isi metodologi penelitian (nida nabilah akmal 2011730074)

36
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam 10 tahun terakhir banyak penyakit yang mencuat di masyarakat, antara lain AIDS, kanker, flu burung, bahkan penyakit Alzheimer. Penyakit Alzheimer yaitu sejenis penyakit pikun yang umum terjadi pada manusia yang mulai memasuki usia tua. Secara alamiah, pikun biasanya terjadi pada setiap orang karena penurunan fungsi otak. Unit Riset Alzheimer Sir James McCusker Australia, yang merupakan suatu yayasan dan penelitian untuk penyakit Alzheimer mengemukakan bahwa, banyak orang sehat yang kurang mampu mengingat beberapa macam informasi pada waktu menjadi tua, tetapi gejala penyakit Demensia tipe Alzheimer tidak sesederhana gejala kelupaan seperti pada proses penuaan yang normal tersebut. Orang dengan Demensia tipe Alzheimer akan sukar berkomunikasi, belajar, berpikir, dan mengemukakan pendapat. Penyakit Demensia tipe Alzheimer dapat merusak sel – sel otak yang mana tidak ditemukan pada orang tua yang normal. Penyakit ini merupakan penyakit yang dialami hampir oleh semua umur, sekitar 96% kasus dijumpai setelah berusia 40 tahun ke atas. Selain itu, prevalensi penderita wanita tiga kali lebih banyak dibandingkan laki-laki. Penyebab Demensia tipe Alzheimer bermacam–macam, dan masih dalam penelitian. Usia dan riwayat keluarga diidentifikasi sebagai faktor risiko yang potensial. Saat 1

Upload: faza-faishal-iskandar

Post on 18-Jan-2016

13 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

metlit

TRANSCRIPT

Page 1: Isi Metodologi Penelitian (Nida Nabilah Akmal 2011730074)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam 10 tahun terakhir banyak penyakit yang mencuat di masyarakat, antara

lain AIDS, kanker, flu burung, bahkan penyakit Alzheimer. Penyakit Alzheimer yaitu

sejenis penyakit pikun yang umum terjadi pada manusia yang mulai memasuki usia tua.

Secara alamiah, pikun biasanya terjadi pada setiap orang karena penurunan fungsi otak.

Unit Riset Alzheimer Sir James McCusker Australia, yang merupakan suatu

yayasan dan penelitian untuk penyakit Alzheimer mengemukakan bahwa, banyak orang

sehat yang kurang mampu mengingat beberapa macam informasi pada waktu menjadi

tua, tetapi gejala penyakit Demensia tipe Alzheimer tidak sesederhana gejala kelupaan

seperti pada proses penuaan yang normal tersebut. Orang dengan Demensia tipe

Alzheimer akan sukar berkomunikasi, belajar, berpikir, dan mengemukakan pendapat.

Penyakit Demensia tipe Alzheimer dapat merusak sel – sel otak yang mana tidak

ditemukan pada orang tua yang normal.

Penyakit ini merupakan penyakit yang dialami hampir oleh semua umur, sekitar

96% kasus dijumpai setelah berusia 40 tahun ke atas. Selain itu, prevalensi penderita

wanita tiga kali lebih banyak dibandingkan laki-laki.

Penyebab Demensia tipe Alzheimer bermacam–macam, dan masih dalam

penelitian. Usia dan riwayat keluarga diidentifikasi sebagai faktor risiko yang potensial.

Saat ini diketahui 4 obat yang sementara bisa mengurangi gejala penyakit Demensia tipe

Alzheimer, seperti tacrine, doneperzil, rivastigmine, dan galantamine (Erik Tapan, 2005).

Kondisi ini membuat masyarakat mulai berpikir untuk mencari obat alternatif

secara konvensional dibandingkan pengobatan modern. Salah satu tanaman obat yang

berpeluang sebagai pengganti pengobatan kimiawi yang dapat memperlambat datangnya

kunyit yang diracik ke dalam bumbu masak.

Kunyit merupakan salah satu jenis tanaman obat yang memiliki banyak manfaat

antara lain sebagai bumbu masak, pewarna makanan alami, minuman, tekstil, dan

kosmetik. Kunyit sebagai bahan pembuatan makanan khas berkuah kuning atau kari

diyakini dapat menjaga penurunan kemampuan otak, termasuk menghindarkan penyakit

Alzheimer. Hal ini sejalan dengan penelitian kandungan bahan kurkumin bagi kesehatan,

serta memiliki kemampuan ”melawan” Alzheimer (Niesby Sabakingkin, 2002).

1

Page 2: Isi Metodologi Penelitian (Nida Nabilah Akmal 2011730074)

1.2 Rumusan Masalah

Apakah ada pengaruh mengonsumsi ekstrak kunyit terhadap penyembuhan

penyakit Alzheimer?

1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan proposal metodologi penelitian ini yaitu Mengetahui

pengaruh mengonsusmi ekstrak kunyit terhadap penyembuhan penyakit Alzheimer.

1.4 Manfaat Penelitian

Untuk Masyarakat

Dengan pemanfaatan maksimal dari ekstrak kunyit diharapkan tidak hanya

sebagai terapi alternatif untuk penyakit Alzheimer, namun juga meningkatkan angka

harapan hidup dan produktifitas kalangan lanjut usia.

Untuk Lembaga Kesehatan dan Pemerintah

Melalui proposal penelitian ini diharapkan mampu menjadikan ekstrak kunyit

sebagai terapi alternatif untuk penyakit Alzheimer, dan dikembangkan secara luas agar

bisa meningkatkan angka harapan hidup dan produktifitas pasien lanjut usia, serta pasien

yang membutuhkan

Untuk Penelitian Lebih Lanjut

Pemanfaatan maksimal dari potensi ekstrak kunyit, sehingga dapat dijadikan batu

pijakan untuk para peneliti sehingga bisa lebih mengembangkannya dalam bentuk yang

lebih baik dan lebih efektif.

2

Page 3: Isi Metodologi Penelitian (Nida Nabilah Akmal 2011730074)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penyakit Alzheimer

Definisi

Penyakit Alzheimer yaitu sejenis penyakit pikun yang umum terjadi pada

manusia yang mulai memasuki usia tua. Secara alamiah, pikun biasanya terjadi pada

setiap orang karena penurunan fungsi otak

Epidemiologi

Penyakit Alzheimer merupakan penyakit neurodegeneratif yang secara

epidemiologi terbagi 2 kelompok yaitu kelompok yang menderita pada usia kurang 58

tahun disebut sebagai early onset sedangkan kelompok yang menderita pada usia lebih

dari 58 tahun disebut sebagai late onset.

Penyakit Alzheimer dapat timbul pada semua umur, 96% kasus dijumpai setelah

berusia 40 tahun keatas. Schoenburg dan Coleangus (1987) melaporkan insidensi

berdasarkan umur: 4,4/1000.000 pada usia 30-50 tahun, 95,8/100.000 pada usia > 80

tahun. Angka prevalensi penyakit ini per 100.000 populasi sekitar 300 pada kelompok

usia 60-69 tahun, 3200 pada kelompok usia 70-79 tahun, dan 10.800 pada usia 80 tahun.

Diperkirakan pada tahun 2000 terdapat 2 juta penduduk penderita penyakit Alzheimer.

Sedangkan di Indonesia diperkirakan jumlah usia lanjt berkisar, 18,5 juta orang dengan

angka insidensi dan prevalensi penyakit Alzheimer belum diketahui dengan pasti.

Berdasarkan jenis kelamin, prevalensi wanita lebih banyak tiga kali dibandingkan

laki-laki. Hal ini mungkin refleksi dari usia harapan hidup wanita lebih lama

dibandingkan laki-laki. Dari beberapa penelitian tidak ada perbedaan terhadap jenis

kelamin.

Etiologi

Penyebab yang pasti belum diketahui. Beberapa alternatif penyebab yang telah

dihipotesa adalah intoksikasi logam, gangguan fungsi imunitas, infeksi virus, polusi

udara/industri, trauma, neurotransmiter, defisit formasi sel-sel filament, presdiposisi

heriditer. Dasar kelainan patologi penyakit Alzheimer terdiri dari degenerasi neuronal,

kematian daerah spesifik jaringan otak yang mengakibatkan gangguan fungsi kognitif

dengan penurunan daya ingat secara progresif.

Adanya defisiensi faktor pertumbuhan atau asam amino dapat berperan dalam

kematian selektif neuron. Kemungkinan sel-sel tersebut mengalami degenerasi yang

3

Page 4: Isi Metodologi Penelitian (Nida Nabilah Akmal 2011730074)

diakibatkan oleh adanya peningkatan calsium intraseluler, kegagalan metabolisme

energi, adanya formasi radikal bebas atau terdapatnya produksi protein abnormal yang

non spesifik.

Penyakit Alzheimer adalah penyakit genetika, tetapi beberapa penelitian telah

membuktikan bahwa peran faktor genetika, tetapi beberapa penelitian telah membuktikan

bahwa peran faktor non-genetika (lingkungan) juga ikut terlibat, dimana faktor

lingkungan hanya sebagai pencetus faktor genetika.

Patogenesa

Sejumlah patogenesa penyakit Alzheimer yaitu:

1. Faktor genetik

Beberapa peneliti mengungkapkan 50% prevalensi kasus Alzheimer ini

diturunkan melalui gen autosomal dominan. Individu keturunan garis pertama pada

keluarga penderita Alzheimer mempunyai resiko menderita demensia 6 kali lebih

besar dibandingkan kelompok kontrol normal

Pemeriksaan genetika DNA pada penderita Alzheimer dengan familial early

onset terdapat kelainan lokus pada kromosom 21 diregio proximal log arm, sedangkan

pada familial late onset didapatkan kelainan lokus pada kromosom 19. Begitu pula

pada penderita down syndrome mempunyai kelainan gen kromosom 21, setelah

berumur 40 tahun terdapat neurofibrillary tangles (NFT), senile plaque dan penurunan

Marker kolinergik pada jaringan otaknya yang menggambarkan kelainan histopatologi

pada penderita Alzheimer.

Hasil penelitian penyakit Alzheimer terhadap anak kembar menunjukkan 40-

50% adalah monozygote dan 50% adalah dizygote. Keadaan ini mendukung bahwa

faktor genetik berperan dalam penyakit Alzheimer. Pada sporadik non familial (50-

70%), beberapa penderitanya ditemukan kelainan lokus kromosom 6, keadaan ini

menunjukkan bahwa kemungkinan faktor lingkungan menentukan ekspresi genetika

pada Alzheimer.

2. Faktor infeksi

Ada hipotesa menunjukkan penyebab infeksi virus pada keluarga penderita

Alzheimer yang dilakukan secara immuno blot analisis, ternyata diketemukan adanya

antibodi reaktif. Infeksi virus tersebut menyebabkan infeksi pada susunan saraf pusat

yang bersipat lambat, kronik dan remisi.

3. Faktor lingkungan

4

Page 5: Isi Metodologi Penelitian (Nida Nabilah Akmal 2011730074)

Ekmann (1988), mengatakan bahwa faktor lingkungan juga dapat berperan

dalam patogenesa penyakit Alzheimer. Faktor lingkungan antar alain, aluminium,

silicon, mercury, zinc. Aluminium merupakan neurotoksik potensial pada susunan

saraf pusat yang ditemukan neurofibrillary tangles (NFT) dan senile plaque

(SPINALIS). Hal tersebut diatas belum dapat dijelaskan secara pasti, apakah

keberadaan aluminum adalah penyebab degenerasi neurosal primer atau sesuatu hal

yang tumpang tindih. Pada penderita Alzheimer, juga ditemukan keadan

ketidakseimbangan merkuri, nitrogen, fosfor, sodium, dengan patogenesa yang belum

jelas.

Ada dugaan bahwa asam amino glutamat akan menyebabkan depolarisasi

melalui reseptor N-methy D-aspartat sehingga kalsium akan masuk ke intraseluler

(Cairan-influks) danmenyebabkan kerusakan metabolisme energi seluler dengan

akibat kerusakan dan kematian neuron.

4. Faktor imunologis

Behan dan Felman (1970) melaporkan 60% pasien yang menderita Alzheimer

didapatkan kelainan serum protein seperti penurunan albumin dan peningkatan alpha

protein, anti trypsin alphamarcoglobuli dan haptoglobuli.

Heyman (1984), melaporkan terdapat hubungan bermakna dan meningkat dari

penderita Alzheimer dengan penderita tiroid. Tiroid Hashimoto merupakan penyakit

inflamasi kronik yang sering didapatkan pada wanita muda karena peranan faktor

immunitas

5. Faktor trauma

Beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan penyakit Alzheimer

dengan trauma kepala. Hal ini dihubungkan dengan petinju yang menderita demensia

pugilistik, dimana pada otopsinya ditemukan banyak neurofibrillary tangles.

6. Faktor neurotransmiter

Perubahan neurotransmitter pada jaringan otak penderita Alzheimer

mempunyai peranan yang sangat penting seperti:

a. Asetilkolin

Barties et al (1982) mengadakan penelitian terhadap aktivitas spesifik

neurotransmiter dgncara biopsi sterotaktik dan otopsi jaringan otak pada

penderita Alzheimer didapatkan penurunan aktivitas kolinasetil transferase,

asetikolinesterase dan transport kolin serta penurunan biosintesa asetilkolin.

5

Page 6: Isi Metodologi Penelitian (Nida Nabilah Akmal 2011730074)

Adanya defisit presinaptik dan postsynaptik kolinergik ini bersifat simetris pada

korteks frontalis, temporallis superior, nukleus basalis, hipokampus.

Kelainan neurottansmiter asetilkoline merupakan kelainan yang selalu ada

dibandingkan jenis neurottansmiter lainnyapd penyakit Alzheimer, dimana pada

jaringan otak/biopsinya selalu didapatkan kehilangan cholinergik Marker. Pada

penelitian dengan pemberian scopolamin pada orang normal, akan menyebabkan

berkurang atau hilangnya daya ingat. Hal ini sangat mendukung hipotesa

kolinergik sebagai patogenesa penyakit Alzheimer

b. Noradrenalin

Kadar metabolisme norepinefrin dan dopimin didapatkan menurun pada

jaringan otak penderita Alzheimer. Hilangnya neuron bagian dorsal lokus

seruleus yang merupakan tempat yang utama noradrenalin pada korteks serebri,

berkorelasi dengan defisit kortikal noradrenergik.

Bowen et al(1988), melaporkan hasil biopsi dan otopsi jaringan otak

penderita Alzheimer menunjukkan adanya defisit noradrenalin pada presinaptik

neokorteks. Palmer et al(1987), Reinikanen (1988), melaporkan konsentrasi

noradrenalin menurun baik pada post dan ante-mortem penderita Alzheimer.

c. Dopamin

Sparks et al (1988), melakukan pengukuran terhadap aktivitas

neurottansmiter regio hipothalamus, dimana tidak adanya gangguan perubahan

aktivitas dopamin pada penderita Alzheimer. Hasil ini masih kontroversial,

kemungkinan disebabkan karena potongan histopatologi regio hipothalamus setia

penelitian berbeda-beda.

d. Serotonin

Didapatkan penurunan kadar serotonin dan hasil metabolisme 5 hidroxi-

indolacetil acid pada biopsi korteks serebri penderita Alzheimer. Penurunan juga

didapatkan pada nukleus basalis dari meynert. Penurunan serotonin pada subregio

hipotalamus sangat bervariasi, pengurangan maksimal pada anterior hipotalamus

sedangkan pada posterior peraventrikuler hipotalamus berkurang sangat minimal.

Perubahan kortikal serotonergik ini berhubungan dengan hilangnya neuron-neuron

dan diisi oleh formasi NFT pada nukleus rephe dorsalis.

e. MAO (Monoamine Oksidase)

Enzim mitokondria MAO akan mengoksidasi transmitter mono amine.

Aktivitas normal MAO terbagi 2 kelompok yaitu MAO A untuk deaminasi

6

Page 7: Isi Metodologi Penelitian (Nida Nabilah Akmal 2011730074)

serotonin, norepineprin dan sebagian kecil dopamin, sedangkan MAO B untuk

deaminasi terutama dopamin. Pada penderita Alzheimer, didapatkan peningkatan

MAO A pada hipothalamus dan frontais sedangkan MAO B meningkat pada

daerah temporal dan menurun pada nukleus basalis dari meynert.

Gejala Klnik

Awitan dari perubahan mental penderita Alzheimer sangat perlahan-lahan,

sehingga pasien dan keluarganya tidak mengetahui secara pasti kapan penyakit ini mulai

muncul. Terdapat beberapa stadium perkembangan penyakit Alzheimer yaitu:

a. Stadium I (lama penyakit 1-3 tahun)

1. Memory: new learning defective, remote recall mildly impaired

2. Visuospatial skills: topographic disorientation, poor complex contructions

3. Language: poor woordlist generation, anomia

4. Personality: indifference,occasional irritability

5. Psychiatry feature: sadness, or delution in some

6. Motor system: normal

7. EEG: normal

8. CT/MRI: normal

9. PET/SPECT: bilateral posterior hypometabolism/hyperfusion

b. Stadium II (lama penyakit 3-10 tahun)

1. Memory: recent and remote recall more severely impaired

2. Visuospatial skills: spatial disorientation, poor contructions

3. Language: fluent aphasia

4. Calculation: acalculation

5. Personality: indifference, irritability

6. Psychiatry feature: delution in some

7. Motor system: restlessness, pacing

8. EEG: slow background rhythm

9. CT/MRI: normal or ventricular and sulcal enlargeent

10. PET/SPECT: bilateral parietal and frontal hypometabolism/hyperfusion

c. Stadium III (lama penyakit 8-12 tahun)

1. Intelectual function: severely deteriorated

2. Motor system: limb rigidity and flexion poeture

3. Sphincter control: urinary and fecal

4. EEG: diffusely slow

7

Page 8: Isi Metodologi Penelitian (Nida Nabilah Akmal 2011730074)

5. CT/MRI: ventricular and sulcal enlargeent

6. PET/SPECT: bilateral parietal and frontal hypometabolism/hyperfusion

Kriteria Diagnosa

Terdapat beberapa kriteria untuk diagnosa klinis penyakit Alzheimer yaitu:

1. Kriteria diagnosis tersangka penyakit Alzheimer terdiri dari:

Demensia ditegakkan dengan pemeriksaan klinik dan pemeriksaan status mini mental

atau beberapa pemeriksaan serupa, serta dikonfirmasikan dengan tes neuropsikologik

o Didapatkan gangguan defisit fungsi kognisi >2

o Tidak ada gangguan tingkat kesadaran

o Awitan antara umur 40-90 tahun, atau sering >65 tahun

o Tidak ada kelainan sistematik atau penyakit otak lainnya

2. Diagnosis tersangka penyakit Alzheimer ditunjang oleh:

o Perburukan progresif fungsi kognisi spesifik seperti berbahasa, ketrampilan

motorik, dan persepsi

o ADL terganggu dan perubahan pola tingkah laku

o Adanya riwayat keluarga, khususnya kalau dikonfirmasikan dengan

neuropatologi

o Pada gambaran EEG memberikan gambaran normal atau perubahan non

spesifik seperti peningkatan aktivitas gelombang lambat

o Pada pemeriksaan CT Scan didapatkan atropu serebri

3. Gambaran lain tersangka diagnosa penyakit Alzheimer setelah dikeluarkan penyebab

demensia lainnya terdiri dari:

o Gejala yang berhubungan dengan depresi, insomnia, inkontinentia, delusi,

halusinasi emosi, kelainan seksual, berat badan menurun

o Kelainan neurologi lain pada beberapa pasien, khususnya penyakit pada

stadium lanjut dan termasuk tanda-tanda motorik seperti peningkatan tonus

otot, mioklonus atau gangguan berjalan

o Terdapat bangkitan pada stadium lanjut

4. Gambaran diagnosa tersangka penyakit Alzheimer yang tidak jelas terdiri dari:

o Awitan mendadak

o Diketemukan gejala neurologik fokal seperti hemiparese, hipestesia, defisit

lapang pandang dan gangguan koordinasi

o Terdapat bangkitan atau gangguan berjalan pada saat awitan

8

Page 9: Isi Metodologi Penelitian (Nida Nabilah Akmal 2011730074)

5. Diagnosa klinik kemungkinan penyakit Alzheimer adalah:

o Sindroma demensia, tidak ada gejala neurologik lain, gejala psikiatri atau

kelainan sistemik yang menyebabkan demensia

o Adanya kelainan sistemik sekunder atau kelainan otak yang menyebabkan

demensia, defisit kognisi berat secara gradual progresif yang diidentifikasi

tidak ada penyebab lainnya

6. Kriteria diagnosa pasti penyakit Alzheimer adalah gabungan dri kriteria klinik

tersangka penyakit Alzheimer dab didapatkan gambaran histopatologi dari biopsi atau

otopsi.

Pemeriksaan Penunjang

1. Neuropatologi

Diagnosa definitif tidak dapat ditegakkan tanpa adanya konfirmasi

neuropatologi. Secara umum didapatkan atropi yang bilateral, simetris, sering kali

berat otaknya berkisar 1000 gr (850-1250gr). Beberapa penelitian mengungkapkan

atropi lebih menonjol pada lobus temporoparietal, anterior frontal, sedangkan korteks

oksipital, korteks motorik primer, sistem somatosensorik tetap utuh (Jerins 1937).

Kelainan-kelainan neuropatologi pada penyakit Alzheimer terdiri dari:

a. Neurofibrillary tangles (NFT)

Merupakan sitoplasma neuronal yang terbuat dari filamen-filamen

abnormal yang berisi protein neurofilamen, ubiquine, epitoque. NFT ini juga

terdapat pada neokorteks, hipokampus, amigdala, substansia alba, lokus seruleus,

dorsal raphe dari inti batang otak. NFT selain didapatkan pada penyakit

Alzheimer, juga ditemukan pada otak manula, down syndrome, parkinson, SSPE,

sindroma ektrapiramidal, supranuklear palsy. Densitas NFT berkolerasi dengan

beratnya demensia.

b. Senile plaque (SP)

Merupakan struktur kompleks yang terjadi akibat degenerasi nerve ending

yang berisi filamen-filamen abnormal, serat amiloid ektraseluler, astrosit,

mikroglia. Amloid prekusor protein yang terdapat pada SP sangat berhubungan

dengan kromosom 21. Senile plaque ini terutama terdapat pada neokorteks,

amygdala, hipokampus, korteks piriformis, dan sedikit didapatkan pada korteks

motorik primer, korteks somatosensorik, korteks visual, dan auditorik.

9

Page 10: Isi Metodologi Penelitian (Nida Nabilah Akmal 2011730074)

Senile plaque ini juga terdapat pada jaringan perifer. Perry (1987)

mengatakan densitas Senile plaque berhubungan dengan penurunan kolinergik.

Kedua gambaran histopatologi (NFT dan senile plaque) merupakan gambaran

karakteristik untuk penderita penyakit Alzheimer.

c. Degenerasi neuron

Pada pemeriksaan mikroskopik perubahan dan kematian neuron pada

penyakit Alzheimer sangat selektif. Kematian neuron pada neokorteks terutama

didapatkan pada neuron piramidal lobus temporal dan frontalis. Juga ditemukan

pada hipokampus, amigdala, nukleus batang otak termasuk lokus serulues, raphe

nukleus dan substanasia nigra.

Kematian sel neuron kolinergik terutama pada nukleus basalis dari

meynert, dan sel noradrenergik terutama pada lokus seruleus serta sel serotogenik

pada nukleus raphe dorsalis, nukleus tegmentum dorsalis. Telah ditemukan faktor

pertumbuhan saraf pada neuron kolinergik yang berdegenerasi pada lesi

eksperimental binatang dan ini merupakan harapan dalam pengobatan penyakit

Alzheimer.

d. Perubahan vakuoler

Merupakan suatu neuronal sitoplasma yang berbentuk oval dan dapat

menggeser nukleus. Jumlah vakuoler ini berhubungan secara bermakna dengan

jumlah NFT dan SP , perubahan ini sering didapatkan pada korteks

temporomedial, amygdala dan insula. Tidak pernah ditemukan pada korteks

frontalis, parietal, oksipital, hipokampus, serebelum dan batang otak.

e. Lewy body

Merupakan bagian sitoplasma intraneuronal yang banyak terdapat pada

enterhinal, gyrus cingulate, korteks insula, dan amygdala. Sejumlah kecil pada

korteks frontalis, temporal, parietalis, oksipital. Lewy body kortikal ini sama

dengan immunoreaktivitas yang terjadi pada lewy body batang otak pada

gambaran histopatologi penyakit parkinson. Hansen et al menyatakan lewy body

merupakan variant dari penyakit Alzheimer.

2. Pemeriksaan neuropsikologik

Penyakit Alzheimer selalu menimbulkan gejala demensia. Fungsi pemeriksaan

neuropsikologik ini untuk menentukan ada atau tidak adanya gangguan fungsi

kognitif umum danmengetahui secara rinci pola defisit yang terjadi. Tes psikologis ini

juga bertujuan untuk menilai fungsi yang ditampilkan oleh beberapa bagian otak yang

10

Page 11: Isi Metodologi Penelitian (Nida Nabilah Akmal 2011730074)

berbeda-beda seperti gangguan memori, kehilangan ekspresi, kalkulasi, perhatian dan

pengertian berbahasa. Evaluasi neuropsikologis yang sistematik mempunyai fungsi

diagnostik yang penting karena:

a. Adanya defisit kognisi yang berhubungan dgndemensia awal yang dapat diketahui

bila terjadi perubahan ringan yang terjadi akibat penuaan yang normal.

b. Pemeriksaan neuropsikologik secara komprehensif memungkinkan untuk

membedakan kelainan kognitif pada global demensia dengan defisit selektif yang

diakibatkan oleh disfungsi fokal, faktor metabolik, dan gangguan psikiatri

c. Mengidentifikasi gambaran kelainan neuropsikologik yang diakibatkan oleh

demensia karena berbagai penyebab.

The Consortium to establish a Registry for Alzheimer Disease (CERALD)

menyajikan suatu prosedur penilaian neuropsikologis dengan mempergunakan alat

batrey yang bermanifestasi gangguan fungsi kognitif, dimana pemeriksaannya terdiri

dari:

a. Verbal fluency animal category

b. Modified boston naming tes

c. mini mental state

d. Word list memory

e. Constructional praxis

f. Word list recall

g. Word list recognition

Tes ini memakan waktu 30-40 menit dan <20-30 menit pada kontrol

3. CT Scan dan MRI

Merupakan metode non invasif yang beresolusi tinggi untuk melihat

kwantifikasi perubahan volume jaringan otak pada penderita Alzheimer antemortem.

Pemeriksaan ini berperan dalam menyingkirkan kemungkinan adanya penyebab

demensia lainnya selain Alzheimer seperti multiinfark dan tumor serebri. Atropi

kortikal menyeluruh danpembesaran ventrikel keduanya merupakan gambaran marker

dominan yang sangat spesifik pada penyakit ini. Tetapi gambaran ini juga didapatkan

pada demensia lainnya seperti multiinfark, parkinson, binswanger sehingga kita sukar

untuk membedakan dengan penyakit Alzheimer.

Penipisan substansia alba serebri dan pembesaran ventrikel berkorelasi dengan

beratnya gejala klinik danhasil pemeriksaan status mini mental. Pada MRI ditemukan

peningkatan intensitas pada daerah kortikal dan periventrikuler (Capping anterior

11

Page 12: Isi Metodologi Penelitian (Nida Nabilah Akmal 2011730074)

horn pada ventrikel lateral). Capping ini merupakan predileksi untuk demensia awal.

Selain didapatkan kelainan di kortikal, gambaran atropi juga terlihat pada daerah

subkortikal seperti adanya atropi hipokampus, amigdala, serta pembesaran sisterna

basalis dan fissura sylvii.

Seab et al, menyatakan MRI lebih sensitif untuk membedakan demensia dari

penyakit Alzheimer dengan penyebab lain, dengan memperhatikan ukuran (atropi)

dari hipokampus.

4. EEG

Berguna untuk mengidentifikasi aktifitas bangkitan yang suklinis. Sedang pada

penyakit Alzheimer didapatkan perubahan gelombang lambat pada lobus frontalis

yang non spesifik

5. PET (Positron Emission Tomography)

Pada penderita Alzheimer, hasil PET ditemukan penurunan aliran darah,

metabolisme O2, dan glukosa didaerah serebral. Up take I.123 sangat menurun pada

regional parietal, hasil ini sangat berkorelasi dengan kelainan fungsi kognisi danselalu

dan sesuai dengan hasil observasi penelitian neuropatologi

6. SPECT (Single Photon Emission Computed Tomography)

Aktivitas I. 123 terendah pada refio parieral penderita Alzheimer. Kelainan ini

berkolerasi dengan tingkat kerusakan fungsional dan defisit kogitif. Kedua

pemeriksaan ini (SPECT dan PET) tidak digunakan secara rutin.

7. Laboratorium darah

Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik pada penderita Alzheimer.

Pemeriksaan laboratorium ini hanya untuk menyingkirkan penyebab

penyakitdemensia lainnya seperti pemeriksaan darah rutin, B12, Calsium, Posfor,

BSE, fungsi renal dan hepar, tiroid, asam folat, serologi sifilis, skreening antibody

yang dilakukan secara selektif.

2.2 Kunyit

Kandungan Kunyit

Senyawakimiautama yang terkandung di

dalamekstrakkunyitadalahminyakatsiridankurkumin.

kurkuminoidmengandungsenyawakurkumindanturunannya (berwarnakuning) yang

meliputidesmetoksi-kurkumindanbidesmetoksikurku-min. Selainituekstrak kunyit

jugamengandungsenyawalemak, protein, kalsiun, fosfordanbesi.

12

Page 13: Isi Metodologi Penelitian (Nida Nabilah Akmal 2011730074)

Manfaat Tanaman

Di daerah Jawa, kunyit banyak digunakan sebagai ramuan jamu karena berkhasiat

menyejukkan, membersihkan, mengeringkan, menghilangkan gatal, dan menyembuhkan

kesemutan. Manfaat utama tanaman kunyit, yaitu: sebagai bahan obat tradisional, bahan

baku industri jamu dan kosmetik, bahan bumbu masak, peternakan dll. Disamping itu

rimpang tanaman kunyit itu juga bermanfaat sebagai anti inflamasi, anti oksidan, anti

mikroba, pencegah kanker, anti tumor, dan menurunkan kadar lemak darah dan

kolesterol, serta sebagai pembersih darah.

2.3 Pengaruh mengonsumsi ekstrak kunyit terhadap penyembuhan penyakit Alzheimer

Pengobatan alternatif untuk Penyakit Alzheimer adalah penggunaan kunyit.

Menurut penelitian yang dilakukan dengan metode studi pustaka, kunyit memiliki zat

aktif yang disebut sebagai curcumin, yang akan mendorong kerja enzim hemeoxygenase

(HO-1), yang berperan dalam melawan molekul ”radikal bebas” penyebab kerusakan sel.

Kemungkinan, proses tersebutlah yang dapat mengurangi gejala-gejala yang timbul pada

penyakit Alzheimer.

13

Page 14: Isi Metodologi Penelitian (Nida Nabilah Akmal 2011730074)

BAB III

KERANGKA TEORI

3.1 Skema Kerangka Teori

3.2 Hipotesis

Konsumsi ekstrak kunyit berpengaruh terhadap penyembuhan penyakit

Alzheimer.

3.3 Operasionalisasi Hipotesis

1. Variabel Bebas: Mengonsumsi ekstrak kunyit

Definisi operasional: mengonsumsi ekstrak kunyit yang diekstrak dalam 1 gelas air

sebanyak 3 kali dalam 1 minggu selama 3 bulan

Level of Measurement: Nominal(mengonsumsi ekstrak kunyit atau tidak

mengonsumsi ekstrak kunyit)

2. Variabel Tergantung: Pengobatan Penyakit Alzheimer

Definisi operasional: berkurangnya tanda dan gejala setelah dilakukan anamnesis,

pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.

Level of Measurement: Ordinal (berkurang atau tidak)

3. Variabel Luar: Usia

Definisi operasional: Usia responden terhitung sejak berusia 40 tahun

Level of Measurement: Ratio (sesuai range usia dari pasien)

4. Variabel Luar: Jenis kelamin

Definisi operasional: petanda gender seseorang

Level of Measurement: Nominal

(Wanita atau Pria)

14

Variabel BebasMengonsumsi ekstrak

kunyit

Variabel TergantungPengobatan Penyakit

Alzheimer

Variabel Luar Usia Jenis Kelamin

Page 15: Isi Metodologi Penelitian (Nida Nabilah Akmal 2011730074)

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

RancanganEksperimental

Rancangan penelitian ini berbasis studi eksperimental menggunakan metode

Rancangan Acak dengan cara percobaan klinik kepada subyek penelitian yang dipilih

secara acak menjadi tiga kelompok untuk dilakukan tiga perlakuan. kelompok pertama

diberikanekstrak kunyit, kelompok kedua diberikan ekstrak kunyit dan obat kimiawi, dan

kelompok ketiga sebagai kelompok kontrol hanya diberikan obat kimiawi saja sesuai

dosis yang dianjurkan, kemudian dilakukan observasi dan evaluasi kepada sampel yang

dipilih terhadap perubahan gejala klinis berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik,

dan pemeriksaan penunjang.

4.2 Skema Rancangan Penelitian

r = o – x – o

o – o

4.3 Subjek Penelitian

Diambil dari kelompok masyarakat di Rumah Sakit dari usia 40-60 tahun.

Subjek diambil secara random sebanyak 30 orang. Dibagi secara random menjadi 3

kelompok yaitu 10 orang menjadikelompokperlakuan 1 (diberikan ekstrak kunyit), 10

orang menjadi kelompok perlakuan 2 (diberikan ekstrak kunyit dan obat-obatan

kimiawi), dan 10 orang lagi menjadi kontrol (hanya diberikan obat-obatan kimiawi).

4.4 Cara Pengumpulan Data

• Pra – Konsumsi

Dilakukananamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang kepada pasien

mengenai tanda dan gejala yang dirasakan.

• Pasca – Konsumsi

Dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang kepada pasien

apakah ada pengurangan gejala setelah mengonsumsi ekstrak kunyit.

15

Page 16: Isi Metodologi Penelitian (Nida Nabilah Akmal 2011730074)

BAB V

HASIL PENELITIAN

5.1 Tabel Hasil Penelitian

Data Subjek Perlakuan 1 Pra-konsumsi

Nama Jenis

kelamin

Usia Frekuensi minum

ekstrak kunyit/minggu

Skor berdasarkan

alur diagnostik

A Laki-laki 45 3 kali 8

B Perempua

n

50 - 6

C Laki-laki 48 2 kali 4

D Laki-laki 49 - 7

E Perempua

n

52 1 kali 6

F Perempua

n

51 - 5

G Laki-laki 50 - 4

H Laki-laki 45 3 kali 5

I Perempua

n

54 - 4

J Laki-laki 46 - 7

Data Subjek Perlakuan 2 Pra-Konsumsi

Nama Jenis

kelamin

Usia Frekuensi minum

ekstrak kunyit/minggu

Skor berdasarkan

alur diagnostik

U Laki-laki 47 - 8

V Perempua

n

56 - 4

W Laki-laki 48 3 kali 5

X Laki-laki 49 - 6

Y Perempua 51 2 kali 7

16

Page 17: Isi Metodologi Penelitian (Nida Nabilah Akmal 2011730074)

n

Z Perempua

n

57 - 6

AA Laki-laki 58 - 6

AB Laki-laki 42 1 kali 5

AC Perempua

n

54 - 4

AD Laki-laki 44 - 3

Data Subjek Kontrol

Nama Jenis

kelamin

Usia Frekuensi minum

ekstrak kunyit/minggu

Skor berdasarkan

alur diagnostik

K Laki-laki 49 - 7

L Perempua

n

50 - 4

M Laki-laki 47 - 5

N Laki-laki 49 - 6

O Perempua

n

55 - 6

P Perempua

n

52 - 5

Q Laki-laki 53 - 7

R Laki-laki 45 - 5

S Perempua

n

50 - 8

T Perempua

n

51 - 5

Data Subjek Perlakuan 1 Pasca-konsumsi

Nama Jenis

kelamin

Usia Frekuensi minum

ekstrak kunyit/minggu

Skor berdasarkan

alur diagnostik

A Laki-laki 45 3 kali 6

B Perempua 50 3 kali 5

17

Page 18: Isi Metodologi Penelitian (Nida Nabilah Akmal 2011730074)

n

C Laki-laki 48 3 kali 4

D Laki-laki 49 3 kali 5

E Perempua

n

52 3 kali 2

F Perempua

n

51 3 kali 3

G Laki-laki 50 3 kali 3

H Laki-laki 45 3 kali 3

I Perempua

n

54 3 kali 2

J Laki-laki 46 - 6

Data Subjek Perlakuan 2 Pasca-Konsumsi

Nama Jenis

kelamin

Usia Frekuensi minum

ekstrak kunyit/minggu

Skor berdasarkan

alur diagnostik

U Laki-laki 47 - 4

V Perempua

n

56 - 3

W Laki-laki 48 3 kali 2

X Laki-laki 49 - 3

Y Perempua

n

51 2 kali 4

Z Perempua

n

57 - 2

AA Laki-laki 58 - 3

AB Laki-laki 42 1 kali 4

AC Perempua

n

54 - 3

AD Laki-laki 44 - 2

18

Page 19: Isi Metodologi Penelitian (Nida Nabilah Akmal 2011730074)

Data Subjek Kontrol

Nama Jenis

kelamin

Usia Frekuensi minum

ekstrak kunyit/minggu

Skor berdasarkan

alur diagnostik

K Laki-laki 49 - 6

L Perempua

n

50 - 3

M Laki-laki 47 - 5

N Laki-laki 49 - 5

O Perempua

n

55 - 6

P Perempua

n

52 - 5

Q Laki-laki 53 - 6

R Laki-laki 45 - 4

S Perempua

n

50 - 7

T Perempua

n

51 - 5

5.2 Uji Statistik Penelitian

Rumus yang digunakan untuk mengetahui apakah ada pengaruh mengonsumsi

ekstrak kunyit terhadap perubahan gejala yang bermakna antara kelompok perlakuan

1, 2, dan 3 (kontrol) adalah menggunakan rumus Anova.

Deviasi

Deviasi

Perlakuan 1

Deviasi

Perlakuan 2

Deviasi Perlakuan

3 (Kontrol)

2 4 1

1 1 1

0 3 0

2 3 1

4 3 0

19

Page 20: Isi Metodologi Penelitian (Nida Nabilah Akmal 2011730074)

2 4 0

1 3 1

2 1 1

2 1 1

1 1 0

Dik: n1 = 10 n2 = 10 n3 = 10

x1 = 1,7 x2 = 1,26 x3 = 0,6

s1 = 1,06 s2 = 2,4 s3 = 0,52

x (grand mean)= (n1.x1) + (n2.x2) + (n3.x3)

n1+n2+n3

= (10.1,7) + (10.1,26) + (10.0,6)

10+10+10

= 1,57

df = n1 + n2 + n3 - 3 = 27

1. Ho = Tidak ada perbedaan skor gejala pada Penyakit Alzheimer berdasarkan alur

diagnostik pada kelompok perlakuan 1, kelompok perlakuan 2, dan kelompok perlakuan

3.

Ha = Ada perbedaan skor gejala pada Penyakit Alzheimer berdasarkan alur diagnostik

pada kelompok perlakuan 1, kelompok perlakuan 2, dan kelompok perlakuan 3.

2. S2b = 8,23

S2w= 0,95

F = Sb 2 = 8,66

Pv < 0,005

3. Uji Hipotesis

Pv< α (Ho ditolak)

4. Kesimpulan:

Ada perbedaan yang signifikan skor gejala pada Penyakit Alzheimer berdasarkan alur

diagnostik pada kelompok perlakuan 1, kelompok perlakuan 2, dan kelompok perlakuan

3.

5.3 Analisis

20

Page 21: Isi Metodologi Penelitian (Nida Nabilah Akmal 2011730074)

Hasil perhitungan menghasilkan nilai P < 0,005 yang lebih kecil daripada nilai

alpha (0,05) maka dapat diputuskan Ho ditolak. Jadi, dengan menggunakan alpha 5 % dapat

disimpulkan bahwa secara statistik ada perbedaan yang signifikan skor gejala berdasarkan

alur diagnostik pada ketiga perlakuan, minimal 1 pasang kelompok berbeda. Kelompok

perlakuan 2 menunjukkan perbedaan selisih skor gejala yang paling besar daripada kelompok

perlakuan 1 dan kontrol.

Jadi, ekstrak kunyit berpengaruh terhadap perubahan gejala pada sampel secara

signifikan menghasilkan perubahan gejala berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik,

dan pemeriksaan penunjang sebelum dan sesudah perlakuan. Hasil perbedaan yang paling

besar ditunjukkan oleh kelompok 2, yaitu dengan pemberian ekstrak kunyit dan obat-obatan

kimiawi. Oleh karena itu, kombinasi ekstrak kunyit dan obat-obatan kimiawi dapat menjadi

terapi alternatif yang paling efektif untuk Penyakit Alzheimer.

BAB VI

PENUTUP

6.1 Kesimpulan

Pada terapi Demensia tipe Alzheimer ringan sampai sedang dapat digunakan

rivastigmin, karena rivastigmin tidak melibatkan fungsi sitokrom P-450 pada proses

metabolismenya, sehingga tidak berinteraksi dengan obat-obat lain yang menggunakan

fungsi sistem sitokrom P-450 dalam proses metabolisme, selain itu, rivastigmin juga tidak

21

Page 22: Isi Metodologi Penelitian (Nida Nabilah Akmal 2011730074)

meningkatkan serum alanine aminotransferase dan tidak menyebabkan reaksi

hepatotoksik, rivastigmin juga mempunyai kelebihan, yaitu berperan sebagai

butyrylcholineesterase inhibitor.

Sebagai obat alternatif, dapat digunakan kunyit. Kunyit memiliki zat aktif yang

disebut sebagai curcumin, yang akan mendorong kerja enzim hemeoxygenase (HO-1),

yang berperan dalam melawan molekul ”radikal bebas” penyebab kerusakan sel.

Kemungkinan, proses tersebutlah yang dapat mengurangi gejala-gejala yang timbul pada

penyakit Alzheimer.

Berdasarkan hasil statistik, ekstrak kunyit berpengaruh terhadap perubahan gejala

pada sampel secara signifikan menghasilkan perubahan gejala berdasarkan hasil

anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang sebelum dan sesudah

perlakuan. Hasil perbedaan yang paling besar ditunjukkan oleh kelompok 2, yaitu

dengan pemberian ekstrak kunyit dan obat-obatan kimiawi. Oleh karena itu, kombinasi

ekstrak kunyit dan obat-obatan kimiawi dapat menjadi terapi alternatif yang paling

efektif untuk Penyakit Alzheimer.

6.2 Saran

1. Sebagai usaha preventif progresivitas penyakit Alzheimer, maka sebaiknya

masyarakat dan klinisi mengenali gejala-gejala yang dapat terjadi, sehingga dapat

diberikan terapi yang sesuai.

2. Konsumsi kunyit yang sering terdapat pada makanan sehari-hari diduga mengurangi

progresivitas penyakit Alzheimer. Disarankan penderita mengkonsumsi kunyit

mengingat mudahnya penggunaan kunyit dan zat aktif yang terdapat di dalam kunyit

ditemukan pada makanan sehari-hari, seperti sup kari. Kunyit juga tidak beracun,

dengan kata lain, kunyit tidak memiliki efek samping.

3. Para peneliti sebaiknya memperhatikan proses-proses yang menyebabkan kerusakan

pada neuron, sehingga obat-obat yang digunakan pada terapi Demensia tipe

Alzheimer dapat lebih terfokus pada faktor penyebab atau etiologi, maupun pada

proses penghambatan atau inhibisi (remming) dari berkembangnya penyakit, selain

itu, perlu juga diupayakan terapi terhadap kelainan neurotransmitter lain yang

menyertai penyakit Alzheimer.

22

Page 23: Isi Metodologi Penelitian (Nida Nabilah Akmal 2011730074)

DAFTAR PUSTAKA

Sabri, Luknis & Hastono, Sutanto Priyo. 2013. Statistik Kesehatan. Jakarta: Rajawali Pers.

Nugroho, Nurfina A. 1998. Manfaat dan prospek pengembangan kunyit. Ungaran:Trubus

Agriwidya. 86 hal.

Soedibyo, BRA Mooryati. 1998. Alam sumber kesehatan, manfaat dan kegunaan: kunyit.

Cet.1. Jakarta: Balai Pustaka: 230-231.

Fratiglioni L. Clinical diagnosis of alzheimer disease and other dementia in population

survey. Arc.Neurol. 1992(49):927-932

23

Page 24: Isi Metodologi Penelitian (Nida Nabilah Akmal 2011730074)

McKhan Guy et al. Clinical diagnosis of alzheimer disease. Report of the NINCDSADRDA

Work group neurology, Neurology 1984(34):939-943

24