inkompatibilitas

16
Inkompatibilitas ABO pada Anak Usia 5 Hari disertai Ikterus pada 10 jam Setelah Kelahiran Caturya Windy Cita Maellya 102012054 E1 Fakultas Kedokteran Ukrida Jl. Arjuna Utara No. 6 Kebon Jeruk - Jakarta Barat 11150 Abstrak Tingkat mortalitas pada bayi baru lahir terbanyak adalah karena hiperbilirubinemia yang tidak ditangani dengan baik. Hiperbilirubinemia ditakutkan akan menyebabkan ensefalopati bilirubin. Ensefalopati bilirubin merupakan komplikasi berat yang mampu menyebabkan kematian atau menyebabkan kecacatan mental. Beberapa faktor predisposisi hiperbilirubinemia adalah faktor maternal seperti, komplikasi saat kehamilan (inkompatibilitas ABO dan inkompatibilitas Rhesus), dan pemberian ASI. Faktor lainnya adalah faktor perinatal seperti infeksi atau trauma lahir (cephalhermaton), dan faktor neonatus seperti prematuritas, rendahnya asupan ASI, hipoglikemik, dan faktor genetik. Dalam tinjauan pustaka ini akan dibahas mengenai faktor maternal sebagai predisposisi dari hilerbilirubinemia pada bayi baru lahir terutama mengenai inkompatibilitas ABO. Kata kunci : hiperbilirubinemia, inkompatibilitas ABO, inkompatibilitas Rhesus Abstract Mostly the mortality on the newborn baby is caused by hyperbilirubinemia which is not recovered immediately. The complication of this is bilirubin encephalopathy which can cause death or leave the disablement (mental disorder) to the baby who can survive. 1

Upload: caturya-windy-cita-maellya

Post on 29-Sep-2015

33 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Inkompatibilitas ABO pada Anak Usia 5 Hari disertai Ikterus pada 10 jam Setelah KelahiranCaturya Windy Cita Maellya102012054E1Fakultas Kedokteran UkridaJl. Arjuna Utara No. 6 Kebon Jeruk - Jakarta Barat 11150AbstrakTingkat mortalitas pada bayi baru lahir terbanyak adalah karena hiperbilirubinemia yang tidak ditangani dengan baik. Hiperbilirubinemia ditakutkan akan menyebabkan ensefalopati bilirubin. Ensefalopati bilirubin merupakan komplikasi berat yang mampu menyebabkan kematian atau menyebabkan kecacatan mental. Beberapa faktor predisposisi hiperbilirubinemia adalah faktor maternal seperti, komplikasi saat kehamilan (inkompatibilitas ABO dan inkompatibilitas Rhesus), dan pemberian ASI. Faktor lainnya adalah faktor perinatal seperti infeksi atau trauma lahir (cephalhermaton), dan faktor neonatus seperti prematuritas, rendahnya asupan ASI, hipoglikemik, dan faktor genetik.Dalam tinjauan pustaka ini akan dibahas mengenai faktor maternal sebagai predisposisi dari hilerbilirubinemia pada bayi baru lahir terutama mengenai inkompatibilitas ABO. Kata kunci : hiperbilirubinemia, inkompatibilitas ABO, inkompatibilitas RhesusAbstractMostly the mortality on the newborn baby is caused by hyperbilirubinemia which is not recovered immediately. The complication of this is bilirubin encephalopathy which can cause death or leave the disablement (mental disorder) to the baby who can survive. Some factors as a predisposition of hyperbilirubinemia are maternal factor like incompatibility ABO of Rh (complication during gestasion), breast milk jaundice. The others are perinatal factor like infection or trauma when the baby was born (cephalhermaton), and neonatus factor like prematurity, get not enough breast milk, hyperglicemia, or even it's caused by genetic factor.In this paper mostly talk about maternal factor as a predisposition of huperbilirubinemia on the newborn baby, mainly talk about incompatibility ABO.Key word : hyperbilirubinemia, incompatibility ABO, incompatibility Rh.

PendahuluanBilirubin. Hemoglobin yang dilepaskan oleh hemolisis diubah menjadi bilirubin tidak terkonjugasi (indirek), yang dengan cepat melewati plasenta ke dalam sirkulasi ibu, lalu ia diambil oleh hatinya dan dikonjugasi. Sebagai akibatnya, kadar bilirubin dalam sirkulasi janin dan dalam darah tali pusat jarang melebihi 7 mg/dl. Beberapa bilirubin juga masuk ke dalam cairan amnion melalui ekskresi ke dalam cairan paru janin. Adanya kadar bilirubin yang tidak terkonjugasi yang lebih tunggi dari normal dalam plasma janin dapat juga menyebabkan induksi prematur sistem konjugasi hati, mengakibatkan kadar bilirubin direk pada janin eritroblastosis sedikit lebih tinggi. Sesudah lahir, bilirubin indirek tidak lagi dibersihkan oleh plasenta, dan kadarnya naik sebanding dengan kecepatan hemolisis. Kadar biasanya mencapai puncak selama minggu pertama sesudah lahir kemudian menurun ketika kemampuan hati untuk mengkonjugasi dan mengekskresikan bilirubin bertambah baik. Bilirubin yahg tidak terkonjugasi bersifat sitotoksik jika memasuki sel, dan mempunyai predileksi pada ganglia basalis otak, menghasilkan enselopati yabg dikenal dengan kern ikterus. Biasanya, bilirubin yang tidak terkonjugasi akan diikat oleh albumin darah plasma dan tidak akan masuk ke dalam sel dalam jumlah toksik, kecuali sudah melewati kapasitas pengikatan albumin atau terjadikerentanan sel terhadap bilirubin.Ketika bayi baru lahir, setiap 2-4 jam kadar bilirubin harus diperiksa. Jika terjadi peningkatan dengan cepat (0.5 mg/dl/jam atau lebih) atau dalam kadar 5 mg/dl dianggap berbahaya untuk bayi tertentu. Keadaan dimana bilirubin indirek darah tinggi maka disebut dengan hiperbilirubinemia, yang ditandai dengan ikterus yaitu, warna kuning yang muncul pada seluruh tubuh bahkan sampai ke sklera. Ikterus yang fisiologis biasanya muncul pada bayi usia 2-3 hari dan mulai turun pada akhir minggu pertama. Sedangkan pada kasus penyakit hemolitik paa bayi baru lahir biasanya ikterus muncul dalam 24 jan pertama setelah kelahiran.Keadaan tersebut dapat diatasi dengan transfusi tukar. Cara ini dilakukan hanya apabila terjadi peningkatan bilirubin indirek mendekati batas atas keamanan atau apabila kadar bilirubin indirek naik paa kecepatan yang demikian cepat dalam beberapa jam. Transfusi tukar dilakukan dengan cara membuang sel yang berselimut antibody tidak jelas. Oleh karena itu penting dilakukan seleksi donor darah yabg tepat. Donor darah tersebut harus diuji silang dengan serum ibu untuj memastikan bahwa donor tersebut cocok. Hal tersebut penting dilakukan sebelum transfusi tukar agar dapat dilakukan tindakan jika memang terdapat penyakit hemolisis pada bayi baru lahir."Seorang bayi perempuan berusia 5 hari dibawa ke puskesmas dengan kekuhan utama kuninh sejak lahir. Ibu mengatakan bahwa bayinya mulai kuning sejak 10 jam dilahirkan, bayi dilahirkan secara normal pervaginam di bidan, aktif dan kuat menangis. Sampai saat ini, bayi hanya menerima ASI eksklusif dan kuat menyusu. Serta aktif. Di temukan pada pemeriksaan fisik, sklera hingga kulit tubuhnya berwarna kuning (ikterik), tidak terdapat hepatosplenomegali, TTV: suhu 36.8 0 C; frekuensi nadi 130 kali/menit; dan frekuensi nafas 40 kali/menit. Gol darah Ayah B dan Ibu gol darah O".

Dari skenario diatas, perlu ditinjau lebih dalam lagi mulai dari anamnesa, pemeriksaan fisik yang diperlukan, permeriksaan penunjang yang penting untuk menyingkirkan dugaan atau differential diagnosis agar diagnosis kerja dan diagnosis pasti dapat ditentukan.AnamnesaPenting ditanyakan dalan hal ini apakah bayi disertai demam, mual muntah, apakah sebelum ada trauma, mengenai riwayat kehamilan, infeksi saat kehamilan, obat-obatan apa saja yang dioonsumsi saat kehamilan, mengenai asupan gizi saat kehamilan, apakah terdapat hidrop foetalis. Pemeriksaan FisikPemeriksaan fisik yang penting dilakukan sesuai dengan kasus, dimulai dengan memeriksa tanda-tanda vital, melihat pada konjungtiva dan sklera (ditemukan sklera berwarna kuning), lalu pemeriksaan abdomen pada palpasi untuk melihat apakah ada pembesaran pada hati dan limpa (hepatosplenomegali).Pemeriksaan PenunjangPemeriksaan penujang yang dilakukan: Complete blood count, terutama periksa hematokrit, hemoglobin, jumlah retikulosit, leukosit, pemeriksaan pulasan darah, jumlah trombosit, Pemeriksaan golongan darah dan tipenya beserta rhesus nya pada anak dan orangtua ( ayah golongan darah B, sedangkan ibunya golong darah O). Uji kadar albumin (penting untuk menentukan penatalaksanaan selanjutnya transfusi tukar atau foto terapi) dan pemeriksaan bilirubin indirek Skrining G6PD Pemeriksaan uji Coomb's. Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan yang digunakan untuk mendeteksi adanya antibody pada permukaan eritrosit dan anti -Ab dalam serum ibu hamil atau pada sel neonatus. Antibody ini nenyelimuti eritrosit sehingga membuat umur eritrosit menjadi lebih pendek dan sering menyebabkan inkompatibilitas pada transfusi darah. Reagen coombs merupakan antibody terhadap IgG manusia. Uji coombs yang dilalukan ada 2 yaitu uji coombs direk dan indirek. Uji coombs indirek biasanya dilakukan pada serum ibu, untuk melihat antibody serum ibu seperti yang disebabkan oleh isoimunisasi-D. Sedangkan uji coombs direk bisa dilakukan pada janin ataupun neonatus. Uji coombs direk inilah yang terutama dilakukan untuk mengetahui apakah ada antibody maternal pada sirkulasi darah janin ataupun neonatus. Antibody ibu yang terdeteksi pada janin saat lahir secara bertahap lenyap pada periode 1 sampai 4 bulan. Jika ditemukan antibody sel darah merah ibu, maka antibody tersebut perlu didentifikasi dab dibedakan apakah IgG atau IgM. Dalam hal ini, hanya antibody IgG yang menimbulkan kekhawatiran karena IgG dapat melewati plasenta dan menimbulkan hemolisis darah janin. Jika titer antibody IgG melebihi titer kritis yaitu 1:16 maka menandai kemungkinan penyakit hemolitik yang parah, namun hal ini masih bervariasi di laboratourium lainnya sehingga belum dapat dipastikan. Pada inkompatibilitas ABO biasanya uji coombs direk negatif atau positif lemah. dan uji coombs indirek positif. Sedangkan pada incompatibilitas Rh uji coombs direk dan indirek selalu positif. Pada inkompatibilitas ABO, dalam serum bayi ditemukan anti-A dan anti-B bebas tipe IgG, dan didalam serum ibu titer terhadap anti -A dan anti -B dalam bentuk IgG sangat tinggi. Working DiagnosisDari anamnesa dan juga pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang, didapatkan bahwa pasien anak berusia 5 hari tersebut menderita "inkompatibilitas ABO".Inkompatibilitas ABOEpidemiologi. Meskipun tidak ada data tentang kejadiannya, di Indonesia penyakit hemolitik isoimun karena inkompatibilitas ABO lebih sering dijumpai dari pada inkompatibilitas Rh. Penyebab hiperbilirubinemia pada neonatus di rumah sakit Cipto Mangunkusumo yang tersering adalah sepsis, diikuti oleh inkompatibilitas ABO, defisiensi G6PD, dan penyakit lainnya.Ibu golongan darah O mempunyai kadar IgG anti-A lebih tinggi daripada ibu golongan darah B dan kaar IgG anti-B lebih tinggi daripada ibu golongan darah A. Penyakit hampir selalu terjadi pada ibu yang golongan darah O, dan jarang terjadi bila ibu golongan darah A dan bayi golongan darah B. Kehamilan pertama sering terkena karena sensitisasi ibu terjadi pada awal kehidupan melalui kontak dengan antigen A dan B. Penyakit tidak memburuk pada kehamilan berikutnya yang terkena; jika ada, penyakit cenderung menjadi lebih ringan. Inkompatibilitas ABO terjadi pada 20-25% kehamilan, namun penyakit hemolitik hanya berkembang pada 10% dari bayi-bayi tersebut, yang biasanya bayinya bergolongan darah A1 yang sifatnya lebih antigenik daripada A2 dan hanya 5% yang mengalami gejala klinis. Sekitar sepertiga bayi golongan A atau B dari ibu yang golongan darahnya O akan mempunyai antibody ibu yang dapat dideteksi pada eritrositnya. Hal ini lebih sering terjadi pada bayi yang golongan darahnya B dibandingkan yang golongan darah A dan lebih sering pada bayi kulit hitam daripada bayi kulit putih dengan golongan A atau B. Hanya sebagiaan kecil bayi yang menderita penyakit klinis. Etiologi. Walaupun antibody terhadap faktor A dan B terjadi tanpa imunisasi sebelumnya (antihody "alamiah"), faktor ini biasanya terjadi pada fraksi 19S (IgM) gama globulin, dan tidak melewati plasenta; namun, antibody terhadap antigen A univalen inkomplit (albumin aktif) yang terdapat pada fraksi 7S (IgG), dapat melewati plasenta, sehingga penyakit hemolitik isoimun A-O dapat ditemukan pada bayi pertama yang dilahirkan. Ibu yang telah diimunisasi untuk melawan faktor A atau B dari kehamilan yang inkompatibel sebelumnya juga menunjukkan antibody dalam fraksi gama globulin IgG. Imun inilah yang kemudian menjadi mediator primer pada penyakit isoimun ABO.Patogenesis. Mekanisme terjadinya hemolisis pada inkompatibilitas pad ABO pada dasarnya sama dengan inkompatibilitas pada Rh, yaitu dengan urutan sebagai berikut :1) Golongan darah ibu biasanya O2) Golongan darah bayi atau janin A atau B3) Masuknya eritrosit janin ke dalam sirkulasi maternal melalui perdarahan feto maternal4) Sensitisasi oleh antigen A atau B5) Produksi anti -A dan anti -B maternal yang bersifat umum6) Pasase anti -A atau anti -B imun transplacenta kedalam sirkulasi janin7) Melekatnya anti -A atau anti B imun pada eritrosit bayi/janin8) Aglutinasi dan lisis eritrosit janin atau bayi.Manifestasi klinis. Derajat hemolisis yang disebabkan oleh iniompatibilitas ABO lebih ringan jika dibandingkan dengan inkompatibilitasa Rh. Hal ini disebabkan karena antigen A dan antigen B tidak hanya terdapat pada eritrosit tetapi juga terdapat pada jaribgan tubuh lain. Sebagai akibatnya, antibody imun yang melalui plasenta akan diabsorbsi pula oleh sel jaringan, sehingga yang masih tersisa dalam sirkulasi hanya sebagian saja. Oleh karena itu hiperbilirubinemia yang terjadi jarang membutuhkan transfusi tukar.Walaupun demikian terdapat 1% yang mengalami gejala klinis berat, bahkan sampai terjadi hidrops fetalis. Ikterus adalah salah satu gejala yang muncul dan merupakan satu-satunya manifestasi klinis yang nyata yang muncul dalam 24 jam pertama. Pada inkompatibilitas ABO, saat bayi lahir bayi tidak pucat, tidak ada hidrops fetalis (jarang), hati dab limpa tidak membesar (jarang). Jika gejala menjadi berat maka akan muncul tanda-tanda pada keadaan kern ikterus yang berkembang dengan sangat cepat.Pada penyakit ini sebgian besar ditemukan isoantibody A dan B adalah imunoglobulin M yang tidak bisa menembus plasenta sehingga melisiskan eritrosit janin. Tidak diperlukan deteksi antenatal, induksi persalinan dini, ataupun uji amniosentesis karena anemia yang ditimbulkan karena inkompatibilitas ABO tidak menyebabkan anemia yang parah.Differential DiagnosisDari kasus diatas, gangguan hemolisis yang terjadi pada bayi baru lahir, dengan disertai ikterus yang muncul pada 24 jam pertama kemungkinan penyakitnya adalah : inkompatibolitas ABO, inkompatibilitas Rh, defisiensi G6PD, sferositosis, dan infeksi kongenital, namun dalam makalaah ini akan dibahas mengenai inkompatibilaitas Rh sebagai differential diagnosisnya. Inkompatibilitas Rhesus (Rh)Inkompatibilitas Rh adalah suatu penyakit hemolitik pada bayi baru lahir dikarenakan perbedaan rhesus. Biasanya yang terjadi adalah ketika rhesus ibu negatif dan rhesus anak poritif inkompatibilitas Rh (Rhesus) dapat terjadi.Rh memiliki beberapa jenis antigen diantaranya C,c,D,E dan e; diantaranya yang terpenting adalah antigen D, karena antigen tersebut hanya ada pada rhesus positif. Frekuensi Rh negatif pada orang kulit putih sekitar 15%, orang kulit hitam 5%, dan tidak ditemukan pada bangsa Asia/ oriental. Kejadian Rh negatif pada orang indonesia asli sangat jarang sekali, kecuali kika mereka melakukan perkawinan dengan orang asing barulah kejadian berupa inkompatibilitas Rh di jumpai. Patogenesis. Inkompatibilitas Rh terjadi ketika: (1) golongan daraha ibu adalah Rh negatif, (2) dan anak adalah Rh positif, (3) masuknya eritrosit fetus ke sirkulasi maternal melalui proses perdarahan feto-maternal, (4) sensitisasi maternal oleh antigen D dari eritrosit fetus, (5) produksi anti D maternal sebagai respon dari antigen D fetus, (6) masuknya anti D maternal secara transplasental ke dalam sirkulasi fetus, (7) melekatlah antibody tersebut pada eritrosit fetus, dan (8) terjadi aglutinasi kemudian lisis eritrosit fetus yang ditempeli antibody. Penyakit ini jarang terjadi pada kehamilan pertama, hal itu terjadi karena kehamilan pertama merupakan proses sensitisasi untuk produksi anti- D. Sehingga resiko penyakit inj tinggi pada kehamilan berikutnya. Terkadang pada kehamilan pertama juga sudah menunjukkan adanya gangguan hemolisis yang berat, yang biasanya disebabkan oleh abortus, ruptura kehamilan di luar kandungan, amniosentesis, atau transfusi dengan darah Rh positif. Dilaporkan bahwa anak perempuan Rh negatif yang dilahirkan dari ibu Rh positif akan mengalami sensitisasi oleh eritrosit ibunya melalui materno-fetal pada saat dilahirkan.Gejala klinis hematologi. Secara klinis derajat hemolisis ini dinyatakan dengan ringan, sedang, berat. Bentuk ringan bila terjadi tanpa anemia (kadar hb darah tali pusat adalah lebih dari 14 g/dl), kadar bilirubin kurang dari 4 g/dl, dan tidak memerlukan pengobatan spesifik kecuali terjadi pwningkatan bilirubin yang tidak wajar. Bentuk sedang bermanifestasi anemianya ringan, kadar bilirubin lebih dari 4 g/dl, terkadang disertai dengan trombositopenia yang tidak diketahui penyebabnya, dan bisa timbul kernikterus jika tidak ditangani dengan tepat. Bentuk berat biasanya disertai dengan hepatosplenomegali, ditandai pula dengan hidrops fetalis atau bayi lahir mati. Gambaran hematologi yang tampak adalah adanya eritrosit berinti dalam darah tepi, hiperbilirubinemia, dan uji coombs direk maupun indirek nya positif. Penatalaksanaan. Bentuk ringan tidak memerlukan pengobatan spesifik, kecuali bilirubin meningkat tidak wajar. Bentuk sedang biasanya memerlukan transfusi tukar. Transfusi tukar ini seharusnya dengan darah yang sama dengan ibunya baik Rh maupun ABO nya. Tapi jika Rh negatif tidak ada, maka Rh positif pun juga bisa ditransfusi tukar. Transfusi tukar dengan Rh positif harus dilakukan dengan sering sampai semua eritrosit bayi yang diselimuti antibody dikeluarkan dari tubuh bayi. Bentuk berat akan berwujud sebagai hidrops fetalis atau lahir mati, yang disebabkan oleh anemia berat dan kemudian diikuti oleh gagal jantung. Pengobatannya ditujukan untuk pencegahan terhadap anemia berat dan kematian janin. Pemeriksaan bilirubin sedini mungkin perlu dilakukan melalui cairan amnion setelah itu barulah dilakukan pengobatan yang sesuai. Dalam keadaan normal bilirubib di cairan amnion sangat rendah yaitu 0.1mg/dl. Bahkan pada eritroblastosis fetalis pun kadar bilirubin amnionnya tidak melebihi 0.8 mg/dl. Oleh karena selisih yang sangat kecil inilah pemeriksaan amniosentesis perlu dilakukan. Pada dasarnya indikasi amniosentesis adalah: 1. Pada kehamilan pertama jika kadar IgG anti- D maternal 1.5 mcg/ml atau lebih, amjiosentesis dilakukan sebelum masa kehamilan 35 minggu. 2. Pada kehamilan berikutnya, yang sebelumnya didahului oleh kelahiran bayi dengan eritroblastosis, bila titer antibody maternal 1.0 mcg/ml atau lehih, dilakukan sebelum usia kehamilan 35 minggu.3. Pada kehamilan berikutnya, yang sebelumnya didahului oleh kelahiran bayi dengan eritroblastosis derajat sedang, amjiosentesis dilakukan pada masa gestasi 28 minggu, meskipun titer antibody tetap rendah kurang dari 1.0 mcg/ml.4. Pada setiap kehamilan yang didahului oleh kelahiran bayi dengan eritroblastosis derajat berat, amniosentesis dilakukan pada masa kehamilan 22 minggu. Gambar 1. Perbedaan Gambaran Klinis dan Hematologi pada Inkompatibilitas ABO dan Inkompatibilitas Rh

PenatalaksanaanFarmakologi1. Obat Pengikat BilirubinPemberian oral arang aktif agar dapat menurunkan rata-rata bilirubin selama 5 hari pertama setelah lahir pada bayi yang lahir sehat namun potensi terapetik dari obat tersebut belum diteliti secara ekstensif.2. Obat pem-Blokade Perubahan Heme Menjadi BilirubinModalitas obat ini adalah menghambat heme oksigenase secara kompetitif agar tidak membentuk bilirubin dari penguraian heme. Metaloporfirin sintetik adalah salah obat yang bisa digunakan. Seperti protoporfirin timah telah terbukti mampu menghambat heme oksigenase, mengurangi kadar bilirubin dalam serum, dan mengeluarkan heme yang tidak dimetabolisme melalui empedu. Selain protoporfirin timah aa juga protoporfirin seng dan mesoporfirin. Namun karena toksisitas obat ini belum diketahui pasti sehingga belum digunakan secara klinis pada bayi atau anak.Non-Farmakologi1. FototerapiFototerapi harus dimulai sesegera mungkin saat bilirubin mulai meningkat pada bayi eritroblastotik. Pada bayi dengan penyakit berat fototerapi biasanya harus dimulai beberapa jam sesudah lahir. Penerapan dini akan mengurangi jumlah transfusi tukar yang diperlukan pada penderita ini. Fototerapi tidak mempunyai pengaruh besar pada kadar bilirubin selama beberapa jam, dengan demikian tidak mengurangi kebutuhan transfusi tukar pada usia beberapa jam pertamabpada bayi dengan penyakit berat.2. Transfusi Tukartransfusi tukar yang dilakukan bisa secara total atau hanya parsial tergantung dari keadaan bayi. Transfusi tukar harus didasarkan pada pertimbangan bahwa ada resiko tinggi akan perkembangan yang cepat ketingkat anemia atau hiperbilirubinemia yang membahayakan. Keadaan tersebut seperti kernikterus atau eritroblastosis berat, atau keadaan dimana retikulosit jumlahnya meningkat lebih dari 15% dan bayi tersebut adalah lahir prematur, menjadi faktor pendukung keputusan lebih lanjut untuk dilakukan transfusi tukar dini. Upaya meramalkan pencapaian kadar bilirubin serum yang tinggi dan membahayakan, yang didasarkan pada kadar yang diamati, yaitu jika dalam usia 6 jam pertama terjadi kenaikan bilirubin lebih dari 6 mg/dl, atau terjadi kenaikan 10 mg/dl pada usia 6 jam kedua, atau terjadi kenaikan 0.5- 1.0 mg/dl/jam. 3. Seleksi DonorDarah yang akan ditransfusi haruslah darah yang sesegar mungkin. Heparin atau adenosin-sitrat-fosfat-dekstrose dapat digunakan sebagai antikoagulan. Jika darah diambil sebelum persalinan, darah seharusnya diambil dari donor golongan O, dan Rh nya negatif, dengan titer anti-A dan anti- B yang rendah serta harus cocok dengan serum ibu dengan uji Foombs indirek. Jika sesudah persalinan, darah yang diambil haruslah dari donor Rh negatif yang sel-selnya cogok dengan serum bayi maupun ibu; bila mungkin biasanya digunakan sel donor golongan O, tetapi sel-sel golongan darah ABO bayi dapat digunakan jika ibu mempunyai golongan yang sama. Uji silang yang lengka, meliputi uji Coombs indirek, harus dilakukan sebelum transfusi kedua atau dan selanjutnya. Tabel 1. Panduan Penatalaksanaan Berdasarkan Kadar Bilirubin Pasca LahirKomplikasi Komplikasi dari penyakit ini adalah terjadinya kernikterus yaitu bilirubin yang terbawa oleh darah sampai ke otak, sehingga menyebabkan kerusakab otak secara sementara maupun permanen. Jika terjadi anemia yang berat kemungkinan bisa menyebabkan gagal jantung. Dan dapat juga menyebabkan hidrops fetalis, dimana janin yang cacat keluar sepontan, kira-kira saat usia kehamilan 17 minggu.Hidrops foetalis merupaka suatu keadaan dimana terjadi akukulasi cairan berlebih oleh janin, berkisar dari edema perifer ringan sampai anasarka masif. Ibu dan janin yang hidropik sering menderita pre-eklamsia. Terdapat 3 kemungkinan penyebab hidrops foetalis yaitu: (1) peningkatan permeabilitas kapiler terhadap cairan dan protein akibat anemia dan hipoksia jaringan; (2) tekanan osmotik koloid rendah karena pengurangan sintesis albumin akibat kerusakan hati; dan (3) hipovolemia dan peningkatan tekanan hidrostatik karena gagal janyung curah tinggi akibat anemia.PrognosisSecara keseluruhan angka survival dapat menfapai 80-90%, namun dapat berkurang pada bayi dengan hidrops fetalis sebanyak 15%. Kebanyakan janin yang bertahan hidup tetap memiliki keutuhan fungsi neurologis. Walau begitu, keabnormalan neurologis bergantung dari seberapa berat derajat anemia atau asfiksia perinatal yang terjadi. Namun tuli sensorineural juga dimungkinkan dapat terjadi.EdukasiBeberapa tindakan yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya hiperbilirubinemua pada bayi antara lain:1. Pengawasan antenatal yang baik, jika pada ibu hamil sering mengalami keguguran atau memang sebelumnya terdapat gangguan saat kehamilan atau kelahiran, penting dilakukan pemeriksaan darah lengkap dan uji antiglobulin test yang sesuai untuk mengetahui kemungkinan penyebabnya. 2. Menghindari beberapa jenis obat yang bisa bikin bayi kuning saat kehamilan dan kelahiran seperti obat sulfafurazole, novobiosin, dan oksitosin,dan lain-lain. 3. Pencegahan terjadinya infeksi bahkan jauh sebelum kehamilan. KesimpulanBerdasarkan gejala klinis yang muncul berupa kuning yang dimulai sejak 10 jam kelahiran, ditambah keterangan bahwa anak dilahirkan dari orangtua yang golongan darah nya berbeda (ayah golongan darah B dan ibu golongan darah O) maka anak tersebut menderita penyakit hemolitik karena inkompatibilitas ABO.Daftar Pustaka

1