isi diare
DESCRIPTION
isi diareTRANSCRIPT
1
BAB 2. TINJAUAN TEORI
2.1 Pengertian
Diare adalah defekasi encer lebih dari 3 kali sehari dengan/atau tanpa
darah dan/atau lendir dalam tinja (Betz, 2010). Diare diartikan sebagai buang air
besar (defekasi) dengan feses yang berbentuk cair atau setengah cair (setengah
padat), dengan demikian kandungan air pada feses lebih banyak daripada biasanya
(Daldiyono, 2006). Diare merupakan pengeluaran feses yang sering, berupa cairan
abnormal, dan encer (Apriningsih, 2009). Diare dapat digolongkan menjadi
ringan, sedang, atau berat; akut atau kronis; meradang atau tidak meradang.
Gangguan ini merupakan manifestasi dari transportasi cairan dan elektrolit yang
abnormal.
Diare juga ada yang membedakan menjadi diare akut dan diare kronis.
Diare akut ialah diare yang terjadi secara mendadak pada bayi dan anak yang
sebelumnya sehat. Pada diare yang berlanjut lebih dari dua minggu disertai
kehilangan berat badan atau tidak bertambah berat badannya selama masa tersebut
disebut sebagai diare kronik. Sedangkan menurut Daldiyono (2006) diare kronis
berarti diare yang melebihi jangka waktu 15 hari sejak awal diare. Batasan waktu
15 hari tersebut merupakan suatu kesepakatan karena banyaknya usul untuk
menentukan batasan waktu diare kronik.
Definisi diare diartikan sebagai buang air besar yang tidak normal atau
bentuk tinja yang encer dengan frekuensi lebih banyak dari biasanya (Staf
pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1998).
Diare didefinisikan sebagai pengeluaran feses yang lunak dan cair. Urgensi
adalah sensasi defekasi yang tidak dapat ditunda. Ini dapat mengindikasikan
adanya iritabilitas rectum tetapi dapat pula terjadi ketika volume feses yang cair
terlalu banyak, sehingga menyebabkan rectum terlalu penuh sebagai tempat
penimbunan. Frekuensi hanya menggambarkan jumlah feses yang dikeluarkan
dan dapat atau tidak berhubungan dengan urgensi atau diare. Diare berdarah selalu
patologis dan biasanya mengindikasikan salah satu bentuk colitis atau yang
2
lainnya. Infeksi sering menjadi penyebab diare sementara akut. Diare pada pagi
hari yang berubah menjadi feses yang normal/butiran pada siang hari jarang
merupakan hal yang patologis. Diare yang terjadi pada pasien yang dirawat
meungkin disebabkan oleh infeksi Clostridium difficile (Sachasin, 2008).
2.2 Epidemiologi
Diare akut merupakan diferensiasi dari diare kronis dengan catatan, diare
berlangsung selama tidak lebih dari tiga minggu pada anak-anak atau empat
minggu pada bayi. Diare akut merupakan salah satu masalah yang paling banyak
terjadi pada anak-anak kurang dari lima tahun dan penyebab utama kematian anak
di negara-negara berkembang (Sujono, 2006). Diare infeksius yang akut dan
tersebar luas di seluruh penjuru dunia menyebabkan lebih dari 4 juta kematian
setiap tahunnya pada anak-anak balita, khususnya di negara berkembang tempat
diare infeksius yang akut menjadi penyebab utama malnutrisi kalori protein dan
dehidrasi (Isselbacher et.al, tanpa tahun).
Diare merupakan masalah umum yang ditemukan di seluruh dunia. Di
Amerika Serikat keluhan diare menempati peringkat ketiga dari daftar keluhan
pasien pada ruang praktik dokter, sementara di beberapa rumah sakit di Indonesia
data menunjukkan diare karena infeksi terdapat peringkat pertama sampai dengan
keempat pasien dewasa yang datang berobat ke rumah sakit. Di negara maju
diperkirakan insiden sekitar 0,5-2 episode/orang/tahun sedangkan di negara
berkembang lebih dari itu. Di Amerika Serikat dengan penduduk sekitar 200 juta
diperkirakan 99 juta episode diare akut pada dewasa terjadi setiap tahunnya.WHO
memperkirakan ada sekitar 4 miliar kasus diare akut setiap tahun dengan
mortalitas 3-4 juta pertahun. Bila angka itu diterapkan di Indonesia, setiap tahun
sekitar 100 juta episode diare pada orang dewasa per tahun. Dari laporan surveilan
terpadu tahun 1989 jumlah kasus diare didapatkan 13,3 % di puskesmas, di rumah
sakit didapat 0,45% pada penderita rawat inap dan 0,05 % pasien rawat jalan.
Beberapa faktor epidemiologis penting dipandang untuk mendekati pasien
diare yang disebabkan oleh infeksi. Makanan atau minuman terkontaminasi,
3
bepergian, penggunaan antibiotik, HIV positif atau AIDS, merupakan petunjuk
penting dalam mengidentifikasi pasien berisiko tinggi untuk diare infeksi.
2.3 Etiologi
Menurut Brunner & Suddarth (2001), penyebab diare ditinjau dari
patofisiologinya yaitu:
1. Diare sekresi (virus/kuman, hiperperistaltik usus halus, defisiensi
imun/SigA).
2. Diare osmotik (malabsorpsi makanan, kurang energi protein, bayi berat
badan lahir rendah)
Penyebab diare ditinjau dari jenis diare yang diderita yaitu:
1. Diare akut
a. Rotavirus merupakan penyebab diare nonbakteri (gastroenteritis) yang
paling sering
b. Bakteri penyebab diare akut antara lain organisme Eschericia coli dan
Salmonella serta Shigella. Diare akibat toksin Clostridium difficile
dapat diberikan terapi antibiotik.
c. Penyebab lain diare akut adalah infeksi lain (misal infeksi traktus
urinarius dan pernapasan atas), pemberian makan yang berlebihan,
antibiotik, toksin yang teringesti, irritable bowel syndrome,
enterokolitis, dan intoleransi terhadap laktosa.
2. Diare kronis biasanya dikaitkan dengan satu atau lebih penyebab berikut
ini:
a. Sindrom malabsorpsi
b. Defek anatomis
c. Reaksi alergik
d. Intoleransi laktosa
e. Respons inflamasi
f. Imunodefisiensi
g. Gangguan motilitas
h. Gangguan endokrin
4
i. Parasit
j. Diare nonspesifik kronis
3. Faktor predisposisi diare antara lain usia yang masih kecil, malnutrisi,
penyakit kronis, penggunaan antibiotik, air yang terkontaminasi, sabitasi
atau higiene buruk, pengolahan dan penyimpanan makanan yang tidak
tepat.
Etiologi diare dapat dibagi dalam beberapa faktor, yaitu:
a. Faktor infeksi
1) Infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan yang merypakan penyebab
utama diare pada anak. Infeksi enteral ini meliputi sebagai berikut.
a) Infeksi bakteri: Vibrio, E.coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter,
Yersinia, Aeromonas dan sebagainya.
b) Infeksi virus: Enteroovirus (Virus ECHO, Coxsackie, Poliomyelitis),
Adenovirus, Rotavirus, astrovirus dan lain-lain.
c) Infeksi parasit: Cacing (Ascaris, Trichiuris, oxyuris, strongyloides),
Protozoa (Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Trichomonas
hominis), jamur (Candida albicans).
2) Infeksi parenteral yaitu infeksi di bagian tubuh lain di luar alat pencernaan,
seperti Otitis media akut (OMA), tonsilofaringitis, bronkopneumonia,
endefalitis dan sebagainya. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan
anak berumur di bawah 2 tahun.
b. Faktor malabsorpsi
1) Malabsorpsi karbohidrat: disakarida (intoleransi laktosa, maltosa dan
sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa). Pada
bayi dan anak yang tersering ialah intoleransi laktrosa.
2) Malabsorpsi lemak.
3) Malabsorpsi protein.
a) Faktor makanan: makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan;
b) Imunodefisiensi;
c) Faktor psikologis: rasa takut dan cemas (Staf pengajar Ilmu Kesehatan
Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1998).
5
c. Faktor enzim
Ada enzim yang mempengaruhi terjadinya diare yaitu enzim laktosa.
Enzim laktosa tersebut biasanya terdapat pada produk susu yang diproduksi
oleh pabrik yang awalnya dari air susu hewan. Dalam susu sapi terdapat 50
mg laktosa perliter. Sebagian ahli juga berpendapat bahwa laktosa juga
berguna dalam mematangkan susunan saraf pusat (otak) bayi, karena ia
dibutuhkan dalam pembentukan sarung serabut saraf. Dalam kandungan susu
sebetulnya laktosa sangat dibutuhkan dalam tubuh bayi atau anak, sehingga
biasanya keluarga penderita dianjurkan untuk sementara tidak mengkonsumsi
susu formula yang dikonsumsi.
Pada diare yang berlanjut lebih dari dua minggu disertai kehilangan berat
badan atau tidak bertambah berat badannya selama masa tersebut disebut sebagai
diare kronik (Suharyono dalam Suandi, 1999: 61). Penyebab diare kronik ialah
infeksi usus, alergi protein, enteropati sensitif gluten, fibrosis sistik, defisiensi
imun dan penyakit hati. Faktor yang sering pula menyebabkan diare kronik adalah
defisiensi laktase dan malabsorpsi laktosa. Diare infeksius yang akut dan tersebar
luas di seluruh penjuru dunia menyebabkan lebih dari 4 juta kematian setiap
tahunnya pada anak-anak balita, khususnya di negara berkembang tempat diare
infeksius yang akut menjadi penyebab utama malnutrisi kalori protein dan
dehidrasi. Faktor-faktor yang turut menjadi penyebab adalah pembuangan limbah
serta pengadaan air bersih yang tidak memadai, lingkungan yang penuh sesak
serta kurangnya kebersihan perorangan, kemiskinan, kurangnya akses pada
pelayanan kesehatan dan kurangnya pendidikan (Isselbacher et.al, tanpa tahun).
6
2.4 Klasifikasi
Menurut Sachasin (2008), terdapat beberapa klasifikasi diare yaitu:
No Klasifikasi Tanda gejala
1 Berdasarkan waktu
a. Akut
1. Disentri
2. Kolera
3. Bukan disentri atau
kolera
b. Kronik
1. Diare osmotik
2. Diare sekretorik
3. Diare inflamasi
Disertai darah dan lendir
Diare profus seperti cucian air beras, berbau khas
Tinja cair, lunak, dengan atau tanpa darah
Faktor malabsorbsiGangguan transportKerusakan dan kematian eritrosit, ada darah
2 Berdasarkan derajad dehidrasi
a. Tanpa dehidrasi
b. Dengan dehidrasi
1. Ringan
2. Sedang
BB menurun 3-5% dan volume cairan yg hilang ≤ 50 ml/KgBB,Tidak ada gejala atau gejala tidak mencolok,Terlihat agak lesu, haus, dan rewel
BB menurun 9-6% dan volume cairan yg hilang ≤ 50-90 ml/KgBB,Ditemukan 2 atau lebih gejalaGelisah, cengeng, kehausan, mata cekung dan kulit keriput
BB menurun 10% dan volume cairan yg hilang ≥100 ml/KgBB,BAB cair dan muntah terus menerus, kesadaran menurun, lemas sekali,
7
3. Berat
mengantuk, tidak bisa minum, tidak mau makan, mata cekung, bibir kering dan biru, kadang dengan kejang dengan panas tinggi
2.5 Tanda dan Gejala
Manifestasi klinis berdasarkan tingkat keparahan diare yaitu:
1. Diare ringan dengan karakteristik sedikit pengeluaran feses yang encer
tanpa gejala lain.
2. Diare sedang dengan karakterisitk pengeluaran feses cair atau encer
beberapa kali, peningkatan suhu tubuh, muntah dan iritabilitas
(kemungkinan), tidak ada tanda-tanda dehidrasi (biasanya), dan kehilangan
berat badan atau kegagalan menambah berat badan.
3. Diare berat dengan karakteristik pengeluaran feses yang banyak, gejala
dehidrasi sedang sampai berat, terlihat lemah, menangis lemah, iritabilitas,
gerakan yang tak bertujuan, respons yang tidak sesuai, dan kemungkinan
letargi, sangat lemah, atau terlihat koma.
4. Gejala-gejala terkait dapat meliputi demam, mual, muntah, dan batuk
(Betz, 2010).
8
Tabel Bentuk Klinis Diare
Sumber: WHO (2005)
Manifestasi klinis yang bisa muncul dari diare adalah sebagai berikut.
a. Anak menjadi cengeng.
b. Gelisah.
c. Suhu badan dapat meningkat.
d. Nafsu makan berkurang atau tidak ada.
e. Tinja makin cair dan mungkin mengandung darah atau lender.
f. Warna tinja berubah menjadi kehjau-hijauan karena tercampur empedu.
g. Anus dan sekitarnya lecet karena tinja menjadi asam.
h. Muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare.
i. Dehidrasi bila telah banyak kehilangan air dan elektroli.
j. Berat adan menurun.
k. Ubun-ubun besar menjadi cekung pada bayi.
l. Tonus dan turgor kulit berkurang.
m. Turgor kulit menurun.
n. Frekuensi nafas cepat.
o. Denyut nadi cepat.
9
p. Tekanan darah menurun.
q. Ujung-ujung ekstremitas dingin, dan terkadang terjadi sianosis (Mansjoer,
2008).
2.6 Patofisiologi
Pada dasarnya, diare terjadi bila terdapat gangguan transport terhadap air
dan elektrolit pada saluran pencernaan. Mekanisme gangguan tersebut ada lima
kemungkinan (Daldiyono dalam Priyanto dan Lestari, 2009:85) yaitu:
a. Osmolaritas intraluminer yang meningkat (diare osmotik)
b. Sekresi cairan dan elektrolit meningkat (diare sekretorik)
c. Absorpsi elektrolit berkurang
d. Motilitas usus yang meningkat (hiperperistaltik) atau waktu transit yang
pendek
e. Sekresi eksudat (diare eksudat)
Patofisiologi berdasarkan penyebabnya yaitu:
1. Enterotoksin bakteri menginvasi dan menghancurkan sel-sel epitel usus,
menstimulasi sekresi cairan dan elektrolit dari sel kripta mukosa.
2. Penghancuran sel-sel mukosa vili oleh virus menyebabkan penurunan
kapasitas untuk absorpsi cairan dan elektrolit karena area permukaan usus
yang lebih kecil.
3. Patofisiologi diare kronis bergantung pada penyebab utamanya.
Perubahan-perubahan yang terjadi pada diare akut adalah kehilangan
cairan, perubahan keseimbangan asam basa, hipoglikemia, gangguan gizi dan
gangguan sirkulasi. Dari segi nutrisi, diare akut berakibat buruk terhadap keadaan
gizi melalui empat mekanisme yakni:
1. Pemasukan makanan berkurang oleh karena anoreksia, kebiasaan
mengurangi/meniadakan pemberian makanan
2. Absorpsi makanan berkurang oleh karena kerusakan mukosa usus, vili
menjadi pendek dan atrofi dan enzim laktase dan disakarida lainnya
berkurang
3. Metabolisme dan endokrin fungsinya terganggu pada keadaan infeksi
sistemik
10
4. Kehilangan langsung cairan dan elektrolit serta kehilangan nitrogen
melalui tinja dan keluarnya plasma protein dan darah karena kerusakan
jaringan usus
Mekanisme terjadinya diare kronik ada bermacam-macam tergantung dari
penyakit dasarnya. Diare kronik dapat disebabkan oleh satu atau beberapa dari
mekanisme tersebut sehingga akibat yang ditimbulkan semakin berat. Gejala
klinik diare lebih dari dua minggu dengan disertai intoleransi dan atau infeksi
enteral atau sepsis; biasanya disertai pula gangguan gizi. Tinja yang dihasilkan
bisa berair, berlemak, dan berdarah (Fitzgerald dan Clark dalam Suandi, 1999:
65).
Diare kronik dapat dikategorikan secara patofisiologi sebagai diare
inflamasi, diare osmotik (malabsorpsi), diare sekretori, gangguan motilitas usus
dan diare faktisius.
1. Diare inflamatorik
Umumnya ditandai oleh gejala panas, nyeri tekan abdomen, adanya darah
atau leukosit di dalam tinja dan lesi inflamtorik yang terlihat pada hasil
biopsi mukosa intestinal.
2. Diare osmotik
Terjadi jika larutan yang ditelan tidak diserap seluruhnya dalam usus halus
sehingga timbul kekuatan osmotik yang akan menarik cairan ke dalam
lumen intestinal. Peningkatan volume cairan di dalam lumen usus melebihi
kemampuan kolon untuk penyerapan kembali. Larutan yang tidak terserap
dapat berupa nutrien atau obat yang mengalami maldigesti atau
malabsorpsi. Gejala klinis biasanya dikenal karena malabsorpsi lemak atau
karbohidrat. Gambaran klinisnya yaitu perbaikan keadaan diare setelah
pasien berpuasa; tinja yang banyak, berlemak, dan berbau busuk,
penurunan berat badan; defisiensi nutrien; kesenjangan osmotik pada air
feses.
3. Diare sekretorik
Ditandai oleh volume feses yang besar akibat transportasi cairan dan
elektrolit yang abnormal tetapi tidak selalu berhubungan dengan konsumsi
makanan. Karena itu, diare biasanya tetap terjadi sekalipun pasien
11
berpuasa. Istilah diare cair sering digunakan sebagai sinonim untuk diare
sekretorik. Gambaran klinisnya yaitu diare yang encer dan tetap terjadi
setelah pasien berpuasa; dehidrasi; efek sistemik lain oleh hormon; dan
tidak adanya jarak osmotik pada air feses.
4. Perubahan motilitas usus
Diare dapat dihubungkan dengan gangguan yang menyerang motilitas
usus. Yang paling sering adalah Irritate Bowel Syndrome, di mana diare
tipikal berubah dengan konstipasi dan mungkin disertai dengan nyeri
abdomen, lewatnya mukus dan rasa evakuasi tidak lengkap. Gambaran
klinisnya diare yang silih berganti dengan konstipasi, gejala neurologis;
kelainan yang mengenai kandung kemih.
5. Diare faktisius
Diare semu mengalami induksi sendiri oleh pasien dan dapat diakibatkan
oleh infeksi usus, tambahan air atau urin pada feses, atau pengobatan
sendiri dengan laksatif. Biasanya perempuan, diarenya encer dengan
hipokalemia, lemah, dan edema.
2.6 Komplikasi dan Prognosis
2.6.1 Komplikasi
Beberapa komplikasi dari diare menurut Suandi (1999) adalah :
a. Hipokalemia (dengan gejala matiorisme hipotoni otot lemah bradikardi
perubahan elektrokardiogram).
b. Hipokalsemia
c. Cardiac dysrhythimias akibat hipokalemia dan hipokalsemia
d. Hiponatremi
e. Syok hipovalemik
f. Asidosis respiratorik
g. Dehidrasi
2.6.2 Prognosis
12
Dengan penggantian cairan yang adekuat, perawatan yang mendukung, dan
terapi antimikrobial jika diindikasikan, prognosis diare infeksius hasilnya sangat
baik dengan morbiditas dan mortalitas yang minimal. Seperti kebanyakan
penyakit, morbiditas dan mortalitas ditujukan pada anak-anak dan lansia.
2.7 Pengobatan
Pada banyak kasus mungkin tidak dapat ditemukan penyebab yang bisa
diatasi secara khusus sehingga terapi yang dapat diberikan hanya bersifat
simtomatik. Psilium dan preparat hidrofilik lainnya akan menyerap air dan dengan
demikian meningkatkan konsistensi feses. Preparat antidiare opiat seperti
difenoksilat dan loperamid dapat membantu mengatasi diare sekretorik dengan
intensitas yang ringan hingga sedang. Untuk pasien dengan gejala yang lebih
berat, pemberian kodein atau tinctura opii mungkin lebih menolong.
2.7.1 Diare Akut
Menilai Dehidrasi
Semua anak dengan diare, harus diperiksa apakah menderita dehidrasi dan
klasifikasikan status dehidrasi sebagai dehidrasi berat, dehidrasi ringan/ sedang
atau tanpa dehidrasi dan beri pengobatan yang sesuai.
Tabel Klasifikasi tingkat dehidrasi anak dengan diare
Sumber: WHO (2005)
13
a. Diare dengan dehidrasi berat
Anak yang menderita dehidrasi berat memerlukan rehidrasi intravena
secara cepat dengan pengawasan yang ketat dan dilanjutkan dengan rehidrasi oral
segera setelah anak membaik. Pada daerah yang sedang mengalami KLB kolera,
berikan pengobatan antibiotik yang efektif terhadap kolera. Tata laksana anak
dengan dehidrasi berat yaitu:
Tata laksana anak dengan dehidrasi berat
Sumber: WHO (2005)
14
Curigai kolera pada anak umur di atas 2 tahun yang menderita diare cair
akut dan menunjukkan tanda dehidrasi berat, jika kolera berjangkit di daerah
tempat tinggal anak. Nilai dan tangani dehidrasi seperti penanganan diare akut
lainnya. Beri pengobatan antibiotik oral yang sensitif untuk strain Vibrio
cholerae, di daerah tersebut. Pilihan lainnya adalah: tetrasiklin, doksisiklin,
kotrimoksazol, eritromisin dan kloramfenikol. Berikan zinc segera setelah anak
tidak muntah lagi.
Gambar Tanda Dehidrasi Berat
Sumber: WHO (2005)
15
Rencana Terapi Penanganan Dehidrasi Berat dengan Cepat
Sumber: WHO (2005)
16
Selanjutnya, pemantauan. Nilai kembali anak setiap 15 – 30 menit hingga
denyut nadi radial anak teraba. Jika hidrasi tidak mengalami perbaikan, beri
tetesan infus lebih cepat. Selanjutnya, nilai kembali anak dengan memeriksa
turgor, tingkat kesadaran dan kemampuan anak untuk minum, sedikitnya setiap
jam, untuk memastikan bahwa telah terjadi perbaikan hidrasi. Mata yang cekung
akan membaik lebih lambat dibanding tanda-tanda lainnya dan tidak begitu
bermanfaat dalam pemantauan.
Jika tanda dehidrasi masih ada, ulangi pemberian cairan intravena seperti
yang telah diuraikan sebelumnya. Dehidrasi berat yang menetap (persisten)
setelah pemberian rehidrasi intravena jarang terjadi; hal ini biasanya terjadi hanya
bila anak terus menerus BAB cair selama dilakukan rehidrasi.
Jika kondisi anak membaik walaupun masih menunjukkan tanda dehidrasi
ringan, hentikan infus dan berikan cairan oralit selama 3-4 jam. Jika anak bisa
menyusu dengan baik, semangati ibu untuk lebih sering memberikan ASI pada
anaknya.
Jika tidak terdapat tanda dehidrasi, anjurkan ibu untuk menyusui anaknya
lebih sering. Lakukan observasi pada anak setidaknya 6 jam sebelum pulang dari
rumah sakit, untuk memastikan bahwa ibu dapat meneruskan penanganan hidrasi
anak dengan member larutan oralit.
Semua anak harus mulai minum larutan oralit (sekitar 5ml/kgBB/jam)
ketika anak bisa minum tanpa kesulitan (biasanya dalam waktu 3–4 jam untuk
bayi, atau 1–2 jam pada anak yang lebih besar). Hal ini memberikan basa dan
kalium, yang mungkin tidak cukup disediakan melalui cairan infus. Ketika
dehidrasi berat berhasil diatasi, beri tablet zinc.
b. Diare dengan Dehidrasi Sedang/Ringan
Pada umumnya, anak-anak dengan dehidrasi sedang/ringan harus diberi
larutan oralit, dalam waktu 3 jam pertama di klinik saat anak berada dalam
pemantauan dan ibunya diajari cara menyiapkan dan memberi larutan oralit.
Diagnosis: jika anak memiliki dua atau lebih tanda berikut, anak menderita
dehidrasi ringan/sedang yaitu:
a. Gelisah/rewel
b. Haus dan minum dengan lahap
17
c. Mata cekung
d. Cubitan kulit perut kembalinya lambat
Perhatian: Jika anak hanya menderita salah satu dari tanda di atas dan
salah satu tanda dehidrasi berat (misalnya: gelisah/rewel dan malas minum),
berarti anak menderita dehidrasi sedang/ringan.
Tatalaksananya yaitu:
a. Pada 3 jam pertama, beri anak larutan oralit dengan perkiraan jumlah sesuai
dengan berat badan anak (atau umur anak jika berat badan anak tidak
diketahui), seperti yang ditunjukkan dalam bagan 15 berikut ini. Namun
demikian, jika anak ingin minum lebih banyak, beri minum lebih banyak.
b. Tunjukkan pada ibu cara memberi larutan oralit pada anak, satu sendok teh
setiap 1 – 2 menit jika anak berumur di bawah 2 tahun; dan pada anak yang
lebih besar, berikan minuman oralit lebih sering dengan menggunakan
cangkir.
c. Lakukan pemeriksaan rutin jika timbul masalah
1) Jika anak muntah, tunggu selama 10 menit; lalu beri larutan oralit lebih
lambat (misalnya 1 sendok setiap 2 – 3 menit)
2) Jika kelopak mata anak bengkak, hentikan pemberian oralit dan beri
minum air matang atau ASI.
d. Nasihati ibu untuk terus menyusui anak kapan pun anaknya mau.
e. Jika ibu tidak dapat tinggal di klinik hingga 3 jam, tunjukkan pada ibu cara
menyiapkan larutan oralit dan beri beberapa bungkus oralit secukupnya
kepada ibu agar bisa menyelesaikan rehidrasi di rumah ditambah untuk
rehidrasi dua hari berikutnya.
f. Nilai kembali anak setelah 3 jam untuk memeriksa tanda dehidrasi yang
terlihat sebelumnya
(Catatan: periksa kembali anak sebelum 3 jam bila anak tidak bisa minum
larutan oralit atau keadaannya terlihat memburuk.)
1. Jika tidak terjadi dehidrasi, ajari ibu mengenai empat aturan untuk perawatan
di rumah
(i) beri cairan tambahan.
(ii) beri tablet Zinc selama 10 hari
18
(iii) lanjutkan pemberian minum/makan
(iv) kunjungan ulang jika terdapat tanda berikut ini:
- anak tidak bisa atau malas minum atau menyusu
- kondisi anak memburuk
- anak demam
- terdapat darah dalam tinja anak
2. Jika anak masih mengalami dehidrasi sedang/ringan, ulangi pengobatan untuk 3
jam berikutnya dengan larutan oralit, seperti di atas dan mulai beri anak makanan,
susu atau jus dan berikan ASI sesering mungkin.
3. Jika timbul tanda dehidrasi berat
4. Meskipun belum terjadi dehidrasi berat tetapi bila anak sama sekali tidak bisa
minum oralit misalnya karena anak muntah profus, dapat diberikan infus dengan
cara: beri cairan intravena secepatnya. Berikan 70 ml/kg BB cairan Ringer Laktat
atau Ringer asetat (atau jika tak tersedia, gunakan larutan NaCl) yang dibagi
sebagai berikut :
Sumber: WHO (2005)
5. Periksa kembali anak setiap 1-2 jam.
6. Juga beri oralit (kira-kira 5 ml/kg/jam) segera setelah anak mau minum.
7. Periksa kembali bayi sesudah 6 jam atau anak sesudah 3 jam.
19
Rencana Terapi B Penanganan Dehidrasi Sedang/Ringan dengan Oralit
Sumber: WHO (2005)
Beri tablet Zinc
Beritahu ibu berapa banyak tablet zinc yang diberikan kepada anak: Di bawah
umur 6 bulan: ½ tablet (10 mg) per hari6 bulan ke atas: 1 tablet (20 mg) per hari
Pemberian Makan
20
Melanjutkan pemberian makan yang bergizi merupakan suatu elemen yang
penting dalam tatalaksana diare.
a. ASI tetap diberikan
b. Meskipun nafsu makan anak belum membaik, pemberian makan tetap
diupayakan pada anak berumur 6 bulan atau lebih.
Jika anak biasanya tidak diberi ASI, lihat kemungkinan untuk relaktasi (yaitu
memulai lagi pemberian ASI setelah dihentikan – lihat halaman 254) atau beri
susu formula yang biasa diberikan. Jika anak berumur 6 bulan atau lebih atau
sudah makan makanan padat, beri makanan yang disajikan secara segar –
dimasak, ditumbuk atau digiling. Berikut adalah makanan yang
direkomendasikan:
1. Sereal atau makanan lain yang mengandung zat tepung dicampur dengan
kacang-kacangan, sayuran dan daging/ikan, jika mungkin, dengan 1-2 sendok
teh minyak sayur yang ditambahkan ke dalam setiap sajian.
2. Makanan Pendamping ASI lokal yang direkomendasikan dalam pedoman
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) di daerah tersebut.
3. Sari buah segar seperti apel, jeruk manis dan pisang dapat diberikan untuk
penambahan kalium.
c. Bujuk anak untuk makan dengan memberikan makanan setidaknya 6 kali
sehari. Beri makanan yang sama setelah diare berhenti dan beri makanan
tambahan per harinya selama 2 minggu.
c. Diare Tanpa Dehidrasi
Anak yang menderita diare tetapi tidak mengalami dehidrasi harus
mendapatkan cairan tambahan di rumah guna mencegah terjadinya dehidrasi.
Anak harus terus mendapatkan diet yang sesuai dengan umur mereka, termasuk
meneruskan pemberian ASI.
Diagnosis
Diagnosis Diare tanpa dehidrasi dibuat bila anak tidak mempunyai dua
atau lebih tanda berikut yang dicirikan sebagai dehidrasi ringan/sedang atau berat.
1) Gelisah/ rewel
2) Letargis atau tidak sadar
3) Tidak bisa minum atau malas minum
21
4) Haus atau minum dengan lahap
5) Mata cekung
6) Cubitan kulit perut kembalinya lambat atau sangat lambat (Turgor jelek)
Tatalaksananya yaitu:
Anak dirawat jalan
Ajari ibu mengenai 4 aturan untuk perawatan di rumah:
1) beri cairan tambahan
2) beri tablet Zinc
3) lanjutkan pemberian makan
4) nasihati kapan harus kembali
Beri cairan tambahan, sebagai berikut:
1) Jika anak masih mendapat ASI, nasihati ibu untuk menyusui anaknya lebih
sering dan lebih lama pada setiap pemberian ASI. Jika anak mendapat ASI
eksklusif, beri larutan oralit atau air matang sebagai tambahan ASI dengan
menggunakan sendok. Setelah diare berhenti, lanjutkan kembali ASI
eksklusif kepada anak, sesuai dengan umur anak.
2) Pada anak yang tidak mendapat ASI eksklusif, beri satu atau lebih cairan
di bawah ini:
a) larutan oralit
b) cairan rumah tangga (seperti sup, air tajin, dan kuah sayuran)
c) air matang
d) Untuk mencegah terjadinya dehidrasi, nasihati ibu untuk memberi cairan
tambahan – sebanyak yang anak dapat minum:
e) untuk anak berumur < 2 tahun, beri + 50–100 ml setiap kali anak BAB
f) untuk anak berumur 2 tahun atau lebih, beri + 100–200 ml setiap kali anak
BAB.
Ajari ibu untuk memberi minum anak sedikit demi sedikit dengan
menggunakan cangkir. Jika anak muntah, tunggu 10 menit dan berikan kembali
dengan lebih lambat. Ibu harus terus memberi cairan tambahan sampai diare anak
berhenti. Ajari ibu untuk menyiapkan larutan oralit dan beri 6 bungkus oralit (200
ml) untuk dibawa pulang.
Beri tablet zinc
22
a. Ajari ibu berapa banyak zinc yang harus diberikan kepada anaknya:
b. Di bawah umur 6 bulan : ½ tablet (10 mg) per hari Umur 6 bulan ke atas :
1 tablet (20 mg) per hari Selama 10 hari
c. Ajari ibu cara memberi tablet zinc:
a. Pada bayi: larutkan tablet zinc pada sendok dengan sedikit air matang,
ASI perah atau larutan oralit.
b. Pada anak-anak yang lebih besar: tablet dapat dikunyah atau
dilarutkan Ingatkan ibu untuk memberi tablet zinc kepada anaknya
selama 10 hari penuh.
c. Lanjutkan pemberian makan
d. Nasihati ibu kapan harus kembali untuk kunjungan ulang
Tindak lanjut
Nasihati ibu untuk membawa anaknya kembali jika anaknya bertambah
parah, atau tidak bisa minum atau menyusu, atau malas minum, atau timbul
demam, atau ada darah dalam tinja. Jika anak tidak menunjukkan salah satu tanda
ini namun tetap tidak menunjukkan perbaikan, nasihati ibu untuk kunjungan ulang
pada hari ke-5. Nasihati juga bahwa pengobatan yang sama harus diberikan
kepada anak di waktu yang akan datang jika anak mengalami diare lagi.
23
Rencana Terapi A: Penaganan Diare di Rumah
Sumber: WHO (2005)
2.7.2 Diare Persisten
Menurut WO (2009) diare persisten adalah diare akut dengan atau tanpa
disertai darah dan berlanjut sampai 14 hari atau lebih. Jika terdapat dehidrasi
sedang atau berat, diare persisten diklasifikasikan sebagai “berat”. Jadi diare
persisten adalah bagian dari diare kronik yang disebabkan oleh berbagai
penyebab. Panduan berikut ditujukan untuk anak dengan diare persisten yang
tidak menderita gizi buruk. Anak yang menderita gizi buruk dengan diare
persisten, memerlukan perawatan di rumah sakit dan penanganan khusus Pada
daerah yang mempunyai angka prevalensi HIV tinggi, curigai anak menderita
HIV jika terdapat tanda klinis lain atau faktor risiko. Lakukan pemeriksaan
mikroskopis tinja untuk melihat adanya isospora.
a. Diare Persisten Berat
24
Diagnosis
Bayi atau anak dengan diare yang berlangsung selama ≥ 14 hari, dengan
tanda dehidrasi, menderita diare persisten berat sehingga memerlukan perawatan
di rumah sakit.
Tatalaksana
Nilai anak untuk tanda dehidrasi dan beri cairan sesuai Rencana Terapi B
atau C. Larutan oralit efektif bagi kebanyakan anak dengan diare persisten.
Namun demikian, pada sebagian kecil kasus, penyerapan glukosa terganggu dan
larutan oralit tidak efektif. Ketika diberi larutan oralit, volume BAB meningkat
dengan nyata, rasa haus meningkat, timbul tanda dehidrasi atau dehidrasi
memburuk dan tinja mengandung banyak glukosa yang tidak dapat diserap. Anak
ini memerlukan dehidrasi intravena sampai larutan oralit bisa diberikan tanpa
menyebabkan memburuknya diare.
Pengobatan rutin diare persisten dengan antibiotik tidak efektif dan tidak
boleh diberikan. Walaupun demikian pada anak yang mempunyai infeksi non
intestinal atau intestinal membutuhkan antibiotik khusus. Periksa setiap anak
dengan diare persisten apakah menderita infeksi yang tidak berhubungan dengan
usus seperti pneumonia, sepsis, infeksi saluran kencing, sariawan mulut dan otitis
media. Jika ada, beri pengobatan yang tepat.
a. Beri pengobatan sesuai hasil kultur tinja (jika bisa dilakukan).
b. Beri zat gizi mikro dan vitamin yang sesuai.
c. Obati diare persisten yang disertai darah dalam tinja dengan antibiotic oral
yang efektif untuk Shigella .
d. Berikan pengobatan untuk amubiasis (metronidazol oral: 50 mg/kg, dibagi 3
dosis, selama 5 hari) hanya jika:
1) pemeriksaan mikroskopis dari tinja menunjukkan adanya trofozoit
Entamoeba histolytica dalam sel darah; ATAU
2) dua antibiotik yang berbeda, yang biasanya efektif untuk shigella, sudah
diberikan dan tidak tampak adanya perbaikan klinis.
e. Beri pengobatan untuk giardiasis (metronidazol: 50 mg/kg, dibagi 3 dosis,
selama 5 hari) jika kista atau trofosoit Giardia lamblia terlihat di tinja.
25
f. Beri metronidazol 30 mg/kg dibagi 3 dosis, bila ditemukan Clostridium defisil
(atau tergantung hasil kultur). Jika ditemukan Klebsiela spesies atau Escherichia
coli patogen, antibiotik disesuaikan dengan hasil sensitivitas dari kultur.
Pemberian Makan untuk Diare persisten
Perhatian khusus tentang pemberian makan sangat penting diberikan
kepada semua anak dengan diare persisten. ASI harus terus diberikan sesering
mungkin selama anak mau.
Diet Rumah Sakit
Anak-anak yang dirawat di rumah sakit memerlukan diet khusus sampai
diare mereka berkurang dan berat badan mereka bertambah. Tujuannya adalah
untuk memberikan asupan makan tiap hari sedikitnya 110 kalori/kg/hari.
Bayi berumur di bawah 6 bulan
1) Semangati ibu untuk memberi ASI eksklusif. Bantu ibu yang tidak member
ASI eksklusif untuk memberi ASI eksklusif pada bayinya.
2) Jika anak tidak mendapat ASI, beri susu pengganti yang sama sekali tidak
mengandung laktosa. Gunakan sendok atau cangkir, jangan gunakan botol
susu. Bila anak membaik, bantu ibu untuk menyusui kembali.
3) Jika ibu tidak dapat memberi ASI karena mengidap HIV-positif, ibu harus
mendapatkan konseling yang tepat mengenai penggunaan susu pengganti
secara benar.
Anak berumur 6 bulan atau lebih
Pemberian makan harus dimulai kembali segera setelah anak bisa makan.
Makanan harus diberikan setidaknya 6 kali sehari untuk mencapai total asupan
makanan setidaknya 110 kalori/kg/hari. Walaupun demikian, sebagian besar anak
akan malas makan, sampai setiap infeksi serius telah diobati selama 24 – 48 jam.
Anak ini mungkin memerlukan pemberian makan melalui pipa nasogastrik pada
awalnya.
Pengobatan yang berhasil dengan diet mana pun dicirikan dengan:
1) Asupan makanan yang cukup
2) Pertambahan berat badan
26
3) Diare yang berkurang
4) Tidak ada demam
Ciri yang paling penting adalah bertambahnya berat badan. Bertambahnya
berat badan dipastikan dengan terjadinya penambahan berat badan setidaknya
selama tiga hari berturut-turut. Beri tambahan buah segar dan sayur-sayuran
matang pada anak yang memberikan reaksi yang baik. Setelah 7 hari pengobatan
dengan diet efektif, anak harus kembali mendapat diet yang sesuai dengan
umurnya, termasuk pemberian susu, yang menyediakan setidaknya 110
kalori/kg/hari.
Anak bisa dirawat di rumah, tetapi harus terus diawasi untuk memastikan
pertambahan berat badan yang berkelanjutan dan sesuai dengan nasihat pemberian
makan.
Mencegah Dehidrasi
Beri cairan sesuai dengan Rencana Terapi A, Larutan oralit efektif bagi
sebagian besar anak dengan diare persisten. Pada sebagian kecil kasus,
penyerapan glukosa terganggu dan larutan oralit tidak efektif. Ketika diberi
larutan oralit, volume BAB meningkat dengan nyata, rasa haus meningkat, timbul
tanda dehidrasi atau dehidrasi memburuk dan tinja mengandung banyak glukosa
yang tidak dapat diserap. Anak ini memerlukan rehidrasi intravena sampai larutan
oralit bias diberikan tanpa menyebabkan memburuknya diare
Kenali dan obati infeksi khusus
a. Jangan memberi pengobatan antibiotik secara rutin karena pengobatan ini
tidak efektif. Namun demikian, beri pengobatan antibiotik pada anak yang
menderita infeksi spesifik, baik yang intestinal maupun non intestinal. Diare
persisten tidak akan membaik, jika infeksi ini tidak diobati dengan seksama.
b. Infeksi non intestinal. Periksa setiap anak dengan diare persisten apakah
menderita infeksi lain seperti pneumonia, sepsis, infeksi saluran kemih,
sariawan di mulut dan otitis media. Obati dengan antibiotik sesuai pedoman
dalam buku ini.
c. Infeksi intestinal. Obati diare persisten yang disertai darah dalam tinja dengan
antibiotik oral yang efektif untuk shigella.
27
Pemberian Makan
Perhatian seksama pada pemberian makan sangatlah penting pada anak
dengan diare persisten. Anak ini mungkin saja menderita kesulitan dalam
mencerna susu sapi dibanding ASI.
a. Nasihati ibu untuk mengurangi susu sapi (susu formula) dalam diet anak
untuk sementara.
b. Teruskan pemberian ASI dan beri makanan pendamping ASI yang sesuai:
1) Jika anak masih menyusu, beri ASI lebih sering, lebih lama, siang dan
malam.
2) Jika anak minum susu formula, lihatlah kemungkinan untuk mengganti
susu formula dengan susu formula bebas laktosa sehingga lebih mudah
dicerna. Jika pengganti susu formula tidak memungkinkan, batasi
pemberian susu formula hingga 50 ml/kg/hari. Campur susu dengan
bubur nasi ditambah tempe, tetapi jangan diencerkan.
3) Beri makanan lain yang sesuai dengan umur anak untuk memastikan
asupan kalori yang cukup bagi anak. Pada bayi umur ≥ 6 bulan yang
makanannya hanya susu formula harus mulai diberi makanan padat.
4) Berikan makanan sedikit-sedikit namun sering, setidaknya 6 kali sehari.
Tindak lanjut
Mintalah ibu untuk membawa anaknya kembali untuk pemeriksaan ulang
setelah lima hari, atau lebih awal jika diare memburuk atau timbul masalah lain.
Lakukan penilaian menyeluruh pada anak yang tidak bertambah berat badannya
atau yang tidak mengalami perbaikan untuk mengenali masalah yang ada, seperti
dehidrasi atau infeksi, yang perlu perhatian segera atau perawatan di rumah sakit.
Anak yang bertambah berat dan BAB kurang dari 3 kali sehari dapat meneruskan
diet normal sesuai dengan umur mereka.
Disenteri
Disenteri adalah diare yang disertai darah. Sebagian besar episode
disebabkan oleh Shigella dan hampir semuanya memerlukan pengobatan
antibiotik.
28
Diagnosis
Tanda untuk diagnosis disenteri adalah BAB cair, sering dan disertai
dengan darah yang dapat dilihat dengan jelas. Di rumah sakit diharuskan
pemeriksaan feses untuk mengidentifikasi trofozoit amuba dan Giardia.
Shigellosis menimbulkan tanda radang akut meliputi:
a. Nyeri perut
b. Demam
c. Kejang
d. Letargis
e. Prolaps rectum
Di samping itu sebagai diare akut bisa juga menimbulkan dehidrasi,
gangguanpercernaan dan kekurangan zat gizi. Pikirkan juga kemungkinan
invaginasi dengan gejala dan tanda: dominan
lendir dan darah, kesakitan dan gelisah, massa intra-abdominal dan muntah.
Tatalaksana
Anak dengan gizi buruk dan disenteri dan bayi muda (umur < 2 bulan)
yang menderita disenteri harus dirawat di rumah sakit. Selain itu, anak yang
menderita keracunan, letargis, mengalami perut kembung dan nyeri tekan atau
kejang, mempunyai risiko tinggi terhadap sepsis dan harus dirawat di rumah sakit.
Yang lainnya dapat dirawat di rumah Di tingkat pelayanan primer semua diare
berdarah selama ini dianjurkan untuk diobati sebagai shigellosis dan diberi
antibiotik kotrimoksazol. Jika dalam 2 hari tidak ada perbaikan, dianjurkan untuk
kunjungan ulang untuk kemungkinan mengganti antibiotiknya.
a. Penanganan dehidrasi dan pemberian makan sama dengan diare akut. Yang
paling baik adalah pengobatan yang didasarkan pada hasil pemeriksaan tinja
rutin, apakah terdapat amuba vegetatif. Jika positif maka berikan
metronidazol dengan dosis 50 mg/kg/BB dibagi tiga dosis selama 5 hari. Jika
tidak ada amuba, maka dapat diberikan pengobatan untuk Shigella.
b. Beri pengobatan antibiotik oral (selama 5 hari), yang sensitif terhadap
sebagian besar strain shigella. Contoh antibiotik yang sensitif terhadap strain
shigella di Indonesia adalah siprofloxasin, sefiksim dan asam nalidiksat.
29
c. Beri tablet zinc sebagaimana pada anak dengan diare cair tanpa dehidrasi.
d. Pada bayi muda (umur < 2 bulan), jika ada penyebab lain sepertiinvaginasi,
rujuk anak ke spesialis bedah.
Tindak lanjut
Anak yang datang untuk kunjungan ulang setelah dua hari, perlu dilihat
tanda perbaikan seperti: tidak adanya demam, berkurangnya BAB, nafsu makan
meningkat.
1. jika tidak terjadi perbaikan setelah dua hari,
a. Ulangi periksa feses untuk melihat apakah ada amuba, giardia atau
peningkatan jumlah lekosit lebih dari 10 per lapangan pandang untuk
mendukung adanya diare bakteri invasive.
b. Jika memungkinkan, lakukan kultur feses dan tes sensitivitas.
c. Periksa apakah ada kondisi lain seperti alergi susu sapi, atau infeksi
mikroba lain, termasuk resistensi terhadap antibiotik yang sudah dipakai.
d. Hentikan pemberian antibiotik pertama, dan
e. Beri antibiotik lini kedua yang diketahui efektif melawan shigella.
Untuk anak dengan gizi buruk
2. jika kedua antibiotik, yang biasanya efektif melawan shigella, telah diberikan
masing-masing selama 2 hari namun tidak menunjukkan adanya perbaikan
klinis:
a. Telusuri dengan lebih mendalam ke standar pelayanan medis pediatric
b. Rawat anak jika terdapat kondisi lain yang memerlukan pengobatan
dirumah sakit.
Perawatan penunjang
Perawatan penunjang meliputi pencegahan atau penanganan dehidrasi dan
meneruskan pemberian makan. Untuk panduan perawatan penunjang pada anak
dengan gizi buruk dengan diare berdarah, jangan pernah memberi obat untuk
menghilangkan gejala simtomatis dari nyeri pada perut dan anus, atau untuk
mengurangi frekuensi BAB, karena obat-obatan ini dapat menambah parah
penyakit yang ada.
Penanganan Dehidrasi
30
Nilai anak untuk tanda dehidrasi dan beri cairan sesuai dengan Rencana
Terapi A, B atau C yang sesuai.
Tatalaksana penanganan gizi
Diet yang tepat sangat penting karena disenteri memberi efek samping
pada status gizi. Namun demikian, pemberian makan seringkali sulit, karena anak
biasanya tidak punya nafsu makan. Kembalinya nafsu makan anak merupakan
suatu tanda perbaikan yang penting.
a. Pemberian ASI harus terus dilanjutkan selama anak sakit, lebih sering dari
biasanya, jika memungkinkan, karena bayi mungkin tidak minum sebanyak
biasanya.
b. Anak-anak berumur 6 bulan atau lebih harus menerima makanan mereka
yang biasa. Bujuk anak untuk makan dan biarkan anak untuk memilih
makanan yang disukainya.
2.8 Pencegahan
Langkah pencegahan yang dapat dilakukan yaitu:
a. Bayi sampai umur 4 bulan hanya diberi ASI saja (ASI eksklusif)
b. Rebus dahulu botol susu atau dot sebelum diberikan kepada bayi
c. Cuci tangan dengan sabun sebelum makan
d. Sayuran, buah dan bahan makanan harus dicuci sebelum dimasak atau
dimakan
e. Selalu minum air yang telah direbus (air masak atau air matang)
f. Memasak makanan dengan cara yang benar
g. Makanan harus dilindungi dari hinggapan lalat dan kecoa
Cara pencegahan diare yang benar dan efektif yang dapat dilakukan adalah
a. Memberikan ASI
b. Memperbaiki makanan pendamping ASI
c. Menggunakan air bersih yang cukup
d. Mencuci Tangan
e. Menggunakan Jamban
f. Membuang tinja bayi yang benar
31
g. Memberikan imunisasi campak
a. Pemberian ASI
ASI adalah makanan paling baik untuk bayi. Komponen zat makanan tersedia
dalam bentuk yang ideal dan seimbang untuk dicerna diserap secara optimal oleh
bayi. ASI saja sudah cukup untuk menjaga pertumbuhan sampai umur 4-6 bulan,
tidak ada makanan lain yang dibutuhkan selama masa ini.
ASI steril , berbeda dengan sumber susu lain yaitu susu formula atau cairan
lain disiapkan dengan air atau bahan-bahan yang terkontaminasi dalam botol yang
kotor. Pemberian ASI saja, tanpa cairan atau makanan lain dan tanpa
menggunakan botol, menghindarkan anak dari bahaya bakteri dan organisme lain
yang akan menyebabkan diare . Keadaan seperti ini disebut disusui secara penuh.
Bayi harus disusui secara penuh sampai mereka berumur 4-6 bulan . Setelah
6 bulan dari kehidupannya ,pemberian ASI harus diteruskan sambil ditambahkan
dengan makanan lain (proses menyapih). ASI mempunyai khasiat preventif secara
imunologik dengan adanya antibodi dan zat-zat lain yang dikandungnya. ASI
turut memberikan perlindungan terhadap diare.
Pada bayi yang baru lahir, pemberian ASI secara penuh mempunyai daya
lindung empat kali lebih besar terhadap diare daripada pemberian ASI yang
disertai dengan susu botol. Flora normal usus pada bayi-bayi yang disusui
mencegah tumbuhnya bakteri penyebab diare. Pada bayi yang tidak diberi ASI
secara penuh, pada 6 bulan pertama kehidupan, risiko mendapat diare adalah 30
kali lebih besar. Pemberian susu formula merupakan cara lain dari menyusui.
Penggunaan botol untuk susu formula, biasanya menyebabkan risiko tinggi
terkena diare sehingga mengakibatkan terjadinya gizi buruk.
b. Makanan Pendamping ASI
Pemberian makanan pendamping ASI adalah saat bayi secara bertahap mulai
dibiasakan dengan makanan orang dewasa. Pada masa tersebut merupakan masa
yang berbahaya bagi bayi karena perilaku pemberian makanan pendamping ASI
dapat menyebabkan meningkatnya risiko terjadinya diare ataupun penyakit lain
yang menyebabkan kematian. Perilaku pemberian makanan pendamping ASI
yang baik meliputi perhatian kapan, apa dan bagaimana makanan pendamping
32
ASI diberikan. Ada beberapa saran yang dapat meningkatkan pemberian makanan
pendamping Asi yang lebih baik yaitu :
1. Perkenalkan makanan lunak, ketika anak berumur 4-6 bulan tetapi teruskan
pemberian ASI. Tambahkan macam-macam makanan sewaktu anak berumur 6
bulan atau lebih. Berikan makanan lebih sering (4 kali sehari) setelah anak
berumur satu tahun, berikan semua makanan yang dimasak dengan baik 4-6
kali sehari, teruskan pemberian ASI bila mungkin.
2. Tambahkan minyak, lemak dan gula ke dalam nasi/bubur dan biji-bijian untuk
energi. Tambahkan hasil olahan susu, telur, ikan, daging. Kacang-kacangan,
buah-buahan dan sayuran berwarna hijau kedalam makanannya. Cuci tangan
sebelum menyiapkan makanan dan menyuapi anak. Suapi anak dengan sendok
yang bersih.
3. Memasak atau merebus makanan dengan benar, simpan sisanya pada tempat
yang dingin dan panaskan dengan benar sebelum diberikan kepada anak.
c. Menggunakan air bersih yang cukup
Sebagian besar kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui jalur
fekal-oral. Mereka dapat ditularkan dengan memasukkan ke dalam mulut, cairan
atau benda yang tercemar dengan tinja misalnya air minum, jari-jari tangan,
makanan yang disiapkan dalam panci yang dicuci dengan air tercemar.
Masyarakat yang terjangkau oleh penyediaan air yang benar-benar bersih
mempunyai risiko menderita diare lebih kecil dibandingkan dengan masyarakat
yang tidak mendapatkan air bersih. Masyarakat dapat mengurangi risiko terhadap
serangan diare yaitu dengan menggunakan air yang bersih dan melindungi air
tersebut dari kontaminasi mulai dari sumbernya sampai penyimpanan dirumah.
Yang harus diperhatikan oleh keluarga yaitu:
1. Ambil air dari sumber air yang bersih
2. Ambil dan simpan air dalam tempat yang bersih dan tertutup serta gunakan
gayung khusus untuk mengambil air
3. Pelihara atau jaga sumber air dari pencemaran oleh binatang dan untuk mandi
anak-anak
4. Gunakan air yang direbus
5. Cuci semua peralatan masak dan makan dengan air yang bersih dan cukup
33
d. Mencuci tangan
Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan yang penting
dalam penularan kuman diare adalah mencuci tangan. Mencuci tangan dengan
sabun, terutama sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja anak, sebelum
menyiapkan makanan, sebelum menyuapi makanan anak dan sebelum makan,
mempunyai pengaruh dalam kejadian diare.
e. Menggunakan jamban
Menggunakan jamban di beberapa negara membuktikan bahwa upaya
penggunaan jamban mempunyai dampak yang besar dalam penurunan risiko
terhadap penyakit diare. Keluarga yang tidak mempunyai jamban harus membuat,
dan keluarga harus buang air besar di jamban.
Yang harus diperhatikan oleh keluarga adalah
1. Keluarga harus mempunyai jamban yang berfungsi baik dan dapat dipakai oleh
seluruh anggota keluarga
2. Bersihkan jamban secara teratur
3. Bila tidak ada jamban, jangan biarkan anak-anak pergi ke tempat buang air
besar sendiri, buang air besar hendaknya jauh dari rumah, jalan setapak dan
tempat anak-anak bermain serta lebih kurang 10 meter dari sumber air, hindari
buang air besar tanpa alas kaki.
f. Membuang tinja bayi yang benar
Banyak orang beranggapan bahwa tinja bayi itu tidak berbahaya , hal ini
tidak benar karena tinja bayi dapat pula menularkan penyakit pada anak-anak dan
orang tuanya. Tinja bayi harus dibuang secara bersih dan benar.
Yang harus diperhatikan oleh keluarga yaitu:
1. Kumpulkan segera tinja bayi atau anak kecil dan buang ke jamban
2. Bantu anak-anak buang air besar di tempat yang bersih dan mudah dijangkau
olehnya
3. Bila tidak ada jamban, pilih tempat untuk membuang tinja anak seperti di
dalam lubang atau di kebun kemudian ditimbun
4. Bersihkan dengan benar setelah buang air besar dan cuci tangannya dengan
sabun
g. Pemberian Imunisasi Campak
34
Diare sering timbul menyertai campak sehingga pemberian imunisasi
campak juga dapat mencegah diare oleh karena itu beri anak imunisasi campak
segera setelah berumur sembilan bulan.
2.9 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostik dari diare dapat berupa:
a. Pemeriksaan barium usus
b. Sigmoideskopi atau kolonoskopi
c. Biopsi
d. Pemeriksaan radiologi abdomen
e. Tes fungsi hati
f. Pemeriksaan hematologi, anemia, dan leukositosis
g. Pemeriksaan feses terhadap adanya melena
h. Pemeriksaan HIV
Diare inflamatorik dapat disertai dengan leukositosis, kenaikan laju endap
darah atau hipoalbuminemia. Ciri utama diare inflamatorik adalah ditemukannya
darah baik secara makroskopis maupun mikroskopis dan leukosit di dalam tinja.
Evaluasi lanjutan yaitu pemeriksaan endoskopi gastrointestinal bagian atas atau
kolonoskopi dengan biopsi untuk tindakan diagnostik.
Kolonoskopi adalah suatu pemeriksaan kolon (usus besar) mulai dari anus,
rektum, sigmoid, kolon desendens, kolon transversum, kolon asendens, sampai
dengan sekum dan ileum terminale.
Serangkaian tes mungkin berguna dalam mengevaluasi pasien diare
osmotik. Penurunan kadar zat besi, folat, vitamin B12, dan vitamin D dapat
menunjukkan malabsorpsi. Kadar karoten, kolesterol, serta albumin dalam serum
dapat menurun. Prinsip dasar untuk pemeriksaan malabsorpsi intestinal adalah
pengukuran lemak feses.
Tes radiologik dapat mempunyai peranan diagnostik pada pasien dengan
dugaan malabsorpsi. Radiograf abdomen dapat menunjukkan kalsifikasi pankreas
pada pasien dengan pankreatitis kronik. Pemeriksaan USG abdomen, pemindaian
35
CT atau endoskopik retrograd kolangiopankreatografi juga dapat digunakan dalam
mengevaluasi kemungkinan penyakit pankreas.
2.10 Penatalaksanaan
Tiga elemen utama dalam tatalaksana semua anak dengan diare adalah
terapi rehidrasi, pemberian zink dan lanjutkan pemberian makan. Selama anak
diare, terjadi peningkatan hilangnya cairan dan elektrolit (natrium, kalium dan
bikarbonat) yang terkandung dalam tinja cair anak. Dehidrasi terjadi bila
hilangnya cairan dan elektrolit ini tidak diganti secara adekuat, sehingga timbullah
kekurangan cairan dan elektrolit. Derajat dehidrasi diklasifikasikan sesuai dengan
gejala dan tanda yang mencerminkan jumlah cairan yang hilang. Rejimen
rehidrasi dipilih sesuai dengan derajat dehidrasi yang ada.
Zink merupakan mikronutrien penting untuk kesehatan dan perkembangan
anak. Zink hilang dalam jumlah banyak selama diare. Penggantian zink yang
hilang ini penting untuk membantu kesembuhan anak dan menjaga anak tetap
sehat di bulan-bulan berikutnya. Telah dibuktikan bahwa pemberian zink selama
episode diare, mengurangi lamanya dan tingkat keparahan episode diare dan
menurunkan kejadian diare pada 2-3 bulan berikutnya.
Berdasarkan bukti ini, semua anak dengan diare harus diberi zink, segera
setelah anak tidak muntah. Selama diare, penurunan asupan makanan dan
penyerapan nutrisi dan peningkatan kebutuhan nutrisi, sering secara bersama-
sama menyebabkan penurunan berat badan dan berlanjut ke gagal tumbuh. Pada
gilirannya, gangguan gizi dapat menyebabkan diare menjadi lebih parah, lebih
lama dan lebih sering terjadi, dibandingkan dengan kejadian diare pada anak yang
tidak menderita gangguan gizi. Lingkaran setan ini dapat diputus dengan memberi
makanan kaya gizi selama anak diare dan ketika anak sehat. Obat antibiotik tidak
boleh digunakan secara rutin. Antibiotik hanya bermanfaat pada anak dengan
diare berdarah (kemungkinan besar shigellosis), suspek kolera, dan infeksi berat
lain yang tidak berhubungan dengan saluran pencernaan, misalnya pneumonia.
Obat anti-protozoa jarang digunakan. Obat-obatan “anti-diare” tidak boleh
diberikan pada anak kecil dengan diare akut atau diare persisten atau disenteri.
36
Obat-obatan ini tidak mencegah dehidrasi ataupun meningkatkan status gizi anak,
malah dapat menimbulkan efek samping berbahaya dan terkadang berakibat fatal.
37
DAFTAR PUSTAKA
Apriningsih. 2009. Indikator Perbaikan Kesehatan Lingkungan Anak. Jakarta: EGC.
Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 1998. Buku Kuliah 1 Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Infomedika Jakarta.
Betz, S. 2010. Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC.
Brunner &Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
Daldiyono. 2006. Diare Gastroenterologi-Hepatologi. Jakarta: Infomedika
Mansjoer, A., dkk. 2008. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius.
Sachasin, R. 2008. Prinsip Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC.
Sujono, Hadi. 2006. Gastroenterologi.Alumni. Bandung.
WHO. 2005. Penatalaksanaan Gastroenteritis. [diakses 10 Maret 2016].