iodimetri

19
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM KIMIA DASAR I IODIMETRI Disusun oleh: Nama : Gigie Kurniawati Wiyono NIM : 05.70.0037 Kelompok B.5 1

Upload: verlenciakhosasih

Post on 17-Sep-2015

22 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

fdsfs

TRANSCRIPT

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM

KIMIA DASAR I

IODIMETRI

Disusun oleh:

Nama : Gigie Kurniawati Wiyono

NIM : 05.70.0037

Kelompok B.5

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA

SEMARANG

2005

1. PENDAHULUAN

1.1. Tinjauan Pustaka

Iod (I) merupakan zat pengoksid yang jauh lebih lemah dari Kalium Permanganat, senyawa serium (IV), dan kalium dikromat. Hal ini disebabkan karena sistem redoks iod (triiodide) iodida,

I3- + 2 e 3 I-

mempunyai potensial standar + 0,54 V. Di sisi lain, ion iodida merupakan zat pereduksi yang tidak terlalu kuat, lebih kuat daripada misalnya, ion Fe (II). Dalam proses analitis, iod digunakan sebagai zat pengoksid (iodimetri) dan ion iodida digunakan sebagai zat pereduksi (iodometri). Relatif sedikit zat yang bersifat pereduksi yang cukup kuat untuk dapat dititrasi langsung dengan iod. Jadi penetapan iodimetri sedikit jumlahnya. Tetapi, banyak zat pengoksid yang cukup kuat untuk bereaksi dengan lengkap dengan ion iodida, dan banyak penerapan proses iodometri. Ion iod berlebih ditambahkan pada zat pengoksid yang ditetapkan, dibebaskan iod, yang kemudian dititrasi dengan larutan natrium tiiosulfat. Reaisi antara iod dan tiosulfat berlangsung baik sampai lengkap. Reaksi ini dibahas di bawah. Hendaknya ditekankan bahwa ada beberapa ahli kimia lebih menyukai untuk menghindari istilah iodimetri, dan sebagai gantinya menggunakan istilah proses iodometri tak-langsung dan langsung.

1. Proses Iodimetri atau Iodometri-Langsung

Zat zat penting yang merupakan zat pereduksi yang cukup kuat untuk dititrasi dengan iod adalah tiosulfat, arsen (III), stibium (III), sulfida, sulfit, timah (II), dan ferosianida. Daya mereduksi dari beberapa zat ini bergantung pada konsentrasi ion hidrogen, dan hanya dengan penyesuaian pH dengan tepat dapatlah reaksi dengan iod itu dibuat kuantitatif.

Iod hanya sedikit sekali dapat larut dalam air (0,00135 mol / liter pada 250 C), namun sangat larut dalam larutan yang mengandung ion iodidia. Iod membentuk kompleks triiodida dengan iodida,

I2 + I- I3-

dengan tetapan kesetimbangan sekitar 710 pada 250 C. Penambahan kalium iodida berlebih untuk meningkatkan kelarutan dan menurunkan keatsirian iod. Biasanya ditambahkan 3 % sampai 4 % bobot KI ke dalam larutan 0,1 N, dan kemudian wadahnya di sumbat baik baik.

Iod cenderung hidrolisis, dengan membentuk asam iodida dan hipoiodit.

I2 + H2O ( HIO + H+ + I-

Kondisi yang dapat meningkatkan derajat hidrolisis haruslah dihindari. Titrasi tak dapat dilakukan dalam larutan yang mempunyai suasana yang sangat basa, dan larutan standar iod haruslah disimpan dalam botol gelap untuk mencegah penguraian HIO oleh cahaya matahari,

2 HIO ( 2 H+ + 2I- + O2 (g)asam hipoiodit dapat juga diubah menjadi iodat dalam larutan basa,

3 HIO + 3 OH- ( 2 I- + IO2- + 3H2O larutan iod standar dapat disiapkan dengan menimbang langsung iod murni dan melarutkannya serta mengencerkannya ke dalam sebuah labu volumetri. Iod itu dimurnikan dengan sublimasi dan ditambahkan ke dalam larutan KI pekat, yang ditimbang dengan tepat sebelum maupun sesudah penambahan iod. Tetapi, biasanya larutan itu distandarkan terhadap standar primer, yang paling lazim digunakan adalah As2O3. Daya mereduksi HAsO2 bergantung pada pH, seperti tampak pada persamaan berikut:

HAsO2 + I2 + 2 H2O H3AsO4 + 2 H+ + 2 I-

Nilai ketetapan kesetimbangan untuk reaksi ini adalh 0,17; jadi reaksi belum lengkap pada titik kesetaraan. Tapi jika konsentrasi ion hidrogen diturunkan, reaksi itu dipaksa berjalan ke kanan dan dapat dibuat cukup lengkap agar cocok untuk titrasi. Dari pertimbangan kesetimbangan, nilai pH antara 5 dan 11 dapat diizinkan untuk titrasi HAsO2 dengan I2. Tetapi biasanya digunakan pH sekitar 8, karena laju reaksi antara HAsO2 dan I2 rendah jika pH kurang dari 7. Jika pH jauh lebih besar daripada 9, mungkin terjadi secara lokal hidrolisis dan selanjutnya pembentukan IO3; di mana tetes tetes titran menjauhi larutan. Biasanya ditambahkan natrium bikarbonat ke dalam larutan HAsO2 sebelum titrasi dengan I2. Kemudian larutan dibufer pada pH sedikit sekali di atas 8 dan titrasi itu akan memberikan hasil yang bagus sekali.

Warna larutan iod 0,1 N cukup tua sehingga iod dapat bertindak sebagai indikatornya sendiri. Iod juga dapat memberikan suatu warna ungu atau lembayung kepada pelarut seperti karbon tetraklorida atau kloroform, dan kadang kadang ini digunakan untuk mendeteksi titik akhir reaksi, tetapi lebih lazim digunakan suatu larutan (dispersi koloid kanji), karena warna biru tua kompleks pati - iod berperan sebagai uji kepekaan terhadap iod. Kepekaan itu lebih besar dalam larutan sedikitr sekali asam daripada dalam larutan netral dan lebih besar dengan adanya ion iodidia.

Mekanisme yang eksak pembentukan kompleks itu belum diketahui. Tetapi dibayangkan bahwa molekul iod diikat pada permukaan -amilosa, suatu konsentrasi kanji. Konstituen kanji lain, -amilosa, atau amilopektin, membentuk kompleks kemerahan dengan iod dimana warnanya tak mudah dihilangkan. Oleh karena itu, kanji yang mengandung banyak amilopektin sebaiknya tidak digunakan. Produk komersial, kanji larut terddiri terutama dari -amilosa.

2. Larutan kanji mudah terurai oleh bakteri, suatu proses yang dapat dihambat dengan sterilisasi atau dengan penambahan suatu pengawet. Hasil uraiannya mengkonsumsi iod dan berubah kemerahan. Merkurium (II) iodida, asam borat, atau asam furoat dapat digunakan sebagai bahan pengawet. Kondisi yang menimbulkan hidrolisis atau koagulasi kanji hendaknya dihindari. Kepekaan indikator berkurang dengan naiknya temperatur dan oleh beberapa bahan organik, seperti metil dan etil alkohol.

3. Proses Iodometri Tak-Langsung

Banyak zat pengoksid kuat dapat dianalisis dengan menambahkan kalium iodida berlebihan dan menitrasi iod yang dibebaskan. Karena banyak zat pengoksid yang menuntut larutan asam untuk bereaksi dengan iodida, natrium tiosulfat lazim digunakan sebagai titran, seperti dibahas di atas, titrasi dengan arsen (III) memerlukan larutan yang sedikit sekali basa.

Beberapa tindakan pencegahan perlu diambil dalam penanganan larutan kalium iodida untuk menghindari galat. Misalnya, ion iodida dioksidasi oleh oksigen dari udara:

4 H+ + 4 I - + O2 ( 2 I2 + 2 H2O

reaksi ini lambat dalam larutan netral, namun lebih cepat dalam asam dan dipercepat oleh cahaya matahari. Setelah penambahan kalium iodida ke dalam suatu larutan asam dari suatu zat pengoksid, larutan tidak boleh dibiarkan terlalu lama bersentuhan dengan udara, karena akan terbentuk tambahan iod oleh reaksi tersebut di atas. Nitrit tidak boleh ada karena garam ini akan direduksi oleh iodida menjadi nitrogen monoksida, yang kemudian teroksidasi kembali menjadi nitrit oleh oksigen di udara.

2 HNO2 + 2 H+ + 2 I - ( 2 NO + I2 + 2 H2O

4 NO + O2 + 2 H2O ( 4 HNO2

kalium iodida haruslah bebas dari iodat, karena kedua zat ini dalam suasana asam akan bereaksi membebaskan iod:

5 I- + IO3- + 6 H+ ( 3 I2 + 3 H2O

Larutan standar yang digunakan dalam kebanyakan proses iodometri adalah natrium tiosulfat. Lazimnya garam ini dibeli sebagai pentahidrat, Na2S2O3 . 5 H2O. Larutan tak boleh distandarkan berdasarkan pertimbangan langsung, melainkan harus distandarkan terhadap suatu larutan standat primer.

Larutan natrium tiosulfat tidak stabil dalam waktu lama. Bakteri yang memakan belerang akhirnya masuk ke dalam larutan itu, dan proses metaboliknya akan mengakibatkan pembentukan SO32- , SO42- dan belerang koloidal. Belerang ini akan menyebabkan kekeruhan; bila timbul kekeruhan, larutan harus dibuang. Biasanya air yang digunakan untuk menyiapkan larutan tiosulfat dididihkan agar steril, dan sering ditambahkan goraks atau natrium karbonat sebagai pengawet. Oksidasi tiosulfat oleh udara berlangsung lambat. Tetapi runutan tembaga yang kadang kadang terdapat dalam air suling akan mengkatalisis oksidasi oleh udara ini.

Tiosulfat diuraikan dalam larutan asam akan membentuk belerang sebagai endapan mirip susu.

S2O32- + 2 H+ ( H2S2O3 ( H2SO3 + S (S)Tetapi reaksi itu lambat dan tak terjadi apabila tiosulfat dititrasikan ke dalam larutan iod yang asam, asal larutan diaduk dengan baik. Reaksi antara iod dan tiosulfat jauh lebih cepat daripada reaksi penguraian.

Iod mengoksidasi tiosulfat menjadi ion tetrationat:

I2 + 2 S2O32- ( 2 I - + S4O62-Reaksi itu cepat, dan berlangsung sampai lengkap benardan tak ada reaksi samping. Bobot ekivalen Na2S2O3 . 5 H2O adalah juga bobot molekulnya, 284,17, karena dilepaskan satu elektron per molekul. Jika pH larutan di atas 9, tiosulfat dioksidasi menjadi sulfat:

4 I2 + S2O32- + 5 H2O ( 8 I- + 2 SO4 10 H+dalam larutan netral atau sedikit basa, oksidasi sulfat itu tidak terjadi, tterutama jika digunakan iod sebagai titran. Banyak zat pengoksid kuat, seperti permanganat, dikromat, dan garam serium (IV), mengoksidasi tiosulfat menjadi sulfat, namun reaksi itu tidak kuantitatif. (Day & Underwood, 1992)

Iodimetri adalah penetapan kadar reduktor dalam larutan dengan cara direaksikan dengan larutan standar I2 segagai zat pengoksid. Kelebihan I2 akan bereaksi dengan indikator amilum membentuk warna biru. Selain I2, chloroform juga dapat digunakan sebagai indikator, dimana bila berada dalam larutan iodium akan berwarna violet dan jika iodium telah habis maka lapisan chloroform tidak berwarna. (Dainith, 1992)

Iod sebagai zat padat sukar larut dalam air, tetapi sangat mudah larut dalam larutan KI karena membentuk ion I3-. Larutan ion ini tidak stabil, oleh karena itu perlu dilakukan standarisasi berkali kali. Ketidakstabilan iod disebabkan oleh penguapan iod, reduksi iod dengan bahan bahan organik seperti karet dan gabus yang mungkin masuk ke dalam larutan lewat debu, sap, oksidasi udara pada pH rendah, oksidasi ini dipercepat oleh cahaya dan panas. Maka larutan hendaknya disimpan dalam botol berwarna gelap di tempat sejuk. Juga harus dihindarkan kontak dengan bahan organik maupun gas pereduksi seperti SO2 dan H2S. (Harjadi, 1986)

Persen berarti bagian dari seratus bagian. Komposisi persen dari campuran adalah persen massa dari setiap elemen dalam campuran. Massa molar mewakili total massa atau sejumlah 100% dari campuran. Dengan demikian , komposisi persen air (H2O) adalah 11,19% H dan 88, 79%O dari massa. Mennurut Hukum Definite Composition, persen dari komposisi harus sama, tanpa memedulikan ukuran sampel yang diambil.

Komposisi persen dari campuran dapat ditentukan jika formulanya diketahui atau jika massa dari dua atau lebih komponen yang telah berkombinasi dengan yang lain diketahui atau secara eksperimen ditentukan.

Persen elemen = total massa dari elemen / massa molar

(Hein, 1993)

Vitamin C mempunyai rumus empiris C6H8O6 dalam bentuk murni merupakan kristal putih, tidak berwarna, tidak nernau, dan mencair pada suhu 1900 1920 C. Senyawa ini bersifat reduktor kuat dan mempunyai rasa asam. Kandungan vitamin C dalam larutan murni dapat ditentukan secara titrasi menggunakan larutan 0,01 N iodin, metode ini tidak efektif untuk mengukur asam karbonat dalam bahan pangan, karena adanya komponen komponen lain selain vitamin C yang juga bersifat mereduksi, senyawa- senyawa tersebut mempunyai warna titik akhir titrasi yang sama dengan titik akhir titrasi asam karbonat dengan iodin. (Andarwulan & Sutrisno, 1992)

1.2. Tujuan Praktikum

Tujuan dilaksanakannya praktikum ini adalah agar pratikan dapat menentukan kadar vitamin C yang terdapat dalam sampel melalui analisa iodimetri.

2. MATERI DAN METODE

2.1. Materi

2.1.1. Alat

Dalam praktikum ini, alat-alat yang digunakan oleh praktikan antara lain adalah pompa Pilleus, neraca analitik, labu takar 100 ml, labu erlenmeyer 100 ml, gelas arloji, buret, statip, pengaduk, pipet ukur 5 ml, pipet tetes, dan corong.

2.1.2. Bahan

Bahan-bahan yang digunakan oleh praktikan dalam praktikum ini adalah aquadestilata, Na2S2O3 0,05 N, amilum, I2 dan sampel (Marimas rasa jeruk).

2.2. Metode

Mula mula, sampel ditimbang sebanyak 2 gram dengan gelas arloji. Sampel dimasukkan ke dalam labu takar dan dilarutkan dengan aquades sampai volumnya mencapai 100 ml. Larutan diambil sebanyak 10 ml dan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer. Indikator amilum ikut dimasukkan juga ke dalam Erlenmeyer tersebut. Larutan dititrasikan dengan Na2S2O3 0,05 N. Setelah perubahan warna terjadi, titrasi dihentikan dan volum yang diperlukan untuk titrasi dicatat. Percobaan di atas diulang sebanyak 2 kali. Kadar vitamin C dihitung juga dan reaksi yang terjadi dicatat.

3. HASIL PENGAMATAN

No.Volum Na2S2O3Perubahan WarnaKadar Vitamin C

1.0,9 mlKuning ( biru ( kuning2,31 %

2.1,2 mlKuning ( biru ( kuning

Reaksi :

C6H8O6 (aq) + I2 (aq) ( C6H6O6 ( ) + 2 H+ ( ) + 2 I- ( )4. PEMBAHASAN

Percobaan ini bertujuan untuk menentukan kadar vitamin C dalam suatu sampel, yaitu Marimas rasa Jeruk dengan cara menambahkan larutan I2 dan indikator amilum, yang kemudian dititrasi dengan menggunakan Na2S2O3. Percobaan ini merupakan percobaan iodimetri karena larutan standar yang digunakan adalah I2. Hal tersebut sesuai dengan teori bahwa proses iodimetri atau iodometri langsung adalah penentuan kadar suatu zat yang bersifat reduktor dalam suatu bahan dengan cara direaksikan dengan larutan standar I2 sebagai pengoksid. (Dainith, 1992)

Pada percobaan di atas, larutan sampel yang semula kuning dan berubah warnanya setelah dititrasi, mempunyai warna titik akhir reaksi yang berwarna kuning seperti larutan semula. Hal ini sesuai dengan teori menurut Andarwulan dan Sutrisno bahwa kandungan vitamin C dalam larutan murni dapat ditentukan secara titrasi menggunakan larutan 0,01 N iodin, metode ini tidak efektif untuk mengukur asam karbonat dalam bahan pangan, karena adanya komponen komponen lain selain vitamin C yang juga bersifat mereduksi, senyawa- senyawa tersebut mempunyai warna titik akhir titrasi yang sama dengan titik akhir titrasi asam karbonat dengan iodin. (Andarwulan & Sutrisno, 1992)

5. KESIMPULAN

Iodimetri digunakan untuk menentukan kadar sutu zat yang bersifat reduktor dalam suatu larutan standar I2. Indikator amilum digunakan untuk menentukan kadar vitamin C. I2 yang berlebih dalam iodimetri akan bereaksi dengan indikator amilum membentuk warna biru. Titik akhir titrasi (TAT) pada iodimetri berwarna kuning yang mirip seperti warna larutan sampel yang digunakan. Metode titrasi menggunakan larutan 0,01 N iodin tidak efektif untuk mengukur asam karbonat dalam bahan pangan karena adanya komponen komponen lain selain vitamin C yang juga bersifat mereduksi. Selain itu, senyawa- senyawa tersebut mempunyai warna titik akhir titrasi yang sama dengan titik akhir titrasi asam karbonat dengan iodin.6. DAFTAR PUSTAKA

Andarwulan, N. & Sutrisno, K. (1992). Kimia Vitamin. CV. Rajawali. Jakarta.

Dainith, J. (1992). Kamus Lengkap Kimia. Erlangga. Jakarta.

Day, R. A. & A. L. Underwood. (1992). Analisis Kimia Kuantitatif, edisi kelima. Erlangga. Jakarta.

Harjadi. (1986). Ilmu Kimia Analitik Dasar. Gramedia. Jakarta.

Hein, N. (1993). College Chemistry. Brooks / Cole Publishing Company. California.

7. LAMPIRAN

7.1. Laporan Sementara

7.2. Perhitungan

V rata-rata = (0,9 ml + 1,2 ml) / 2

= 1, 05 ml

persamaan : mgr / Bm x Val = V Na2S2O3 x N Na2S2O3 x Fp

mgr / 176 sma x 2 = 1,05 ml x 0,05 N x (100 / 10)

mgr = 46,2 mg

gr = 0,0462 g

kadar Vitamin C = gr / 2 x 100 %

= 0,0462 / 2 x 100 %

= 2,51 %

18