahli) atas permintaan resmi dari penegak hukum

yang berwenang tentang apa yang dilihat dan yang ditemukan pada

objek yang diperiksanya dengan mengingat sumpah atau janji ketika

menerima jabatan.17

Dalam undang-undang terdapat satu ketentuan

14

Pemerintah Republik Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003

Tentang Ketenagakerjaan, MPR RI, Jakarta, hal. 30. 15

Hajrianti , Surat Keterangan Istirahat Melahirkan, FKUI, Jakarta, 2012, hal. 2. 16

Widowati, Tinjauan Alur Prosedur Pembuatan Visum et Repertum Di Rumah Sakit Umum

Daerah Pandan Arang Boyolali, Jurnal Kesehatan, Karanganyar, 2008, hal. 89. 17

Sofwan Dahlan, Petunjuk Pembuatan Visum et Repertum, Universitas Diponegoro, Semarang,

2003, hal. 20.

17

hukum yang Menuliskan langsung tentang Visum et Repertum, yaitu

pada Staatsblad (Lembaran Negara) tahun 1937 No.350 pasal 1 dan

pasal 2 yang menyatakan:

Pasal 1: “Visa reperta seorang dokter, yang dibuat baik atas sumpah

jabatan yang diucapkan pada waktu menyelesaikan pelajaran di negeri

belanda ataupun di Indonesia, merupakan alat bukti yang sah dalam

perkara-perkara pidana, selama visa reperta tersebut berisikan

keterangan mengenai hal-hal yang dilihat dan ditemui oleh dokter pada

benda yang diperiksa.

Pasal 2:Dokter yang tidak pernah mengucapkan sumpah jabatan baik

di negeri Belanda ataupun di Indonesia, sebagai tersebut dalam pasal 1

diatas, dapat mengucapkan sumpah sebagai berikut: “saya bersumpah

(berjanji), bahwa saya sebagai dokter akan membuat pernyataan-

pernyataan atau keterangan-keterangan tertulis yang diperlukan untuk

kepentingan peradilan dengan sebenar-benarnya menurut pengetahuan

saya yang sebaik-baiknya. Semoga tuhan yang maha pengasih dan

penyayang melimpahkan kekuatan lahir dan batin” 18

Bila dirinci isi Staatsblad ini mengandung makna:

Setiap dokter yang telah disumpah waktu menyelesaikan

pendidikannya di negeri belanda ataupun di Indonesia, ataupun

dokter-dokter lain berdasarkan sumpah khusus dapat membuat

VeR

VeR mempunyai daya bukti yang syah/alat bukti yang syah dalam

perkara pidana

VeR berisi laporan tertulis tentang apa yang dilihat, ditemukan

pada benda-benda/korban yang diperiksa.

Ketentuan dalam Staatsblad ini sebetulnya merupakan terobosan

untuk mengatasi masalah yang dihadapi dokter dalam membuat

visum, yaitu mereka tidak perlu disumpah tiap kali sebelum

18

Amri Amir, Rangkaian Ilmu Kedokteran Forensik, Percetakan Ramadhan, Medan, 2005, hal.

40

18

membuat visum. Seperti dikteahui setiap keerangan yang akan

disampaikan untuk pengadilan haruslah keterangan dibawah

sumpah. Dengan adanya ktetantuan ini, maka sumpah yang telah

diikrarkan dokter waktu menamatkan pendidikannya, dianggap

sebagai sumpah yang syah untuk kepentingan membuat VeR

biarpun lafal dan maksudnya berbeda.

Oleh karena itu sampai sekarang pada bagian akhir cisum,

masih dicantumkan ketetntuan hukum ini untuk mengingatkan yang

membuat maupun yang menggunakan visum, bahwa dokter waktu

membuat visum akan bertindak jujur dan menyampaikan tentang apa

yang dilihat dan ditemukan pada pemeriksaan korban menurut

pengetahuan yang sebaik-baiknya.

Pada seminar lokakarnya VeR di Medan ahun 1981 pengertian

visum dirumuskan lebih jelas, yaitu:“laporan tertulis untuk peradilan

yang dibuat dokter berdasarkan sumpah/janji yang diucapkan pada

waktu menerima jabatan dokter, memuat pemberitaan tentang segala

hal (fakta) yang dilihat dan ditemukan pada benda bukti berupa tubuh

manusia (hidup atau mati) atau benda yang berasal dari tubuh manusia

yang diperiksa dengan pengetahuan dan keterampilan yang sebaik-

baiknya dan pendapat mengenai apa yang ditemukan sepanjang

pemeriksaan tersebut”.

2. Dasar Hukum Visum et Repertum

Dasar hukum Visum et Repertum dalam Kitab Undang-undang

Hukum Acara Pidana (KUHAP)

Pasal 133

1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani

seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga

karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang

mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran

kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya.

19

2) Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

dilakukan secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan

dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat

dan atau pemeriksaan bedah mayat.

Dalam KUHAP kedudukan atau nilai VeR adalah satu alat

bukti yang sah KUHAP pasal 184. Alat bukti yang sah adalah:

a. Keterangan saksi

b. Keterangan ahli

c. Surat

d. Petunjuk

e. Keterangan terdakwa.

Pasal 186

Keterangan ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan disidang

pengadilan

Pasal 187 (c)

Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarka

keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta

secara resmi kepadanya.

3. Fungsi dan Peran Visum et Repertum

Visum et Repertum dapat berperan dalam proses pembuktian

suatu perkara pidana terhadap kesehatan dan jiwa manusia.

Sebagaimana yang tertulis dalam Pasal 184 KUHAP, Visum et

Repertum merupakan alat bukti yang sah dalam proses peradilan,

yang berupa keterangan ahli, surat, dan petunjuk. Dalam

penjelasan Pasal 133 KUHAP, dikatakan bahwa keterangan ahli yang

diberikan oleh dokter spesialis forensik merupakan keterangan ahli,

sedangkan yang dibuat oleh dokter selain spesialis forensik disebut

keterangan. Hal ini diperjelas pada Pedoman Pelaksanaan KUHAP

dalam Keputusan Menteri Kehakiman RI No.M.01.PW.07.03

Tahun 1982 yang menjelaskan bahwa keterangan yang dibuat oleh

dokter bukan ahli merupakan alat bukti petunjuk. Dengan demikian,

20

semua hasil Visum et Repertumyang dikeluarkan oleh dokter spesialis

forensik maupun dokter bukan spesialis forensik merupakan alat bukti

yang sah sesuai dengan Pasal 184 KUHAP.

Visum et Repertum juga dapat dianggap sebagai pengganti

barang bukti karena segala sesuatu tentang hasil pemeriksaan medik

telah diuraikan di dalam bagian Pemberitaan. Karena barang bukti

yang diperiksa tentu saja akan mengalami perubahan alamiah,

seperti misalnya luka yang telah sembuh, jenazah yang mengalami

pembusukan atau jenazah yang telah dikuburkan yang tidak

mungkin dibawa ke persidangan, maka Visum et Repertum merupakan

pengganti barang bukti tersebut yang telah diperiksa secara ilmiah oleh

dokter ahli.

Di dalam Pasal 184 KUHAP, alat bukti yang sah tersebut

berturut-turut adalah keterangan saksi, keterangan ahli, surat,

petunjuk, dan keterangan terdakwa. Beban pembuktian dari masing-

masing alat bukti tersebut berbeda dan sesuai dengan urutannya.

Sebagai contoh, keterangan saksi harus lebih dipercaya oleh

hakim bila dibandingkan dengan keterangan terdakwa. Demikian

halnya dengan keterangan ahli yang diberikan oleh seorang dokter

spesialis forensik tentunya akan mempunyai beban pembuktian yang

lebih besar bila dibandingkan dengan keterangan yang diberikan oleh

dokter bukan spesialis forensik.

Sehingga, kedudukan Visum et Repertum yang dibuat oleh

dokter spesialis forensik masih lebih tinggi dibandingkan dengan

Visum et Repertum yang dibuat oleh dokter bukan spesialis forensik.

Apabila Visum et Repertum belum dapat menjernihkan

suatu duduk persoalan di sidang pengadilan, maka hakim dapat

meminta keterangan ahli atau diajukannya bahan baru. Sesuai dengan

Pasal 180 KUHAP, hakim tersebut dapat meminta kemungkinan untuk

dilakukan pemeriksaan atau penelitian ulang atas barang bukti jika

21

memang timbul keberatan yang beralasan dari terdakwa atau penasihat

hukumnya terhadap suatu hasil pemeriksaan.19

4. Jenis-jenis Visum et Repertum

Berdasarkan waktu pemberiannya visum untuk orang hidup

dapat dibedakan atas:

1) Visum seketika adalah visum yang langsung diberikan setelah

korban selesai diperiksa. Visum inilah yang paling banyak dibuat

oleh dokter.

2) Visum sementara adalah visum yang diberikan pada korban yang

masih dalam perawatan. Biasanya visum sementara ini diperlukan

penyidik untuk menentukan jenis kekerasan, sehingga dapat

menahan tersangka atau sebagai petunjuk dalam menginterogasi

tersangka. Dalam visum semsentara ini belum ditulis kesimpulan.

3) Visum lanjutan adalah visum diberikan setelah korban sembuh atau

meninggal dan merupakan lanjutan dari visum semsentara yang

telah diberikan sebelumnya. Dalam visum ini harus dicantumkan

nomor dan tanggal dari visum sementara yang telah diberikan.

Dalam visum ini dokter telah membuat kesimpulan. Visum

lanjutan tidak perlu dibuat oleh dokter yang membuat visum

sementara, tetapi oleh dokter yang terakhir merawat penderita.

Berdasarkan objek yang diperiksa, Visum et Repertum dibagi

menjadi dua yaitu:

1) Objek psikis

Visum et Repertum berupa objek psikis ialah Visum et Repertum

psikiatrikum. Visum et Repertum ini perlu dibuat karena adanya

pasal 44 (1) KUHP yang berbunyi “Barangsiapa melakukan

perbuatan yang tidak dapat dipertanggung jawabkan padanya

19

Afandi, Visum et Repertum pada Korban Hidup, Bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan

Medikolegal: FK UNRI, Riau, 2010, hal. 30

22

disebabkan karena jiwanya cacat dalam tumbuhnya atau

terganggu karena penyakit tidak dipidana”.20

Jadi yang dapat dikenakan pasal ini tidak hanya orang yang

menderita penyakit jiwa (psikosis), tetapi juga orang dengan

retardasi mental. Apabila penyakit jiwa (psikosis) yang

ditemukan, maka harus dibuktikan apakah penyakit itu telah ada

sewaktu tindak pidana tersebut dilakukan. Tentu saja, jika semakin

panjang jarak antara saat kejadian dengan saat pemeriksaan, maka

akan semakin sulit bagi dokter untuk menentukannya sehingga

diperlukan pemeriksaan lanjutan. Demikian pula jenis penyakit

jiwa yang bersifat hilang timbul juga akan mempersulit pembuatan

kesimpulan dokter.

Visum et Repertum psikiatrikum dibuat untuk tersangka

atau terdakwa pelaku tindak pidana, bukan bagi korban

sebagaimana Visum et Repertum lainnya. Selain itu, Visum et

Repertumpsikiatrikum menguraikan tentang segi kejiwaan

manusia, bukan segi fisik atau raga manusia. Oleh karena Visum et

Repertum psikiatrikum menyangkut masalah dapat dipidana

atau tidaknya seseorang atas tindak pidana yang dilakukannya,

maka lebih baik pembuat Visum et Repertum psikiatrikum ini

adalah dokter spesialis psikiatri yang bekerja di rumah sakit jiwa

atau rumah sakit umum.

2) Objek fisik, yang dapat dibagi menjadi dua yaitu

1) Visum et Repertum orang hidup

Visum et Repertum perlukaan atau keracunan

Tujuan pemeriksaan kedokteran forensik pada korban

hidup adalah untuk mengetahui penyebab luka atau sakit

dan derajat parahnya luka atau sakitnya tersebut. Terhadap

20

Abdul Mun‟im Idries, Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik, Binapura Aksara, Jakarta Barat,

1997, hal. 30.

23

setiap pasien, dokter harus membuat catatan medik atas

semua hasil pemeriksaan mediknya.

Umumnya, korban dengan luka ringan datang ke

dokter setelah melapor ke penyidik atau pejabat kepolisian,

sehingga mereka datang dengan membawa serta surat

permintaan Visum et Repertum. Sedangkan para korban

dengan luka sedang dan berat akan datang ke dokter atau

rumah sakit sebelum melapor ke penyidik, sehingga surat

permintaan Visum et Repertum-nya akan datang

terlambat. Keterlambatan surat permintaan Visum et

Repertum ini dapat diperkecil dengan diadakannya kerja

sama yang baik antara dokter atau institusi kesehatan

dengan penyidik atau instansi kepolisian.21

Dalam membuat kesimpulan dalam kasus perlukaan

dokter sebaiknya menentukan juga derajat keparahan luka

yang dialami korban atau disebut juga derajat kualifikasi

luka. Ini sebagai usaha untuk membantu yudex facti dalam

menegakkan keadilan.

Kualifikasi luka yang dapat dibuat dokter adalah

menyatakan pasien mengalami luka ringan, sedang, atau

berat. Yang dimaksud dengan luka ringan adalah luka yang

tidak menimbulkan halangan dalam menjalankan mata

pencaharian, tidak mengganggu kegiatan sehari-hari.

Sedangkan luka berat harus disesuaikan dengan ketentuan

dalam undang-undang yaitu yang diatur dalam KUHP pasal

90. Luka sedang adalah keadaan luka diantara luka ringan

dan luka berat.

KUHP pasal 90

21

Budiyanto, dkk, Ilmu Kedokteran Forensik. Bagian Kedokteran Forensik Universitas

Indonesia, Jakarta, 1997, hal 50.

24

Luka berat berarti:

1. Luka yang mengancam nyawa.

2. Jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi

harapan akan sembuh sama sekali

3. Tidak mampu terus-menerus untuk menjalankan tugas

jabatan atau pekerjaan pencaharian.

4. Kehilangan salah satu panca indra

5. Mendapat cacat berat

6. Menderita sakit lumpuh

7. Terganggunya daya pikir selama empat minggu lebih

8. Gugur atau matinya kandungan seorang perempuan.

Penganiayaan ringan diatur dalam KUHP pasal 352

dan penganiayaan sedang diatur dalam KUHP pasal 351

ayat 1.

KUHP pasal 352

Kecuali yang tersebut dalam pasal 353 dan 356, maka

penganiayaan yang tidak menimbulkan penyakit atau

halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau

pencaharian, diancam sebagai penganiayaan ringan dengan

pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda

empat ribu lima ratus rupiah.

KUHP pasal 351

Penganiayaan dihukum dengan hukuman penjara selama-

lamanya dua tahun delapan bulan atau denda paling banyak

empat ribu lima ratus rupiah

1. Jika perbuatan itu menjadikan luka berat dyang bersalah

diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun

2. Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana

penjara paling lama tujuh tahun

3. Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak

kesehatan.

25

2) Visum et Repertum korban kejahatan asusila

Pada umumnya, korban kejahatan asusila yang

dimintakan Visum et Repertum-nya kepada dokter adalah

kasus dugaan adanya persetubuhan yang diancam hukuman

oleh KUHP. Persetubuhan yang diancam pidana oleh KUHP

meliputi perzinahan, pemerkosaan, persetubuhan pada

wanita yang tidak berdaya, dan persetubuhan dengan wanita

yang belum cukup umur.

Untuk kepentingan peradilan, dokter berkewajiban

untuk membuktikan adanya persetubuhan, adanya

kekerasan, serta usia korban. Selain itu, dokter juga

diharapkan memeriksa adanya penyakit hubungan seksual,

kehamilan, dan kelainan psikiatri atau kejiwaan sebagai

akibat dari tindak pidana tersebut. Dokter tidak dibebani

pembuktian adanya pemerkosaan karena istilah pemerkosaan

adalah istilah hukum yang harus dibuktikan di depan sidang

pengadilan.

Visum et Repertum orang mati (jenazah)

Visum et Repertum jenazah dibuat terhadap

korban yang meninggal. Tujuan pembuatan Visum et

Repertumini adalah untuk menentukan sebab, cara, dan

mekanisme kematian. Jenazah yang akan dimintakan

Visum et Repertum-nya harus diberi label yang

memuat identitas mayat, di-lak dengan diberi cap

jabatan, yang dikaitkan pada ibu jari kaki atau bagian

tubuh lainnya. Pada surat permintaan Visum et

Repertum-nya harus jelas tertulis jenis pemeriksaan

yang diminta, apakah hanya pemeriksaan luar jenazah

atau pemeriksaan bedah jenazah (autopsi) (Pasal 133

KUHAP). 34

- Visum et Repertum dengan pemeriksaan luar

26

Pemeriksaan luar jenazah adalah

pemeriksaan berupa tindakan tanpa merusak

keutuhan jaringan jenazah. Pemeriksaan ini

dilakukan dengan teliti dan sistematik, serta kemudian

dicatat secara rinci, mulai dari bungkus atau tutup

jenazah, pakaian, benda-benda di sekitar jenazah,

perhiasan, ciri-ciri umum identitas, tanda-tanda

tanatologi, gigi geligi, dan luka atau cedera atau

kelainan yang ditemukan di seluruh bagian luar.

Apabila penyidik hanya meminta

pemeriksaan luar saja, maka kesimpulan Visum et

Repertum menyebutkan jenis luka atau kelainan yang

ditemukan dan jenis kekerasan penyebabnya,

sedangkan sebab matinya tidak dapat ditentukan

karena tidak dilakukan pemeriksaan bedah jenazah.

Bila dapat diperkirakan, lama mati sebelum

pemeriksaan (perkiraan waktu kematian) dapat

dicantumkan dalam bagian kesimpulan.

- Visum et Repertum dengan pemeriksaan luar dan

dalam

Bila juga disertakan pemeriksaan autopsi,

maka penyidik wajib memberi tahu kepada keluarga

korban dan menerangkan maksud dan tujuan

pemeriksaan. Autopsi dilakukan jika keluarga

korban tidak keberatan, atau bila dalam dua hari tidak

ada tanggapan apapun dari keluarga korban (Pasal

134 KUHAP). Jenazah yang diperiksa dapat juga

berupa jenazah yang didapat dari penggalian

kuburan (Pasal 135 KUHAP).

Pemeriksaan autopsi dilakukan menyeluruh

dengan membuka rongga tengkorak, leher, dada,

27

perut, dan panggul. Selain itu juga dilakukan

pemeriksaan penunjang yang diperlukan seperti

pemeriksaan histopatologi, toksikologi, serologi,

dan lain sebagainya. Dari pemeriksaan dapat

disimpulkan sebab kematian korban, jenis luka atau

kelainan, jenis kekerasan penyebabnya, dan perkiraan

waktu kematian.

5. Struktur Visum et Repertum

Visum et Repertum terdiri dari 5 kerangka dasar yang

terdiri dari:

1. Pro justitia

Menyadari bahwa semua surat baru sah dipengadilan bila

dibuat diatas kertas materai dan hal ini akan menyulitkan

bagi dokter bila setiap visum yang dibuatnya harus

memakai kertas bermaterai. Berpedoman kepada peraturan

pos, maka bila dokter menulis pro-justitia dibagian atas

visum, maka itu sudah dianggap sama dengan kertas

materai.

2. Pendahuluan

Bagian pendahuluan berisi tentang siapa yang memeriksa,

siapa yang diperiksa, saat pemeriksaan (tanggal, hari, dan

jam), dimana diperiksa, mengapa diperiksa, dan atas

permintaan siapa visum itu dibuat. Data diri korban diisi

sesuai degnan yang tercantum dalam permintaan visum.

3. Pemberitaan

Bagian terpenting dari visum sebetulnya terletak pada

bagian ini, karena apa yang dilihat dan ditemukan dokter

sebagai terjemahan dari Visum et Repertum itu terdapat

pada bagian ini. Pada bagian ini dokter melaporkan hasil

pemeriksaannya secara objektif. Biasanya pada bagian ini

dokter menuliskan luka, cedera, dan kelainan pada tubuh

28

korban seperti apa adanya. Misalnya didapati suatu luka

dokter menuliskan dalam visum suatu luka mulai dari

panjang, lebar, dalam, tepi luka, dan jarak luka.

4. Kesimpulan

Untuk pemakai visum, ini adalah bagian yang terpenting,

karena diharpkan dokter dapat menyimpulkan kelainan

yang terjadi pada korban menurut keahliannya. Pada korban

luka perlu penjelasan tentang jenis kekerasan, hubungan

sebab-akibat dari kelainan, tentang derajat kualifikasi luka,

berapa lama korban dirawat dan bagaimana harapan

kesembuhan.

Pada korban perkosaan atau pelanggaran keasusilaan perlu

penjelasan tentang tanda-tanda persetubuhan, tanda-tanda

kekerasan, kesadaran korban serta bila perlu umur korban.

5. Penutup

Bagian ini mengingatkan pembuat dan pemakai visum

bahwa laporan tersebut dibuat dengan sejujur-jujurnya dan

mengingat sumpah.

Selain dari 5 bagian diatas, Visum et Repertum dapat

juga disertakan lampiran foto. Lampiran foto terutama perlu

untuk memudahkan pemakai visum memahami laporan yang

disampaikan dalam visum. Pada luka yang sulit disampaikan

dengan kata-kata, dengan lampiran foto akan memudahkan

pemakai visum memahami apa yang ingin disampaikan dokter.

6. Tata Cara Permohonan dan Pencabutan Visum et Repertum

Ada beberapa syarat yang harus diperhatikan saat pihak

berwenang meminta dokter untuk membuat Visum et

Repertum. Syarat Visum et Repertum korban hidup yaitu:

1. Harus tertulis, tidak boleh secara lisan

29

2. Surat permohonan visum harus diserahkan langsung kepada

dokter dari penyidik, tidak boleh dititip melalui korban atau

keluarga korban. Juga tidak diperbolehkan melalui jasa pos

3. Bukan kejadian yang sudah lewat

4. Ada alasan mengapa korban dibawa kedokter

5. Ada identitas korban

6. Ada identitas peminta

7. Mencantumkan tanggal permintaannya

8. Korban diantar oleh polisi atau jaksa

Jika korban sudah meninggal dunia, sesuai dengan

KUHP pasal 133 maka permintaan dilakukan secaraq tertulis

dan disebutkan secara jelas apakah untuk pemeriksaan mayat

dan atau pemeriksaan bedah mayat, serta pada saat mayat

dikirim kerumah sakit harus diberi label mayat yang memuat

identitas mayat, dilak dengan diberi cap jabatan yang diletakkan

pada ibu jari atau bagian lain badan mayat.

Pada kenyataanya dilapangan sering terjadi ketidak

pahaman dari pihak penegak hukum tentang tata cara

permohonan visum kepada dokter, sehingga dapat menyebabkan

kerugian pada pihak korban. Maka dari itu diterbitkan instruksi

polisi No. Pol. INS/E/20/IX/75 tentang tata cara

permohonan/pencabutan Visum et Repertum.

Pada dasarnya penarikan/pencabutan Visum et Repertum

tidak dapat dibenarkan. Bila terpaksa Visum et Repertum yang

sudah diminta harus diadakan pencabutan/penarikan kembali,

maka hal tersebut hanya diberikan oleh komandan dan kesatuan

paling rendah tingkat Komres dan untuk kota hanya oleh

DANTES.

30

2.5.8. Surat Keterangan Ibu Hamil Bepergian Dengan Pesawat Udara

Sesuai dengan ketentuan internasional Aviation, Ibu hamil tidak

dibenarkan bepergian dengan pesawat udara, jika mengalami :

1. Hiperemesis atau emesis gravidarum

2. Hamil dengan komplikasi (perdarahan, preeklamsi dsb)

3. Hamil >36 minggu

4. Hamil dengan penyakit-penyakit lain yang beresiko.

Secara umum kehamilan trimester I dengan kondisi bayi dan ibu

sehat aman untuk terbang. Namun demikian usia kehamilan yang paling

disarankan untuk melakukan perjalanan udara adalah usia 14-26 minggu.

2.5.9. Surat Keterangan Bebas Penyakit Menular

Diatur dalam UU No. 4 tahun 1984 tentang wabah.

Pasal 1 UU No. 4 tahun 1984 :

1. Wabah penyakit menular yang selanjutnya disebut wabah adalah

kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat yang

jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi dari pada

keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu serta dapat

menimbulkan malapetaka.

2. Sumber penyakit adalah manusia, hewan, tumbuhan, dan benda-benda

yang mengandung dan/atau tercemar bibit penyakit, serta yang dapat

menimbulkan wabah.

Pasal 2 UU No. 4 tahun 1984

Maksud dan tujuan Undang-Undang ini adalah untuk melindungi

penduduk dari malapetaka yang ditimbulkan wabah sedini mungkin,

dalam rangka meningkatkan kemampuan masyarakat untuk hidup sehat”.

2.5.10. Surat Keterangan Bebas Narkoba

Surat Keterangan Bebas Narkoba (SKBN) merupakan suatu surat

keterangan resmi yang menyatakan seseorang bebas dari penyalahgunaan

Narkoba. Adapun yang berhak mengeluarkan SKBN adalah (1)

31

berdasarkan Kepmenkes Nomor 1351/Menkes/SK/XII/2004 tentang

Perubahan atas Keputusan Menteri Kesehatan Nomor

1173/Menkes/SK/X/1998 tentang Penunjukan Laboratorium Pemeriksaan

Psikotropika dan Narkotika, SKBN untuk keperluan administratif dapat

dibuat oleh laboratorium yang ditunjuk oleh Depkes dan Laboratorium

Kesehatan BNN dan (2) pemeriksaan laboratorium Narkoba dapat

dilakukan di laboratorium yang memenuhi standar pelayanan minimal dan

ditunjuk oleh pemerintah secara hukum untuk melakukan pemeriksaan.22

2.5.11. Surat Rujukan Medik23

a. Defenisi

Rujukan dokter adalah upaya melimpahkan wewenang dan

tanggung jawab penanganan kasus penyakit yang sedang ditangani

oleh seorang dokter kepada dokter lain yang sesuai.

b. Jenis-jenis surat rujukan medik

1. Rujukan pasien (Transfer ofpatient)

Penatalaksanaan pasien dari strata pelayanan kesehatan yang

kurang mampu baik dari segi tenaga dokter atau pun ketersediaan

alat-alat kesehatan dalam menangani pasien ke strata pelayanan

kesehatan yang lebih baik dan mampu atau sebaliknya untuk

pelayanan tindak lanjut.

2. Rujukan bahan pemeriksaan laboratorium (Transfer of specimens)

Pengiriman bahan-bahan pemeriksaan laboratorium dari strata

pelayanan kesehatan yang kurang mampu/memadai dalam hal

tenaga medik ataupun peralatan untuk melakukan pemeriksaan ke

strata yang lebih mampu untuk tindak lanjut.

22

Kemenkes, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

1351/Menkes/Sk/Xii/2004 Tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Kesehatan Nomor

1173/Menkes/Sk/X/1998 Tentang Penunjukkan Laboratorium Pemeriksaan Psikotropika Dan

Narkotika, Kemenkes RI, Jakarta, 2004, hal 13. 23

Amelia Rina, Konsultasi dan Rujukan dalam Konsep Dokter Keluarga, Departemen IKM FK

USU, Medan, 2008, hal 28.

32

2.5.12. Visum Et Repertum Psikiatrik24

Visum et Repertum ini menguraikan segi kejiwaan manusia, bukan

segi fisik atau raga manusia. Visum et Repertum Psikiatrik dibuat oleh

adanya pasal 144 (1) KUHP yang berbunyi: “Barang siapa melakukan

perbuatan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan padanya, disebabkan

karena jiwanya cacat dalam tumbuhnya (gebrekkige ontwikkeling) atau

terganggu karena penyakit (ziekelijke storing), tidak dipidana”.

2.5.13. Surat Bebas Buta Warna

Surat bebas buta warna adalah surat yang dikeluarkan oleh dokter

berdasarkan hasil pemeriksaan untuk menentukan apakah seseorang

mempunyai gangguan dalam menginterpretasikan warna yang dilihatnya

atau tidak. Pemeriksaan buta warna dilakukan dengan menggunakan tes

Ishihara. Pemeriksaan buta warna ini biasanya dilakukan oleh orang-orang

yang ingin berprofesi di dunia kerja yang membutuhkan penglihatan warna

yang akurat seperti designer, tukang listrik, teknisi, dokter, pilot, polisi,

dan lain-lain.25

2.5.14. Surat Keterangan Sudah Dewasa

Defenisi dewasa menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah :

1. Sampai umur; akil balig (bukan kanak-kanak atau remaja lagi

2. Telah mencapai kematangan kelamin

3. Matang (pikiran, pandangan, dsb).

Adapun dalam pembuatan surat keterangan sudah dewasa oleh

dokter merujuk kepada ketentuan hukum dan medik meliputi umur dimana

pada undang-undang dalam pasal 330 KUHP menyatakan dewasa adalah

mereka yang sudah berumur 21 tahun atau mereka yang sudah menikah.

Kematangan kelamin adalah dimana secara biologis organ reproduksi

24

Soenarto Soerodibroto, KUHP dan KUHAP, Divisi Buku Perguruan Tinggi PT Raja Grafindo

Persada, Jakarta, 2012, hal 55. 25

Gary Heiting, OD, Color Blind Test, diunduh dari : http://www.allaboutvision.com/eye-

exam/color-blind-tests.htm 24 Mei 2015.

33

sudah berfungsi dan siap pada pria dan wanita serta matang secara pikiran

dan mental.

2.6. PEMERIKSAAN BEDAH MAYAT (OTOPSI) OLEH AHLI

(DOKTER) FORENSIK

A. Pasal 133 KUHAP :26

Ayat 1 :

“Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang

korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa

yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan

keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau

ahli lainnya”.

Ayat 2 :

“Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat 1

dilakukan secara tertulis yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas

untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan

bedah mayat”.

Ayat 3 :

“Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter

pada rumah sakit harus diperlakukan baik dengan penuh penghormatan

terhadap mayat tersebut dan diberi label yg memuat identitas mayat

diberi cap jabatan yang dilekatkan pada ibu jari kaki atau bagian lain

badan mayat”.

B. Pasal 134 KUHAP:

1. Dalam hal sangat diperlukan di mana untuk keperluan pembuktian

bedah mayat tidak mungkin lagi dihindari, penyidik wajib

memberitahukan terlebih dahulu kepada keluarga korban.

26

Pemerintah Republik Indonesia, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Kuhap)

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1981, hal 15.

34

2. Dalam hal keluarga keberatan, penyidik wajib menerangkan sejelas-

jelasnya tentang maksud dan tujuan perlu dilakukannya pembedahan

tersebut.

3. Apabila dalam waktu dua hari tidak ada tanggapan apapun dari

keluarga atau pihak yang perlu diberitahu tidak ditemukan, penyidik

segera melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal

133 ayat (3) undang-undang ini.

C. Pasal 179 KUHAP:

1. Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran

kehakiman atau dokter ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli

demi keadilan.

2. Semua ketentuan tersebut di atas untuk saksi berlaku juga bagi

mereka yang memberikan keterangan ahli, dengan ketentuan bahwa

mereka mengucapkan sumpah atau janji akan memberikan keterangan

yang sebaik-baiknya dan yang sebenarnya menurut pengetahuan

dalam bidang keahliannya.

Terkait dengan Pasal 179 ayat (1) KUHAP ini, M. Yahya

Harahap dalam bukunya Pembahasan Permasalahan dan Penerapan

KUHAP mengatakan bahwa biasanya yang dimaksud “ahli kedokteran

kehakiman ialah ahli forensik atau ahli bedah mayat”. Akan tetapi pasal

itu sendiri tidak membatasinya hanya ahli kedokteran kehakiman saja,

tetapi meliputi ahli lainnya (hal. 229).27

2.7. DASAR DALAM MEMBUKA RAHASIA KEDOKTERAN

Dalam melaksanakan praktik kedokteran, setiap dokter harus

merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang keadaan pasiennya

bahkan sampai meninggal. Namun pada keadaan tertentu dokter dapat

membuka rahasia kedokteran tersebut, adapun dasar hukum dalam membuka

rahasia kedokteran terdapat dalam :28

27

Yahya Harahap, Pembahasan permasalahan dan penerapan KUHAP penyidikan dan

penuntutan, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal 22. 28

Dewi Ratna, Wajib Simpan Rahasia Kedokteran Versus Kewajiban Hukum Sebagai Saksi Ahli,

Perspektif, Surabaya, 2013, hal. 142.

35

1. Dalam paragraph 4 pasal 48 UU No. 29 Tahun 2004 tetang rahasia

kedokteran “Rahasia kedokteran dapat dibuka hanya untuk kepentingan

kesehatan pasien, memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam

rangka penegakan hukum, permintaan pasien sendiri, atau berdasarkan

ketentuan perundang-undangan”.

2. Beberapa ahli telah mencoba menggolongkan beberapa keadaan dimana

dokter dapat membuka rahasia kedokteran menjadi dua golongan:

Dengan kerelaan atau pun izin pasien. Pasien dianggap telah menyatakan

secara tidak langsung bahwa rahasia kedokteran itupun bukan lagi

merupakan rahasia, sehingga tidak wajib dirahasiakan lagi; Pembukaan

rahasia tanpa izin si pasien. Dalam hal ini dokter terpaksa membuka

rahasia kedokteran karena adanya dasar penghapusan pidana

(strafuitsluitingsgroden) yang diatur dalam :

1. Pasal 48 KUHP :

“Barangsiapa melakukan perbuatan karena pengaruh daya paksa

(overmacht), tidak dipidana”.

2. Pasal 50 KUHP :

“Barangsiapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan ketentuan

undang-undang, tidak dipidana”

3. Pasal 51 KUHP :

1) “Barang siapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan

perintah jabatan yang diberikan oleh penguasa yang berwenang,

tidak dipidana”.

2) “Perintah jabatan tanpa wewenang, tidak menyebabkan hapusnya

pidana, kecuali jika yang diperintah, dengan itikad baik mengira

bahwa perintah diberikan dengan wewenang dan pelaksanaannya

termasuk dalam lingkungan pekerjaannya”.

Dari bunyi tiga pasal diatas dapat ketahui bahwa wajib simpan

rahasia kedokteran dikecualikan dalam keadaan daya paksa,

melaksanakan ketentuan undang-undang dan melaksanakan perintah

jabatan. Dari pembahasan di atas maka diketahui bahwa alasan yang

36

dapat dipergunakan oleh dokter untuk dapat membuka rahasia

kedokteran adalah sebagai berikut:

1. Adanya izin dari pasiennya. Rahasia kedokteran ini merupakan hak

dan milik pasien, jadi hanya pasien tersebut yang berhak

memutuskan apakah orang lain boleh mengetahui kondisinya atau

tidak. Contoh kasus: Seorang pasien yang tidak masuk kerja karena

sakit lalu minta surat keterangan sakit untuk dilaporkan pada

tempatnya bekerja.

2. Adanya pengaruh daya paksa. Daya paksa disini bersifat relatif, yang

terjadinya karena kondisi darurat. Jika kondisi ini tidak ada maka

keadaan daya paksa tersebut juga tidak ada. Contoh kasus: Seorang

sopir menderita epilepsi. Dokter terpaksa membuka rahasia penyakit

itu pada sang majikan sopir tersebut.

3. Adanya peraturan perundang-undangan. Secara formil justifikasinya

karena terdapat pada perundang-undangan dan secara materiil juga

sudah dipertimbangkan oleh undang-undang bahwa ada kepentingan

yang lebih besar. Contoh kasus: Seorang dokter yang diminta

membuat Visum et Repertum.

4. Adanya perintah jabatan. Contoh kasus untuk menjelaskan kondisi

ini adalah seorang dokter penguji kesehatan yang diharuskan

melaporkan hasil kesehatan pasien yang diperiksanya kepada

institusi yang meminta dan hal ini tanpa memberitahukan terlebih

dahulu kepada pasien tersebut.

5. Demi kepentingan umum. Disini rahasia kedokteran terpaksa dibuka

karena ada kepentingan yang lebih diutamakan, yaitu masyarakat

umum. Contoh kasus: Dokter melaporkan pasiennya seorang

penjahat yang mendapat luka-luka.

37

2.8. SANKSI HUKUM PELANGGARAN DALAM PENERBITAN SURAT

KETERANGAN MEDIK

Adapun pelanggaran dalam pembuatan surat keterangan medik dapat

menyebabkan seorang dokter dituntut menurut pasal 263, 267, dan 268

KUHP :

1. Pasal 263 KUHP

1) Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat

menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau

yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan

maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat

tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam jika

pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan

surat, dengan pidana penjara paling lama enam tahun.

2) Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja

memakai surat palsu atau yang dipalsukan seolah-olah sejati, jika

pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian.

2. Pasal 267 KUHP

1) Seorang dokter yang dengan sengaja memberikan surat keterangan

palsu tentang ada atau tidaknya penyakit, kelemahan atau cacat,

diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun

2) Jika keterangan diberikan dengan maksud untuk memasukkan

seseorang ke dalam rumah sakit jiwa atau untuk menahannya di situ,

dijatuhkan pidana penjara paling lama delapan tahun enam bulan.

3) Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja

memakai surat keterangan palsu itu seolah-olah isinya sesuai dengan

kebenaran.

3. Pasal 268 KUHP

1) Barang siapa membuat secara palsu atau memalsu surat keterangan

dokter tentang ada atau tidak adanya penyakit, kelemahan atau cacat,

dengan maksud untuk menyesatkan penguasa umum atau

38

penanggung, diancam dengan pidana penjara paling lama empat

tahun.

2) Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan maksud

yang sama memakai surat keterangan yang tidak benar atau yang

dipalsu, seolah-olah surat itu benar dan tidak dipalsu