bab 1-3 nida abis sidang perbaikan lagi

48
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anemia hipokrom mikrositer merupakanh anemia yang didapatkan dengan nilai indeks entritnya kurang dari normal yaitu MCV <80, MCH < 26, MCHC <32 sebagian besar anemia hipokrom mikrositer ini sering ditemukan pada keadaan anemia defisiensi besi. 1 Risiko Anemia defisiensi besi pada ibu hamil lebih tinggi dibandingkan dengan wanita tidak hamil, penyebabnya adalah pada ibu hamil diperlukan kebutuhan zat besi yang meningkat. Komplikasi Anemia defisiensi besi pada ibu baik dalam kehamilan, persalinan dan nifas yaitu dapat mengakibatkan abortus, partus prematurus, partus lama, perdarahan post partum karena atonia uteri, infeksi intra partum maupun post partum. Anemia berat dengan Hb kurang 7 gr % dapat mengakibatkan dekompensatio cordis. Sedangkan komplikasi dapat terjadi pada hasil konsepsi yaitu kematian 1

Upload: angga

Post on 09-Dec-2015

244 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

nida

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Anemia hipokrom mikrositer merupakanh anemia yang didapatkan dengan

nilai indeks entritnya kurang dari normal yaitu MCV <80, MCH < 26, MCHC

<32 sebagian besar anemia hipokrom mikrositer ini sering ditemukan pada

keadaan anemia defisiensi besi.1

Risiko Anemia defisiensi besi pada ibu hamil lebih tinggi dibandingkan

dengan wanita tidak hamil, penyebabnya adalah pada ibu hamil diperlukan

kebutuhan zat besi yang meningkat. Komplikasi Anemia defisiensi besi pada ibu

baik dalam kehamilan, persalinan dan nifas yaitu dapat mengakibatkan abortus,

partus prematurus, partus lama, perdarahan post partum karena atonia uteri,

infeksi intra partum maupun post partum. Anemia berat dengan Hb kurang 7 gr %

dapat mengakibatkan dekompensatio cordis. Sedangkan komplikasi dapat terjadi

pada hasil konsepsi yaitu kematian mudigah, kematian perinatal, prematuritas,

cacat bawaan dan cadangan zat besi kurang.2

Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2010 kejadian Defisiensi

Besi pada ibu hamil sekitar 35-37%, serta semakin meningkat seiring dengan

pertumbuhan usia kehmilan. Anemia defisiensi besi cenderung lebih tinggi di

negara sedang berkembang dari pada Negara  maju, kejadian Anemia defisiensi

besi dinegara berkembang sebesar 36% di negara yang sedang berkembang

menderita Anemia defisiensi besi, sedangkan di negara maju hanya sekitar 8%.3

1

1

Data Badan penelitian dan pengembangan Kemenkes RI tahun 2010 AKI di

Indonesia berada pada angka 226 dengan target 118 pada tahun 2014. Salah satu

faktor utama kematian ibu melahirkan adalah perdarahan, sebesar 43% dari angka

kematian akibat perdarahan disebabkan oleh kejadian Anemia Defisiensi Besi

dalam kehamilan. Anemia defisiensi zat besi diperkirakan sebesar 25-40% dialami

remaja putri, hal ini berkaitan dengan siklus menstruasi, kebiasaan makan cepat

saji dan kurangnya asupan zat besi.4

Berdasarkan data Dinas Kesehatan Propinsi Lampung tahun 2011, angka

kejadian Anemia defisiensi besi pada ibu hamil di Provinsi Lampung sebesar

1.702 orang (21,1%) dan meningkat ditahun 2012 menjadi sebesar 1.944 orang

(27,5%). Prevalensi derajat kejadian Anemia Defisiensi Besi dalam kehamilan di

Propinsi Lampung Anemia ringan sebesar 40,32%, Anemia sedang 36,6% dan

Anemia berat sebanyak 3,32%.5

Salah satu cara menegakkan diagnosa Anemia Defisiensi Besi adalah

pemeriksaan darah, akan tetapi terkadang penderita thalassemia terutama yang

ringan (Thalassemia beta trait) sering salah terdiagnosa sebagai Anemia

Defisiensi Besi. Hal ini dikarenakan gejala yang dialami penderita dan gambaran

laboratorium terutama hapusan darah yang hampir sama. Gambaran hapusan

darah tepi berupa hipokrom mikrositer dapat ditemukan pada keadaan Defisiensi

Besi ataupun thallasemia. Untuk meminimalisir kesalahan tersebut perlu dihitung

berapakah Mentzer Indexnya. Didapat dari pembagian MCV dengan jumlah

eritrosit (MCV/RBC), apabila hasilnya >13 berarti Anemia defisiensi Fe,

sedangkan bila <13 berarti thalassemia beta trait.6

2

Berdasarkan pada latar belakang diatas maka peneliti tertarik melakukan

penelitian tentang kesesuaian Indeks Mentzer dengan gambaran morfologi

eritrosit pada pasien Anemia Hipokrom Mikrositer yang di periksa di

Laboratorium Patologi Klinik RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung

tahun 2013.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah diatas maka rumusan

masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: “apakah terdapat

kesesuaian Indeks Mentzer dengan gambaran morfologi eritrosit pada pasien

Anemia Hipokrom Mikrositer yang di periksa di Laboratorium Patologi

Klinik RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung tahun 2013.”?.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Diketahui kesesuaian Indeks Mentzer dengan gambaran morfologi eritrosit pada

pasien Anemia Hipokrom Mikrositer yang di periksa di Laboratorium Patologi

Klinik RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung tahun 2013.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Diketahui distribusi frekuensi Indeks Mentzer pada pasien Anemia Hipokrom

Mikrositer yang di periksa di Laboratorium Patologi Klinik RSUD Dr. H. Abdul

Moeloek Provinsi Lampung tahun 2013.

3

2. Diketahui distribusi frekuensi gambaran morfologi eritrosit pada pasien

Anemia Hipokrom Mikrositer yang di periksa di Laboratorium Patologi Klinik

RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung tahun 2013.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi institusi Malahayati.

Sebagai bahan referensi dan kepustakaan khususnya bagi Mahasiswa Kedokteran

Universitas Malahayati tentang kesesuaian Indeks Mentzer dengan gambaran

morfologi eritrosit pada pasien Anemia hipokrom mikrositer.

1.4.2 Bagi Tempat Penelitian

Diharapkan dapat menjadi bahan informasi bagi klinisi di laboratorium Patologi

Klinik RSUD dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung tentang kesesuaian Indeks

Mentzer dengan gambaran morfologi eritrosit pada pasien Anemia Hipokrom

Mikrositer sehingga diagnosa Anemia Hipokrom Mikrositer didapat secara akurat.

1.4.3 Bagi Peneliti

Sebagai informasi untuk menambah wawasan dan informasi tentang kesesuaian

Indeks Mentzer dengan gambaran morfologi eritrosit pada pasien Anemia

Hipokrom Mikrositer serta aplikasi ilmu metodelogi penelitian.

1.4.4 Bagi Peneliti Selanjutnya

Sebagai data awal untuk penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan kesesuaian

Indeks Mentzer dengan gambaran morfologi eritrosit pada pasien Anemia

hipokrom mikrositer.

4

1.5 Ruang Lingkup

Jenis penelitian adalah kuantitatif, desain penelitian deskriptif. Subyek dalam

penelitian ini adalah pasien Anemia Defisiensi Besi, objek penelitian adalah

kesesuaian Indeks Mentzer dengan gambaran morfologi eritrosit pada pasien

Anemia hipokrom mikrositer, lokasi penelitian dilakukan di Laboratorium

Patologi Klinik RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung pada bulan

Januari 2014.

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anemia

2.1.1 Pengertian Anemia

Anemia adalah suatu keadaan tubuh yang ditandai defisiensi jumlah sel darah

merah atau jumlah hemoglobin dalam sel darah merah berada di bawah normal

sehingga tidak memenuhi fungsinya untuk menyediakan oksigen bagi jaringan

tubuh.7

Anemia didefinisikan sebagai berkurangnya kadar hemoglobin darah, nilai

normal dapat bervariasi antar laboratorium kadar hmoglobin biasanya kurang dari

13,5 gr / dl pada pria dewasa dan kurang dari 11,5 gr / dl pada wanita dewasa.8

2.1.2 Kriteria Anemia

Parameter yang umum dipakai untuk menunjukkan penurunan masa eritrosit

adalah kadar hemoglobin, hematokrit dan hitung eritrosit. Ketiga parameter ini

saling bersesuaian. Harga normal hemoglobin sangat bervariasi secara fisiologik

tergantung pada umur, jenis kelamin, adanya kehamilan dan ketinggian tempat

tinggal. Oleh karena itu perlu ditentukan titik pemilah (Cut off point) di bawah

kadar mana kita anggap terdapat Anemia. WHO menetapkan cut off point Anemia

untuk keperluan penelitian lapangan seperti terlihat pada tabel berikut :9

Tabel 2.1Klasifikasi Anemia Menurut WHO

6

6

Kelompok Kriteria Anemia ( Hb )

Laki-laki dewasa

Perempuan dewasa tidak hamil

Perempuan hamil

Anak umur 6-14 tahun

Hemoglobin < 13 g/dl

Hemoglobin < 12 g/dl

Hemoglobin < 11 g/dl

Hemoglobin < 12 g/dl

Sumber: 9

2.1.3 Etiologi Anemia

Berdasarkan morfologi disebutkan bahwa anemia merupakan suatu kumpulan

gejala yang disebabkan oleh bermacam-macam penyebab. Pada dasarnya Anemia

disebabkan oleh sebagai berikut:10

a. Gangguan pembentukan eritrosit oleh sumsum tulang belakang.

b. Kehilangan zat besi yang berlebihan pada pendarahan termasuk haid yang

berlebihan, sering melahirkan dengan jarak yang dekat.

c. Proses penghancuran eritrosit dalam tubuh sebelum waktunya.

d. Kekurangan zat besi, vitamin B12 atau asam folat.

e. Kurangnya mengkonsumsi makanan kaya zat besi, terutama yang berasal dari

sumber hewani yang mudah diserap.

2.1.4 Tanda dan Gejala Umum Anemia

Gejala umum Anemia disebut sebagai sindrom Anemia. Gejala umum Anemia

atau sindrom Anemia adalah gejala yang timbul pada emua jenis Anemia pada

kadar hemoglobin yang sudah menurun sedemikian rupa di bawah titik tertentu.

7

Gejala ini timbul karena anoksia organ target dan mekanisme kompensasi tubuh

terhadap penurunan hemoglobin. Gejala tersebut apabila di klasifikasikan menurut

organ yang terkena adalah sebagai berikut :10

a. Sistem kardiovaskuler: lesu, cepat lelah, palpitasi, takikardi, sesak waktu

kerja, angina pictoris dan gagal jantung.

b. Sistem saraf: sakit kepala, pusing, telinga mendenging, mata berkunang-

kunang, kelemahan otot, lesu, perasaan dingin pada ekstremitas.

Berdasarkan penyebab, Anemia kehamilan di Indonesia Anemia dibagi

menjadi 4 yaitu.1

1. Anemia Defisiensi Besi paling sering dijumpai dalam kehamilan akibat

kekurangan besi, kurang masuknya unsur besi dengan makanan, gangguan

reabsorpsi, gangguan penggunaan atau karena terlampau banyaknya besi

keluar dari badan, misalnya pada pendarahan. Pada trimester terakhir

kehamilan, keperluan zat besi bertambah, sehingga bila asupan zat besi tidak

ditambah, maka akan terjadi Anemia Defisiensi Besi.

2. Anemia megaloblastik disebabkan karena defisiensi asam folat (B12), hal ini

erat hubungannya dengan defisiensi makanan. Asam folat terutama terdapat

dalam daging, susu dan sayuran yang hijau penurunan absorbsi asam folat

jarang ditemukan karena absorbsi terjadi diseluruh saluran cerna.

Anemia Aplastik, adalah kondisi dimana sumsum tidak dapat berproduksi

maksimal sehingga sel darah baru tidak mencukupi untuk proses penggantian

sel darah lama. Pada kasus anemia biasa, umumnya hanya jumlah sel darah

merah yang rendah, tetapi pada anemia aplastik, jumlah sel darah merah, sel

8

darah putih, dan platelet menjadi sangat rendah. Hal ini dapat terjadi akibat

paparan racun, radiasi, reaksi terhadap obat atau virus, dan efek pada

perbaikan DNA serta gen

3. Anemia hemolitik disebabkan karena penghancur sel darah merah

berlangsung lebih cepat dari pembuatanya. Ini dapat disebabkan oleh Faktor

intrakorpuskuler dijumpai pada Anemia hemolitik heriditer talasemia,

Anemia sel sabit dan paraksimal noctural. Faktor ektrakorpuskuler

disebabkan malaria, sepsis, keracunan zat logam, obat-obatan dan lain-lain.

Gejala utama adalah Anemia dengan kelainan-kelainan gambaran darah

adalah kelelahan, kelemahan, serta gejala komplikasi bila terjadi kelainan

pada organ - organ vital. Pengobatannya bergantung pada jenis Anemia

hemolitik serta penyebabnya. Bila disebabkan oleh infeksi maka infeksinya

diberantas dan diberikan obat-obatan, hal ini tidak memberi hasil. Maka

tranfusi darah yang berulang dapat membantu penderita pada Anemia berat

untuk mengurangi bahaya hipoksia janin.

2.1.5 Patofisiologi Anemia

Timbulnya Anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum tulang atau

kehilangan sel darah merah berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum tulang

dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi, invasi tumor, atau akibat penyebab yang

tidak diketahui. Sel darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemolisis.

Lisis sel darah merah terjadi dalam sel fagositik atau dalam sistem retikulo

endotelial, terutama dalam hati dan limpa. Sebagai hasil sampingan dari proses

tersebut, bilirubin yang terbentuk dalam fagosit akan memasuki aliran darah.

9

Apabila sel darah merah mengalami penghancuran dalam sirkulasi, maka

hemoglobin akan berkurang dalam plasma. Apabila konsentrasi plasmanya

melebihi kapasitas hemoglobin plasma, hemoglobin akan berdifusi dalam

glomerulus ginjal dan ke dalam urin.10

2.2 Anemia Hipokrom Mikrositer

Anemia Hipokrom Mikrositer dapat disebabkan karena:11

a. Kehilangan besi (perdarahan menahun)

b. Asupan yang tidak adekuat / absorbsi besi yang kurang

c. Kebutuhan besi yang meningkat

2.2.1 Kemungkinan yang terjadi pada anemia Mikrositer adalah :

a. Anemia defisiensi besi (gangguan besi)

b. Anemia pada penyakit kronik (gangguan besi)

c. Thalasemia (gangguan globin)

d. Anemia sideroblastik (gangguan protoporfirin)

2.2.2 Patofisiologi anemia Hipokrom Mikrositer

Tergantung dari penyebabnya

1. Anemia defisiensi besi terjadi dalam 3 tahap

Tahap 1 (tahap prelaten), dimana yang terjadi penurunan hanya kadar feritin

(simpanan besi) Tahap 2 (tahap laten), dimana feritin dan saturasi transferin

turun (tetapi Hb masih normal) Tahap 3 (tahap definisi besi), dimana feritin,

saturasi transferin dan Hb turun (eritrosit menjadi mikrositik hipokrom)

2. Anemia pada penyakit kronis

10

Anemia ini biasanya bersifat sekunder, dalam arti ada penyakit primer yang

mendasarinya. Perbedaan anemia ini dengan anemia defisiensi besi tampak

pada feritin yang tinggi dan TIBC yang rendah

3. Anemia sideroblastik

Terjadi karena adanya gangguan pada rantai protoporfirin. Menyebabkan besi

yang ada di sumsum tulang meningkat sehingga besi masuk ke dalam eritrosit

yang baru terbentuk dan menumpuk pada mitokondria perinukleus.

4. Thalasemia

Terjadi karena gangguan pada rantai globin. Thalasemia dapat terjadi karena

sintesis Hb yang abnormal dan juga karena berkurangnya kecepatan sintesis

rantai alfa atau beta yang normal.

2.3 Anemia Defisiensi Besi

2.3.1 Fungsi Besi (Fe)

Besi merupakan mineral mikro yang paling banyak terdapat di dalam tubuh

manusia yaitu sebanyak 3-5 gr / dl di dalam  tubuh manusia dewasa. Besi

mempunyai beberapa fungsi esensial di dalam tubuh yaitu : Sebagai alat angkut

oksigen dari paru-paru kejaringan tubuh, sebagai alat angkut electron di dalam sel,

dan sebagai bagian terpadu berbagai reaksi enzim di dalam jaringan tubuh. Selain

itu besi berperan pula pada metabolisme energi walaupun terdapat luas di dalam

makanan banyak penduduk dunia mengalami kekurangan besi, termasuk di

Indonesia. Kekurangan  besi sejak tiga puluh tahun terakhir di akui berpengaruh

terhadap produktifitas kerja, penampilan kognitif, dan sistem kekebalan10

2.3.2 Metabolisme Zat Besi

11

Zat besi terdapat pada seluruh sel tubuh kira-kira 40-50 mg/kilogram berat

badan. Hampir seluruhnya dalam bentuk ikatan kompleks dengan protein. Ikatan

ini kuat dalam bentuk organik, yaitu sebagai ikatan non ion dan lebih lemah dalam

bentuk anorganik, yaitu sebagai ikatan ion. Besi mudah mengalami oksidasi atau

reduksi. Kira-kira 70 % dari Fe yang terdapat dalam tubuh merupakan Fe

fungsional atau esensial, dan 30 % merupakan Fe yang nonesensial Sumber besi

adalah makanan hewani seperti daging, ayam, dan ikan. Sumber baik lainya

adalah telur, serealie tumbuk, kacang-kacangan, sayuran hijau, dan beberapa jenis

buah. Disamping jumlah besi perlu diperhatikan pula kualitas besi di dalam

makanan atau yang disebut juga ketersediaan biologi (bioavailability). Pada

umumnya  besi di dalam daging, ayam dan ikan mempunyai ketersediaan biologik

tinggi, besi didalam serealia dan kacang-kacangan mempunyai ketersediaan

biologik sedang, dan besi didalam sebagian besar sayuran terutama yang

mengandung asam oksalat tinggi seperti bayam mempunyai ketersediaan biologik

rendah.

2.3.3 Pengertian Anemia Defisiensi Besi

Anemia Defisiensi Besi atau kekurangan zat besi yang disebabkan karena,

kurang masuknya unsur besi dengan makanan, gangguan reabsorpsi, gangguan

penggunaan atau karena terlampau banyaknya besi keluar dari badan, misalnya

pada pendarahan. Pada trimester terakhir kehamilan, keperluan akan besi

bertambah, apabila masuknya besi tidak ditambah, maka mudah terjadi Anemia

Defisiensi Besi. Apabila pada pemeriksaan kehamilan hanya Hb yang diperiksa

12

dan Hb itu kurang dari 11 gr / dl /100ml. Maka wanita dapat dianggap sebagai

penderita Anemia Defisiensi Besi. 6

Anemia Defisiensi Besi ditandai dengan kadar hemoglobin kurang dari 11,0

gr / dl per 100 mm (10 gr/dl) yang disebabkan kekurangan zat besi. Proses

kekurangan zat besi sampai menjadi Anemia melalui beberapa tahap awalnya

terjadi penurunan simpanan cadangan zat besi. Bila belum juga dipenuhi dengan

masukan zat besi, lama kelamaan timbul gejala Anemia disertai penurunan Hb.6

2.3.4 Diagnosa Anemia Defisiensi Besi

Untuk menegakan diagnosis Anemia Defisiensi Besi dapat di lakukan dengan

anamnesa. Pada anamnesa akan didapatkan keluhan – keluhan sebagai berikut

cepat lelah, sering pusing, wajah pucat, mata berkunang – kunang, dan keluhan

mual – muntah yang lebih hebat. Pemeriksaan Hb dapat digolongkan sebagai

berikut:12

1. Hb 11 gr % : Tidak Anemia

2. Hb 9-10 gr % : Anemia ringan

3. Hb 7-8 gr% : Anemia sedang

4. Hb < 7 gr% : Anemia berat

2.3.5 Etiologi Anemia Defisiensi Besi

Menurut Bakta (2006) Anemia Defisiensi Besi dapat disebabkan oleh karena

rendahnya asupan besi, gangguan absorbsi, serta kehilangan besi akibat

perdarahan menahun:6

13

2.3.5.1 Kehilangan Besi

Kehilangan besi sebagai akibat perdarahan menahun dapat berasal dari:

a). Saluran cerna: akibat dari tukak peptik, pemakaian salisilat atau NSAID,

kanker lambung, divertikulosis, hemoroid, dan infeksi cacing tambang.

b). Saluran genitalia (perempuan): menorrhagia.

c). Saluran kemih: hematuria.

d). Saluran nafas: hemoptisis

2.3.5.2 Faktor Nutrisi

Yaitu akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan (asupan yang kurang)

atau kualitas besi (bioavailabilitas) besi yang rendah.

2.3.5.3 Kebutuhan Besi Meningkat

Kebutuhan besi meningkat, seperti pada prematuritas, anak dalam masa

pertumbuhan, dan kehamilan.

2.3.5.4 Gangguan Absorbsi Besi

Gangguan absorbsi besi, seperti pada gastrektomi dan kolitis kronik, atau

dikonsumsi bersama kandungan fosfat (sayuran), tanin (teh dan kopi), polyphenol

(coklat, teh, dan kopi), dan kalsium (susu dan produk susu)

2.2.5 Manifestasi Klinis

Gejala yang khas dijumpai pada Defisiensi Besi, tetapi tidak dijumpai pada

Anemia jenis lain adalah:14

14

1. Koilonychia, yaitu kuku sendok (spoon nail), kuku menjadi rapuh, bergaris-

garis vertikal dan menjadi cekung sehingga mirip sendok.

2. Atrofi papil lidah, yaitu permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena

papil lidah menghilang.

3. Stomatitis angularis (cheilosis), yaitu adanya keradangan pada sudut mulut

sehingga tampak sebagai bercak berwarna pucat keputihan.

4. Disfagia, yaitu nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofarin

2.3.6 Patofisilogi Anemia Defisiensi Besi

2.3.6.1 Metabolisme Besi

Menurut Wirakusumah (2009) besi yang terdapat di dalam tubuh orang

dewasa sehat berjumlah lebih dari 4 gr/dl. Besi tersebut berada di dalam sel-sel

darah merah atau hemoglobin (lebih dari 2,5 g), myoglobin (150 mg), phorphyrin

cytochrome, hati, limpa sumsum tulang (> 200-1500 mg). Ada dua bagian besi

dalam tubuh, yaitu bagian fungsional yang dipakai untuk keperluan metabolik dan

bagian yang merupakan cadangan. Hemoglobin, mioglobin, sitokrom, serta enzim

hem dan nonhem adalah bentuk besi fungsional dan berjumlah antara 25-55

mg/kg berat badan. Sedangkan besi cadangan apabila dibutuhkan untuk fungsi-

fungsi fisiologis dan jumlahnya 5-25 mg/kg berat badan. Ferritin dan hemosiderin

adalah bentuk besi cadangan yang biasanya terdapat dalam hati, limpa dan

sumsum tulang. Metabolisme besi dalam tubuh terdiri dari proses absorpsi,

pengangkutan, pemanfaatan, penyimpanan dan pengeluaran.13

15

2.3.6.2 Stadium Anemia Defisiensi Besi

Dua kausa tersering penyebab Anemia adalah Defisiensi Besi dan kehilangan

darah akut. Tidak jarang keduanya saling berkaitan erat karena pengeluaran darah

yang berlebihan disertai hilangnya besi hemoglobin dan terkurasnya simpanan

besi.6

Anemia Defisiensi Besi terjadi dalam 3 tahap, tahap 1 (tahap prelaten),

dimana yang terjadi penurunan hanya kadar feritin (simpanan besi), tahap 2 (tahap

laten), dimana feritin dan saturasi transperin turun tetapi Hb masih normal, tahap

3 (tahap Defisiensi Besi), dimana feritin, saturasi transferin dan Hb turun (eritrosit

menjadi mikrositik hipokrom).14

Perdarahan menahun yang menyebabkan kehilangan besi atau kebutuhan besi

yang meningkat akan dikompensasi tubuh sehingga cadangan besi makin

menurun. Jika cadangan besi menurun, keadaan ini disebut keseimbangan zat besi

yang negatif, yaitu tahap deplesi besi (iron depleted state). Keadaan ini ditandai

oleh penurunan kadar feritin serum, peningkatan absorbsi besi dalam usus, serta

pengecatan besi dalam sumsum tulang negatif.6

Apabila kekurangan besi berlanjut terus maka cadangan besi menjadi kosong

sama sekali, penyediaan besi untuk eritropoesis berkurang sehingga menimbulkan

gangguan pada bentuk eritrosit tetapi Anemia secara klinis belum terjadi. Keadaan

ini disebut sebagai iron deficient erythropoiesis. Pada fase ini kelainan pertama

yang dijumpai adalah peningkatan kadar free protophorphyrin atau zinc

protophorphyrin dalam eritrosit. Saturasi transferin menurun dan kapasitas ikat

besi total (total iron binding capacity = TIBC) meningkat, serta peningkatan

16

reseptor transferin dalam serum. Apabila penurunan jumlah besi terus terjadi

maka eritropoesis semakin terganggu sehingga kadar hemoglobin mulai

menurun.6

2.3.7 Pengobatan Anemia

Penyebab yang mendasari sedapat mungkin diobati. Sebagai tambahan,

diberikan besi untuk mengoreksi anemia dan memulihkan cadangan besi.11

2.3.7.1 Besi Oral

Preparat yang terbaik adalah sulfat yang harganya murah, mengandung 67 mg

besi dalam tiap tablet 200 mg (anhidrat) dan paling baik diberikan pada keadaan

perut kosong dalam dosis yang berjarak sedikitnya 6 jam. Jika timbul efek

samping (mis: mual, nyeri perut, konstipasi, atau diare), dapat dikurangi dengan

memberikan besi bersama makanan atau menggunakan preparat dengan

kandungan besi yang lebih rendah, misalnya , ferro glukonat yang lebih sedikit

mengandung besi (37 mg) per tablet 300 mg. Eliksir tersedia untuk anak-anak.

Preparat lepas lambat sebaiknya tidak di berikan. 11

Terapi besi oral harus diberikan cukup lama untuk mengoreksi Anemia dan

untuk memulihkan cadangan besi tubuh, yang biasanya memberikan hasil setelah

penggunaan selama sedikitnya 6 bulan. Hemoglobin harus meningkat dengan

kecepatan sekitar 2 g/dl tiap 3 minggu. Respon retikulosit tingginya sebanding

dengan derajat Anemia. Kegagalan respon terhadap pemberian besi oral mungkin

disebabkan oleh beberapa hal yaitu: perdarahan berkelanjutan, tidak makan tablet

Fe, Salah diagnosis, khususnya pembawa sifat thalasemia, Anemia sideroblastik,

defisiensi campuran, defisiensi vitamin B12 atau folat yang bersamaan, penyebab

17

anemia yang lain, misalnya keganasan, inflamasi, malabsorpsi, ini adalah

penyebab yang jarang, penggunaan preparat lepas landas, yang semuanya harus

dipertimbangkan sebelum menggunakan besi. 11

2.3.7.2 Besi Parenteral

Besi-sorbitol-sitrat (Jectofer) diberikan sebagai injeksi intramuskular dalam yang

berulang, sedangkan Ferri hidroksida-sukrosa (Venofer) diberikan melalui injeksi

intravena lambat atau infus. Mungkin terjadi reaksi hipersensitivitas atau

anafilaktoid dan oleh karena itu besi parenteral hanya diberikan jika di anggap

perlu untuk memulihkan besi tubuh secara cepat, contohnya pada kehamilan tua

atau pasien yang menjalani terapi eritropoeitin atau jika pemberian besi oral tidak

efektif atau tidak praktis Respon hematologik terhadap pemberian besi parenteral

tidak lebih cepat dibandingkan dengan respons terhadap pemberian dosis besi oral

yang mencukupi, tetapi cadangan besi tubuh dapat pulih dalam waktu yang jauh

lebih cepat. 11

2.3.8 Gejala Anemia Defisiensi Besi

Gejala awal defisiensi besi tidak ada atau tidak spesifik (misalnya, kelelahan,

kelemahan, pusing, dispnea ringan dengan tenaga). Gejala dan tanda lain mungkin

termasuk pucat dan, jika terjadi Anemia berat, akan mengalami takkardi atau

hipotensi. Anda beberapa gejala yang Anemia ini meliputi:6

1. Merasa lelah atau lemah

2. Kulit pucat progresif dari kulit

3. Denyut jantung cepat

4. Sesak napas

18

5. Sering pusing

6. Mata berkunang-kunang,

7. Malaise

8. Nafsu makan turun (anoreksia)

2.3.9 Pencegahan Anemia Defisiensi Besi

Pencegahan Anemia Defisiensi Besi dapat dilakukan dengan:11

1. Pemberian tablet tambah darah pada pekerja atau lama suplementasi selama

3- 4 bulan untuk meningkatkan kadar hemoglobin, karena kehidupan sel darah

merah hanya sekitar 3 bulan atau kehidupan eritrosit hanya berlangsung selama

120 hari, maka 1/20 sel eritrosit harus diganti setiap hari atau tubuh memerlukan

20 mg zat besi perhari. Tubuh tidak dapat menyerap zat besi (Fe) dari makanan

sebanyak itu setiap hari, maka suplementasi zat besi tablet tambah darah sangat

penting dilakukan.

2. Mengkonsumsi makanan - makanan yang kaya akan zat besi, asam folat

maupun vitamin B12. Makanan ini bisa didapatkan pada sayuran hijau, seperti

kacang-kacangan. Sumber zat besi lainnya terdapat pada makanan gandum, roti

sereal , daging.

3. Hindari minum teh, kopi, dan cokelat berdekatan dengan waktu makan.

Minuman itu mengandung zat pitat dan tanin yang menghambat penyerapan zat

besi oleh tubuh.

4. Cuci tangan dengan sabun sebelum makan. Hal ini untuk menghindari adanya

infeksi cacing yang juga dapat menyebabkan Anemia.

19

5. Pemenuhan zat besi, vitamin B12 dan asama folat dari luar, seperti

mengkonsumsi suplemen.

2.3.10 Pengobatan Anemia Defisiensi Besi

Pemerintah telah menyediakan preparat besi untuk dibagikan kepada

masyarakat sampai keposyandu. Contoh preparat Fe diantaranya Barralat,

Biosanbe, Iberet, Vitonal, dan Hemaviton. Semua preparat tersebut dapat dibeli

bebas.9

Terapi Anemia Defisiensi Besi adalah dengan preparat besi oral dan

parenteral, Terapi oral ialah dengan pemberian preparat besi sulfat, fero gluconat

atau noferobisirat. Pemberian preparat 60 mg/hari dapat menaikkan kadar Hb

sebanyak 1 gr% /bulan. Kini program nasional mengajurkan kombinasi 60 mg

besi dan 50 mg asam folat untuk profilaksis Anemia. Pemberian preparat parental

yaitu dengan forum dextran sebanyak 1000 mg (20 ml) intervena atau 2 x 10

ml/im. Pada gluteus, dapat meningkatkan Hb relatif lebih cepat yaitu 2 gr %

pemberian parenteral ini mempunyai indikasi. Intoleransi besi pada traktus

gastrointestinal, Anemia yang berat, dan kepatuhan yang buruk.9

2.4 Pemeriksaan Laboratorium Anemia Defisiensi Besi

2.4.1 Gambaran Morfologi Darah Tepi

Gambaran morfologi darah tepi dari Anemia Defisiensi Besi dapat di lihat dari

hapusan darah di bawah ini. Ukuran eritrosit berbeda-beda cenderung lebih kecil

dari normal (mikrositik) dan adanya hipokrom:15 Berdasarkan pembesaran 1000x

dapat kita lihat lebih jelas morfologi dari sel darah merah. Terdapat bentukan

20

eritrosit yang gepeng berbentuk seperti pensil (pencil cells atau cigar cells).

Gambaran morfologi darah tepi dari Anemia Defisiensi Besi pembesaran 1000x

dapat dilihat pada gambar 2.1 dibawah ini. 15

Gambar 2.1 Morfologi darah Anemia Defisiensi Besi pembesaran 1000x Sumber: www.healthwomen.com

2.4.2 Pemeriksaan Darah Rutin

1. Hemoglobin (Hb)

Hemoglobin adalah parameter status besi yang memberikan suatu ukuran

kuantitatif tentang beratnya kekurangan zat besi setelah Anemia berkembang.

Pada pemeriksaan dan pengawasan Hb dapat dilakukan dengan menggunakan alat

sederhana seperti Hb Sachli. Hasil pemeriksaan Hb pada Anemia Desisiensi Besi

didapat < 11 gr/dl %.15

2. Penentuan Indeks Eritrosit

21

Penentuan indeks eritrosit secara tidak langsung dengan flowcytometri atau

menggunakan rumus:15

a. Mean Corpusculer Volume (MCV)

MCV adalah volume rata-rata eritrosit, MCV akan menurun apabila kekurangan

zat besi semakin parah, dan pada saat Anemia mulai berkembang. MCV

merupakan indikator kekurangan zat besi yang spesiflk setelah Thalasemia dan

Anemia penyakit kronis disingkirkan. Dihitung dengan membagi hematokrit

dengan angka sel darah merah. Nilai normal 70-100 fl, mikrositik < 70 fl dan

makrositik > 100 fl. 15

b. Mean Corpuscle Haemoglobin (MCH)

MCH adalah berat hemoglobin rata-rata dalam satu sel darah merah. Dihitung

dengan membagi hemoglobin dengan angka sel darah merah. Nilai normal 27-31

pg, mikrositik hipokrom < 27 pg dan makrositik > 31 pg. 15

c. Mean Corpuscular Haemoglobin Concentration (MCHC)

MCHC adalah konsentrasi hemoglobin eritrosit rata-rata dihitung dengan

membagi hemoglobin dengan hematokrit. Nilai normal 30-35% dan hipokrom <

30%.15

3. Eritrosit Protoporfirin (EP)

EP diukur dengan memakai haematofluorometer yang hanya membutuhkan

beberapa tetes darah dan pengalaman tekniknya tidak terlalu dibutuhkan. EP naik

pada tahap lanjut kekurangan besi eritropoesis, naik secara perlahan setelah

serangan kekurangan besi terjadi. Keuntungan EP adalah stabilitasnya dalam

22

individu, sedangkan besi serum dan jenuh transferin rentan terhadap variasi

individu yang luas. 15

4. Besi Serum (Serum Iron = SI)

Besi serum peka terhadap kekurangan zat besi ringan, serta menurun setelah

cadangan besi habis sebelum tingkat hemoglobin jatuh. Keterbatasan besi serum

karena variasi diurnal yang luas dan spesitifitasnya yang kurang. Besi serum yang

rendah ditemukan setelah kehilangan darah maupun donor, pada kehamilan,

infeksi kronis, syok, pireksia, rhematoid artritis, dan malignansi. Besi serum

dipakai kombinasi dengan parameter lain, dan bukan ukuran mutlak status besi

yang spesifik. 15

5. Eritrosit

Dalam keadaan Defisiensi Besi, nilai Ht akan menurun setelah formasi Hb

terganggu. Pada awal Defisiensi Besi, konsentrasi Hb yang sedikit menurun akan

menunjukkan nilai Ht yang normal. Hanya pada keadaan Anemia Defisiensi Besi

berat yang akan menurunkan nilai Ht.15

6. Transferin Iron Binding Capacity (TIBC)

TIBC merupakan jumlah besi yang dapat berikatan dengan transferin. g/dl. Secara

bersamaan, SI Normal TIBC berkisar antara 300 sampai 360 dan TIBC

digunakan untuk menghitung persen saturasi transferin dengan besi (SI : TIBC =

persen saturasi). Dalam keadaan normal besi seimbang, persen saturasi adalah

antara 20-50 persen. Ketika itu berada di bawah 20 persen, eritroid sumsum tulang

sulit mendapatkan cukup besi untuk mensuport peningkatan level eritropoesis.

23

Ketika persen saturasi melebihi 50-60 persen, besi dilepaskan untuk peningkatan

jaringan parenkim, menghasilkan besi yang menumpuk berisi hepatocytes, otot

jantung, kulit, dan kelenjar pituitary. 15

7. Indek Mentzer

Indek Mentzer digunakan untuk mengetahui MCV atau volume eritrosit rata-rata

dibagi Red Blood Cell (RBC) atau jumlah eritrosit dalam darah. Apabila hasilnya

>13 berarti Anemia defisiensi Fe. 15

2.4.3 Pemeriksaan Sumsum Tulang

Pemeriksaan sumsum tulang masih dianggap sebagai pemeriksaan standar yang

dipakai untuk penilaian cadangan besi, walaupun mempunyai beberapa

keterbatasan. Pemeriksaan histologis sumsum tulang dilakukan untuk menilai

jumlah hemosiderin dalam sel-sel retikulum. Tanda karakteristik dari kekurangan

zat besi adalah tidak ada besi retikuler. Keterbatasan metode ini seperti sifat

subjektifnya sehingga tergantung keahlian pemeriksa, jumlah struma sumsum

yang memadai dan teknik yang dipergunakan.15

Sedangkan dari pemeriksaan BMP (Bone Marrow Puncture) yang perlu dilihat

adalah cadangan Fe, dimana pada penderita Anemia Defisiensi Besi cadangan Fe

nya negatif. Pada hapusan bisa dilihat tidak ada warna kebiruan atau kehijauan

yang menandakan cadangan Fe.

2.5 Hubungan Indeks Mentzer Dengan Gambaran Morfologi Eritrosit

Gejala klinis Thalassemia bervariasi tergantung tipe dan patofisiologinya.

Pada penderita thalassemia beta, gejala klinisnya lebih berat karena rantai alfa

24

yang bebas tidak larut sehingga menjadi sangat beracun terhadap sel prekursor

dari sel darah merah.  Menurut gejala klinik, secara umum dibagi menjadi tiga,

yaitu thalassemia trait, minor, dan mayor. Pada thalassemia trait tidak

menimbulkan gejala, penderita berperan sebagai silent carrier. Pada thalassemia

minor biasanya menunjukkan gejala anemia ringan. Sedangkan penderita

thalassemia mayor menunnjukkan gejala anemia berat, ikterus, gagal jantung

kongestif, splenomegali, dan mongoloid facies.

Klinis sering dihadapkan dengan kasus Anemia pada populasi dimana

prevalensi talasemia yang tinggi sehingga terkadang penderita Thalassemia

terutama yang ringan (Thalassemia beta trait) sering salah terdiagnosa sebagai

Anemia defisiensi Fe. Hal ini dikarenakan gejala yang dialami penderita dan

gambaran laboratorium terutama hapusan darah yang hampir sama. Untuk

meminimalisir kesalahan tersebut Indeks Mentzer dapat membantu membedakan

diagnosis antara Anemia dengan talasemia. Indeks Mentzer didapat dari

pembagian MCV dengan jumlah eritrosit (MCV/RBC). Apabila hasilnya > 13

berarti Anemia Defisiensi Fe, sedangkan bila ≤ 13 berarti Thalassemia beta trait.6

2.6 Kerangka Teori

Kerangka teori merupakan gambaran dari teori dimana suatu riset berasal

atau dikaitkan.16

25

Asupan zat besi rendah

Perdarahan

Gambar 2.2 Kerangka teori 6

2.7 Kerangka Konsep

Kerangka konsep dalam suatu penelitian adalah kerangka yang berhubungan

antara konsep-konsep yang akan diteliti atau diukur melalui penelitian yang akan

dilakukan.16

26

Anemia Hipokrom Mikrositer

Tahap prelaten / deplesi besi (iron depleted state)

Anemia Hipokrom Mikrositer

Gambaran Morfologi Eritrosit

Gambaran morfologi eritrosit

Indeks Mentzer

Indeks Mentzer

Tahap laten / Iron deficient erythropoiesis

Gambar 2.3 Kerangka Konsep

Berdasarkan kerangka konsep diatas dapat digambarkan bahwa peneliti akan

mencari kesesuaian Indeks Mentzer dengan gambaran morfologi eritrosit pada

pasien Anemia Hipokrom Mikrositer yang di periksa di Laboratorium Patologi

Klinik RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung tahun 2013.

2.8 Pertanyaan Penelitian

Bagaimanakah kesesuaian Indeks Mentzer dengan gambaran morfologi eritrosit

pada pasien Anemia Hipokrom Mikrositer yang di periksa di Laboratorium

Patologi Klinik RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung tahun 2013?.

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

27

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasional

analitik yaitu jenis penelitian untuk mendapatkan mencari hubungan antara

variabel independent dan dependent.16

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian akan dilakukan di Laboratorium Patologi Klinik RSUD dr. H.

Abdul Moeloek Provinsi Lampung.

3.2.2 Waktu Penelitian

Waktu penelitian akan dilakukan pada bulan Desember 2013.

3.3 Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian yang akan di gunakan dalam penelitian ini

menggunakan pendekatan cross sectional yaitu desain penelitian yang bertujuan

untuk mencari hubungan atau perbedaan antara faktor resiko dengan faktor efek

melalui pengamatan atau observasi antar variabel yang dilakukan secara

bersamaan dalam satu waktu.16 Rancangan penelitian cross sectional bertujuan

untuk mencari kesesuaian Indeks Mentzer dengan gambaran morfologi eritrosit

pada pasien Anemia Hipokrom Mikrositer yang di periksa di Laboratorium

Patologi Klinik RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung tahun 2013.

3.4 Populasi dan Sampel

3.4.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian yang akan diteliti.17 Populasi dalam

penelitian ini adalah seluruh pasien Anemia Hipokrom Mikrositer yang di periksa

28

di Laboratorium Patologi Klinik RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung

tahun 2013.

3.4.2 Sampel

Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang akan diteliti

dan dianggap mewakili seluruh populasi.17 Sampel dalam penelitian ini adalah

pasien Anemia Hipokrom Mikrositer yang di periksa di Laboratorium Patologi

Klinik RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung tahun 2013.

3.5 Variabel Penelitian

Variabel adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat atau ukuran yang

dimiliki atau didapatkan oleh satuan penelitian tentang suatu konsep pengertian

tertentu.16 Variabel dalam penelitian adalah variabel tunggal yaitu kesesuaian

Indeks Mentzer dengan gambaran morfologi eritrosit pada pasien Anemia

Hipokrom Mikrositer.

3.6 Definisi Operasional

Definisi operasional adalah batasan pada variabel-variabel yang diamati atau

diteliti untuk mengarahkan kepada pengukuran atau pengamatan terhadap

variabel-variabel yang bersangkutan serta pengembangan instrumen atau alat

ukur.18

Tabel 3.1Definisi operasional

Variabel Definisi operasional

Alat ukur Cara ukur Hasil ukur Skala ukur

Indeks mentzer pada

Pemeriksaan Mean Corpuscular

Hematologi Amalyzer

PenghitunganMCV

0. Anemia jika indeks mentzer

Ordinal

29

18

pasien Anemia Hipokrom Mikrositer

Volume (MCV) atau volume eritrosit rata-rata dibagi Red Blood Cell (RBC) atau jumlah eritrosit dalam darah.

∑ RBC > 13

1. Thalassemia jika indeks mentzer ≤ 13

Gambaran morfologi eritrosit pada pasien Anemia Hipokrom Mikrositer

Pencitraan eritrosit hasil pemeriksaan hematologi

Mikroskop dan sediaan

apusan darah tepi

Pemeriksaan morfologi darah tepi

0. Hipokrom

1. Normokrom

Ordinal

3.7 Pengumpulan Data

3.7.1 Alat Pengumpul Data

Alat pengumpul data Indeks Mentzer adalah hematologi amalyzer dan

gambaran morfologi eritrosit pada pasien Anemia Hipokrom Mikrositer dalam

penelitian ini adalah mikroskop dan sediaan apusan darah tepi.

3.7.2 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data indeks mentzer adalah penghitungan MCV / ∑ RBC

Hasil pemeriksaan hematologi amalyzer dan Teknik pengumpulan data morfologi

eritrosit pada pasien Anemia Hipokrom Mikrositer adalah pemeriksaan morfologi

darah tepi secara langsung oleh peneliti kemudian data langsung dikumpulkan

pada hari itu.

3.7 Pengolahan Data

Pengolahan data dalam penelitian ini dengan melalui 4 tahap yaitu sebagai

berikut:19

3.7.1 Editing

30

Kegiatan untuk melakukan pengecekan isian jawaban responden apakah sudah

lengkap, jelas dan relevan.

3.8.2 Coding

Kegiatan merubah data berbentuk huruf menjadi data berbentuk angka atau

bilangan untuk mempermudah entry data.

3.7.3 Processing

Proses pengentryan data dari kuesioner ke program komputer agar dapat

dianalisis.

3.7.4 Cleaning

Kegiatan pengecekan kembali data yang dientri kedalam komputer tidak terdapat

kesalahan.

3.8 Analisis Data

Setelah data terkumpul kemudian data tersebut dianalisa, analisa data

dilakukan menggunakan distribusi frekuensi presentase univariat dan bivariat.

3.9.1 Analisa univariat

Analisa univariat menggunakan rumus prosentase untuk melihat distribusi

frekuensi variabel.20 Adapun rumus prosentase menggunakan bantuan program

komputer.

3.9.2 Analisa bivariat

Analisa bivariat untuk menguji hubungan antara variabel independent variabel

dependen. Uji statistik yang dilakukan dalam penelitian adalah chi square. Taraf

31

kesalahan yang digunakan adalah 5%, untuk melihat hasil kemaknaan perhitungan

statistic digunakan batas kemaknaan 0,05. Berarti jika p value ≤ 0,05 maka

hasilnya bermakna yang artinya Ho ditolak dan Ha diterima.20.

32