isi (2)

41
BAB I ILUSTRASI KASUS I. STATUS PENDERITA Nomor Rekam Medik : 422267 Tanggal dan Pukul Masuk RSAM : 30 Juli 2015 / 16.00 WIB I. ANAMNESIS a. Identitas Pasien Nama : Tn. RU Jenis kelamin : Pria Umur : 59 tahun Agama : Islam Suku : Lampung Alamat : Panjang Pekerjaan : Wiraswasta b. Riwayat Penyakit Keluhan Utama : 1

Upload: litamarlinda

Post on 28-Jan-2016

220 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

isi

TRANSCRIPT

Page 1: isi (2)

BAB I

ILUSTRASI KASUS

I. STATUS PENDERITA

Nomor Rekam Medik : 422267

Tanggal dan Pukul Masuk RSAM : 30 Juli 2015 / 16.00 WIB

I. ANAMNESIS

a. Identitas Pasien

Nama : Tn. RU

Jenis kelamin : Pria

Umur : 59 tahun

Agama : Islam

Suku : Lampung

Alamat : Panjang

Pekerjaan : Wiraswasta

b. Riwayat Penyakit

Keluhan Utama :

Tidak bisa BAK

KeluhanTambahan :

Sulit BAB sejak ± 3 bulan yang lalu

1

Page 2: isi (2)

Riwayat Perjalanan Penyakit :

Pasien datang ke RSAM dengan keluhan tidak bisa BAK, pasien memiliki riwayat

pemasangan kateter sejak tahun 2012. Keluhan tidak bisa BAK dirasakan pasien

sejak November 2011, keluhan lain yang dirasakan pasien yakni sering kencing

terutama pada malam hari, saat kencing dirasakan terputus-putus, pancaran

kencing lemah, nyeri saat kencing, dan terasa masih ada urin yang menetes.

Karena keluhan tersebut pasien berobat ke RSAM dan dilakukan colok dubur

dengan kesan pembesaran prostat. Saat itu pasien disarankan untuk dilakukan

pengerokan prostat dan dijadwalkan untuk operasi prostat 3 bulan kemudian,

pasien mengatakan ingin cepat dilakukan tindakan, untuk itu pasien berobat ke RS

kota dengan saran operasi prostat. 1 bulan kemudian (Desember 2012) dilakukan

operasi prostat dengan hasil pembesaran prostat sebesar bakso sebanyak 2 buah.

Hasil operasi tersebut lalu dikirim ke laboratorium patologi anatomi dengan kesan

kanker prostat.

Pada akhir tahun 2012 pasien mengatakan keluhan sulit BAK kembali terjadi lalu

pasien berobat kembali ke RS kota dan disarankan agar testis pasien dibuang,

pasien lalu dirujuk ke RSAM lalu operasi pengangkatan testis dilakukan. Setelah

itu pasien pulang dengan selang kateter terpasang. Awalnya urin lancar keluar dari

selang namun lama kelamaan selang kerap macet. Pada tahun 2013 pasien

mengeluh sulit BAK kembali terjadi kemudian dilakukan pengerokan kandung

kencing. Setelah itu pasien disarankan untuk kemoterapi namun pasien menolak

dengan alasan takut.

2

Page 3: isi (2)

±3 bulan yang lalu keluhan pasien bertambah, yakni sulit BAB, terkadang BAB

bercampur darah. Keluhan selang kencing mampet masih dirasakan pasien. Pasien

lalu berobat ke Puskesmas untuk penggantian kateter, namun kateter tidak dapat

dipasang / tersumbat. Pasien lalu dirujuk ke RS Urip dan dilakukan pemasangan

kateter dan berhasil namun kencing berdarah. Setelah itu dilakukan USG dengan

hasil ada permasalahan di ginjal. dan pasien di konsulkan untuk pemasangan alat

untuk membantu pasien BAB seperti biasa (masih terpasang sampai saat ini) dan

pasien disuntikkan zoladex 1x, dan disarankan untuk suntik zoladex per 3 bulan.

Setelah itu dilakukan pemasangan selang di perut pasien untuk pasien BAK

(ureterostomy).

Riwayat Keluarga :

Pasien menyangkal dalam keluarga terdapat keluhan serupa dan tidak pernah ada

riwayat kanker di keluarga, riwayat hipertensi (-), riwayat diabetes melitus (-).

Riwayat Masa Lampau :

- Penyakit terdahulu :

- Trauma Terdahulu : (-)

- Operasi :

- Sistem saraf : (-)

- Sistem Kardiovaskular : tidak ada

- Sistem Gastrointestinal : tidak ada

- Sistem urinarius :

- Sistem Genitalis : (-)

- Sistem Muskuloskeletal : (-)

3

Page 4: isi (2)

B. Status Present

a. Status Umum

Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis ; GCS : 15, E: 4, V: 5, M: 6

Tekanan darah : 120/80 mmHg

Suhu : 36,5 oC

Frekuensi nadi : 88x/menit

Frekuensi nafas : 22x/ menit

Berat Badan : 56 kg

Kulit : Akral hangat, turgor cukup, sianosis (-)

Status gizi : Kesan baik

Tinggi: 165 Berat badan : 60 kg

IMT : 22,05 (normal)

Kepala dan Muka

o Kepala : Normochepal

o Rambut : dominan putih beruban, tidak mudah

dicabut

o Mata :

- Konjungtiva : Anemis +/+

- Sklera : Ikterik -/-

- Reflek Cahaya : Langsung +/+, Tidak Langsung +/+

- Pupil : Isokor +/+

- Palpebra : edem (-)

o Telinga : Bentuk normal, liang lapang, membrane

timpani intake, Otorhea (-), pus (-)

o Hidung : Rinore (-), pus (-), sekret (-), mukosa

4

Page 5: isi (2)

merah muda, deformitas (-), edema (-),

napas cuping hidung (-)

o Tenggorokan : Tonsil T1-T1, mukosa merah muda

o Mulut : Laserasi (-), sianosis (-), tumor (-), bibir

kering (-), lidah kotor (-),Tonsil T1-T1,

mukosa merah muda

o Gigi : Karies (-),Gigitivitis (-)

Leher

o KGB : Pembesaran (-), nyeri tekan (-)

o Kelenjar Gondok : dalam batas normal

o JVP : tidak terdapat peningkatan

Dada (Thorax)

o Inspeksi : Simetris (-), ikterik (-), scar (-), deformitas (-)

o Palpasi : Femitus taktil kanan sama dengan kiri, ictus cordis

teraba di arcus costae, tidak ada nyeri tekan

o Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru , kardiomegali (-)

o Auskultasi : Vesikuler, bunyi jantung BJ1-BJ2 reguler

Perut (Abdomen)

o Inspeksi : Datar (terpasang kateter ureterostomy)

o Palpasi : Nyeri Tekan (+), organomegali (-)

o Perkusi : Redup

5

Page 6: isi (2)

o Auskultasi : Bising Usus (+)

RegioLumbal (Flank Area)

o Inspeksi : Deformitas (-), edema (-), jejas (-), lordosis (-),

kifosis (-), spondilitis (-), massa (-), ballotement

(+)

o Palpasi : Nyeri tekan (-), massa (-)

o Perkusi : Nyeri ketok CVA (-/-)

o Auskultasi : tidak dilakukan

Ekstremitas

o Superior : Edema (-), fraktur (-)

o Inferior : Edema (-), fraktur (-)

Neuromuskular

o Sensibilitas : region superior (+++), region inferior (+++)

o Reflek fisiologis : + (positif)

o Reflek patologis : - (tidak ada)

Tulang Belakang

o skoliosis (-), kifosis (-), lordosis (-), deformitas (-), lordosis (-)

C. Status Lokalis

Genitalia

o Inspeksi : massa (-), pembesaran skrotum (-), tanda inflamasi (-),

6

Page 7: isi (2)

hidrokel (-), pus di muara uretra (-)

o Palpasi : nyeri tekan (-) massa (-) discharge (-)

Vesika urinaria

o Inspeksi : Datar, tanda-tanda inflamasi (-)

o Palpasi : Tidak ada nyeri tekan

o Perkusi : Redup

Perianal

o Inspeksi : deformitas (-), hemoroid (-), tumor (-), tanda

inflamasi (-)

o Rectal Toucher

Inspeksi : Tanda-tanda inflamasi (-)

Tonus sfingter ani eksternus (+)

Refleks bulbocavernosus (+)

Ampula rektum tidak ada nyeri tekan

Lumen rectum licin, nyeri (-)

Teraba benjolan di arah jam 12

Prostat konsistensi keras, bernodul-nodul.

Laboratorium

o Darah Rutin

Hb = 7,9 ( N : 14 – 18)

Ht = 33 ( N: 40 – 54 %)

LED = 100 (N: 0 -10 mm/jam)

Leukosit = 18. 200 ( N: 4800- 10.800)

Trombosit = 275.000 (N: 150.000-400.000)

Eritrosit = 2,6 (N: 4,7-6,1)

7

Page 8: isi (2)

CT/BT = 11’/3’

Hitung jenis

Basofil 0

Eosinofil 0

Batang 0

Segme 85

Limfosit 7

Monosit 8

o Kimia Darah

o Protein = 6,5 (6,4-8,3)

o Albumin = 3,3(3,5-5,2)

o Globulin = 3,2 (2,3-3,5)

o GDS = 163 (<140)

o Ureum = 110 (13-43)

o Creatinine = 8,40 (0,72-1,18)

o Natrium = 128 (135-145)

o Kalium = 4,2 (3,5-5)

o Kalsium = 7,6 (8,6-10)

o Chlorida = 98 (96-106)

Resume

Pasien datang ke RSAM dengan keluhan retensio urine, pasien memiliki

riwayat pemasangan kateter sejak tahun 2012. Retensio urine dirasakan

8

Page 9: isi (2)

pasien sejak November 2011, keluhan lain yang dirasakan pasien yakni

frekuensi, nokturi, disuria, terminal dribling, hesistansi, intermitensi, weak

stream. Karena keluhan tersebut pasien berobat ke RSAM dan dilakukan

RT dengan kesan BPH. Saat itu pasien disarankan untuk dilakukan TUR-P

kemudian dilakukan TUR-P dan di biopsi kesimpulan Adenocarsinoma

prostat, gleason score 7 (3+4).

Pada akhir tahun 2012 pasien kembali retensio urin orkiektomi, pasien lalu

dirujuk ke RSAM lalu dilakukan orkiektomi. Pada tahun 2013 retensio

urin kembali terjadi kemudian dilakukan TUR-B. Setelah itu pasien

disarankan untuk kemoterapi namun pasien menolak dengan alasan takut.

±3 bulan yang lalu keluhan pasien bertambah, yakni konstipasi. terkadang

hematoskezia. Terjadi pula striktur uretra dan pasien di konsulkan untuk

pemasangan alat untuk membantu pasien BAB seperti biasa (masih

terpasang sampai saat ini) dan pasien disuntikkan zoladex 1x, dan

disarankan untuk suntik zoladex per 3 bulan. Setelah itu dilakukan

pemasangan kateter ureterostomy.

Sesampainya di RSAM dilakukan pemeriksaan fisik didapatkan tekanan

darah : 120/80 mmHg, nadi : 88 x/menit, suhu : 36.5oC, pernafasan 22

x/menit. Pasien tampak sakit sedang dan konjungtiva anemis +/+. Status

Lokalis abdomen: full blast (+), terpasang ureterostomy dan nefrostomy.

Genitalia, inspeksi : massa (-), pembesaran skrotum (-), palpasi : nyeri

tekan (-) massa (-), perianal, inspeksi deformitas (-), hemoroid (-), tumor

(-).

9

Page 10: isi (2)

Setelah itu dilakukan pemeriksaan penunjang yakni Darah Rutin dengan

hasil Hb = 7,9 ( N : 14 – 18), Ht = 33 ( N: 40 – 54 %), LED = 100 (N: 0 -

10 mm/jam), Leukosit = 18. 200 ( N: 4800- 10.800), Trombosit =

275.000 (N: 150.000-400.000), Eritrosit = 2,6 (N: 4,7-6,1), CT/BT =

11’/3’ , Hitung jenis Basofil 0, Eosinofil 0, Batang 0, Segmen 85, Limfosit

7, . Monosit 8. Kimia Darah Protein = 6,5 (6,4-8,3), Albumin = 3,3(3,5-

5,2), Globulin = 3,2 (2,3-3,5), GDS = 163 (<140), Ureum = 110 (13-43),

Creatinine = 8,40 (0,72-1,18), Natrium = 128 (135-145), Kalium = 4,2

(3,5-5), Kalsium = 7,6 (8,6-10), Chlorida = 98 (96-106).

Diagnosis banding

o BPH

o hematoskezia

Diagnosis kerja

o Kanker Prostat

Penatalaksanaan dan Pengobatan :

1. Non Medikamentosa : Pemasangan threeway kateter, diet lunak,

tirah baring

2. Medikamentosa :

- IVFD NaCl 0,9% gtt xx/min

- Ceftriaxon 1 gr/12 jam

- Ranitidin amp/ 12 jam

- Kalnex amp/ 12 jam

III. Pemeriksaan Penunjang :

10

Page 11: isi (2)

1. Radiologi : USG upper dan lower abdomen

- Tampak lesi inhomogen di prostat yang menyebabkan

ukuran prostat membesar ( volume 197 cc). Batas lesi

tampak irreguler dan masuk ke dalam vesika urinaria aspek

posteroinferolaterodextra et sinistra yang terpasang balon

kateter. (volume lesi di vesika urinaria lk 21,2 cc).

- Ren dextra : ukuran dan echostruktur normal. SPC tampak

melebar sedang tak tampak massa/batu. Tampak lesi

anechoic bentuk membulat diameter 1,1 cm di subcapsular

pole media ren dextra.

- Ren sinistra : ukuran dan echostruktural normal.SPC tmpak

melebar ringan. Tak tmpak massa atau batu.

- Hepar : ukuran dan ekostruktural normal. Permukaan licin,

sistema bilier dan vaskuler normal, intrahepatal tak

prominen, tak tampak massa/nodul.

- Vesika vilea : ukuran nomal, dinding tak menebal, tak

tampak massa atau batu.

- Lien : ukuran dan ekostruktural normal tak tampak massa

atau batu. Hilus lienalis tak promment

- Pankreas: ukuran dan ekostruktural normal tak tampak

massa atau batu.

Kesan:

- Residif tumor prostat yang menginfiltrasi vesika urinaria

yang menyebabkan hidronefrosis dextra grade II dan

hidronefrosis sin grade I

- Simple cystsubcapsuler di pole media ren dextra ukuran

diameter 1,1 cm

- Tak tampak kelainan dan metastase pada hepar, lien,

pankreas, vesika felea.

- Tak tampak limfadenopati paraortici

11

Page 12: isi (2)

2. Laboratorium khusus :

a. Histopatologi

Makroskopis : diterima satu sediaan berisi dua potong

jaringan ukuran 3x2x1,5 cm dan 5x4x3 cm, permukaan luar

sebagian kasar, irisan masa solid putih abu-abu, diproses

sebagian cetak.

Mikroskopis : potongan jaringan prostat dengan

proliferasi kelenjar sebagian dengan struktur tubuler kecil,

dilapisi sel berinti bulat, nukleoli prominent, pada bagian lain

tidak membentuk struktur tubuler, invasi diantara stroma

fibromuskuler.

Kesimpulan : adenocarsinoma prostat, gleason score 7

(3+4).

IV. Prognosis

Quo ad Vitam : Dubia ad malam

Quo ad Fungtionam : Dubia ad malam

Quo ad Sanationam : Dubia ad malam

12

Page 13: isi (2)

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI KELENJAR PROSTAT

2.1.1. Anatomi

Prostat merupakan kelenjar terbesar yang diselubungi oleh capsula prostatica

(lapisan tebal berisi pleksus vena dan syaraf) dan vagina prostatica (suatu jaringan

fibrosa bagian dari fascia endopelvica atau lamina viseral pascia pelvis) serta

secara embriologi memiliki muasal yang sama (homolog) dengan glandula

paraurehtrales pada perempuan. Dimensi ukuran prostat yakni memiliki panjang

sekitar 3 cm, lebar 4 cm, dan kedalaman AP 2 cm. Prostat memiliki basis yang

terletak dekat fundus vesica urinaria dan apex yang bersentuhan dengan sfingter

uretra eksterna serta m. perinei profundus. Bagian anterior prostat berupa lapisan

otot, yang disebut juga isthmus prostat atau dulunya disebut lobus anterior, dan

merupakan bagian dari sfingter uretra eksterna.

Prostat dipisahkan dari simfisis pubis di anterior oleh lemak peritoneal di dalam

spatium retropubis. Pada masa intrauterin, prostat fetus dibagi menjadi 5 lobus: 1

lobus anterior (merupakan isthmus prostat saat dewasa), 2 lobi laterales, 1 lobus

posterior, dan 1 lobus medius. Sementara di bagian posterior, antara prostat dan

13

Page 14: isi (2)

rektum terdapat suatu jaringan ikat pemisah yakni fascia Denonvillier atau septum

recovesicalis yang berguna mencegah invasi karsinoma prostat ke rektum.

Struktur-struktur pemfiksasi prostat diantaranya: ligamentum puboprostaticum

yang merupakan lanjutan anterolateral dari vagina prostatica, diafragma

urogenital, dan M. levator prostat. Vaskularisasi: pasokan darah arteri prostat

berasal dari r. Prostaticus a. vesicalis inferior dan r. Prostaticus a. rectalis media.

Aliran vena: darah dari prostat akan terdrainasi ke pleksus venosus prostaticus

yang terletak di antara capsula prostatica dan vagina prostatica. Darah dari pleksus

venosus prostaticus akan mengalir ke v. iliaca interna. Pleksus venosus prostaticus

berhubungan di superior dengan pleksus venosus vesicalis dan di posterior dengan

pleksus venosus vertebralis interna. Inervasi: prostat mendapat persyarafan dari

pleksus prostaticus tempat prostat menerima impuls baik rangsang simpatis

maupun parasimpatis. Impuls simpatis prostat bermula dari: nucleus

intermediolateralis L1—L3 –> n. sphlanicus lumbalis –> ganglion mesenterica

inferior –> pleksus hipogastricus superior –> n. hipogastrikus dekstra et sinistra –

> plekus hipogastricus inferior (atau pleksus hemorroidalis medius) –> pleksus

prostaticus. Sementara itu, jalaran parasimpatis prostat bermula dari: nucleus

intermedius S2—S4 –> Nn. Errigentes (Nn. Sphlanchnici Pelvici) –> pleksus

plekus hipogastricus inferior (atau pleksus hemorroidalis medius) –> pleksus

prostaticus. Nodus limfatik pada prostat yakni: lnn. Iliaci interni dan lnn. Sacrales.

Secara anatomis, meskipun kurang begitu jelas terlihat, lobus-lobus prostat dibagi

menjadi beberapa bagian:

14

Page 15: isi (2)

1. Isthmus prostat: disebut juga lobus anterior dan sesuai namanya berada di anterior

urethra, berisi jaringan fibromuskuler lanjutan m. sfingter uretra eksterna dan

sedikit jaringan glandular

2. Lobus dekstra dan sinistra prostat, yakni lobus selain bagian dari isthmus prostat,

yang dibagi lagi menjadi 4 lobulus berdasarkan hubungannya dengan urethra dan

ductus ejaculatorii:

Lobulus inferoposterior: berada di posterior urethra dan inferior ductus

ejaculatorii

Lobulus inferolateral: berada langsung di lateral urethra dan merupakan bagian

terbesar dari lobus dekstra dan sinistra prostat

Lobulus superomedial: berada di dalam dari lobulus infero posterior, mengelilingi

ductus ejaculatorii

Lobulus anteromedial: berada di dalam lobulus inferolateral, dan secara langsung

di lateral dari uretra prostatica proksimal

Gambar 2.1. Organ prostat pada pria

15

Page 16: isi (2)

Gambar 2.2. Organ prostat pada priaSumber : K. OH, William (2000)

Secara klinis, parenkim prostat dewasa dibagi menjadi 4 zona:

Zona sentral: disebut juga lobus medius, mengelilingi ductus ejakulatorius saat

memasuki glandula prostat. Zona ini menyusun 25% jaringan kelenjar dan

resisten mengalami keganasan karsinoma dan peradangan. Sel-sel pada zona

sentral memiliki ciri lebih mencolok dan sitoplasma sedikit basofilik dengan

nukleus lebih besar yang terletak pada level berbeda pada tiap-tiap sel.

Kemungkinan zona ini secara embriologik berasal dari inklusi ductus

mesonefrikus saat prostat berkembang.

Zona perifer: menyusun 70% kelenjar prostat dan mengelilingi zona sentral yakni

terletak pada bagian posterior dan lateral glandula prostat. Kebanyakan carcinoma

muncul dari zona perifer prostat dan akan terpalpasi saat tes colok dubur. Selain

itu, zona ini merupakan zona paling rentan terkena radang.

16

Page 17: isi (2)

Zona transisional: menyusun 5% komponen kelenjar, terdiri dari glandula

mucosal, dan terletak di sekitar urethra prostatica. Pada lansia, sel parenkim pada

zona ini seringkali mengalami hiperplasia (penambahan jumlah sel) dan

membentuk massa nodular sel epitel yang dapat menekan urethra prostatica,

menyebabkan gangguan urinasi. Kondisi tersebut dinamakan benign prostatic

hyperplasia (BPH).

Zona periurethra: tersusun atas glandula mukosa dan submukosa. Zona ini dapat

mengalami pertumbuhan abnormal pada fase BPH lanjutan, terutama

pertumbuhan dari komponan stroma. Bersama dengan nodul glandular pada zona

transisional, keduanya akan meningkakan kompresi urethra dan retensi lebih

parah dari urin di vesica urinaria.

Zona lain selain komponen glandular yakni stroma fibromuskular yang terletak

pada permukaan anterior glandula prostat, anterior dari urethra.

Gambar 2.3. Zona prostat secara histologi

17

Page 18: isi (2)

2.2. Kanker Prostat

Kanker prostat merupakan keganasan pada prostat yang terbanyak diantara

keganasan sistem urogenital pria. Karsinoma prostat ini diderita oleh pria berusia

diatas 50 tahun, diantaranya 30% menyerang pria berusia 70-80 tahun dan 75%

pada usia lebih dari 50 tahun (Purnomo, 2012).

Penyebab kanker prostat tidak diketahui secara tepat, beberapa faktor diduga

sebagai penyebab timbulnya adenokarsinoma prostat, yakni predisposisi genetik,

pengaruh hormonal, diet, pengaruh lingkungan, dan infeksi. Kemungkinan untuk

menderita kanker prostat menjadi dua kali jika saudarnya juga menderita. Hal ini

menunjukkan bahwa ada faktor genetika yang melandasi terjadinya kanker

prostat. Diet yang banyak mengandung lemak, susu yang berasal dari hewan,

daging merah, dan hati diduga meningkatkan kejadian kanker prostat.

Lebih dari 95 % kanker prostat bersifat adenokarsinoma. Selebihnya didominasi

transisional sel karsinoma. (Presti, J. C, 2008). Penelitian menunjukkan bahwa 60

- 70% kasus kanker prostat terjadi pada zona perifer sehingga dapat diraba sebagai

nodul – nodul keras irregular. Fenomena ini nyata pada saat pemeriksaan rectum

dengan jari (Digital Rectal Examination). Nodul – nodul ini memperkecil

kemungkinan terjadinya obstruksi saluran kemih atau uretra yang berjalan tepat di

tengah prostat. Sebanyak 10 – 20 % kanker prostat terjadi pada zona transisional,

dan 5 – 10 % terjadi pada zona sentral.

2.2.1. Etiologi dan Faktor Resiko Kanker Prostat

Dari berbagai penelitian dan survei, disimpulkan bahwa etiologi dan faktor resiko

kanker prostat adalah sebagai berikut:

1. Usia

Resiko menderita kanker prostat dimulai saat usia 50 tahun pada pria kulit putih,

dengan tidak ada riwayat keluarga menderita kanker prostat. Sedangkan pada pria

kulit hitam pada usia 40 tahun dengan riwayat keluarga satu generasi sebelumnya

18

Page 19: isi (2)

menderita kanker prostat. Data yang diperolehmelaui autopsi di berbagai negara

menunjukkan sekitar 15 – 30% pria berusia 50 tahun menderita kanker prostat

secara samar. Pada usia 80 tahun sebanyak 60 – 70% pria memiliki gambaran

histology kanker prostat. (K. OH, William et al, 2000).

2. Ras dan tempat inggal

Penderita prostat tertinggi ditemukan pada pria dengan ras Afrika – Amerika.Pria

kulit hitam memiliki resiko 1,6 kali lebih besar untuk menderita kanker prostat

dibandingkan dengan pria kulit putih (Moul, J. W., et al, 2005).

3. Riwayat keluarga

Carter dkk menunjukkan bahwa kanker prostat didiagnosa pada 15% pria yang

memiliki ayah atau saudara lelaki yang menderita kanker prostat, bila

dibandingkan dengan 8% populasi kontrol yang tidak memiliki kerabat yang

terkena kanker prostat (Haas, G. P dan Wael A. S., 1997). Pria yang satu generasi

sebelumnya menderita kanker prostat memiliki resiko 2 - 3 kali lipat lebih besar

menderita kanker prostat dibandingkan dengan populasi umum. Sedangkan untuk

pria yang 2 generasi sebelumnya menderita kanker prostat memiliki resiko 9 - 10

kali lipat lebih besar menderita kanker prostat.

4. Faktor hormonal

Testosteron adalah hormon pada pria yang dihasilkan oleh sel Leydig pada testis

yang akan ditukar menjadi bentuk metabolit, berupa dihidrotestosteron (DHT) di

organ prostat oleh enzim 5 - α reduktase. Beberapa teori menyimpulkan bahwa

kanker prostat terjadi karena adanya peningkatan kadar testosteron pada pria,

tetapi hal ini belum dapat dibuktikan secara ilmiah. Beberapa penelitian

menemukan terjadinya penurunan kadar testosteron pada penderita kanker prostat.

Selain itu, juga ditemukan peningkatan kadar DHT pada penderita prostat, tanpa

diikuti dengan meningkatnya kadar testosteron. (Haas, G. P dan Wael A. S.,

1997).

19

Page 20: isi (2)

5. Pola makan

Pola makan diduga memiliki pengaruh dalam perkembangan berbagai jenis

kanker atau keganasan. Pengaruh makanan dalam terjadinya kanker prostat belum

dapat dijelaskan secara rinci karena adanya perbedaan konsumsi makanan pada

rasa atau suku yang berbeda, bangsa, tempat tinggal, status ekonomi dan lain

sebagainya. Diet yang banyak mengandung lemak, susu yang berasal dari hewan,

daging merah, dan hati diduga meningkatkan kejadian kanker prostat. Sebaliknya,

beberapa nutrisi diduga dapat menurunkan insiden kanker prostat, diantaranya

adalah vitamin A, beta karoten, isoflavon, atau fitoesterogen yang banyak terdapat

pada kedelai, likofen yang terdapat pada tomat, selenium yang terdapat pada

ikanlaut, daging, dan biji-bijian, serta vitamin E.

6. Kebiasaan merokok dan paparan zat kimia

Kebiasaan merokok dan paparan zat kimia kadmium yang banyak terdapat pada

alat elektronik dan baterai berhubungan erat dengan timbulnya kanker prostat.

2.2.2. Gejala Klinis Kanker Prostat

Secara medik, kanker prostat umumnya tidak menunjukkan gejala khas. Karena

itu, sering terjadi keterlambatan diagnosa. Gejala yang ada umumnya sama

dengan gejala pembesaran prostat jinak, yaitu buang air kecil tersendat atau tidak

lancar. Keluhan dapat juga berupa nyeri tulang dan gangguan saraf. Dua keluhan

itu muncul bila sudah ada penyebaran ke tulang belakang Tahap awal (early

stage) yang mengalami kanker prostat umumnya tidak menunjukkan gejala klinis

atau asimptomatik. Pada tahap berikutnya (locally advanced) didapati obstruksi

sebagai gejala yang paling sering ditemukan. Biasanya ditemukan juga hematuria

yakni urin yang mengandung darah, infeksi saluran kemih, serta rasa nyeri saat

berkemih. Pada tahap lanjut (advanced) penderita yang telah mengalami

metastase di tulang sering mengeluh sakit tulang dan sangat jarang menhgalami

kelemahan tungkai maupun kelumpuhan tungkai karena kompresi korda spinalis.

20

Page 21: isi (2)

Kurang lebih 10% pasien yang datang berobat ke dokter mengeluh adanya

gangguan saluran kemih berupa kesulitan miksi, nyeri kencing atau hematuria

yang menandakan bahwa kanker telah menekan uretra.

2.2.3. Pemeriksaan Kanker Prostat

Kanker prostat stadium dini biasanya ditemukan pada pemeriksaan rectal toucher,

berupa nodul keras pada prostat, namun tidak jarang nodul ini sulit ditemukan

sehingga harus dibantu dengan pemeriksaan ultrasonografi transrektal (TRUS)

atau secara kebetulan ditemukan adanya peningkatan kadar penanda tumor PSA

(prostate spesific antigen) pada saat pemeriksaan laboratorium. Jika ditemukan

ada area hipoekoik selanjutnya dilakukan biopsi transrektal pada area tersebut

dengan bimbingan TRUS.

a. Digital Rectal Examination

Pemeriksaan rutin prostat yang di perlukan adalah pemeriksaan rektum dengan

jari atau digital rectal examination. Pemeriksaan ini menggunakan jari telunjuk

yang dimasukkan ke dalam rektum untuk meraba prostat. Penemuan prostat

abnormal pada DRE berupa nodul atau indurasi hanya 15 – 25 % kasus yang

mengarah ke kanker prostat (Moul, J. W., et al, 2005).

b. Pemeriksaan kadar Prostat Spesifik Antigen (PSA)

Adalah enzim proteolitik yang dihasilkan oleh epitel prostat dan dikeluarkan

bersamaan dengan cairan semen dalam jumlah yang banyak. Prostat Spesifik

Antigen memiliki nilai normal ≤ 4ng/ml. Pemeriksaan PSA sangat baik digunakan

bersamaan dengan pemeriksaan DRE dan TRUSS dengan biopsy. Peningkatan

kadar PSA bias terjadi pada keadaan Benign Prostate Hyperplasya (BPH), infeksi

saluran kemih dan kanker prostat sehingga dilakukan penyempurnaan dalam

interpretasi nilai PSA yaitu PSA velocity atau perubahan laju nilai PSA, densitas

PSA dan nilai rata – rata PSA, yang nilainya bergantung kepada umur penderita

21

Page 22: isi (2)

Umur (tahun) Rata –rata Nilai Normal PSA (ng/mL)

40 – 49

50 – 59

60 – 69

70 – 79

0.0 – 2.5

0.0 – 3.5

0.0 – 4.5

0.0 – 6.5

Tabel 2.1. Rata-rata nilai normal Prostat Spesifik Antigen menurut umur ( Choen

J.J dan Douglas M.D )

Pasien yang memiliki kadar PSA lebih dari 10 ng/mL biasanya menderita kanker

prostat. Dalam sebuah penelitian ditemukan bahwa hanya 2% laki – laki yang

menderita BPH yang memiliki kadar PSA lebih dari 10 ng/mL. Sedangkan dari

103 pasien dengan semua stadium kanker prostat, 44% memiliki kadar PSA lebih

dari 10 ng/mL . Dimana 305 nya dapat ditemukan pada pasien dengan stadium

kanker T1 – 2, NX, M0. Dengan demikian jelaslah bahwa ada hubungan antara

peningkatan PSA dengan stadium kanker prostat (K. OH, William, et al,. 2000).

c. Biopsi Prostat

Biopsi prostat merupakan “gold standard” untuk menegakkan diagnosa kanker

prostat. (Jefferson, K dan Natasha J., 2009). Pemeriksaan biopsi prostat

menggunakan panduan transurectal ultrasound scanning (TRUSS) sebagai

sebuah biopsi standar. Namun seringnya penemuan mikroskopis kanker prostat ini

terjadi secara insidentil dari hasil TURP atau pemotongan prostat pada penyakit

BPH Pemeriksaan biopsi prostat dilakukan apabila ditemukan peningkatan kadar

PSA serum pasien atau ada kelainan pada saat pemeriksaan DRE atau kombinasi

keduanya yaitu ditemukannya peningkatan kadar PSA serum dan kelainan pada

DRE. Pada pemeriksaan mikroskopis ini sebagian besar karsinoma prostat adalah

jenis adenokarsinoma dengan derajat diferensiasi berbeda – beda. 70%

adenokarsinoma prostat terletak di zona perifer, 20% di zona transisional dan 10%

di zona sentral (Moul, Judd W, et al, 2005). Namun penelitian lain menyatakan

bahwa 70% kanker prostat berkembang dari zona perifer, 25% zona sentral dan

22

Page 23: isi (2)

zona transisional dan beberapa daerah periuretral duct adalah tempat – tempat

yang khusus untuk beningn prostate hyperplasia (BPH) (Seitz, M., et al, 2009).

Pada hasil biopsi prostat, sebagian besar kanker prostat adalah adenokarsinoma

dengan derajat yang berbeda – beda. Kelenjar pada kanker prostat invasif sering

mengandung fokus atipia sel atauNeoplasia Interaepitel Prostat (PIN) yang diduga

merupakan prekusor kanker prostat.

d. Pencitraan

Dalam melakukan pencitraan, ada beberapa jenis pencitraan yang biasa di pakai

dalam mendiagnosis kanker prostat diantaranya yaitu :

1) Transrectal Ultrasound Scanning (TRUSS)

Transrectal Ultrasound Scanning (TRUSS) adalah pemeriksaan yang digunakan

untuk menentukan lokasi kanker prostat yang lebih akurat dibandingkan dengan

DRE, juga merupakan panduan klinisi untuk melakukan biopsi prostat sehingga

TRUSS juga sering dikatakan sebagai “a biopsy – guidence”. Selain untuk

panduan biopsi, TRUSS juga digunakan untuk mengukur besarnya volume prostat

yang diduga terkena kanker. Transrectal Ultrasound juga digunakan dalam

tindakan cryosurgery dan brachytherapy. Untuk temuan DRE yang normal namun

ada peningkatan kadar PSA (biasanya lebih dari 4) dapat juga digunakan TRUSS

untuk melihat apakah ada kemungkinan terjadi keganasan pada prostat (Evidence

Based Guideline Transrectal Ultrasound BlueCross BlueShield of North Carolina,

1994)

2) Endorectal Magnetic Resonance Imaging (MRI)

3) Axial Imaging (CT – MRI)

Pemeriksaan ini digunakan untuk melihat apakah pasien penderita kanker prostat

menderita metastase ke tulang pelvis atau kelenjar limfe sehingga klinisi bias

menetukan terapi yang tepat bagi pasien. Namun perlu diingat juga bahwa

penncitraan ini cukup memakan biaya dan sensitivitasnya juga terbatas hanya

sekitar 30 – 40%.

23

Page 24: isi (2)

2.2.4 Grading dan Staging Kanker Prostat

Kanker prostat biasanya mengalami metastase ke kelenjar limfe pelvis kemudian

metastase berlanjut ke tulang – tulang pelvis → vertebra lumbalis → femur →

vertebra torakal → kosta. Lesi yang sering terjadi pada metastase di tulang adalah

lesi osteolitik (destruktif), lebih sering osteoblastik (membentuk tulang). Adanya

metastasis osteoblastik merupakan isyarat yang kuat bahwa kanker prostat berada

pada tahap lanjut. Untuk menentukan grading, yang paling umum di gunakan di

Amerika adalah sistem Gleason (Presti, J. C., 2008). Skor untuk sistem ini adalah

1 – 5 berdasarkan pola secara pemeriksaan spesimen prostat di laboratorium

Patologi Anatomi (Tabel 2.2).

Ada 2 skor yang harus dilihat dalam sistem Gleason yaitu :

1) Skor primer adalah penilaian yang diberikan berdasarkan gambaran

mikroskopik yang paling dominan pada spesimen yang diperiksa

2) Skor sekunder adalah gambaran mikroskopik berikutnya yang paling dominan

setelah yang pertama.

Total skor untuk Gleason adalah jumlah dari skor primer dan skor sekunder

dimana masing – masing rentang nilai untuk skor primer dan sekunder adalah 1 -

5 dan totalnya 2 – 10. Bila total skor Gleason 2 – 4, maka specimen

dikelompokkan kedalam kategori well – differentiated, sedangkan bila skor

Gleason 5 – 6 dikategorikan sebagai moderate differentiated dan skor Gleason 8 –

10 dikelompokkan sebagai poor differentiated. Tidak jarang skor Gleason bernilai

7 sesekali di masukkan ke dalam kategori moderate differentiated, namun bisa

dimasukkan kedalam kategori poor differentiated. Kerancuan ini diatasi dengan

cara sebagai berikut :

1. Bila skor primer Gleason adalah 3 dan skor sekunder 4, maka di masukkan ke

dalam kategori moderate differentiated.

2. Bila skor primer Gleason 4 dan skor sekunder 3 maka di masukkan ke dalam

kategori poor differentiated, karena memiliki prognosis yang lebih buruk daripada

yang memiliki skor primer Gleason 3 (Presti, J. C., 2008).

24

Page 25: isi (2)

Tabel 2.2. Skor Grading menurut Gleason Skor Gleason

2.2.5. Penanganan Kanker Prostat

Sebelum dilakukan penanganan terhadap kanker prostat, perlu diperhatikan faktor

– faktor yang berhubungan dengan prognosis kanker prostat yang dibagi kedalam

dua kelompok yaitu faktor – faktor prognostik klinis dan patologis kanker prostat.

Faktor prognostik klinis adalah faktor – faktor yang dapat dinilai melalui

pemeriksaan fisik, tes darah, pemeriksaan radiologi dan biopsi prostat. Faktor

klinis ini sangat penting karena akan menjadi acuan untuk mengidentifikasi

karakteristik kanker sebelum dilakukan pengobatan yang sesuai. Sedangkan faktor

patologis adalah faktor – faktor yang yang memerlukan pemeriksaan,

pengangkatan dan evaluasi kesuruhan prostat. (Buhmeida, A ., et al, 2006).

Faktor – prognostik antara lain :

1. Usia pasien

2. Volume tumor

3. Grading atau Gleason score

4. Ekstrakapsular ekstensi

5. Invasi ke kelenjar vesikula seminalis

6. Zona asal kanker prostat

7. Faktor biologis seperti serum PSA, IGF, p53 gen penekan tumor dan lain – lain.

25

Page 26: isi (2)

Penangangan kanker prostat di tentukan berdasarkan penyakitnya apakah kanker

prostat tersebut terlokalisasi, penyakit kekambuhan atau sudah mengalami

metastase. Selain itu juga perlu diperhatikan faktor – faktor prognostik diatas yang

sangat penting untuk melakukan terapi kanker prostat. Untuk penyakit yang masih

terlokalisasi langkah pertama yang dilakukan adalah melakukan watchfull waiting

atau memantau perkembangan penyakit. Watchfull waiting merupakan pilihan

yang tepat untuk pria yang memiliki harapan hidup kurang dari 10 tahun atau

memiliki skor Gleason 3 + 3 dengan volume tumor yang kecil yang memiliki

kemungkinan metastase dalam kurun waktu 10 tahun apabila tidak diobati

(Choen, J. J. dan Douglas M. D., 2008). Sumber lain menuliskan bahwa watchfull

waiting dilakukan bila pasien memiliki skor Gleason 2 – 6 dengan tidak adanya

nilai 4 dan 5 pada nilai primer dan sekunder karena memiliki resiko yang rendah

untuk berkembang (Presti, J. C, 2008) Sekarang ini, pria yang memiliki resiko

sangat rendah (very low risk) terhadap kanker prostat dan memilih untuk tidak

melakukan pengobatan, tetapo tetap dilakukan monitoring.

Menurut Dr. Jonathan Epstein, seorang ahli patologi dari Rumah Sakit Johns

Hopkins (Epstein, J., 2011) mengemukakan beberapa kriteria yang termasuk

kedalam golongan resiko rendah terhadap kanker prostat (very low risk) :

1) Tidak teraba kanker pada pemeriksaan DRE (staging T1c)

2) Densitas PSA (jumlah serum PSA dibagi dengan volume prostat) kurang dari

0,15

3) Skor Gleason kurang atau sama dengan 6 dengan tidak ditemukannya pola

yang bernilai 4 atau 5

4) Pusat kanker tidak lebih dari 2 atau kanker tidak melebihi 50% dari bagian

yang di biopsi. Radikal prostatektomi adalah prosedur bedah standar yang

mengangkat prostat dan vesika seminalis. Prognosis pasien yang melakukan

radikal prostatektomi tergantung dengan gambaran patologis spesimen prostat.

26

Page 27: isi (2)

2.2.6. Terapi Kanker Prostat

Tindakan yang dilakukan terhadap pasien kanker prostat tergantung pada stadium,

umur harapan hidup, dan derajat diferensiasinya

STADIUM ALTERNATIF TERAPI

T1-T2 (A-B) Radikal prostatektomi

Observasi (pasien tua)

T3-T4 (C) Radiasi

Prostatektomi

N atau M (D) Radiasi

Hormonal

1. Observasi

Ditujukan untuk pasien dalam stadium T1 dengan umur harapan hidup kurang

dari 10 tahun.

2. Prostatektomi radikal

Pasien yang berada dalam stadium T1-2 N0 M0 cocok untuk dilakukan

tindakan ini yakni dengan mengangkat kelenjar prostat bersama dengan

vesikula seminalis.

3. Radiasi

Ditujukan untuk pasien tua atau dengan tumor yang telah mengalami

metastasis. Pemberian radiasi externa biasanya didahului dengan

limfadenektomi. Diseksi kelenjar limfe saat ini dapat dikerjakan melalui bedah

laparoskopik disamping operasi terbuka.

4. Terapi hormonal

Hal ini bertujuan untuk meniadakan sumber androgen baik dengan

pembedahan maupun dengan medikamentosa. Sumber androgen yang

dihilangkan berasal dari testis dan kelenjar suprarenal dimana terdapat 10%

dari seluruh testosteron yang beredar dalam tubuh.

27