intro (2)

5
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ambing merupakan alat penghasil susu pada sapi yang dilengkapi suatu saluran ke bagian luar yang disebut puting. Pada puting ini akan mengeluarkan susu sewaktu diperah. Ambing memiliki lubang puting yang tidak tertutup dan cenderung basah. Hal ini sangat memungkinkan bakteri dapat tumbuh sampai ke dalam puting (Lampert,1970). Ambing pada sapi sebenarnya merupakan gabungan dari empat kelenjar susu, menjadi suatu bangunan yang merupakan ambing kanan dan kiri. Ambing merupakan kelenjar kulit yang diliputi oleh bulu atau rambut. Berat ambing sapi tergantung pada umur, masa laktasi, banyaknya susu dalam ambing dan faktor genetis (Ashry, 2006). Ambing sapi mudah terkena kotoran karena dipengaruhi oleh letak ambing yang dekat dengan anus sebagai tempat keluarnya feses. Keadaan ambing yang kotor juga dapat disebabkan oleh cara pemerahan sapi yang dilakukan masih secara tradisional dan sederhana yaitu menggunakan tangan manusia yang kontak langsung dengan ambing sapi dan tidak menggunakan peralatan yang modern. Para pekerja yang terlibat belum tentu mencuci tangannya terlebih dahulu sebelum memerah. Kotoran yang melekat pada ambing dapat mengkontaminasi susu pada saat pemerahan berlangsung.

Upload: bayu-etc

Post on 18-Dec-2015

216 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

dfdf

TRANSCRIPT

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Ambing merupakan alat penghasil susu pada sapi yang dilengkapi suatu

    saluran ke bagian luar yang disebut puting. Pada puting ini akan mengeluarkan susu

    sewaktu diperah. Ambing memiliki lubang puting yang tidak tertutup dan cenderung

    basah. Hal ini sangat memungkinkan bakteri dapat tumbuh sampai ke dalam puting

    (Lampert,1970). Ambing pada sapi sebenarnya merupakan gabungan dari empat

    kelenjar susu, menjadi suatu bangunan yang merupakan ambing kanan dan kiri.

    Ambing merupakan kelenjar kulit yang diliputi oleh bulu atau rambut. Berat ambing

    sapi tergantung pada umur, masa laktasi, banyaknya susu dalam ambing dan faktor

    genetis (Ashry, 2006).

    Ambing sapi mudah terkena kotoran karena dipengaruhi oleh letak ambing

    yang dekat dengan anus sebagai tempat keluarnya feses. Keadaan ambing yang kotor

    juga dapat disebabkan oleh cara pemerahan sapi yang dilakukan masih secara

    tradisional dan sederhana yaitu menggunakan tangan manusia yang kontak langsung

    dengan ambing sapi dan tidak menggunakan peralatan yang modern. Para pekerja

    yang terlibat belum tentu mencuci tangannya terlebih dahulu sebelum memerah.

    Kotoran yang melekat pada ambing dapat mengkontaminasi susu pada saat

    pemerahan berlangsung.

  • 2

    Kebersihan ambing juga sangat dipengaruhi oleh air yang digunakan untuk

    membersihkan ambing. Sapi akan dimandikan terlebih dahulu sebelum diperah.

    Kegiatan memandikan sapi biasanya dilakukan pada pagi hari dan siang hari, yaitu

    sebelum pemerahan. Umumnya air yang digunakan adalah air sungai atau air sumur

    yang dekat dengan pembuangan feses. Air yang digunakan untuk memandikan sapi

    kemungkinan besar mengandung cemaran coliform sehingga menyebabkan ambing

    sapi tercemar oleh cemaran coliform yang ada pada air tersebut. Selain itu kebersihan

    kandang yang kurang baik seperti lantai yang kotor dapat menjadi salah satu faktor

    yang menyebabkan kotornya ambing sapi walaupun sudah dimandikan. Sapi yang

    sudah dimandikan tidak langsung diperah melainkan setelah kering baru dilakukan

    pemerahan.

    Ambing merupakan alat penghasil susu, letak ambing yang dekat dengan anus

    dan kebersihan lingkungan peternakan yang buruk menyebabkan ambing mudah

    terkena kotoran sehingga dapat menjadi salah satu media penularan bakteri terhadap

    susu mentah hasil pemerahan dan produknya terutama oleh kelompok bakteri enterik.

    Salah satu cemaran bakteri tersebut adalah kelompok Enterobacter. Pada tahun 1989

    diadakan penelitian terhadap susu formula bayi yang menyebabkan wabah di

    Memphis, Tennessee. Menurut Simmons et al., (1989) cemaran Enterobacter

    sakazakii pada susu formula bayi tersebut sebesar 8 CFU/100g. Banyak kasus infeksi

    terjadi di beberapa negara yang disebabkan oleh Enterobacter sp. Misalnya empat

    kasus yang terjadi di Selandia Baru akibat infeksi/peradangan yang disebabkan E.

    sakazakii pada bayi-bayi. Diantara tahun 1992 - Agustus 2002 di Belgia, terjadi

  • 3

    kasus infeksi pada aliran darah yang disebabkan oleh Enterobacter aerogenes

    (Ronveaux et al., 1999). Selama tahun 1961 sampai tahun 2002 telah ditemukan

    banyak kasus wabah infeksi dari Enterobacter sakazakii dan Enterobacter aerogenes

    yang menyebabkan penyakit (Postupa dan Aldova, 1983).

    Di daerah Yogyakarta belum pernah dilaporkan adanya kasus penyakit yang

    disebabkan oleh Enterobacter sp, namun dari hasil penelitian sebelumnya

    menunjukkan bahwa susu mentah hasil pemerahan yang berasal dari kabupaten

    Sleman mengandung cemaran bakteri Enterobacter sp (Siregar, 2006).

    Dalam penelitian ini penulis ingin mengetahui keberadaan dan jumlah

    cemaran Enterobacter sp khusus pada daerah ambing sapi, karena ambing sapi perah

    merupakan salah satu media penularan Enterobacter sp terhadap susu dan produknya

    sehingga dapat mengganggu kesehatan konsumennya. Sampel ambing diambil dari

    peternakan sapi UGM dan peternakan sapi Pakem, karena kebersihan lingkungan

    pada kedua peternakan ini berbeda, dimana kebersihan lingkungan/kandang dan para

    pekerjanya pada peternakan sapi UGM lebih baik dibandingkan dengan peternakan

    sapi Pakem. Air yang digunakan untuk membersihkan sapi juga diambil dari sumber

    yang berbeda dimana pada peternakan Pakem pada umumnya mengambil dari air

    sungai. Selain itu pada kedua peternakan ini menghasilkan susu mentah hasil

    pemerahan yang akan dijual dan dikonsumsi. Susu mentah yang dihasilkan dari kedua

    peternakan ini telah diteliti dan hasilnya menunjukan susu mentah hasil pemerahan

    mengandung cemaran Enterobacter sp.

  • 4

    B. Rumusan Masalah

    Enterobacter sp dapat berasosiasi dengan saluran intestinal sehingga dapat

    keluar bersamaan dengan feses. Letak ambing yang dekat dengan anus dan

    kebersihan para pekerja yang buruk dapat menyebabkan melekatnya kotoran pada

    daerah ambing dan puting sapi walaupun sapi tersebut sudah dimandikan, sehingga

    menjadi media penyebaran Enterobacter sp. Berdasarkan hal tersebut maka dibuat

    perumusan masalah sebagai berikut:

    1. Adakah cemaran Enterobacter sp pada ambing sapi perah di peternakan UGM

    dan peternakan Pakem ?

    2. Berapa besar jumlah cemaran Enterobacter sp pada ambing sapi perah yang

    telah dimandikan dan sebelum diperah di peternakan UGM dan peternakan

    Pakem ?

    C. Tujuan Penelitian

    Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeteksi keberadaan Enterobacter

    sp dan mengetahui jumlah cemarannya pada ambing sapi perah yang telah

    dimandikan dan sebelum diperah melalui isolasi dan identifikasi serta

    membandingkannya pada kedua lokasi yaitu peternakan sapi UGM dan peternakan

    sapi Pakem.

    D. Batasan Masalah

    Deteksi cemaran dalam penelitian ini adalah mengetahui keberadaan dan

  • 5

    jumlah cemaran Enterobacter sp pada sampel yang diujikan. Sampel yang digunakan

    dalam penelitian ini adalah ambing sapi perah yang telah dimandikan dan sebelum

    diperah, dimana sampel ambing sapi perah diambil dari 2 peternakan di kabupaten

    Sleman yaitu peternakan sapi UGM dan peternakan sapi Pakem Sleman Yogyakarta.

    Pada setiap lokasi tersebut diambil 10 sampel sehingga total keseluruhan 20 sampel.

    E. Manfaat Penelitian

    Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan

    gambaran tentang keberadaan Enterobacter sp dan jumlah cemarannya pada ambing

    sapi perah sehingga peternak dapat lebih memperhatikan kebersihan lingkungan

    tempat pemerahan dan kebersihan para pekerjanya sehingga dapat menekan jumlah

    Enterobacter sp. Isolat yang diperoleh dapat digunakan untuk penelitian lebih lanjut

    dikemudian hari.